Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) IMPLEMENTASI AJARAN KARMA YOGA DALAM KITAB BHAGAWADGITA PADA KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTA DENPASAR Oleh :Ni Made Anggreni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email: [email protected] ABSTRACT Karma yoga teachings embodies concepts of work which is a guideline for Hindus in order to meet physical and spiritual needs to achieve happiness. Community work main priority is the result of his labor is not the process of working it. Society tends not understand about karma yoga teachings. The people who work without being pushed by something, not by money, fame or other motives is the most good worker. Based the problem that arise then in this study focus on.: (1) How is the concept of karma yoga teachings in the book Bhagawadgita? (2) The values of what is contained in the teachings of karma yoga in the book Bhagawadgita? (3) How is the implementation of the teachings of karma yoga in Bhagawadgita on religious life in Denpasar? The concept of karma yoga express how important the work. Work that is not carried out with unselfish reward, but entirely dedicated to Brahman and for the welfare and happiness of mankind in the world. The values contained in the teachings of karma yoga. Bhagawadgita According to the book is a moral or ethical in life, the value of dedication, the value of education, yajna value, the value of professionalization. Implementation of karma yoga teachings on religious life in Denpasar be represented in the form of devotion to Ida Sang Hyang Widhi Waça, as a means of self-control. Keywords: Karma Yoga, Implementation and Religious Life ABSTRAK Ajaran karma yoga mengandung konsep-konsep kerja yang merupakan pedoman bagi umat Hindu dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai kebahagiaan. Masyarakat bekerja yang diutamakan adalah hasil dari kerjanya bukan proses dari kerjanya itu. Masyarakat cenderung belum paham tentang ajaran karma yoga. Manusia yang bekerja tanpa didorong oleh sesuatu, tidak oleh uang, kemasyuran atau motif-motif lainnya adalah pekerja yang paling baik. Berdasakan permasalahan yang timbul maka penelitian ini akan focus pada(1) Bagaimana konsep ajaran karma yoga dalam kitab Bhagawadgita? (2) Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam ajaran karma yoga pada kitab Bhagawadgita? (3) Bagaimanakah Implementasi ajaran karma yoga dalam Bhagawadgita pada kehidupan beragama di Kota Denpasar? Konsep karma yoga mengungkapkan betapa penting artinya kerja. Kerja yang tidak dilaksanakan dengan tidak mementingkan pahalanya, namun sepenuhnya dipersembahkan kepada Brahman dan untuk kepentingan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia di dunia. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran karma yoga Menurut kitab Bhagawadgita adalah nilai moral atau etika dalam kehidupan, nilai pengabdian, nilai pendidikan, nilai yajna, nilai profesionalistas. Implementasi ajaran karma yoga pada kehidupan beragama di Kota Denpasar terrepresentasi dalam bentuk bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça, sebagai sarana pengendalian diri. Kata Kunci: Karma Yoga, Implementasi, dan Kehidupan Beragama Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 45 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) Pendahuluan Zaman yang semakin maju, manusia dalam hal memenuhi kebutuhan hidup menghadapi banyak tantangan lebih-lebih pada jaman modern sekarang ini. Kebutuhan manusia modern makin hari semakin meningkat dan semakin kompleks. Akibat kemajuan sains dan teknologi dawasa ini kecendrungan manusia menekankan kepada hal-hal yang bersifat materi empiris dan kuantitatif. Manusia ada kalanya bekerja dengan mudah dan secepat-cepatnya, namun hasil yang diharapkan semaksimal mungkin. Cara bekerja masyarakat yang seperti ini sudah melenceng dari hakikat dan tujuan hidup manusia. Kenyataan ini tentunya disebabkan oleh pemahaman seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya sangat dangkal atau kemungkinan terjangkitnya gejala verbalisme yaitu orang yang memahami ajaran agama, tetapi tingkah lakunya sama sekali tidak mencerminkan ajaran yang dianutnya. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang memiliki disiplin kerja yang tinggi. Pemahaman tentang Hindu tidak hanya sekedar seperangkat nilai- nilai yang ideal, abstrak, gaib dan misterius, tetapi juga suatu nilai-nilai yang praktikal, aktual dan dapat membumi. Dari pemahaman Hindu seperti ini maka setiap umat hindu meyakini bahwa sraddha akan terasa dalam kehidupan apabila secara aktual dimanifestasikan dalam bentuk kerja (karma) yang bermanfaat dikehidupan di dunia dan di sorga. Itulah sebabnya, penilaian seseorang menurut pandangan Hindu adalah terletak pada mutu kerjanya. Kerja adalah kewajiban bagi semua orang. Seseorang tidak akan mencapai kebahagian dengan diam tanpa kerja dan tidak akan mencapai kesempurnaan dan kebebasan dengan menghindari kerja (Gorda.2003:5). Melihat kenyataan manusia bekerja keluar dari makna dan hakekat kerja yang sesungguhnya, peneliti ingin meneliti makna dan nilai-nilai kerja berdasarkan kitab Bhagawadgita yang tertuang dalam ajaran karma yoga serta implementasinya dalam kehidupan umat Hindu. Ajaran karma yoga mengandung konsep-konsep kerja yang merupakan pedoman bagi umat Hindu dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai kebahagiaan. Ajaran Karma Yoga berkisar pada cara atau jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup dengan melaksanakan kerja sebagai mana yang diwajibkan sesuai swadharma dengan tidak mengikat diri pada hasil dari kerja itu sendiri. Bekerja dengan tidak mengikatkan diri adalah bekerja dengan kebaktian dan pengabdian kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan pribadi demi kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Setiap orang memiliki swadharmanya masing-masing dan menyerahkan sepenuhnya penentuan hasil dari kerjanya kepada Brahman. Dengan demikian orang tidak lagi terikat pada hasil dari kerjanya itu. Namun masyarakat sekarang bekerja jauh dari ajaran Karma Yoga. Masyarakat bekerja yang diutamakan adalah hasil dari kerjanya itu bukan proses dari kerjanya itu. Masyarakat belum paham tenang ajaran karma yoga. Manusia yang bekerja tanpa didorong oleh sesuatu, tidak oleh uang, atau kemasyuran maupun motif-motif lainnya adalah pekerja yang paling baik. Dari dalam hati mereka akan keluar tenaga kerja yang luar biasa, sehingga dapat merubah peradaban manusia. Manusia semacam inilah yang menjadi cita-cita dan utusan yang tertinggi dari perjalanan Karma Yoga (Swami Vivekananda, 1991:122). Berdasarkan pemasalahan yang timbul pada masyarakat mengenai kerja maka dalam penelitian ini akan dicoba mengupas dari konsep, dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran karma yoga menurut kitab Bhagawadgita, serta implementasinya dalam kehidupan beragama. Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 46 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) dirumuskan sebagai berikut : (1) Bagaimana konsep ajaran karma yoga dalam kitab Bhagawadgita?; (2) Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam ajaran karma yoga pada kitab Bhagawadgita?; (3) Bagaimanakah Implementasi ajaran karma yoga dalam Bhgawadgita pada kehidupan beragama di Kota Denpasar? Penelitian ini diharapkan dapat menambah wahana dan wawasan penulis serta masyarakat Hindu lainnya tentang ajaran karma yoga. Selain itu juga diharapkan dapat dipakai sebagai referensi atau kepustakaan yang dapat memperkaya khasanah dan informasi tentang ajaran karma yoga. Sutaya (1995) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Ajaran Karma Marga terhadap Pemenuhan Kebutuhan Primer Masyarakat Hindu di Desa Tejakula Kecamatan Tejakula Daerah Tingkat II Buleleng menerangkan tentang peranan ajaran karma marga dalam proses pemenuhan kebutuhan primer masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Karma Marga adalah ajaran yang mengutamakan pada pengabdian yang berwujud kerja keras tanpa pamrih untuk diri sendiri. Karma marga diperuntukkan bagi mereka yang rajin bekerja, yang mengabdikan diri pada pekerjaan-pekerjaan yang mulia yang berguna bagi masyarakat, bagi negara, bagi bangsa dan akhirnya tujuan utamanya bagi Tuhan. Melalui kerja merakapun akan bisa mencapai tingkat tertinggi yakni bersatu dengan Tuhan, asalkan syaratsyarat untuk itu dipenuhinya. Syarat yang dimaksud adalah mereka tidak terikat pada hasil kerjanya, tetapi menyerahkan hasil kerjanya dengan ikhlas kepada masyarakat, bangsa, negara dan Tuhan. . Menurut Astawa (2008) dalam jurnal filsafat Sanjiwani yang berjudul Bhakti, Karma, Jnana, dan Konsep Taksonomi Serta Kualitas Output PBM menerangkan bahwa sistem pendidikan yang holistik berdasarkan Filsafat Pendidikan Hindu di dalamnya harus terdapat integrasi dan internalisasi konsep bhakti, karma, jnana, konsep tri kaya parisudha, konsep tri hita karana, dan konsep catur marga. Out put proses pendidikan dan pengajaran perspektif Filsafat Pendidikan Hindu akan berbanding lurus terhadap upaya-upaya pengintegrasian secara holistik nilai-nilai luhur yang terdapat dalam ajaran Hindu. Untuk melaksanakan konsep yang holistik ini dibutuhkan para tenaga pengajar yang berkualitas. Marsad, (2010) dalam majalah Brahmasastra yang berjudul Relevan Karma Yoga di zaman Modern menerangkan Realita dari apa yang dimaksudkan oleh Bhagawadgita tentang karma yoga adalah ibaratkan seperti orang yang melukis, jika pelukis tersebut terhanyut ke dalam lukisannya pada saat dia melukis atau melepaskan egonya pada saat melukis, maka pelukis itu akan menghasilkan lukisan yang indah. Seseorang yang karma yogin atau orang yang melaksanakan karma yoga diharapkan dapat menyatukan pikirannya terhadap pekerjaan karena prinsip dasar dari ajaran karma yoga adalah dharma atau kewajiban. Menurut Koentjaraninggrat, (2002) ada empat unsur religi yang dapat dipakai kosep dasar untuk menganalisis agama dalam kehidupan sosial masyarakat : 1. Emosi keagamaan yaitu emosi yang menyebabkan manusia menjadi religius. Emosi keagamaan adalah suatu getaran yang dirasakan oleh jiwa manusia pada saat tertentu baik sendiri maupun bersama-sama pada saat menjalankan aktivitas keagamaan seperti waktu sembahyang, meditasi, dan pada saat pelaksanaan upacara-upacara keagamaan lainnya. 2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta imajinasi manusia tentang Tuhan, keberadaan alam gaib, supranatural yaitu tentang hakikat dan wujud dewa-dewa yang berada di luar jangkauan manusia yang diajarkan Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 47 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) kepada manusia melalui kitab-kitab suci agama bersangkutan. 3. Sistem upacara religius yaitu satu cara yang bertujuan untuk mencari hubungan manusia dengan sang pencipta. 4. Komuniti keagamaan (kelompok keagamaan). Setiap agama pasti memiliki umat/pengikut yang melakukan praktek-praktek keagamaan. Umat beragama ini tentu bisa saja dikelompokan berdasarkan criteria-kriteria tertentu : (a) keluarga inti atau lain kelompok kekerabatan yang kecil, (b) kelompok kekerabatan unilenial yang lebih besar seperti klen (c) kesatuankesatuan hidup setempat atau komuniti dan (4) kesatuan-kesatuan sosial dengan orientasi yang khas. Teori religi dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis permasalahan yang membahas mengenai konsep Karma yoga dalam kitab Bhagawadgita. Berikutnya adalah teori hermeneutik. Joseph Bleicher dalam bukunya membagi hermeneutik kontemporer menjadi tiga aliran yaitu hermeneutika teori (hermeneutical theory), hermeneutika filsafat (hermeneutical philosofhy), dan hermeneutika kritik (critical hermeneutic). Adapun penjelasan dari masing-masing bagian dijelaskan berikut ini : a) Hermeneutika teori (hermeneutical theory) memfokuskan kepada masalah teori umum penafsiran sebagai sebuah metodologi yang membahas ilmu yang mengkaji tentang manusia sosiologi dan ilmu budaya. b) Hermeneutika filsafat (hermeneutik philosofhy) adalah berpandangan bahwa, seorang ilmuwan atau seorang penafsir sejak dini sudah berada dalam tradisi yang mengikatnya. c) Hermeneutika kritik (critical hermeneutics) adalah yang berpandangan bahwa kehidupan seseorang dipengaruhi lingkungannya oleh Teori Hermeneutik dalam kaitannya dengan penelitian ini dipakai dalam menganalasis permasalan yang membahas tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran karma yoga menurut kitab Bhagawadgita. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Kriteria dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti, terjadi sebagai mana adanya bukan hanya data yang dilihat, didengar, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang dilihat dan didengar. Penelitian kualitatif analisis datanya bersifat indukatif dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna dari pada generalisasi obyek dalam penelitian kualitatif adalah obyek alamiah, atau natural setting, yang sering disebut dengan naturalistik (Sugiono, 2005:2). Konsep Karma Yoga menurut Kitab Bhagawadgita Karma yoga pada dasarnya ialah bertindak, atau menjalankan kewajiban dalam hidup seseorang mengikuti dharma atau tanggung jawab, tanpa merasa bimbang tentang keputusannya sejenis pengorbanan perbuatan yang tetap kepada Tuhan. Karma yoga ialah tindakan yang diambil tanpa memikirkan manfaat. Dalam tafsiran yang lebih moden, ini boleh diperlihatkan sebagai perbuatan-perbuatan kewajiban yang dilaksanakan tanpa membenarkan keputusan menjelaskan perbuatan-perbuatan seseorang. Bhagawadgita juga menerangkan, rumusan kerja paling sedikit ada tiga yang diuraikan berdasarkan hukum sebab akibat. Jenis yang pertama yaitu bekerja tanpa mengharapkan dan menghitunghitung pahala (karma). Ini dimaksudkan bekerja seperti biasa. Guru mengajar di sekolah, montir bekerja di bengkel, nelayan bekerja di laut, petani bekerja di sawah, semuanya bekerja. Bekerja tanpa mengharapkan hasil. Dalam agama Hindu Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 48 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) dikenal