Tinjauan Pustaka Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks Bram Pradipta, Saleha Sungkar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak: Kanker serviks adalah tumor ganas terbanyak kedua pada perempuan di dunia dan merupakan tumor ganas terbanyak pada perempuan di negara berkembang termasuk Indonesia. Kanker tersebut diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang karena dipicu oleh perubahan gaya hidup seperti seks bebas, berganti-ganti pasangan seksual, dan kebiasaan. Tingkat perekonomian yang rendah akan semakin memperparah hal tersebut karena kebersihan dan gaya hidup yang tidak higienis. Pemeriksaan rutin terhadap kanker serviks sulit dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia karena sulitnya akses ke pusat pelayanan yang memiliki laboratorium dan tenaga kesehatan yang memadai, harga tes Pap yang relatif mahal serta perlunya kunjungan yang berkali-kali ke pusat kesehatan. Untuk mencegah peningkatan frekuensi kanker serviks dapat dilakukan berbagai upaya pencegahan antara lain dengan vaksin HPV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin monovalen, rekombinan bivalen dan rekombinan kuadrivalen efektif mencegah kanker serviks. Meskipun demikian, terdapat faktorfaktor yang harus dipertimbangkan yaitu siapa yang harus divaksinasi, perlukah vaksinasi pada laki-laki, tipe virus apa yang terutama menginfeksi suatu negara, efek samping dan waktu bertahannya antibodi serta penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi. Kata kunci: vaksin Human Papilloma Virus, rekombinan, kanker serviks Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 391 Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks The Use of Human Papilloma Virus Vaccine to Prevent Cervical Cancer Bram Pradipta, Saleha Sungkar Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta Abstract: Cervical cancer is the second most frequent malignant tumor in female in the world and the most common type of cancer found in female of developing countries, including Indonesia. It has been predicted that the number of people contracted by this cancer will increase in the near future due to the changes in lifestyle such as free sexual intercourse, changing sexual partners and smoking habit. Another factor that will lead to this situation is the low standard of living which leads to unhygienic lifestyle. It is difficult to carry out periodic check up to detect this cancer early in the developing countries like Indonesia as there is limited access to health center that is well equipped to carry out diagnostic tests. Furthermore, the high cost of the Pap test and the need of frequent visit to the health centers often discouraged someone to take the test. A preventive measure, one of which is HPV vaccination can be used to prevent cervical cancer. Many studies have proven that the use of monovalent, recombinant bivalent, and recombinant quadrivalent vaccines were effective to prevent cervical cancer. However, some factors should be considered about the HPV vaccine such as, who has to be vaccinated, whether male should be vaccinated or not, the type of virus that is commonly found in a particular country, the side effects, how long will the antibody last and community acceptance. Keywords: Human Papilloma Virus vaccine, recombinant, cervical cancer. Pendahuluan Kanker serviks adalah penyakit keganasan dengan mortalitas lebih dari 270 000 dan morbiditas lebih dari 500 000 setiap tahunnya di seluruh dunia. Fakta tersebut menempatkan kanker serviks sebagai tumor ganas terbanyak kedua pada perempuan di dunia serta menempati peringkat pertama di negara berkembang termasuk Indonesia. 