tinjauan pustaka

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja
di perdesaan, pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) yang dilaksanakan oleh Kementan pada tahun 2008 dilakukan secara
terintegrasi dengan program PNPM-M. PUAP merupakan program partisipatif
Kementan. Pelaksanaan PUAP dalam
bentuk fasilitasi bantuan modal usaha
untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun
rumah tangga tani. PUAP diimplementasikan di 10.000 desa miskin atau
tertinggal di Indonesia. PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi
yang dimiliki dan dikelola oleh Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana
PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai
hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga
Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT).
Tujuan
dari program PUAP adalah: (a). Mengurangi kemiskinan dan
pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis
di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (b). Meningkatkan kemampuan
pelaku
usaha
agribisnis,
pengurus
Gapoktan,
penyuluh
dan
PMT;
(c). Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis; (d). Meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses
ke permodalan. Sasaran program PUAP yaitu: (a). Berkembangnya usaha
agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian
desa; (b). Berkembangnya sepuluh ribu Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan
dikelola oleh petani; (c). Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin,
petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (d).
Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian,
mingguan, maupun musiman.
8
Indikator keberhasilan output PUAP, antara lain: (a). Tersalurkannya dana
BLM PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota
Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan
(b). Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya
manusia pengelola Gapoktan, penyuluh pendamping dan PMT.
Indikator keberhasilan outcome antara lain: (a). Meningkatnya kemampuan
Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani
anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;
(b). Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang
mendapatkan bantuan modal usaha; (c). Meningkatnya aktivitas kegiatan
agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan; dan (d). Meningkatnya
pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani
dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.
Sedangkan Indikator benefit dan Impact antara lain: (a). Berkembangnya usaha
agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP;
(b). Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang
dimiliki dan dikelola oleh petani; dan (c). Berkurangnya jumlah petani miskin dan
pengangguran di perdesaan.
Prosedur penyaluran BLM-PUAP diatur sebagai berikut :
1. Satuan Kerja (Satker) Pusat Pembiayaan Pertanian menerbitkan Surat Perintah
Kerja (SPK) bermeterai Rp. 6.000, kepada Gapoktan.
2. Penyaluran dana BLM-PUAP dilakukan dengan mekanisme Pembayaran
Langsung (LS) ke rekening Gapoktan.
3. Satker Pusat Pembiayaan Pertanian mengajukan Surat Perintah Membayar
Langsung (SPM-LS) dengan lampiran:
a) Keputusan Menteri Pertanian tentang penetapan Gapoktan.
b) Berita Acara Pengukuhan GAPOKTAN oleh Bupati /Walikota.
c) Rekapitulasi RUB dengan mencantumkan :
1) Nama dan alamat lengkap Gapoktan yang menjadi sasaran PUAP.
2) Nomor rekening Gapoktan.
3) Nama dan alamat kantor cabang bank tempat Gapoktan membuka
rekening.
9
4) Rincian penggunaan dana BLM PUAP menurut usaha produktif.
5) Kuitansi harus ditandatangani Ketua Gapoktan dan diketahui atau
disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan meterai Rp.6.000.
4. Penyaluran dana BLM dari KPPN ke rekening Gapoktan melalui penerbitan
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) akan diatur lebih lanjut oleh
Departemen Keuangan.
Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) Pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan PUAP; 2) Optimalisasi potensi agribisnis di desa
miskin dan tertinggal; 3) Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah
tangga tani miskin kepada sumber permodalan; dan 4) Pendampingan Gapoktan.
Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh dalam rangka
pemberdayaan petani atau kelompok tani dalam melaksanakan PUAP.
PMT
adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut
oleh Kementan untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada penyuluh dan
pengelola Gapoktan dalam pengembangan PUAP. Pelaksana PUAP di tingkat
desa terdiri dari Gapoktan, penyuluh pendamping dan PMT. Gapoktan ditetapkan
atau dikukuhkan oleh Bupati/Walikota. Evaluasi pelaksanaan PUAP di tingkat
kabupaten atau kota dilaksanakan oleh Tim Teknis PUAP kabupaten atau kota.
