BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Agribisnis Agribisnis

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Agribisnis
Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dalam pertanian dalam arti luas; yang dimaksud dengan pertanian
dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian
dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003).
Adjid (1998) juga mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan usaha
dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya
untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk
menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar.
Antara (2006) menyatakan bahwa agribisnis berasal dari kata agribusinees,
dimana agri=agriculture artinya pertanian dan business artinya usaha atau
kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi secara sederhana agribisnis
(agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait
dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan. Jika didefiniskan secara
lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan
komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari
mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri),
pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan.
Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen dalam sistem
agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun di bidang agribisnis
9
harus memahami konsep-konsep manajemen dalam agribisnis yang meliputi
pengertian
manajemen,
fungsi-fungsi
manajemen,
tingkatan
manajemen,
prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang manajemen (Firdaus, 2007).
Menurut Suparta (2005) konsep sistem agribisnis yaitu keseluruhan aktivitas
bisnis dibidang pertanian yang saling terkait dan saling tergantung satu sama lain,
mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi;
(2) subsistem usahatani; (3) subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil
(agroindustri); (4) subsistem pemasaran; dan (5) subsistem jasa penunjang; seperti
pada gambar di bawah ini :
Subsistem
perusahaan
pengadaan dan
penyaluran sarana
produksi :
a. Bibit
b. Pupuk
c. Pakan
d. Obat-obatan
e. Alat dan mesin
Subsistem
perusahaan
produksi
usahatani:
a. Pangan
b. Hortikultura
c. Ternak
Subsistem
perusahaan
pengolahan hasil
(Agroindustri):
a. Penanganan
pasca panen
b. Pengolahan
lanjutan
Subsistem
perusahaan
pemasaran hasil:
a. Perdagangan
domestik
b. Perdagangan
ekspor
Subsistem jasa penunjang:
Pengaturan, penelitian, penyuluhan, informasi, kredit modal,
transportasi, asuransi agribisnis dan pasar.
Gambar 2.1
Konsep Sistem dan Usaha Agribisnis
Konsep dari sistem dan usaha agribisnis tersebut harus mampu mengatur
dirinya sendiri dan mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan
maupun kondisi internal sistem secara otomatis (Amirin, 1996). Kelima subsistem
tersebut akan dapat menjalankan fungsi dan peranannya apabila berada dalam
lingkungan yang menyediakan berbagai sarana dan prasarana, yakni prasarana
10
jalan, transportasi, pengairan, pengendalian, pengamanan dan konservasi yang
menjadi
syarat
bagi
lancarnya
proses
transpormasi
produktif
yang
diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat perdesaan (Badan Agribisnis, 1995).
Mengingat adanya karakteristik agribisnis yang khas (unique) maka
manajemen agribisnis harus dibedakan dengan manajemen lainnya. Beberapa hal
yang membedakan manajemen agribisnis dari manajemen lainnya menurut
Downey dan Erickson (1992) adalah sebagai berikut: (1) keanekaragaman jenis
bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis, yaitu dari para produsen dasar
ke konsumen akhir akan melibatkan hampir setiap jenis perusahaan bisnis yang
pernah di kenal oleh peradaban; (2) besarnya pelaku agribisnis; (3) hampir semua
agribisnis terkait erat dengan pengusaha tani, baik langsung maupun tidak
langsung; (4) keanekaragaman skala usaha di sektor agribisnis, dari yang berskala
usaha kecil sampai dengan perusahaan besar; (5) persaingan pasar yang ketat,
khususnya pada agribisnis skala kecil; dimana penjualan berjumlah banyak,
sedangkan pembeli berjumlah sedikit; (6) falsafah cara hidup (the way of life)
tradisional yang dianut para pelaku agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih
tradisional daripada bisnis lainnya; (7) kenyataan menunjukkan bahwa badan
usaha agribisnis cenderung berorientasi dan dijalankan oleh petani dan keluarga;
(8) kenyataan bahwa agribisnis cenderung lebih banyak berhubungan dengan
masyarakat luas; (9) kenyataan bahwa produksi agribisnis sangat bersifat
musiman; (10) kenyataan bahwa agribisnis sangat tergantung dengan lingkungan
eksternal/gejala alam; dan (11) dampak dari adanya program dan kebijakan
pemerintah mengena langsung pada sektor agribisnis.
11
Keberhasilan agribisnis untuk mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh
faktor manajemen.
Fungsi-fungsi manajemen terdapat dalam kegiatan ditiap
subsistem dan merupakan penghubung antara seorang manajer dengan tujuan
yang akan dicapai. Menurut Reksohadiprodjo (1992) manajemen bisa berarti
fungsi, peranan maupun keterampilan. Untuk mencapai tujuan, manajer
menggunakan empat fungsi manajerial utama yaitu :
1.
Perencanaan (planning)
Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk
mencapai tujuan tersebut.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik
setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang
berhubungan dengan organisasi.
3. Pelaksanaan dan pengembangan (actuating)
Actuating merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian,
dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi
tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk
dapat mewujudkan tujuan.
4.
Pengawasan (controling)
Controlling,
memastikan
bahwa
kinerja
sesuai
dengan
rencana.
Hal ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah
ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang
diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi.
12
2.2 Subsistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi
Masing-masing komponen pelaku agribisnis membagi diri dalam fungsi dan
tugasnya namun tetap bersinergi dalam menghasilkan produk yang berkualitas.
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi berfungsi untuk
menghasilkan dan menyediakan saranan produksi pertanian terbaik agar mampu
menghasilkan produk usaha tani yang berkualitas, melakukan pelayanan yang
bermutu kepada usahatani, memberikan bimbingan teknis produksi, memberikan
bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis, memfasilitasi proses
pembelajaran atau pelatihan bagi petani, menyaring dan mensistesis informasi
agribisnis praktis untuk petani, mengembangkan kerjasama bisnis yang dapat
memberikan keuntungan bagi para pihak yang terkait (Suparta, 2005).
