UNIKOM_Yesiana_BAB II

advertisement
42
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tentang Komunikasi
2.1.1. Definisi Komunikasi
Secara etimologi (bahasa) kata “komunikasi” berasal dari Bahasa Inggris
“communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa Latin “Comunicare”.
(Weekley, 1967: 338). Sedangkan kata komunikasi menurut Onong Uchjana
effendi adalah:
Komunikasi yaitu berasal dari perkataan bahasa Latin “communication” yang
berarti “pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Dengan demikian maka
secara garis besar dalam suatu proses komunikasi harus terdapat unsur - unsur
kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara
komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). (Effendi,
1992: 3)
Menurut Everett M. Rogers dalam Cangara (1998) yang dikutip oleh
Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”, "Komunikasi
adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. (Cangara, 1998,
dalam Mulyana, 2005: 62)
Hartley dan Hartley dalam tulisan mereka “The importance and nature of
communication” dalam “Fundamental of social psychology” menyebutkan
bahwa, “Komunikasi sebagai suatu proses sosial yang bersifat mendasar (basic
social process)”. (Newyork: Alfred A. Knopf, 1961). Jadi, proses komunikasi
merupakan dasar dari segala apa yang disebut sosial (dalam arti kebersamaan
43
aktivitas) dalam berfungsinya organisme yang hidup. Bagi manusia, proses
kebersamaan tersebut merupakan sesuatu yang mendasar sifatnya, untuk :
1. Berkembangnya individu
2. Terbentuk dan berkelanjutannya kelompok - kelompok manusia
3. Terlaksananya antarhubungan (interaksi) diantara sesama kelompok
tersebut
Sedangkan menurut Harold Lasswell seperti yang dikutip Deddy Mulyana,
definisi komunikasi adalah sebagai berikut :
(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom
With What Effect ? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada
Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?. (Mulyana, 2005: 62)
Berdasarkan definisi Lasswell tersebut dapat diturunkan lima unsur
komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: Pertama, sumber
(source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator
(communicator), pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah pihak yang
berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi
seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara.
Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam
kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke
dalam seperangkat simbol verbal dan/atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh
penerima pesan. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding). Pengalaman
masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber
mempengaruhinya dalam merumuskan pesan tersebut.
44
Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan/atau nonverbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi.
Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk
pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal
atau saluran nonverbal.
Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan yaitu apakah langsung
(tatap - muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah atau media
elektronik (radio, televisi). Surat pribadi, telepon, selebaran, Overhead
Projector (OHP), sistem suara (sound system) multimedia, semua itu dapat
dikategorikan sebagai (bagian dari) saluran komunikasi. Pengirim pesan akan
memilih saluran - saluran itu bergantung pada situasi, tujuan yang hendak
dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi.
Keempat, penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/ tujuan
(destination), komunikate (communicatee), penyandi - balik (decoder) atau
khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang
yang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu,
rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaan, penerima pesan
ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan/atau
nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini
disebut penyandian - balik (decoding).
45
Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima
pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi
tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan
keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang
ditawarkan menjadi bersedia membelinya, atau dari tidak bersedia memilih
partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu), dan
sebagainya.
Bierstedt dalam menyusun urutan ilmu menganggap jurnalistik sebagai ilmu,
dalam hal ini ilmu terapan. Hal ini wajar karena pada tahun 1457 ketika ia
menulis bukunya “Journalism”, di Amerika Serikat sudah berkembang menjadi
ilmu (science) bukan sekedar pengetahuan (knowledge).
Di Amerika serikat muncul istilah communication science atau kadang juga
dinamakan communicology, yaitu ilmu yang mempelajari gejala - gejala sosial
sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan
komunikasi antarpersona. Kebutuhan orang - orang Amerika akan science of
communication sudah tampak sejak tahun 1940-an, pada waktu itu seorang
sarjana bernama Carl I. Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu
komunikasi. Hovland mendefinisikan science of communication sebagaimana
dikutip oleh Onong Uchjana Effendy sebagai, “A systemic attempt to formulate
in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and
opinions and attitude are formed”. (Effendy, 2005: 4)
46
Menurut Hovland ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas asas - asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap. Sedangkan prosesnya sendiri dari komunikasi itu oleh
Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy didefinisikan sebagai:
“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli
(usually verbal symbols) to modify the behaviour and attitude are formed”.
(Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang - lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikate)). (Effendy, 2005: 4)
Sementara itu Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah
ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan diantara manusia. Seorang
komunikolog adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan
untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda yaitu proses komunikasi,
pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi. Betapa
luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito sebagai:
“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan
menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari gangguan gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus
balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen - komponen
sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses
penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus
balik dan efek. Unsur - unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap
pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan
kesemestaan komunikasi; …. Unsur - unsur yang terdapat pada setiap kegiatan
komunikasi, apakah itu intrapersona, antarpersona, kelompok kecil, pidato,
komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (Effendy, 2005: 5)
Dari definisi - definisi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah proses yang memungkinkan kita untuk berinteraksi (bergaul)
dengan orang lain. Tanpa komunikasi kita tidak akan mungkin berbagi
47
pengetahuan atau pengalaman dengan orang lain. Proses berkomunikasi dalam hal
ini bisa melalui ucapan (speaking), tulisan (writing), gerak tubuh (gesture), dan
penyiaran (broadcasting).
2.1.2. Fungsi Komunikasi
Berdasarkan
pengamatan
yang
dilakukan,
para
pakar
komunikasi
mengemukakan fungsi komunikasi yang berbeda - beda meskipun adakalanya
terdapat kesamaan dan tumpang tindih di antara berbagai pendapat tersebut.
Menurut Deddy Mulyana dikutip dari Thomas M. Seheidel mengemukakan
bahwa:
“Kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas
diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan
untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku
seperti yang kita inginkan. Namun tujuan dasar kita berkomunikasi adalah
untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita”. (Mulyana,
2005: 4)
Sedangkan menurut Gordon I. Zimmerman et al. yang dikutip oleh
Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”
merumuskan bahwa:
“Kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar.
Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas - tugas yang
penting bagi kebutuhan kita --- untuk memberi makan dan pakaian kepada
diri - sendiri, memuaskan kepenasaranan kita akan lingkungan, dan
menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi
isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk
menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran
informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain”.
(Mulyana, 2005: 4)
48
Sedangkan
empat
fungsi
komunikasi
berdasarkan
kerangka
yang
dikemukakan William I. Gorden, empat fungsi komunikasi tersebut, yakni
komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi
instrumental, tidak saling meniadakan (mutually exclusive). Fungsi suatu
peristiwa komunikasi (communication event) tampaknya tidak sama sekali
independen melainkan juga berkaitan dengan fungsi - fungsi lainnya, meskipun
terdapat suatu fungsi yang dominan.
1. Fungsi Pertama : Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi
diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja
sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi,
RT, RW desa, kota, dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan
bersama.
Menurut Mulyana dikutip dari Alfred Korzybski (1967) menyatakan bahwa :
“Kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka "pengikat waktu"
(time - binder). Pengikatan - waktu (time - binding) merujuk pada
kemampuan manusia untuk mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi
dan dari budaya ke budaya. Manusia tidak perlu memulai setiap generasi
sebagai generasi yang baru. Mereka mampu mengambil pengetahuan masa
lalu, mengujinya berdasarkan fakta - fakta mutakhir dan meramalkan masa
depan. Pengikatan waktu ini jelas merupakan suatu karakteristik yang
membedakan manusia dengan bentuk lain kehidupan. Dengan kemampuan
tersebut, manusia mampu mengendalikan dan mengubah lingkungan mereka”.
(Mulyana, 2005: 6)
49
2. Fungsi Kedua: Komunikasi Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang
dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif
tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan perasaan (emosi) kita. Perasaan - perasaan tersebut terutama dikomunikasikan
melalui pesan - pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati,
gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata
- kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal. Harus diakui, musik juga
dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, dan bahkan pandangan hidup
(ideologi) manusia.
3. Fungsi Ketiga: Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang
biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para
antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang
tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, ulang tahun perkawinan, hingga upacara
kematian.
Dalam acara - acara itu orang mengucapkan kata - kata atau menampilkan
perilaku - perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Mereka yang berpartisipasi
dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka
kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.
50
Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam
seseorang.
4. Fungsi Keempat: Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum seperti:
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan dan
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur.
Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk
(bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau
menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa
pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau
informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui.
2.1.3. Bentuk Komunikasi
Bentuk dasar komunikasi bersifat nonverbal. Sebelum kata - kata digunakan
dalam komunikasi, informasi disampaikan dengan isyarat tubuh. Untuk
menunjukkan kemarahan orang menggertakan gigi, senyum dengan sentuhan
lembut menunjukkan kasih sayang, dan banyak ungkapan nonverbal digunakan
dalam berkomunikasi.
2.1.3.1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal ialah komunikasi yang dilakukan secara lisan melalui
suatu percakapan. Pihak - pihak yang terlibat dalam suatu komunitas, organisasi
atau perusahaan tidak pernah lepas dari aktivitas komunikasi verbal.
Dalam komunikasi verbal, bahasa dan ide atau pemikiran yang diungkapkan
berjalan sejajar. Pada waktu berbicara digunakan kata - kata untuk menyatakan
51
ide atau gagasan. Selama berbicara gaya bicara perlu disesuaikan sengan situasi,
pesan, dan lawan bicara.
Gaya bicara yang buruk menurunkan minat pendengar. Bisa saja seseorang
mempunyai gagasan yang baik untuk menjual suatu produk, tetapi jika dalam
berbicara menggunakan kata - kata yang rumit, bertele - tele dan sukar untuk
dipahami, akan kehilangan keefektifan bicara sehingga sasaran yang dimaksud
tidak tercapai.
2.1.3.2. Komunikasi Nonverbal
Kata nonverbal mengacu pada komunikasi tanpa kata seperti sikap, gerakan
tubuh, gerak isyarat, dan ekspresi wajah. Gaya dan cara duduk serta ekspresi
wajah lawan bicara pada waktu menyampaikan pesan kepada orang lain dapat
dijadikan ukuran sikapnya terhadap pesan yang disampaikan tersebut. Lebih jauh
komunikasi nonverbal meliputi sinyal - sinyal sebagai berikut:
Jabat tangan
Sikap tubuh
Ekspresi wajah
Penampilan fisik
Nada suara
Potongan rambut
Pakaian
Sinar mata
Senyuman
Jarak fisik dengan orang lain
52
Cara atau sikap mendengarkan
Rasa percaya diri
Irama nafas
Cara bergerak
Sikap berdiri
Cara menyentuh atau menggamit
Gerak isyarat
2.2. Tinjauan Tentang Komunikasi Massa
2.2.1. Definisi Komunikasi Massa
Dalam percakapan sehari - hari orang cenderung mengartikan komunikasi
massa sama dengan alat atau benda - benda fisik yang berfungsi sebagai media
massa seperti radio, televisi, film, surat kabar, dan sebagainya. Padahal tidak
demikian sebenarnya. Komunikasi massa diartikan suatu proses penyampaian
informasi atau pesan - pesan yang ditujukan kepada khalayak massa dengan
karakteristik yang tertentu. Sedangkan media massa merupakan salah satu
komponen atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya proses yang
dimaksud.
Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner
yang dikutip oleh Rakhmat yakni, “Komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass
communication is messages communicated through a mass medium to a large
number of people)”. (Rakhmat, 2003: 188)
53
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus
menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada
khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh
ribuan bahkan puluhan ribu orang. Jika tidak menggunakan media massa, maka
itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa
adalah radio siaran dan televisi keduanya dikenal sebagai media elektronik, surat
kabar dan majalah keduanya disebut sebagai media cetak, serta media film. Film
sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop.