Bila diperlukan, dapat membentuk kelompok kerja monitoring dan evaluasi
tingkat Kabupaten/Kota untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan
yang sedang berjalan dan evaluasi akhir. Untuk pelaporan sesuai dengan alur
pembinaan dan pengendalian PUAP, maka laporan disampaikan oleh Tim Teknis
kabupaten atau kota dan Tim Pembina Provinsi kepada Tim PUAP Pusat
(Kementan 2008). Berikut adalah tugas penyuluh pendamping dalam PUAP:
1. Melakukan identifikasi potensi desa atau kelurahan;
2. Mendampingi dan memfasilitasi Gapoktan dalam menyusun Rencana Usaha
bersama (RUB), Rencana Usaha Kelompok (RUK) dan Rencana Usaha
Anggota (RUA) sesuai dengan usaha unggulan desa;
3. Memfasilitasi Gapoktan dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang
usaha, permodalan dan sarana produksi;
4. Membimbing pelaksanaan kegiatan pengembangan usaha agribisnis Gapoktan;
10
5. Memotivasi anggota Gapoktan dalam pengembangan kegiatan
usaha
agribisnisnya;
6. Mendampingi dan memfasilitasi Gapoktan dalam membangun kemitraan
dengan pelaku usaha agribisnis;
7. Membantu memecahkan permasalahan Gapoktan dalam mengembangkan usaha
agribisnis;
8. Memfasilitasi pengembangan fungsi kelembagaan Gapoktan;
9. Memfasilitasi Gapoktan dalam penyusunan laporan.
Sedangkan tugas PMT adalah :
1. Melakukan supervisi dan advokasi proses penumbuhan kelembagaan ekonomi
perdesaan (unit usaha simpan – pinjam) melalui penyuluh pendamping;
2. Melaksanakan pertemuan reguler dengan penyuluh pendamping dan Gapoktan;
3. Melakukan verifikasi awal terhadap RUB dan dokumen administrasi lainnya;
4. Melaksanakan pengawalan pemanfaatan dana BLM PUAP yang dikelola oleh
Gapoktan;
5. Bersama dengan penyuluh yang telah mengikuti TOT melakukan pelatihan
kepada Gapoktan dan penyuluh pendamping;
6. Bersama dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota melaksanakan evaluasi
pelaksanaan PUAP tahun sebelumnya dan membuat laporan tentang
perkembangan pelaksanaan PUAP kepada Tim PUAP Pusat melalui Tim
Pembina Provinsi c.q Sekretariat PUAP Provinsi.
7. Mendorong kelembagaan ekonomi perdesaan (unit usaha simpan-pinjam) yang
telah berhasil menjadi lembaga keuangan mikro agribisnis.
Komunikasi
Berdasarkan
asal
katanya,
Gunter
Kieslich
(Mardikanto
2010)
mengemukakan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang
berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Bersamaan dengan itu, komunikasi
dapat disamakan dengan cummunis yang berarti milik atau berlaku di mana-mana
dan communis opinio memiliki arti pendapat umum atau pendapat mayoritas.
Dengan demikian, komunikasi dapat diartikan sebagai upaya menyampaikan
sesuatu (informasi) kepada masyarakat luas, agar diketahui dan menjadi milik
bersama. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses penyampaian informasi
11
atau ide-ide antar sesama warga masyarakat. Di dalam proses tersebut, tidak
hanya terjadi penyampaian informasi tetapi sekaligus pertukaran informasi,
pengetahuan, ide-ide dan perasaan.
Proses komunikasi tidak akan terhenti hanya pada penyampaian informasi,
tetapi akan terus berlanjut dengan adanya dialog, sehingga peluang terjadinya
pertukaran informasi, ide dan pendapat sangat besar. Uraian di atas, memberikan
gambaran bahwa; 1) kata kunci dari komunikasi adalah adanya suatu makna atau
pengertian (meaning) yang terkandung dalam setiap pesan
(ide, gagasan,
informasi, perasaan, dll) yang perlu dipahami bersama oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam komunikasi; 2) pemahaman tentang proses komunikasi ternyata
telah mengalami perkembangan, dari yang semula bersifat garis lurus (linier)
berupa penyampaian informasi atau pesan dari sumber kepada penerimanya,
menjadi yang bersifat memusat (convergence) yaitu pertukaran pesan (informasi,
ide, perasaan) antar pihak-pihak yang berkomunikasi sampai terjadinya
kesepakatan atau pemahaman bersama terhadap pesan yang disampaikan atau
respons yang diberikan terhadap pesan tersebut. Untuk itu, komunikasi tidak lagi
cukup diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke
penerima, tetapi oleh Schramm (Mardikanto 2010) diartikan sebagai proses
penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih dimana semua pihak saling berganti
peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas
pesan yang disampaikan oleh semua pihak. Hasil penelitian Sumardjo (1999)
menunjukkan bahwa pendekatan model penyuluhan dialogis, dan model
komunikasi konvergen secara signifikan lebih efektif untuk meningkatkan
kemandirian petani dibanding dengan model penyuluhan yang sentralistik, top
down (transfer of technologi) dengan komunikasi yang linier.