1-4 Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker serviks di Indonesia diperkirakan 90-100 di antara 100 000 penduduk per tahun. Data tersebut memperlihatkan bahwa kanker serviks menduduki peringkat pertama pada kasus kanker yang menyerang perempuan di Indonesia.5 Di Indonesia, insidens kanker serviks mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 50 tahun.3,4,6 Ketahanan hidup seseorang tergantung stadium kanker serviks; five years survival rate untuk stadium I, II, III, IV adalah 85%, 60%, 33%, 7%.7,8 Kanker serviks bersifat atipikal atau tidak memiliki gejala dan tanda tertentu dalam perkembangan awalnya, sehingga mengharuskan setiap perempuan untuk terus melakukan diagnosis dini dengan pemeriksaan sitologi yaitu tes Papanicolaou (Pap). Tes Pap telah dilakukan secara rutin di negara maju dan memberikan hasil yang baik dengan semakin menurunnya insidens kanker serviks sebesar 50-60%.4,7,11 392 Pemeriksaan rutin sulit dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia karena sulitnya akses ke pusat pelayanan yang memiliki laboratorium dan tenaga kesehatan yang memadai, harga tes Pap yang relatif mahal serta perlunya kunjungan yang berkali-kali ke pusat kesehatan.11-13 Kesulitan tersebut menjadikan banyak perempuan di Indonesia menjadi malas untuk melakukan skrining. Padahal dengan skrining rutin, kanker serviks stadium dini akan lebih mudah didiagnosis dan dengan penatalaksanaan yang tepat akan menurunkan insidens kanker serviks.12,13 Penatalaksanaan kanker serviks juga memerlukan biaya yang tidak murah. Masalah kanker serviks diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang. Hal tersebut dipicu oleh berubahnya gaya hidup saat ini seperti seks bebas, bergantiganti pasangan seksual, dan kebiasaan merokok. Tingkat perekonomian yang rendah semakin memperparah hal tersebut karena kebersihan dan gaya hidup yang tidak higienis.2-4 Masalah sosial pun muncul dengan banyaknya kematian pada perempuan yang sudah berkeluarga.3,12,13 Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan berbagai tindakan pencegahan seperti penggunaan alat kontrasepsi mekanik, sirkumsisi, kebersihan alat kelamin, edukasi mengenai kanker serviks, skrining rutin, peningkatan status sosial ekonomi dan vaksin terhadap infeksi human papil- Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks loma virus (HPV).4,12,13 Tulisan ini membahas hasil penelitian mengenai vaksin HPV, mekanisme, kemajuan, hambatan dan kemungkinan pengembangannya di masa datang. Faktor Risiko Kanker Serviks Faktor risiko kanker serviks adalah hubungan seksual pada usia muda, hubungan seksual dengan banyak pasangan seksual, laki-laki berisiko tinggi, tembakau, kontrasepsi oral, supresi sistem imun, nutrisi, serta adanya penyakit hubungan seksual misalnya, trikomoniasis, cytomegalovirus (CMV) dan herpes simplex virus.4,11,12 Faktor risiko terakhir dan yang paling penting adalah infeksi HPV. Perempuan yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia <20 tahun lebih berisiko menderita kanker serviks.4,14 Hal tersebut karena pada periode dewasa muda proses metaplasia sel skuamosa sangat meningkat sehingga risiko terjadinya transformasi atipik skuamosa meningkat yang kemudian menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS).14,15 Berganti-ganti pasangan seksual meningkatkan risiko menderita kanker serviks. Apabila seseorang berganti pasangan seksual lebih dari 5 orang dalam 2 tahun terakhir, maka kemungkinan menderita kanker serviks meningkat sampai 12 kali lipat.4,14 Faktor risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan pekerja seks komersial dan dari sumber itu membawa HPV kepada isterinya.4,15 Keterlibatan peran laki-laki terlihat dari korelasi kejadian kanker serviks dengan kanker penis.4 Konsep “laki-laki berisiko tinggi” sebagai vektor dari agen penyebab infeksi timbul karena meningkatnya kejadian tumor pada perempuan monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak perempuan lain.15 Laki-laki yang tidak melakukan sirkumsisi juga dapat meningkatkan faktor risiko seorang perempuan terkena kanker serviks melalui mekanisme yang diduga berasal dari smegma yang terdapat pada prepusium laki-laki.14,15 Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif seseorang menjadi 2 kali daripada orang normal.14,15 Proses tersebut diduga karena regulasi transkripsi DNA virus dapat mengenali hormon dalam pil KB sehingga meningkatkan karsinogenesis virus.4,14 WHO juga melaporkan peningkatan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dari normal yang meningkat seiring dengan