Sedangkan menurut Gerbner (1967) yang dikutip Rakhmat, "Mass
communication is the tehnologically and institutionally based production and
distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in
industrial societies". (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang
berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling
luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). (Rakhmat, 2003: 188)
Dilihat dari definisi Gerbner, tergambar bahwa komunikasi massa itu
menghasilkan suatu produk berupa pesan - pesan komunikasi. Produk tersebut
disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus - menerus dalam
jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwimingguan atau bulanan.
Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan
harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga
komunikasi massa akan banyak, dilakukan oleh masyarakat industri.
Dalam definisi Meletzke, “Komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk
komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media
54
penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang
tersebar” (Rakhmat, 2003:
188). Istilah tersebar menunjukkan bahwa
komunikan sebagai pihak penerima pesan tidak berada di satu tempat, tetapi
tersebar di berbagai tempat.
Definisi komunikasi massa menurut Freidson dalam Rakhmat dibedakan
dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa:
“Komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai
kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus
populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya
alat - alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat
mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan
masyarakat”. (Rakhmat, 2003: 188)
Bagi Freidson, khalayak yang banyak dan tersebar itu dinyatakan dengan
istilah sejumlah populasi, dan populasi tersebut merupakan representasi dari
berbagai lapisan masyarakat. Artinya pesan tidak hanya ditujukan untuk
sekelompok orang tertentu, melainkan untuk semua orang. Hal ini sesungguhnya
sama dengan istilah terbuka dari Meletzke. Freidson dapat menunjukkan ciri
komunikasi massa yang lain yaitu adanya unsur keserempakan penerimaan pesan
oleh komunikan, pesan dapat mencapai pada saat yang sama kepada semua
orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Sementara Wright dalam Rakhmat mengemukakan definisinya sebagai
berikut:
"This new form can be distinguished from older types by the following major
characteristics: it is directed toward relatively large, heterogenous, and
anonymous audiences; messages are transmitted publicly, often-times to reach
most audience members simultaneously, and are transient in character; the
communicator tends to be, or to operate within, a complex organization that
may involve great expense". (Rakhmat, 2003: 189)
55
Berdasarkan definisi tersebut menurut Wright, bentuk baru komunikasi dapat
dibedakan dari corak - corak yang lama karena memiliki karakteristik utama
sebagai berikut : diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen dan
anonim; pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai
kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung
berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya
besar. Definisi Wright mengemukakan karakteristik komunikan secara khusus,
yakni anonim dan heterogen. la juga menyebutkan pesan diterima komunikan
secara serentak (simultan) pada waktu yang sama, serta sekilas (khusus untuk
media elektronik, seperti radio siaran dan televisi).
Seperti halnya Gerbner yang mengemukakan bahwa komunikasi massa itu
akan melibatkan lembaga, maka Wright secara khusus mengemukakan bahwa
komunikator bergerak dalam organisasi yang kompleks. Organisasi yang
kompleks itu menyangkut berbagai pihak yang terlibat dalam proses komunikasi
massa, mulai dari menyusun pesan sampai pesan diterima oleh komunikan.
Misalnya, bila pesan disampaikan melalui media cetak (majalah dan surat kabar),
maka pihak yang terlibat diantaranya adalah pemimpin redaksi, editor, layout
man, editor, korektor. Sedangkan bila pesan disampaikan melalui media
elektronik radio siaran, maka pihak yang terlibat diantaranya adalah penyiar dan
operator. Bila pesan disampaikan melalui media televisi, maka pihak yang terlibat
akan lebih banyak lagi, seperti camera man, floor man, lighting man, pengarah
acara, sutradara, operator dan petugas audio. Penggunaan seperangkat alat
56
teknologi dengan sendirinya menyebabkan komunikasi massa itu membutuhkan
biaya relatif besar.
Kompleksnya komunikasi massa dikemukakan oleh Severin & Tankard Jr.,
(1992: 3), dalam bukunya Communication Theories: Origins, Methods, And Uses
In The Mass Media yang definisinya diterjemahkan oleh Effendy sebagai berikut:
"Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan sebagian
ilmu. la adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan
kamera televisi, mengoperasikan tape recorder atau mencatat ketika
berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi,
mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah atau menampilkan
teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. la adalah ilmu dalam
pengertian bahwa ia meliputi prinsip - prinsip tertentu tentang bagaimana
berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan
untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik".
Definisi komunikasi massa dari Severin & Tankard begitu jelas karena
disertai dengan contoh penerapannya. Ahli komunikasi lainnya, Joseph A.
DeVito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan
penjelasan tentang pengertian massa serta tentang media yang digunakannya. la
mengemukakan definisinya dalam dua item, yakni:
"Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa
khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton
televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak
sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi
yang disalurkan oleh pemancar - pemancar yang audio dan/atau visual.
Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio siaran, surat kabar, majalah
dan film". (Effendy, 1986: 26)
57
Rakhmat merangkum definisi - definisi komunikasi massa tersebut menjadi:
"Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat”. (Rakhmat, 2003: 189)
2.2.2. Karakteristik Komunikasi Massa
Karakteristik komunikasi massa meliputi hal - hal berikut ini:
1. Komunikator Terlembagakan
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni
suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga
atau dalam bahasa asing disebut institutionalized communicator atau
organized communicator.
2. Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok tertentu.
Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan momunikasi
dapat berupa fakta , peristiwa atau opini.
3. Komunikannya Anonim dan Heterogen
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan
(anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka.
Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena
terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat
dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat ekonomi.
58
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan
Jumlah sasaran khalayak atau komunikan relatif banyak dan tidak terbatas,
bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak
pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.
Effendy (1981) mengartikan keserempakan media massa itu sebagai
keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang
jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada
dalam keadaan terpisah.
5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai
dimensi isi dan dimensi hubungan (Mulyana, 2000: 99). Dimensi isi
menunjukkan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan,
sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya,
yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu.
Pada komunikasi antarpersona yang diutamakan adalah unsur hubungan.