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi juga sering disebut
sebagai agribisnis hulu (up-stream agribusiness); diartikan sebagai kegiatan yang
menginovasi, memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi pertanian,
baik industri alat mesin pertanian, pupuk, benih serta obat pengendalian hama dan
penyakit (Saragih, 1999). Selanjutnya, menurut Distan Provinsi Bali (2010)
bahwa agribisnis hulu mencakup industri yang memproduksi barang modal untuk
sektor pertanian seperti; industri benih, sayuran, ternak, ikan, industri
agrochemical dan industri mesin pertanian.
2.3 Subsistem Usahatani
Ilmu usahatani merupakan cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari
perihal internal usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan serta
penjualan; prihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam
13
keseluruhan organisasi (Hernanto, 1994). Usahatani juga merupakan himpunan
sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian yang diperlukan untuk
produksi pertanian, tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas
tanah atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup
(Moebyarto, 1996). Hal ini didukung oleh pernyataan Mosher (1995) bahwa
usahatani merupakan bagian permukaan bumi dimana seorang petani dan
keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
Menurut Soekartawi (2003) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan
dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk
memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1995)
bahwa jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat
melanjutkan usahanya. Soekartawi (1984) menyatakan bahwa analisis pendapatan
usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan
keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani
berwujud tiga hal, yaitu: (1) hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak;
(2) produksi yang dikonsumsikan keluarga; (3) kenaikan nilai industri; sehingga
pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk
memenuhi
kebutuhan
keluarga
petani,
segala
jenis
tanaman
dicoba,
14
dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba, dipopulasikan, sehingga ditemukan
jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan dengan
prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.
2.3.1 Pengertian produksi
Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik
dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung;
biaya produksi yang digunakan terdiri atas sewa tanah, bunga modal, biaya sarana
produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja
(Soekartawi, 2013). Konsep produksi yang menujukan besarnya tingkat produksi
yang diperoleh petani, oleh karena itu konsep produksi dijelaskan untuk
memberikan definisi tentang produksi menurut para pakar ekonomi. Secara umum
produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi adalah aktivitas yang menciptakan,
menambahkan utility suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Assauri (1993) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan mencitakan
atau menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa dengan mengunakan
sumber–sumber (tenaga kerja, mesin,bahan-bahan, dan modal) yang ada.
Selanjutnya, Hermanto (1994) mengemukakan bahwa produksi adalah suatu
proses untuk memenuhi kebutuhan untuk penyelengaran jasa-jasa lain yang dapat
memenuhi kebutuhan manusia; oleh karena itu produksi merupakan tindakan
manusia untuk menciptakan atau menambah nilai guna barang sesuai dengan yang
dikehendaki.
15
Menurut Mubyarto (1996) menyatakan bahwa produksi petani adalah hasil
yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya faktor produksi tanah, modal,
tenaga kerja simultan. Melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang
petani akan selalu baerfikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin untuk
memproduksi yang maksimal. Cara berfikir yang demikian adalah wajar,
mengingat petani melakukan konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan.
Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan
maksimumkan
keuntungan
atau
profit
mazimition.
Dalam
kaitan
itu
Kartasapoerta (1988) mengemukakan bahwa produksi merupakan hasil yang
diperoleh berkaitan dengan proses berlangsungnya proses produksi. Kuantitas
dan kualitas hasil (output ) tersebut tergantung pada keadaan input yang telah
diberikan.
Jadi
antara
input
dan
output
terdapat
kaitan
yang
jelas.
Selanjutnya, Soekartawi dan Patong (1984) mengemukakan bahwa dalam
menghitung produksi usahatani biasanya dibedakan antara konsep produksi
per unit usahatani dengan kualitas hasil yang dipergunakan dalam suatu jenis
usahatani selama periode tertentu.
2.3.2
Budidaya tanaman tembakau
Tembakau rajangan merupakan bentuk produksi tembakau yang dapat berupa
rajangan (irisan). Menurut Disbun Propinsi Jatim (2012) mengemukakan untuk
berbudidaya tembakau rajang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya
berhasil dengan
baik yaitu: (1) memilih benih yang akan disemaikan;
(2) lokasi pembibitan; (3) pengolahan tanah untuk bedengan; (4) pencabutan bibit;
16
(5)
teknis
pertanaman;
(6)
waktu
dan
cara
pemberian
pupuk;
(7) pengairan atau penyiraman; (8) pemangkasan; dan (9) pemanenan.
1. Memilih benih yang akan disemaikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah;
(1) Secara fisik; benih tua dan bernas, utuh, tidak cacat, dan tidak tercampur
bahan asing (pasir, biji, gulma).
(2) Secara
daya
fisiologi
memiliki
viabilitas
yang
tinggi,
serta
meiliki
berkecambah minimal 80%.
(3) Secara genetis; varietasnya murni, seragam, tidak tercampur varietas lain.
2. Lokasi pembibitan
Tempat harus terbuka, mendapat sinar matahari cukup terutama pada
pagi hari. Lapisan tanahnya cukup tebal, subur, daya menahan air dan drainase
baik. Tekstur tanah sedang sampai agak berat dengan pH 5,6 s/d 6,5; dekat dengan
sumber air untuk memudahkan penyiraman; agak jauh dari perkampungan untuk
menghindari gangguan hewan peliharaan, hama dan penyakit.
3.
Pengolahan tanah untuk bedengan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan tanah bedengan adalah :
(1) Pengolahan tanah bedengan
Tanah dibuka atau dibalik dengan cangkul atau dibajak, diolah sampai halus,
dalam, sehat, masak dan bersih; dibiarkan satu s/d dua minggu terkena sinar
matahari untuk mematikan bibit penyakit dan rerumputan.