lamanya pemakaian.16 Tembakau baik yang diisap sebagai rokok atau dikunyah mengandung bahan karsinogen sedangkan asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines yang memberikan pengaruh buruk pada orang yang menghirupnya baik sebagai perokok aktif maupun pasif.7,8,14 Seorang perempuan perokok memiliki konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.8,14,15 Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 Kanker serviks juga meningkat pada keadaan supresi sistem imun pada pasien transplantasi ginjal dan HIV/AIDS.7,8 Terdapat hubungan antara defisiensi asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dengan peningkatan risiko kanker serviks.8,14 Dengan berkurangnya antioksidan tubuh maka radikal bebas dengan mudah terbentuk dan semakin menginduksi proses karsinogenesis. 4,14,15 Etiologi Kanker Serviks HPV merupakan agen yang berperan besar dalam proses terjadinya kanker serviks. DNA HPV dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia, karena itu penyebab kanker serviks diduga sebagai akibat infeksi menetap dari virus HPV.7,17,18 Pada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen dan DNA manusia sehingga menyebabkan mutasi sel. 7,8,19 HPV memproduksi protein yaitu protein E6 pada HPV tipe 18 dan protein E7 pada HPV tipe 16 yang masing-masing mensupresi gen P53 dan gen Rb yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor.7,8 Virus papiloma pertama kali berhasil diisolasi dari kelinci cottontails pada tahun 1933.14,17,18 Pada tahun 1935 ditemukan bahwa kondiloma yang diinduksi virus papiloma memiliki potensi untuk menjadi suatu keganasan.17 HPV adalah virus DNA sirkuler dengan untaian ganda yang tidak berselubungkan virion.14,15,17 Virus tersebut adalah anggota famili Papoviridae, genus papillomavirus.3,17,18 HPV memiliki kapsul isohedral dengan ukuran 72 kapsomer dan berdiameter 55 mikrometer. Berat molekul HPV adalah 5 x 106 Dalton.3,17 Saat ini telah diidentifikasi lebih dari 100 tipe HPV dan mungkin akan lebih banyak lagi di masa mendatang.17,19 Dari 100 tipe tersebut, hanya kurang dari setengahnya yang dapat menginfeksi saluran kelamin. Masing-masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan. Tipe yang dapat menyebabkan keganasan adalah HPV tipe 16, 18, 26, 27, 30, 31, 33-35, 39, 40, 42-45, 51-59, 61, 62, 64, 66-69 dan 71-74. 14,15 Infeksi HPV meningkat sejak tahun 1960 karena meningkatnya penggunaan kontrasepsi oral.7,8 Keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu:4 1. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus papilloma 2. Perkembangan kondiloma akuminata menjadi karsinoma 3. Angka kejadian kanker serviks meningkat pada infeksi HPV 4. DNA HPV sering ditemukan pada lesi intraepitel serviks Walaupun terdapat hubungan erat antara HPV dan kanker serviks, belum ada bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal.7,15,17 HPV tipe 6 dan 11 ditemukan pada 35% kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS 23, serta hanya 1% ditemukan pada kondiloma invasif. HPV 393 Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks tipe 16 dan 18 ditemukan pada 10% kondiloma akuminata dan NIS 1, 51% pada NIS 2-3, serta pada 63% karsinoma invasif.4,5,15 Pencegahan Kanker Serviks Kanker serviks termasuk kanker yang dapat dicegah. Pecegahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penggunaan alat kontrasepsi mekanik, sirkumsisi, serta kebersihan alat kelamin.3,4,20 Pendidikan, nutrisi yang cukup, skrining kanker serviks serta peningkatan status sosial ekonomi juga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas kanker serviks.13,20 Penggunaan kondom dan diafragma sebagai alat kontrasepsi dapat melindungi seseorang dari kanker serviks.13,20 Kontrasepsi mekanik tersebut memberikan perlindungan terhadap berbagai infeksi virus yang ditularkan melalui hubungan seksual meskipun tidak 100% efektif.6,13,20 Sirkumsisi dan kebersihan alat kelamin dapat menurunkan kemungkinan seseorang terkena kanker serviks karena kebersihan dapat menurunkan jumlah kuman dan virus penyebab infeksi.20 Pendidikan seks diperlukan dalam mencegah kanker serviks. Melalui