HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara) TRI NUGROHO WICAKSONO DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 LEMBAR PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara)” benar-benar hasil karya saya sendiri berdasarkan arahan dari dosen pembimbing skripsi belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun kecuali kutipan yang ada dalam tulisan ini. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Bogor, Juli 2016 Tri Nugroho Wicaksono I34120064 iv v ABSTRAK TRI NUGROHO WICAKSONO Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara). Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari Kementerian Pertanian memiliki tujuan memberi solusi keterbatasan modal khususnya petani kecil. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani pada Program PUAP terhadap tingkat taraf hidup masyarakat. Penelitian dan proses pengambilan data dilakukan pada Program PUAP Desa Ngetuk Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh melalui uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi. Hal ini dikarenakan modal sosial antara pengurus, penerima, dan stakeholder mendorong kemauan dan kesadaran untuk berpartisipasi. Selanjutnya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat perubahan taraf hidup dikarenakan semua anggota tani dapat melakukan pinjaman sehingga semua anggota tani berpeluang meningkatkan taraf hidup sesuai usahanya. Kata Kunci: Modal sosial, tingkat partisipasi, PUAP, taraf hidup ABSTRACT TRI NUGROHO WICAKSONO The Relations Social Capital and Participation of Management with Living Standard of Rural Agribusiness Development Programs Member (Case Farmers Beneficiaries of Rural Agribusiness Development Program (PUAP) in Ngetuk Village, Nalumsari Subdistrict, Jepara Regency). Supervised by IVANOVICH AGUSTA Rural Agribusiness Development Program (PUAP) of the Ministry of Agriculture has the goal to provide solutions lack of capital, especially small farmers. This study purpose to analyze the relationship between social capital with the participation of farmers in PUAP program and the standart of living level. Research and data collection process performed on PUAP Program at Ngetuk Village, Jepara regency, Center of Java, with a quantitative approach and supported by qualitative approach. The results obtained through statistical analysis showed that there is a strong correlation between the levels of social capital and levels of participation. This is because social capital among administrators, recipients, and stakeholders can encourage the willingness and awareness to participate. Then, there is no relationship between the level of participation and change standards of living level because all the members of farmers can apply for loans, so all members of the farmer have opportunity to increase the standards of living appropriate their business work. Keywords: Social capital, the level of participation, PUAP, the standard of living vi vii HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara) TRI NUGROHO WICAKSONO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 viii ix x xi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga Skripsi dengan judul “Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara)“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga hari akhir. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat pengambilan data lapangan dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta SP, MSi sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan skripsi ini, serta Pengurus Gapoktan Desa Ngetuk yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Bapak Heru Wicaksono dan Ibu Marni Al-Mesiyem orang tua tercinta, kakak dan adik tersayang serta semua keluarga yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Nabilah Ananda dan Muhammad Ghifari sebagai teman bimbingan, Keluarga PASMAD Madiun, keluarga The Kons, UKM MAX!!, Teater Up To Date, Divisi Broadcasting, serta Kabinet Gercep HIMASIERA 2015 yang selalu memberikan dukungan dan semangat layaknya keluarga. Dan juga ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan SKPM 49 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2016 Tri Nugroho Wicaksono xii xiii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xv DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR LAMPIRAN xvii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Kegunaan Penelitian 3 TINJAUAN TEORITIS 5 Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) 5 Modal Sosial 7 Partisipasi 9 Taraf Hidup 12 Kerangka Pemikiran 13 Hipotesis Penelitian 15 PENDEKATAN LAPANG 17 Metode Penelitian 17 Lokasi dan Waktu Penelitian 17 Penentuan Responden dan Informan 18 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 19 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20 Definisi Operasional 20 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan 25 Kondisi Demografi dan Sosial Budaya 26 Kondisi Ekonomi 27 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 29 Jenis Kelamin 29 Pendidikan 29 Pekerjaan 30 PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI DESA NGETUK 31 Gambaran Umum Kepengurusan Program PUAP 31 Kondisi Penerima Program PUAP 32 Status Pinjaman terakhir 35 Penggunaan Dana Terakhir 36 Keterkaitan Kondisi Penerima Program PUAP dengan Usaha Tani 37 ANALISIS MODAL SOSIAL PROGRAM PUAP 41 Modal Sosial Program PUAP 41 HUBUNGAN PERAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI 53 Identifikasi Tingkat Partisipasi Penerima Program PUAP 53 Hubungan Peran Modal Sosial dan Tingkat Partisipasi Pada Program PUAP 62 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI TERHADAP PERUBAHAN TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM PUAP 67 Identifikasi Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP 67 xiv Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 77 83 83 84 85 90 112 xv DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jadwal penelitian tahun 2016 18 Teknik pengumpulan data dan jenis data 19 Definisi operasional tingkat modal sosial 21 Definisi operasional tingkat pasrtisipasi masyarakat 22 Definisi operasional tingkat taraf hidup masyarakat 23 Tataguna lahan Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 25 7. Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 26 8. Jenis pekerjaan penduduk Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 28 9. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 2016 29 10. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendididkan terakhir 2016 30 11. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan utama 2016 30 12. Daftar Kelompok Tani Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 31 13. Jumlah dan persentase responden berdasarkan status keanggotaan Program PUAP 2016 33 14. Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama bergabung Program PUAP 2016 33 15. Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi pinjaman Program PUAP 2016 34 16. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peminjam per tahun Program PUAP 2016 34 17. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah peminjam terakhir Program PUAP 2016 35 18. Jumlah dan persentase responden berdasarkan status pinjaman PUAP 2016 35 19. Jumlah dan persentase responden berdasarkan penggunaan dana Program PUAP 2016 36 20. Tabulasi silang antara status keanggotaan dan status pinjaman terakhir Program PUAP 2016 37 21. Tabulasi silang antara status keanggotaan dan tingkat mengelola usaha Program PUAP 2016 38 22. Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat mengelola usaha Program PUAP 2016 38 23. Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat pendapatan Program PUAP 2016 39 24. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepercayaan Program PUAP 2016 41 25. Jumlah dan persentase responden berdasarkan 2016 tingkat kepercayaan terhadap pengurus gapoktan, anggota, dan penyuluh pendamping 2016 43 26. Norma aturan dan penerapan simpan pinjam PUAP 2016 44 27. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat norma 2016 45 xvi 28. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepatuhan Program PUAP 2016 46 29. Rata-rata penilaian responden terhadap norma aturan dan kejeraan sangsi Program PUAP 2016 46 30. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat jaringan Program PUAP 2016 47 31. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat modal sosial 2016 50 32. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tahap perencanaan Program PUAP 2016 53 33. Jumlah dan persentase responden berdasarkan undangan rapat perencanaan Program PUAP 2016 54 34. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan perencanaan Program PUAP 2016 55 35. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesesuaian perencanaan dan implementasi Program PUAP 2016 56 36. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi tahap implementasi Program PUAP 2016 56 37. Jumlah dan persentase responden berdasarkan implementasi pengelolaan usaha pribadi 2016 57 38. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemanfaatan Program PUAP 2016 57 39. Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan skala usaha Program PUAP 2016 58 40. Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan keterampilan Program PUAP 2016 59 41. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi Program PUAP 2016 59 42. Jumlah dan persentase responden berdasarkan keberlanjutan Program PUAP 2016 60 43. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi Program PUAP 2016 61 44. Koefisien korelasi indikator tingkat modal sosial terhadap tingkat partisipasi 63 45. Koefisien korelasi tingkat modal sosial terhadap indikator tingkat partisipasi 64 46. Jumlah dan persentase responden berdasarkan fasilitas rumah tangga 2016 67 47. Skor rata-rata responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal 2016 68 48. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal 2016 68 49. Jumlah dan persentase responden berdasarkan barang-barang rumah tangga 2016 69 50. Rata-rata responden berdasarkan kepemilikan barang-barang rumah tangga 2016 70 51. Skor rata-rata responden berdasarkan pendapatan per bulan 2016 71 52. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan sebulan 2016 71 53. Skor rata-rata responden berdasarkan tabungan per bulan 2016 72 xvii 54. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat tabungan sebulan 2016 55. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran sebulan 2016 56. Skor rata-rata responden berdasarkan pengeluaran per bulan 2016 57. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran angan sebulan 2016 58. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran non pangan sebulan 2016 59. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat taraf hidup 2016 60. Koefisien korelasi indikator tingkat partisipasi terhadap indikator tingkat perubahan taraf hidup 61. Koefisien korelasi tingkat partisipasi terhadap indikator tingkat perubahan taraf hidup 73 74 75 75 75 76 78 80 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran 2. Tingkat kedekatan responden dengan jaringan Program PUAP pengurus gapoktan, penyuluh pendamping, dan anggota lain 3. Tingkat kedekatan responden dengan jaringan usaha tengkulak/pasar dan pedagang bahan baku 15 48 49 DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Peta Wilayah Kerangka Sampling Kuesioner Penelitian Panduan Pertanyaan Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Tulisan Tematik Riwayat Hidup 90 92 94 101 103 107 112 xviii PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja sekaligus sumber pendapatan penting bagi masyarakat Indonesia. Bidang tersebut mampu menjadi salah satu sektor penyumbang terbesar pendapatan Negara. Selain itu sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang sedang dikembangkan oleh pemerintah karena sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik tahun 2016 menyebutkan jumlah angkatan kerja nasional yang bekerja di bidang pertanian sebesar 32.9 persen lebih besar jika dibanding dengan penyerapan tenaga kerja pada bidang lain. Sementara jika ditambah dengan jumlah perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi mampu menyerap 55.2 persen total penyerapan lapangan kerja di Indonesia (BPS 2016a). Sektor yang menjadi arus utama tenaga kerja nasional ini tidak terlepas dari berbagai masalah. Masalah tersebut terutama terkait dengan sektor pertanian primer yang pada umumnya berpusat di perdesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 jumlah penduduk miskin tercatat 28.5 juta jiwa. Sementara sekitar 63.4 % dari jumlah penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0.3 hektar (Kementan 2008b). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran pada tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia karena masih banyak petani yang memiliki skala usaha rendah. Skala usaha yang rendah pada masyarakat desa rata-rata terjadi karena berbagai persoalan seperti pengetahuan, produktivitas, dan modal. Kementan (2008b) menjelaskan bahwa keterbatasan modal menjadi salah satu masalah mendasar dalam usaha masyarakat dibanding pasar, teknologi, dan organisasi tani. Rata-rata dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di perdesaan, masyarakat cukup sulit untuk memperoleh tambahan modal dikarenakan lembaga simpan pinjam dan bank yang masih sulit dijangkau. Serupa dengan pendapat Zanzes et al. (2015) yang mengatakan bahwa umumnya masalah kemiskinan di Indonesia berhubungan erat dengan permasalahan pertanian meliputi sulit mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, keterbatasan pada akses informasi pertanian, kendala sumberdaya manusia, dan keterbatasan modal. Keterbatasan modal menjadi masalah paling dasar yang harus segera diselesaikan bagi sebagian besar petani Indonesia agar dapat mengembangkan usahanya. Sesuai pada tujuan mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan produktivitas pertanian, maka pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian. Realisasi Program Jangka Menengah Kementerian Pertanian (20052009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Berpacu dengan realisiasi rancangan tersebut pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (Kementan 2008a). Salah satunya adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dibawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat. Melalui tujuan PUAP, yaitu mengurangi 2 tingkat kemiskinan dan pengangguran. PUAP difokuskan untuk mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para petani di perdesaan. Guna mencapai tujuan tersebut, maka dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur partisipasi masyarakat, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi (Kementan 2010). Unit pelaksana dari Program PUAP ini adalah Gapoktan di setiap desa. Gapoktan merupakan kelembagaan tani yang akan mengelola dan menyalurkan penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota dengan didampingi oleh Tenaga Pendamping PUAP (Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani). Seperti pada tujuan PNPM Mandiri program ini juga mensyaratkan partisipasi aktif, kesadaran kritis, dan kemandirian masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam lembaga gapoktan pelaksana program menjadi sangat penting dalam mencapai keberhasilan program tersebut. Melalui partisipasi masyarakat miskin mampu menumbuhkan kesadaran kritis untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Penumbuhan partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat tersebut akan dapat tercapai melalui penguatan modal sosial dalam masyarakat. Seperti yang dikutip dari Wibawa (2013) bahwa modal sosial merupakan hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku mampu memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi serta memungkinkan adanya kerja sama. Hal tersebut menunjukan bahwa penguatan modal sosial mampu memfasilitasi pelaksanaan Program PUAP secara partisipastif untuk mencapai tujuan program tersebut yaitu mengatasi permasalahan modal dan mengembangkan usaha tani masyarakat. Pengembangan usaha tani tersebut ketika berjalan secara berkelanjutan akan mampu memberi peningkatan taraf hidup masyarakat. Hasil Evaluasi pelaksanaan PUAP selama 3 tahun menunjukan bahwa dana PUAP tahun 2008-2009 yang diterima Gapoktan sebesar Rp 100 juta telah bertumbuh dan meningkat sebesar 5-30 % (Kementan 2010). Jika dilihat pada beberapa kasus di berbagai daerah, program PUAP sebagian besar mampu membawa pengaruh positif terhadap usaha agribisnis yaitu peningkatan pendapatan dan peningkatan taraf hidup anggota gapoktan. Sedangkan pada beberapa kasus lain program mengalami kendala seperti kemacetan pembayaran dan dana pinjaman tidak kembali, serta rendahnya produktivitas gapoktan. Hal ini dikarenakan belum terwujudnya partisipasi yang tinggi pada Program PUAP sehingga partisipasi dirasa sangat dibutuhkan di setiap tahap program pembangunan. Mengacu dengan dibutuhkannya modal sosial dan partisipasi dari masyarakat sesuai dengan syarat program pembangunan, diharapkan program PUAP ini mampu memberi pengaruh peningkatan taraf hidup masyarakat melalui perkembangan modal usaha yang berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diketahui hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mendorong perubahan taraf hidup petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Perumusan Masalah Modal sosial mengacu pada apa yang dibawa atau dimiliki masyarakat dalam membantu menjalani suatu organisasi sosial. Modal sosial merupakan suatu sistem hasil dari organisasi sosial dan ekonomi seperti pandangan umum (worldview), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran 3 ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompokkelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta dan Cullen 2000 dalam Nasdian 2014). Hasil tindakan kolektif dari modal sosial dalam pembangunan ini memberi dampak pada kelancaran dan kemudahan suatu program pembangunan seperti PUAP. Namun beberapa stakeholder maupun pengelola program masih ada yang lebih mengutamkan modal fisik dan manusia daripada modal sosial. Padahal modal sosial ini akan mampu memberi pengaruh langsung dan tidak langsung pada pelaksanaan program melalui tindakan kolektif dan nantinya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat Oleh karena itu, menjadi penting dalam penelitian ini untuk menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani pada program PUAP? Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dicanangkan Kementerian Pertanian memiliki tujuan utama untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, PUAP difokuskan untuk mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para petani di perdesaan. Seperti pada tujuan PNPM Mandiri, PUAP juga mensyaratkan partisipasi aktif, kesadaran kritis, dan kemandirian masyarakat dalam pelaksanaan program ini di masyarakat (Kementan 2010). Partisipasi anggota gapoktan dalam mengelola PUAP jika dilakukan secara terorganisir dan terkoordinir mampu mengantarkan pada perkembangan program PUAP salah satunya yaitu peningkatan pendapatan anggota dan jika berkelanjutan akan memberi dampak pada taraf hidup masyarakat. Sehingga perlu dianalisis hubungan partisipasi dengan perubahan taraf hidup petani pada program PUAP? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mendorong perubahan taraf hidup petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Tujuan spesifik pada penelitian ini adalah : 1. Menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani dalam program PUAP. 2. Menganalisis hubungan partisipasi dengan perubahan taraf hidup petani pada program PUAP. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa mamfaat antara lain : 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan mengenai hubungan modal sosial dengan partisipasi pada program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP terhadap taraf hidup masyarakat, terutama hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mengembangkan program pembangunan. 2. Bagi Masyarakat 4 Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk memperoleh pengetahuan akan pentingnya modal sosial dan partisipasi pada program PUAP sehingga masyarakat mampu meningkatkan taraf hidup mereka. 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan khususnya bagi tim pengelola PUAP Pusat hingga Daerah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan PUAP agar mampu memberi peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya anggota gapoktan. TINJAUAN TEORITIS Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang selanjutnya disingkat PUAP adalah program bantuan langsung masyarakat sebagai impelmentasi dari program utama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan keberhasilan melalui penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan Usaha Produktif petani untuk mendukung swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Bantuan modal tersebut diberikan untuk menumbuh kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran (Kementan 2015a). Kegiatan PUAP memiliki bentuk yaitu pemberian fasilitas modal kepada Gapoktan, yang selanjutnya dikoordinir mereka dan disalurkan kepada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian (Kementan 2010). Secara umum Program PUAP bertujuan untuk: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (2) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani (PMT); (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Selanjutnya sasaran program PUAP yang hendak dicapai adalah: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di desa terutama desa miskin sesuai dengan potensi pertanian desa; (2) Berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi; (3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha (Kementan 2015a). Program PUAP memiliki Indikator keberhasilan yang terbagi kedalam keberhasilan output, outcome, serta benefit dan impact yang nantinya menjadi tolak ukur keberhasilan dan perkembangan program PUAP tersebut. Indikator keberhasilan output tersebut antara lain: (1) Tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP 2015 kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan (2) Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh dan PMT. Selanjutnya pada indikator keberhasilan outcome antara lain: (1) Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik petani pemilik penggarap, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani; (2) Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha; dan (3) Meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan. Sementara indikator benefit dan Impact yang ingin dicapai program ini antara lain: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan; (2) Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh 6 petani; dan (3) Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan (Kementan 2015a). Selanjutnya untuk menentukan peserta program atau Gapoktan dari berbagai desa, Kementerian Pertanian atau Tim PUAP Pusat telah menentukan terlebih dahulu kriteria Gapoktan yang layak untuk menerima bantuan. Keriteria tersebut telah diambil dan disepakati secara formal dan tertulis dalam pedoman umum PUAP dari tahun ke tahun. Kriteria Gapoktan penerima bantuan modal usaha PUAP yaitu : a) Memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola usaha agribisnis; b) Mempunyai kepengurusan yang aktif dan dikelola oleh petani; dan c) Pengurus Gapoktan adalah petani dan bukan Kepala Desa/Lurah dan Sekretaris Desa/Lurah atau yang setingkat dengan jabatan tersebut. Pada setiap desa calon lokasi PUAP, akan ditetapkan 1 (satu) Gapoktan penerima Dana BLM PUAP Tahun 2015 (Kementan 2015a). Program pengembangan masyarakat yang diinisiasi pemerintah pada dasarnya membutuhkan pastisipasi anggota untuk mencapai keberhasilan setiap program tersebut. Sama halnya seperti pelaksanaan PUAP, program ini juga melibatkan peran aktif anggota melalui musyawarah/rapat anggota sebagai forum tertinggi dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang diputuskan pada musyawarah/ rapat anggota yaitu memilih dan memberhentikan pengurus, penambahan anggota, pengesahan rencana usaha Gapoktan terkait dengan penyaluran dana BLM PUAP, penetapan unit usaha otonom, evaluasi pengembangan pengelolaan unit usaha Gapoktan, penyusunan dan perubahan RUB, tahapan penyaluran dan pemanfaatan dana BLM-PUAP. (Kementan 2015b). Jika dilihat dari pedomam umun program PUAP, pelaksanaan kegiatan PUAP ini memiliki tahapan atau prosedur baik dari perencanaan, menikmasti hasil, hungga evaluasi. Tahapan pelaksaan program PUAP tersebut meliputi: 1. Identifikasi dan verifikasi usulan Desa calon lokasi serta Gapoktan calon penerima dana BLM PUAP 2015; 2. Verifikasi, pemberkasan, dan penetapan Desa/Gapoktan penerima dana BLM PUAP 2015; 3. Pelatihan bagi fasilitator (Penyuluh dan PMT) serta pembekalan pengetahuan tentang PUAP bagi pengurus Gapoktan; 4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT; 5. Sosialisasi dan koordinasi kegiatan PUAP; 6. Pendampingan; 7. Penyaluran BLM PUAP 2015; 8. Pembinaan dan Pengendalian; 9. Pengawasan; dan 10. Evaluasi dan pelaporan (Kementan 2015a). Hasil penelitian dari beberapa daerah yang sudah dapat diketahui perkembangan PUAP menunjukkan bahwa pelaksanaan Program PUAP mampu memberi manfaat peningkatan pendapatan petani dan di daerah lain ada yang tidak memberi peningkatan pendapatan. Pada Penelitian di Desa Kuta Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Aceh Barat Daya hasilnya menunjukan Program PUAP ini sangat memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan sebesar 16 persen membuat program ini berhasil dalam meningkatkan total pendapatan masyarakat penerima program yaitu para petani menjadi lebih berinovasi dalam berusaha tani dalam hal pemilihan benih yang lebih berkualitas dan perawatan yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu Penyuluh Pertanian berpengaruh penting dalam hal menyampaikan informasi tentang Program PUAP, yang diantaranya pemberian pinjaman bantuan modal, informasi tentang teknologi, pupuk, dan sebagainya. Perkembangan PUAP di desa Kuta Jeumpa masih dalam bentuk Gapoktan dan 7 belum menjadi LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dikarenakan PUAP ini sebagai program baru dan masih butuh proses untuk menjadi LKM (Siregar et al. 2013) Modal Sosial Disadari atau tidak modal sosial sudah ada dan melekat pada setiap masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial. Modal ini sangat berbeda dengan modal lain karena modal ini tidak berwujud nyata dan tampak namun bisa kita identifikasi keberadaannya dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan Alfitri (2011) modal sosial adalah kemampuan membangun jaringan dan kerjasama antar masyarakat dalam bentuk norma resiprositas dan jaringan keterlibatan antar warga yang bermanfaat terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kemandirian masyarakat lokal. Berbeda dengan modal lain seperti modal ekonomi dan modal manusia, modal sosial lebih memperlihatkan hubungan dan potensi pada kelompok dengan perhatian ruang jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir yang dari kehidupan berkelompok. Sementara modal manusia lebih menekankan pada sesuatu yang merujuk pada individual seperti daya dan keahlian yang dimiliki individu. Begitu pula modal fisik yang lebih menekankan pada keuangan, asset, serta barang-barang terlihat lain yang dapat digunakan sebagai modal (Alfitri 2011). Bank Dunia (1999) dalam Alfitri (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sesuatu yang merujuk pada dimensi institusional, hubungan yang tercipta dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Pada awalnya memang modal sosial diidentifikasi pada suatu institusi ataupun dalam kelembagaan formal sebagai sesuatu yang mampu merekatkan dan menambah kerjasama mereka namun seiring perkembangan menurut Putnam, Coleman, dan Fukuyama modal sosial dapat dikembangkan dalam bentuk norma informal yang dimiliki bersama antar anggiota masyarakat dalam melakukan kerjasama. Berdasarkan kategorinya Cox (1995) dalam Alfitri (2011) menjelaskan modal sosial sebagai rangka hubungan manusia dibentuk dari komponen yaitu kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan (networks) yang memungkinkan efektivitas dan efisiensi kerjasama didalamnya. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain kan melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita harapkan dan akan bertindak kedalam pola yang saling mendukung (Putnam dalam Alfitri 2011). Kepercayaan dapat membuat masyarakat saling bersatu dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah. Kepercayaan memiliki beberapa tingkatan berdasarkan ranah dan sumber hadirnya kepercayaan tersebut. Pada tingkat individual kepercayaan hadir dari nilai kepercayaan agama yang dianut, kompetensi seeorang, serta norma keterbukaan dalam masyarakat. Selanjutnya pada tingkat komuntas, kepercayaan hadir berdasarkan nilai dan norma yang telah melekat dalam hubungan-hubungan masyarakat. Sementara pada tingkat institusi, kepercayaan akan muncul dari karakteristik sistem yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota kelompok. Namun kepercayaan dapat hilang daya optimalnya ketika 8 mengabaikan salah satu spektrum pentiing didalamnya yaitu rentang rasa mempercayai seperti berkurang pengharapan dan kepercayaan dikarenakan suatu norma baru ataupun suatu kejadian (Alfitri 2011). Norma Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Norma ini biasanya telah terinstitusionalisasi termasuk sanksi sosialnya yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan bermasyarakat (Alfitri 2011). Norma biasanya memiliki aturan kolektif yang tidak tertulis namun telah dipahami masyarakat dalam mengatur pola hidup mereka seperti menghormati yang lebih tua, sopan santun, tidak mengganggu kesibukan orang lain, dan adat istiadat. Norma yang telah mendalam tersebut dapat menimbulkan kohesivitas masyarakat, namun norma ini juga dapat membuat masyarakat tertutup dengan ide atau pemikiran baru karena lebih mengutamakan hubungan atau melihat dari labelnya saja ketimbang melihat substansi pemikiran tersebut (Alfitri 2011). Jaringan Sosial Jaringan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam membangun relasinya. Kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pada kemampuan sekelompok orang melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Jaringan sosial ini membuat masyarakat mampu memiliki variasi hubungan saling berdampingan dengan prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan, dan keadaan sehingga kerjasama dan upaya saling menguntungkan akan timbul dalam jaringan ini untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan sosial memiliki tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Ketika kelompok terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan dan pengalaman secara turun temurun cenderung memiliki kohesifitas tinggi, tetapi jaringan dan kepercayaan terbangun sangat sempit, lain halnya dengan kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih terbuka akan memilik jaringan lebih luas dan memfasilitasi pastisipasi masyarakat dengan baik. Tipologi ini yang membuat dampak positif bagi kelompok sehingga mampu mendorong kemajuan kelompok dan mendorong pembangunan (Alfitri 2011). Selanjutnya Nasdian (2014) mengelompokan modal sosial kedalam empat dimensi untuk melihat hubungan sesama mayarakat dan komunitas serta hubungan dengan pihak berpengaruh lain. Keempat dimensi tersebut meliputi Integrasi, Pertalian, Integrasi Organisasional, dan Sinergi. Integrasi (integration) merupakan ikatan kuat antar anggota keluaga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Contohnya ikatan-ikatan berdasarkan etnik, kekerabatan, dan agama. Pertalian (linkage) adalah ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Seperti jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama. Selanjutnya integrasi organisasional (organizational integrity) merupakan keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan penegakan aturan. Terakhir adalah Sinergi (sinergy) meliputi relasi 9 antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations) yang berfokus tentang apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak untuk partisipasi warganya. Dari keempat dimensi ini pada dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal sedangkan ketiga dan keempat ditambah pasar (market) berfokus pada tingkat vertikal (Nasdian 2014). Penciptaan modal sosial yang efektif dengan memperhatikan setiap komponen-komponen diatas harus menjadi tujuan dari program pembangunan karena penciptaan setiap komponen dan dimensi tersebut membuat masyarakat mampu mengembangkan diri, menumbuhkan rasa memiliki dan pelibatan aktif masyarakat dalam program sehingga meciptakan kemandirian masyarakat dalam mendukung program pembangunan. Konsep modal sosial dan partisipasi sebenarnya merupakan kedua konsep yang saling berhubungan dalam setiap kegiatan masyarakat. Alfitri (2011) menjelaskan bahwa modal sosial berbentuk nilai dan norma informal yang dimiliki bersama kelompok masyarakat mampu menumbuhkan kerjasama. Modal sosial yang telah diterapkan dalam pola kehidupan masyarakat menbuat tingkat modal sosial yang semakin tinggi dan membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam bentuk apapun. Bahkan kesaling-percayaan antara masyarakat dan pemerintah disebabkan keterbukaan dan komitmen pemerintah daerah mampu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam program pembangunan maupun sistem pemerintahan daerah yang lebih baik (Inayah 2012). Selain itu pada penelitian Anggita (2013) partisipasi diikutsertakan dalam konsep modal sosial dan berkaitan dengan kerjasama dalam melihat kolektivitas usaha tani. Hasilnya menunjukan modal sosial dan partisipasi saling terkait dilihat dari keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan sosial dan ekonomi pertanian, bahkan partisipasi telah menjadi tradisi budaya turun temurun dalam memenuhi kebutuhan bersama (Anggita 2013). Partisipasi Program pembangunan yang diinisiasi oleh pemerintah maupun secara swadaya umumnya harus menumbuhkan pemberdayaan masyarakatnya. Menurut Nasdian (2014) pemberdayaan merupakan konsep bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Sementara ketika kita melihat definisi partisipasi, partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2014). Berdasarkan kedua definisi diatas bahwa upaya partisipasi masyarakat dapat menumbuhkan inisiatif, cara berfikir, dan tindakan mereka sendiri untuk mengontrol kehidupan mereka sehingga dengan adanya partisipasi penting untuk membuat masyarakat merasakan pemberdayaan yang mereka bentuk. Partisipasi mampu mendukung masyarakat untuk menyadari akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka atau memiliki kesadaran kritis. Partisipasi sendiri memiliki dua kategori yaitu warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang dan dikontrol orang lain, dan partisipasi 10 merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri (Nasdian 2014). Dalam hal ini partisipasi mampu mendorong penumbuhan kesadaran kritis masyarakat dan mencari solusi untuk mengatasinya. Untuk memahami bagaimana partisipasi tersebut berjalan, perlu diketahui bagaimana tahapan partisipasi terlebih dahulu menurut pendapat beberapa ahli. Berdasarkan teori Uphoff et al. (1979) dalam Nasdian (2006), partisipasi dipandang sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumber daya atau bekerjasama dalam suatu organisasi. Selanjutnya ditambahkaan oleh Cohen dan Uphoff dalam Nasdian (2014) bahwa partisipasi memiliki tahapan meliputi tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Selanjutnya pemanfaatan, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Serta tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Berbeda dengan dua teori sebelumnya, Arnstein memiliki pendapat bahwa partisipasi mempunyai tingkatan atau level yang dilihat dari seberapa jauh masyarakat terlibat dalam program ataupun seberapa sering masyarakat terlibat dalam setiap bagian program. Menurut Arnstein (1969) dalam Suroso, Hakim, dan Noor (2014), tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu program dapat dilihat dari sebarapa jauh peran masyarakat terhadap penguasa dalam program. Berdasar pada Arnsterin dalam Nasdian (2014) terdapat delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang dapat mengukur seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam program. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Manipulation (Manipulasi) Masyarakat dianggap sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh golongan penguasa. 2. Therapy (Terapi) Penguasa menganggap ketidakberdaayan masyarakat sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya. 3. Informing (Menginformasikan) Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. 4. Consultation (Konsultasi) 11 Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. 5. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. 6. Partnership (Kemitraan) Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. 7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan) Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah yang kurang memiliki legitimasi bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. 8. Citizen Control (Kontrol warga negara) Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Jika mempertimbangkan dari kedua teori sebelumnya yaitu Uphoff dan Arnstein, Uphoff dinilai lebih cocok digunakan dalam penelitian peran partisipasi dan taraf hidup ini dikarenakan Uphoff terlihat lebih menggambarkan mengenai proses partisipasi setiap tahap serta dapat menggambarkan keberhasilan program dari kontribusi masyarakat dalam program tersebut. Sementara Arnstein lebih menggambarkan seberapa jauh tingkat kekuasaan dan pengambilan kekuasaan serta dominasi antara pemerintah atau pengelola program dengan masyarakat sehingga kurang menggambarkan jembatan pencapaian taraf hidup. Partisipasi sendiri merupakan salah satu syarat utama dalam setiap program pembangunan baik dari pemerintah maupun secara swadaya. Lastinawati (2011) menjelaskan bahwa tahapan partisipasi juga bisa dilihat dari spesifik program yang akan diteliti. Seperti program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dengan tujuan penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat berdasarkan tahapan kegiatan program tersebut. Tahapan partisipasi Program PUAP secara spesifik dilihat dari tahap pelatihan PUAP, tahap sosialisasi program PUAP, tahap pendampingan pengajuan RUA, tahap penyusunan RUK, penyusunan RUB, 12 penggunaan dana, pengembalian dana, dan tahap penyusunan laporan. Penelitian Siregar et al. (2013) menyebutkan bahwa Program PUAP sangat memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga terhadap pendapatan petani. Program menghasilkan pendapatan sebesar 16 persen membuat program ini berhasil dalam meningkatkan total pendapatan masyarakat penerima program yaitu para petani menjadi lebih berinovasi dalam berusaha tani dalam hal pemilihan benih yang lebih berkualitas dan perawatan yang lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan pendapatan tersebut juga berdampak pada perubahan taraf hidup masyarakat. Penelitian lain banyak menjelaskan bahwa partisipasi pada program pembangunan memberi dampak pada perubahan taraf hidup masyarakat. Pada program pembangunan dengan partisipasi masyarakat yang aktif mampu memberi dampak pada aspek ekologi, struktur, kultur, dan perubahan taraf hidup masyarakat. Penilitian tersebut menyebutkan penerima program mampu mengalami peningkatan taraf hidupnya (Nasdian 2014). Serupa dengan hasil program PUAP di Desa Sidourip Kecamatan Beringan Kabupaten Deliserdang terkait partisipasi dengan pendapatan. Hasil menunjukan adanya partisipasi tinggi mampu menyebabkan dana semakin berkembang hingga 78.55 persen lebih tinggi dibanding desa lain. Perkembangan dana tersebut berdampak pada semakin bertambahnya usaha masyarakat dan membuat pendapatan petani bertambah. (Rajagukguk et al. 2012). Peningkatan pendapatan tersebut juga memberi dampak pada peningkatan taraf hidup petani penerima program. Taraf Hidup Kata taraf dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) berarti tingkatan, mutu atau kualitas. Jika kata tersebut dihubungkan dengan kehidupan masyarakat berarti taraf hidup merupakan kualitas hidup yang dimiliki seseorang atau keluarga dalam suatu masyarakat. Kualitas hidup ini juga dapat diartikan sebagai kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan berkecukupan. Kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut menurut Manullang dapat didefinisikan kedalam dua kategori yaitu taraf hidup primer adalah suatu kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan hidup seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan. Sedangkan taraf hidup sekunder merupakan kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan primer seperti alat-alat dan perabot (Manullang dalam Fargomeli 2014). Ketika kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder tersebut terpenuhi, maka hal ini juga dapat menggambarkan seberapa tinggi kesejahteraan masyarakat dalam kehidupannya seperti tingkat konsumsi atau pengeluaran. Karena kondisi sejahtera dapat didefinisikan juga sebagai suatu kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan (Fargomeli 2014). Kualitas hidup ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sesuai dengan pendapat di atas bahwa taraf hidup adalah kualitas kehidupan seseorang atau kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Purnamasari (2015) menambahkan bahwa peningkatan taraf hidup masyarakat, adalah segala kegiatan dan upaya masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Selanjutnya Purnamasari melihat kebutuhan hidup ini dari beberapa 13 indikator yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan hidup meliputi tingkat kecukupan pangan, tingkat kecukupan sandang, kelayakan rumah tempat tinggal, pendidikan keluarga, dan kesehatan keluarga. Menurut Purnamasari selain sandang, pangan, dan papan, faktor pendidikan keluarga dan kesehatan juga sangat mempengaruhi taraf hidup dalam suatu keluarga sehingga kedua faktor tersebut layak untuk dijadikan parameter taraf hidup (Purnamasari 2015). Terkait dengan taraf hidup tersebut dari hasil penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) menjelaskan adanya program pemerintah maupun perusahan seperti Corporate Social Responsibility (CSR) yang pelaksanaannya mampu melibatkan kontribusi masyarakat dibeberapa proyek dan program tersebut memeberi pengaruh terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat. Pengaruh pada dampak sosial tersebut dilihat dari modal sosial sedangkan dampak ekonomi dilihat dari tingkat taraf hidup meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat investasi, dan juga kondisi fisik dan prasarana tempat tinggal seseorang meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, pemilikan alat transportasi, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat investasi yang seluruhnya dapat menggambarkan taraf hidup masyarakat (Rosyida dan Nasdian 2011). Selanjutnya Suharto (2009) dalam Fargomeli (2014) menambahkan bahwa upaya untuk meningkatkan taraf hidup tersebut juga dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud berupa kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Adanya perubahan taraf hidup masyarakat tentunya disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya seperti adanya modal sosial yang kuat dan partisipasi aktif masyarakat. Seperti yang dibahas pada pustaka sebelumnya bahwa modal sosial yang telah diterapkan dalam pola kehidupan masyarakat membuat tingkat modal sosial yang semakin tinggi dan membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam bentuk apapun (Inayah 2012). Program PUAP juga mensyarakatkan partisipasi aktif setiap anggotanya. Siregar et al. (2013) menjelaskan hasil Program PUAP mampu memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga peningkatan pendapatan petani. Pendapatan merupakan salah satu aspek dari taraf hidup sehingga dengan berkembangnya pendapatan akan menyebabkan perkembangan taraf hidup masyarakat. Kerangka Pemikiran Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang tergabung dalam PNPM-Mandiri yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian. Progarm ini memiliki bentuk bantuan langsung modal usaha tani kepada gapoktan di setiap desa yang memiliki ciri kelayakan tertentu yang diajukan Gapoktan dan dikoordinasikan dengan Tim PUAP Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan. Pelaksanaan Program PUAP ini membutuhkan keterlibatan aktif anggota Gapoktan dalam merencanakan usaha bersama, usaha anggota, pengelolaan dana, penyaluran, hingga evaluasi yang murni mereka kerjakan sendiri 14 dengan bantuan dan bimbingan dari penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Anggota harus mampu menanamkan rasa kepedulian terhadap program tersebut serta memiliki rasa bahwa program tersebut akan memberi manfaat terhadap kelangsungan hidupnya. Kondisi kepedulian terhadap program akan tumbuh pada masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial antar anggota, serta nilai dan aturan yang dianut komunitas bersama yang lebih akrab disebut modal sosial. Modal sosial memiliki dimensi-dimensi dalam mengatur hubungan sosial masyarakat yang mampu menyebabkan rasa kepedulian terhadap Program PUAP sebagai program bersama meliputi kepercayaan, jaringan sosial, dan norma-norma sosial. Kepercayaan berhubungan dengan harapan yang tumbuh pada masyarakat terhadap Program PUAP yang mampu memberi nilai positif terhadap kehidupan masyarakat. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan pada masyarakat yang dapat mempermudah penukaran informasi serta pelaksanaan Program. Kemudian norma-norma merupakan nilai-nilai yang diyakini dan dijalani suatu masyarakat terhadap hadirnya Program PUAP. Tentunya dengan adanya modal sosial yang dimiliki setiap masyarakat dalam suatu komunitas ini mampu meningkatkan kepedulian masyarakat khususnya anggota Gapoktan sehingga memberi pengaruh pada keterlibatan aktif atau partisipasi anggota pada pelaksanaan Program PUAP. Partisipasi merupakan keterlibatan aktif masyarakat untuk sadar akan masalahnya dan upaya untuk mencapai solusi masalah tersebut. Keterlibatan aktif anggota pada Program PUAP sangat diperlukan untuk memberi solusi masyarakat pada masalah permodalan. Partisipasi program yang baik harus mampu melibatkan kontribusi seluruh anggota pada setiap tahapan pelaksanaan program. Tahapan tersebut meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi program. Melalui kontribusi masyarakat pada setiap program tersebut masyarakat akan menyampaikan pendapat mereka, melaksanakan kegiatan, serta mampu menikmati hasil jerih payah mereka dan merasakan manfaatnya untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat. Pencapaian dari Program PUAP tersebut akan memberi pengaruh terhadap taraf hidup masyarakat khususnya anggota Gapoktan. Taraf hidup yang menggambarkan kualitas hidup masyarakat ini dilihat dari empat komponen meliputi fasilitas rumah tangga, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat tabungan. Keempat faktor tersebut digunakan untuk menggambarkan sejauh mana kualitas hidup anggota Gapoktan setelah mengikuti program PUAP selama beberapa periode. Selain itu taraf hidup ini juga akan memberikan gambaran terhadap pencapaian Program PUAP pada Gapoktan tersebut. Tingkat Modal Sosial 1. Tingkat kepercayaan 2. Tingkat norma 3. Tingkat jaringan sosial Tingkat Partisipasi Petani dalam Program PUAP 1. Perencanaan 2. Implementasi 3. Pemenfaatan 4. Evaluasi Tingkat Perubahan Taraf Hidup 1. Tingkat pendapatan 2. Tingkat pengeluaran 3. Tingkat tabungan 4. Tingkat fasilitas rumah tangga 15 Keterangan: : Hubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian Hipotesis uji secara dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi petani dalam Program PUAP. 2. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi petani pada Program PUAP dengan tingkat perubahan taraf hidup petani. PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei menggunakan sampel yang mana kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Pengertian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Pendekatan kuantitatif pada penelitain ini bertujuan melihat bagaimana hubungan yang ditimbulkan pada variabel modal sosial dengan partisipasi, Serta variabel partisipasi yang memiliki hubungan dengan perubahan taraf hidup masyarakat. Jenis penelitian merupakan penelitian eksplanatori. Data kualitatif diambil melalui metode wawancara mendalam kepada beberapa aktor penting menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari individu yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan serta memperkuat hasil dari pendekatan kuantitatif. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa dokumen-dokumen untuk menjelaskangambaran desa dan program. Semua data hasil penelitian akan dikombinasikan dengan menjelaskan data kuantitatif dari hasil olah data kuesioner serta diperkuat dan dideskripsikan dengan data kualitatif dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Peran Modal Sosial dan Partisipasi pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Taraf Hidup Masyarakat ini dilakukan di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Ngetuk merupakan salah satu desa yang memiliki Program PUAP sejak tahun 2011 sehingga dampaknya sudah dapat dirasakan masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan hasil evaluasi PUAP di Kabupaten tahun 2015, desa ini masuk pada kategori Perkembangan PUAP yang baik karena mampu mengelola PUAP dengan kondisi pinjaman dominan lancar sehingga dapat berjalan hingga sekarang. Peneliti sendiri akan melakukan pengambilan data ke lapang dengan rentang biaya sekitar satu juta rupiah. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Januari 2016. Selanjutnya setelah proposal dibahas pada kolokium dan disetujui langkah selanjutnya adalah mengambil data baik primer maupun sekunder untuk diolah dalam skripsi. Secara rinci kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Rincian mengenai waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. 18 Tabel 1 Jadwal penelitian tahun 2016 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Kegiatan 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Kelayakan Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Penelitian Penentuan Responden dan Informan Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu responden dan informan. Responden adalah seseorang atau individu yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri terkait kondisi dirinya dengan Program PUAP. Populasi penelitian ini ialah seluruh petani Desa Ngetuk. Sementara populasi sampelnya meliputi petani Desa Ngetuk yang menjadi penerima Program PUAP. Selanjutnya, populasi sampel tersebut akan dibentuk lebih sempit menggunakan kerangka sampling. Kerangka sampling disini berisi sejumlah responden yang akan diambil dari populasi sampel yaitu petani Desa Ngetuk yang menjadi penerima Program PUAP. Adapun sampel ditentukan untuk penelitian ialah sebanyak 50 orang responden. Pengambilan sampel atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling karena pertimbangan sampel cenderung memiliki karakteristik seragam yaitu petani kecil atau anggota gapoktan dan tergabung dalam Program PUAP hingga saat ini. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pada awalnya, teknik ini dilakukan dengan cara mendapatkan data jumlah populasi masyarakat anggota Gapoktan yang menerima Program PUAP kemudian penulis melakukan pengambilan sampel dengan metode simple random sampling. Informan merupakan seseorang atau individu yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan berupa gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya terkait kondisi dan perkembangan Program PUAP. Informan juga dapat dikatakan sebagai pihak yang mampu mendukung kelancaran informasi yang diberikan. Adapun informan yang diambil menggunakan metode purposive adalah instansi terkait dalam penelitian ini meliputi 3 orang pengurus gapoktan, 4 orang perwakilan dari setiap kelopok tani, dan 1 orang penyuluh pendamping yang memiliki pengaruh kuat di desa tersebut. Informan tersebut dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. 19 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini berjenis data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan dicatat pada catatan lapangan, serta wawancara kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dan panduan pertanyaan wawancara mendalam merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Setelah panduan pertanyaan ditanyakan kepada informan, hasil dari wawancara mendalam akan direkam atau ditulis kedalam catatan lapangan berisi deskripsi dan interpretasinya sesuai format pada lampiran. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumendokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait, dalam penelitian ini seperti data dari kantor desa dan kecamatan, Kementerian Pertanian, maupun studi literatur penelitian sebelumnya. Tabel 2 Teknik pengumpulan data dan jenis data Teknik Pengumpulan Data Kuesioner Data yang Dikumpulkan ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Wawancara mendalam ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Observasi lapang dan dokumentasi data sekunder ï‚· ï‚· Karakteristik penerima program PUAP Kondisi Kepercayaan Kondisi Norma Kondisi Jaringan sosial Kondisi Partisipasi pada setiap tahap partisipasi Kondisi fasilitas tempat tinggal sebelum dan sesudah program Kondisi pendapatan sebelum dan sesudah program Kondisi tabungan sebelum dan sesudah program Kondisi pengeluaran sebelum dan sesudah program Kondisi Program PUAP di Desa Ngetuk Kondisi kepercayaan penerima program Kepatuhan penerima dan sangsi terhadap aturan-aturan Program PUAP Kondisi jaringan sosial penerima Program PUAP Keterlibatan penerima pada setiap tahap partisipasi Kebermanfaatan program Kondisi evaluasi program Perubahan kondisi fisik rumah tangga penerima program Perubahan pendapatan penerima program Perubahan tabungan penerima program Perubahan pengeluaran penerima program Perkembangan perubahan taraf hidup penerima Program PUAP Gambaran umum desa melalui data monografi dan data potensi desa Laporan Pertanggungjawaban gapoktan tahun 2016 Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gapoktan 20 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013 dan SPSS Version 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013. Kemudian SPSS Version 21 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Sebelum melakukan penelitian, kuesioner melalui uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan hasil uji kuesioner diolah menggunakan uji statisik SPSS dengan hasil nilai cronbach alpha 0.771. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata ataupun tabel dan matriks yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing untuk memperjelas kembali kebenarannya. Data sekunder akan disortir dan disajikan untuk untuk menjelaskan gambaran dasar lokasi dan memperkuat penjelasan data primer. Seluruh hasil penelitian ini akan dituliskan dalam laporan berbentuk skripsi. Definisi Operasional Tingkat Modal Sosial Modal sosial merupakan salah satu pendorong anggota Gapoktan agar memiliki kepedulian terhadap berjalannya Program PUAP sehingga menimbulkan keterlibatan aktif pada program tersebut. Adapun bentuk modal sosial yang dibahas dalam penelitian ini adalah tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial. Ketiga aspek tersebut akan dilihat hubungannya dalam mendukung tingkat partisipasi pada Program PUAP. Setiap aspek akan diukur menggunakan data ordinal. Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu dijumlahkan dan hasilnya merupakan indikator dan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah itu setiap indikator akan dijumlahkan dan dikategorikan dalam tiga tingkat kembali untuk melihat variabel. 21 Tabel 3 Definisi operasional tingkat modal sosial Indikator Tingkat Keperca yaan Tingkat Norma Definisi Tingkat kepercayaan kepada pengelola Program PUAP, pengurus Gapoktan, penyuluh, dan anggota lain dapat membantu pengelolaan PUAP dengan baik dan sesuai harapan. Tingkat kepatuhan dan kejeraan sangsi penerima program terhadap aturanaturan dari masyarakat, Gapoktan, maupun dari Program PUAP. Definisi Operasional Kategori Skor 1. Kepercayaan pada pengelola : 1-5 2. Kepercayaan pada penyuluh pendamping : 2 x (1-5) 3. Kepercayaan pada pengurus Gapoktan : 2 x (1-5) 4. Kepercayaan pada anggota lain : 2 x (1-5) Total nilai 7 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 7-16 2. Sedang : 17-26 3. Tinggi : 27-35 1. Kepatuhan dan sangsi aturan desa : 2 x (1-5) 2. Kepatuhan dan sangsi aturan program : 2 x (1-5) 1. 2. 3. Tingkat Jaringan Sosial Banyaknya hubungan sosial dari jenjang kenal hingga akrab pihak-pihak yang berhubungan dengan PUAP. 4. 5. 6. 7. Jaringan dengan pengelola : 1-5 Jaringan dengan penyuluh : 1-5 Jaringan dengan pengurus gapoktan : 1-5 Jaringan dengan pemerintah desa : 1-5 Jaringan dengan pedagang : 1-5 Jaringan dengan pasar : 1-5 Jaringan dengan anggota lain : 1-5 Total nilai 4 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 4-9 2. Sedang : 10-14 3. Tinggi : 15-20 Total nilai 7 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 7-16 2. Sedang : 17-26 3. Tinggi : 27-35 Skala Pengu kuran Ordinal Ordinal Ordinal Tingkat Partisipasi Masyarakat Partisipasi dipandang sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumber daya atau bekerjasama dalam suatu organisasi (Uphoff et al. dalam Nasdian 2006). Selanjutnya ditambahkaan oleh Cohen dan Uphoff dalam Nasdian (2014) bahwa partisipasi memiliki tahapan meliputi tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu dijumlahkan dan hasilnya merupakan indikator dan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah 22 itu setiap indikator akan dijumlahkan dan dikategorikan dalam tiga tingkat kembali untuk melihat variabel. Tabel 4 Definisi operasional tingkat pasrtisipasi masyarakat Indikator Definisi Tahap perencana an Keikutsertaan penerima program dalam rapat perencanaan PUAP. Tahap implement asi Partisipasi terhadap pelaksanaan program. Bentuk partisipasi seperti keikutsertaan dalam mengelola dana PUAP dan usaha pribadi Tahap pemanfaat an Manfaat dari program yang dirasakan anggota. Semakin besar manfaat dari suatu program maka program tersebut berhasil mengenai sasaran. Tahap evaluasi Partisipasi penerima program dalam mengevaluasi berjalannya program PUAP. Definisi Operasional Kategori 1. Jumlah diundang rapat : 1-3 2. Jumlah kehadiran rapat : 1-3 3. Penyampaian pendapat : 1-3 4. Penyanggahan pendapat : 1-3 5. Pendapat dipertimbangkan : 1-3 1. Keikutsertaan pengelolaan dana : 1-3 2. Keikutsertaan dalam mengelola usaha : 1-3 3. Jumlah keikutsertaan pelatihan : 1-3 4. Inisiatif dalam pelaksanaan program : 1-3 1. Peningkatan pendapatan usaha : 1-4 2. Peningkatan skala usaha : 1-4 3. Peningkatan pengetahuan usaha : 1-4 4. Peningkatan keterampilan usaha : 1-4 1. Jumlah keikutsertaan evaluasi : 1-3 2.Penyampaian pendapat : 1-3 3. Pendapat dipertimbangkan : 1-3 4. Program Berkembang : 1-3 5. Pengontrolan program : 1-3 Skor Total nilai 5 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 5-8 2. Sedang : 9-11 3. Tinggi : 12-15 Skala Penguku ran Ordinal Total nilai 4 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 5-8 2. Sedang : 9-11 3. Tinggi : 12-15 Ordinal Total nilai 4 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 4-7 2. Sedang : 8-12 3. Tinggi : 13-16 Ordinal Total nilai 5 pertanyaan lalu dikategorikan 1. Rendah : 6-8 2. Sedang : 9-11 3. Tinggi : 12-15 Ordinal Tingkat Taraf Hidup Taraf hidup merupakan kemampuan seseorang atau keluaraga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Taraf hidup sendiri dapat dilihat dari beberapa komponen meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat investasi, dan juga fasilitas rumah tangga. Fasilitas rumah tangga tersebut meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, pemilikan alat transportasi, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat 23 investasi yang seluruhnya dapat menggambarkan taraf hidup masyarakat (Rosyida dan Nasdian 2011). Setiap aspek akan diukur menggunakan data ordinal. Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu dijumlahkan dan hasilnya merupakan indikator dan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah itu setiap indikator akan dijumlahkan dan dikategorikan dalam tiga tingkat kembali untuk melihat variabel. Tabel 5 Definisi operasional tingkat taraf hidup masyarakat Indikator Tingkat Pendapa tan Tingkat Pengelu aran Tingkat Tabunga n Fasilitas Rumah Tangga Definisi Banyaknya pendapatan responden selama sebulan dengan satuan rupiah Banyaknya pengeluaran responden selama sebulan dengan satuan rupiah (pangan dan non-pangan) Banyaknya simpanan, uang, barang, dan lahan yang digunakan responden sebagai tabungan di hari mendatang Keadaan fisik tempat tinggal dan fasilitas barang-barang yang membantu perkerjaan rumah tangga Definisi Operasional Kategori Skor Skala Pengu kuran Seluruh pendapatan responden (rupiah) 1. Rendah : X ≤ -½ SD 2. Sedang : -½ SD < X < ½ SD 3. Tinggi : X ≥ ½ SD Ordinal Seluruh pengeluaran responden (rupiah) 1. Rendah : X ≤ -½ SD 2. Sedang : -½ SD < X < ½ SD 3. Tinggi : X ≥ ½ SD Ordinal Seluruh tabungan responden (rupiah) 1. Rendah : X ≤ -½ SD 2. Sedang : -½ SD < X < ½ SD 3. Tinggi : X ≥ ½ SD Ordinal 1. Sumber air : 1-5 2. Status kepemilikan : 1-5 3. Luas bangunan (ha) : 1-5 4. Jenis lantai : 1-6 5. Jenis dinding : 1-3 6. Fasilitas BAB : 1-3 7. Sumber penerangan : 1-4 8. Bahan bakar : 1-6 9. Aset rumah tangga : 0-22 1. Rendah : X ≤ -½ SD 2. Sedang : -½ SD < X < ½ SD 3. Tinggi : X ≥ ½ SD Ordinal GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Ngetuk merupaka salah satu desa yang berada di Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara. Letak koordinat Desa Ngetuk ialah berada pada 110.82905 BT / -6.720883 LS. Batas-batas Geografis Desa Tegal Waru ialah sebagai berikut : ï‚· Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Bategede ï‚· Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Tritis ï‚· Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Bendanpete ï‚· Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Karang Nongko Desa ini terdiri dari empat dusun, sembilan Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT). Desa Ngetuk memiliki luas wilayah 283,66 Ha terdiri dari luas areal persawahan 116,81 Ha, luas pemukiman 45,15 Ha, Luas Perkebunan 41,52, Pekarangan 35,53 Ha, dan Luas tanah darat lain 44,65 Ha. Adapun perincian tataguna lahan Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara terdapat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Tataguna lahan Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Hutan 137.00 29.85 Sawah 116.81 25.45 Pemukiman 45.15 9.84 Perkebunan 41.52 9.05 Tegal/Ladang 40.58 8.84 Pekarangan 35.53 7.74 Tanah Kas Desa 27.70 6.04 Fasilitas Umum 14.65 3.19 Jumlah Luas Wilayah 458.94 100.00 Sumber: Data Pokok Desa Ngetuk, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Tahun 2015 (http://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/dpokok_grid_t01/) Secara geografis desa ini memiliki jumlah luas sawah dan hutan yang lebih besar sekitar 55% dari jumlah luas wilayah sehingga desa memiliki potensi lebih di bidang pertanian. Pada area persawahan sistem aliran air yang diterapkan berupa irigasi setengah teknis seluas 38.94 Ha dan tadah hujan sebesar 77.87 Ha. Tanaman yang dikembangkan di area persawahan tersebut sebagian besar berisi padi, tebu, dan palawija. Sementara di area perkebunan banyak ditanami buah-buahan, jati, dan sengon. Desa Ngetuk memiliki iklim tropis artinya hanya terdapat dua musim di desa ini yaitu musim hujan dan musim kemarau. Desa ini dialiri satu aliran sungai dari mata air yang airnya banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi sawah mereka. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman padi rata-rata mampu panen 26 sekitar 3-4 kali dalam satu tahun. Pada bidang transportasi, sarana transportasi yang menghubungkan desa dengan wilayah sekitarnya dapat dikatakan lancar. Hal ini dapat dibuktikan dengan ketersedian angkutan umum pada pagi hari dan hampir setiap rumah memiliki kendaraan bermotor. Untuk dapat mengakses ke bagian dalam wilayah Desa Ngetuk, sarana transportasi lainnya ialah berupa ojeg. Fasilitas transportasi ini memudahkan akses masyarakat ke luar desa seperti pendidikan, perdagangan, dan lainnya. Kondisi Demografi dan Sosial Budaya Kependudukan Hasil sensus penduduk desa tahun 2015 menyatakan bahwa penduduk Desa Ngetuk berjumlah 5.463 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.655 jiwa dan jumlah penduduk perempuan ialah sebesar 2.808 jiwa. Adapun komposisi usia penduduk dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 Kelompok Umur Laki-laki Persentase Perempuan Persentase (Tahun) (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 0-6 284 10.69 281 10.08 7 – 12 323 12.16 288 10.33 13 - 18 275 10.35 316 11.33 19 - 25 391 14.72 417 14.95 26 - 40 557 20.97 587 21.05 41 – 55 395 14.87 424 15.20 56 - 65 266 10.02 272 9.75 65 - 75 165 6.21 204 7.31 > 75 29 1.09 32 1.15 Jumlah 2656 100.00 2789 100.00 Sumber: Data Pokok Desa Ngetuk, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Tahun 2015 (http://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/dpokok_grid_t01/) Berdasarkan tabel komposisi usia penduduk, Desa Ngetuk memiliki rasio jenis kelamin sebesar 95,23 persen artinya terdapat 95 orang laki-laki dari 100 orang perempuan di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari. Data tersebut menggambarkan bahwa proporsi antara laki-laki dan perempuan tidak selisih jauh jumlahnya. Apabila dilihat dari rentang komposisi umur penduduk, Desa Ngetuk didominasi oleh usia produktif karena jumlah umur angkatan kerja lebih banyak daripada jumlah umur non-angkatan kerja. Rasio beban tanggungan di desa ini adalah sekitar 69 yang berarti tiap 100 individu usia produktif, memiliki beban tanggungan sejumlah 69 orang. Masyarakat Desa Ngetuk pada usia produktif sebagian melakukan pekerjaan proyek di luar kota seperti di Semarang, Jabodetabek, hingga ke Malaysia. Para pekerja proyek luar kota berkerja meninggalkan desa selama 1 bulan dan kembali ke desa sekitar 1-2 kali. Sementara 27 untuk yang berkerja di Malaysia, penduduk bekerja selama 11 bulam dan kembali ke desa selama 1 bulan. Biasanya ketika bulan puasa hingga lebaran. Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Desa Ngetuk adalah Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Beberapa orang dengan umur diatas 65 tahun rata-rata kurang mampu untuk berbahasa Indonesia. Adapun agama mayoritas yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ngetuk ialah Islam dilihat dari hampir semua penduduk di desa Ngetuk beragama Islam dan dilihat dari jumlah bangunan masjid 4 buah serta musholla yang dimiliki hampir di setiap RW. Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan disini merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk atau masyarakat Desa Ngetuk sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarganya untuk mendapatkan penghasilan. Mata pencaharian penduduk di Desa Ngetuk cukup beragam dan umumnya berkelompok-kelompok sehingga mudah untuk dikategorikan. Pada bidang pertanian, jumlah rumah tangga yang bekerja sebagai petani sebesar 390 keluarga dengan jumlah anggota 1550 orang. Sementara jumlah rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani sebesar 250 keluarga dengan jumlah 1000 orang. Masyarakat selain petani banyak bekerja pada bidang industri kecil dan kerajinan rumah tangga sebesar 1171 orang dan sebagai karyawan perusahaan swasta sebesar 876 orang. Sementara yang memilih bekerja menjadi pegawai negeri sipil sebanyak 96 orang. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa sebagian dari pekerja karyawan perusahaan tersebut bekerja menjadi karyawan proyek di luar kota seperti Semarang, Jabodetabek, serta menjadi TKI di Malaysia. Mereka bekerja dengan waktu yang berpola selama beberapa minggu dan beberapa bulan setelah itu kembali ke desa. Hal tersebut dikarenakan lapangan pekerjaan di luar kota dan di Malaysia dianggap lebih menjanjikan daripada bekerja di dalam desa dan kota. Upah dari bekerja di luar kota dan di Malaysia juga dianggap lebih pasti dan lebih tinggi dibanding melakukan usaha pertanian di desa yang harga jual hasil panennya sangat berubah-ubah dan cenderung lebih kecil. Sementara masyarakat yang memilih bekerja di sekitar Desa Ngetuk sebagian besar bekerja sebagai petani dan usaha tani, berdagang, serta menjadi karyawan pabrik garmen, produk pakaian, dan rokok. Kondisi Ekonomi Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya bahwa masyarakat Desa Ngetuk Sebagian besar bekerja sebagai petani, buruh tani, pedagang, karyawan, dan pegawai negeri sipil dengan penghasilan yang berbeda-beda. Karena penghasilan berbeda-beda tersebut tingkat kesejahteraan keluarga di masyarakat berbeda-beda pula. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa kesejahteraan keluarga di Desa Ngetuk jauh lebih banyak di tingkat sejahtera 2 dengan persentase 55.03 % dari keseluruhan keluarga. Sementara disusul dengan tingkat prasejahtera dan sejahtera 1 dengan persentase sebesar 19.04 % dan 14.99 %. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah keluarga di desa ngetuk sebagian besar pada tingkat kesejahteraan rendah-sedang. Sebagaian besar dari penduduk yang berada pada tingkat kesejahteraan ini memiliki pekerjaan dengan upah yang 28 dominan rendah seperti petani kecil, buruh tani, pedagang kecil, dan sebagian karyawan pabrik. Tabel 8 Jenis pekerjaan penduduk Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 Jumlah Kesejahteraan Keluarga Persentase (%) (Keluarga) Prasejahtera 329 19.04 Sejahtera 1 259 14.99 Sejahtera 2 951 55.03 Sejahtera 3 139 8.04 Sejahtera 3 plus 50 2.89 Jumlah 1728 100.00 Sumber: Data Potensi Desa Ngetuk Tahun 2015 GAMBARAN UMUM RESPONDEN Karakteristik responden yang menjadi fokus penelitian ini adalah Anggota Tani Penerima Program PUAP di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dalam penelitian ini, jumlah responden yang diteliti sebanyak 45 responden. Karakteristik responden yang di lihat dalam penelitian ini ada beberapa hal yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pinjaman, dan penggunaan dana. Berikut data penjelasan hasil penelitian. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden dalam penelitian di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari dapat dilihat pada Tabel 9. Data hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden di yang mengikuti Program PUAP memiliki frekuensi laki-laki dan perempuan yang hampir sama yaitu sebesar 22 orang atau 48.9 persen dan 23 orang atau 51.1 persen. Jumlah frekuensi hampir sama dikarenakan Program PUAP sendiri menerima semua anggota yang mau meminjam baik laki-laki dan perempuan. Biasanya laki-laki banyak menggunakan pinjamannya untuk modal mengelola pertanian dan sebagai tambahan menjadi pegawai, sementara peminjam perempuan banyak menggunakan modal untuk mengelola usaha perdagangan dan sebagai tambahan menjadi karyawan. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 2016 Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 22 48.9 Perempuan 23 51.1 Total 45 100.0 Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh responden. Tingkat pendidikan responden penerima program berada pada kategori tidak tamat sekolah, tamat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Hasil pada Tabel 10 menunjukan bahwa sebagian besar dari responden memiliki pendidikan tamat SD yaitu sebesar 24 orang atau 53.3 persen. Sementara jumlah responden yang memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 7 orang atau 15.6 persen dan tamat SMA sebanyak 9 orang atau 20 persen. Penerima Program PUAP juga ada yang menduduki perguruan tinggi namun hanya berjumlah 1 orang saja. Penerima program sebagian besar memiliki pendidikan rendah yaitu sekitar tamat SD dan SMP dikarenakan untuk pekerjaan seperti petani, karyawan, maupun usaaha dagang dengan skala penghasilan kecil hingga menengah tidak membutuhkan ilmu dan keahlian yang terlalu tinggi artinya juga bisa dijalani oleh orang-orang dengan tamatan SD dan sekitarnya. Selain itu sebagian besar dari penerima program yang berada pada tingkat SD memiliki penghasilan yang rendah hingga menengah sehingga memerlukan bantuan modal untuk memulai usaha ataupun melanjutkan usaha mereka agar dapat berjalan. 30 Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendididkan terakhir 2016 Pendididkan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%) Tidak tamat sekolah dasar 4 8.9 Tamat SD 24 53.3 Tamat SMP/Sederajat 7 15.6 Tamat SMA/Sederajat 9 20.0 Tamat Perguruan Tinggi 1 2.2 Total 45 100.0 Pekerjaan Pekerjaan merupakan mata pencaharian sehari-hari penerima program untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Hasil penelitian pada Tabel 11 menunjukan bahwa penerima Program PUAP memiliki pekerjaan yang tersebar pada setiap bagian pekerjaan. Sementara pekerjaan tertinggi berada pada sektor non formal lain dengan jumlah 11 orang atau 24.4 persen. Pekerjaan dibawah sektor non formal lain yang memiliki jumlah terbanyak yaitu pengusaha dan petani dan buruh dengan jumlah 11 orang atau 24.4 persen dan 8 orang atau 17.8 persen. Jumlah pekerjaan terendah yaitu TNI atau Polri sebanyak 3 responden. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan utama 2016 Pekerjaan Utama Jumlah (n) Persentase (%) TNI atau Polri 3 6.7 Pegawai Negeri 6 13.3 Karyawan 7 15.6 Petani dan buruh 8 17.8 Pengusaha 10 22.2 Sektor non formal lain 11 24.4 Total 45 100.0 Sektor non formal lain yang memiliki jumlah tertinggi tersebut terdiri dari tukang isi korek, pekerja serabutan, belum bekerja, dll. Selanjutnya yang terbanyak adalah petani, buruh, dan pengusaha karena sesuai dengan tujuan Program PUAP ini peminjam dikhususkan untuk anggota yang bekerja sebagai petani dan pengusaha tani yang membutuhkan bantuan modal untuk mengembangkan usahanya. Selain pekerjaan petani dan pengusaha tani tersebut penerima program yang bekerja di bidang lain kebanyakan menggunakan dana pinjaman untuk melakukan usaha sampingan untuk menambah penghasilan dan untuk menutupi kehidupan sehari-hari. PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DI DESA NGETUK Gambaran Umum Kepengurusan Program PUAP Pengadaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk telah berjalan sejak tahun 2011 yang dikelola oleh Gapoktan Makmur Jaya Desa Ngetuk. Program dengan tujuan untuk membantu masalah permodalan usaha tani masyarakat ini sangat didukung oleh Balai Penyuluh Kecamatan dan Pemerintah Desa Ngetuk sehingga dapat berkembang hingga saat ini. Program ini dikelola Tim Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan Makmur Jaya sebagai lembaga simpan pinjam khusus untuk melayani anggota gapoktan. Secara luas LKM-A menyalurkan dana simpan pinjam kepada anggota tani yang melakukan usaha baik produksi pertanian on-farm maupun off-farm. Gapoktan Makmur Jaya merupakan gabungan dari kelompok tani yang bekerja sama dengan tujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan Makmur Jaya diharapkan masyarakat mampu berfungsi dalam fungsifungsi pemenuhan permodalan pertanian, dan termasuk menyediakan informasi yang dibutuhkan petani. Selain itu gapoktan ini juga dibentuk untuk mengelola program-program dari pemerintah yang bertujuan untuk membantu usaha pertanian masyarakat. Kepengurusan Gapoktan Makmur Jaya awal dibentuk pada tanggal 22 Mei 2008 dengan masa periode 5 tahun melalui musyawarah bersama perangkat desa. Setelah itu jika masa kepengurusan sudah selesai akan dimusyawarahkan kembali. Kecuali jika ada pengurus yang melanggar aturan maka dapat diganti sesuai kebijakan dari pengurus gapoktan dan pengurus poktan. Struktur kepengurusan sendiri dicantumkan pada lampiran. Tabel 12 Daftar Kelompok Tani Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 Lokasi Jumlah Anggota Nama Poktan Persentase (%) (Dusun) (Orang) Sido Mulyo 1 Blok 1 18 14.4 Sido Mulyo 2 Blok 2 31 24.8 Sido Mulyo 3 Blok 3 46 36.8 Sido Mulyo 4 Blok 4 30 24 Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Rapat Anggota Tahunan Desa Ngetuk Tahun 2016 Gapoktan Makmur Jaya menaungi 4 kelompok tani (poktan) yang tersebar di setiap dusun pada Desa Ngetuk. Pembagian lokasi kelompok tani didasarkan pada lokasi wilayah tempat tinggal dan dusun di Desa Ngetuk. Pemilihan anggota setiap kelompok tani melalui pendaftaran kepada ketua poktan dan bersedia mengikuti peraturan dan kegiatan poktan. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 12, Sebaran anggota kelompok tani yang paling banyak berada pada Poktan Sido Mulyo 3. Hal ini dikarenakan luas wilayah di Sido Mulyo 3 adalah paling luas dan banyak dari masyarakat yang bekerja menjadi petani serta bersedia bergabung ke dalam kelompok tani. 32 Penyelenggaraan rapat dan pertemuan Gapoktan Makmur Jaya selama setahun terakhir diadakan sebanyak 19 kali dengan rincian 12 kali rapat khusus untuk pengurus gapoktan, 1 kali rapat pengurus dengan anggota gapoktan, dan 6 pertemuan lain. Pertemuan lain tersebut berupa sosialisasi, pelatihan, dan kunjungan yang diadakan dari balai penyuluhan maupun dinas terkait dan dihadiri oleh perwakilan dari pengurus gapoktan. Proses berjalannya Program PUAP pada awalnya program ini ditempuh melalui beberapa tahap hingga dana BLM PUAP dapat cair. Langkah pertama yang dilakukan pada masa pengajuan tahun 2011 adalah setiap poktan melakukan Rapat Umum Anggota (RUA) terkait macam-macam usaha yang ingin dikembangkan oleh anggota poktan. Selanjutnya hasil rapat ditampung dan dimusyawarahkan pada Rapat Umum Kepengurusan (RUK) oleh pengurus dan anggota gapoktan bersama dengan pemerintah desa dan penyuluh lapang. Rapat tersebut membahas mengenai kebutuhan utama usaha baik pertanian on-farm dan pertanian off-farm yang potensial dapat membantu usaha anggota. Setelah disepakati hasil rapat diajukan ke dalam Rencana Usaha Bersama (RUB) untuk memetakan pembagian dana pinjaman kepada setiap poktan dan usaha petani secara adil. Selanjutnya pada tahun 2012 dana Simpan Pinjam PUAP baru cair sebesar 100 juta dan dikelola oleh Tim LKM-A Gapoktan Makmur Jaya. Calon peminjam dapat meminjam dana PUAP maksimal 2 juta per individu dengan prosedur membawa foto kopi KTP, KK, surat rekomendasi dari ketua poktan, serta harus memenuhi simpanan wajib dan pokok terlebih dahulu. Pengangsuran dilakukan sebanyak 10 kali dengan biaya jasa sebesar 1% per angsuran dan jangka waktu maksimal hingga 10 bulan. Bagi peminjam yang belum dapat membayar maka diberi keringanan hingga 3 bulan. Hasil dari jasa tersebut digunakan gapoktan untuk biaya kegiatan, adminstrasi, dan disimpan kembali untuk menambah saldo. Hingga RAT pada Maret 2016, dana simpan pinjam telah berkembang menjadi 125.492.000 dengan rincian dana yang sudah tersalur selama 4 tahun sekitar 235 juta rupiah. Kondisi Penerima Program PUAP Kondisi penerima Program PUAP merupakan informasi keadaan penerima program selama empat tahun ini berjalan. Kondisi ini meliputi status keanggotaan, lama bergabung, frekuensi pinjaman, frekuensi peminjaman setiap tahun, dan jumlah pinjaman terakhir. Kondisi penerima program dapat memberi gambaran berjalannya Program PUAP di Desa Ngetuk serta keefektifan program tersebut. Secara lebih lengkap akan dijelaskan berikut. Status Keanggotaan Status keanggotaan merupakan status kepengurusan program jabatan yang dibawa penerima program yang berkaitan dengan peran menjalankan program tersebut. Status keanggotaan penerima pada penelitian ini dibagi menjadi dua status umum yaitu pengurus dan anggota. Berdasarkan data pada Tabel 13, frekuensi status keanggotaan penerima program terbesar ada pada status anggota yaitu sebanyak 38 orang atau 84.4 persen. Sementara hanya 7 orang yang menjadi pengurus baik pengurus aktif maupun yang kurang aktif. Hal ini menujukan bahwa 33 adanya Program PUAP di Desa Ngetuk telah dimanfaatkan oleh pengurus dan anggota. Lebih dari 50 persen pengurus juga ikut meminjam dikarenakan kesempatan untuk meminjam yang lebih dekat dan mereka sendiri yang mengelolanya sehingga proses peminjaman lebih mudah dan cepat. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status keanggotaan Program PUAP 2016 Status Keanggotaan Jumlah (n) Persentase (%) Pengurus 7 15.6 Anggota 38 84.4 Total 45 100.0 Lama Bergabung Lama bergabung merupakan jumlah lama periode menjadi penerima program dalam hitungan tahun. Proses bergabungnya penerima program dalam Program PUAP pada awalnya diambil dari anggota-anggota kelompok tani sebanyak 100 orang dan telah berkembang 25 persen hingga tahun 2015 akhir. Berdasarkan data pada Tabel 14 yang menunjukan frekuensi lama bergabung penerima Program PUAP, terlihat bahwa sebagian besar penerima program telah bergabung selama 4 tahun dengan frekuensi sebanyak 27 orang atau 60 persen. Selanjutnya diikuti oleh periode 3 tahun, 2 tahun, dan 1 tahun dengan frekuesi masing-masing 11 orang, 5 orang, dan 2 orang. Kondisi ini menunjukan baik pengurus dan anggota sebagian besar telah mengikuti program dari awal dan bersedia melanjutkan program hingga empat tahun periode dan masih bersedia melanjutkan kembali. Selain itu banyak masyarakat yang ingin bergabung menjadi penerima program setiap tahunnya. Hal ini menunjukan masyarakat dan penerima program masih sangat antusias terhadap program dan antusias penerima tersebut semakin bertambah setiap tahun. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama bergabung Program PUAP 2016 Lama Bergabung Jumlah (n) Persentase (%) Satu Tahun 2 4.4 Dua Tahun 5 11.1 Tiga Tahun 11 24.4 Empat Tahun 27 60.0 Total 45 100.0 Frekuensi Pinjaman Frekuensi pinjaman merupakan jumlah berapa kali pinjaman yang dilakukan penerima program dari awal Program PUAP hingga rentang akhir 2015. Peminjam dapat melakukan pinjaman kembali jika periode pinjaman sebelumnya telah lunas. Berdasarkan data pada Tabel 15 yang menunjukan frekuensi pinjaman penerima program, frekuensi pinjaman tertinggi berada pada pinjaman sebanyak 2 34 kali dan 3 kali dengan jumlah sebanyak 16 orang atau 35.6 persen dan 15 orang atau 33.3 persen. Sementara sisanya memiliki frekuensi pinjaman 1 kali dan 2 kali dengan jumlah 5 orang dan 9 orang. Kondisi ini menunjukan frekuensi pinjaman penerima program pada tingkat sedang artinya penerima masih antusias dan bersedia melanjutkan pinjaman untuk mengelola usaha mereka. Sebagian penerima yang baru bergabung beberapa tathun terakhir juga bersedia melanjutkan pinjaman setiap tahun. Hanya sebagian kecil yang tidak melanjutkan pinjaman dengan alasan sudah tidak membutuhkan uang pinjaman lagi karena usahanya sudah mandiri atau malah usahanya tidak berjalan. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi pinjaman Program PUAP 2016 Frekuensi Pinjaman Jumlah (n) Persentase (%) 5 11.1 Satu Kali 16 35.6 Dua Kali 15 33.3 Tiga Kali 9 20.0 Empat Kali Total 45 100.0 Jumlah Peminjam Jumlah peminjam merupakan banyaknya penerima program yang meminjam uang kepada simpan pinjam PUAP setiap tahun. Berdasarkan data pada Tabel 16 yang menunjukan jumlah penerima program yang melakukan pinjaman per tahun, peminjam tebanyak berada pada tahun 2014 dengan jumlah sebanyak 34 orang atau 75.4 persen. Kondisi tahun 2014 tertinggi ini merupakan perkembangan dari tahun 2012 dan 2013 yang berkumbang dengan jumlah 21 orang menjadi 31 orang. Sementara pada tahun 2015 peminjam mengalami penurunan sebanyak 4 orang menjadi 30 orang atau 66.6 persen. Secara keseluruhan jumlah peminjam setiap tahun mengalami peningkatan dikarenakan sebagian besar penerima program masih membutuhkan pinjaman dana untuk mengelola usaha mereka. Selain itu pengusaha lain juga masih membutuhkan bantuan modal sehingga setiap tahun semakin bertambah anggota PUAP dan peminjam semakin bertambah. Namun pada tahun 2015 mengalami penurunan dikarenakan terjadi masalah kepengurusan yaitu ada yang melakukan korupsi uang simpan pinjam sehingga dana yang seharusnya dipinjamkan kepada penerima program namun masih tertahan pada pengurus tersebut. Namun masalah tersebut sudah diatasi pada rapat akhir tahun 2015. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peminjam per tahun Program PUAP 2016 Peminjam Per Tahun Jumlah (n) Persentase (%) Tahun 2012 21 46.6 Tahun 2013 31 68.8 Tahun 2014 34 75.4 Tahun 2015 30 66.6 35 Jumlah Pinjaman Terakhir Jumlah pinjaman terakhir merupakan jumlah nominal pinjaman terakhir yang dilakukan penerima program selama bergabung dalam simpan pinjam PUAP. Jumlah nominal pinjaman terakhir dipilih untuk melihat seberapa banyak dana yang dapat dipinjamkan pengurus kepada penerima program. Perlu diketahui bahwa pada tahun 2012 peminjam hanya boleh meminjam 1 juta rupiah karena keterbatasan modal simpan pinjam. Berdasarkan data pada Tabel 17 yang menunjukan jumlah nominal pinjaman terakhir penerima program, terlihat bahwa peminjam sebagian besar melakukan pinjaman sebesar 2 juta dengan jumlah sebanyak 30 orang atau 66.7 persen. Sementara penerima lain melakukan pinjaman 1 juta dan 1.5 juta sebanyak 13 orang dan 2 orang. Hal ini menunjukan perkembangan dari yang awalnya hanya boleh meminjam 1 juta menjadi dominan 2 juta. Selain itu penerima program lebih memilih melakukan pinjaman 2 juta dikarenakan kebutuhan modal yang sangat besar untuk melakukan usaha sehingga modal 1 juta hingga 2 juta dinilai sangat kurang untuk menjalankan usaha tani mereka. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah peminjam terakhir Program PUAP 2016 Jumlah Pinjaman Terakhir Jumlah (n) Persentase (%) 13 28.9 Satu Juta 2 4.4 Satu Setengah Juta 30 66.7 Dua Juta Total 45 100.0 Status Pinjaman terakhir Status pinjaman terakhir merupakan status peminjaman PUAP yang sedang dijalani responden selama masa penelitian sedang berlangsung. Status ini diambil dari masa pinjaman terakhir responden baik yang masih dalam tahap pelunasan ataupun yang sudah lunas. Dari keseluruhan responden, dapat dikatakan status yang paling dominan dilihat dari nilai median adalah masa pengembalian. Hal ini dikarenakan masa pengembalian memiliki frekuensi tinggi yaitu 20 orang atau 44.4 persen. Selanjutnya diikuti oleh masa tenggang sebanyak 11 orang atau 24.4 persen. Sementara yang melewati masa tenggang memiliki frekuensi kecil hanya 7 orang atau 15.6 persen. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status pinjaman PUAP 2016 Status Pinjaman Jumlah (n) Persentase (%) Lewat masa tenggang 7 15.6 Masa tenggang 11 24.4 Masa pengembalian 20 44.4 Sudah dikembalikan 7 15.6 Total 45 100.0 36 Tabel 18 tersebut menunjukan masa pengembalian memiliki frekuensi tertinggi. Hal ini sesuai kondisi lapangan bahwa banyak penerima program yang membayar angsuran dan melunasinya sesuai waktu yang ditentukan. Sementara kedua tertinggi adalah masa tenggang dengan arti penerima program mengalami penunggakan tidak lebih dari 3 bulan. Sangsi yang diberikan oleh pengurus seperti memberi peringatan secara lisan dan melalui surat dari gapoktan. Selanjutnya lewat masa tenggang tersebut berarti sebanyak 7 orang responden mengalami penunggakan lebih dari 3 bulan. Frekuensi lewat masa tenggang tersebut cukup kecil dengan sangsi yang diberikan hanya didatangi ke rumahnya dan diberi surat oleh pengurus dan kepala desa. Pernyataan tersebut sesuai pendapat responden dibawah ini. “Kalau data saya hanya kecil yang nunggak, itupun dampak dari masalah keluarga. Data saya seperti itu kemaren ada tiga, yang satu memang tidak ngangsur karena ada masalah keluarga kemudian pergi sudah dua tahun nggak pulang” (SD, 49 Tahun) Penggunaan Dana Terakhir Penggunaan dana terakhir merupakan status penggunaan dana peminjaman PUAP yang sedang dijalani responden selama masa penelitian sedang berlangsung. Status penggunaan ini diambil dari masa pinjaman terakhir responden baik yang masih dalam tahap pelunasan ataupun yang sudah lunas. Berdasarkan Tabel 19 menyatakan bahwa penggunaan dana pertanian off farm memiliki frekuensi tertinggi yaitu sebesar 18 orang atau 40 persen. Hal tersebut didukung dengan nilai median pada pertanian off-farm berarti penerima program cenderung menggunakan pinjaman untuk kebutuhan pertanian off-farm. Selanjutnya diikuti oleh nilai pertanian on-farm sebesar 16 orang atau 35.6 persen, keperluan sehari-hari 8 orang atau 17.8 persen, dan penggunaan lainnya hanya 3 responden atau 6.7 persen. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penggunaan dana Program PUAP 2016 Penggunaan Dana Jumlah (n) Persentase (%) Pertanian On-farm 16 35.6 Pertanian Off-farm 18 40.0 Keperluan sehari-hari 8 17.8 Lainnya 3 6.7 Total 45 100.0 Kondisi kecenderungan penerima program menggunakan dana untuk kepentingan pertanian off-farm dan on-farm ini berarti pelaksanaan Program PUAP di Desa Ngetuk dapat dinyatakan 75.6 persen tepat sasaran. Sementara sisanya menggunakan dana pinjaman untuk keperluan selain usaha pertanian. Rata-rata mereka mengaku meminjam kepada pengurus untuk melakukan usaha namun ketika penggunaan ada yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan keperluan lainnya. Seperti pada keperluan sehari-hari, penerima program menggunakan dana untuk makan dan minum, membayar pendidikan, dan memenuhi kebutuhan rumah 37 tangga lainnya. Pada tebel lainnya tersebut penerima program menggunakan dana untuk tujuan lain seperti merawat orang sakit dan merenovasi rumah. Seperti pernyataan salah satu responden dibawah ini. “Aku setiap hari bisa jualan lontong, iso ngobatno mamaku kan, iso mbayarne ngoperasine anakku tabrakan 3 kali wi lho. Yo emang duit iki tak puter-puter tak nggo usaha, yo tak nggo nyicil (Aku bisa membeli obat untuk ibu, bisa membayar biaya operasi 3 kali kecelakaan anaku. Memang uang ini saya putar untuk usaha dan mengangsur.)” (RBN, 41 Tahun) Keterkaitan Kondisi Penerima Program PUAP dengan Usaha Tani Program PUAP merupakan program yang dirancang untuk membantu permasalahan usaha tani masyarakat desa. Seperti pada Desa Ngetuk, adanya Program PUAP dikhususkan untuk membantu permasalahan anggota tani yang tergabung dalam gapoktan terkait usaha tani mereka masing-masing. Kondisi penerima program, status, dan peranan mereka menentukan seberapa jauh mereka berkontribusi dalam mengelola simpan pinjam maupun mengelola usaha tani masing-masing. Status keanggotaan tersebut juga dapat menentukan kepatuhan terhadap aturan simpan pinjam PUAP. Berikut merupakan tabulasi silang kaitan status keanggotaan dengan status pinjaman terakhir. Tabel 20 Tabulasi silang antara status keanggotaan dan status pinjaman Program PUAP 2016 Status Pinjaman Terakhir Lewat Masa Masa Sudah Status Keanggotaan masa teng Peng dikem tenggang gang embali bali an kan Jumlah (n) 1 1 5 0 Pengurus Persentase (%) 14.3% 14.3% 71.4% 0.0% Anggo Jumlah (n) 6 10 15 7 ta Persentase (%) 15.8% 26.3% 39.5% 18.4% Jumlah (n) 7 11 20 7 Total Persentase (%) 15.6% 24.4% 44.4% 15.6% terakhir Total 7 100.0% 38 100.0% 45 100.0% Berdasarkan data pada Tabel 20 diatas menunjukan bahwa jumlah status keanggotaan baik pengurus maupun anggota tertinggi berada pada masa pengembalian yaitu sebesar 71.4 persen dan 39.5 persen. Sementara jika dilihat dari yang melanggar aturan pinjaman yaitu yang memiliki status lewat masa tenggang dan masa tenggang menunjukan pelanggaran pengurus sebesar 28.6 persen dan anggota 42.1 persen. Hal ini menunjukan pelanggaran anggota lebih tinggi dari pada pengurus dikarenakan menjadi pengurus membutuhkan tanggung jawab sosial yang tinggi serta membutuhkan kepercayaan masyarakat agar masyarakat turut mendukung dan berkontribusi terhadap program tersebut. Pandangan tersebut membuat pengurus menjadi cerminan program sehingga mereka merasa malu jika melanggar aturan yang mereka tegakan sendiri. Namun jika dilihat secara 38 keseluruhan kurang ada keterkaitan antara status keanggotaan dengan status pinjaman terakhir dikarenakan baik pengurus dan anggota ada juga yang tidak terlalu aktif dan tidak mematuhi aturan. Tabel 21 Tabulasi silang antara status keanggotaan dan tingkat mengelola usaha Program PUAP 2016 Tingkat Mengelola Usaha Status Keanggotaan Total Tidak Jarang Sering Pengurus Jumlah (n) 0 2 5 7 Persentase (%) 0.0% 28.6% 71.4% 100.0% Jumlah (n) 4 12 22 38 Anggota Persentase (%) 10.5% 31.6% 57.9% 100.0% Jumlah (n) 4 14 27 45 Total Persentase (%) 8.9% 31.1% 60.0% 100.0% Selanjutnya jika dilihat dari status keanggotaan dan keterkaitannya dengan tingkat mengelola usaha tani pribadi, Tabel 21 menunjukan bahwa baik pengurus maupun anggota sama-sama mengelola usaha tani pribadi dengan tingkat tinggi yaitu sebesar 71.4 persen dan 57.9 persen. Namun jika dibandingkan tidak ada pengurus yang tidak mengelola usaha tani sedangkan anggota sebesar 10.5 persen tidak mengelola usaha tani. Hal ini menunjukan pengurus lebih berkontribusi dalam mengelola usaha tani dikarenakan kemampuan dan status mereka menjadi panutan anggota tani sehingga pengurus harus memberi contoh pengelolaan usaha yang baik. Namun jika dilihat secara keseluruhan kurang ada keterkaitan antara status keanggotaan dengan tingkat mengelola usaha dikarenakan baik pengurus dan anggota sebagian besar sama-sama meminjam modal dan berkontribusi dalam mengelola usaha tani masing-masing. Tabel 22 Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat usaha Program PUAP 2016 Tingkat Mengelola Usaha Status Pinjaman Terakhir Rendah Sedang Tinggi Lewat masa Jumlah (n) 0 3 13 tenggang Persentase (%) 0.0% 18.8% 81.3% Masa Jumlah (n) 1 6 11 tenggang Persentase (%) 5.6% 33.3% 61.1% Masa Jumlah (n) 3 3 2 pengembalian Persentase (%) 37.5% 37.5% 25.0% Sudah Jumlah (n) 0 2 1 dikembalikan Persentase (%) 0.0% 66.7% 33.3% Jumlah (n) 4 14 27 Total Persentase (%) 8.9% 31.1% 60.0% mengelola Total 16 100.0% 18 100.0% 8 100.0% 3 100.0% 45 100.0% Selanjutnya jika dilihat dari status pinjaman terakhir dan keterkaitannya dengan tingkat mengelola usaha tani pribadi, Tabel 22 menunjukan bahwa pada tingkat mengelola usaha rendah, status pinjaman terakhir tertinggi pada masa pengembalian dengan 37.5 persen. Sedangkan pada tingkat mengelola usaha tinggi, status pinjaman terakhir berada pada lewat masa tenggang dengan nilai 81.3 persen. 