Semakin saling mengenal antarpelaku komunikasi, maka komunikasinya
semakin efektif. Sedangkan dalam konteks komunikasi massa, komunikator
tidak harus selalu kenal dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang
penting, bagaimana seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis,
baik, sesuai dengan jenis medianya agar komunikannya bisa memahami isi
pesan tersebut.
59
6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak
dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan,
komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantaranya keduanya tidak
dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi
antarpesona. Dengan kata lain, komunikasi massa bersifat satu arah.
7. Stimulasi Alat Indra ”Terbatas”
Dalam komunikasi massa stimulasi alat indra bergantung pada jenis media
massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio
siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada
media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan
pendengaran.
8. Umpan Balik Tertunda (Delayed)
Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback (umpan balik)
yang disampaikan oleh komunikan. Dalam proses komuniaksi massa, umpan
balik bersifat tidak langsung (indirect) dan tertunda (delayed). Artinya,
komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui
bagaimana
reaksi
khalayak
terhadap
pesan
yang
disampaikannya.
Tanggapan khalayak bisa diterima lewat telepon, email, atau surat pembaca.
Proses penyampaian feedback lewat telepon, email bersifat indirect.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menggunakan telepon, menulis
surat pembaca, mengirim email itu menunjukkan bahwa feedback
komunikasi massa bersifat tertunda (delayed).
60
2.2.3. Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (2001) terdiri dari surveillance
(pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of
values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).
1.
Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama:
(a). warning or beware surveillance (pengawasan - peringatan);
(b). instrumental surveillance (pengawasan - instrumental).
Fungsi
pengawasan
peringatan
terjadi
ketika
media
massa
menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya
gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau
adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat
menjadi ancaman. Sebuah stasiun televisi mengelola program untuk
menayangkan sebuah peringatan atau menayangkannya dalam jangka
panjang. Sebuah surat kabar memuat secara berseri, bahaya polusi
udara dan pengangguran. Kendati banyak informasi yang menjadi
peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh
media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman itu.
Fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran
informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak
dalam kehidupan sehari - hari. Berita tentang film apa yang sedang
dimainkan di bioskop, bagaimana harga - harga saham di bursa efek,
61
produk - produk baru, ide - ide tentang mode, resep masakan dan
sebagainya adalah contoh - contoh pengawasan instrumental.
2. Interpretation (Penafsiran)
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media
massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian - kejadian penting. Organisasi atau
industri media memilih dan memutuskan peristiwa - peristiwa yang
dimuat atau ditayangkan.
Contoh nyata penafsiran media dapat dilihat pada halaman tajuk
rencana (editorial) surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan
opini yang ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi
perspektif (sudut pandang) terhadap berita yang disajikan pada
halaman lainnya.
Tujuan penafsiran ini adalah media ingin mengajak para pembaca atau
pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut
dalam komunikasi antarpersona atau komunikasi kelompok.
3. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan
minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai - Nilai)
Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut
sosialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana
62
individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang
mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca.
Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka
bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media
mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk
menirunya.
5. Entertainment (Hiburan)
Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media
menjalankan fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang
mengutamakan sajian hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran
televisi setiap hari merupakan tayangan hiburan. Begitu pun radio
siaran, siarannya banyak memuat acara hiburan. Memang ada beberapa
stasiun televisi dan radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan
berita. Demikian pula halnya dengan majalah.
Melalui berbagai macam program acara yang ditayangkan televisi,
khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya. Melalui
berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati
hiburan. Sementara surat kabar dapat melakukan hal tersebut dengan
memuat cerpen, komik, teka - teki silang (TTS), dan berita yang
mengandung human interest (sentuhan manusiawi).
63
2.2.4. Komponen Komunikasi Massa
Hiebert, Ungurait, dan Bohn, yang sering kita singkat menjadi HUB (1975),
mengemukakan
komponen
-
komponen
komunikasi
massa
meliputi:
communicators, codes and contents, gatekeepers, the media, regulators, filters,
audiences, dan feedback.
1. Communicator (Komunikator)
Proses komunikasi massa diwakili oleh komunikator (communicator).
Pada media elektronik, komunikatornya adalah para pengisi program,
pemasok program (rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor,
presenter, personel teknik, perusahaan periklanan, dll. (Hiebert, Ungurait,
Bohn, 1974: 78)
Aristoteles menyebut karakter komunikator sebagai ethos. Ethos
komunikator terdiri dari good will (maksud yang baik), good sense
(pikiran yang baik), dan good moral character (karakter yang baik). Ethos
ditujukan untuk proses komunikasi persuasi, dimana efek dari komunikasi
itu adalah untuk mengubah perilaku.
2. Codes and Content
Codes adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan
komunikasi, misalnya: kata - kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film
(moving pictures). Dalam komunikasi massa, codes dan content
berinteraksi sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda,
dapat memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun content - nya
sama.
64
3. Gatekeeper
Gatekeeper seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
penjaga gawang. Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian
apakah suatu informasi penting atau tidak. Ia menaikkan berita yang
penting dan menghapus informasi yang tidak memiliki nilai berita.
(Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975: 109)
4. Regulator
Peran regulator hampir sama dengan gatekeeper, namun regulator bekerja
di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator bisa
menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tapi ia tidak
dapat menambah atau memulai suatu informasi, dan bentuknya lebih
seperti sensor.
5. Media
Media massa terdiri dari: (1). Media cetak, yaitu surat kabar dan majalah;
(2). Media elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan media online
(internet)
6. Audience (Audiens)
Marshall McLuhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi
massa
yang
secara
konstan
dibombardir
oleh
media.
Media
mendistribusikan informasi yang merasuk pada masing - masing individu.
Audience hampir tidak bisa menghindar dari media massa, sehingga
beberapa individu menjadi anggota audiences yang besar, yang menerima
ribuan pesan media massa.
65
7. Filter
Audiens media massa jumlahnya banyak, tersebar, dan heterogen,
(berbeda usia, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial, tingkat
penghasilan, pekerjaan, dan lain - lain). Sudah tentu masing - masing
audiens mempunyai lingkup pengalaman (field of experience) dan
kerangka acuan (frame of reference) yang bebeda - beda, sehingga
pemaknaan terhadap pesan pun berbeda, sehingga mereka akan merespon
pesan secara berbeda pula.