pendidikan, perempuan dapat diinformasikan segala hal yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker serviks seperti berhubungan seksual sejak usia muda dan berganti-ganti pasangan seksual.13,20 Apabila seseorang mengubah gaya hidup seksualnya maka kemungkinan untuk terkena infeksi berkurang sehingga kemungkinan terkena kanker serviks juga berkurang.4,13,20 Kanker serviks termasuk kanker yang dapat dideteksi secara dini karena tersedianya cara pemeriksaan yang sensitif. WHO menyarankan skrining sekali dalam hidupnya pada perempuan berusia 35-40 tahun dan pemeriksaan dilakukan pada perempuan berumur 35-55 tahun sekali setiap 10 tahun apabila fasilitas tersedia atau sekali setiap 5 tahun apabila fasilitas berlebih.11,13,21 Skrining yang ideal adalah sekali setiap 5 tahun pada perempuan berumur 25-60 tahun . American Cancer Society menyarankan pemeriksaan rutin pada perempuan yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia 20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah aktif.4,13,20 Pemeriksaan dilakukan dua kali berturut-turut dan bila negatif, pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65 tahun. Pada perempuan risiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus diperiksa setiap tahun. Banyak masalah dalam penyelenggaraan skrining kanker serviks antara lain keengganan perempuan untuk diperiksa karena malu, keraguan akan pentingnya pemeriksaan akibat kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter laki-laki dan kurangnya dorongan keluarga.7,20 Masalah tersebut dapat dihilangkan melalui pendidikan. 394 Vitamin E yang banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan), vitamin C yang banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan serta beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan tersebut dapat melindungi DNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.7,8,20 Dewasa ini vaksin sebagai metode pencegahan berbagai penyakit infeksi telah ditemukan. Penggunaan vaksin dalam mencegah kanker serviks berdasarkan 99% penyebab kanker serviks adalah infeksi HPV menetap.7,8,17 Vaksin HPV Vaksin dihasilkan dari produksi antibodi seseorang atau sel T sebagai hasil infeksi atau pajanan alami suatu antigen.22,23 Vaksin mengandung patogen yang telah mati atau dilemahkan yang dapat menstimulasi respons imun tubuh. Pada beberapa kasus, suntikan booster diberikan untuk menstimulasi ulang memori imun dan mempertahankan level proteksi yang tinggi.22 Vaksinasi telah mengurangi jumlah penderita penyakit infeksi di dunia. Saat ini sedang diupayakan untuk memperoleh vaksin dalam jumlah besar, dapat didistribusikan secara efektif dan mudah serta biaya yang murah.22,23 Vaksin HPV sebagai vaksin kanker serviks adalah vaksin kedua di dunia yang dapat mencegah terjadinya kanker.24-26 Sebelumnya terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah kanker hati. Teknologi untuk memproduksi vaksin HPV adalah rekombinan DNA:25,26 1. Viral Like Particles Vaccines (VLP): Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang bertanggungjawab dalam membentuk kapsid virus. Protein tersebut memiliki fungsi untuk membentuk dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai virus. Partikel tersebut tidak mengandung DNA virus sehingga tidak bersifat infeksius dan dapat menghilangkan risiko seseorang terkena infeksi dari vaksin itu sendiri. Partikel tersebut dapat menstimulasi produksi antibodi yang dapat mengikat dan menetralkan virus yang bersifat infeksius. Saat ini penelitian mengenai penambahan polipeptid nonstruktural dari protein virus ke protein minor L1 dan L2 sedang dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan sifat proteksi vaksin. 2. Recombinant Fusion Proteins and Peptides. Merupakan gabungan ekspresi antigen dengan peptida sintetik yang dapat berrespons terhadap epitop imunogenik protein virus. Pada binatang percobaan vaksin ini memiliki kapasitas untuk menginduksi respons antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan efek terapeutik terhadap subyek yang sudah terinfeksi. 