39 Hal ini menunjukan bahwa status pinjaman terakhir yang menggambarkan kepatuhan penerima terhadap program tidak berhubungan dengan tingkat mengelola usaha. Hal ini disebabkan masyarakat yang berusaha tani on-farm lebih dapat membayar ketika hari panen saja sehingga menunggak. Selain itu juga disebabkan oleh tingginya pengelolaan usaha masyarakat masih belum efektif sehingga belum mampu memberi peningkatan pendapatan dan belum mampu membayar angsuran dengan cepat. Penjelasan mengenai status pinjaman terkahir dan hubungan dengan pendapatan akan dijelaskan berikut. Tabel 23 Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat pendapatan Program PUAP 2016 Tingkat Pendapatan Status Pinjaman Terakhir Total Rendah Sedang Tinggi Lewat masa Jumlah (n) 1 4 2 7 tenggang Persentase (%) 14.3% 57.1% 28.6% 100.0% Masa Jumlah (n) 4 5 2 11 tenggang Persentase (%) 36.4% 45.5% 18.2% 100.0% Masa Jumlah (n) 3 14 3 20 pengembalian Persentase (%) 15.0% 70.0% 15.0% 100.0% Sudah Jumlah (n) 0 7 0 7 dikembalikan Persentase (%) 0.0% 100.0% 0.0% 100.0% Jumlah (n) 8 30 7 45 Total Persentase (%) 8.9% 31.1% 60.0% 100.0% Jika dilihat dari status pinjaman terakhir dan keterkaitannya dengan tingkat mengelola usaha tani pribadi, Tabel 23 menunjukan bahwa pada tingkat pendapatan rendah status pinjaman tertinggi pada kategori masa tenggang dan lewat masa tenggang sebesar 50.7 persen lebih besar dibandingkan dengan masa pengembalian hanya 15 persen. Hal ini menunjukan tingkat pendapatan rendah juga mempengaruhi kepatuhan pengangsuran pinjaman. Namun jika dilihat secara keseluruhan pada setiap ketegori pinjaman terakhir, tingkat pendapatan tertinggi berada pada tingkat sedang dari 45.5 persen hingga 100 persen. Hal ini menunjukan status pinjaman terakhir kurang berhubungan dengan tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan lebih dipengaruhi oleh efektivitas usaha tani dan pekerjaan penerima program tersebut. Secara lebih jelas akan dijelaskan pada bab selanjutnya. ANALISIS MODAL SOSIAL PROGRAM PUAP Modal Sosial Program PUAP Modal Sosial merupakan kemampuan individu dalam membangun hubungan-hubungan dalam masyarakat seperti kepercayaan, norma-norma, dan jaringan sosial yang membantu individu tersebut untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara khusus modal sosial juga membantu masyarakat untuk menjalankan suatu kegiatan maupun program baik dari pemerintah maupun swadaya. Penelitian ini menjelaskan hasil identifikasi unsur-unsur modal sosial meliputi jaringan sosial, kepercayaan, dan norma yang diterapkan oleh masyarakat Desa Ngetuk dalam menjalankan usaha taninya. Selain itu juga untuk mengetahui peran modal sosial dalam mendukung berjalannya Program PUAP yang telah dikelola gapoktan sehingga menjadi desa dan tergolong bagus pengelolaannya dibandingkan desa lain. Kepercayaan Kepercayaan atau trust merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita harapkan dan akan bertindak kedalam pola yang saling mendukung (Putnam dalam Alfitri 2011). Kepercayaan terhadap program merupakan perasaan yakin dari anggota terhadap program maupun orang-orang yang mengurusi program tersebut mampu menjalankan program dengan benar. Kepercayaan ini dilihat dari beberapa indikator meliputi kepercayaan penerima program terhadap pengelola PUAP, penyuluh pendamping, pegurus gapoktan, dan kepercayaan terhadap anggota lain. Berdasarkan hasil penelitian tingkat kepercayaan terhadap program yang dilakukan kepada penerima Program Simpan Pinjam PUAP sebanyak 45 responden, hasil menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan penerima program tergolong tinggi karena sebanyak 75.6% atau 34 orang termasuk pada kategori tingkat kepercayaan tinggi. Sedangkan 24.4% atau 11 orang sisanya masuk pada kategori sedang. Sementara tidak ada penerima yang menempati posisi rendah. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepercayaan Program PUAP 2016 Tingkat Kepercayaan Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 15 33.3 Tinggi 30 66.7 Total 45 100.0 Tingkat kepercayaan penerima program PUAP di Desa Ngetuk tergolong tinggi dapat dikarenakan sifat dari masyarakat sendiri yang saling mempercayai dan menghargai, selain itu juga didukung oleh kinerja dari pengurus dan anggota yang baik dipandang masyarakat. Sifat saling mempercayai ini dapat dilihat dari perilaku penerima program yang selalu mendukung dan mematuhi aturan gapoktan 42 meskipun pengurus gapoktan tersebut telah beberapa kali berganti dan ada yang kurang kompeten. Sifat tersebut juga tercermin dalam perilaku masyarakat desa yang selalu menuruti arahan dari perangkat desa, terlepas perangkat tersebut memiliki pengetahuan tinggi ataupun tidak. Mereka percaya bahwa arahan perangkat desa untuk membantu masyarakat dan kebaikan desa sendiri. Kepercayaan tersebut juga tercermin dalam kehidupan penerima program dan pengurus program sendiri. Sebagian besar warga penerima Program PUAP telah mengangsur dan melunasi pinjamannya. Hanya sebagian kecil yang menunggak dan tidak mau melunasi pinjamannya. Adapun sebagian warga yang telat membayar selama 2-3 bulan meskipun secara administratif harus didenda, namun pengurus lebih memilih mengingatkan penerima dahulu dari pada mendenda. Hal ini karena pengurus pun percaya bahwa anggota tani pada dasarnya orang baik-baik dan pasti berusaha melunasi pinjamannya jika telah memiliki uang. Pernyataan ini sesuai dengan penuturan yang dikemukakan oleh salah satu responden berikut. “Kalau di aturan itu katanya ada tapi sampai selama ini gak dijalankan, karena apa karena akhirnya juga dia baik sendiri. Dulu katanya pak kalau ngagsurnya telat saya tu didenda, tapi selama ini dendanya di administrasi ndak ada. Ya Cuma istilahe kita bikin aturan tapi ya namanya orang ya mas ya” (SKT, 46 Tahun) Jika diidentifikasi lebih mendalam kepercayaan tersebut sebenarnya menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada setiap lembaga atau orang. Seperti kepercayaan terhadap pengurus, anggota, dan penyuluh lapang menunjukan nilai dan tanggapan yang berbeda-beda pula. Seperti penuturan salah seorang informan terkait tanggapannya terhadap pengurus gapoktan sebagai berikut. “Dari rekan-rekan ada yang bilang, pak pengurus itu sregep (rajin) kok pak nek ono masalah iku (jika ada masalah) langsung ditangani lah masalahnya, tapi juga tanya ini-ini gitu” (SKT, 46 Tahun) Pendapat tersebut menunjukkan bentuk kepercayaan penerima terhadap pengurus gapoktan. Jika ada masalah pada pengurus maka langsung ditangani agar penerima tidak terkena dampaknya. Secara lebih jelas bentuk kepercayaan penerima pada lembaga dan orang-orang yang terkait seperti pengurus, anggota, dan penyuluh lapang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel tersebut menunjukan bahwa tingkat kepercayaan yang dominan tinggi lebih terlihat pada pengurus gapoktan dengan jumlah 38 orang atau 84.4 persen, dan anggota gapoktan dengan jumlah 39 orang atau 86.7 persen. Sementara penyuluh pendamping menunjukan tingkat kepercayaan antara sedang dan tinggi dengan jumlah tinggi hanya 20 orang atau 44.4 persen. 43 Tabel 25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan 2016 tingkat kepercayaan terhadap pengurus gapoktan, anggota, dan penyuluh pendamping 2016 Anggota Penyuluh Pengurus Gapoktan Gapoktan Pendamping Tingkat Kepercaya Persen Persen Persen Jumlah Jumlah Jumlah an tase tase tase (n) (n) (n) (%) (%) (%) Rendah 3 6.7 0 0.0 2 4.4 Sedang 4 8.9 9 20.0 24 53.3 Tinggi 38 84.4 36 80.0 19 42.2 Total 45 100.0 45 100.0 45 100.0 Tingkat kepercayaan tinggi pada pengurus gapoktan dan anggota gapoktan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kepercayaan penerima terhadap pengurus dapat dikarenakan faktor dari kinerja pengurus sendiri yang bagus. Seperti yang dikatakan seorang responden bahwa pengurus rata-rata sudah bagus. Hanya sebagian kecil yang kurang bagus dan itu juga sudah diatasi. Kepercayaan terhadap anggota gapoktan sangat tinggi juga dikarenakan selain dari sifat masyarakat juga dilihat dari kinerja penerima program yang sebagian besar bagus dalam mengangsur Program PUAP dan menaati peraturan. Tingginya kepercayaan tersebut membuat pengurus gapoktan menoleransi jaminan pinjaman menjadi ringan agar tidak memberatkan penerima. “Bantuan hutang terbatas, tidak pakai agunan mas. Sampai 2 juta itu tidak pakai agunan. Karena saya percaya orang ngetuk itu banyak yang mengembalikan. Banyak yang mengembalikan daripada yang menggelapkan. Saya percaya saja” (TM, 64 Tahun) Sementara pada tingkat kepercayaan penyuluh lapang tidak setinggi pengurus gapoktan dan anggota gapoktan dikarenakan kinerja dari penyuluh pendamping yang kurang kelihatan menurut penerima program. Penyuluh pendamping jarang datang ke rapat pengurus gapoktan dan jarang melakukan sosialisasi dengan anggota gapoktan sehingga penyuluh pendamping kurang dipercaya oleh penerima program. Bahkan ada beberapa responden yang salah menyebut nama penyuluh dan tidak mengetahuinya. Seperti penuturan salah satu responden berikut. “Jarang niku kok, kulo nggeh nembe semerep PPL e nggeh. Mas Anton berarti ketoke. Nggeh ngoten niku lah nek mantau mboten terus sering ngoten (PPL jarang hadir, saya juga baru tau PPL nya mas Anton kayanya. Ya kalau memantau tidak sering begitu)” (SHT, 35 Tahun) Namun terlepas dari kurangnya kinerja penyuluh, masyarakat Desa Ngetuk khususnya penerima Program PUAP masih percaya bahwa penyuluh pendamping tetap mengontrol jalannya Program PUAP meskipun tidak rutin tapi tetap membantu simpan pinjam hingga berjalan terus sampai saat ini. 44 Norma Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Norma biasanya memiliki aturan kolektif yang tidak tertulis namun telah dipahami masyarakat dalam mengatur pola hidup mereka seperti menghormati yang lebih tua, sopan santun, tidak mengganggu kesibukan orang lain, dan adat istiadat. Norma berperan sebagai pengatur perilaku seseorang dalam masyarakat dan mampu berperan sebagai kontrol masyarakat agar bertindak patuh sesuai dengan yang masyarakat harapkan. Khususnya pada program, norma mampu mengatur kepatuhan warga terhadap aturan-aturan yang ditetapkan program dan mampu sebagai kontrol agar pelaksana program yang kurang sesuai aturan akan merasa jera dan kurang pantas. Norma pada Desa Ngetuk sendiri telah diterapkan untuk membantu mengatur kepatuhan penerima terhadap Program Simpan Pinjam PUAP. Norma tersebut tercermin dari aturan-aturan yang digunakan sebagai pedoman menjalankan simpan pinjam PUAP ini. Bentuk aturan dan penerapannya sebagai berikut. Tabel 26 Norma aturan dan penerapan simpan pinjam PUAP 2016 No Aturan Penerapan 1 Pengangkatan anggota tani hanya Selain petani dan petani penggarap, untuk masyarakat yang bekerja warga yang memiliki pekerjaan sebagai petani / petani penggarap usaha tani dan usaha rumahan boleh menjadi anggota tani. 2 Seluruh anggota diundang rapat Sebagian anggota yang diundang bersama rapat bersama 3 Peminjam PUAP harus membayar Sesuai aturan iuran wajib, pokok, dan sukarela, serta dikenai Bunga 1% selama 10 kali angsuran. 4 Ada jaminan BPKB sepeda motor Tidak ada jaminan. Peminjam hanya atau sertifikat berharga lainnya. membawa surat rekomendasi dari Namun jika tidak mempunyai harus ketua potan. ada orang yang menjamin 5 Peminjam yang memiliki tunggakan Tidak ada denda. Hanya diberi surat 2 bulan berturut-turut akan didenda. dan diingatkan oleh pengurus gapoktan dan ketua poktan. Pada Tabel 26 tersebut menunjukan sebagian aturan terdapat perbedaan dalam penerapannya. Hal ini disebabkan bukan sepenuhnya karena pengurus gapoktan yang kurang menaati peraturan, namun lebih menyesuaikan dengan norma yang ada di masyarakat. Penerapan-penerapan aturan ini telah disepakati bersama anggota dalam musyawarah dengan tujuan agar Program Simpan Pinjam PUAP dapat dimanfaatkan oleh semua anggota tani dan tidak memberi beban bagi mereka. Hingga kepengurusan tahun 2016 ini terbukti penerapan aturan yang lebih mudah tersebut sudah mampu mengatur sistem simpan pinjam dengan baik. Selanjutnya norma dalam masyarakat dapat identifikasi tingkatannya berdasarkan bentuk kepatuhan warga dan sangsi yang diterapkan. Berdasarkan 45 Tabel 27, tingkat norma pada penerima Program PUAP di Desa Ngetuk menunjukan bahwa tingkat norma penerima program tergolong tinggi karena frekuensi tingkat norma tinggi berjumlah 42 orang atau 93.3 persen. Hampir dari keseluruhan penerima program yang diambil memiliki tingkat norma yang tinggi. Sementara sisanya sebesar 3 atau 6.7 persen berada pada tingkat sedang. Tidak ada penerima yang diambil menduduki tingkat norma rendah. Tabel 27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat norma 2016 Tingkat Norma Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 8 17.8 Tinggi 37 82.2 Total 45 100.0 Tingkat norma penerima Program PUAP tergolong tinggi terutama disebabkan karakter dari masyarakat sendiri yang sebagian besar terbiasa menaati peraturan pemerintah desa dan aturan masyarakat tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Norma-norma yang melekat dalam diri masyarakat tersebut berasal dari adat-istiadat suku jawa ditambah dengan adat-adat Islam sebagai panutan agama mayoritas di desa tersebut. Adat-istiadat suku jawa yang tercermin dalam kehidupan warga Desa Ngetuk meliputi rasa saling membantu dan saling menghargai yang tinggi. Sifat tersebut terlihat dalam penerapan aturan Simpan Pinjam PUAP yang tidak memberatkan penerima. Seperti yang sudah dijelaskan pada aturan program sebelumnya bahwa penerima diperbolehkan untuk menunggak pinjaman ketika tidak memiliki uang dan tidak akan dikenakan denda. Hanya jika dianggap terlalu lama menunggak maka akan diingatkan dan diberi surat agar memenuhi kewajibannya. Pernyataan ini sesuai dengan penuturan yang dikemukakan oleh salah satu informan berikut. “Wong wong jowo (orang-orang suku jawa) itu tepo seliro atau tenggang rasa. Tenggang rasanya gini, kalau telat sitik (sedikit) ya ndak apa-apa, ndak langsung didenda, ndak terus kaku gitu. Ada aturannya” (TM, 64 Tahun) Tingkat norma sosial yang tinggi tersebut sebenarnya didapat dari bentuk kepatuhan dan sangsi yang membuat warga jera. Khususnya untuk Program PUAP, secara lebih jelas bentuk kepatuhan penerima terhadap program dapat dilihat pada Tabel 28. Hasil penelitian menunjukan tingkat kepatuhan penerima terhadap program dominan pada tingkat bagus. Hal ini dilihat dari frekuensi bagus menunjukan angka 29 orang atau 64.4 persen dan tingkat sangat bagus berjumlah 12 orang atau 26.7 persen. Frekuensi tingkat biasa saja menunjukan jumlah 4 orang atau 8.9 persen, sementara tingkat tidak patuh dan sangat tidak patuh tidak ada yang menempati. 46 Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepatuhan Program PUAP 2016 Kepatuhan Program Jumlah (n) Persentase (%) Biasa saja 4 8.9 Patuh 29 64.4 Sangat Patuh 12 26.7 Total 45 100.0 Kepatuhan warga dominan berada pada tingkat bagus ini selain disebabkan oleh adat-istiadat masyarakat suku jawa seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga dikarenakan sangsi dari peraturan yang mampu mengontrol dan membuat jera warga jika melanggar. Pada aturan Simpan Pinjam PUAP meski aturan tidak terlalu mengikat dan penerapannya sangat meringankan penerima program, namun penerapan aturan ini mampu mengatur dan sangsinya mampu membuat penerima program merasa jera. Seperti bentuk sangsi berupa peringatan dan surat yang diberikan kepada penunggak ketika telat mengangsur sudah membuat penunggak merasa bersalah terhadap pengurus dan merasa malu kepada anggota tani lain. Rasa malu dan bersalah tersebut membuat penunggak terdorong untuk segera mengangsur tunggakan dan tidak ingin menunggak kembali. Sesuai dengan penuturan yang dikemukakan oleh salah satu responden berikut. “Nggeh ewoh lah nek teng masyarakat kan ewoh ngoten dadose nggeh termasuk pie ya nggeh termasuk pun sangsi niku. Isinlah ngko disurati niku trus nggeh diperbaiki ngotenlah. Pomone utang kok dikandani iki nunggak loro nggeh disurati sesok dibayar nggeh dibayar (Ya kalau di masyarakat kan tidak enak kalau tidak patuh, jadi itu sudah termasuk sangsi. Malu kalau diberi surat jadi langsung diperbaiki. Semisal ninggak angsuran jika ditegur ya besoknya langsung dibayarkan.)” (SHT, 35 Tahun) Tabel 29 Rata-rata penilaian responden terhadap norma aturan dan kejeraan sangsi Program PUAP 2016 Norma Aturan dan Kejeraan Sangsi Rata-Rata Skor Warga mematuhi aturan yang ada dalam masyarakat 4.24 Pemberian sangsi membuat warga jera terhadap aturan 4.18 yang ada dalam masyarakat Warga mematuhi aturan Pemeritah 4.44 Pemberian sangsi membuat warga jera terhadap aturan 4.09 Pemeritah Anggota mematuhi aturan Program PUAP 4.18 Pemberian sangsi membuat anggota jera terhadap 4.04 aturan Program PUAP Secara keseluruhan Tabel 29 menunjukan rata-rata penilaian warga mengenai tingkat kepatuhan mereka terhadap peraturan yang ada di Desa Ngetuk baik dari segi aturan pemerintah, masyarakat, maupun Program PUAP. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kepatuhan dan tingkat kejeraan sangsi 47 penerima program pada lingkup pemerintah, masyarakat, dan PUAP semuanya menunjukan nilai rata-rata 4 dengan arti penerima patuh tehadap aturan dan sangsi membuat jera. Hal ini menunjukan sebagian besar penerima program patuh terhadap aturan-aturan yang ada di masyarakat baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Bentuk kepatuhan masyarakat tersebut mencerminkan rasa kepatuhan dan budi pekerti yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini didukung pendapat salah satu responden berikut. “Nilaine yo sembilan mas, wonten jogo nggeh jogo, ngeten niki jimpitan nggeh jimpitan, wonten acara kematian, termasuk pun 9 nek niku. Nopo, sosialisasi masyarakate pun sae lah (Nilainya 9 mas, ada rapat ya hadir, ada syukuran dan acara kematian juga hadir. Sosialisasinya masyarakat sudah bagus)” (SHT, 35 Tahun) Jaringan Sosial Jaringan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam membangun relasinya. Kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pada kemampuan orang melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Tingginya jaringan sosial dapat digambarkan dengan seberapa dekat seseorang dengan jaringan-jaringan yang membantu aktivitas sehari-harinya. Khususnya dalam program pembangunan, jaringan sosial dilihat dari kemampuan penerima program dalam menjalin hubungan dengan stakeholder-stakeholder terkait untuk membatu menjalankan program pembangunan tersebut. Khusus pada Program PUAP, jaringan sosial akan memfasilitasi penerima program dalam memelihara hubungan baik terhadap stakeholder-stakeholder terkait. Hubungan baik tersebut dapat membantu memperlancar aktivitas simpan pinjam dan memperlancar aktifitas usaha agribisnis mereka. Jaringan sosial dapat dilihat tingkatannya berdasarkan seberapa jauh penerima program membina hubungan dengan stakeholder. Stakeholder Program PUAP sendiri meliputi pengelola program dari kecamatan/kabupaten, penyuluh pendamping, pengurus gapoktan, pemerintah desa, anggota gapoktan, pedagang bahan pertanian, dan tengkulak/pasar. Berdasarkan Tabel 30 menunjukkan bahwa tingkat jaringan sosial pada penerima Program PUAP di Desa Ngetuk memiliki tingkat sedang, dikarenakan frekuensi tingkat sedang menunjukan jumlah 29 orang atau 64.4 persen jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat rendah dan tinggi. Sementara pada tingkat jaringan rendah dan tinggi memiliki jumlah sama yaitu 8 orang atau 17.8 persen. Tabel 30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat jaringan Program PUAP 2016 Tingkat Jaringan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 8 17.8 Sedang 29 64.4 Tinggi 8 17.8 Total 45 100.0 Tingkat jaringan penerima Program PUAP dominan pada tingkat sedang disebabkan dari norma yang ada di masyarakat dan perilaku penerima program 48 sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa norma sosial di masyarakat tergolong tinggi salah satunya disebabkan oleh adat jawa yang saling menghormati dan menghargai sesama warga baik yang sudah kenal lama maupun baru kenal. Rasa saling menghormati dan menghargai tersebut menciptakan hubungan baik diantara mereka. Bentuk hubungan baik tersebut terus dijaga dan ditingkatkan melalui aktivitas bertegur sapa ketika bertemu. Selanjutnya tempat berkumpul atau “cangkruk” selalu ramai ketika jam istirahat siang dan malam hari hanya untuk sekedar berbincang-bincang melepas lelah ataupun berdiskusi serius. Banyak orang menyempatkan hadir ketika ada acara perkumpulan dan syukuran warga dan sering juga diantara mereka yang saling membantu agar acara dapat lebih mudah dikerjakan. Selanjutnya jika dilihat dari perilaku penerima program, sebagian besar penerima mengikuti norma masyarakat seperti menjaga hubungan baik dengan sering bertemu, bertegur sapa, dan berdiskusi untuk menambah kedekatan jaringan sosial. Hubungan baik diantara pengurus, anggota, maupun stakeholder lain biasanya dipertahankan oleh penerima dan bisa meningkat ketika intensitas pertemuan mereka semakin sering. Terlihat ketika pengurus mengadakan rapat, para undangan banyak yang hadir dan ikut berdiskusi meskipun diantara mereka ada yang tidak menyampaikan pendapat. Begitu pula ketika penyuluh dan pemerintah desa melakukan kegiatan banyak yang hadir kecuali jika ada kegiatan mendesak atau penting. Bentuk kehadiran ini mempererat jaringan sosial antara penerima program dengan stakeholder lain. Namun sebagian stakeholder juga ada yang jarang hadir seperti pengelola PUAP dari kabupaten dan penyuluh pendamping sehingga jaringan mereka rendah karena intnesitas pertemuan mereka yang kecil. Secara lebih rinci bentuk jaringan sosial beberapa stakeholder dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini. 30 25 20 15 10 5 0 Tidak Kenal Kenal Bertegur Sapa Berdiskusi Membantu Kegiatan Pengurus Gapoktan 0 1 17 14 13 Penyuluh Pendamping 24 9 4 5 3 Anggota Lain 1 4 10 15 15 Pengurus Gapoktan Penyuluh Pendamping Anggota Lain Gambar 2 Tingkat kedekatan responden dengan jaringan Program PUAP pengurus gapoktan, penyuluh pendamping, dan anggota lain 49 Penerima program memiliki tingkat jaringan rendah dengan penyuluh pendamping dengan frekuensi tidak kenal 24 orang dan kenal 9 orang dikarenakan penyuluh pendamping jarang hadir dalam pertemuan dan jarang berkunjung ke kelompok tani sehingga banyak penerima program yang kurang mengenal penyuluh pendamping. Sementara jaringan penerima program dengan pengurus gapoktan cenderung tinggi dengan frekuensi bertegur sapa 10 orang, berdiskusi 15 orang, dan membantu kegiatan 15 orang dikarenakan pengurus gapoktan sering hadir dalam rapat dan sering berkunjung ke kelompok tani maupun anggota tani sehingga banyak anggota tani yang sudah akrab dengan pengurus gapoktan. Selanjutnya tingkat jaringan dengan anggota lain tergolong tinggi dikarenakan seringnya mereka bertemu dan berdiskusi dalam perkumpulan maupun kehidupan sehari-hari. Letak tempat tinggal mereka yang berdekatan dan jumlahnya banyak membuat mereka lebih dekat satu dengan yang lain dan sering berbagi informasi. Penerima program juga sering berkumpul dengan anggota lain dan warga lain untuk membantu kegiatan warga karena rasa kebersamaan masyarakat yang tinggi. Seperti yang disampaikan oleh salah satu responden dibawah ini. “Termasuk patuh, nek nilaine yo sembilan mas, wonten jogo nggeh jogo, ngeten niki jimpitan nggeh jimpitan, wonten acara kematian, termasuk pun 9 nek niku. Nopo, sosialisasi masyarakate pun sae lah (Termasuk patuh dan nilainya 9 mas. Jika ada rapat ya hadir, ada syukuran dan acara kematian juga hadir. Sosialisasinya masyarakat sudah bagus)” (SHT, 35 Tahun) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Tidak Kenal Kenal Bertegur Sapa Berdiskusi Membantu Kegiatan Tengkulak/pasar 8 7 6 19 5 Pedagang bahan baku 12 6 6 17 4 Tengkulak/pasar Pedagang bahan baku Gambar 3 Tingkat kedekatan responden dengan jaringan usaha tengkulak/pasar dan pedagang bahan baku Grafik diatas merupakan tingkat jaringan sosial penerima program dengan tengkulak/pasar hasil usaha dan pedagang bahan baku usaha. Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa jaringan sosial cenderung tinggi dikarenakan sebagian 50 besar penerima program sering berdiskusi dengan tengkulak/pasar hasil usaha dan pedagang bahan baku usaha sebanyak 19 dan 17 orang. Hal ini disebabkan karena setiap usaha tani membutuhkan hubungan baik dengan penjual dan pembeli untuk menjalankan aktivitas usaha mereka agar lebih efektif. Selain itu intensitas bertemu penjual dan pembeli sangat sering sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat hingga membuat mereka menjadi pelanggan. Hal ini seperti penuturan dari salah satu responden dibawah ini. “Kulo nek teng peken mayong niku nembe mlebet mawon nggeh pun biasa, kados panggone sampunan (Setiap saya ke pasar mayong, baru masuk saja sudah biasa disapa. Sudah tempatnya bertemu.)” (PY, 35 Tahun) Sementara sejumlah penerima tidak kenal terhadap tengkulak/pasar hasil usaha dan pedagang bahan baku usaha yaitu sebanyak 8 dan 12 orang dikarenakan beberapa hal yaitu tidak sepenuhnya mereka terjun dalam usaha tani, usaha tani mereka yang kurang berjalan, dan ada yang tidak mengalokasikan pinjaman untuk usaha. Peran Modal Sosial dalam Program Simpan Pinjam PUAP Modal sosial adalah kemampuan membangun jaringan dan kerjasama antar masyarakat dalam bentuk norma resiprositas dan jaringan keterlibatan antar warga yang bermanfaat terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kemandirian masyarakat lokal (Alfitri 2011). Modal sosial memiliki komponen meliputi kepercayaan, norma, dan jaringan yang membantu masyarakat melakukan efektivitas dan efisiensi kerjasama. Pada program pembangunan, modal sosial memiliki peran untuk menjalin hubungan dengan pembantu program dan memberi pedoman perilaku untuk menyukseskan program. Modal sosial sangat berperan tinggi khususnya pada Program PUAP di Desa Ngetuk. Program ini mampu mendukung terlaksananya program hingga dapat berkembang sampai evaluasi tahunan terakhir. Hasil penelitian pada Tabel 31 menunjukan tingkat modal sosial Program PUAP di desa ini cenderung mengarah antara sedang dan tinggi. Tabel tersebut menunjukan frekuensi tingkat modal sosial sedang berjumlah 23 orang atau 51.1 persen dan tingkat modal sosial tinggi berjumlah 22 orang atau 48.9 persen. Sementara tidak ada penerima yang mengisi tingkat modal sosial rendah. Tabel 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat modal sosial 2016 Tingkat Modal Sosial Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 23 51.1 Tinggi 22 48.9 Total 45 100.0 Hasil tingkat modal sosial cenderung ke sedang dan tinggi ini menunjukan modal sosial sangat berperan dalam kegiatan simpan pinjam PUAP tersebut. Penerima program menerapkan modal sosial sedang ke tinggi terlihat dari pola perilaku yang saling menghargai dan membantu aktivitas simpan pinjam dan usaha 51 mereka. Penerima program juga sering menghargai dan mengingatkan sesama anggota agar sama-sama dapat melunasi angsuran dan saling membantu usaha. Pengurus gapoktan dan ketua poktan juga sering membantu mengingatkan dan melayani penerima sehingga menjadi dekat dengan pengurus. Bentuk kedekatan penerima program dengan pengurus ini membuat pengurus tidak tega untuk memberi hukuman penerima terlalu berat. Penerapan tenggang rasa pengurus sangat tinggi selama kesalahan dari penerima tidak mengganggu jalannya program dan dapat ditoleransi. Sebaliknya rasa tenggang ini juga membuat penerima program semakin simpatik dan memiliki tanggung jawab terhadap program yang tinggi. Penerima program ketika menyalahi aturan merasa malu ketika diingatkan oleh pengurus dan pemerintah desa sehingga penerima berusaha untuk menebus kesalahannya tersebut dan berusaha untuk tidak mengulangi kembali. Hasilnya norma yang dianggap ringan tersebut ternyata dipatuhi pengurus dan penerima dan dapat mengontrol sistem simpan pinjam PUAP. Rasa timbal balik tersebut membuat penerima, pengurus, dan stakeholder terkait percaya bahwa Program PUAP di Desa Ngetuk ini merupakan salah satu yang terbagus dibanding desa lain dan dapat berkembang hingga berkelanjutan. Pengurus, penerima, dan stakeholder juga percaya jika program yang terus berkembang ini nantinya mampu mengentas kemiskinan pengusaha tani dan mampu meningkatkan usaha tani meskipun sekarang belum begitu terasa. Bentuk kepercayaan stakeholder tersebut terlihat dari dukungan kepala desa yang ingin menyukseskan Program PUAP dengan cara membantu menyeleksi penerima yang kompeten dan membantu mengigatkan penerima yang melanggar hingga mengancam melalui pelayanan administrasi desa kepada penerima yang sangat melanggar sehingga membuat pelanggar tersebut semakin malu dan diajak untuk patuh. Seperti penuturan salah satu informan dibawah ini. “Jo angel-angel om, pak inggi kalo manggil saya kan om. Tak seleksine barang, sing angel-angel ndi tak suratane. (Jangan susahsusah om, kepala desa biasanya memanggil saya om. Nanti saya seleksi dan yang menunggak akan saya beri surat). Juga nanti kalo ada apa-apa di desa ya mungkin kalo memang yang nakal banget kan bantuan-bantuan apa gak dikasih. Lha we ra gelem bantu deso kok (kamu sendiri juga tidak mau membantu desa kok)” (SKT, 46 Tahun) Pada modal sosial sendiri adanya jaringan sosial yang terjalin erat mampu meningkatkan kepercayaan pengurus dan penerima program. Hal ini dikarenakan penerima yang sering bertemu dengan pengurus ataupun dengan anggota lain akan membuat mereka menjaga hubungan semakin dekat dan menimbulkan rasa saling membantu. Kedekatan tersebut membuat stakeholder semakin dipercaya mampu mendukung perkembangan PUAP dan usaha tani penerima program, serta mampu membuat pengurus semakin memberi pelayanan terbaik untuk menolong penerima program dan menyukseskan Program PUAP. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat dari salah satu informan dibawah ini. “Kalau simpatik ya, masyarakat sangat antusias dan simpatik sekali dan dia berharap supaya berjalan dengan baik, aslinya gitu. Dia 52 minta pelayanan dengan baik, sehingga kita juga ya mengikuti“(SKT, 46 Tahun) HUBUNGAN PERAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI Bagian ini akan mengidentifikasi hubungan antara modal sosial penerima Program PUAP terhadap tingkat partisipasi petani penerima program dalam Program PUAP di Desa Ngetuk. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji peran modal sosial dalam mendukung dan membantu partisipasi petani dalam program tersebut. Namun sebelum melihat lebih jauh hubungan keduanya, akan dikemukan terlebih dahulu tingkat partisipasi Program PUAP di Desa Ngetuk yang dilihat dari beberapa indikator yaitu tahap perencanaan, tahap partisipasi, tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi. Identifikasi Tingkat Partisipasi Penerima Program PUAP Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2014). Partisipasi pada program pembangunan sendiri diterapkan untuk membuat program dapat berjalan sesuai tujuan dan keinginan peserta. Berdasarkan teori diatas, program pembangunan seperti Program PUAP dapat berjalan dengan baik jika partisipasi tumbuh dari inisiatif dan dibimbing oleh cara berfikir masyarakat penerima program sendiri. Berikut merupakan hasil penelitian seberapa jauh penerapan partisipasi penerima Program PUAP di Desa Ngetuk dari keempat tahap. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan keterlibatan pelaksana program dalam kegiatan-kegiatan terkait perencanaan Program PUAP agar dapat diterapkan di masyarakat. Bentuk keterlibatan perencanaan tersebut dilihat dari partisipasi penerima program dalam perkumpulan rapat selama setahun terakhir. Berdasarkan Tabel 32 menujukan bahwa tingkat partispasi pada tahap perencanaan cenderung berada pada tingkat rendah dengan frekuensi sebesar 38 orang atau 84.4 persen dan nilai median pada tingkat rendah. Sementara tingkat sedang sebesar 4 orang atau 8.9 persen dan 3 orang atau 6.7 persen. Tabel 32 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tahap perencanaan Program PUAP 2016 Tahap Perencanaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 38 84.4 Sedang 4 8.9 Tinggi 3 6.7 Total 45 100.0 Partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dikategorikan rendah dikarenakan rapat hanya dihadiri oleh pengurus dan beberapa anggota saja. Sementara tidak semua dari peserta yang hadir ikut menyampaikan pendapat. Penyampaian pendapat dan masukan sebagian besar didominasi oleh pengurus dan 54 tokoh saja. Hal tersebut dikarenakan anggota kurang mengerti mengenai ilmu simpan pinjam dan kurang mendapat informasi masalah yang terjadi sehingga kebanyakan anggota hanya menyampaikan sedikit komentar dan sisanya hanya mengikuti jalannya rapat saja. Selanjutnya terkait anggota hanya sedikit yang hadir dalam rapat dikarenakan pada rapat pengurus hanya pengurus yang dundang rapat saja dan ketika rapat gapoktan hanya beberapa perwakilan dari anggota poktan saja yang diundang. Jumlah frekuensi anggota yang dundang rapat dapat dilihat dibawah ini. Tabel 33 Jumlah dan persentase responden berdasarkan undangan rapat perencanaan Program PUAP 2016 Diundang Rapat Jumlah (n) Persentase (%) Tidak 30 66.7 Pernah 11 24.4 Sering 4 8.9 Total 45 100.0 Tabel 33 menunjukan bahwa sebanyak 30 orang atau 66.7 persen responden penerima program tidak diundang rapat. Sedangkan yang pernah diundang sebanyak 11 orang atau 24.4 persen dan yang sering diundang rapat hanya 4 orang atau 8.9 persen. Berdasarkan penuturan dari informan, rapat pengurus dilakukan setiap bulan sekali ketika penerimaan angsuran. Sementara rapat gapoktan tidak terjadwal pasti hanya ketika ada hal penting yang dibahas saja seperti RAT dan persiapannya. Sebelumnya perlu diketahui bahwa rapat gapoktan dan RAT merupakan rapat perencanaan dan evaluasi dikarenakan dalam rapat tersebut membahas evaluasi program berjalan dan merencanakan kembali pembenahan dari masalah yang ada. Pada pelaksanaan rapat gapoktan yang diundang hanya pengurus dan perwakilan aanggota dari setiap kelompok tani saja dikarenakan efektifitas dan efisiensi dari rapat tersebut. Efektifitas dan efisiensi dalam arti tidak mengundang semua anggota karena jumlahnya terlalu banyak mencapai 125 orang sementara tidak semuanya memahami permasalahan PUAP sehingga lebih efektif jika yang diundang hanyalah perwakilan kelompok tani yang memimpin dan mengetahui saja. Selain itu dikarenakan setiap pertemuan di Desa Ngetuk lazimnya seorang pengundang rapat harus menyediakan konsumsi suguhan peserta untuk menjamu dan meghormati peserta yang hadir rapat. Sedangkan dana milik gapoktan terbatas diambil dari biaya jasa pinjaman yang hanya satu persen sehingga kurang mencukupi jika mengundang semua anggota. Hal tersebut didukung penuturan informan dibawah ini. “Belum bisa semua anggota kita hadirkan belum bisa, kedepan ya maunya sih hadir semua sehingga tahu floor kita, tapi ya itu melihat dana, kalau dana kurang mampu sehingga hanya perwakilan lah” (SKT, 46 Tahun) 55 Tabel 34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan perencanaan Program PUAP 2016 Pengambilan Keputusan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak Tahu 29 64.4 Pengelola PUAP, Penyuluh, 3 6.7 Pemerintah Desa Pengurus Gapoktan 3 6.7 Kesepakatan bersama 10 22.2 Total 45 100.0 Minimnya anggota gapoktan yang diundang rapat berdampak pada persepsi pengambilan keputusan yang cenderung bias. Tabel 34 menunjukan bahwa sebanyak 29 orang atau 64.4 persen penerima program menyatakan tidak tahu. Hal ini dikarenakan sebanyak 66.7 persen dari penerima program tidak diundang rapat sehingga hampir dari keseluruhan penerima yang tidak diundang tersebut menyatakan tidak tahu siapa yang mengambil keputusan dalam rapat. Sementara dari 16 orang responden yang hadir rapat, 10 diantaranya menyatakan kesepakatan bersama dengan persentase 22.2 persen. Hal ini membuktikan bahwa dalam pelaksanaan rapat gapoktan cenderung berjalan demokratis dengan memberi kesempatan peserta untuk menyampaikan saran dan mempertimbangkannya secara bersama-sama. Namun karena didominasi oleh pengurus dan tokoh dalam berpendapat sehingga ada peserta yang berpendapat bahwa keputusan diambil oleh pengurus gapoktan ataupun pemerintah desa. Berikut pernyataan responden yang menyatakan keputusan bersama. “Nek rapat nggeh bersama, ketoke apik tur sae nggeh bersama (Jika rapat ya dirembuk bersama, jika bagus ya diputuskan bersama)” (SHT, 35 Tahun) Tahap Implementasi Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari seluruh Program PUAP yang sudah direncanakan. Implementasi bisa dibilang inti dari program pembangunan karena seberapa tinggi rencana yang dibuat jika tidak dilaksanakan maka tidak diketahui hasilnya. Tingkat partisipasi pada tahap implementasi untuk melihat sejauh mana keterlibatan penerima program dalam membantu keberlangsungan Program PUAP baik pada pengelolaan dana maupun pada pengelolaan pinjaman untuk usaha masing-masing. Namun sebelum melihat seberapa jauh tingkat partisipasi penerima pada tahap implemetasi, perlu dilihat dahulu kesesuaian perencanaan dengan implementasi sebagai dasar penerapan implementasi. Tabel 26 menunjukan bahwa implementasi Program PUAP di Desa Ngetuk ini sudah sesuai dengan rapat perencanaan dengan median berada pada tingkat sesuai dan frekuensi sesuai berjumlah 35 orang atau 77.8 persen. Sementara tingkat sangat sesuai sebayak 6 orang ata 13.3 peren dan tidak sesuai hanya 4 orang atau 8.9 persen. Hal ini menunjukan hasil dari rapat pengurus dan rapat gapoktan telah diterapkan sehingga simpan pinjam berjalan lancer dan masalah-masalah yang ada dapat diatasi. Pengurus berusaha memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan 56 saran dari penerima program dengan harapan penerima program tidak merasa kesulitan untuk membayar sehingga tercipta hubungan saling membantu demi kelancaran program. Tabel 35 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesesuaian perencanaan dan implementasi Program PUAP 2016 Kesesuaian Perencanaan Dengan Jumlah (n) Persentase (%) Implementasi Tidak Sesuai 4 8.9 Sesuai 35 77.8 Sangat Sesuai 6 13.3 Total 45 100.0 Jika dilihat dari tingkat partisipasi penerima program pada tahap implementasi, Pengelolaan program PUAP kurang memanfaatkan partisipasi dari penerima program. Tabel 35 menunjukan bahwa partisipasi tahap implementasi penerima program cenderung pada tingkat rendah dengan nilai median pada tingkat rendah dan jumlah frekuensi sebanyak 31 orang atau 68.9 persen. Sementara tahap sedang diisi 14 orang atau 31.1 persen dan tidak ada yang mengisi tingkat partisipasi tinggi. Tabel 36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi tahap implementasi Program PUAP 2016 Tahap Implementasi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 31 68.9 Sedang 14 31.1 Total 45 100.0 Penerima program dominan pada tingkat partisipasi implementasi rendah dikarenakan dalam tahap implementasi ini penerima hanya dilibatkan sebagai nasabah peminjam dana dan lebih difokuskan untuk mengelola usaha tani masingmasing. Sementara pengelolaan dana PUAP hanya di kelola oleh gapoktam karena menurut salah satu informan, simpan pinjam ini lebih efektif jika dikelola oleh beberapa orang saja yang kompeten agar mempermudah pengelolaan dana. Sementara penerima lebih bisa berfokus untuk mengembangkan usaha tani mereka agar dapat berkembang sesuai dengan harapan petani dan tujuan Program PUAP juga. Faktor lain yang membuat tingkat partisipasi tahap implementasi rendah dikarenakan tidak ada pelatihan untuk penerima selama kepengurusan satu tahun terakhir. Penyuluh pendamping tidak menerapkan program pelatihan kepada kelompok tani dalam bentuk apapun, peran penyuluh pendamping selama kepengurusan terakhir hanya membantu mengontrol dan memberi solusi dalam rapat ketika ada kendala. Menurut penyuluh pendamping, tidak adanya pelatihan apapun ini memang dikarenakan dari dinas pertanian kabupaten juga belum ada program lagi yang ditujukan untuk memberi pelatihan anggota tani. Pelatihan dari kabupaten dan provinsi yang ada selama setahun kepengurusan terakhir hanya pelatihan untuk perwakilan pengurus ke luar desa seperti sosialisasi jasa keuangan, prima tani, peningkatan kapasitas kelembagaan koperasi, dan penilaian software 57 SIGAP sehingga penerima program tidak merasakan pelatihannya. Sesuai dengan pernyataan salah satu inforan dbawah ini. “Belum saya belum terima, belum ada pelatihan ya. Dari kecamatan juga belum ada. Kalau kemaren sosialisasi tentang jasa keuangan ada bulan maret apa oktober, dari OJK di rembang dan perwakilan ya ikut hadir.” (SKT, 46 Tahun) Tabel 37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan implementasi pengelolaan usaha pribadi 2016 Pengelolaan Usaha Pribadi Jumlah (n) Persentase (%) Tidak Pernah 4 8.9 Pernah 14 31.1 Sering 27 60.0 Total 45 100.0 Namun jika dilihat partisipasi penerima program khususnya indikator partisipasi pengelolaan usaha tani pribadi, Tabel 37 menunjukan bahwa penerima program sering mengelola usaha tani pribadi dengan median pada tingkat sering dan frekuensi sebanyak 27 orang atau 60 persen. Sementara tingkat pernah sebanyak 14 orang atau 31.1 persen dan penerima yang tidak pernah mengelola usaha sebanyak 4 orang atau 8.9 persen. Hal ini dikarenakan baik penerima program yang aktif maupun yang kurang aktif kegiatan sama-sama diperbolehkan meminjam modal untuk mengelola usaha masing-masing sehingga kontribusi mereka dalam mengembangkan usaha pribadi tergolong tinggi. Hal ini juga menunjukan sebagian besar penerima program menggunakan pinjaman PUAP untuk mengembangkan usaha pribadi. Tahap Pemanfaatan Tahap pemanfaatan merupakan benefit atau keuntungan baik materi maupun non-materi yang didapat selama implementasi telah dilaksanakan. Tingkat pemanfaatan yang baik terjadi ketika benefit dapat benar-benar dirasakan baik oleh pengurus maupun penerima Program PUAP. Hasil penelitian pada Tabel 38 menunjukan tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan ini dominan sedang dengan nilai median pada tingkat sedang dan frekuensi penerima sebanyak 42 orang atau 93.3 persen. Nilai ini sangat tinggi jika dibanding tingkat tinggi hanya 3 orang atau 6.7 persen dan tidak ada penerima yang mengisi tingkat rendah. Tabel 38 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemanfaatan Program PUAP 2016 Tahap Pemanfaatan Jumlah (n) Persentase (%) Sedang 42 93.3 Tinggi 3 6.7 Total 45 100.0 Tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan dominan tinggi menunjukan bahwa Program PUAP tersebut mampu memberi manfaat dan dapat dirasakan oleh 58 masyarakat. Meskipun manfaat yang dirasakan tidak terlalu tinggi karena hanyalah bantuan modal sebesar 1-2 juta rupiah untuk tambahan modal usaha yang notabenenya hanya mampu untuk usaha skala menengah ke bawah. Bentuk manfaat yang sudah mulai terasa adalah manfaat dalam bentuk materi. Sebagian penerima program merasakan peningkatan penghasilan maupun skala usaha mereka meskipun tidak terlalu besar. Salah satu penerima program mengatakan jika modal yang mereka punya jumlahnya kecil maka penghasilan mereka juga kecil, namun jika modal yang mereka miliki semakin besar maka penghasilan mereka juga semakin besar. Namun manfaat tersebut hanya dirasakan secara materi, sedangkan bentuk non materi seperti peningkatan pengetahuan dan keterampilan kurang dirasakan masyarakat penerima program dikarenakan tidak ada pelatihan khusus untuk anggota tani baik pelatihan pertanian maupun usaha tani. Hal tersebut sesuai penuturan salah satu responden dan tabel dibawah ini. “Penghasilan nggeh enten. Halah meningkat, wong makanan ringan nggeh ngoteniku to mas. Nek modale gede yo gede, nek modale cilik nggeh saget nggo madang ngoten mawon. Peningkatan ilmu nggeh mboten (Ada peningkatan penghasilan. Makanan ringan memang seperti itu, jika modalnya banyak ya hasilnya banyak. Jika modal sedikit ya hanya cukup untuk makan. Peningkatan ilmu tidak ada.)” (HWT, 45 Tahun) Tabel 39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan skala usaha Program PUAP 2016 Perubahan Skala Usaha Jumlah (n) Persentase (%) Menurun 1 2.2 Tetap 16 35.6 Meningkat 28 62.2 Total 45 100.0 Tabel 39 menunjukan bahwa skala usaha penerima program cenderung meningkat dengan nilai median berada pada tingkat meningkat dan frekuensi sebanyak 28 orang atau 62.2 persen. Sementara skala usaha tetap sebesar 1 orang atau 35.6 persen dan menurun hanya 1 orang atau 2.2 persen. Pendapat responden diatas menggambarkan bahwa mekanisme skala usaha meningkat tersebut diihat dari adanya tambahan modal membuat penerima dapat membeli bahan baku dan perawatan yang lebih banyak lagi. Hal ini berdampak ketika penerima program mengelola usaha dengan konsisten akan mengahasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari sebelumnya karena stok bahan baku yang dijual juga lebih banyak. Sementara untuk penerima dengan skala usaha tetap merasa bahwa bentuk tambahan modal tersebut belum mampu memperbesar usahanya karena peningkatannya relatif kecil. Ada juga penerima yang tidak menggunakan pinjaman untuk melakukan usaha sehingga penerima tidak merasakan peningkatan skala usaha. 59 Tabel 40 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan keterampilan Program PUAP 2016 Perubahan Keterampilan Jumlah (n) Persentase (%) Tetap 19 42.2 Meningkat 24 53.3 Sangat Meningkat 2 4.4 Total 45 100.0 Sementara jika dilihat perubahan keterampilan dengan adnaya program PUAP, Tabel 40 menunjukan bahwa adanya Program PUAP mampu memberi peningkatan keterampilan mereka dengan nilai median pada tahap meningkat dan frekuensi sebesar 24 atau 53.3 persen. Selisih sedikit dengan keterampilan tetap sebesar 19 orang atau 42.2 persen dan sangat meningkat 2 orang atau 4.4 persen. Kondisi ini menunjukan bahwa keterampilan penerima program dalam mengelola usaha mengalami peningkatan setelah menerima tambahan modal. Peningkatan keterampilan ini dikarenakan dengan adanya tambahan modal menyebabkan skala usaha penerima meningkat. Adanya peningkatan skala usaha penerima diharuskan mampu mengelola usahanya agar lebih berkembang lagi sehingga mengalami peningkatan pengalaman dan peningkatan keterampilan mengelola usaha. Sementara sebagian penerima yang merasa keterampilannya tetap dikarenakan peningkatan modal hanya memberi dampak kecil pada usahanya sehingga penerima tersebut merasa keterampilannya kurang bertambah. Selain itu tidak adanya pelatihan dan pembinaan dari gapoktan dan penyuluh menyebabkan petani kurang memperoleh keterampilan baru. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi merupakan tahap peninjauan kembali Program PUAP yang sudah berjalan apakah sudah tepat sasaran dan sesuai tujuan yang diharapkan dan mencari solusi kendala-kendala yang perlu diperbaiki. Rapat tahap evaluasi pada Program PUAP dilakukan pada setiap tahun dengan nama Rapat Akhir Tahun (RAT) untuk mengevaluasi jalannya satu tauhun kepengurusan. Partisipasi dari penerima program, pengurus, dan stakeholder lain dalam tahap evaluasi sangat diperlukan agar mampu menjadi umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan Program PUAP selanjutnya. Khususnya pada penerima program, Tabel 41 menunjukan bahwa tingkat partisipasi penerima program pada tahap evaluasi Program PUAP dominan berada pada tingkat rendah dengan median pada tingkat rendah dan frekuensi tingkat rendah sangat banyak sebesar 33 orang atau 73.3 persen. Sementara tingkat sedang hanya 9 orang atau 20 persen dan tingkat tinggi hanya 3 orang atau 6.7 persen. Tabel 41 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi Program PUAP 2016 Tahap Evaluasi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 33 73.3 Sedang 9 20.0 Tinggi 3 6.7 Total 45 100.0 60 Partisipasi pada Rapat Akhir Tahun (RAT) ini dominan rendah karena serupa dengan kejadian di rapat perencanaan, hanya sebagaian kecil penerima program yang diundang rapat yaitu hanya perwakilan poktan saja. Smeentara pada RAT ini yang banyak diundang adalah pengurus gapoktan dan poktan, pemerintah desa, penyuluh pendamping, pihak kecamatan, dan Peyelia Mitra Tani (PMT). Menurut salah satu informan mengatakan bahwa tidak semua anggota tani bisa diundang rapat dikarenakan dana yang terbatas. Sementara setiap rapat minimal harus ada konsumsi untuk menghargai undangan yang datang sehingga jalan tengah yang dipilih hanya mengundang sebagian anggota tani sebagai perwakilan saja. Selain itu tingkat partisipasi rendah dikarenakan tidak semua penerima program memberikan pendapat. Pendapat dalam RAT lebih didominasi oleh pengurus gapoktan, penyuluh pendamping, dan pemerintah desa dikarenakan latar belakang pendidikan mereka lebih tinggi dan pengurus gapoktan yang lebih banyak tahu permasalahan kerena terjun langsung ke lapang. Namun dalam pengambilan keputusan akhir evaluasi tetap mengacu pada persetujuan seluruh peserta rapat untuk mencapai mufakat. Berdasarkan hasil evaluasi, salah satu pengurus mengatakan bahwa Program PUAP ini akan dapat lebih berkembang jika pengelolaan dana dan tenaga diperbaiki. Kondisi saat ini dana PUAP sebesar 100 juta masih belum cukup dikarenakan jumlah peminjam sangat banyak dan membutuhkan pinjaman yang lebih besar sehingga banyak anggota tani yang mengantri untuk mendapatkan pinjaman modal usaha mereka. Sebagian dari pengantri tersebut ada yang masih meminjam kepada lintah darat karena sudah terpepet kebutuhan. Jumlah bunga yang terlalu besar pada lintah darat tersebut akhirnya menyebabkan keuntungan usaha petani sangat kecil karena harus dibayarkan kepada lintah darat. Selain itu yang harus diperbaiki kembali dari segi SDM pengurus adalah manajemen pengelolaan dana PUAP sendiri. Sebagian dari pengurus masih belum paham manajemen dan akuntansi yang baik sehingga beberapa kali sempat mengalami kekeliruan perhitungan dan miss komunikasi diantara pengurus. Hal ini sesuai penuturan salah satu pengurus dibawah ini. “Setau saya, karena di koperasi itu kurang modal. Kemudian masyarakat ngetuk membutuhkan dana, sehingga larinya kan ke lintah darat atau renternir. Kalo rentenir kan ada yang 10 persen 20 persen. Sebenarnya kasian tapi ya mau gimana lagi” (SD, 49 Tahun) “Ya jelas manajemen, saya sendiri belum tau koperasi. Tapi ya jelas manajemennya semuanya tidak paham. Kan mereka yang mengatur. Ya itu yang jelas untuk memperbaiki ya menajemen, sesuatu yang tidak diatur itu kan tidak teratur” (SD, 49 Tahun) Tabel 42 Jumlah dan persentase responden berdasarkan keberlanjutan Program PUAP 2016 Keberlanjutan Program Jumlah (n) Persentase (%) Tidak 2 4.4 Berkelanjutan 32 71.2 Sangat Berkelanjutan 11 24.4 Total 45 100.0 61 Terlepas dari banyaknya evaluasi Program PUAP yang harus dibenahi, namun anggota tani Desa Ngetuk percaya bahwa progam ini mampu tes bekelanjutan untuk membantu petani. Terbukti dari Tabel 42 yang menunjukan tingkat keberlanjutan Program PUAP dengan nilai median pada tingkat keberlanjutan dan memiliki frekuensi tinggi sebesar 32 orang atau 71.2 persen. Sementara didukung dengan tingkat sangat berkelanjutan 11 orang atau 24.4 peresen dan tingkat tidak berkelanjutan hanya 2 orang atau 4.4 peresen. Hal tersebut menggambarkan pengelolaan PUAP selama 4 tahun kepengurusan ini akan terus berlanjut dan berkembang kedepannya. Hampir semua anggota tani membutuhkan program ini dan mereka percaya bahwa Program PUAP akan terus dikelola gapoktan dan terus berkembang agar semakin banyak membantu masalah permodalan petani kecil. Sesuai dengan pendapat salah satu pengurus dibawah ini “Ya memang itu harus berkembang, karena itu bukan dana hibah. Itu kan tugasnya pengelola kan untuk mengembangkan atau untuk modal petani walaupun toh hanya sedikit tapi dapat memancing modal biaya” (TM, 64 Tahun) Tingkat Partisipasi Tingkat partisipasi pada Program PUAP merupakan tingkatan seberapa jauh keterlibatan penerima program secara aktif, berdasarkan inisiatif sendiri, dan dibimbing cara berfikir mereka sendiri untuk keluar dari permasalahan usaha tani kecil dan kurang berkembang. Terutama tingkat partisipasi penerima program perlu dilihat seberapa jauh mereka berkontribusi dalam memecahkan masalah mereka sendiri. Tabel 43 menunjukan bahwa tingkat partisipasi penerima Program PUAP secara keseluruhan berada pada tingkat rendah dengan nilai median tingkat rendah dan memiliki frekuensi sebanyak 28 orang atau 62.2 persen. Sedangkan pada tingkat sedang berjumlah 15 orang atau 33.3 persen dan tingkat tinggi 2 orang atau 4.4 persen. Tabel 43 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi Program PUAP 2016 Tingkat Partisipasi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 28 62.2 Sedang 15 33.3 Tinggi 2 4.4 Total 45 100.0 Tingkat partisipasi disini merupakan akumulasi dari keempat tahapan dan hasilnya menunjukan pada tingkat rendah dikarenakan tingkat partisipasi di beberapa tahap juga rendah. Pada tahap perencanaan dan evaluasi tingkat partisipasi rendah dikarenakan hanya sebagian kecil penerima program yang diundang dan menghadiri rapat. Pada tahap implementasi tingkat partisipasi tinggi hanya pada pengelolaan usaha tani pribadi, namun pada kegiatan lain juga masih rendah karena sudah ditangani pengurus. Sementara pada tahap pemanfaatan tergolong tinggi dikarenakan hampir dari seluruh penerima program merasakan manfaatnya 62 meskipun tidak terlalu tinggi. Bentuk partisipasi yang bisa dilakukan oleh penerima program adalah rapat RAT, membayar angsuran, mengelola usaha tani pribadi, dan membantu penerima lain. Selanjutnya jika dilihat partisipasi dari pihak-pihak lain yang ikut mengembangkan program, pengurus gapoktan tergolong sangat aktif dalam setiap tahap dan dalam mengelola dana PUAP. Bentuk partisipasi pengurus awalnya tumbuh atas inisiatif sendiri untuk bekerja sosial mengelola dana demi mengembangkan usaha tani anggota. Pemerintah desa cukup aktif dalam membantu mencari solusi ketika terjadi permasalahan dan hadir dalam rapat RAT. Sedangkan peran dari penyuluh pendamping dan PMT dinilai kurang aktif dalam program. Penyuluh pendamping pada tahun ini hanya hadir setiap bulan sekali ke balai desa untuk mengontrol pinjaman, namun penyuluh tidak terjun ke setiap poktan dan anggota tani untuk mengawasi ataupun melakukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas anggota tani. Sedangkan PMT sangat kurang aktif karena hanya datang setahun sekali ketika RAT dan hanya sebatas membuat laporan saja. Seperti penuturan salah satu informan dibawah ini. “PPL yo kurang aktif karena kesibukannya, kesibukannya terus kemampuannya yo kurang. Dulu itu PPL yang pertama malah paham. Tapi menurut saya itu PPL juga kurang efektif. Diatas PPL itu ada yang namanya PMT. PMT yang khusus desa ngetuk itu kan dari jepara kota. Itu yo jarang, bahkan yo memang fakum. Jadi PMT dan PPL itu menurut saya yo ada pembiaran. Makanya semua desa yang menerima PUAP itu semuanya yo terus berantakan karena ga ada pegawasan dan pendampingan. Di Ngetuk berjalan kan karena kesadaran bukan Karena pendampingan” (ZNL, 34 Tahun) Hubungan Peran Modal Sosial dan Tingkat Partisipasi Pada Program PUAP Modal sosial dan partisipasi sebenarnya merupakan kedua konsep yang saling berhubungan dalam setiap kegiatan masyarakat. Alfitri (2011) menjelaskan bahwa modal sosial berbentuk nilai dan norma informal yang dimiliki bersama kelompok masyarakat mampu menumbuhkan kerjasama. Khusus pada Program PUAP, modal sosial yang berupa kepercayaan, nilai, dan jaringan yang dimiliki masyarakat mampu menumbuhkan partisipasi baik upaya kerjasama dan tolong menolong dalam setiap tahapan partisipasi. Pendugaan bahwa hubungan modal sosial terhadap tingkat partisipasi penerima program PUAP, dapat diuji menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametrik melakukan uji Rank Spearman dengan cara melihat hubungan antara variabelvariabel. Aturan nilai dalam menentukan nilai uji korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Hasil korelasi menunjukan sebagai berikut. 63 Tabel 44 Koefisien korelasi indikator tingkat modal sosial terhadap tingkat partisipasi Tingkat Modal Sosial Tingkat Partisipasi Kepercayaan 0.361** Norma 0.087 Jaringan Sosial 0.493** Jika setiap sub-variabel tingkat modal sosial akan dilihat hubungannya seperti pada Tabel 44, terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi pada Program PUAP menunjukan angka 0,361 dengan arti hubungan moderat. Hal ini dikarenakan penerima program memiliki rasa percaya, simpati, dan peduli terhadap Prgram PUAP dan pengurus yang mengelola program tersebut. Bentuk rasa percaya dan simpati bahwa program PUAP akan dapat membantu mengatasi permasalahan modal petani tersebut membuat sebagain penerima program tergugah untuk berkontribusi dan ikut menyukseskan program demi kesejahteraan bersama. Kemudian bentuk simpati warga terhadap pengurus gapoktan didasarkan oleh penguruslah yang paling berperan dalam mengelola dana PUAP sehingga penerima memberi dukungan dan sebagian membantu ketika diberi kesempatan berpasrtisipasi. Dukungan tersebut membuat pengurus semakin berusaha untuk mengelola program dengan baik sesuai penuturan pengurus dibawah ini. “Kalau simpatik ya, masyarakat sangat antusias dan simpatik sekali dan dia berharap supaya berjalan dengan baik, aslinya gitu. Dia minta pelayanan dengan baik, sehingga kita juga ya mengikuti“(SKT, 46 Tahun). Selanjutnya koefisen korelasi antara variabel tingkat norma dengan tingkat partisipasi pada Program PUAP menunjukan angka 0,087 dengan arti hubungan kurang berarti. Hal ini dikarenakan hampir seluruh penerima program memiliki pola perilaku yang patuh terhadap aturan terlepas mereka berpartisipasi atau tidak. Pola perilaku patuh tersebut telah berpola dalam masyarakat Desa Ngetuk melalui sosialisasi masyarakat sejak kecil. Koefisen korelasi antara variabel tingkat jaringan sosial dengan tingkat partisipasi pada Program PUAP menunjukan angka 0,493 dengan arti hubungan moderat. Hal ini dikarenakan adanya jaringan sosial lebih menggambarkan kedekatan penerima program dengan pengurus dan pihak-pihak terkait. Penerima program yang lebih dekat dengan pengurus karena memiliki jabatan tertentu atau dipercaya sebagai orang yang kompeten akan diajak oleh pengurus untuk ikut terlibat didalam pengelolaan PUAP seperti dilibatkan pada RAT ataupun diangkat menjadi pengurus karena pada dasarnya setiap pemecahan masalah PUAP akan diputuskan secara bersama. Hal ini didukung oleh komentar penerima program berikut. “Nek rapat nggeh bersama, ketoke apik tur sae nggeh bersama (Jika rapat ya dirembuk bersama, jika bagus ya diputuskan bersama)” (PY, 35 Tahun) 64 Selain penjabaran hubungan dari setiap sub-variabel modal sosial, perlu dilihat juga penjabaran dari tingkat modal sosial dengan setiap sub-variabel tingkat partisipasi untuk mengetahui seberapa tinggi hubungan modal sosial pada setiap tahapan partisipasi tersebut. Selain itu juga perlu diketahui secara keseluruhan hubungan tingkat modal sosial dengan tingkat partispasi pada Program PUAP dan alasan yang mendasarinya. Penjabaran dari hubungan pada setiap tahap partisipasi dan secara keseluruhan sebagai berikut. Tabel 45 Koefisien korelasi tingkat modal sosial terhadap indikator tingkat partisipasi Tingkat Modal Sosial Tingkat Partisipasi Perencanaan 0.190 Implementasi 0.495** Pemanfaatan 0.273* Evaluasi 0.399** Partisipasi 0.528** Berdasarkan data pada Tabel 45. Terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi perencanaan pada Program PUAP menunjukan angka 0,190 dengan arti hubungan lemah. Hal ini dikarenakan partisipasi pada bagian perencanaan yang diundang hanya untuk pengurus dan tokoh saja. Hal ini menyebabkan partisipasi penerima pada tahap perencanaan sangat dibatasi baik yang memiliki tingkat modal sosial tinggi maupun rendah sehingga adanya modal sosial memiliki hubungan lemah di tahap perencanaan. Seperti pendapat salah satu informan dibawah ini. “Belum bisa semua anggota kita hadirkan belum bisa, kedepan ya maunya sih hadir semua sehingga tahu floor kita, tapi ya itu melihat dana, kalau dana kurang mampu sehingga hanya perwakilan lah” (SKT, 46 Tahun) Berbeda dengan hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi implementasi, terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi perencanaan pada Program PUAP menunjukan angka 0,495 dengan arti hubungan moderat. Pada tahap ini penerima program diberi kesempatan berpartisipasi yaitu mengelola usaha tani dan mengingatkan penerima program lain. Hasil hubungan yang cukup tinggi ini dikarenakan penerima program yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap pengurus dan pihak pendukung akan lebih termotivasi untuk mengembangkan usaha agar dapat membayar angsuran tepat waktu dan memberi hasil sesuai harapan Program PUAP. Selain itu jaringan sosial juga sangat membantu penerima dalam mempermudah dan melancarkan usaha mereka melalui upaya saling membantu dari pihak-pihak terkait seperti tangkulak, pasar, maupun konsumen. Pada hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi pemanfaatan, terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi pemanfaatan pada Program PUAP menunjukan angka 0,273 dengan arti memiliki hubungan lemah. Hal ini dikarenakan hampir semua penerima program baik yang memiliki modal sosial tinggi maupun rendah mengungkapkan bahwa 65 Program PUAP bermanfaat karena mereka telah merasakan manfaatnya. Sebagian penerima menyatakan bahwa Program PUAP mampu menambah penghasilan mereka meskipun sedikit. Namun ada sebagian penerima program yang memiliki jaringan kedekatan dan lebih kenal kepada pengurus dan pihak terkait akan terdorong melakukan partisipasi seperti termotivasi mengembangkan usaha. Hasil berpartisipasi tersebut membuat penerima lebih merasakan manfaat secara langsung baik peningkatan pendapatan, skala usaha, muaupun pengetahuan mereka. Bentuk kedekatan tersebut terlihat dari pendapat salah satu informan dibawah ini. “Tapi kalau saya nilai masalah PUAP ini saya yakin pasti lancar terus, karena yang memegang emang orangnya adil, seperti Pak Hari tu adil” (TM, 64 Tahun) Selanjutnya pada hubungan modal sosial dengan tingkat partisipasi evaluasi, koefisen korelasi antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi evaluasi pada Program PUAP menunjukan angka 0,399 dengan arti memiliki hubungan moderat. Pada tahap ini partisipasi tergolong rendah karena penerima program diberi kesempatan kecil untuk berpartisipasi. Pada rapat RAT yang diundang hanya 5 orang dari perwakilan setiap kelompok tani dikarenakan keterbatasan anggaran untuk melakukan RAT. Sementara 5 orang penerima program tersebut sebagian besar memiliki modal sosial tinggi seperti kepatuhan terhadap aturan PUAP, kepercayaan pada pengurus, serta memiliki jarngan kedekatan dengan pengurus sehingga mereka yang dipilih untuk mewakili suara kelompok taninya. Penerima program tersebut juga telah dipercaya oleh kelompok taninya sehingga mereka termotivasi untuk datang RAT dan menyampaikan semua keluhan dari petani agar pengelolaan PUAP dapat semakin berkembang. Keseluruhan hubungan diatas menunjukan adanya hubungan antara tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi. Hal ini didukung dengan data pada Tabel 26 yang menunjukan bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi pada Program PUAP menunjukan angka 0,528 dengan arti memiliki hubungan kuat. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi pada Program PUAP sehingga membuktikan hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima. Hubungan kuat ini dibuktikan dengan adanya keterhubungan antar modal sosial seperti kepercayaan dan jaringan sosial terhadap partisipasi pada tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Pernyataan ini juga didukung oleh pendapat salah satu informan yang percaya bahwa Program PUAP yang sudah dikelola dengan partisipasi aktif dari pengurus, akan mampu meningkatkan pendapatan petani meskipun tidak terlalu banyak. “Ya memang itu harus berkembang, karena itu bukan dana hibah. Itu kan tugasnya pengelola kan untuk mengembangkan atau untuk modal petani walaupun toh hanya sedikit tapi dapat memancing modal biaya” (TM, 64 Tahun) HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI TERHADAP PERUBAHAN TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM PUAP Identifikasi Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP Taraf hidup dapat diartikan kualitas kehidupan seseorang atau kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan peningkatan taraf hidup masyarakat, adalah segala kegiatan dan upaya masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya (Purnamasari 2015). Taraf hidup sendiri dapat diidentifikasi tingkatannya melalui tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat investasi, dan juga kondisi fisik dan prasarana tempat tinggal seseorang (Rosyida dan Nasdian 2011). Perubahan taraf hidup juga dapat digunakan untuk menentukan perubahan kualitas hidup akibat adanya program pembangunan seperti Program PUAP di Desa Ngetuk. Perubahan ini diidentifikasi dengan cara membandingkan setiap indikator taraf hidup dari sebelum program ada yaitu tahun 2011 hingga program sudah berjalan saat ini yaitu tahun 2016. Melalui perubahan taraf hidup ini dapat diukur seberapa jauh ketercapaian tujuan dari Program PUAP di Desa Ngetuk tersebut yaitu untuk meningkatkan taraf ekonomi petani sehingga dapat mencapai perubahan taraf hidup petani Desa Ngetuk. Fasilitas Rumah Tangga Fasilitas rumah tangga merupakan keadaan secara fisik tempat tinggal yang ditempati oleh penerima program, serta barang-barang yang dimiliki penerima dalam yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data pada Tabel 46 fasilitas rumah tangga penerima program PUAP dapat dikategorikan sedang baik sebelum maupun sesudah dengan nilai median keduanya pada tingkat sedang. Sebelum PUAP fasilitas rumah tangga pada tingkat sedang memiliki frekuensi sebanyak 16 penerima atau 35.6 persen, sedangkan setelah program berjalan 5 tahun bertambah menjadi 21 penerima atau 46.7 persen. Penambahan tersebut didapat dari kategori tinggi yang mengalami penurunan dari 15 penerima menjadi 11 penerima dan dari tingkat rendah sebanyak satu penerima mengalami kenaikan ke tingkat sedang. Tabel 46 Jumlah dan persentase responden berdasarkan fasilitas rumah tangga 2016 Sebelum Sesudah Fasilitas Rumah Persentase Persentase Tangga Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 14 31.1 13 28.9 Sedang 16 35.6 21 46.7 Tinggi 15 33.3 11 24.4 Total 45 100.0 45 100.0 Fasilitas rumah tangga dengan tingkat sedang ini dapat diartikan 69 persen keadaan tempat tinggal dan fasilitas rumah tangga yang dimiliki penerima sebagian besar sudah dianggap layak huni dan cukup untuk membantu mempermudah aktivitas sehari-hari. Sementara pada tingkat ini cenderung setiap tingkat memiliki 68 proporsi hampir sama sehingga dapat disimpulkan fasilitas rumah tangga tidak menentukan perilaku meminjam PUAP. Selanjutnya jika dibandingkan dengan 5 tahun setelah program berjalan, kondisi fisik tempat tinggal hampir tidak memberikan perubahan karena hanya terjadi kenaikan tingkat pada satu responden. Sementara pada fasilitas rumah tangga terjadi penurunan tingkat dengan frekuensi yang kecil. Secara lebih lengkap akan dijelaskan berikut. Tabel 47 Skor rata-rata responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal 2016 Skor Rata-Rata Kondisi Fisik Tempat Tinggal 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Sumber air 2.24 2.24 Status kepemilikan bangunan tempat tinggal 4.60 4.67 Luas bangunan tempat tinggal 2.29 2.33 Jenis lantai bangunan tempat tinggal 4.47 4.71 Jenis dinding bangunan tempat tinggal 3.00 3.00 Jenis fasilitas tempat buang air besa/WC 2.96 2.96 Sumber penerangan tempat tinggal 4.00 4.00 Bahan bakar utama memasak 4.47 4.47 Tabel 47 menenai skor rata-rata responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal menunjukan bahwa secara keseluruhan kondisi fisik tempat tinggal penerima program memiliki skor sekitar 3 dengan arti memiliki rata-rata kondisi fisik sedang. Jika dilihat dari per kategori sebelumdan sesudah program, kategori status kepemilikan, luas, dan jenis lantai ketika dibandingkan antara sebelum dan sesudah menunjukan peningkatan kecil. Sedangkan selain kategori tersebut tidak memberikan perubahan rata-rata. Namun jika dilihat secara keseluruhan kondisi fisik tempat tinggal antara sebelum dan sesudah program kurang memberi perubahan. Hal ini membuktikan bahwa adanya Program PUAP kurang memberi perubahan kondisi fisik tempat tinggal. Pernyataan ini didukung dengan tingkat kondisi fisik dan tempat tinggal pada tabel berikut. Tabel 48 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal 2016 Sebelum Sesudah Kondisi Fisik Persentase Persentase Tempat Tinggal Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 12 26.7 11 24.4 Sedang 17 37.8 17 37.8 Tinggi 16 35.6 17 37.8 Total 45 100.0 45 100.0 Berdasarkan data pada Tabel 48, kondisi fisik tempat tinggal penerima program cenderung pada tingkat sedang dengan median pada tingkat sedang dan frekuensi sebesar 17 orang atau 37.8 persen. Pada tingkat tinggi tidak jauh berbeda yaitu 16 orang atau 35.6 persen dan tingkat rendah 12 orang atau 26.7 persen. Jika dibandingkan dengan 5 tahun setelah program, kondisi ini kurang terjadi perubahan karena hanya ada peningkatan 1 orang dari tingkat rendah ke tingkat tinggi. 69 Perubahan pada penerima tersebut dikarenakan uang pinjaman PUAP digunakan untuk merenovasi rumah sehingga terjadi peningkatan kondisi fisik tempat tinggalnya. Kurang adanya perubahan kondisi fisik tempat tinggal tersebut dikarenakan pinjaman PUAP yang digunakan untuk tambahan modal usaha rata-rata hanya memberikan sedikit tambahan penghasilan. Sehingga penghasilan kurang mencukupi jika digunakan untuk renovasi tempat tinggal. Selain itu, penerima program merasa renovasi rumah belum menjadi prioritas pengeluaran mereka dikarenakan kondisi fisik rumah yang masih layak huni dan masih nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pengeluaran tersebut lebih diprioritaskan untuk keperluan sehari-hari dan keperluan mendesak. Selanjutnya pada tingkat barang-barang rumah tangga, Tabel 39 menunjukan kondisi barang-barang rumah tangga cenderung pada tingkat sedang dengan median pada tingkat sedang dan frekuensi 10 orang atau 22.2 persen. Pada tingkat rendah dan tinggi memiliki frekuensi yang lebih tinggi dari pada tingkat sedang dan berimbang yaitu 17 orang atau 37.8 persen dan 18 orang atau 40 persen. Sementara jika dibandingkan dengan setelah program berjalan, terjadi penurunan pada tingkat rendah dan tinggi sebesar 2.2 persen dan 8.8 persen. Sementara pada tingkat sedang terjadi peningkatan sebesar 11.1 persen. Barang-barang rumah tangga setelah program berjalan masih cenderung pada tingkat sedang dengan nilai median pada tingkat sedang. Tabel 49 Jumlah dan persentase responden berdasarkan barang-barang rumah tangga 2016 Sebelum Sesudah Barang-barang Persentase Persentase Rumah Tangga Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 17 37.8 16 35.6 Sedang 10 22.2 15 33.3 Tinggi 18 40.0 14 31.1 Total 45 100.0 45 100.0 Terjadi penurunan barang-barang rumah tangga sebesar 8.8 persen pada tingkat tinggi ini dikarenakan ada beberapa anggota rumah tangga penerima program yang meninggalkan desa selama 3 sampai 12 bulan untuk bekerja sehingga anggota rumah tangga tersebut berkurang. Beberapa reponden mengatakan bahwa memang sebagian warga laki-laki banyak yang bekerja ke luar desa sebagai kuli proyek dan karyawan dalam waktu yang cukup lama sehingga anggota rumah tangganya berkurang. Selanjutnya jika dilihat besar rata-rata perubahan dalam barang-barang rumah tangga untuk mengetahui rata-rata kepemilikan sebelum dan sesudah program PUAP serta untuk melihat perubahannya, Tabel 49 menunjukan bahwa sebagian besar barang-barang rumah tangga yang dimiliki responden baik sebelum dan sesudah rata-rata berjumlah 1 unit, kecuali handphone rata-rata berjumlah 2 unit. Sementara telepon rumah tidak ada yang menggunakan. Jika dibandingkan, rata-rata kepemilikan barang-barang rumah tangga penerima program mengalami kenaikan kecil. Hal ini menunjukan kebutuhan masyarakat mengalami peningkatan 70 selama 5 tahun setelah program berjalan. Namun peningkatan tersebut sangat kecil sehingga tidak terlalu mempengaruhi tarah hidup. Tabel 50 Rata-rata responden berdasarkan kepemilikan barang-barang rumah tangga 2016 Rata-Rata Kepemilikan Barang-barang Rumah Tangga 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Rumah Kontrakan/Kos 0.07 0.11 Mobil 0.04 0.11 Sepeda Motor 1.58 1.78 Sepeda 0.64 0.64 Mesin Industri 0.04 0.07 Televisi 1.29 1.33 Radio 0.18 0.20 Laptop 0.18 0.20 Komputer 0.04 0.07 Lemari Es 0.58 0.60 Mesin Cuci 0.27 0.31 Telepon Rumah 0 0 Handphone 2.16 2.24 Berdasarkan selruh penjelasan sebelumnya mengenai barang-barang rumah tangga, adanya Program PUAP ini tidak memberikan perubahan yang signifikan sehingga hanya terjadi perubahan kecil saja. Hal ini dikarenakan keuntungan usaha juga masih rata-rata masih tetap atau mengalami sedikit peningkatan sehingga tidak begitu merubah fasilitas yang dimiliki. Adapun jika terjadi perubahan tidak semuanya disebabkan oleh bantuan modal usaha PUAP dikarenakan bantuan tersebut hanya bersifat menambah sedikit modal sehingga dampaknya dalam usaha juga kecil. Seperti penuturan salah satu responden berikut. “Kalau dianggap perubahan yo bukan berarti melulu dari modal itu, lha sekarang kalau 2 juta itu cuma kemana to mas? Cuma 2 juta trus dianggap ada penambahan itu sama sekali tidak menurut saya” (SNY, 48 Tahun) Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan dapat disebut juga tingkat penghasilan atau ukuran tinggi rendahnya penghasilan yang dimiliki baik dari pekerjaan utama, sambilan, maupun pemberian dari orang lain. Pada Program PUAP, pendapatan dilihat dari pemasukan yang didapat penerima program baik dari hasil melakukan usaha tani, pekerjaaan lain, maupun pemberian orang lain. Tabel 51 mengenai skor rata-rata responden berdasarkan pendapatan menunjukan bahwa secara keseluruhan rata-rata pendapatan penerima program jika dibandingkan sebelum dan sesudah program mengalami sedikit peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa adanya Program PUAP memberi sedikit peningkatan pendapatan penerima program. Pernyataan ini didukung dengan kondisi tingkat pendapatan penerima program berikut. 71 Tabel 51 Skor rata-rata responden berdasarkan pendapatan per bulan 2016 Rata-Rata (Ribu Rupiah) Pendapatan 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Pendapatan bersih (uang, barang) sebulan dari 1235.69 1329.24 pekerjaan utama Pendapatan bersih (uang, barang) sebulan dari 855.93 961.16 pekerjaan tambahan Pendapatan (uang, barang) sebulan diluar 298.89 318.89 pekerjaan Berdasarkan data pada Tabel 52 menunjukan tingkat pendapatan penerima program sebelum adanya program PUAP cenderung pada tingkat sedang dengan median pada tingkat sedang dan frekuensi sebesar 32 orang atau 71.1 persen. Sementara pada tingkat rendah hanya 8 orang atau 17.8 persen dan tingkat tinggi hanya 5 orang atau 11.1 persen. Sementara jika dibandingkan dengan 5 tahun setelah PUAP berjalan menunjukan sedikit perubahan yaitu peningkatan tingkat pendapatan pada tingkat tinggi sebesar 4.4 persen dan penurunan tingkat sedang sebesar 4.4 persen. Median sesudah PUAP berjalan juga masih berada pada tingkat sedang. Tabel 52 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan sebulan 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Persentase Persentase Pendapatan Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 8 17.8 8 17.8 Sedang 32 71.1 30 66.7 Tinggi 5 11.1 7 15.6 Total 45 100.0 45 100.0 Besar tingkat pendapatan tersebut menunjukan bahwa penerima program PUAP memiliki usaha dengan pendapatan yang cenderung sedang artinya pendapatan penerima rata-rata mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan usaha penerima program tersebut masih belum banyak berkembang. Dapat dikatakan bahwa usaha tersebut cenderung usaha dengan skala menengah ke bawah dengan penghasilan sesuai skala tersebut. Adapun perubahan tingkat pendapat sangat kecil yaitu 4.4 persen peningkatan dari sedang ke tinggi. Peningkatan pendapatan ini dapat dikarenakan sebagian kecil penerima program merasakan keuntungan sedikit lebih besar dikarenakan sebelum adanya Program PUAP ketika kekurangan modal mereka harus meminjam kepada rentenir dengan bunga yang tinggi, sedangkan setelah ada Program PUAP mereka dapat meminjam dengan bunga yang rendah. Hal ini juga disampaikan oleh salah satu pengurus gapoktan dibawah ini. “Yo keliatan perubahannya, memang tujuannya agar masyarakat ngetuk tidak terjerat dengan bang titil itu rentenir itu, karena rentenir 72 itu kan ya bunganya memang tinggi jadi ya agak menjerat gitu.” (ZNL, 34 Tahun) Sementara penerima program lain yang melakukan usaha masih kurang terjadi perubahan pendapatan atau masih tetap. Ataupun jika terjadi perubahan, kuantitasnya sangat kecil sehingga kurang terlihat. Pendapatan penerima yang kurang berubah ini dikarenakan bantuan modal tersebut hanya memberi tambahan kecil pada modal sedangkan usaha penerima rata-rata membutuhkan modal yang lebih banyak lagi jika ingin berkembang. Penerima program lain juga merasa upaya bantuan modal tersebut bagi sebagian pelaku usaha hanya menjadi dana talangan agar usaha masih dapat berjalan. Selain itu beberapa penerima program juga belum merasakan perubahan pendapatan dikarenakan pinjaman modal yang diberikan tidak dimanfaatkan untuk keperluan usaha melainkan untuk keperluan lain sehingga usaha atau pekerjaan mereka tidak berubah. Seperti penuturan responden dan informan berikut. “Perubahannya dimana ya mas, wong pinjaman juga 2 juta dianggap menaikan yo ra begitu lah mas, kecuali pinjamannya banyak nah itu yo bisa dianggep signifikan” (SNY, 48 Tahun) “Nggeh niku koyo ga tepat sasaran mas, soale gak semuane kanggo usaha, kadang kanggo keperluan pribadi juga sih. Kadang ono sing ngono tapi yo kebanyakan yo kanggo usaha (Itu seperti tidak tepat sasaran mas, soalnya tidak semua dibuat usaha. Kadang dibuat keperluan pribadi juga. Kadang ada seperti itu namun kebanyakan digunakan untuk usaha. )” (VT, 23 Tahun) Tingkat Tabungan Tingkat Tabungan dapat dikatakan sebagai ukuran tinggi rendahnya penerima program menyimpan uang dan barang dari sisa pendapatan yang belum digunakan. Tabel 53 mengenai skor rata-rata responden berdasarkan tabungan dilihat dari per kategori sebelum dan sesudah program menunjukan jumlah tabungan uang perbulan mengalami peningkatan sedikit peningkatan rata-rata. Sedangkan jumlah asset yang dimiliki tidak memberikan perubahan rata-rata. Namun jika dilihat secara keseluruhan tabungan antara sebelum dan sesudah program kurang memberi perubahan. Hal ini membuktikan bahwa adanya Program PUAP kurang memberi perubahan pada tabungan. Pernyataan ini didukung dengan pembahasan tingkat tabungan berikut. Tabel 53 Skor rata-rata responden berdasarkan tabungan per bulan 2016 Rata-Rata (Ribu Rupiah) Tabungan 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Jumlah tabungan (uang) setiap bulan 371.11 402.22 Jumah asset dengan satuan rupiah (barang, lahan, 5597.78 5597.78 investasi) 73 Berdasarkan data pada Tabel 54 menunjukan bahwa tingkat tabungan pada penerima program PUAP sebelum mengikuti program cenderung pada tingkat rendah dengan nilai median pada tingkat rendah dan frekuensi sebanyak 28 orang atau 62.2 persen. Sedangkan pada tingkat sedang hanya sedikit yaitu 6 orang atau 13.3 persen dan tingkat tinggi hanya 11 orang atau 24.4 persen. Jika dibandingkan dengan setelah mengikuti program PUAP, hasil menunjukan tidak ada perubahan pada setiap tingkat frekuensi tersebut. Tabel 54 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat tabungan sebulan 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Persentase Persentase Tabungan Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 28 62.2 28 62.2 Sedang 6 13.3 6 13.3 Tinggi 11 24.4 11 24.4 Total 45 100.0 45 100.0 Tingkat tabungan penerima program cenderung sedang dan tidak terjadi perubahan ini dikarenakan pendapatan rata-rata penerima program hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa responden mengatakan bahwa mereka tidak menabung karena penghasilan habis untuk keperluan sehari hari saja. Jikapun ada uang sisa, uang tersebut digunakan untuk keperluan bersama seperti acara syukuran, nikahan, dan acara perkumpulan lain. Beberapa penerima juga mengalami penunggakan angsuran dikarenakan pendapatannya telah habis untuk keperluan sehari-hari. Faktor lain yang menyebabkan tingkat tabungan penerima rendah adalah kurangnya niat masyarakat untuk menabung karena pola perilaku masyarakat dari kecil yang tidak terbiasa menabung sehingga ketika ada kelebihan uang selalu dialokasikan untuk kebutuhan lain. Sesuai dengan pernyataan salah satu informan berikut. “Saya sendiri belum bisa, ndak ada niate dari masyarakat oh saya tak nabung, ndak ada niate itu, makane ndak berkembang” (SD, 49 Tahun) Sebagian penerima menambahkan jika ada kelebihan pendapatan maka dana tersebut lebih digunakan untuk investasi seperti tanah ataupun untuk bertanam pohon. Ketika ada keperluan mendadak maka mereka akan memanen pohon tersebut untuk menutupi pengeluaran. Selain itu jika terjadi pengeluaran mendadak mereka juga akan melakukan peminjaman baik ke saudara, gapoktan, maupun ke rentenir sekalipun. Meskipun sudah ada pinjaman PUAP, rentenir masih tetap berjalan di Desa Ngetuk dikarenakan adanya dana PUAP belum bisa mencukupi semua pinjaman petani dikarenakan tingginya permintaan pinjaman dari masyarakat. 74 Tingkat Pengeluaran Tingkat pengeluaran dapat dikatakan sebagai ukuran tinggi rendahnya penerima program mengeluarkan uang dan barang baik pangan maupun non pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data pada Tabel 55 menujukan bahwa tingkat pengeluaran penerima program PUAP rata-rata pada tingkat sedang dilihat dari nilai mediannya. Sementara dari segi jumlah frekuensi tertinggi pada tingkat rendah sebanyak 28 orang atau 62.2 persen. Sementara pada tingkat sedang sebanyak 6 orang atau 13.3 persen dan tinggi sebanyak 11 orang atau 24.4 persen. Sementara jika dibandingkan dengan setelah adanya Program PUAP, data menunjukan frekuensi sama sehingga tidak terjadi perubahan frekuensi. Tabel 55 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran sebulan 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Persentase Persentase Pengeluaran Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 28 62.2 28 62.2 Sedang 6 13.3 6 13.3 Tinggi 11 24.4 11 24.4 Total 45 100.0 45 100.0 Tingkat pengeluaran penerima program PUAP terbanyak pada tingkat rendah memiliki arti penerima program memiliki pola pengeluaran yang sesuai kebutuhan sehari-hari mereka saja. Penerima program umumnya melakukan aktivitas belanja menyesuaikan dengan pendapatanya. Selain itu ada juga beberapa penerima program yang memiliki pengeluaran tinggi disebabkan dari mengalami peningkatan pendapatan dari usaha sendiri ataupun peningkatan pendapatan dari kerluarga seperti suami, anak, dan orang tuanya. Jika dibandingkan dengan 5 tahun setelah program berjalan, data menunjukan tidak terjadi perubahan dikarenakan adanya perubahan pendapatan penerima cenderung sangat kecil sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap pola pengeluaran. Seperti penuturan salah satu penerima program dibawah ini. “Ho’oh yo pancen sakmono, pancen ra ono perubahan kok mas ket ndisek. (Iya memang segitu. Memang tidak ada perubahan mas dari dulu.)” (SR, 42 Tahun) Secara lebih jelas jenis pengeluaran penerima program baik pangan maupun non pangan akan dijelaskan dibawah ini. Tabel ... mengenai skor rata-rata responden berdasarkan pengeluaran jika dilihat dari per kategori sebelum dan sesudah program menunjukan bahwa kategori pengeluaran pangan selama satu bulan mengalami penurunan kecil. Sedangkan kategori pengeluaran pangan dan pengeluaran secara keseluruhan mengalami sedikit peningkatan rata-rata pengeluran. Namun secara keseluruhan karena perubahan pengeluaran menunjukan rata-rata kecil yaitu hanya sekitar 68.000 per bulan maka dapat disimpulkan kurang memberi perubahan. Hal ini membuktikan 75 bahwa selama 4 tahun Program PUAP kurang memberi perubahan pengeluaran. Pernyataan ini didukung dengan bahasan tingkat pengeluaran pada tabel berikut. Tabel 56 Skor rata-rata responden berdasarkan pengeluaran per bulan 2016 Rata-Rata Kepemilikan Pengeluaran 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Pengeluaran pangan selama sebulan 902.49 889.33 Pengeluaran non-pangan selama sebulan 602.67 683.91 Pengeluaran total selama sebulan 1505.16 1573.24 Tabel 57 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran angan sebulan 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Pengeluaran Persentase Persentase Jumlah (n) Jumlah (n) Pangan (%) (%) Rendah 17 37.8 17 37.8 Sedang 16 35.6 16 35.6 Tinggi 12 26.7 12 26.7 Total 45 100.0 45 100.0 Tabel 44 menunjukan bahwa tingkat pengeluaran pangan penerima program rata-rata berada pada tingkat sedang dengan nilai median pada tingkat sedang dan frekuensi sebanyak 16 orang atau 35.8 persen. Sementara pada tingkat rendah lebih tinggi sedikit yaitu 17 orang atau 37.8 peresen dan tingkat tinggi 12 orang atau 26.7 persen. Jika dibandingkan dengan setelah program berjalan tidak terjadi perbahan. Tingkat pangan penerima program terbesar pada tingkat rendah dan sedang memiliki arti bahwa pola konsumtif penerima program cenderung tidak melebihi pendapatan dan sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Jika dilihat kondisi Desa Ngetuk terlihat bahwa masyarakat lebih sering mengonsumsi makanan dari warung-warung sederhana di sekitar desa. Letak minimarket juga berjarak sekitar 3 kilo meter dari desa sehingga hanya sedikit warga yang berbelanja ke minimarket. Sementara adanya Program PUAP tidak merubah pola pangan penerima dikarenakan hanya terjadi perubahan kecil saja pada tingkat pendapatan sehingga dampaknya kurang dapat dirasakan. Tabel 58 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran non pangan sebulan 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Pengeluaran Persentase Persentase Jumlah (n) Jumlah (n) Non Pangan (%) (%) Rendah 14 31.1 14 31.1 Sedang 23 51.1 25 55.6 Tinggi 8 17.8 6 13.3 Total 45 100.0 45 100.0 Selanjutnya jika dilihat pola pengeluaran non pangan data pada Tabel 58 menunjukan tingkat pengeluaran non pangan cenderung pada tingkat sedang 76 dengan nilai median pada tingkat sedang dan frekuensi sebanyak 23 orang atau 51.1 persen. Sementara pada tingkat rendah sebesar 14 orang atau 31.1 persen dan tingkat tinggi 8 orang atau 17.8 persen. Kondisi pengeluaran non pangan penerima program cenderung sedang ini memiliki arti pengeluaran kebutuhan rumah tangga penerima program pada tingkat sedang sudah mencukupi kebutuhan aktivitas sehari-hari Sementara jika dibandingkan dengan 5 tahun setelah program berjalan menunjukan bahwa hanya terjadi penurunan dari tingkat tinggi ke sedang sebesar 4.4 persen. Penurunan yang kecil ini dikarenakan ada beberapa anggota keluarga dari penerima program yang tidak tinggal bersama lagi karena mencari kerja ke luar desa dengan waktu yang lama sehingga pengeluaran keluarga lebih rendah. Selain itu penurunan yang sangat kecil ini juga dikarenakan kebutuhan non pangan rumah tangga dapat bertahan lama sehingga tidak harus membeli baru setiap tahunnya. Kedua alasan diatas sesuai dengan pernyataan penerima program di bawah ini. “Nggeh niki bapake wonten teng Kalimantan nok bapake kaleh mase, nggeh kerjo teng bangunan, nggeh proyek. Wangsule nggeh lebaran (Iya sekarang bapak sama kakak ada di Kalimantan. Kerja di bangunan proyek. Pulangnya ya waktu lebaran.)” (SLK, 64 Tahun) “Gak tau tuku, wong anu kok mas awet og nek tumbas mas (Tidak pernah beli. Itu sudah tahan lama kok kalau beli.)” (SR, 42 Tahun) Tingkat Taraf Hidup Tingkat taraf hidup dapat dikatakan sebagai ukuran tinggi rendahnya kualitas hidup penerima program dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data pada Tabel 59 menujukan bahwa tingkat taraf hidup penerima rogram sebelum adanya Program PUAP dominan pada tingkat sedang dengan nilai median pada tingkat sedang dan frekuensi sebanyak 19 orang atau 42.2 persen. Tingkat rendah hanya selisih satu dengan tingkat sedang yaitu 18 orang atau 40 persen dan tingkat tinggi sejumlah 8 orang atau 17.8 persen. Jika dibandingkan dengan setelah program berjalan menunjukan penurunan dari tingkat tinggi ke tingkat sedang sebesar 4.4 persen. Tabel 59 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat taraf hidup 2016 Sebelum Sesudah Tingkat Taraf Persentase Persentase Hidup Jumlah (n) Jumlah (n) (%) (%) Rendah 18 40.0 18 40.0 Sedang 19 42.2 21 46.7 Tinggi 8 17.8 6 13.3 Total 45 100.0 45 100.0 Tingkat taraf hidup penerima program tertinggi pada tingkat sedang dan tinggi ini membuktikan bahwa pemilihan penerima program PUAP sudah tepat sasaran dikarenakan penerima program sebagian besar pada taraf hidup rendah dan sedang. Kemudian jika dibandingkan dengan setelah program berjalan terjadi 77 sedikit penurunan disebabkan adanya penurunan juga di tingkat pengeluaran non pangan dan fasilitas rumah tangga sehingga menyebabkan taraf hidup sedikit menurun. Secara keseluruhan taraf hidup ini kurang memberikan perubahan dikarenakan Program PUAP tersebut hanya berbentuk sedikit tambahan modal sehingga dampaknya kurang dapat dirasakan dari keuntungan usaha penerimanya. Selain itu banyak penerima program yang tidak menggunakan bantuan PUAP untuk melakukan usaha melainkan kebutuhan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan perubahan taraf hidup. Sesuai pendapat salah satu informan dibawah ini. “Kalo taraf ekonomi yo paling cuma berapa persen sedikit tok mas, masalahe juga mereka pinjam itu kalo realistis itu kebanyakan juga nggak untuk menunjang usaha pertaniannya tapi ya untuk kebutuhan lain” (ED, 42 Tahun) Namun bagi sebagian penerima program yang menggunakan pinjaman tersebut untuk melakukan usaha karena kekurangan modal. Mereka mengaku bahwa dampak yang mereka rasakan setelah mengikuti program ini dari segi ekonomi mereka bertambah karena sudah tidak meminjam kepada rentenir lagi karena bunga dari rentenir sangat tinggi yaitu 10 persen sampai 20 persen per bulan. Sementara pinjaman PUAP hanya 1 persen per bulan. Seperti penuturan informan dibawah ini. “Setau saya, karena di koperasi itu kurang modal. Kemudian masyarakat ngetuk membutuhkan dana, sehingga larinya kan ke lintah darat atau renternir. Kalo rentenir kan ada yang 10 persen 20 persen. Sebenarnya kasihan tapi ya mau gimana lagi” (SD, 49 Tahun) Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP Partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2014). Adanya inisiatif untuk berkontribusi dalam suatu kegiatan dan berfikir untuk memecahkan masalah sendiri membuat masyarakat mampu mengontrol suatu kegiatan agar dapat memberi manfaat bagi kehidupan mereka. Seperti pada tujuan Program PUAP ini, adanya partisipasi masyarakat untuk mengelola simpan pinjam dan usaha tani mereka sendiri, serta mencari solusi atas masalahnya mampu mengarahkan Program PUAP untuk mendorong kesejahteraan dan menaikan taraf hidup masyarakat. Pendugaan bahwa adanya hubungan tingkat partisipasi terhadap perubahan taraf hidup penerima program PUAP, dapat diuji menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametrik melakukan uji Rank Spearman dengan cara melihat hubungan antara variabel-variabel. Aturan nilai dalam menentukan nilai uji korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 78 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Hasil korelasi menunjukan sebagai berikut. Tabel 60 Koefisien korelasi indikator tingkat partisipasi terhadap indikator tingkat perubahan taraf hidup Tingkat Perubahan Tingkat Partisipasi Taraf Hidup Perencanaan 0.428** Implementasi -0.094 Pemanfaatan 0.101 Evaluasi 0.226 Jika setiap sub-variabel tingkat partisipasi akan dilihat hubungannya dengan perubahan taraf hidup seperti pada Tabel 60, terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat perencanaan dengan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP menunjukan angka 0,428 dengan arti hubungan moderat. Perlu diketahui bahwa yang diundang yang terlibat dalam perencanaan adalah pengurus gapoktan, penyuluh, dan kepala desa, sehingga hasil menunjukan bahwa pengurus yang aktif dalam perencanaan mengalami kenaikan taraf hidup. Kenaikan taraf hidup ini lebih disebabkan dari kenaikan fasilias rumah tangga dan pengeluaran. Hal ini dikarenakan seiring berkembangnya Program PUAP ini pengurus membutuhkan fasilitas-fasilitas untuk menunjang pengelolaan PUAP yaitu laptop, smartphone, internet, dan juga aplikasi pengelola simpan pinjam gapoktan agar simpan pinjam mudah dikelola. Pembelian tersebut sebagian harus menggunakan dana pribadi atau dipotong dari upah dikarenakan hasil dari simpan pinjam PUAP belum mencukupi untuk memperbarui fasilitas tesebut. Seperti pada aplikasi pengelola simpan pinjam PUAP gapoktan harus membeli sebesar 10 juta agar mempermudah pengelolaan simpan pinjam dengan pertimbangan kemudahan dan tenaga dari pengurus yang terbatas. Seperti penjelasan salah satu informan dibawah ini. “Dulu tu garapnya (mengolah) pake excel tapi sekarang sudah pake aplikasi, laporan dari aplikasi. Sudah beli software kemaren dari Solo harga 10 juta. Namanya itu SIGAP, Sistem Gapoktan.” (ZNL, 34 Tahun) Adanya tambahan pengeluaran tersebut dari pengurus gapoktan menyebabkan bertambahnya pengeluaran dari pengurus sendiri. Sementara upah yang mereka dapat dari pengelolaan PUAP ini sangat kecil sehingga dengan kesadaran dan pengertian dari pengurus gapoktan, mereka rela mengorbankan tenaga dan waktunya. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut. “Yo karena sejak awal yang mengelola saya mau gak mau saya harus mempertahankan lagi bagaimana asset yang sudah saya kelola jangan sampai hancur. Jadi saya yo kesadaran diri untuk membenahi.” (ZNL, 34 Tahun) 79 Pada hubungan tahap implementasi dengan tingkat perubahan taraf hidup, Tabel 61 menunjukan bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat implementasi dengan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP menunjukan angka 0,094 dengan arti hubungan kurang berarti. Tahap implementasi tidak memberikan perubahan taraf hidup dikarenakan kegiatan implementasi Program PUAP ini dinilai kurang efektif dan kurang melibatkan penerima program. Tingkat implementasi penerima program menunjukan nilai rendah karena kurang dilibatkan dalam pelaksanaan program. Peran penerima program hanya dipinjamkan uang dan diminta untuk mengelola usaha tani masing-masing tanpa ada pengarahan dan pelatihan. Sementara pengurus yang mengelola semua kegiatan pinjaman. Pengurus, Penyuluh, dan PMT tidak pernah melakukan pelatihan, pengarahan, dan pengawasan terhadap usaha tani penerima sehingga banyak usaha yang tidak berkembang dan beberapa juga tidak menggunakan dana tersebut untuk usaha sehingga tidak menimbulkan perubahan taraf hidup penerima program. Tidak adanya pelatihan ini didukung dengan pernyataan berikut. “Belum saya belum terima, belum ada pelatihan ya. Dari kecamatan juga belum ada pelatihan.” (SKT, 46 Tahun) Kemudian hubungan tahap pemanfaatan dengan tingkat perubahan taraf hidup menunjukan bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat pemanfaatan dengan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP menunjukan angka 0,101 dengan arti hubungan lemah. Tingkat pemanfaatan kurang memberikan perubahan taraf hidup dikarenakan tingkat pemanfaatan lebih dipengaruhi oleh kepercayaan penerima program terlepas orang tersebut mengalami perubahan taraf hidup atau tidak. Pada Tabel 38 bab sebelumnya menunjukan tingkat pemanfaatan penerima cenderung sedang dan tinggi. Sedangkan hanya sebagian kecil dari mereka yang mengalami kenaikan taraf hidup. Hal ini menunjukan bahwa meskipun mereka mengalami peningkatan taraf hidup atau tidak mereka tetap memiliki kepercayaan bahwa Program PUAP selalu dapat memberikan manfaat dan pertolongan kepada petani sehingga mereka sangat membutuhkan. Pada hubungan tahap evaluasi dengan tingkat perubahan taraf hidup, Tabel 56 menunjukan bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat evaluasi dengan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP menunjukan angka 0.226 dengan arti hubungan lemah. Kurangnya hubungan tingkat evaluasi dengan tingkat perubahan taraf hidup ini dikarenakan pelaksanaan evaluasi dinilai kurang efektif dan kurang melibatkan partisipasi penerima program. Pada bab tingkat partisipasi evaluasi sebelumnya menunjukan kecenderungan ke tingkat partisipasi rendah. Evaluasi kurang efektif dikarenakan dalam rapat evaluasi bahan laporan sudah disiapkan pengurus sebelum disebutkan ke dalam rapat sehingga pendapat peserta sudah dibatasi oleh bahan laporan tersebut. Selain itu dalam rapat pendapat hanya didominasi oleh pengurus, penyuluh, dan pemerintah desa sehingga penerima kurang berpartisipasi atas dasar kurang pengetahuan dan kurang dilibatkan. Selain itu evaluasi kurang melibatkan partisipasi penerima program juga dikarenakan yang diundang untuk rapat hanya 5 orang perwakilan dari setiap poktan yang dianggap mengerti dan berpengalaman. Sehingga adanya partisipasi tahap evaluasi tersebut kurang dirasakan penerima dan kurang memberi dampak perubahan taraf hidup. 80 Selain penjabaran hubungan dari setiap sub-variabel partisipasi, perlu dilihat juga penjabaran dari hubungan tingkat partisipasi dengan setiap sub-variabel tingkat perubahan taraf hidup untuk mengetahui seberapa tinggi hubungan partisipasi pada setiap tingkatan perubahan taraf hidup tersebut. Selain itu juga perlu diketahui secara keseluruhan hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP dan alasan yang mendasarinya. Penjabaran dari hubungan pada setiap tahap partisipasi dan secara keseluruhan sebagai berikut. Tabel 61 Koefisien korelasi tingkat partisipasi terhadap indikator tingkat perubahan taraf hidup Tingkat Perubahan Tingkat Partisipasi Taraf Hidup Fasilitas rumah tangga 0.079 Pendapatan -0.206 Tabungan 0.044 Pengeluaran 0.063 Taraf Hidup -0.045 Berdasarkan data pada Tabel 61. Terlihat bahwa koefisen korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan perubahan taraf hidup pada tingkat fasilitas rumah tangga menunjukan angka 0,079 dengan arti hubungan kurang berarti. Hal ini dikarenakan perubahan fasilitas rumah tangga secara garis besar tidak dipengaruhi oleh tingkat partisipasi melainkan dipengaruhi oleh kondisi keuangan, kenyamanan rumah, dan kebutuhan penerima program yang semakin bertambah. Penerima program akan melakukan renovasi rumah jika keuangan mereka memungkinan dan jika mereka merasa rumahnya kurang nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan ada juga penerima program yang meminjam uang kepada simpan pinjam PUAP maupun unit simpan pinjam lain ketika mereka membutuhkan dana untuk merenovasi rumah tersebut. Jika dilihat dari barangbarang rumah tangga yang digunakan, penambahan barang-barang seperti handphone, sepeda motor, laptop, dan barang lain juga dikarenakan kebutuhan hidup yang semakin bertambah dan keperluan pekerjaan yang semakin bertambah. Seperti keadaan pengurus harus membeli smartphone dan paket internet agar mereka mudah untuk berkoordinasi dengan pihak lain yang sulit ditemui langsung. Hal ini membuktikan bahwa perubahan fasilitas rumah tangga tidak dipengaruhi oleh partisipasi penerima program. Selanjutanya koefisen korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan perubahan taraf hidup pada tingkat pendapatan menunjukan angka -0,206 dengan arti terdapat hubungan lemah dan dengan arah negatif. Hubungan lemah tersebut disebabkan hanya sebagian kecil penerima program yang partisipasinya tinggi mengalami penurunan taraf hidup dan begitu pula sebaliknya. Beberapa orang yang memiliki partisipasi tinggi seperti pengurus gapoktan yang aktif mengelola dana PUAP mengalami penurunan pendapatan karena harus membagi waktu pekerjaan dengan pengelolaan dana PUAP sehingga menyebabkan penurunan karena berkurangnya waktu bekerja semnetara upah PUAP sangat kecil. Begitu pula sebaliknya penerima yang tidak ikut mengelola dan kegiatan lebih mencurahkan waktunya untuk mengembangkan usaha tani sehingga beberapa ada yang 81 mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini didukung salah satu pendapat pengurus gapoktan berikut. “Ini karena kegiatan sosial yo tu memang gak ada apa-apanya. Artinya yo sekedar tiap bulan cuma sekedar ganti bensin 50.000 setiap pengelola, yo sing penting sistemnya itu yang penting jalan.” (ZNL, 34 Tahun) Namun secara keseluruhan perubahan tingkat pendapatan tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat partisipasi. Tingkat pendapatan lebih dipengaruhi oleh status pekerjaan dan usaha tani pribadi. Rata-rata penerima yang usahanya berkembang maupun mengalami kenaikan jabatan akan mengalami peningkatan pendapatan. Selain itu juga dikarenakan anggota keluarga lain yang mengalami penghasilan karena jabatan pekerjaan meningkat atau usaha taninya berkembang sehingga penerima program ikut mendapat sumbangan upah penghasilan tersebut. Sementara koefisen korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan perubahan taraf hidup pada tingkat tabungan menunjukan angka 0,044 dengan arti hubungan kurang berarti. Hal ini dikarenakan baik partisipasi masyarakat tinggi maupun rendah tidak mempengaruhi kemauan penerima untuk menabung. Tabungan ini lebih dipengaruhi oleh kondisi keuangan dan keinginan penerima program untuk menabung. Kondisi keuangan dapat menentukan tabungan dilihat dari adanya kelebihan pendapatan dibanding pengeluaran. Selain itu juga dikarenakan ada kiriman dari keluarga ataupun memiliki warisan baik berbentuk uang ataupun barang. Hasil kelebihan tersebut dapat digunakan penerima untuk menyimpannya jika ada keperluan mendadak di masa depan. Selain itu, kemauan menabung penerima juga ikut menentukan tingkat tabungan. Hasil penelitian menggambarkan pola perilaku kemauan menabung masyarakat cenderung rendah. Masyarakat enggan menabung uang dikarenakan sebagian besar masyarakat terbiasa dari kecil menghabiskan uang jika ada sisa. Hal ini ditunjukan dengan program simpanan koperasi gapoktan yang tidak berjalan dikarenakan tidak ada yang mau menyimpan uang. Alternatifnya agar uang masyarakat tudak habis adalah uang tersebut diinvestasikan dalam bentuk perhiasan, barang, hasil hutan, ataupun lahan agar simpanan tersebut tetap utuh untuk masa depan. Hal ini didukung pernyataan salah satu informan berikut. “Saya sendiri belum bisa, ndak ada niate dari masayarakat kok saya tak nabung, ndak ada niate itu, makane ndak berkembang” (SD, 49 Tahun) Selanjutnya koefisen korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan perubahan taraf hidup pada tingkat pengeluaran menunjukan angka 0,063 dengan arti hubungan kurang berarti. Hal ini menunjukan tinggi rendahnya partisipasi penerima program tidak memberi dampak terhadap perubahan pengeluaran. Pengeluaran sendiri lebih dipengaruhi oleh kondisi pendapatan dan kebutuhan hidup penerima. Kondisi pendapatan dapat mempengaruhi pengeluaran melalui besarnya pendapatan yang diterima membuat penerima program ingin membeli barang-barang yang lebih modern untuk mempermudah aktivitas sehari-hari, namun jika kondisi pendapatan kurang tinggi maka penerima program hanya 82 menggunakan barang-barang rumah tangga yang mampu mereka beli. Keinginan untuk membeli barang-barang yang lebih modern ini dikarenakan kebutuhan hidup masyarakat yang semakin lama semakin berkembang ke arah modern. Masyarakat akan merasa ketinggalan zaman jika belum memiliki barang-barang modern yang telah menyebar cepat di masyarakat desa Ngetuk. Hal ini menyebabkan penerima program berusaha mengumpulkan uang untuk membeli barang-barang modern tersebut agar aktivitas sehari-hari mereka menjadi lebih mudah dan mereka mampu mengikuti perkembangan zaman di wilayah Desa Ngetuk. Hal ini didukung pernyataan salah satu informan berikut. “Pola masyarakat sekarang dengan jaman saya itu berubah. Masyarakat sekarang kan pola hidupnya mewah. Sebenarnya saya kasian kemampuannya itu ibaratnya gini, roda dua saja yang second sudah sesuai penghasilannya, tapi ambil yang baru. Itu kan ga sesuai kemampuannya” (SD, 49 Tahun) Secara keseluruhan koefisen korelasi antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat perubahan taraf hidup menunjukan angka -0,045 dengan arti hubungan kurang berarti. Hasil ini membuktikan bahwa kurang terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP sehingga membuktikan hipotesis H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini dikarenakan semua penerima program baik yang memiliki tingkat partisipasi tinggi maupun rendah dapat melakukan pinjaman kepada Program PUAP sehingga semua penerima program berpeluang mengembangkan usaha masing-masing untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perubahan taraf hidup sendiri lebih dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan kebutuhan hidup penenerima program. Karena kebutuhan hidup masyarakat semakin hari semakin bertambah mengikuti perkembangan teknologi, masyarakat terdorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya memanfaatkan teknologi untuk mempermudah aktivitas sehari-hari dan mengikuti perkembangan taraf hidup masyarakat Desa Ngetuk. Kebutuhan hidup tersebut dicapai melalui usaha masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka agar mampu memenuhi taraf hidup yang sesuai dengan harapan masyarakat. Selain kondisi masyarakat tersebut, dari segi Program PUAP sendiri kurang mampu memberi peningkatan taraf hidup ini juga dikarenakan Program PUAP di Desa Ngetuk baru dirintis selama 5 tahun. Hingga saat ini program masih membutuhkan kontribusi dan perjuangan dari petani baik pengurus dan anggota gapoktan untuk lebih giat lagi mengembangkan program agar mampu mengatasi semua masalah usaha tani dan membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Ngetuk. Kondisi tersebut sesuai pendapat salah satu pengurus berikut. “Mengingat programnya itu baru berkembang, ya yang jadi pengurus yo menyadari demi kelancaran koperasi ya kadang gajian kadang nggak. Yang penting program bisa berjalan dan nantinya dapat berkembang.” (TM, 64 Tahun) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian dalam penelitian mengenai hubungan peran modal sosial dengan partisipasi petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap tingkat perubahan taraf hidup masyarakat di Desa Ngetuk tersebut menunjukan tingkat modal sosial cenderung ke sedang dan tinggi sehingga modal sosial sangat berperan dalam kegiatan simpan pinjam PUAP. Tingginya modal sosial dilihat dari tingginya kepercayan dari masyarakat sendiri yang saling mempercayai dan menghargai pengurus dan anggota. Tingginya norma masyarakat dalam menaati peraturan pemerintah desa dan aturan masyarakat tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Jaringan di tingkat sedang disebabkan rasa saling menghormati dan menghargai menciptakan hubungan baik dan saling membantu. Sementara tingkat partisipasi rendah dikarenakan tingkat partisipasi pada keempat tahap. Pada tahap perencanaan dan evaluasi rendah dikarenakan hanya sebagian kecil penerima program yang diundang dan menghadiri rapat. Tahap implementasi rendah karena penerima hanya dilibatkan pada pengelolaan usaha tani pribadi. Tahap pemanfaatan tergolong tinggi dikarenakan hampir dari seluruh penerima program merasakan manfaatnya meskipun tidak terlalu tinggi. Pada tingkat taraf hidup, penerima program tertinggi pada tingkat sedang dan tinggi ini membuktikan bahwa pemilihan penerima program PUAP sudah tepat sasaran dikarenakan awal program penerima sebagian besar memiliki taraf hidup rendah dan sedang. Jika dilihat perubahannya, tingkat fasilitas kurang berubah dikarenakan fasilitas rumah tangga masih memadai, tingkat pendapatan kurang berubah dikarenakan tambahan modal dinilai kecil, tingkat tabungan tetap dikarenakan penghasilan hanya cukup untuk keperluan sehari-hari dan minimnya kemauan menabung penerima. Tingkat pengeluaran kurang berubah dikarenakan pendapatan juga tidak berubah jauh sehingga membatasi pengeluaran. Namun secara keseluruhan taraf hidup ini kurang memberikan perubahan karena hanya berbentuk sedikit tambahan modal sehingga dampak keuntungan usaha kurang dapat dirasakan penerimanya. Penelitian ini juga menganalisis hubungan dari tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi, serta hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat perubahan taraf hidup masyarakat yang diuji statistik non-parametrik menggunakan uji Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan kuat antara tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi pada Program PUAP. Hubungan kuat ini dibuktikan dengan adanya keterhubungan antar modal sosial seperti kepercayaan dan jaringan sosial antara pengurus, penerima, dan stakeholder mendorong kemauan dan kesadaran untuk berpartisipasi pada tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Penerima program percaya bahwa Program PUAP yang sudah dikelola dengan aktif oleh pengurus mampu meningkatkan pendapatan petani meskipun tidak terlalu banyak. Selanjutnya pada hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat perubahan taraf hidup pada Program PUAP membuktikan bahwa kurang terdapat hubungan. Hal ini dikarenakan semua anggota tani baik yang memiliki tingkat partisipasi tinggi maupun rendah sama-sama dapat melakukan pinjaman Program PUAP sehingga semua anggota tani sama-sama berpeluang meningkatkan taraf hidup sesuai usahanya. Perubahan taraf hidup 84 sendiri lebih dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan tingginya kebutuhan hidup penerima program. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk civitas akademika, penelitian tidak menemukan hubungan yang signifikan antara adanya partisipasi mampu mendorong peningkatan taraf hidup penerima program PUAP. Perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai faktor-faktor apa saja yang mampu meningkatkan efektivitas Program PUAP agar mendorong peningkatan taraf hidup penerima program. Selain itu juga perlu mengkaji lebih dalam mengenai partisipasi perencanaan yang khusus dilakukan anggota dalam mengelola usaha tani. 2. Untuk masyarakat, terutama penerima Program PUAP diharapkan dapat dijadikan pertimbangan bahwa modal sosial yang tinggi dapat membantu mereka meningkatkan partisipasi dalam mengelola dana PUAP dan mengembangkan usaha tani pribadi. 3. Untuk pemerintah dan pembuat kebijakan diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan Program PUAP agar lebih partisipatif dan mampu mengembangkan kapasitas penerima program seperti mengadakan pelatihan dan pembimbingan usaha. Selain itu juga program harus dikontrol oleh pemerintah pusat agar tidak terjadi penyalahgunaan dana PUAP. DAFTAR PUSTAKA Alfitri. 2011. Community Development Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Anggita. 2013. Dukungan Modal Sosial dalam Kolektivitas Usaha Tani untuk Mendukung Kinerja Produksi Pertanian Studi Kasus : Kabupaten Karawang dan Subang. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. [Internet]. [diunduh tanggal 23 September 2015, pukul 12.34 WIB]. Volume 24 No. 3 Tahun 2013. Dapat diunduh pada : http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wpcontent/uploads/2014/04/V1N2481-487.pdf [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia 2016. [berita resmi statistik] [internet]. [diunduh 13 Januari 2016]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016a. Profil Sektor Pekerjaan di Indonesia. [berita resmi statistik] [internet]. [diunduh 13 Januari 2016]. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/970 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016b. Profil kemiskinan di Indonesia. [berita resmi statistik] [internet]. [diunduh 13 Januari 2016]; 45(07) 1-7. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1119 Fargomeli. 2014. Interaksi Kelompok Nelayan dalam Meningkatkan Taraf Hidup di Desa Tewil Kecamatan Sangaji Kabupaten Maba Halmahera Timur. Journal “Acta Diurna”. [Internet]. [diunduh tanggal 20 Januari 2016, pukul 23.30 WIB]. Volume III. No.3. Tahun 2014. Dapat diunduh pada : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/view/5728 Ginting YB. Maryunianta Y. Kesuma SI. Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Terhadap Kinerja dan Pendapatan Usaha Tani Anggota Kelompok Tani (Kasus : Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang). [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Dapat diunduh pada : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=184455&val=4143&t itle=DAMPAK%20PROGRAM%20PENGEMBANGAN%20USAHA%2 0AGRIBISNIS%20PERDESAAN%20TERHADAP%20KINERJA%20D AN%20PENDAPATAN%20USAHA%20TANI%20ANGGOTA%20KEL OMPOK%20TANI%20%20(Kasus%20:%20Desa%20Paluh%20Manan% 20Kecamatan%20Hamparan%20Perak%20Kabupaten%20Deli%20Serdan g) Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan. Jurnal Pengembangan Humaniora. [Internet]. [diunduh tanggal 23 September 2015, pukul 12.34 WIB]. Vol. 12 No. 1, April 2012. Dapat diunduh pada : http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/.../paper_6%20apr%202012.pd f Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. [internet]. Tersedia pada : http://kbbi.web.id/taraf [Kementan] Kementerian Pertanian. 2008a. Peraturan Menteri Pertanian. Jakarta : Kementerian Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2008b. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Jakarta : Kementerian Pertanian. 86 [Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Evaluasi dan Penyusunan Desa Calon Lokasi Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta : Kementerian Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015a. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Jakarta : Kementerian Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015b. Petunjuk Teknis Verifikasi Dokumen Administrasi Penyaluran BLM-PUAP. Jakarta : Kementerian Pertanian. Lastinawati E. 2011. Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kab. OKU. AgronobiS. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Vol. 3, No. 5, Maret 2011 ISSN: 1979 – 8245X, Hal; 47- 57. Dapat diunduh pada : https://agronobisunbara.files.wordpress.com/2012/11/12-endang-petanihal-47-57-oke.pdf Nasdian FT. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Tidak Diterbitkan. Institut Pertanian Bogor. Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Primadona. 2012. Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pedesaan (Kelompok Tani Kecamatan Rambutan). Polibisnis. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Volume 4 No. 1 April 2012 ISSN 1858-3717. Dapat diunduh pada : http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JEB/article/download/645/610 Purnamasari NI. 2015. Pengaruh Program Pemerintah PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) terhadap Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat di Desa Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur. eJournal Ilmu Pemerintahan. [Internet]. [diunduh tanggal 23 September 2015, pukul 12.34 WIB]. Dapat diunduh pada : http://ejournal.ip.fisipunmul.ac.id/site/?p=1222 Rachmawati AN. Marwanti S. Wijianto A. Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Sukoharjo. Humaniora. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Dapat diunduh pada : http://onlinejournal.unja.ac.id/index.php/humaniora/article/view/833 Rivai et al. 2010. Evaluasi dan Penyusunan Desa Calon Lokasi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). [Internet]. [diunduh tanggal 9 Januari 2016, pukul 23.11 WIB]. Dapat diunduh pada : http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MAKPROP_RSR.pdf Rajagukguk SI. Ginting M. Emalisa. Partisipasi Petani dalam Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus: Desa Sidourip dan Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang). [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, Pukul 23:07 WIB]. Dapat diunduh pada : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34496/7/Cover.pdf Rosyida I. Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaran Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Komunitas Perdesaan. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet]. [diunduh tanggal 87 20 Januari 2016, pukul 23.30 WIB]. Vol. 05, No. 01 hlm. 51-70 ISSN : 1978-4333. Dapat diunduh pada : http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/5832 Siregar S et al. 2013. Peranan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) terhadap Peningkatan Pendapatan Petani. Agrium. [Internet]. [diunduh tanggal 23 September 2015, pukul 12.04 WIB]. April 2013 Volume 18 No 1. Dapat diunduh pada : http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/agrium/article/download/342/309 Suandi. Damayanti Y. Yulismi. 2012. Model Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Pada Usahatani Padi Sawah Di Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Volume 14, Nomor 2, Hal. 25-34 ISSN 0852-8349. Dapat diunduh pada : http://onlinejournal.unja.ac.id/index.php/humaniora/article/view/833 Suroso H. Hakim A. Noor I. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Wacana. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, pukul 23.07 WIB]. Vol. 17, No. 1(2014) ISSN : 1411-0199. Dapat diunduh pada : http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/290 Wibawa L. 2013. Pemberdayaan Pemuda Melalui Social Capital. Prosiding Seminar Nasional dan Jurnal. [Internet]. [diunduh tanggal 19 September 2015, Pukul 23:07 WIB]. ISBN : 978-602-99286-2-4. Dapat diunduh pada : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Lutfi%20Wibawa,%20S. %20Pd.,%20M.%20Pd/Pemberdayaan%20Pemuda%20Melalui%20Social %20Capital-%20LUTFI.pdf Zanzes FZ. Suwendra IW. Susila GP. 2015. Analisis Efektivitas Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Serta Dampaknya Terhadap Tingkat Pendapatan (Studi Kasus Pada Gabungan Kelompok Tani Wahana Sari). eJournal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha. [Internet]. [diunduh tanggal 19 Juni 2016, pukul 12.04 WIB]. Volume 3 Tahun 2015. Dapat diunduh pada : http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJM/article/view/4836 LAMPIRAN 90 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Wilayah Gambar 3 Lokasi Penelitian 91 Keterangan : Nama Wilayah : Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Batas-batas Geografis : a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bategede b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tritis c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bendanpete d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangnongko 92 Lampiran 2 Kerangka Sampling No Nama Kelompok Tani No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 SUMIATI HENI YULIANTI ALPINI PUJI LESTARI NASMIN H. SUTARMIN ZAENAL ANWARI WATINAH SRI MULYANI SARJONO WISNU SAMUDRA RUBINEM SENIJAN SUPENO IDA K DEWI SUNTONO BASUKI SENIMAN SITI QOIDAH MUSLIKAH YUDI PARISIH HARTINI SRI RAHAYU WARTIN MUNTANI MUSLIH. S ZULIYANTI SRI MURWATI. A SUNARYO SUHARTI SITI KHOTIJAH SRI MURWATI. B SUKIJAH SUTOWO M ROMADHON SUGIYATIMI NASIRAH SUHARI MISRI SUWATI KAELANI ARYUNI. L UST. ALFIYAH LASIYEM HARIYATI ALI MUHTADI M. ZAINI SUYONO EKOWATI SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 1 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 2 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Nama KUSLAN SILAH KUSNADI SULIKHAH SUHARTO ARBAINAH SUKARMAN ROKHAYATI SANAJI NANI SUKARNI SITI AMINAH SUNARYO ERNI SUSANTI KASMIYATI JOKO NOOR. K KHOIRIYAH MASROPAH ROFIATUN SURIAH. L HARTUTIK MASHAR EVIKA UNTUNG HARIYANTO UMIYATI JUMIATUN RATISIH ZUMROH HARTONO YHONI AMAD SAFII SUNARTI SODHIK KARYONO/DAR WARTONO MUASAROH SULIYONO HARTATIK ITA HANDAYANI SUTRIMO MURIPAH SUTAR SAMPIR SABAR RIYONO BATIARTI HARWATI SUWARNO NGATMINI MARIYONO MARTININGSIH Kelompok Tani SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 3 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 93 No 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 Nama MASDI WAJIRAN RUSMAN ARIS ANANTO RIFAI SUGIRI NOR CHOLIS TEMU SURAJI WARSO SUTAMAN YAYUK M. SAFARI SUMIRAH Kelompok Tani No Nama SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 ADI WITONO SUMAJI SUNARYO b SRI NINGSIH ANDY WAHYUDI LOSO TARATUN SUMINTRAH ABDUL KHOLIQ ABDUR ROKHIM RINI WIDYAWATI SUHARTANI/PIYUT Kelompok Tani SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO 4 SIDO MULYO II SIDO MULYO II SIDO MULYO II SIDO MULYO III SIDO MULYO III SIDO MULYO III SIDO MULYO III 94 Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Nomor Kuesioner Tanggal Wawancara Tanggal Entri Data KUESIONER HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara) I. DATA PRIBADI RESPONDEN I.1 Data Pribadi dan Karakteristik Responden 1. Nama 2. No. HP 3. Alamat 4. Umur 5. Jenis Kelamin 6. Pendidikan terakhir 7. Status dalam rumah tangga 8. Status Perkawinan 9. Pekerjaan RT: RW: Desa Ngetuk Kec. Nalumsari Kab. Jepara Prov. Jawa Tengah ... tahun No.: 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Tidak Tamat Sekolah Dasar 2. Tamat Sekolah Dasar 3. Tamat SMP / Sederajat 4. Tamat SMA / Sederajat 5. Tamat Perguruan Tinggi 1. Kepala Rumah Tangga 2. Ibu Rumah Tangga 3. Anggota Rumah Tangga 1. Belum Menikah 2. Menikah 3. Janda/Duda 1. Petani dengan tanah sendiri digarap sendiri 2. Petani dengan tanah sendiri dibantu buruh 3. Buruh tani 4. Pegawai Negeri 5. TNI/Polri 6. Pengusaha dengan pengelola sendiri 7. Pengusaha dibantu pekerja 8. Mengelola usaha orang lain 9. Lainnya……………… 95 Status Keanggotaan 1. Pengurus 2. Anggota No I.2 Karakteristik Pinjaman Program PUAP Lama Periode Pinjaman Tahun Keanggotaan 1. Pertama Pinjaman (… bulan) 2. Kedua Tahun… 3. Ketiga (Seterusnya) Jumlah Pinjaman Rp…….. Status Pinjaman 1. Lewat masa tenggang 2. Masa tenggang 3. Masa pengembalian 4. Sudah dikembalikan I.3 Anggota Keluarga yang Tinggal Bersama Responden Pendi JK Hubungan Nama Anggota Keluarga dikan (L/ B Keluarga A P) Usia (tahun) Penggunaan dana 1. Pertanian On-farm 2. Pertanian Off-farm 3. Keperluan sehari-hari 4. Lainnya… Pekerjaan Utama Tambahan 1 2 3 4 5 6 Keterangan : A: 1. 2. 3. 4. 5. Tidak Tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Dasar Tamat SMP / Sederajat Tamat SMA / Sederajat Tamat Perguruan Tinggi 1. 2. 3. 4. Suami Isteri Anak Anggota keluarga lain B: II. TINGKAT MODAL SOSIAL II.1 KEPERCAYAAN No Pernyataan 1. Pengelola PUAP mampu mengelola sistem PUAP dengan baik. 2. 