8. Feedback (Umpan Balik)
Komunikasi adalah proses dua arah antara pengirim dan penerima pesan.
Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens tidak mengirimkan
respons atau tanggapan kepada komunikator terhadap pesan yang
disampaikan. Respons atau tanggapan ini disebut feedback.
2.2.5. Efek Komunikasi Massa
Steven M. Chaffee, ada lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda
fisik, yaitu: efek ekonomis, efek soosial, efek pada penjadwalan kegiatan, efek
penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang
terhadap media.
a. Efek Ekonomi
Kehadiran
media
massa
di
tengah
kehidupan
manusia
dapat
menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa
media massa.
66
b. Efek Sosial
Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial
sebagai akibat dari kehadiran media massa. Sebagai contoh, misalnya
kehadiran televisi dapat meningkatkan status sosial dari pemiliknya.
c. Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari
Adanya penjadwalan ulang kegiatan sehari - hari setelah hadirnya acara
tertentu.
d. Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman
Orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya
dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman, misalnya
untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa, dan
sebagainya.
e. Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu
Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilagkan perasaan tidak
nyaman pada diri seseorang, tetapi dapat juga menumbuhkan perasaan
tertentu. Terkadang, seseorang akan mempunyai perasaan positif atau
negatif terhadap media tertentu.
2.3. Tinjauan Tentang Televisi
2.3.1 Televisi Sebagai Bentuk Media Massa
Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai
eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar
penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz,
67
serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William
Jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar
melalui kabel (Heibert, Ungrait, Bohn, 1975: 283). Televisi sebagai pesawat
transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode mekanikal
dari Jefkins. Pada tahun 1928 General Company mulai menyelenggarakan
acara siaran televisi secara reguler. Pada tahun 1939 Presiden Franklin
D.Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial di
Amerika dimulai pada 1 September 1940.
Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui
pertumbuhan televisi kabel. Transmisi program televisi kabel menjangkau
seluruh pelosok negeri dengan bantuan satelit dan diterima langsung pada layar
televisi di rumah dengan menggunakan wire atau microwave (wireless cables)
yang membuka tainbahan saluran televisi bagi pemirsa. Televisi tambah marak
lagi setelah dikembangkannya Direct Broadcsat Satellite (DBS). Menurut
catatan Agee, et. al seperti yang dikutip Ardianto dalam bukunya “Komunikasi
Massa Suatu Pengantar” :
“Siaran percobaan televisi di Amerika Serikat dimulai pada tahun 1920- an.
Para ilmuwan terus mengembangkan teknologi komunikasi dalam bentuk
televisi ini. Antara tahun 1890 dan 1920, sekelompok ilmuwan Inggris,
Prancis, Rusia dan Jerman menyarankan pengembangan teknik - teknik
transmisi gambar televisi. John L. Baird, sebagai penemu dari Skotlandia,
memeragakan pertama kali teknologi gambar hidup televisi di London tahun
1926. Sejak itu televisi dapat menayangkan gambar - gambar hidup seperti
film layar lebar. Sementara itu, The English Derby membuat movie house
(film televisi) pada tahun 1923. British Broadcast Corporation (BBC)
merupakan televisi siaran yang pertama di dunia yang membuat jadwal
televisi secara teratur pada 2 November 1936”. (Ardianto, 2007: 134)
68
Tahun 1948 merupakan tahun penting dalam dunia pertelevisian, dengan
adanya perubahan dari televisi eksperimen ke televisi komersial di Amerika.
Karena perkembangan televisi yang sangat cepat, dari waktu ke waktu media ini
memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari - hari.
“Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling
berpengaruh pada kehidupan manusia. 99% orang Amerika memiliki televisi
di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita dan iklan.
Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam
sehari”. (Agee, et. al. 2001: 279)
Secara bertahap, layar televisi berkembang dari diagonal 7 inci kemudian 12,
17, 21, 24, sampai 39 inci. Penonton televisi kini lebih selektif. Jam tayang
televisi bertambah. Penerimaan programnya mengalami peningkatan dari waktu
ke waktu. Sistem penyampaian program lebih berkembang lagi.
2.3.2. Siaran Televisi di Indonesia
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal
24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta
Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi
Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun
(station call) hingga sekarang (Effendy, 1993: 54). Selama tahun 1962-1963
TVRI berada di udara rata - rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.
“Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang
tersebar di berbagai wilayah agar dapat menerima siaran televisi, maka pada
tanggal 16 Agustus 1976, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan satelit
Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi. Dalam perkembangannya,
satelit Palapa A sebagai generasi pertama diganti dengan Palapa A2,
selanjutnya satelit Palapa B. Palapa B2, B2P, B2R dan Palapa B4 diluncurkan
tahun 1992”. (Effendy, 1993: 60 - 61)
69
TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini
siarannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia yang
berjumlah sekira 210 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi
siaran lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCT1) yang bersifat
komersial. Secara berturut - turut berdiri stasiun televisi, Surya Citra Televisi
(SCM), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar,
TV7, Lativi, Metro TV, Trans TV, Global TV, dan televisi - televisi daerah seperti :
Bandung TV, JakTV, Bali TV, dan lain - lain.
2.3.3. Fungsi Televisi
Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan
radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk.
Dalam teori media dan masyarakat massa (Barran & Davis, 2000: 48) dikatakan
bahwa media memiliki sejumlah asumsi untuk membentuk masyarakat, yakni:
1. Media massa (tak terkecuali penyiaran) memiliki efek yang berbahaya
sekaligus menular bagi masyarakat. Untuk meminimalisir efek ini di
Eropa pada masa 1920-an, penyiaran dikendalikan oleh pemerintah,
walaupun ternyata kebijakan dikendalikan oleh pemerintah, walaupun
ternyata kebijakan ini justru berdampak buruk di Jerman dengan
digunakannya penyiaran propaganda Nazi.
2. Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pola pikir rata rata audiensnya. Bahkan pada asumsi berikutnya dalam teori ini
dikatakan bahwa ketika pola pikir seseorang sudah terpengaruh oleh
media, maka semakin lama pengaruh tersebut semakin besar.
70
3. Rata - rata orang yang terpengaruh oleh media, dikarenakan ia mengalami
keterputusan dengan institusi sosial yang sebelumnya justru melindungi
dari efek negatif media. Relevan dengan hal tersebut John Dewey,
seorang pemikir pendidikan, misalnya pernah berkata bahwa efek negatif
media dapat disaring melalui pendidikan.
2.3.4. Karakteristik dan Faktor - Faktor yang Perlu Di Perhatikan
Pada Televisi
Ditinjau dari stimulasi alat indra, dalam radio siaran, surat kabar dan majalah
hanya satu alat indra yang mendapat stimulus. Radio siaran dengan indra
pendengaran, surat kabar dan majalah dengan indra penglihatan.
a. Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat
(audiovisual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar
yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting
daripada kata - kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis.
Betapa menjengkelkan bila acara televisi hanya terlihat gambarnya tanpa
suara, atau suara tanpa gambar.
b. Berpikir dalam Gambar
Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah
pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara
ia harus berpikir dalam gambar (think in picture). Begitu pula bagi
seorang komunikator yang akan menyampaikan informasi, pendidikan
71
atau persuasi, sebaiknya ia dapat melakukan berpikir dalam gambar.
Sekalipun ia tidak membuat naskah, ia dapat menyampaikan keinginannya
kepada pengarah acara tentang penggambaran atau visualisasi dari acara
tersebut.
Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar yaitu:
“Pertama, adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara
individual. Dalam proses visualisasi, pengarah acara harus berusaha
menunjukkan objek - objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan
menyajikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna.
Objek tersebut bisa manusia, benda, kegiatan dan lain sebagainya.
Tahap kedua dari proses berpikir dalam gambar adalah penggambaran
(picturization), yakni kegiatan merangkai gambar - gambar individual
sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna
tertentu”. (Effendy, 1993: 96)
c. Pengoperasian Lebih Kompleks
Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih
kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan
acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembaca berita saja
dapat melibatkan 10 orang.
Mereka terdiri dari produser, pengarah
acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemadu gambar, dua atau tiga
juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain - lain.
Bila menyangkut acara drama musik yang lokasinya di luar studio, akan
lebih banyak lagi melibatkan orang kerabat kerja televisi (crew).
72
Sedangkan faktor - faktor yang perlu diperhatikan itu adalah pemirsa, waktu,
durasi, dan metode penyajian.
a. Pemirsa
Dalam setiap bentuk komunikasi, melalui media apapun, komunikator
akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun
untuk komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor
pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam hal ini komunikator harus
memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang termasuk kategori anak
anak, remaja, dewasa maupun orang tua; kebiasaan waktu bekerja dengan
kebiasaan ibu rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan materi pesan dan
jam penayangan. Kebiasaan dan minat tiap kategori kelompok pemirsa,
biasanya dapat diketahui, melalui hasil survei, baik yang dilakukan oleh
stasiun televisi yang bersangkutan, maupun yang dilakukan oleh lembaga
lain. Jadi, setiap acara yang ditayangkan benar - benar berdasarkan
kebutuhan pemirsa, bukan acara yang dijejalkan begitu saja.
b. Waktu
Setelah komunikator mengetahui minat dan kebiasaan tiap kategori
pemirsa, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan waktu penayangan
dengan minat dan kebiasaan pemirsa. Faktor waktu menjadi bahan
pertimbangan, agar setiap acara dapat ditayangkan secara proporsional dan
dapat diterima oleh khalayak sasaran.
73
c. Durasi
Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap
tayangan acara. Durasi masing - masing acara disesuaikan dengan jenis
acara dan tuntutan skrip atau naskah. Yang penting dengan durasi
tertentu, tujuan acara tercapai. Suatu acara tidak mencapai sasaran karena
durasi terlalu singkat atau terlalu lama.
d. Metode Penyajian
Telah kita ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada
umumnya adalah untuk menghibur, selanjutnya adalah informasi. Tetapi
tidak berarti fungsi mendidik dan membujuk diabaikan. Fungsi
nonhiburan dan noninformasi harus tetap karena sama pentingnya bagi
keperluan kedua pihak, komunikator dan komunikan. Masalahnya
sekarang adalah bagaimana cara agar fungsi mendidik dan membujuk
tetap ada, namun diminati pemirsa. Caranya adalah dengan mengemas
pesan sedemikian rupa, menggunakan metode penyajian tertentu dimana
pesan nonhiburan dapat mengundang unsur hiburan.
2.4. Tinjauan Tentang Musik
2.4.1. Sekilas Tentang Program Musik
Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang
jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja
bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik
74
dan disukai audiens, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum,
dan peraturan yang berlaku. Seperti halnya dengan program musik.
Definisi program menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dikeluarkan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Balai
Pustaka,
menyatakan:
”Rancangan mengenai asas - asas serta usaha - usaha yang akan dijalankan”.
(KBBI, 1991: 789)
Program musik dapat ditampilkan dalam dua format, yaitu video klip atau
konser. Program musik berupa konser dapat dilakukan di lapangan (outdoor)
ataupun di dalam studio (indoor). Program musik di televisi saat ini sangat
ditentukan dengan kemampuan artis menarik audiens. Tidak saja dari kualitas
suara namun juga berdasarkan bagaimana mengemas penampilannya agar menjadi
lebih menarik.
Seperti yang dikatakan Vane-Gross, yang dikutip oleh Morissan, M.A.
dalam bukunya “Manajemen Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio &
Televisi”, yaitu:
The programmer who wish to present music shows would do well to be
cautious. They should select an artist with wide demographic appeal, supply
as much visual support as possible, and not let a sequence go too long.
(Programmer yang ingin menyajikan pertunjukan musik haruslah cermat.