3. Live Recombinant Vectors. Vaksin berasal dari virus hidup yang direkombinan dengan virus vaccinia untuk mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks Pengembangan vaksin saat ini lebih menitikberatkan pada penggunaan teknologi VLP dengan tujuan utama melindungi manusia terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18, yaitu tipe virus yang bertanggungjawab terhadap 99% kanker serviks.25,26 Terdapat tipe vaksin lain yang melindungi infeksi HPV tipe 6 dan 11. Salah satu vaksin yang sedang dikembangkan saat ini adalah vaksin VLP yang disintesis sendiri dari protein oleh kapsid antigen L1 dengan menggunakan ragi.27 Vaksin tersebut adalah vaksin kuadrivalen yang mengandung VLP dari HPV tipe 6, 11, 16, 18 yang ditanam dalam ragi S. cerevisiae. Penyertaan tipe 6 dan 11 pada vaksin diharapkan dapat mencegah lebih dari 90% kasus kondiloma akuiminata dan melindungi dari displasia awal yang dilihat pada infeksi tipe 6 dan 11. Vaksin lain yang sedang dikembangkan adalah VLP tipe 16 dan 18 yang menggunakan teknologi rekombinan baculovirus.25-27 Vaksin tersebut diharapkan dapat mencegah 70% kanker serviks di seluruh dunia.27 Pemikiran terbaru adalah menggunakan vaksin dari tipe HPV yang paling sering di dunia yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 sehingga diharapkan dapat mencegah 87% kanker serviks di dunia.28 Meskipun demikian penambahan VLP pada satu vaksin tunggal ditakutkan akan memberikan persoalan teknis dalam produksi vaksin. Tantangan dalam Vaksinasi HPV Terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan vaksin HPV yang sempurna. 27,28 Salah satunya adalah kesulitan untuk mengembangkan HPV di laboratorium untuk menciptakan vaksin dari virus yang dilemahkan. HPV juga merupakan virus yang hanya menginfeksi spesies tertentu dan tidak menginfeksi binatang. Karena itu, belum ada model binatang yang dapat meniru manusia secara sempurna. Hal tersebut mengakibatkan kesulitan dalam memperkirakan efektivitas vaksin HPV pada manusia.28 HPV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa dan tidak menyebar secara sistemik. Karena itu vaksin HPV diharapkan dapat menginduksi terbentuknya respons imun yang kuat dan bertahan lama pada mukosa genital.27,28 Pada binatang percobaan VLP dapat menginduksi hal tersebut. Tantangan terakhir adalah diperlukannya vaksin multivalen yang dapat melindungi dari berbagai tipe infeksi HPV karena antibodi terhadap tipe HPV tertentu tidak dapat melindungi infeksi HPV tipe lain.25,26,28 Penggunaan vaksin yang memiliki potensi untuk mengurangi insidens kanker serviks serta lesi pra-kanker lainnya bukan berarti tidak diperlukannya skrining lagi seumur hidupnya.26,28 Hal tersebut karena 30% kanker serviks disebabkan oleh virus HPV tipe lain, sehingga seseorang masih dapat terinfeksi meskipun sudah divaksinasi. Kombinasi vaksin HPV dan program skrining merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah kanker serviks.26-28 Pentingnya penggunaan vaksin sebagai suatu program Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007 pencegahan adalah berdasarkan kenyataan bahwa perempuan di negara berkembang tidak dapat melakukan skrining terhadap kanker serviks karena kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan. 13,20 Analisis saat ini memperkirakan bahwa vaksin HPV memiliki potensi untuk mengurangi total beban akibat kanker serviks sebesar 51% setelah 40-50 tahun. 20,26,27 Sampai saat ini penelitian vaksin menunjukkan hasil yang memuaskan dalam menginduksi antibodi seseorang terhadap infeksi HPV. Vaksin kuadrivalen dengan tipe HPV 6, 11, 16, 18 diperkirakan dapat mencegah sekitar 70% kanker serviks di seluruh dunia. Vaksin dengan tipe HPV yang paling sering di dunia yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 45, 52, 58 diharapkan dapat mencegah 87% dari seluruh kasus kanker serviks di dunia.27,28 Di negara maju, vaksin HPV diterima oleh kalangan perempuan muda, orangtua serta kalangan medis.29-31 Halhal yang mendasari keputusan tersebut adalah tingginya efektivitas dan keamanan vaksin, risiko tinggi infeksi HPV serta insidens kanker serviks yang masih tinggi di dunia. Vaksin HPV mendapat tantangan berupa