17
(2) Ukuran bedengan
Tanah dihancurkan dan dihaluskan, kemudian dibuat bedengan dengan arah
bedengan membujur utara-selatan, dengan lebar 1 m, tinggi permukaan
± 25 cm, panjang 5 m atau disesuaikan dengan panjang lahan. Jaarak antar
bedengan dibuat selebar 1 s/d 1,5 m; dibuat selokan keliling.
(3) Desinfeksi bedengan
Untuk mencegah pathogen (penyebab penyakit) di pesemaian seperti jamur
dan bakteri, bedengan perlu didesinfeksi dengan larutan perusi (CuSO4)
konsentrasi dua persen (20 g perusi/ satu liter air); setiap satu m2 bedengan
disiram
dengan
0,5
liter
larutan
perusi
paling lambat
dua
hari
sebelum benih ditabur.
(4) Pemupukan bedengan
Bedengan diberi pupuk kompos yang sudah masak, sebanyak satu pikul setiap
1 m x 5 m2. Pupuk kompos dicampurkan merata dengan tanah permukaan
bedengan, dan dibiarkan satu minggu, kemudian bentuk bedengan dirapikan
dan permukaannya diratakan. Pupuk SP-36 sebanyak 35 s/d 70 g/m2
(SP-18 sebanyak 70 s/d 140 g/m2), diberikan empat s/d lima hari sebelum
benih ditabur, kemudian permukaan bedengan disiram air. Pupuk ZA
sebanyak 35 s/d 70 g/m2, dan ZK 25 s/d 35 g/m2, diberikan tiga hari sebelum
benih ditabur, dengan cara menaburkannya dipermukaan bedengan, kemudian
diratakan dan disiram air secukupnya. Pupuk yang diberikan tidak boleh
berlebihan. Bila pH tanah rendah ditambahkan dolomit/kapur.
18
(5) Penaburan benih
Benih yang daya kecambahnya lebih dari 90%, kebutuhan benih per m2
adalah 0,1 gram; benih disesuaikan dengan luas bedengan dicampur rata
dengan abu atau pasir halus, kemudian ditabur merata diatas bedengan;
selanjutnya bedengan ditutup dengan jerami; setelah itu disiram air dengan
menggunakan gembor sampai cukup basah; jerami dibuka 10 hari
setelah tabur benih.
(6) Atap bedengan
Atap bedengan dapat dibuat dari jerami, alang-alang atau plastik transparan.
Apabila pembibitan dilakukan pada musim hujan sebaiknya bedengan diberi
atap plastik. Untuk atap miring, tinggi atap yang menghadap ke timur antara
0,80 s/d 1 m, sedangkan yang menghadap kebarat 0,60 s/d 0,9 m; pada bagian
atap yang melengkung diatur agar tinggi bagian tengah antara 50 s/d 60 cm;
sedangkan tinggi bagian samping ± 5 cm dari permukaan bedengan.
(7) Penyiraman bedengan
Selama tujuh hari pertama setelah tabur benih, pesemaian harus disiram air
secara intensif, biasanya dilakukan sampai tiga kali sehari, yaitu pagi, siang
dan sore hari. Penyiraman menggunakan gembor. Setelah bibit berumur
30 hari jumlah air yang diberikan dikurangi agar pertumbuhan akar bagus;
akan tetapi harus dijaga agar tanah tidak terlalu kering.
(8) Penjarangan bedengan
Setelah bibit berumur 20 s/d 25 hari dilakukan penjarangan dan jarak antara
bibit diatur anatar 4 X 4 cm2 sampai 5 X 5 cm2, sehingga tiap meter persegi
19
bedengan terdapat 400 s/d 625 bibit atau dapat pula dilakukan pencabutan
bibit dan dipindah kebedengan lain dengan jarak tanam 5 X 5 cm2.
Bedengan pataran biasanya didekat lahan yang akan ditanami tembakau; bibit
pataran ini dapat ditanam dilahan setelah 20 s/d 25 hari.
4.
Pencabutan bibit
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
(1) Umur bibit
Umur antara 40 s/d 45 hari, pencabutan bibit sebaiknya dilakukan pagi hari;
cara mencabut bibit dilakukan dengan memegang dua daun terbesar,
kemudian
ditarik;
jangan
sekali-kali
menarik
batangnya
karena
masih sangat lunak.
(2) Syarat bibit
Bibit yang memenuhi syarat ukuran (tinggi) 10 s/d 12,5 cm, jumlah daun
lima lembar, tidak terlalu subur (sukulen) dan terlalu kurus, dan perakaran
baik, sehat serta bebas dari hama penyakit.
5. Teknis pertanaman
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam teknis pertanaman adalah :
(1) Pemilihan lahan dan pergiliran tanaman
Saat tanam yang baik adalah bulan april s/d mei hingga pertengahan bulan
juni, tergantung dengan cuaca yang berkembang pada musim tanam yang
bersangkutan. Lahan yang paling baik untuk ditanami tembakau adalah bekas
tanaman padi. Lahan bekas tanaman cabai, terung, tembakau dan tanaman
solanaceae lainnya harus dihindarkan karena tanah bekas tanaman keluarga
20
solanaceae menurut pengalaman petani tanahnya banyak menyimpan
penyakit; kalau dipaksakan pertumbuhan tanaman tembakau tidak sempurna,
bahkan akan banyak tanaman yang mati. Tanah mengandung khlor yang
umumnya dekat dengan pantai atau mendapat pengairan dari air payau
dihindari sebagai lahan penanaman tembakau. Untuk menghindari serangan
penyakit yang merugikan seperti Phytophthora nicotianae, penyakit lengger
akibat serangan bacterium solanacearum sebaiknya lahan terpilih jangan tiap
tahun ditanami tembakau.
(2) Pengolahan tanah
Pengolahan tanah untuk tembakau rajangan pada umumnya lebih sederhana.