4. Penyuluh pendamping mampu memberikan pelatihan dengan baik. Penyuluh pendamping mampu memberikan pendampingan dengan baik. Pengurus Gapoktan mampu mengelola kegiatan dengan baik. 5. Pengurus Gapoktan mampu mengelola dana dengan baik. 6. Anggota Gapoktan bersedia mengikuti kegiatan PUAP 7. Anggota Gapoktan bersedia menaati aturan peminjaman 3. Nilai (1-5) Nilai berurut dari terkecil (1) hingga terbesar (5) 96 II.2 TINGKAT NORMA Nilai (1-5) Nilai berurut dari terkecil (1) hingga terbesar (5) No Pernyataan 8. Warga mematuhi aturan yang ada dalam masyarakat 9. Pemberian sangsi membuat warga jera terhadap aturan yang ada dalam masyarakat Warga mematuhi aturan Pemeritah 10. 11. 12. 13. Pemberian sangsi membuat warga jera terhadap aturan Pemeritah Anggota mematuhi aturan Program PUAP Pemberian sangsi membuat anggota jera terhadap aturan Program PUAP III.3 TINGKAT JARINGAN SOSIAL No. Pertanyaan Seberapa jauh hubungan anda dengan orang-orang berikut? 1. tidak kenal 2. kenal 14. 3. bertegur sapa 4. berdiskusi 5. membantu kegiatan Stakeholder Pengelola Program PUAP Penyuluh pendamping Pengurus Gapoktan Pemerintah Desa Anggota Gapoktan lain (minimal 5) Pedagang bahan dan alat pertanian Tengkulak atau pasar III. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT II.1 TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PERENCANAAN No. Indikator Pilihan Apakah Anda diundang untuk mengikuti rapat 1. Tidak 15. * perencanaan? 2. Pernah 3. Sering 1. Pihak pengelola 2. Penyuluh Jika Ya, siapa yang mengundang Anda dalam rapat 16. * 3. Pengurus Gapoktan tersebut? 4. Pemerintah Desa 5. Anggota lain 1. Tidak 2. Pernah Apakah Anda mengikuti rapat perencanaan? 17. 3. Sering ......................kali 1. Tidak Apakah Anda diberikan kesempatan dalam 2. Pernah 18. 3. Sering mengemukakan pendapat? ......................kali 1. Tidak 2. Pernah 19. Apakah Anda pernah mengemukakan pendapat? 3. Sering ......................kali Apakah pendapat Anda dipertimbangkan? 1. Tidak 2. Pernah 20. 3. Sering ......................kali Jawaban Jawaban 97 21. * Dalam rapat, keputusan akhir diambil oleh siapa? I.2 TAHAP IMPLEMENTASI No. Indikator 22. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan perencanaan? 23. Apakah Anda ikut serta dalam mengelola dana PUAP di Gapoktan ? 24. Apakah anda ikut serta dalam mengelola usaha tani pribadi? 25. Apakah anda mengikuti diselenggarakan PUAP? 26. Apa menjadi penggerak dalam pelatihan program PUAP pelatihan yang II.3 TAHAP PEMANFAATAN No. Indikator 27. Apakah terjadi perubahan pendapatan anda setelah adanya program? 28. Apakah terjadi perubahan skala usaha anda setelah adanya program? 29. Apakah terjadi perubahan pengetahuan anda setelah mengikuti program? 30. Apakah terjadi perubahan keterampilan usaha anda setelah mengikuti pelaksanaan program? II.4 TAHAP EVALUASI PROGRAM No. Indikator Apakah Anda ikut serta dalam proses evaluasi program? 31. 32. * Apakah Anda diberikan kesempatan dalam mengemukakan pendapat? 1. Pihak pengelola 2. Penyuluh 3. Pengurus Gapoktan 4. Pemerintah Desa 5. Kesepakatan Bersama Pilihan 1. Tidak 2. Sesuai 3. Sangat Sesuai 1. Tidak 2. Pernah 3. Sering ……………Kali 1. Tidak 2. Pernah 3. Sering ……………Kali 1. Tidak 2. Pernah 3. Sering ……………Kali 1. Tidak 2. Pernah 3. Sering ……………Kali Jawaban Pilihan 1. Menurun 2. Tetap 3. Meningkat 4. Sangat Meningkat 1. Menurun 2. Tetap 3. Meningkat 4. Sangat Meningkat 1. Menurun 2. Tetap 3. Meningkat 4. Sangat Meningkat 1. Menurun 2. Tetap 3. Meningkat 4. Sangat Meningkat Jawaban Pilihan 1. Tidak 2. Jarang 3. Sering …………kali 1. Tidak 2. Jarang 3. Sering …………kali Jawaban 98 33. Apakah Anda pernah mengemukakan pendapat? Apakah pendapat Anda dipertimbangkan? 34. 35. Apakah Anda merasa program tersebut akan berkembang? 36. Apakah program telah dikontrol secara rutin? 37. * Menurut Anda, siapa yang mengontrol program ketika program terus berjalan? 1. Tidak 2. Jarang 3. Sering …………kali 1. Tidak 2. Jarang 3. Sering …………kali 1. Tidak 2. Berkelanjutan 3. Sangat Berkelanjutan 1. Tidak 2. Jarang 3. Sering …………kali 1. Pengurus Gapoktan 2. Penyuluh 3. Ketua program 4. Kepala Desa 5. Semua Anggota 6. Lainnya... IV. TARAF HIDUP MASAYARAKAT IV.1 FASILITAS RUMAH TANGGA No. Indikator 38. Darimana Anda memperoleh sumber air? 39. Apakah status kepemilikan bangunan tempat tinggal Anda? 40. Berapa luas bangunan tempat tinggal Anda? 41. Apakah jenis lantai bangunan tempat tinggal Anda? 42. Apakah jenis dinding bangunan tempat tinggal Anda? Pilihan Jawaban 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) 1. Sungai 2. Mata air sumur 3. Sumur bor/pompa terlindung 4. Ledeng meteran (PAM) 5. Air minum dalam kemasan/isi ulang 6. Lainnya... 1. Milik orang lain 2. Milik saudara 3. Kontrak/Sewa 4. Dinas 5. Milik sendiri 6. Lainnya…….. ... m2 1. Tanah 2. Kayu 3. Semen/plester 4. Ubin 5. Keramik 6. Marmer 7. Lainnya……… 1. Bambu 2. Kayu 3. Tembok 4. Lainnya……… ... m2 99 43. 44. 45. No. 46. 1. Sungai 2. WC umum 3. WC pribadi 4. Lainnya............ 1. Obor Apahkah sumber penerangan 2. Petromak yang Anda gunakan untuk 3. Listrik non-PLN tempat tinggal? 4. Listrik PLN 5. Lainnya............. 1. Kayu 2. Arang 3. Minyak tanah Apakah bahan bakar utama yang 4. Gas kota digunakan untuk memasak 5. Gas/elpiji 6. Listrik 7. Lainnnya……. Apakah jenis fasilitas yang Anda miliki sebagai tempat untuk buang air besa/WC? Jumlah (unit) 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Apakah rumah tangga memiliki sendiri asset sebagai berikut? 1. Rumah Kontrakan/kos 2. Mobil 3. Sepeda Motor 4. Sepeda 5. Mesin Industri 6. Televisi 7. Radio 8. Laptop 9. Komputer 10. Lemari Es 11. Mesin Cuci 12. Telepon Rumah (bukan HP) 13. Handphone Indikator IV.2 TINGKAT PENDAPATAN No. 47. 48. 49. Indikator Berapa pendapatan bersih (uang, barang) yang biasanya diterima selama sebulan dari pekerjaan utama Berapa pendapatan bersih (uang, barang) yang biasanya diterima selama sebulan dari pekerjaan tambahan Berapa pendapatan (uang, barang) diluar pekerjaan yang biasanya diterima selama sebulan 1 Tahun Sebelum Jawaban Sesudah (Sekarang) Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. IV.3 TINGKAT PENGELUARAN Pengeluaran 50. Pengeluaran pangan Sebulan Terakhir (Padi-padian, Umbi-umbian, Ikan, Daging, Telur dan susu, Sayursayuran, Kacang-kacangan, Buah-buahan, Minyak dan Lemak, Bahan minuman, Bumbu-bumbuan, Tembakau, Makanan dan minuman jadi) Diisi oleh Responden 1 Tahun Sesudah Sebelum (Sekarang) Rp. Rp. 100 51. Pengeluaran Non- pangan Sebulan Terakhir (Perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa sehari-hari, Pakaian, alas kaki, tutup kepala, pajak, pungutan, dan asuransi) Rp. Rp. IV.4 TINGKAT TABUNGAN Jawaban No. 52. 53. Indikator Berapa jumlah tabungan (uang) rumah tangga setiap bulannya Berapa jumah aset yang dimiliki dengan satuan rupiah (barang,lahan,investasi) 1 Tahun Sebelum Sesudah (Sekarang) Rp. Rp. Rp. Rp. 101 Lampiran 4 Panduan Pertanyaan PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara) Topik Tujuan : Partisipasi, PUAP : Memahami informasi modal sosial, partisipasi, dan taraf hidup pada Program PUAP Pertanyaan Penelitian: I. KONDISI PROGRAM PUAP 1. Bagaimana kinerja Pengurus dan Anggota Gapoktan dalam mengelola PUAP? 2. Bagaimana kinerja penyuluh pendamping selama kegiatan berjalan? 3. Bagaimana perkembangan program hingga saat ini? 4. Apa saja yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan Program PUAP selama ini? II. MODAL SOSIAL 5. Bagaimana sikap masyarakat terhadap aturan-aturan yang diterapkan Gapoktan pada Program PUAP? 6. Apa saja sangsi yang diterapkan ketika melanggar aturan tersebut? 7. Bagaimana pandangan masyarakat terkait adanya program PUAP? 8. Sejauh mana kepercayaan masyarakat terkait program PUAP dapat meningkatkan taraf hidup mereka? 9. Bagaimana peran pihak-pihak yang dibutuhkan dalam mendukung kelancaran program selama ini? 10. Bagaimana sebaiknya peran-peran setiap pihak agar program PUAP dapat berkembang? III. PARTISIPASI 11. Apakah penerapan program PUAP melibatkan partisipasi anggota pada tahap perencanaan, pelaksanaan, manfaat program, dan evaluasi? 12. Bagaimana bentuk keterlibatan anggota tersebut? 13. Apa saja kegiatan yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya? 14. Menurut anda apakah program tersebut berkembang dan dapat berkelanjutan? 15. Bagaimana manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program? 16. Bagaimana proses evaluasi dan pengontrolan program tersebut? 102 IV. TARAF HIDUP 17. Bagaimana perkembangan usaha tani anggota hingga saat ini? 18. Apakah terjadi peningkatan pendapatan pada sebagian besar usaha anggota? 19. Apakah terjadi peningkatan pengeluaran pada sebagian besar usaha anggota? 20. Apakah terjadi peningkatan investasi dan tabungan pada anggota? 21. Seberapa besar perubahan taraf hidup masyarakat setelah mengikuti program PUAP? 103 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Korelasi Tingkat Norma Sosial dan Tingkat Partisipasi Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat kepercayaan norma jaringan partisipasi Correlation Tingkat Coefficient kepercayaan Sig. (1-tailed) N Correlation 1.000 .041 .395** .361** . .394 .004 .007 45 45 45 45 .041 1.000 -.097 .087 .394 . .262 .285 45 45 45 45 .395** -.097 1.000 .493** .004 .262 . .000 45 Coefficient Tingkat norma Sig. (1-tailed) Spearman's N rho Correlation Tingkat jaringan Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Tingkat Coefficient partisipasi Sig. (1-tailed) N 45 45 45 .361** .087 .493** 1.000 .007 .285 .000 . 45 45 45 45 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Korelasi Tingkat Norma Sosial dan Tingkat Partisipasi Correlation Coefficient Tingkat modal sosial Sig. (1-tailed) N Spearman's rho Correlation Coefficient Tingkat partisipasi Sig. (1-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Tingkat modal Tingkat sosial partisipasi 1.000 .528** . .000 45 45 .528** 1.000 .000 . 45 45 104 Korelasi Tingkat Norma Sosial dan Tingkat Partisipasi Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat perencanaan implementasi pemanfaatan evaluasi modal sosial Correlation Tingkat perencanaan 1.000 .370** .381** .719** .190 . .006 .005 .000 .105 45 45 45 45 45 .370** 1.000 .205 .459** .495** .006 . .088 .001 .000 45 45 45 45 45 .273* Coefficient Sig. (1- tailed) N Correlation Coefficient Tingkat implementasi Sig. (1- tailed) N Correlation Spearman's Tingkat rho pemanfaatan Sig. (1- 1.000 .005 .088 . .039 .035 45 45 45 45 45 .719** .459** .266* 1.000 .399** .000 .001 .039 . .003 45 45 45 45 45 .190 .495** .273* .399** 1.000 .105 .000 .035 .003 . 45 45 45 45 45 tailed) Correlation evaluasi .205 .266* Coefficient N Tingkat .381** Coefficient Sig. (1- tailed) N Correlation Coefficient Tingkat modal sosial Sig. (1- tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). 105 Korelasi Tingkat Partisipasi dan Tingkat Perubahan Taraf Hidup Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat perencan impleme pemanf evaluasi Perubaha aan ntasi aatan n Taraf Hidup Correlation Tingkat perencanaan 1.000 .370** .381** .719** .428** . .006 .005 .000 .002 45 45 45 45 45 .370** 1.000 .205 .459** -.094 .006 . .088 .001 .269 45 45 45 45 45 .101 Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Tingkat implementasi Sig. (1-tailed) N Correlation Spearm an's rho Tingkat pemanfaatan .205 1.000 .266* .005 .088 . .039 .255 45 45 45 45 45 .719** .459** .266* 1.000 .226 .000 .001 .039 . .068 45 45 45 45 45 .428** -.094 .101 .226 1.000 .002 .269 .255 .068 . 45 45 45 45 45 Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Tingkat evaluasi .381** Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Perubahan Coefficient Tingkat Taraf Hidup Sig. (1-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). Korelasi Tingkat Partisipasi dan Tingkat Perubahan Taraf Hidup Tingkat Tingkat partisipasi Perubahan Taraf Hidup Correlation Coefficient Tingkat partisipasi Sig. (1-tailed) N Spearman's rho Tingkat Perubahan Taraf Hidup Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N 1.000 -.045 . .385 45 45 -.045 1.000 .385 . 45 45 106 Korelasi Tingkat Partisipasi dan Tingkat Perubahan Taraf Hidup Tingkat Tingkat Tingkat Perubahan Perubahan Perubahan Fasilitas Tingkat Tingkat Perubahan partisipasi Pendapatan Tabungan Pengeluaran RT Correlation Tingkat Coefficient Perubahan Sig. Fasilitas RT tailed) Correlation Tingkat Coefficient Perubahan Sig. Pendapatan tailed) (1- N Correlation rho Tingkat Coefficient Perubahan Sig. Tabungan tailed) (1- N Correlation Tingkat Coefficient Perubahan Sig. Pengeluaran tailed) (1- N Correlation Tingkat partisipasi .405** .076 .179 .079 . .003 .309 .119 .303 45 (1- N Spearman's 1.000 45 45 45 45 .405** 1.000 .299* .283* -.206 .003 . .023 .030 .087 45 45 45 45 45 .076 .299* 1.000 -.078 .044 .309 .023 . .306 .387 45 45 45 45 45 .179 .283* -.078 1.000 .063 .119 .030 .306 . .340 45 45 45 45 45 .079 -.206 .044 .063 1.000 .303 .087 .387 .340 . 45 45 45 45 45 Coefficient Sig. (1- tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). 107 Lampiran 6 Tulisan Tematik Kondisi Program PUAP di Desa Ngetuk Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) mulai berjalan di Desa Ngetuk sejak tahun 2011. Langkah pertama pembuatan program PUAP ini diawali dengan penyusunan RUK, RUA, dan RAB yang dilaksanakan pengurus gapoktan dan dibantu penyuluh, penyelia mitra tani, dan pemerintah desa. RUA merupakan rapat kebutuhan usaha pada tingkat anggota, selanjutnya diangkat ke RUK oleh pengurus untuk dipertimbangkan dan dikategorikan kembali sesuai kebutuhan pertanian peternakan dan usaha. Setelah itu dirumuskan RUB sebagai rancangan anggaran besama yang diajukan ke kementerian agar dana dapat cair. Setelah dana cair gapoktan memilih anggota penerima program dengan asal ambil yaitu semua masyarakat yang mau menjadi anggota poktan dan mau mengembangkan usaha tani. Seiring perkembangan dan evaluasi setiap tahun program ini semakin berkembang, jumlah penerima meningkat, dan semakin bagus pengelolaannya. Status pengelolaan dana PUAP gapoktan saat ini adalah LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis), namun nanti seiring perkembangan akan dirubah menjadi KSP (Koperasi Simpan Pinjam) yang nantinya juga akan dibina oleh Koperasi unit provinsi selain dibina juga dinas pertanian. Program PUAP sendiri memiliki penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani untuk membantu manajerial. Penerima Program PUAP saat ini adalah 125 orang yang terbagi kedalam 4 poktan meliputi Sido mulyo 1, sido mulyo 2, sido mulyo 3, sido mulyo 4 berdasarkan wilayah tempat tinggal. Diantara anggota poktan tersebut sampai saat ini ada yang sudah tidak meminjam dan ada yang masih meminjam. Proses peminjaman PUAP sudah tertulis lengkap di AD ART dan aturan peminjaman. Pinjaman pertama hanya diijinkan 1 juta, setelah semua dikembalikan baru boleh meminjam lagi antara 1-2 juta. Pemasukan simpan pinjam PUAP didapat dari simpanan wajib dan pokok anggota, serta biaya jasa peminjaman. Biaya administrasi sebesar 1% perbulan dan simpanan wajib sebesar 10rb sekali di awal peminjaman. Modal awal dana PUAP sebesar 100 juta. Hingga RAT pada bulan maret 2016, total pencairan dana kepada penerima program sudah sebesar 200 juta dan total asset yang dimiliki mencapai 125 juta atau naik 25 persen dari modal awal. Proses pengelolaan PUAP selama 5 tahun sudah mengalami kemajuan. Sistem pengelolaan semakin mudah dengan menggunakan software SIGAP untuk pembukuan. Hasil Evaluasi dari Kabupaten Jepara menyebutkan pengelolaan PUAP Desa Ngetuk masuk dalam kategori baik dan berkembang serta teraik sekecamatan. Namun perkembangan simpan pinjam ini juga menghadapi banyak kendala. Salah satunya yaitu ada kasus kesalahan dari manager PUAP yang menyelewengkan dana untuk kebutuhan pribadi sehingga beliau diturunkan jabatannya dan diganti oleh pengurus lain. Selain itu pada tahun 2016 ini ada petugas kasir simpan pinjam yang mengundurkan diri. Kondisi PUAP saat ini sebenarnya masih kurang modal dikarenakan modal terbatas sedangkan banyak anggota yang ingin meminjam sehingga petani yang belum kebagian pinjaman beralih meminjam ke lintah darat yang bunganya lumayan besar sampai 10%. Namun adanya simpan pinjam PUAP ini telah menolong 125 orang penerima dari masalah kekurangan modal usaha. 108 Modal Sosial Program PUAP di Desa Ngetuk Pengelolaan PUAP di Desa Ngetuk dapat berkembang salah satu faktornya dikarenakan masyarakatnya memiliki modal sosial yang tinggi baik diantara pengurus gapoktan, penerima program, penyuluh, dan pihak-pihak lain yang membantu perkembangan PUAP. Jika dilihat dari segi setiap indikator kepercayaan, norma, dan jaringan sosial penerima program tergolong tinggi. Kepercayaan pengelolaan PUAP di Desa Ngetuk yang tergolong tinggi ini dilihat dari bentuk kepercayaan penerima program terhadap pengurus bahwa pengurus mampu mengelola program dengan baik dan mampu mengatasi masalah dengan sampai selesai. Contohnya seperti ketika hilangnya dana yang disebabkan seseorang manager korupsi dan bendahara yang pencatatannya buruk serta tidak mau mengelola uang tersebut dapat segera diatasi bersama dan diganti dengan pengurus baru yang lebih kompeten sehingga dapat berjalan kembali. Selain itu dari pengurus sendiri juga percaya bahwa perilaku anggota tani Desa Ngetuk ini cenderung baik sehingga pengurus bersedia melonggarkan peraturan menjadi lebih mudah dan tidak ribet atas dasar rasa saling percaya. Bentuk kepercayaan tersebut berdampak pada penerapan norma dalam mengelola simpan pinjam PUAP. Proses peminjaman PUAP sebenarnya sudah tertulis lengkap di AD ART dan bersifat lebih ketat. Namun dalam pelaksanaan lebih longgar atas dasar rasa saling percaya dan saling menghormati sesama masyarakat. Hal tersebut ditunjukan dengan proses peminjaman anggota yang seharusnya menggunakan barang jaminan, namun karena banyak yang megeluh terlalu sulit dan ketat akhirnya diputuskan untuk barang jaminan diganti surat persetujuan dari ketua poktan seperti yang dijelaskan TM (64 Tahun) yang mengatakan bahwa bantuan hutang terbatas, tidak pakai agunan mas. Sampai 2 juta tu ndak pakai agunan. Karena saya percaya orang ngetuk tu banyak yang mengembalikan. Banyak yang mengembalikan daripada yang menggelapkan. Saya percaya saja. Selain itu sistem denda tidak diberlakukan atau tidak dijalankan karena kepercaan dan kepatuhan penerima, seperti penuturan SKT (46 Tahun) yang mengatakan bahwa di aturan PUAP itu ada denda tapi sampai selama ini gak dijalankan, karena apa karena akhirnya juga dia baik sendiri. Dulu katanya pak kalau ngagsurnya telat saya tu didenda, tapi selama ini dendanya di administrasi ndak ada. Ya Cuma istilahe kita bikin aturan tapi ya namanya orang ya mas ya. Kemudian ketika anggota ingin mengangsur tetapi tidak bisa tanggal 14 di balai desa sesuai jadwal yang ditetapkan, maka penerima diberi keringanan boleh mengangsur di rumah pengurus gapoktan kapan pun. Ini dikarenakan agar penerima dapat menjaga uang tersebut agar tidak terpakai keperluan lain dan tidak jadi mengangsur. Perlakuan tersebut membuat masyarakat sangat antusias terhadap program karena pinjaman sangat mudah dan jasanya ringan sehingga banyak yang mengantri pinjaman. Masyarakat juga mau mengikuti aturan simpan pinjam agar dipercaya terus oleh gapoktan dan pinjaman selajutnya lancar. Dari segi pengurus gapoktan, mereka rela terus memperbaiki kinerjanya dan memberi pelayanan terbaik meskipun mereka hanya mendapat upah uang makan sebesar 25000 perbulan. Hal ini didasari norma tolong menolong dan saling menghargai yang tinggi di masyarakat desa Ngetuk. Pak TM (64 Tahun) menjelaskan contoh tenggang rasa masyarakat yaitu, orang-orang jawa itu tepo seliro atau tenggang rasa. Tenggang rasanya contohnya seperti ini, kalau telat sitik ya ndak apa-apa, 109 ndak langsung didenda ndak terus kaku ndak gitu. Ada aturannya bermasyarakat jadi saling mengerti saja. Jaringan sosial anatara pengurus, penerima, dan pihak terkait juga tinggi dibuktikan dengan kedekatan antar individu yang cenderung sangat kenal hingga tingkat keakraban. Atas dasar rasa saling kenal ini penerima program menjadi hormat terhadap pengurus dan sebalikanya sehingga tercipta ketaatan aturan PUAP dari penerima program meskipun sangsinya tidak mengikat. Contohnya seperti sebagian besar masyarakat yang mengembaikan uang tepat waktu, dan ketika ada yang menunggak pengurus cukup datang ke rumah penunggak untuk mengingatkan dan memberi surat makan penunggak sudah merasa malu dan berusaha untuk melunasi tunggakan seperti penuturan responden SHT (35 Tahun) bahwa masyarakat tidak enak kalau tidak patuh, jadi itu sudah termasuk sangsi. Malu kalau diberi surat jadi langsung diperbaiki. Semisal nunggak angsuran jika ditegur ya besoknya langsung dibayarkan. Partisipasi Program PUAP di Desa Ngetuk Partisipasi pada Program PUAP di Desa Ngetuk antara pengurus, penerima program, penyuluh pendamping, dan penyelia mitra tani mengalami banyak perbedaan. Pada awalnya program PUAP ini dibentuk dengan diawali RUK, RUA, dan RUB baru dana dari Kementerian dapat dicairkan, sebagian besar partisipasi tersebut didominasi oleh pengurus gapoktan yang ingin menjalankan program PUAP di desa mereka. Penyuluh dan penyelia mitra tani bersifa membantu penyusunan laporan agar sesuai dengan syarat-syarat pencairan. Peran anggota dlam proses penyusunan ini berada pada RUA di setiap poktan untuk mengumpulkan macam-macam usaha yang ingin dikembangkan anggota tani. Setelah dana dicairkan peran setiap pihak mengalami perbedaan. Pada tahap perencanaan partisipasi pengurus dalam program ini menempati posisi paling aktif dibanding yang lain. Penguruslah yang mengadakan rapat dan hadir dalam rapat perencanaan tersebut selain penyuluh dan pemerintah desa. Pertemuan perencanaan setiap tanggal 14 di sekretariat gapoktan bersamaan dengan waktu bagi penerima program untuk mengangsur. Dalam rapat tersebut mereka membahas keberlanjutan pengelolaan dana serta mengatasi masalah-masalah seperti mendata penunggak dan memberi surat. Penerima program kurang dilibatkan dalam rapat perencanaan ini. Penyuluh lapang dan pemerintah desa beberapa kali hadir, penyuluh membimbing berjalannya program dan ketika ada masalah bisa membantu, sementara peran perangkat desa dalam program ini yaitu memfasilitas memberi surat kepada penunggak dan memberi ancaman berupa pemberhentian pelayanan desa kepada penunggak ketika penunggak tersebut sudah sangat tidak patuh. Selanjutnya pada tahap implementasi, pelaksanaan tersebut sudah sesuai dengan rapat perencanaan yang dilakukan. Peran pengurus adalah mengelola dana PUAP dan mengatasi jika ada kendala. Sementara peran penerima program lebih kepada meminjam modal untuk mengelola usaha tani pribadi agar dapat berkembang. Pada tahap ini peran penyuluh lapang kecil karena penyuluh lapang dan PMT selama setahun terakhir tidak pernah melakukan pelatihan kepada penerima maupun pengurus. Sementara pelatihan yang ada hanya pada tingkat luar desa seperti prima tani hanya mengundang beberapa anggota aktif poktan dan 110 gapoktan. Penyuluh dan PMT dari kabupaten sekarang kurang aktif Jepara menurut pendapat informan ZNL (34 Tahun) hal ini dikarenakan PPL kurang aktif karena kesibukannya terus kemampuannya yo kurang. Dulu itu PPL yang pertama malah paham. Tapi menurut saya itu PPL juga kurang efektif. Sementara PMT yang khusus desa ngetuk itu kan dari jepara kota itu yo jarang, bahkan yo memang fakum. Jadi PMT dan PPL itu menurut saya yo ada pembiaran. Makanya semua desa yang menerima PUAP itu semuanya yo terus berantakan karena ga ada pegawasan dan pendampingan. Sementara Program PUAP di Ngetuk ini dapat berjalan karena inisiasi beberapa pengurus. Pada tahap pemanfaatan baik pengurus maupun penerima program dapat merasakan manfaatnya walaupun tidak memberi perubahan besar. Dana PUAP sangat membantu petani dikarenakan mampu membebaskan petani kecil dari rentenir yang memiliki bunga tinggi sehingga dengan adanya PUAP ini masyarakat merasa terbantu karena pinjaman relatif kecil. Bantuan dana PUAP ini memang sifatnya tidak terlalu besar dan memang tidak bisa mencukupi modal Seperti penuturan TM (64 Tahun) bahwa PUAP itu harus berkembang, karena itu bukan dana hibah. Itu tugasnya pengelola untuk mengembangkan atau untuk modal petani walaupun toh hanya sedikit tapi dapat memancing modal biaya. Sementara bantuan modal ini sifatnya sebatas membantu modal saja karena pinjaman yang terbatas 12 juta saja. Selanjutnya pada tahap Evaluasi yaitu ditandai dengan terselenggarakanya RAT tepat waktu setiap tahunnya. Partisipasi pada tahap RAT ini didominasi oleh pengurus gapoktan, pemerintah desa, penyuluh, PMT, dan beberapa perwakilan anggota aktif saja. Hal ini menyebabkan partisipasi sebagian besar pengurus kecil dikarenakan dana yang dimiliki gapoktan terbatas untuk menyusun laporan dan hanya cukup untuk konsumsi beberapa saja sehingga tidak semua anggota poktan dapat diundang dalam RAT ini. Adapun isi evalusai RAT tersebut menurut beberapa informan adalah pengelolaan pengurusnya lebih bagus lagi seperti tenaganya paham pengelolaan, lebih peduli dan anggota lebih fokus untuk mengelola. Kemampuan manajemen pengurus ditingkatkan karena sebagian besar dari pengurus belum mengetahui pengelolaan PUAP yang baik sesuai dengan pengelolaan koperasi. Selain itu kesejahteraan pengurus juga diperhatikan berupa sedikit dana insentif agar pengurus merasa kerjanya dihargai sehingga semua pengurus bisa serius menjalankan program ini. Hal ini sesuai penuturan SD (49 Tahun) yang mengatakan bahwa koperasi itu kurang modal. Kemudian masyarakat ngetuk membutuhkan dana, sehingga larinya kan ke lintah darat atau renternir. Kalo rentenir kan ada yang 10 persen 20 persen. Sebenarnya kasian tapi ya mau gimana lagi. Kalau yang perlu diperbaiki dari pengurus itu manajemen, saya sendiri belum tau koperasi. Tapi ya jelas manajemennya semuanya tidak paham. Kan mereka yang mengatur. Ya itu yang jelas untuk memperbaiki ya menajemen, sesuatu yang tidak diatur itu kan tidak teratur. Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP di Desa Ngetuk Program PUAP sejak awal diinisiasi di Desa Ngetuk ini sebenarnya sudah tepat sasaran. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota tani di Desa Ngetuk ini memiliki tingkat taraf hidup rendah. Anggota tani sebelum adanya PUAP ini masih meminjam uang kepada rentenir ketika kekurangan modal dan hasilnya taraf hidup 111 masyarakat tidak akan berkembang karena banyak terpotong angsuran ke rentenir. Semenjak adanya Program PUAP pinjaman kepada rentenir mulai berkurang. Menurut salah satu informan banuan ini jika dilogika sudah mulai kelihatan melalui pertolongan dari jeratan rentenir yang bunganya sangat tinggi sampai 10 persen. Kerena tidak terjera rentenir, alokasi keuntungan tersebut bisa digunakan untuk kemajuan usaha masing-masing. Seperti pernyataan ZNL (34 Tahun) bahwa program PUAP terlihat perubahannya dari pinjaman tidak ke rentenir, memang tujuannya agar masyarakat ngetuk tidak terjerat dengan bank titil atau rentenir itu, karena rentenir itu kan ya bunganya memang tinggi jadi ya agak menjerat gitu. Secara nyata lintah darat tidak bisa dibuktikan dikarenakan tidak teridentifikasi, namun didapat dari pendapat beberapa warga ada yang meminjam meskipun kasihan masyarakat tersebut. Menurut informan SD (49 Tahun) yang mengatakan bahwa pola masyarakat sekarang telah berubah. Masyarakat sekarang pola hidupnya mewah. Sebenarnya beliau kasian pada kemampuannya ibarat roda dua saja yang second sudah sesuai penghasilannya, tapi ambil yang baru. Itu kan ga sesuai kemampuannya. Selain itu masyarakat meminjam ada dikarenkan mengikuti perkembangan jaman melalui pola konsumtif masyarakat yang tinggi dan mengejar gengsi dengan warga lain sehingga penghasilan mereka ketika kurang akan melakukan peminjaman ke PUAP ke lintah darat. Taraf hidup jika dilihat dari fasilitas rumah tangga penerima program PUAP di Desa Ngetuk ini cenderung sudah layak huni dan sudah mencukupi terlihat dari kondisi rumah dan barang-barang yang dipakai sudah memenuhi standar dalam kehidupan ruamh tangga. Selanjutnya pendapatan penerima program cenderung sedang hingga rendah dikarenkaan mayoritas pekerjaan mereka adalah petani, berdagang, karyawan, dan kuli bangunan yang mayoritasnya masih skala kecil. Pada segi tabungan, masyarakat sendiri kurang ada niatan untuk menabung dan cenderung pendapatan habis sehingga tabungan sedikit terjadi peningkatan. Namun beberapa penerima program menyimpan tabuangan dalam bentuk lahan atau hasil hutan agar dapat berkembang demi kebutuhan mendatang. Sementara dari segi pengeluaran penerima program cenderung sesuai standar artinya tidak terlalu msikin dan tidak terlalu mewah gaya hidup dan pola kosumsinya. Masyarakat lebih terbiasa berbelanja pada pasar tradisional dan warung kecil dibanding berbelanja ke minimarket atau supermarket. Menurut pendapat dari beberapa penerima program, program PUAP ini sangat memberi manfaat karena melalui pinjaman modal ini dapat membantu usaha masyarakat agar berkembang dan pendapatan bertambah. Namun perkembangan taraf hidup tersebut secara kesluruhan cenderung kecil dan kurang terlihat. Hal ini dikarenakan tidak semua usaha warga berhasil atau mengalami kemajuan sehingga adanya pinjaman tidak terlalu memberi peningkatan taraf hidup. Selain itu menurut SNY (48 Tahun) yang mengatakan perubahan kuran ada kalau pinjaman hanya 2 juta dianggap menaikan itu tidak juga, kecuali pinjamannya banyak nah itu yo bisa dianggap menaikan secara signifikan. Perkembangan dari simpan pinjam ini juga relatif lambat dikarenakan program ini hanya berjalan bagian pinjaman saja dan simpanan tidak dijalankan sehingga modal terbatas dan sedikit pinjaman yang diberikan. Selain itu kecilnya perubahan taraf hidup ini dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak menggunakan pinjaman untuk melakukan usaha melainkan hanya untuk kehidupan sehari-hari saja sehingga mereka tidak merasakan dampak perkembangan taraf hidup dari simpan pinjam PUAP tersebut. 112 Lampiran 7 Riwayat Hidup RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Tri Nugroho Wicaksono dilahirkan di Kota Madiun Provinsi Jawa Timur, 10 Maret 1994 dari pasangan Heru Wicaksono dan Marni Al-Mesiyem. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari TK. YWKA (1999-2000), SD Negeri 01 Madiun Lor (2000-2006), SMP Negeri 03 madiun (2006-2009), SMA Negeri 05 Madiun (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis merupakan mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi (Bidik Misi) Dikti Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, sejak pertama kali masuk dunia perkulian, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu bergabung dalam Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD), UKM MAX!! IPB, Ketua Komunitas Teater Up To Date periode 2014, dan menjadi Direktur Broadcasting pada Organisasi HIMASIERA (Himpunan mahasiswa peminat ilmu-ilmu komunikasi dan pengembangan masyarakat) periode 2015, serta beberapa kali tergabung dalam kepanitian ACRA, MPF, MPKMB, dan Connection. Bersama dengan skripsi ini penulis dinyatakan lulus dari IPB dan belum menikah.