Gray Felder secara singkat mengartikan komunikasi untuk perubahan
sebagai proses dialogis yang dilakukan oleh lembaga publik dan kalangan swasta,
agar masyarakat mampu mendefinisikan siapa mereka, apa yang menjadi
kebutuhan/keinginannya dan bagaimana cara-cara untuk mencapainya. Menurut
Freire, komunikasi sebagai proses dialog dan partisipasi. Komunikasi harus
disadarkan sebagai dialog bebas yang memprioritaskan identitas budaya,
kepercayaan dan komitmen. Komunikasi harus mampu mengembangkan rasa
12
memiliki untuk berpartisipasi melalui berbagi dan rekonstruksi pengalaman
(Mardikanto 2010). Terkait dengan hal tersebut, Nair dan White (1994)
menjelaskan komunikasi transaksional sebagai sebuah proses dialog dimana
pengirim dan penerima pesan berinteraksi pada periode waktu tertentu untuk
sampai pada berbagi makna bersama.
Berdasarkan teori dan pengertian tentang komunikasi di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa komunikasi adalah proses berbagi pesan atau informasi antara
pengirim dan penerima dimana mereka memiliki kedudukan yang sama untuk
mencapai pemahaman bersama dan proses komunikasi tersebut berjalan
secara dialogis.
Efektivitas Komunikasi
Freire menulis bahwa komunikasi menjadi efektif harus terjadi partisipatif,
dialogis dan timbal balik (Thomas 2004). DeVito (1997) menyebutkan bahwa
komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang
terlibat dalam tindak komunikasi. Efek tersebut adalah dampak intelektual
(kognitif), dampak perubahan sikap (afektif) dan dampak perilaku (psikomotorik).
Vardiansyah (2008) mengemukakan, efek komunikasi adalah pengaruh yang
ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat
kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku
(konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting
untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Efektivitas komunikasi
sebagaimana disebutkan, sejalan juga dengan pendapat Effendy (2001) bahwa
komunikasi dikatakan efektif bila menimbulkan dampak kognitif, afektif dan
behavioral.
Menurut Tubbs dan Moss (1996), ada lima hal yang menjadikan ukuran
bagi komunikasi yang efektif, adalah:
1) Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan
komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh
komunikan.
2) Kesenangan, yaitu suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab
dan menyenangkan.
13
3) Mempengaruhi sikap, yaitu kemampuan persuasif komunikator dalam
penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan.
4) Hubungan sosial yang baik, yaitu tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan
orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, serta ingin mencintai dan
dicintai.
5) Tindakan, yaitu tindakan nyata yang dilakukan komunikan setelah terjadi
pengertian, pembentukan dan perubahan sikap serta tumbuhnya hubungan yang
baik. Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang
dilakukan komunikan.
Menurut Berlo (1960), dalam proses komunikasi, terdapat empat unsur
komunikasi yang akan mempengaruhi atau menentukan kejelasan komunikasi;
1) Penyuluh/ fasilitator dan penerima manfaat; kedua unsur ini merupakan unsur
utama yang menentukan kejelasan/ keberhasilan komunikasi, karena mereka
(utamanya penerima manfaat) inilah yang juga akan menentukan pesan dan
saluran yang akan digunakan.
Di dalam kegiatan komunikasi pembangunan, sering muncul gangguan
komunikasi yang disebabkan oleh:
a. kurang terampilnya penyuluh/ fasilitator atau penerima manfaat untuk
berkomunikasi
b. sikap
yang
kurang
positif
terhadap:
materi,
saluran
dan
mitra
komunikasinya (sumber/ penerima manfaatnya)
c. kesenjangan tingkat pengetahuan penyuluh/ fasilitator dan penerima
manfaat
d. sikap yang kurang saling menerima dengan baik, dan
e. perbedaan latar belakang sosial budaya yang dimiliki oleh penyuluh/
fasilitator dengan penerima manfaatnya.