Pembersihan bekas tanaman sebelumnya sangat diperlukan; pada lahan
di dataran tinggi, sisi tegak galengan mencapai tinggi (0,5 s/d 1,5 m2);
pada sisi galengan tersebut rumput dibersihkan agar kelak tidak menjadi
serangan hama. kemudian dibersihkan jerami dari petakan. Setelah jerami
dibersihkan, tanah dibajak pertama dan dilanjutkan dengan garu untuk
meratakan tanah. Selanjutnya, didiamkan satu s/d dua minggu dan kemudian
diairi serta dibuatkan saluran-saluran drainase keliling. Pekerjaan ini
dimaksudkan agar bingkahan tanah yang masih cukup besar bisa hancur.
Bekas tanaman padi biasanya akan menyebabkan bongkahan tanah yang
besar. Selanjutnya, dilakukan pembajakan kedua dan ketiga yang dilakukan
dengan arah memotong bajak pertama, kemudian digaru hingga rata.;
kemudian didiamkan satu s/d dua minggu. Dibuatkan guludan sesuai dengan
jarak tanam. Dibuat lubang tanam dengan digejik. Lahan yang sudah selesai
21
diolah dilengkapi dengan tempat penampungan air yang diberi alas plastik.
Jarak tanaman rapat yaitu dua baris tanaman dalam satu gulud. Jarak tanam
yang umum digunakan 50 x 50 x 90 cm atau 40 x 40 x 90 cm; dengan jarak
tanam ini populasi tanaman dapat mencpai 20.000 s/d 25.000 tanaman
per hektar; cara penanaman kedua baris dapat sejajar atau selang-seling.
(3) Penanaman
Waktu penanaman yang tepat pada pertengahan bulan mei sampai dengan
pertengahan bulan juni. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari,
setelah jam 14.00. Sebelum menanam, lubang tanam disiram air dengan cara
dikocor; kebutuhan air tergantung cuaca, kira-kira satu s/d dua liter
per lubang tanam.
(4) Teknik menanam bibit
Bibit dipegang pada pangkal batang, kemudian dimasukan kedalam lubang
tanam; lubang tanam ditimbun lagi dengan tanah dan ditekan hati-hati supaya
akar bibit menempel pada tanah. Penimbunan ini dilakukan sampai leher
bibit jangan sampai tertimbun, setelah itu bibit bisa dikrodong dengan daun
jati
atau
lainnya
sampai
umur
satu
minggu;
lubang
tanam
dikocor secukupnya.
(5) Penyulaman
Tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang bagus secepatnya disulam;
penyulaman terakhir selambat-lambatnya umur 10 hari; tanaman sulaman
diambil dari tanaman cadangan yang sudah dipersiapkan lebih dahulu.
22
6. Waktu dan cara pemberian pupuk
Pada dasarnya pupuk yang digunakan untuk tanaman tembakau dikehendaki
yang tidak mengandung chlor (CL); seperti ZA, ZK, NPK Kebo Mas, SP-18, dan
PN (Chilien Nitrat); sedangkan jenis pupuk yang mengandung Chlor adalah
seperti KCL dan Ponskha.
Rekomendasi
pupuk
untuk
tembakau
rajangan
dengan
populasi
20.000 tanaman/ha, dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Jenis, Dosis, dan Waktu Pemupukan Tembakau Rajangan
Umur HST
Jenis
gr/tanaman
-1
5-8
15 - 18
25 - 28
25 - 28
Superphos
Urea
Urea
ZA
ZK
Jumlah
10
5
5
15
5
Jumlah
tanaman
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
kg/ha
200
100
100
300
100
800
Sumber: Disbun Provinsi Jatim ( 2012)
Keterangan :
HST
:
Hari setelah tanam
ZA
: Zwavelzure Ammonium
ZK
:
Zwavelzure Kalium
Cara pemberian pupuk urea sebagai starter umur 5 s/d 8 hari setelah tanam;
waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan jenis pupuk dan kebutuhan tanaman
sesuai dengan rekomendasi. Pupuk superphos diberikan pada lubang tanam sehari
sebelum tanam, pupuk urea susulan pertama pada umur 15 s/d 18 hari setelah
tanam ditugal sekeliling batang tanaman dengan jarak 10 s/d 15 cm, kemudian
ditutup tanah; pupuk N (ZA) dan K (ZK) susulan kedua diberikan pada umur
tanaman 25 s/d 28 hari, ditugal disekiling batang tanaman dengan jarak
20 s/d 25 cm kemudian ditutup tanah.
23
7. Pengairan/penyiraman
Penyiraman sebaiknya dilakukan pada sore hari; air irigasi harus memenuhi
syarat tidak melewati lahan yang terkena serangan hama penyakit lanas
(phytophthora nicotianea); karena spora jamur ini dapat terikut air irigasi,
selain itu kandungan klornya harus sangat rendah, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Jadwal dan Volume Penyiraman Tembakau Rajangan
Umur tanaman
(HST)
1-20
21-40
41-50
51-54
55-60
Frekwensi
pemberian
Tiap hari
Tiap dua hari
Tiap hari
Tiap dua hari
Tiap tiga hari
Tegal (lt)
0,5
2,0
2,0
2,0
2,0
Jenis lahan
Sawah (lt)
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Sumber: Disbun Provinsi Jatim ( 2012 ).
Keterangan :
HST
:
Hari setelah tanam
Lt
:
Liter
8. Pemangkasan
Pemangkasan tembakau rajangan dilakukan setelah 10% dari bunga
pertamanya
mekar;
pemangkasan
bunga
disertai
dua
daun
bendera.
Pembuangan sirung dilakukan lima hari sekali.
9. Pemanenan
Tembakau umur 65 hari siap untuk dipanen; untuk tembakau dilahan tegal
panen dilakukan serentak setelah daun-daun tengah cukup masak. Daun-daun
bawah ± 6 lembar tidak ikut dipetik dan dibiarkan menjadi krosok dilapangan;
daun tengah dan daun pucuk 12 s/d 14 lembar dipetik serentak. Daun-daun yang
dipetik kemudian diproses menjadi rajangan, sedangkan daun bawah setelah
kering dipetik untuk dijual dalam bentuk krosok. Untuk tembakau dilahan sawah
24
yang tanamannya cukup besar karena cukup air, panen dapat dilakukan dengan
pemetikan secara bertahap dua sampai tiga kali pada saat daun sudah masak.