istilah subha dan asubha karma. Subha karma adalah perbuatan yang baik atau bekerja dengan baik sedangkan asubha karma adalah bekerja secara tidak benar. Bila dikaitkan dengan rumusan kerja pada Bhagawadgita, jenis kerja yang pertama termasuk jenis kerja yang subha karma yaitu bekerja dengan baik. Jenis yang kedua adalah bekerja yang salah (vikarma). Kerja yang salah antara lain berbohong. Berbohong adalah suatu kerja walaupun tanpa tangan dan kaki, melainkan dengan niat, keinginan dan pikiran. Berbohong juga ada sebab dan akibatnya, menurut hukum disiplin hidup, hukum disiplin alam semesta. Di samping berbohong juga ada menipu, berbuat jahat, mencuri, merampok, berzinah, membunuh, berbuat maksiat, dan sebagainya. Semuanya itu adalah kerja. Menurut Bhagawadgita kerja yang seperti ini adalah kerja yang salah, harus dihindari dan tidak dilaksanakan. Wikarma juga berarti memilih-memilih pekerjaan dan mengharapkan imbalan tertentu (Pidarta, 2000:43) Jenis kerja yang ketiga yaitu, kerja yang disebut dengan “tak kerja”. Dalam Bahasa Sansekerta disebut dengan akarma, jadi tak kerja, sama dengan prai. Contoh lain mengenai akarma adalah pada masa sekolah yang disebut dengan tak kerja adalah tidak mau belajar, tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pendidik dan lain sebagainya. Jenis kerja yang wikarma dan akarma termasuk jenis kerja yang asubha karma atau bekerja secara tidak benar. Melaksanakan tugas secara subha karma adalah bekerja dengan sikap bebas tanpa tekanan, tenang, gembira, bersungguh-sungguh, berusaha mencari jalan keluar dalam menghadapi setiap rintangan dan berupaya agar pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan sukses, jadi hati mereka yang bekerja seperti ini hanya terpaku pada pekerjaan itu. Tidak ada pikiran dan niat lain selain pada pekerjaan itu. Perilaku bekerja seperti inilah yang disebut subha karma. Perilaku bekerja seperti inilah disebut sembahyang melalui bekerja. Inilah yang disebut karma yoga. Melalui kerja seseorang dapat mencapai tujuan hidup dan hakekat hidup menjelma sebagai manusia (jagadhita dan moksa). Seseorang tidak dapat menghindarkan diri dari kerja. Berpikir (manacika), berbicara (wacika ) dan berlaksana (kayika) adalah bentuk-bentuk kerja. Kerja adalah setiap bentuk kegiatan fisik dan atau non fisik yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan hidup, baik yang bersifat surgawi maupun duniawi. Manusia tanpa kerja, hidup sehari-hari pun tidak mungkin, apalagi untuk kepentingan di luar dirinya seperti kepentingan keluarga, masyarakat, negara, umat manusia dan kepada Tuhan. Hanya melalui kerja seseorang akan dapat hidup lebih baik di masa yang akan datang (Gorda,2003:7). Seperti yang diuraikan dalam sloka Kitab Bhagawadgita, III-.4, disebutkan : Na karmaṇām anārambhān, Naishkarmyam purusho ‘ṡnute, Na cha samnyasanād eva, Siddhiṁ Samadhigachchati. Artinya : Orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tiada bekerja, Juga ia takkan mencapai kesempurnaan karena menghindari kerja (Pendit,1995 : 84). Berdasarkan sloka di atas, kebebasan dan kesempurnaan dapat tercapai hanya melalui kerja. Kerja adalah kewajiban, kerja adalah yajna. Perlu disadari semasih hidup di dunia ini, manusia tidak bisa terlepas dari kerja. Berpikir, bertindak, berbuat apapun itu adalah kerja. Manusia tidak bisa menghindarinya karena itu sebenarnya adalah hukum alam atau hukum prakriti Ajaran karma yoga menitik beratkan pada tindakan kerja tanpa terbelenggu oleh hasil kerja itu sendiri. Hal ini bisa kita capai dengan cara mengotrol panca indra. Orang mungkin menutup matanya supaya tidak melihat yang indah-indah atau yang Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 49 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) cantik-cantik, orang mungkin menutup mulutnya supaya tidak makan yang enakenak, tetapi kalau membiarkan pikirannya dan keinginannya tidak terkontrol maka ia gagal dalam menerapkan disiplin hidup. Tindakan dan kerja yang baik dan benar selanjutnya pikiran dapat dipusatkan untuk pekerjaaan dan pengabdian yang lebih sempurna tanpa mementingkan diri sendiri. Tindakan dan kerja yang demikian inilah dapat membebaskan jiwa dari belenggu prakriti (alam, benda dan jasmaniah) Manusia yang bekerja dengan semangat berbakti dan rela berkorban. Menerima segala apa rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, terbebas dari ikatan kerja. Mereka menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diterangkan dalam Kitab Bhagawadgita, III-17, sebagai berikut: Yas tv āmaratireac syād, ātmatriptaṡ cha mānawaḥ, ātmani eva cha samtushtas, tasya kāryaṁ na vidyate Artinya: Tetapi mereka yang selalu mengabdi atman, dan puas akan segala rahmatNya, Hidup bahagia begini dengan atman, Tiada lagi ikatan kerja baginya (Pendit, 1995 : 94) Bekerja tanpa terikat dengan hasil kerjanya itu menghantarkan orang pada kemuliaan hidup. Tingkatannya, kerja yang paling mulia apabila dilaksanakan tanpa tujuan untuk memperoleh pahala bagi kepentingan pribadi. Demikian pula pekerjaan yang disertai dengan persembahan sebagai tanda berbakti, jauh lebih mulia dari pada pekerjaan yang mengangkat orang pada penyucian dan kesempurnaan jiwa dan pikiran. Bhagawadgita, III-19, sebagai berikut : Tasmād asaktaḥ satataṁ, Kāryaṁ karma samāchara, Asakto hy ācharam karma, Param āpnoti purūsaḥ, Artinya : Dari itu laksanakanlah segala kerja, sebagai kewajiban tanpa harap keuntungan, sebab kerja tanpa keuntungan pribadi membawa orang menuju pada kebahagian tertinggi (Pendit, 1995 : 94) Agar dapat mencapai kesempurnaan hidup, manusia harus bekerja. Bekerja sesuai dengan swadharma masing-masing. Tuhan sudah memberikan kita tugas dan kewajiban sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Kerja menghantarkan kebahagiaan pada manusia. Karma yoga mengungkapkan betapa penting artinya kerja. Kerja yang tidak dilaksanakan dengan tidak mementingkan pahalanya hanya untuk diri sendiri, namun sepenuhnya dipersembahkan kepada Brahman dan untuk kepentingan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia di dunia ini, mengangkat jiwa manusia pada tingkatan yang lebih tinggi. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Ajaran Karma Yoga menurut Kitab Bhagawadgita Nilai Moral atau Etika dalam Kehidupan Karma yoga mendidik setiap orang untuk selalu bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, sesuai dengan normanorma agama, tata tertib yang berlaku di masyarakat. Agar nantinya tercapai kehidupan yang harmonis antar sesama manusia (wawancara 1 Mei 2011). Dari pendapat tersebut, bahwasanya setiap orang harus bekerja sesuai dengan aturan, tata-tertib demi terciptanya kualitas kerja yang sesuai dengan ajaran agama, ajaran karma yoga. Pekerjaan-pekerjaan tanpa pamrih pribadi juga harus dilaksanakan dengan menarik diri dari segala ikatan kepada pekerjaan-pekerjaan tersebut dan pahala-pahalanya. Dalam Kitab Bhagawadgita, XVIII11, yang berbunyi : Na hi dehabritā śakyaṁ, Tyaktuṁ karmāny aśeshataḥ, Yas tu karmaphalatyāgi, Sa tyāgi’ ty abhidiyate, Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 50 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) Artinya: Memang tidaklah mungkin bagi manusia, melepaskan kegiatan kerja sama sekali, tetapi dia yang takinginkan pahala kerja, dialah sebenarnya disebut tyagi (Pendit, 1995 : 427). Seorang manusia manapun yang diberkahi dengan sebuah tubuh tidak mungkin melepaskan aktivitas tanpa istirahat. Tetapi dia yang melepaskan pahala-pahala dari perbuatanperbuatannya disebut seorang manusia suci sejati (tyagin). Awanita (1994 : 216), mengatakan karma yoga adalah jalan yang dipedomani oleh setiap orang yang ingin mencapai kebahagiaan lahir dan batin di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seperti yang disebutkan dalam kitab Bhagawadgita,V -12, sebagai berikut : Yuktaḥ karmaphalam tyaktvā, ṡāntim āpnoti saiṣhṭhikim, Ayuktaḥ kāmakāreṇa, Phale sakto nibhadyate, Artinya Seorang yogi yang menanggalkan pahala akhirnya mencapai kedamaian abadi,tetapi yang tidak bersatu dengan atman diperbudak oleh nafsu dan belenggu kerja (Pendit, 1995 : 150) Kedamaian abadi merupakan tingkatan kesempurnaan yang dicapai dengan jalan berangsur-angsur, yang mula-mula tumbuh dari pertama kebersihan hati, kedua mencapai ilmu pengetahuan, ketiga melepaskan segala hawa nafsu dan keinginan-keinginan pribadi dan keempat keseimbangan jiwa dalam melaksanakan bakti. Bila kita ingin mencapai kesempurnaan dan mengadakan perbaikan pada masyarakat ini, kita harus benar-benar menyadari hukum karma itu. Kebersihan dan kesempurnaan, kemajuan dan kebaikan, semuanya akan bisa terjadi apabila kita berkarma. Kita harus bekerja. Sebaliknya apabila kita tidak berbuat kebajikan, maka tidak akan ada apa-apa yang dapat kita harapkan, jadi kita berpangku tangan saja, duduk melamun dan hanya berpikir, berharap akan menjadi baik. Orang seperti itu adalah orang yang tergolong berpura-pura. Ia membahagiakan dirinya sendiri dan akhirnya ia akan menjadi korban karena ulahnya. Karena itu dalam kitab Bhagawadgita kita diminta agar menjadi orang yang benarbenar berusaha bekerja untuk mencapai tujuan. Dalam kitab Bhagawadgita, XVIII48, dijelaskan : Sahajaṁ karma kuanteya, Sadosam api na tyajet, Sarvārambhā hi doseṇa., Dhūmenā ‘gnir ivā vrtāḥ, Artinya: Orang hendaknya jangan melepaskan pekerjaan yang sesuai dengan diri. Oh Arjuna meskipun ada kurangnya karena semua usaha diselimuti oleh kekurangankekurangan seperti api oleh asap (Pendit, 1995 : 448). Hanya dengan bekerja, manusia bisa mencapai kesempurnaan. Jadi kita pun wajib juga melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. Merasa bahwa dengan diberkahi sebuah tubuh orang dapat menghindari keterlibatan di dalam jaringan karma adalah suatu ilusi yang sia-sia. Meskipun begitu terbuka kemungkinan untuk menghindari keterlibatan yang mengikat. Bahkan terbuka kemungkinan untuk melepaskan pikiran dari ikatan yang tidak dapat dihindari yakni dengan pengorbanan kepentingan diri-sendiri secara mutlak. Orang tidak bolah mencari hadiah apapun di dalam penunaian kewajibannya sebagai seorang putra atau seorang ayah, sebagai seorang brahmana atau sebagai seorang ksatriya, di dalam beramal atau di dalam apapun juga yang barang kali merupakan pekerjaan yang baik itu (Sudharta, 2007 :11). Pekerjaan yang sattwik atau kewajiban yang murni dan tanpa pamrih tidak membedakan peristiwa-peristiwa atau bentuk-bentuk yang khusus. Entah Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 51 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) pekerjaan itu bersifat religius, kemiliteran ataukah kedermawaan, entah itu merupakan suatu pekerjaan yang bersifat pemeliharaan diri sendiri atau kebajikan. Suatu pekerjaan yang menyenangkan ataukah yang tidak menyenangkan, suatu pekerjaan yang berupa hadiah ataukah hukuman, apa pun bentuknya atau apa pun alasannya, kalau itu bebas dari noda egoisme, dan kalau itu dilakukan dengan motif untuk melakukan kewajiban kepada yang tertinggi, itu adalah tindakan sattwik yang bebas dari konsekwensi yang berbentuk karma khanda. Inilah ajaran dari Bhagawadgita. Nilai Pengabdian Ajaran karma yoga pada kitab Bhagawadgita memiliki nilai pengabdian kepada Atman. Orang yang hidup dengan penuh semangat pengabdian dan rela berkorban menerima apa saja sebagai rahmat Brahman terbebaskan dari belenggu ikatan kerja yang membuat mereka bersatu dengan Yang Maha Esa. Dalam tingkatan tertentu kerja yang dilakukan orang paling mulia apabila dilaksanakan tanpa tujuan untuk memperolah kentungan pribadi. Pekerjaan yang dilakukan disertai rasa bhakti dalam persembahan jauh lebih mulia daripada pekerjaan yang mengangkat orang pada penyucuian dan kesempurnaan pikiran dan jiwa. Seperti yang dijelaskan pada kitab Bhagawadgita, III-17 yang berbunyi: Yas tv āmaratireac syād, ātmatriptaṡ cha mānawaḥ,ātmani eva cha samtushtas, tasya kāryaṁ na vidyate. Artinya: Tetapi mereka yang selalu mengabdi atman dan puas akan segala rahmatnya hidup bahagia begini dengan atman tiada lagi ikatan kerja baginya(Pendit, 1995:94) Khrisna menyatakan dirinya sebagi Avatara perwujudan Brahman. Ia sendiri tidak lagi mempunyai kepentingan apa-apa kecuali membentuk dan mengarahkan hidup manusia menuju kesempurnaan dan kebahagiaan abadi serta menjaga dan memelihara dunia ini dari keruntuhan. Setiap orang hendaknya bekerja selalu didasarkan pada pengabdian pada Brahman. Dengan memahami dasar itu, orang akan terbebas dari ikatan kerja yang menghantarkan orang tersebut pada kebahagiaan abadi, menyatunya atman dengan Brahman. Nilai Pendidikan. Menurut Cawika, banyak nilai-nilai dalam ajaran karma yoga yang bisa kita implementasikan dalam kehidupan,salah satunya yaitu nilai pendidikan. Karma Yoga mengajarkan setiap orang untuk selalu bekerja, karena dengan bekerja manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya, dengan bekerja sesuai dengan ajaran karma yoga dapat mencapai pencerahan dalam hidup maupun kelak setelah meninggal (Wawancara 2 Mei 2001). Sejalan dengan pendapat di atas, pada kitab Bhagawadgita sloka (III,4) berbunyi: Na karmaṇām anārambhān naishkarmyam purusho ‘ṡnute na cha samnyasanād eva siddhiṁ samadhigachchati. Artinya: orang tidak akan mencapai kebebasan karena diam tiada bekerja juga ia tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kerja (Pendit,1995:84). Ajaran karma yoga mendidik setiap orang untuk bekerja. Bekerja sesuai dengan bakat dan profesinya. Penghargaan, pemberian status, dan posisi seseorang menurut ajaran Hindu di dasarkan atas prestasi kerjanya, bukan didasarkan atas senang dan tidak senangnya. Karier seseorang baik di dunia maupun di surga didasarkan pada mutu kerjanya. Dengan bekerja, orang tersebut hidup sejahtera, hidup bahagia, orang tersebut bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya. Bekerja juga bisa menghantarkan manusia mencapai kebebasan dan kesempurnaan hidup. Ada Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 52 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) anggapan untuk mencapai kebebasan dan