Untuk itu, penyuluh/ fasilitator sangat dituntut untuk selalu berusaha:
a. meningkatkan keterampilan berkomunikasi
b. bersikap positif, baik kepada materi, saluran dan mitra komunikasinya
(sumber/ penerima manfaat)
c. terus-menerus mengembangkan pengetahuannya, utamanya yang terkait
dengan pesan/ materi/ inovasi yang akan dikomunikasikan
14
d. memahami, mengikuti atau setidak-tidaknya tidak menyinggung nilai-nilai
sosial dan budaya penerima manfaat (meskipun dia sendiri tidak
menyukainya)
2) Pesan atau inovasi, persyaratan utama agar pesan dapat diterima dengan jelas
oleh penerima manfaat, haruslah :
a. mengacu kepada kebutuhan masyarakat, dan disampaikan pada saat sedang
atau segera akan dibutuhkan
b. disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami
c. tidak memerlukan korbanan yang memberatkan
d. memberikan harapan peluang keberhasilan yang tinggi dengan tingkat
manfaat yang merangsang
e. dapat diterapkan sesuai dengan kondisi (pengetahuan, keterampilan,
sumberdaya yang dimiliki/ dapat diusahakan) masyarakatnya.
3) Media/ saluran komunikasi; agar pesan dapat diterima dengan jelas, maka
saluran yang digunakan harus terbebas dari gangguan. Baik gangguan tekhnis
(jika menggunakan media massa), ataupun gangguan sosial budaya dan
psikologis (jika menggunakan media antar pribadi). Di lain pihak, pilihan
media yang akan digunakan, perlu disesuaikan dengan selera masyarakat
setempat, dengan senantiasa mempertimbangkan kemampuan sumberdaya
(dana, keterampilan dan peralatan yang tersedia).
Schramm (Effendy 2003), menyatakan kondisi yang harus dipenuhi jika
menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang dikehendaki:
1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan
beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang
layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
15
Efek adalah tujuan akhir komunikasi. Komunikasi dianggap berhasil atau efektif
apabila pesan yang diteruskan dan diterima mampu membuka cakrawala berpikir
sehingga mampu memberikan kesan baik atau citra positif dalam setiap diri
komunikan. Pada bagian ini mungkin akan terjadi penambahan pengetahuan,
sikap dan tingkah laku diantara peserta komunikasi (Dilla 2007).
Rakhmat (2008) menjelaskan kognisi sebagai kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan mengenai sikap, dijelaskan sebagai
berikut; pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap bukan perilaku
tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu
terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.
Ketiga, sikap relatif menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif,
artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga
Bem memberikan definisi sederhana attitudes are likes and dislikes. Kelima, sikap
timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar;
karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. DeVito (1997) menambahkan
bahwa sikap mengacu pada kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Menimbulkan tindakan yang nyata memang merupakan indikator efektivitas
yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil
lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau
menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil komulatif seluruh
proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh
mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku manusia.
Hasil penelitian Anas (2003) menunjukkan bahwa komunikasi yang terjadi
dalam pelaksanaan program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir)
di Cilincing dan Kepulauan Seribu berjalan efektif dicirikan oleh pesan yang
disampaikan pendamping sebagai komunikator diterima dan dilaksanakan oleh
nelayan selaku komunikan. Menurut Saleh et al. (2009) efektivitas komunikasi
Klinik Agribisnis pada program Prima Tani di Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor
tergolong baik karena mampu mentransmisi informasi yang relevan dan
memuaskan anggotanya.
16
Berdasarkan berbagai teori yang dijelaskan sebelumnya, dapat dikatakan
bahwa efektivitas komunikasi adalah adanya suatu perubahan yang terjadi dalam
diri seseorang atau kelompok, sebagai akibat dari proses komunikasi, dimana
perubahan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan
perilaku. Efektivitas komunikasi yang diteliti pada penelitian ini mencakup aspek
pengetahuan, sikap dan tindakan anggota Gapoktan pada Program PUAP.