Mereka harus memilih artis yang memiliki daya tarik demografis yang luas,
menyajikan sebanyak mungkin dukungan visual, dan tidak membiarkan satu
gambar ditampilkan terlalu lama). (Morissan, 2009: 219)
Dengan demikian, menurut Vane-Gross, programmer yang ingin menyajikan
acara musik harus mempertimbangkan beberapa hal agar acara itu bisa
mendapatkan sebanyak mungkin audiens, yaitu :
75
1. Pemilihan artis yang memiliki daya tarik demografis yang besar, misalnya
artis yang memiliki banyak penggemar pria atau artis yang banyak
digandrungi para wanita, kelompok remaja (ABG), kalangan orang tua.
2. Pengambilan gambar yang menarik secara visual. Televisi harus
menampilkan
sebanyak
mungkin
gambar
pendukung
dan
tidak
membiarkan suatu pengambilan gambar (sekuen) yang terlalu lama.
Mengambil gambar artis yang tengah menyanyi tidak sama dengan
mewawancarai si artis. Dalam shooting musik, maka gambar harus
berganti - ganti secara dinamis.
2.4.2. Sekilas Tentang Acuan Dasar Untuk Acara Televisi
Lima acuan dasar di bawah ini merupakan hal yang sangat penting didalam
merencanakan, memproduksi dan menyiarkan suatu acara bagaimanapun sifat dan
bentuknya. Dikutip dari Endang Suryana dalam “Peranan Produser Dalam Tata
Laksana Produksi Televisi” (2007), kelima acuan ini satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan bahkan akan saling terkait. Dengan demikian apabila salah
satu dari ke lima acuan tersebut tidak ada maka suatu stasiun penyiaran tidak
mungkin melakukan kegiatannya. Kelima acuan tersebut adalah :
1. Gagasan / Idea
Semua acara televisi baik dari bentuk yang paling sederhana hingga
yang paling kompleks sekalipun selalu didahului timbulnya sebuah ide
atau gagasan yang dapat lahir dari dalam ataupun luar lingkup kerja
kerja.
76
Ide merupakan buah fikiran dari seorang perencana acara dalam hal ini
produser, sesuai dengan teori komunikasi ide merupakan rencana
pesan yang akan disampaikan kepada khalayak penonton/audiens
melalui medium televisi dengan maksud dan tujuan tertentu, karena itu
sewaktu akan menuangkan ide dalam bentuk. sebuah naskah maka
harus selalu memperhatikan faktor penonton/audiens agar apa yang
akan disajikan dalam bentuk acara siaran dapat mencapai sasarannya.
2. Pengisi Acara / Perfomer
Pengisi acara siaran dapat berupa seorang pembaca berita, artis,
cendekiawan, pollitikus atau siapapun yang menjadi bahan untuk
mengisi acara siaran pada sebuah kegiatan produksi acara televisi.
3. Peralatan / Equipment
Betapapun
kecilnya
suatu
studio
(stasiun
penyiaran)
pasti
dilengkapi dengan berbagai peralatan, seperti misalnya perangkat
kamera elektronik dengan penyangganya, lampu - lampu dengan
berbagai karakteristik yang diperuntukan agar dapat menghasilkan
gambar yang baik dan berkualitas, demikian pula peralatan audio
hingga kelengkapan sistem komunikasi yang menghubungkan
tempat - tempat operasional dalam menunjang pelaksanaan produksi
acara televisi.
Dalam rangka upaya pelayanan terhadap masyarakat penontonnya
maka segala peralatan yang ada akan selalu mengalami peningkatan
sejalan dengan perkembangan teknologi.
77
4. Kelompok Kerja Produksi / Crew
Kelompok kerja produksi ini merupakan satuan kerja yang akan
menangani
kegiatan produksi acara secara bersama sampai hasil
karyanya layak untuk disiarkan. Meskipun bekerja di bidang tugas
yang berbeda tetapi semuanya hanya mempunyai satu tujuan yakni
menghasilkan karya produksi yang nantinya akan digunakan sebagai
acara siaran dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
5. Penonton / audience
Penonton/audien dapat digolongkan berdasarkan tingkat ekonomi,
pendidikan, usia, jenis kelamin hingga letak geografisnya, hal ini akan
menjadi pertimbangan dalam pembuatan suatu rancangan acara yang
akan diproduksi.
Bahkan pada masa sekarang ini tidak sedikit acara televisi baru dibuat
berdasarkan dari riset audien yang telah dilakukan sebelumnya, artinya
bahwa pemirsa televisi hampir dapat dikatakan sebagai faktor utama
dalam pembuatan suatu acrara terlebih lagi apabila dikaitkan dengan
kepentingan bisnis (marketable).
2.5. Tinjauan Tentang Pengaruh
Definisi pengaruh menurut De Fleur sebagaimana dikutip oleh Hafield
Cangara dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” yaitu, ”Pengaruh atau
efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh
penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada
78
pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang”. (De Fleur, 1982, dalam
Cangara, 2008: 26 - 27)
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai
Pustaka
mendefinisikan, ”Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari
sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau
perbuatan seseorang”. (Depdikbud, 1991: 747)
Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses
komunikasi, pengaruh merupakan salah satu unsur yang sangat penting
keberadaannya. Siapapun baik seseorang atau orang yang dilembagakan
bermaksud untuk memberikan pengaruh kepada lawan bicara atau komunikan
melalui pesan yang ia sampaikan.
Komunikasi
yang
memberikan
pengaruh
dikatakan
berhasil
apabila
komunikan berubah, baik dari persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap sesuai yang
diharapkan oleh komunikator. Jika sudah terjadi proses seperti itu maka dapat
dikatakan komunikasi telah berhasil.