kesempurnaan, orang harus menghentikan segala kerja. Tetapi anggapan tersebut salah, kebebasan yang dimaksud bukan bebas tanpa kerja, melainkan bebas dari ikatan kerja tersebut. Begitu juga kesempurnaan yang dimaksud bukan menghindari kegiatan kerja, melainkan menghindarkan nafsu keinginan memperolah pahala dari kerja. Pada kitab Bhagawadgita III-5, disebutkan: Na hi kaschit khsaṇam api jātu tisthaty akarmakrit kāryate hy avaṡaḥ karma sarvaḥ prakritijair guṇaiḥ. Artinya: Tidak seorangpun tidak bekerja walaupun untuk sesaat juga karena dengan tiada berdaya manusia dibuat bertindak oleh hukum alam (Pendit,1995:85). Setiap manusia tidak bisa menghindarkan diri dari kerja, berpikir, berkata dan bertindak merupakan kerja karena kerja merupakan hukum alam atau hukum prakriti. Seseorang tidak bekerja sama dengan melawan hukum alam atau hukum prakriti. Nilai Yajna Secara umum yajna berarti korban suci yang tulus ikhlas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça. Misalnya dengan menghaturkan banten, memberikan sumbangan uang, membangun dan memperbaiki pura. Ajaran yajnya sebenarnya apapun perbuatan kita yang dilakukan secara tulus iklas dan tanpa pamrih untuk kebahagiaan orang lain maupun semua mahluk merupakan yajnya. Artinya jika suatu saat kita sempat menolong orang lain walaupun dengan sepatah kata bisa membuat orang terselamatkan dari bahaya, itulah yajnya. Berdasarkan pelaksanaannya, yajna ada 5 yang dijelaskan sebagai berikut : (1) Drwya yajna artinya Beryajna dengan persembahan berupa benda atau materi baik diwujudkan dalam (2) (3) (4) (5) bentuk banten, dana punia dan yang lainnya. Tapa yajna artinya yajna bersifat individu. Pelaksanaan yajna ini menekankan usaha seseorang untuk melatih diri guna membangun sikap pengendalian diri yang bertujuan untuk mempersatukan atman dengan Brahman. Caranya dengan selalu membersih-sucikan diri, mengatasi suka-duka kehidupan,menjauhkan segala macam godaan, mengendalikan nafsu, menenangkan pikiran yang kesemuanya diarahkan menuju persatuan dengan Brahman. Yoga yajna. Yajna ini juga bersifat individu karena berisi usaha dari seseorang untuk menghubungkan diri dengan Brahman. Cara yajna ini memerlukan latihan dan disiplin tinggi dengan menjalankan ajaran yoga sesuai aturan baik sadangga yoga maupun astangga yoga. Swadhyaya yajna artinya bentuk yajna dengan cara mengorbankan diri demi kepentingan yang lebih besar, mulia atau utama. Jnana yajna artinya bentuk yajna berupa persembahan ilmu pengetahuan baik yang bersifat duniawi maupun rohani (Widana, 2002:1). Gorda (2003:63), mengatakan persembahan (yajna) adalah suatu pemberian atau pengorbanan secara ikhlas yang dilakukan oleh seseorang kepada Tuhan. Seseorang mempersembahkan sesuatu kepada-Nya pasti mereka mempersembahkan hasil kerjanya sebagai perwujudan rasa hormat dan terima kasih kepada-Nya. Hal ini dilakukan karena Tuhan telah menciptakan alam semesta beserta isinya dan kemudian menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Harapan Tuhan agar manusia dalam pemanfaatkan alam semesta beserta isinya selalu menjaga kelestariannya agar menjadi sumber kehidupan yang kekal abadi melalui kerja Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 53 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) dengan semangat persembahan (yajna). Hal tersebut diuraikan pada kitab Bhagawadgita, III-10, sebagai berikut: Sahayajñāh prajāh srishtvā puro ‘vāca prājāpatiḥ anena prasavishyadhvam esha vo ‘stv istha kāmadhuk. Artinya: Dahulukala Prajapati menciptakan manusia bersama bhakti persembahannya dan berkata: dengan ini engkau akan berkembang biak dan biarlah ini jadi sapi perahmu (Pendit, 1995:89). Satu kewajiban yang tidak dapat diabaikan manusia adalah memuja pada dewata, manifestasi Brahman dalam berbagai fungsi. Melakasanakan yajna tugas manusia dalam hidup dan inilah yang dinamakan kerja. Orang baik dan berbudi luhur adalah orang yang mendahulukan yajna dari pada kebutuhannya sendiri. Yajna dapat diartikan mengingatkan kepada setiap orang di dalam proses kehidupannya senantiasa dilakukan melalui kerja dengan prinsip persembahan sesuai dengan sikap dan perilaku. Tuhan di dalam menciptakan alam semesta beserta isinya dengan persembahan (yajna). Melalui persembahan itu pula, manusia akan mencapai segala keinginannya, baik kesejahteraan dan kebahagiaan serta kelestarian alam (jagadhita) maupun kebahagian abadi, kebebasan atman dari proses reinkarnasi (moksa). Sedangkan secara sosial, persembahan (yajna) dapat diartikan sebagai kekuatan moral untuk membentuk kesadaran manusia tentang kehidupan dengan suasana keharmonisan, kesatuan kehidupan, dan semangat untuk kepentingan orang lain Nilai Profesionalitas Menjelma sebagai manusia dihadapkan kepada berbagai masalah, kendala, ancaman dan diwarnai oleh ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut disebabkan karena terjadinya perubahan yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan. Perubahan tersebut bisa saja terjadi karena sikap dan perilaku manusia sendiri. Artinya karena sikap dan perilaku manusia sendiri di dalam merespon berbagai informasi dan fenomena lingkungan hidupnya di suatu waktu menyebabkan mereka dihadapkan kepada situasi kegagalan, kerugian, kesedihan dan sebagainya. Di sisi yang lain manusia dihadapkan kepada situasi penuh kegembiraan, kesenangan, kesuksesan, bekerja tanpa rintangan yang berarti (Gorda, 2003:24 ). Lingkungan hidup baik sosial maupun alam adalah dinamis, dan bergejolak. Kondisi ini tidak akan menghasilkan dan memberi manfaat apaapa bila manusia malas bekerja, menghindarkan diri dari kerja, menghindarkan diri dari tanggung jawab, dan sebagainya. Pada kitab Bhagawadgita, III-8, yang berbunyi: Niyataṁ kuru karma tvaṁ karma jyāyo hy akarmaṇaḥ ṡarirayātrā ‘pi cha te na prasidhyed akarmaṇaḥ. Artinya: Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab bekerja lebih baik dari tidak bekerja kalau engkau tidak bekerja hidup sehari-hari pun tidak mungkin ( Pendit, 1995:87). Kutipan Sloka di atas merupakan prinsip kerja yang disabdakan oleh Tuhan dalam kaitannya dengan kerja bagi manusia. Setiap orang dalam hidup ini mempunyai tugas pekerjaan yang telah ditentukan sesuai dengan bakat dan pilihannya sejak kecil. Bila seseorang ingin sukses dalam perjalanan hidup (karier) baik menyangkut kepentingan pribadi, keluarga, masyarakat, negara maupun umat manusia, seseorang tersebut harus bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibanmu yang didasari oleh tanggung jawab dan keprofesionalan yang berdasarkan kebenaran. Krisna menyarankan kepada Arjuna, Krisna mengharapkan agar Arjuna bekerja dan bertindak seperti yang telah ditentukan baginya sebagai seorang ksatria. Tuhan Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 54 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) hanya memberi kasih sayang kepada orang-orang yang bekerja keras tanpa mengenal putus asa dan sekaligus memberi karunia berupa kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya, baik bersifat duniawi maupun sorgawi. Implementasi