Karakteristik Individu
Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa karakteristik manusia terbentuk
oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis
mencakup genetik, sistem saraf dan sistem hormonal. Faktor sosiopsikologis
terdiri dari komponen-komponen konatif (tindakan) yang berhubungan dengan
kebiasaan dan afektif (faktor emosional). Soekartawi (2005), mengemukakan
lebih rinci mengenai perbedaan individu yang mempengaruhi cepat lambatnya
proses adopsi inovasi yaitu: 1) umur, 2) pendidikan, 3) status sosial ekonomi, 4)
pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), 5) keberanian mengambil resiko, 6)
sikap terhadap perubahan sosial, 7) motivasi berkarya, 8) aspirasi, 9) fatalisme
(tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri, 10) dogmatisme
(sistem kepercayaan yang tertutup). Lionberger dan Gwin (Anas 2003)
mengungkapkan peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal
diantaranya adalah peubah karakteristik. Karakteristik individu meliputi : usia,
tingkat pendidikan dan ciri psikologis.
Hasil penelitian Agung (2001), Manjar (2002), Suwanda (2003), Djunaedi
(2003), Rahmani (2006), Saleh et al. (2009), Indra (2011), dan Nugraha (2012)
menunjukkan terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan
efektivitas komunikasi. Karakteristik individu tersebut adalah
umur,
jenis
kelamin, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, status
kepemilikan lahan, pengalaman menerima bantuan, motivasi dalam berusahatani
dan status dalam kelompok.
Berdasarkan penjelasan tentang karakteristik individu, maka dapat dikatakan
bahwa karakteristik individu merupakan ciri kepribadian seseorang yang ada sejak
lahir dan berkembang sesuai perkembangan lingkungan.
17
Perilaku Komunikasi Partisipatif
Mengenai komunikasi partisipatif, Rahim (2004) mengajukan empat
konsep terkait hal tersebut, yang akan mendorong terbangunnya pemberdayaan
(empowerment) yaitu heteroglasia, dialogis, poliponi dan karnaval. Pertama,
Heteroglasia, konsep ini menunjukkan fakta bahwa sistem pembangunan selalu
dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda-beda dengan
berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor budaya yang saling mengisi satu sama
lain. Perbedaan berikutnya adalah pada level aktivitas pembangunan baik
ditingkat nasional-lokal, makro-mikro, publik-privat, teknis-ideologis, dan
informasional-emosional. Terkait dengan berbagai perbedaan tersebut terdapat
berbagai macam perbedaan bahasa dan pesan atau komunikasi yang melibatkan
berbagai peserta yang berbeda. Sebagai contoh, dalam level nasional
pembangunan ekonomi dan politik akan menggunakan bahasa yang berbeda
dalam mengkomunikasikannya kepada orang lain karena mereka melihat
pembangunan dari perspektif yang berbeda. Sementara itu, petani subsisten di
level pedesaan juga akan menggunakan kosakata yang berbeda dengan mereka
yang bekerja di sektor industri meskipun mereka memiliki bahasa nasional yang
sama. Mereka mungkin membicarakan permasalahan yang sama, tetapi mereka
bisa saja tidak mengerti satu dengan yang lainnya. Tantangan bagi komunikasi
pembangunan adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan heteroglasia, bagaimana
menempatkan
konsep
tersebut
untuk
kepentingan
publik,
bagaimana
menghubungkan ideologi-ideologi dan kelompok yang berbeda-beda atau variasi
pandangan tentang pembangunan tanpa menekan satu pandangan atas pandangan
yang lain. Inilah yang menjadi problem dari partisipasi.
Kedua, Dialog adalah komunikasi transaksional dengan pengirim (sender)
dan penerima (receiver) pesan saling berinteraksi dalam suatu periode waktu
tertentu hingga sampai pada saling berbagi makna. Dalam dialog yang diperluas,
masing-masing peserta juga melakukan dialog dengan dirinya sendiri sebelum
berbicara atau merespon peserta yang lain. Peserta dalam dialog tidak memiliki
kedaulatan ego, dia musti membangun suatu kesadaran diri (sosial). Kesadaran
dirinya tergantung pada seberapa aktif kesadaran sosial yang lain juga
dimunculkan. Dialog internal merupakan aspek penting dalam proses dialog.
18
Ini mirip seperti meditasi. Subjek meditasi menumbuhkan perhatian pada dunia
sekitar dan subjek lain yang ada dalam dunia. Dia secara diam berbicara dengan
mereka, dan dalam proses tersebut menguji secara kritis ideologi mereka sendiri.