Pada lahan tegal tembakau dipetik serentak 3 s/d 5 lembar, daun bawah tidak ikut
dipetik dibiarkan sampai kering dan dijual dalam bentuk krosok.
2.3.3 Budidaya cabai
Cabai rawit adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum.
Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung
bagaimana digunakan.
Cabai
merupakan tanaman perdu dari famili
terong-terongan yang memiliki nama ilmiah capsicum sp.; berasal dari benua
Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika,
Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Adapun cara budidaya cabai rawit
menurut
1.
Tim Bina Karya Tani (2013) adalah sebagai berikut :
Pembibitan
Tanaman cabai diperbanyak dengan biji (generatife). Biji buah yang akan
diperbanyak diambil dari buah yang sudah tua atau matang dipohon. Buah cabai
yang akan diambil bijinya untuk benih harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
(1) buah berasal dari tanaman yang sehat dan pertumbuhannya subur;
(2) buah dipilih dan disortir sejak dipohonnya; (3) biji diambil dari buah yang
sudah masak dipohon, sehat dan tidak rusak; dan (4) sebaiknya buah dari
dompolan buah yang kedua.
2.
Pesemaian
Persemaian hendaknya dilakukan dalam wadah yang terbuat dari kotak kayu,
polibag, pot bunga untuk memudahkan perawatan. Biji disebar merata di atas
25
pesemaian berupa tanah yang bersih dan dicampur dengan pasir bersih serta
pupuk kandang (perbandingan 1 k : 1 kg : 1 kg). Pesemaian ditaruh ditempat yang
terlindung dari gangguan ternak dan dinaungi agar tidak terkena sinar matahari
langsung dan derasnya curah hujan. Pesemaian untuk menjaga kelembaban tanah
perlu penyiraman satu kali sehari yaitu pada pagi atau sore hari.
3. Penanaman bibit
Segera setelah tanaman yang berkecambah dari biji itu mempunyai lima daun
(umur satu bulan), calon bibit dipindahkan ketempat penyapihan berupa pot kecil
atau polibag; pada waktu penyapihan dipilih calon bibit yang benar-benar kuat.
Maksud penyapihan ini adalah untuk melatih tanaman terlebih dahulu sebelum
dipindahkan ke lahan pertanian yang telah ditetapkan. Setiap pagi takir atau
polibag penyapihan dijemur disinar matahari sampai pukul 09.00.
4. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah.
Faktor fisik tanah meliputi: tekstur, struktur, konsistensi, tata air,
tata udara, temperatur dan warna tanah. Faktor kimia tanah adalah pengaruh ion
terhadap tumbuhnya tanaman, keasaman tanah atau pH nya. Sedangkan, faktor
biologi tanah adalah tentang jasad-jasad hidup dalam tanah atau jasad renik.
Pengolahan tanah biasanya dilakukan dua kali agar benar-benar gembur;
tanah dibersihkan dari rumput atau kotoran lain kemudian dibajak atau dicangkul
dengan kedalaman sekitar 20 s/d 35 cm. Pengolahan tanah harus disesuaikan
dengan lapisan atas dan tidak dipaksakan terlalu dalam sampai mencapai lapisan
tanah dibawahnya. Pencangkulan tanah yang terlalu dalam dapat mengakibatkan
26
tanah yang kurang subur bercampur dengan tanah yang subur sehingga akan dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman.
Pengolahan tanah yang kedua kalinya setelah tanah dibiarkan selama 2 s/d 3
minggu sejak pengolahan pertama; hal ini penting agar gas-gas beracun menguap,
bibit penyakit dan hama akan mati disinari matahari. Tanah yang sudah remah
dan gembur kemudian dibuatkan bedengan membujur kearah timur-barat agar
penyebaran matahari dapat merata keseluruh tanaman.
Bedengan dibuat dengan lebar antara 110 s/d 120 cm2, tinggi 30 s/d 45 cm2
dan jarak antar bedengan 50 s/d 60 cm2.
Khusus pada musim penghujan
didaerah-daerah yang air tanahnya dangkal perlu dibuatkan parit keliling dengan
lebar 20 s/d 30 dan dalamnya 30 cm untuk pembuangan air yang berlebihan.
Pengolahan tanah yang ketiga selain mencangkul tipis-tipis untuk
menggemburkan tanah, juga dilakukan pemupukan dasar dengan memberikan
pupuk kandang atau pupuk organik. Tanah yang terlalu asam dan tidak sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman cabai perlu melakukan pengapuran. Setelah tanah
cukup
gembur,
bedengan-bedengan
dan
parit-parit
sudah
terbentuk,
tanah dibiarkan dulu selama seminggu sebelum ditanami bibit agar reaksi pupuk
organik dan pengapuran tidak mengganggu pertumbuhan bibit tanaman.
5.
Persiapan lubang tanaman
Pembuatan lubang tanam dilakukan tiga hari sebelum penanaman bibit,
jarak tanam harus diatur dengan baik jangan terlalu rapat dan terlalu renggang.
Jarak tanam yang ideal untuk bertanam tanaman cabai adalah 70 x 60 cm2 artinya
70 cm jarak antar barisan dan 60 cm jarak tanam dalam barisan.
27
6.
Seleksi bibit
Bibit seharusnya sudah diseleksi pada tempat pembibitan sebelum diangkut
ke lahan pertanaman; bibit cabai dapat dipindah ke lahan pertanaman apabila telah
berumur 30 s/d 45 hari di pesemaian dengan tinggi berkisar antara 10 s/d 15 cm2.
Bibit yang dipilih sebaiknya yang berpenampilan sehat, tumbuh subur dan tegak,
serta daunnya tidak ada yang rusak.
7.