2.6. Tinjauan Tentang Daya Tarik
Menurut Morissan, M.A. dalam bukunya “Manajemen Media Penyiaran,
Strategi Mengelola Radio & Televisi“ yang dikutip dari Vane-Gross (1994) :
“Menentukan jenis program berarti menentukan atau memilih daya tarik
(appeal) dari suatu program. Adapun yang dimaksud dengan daya tarik disini
adalah ”bagaimana suatu program mampu menarik audiensnya”. Menurut
Vane-Gross : ”the programmers must select the appeal through which the
audience will be reached” (programmer harus memilih daya tarik yang
merupakan cara untuk meraih audiens)”. (Morrisan, 2009: 208)
79
Sedangkan menurut keterangan Onong Uchjana Effendi yang ditulis dalam
kamus komunikasi dijelaskan, ” Daya tarik adalah kekuatan atau penampilan
komunikator dalam memikat perhatian, sehingga seseorang mampu untuk
mengungkapkan kembali pesan yang ia peroleh dari media komunikasi”.
(Effendy, 1989: 18)
Drs.
Moh.
As’ad,
S.U.,Psi.
dalam
bukunya
“Psikologi
Industri”,
mengemukakan bahwa, ”Daya tarik adalah sikap yang membuat orang senang
akan objek situasi atau ide – ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan
kecenderungan untuk mencari objek yang disenanginya itu”. (As’ad, 1992: 89)
Dengan demikian program musik Dahsyat merupakan stimulus yang harus
menampilkan daya tarik tertentu, yaitu baik dari kekuatan, penampilan
komunikator, pesan, maupun medianya sehingga dapat mempengaruhi citra PT
Rajawali Citra Televisi Indonesia atau yang lebih dikenal RCTI di kalangan
penonton.
2.7. Tinjauan Tentang Citra
2.7.1. Definisi Citra
Kini banyak sekali perusahaan atau organisasi dan orang-orang yang
mengelolanya sangat sensitif menghadapi publik - publik mereka yang kritis.
Dalam satu penelitian terhadap seratus top eksekutif, lebih dari 50%
menganggap "penting sekali untuk memelihara publik yang baik". Sekarang ini
banyak sekali perusahaan atau organisasi memahami sekali perlunya memberi
perhatian yang cukup untuk membangun suatu citra yang menguntungkan bagi
80
suatu perusahaan tidak hanya dengan melepaskan diri terhadap terbentuknya
suatu kesan publik negatif. Dengan perkataan lain, citra perusahaan adalah
fragile commodity (komoditas yang rapuh/ mudah pecah). Namun, kebanyakan
perusahaan juga meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial,
sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang (Seitel, 1992: 193).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata
benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki /orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau
bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan
merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi.
“Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan
pengertiannya tentang fakta - fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra
seseorang terhadap suatu obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap
obyek tersebut. Solomon, dalam Rakhmat, menyatakan semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang
kita miliki. Tidak akan ada teori sikap atau aksi sosial yang tidak
didasarkan pada penyelidikan tentang dasar - dasar kognitif. Efek kognitif
dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra
seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung
menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita
mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan”. (Danasaputra, 1995: 34
- 35)
Sementara itu pendapat lain mengatakan bahwa :
“Citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan,
seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan
mempunyai citra. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah
orang yang
memandangnya. Sebagai citra perusahaan datang dari
pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan,
pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di
sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan”.
(Katz, 1994: 67 - 68)
81
Frank Jefkins, dalam bukunya Publik Relations Technique, menyimpulkan
bahwa secara umum, citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu
tentang
sesuatu
yang
muncul
sebagai
hasil
dari
pengetahuan
dan
pengalamannya. Dalam buku Essential of Public Relations, Jefkins menyebut
bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan
pengertian seseorang tentang fakta - fakta atau kenyataan. Jalaluddin
Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan bahwa citra
adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas,
citra
adalah
dunia
menurut
persepsi.
Solomon,
dalam
Rakhmat,
mengemukakan sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita
tentang orang atau obyek tersebut. (Danasaputra, 1995: 33)
Ada banyak citra perusahaan, misalnya: siap membantu, inovatif, sangat
memperhatikan karyawannya, bervariasi dalam produk, dan tepat dalam
pengiriman. Tugas perusahaan dalam rangka membentuk citranya adalah
dengan mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata
masyarakat, ujar Katz perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan;
kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi.
Pentingnya penelitian citra, ungkap H. Frazier Moore, dalam Danasaputra,
penelitian citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan dalam pikiran
publik dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah
organisasi, bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka
sukai dan tidak sukai tentang organisasi tersebut. Penelitian citra memberi
informasi untuk mengevaluasi kebijaksanaan, memperbaiki kesalahpahaman,
82
menentukan daya tarik hubungan masyarakat, dan meningkatkan citra hubungan
masyarakat dalam pikiran publik.
Menurut William V. Haney dalam Danasaputra, pentingnya penelitian
mencakup: 1) memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindakan
lembaga/organisasi perusahaan; 2) mempermudah usaha kerjasama dengan
publik; 3) memelihara hubungan yang ada.
Dengan melakukan penelitian citra, perusahaan dapat mengetahui secara pasti
sikap publik terhadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini,
perusahaan juga dapat mengetahui apa - apa yang disukai dan tidak disukai publik
tentang perusahaan, dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah langkah yang tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya. (Danasaputra,
1995: 40)
2.7.2. Jenis - Jenis Citra
Frank Jefkins, dalam bukunya Public Relations (1984) dan buku lainnya
Essential of Public Relations (1998) mengemukakan jenis - jenis citra antara lain:
1. The mirror image (cerminan citra), yaitu bagaimana dugaan (citra)
manajemen terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaannya.
2. The current image (citra masih hangat), yaitu citra yang terdapat pada
publik eksternal, yang berdasarkan pengalaman atau menyangkut
miskinnya informasi dan pemahaman publik eksternal. Citra ini bisa saja
bertentangan dengan mirror image.
83
3. The wish image (citra yang diinginkan), yaitu manajemen menginginkan
pencapaian prestasi tertentu. Citra ini diaplikasikan untuk sesuatu yang
baru sebelum publik eksternal memperoleh informasi secara lengkap.
4. The multiple image (citra yang berlapis), yaitu sejumlah individu, kantor
cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat membentuk citra
tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh
organisasi atau perusahaan.
Download