Meskipun demikian hanya sedikit orang yang dapat melakukan meditasi seperti
ini. Bagi sebagian orang lain, hal ini harus dipelajari dan itu dapat dipraktekkan
apabila situasi komunikasi didesain untuk menstimuli proses tersebut. Salah satu
jalan untuk mendorong meditasi tersebut dalam komunikasi pembangunan adalah
dengan menstrukturkan situasi-situasi komunikasi untuk meditasi tertentu dan
untuk mengkostruksikan suatu pesan yang dapat menstimuli suatu dialogi internal.
Esensi dari dialog adalah mengenal dan menghormati pembicara lain, atau suara
lain, sebagai subjek yang otonom, tidak lagi hanya sebagai obyek komunikasi.
Dalam dialog setiap orang memiliki hak yang sama untuk bicara atau untuk
didengar, dan mengharap bahwa suaranya tidak akan ditekan atau disatukan
dengan suara orang lain.
Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suarasuara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka,
memperjelas satu sama lain, dan tidak menutupi satu sama lain. Itu adalah suatu
bentuk ideal dari komunikasi partisipatif dimana keberbedaan suara-suara disadari
secara kolektif dengan menghubungkan berbagai perlakuan konstruksi umum
komunitas. Kesatuan poliponi bukan sesuatu yang diperkenalkan dari luar tetapi
terbangun dari suatu proses dialog sehingga otonomi suatu suara selalu
diartikulasikan dengan yang lain, mendirikan ikatan saling ketergantungan yang
saling menguatkan.
Keempat, Karnaval, dimana membawa semua varian dari semua ritual
seperti legenda, komik, festival, permainan, parodi, dan hiburan secara bersamasama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga diselingi oleh
humor dan canda tawa. Anggota komunitas didorong berpartisipasi dalam
karnaval secara bebas. Karnaval tidak memiliki sanksi resmi. Ini merupakan
lawan dari sesuatu yang serius dan otoratif dari negara, agama, politik, dan
doktrin-doktrin ekonomi. Bahasa dan gaya dari komunikasi karnaval selalu
berdasarkan pengalaman khalayak yang tidak dimediasi, menggunakan kosakata
yang umum, fantastik, dan berbau pengalaman dari mereka.
19
Secara umum, partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau
kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah proses
tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan diantara stakeholders
yang
berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan
komunitas dengan pengambil kebijakan dan kelompok-kelompok jasa lain.
Partisipasi juga dapat diartikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat
membentuk
dan
terlibat
dalam
seluruh
inisiatif
pembangunan.
Maka,
pembangunan yang partisipatif (participatory development) adalah proses yang
melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang
berkenaan dengan kehidupan mereka (Syahyuti 2006).
Slamet (Mardikanto 2010) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur
pokok, yaitu : 1) adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi, 2) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dan 3) adanya
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan perilaku
komunikasi, maka istilah perilaku komunikasi (communication behavior) berarti
tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam
proses komunikasi (Effendy 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku
komunikasi seseorang menjadi kebiasaan perlakuannya. Peubah perilaku
komunikasi menurut Roger (1983) antara lain : keterdedahan terhadap saluran
komunikasi interpersonal, keterdedahan terhadap media massa dan partisipasi
sosial, keterhubungan dengan sistem sosial, kosmopolit, kontak dengan agen
pembaharu,
mencari
informasi
tentang
inovasi,
pengetahuan
dan
kepemimpinan/kepemukaan pendapat. Lewin disadur oleh Rakhmat (2008),
menjelaskan bahwa perilaku adalah hasil interaksi antara person (diri orang itu)
dengan environment (lingkungan psikologisnya).
Hasil penelitian Wahyudi (2004) menunjukkan bahwa perilaku komunikasi
(kontak dengan sesama petani, kontak dengan pembina, kontak dengan media
massa dan partisipasi sosial) berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan anggota masyarakat terhadap pelestarian hutan. Penelitian Yusmasari
(2003) menyatakan bahwa seluruh komponen perilaku komunikasi seperti
keterdedahan terhadap saluran interpersonal, keterdedahan terhadap media cetak
20
dan elektronik berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan responden tentang
manfaat
program
pelestarian
mangrove.
Penelitian
Handayani
(2002)
menunjukkan bahwa perilaku komunikasi berhubungan dengan pemahaman
petani tentang perkembangan Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Penelitian
Ichwanudin (1998) menyatakan perilaku komunikasi anggota Kelompok
Penggerak Pariwisata (Kompepar) berhubungan nyata dengan pengetahuan dan
penerapan mereka terhadap program sapta pesona.