perlawanan dari kaum agama dan etik karena pemberian vaksin terhadap penyakit menular seksual dianggap dapat memberikan kebebasan seksual kepada anak-anak.30,31 Untuk menjawab kontroversi tersebut, National Survey of Family Growth menyatakan bahwa hanya 10% laki-laki dan 7% perempuan dewasa yang belum pernah berhubungan seksual menggunakan alasan tidak ingin menderita penyakit menular seksual sebagai alasan utama.30 Hal tersebut lebih dipengaruhi faktor lingkungan baik keluarga maupun masyarakat. Data tersebut belum ada di negara berkembang sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Pertanyaan lain adalah siapa yang harus divaksinasi. Jika fungsi utama vaksin tersebut adalah untuk mengurangi insidens infeksi HPV maka pengurangan jumlah yang terinfeksi akan tampak jika vaksinasi diberikan pada perempuan sebelum mereka berhubungan seksual. Vaksinasi dapat diberikan pada perempuan berumur 9-13 tahun dengan asumsi mereka belum pernah berhubungan seksual pada rentang usia tersebut. Pemberian vaksin kepada perempuan yang telah berhubungan seksual sebelumnya juga dapat mengurangi jumlah infeksi HPV meskipun efektivitasnya tidak sebaik pada mereka yang belum pernah berhubungan seksual.28,32,33 Pemberian vaksin pada laki-laki dapat dipertimbangkan apabila vaksin tersebut terbukti efektif dalam mengurangi insiden kondiloma pada laki-laki.29,32,33 Ide vaksinasi pada lakilaki adalah untuk mengurangi insidens kondiloma pada lakilaki dan secara tidak langsung pada perempuan pasangannya serta untuk mengurangi insidens kanker penis, anus dan mulut yang berhubungan dengan infeksi HPV. Pemberian vaksin pada laki-laki masih dalam pertimbangan, karena vaksinasi pada laki-laki setelah pemberian vaksin kepada seluruh perempuan tidak akan memberikan pengaruh yang bermakna 395 Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Kanker Serviks pada insidens infeksi tersebut.32-34 Perhitungan tersebut tidak dapat dipakai apabila terdapat hambatan dalam distribusi vaksin kepada seluruh perempuan di suatu negara.34 Pada keadaan tersebut mungkin pemberian vaksin kepada perempuan dan laki-laki akan menjadi lebih efektif dalam mencegah infeksi akibat HPV. Pengaruh keberhasilan vaksin secara menyeluruh dalam mengurangi kematian akibat kanker serviks, terutama apabila diberikan pada anak-anak, tidak dapat dilihat dalam waktu singkat. Diperlukan berpuluh-puluh tahun kemudian yaitu waktu yang diperlukan seorang anak untuk menjadi dewasa dan memiliki kemungkinan yang besar untuk terkena kanker serviks.35 Pengaruh jangka pendek yang dapat dilihat adalah berkurangnya insidens NIS 2 sampai sepertiga atau setengahnya. Hal tersebut akan berpengaruh pada kurangnya tingkat morbiditas serta kurangnya biaya yang diperlukan untuk penatalaksanaannya.34,35 Pada akhirnya insidens kanker serviks akan bergantung pada jumlah populasi risiko tinggi yang divaksinasi, jumlah tipe HPV yang dimasukkan ke dalam vaksin, lama proteksi vaksin serta apakah komunitas medis dan masyarakat tetap mengikuti skrining rutin. 27,28 Tantangan lain adalah komunikasi kepada pemerintah mengenai pentingnya pencegahan penyakit menular seksual yang umum dan tidak berbahaya namun dapat menjadi penyakit ganas setelah 20-30 tahun. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tipe virus HPV yang paling banyak menginfeksi suatu negara sebab walaupun vaksin tersebut 100% efektif, tetap tidak akan melindungi infeksi virus yang tidak terdapat di dalam vaksin. 32,34,35 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Kesimpulan Penggunaan vaksin HPV dalam mencegah kanker serviks juga memerlukan sosialisasi serta penjelasan yang baik kepada semua pihak seperti pemerintah, masyarakat, kaum medis, kaum agama dan kaum etik. Hal tersebut diperlukan untuk menjelaskan pentingnya penggunaan vaksin kanker serviks serta meluruskan kesalahpahaman yang mungkin terjadi mengenai vaksin HPV. 25. 26. 27. 28. 29. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 396 Shanta V, Krishnamurthi S, Gajalakshmi CK, Swaminathan R, Ravichandran K. Epidemiology of cancer of the cervix: global and national perspective. J Ind Med Assoc 2000;98(2):49-52. Franco LE, Duarte-Franco E, Ferenczy E. Cervical cancer: epidemiology, prevention and the role of human papillomavirus infection. Can Med Assoc J 2001;164(7). Aziz MF. Masalah pada kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133:5-7. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133:8-13. Available at http://www.depkes.go.id Indarti J. Pengambilan tes pap yang benar dan permasalahannya. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133:14-7. Young RC. Gynecologic malignancy. In: Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Jameson J, Kasper D, Longo D. editors. Harrison’s principles of internal medicine.16th ed. New York: McGraw-Hill; 30. 31. 32. 33. 34. 2005.p.556-8. Mackay HT. Gynecology: carcinoma of the cervix. In: Tierney LM, Macphee SJ, Papadakis MAA, editors. Current medical diagnosis & Treatment. New York: McGraw-Hill; 2002.p.736-7. Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan tes pap abnormal. Cermin Dunia Kedokteran 2001;133:18-21. Schiffman M, Castle PE. The promise of global cervical-cancer prevention. N Eng J M 2005;353(20):2101-4. Alliance for Cervical Cancer Prevention (ACCP). Improving screening coverage rates of cervical cancer prevention programs: A focus on communities. Cervical Cancer Prevention Issues in Depth 4;2004. Crum CP. The beginning of the end for cervical cancer? N Eng J Med 2002;347(21):1703-5. Arends MJ, Buckley CH, Wells M. Aetiology, pathogenesis, and pathology of cervical neoplasia. J Clin Path 1998;51:96-103. Haverkos HW. Multifactorial etiology of cervical cancer: a hypothesis. Medscape General Medicine 2005;7(4):57. Available at: http://www.who.int Jastreboff AM, Cymet T. Role of the human papilloma virus in the development of cervical intraepithelial neoplasia and malignancy. Postgrad Med J 2002;78:225-28. Gottlieb S. Persistence of HPV increases risk of cervical cancer. Br Med J 2002;324:69 National Institutes of Health. Cervical Cancer Prevention 2006: Cervical cancer risk factor.. Diunduh dari http://www.cdc.gov/ cancer/cervical. Schiffman M, Castle PE. The promise of global cervical-cancer prevention. N Eng J Med 2005;353(20):2101-4. Available at : http://www.depkes.go.id Parslow TG. Immunogens, antigens and vaccines. In: Parslow TG, Stites DP, Terr AI, Imboden JB. Editors. Medical Immunology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.72-81. Clark R, Kupper T. Old meets new: the interaction between innate and adaptive immunity. J Invest Dermatol 2005;125:62937 Rosenthal KS, Zimmerman DH. Vaccines: all things considered. Clin Vaccine Immunology 2006;13(8):821–29. Lowy DR, Schiller JT. Prophylactic human papilloma virus vaccines. J Clin. Invest 2006:116:1167-73. Gottlieb S. Vaccine could give protection against cervical cancer. Br Med J 2002;325:1259. Lowndes CM, Gill ON. Cervical cancer, human papillomavirus, and vaccination. Br Med J 2005;331:915-6. Steinbrook R. The potential of human papillomavirus vaccines. N Eng J Med 2006;354(11):1109-12. WHO. Final report: partnering for HPV vaccine introduction. Washington: WHO. c2005 [updated: 5 Oktober 2005, Available from: http://www.who.int. Lo B. HPV vaccine and adolescent sexual activity. Br Med J 2006;332:1106-7. Colgrove J. The ethics and politics of compulsory HPV vaccination. N Eng J 2006;355(23):2389-91. Saslow D, Castle PE, Cox JT, Davey DD, Einstein MH, Ferris DG, et al. American Cancer Society Guideline for human papillomavirus (HPV) vaccine use to prevent cervical cancer and its precursors. CA Cancer J Clin 2007;57:7-28. Food and Drug Administration (FDA). FDA News: FDA Licenses New Vaccine for Prevention of Cervical Cancer and Other Diseases in Females Caused by Human Papillomavirus. Motta S, Castiglione F, Lollini P, Pappalardo F. Modelling vaccination schedules for a cancer immunoprevention vaccine. J Immuno Res 2005;1(1):5 Harnden P, Joffe JK, Jones WG, editors. Germ cell tumours V. Proceedings of the 5th Germ Cell Tumour Conference; 2001 Sep 13-15; Leeds, UK. New York: Springer; 2002. SS Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11, Nopember 2007