ajaran Karma Yoga pada kehidupan beragama di Kota Denpasar Sebagai Bentuk Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça Manusia pada dasarnya memiliki dua kebutuhan pokok yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan bekerja. Bekerja sangat dekat dengan kehidupan manusia, karena dengan bekerja manusia bisa mewujudkan semua impiannya. Dengan bekerja manusia bisa menjelajah ke seluruh dunia. Akan tetapi, manusia dalam bekerja dipengaruhi oleh sifat serakahnya. Mereka bekerja dengan minim tetapi mengharapkan hasil yang maksimal. Apabila tujuannya dalam bekerja tidak berhasil diwujudkan, manusia itu akan mengalami stres. Cara bekerja yang seperti itu tidak dibenarkan dalam agama Hindu. Agama Hindu mengajarkan, bekerja adalah kodrat semua manusia.. Karma yoga memberikan arahan bagaimana semestinya bekerja dalam hidup ini. Menurut Dalem (Wawancara, 12 September 2014) Karma yoga yaitu salah satu jalan untuk mencapai kesempurnaan yang menitik beratkan pada sisi tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Segala tindakan kita (Karma) apabila ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk di dunia merupakan suatu bentuk yajna kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça. Mengabdi kepada orang lain dengan rasa tulus sesuai dengan fungsi dan kewajiban masing-masing sama dengan beryadnya kepada Tuhan. Mencermati pendapat di atas, kerja memiliki peranan penting dalam kehidupan. Setiap orang telah dikaruniai bakat serta kemampuan sejak lahir. Bakat serta kemampuan tersebut akan membentuk tugas dan kewajiban sesuai dengan fungsinya dan kewajibannya di masyarakat. Dengan bekerja secara sungguh-sungguh dan mampu membuat orang lain bahagia adalah wujud Bhakti kepada Tuhan seperti yang dijelaskan pada kitab Bhagawadgita, III-9, sebagai berikut: Yajñārthāt karmaṇo ‘nyatra loko’ yaṁ karma bandhanaḥ tadarthaṁ karma kaunteya mukta saṇggaḥ samāchara. Artinya: Kecuali untuk tujuan berbakti dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja karenanya, bekerjalah demi bakti tanpa kepentingan pribadi, oh Kuntiputra (Pendit, 1995:88) Semua pekerjaan harus dilakasankan dengan semangat pengabdian, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Walaupn dunia ini (termasuk manusia) dibelenggu oleh hukum-kerja, namun kalau kerja itu dilaksanakan dengan tanpa motif kepentingan diri sendiri, melainkan demi berbakti dan mengabdi, belenggu tidak lagi mempunyai kekuatan mengekang. Selanjutnya pada Kitab Bhagawadgita, III-11, yang berbunyi sebagai berikut: Devān bhāvayatā’ nena te devā bhāvayantuyaḥ parasparaṁ bhāvayantaḥ śreyaḥ param avāpsyatha. Artinya: Dengan ini, pujalah Dewata semoga Dewata memberkahi engkau dengan saling menghormati begini engkau mencapai kebajikan tertinggi (Pendit, 1995:89). Sloka di atas menjelaskan, Krisna mengajarkan kepada Arjuna doktrin yang menyatakan bahwa manusia harus memuja atau menghormati Dewata sebagai pernyataan terimakasih. Manusia yang menghormati kekuatan-kekuatan tersebut, mengerti akan tugas kewajiban hidupnya. Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 55 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) Bagi siapa mengerti akan tugas kewajibannya yang tertinggi. Selanjutnya pada Kitab Bhagawadgita, III-13, dijelaskan: Yajña śishtāsinaḥsanto muchyante sarva kilbishaniḥ bhuñjate te ty aghaṁ papa ye paehanty ātma kāranāt. Artinya: Makan yang baik adalah setelah upacara bhakti akan terlepas dari segala dosa tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi sendiri mereka ini, sesungguhnya makan dosa (Pendit, 1995 : 91). Menurut Krisna, orang yang baik dan berbudi luhur mendahulukan pembhaktian ini daripada kebutuhannya sendiri. Berdosa orang yang hanya menyediakan makanan lezat bagi dirinya sendiri tanpa memperhatikan Bhakti yang harus dilakukan. Wujud dari sloka di atas diimplementasikan melalui yajna sesa (mesaiban) yang dilakukan setelah memasak di dapur. Banten saiban ini sebagai wujud rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça berserta manifestasi Beliau. Yajnya ini biasanya dilakukan di dapur pada tempat memasak yang ditujukan kepada Dewa Brahma, pada nasi yang baru matang ditujukan kepada Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan, pada tempat mengambil air yang ditujukan kepada Dewa Wisnu, maupun pada tempat mengolah atau memotong bahan yang akan dimasak seperti talenan. Selain di dapur banten saiban ini juga bisa di haturkan di merajan atau sanggah yang ditujukan ke pada para leluhur,dan juga di halaman rumah, di tugun karang maupun di lebuh (di depan rumah atau di depan pintu masuk). Kategori bakti dapat dibagi sebagai berikut : 1. Berbakti kepada Brahman (Ida Sang Hyang Widhi Waça ) yang dalam bahasa Indonesia disebut Tuhan Yang Maha Esa. Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah disiplin hidup manusia yang paling utama. Kerja apapun yang dilakukan manusia tanpa disiplin hidup , semuanya akan sia-sia. Rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça diwujudkan melalui Upacara dewa yajna yaitu korban suci yang ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça. Bentuk dari upacara ini bermacam-macam seperti Ngodalin, Ngenteg linggih dan lain-lain. 2. Berbakti kepada kekuatan yang mengatur kosmos, alam semesta ini dengan berbagai hukum dan tatangan sehingga menjadi satu kesatuan yang maha agung dan dahsyat secara harmonis, serasi dan selaras. Tanpa berbakti kepada kekuatan-kekuatan yang mengatur kosmos, yang mengatur konstelasi dan tata surya di alam semesta ini, apalagi kalau manusia menaklukan serta menguasainya, dunia akan hancur. Sebab kekuatan-kekuatan yang mengatur kosmos ini adalah Tuhan Yang Maha Esa. Rasa Bhakti kepada kekuatan ini diwujudkan melalui upacara bhuta yajna Adapun bentuk dari upacara ini adalah berupa segehan dan caru. Yang lainnya lagi yang tingkatannya lebih tinggi adalah upacara mulang pakelem baik baik di laut yang disebut samudra Kretih di danau yang disebut Danu Kretih, dan dilakukan di gunung (hutan) yang disebut wana kretih. 3. Berbakti kepada nenek moyang dan orang tua, yang merupakan asal mula kita dilahirkan ke dunia. Bhagawadgita mengajarkan bahwa leluhur/ nenek-moyang adalah asal mula semua manusia. Nenek moyang/ leluhur melahirkan orang tua yang melahirkan / mengadakan kita. Tanpa mereka kita takkan ada. Kita harus berbakti kepada mereka, menyatakan hormat dan terima kasih berkat jasa-jasa mereka yang telah menurunkan kita ke dunia sebagai Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 56 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) keturunan mereka. Kita adalah keturunan mereka jadi kita harus berbakti kepada mereka. Bhakti kepada leluhur diwujudkan dengan melayani dan merawat mereka semasih hidup. Diwujudkan melalui upacara pitra yajna. Bentuk upacara ini adalah upacara ngaben yang dilanjutkan dengan ngerorasin dan mendak leluhur. 