Berdasarkan kajian berbagai teori sebelumnya, maka dapat dijelaskan
bahwa perilaku komunikasi partisipatif adalah tindakan seseorang dalam
berkomunikasi dimana tindakan tersebut dilakukan secara dialogis dan baik
komunikator atau komunikan sama-sama terlibat didalamnya.
Persepsi
Definisi persepsi dikemukakan oleh Rakhmat (2008) yang mengutip
pendapat Desirato, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Selanjutnya
menurut DeVito (1997) persepsi adalah proses dengan mana kita menjadi sadar
akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi
rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang diserap dan makna apa yang diberikan
ketika orang mencapi kesadaran. Persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan
penafsiran adalah inti dari persepsi (Mulyana 2005). Apabila orang tidak mampu
mempersepsi suatu pesan dengan akurat maka dia tidak akan mampu
berkomunikasi dengan efektif. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi diantara
pihak-pihak yang berkomunikasi, akan semakin efektif proses komunikasi yang
dilakukan oleh keduanya. Persepsi juga berpengaruh terhadap perilaku masingmasing pihak dalam berkomunikasi (Riyanto 2010). DeVito (1997) menjelaskan
proses persepsi dalam tiga tahapan, yaitu: stimulasi alat indera, pengaturan
stimulasi indera dan penafsiran evaluasi stimulasi indera (Gambar 1).
21
Stimulasi alat indera adalah tertangkapnya stimulus (rangsangan) oleh panca
indra manusia; mata melihat barang-barang atau orang-orang, telinga mendengar
suara-suara, lidah dapat merasakan enaknya saat mencicipi kue atau tangan
merasakan dinginnya sesuatu yang dipegang dan sebagainya. Semuanya
merupakan contoh proses stimulasi pada alat indera manusia distimulir sehingga
dapat merasakan sesuatu.
Gambar 1. Proses Pembentukan Persepsi
Stimulasi
indera
Pengaturan
stimulasi
indera
Penafsiran
evaluasi
Sumber : DeVito 1997
Pengaturan stimulasi indera adalah pengorganisasian stimulasi yang
ditangkap indera dengan menggunakan kerangka rujukan yang sudah dimiliki.
DeVito (1997) mengungkapkan dua prinsip utama yang sering digunakan
pengaturan stimulasi indera, yaitu prinsip kelengkapan dan prinsip proksimitas.
Prinsip kelengkapan menunjukkan bahwa seseorang didalam mempersepsi
sesuatu akan melengkapi stimulus yang tidak lengkap dengan bagian-bagian
lainnya secara logis, sehingga ia akan mempersepsi titik-titik yang disusun
melingkar sebagai suatu lingkaran. Prinsip proksimitas mengungkapkan bahwa
orang cenderung mempersepsi sesuatu dengan mengaitkannya kepada sesuatu
yang lain yang mirip dengannya. Orang yang secara fisik mirip atau sama lain
akan dipersepsikan secara bersama-sama atau sebagai suatu kesatuan (unity).
Penafsiran evaluasi adalah proses subjektif yang melibatkan evaluasi dari
penerima. Penafsiran terhadap stimulus yang sudah diatur tidak hanya ditentukan
oleh stimulus dari luar tetapi juga oleh berbagai kondisi dalam diri dan kerangka
rujukan yang dimiliki orang yang mempersepsi tersebut. Pengalaman masa lalu,
kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan
22
fisik dan emosi pada saat itu dan sebagainya, merupakan faktor-faktor yang akan
menentukan proses penafsiran dan evaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi dan penerimaan yang diungkapkan oleh DeVito (1997), Rakhmat (2008)
dapat dirumuskan kedalam tiga faktor yaitu;
1) Faktor stimulus adalah faktor yang datang dari objek atau kejadian yang
dipersepsi.
2) Faktor perseptor adalah faktor-faktor yang datang dari orang yang melakukan
proses persepsi.
3) Faktor situasi adalah persepsi dipengaruhi oleh situasi atau konteks dimana
proses persepsi tersebut berlangsung, baik situasi fisik alam maupun non fisik
atau suasana. Beberapa faktor yang termasuk faktor situasi ini antara lain :
faktor ekologis, waktu, suasana (setting), teknologi dan lingkungan sosial.