Waktu tanam
Saat yang terbaik untuk menanam sayuran cabai adalah tiga hari sesudah
lubang tanam dipersiapkan. Menanam bibit cabai pada lubang tanam dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
(1) Bagian dasar kantong polibag disayat dan dilepaskan, bagian samping
kiri-kanan disayat tegak lurus.
(2) Bibit ditempat pada lubang secara berdiri tegak; plastik pada bagian sisi kiri
kanan
dilepas
dengan
hati-hati
supaya
tanah
disekitar
akar
bibit tidak berhamburan.
(3) Sewaktu menanam; leher akar harus tertutup dan pada akhir penanaman
permukaan tanah sekitar bibit dalam keadaan rata atau sedikit cembung.
8.
Pemberian mulsa plastik hitam perak
Penggunaan mulsa plastik dipandang lebih praktis karena mudah didapat,
mudah penggunaannya dan dapat digunakan lebih daripada satu kali.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mulsa plastik:
(1) bedeng-bedeng diari terlebih dahulu sebelum pemasangan mulsa plastik
sehingga kondisi tanah agak lembab; (2) mulsa plastik dipasang pada saat udara
28
panas dan plastik sedang memuai; dan (3) warna hitam pada plastik merupakan
bagian yang menghadap ketanah, sedangkan bagian plastik yang berwarna perak
menghadap keatas.
9.
Pengairan
Pengairan dilakukan secara rutin sekali atau dua kali dalam sehari tergantung
pada keadaan tanah atau semusim. Waktu pengairan sebaiknya dilakukan pada
pagi atau sore hari saat suhu udara tidak terlalu panas; hal yang sangat penting
diperhatikan adalah menjaga agar tidak terlalu kering atau sebaliknya air jangan
sampai tergenang dalam waktu yang lama.
10. Pemberantasan gulma
Pada dasarnya ada tiga cara pemberantasan gulma yaitu: (1) secara mekanis
(manual) adalah pemberantasan dengan menggunakan tenaga atau alat secara
langsung seperti sabit, cangkul dan garpu; (2) secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan
herbisida;
dan
(3)
secara
biologi
dengan
menggunakan
tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu yang bertujuan untuk mengurangi
pengaruh buruk dari gulma.
11. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak atau
pertumbuhannya tidak normal; dilakukan satu minggu setelah tanam. Bibit yang
digunakan penyulaman adalah bibit yang sengaja disisakan atau dibiarkan tumbuh
pada lahan pembibitan sebagai bibit cadangan.
29
12. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara didalam
tanah supaya tanaman dapat meyerapnya sesuai dengan kebutuhannya.
Kekurangan atau defisiensi unsur hara tanaman dapat diketahui dari gejala-gejala
yang tampak pada tanaman.
Pemupukan dilakukan terus-menerus dan takaran pupuk disesuaikan dengan
usia tanaman cabai. Sebelum menabur pupuk terlebih dahulu dibuat selokan
sedalam 5 s/d 10 cm yang melinkari tanaman itu dengan batang tanaman sebagai
pusat lingkaran; sesudah pupuk ditabur merata didalam selokan selanjutnya
ditutup kembali dengan tanah.
Dosis pupuk yang diberikan adalah 200 kg urea, 500 kg ZA, 167 kg KCL,
dan 196 kg TSP per hektar. Pupuk berimbang ini diberikan dua kali yaitu pada
umur tujuh hari dan 30 hari setelah tanam; kecuali pada pupuk TSP yang
diberikan satu kali pada tujuh hari sebelum tanam.
13. Hama dan penyakit
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena
aktivitas hidupnya, terutama aktivitas untuk mendapatkan makanan yang terdiri
dari hewan mamalia, serangga dan burung. Untuk membrantas serangan hama
harus diketahui terlebih dahulu siklus hidupnya, sehingga dapat ditentukan pada
stadium apa serangga tersebut menyerang tanaman, sehingga tepat dalam
mengambil tindakan pemberantasan.
Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti; virus, bakteri, protozoa, jamur dan cacing nematode;
30
yang dapat menyerang organ tumbuhan pada akar, batang, daun atau buah.
Penyebaran penyakit pada tanaman melalui angin, air, serangga.
14. Panen
Panen cabai dilakukan secara manual; umur panen berkisar 3 s/d 4 bulan
setelah tanam. Biasanya panen dapat dilakukan 16 s/d 18 kali pada keadaan
musim yang menguntungkan yaitu musim kemarau. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemanenan adalah warna buah berwarna merah
atau buah masak, permukaan buah lebih banyak berwarna oranye, jingga atau
merah; warna hijau berangsur hanya sekilas.
2.4 Subsistem Pasca Panen dan Pengolahan Lanjutan
Subsistem pasca panen dan pengolahan lanjutan dapat berfungsi untuk
mengadakan pengolahan lanjut baik tingkat primer, sekunder dan tersier untuk
mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi
kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar pemasaran hasil
melalui
perencanaan
sistem
pemasaran
yang
baik
(Suparta,
2005).
Saragih (1999) mengemukakan agribisnis hilir (down- stream agribusiness)
merupakan aktivitas penanganan pasca panen dan pengolahan berbagai hasil
usahatani menjadi berbagai produk olahan dan produk turunan (agroindustri).
Manajemen agribisnis hilir dapat dihubungkan dengan industri yang
memproses komoditas pertanian utama seperti makanan atau minuman, pakan
ternak,
serabut
alami,
(Distan Provinsi Bali, 2010).
industry
farmasi
dan
industri
bio-energi
31
2.5 Subsistem Pemasaran
Aspek
pemasaran
hasil
pertanian
sangat
penting
keberadaannya;
bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yeng terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri
dari produsen, tengkulak, pedagang pengepul, broker, eksportir, importir menjadi
amat penting (Soekartawi, 2013). Menurut Khotler (1996) mengemukakan
bahwa”Marketing is a social and managerial process by which individuals and
groups obtain what they med and want throught creating offering and
exacahnging produtcts of value which other”. Pemasaran adalah suatu proses
sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertahankan
produk yang bernilai dengan produk yang lain. Definisi pemasaran ini
berdasarkan pada konsep inti yaitu kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan
permintaan (demands), produk (barang, jasa dan gagasan) nilai biaya, kepuasan,
petukaran dan transaksi, jaringan pasar, serta pemasaran dan prospek.