4. Berbakti kepada guru, pemerintah dan kepada mereka yang lebih tua, yang patut dihormati dan diteladani. Karena guru adalah pengajar dan pendidik. Pendidik adalah pengayom dan mereka yang lebih tua adalah tempat meminta nasehat dan petuah. Bhakti kepada para guru dan orang suci diwujudkan melalui rsi yajna. Bentuk dari upacara ini adalah upacara mediksa ataupun pawintenan. Implementasi dari yajna ini dalam kehidupan sehari-hari adalah mengamalkan ajaran guru atau ilmu yang diperoleh di sekolah. Mengingat jasa orang suci dengan memberikan punia kepada pemangku maupun pandita. 5. Berbakti kepada fakir miskin, berbakti di sini hanyalah istilah saja. Tujuan sebenarnya adalah memberi sedekah kepada fakir miskin, membantu mereka meringankan penderitaan hidup dengan memberi apa saja menurut kemampuan masing-masing. Memberi kepada fakir miskin sesungguhnya adalah berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa karena juga adalah saudara. Adapun bakti ini diwujudkan dengan upacara manusa yadnya yaitu upacara yang dilakukan pada manusia sejak dalam kandungan sampai menikah. 6. Berbakti kepada binatang, maksudnya di sini memberi. Memberi makan, memberi perlindungan, memberi kasih sayang kepada binatang dan makhluk hidup lainnya adalah termasuk dharma kita sebagai manusia, makhluk yang paling cerdas di dunia. Bhagawadgita menjelaskan bahwasanya bekerja merupakan suatu wujud bhakti kepada Tuhan (Ida sanghyang Widhi Waça). Kerja yang dimaksud adalah bekerja tanpa terikat dengan hasil dari pekerjaan itu. Menurut Dalem, dengan bekerja sungguh-sungguh dan sesuai dengan ajaran agama Hindu merupakan suatu wujud bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waça. Selain itu juga bakti dengan wujud kerja bisa kita tujukan kepada sesama manusia dan kepada lingkungan (Wawancara, 12 September 2014). Mencermati pendapat ini apabila dikaitkan dengan ajaran Agama Hindu dikenal dengan istilah tri hita karana. Mencapai kehidupan yang harmonis dengan melakukan hubungan yang harmonis dengan Tuhan dengan sesama manusia dan lingkungan. Membangun hubungan yang harmonis pada Tuhan dengan bhakti, pada sesama manusia dengan dasar punia dan dengan lingkungan alam dengan asih (Wiana.2009:3). Tujuan hidup masyarakat Hindu yang bertumpu pada ajaran tri hita karana, bahwasanya umat Hindu bukanlah mengejar harta sendiri untuk menjadi kaya raya tanpa melihat dan mempertimbangkan keselarasan dengan lingkungan masyarakat dan alam sekelilingnya. Konsep hidup dan pandangan hidup umat Hindu yang mengutamakan keseimbangan duniawi dan sorgawi, keselarasan material dan spiritual yang berporos pada etos kerja yang cukup baik akan melandasi fenomena sosial budaya. Dengan demikian konsep hidup menurut agama Hindu bukanlah hanya untuk mendapatkan tempat yang layak di akhirat kalau sudah meninggal kelak, melainkan juga untuk kesejahteraan duniawi. Tri hita karana sebagai upaya untuk menciptakan tiga wujud hubungan hidup sebagai suatu kesatuan yang dapat membentuk iklim hidup yang harmonis Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 57 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) mensukseskan empat tujuan hidup yang disebut catur purusa artha. Tiga wujud hubungan yang membengun iklim hidup itu tercipta oleh sikap hidup yang seimbang antara berbakti pada Tuhan, mengabdi pada sesama manusia dan memelihara kesejahteraan lingkungan alam. Dari keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya akan menimbulkan tiga lingkungan hidup yaitu : Lingkungan rohani di parhyangan, lingkungan sosial di pawongan dan lingkungan alam di palemahan. Penataan parhyangan untuk memelihara eksistensi lingkungan rohani sebagai media untuk berbakti pada tuhan. Penataan pawongan untuk menjaga eksistensi lingkungan sosial agar umat manusia hidup untuk saling mengabdi sesuai dengan swadharmanya masingmasing, sedangkan penataan palemahan untuk menjaga eksistensi lingkungan alam agar senantiasa menjadi sumber kehidupan dan penghidupan semua makhluk hidup isi alam ini. Hakekat beragama pada dasarnya adalah percaya dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu salah satu unsur terpenting Tri Hita Karana itu adalah membangun hubungan yang harmonis dengan Tuhan dengan cara berbakti. Agar berbakti pada Tuhan itu dapat berdaya guna bagi kehidupan ini hendaknya percaya dan bhakti pada Tuhan sebagai ciri utama kehidupan beragama diarahkan pada tiga sasaran yaitu kepercayaan dan bhakti pada Tuhan itu ditujukan untuk membenahi diri sendiri (siwa artha), ditujukan untuk mengabdi pada sesama (para artha) dan yang tertinggi ditujukan untuk konsisten memelihara kepercayaan dan bhakti pada Tuhan itu sendiri (parama artha). Dengan kita bekerja tanpa terikat dengan hasil dari kerja itu, sudah merupakan wujud menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Dengan mendana puniakan sedikit harta kita dari hasil bekerja merupakan wujud menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan dengan menjaga lingkungan disekitar kita merupakan wujud menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan. Sebagai Sarana Pengendalian Diri Ajaran karma yoga sebagai sarana pengendalian diri fokus kepada pengendalian panca indria dan pengendalian hawa nafsu. Pengendalian Panca Indria dijelaskan pada Kitab Bhagawadgita, III-7, sebagai berikut: Tyas tv indriyāṇi manasā niyamyā’ rabhate rjuna karmendriyaiḥ karma yogam asktaḥ sa viśishyate. Artinya: Tetapi orang yang dapat mengendalikan panca indrianya dengan pikiran, oh Arjuna dan bekerja tanpa mementingkan diri ia itu adalah orang utama (Pendit, 1995:87) Orang mungkin menutup matanya supaya tidak melihat yang indah-indah atau cantik, orang mungkin menutup mulutnya supaya tidak makan yang enakenak, kalau membiarkan pikirannya dan keinginannya tidak terkontrol, ia gagal dalam meresapkan arti disiplin hidup. Orang mungkin dapat menahan pikiran dan keinginannya, kalau membiarkan panca indrianya (mata, mulut, telinga, hidung dan kulit) berkeliaran, ia tidak mengerti sesungguhnya apa arti disiplin hidup. Pengekangan panca indria sebagai pendahuluan dari kontrol pikiran dan keinginan. Dengan kata lain, kontrol jasmaniah adalah pendahuluan daripada kontrol rohaniah. Pengendalian panca indria oleh pikiran perlu sekali untuk membersihkan jiwa dari hawa nafsu dan keinginan. Pengontrolan panca indria bukanlah berarti menghentikan kegiatan atau kerja. Pengendalian panca indria penting sekali bagi pemusatan pikiran untuk menjuruskan segala kegiatan jalan panca indria ke arah tindakan dan kerja yang baik dan benar. Tindakan kerja yang baik dan Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 58 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) benar selanjutnya pikiran dapat dipusatkan untuk pekerjaan dan pengabdian yang lebih sempurna tanpa kepentingan diri sendiri. Tindakan dan kerja yang demikian dapat membebaskan jiwa dari belenggu prakriti (alam, benda jasmaniah) dan kesempurnaan hidup dapat tercapai. Fungsi sebagai pengendalian Hawa Nafsu disebutkan pada kitab Bhagawadgita, III-37 sebagai berikut: Śribhagavān uvācha kām esha krodha esa rajoguṇa samudbhavaḥ mahāsano mahāpāpmā viddhy enam iha vairiṇam. Artinya: Sri Bagawan