Nugraha (2012) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi pemuda
terhadap pertanian di masa depan berhubungan nyata dengan sikap pemuda
terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Hasil penelitian Oktarina (2008)
menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan erat dengan lemahnya
keefektivan komunikasi petani dalam pengembangan peran kelembagaan
agropolitan adalah persepsi yang kurang tepat terhadap proses komunikasi
lembaga agropolitan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
persepsi adalah cara pandang atau penilaian seseorang terhadap suatu objek
tertentu. Pada konteks penelitian ini, variabel persepsi yang dimaksudkan adalah
bagaimana persepsi anggota Gapoktan terhadap jenis dan manfaat program PUAP
serta faktor-faktor pendukungnya.
Kredibilitas Sumber Informasi
DeVito (1997) menjelaskan kredibilitas pembicara sangat penting, karena
akan mempengaruhi citra pembicara tersebut di depan khalayak. Tidak ada situasi
komunikasi dimana kredibilitas tidak mempunyai pengaruh.
Terdapat tiga aspek kualitas utama dari kredibilitas:
1. Kompetensi mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak
dimiliki oleh pembicara. Makin tinggi pengetahuan dan kepakaran pembicara
yang dirasakan khalayak, makin besar kemungkinan khalayak mempercayai
pembicara. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
23
a. Memiliki pengalaman atau pendidikan khusus terkait topik pembicaraan.
b. Memiliki beragam sumber artikel yang dirujuk, disertai bukti.
2. Karakter mengacu pada itikad dan perhatian pembicara kepada khalayak.
Di sini yang dimaksud adalah kejujuran dan sifat-sifat hakiki seseorang.
Sebagai
pembicara,
memiliki
kualitas-kualitas
karakter
yang
akan
meningkatkan kredibilitas. Beberapa saran yang perlu diperhatikan:
a. Kejujuran dan sikap tidak memihak.
b. Kepedulian pada nilai-nilai yang kekal.
c. Kesamaan dengan khalayak, utamanya kepercayaan, sikap, nilai dan tujuan.
d. Kepedulian akan kesejahteraan khalayak.
3. Karisma mengacu pada kepribadian dan kedinamisan pembicara. Khalayak
lebih menyukai pembicara yang dinamis ketimbang pembicara yang ragu-ragu
dan tidak tegas. Beberapa saran yang penting untuk menunjukkan karisma :
a. Sikap positif terhadap pertemuan antara pembicara dan pendengar.
b. Adanya ketegasan.
c. Memiliki semangat, pembicara yang lesu yang tertatih-tatih selama
pembicaraan sangat berbeda dengan pembicara yang karismatik.
Soekartawi (2005) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan kredibilitas
seorang komunikator adalah:
1. Titel yang dimiliki, terdapat kesan bahwa sumber yang mempunyai gelar
kesarjanaan memiliki kredibilitas tinggi dibandingkan dengan sumber yang
tidak menyandang gelar kesarjanaan.
2. Pangkat
atau
jenjang
kepegawaian,
sumber
yang telah
mempunyai
kepangkatan kepegawaian yang lebih tinggi sering dianggap mempunyai
kredibilitas lebih baik.
3. Status sosial, banyak juga dijumpai bahwa sumber yang mempunyai status
sosial yang tinggi sekalipun tidak ada kaitannya dengan kepangkatan atau titel
yang dimiliki, dinilai mempunyai kredibilitas tinggi.
4. Penampilan dalam melakukan komunikasi, terlepas dari komunikator tersebut
seorang sarjana atau bukan, tetapi jika dinilai mampu melakukan komunikasi
yang baik, maka komunikan menganggap bahwa sumber tersebut mempunyai
kredibilitas tinggi.
24
Sumber yang mempunyai kredibilitas tinggi dalam melakukan komunikasi
pertanian sering ditentukan oleh berbagai faktor: a) latar belakang pendidikan,
pengetahuan dan pengalaman, b) karakter yang dimiliki, c) cinta dan bangga
melakukan pekerjaan, d) kepribadian yang dimiliki, e) tujuan melakukan
komunikasi dan f) cara penyampaian. Hasil penelitian Tamba (2007)
menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap kualitas pelayanan sumber
informasi pertanian masih rendah. Khusus untuk penyuluh, terdapat 45-54 persen
petani yang menyatakan kualitas pelayanan penyuluh berada pada kategori
rendah, karena terbatasnya wawasan dan kurangnya akses penyuluh terhadap
sumber-sumber informasi.
Download