Kemudian Swastha (1999) mendefinisikan pemasaran sebagai sistem
keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan
harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat
menawarkan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Menurut Soekartawi (1988) mengemukakan manajemen pemasaran yang modern
mendahulukan kepentingan konsumen dalam artian bahwa perubahan konsumen
akan menentukan jumlah barang yang diminta; selanjutnya agar harga tidak
melonjak tinggi karena perubahan tersebut maka produksi harus dinaikan;
32
sehingga pengertian di atas dapat simpulkan bahwa pemasaran merupakan
keseluruhan sistem dari kegiatan-kegiatan bisnis yang dinamis dan terintegrasi
yang di tunjukan untuk merencanakan, menentukan harga merupakan sistem dan
mendistribusikan produk-produk yang dapat memuaskan keinginan pasar dalam
langkah mencapai tujuan organisasi.
Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pemasaran suatu produk, kita harus
mempertimbangkan saluran pemasaran yang dapat dipakai untuk menyalurkan
produk
dari
produsen
ke
konsumen.
Menurut
Khotler,
dkk.,
(1992)
mengemukakan bahwa untuk mencapai pasar sasaran, pemasar menggunakan tiga
jenis saluran pemasaran yaitu: (1) saluran komonikasi yaitu menyampaikan dan
menerima pesan dari pemberi saran; saluran ini mencakup surat kabar, majalah,
radio, televisi, surat, telepon, internet dan papan iklan; (2) saluran distribusi untuk
menggelar, menjual atau menyampaikan produk fisik atau jasa kepada pelanggan
atau pengguna; dan (3) saluran layanan untuk meelakukan transaksi dengan calon
pembeli; saluran ini mencakup gudang, perusahaan transportasi, bank dan
perusahaan asuransi yang membantu transaksi.
Menurut Swastha (1999) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah
saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari
produsen sampai kekonsumen atau pemakai industri; dengan kata lain merupakan
serangkaian organisasi yang saling tergantung dalam rangka proses penyaluran
barang dari produsen kepada konsumen. suatu barang dapat berpindah melalui
beberapa tangan sejak dari produsen sampai kepada konsumen.
33
Menurut Kotler (1996) ada beberapa saluran distribusi yang dapat digunakan
untuk menyalurkan barang-barang yang ada. Jenis saluran distribusi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Saluran distribusi langsung, saluran ini merupakan saluran distribusi yang
paling sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen
ke konsumen tanpa menggunakan perantara. Disni produsen dapat menjual
barangnya melalui pos atau mendatangi langsung rumah konsumen, saluran
ini bisa juga diberi istilah saluran nol tingkat (zero stage chanel).
(2) Saluran disrtibusi yang menggunakan satu perantara yakni melibatkan
produsen dan pengecer. Disini pengecer besar langsung membeli barang
kepada produsen, kemudian menjualnya langsung kepada konsumen.
Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat (one stage chanel).
(3) Saluran distribusi yang menggunakan dua kelompok pedagang besar dan
pengecer, saluran distrinusi ini merupakan saluran yang banyak dipakai oleh
produsen. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar
kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer pembelian oleh
pengecer dilayani oleh pedagang besar dan pembelian oleh konsumen hanya
dilayani oleh pengecer saja. Saluran distribusi semacam ini disebut juga
saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).
(4) Saluran distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini
produsen memilih agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya
kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada took-toko kecil.
34
Saluran distribusi seperti ini dikenal juga dengan istilah saluran distribusi
tiga tingkat (three stage chanel).
2.6 Subsistem Jasa Penunjang
Subsistem Jasa Penunjang yang meliputi : (1) penyuluhan; (2) penelitian;
(3) informasi agribisnis; (4) pengaturan; (5) kredit modal dan (6) transportasi
secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan
pelaku sistem agribisnis untuk melancarkan aktifitas perusahaan dan sistem
agribisnis (Suparta, 2005). Subsistem jasa penunjang juga merupakan penunjang
kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi: (1) sarana tata niaga;
(2) perbankan/perkreditan; (3) penyuluhan agribisnis; (4) kelompok tani;
(5) infrastruktur agribisnis; (6) koperasi agribisnis; (7) BUMN; (8) swasta;
(9) penelitian dan pengembangan; (10) pendidikan dan pelatihan; (11) transportasi
dan kebijakan pemerintah (Hermawan, 2008).
2.7 Sistem Pertanian Tumpangsari
Tumpangsari adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau
dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama.
Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara
tanaman semusim dengan tanaman tahuanan. Tumpangsari ditunjukan untuk
memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang
maksimum. Menurut Thahir (1985) mengemukakan sitem tumpangsari dapat
di atur berdasarkan;
(1) Sifat-sifat perakaran, pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk
menghidarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah.
35
Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan tanaman yang
berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang
dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku; sedangkan tanaman
dikotil pada umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki
akar tunggang; seperti pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk
manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran yang
dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran dalam;
maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan
unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah. Sistem pertanian tumpangsari
selalu terdapat persaingan di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan
cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air); sehingga perlu
di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman
yang dilakukukan tumpangsari.
(2) Pengaturan pola tanam; tumpangsari juga dapat di lakukan antara tanaman
semusim dengan tanaman semusim lainya, misalnya antara tembakau dengan
cabai. Tembakau menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan cabai tidak
terlalu terganggu pertumbuhanya karena sedikit terlindung oleh tembakau.