menjawab, itulah amarah, itulah nafsu lahir daripada sifat guna keduanya memusnahkan, penuh dosa ketahuilah, kedua ini adalah musuh (Pendit, 1995:106). Selanjutnya dijelaskan pada Kitab Bhagawadgita, III-38, sebagai berikut : dhūmenā’ riyate vahnir yathā’ darśo malena cha yatho’lbenā’ vrito garbhas tathā tene ‘dam āvritam. Artinya: Bagaikan api diselubungi asap bagaikan cermin diliputi debu bagaikan bayi dibungkus dalam kandungan demikian pula Dia diselimuti olehnya (Pendit, 1995:106). Orang lagi bernafsu atau marah jiwanya (atman) tertutup oleh sifat-sifat guna yaitu sattva, rajas dan tamas yang tergantung pada tingkatan pada tingkatan nafsu atau amarahnya. Semakin keras nafsu atau amarahnya, semakin kuat jiwanya tertutup oleh sifat-sifat guna. Apabila nafsu atau amarah tidak begitu keras, jiwanya diselubungi oleh sifat guna sattva yang diibaratkan seperti api diselubungi asap, kalau ada angin sedikit saja asap dapat diterbangkan dan apipun kelihatan. Apabila nafsunya atau amarah bertambah keras, jiwanya diselimuti oleh sifat guna rajas yang diibaratkan seperti cermin diliputi debu, diperlukan usaha untuk menggosok debu itu sehingga cerminnya kelihatan. Kalau nafsu atau amarah sangat keras, jiwanya dibungkus oleh sifat tamas yang diibaratkan seperti bayi dibungkus dalam kandungan, dibutuhkan waktu, usaha, dan keahlian supaya bayi bisa lahir. Jiwa atau Atman harus dibebaskan dari ketiga guna yang merupakan sifat, atribut dan karakter daripada prakriti atau benda jasmaniah dalam dunia kita. Hawa nafsu merupakan musuh utama manusia. Apabila hawa nafsu sudah menaklukan panca indria, selanjutnya menaklukan hati kemudian menaklukan pikiran akibatnya adalah kemusnahan seperti yang dijelaskan pada kitab Bhagawadgita, III-40, sebagai berikut: Indriyāṇi mano buddhir asyā’ dhishthānam uchyate ethairvimohayate esha jñānam āvritya dehinam. Artinya: Panca indria, hati dan pikiran adalah kendaraan baginya dengan tertutupnya ilmu pengetahuan olehnya menyebabkan bingungnya jiwa dalam badan (Pendit, 1995:108). Dalam kehidupan beragama di Kota Denpasar umat melakukannya melalui persembahyangan sehari-hari dengan melakukan puja trisandya. Perayaan harihari suci keagamaan seperti PurnamaTilem, Saraswati, Siwaratri, Galungan Kuningan dll. Selain itu pula ada kelompok-kelompok (grup spiritual) seperti Hare Khrisna, Brahma Kumaris dll., yang secara rutin melakukan meditasi dan upawasa sebagai bentuk pengendalian indriya. Kesimpulan Berdasarkan analisa di depan, ada beberapa hal yang patut digarisbawahi sebagai sebuah kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep karma yoga dalam kitab Bhagawadgita dapat dilukiskan sebagai berikut : Bhagawaddgita menerangkan, rumusan kerja menjadi tiga yang Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 59 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) diuraikan berdasarkan hukum sebab akibat. Jenis yang pertama yaitu bekerja tanpa mengharapkan dan menghitunghitung pahala (karma). Jenis yang kedua adalah bekerja yang salah (vikarma). Jenis kerja yang ketiga yaitu, kerja yang disebut dengan “tak kerja”. Dalam bahasa sansekerta disebut dengan akarma. Jadi tak kerja, sama dengan prai, nongkrong. 2. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran karma yoga pada kitab Bhagawadgita sebagai berikut : (1) nilai moral dalam kehidupan, ajaran karma yoga sangat penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.(2) Ajaran karma yoga pada kitab Bhagawadgita memiliki nilai pengabdian kepada Atman. Orang yang hidup dengan penuh semangat pengabdian dan rela berkorban menerima apa saja sebagai rahmat Brahman terbebaskan dari belenggu ikatan kerja yang membuat mereka bersatu dengan Yang Maha Esa. (3) ajaran karma yoga juga memiliki nilai pendidikan yaitu mendidik manusia agar selalu bekerja dalam hidupnya.(4) nilai yajna, Melaksanakan yajna tugas manusia dalam hidup dan inilah yang dinamakan kerja. (5) nilai profesionalistis yaitu seriap manusia harus bekerja sesuai dengan bakatnya. 3. Implementasi ajaran karma yoga dalam Bhagawadgita pada kehidupan Umat Beragama di Kota Denpasar: (1) sebagai wujud bhakti kehadapan Idha Sang Hyang Widhi Waça. Bhagawadgita menjelaskan banyak cara untuk berbakti menyembah wujud Brahman. Dengan jalan yoga biasa, dengan jalan ilmu pengetahuan, dengan jalan meditasi, dengan jalan kerja tanpa mengharapkan keuntungan dan dengan jalan kedamaian, (2) Sebagai sarana pengendalian diri terfokus pada pengendalian panca indria dan hawa nafsu. Orang lagi bernafsu atau marah jiwanya (Atman) tertutup oleh sifat-sifat Guna yaitu Sattva, Rajas dan Tamas yang tergantung pada tingkatan pada tingkatan nafsu atau amarahnya. Semakin keras nafsu atau amarahnya, semakin kuat jiwanya tertutup oleh sifat-sifat Guna. Hawa nafsu merupakan musuh utama manusia. Apabila Hawa nafsu sudah menaklukkan panca indria, selanjutnya menaklukkan hati kemudian menaklukkan pikiran akibatnya adalah kemusnahan. Daftar Pustaka Arikunto,2006. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Astawa, I Nyoman Temon.2008. Bhakti, Karma, Jnana dan Konsep Taksonomi Serta Kualitas Out Put P.B.M.(Jurnal Sanjiwani, Volume 2, No 1, Halaman 47) Awanita, Made, DKK,1994,Sila dan Etika Hindu. Dirjen Bimas Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka. Azwar, Saifudin, 1984.Sikap Manusia. Edisi ke dua. Yogjakarta : Pustaka Pelajar , 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogjakarta : Pustaka Pelajar Bantas B.H, I Ketut dan Natih, Drs I Ketut N.1994. Modul Bhagawadgita. Bleicher, Josef. 1990. Contemporer Hermeneutik. London and New York: Routledge.087863016305 Bakker. 1984. Metode-metode Filsafat. Ghalia Indonesia.Cetakan Satu. Gorda, I Gusti Ngurah. 2003. Membudayakan Kerja Berdasarkan Dharma. Singaraja: Pusat kajian Hindu Budaya dan Prilaku Organisasi STIE Stya Dharma Singaraja.. Marsad, Made. 2010. Relevan Karma Yoga di Zaman Modern ( Jurnal Brahmasastra, Volume 7, No 10, Halaman 42) Ngurah Bagus, 1996. Amanat Bhagawadgita.Denpasar: Pt Pals, Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 60 Implementasi Ajaran Karma Yoga…….(Ni Made Anggreni, hal 45 – 61) Daniel L.2001.Seven Theories of religion. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Pidarta,2005.Hindu Untuk Masyarakat Umum pada Jaman Pasca Modern. Surabaya: Paramita. Pudja,1999. Bhagawad Gita,Pancama Weda. Surabaya: Paramita.Upada Sastra. Pendit, Nyoman S,1993.Aspek-aspek Agama Hindu. Jakarta : Pustaka Manik Geni _____,1995.Bhagawaddgita. Jakarta : Hanuman Sakti. Redi, I Wayan.2009. Kajian Nilai Cupak Gerantang. (Jurnal Sanjiwani, Volume 3, No 1, Halaman 43 ) Rai Sudharta.2007. Ajaran Moral dalam Bhagawadgita. Surabaya: Paramita Swami Vivekananda,1991. Karma Marga. Jakarta : Hanuman Sakti. Tim Penyusun, 1996. Pedoman Dosen Agama Hindu.Jakarta : Hanuman Sakti. Wiana, I ketut,2009. Tri Hita Karana menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramita. Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, I (2) 2015 p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445 61