2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya
Pembahasan hasil penelitian terdahulu dimaksudkan agar dapat memberikan
gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini. Di samping itu,
juga merupakan referensi yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi
terhadap pengaruh masing-masing konsep.
36
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Wijayanti
(2011)
yang
berjudul
“Jiwa Kewirausahaan Pengurus Gapoktan, Penerapan Manajemen Agribisnis dan
Keberhasilan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)
di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kadar jiwa kewirausahaan, penerapan manajemen agribisnis
pengurus Gapoktan dan tingkat keberhasilan PUAP, serta hubungan dan pengaruh
antara jiwa kewirausahaan dan penerapan manajemen agribisnis dengan
keberhasilan PUAP di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) penerapan manajemen agribisnis
yang
diterapkan
pengurus
Gapoktan
di
Kecamatan
Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik; (2) tingkat keberhasilan
program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong dalam kategori cukup
berhasil; (3) jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan PUAP ada hubungan nyata;
karena sifat-sifat kewirausahaan tersebut menjadi pendorong bagi kemauan dan
kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil; (4) terdapat pengaruh sangat
nyata
dari
penerapan
manajeman
agribisnis
oleh
pengurus
Gapoktan
terhadap keberhasilan PUAP.
Tesis Udayani (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan
dengan Keberhasilan Usaha Agribisnis (Kasus Pada Usaha Peternakan Ayam Ras
Pedaging di Bali)”. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana kadar jiwa
kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Bali, bagaimana hubungan antara
jiwa kewirausahaan, kemampuan penerapan usaha agribisnis dan karakteristik
peternak,
terhadap
keberhasilan
usaha
agribisnis
ayam
ras
pedaging,
37
serta bagaimana pengaruh jiwa kewirusahaan, kemampuan penerapan usaha
agribisnis dan karakteristik peternak terhadap keberhasilan usaha agribisnis ayam
ras pedaging. Berdasarkan analisis statistik diperoleh bahwa hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan kemampuan penerapan usaha agribisnis adalah sangat
nyata, hubungan antara kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan
karakteristik peternak, jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan usaha agribisnis,
dan kemampuan penerapan usaha agribisnis dengan keberhasilan usaha agribisnis
adalah sangat nyata. Sedangkan hubungan antara karakteristik peternak dengan
keberhasilan agribisnis diperoleh berhubungan nyata. Secara simultan semua
variabel bebas memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap keberhasilan usaha
agribisnis, sedangkan kemampuan penerapan usaha agribisnis berpengaruh nyata.
Tesis Endang (2009) yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Sistem Agribisnis
Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sayuran di Kabupaten Boyolali”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme sistem pendampingan
tenaga ahli terhadap pengembangan agribisnis sayuran di kabupaten Boyolali,
mengetahui
penerapan
sistem
agribisnis
pada
petani
sayuran
(program pendampingan maupun mandiri), menghitung besarnya tingkat
pendapatan agribisnis sayuran pada tingkat petani dan menganalisa pengaruh
penerapan sistem agribisnis terhadap pendapatan petani sayuran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mekanisme sistem pendampingan tenaga ahli dengan
pemberdayaan petani melalui kelompok tani asparagus, kucai, dan sayuran
(ASPAKUSA) telah dilaksanakan dengan baik; penerapan sistem agribisnis pada
program pendampingan telah dilaksanakan dengan baik dan tanpa pendampingan
38
belum dilaksanakan dengan baik; pendapatan rata-rata per hektar per musim
tanam pada petani program pendampingan sebesar Rp. 49.057.344,- dan tanpa
pendampingan sebesar Rp 20.384.120,-; penerapan subsistem agribisnis hulu,
budidaya, pengolahan, pemasaran dan model usahatani secara serempak
berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Secara parsial agribisnis hulu, budidaya,
pengolahan dan model usahatani pendampingan berpengaruh nyata terhadap
pendapatan, sedangkan subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata.
Penenelitian yang dilakukan oleh Durma (2010) dengan judul “Pengaruh Jarak
Tanam Jagung (zea mays L.) dan Varietas Kacang Tanah (arachis hypogeal L.)
terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari pada Lahan
Kering di Nusa Penida”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui interaksi
antara perlakuan jarak tanam jagung dan varietas kacang tanah, dan interaksi
tersebut berpengaruh terhadap hasil jagung dan kacang tanah dalam sistem
tumpangsari; (2) untuk mengetahui jarak tanam jagung yang memberikan hasil
jagung dan kacang tanah yang paling tinggi pada sistem tumpangsari;
(3) untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan yang lebih
tinggi pada sistem tumpangsari dengan monokultur; (4) untuk mengetahui hasil
paling tinggi pada varietas kacang tanah.
Hasil penelitian menunjukan;
(1) interaksi antara jarak tanam jagung dengan varietas kacang tanah dalam sistem
tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan
kacang tanah; (2) berat biji kering panen jagung tertinggi (4,29 t/ha) dihasilkan
oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan kacang
tanah varietas kelinci yang tidak berbeda nyata dengan hasil varietas lokal.
39
Berat biji kering panen kacang tanah tertinggi (2,10 t/ha) juga dihasilkan oleh
jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari dengan varietas kelinci;
(3) sistem tumpangsari memberikan efisiensi penggunaan lahan dan keuntungan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Tumpangsari memberikan
nilai kesetaraan tanah (NKT) nyata lebih tinggi (1,92) dibandingkan sistem
monokultur; (4) Keuntungan tertinggi Rp. 12.965.479,- dan B/C ratio tertinggi
7,13; diberikan oleh jarak tanam jagung 100 cm x 60 cm2 dalam tumpangsari
dengan kacang tanah varietas kelinci.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki beberapa
kesamaan, namun tetap memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis
lakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi, obyek dan lokasi penelitian.
Penelitian yang penulis lakukan adalah Peranan Sistem Agribisnis Terhadap
Keberhasilan Tumpangsari cabai-tembakau (kasus subak di Desa Sukawati,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar).
Download