BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Hasil Belajar
Menurut Agus Suprijono menyatakan bahwa “hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja”(2011 : 7). Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi
oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara
fragmentasi atau terpisah, melainkan komprehensif. Salah satu tugas pokok
seorang guru adalah mengevalusai taraf keberhasilan rencana pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar. Untuk dapat melihat sejauh mana taraf keberhasilan
mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat dipercaya maka
diperlukan sebuah informasi yang didukung oleh data yang objektif dan
memadahi tentang indikator perubahan perilaku dan pribadi siswa.
a. Penilaian Proses Belajar
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses
menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau
harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Penilaian proses
belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan
siswa, pola interaksi guru dan siswa serta keterlaksanaan program belajar
mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar
jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang. Penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai
siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik. Menurut Nana Sudjana menyatakan bahwa “Penilaian proses
belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang
dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran”
(1995:3).
5
6
Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya.
Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan
kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil
penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong
peserta didik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan
memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu,
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem
penilaian yang diterapkan.
Menurut Agus Suprijono hasil (Mengutip simpulan pemikiran Gagne)
hasil belajar berupa :
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,
pemecahan masalah mupun penerapan aturan.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasikan, kemampuan analitis-sintesis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani. (2011 : 5–6)
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian
terhadap
menginternalisasi
dan
objek
tersebut.
eksternalisasi
Sikap
nilai-niai.
berupa
kemampuan
Sikap
merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
b. Tujuan dari penilaian
Tujuan dari penilaian memberi gambaran bahwa penilaian memegang
peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran. Tujuan dari penilaian tersebut diantaranya adalah:
7
1) Mendeskrepsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat
diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam pembelajaran.
2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah.
3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian.
4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihakpihak yang berkepentingan.
Disamping adanya tujuan penilaian hasil belajar, dilihat dari jenis dan
fungsinya penilaian ada beberapa macam yaitu:
1) Penilaian Formatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar
untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri.
2) Penilaian Sumatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur
wulan, akhir semester, dan akhir tahun.
3) Penilaian Diagnostik
Penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa
serta faktor penyebabnya.
4) Penilaian Selektif
Penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian
saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
Menurut Harun Rasyid dan Mansur (mengutip simpulan chittenden,
1994), kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan
empat hal:
1) Penelusuran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri
apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan
yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini, pendidik
mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau
tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk
memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar
anak.
2) Pengecekan, yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat
kekurangan- kekurangan pada peserta didik selama proses
pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk pengukuran
pendidik berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut
8
kemampuan peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai
dan apa pula yang belum.
3) Pencarian, yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab
kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran
berlangsung. Dengan jalan ini pendidik dapat segera mencari
solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selama
proses belajar berlangsung.
4) Penyimpulan, yaitu menyimpulkan tentang tingkat pencapaian
belajar yang telah dimiliki peserta didi. Hal ini sangat penting
bagi pendidik untuk mengetahui tingkat pencapaian yang
diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat
digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar
peserta didik, baik untuk peserta didik sendiri, sekolah, orang
tua, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan. (2007:8).
2. Senam Lantai
a. Sejarah Senam Lantai
Senam merupakan jenis olahraga yang mengakar pada kebudayaan
Yunani kuno dalam menyembah dewa Zeus. Pada permulaan abad ke-20,
senam mulai diperkenalkan sebagai salah satu cabang olah tubuh dan
kemudian
menjadi
populer
di
berbagai
Negara.
Dalam
masa
perkembangannya, senam kemudian membagi dirinya ke dalam beberapa
jenis spesifik. Satu diantaranya adalah senam lantai atau biasa juga dikenal
dengan istilah Flour Exercise. Apa yang dimaksud dengan senam lantai?
Secara sederhana, senam ini sama saja dengan pengertian senam pada
umumnya. Akan tetapi sama seperti namanya, senam ini dilakukan di atas
lantai tanpa bantuan alat apapun kecuali matras yang bisa digunakan jika
diinginkan. Senam lantai ini cukup populer sampai saat ini. Istimewanya,
sejarah senam lantai ternyata telah dimulai sejak ratusan tahun silam.
Berbicara soal sejarah senam secara umum, tentu tak bisa lepas dari peranan
bangsa Yunani. Namun jika mengulas mengenai sejarah senam lantai secara
mendetil, maka mungkin kita seharusnya mengambil awalan dari zaman
Cina kuno sebab sejak 2700 Sebelum Masehi, mereka telah mengenal
beberapa bentuk sederhana dari senam lantai yang dahulu dilakukan di
biara-biara dan bukan sebagai sebuah senam tetapi bagian dari langkah
pengobatan dan juga bela diri.
9
Sejarah senam lantai lainnya tak bisa lepas dari negeri Taaj Mahal,
India. Negeri yang satu ini memang sudah lama dikenal sebagai salah satu
rumah sejarah pengobatan dengan metode prnafasan dan gerakan tubuh.
Langkah pengobatan ini tidak lepas dari kepercayaan keagamaan yang
dianut di India. Salah satu warisan India yang erat kaitannya dengan sejarah
senam lantai adalah Yoga. Jika Anda cermati, gerakan dasar pada yoga
memiliki kesamaan dengan senam lantai misalnya saja gerakan kayang dan
semacamnya. Yoga dahulu dipercaya bukan hanya sebagai penyembuh
tetapi juga sarana untuk memuja dewa berdasarkan kepercayaan orang
India. Dalam yoga, dituntut adanya kelenturan tubuh serta aliran napas yang
dinamis seperti yang dijumpai pada senam lantai modern.
Sejarah senam lantai juga bisa dijumpai pada tulisan atau gambar yang
ada di Piramida Mesir. Di fitur salah satu keajaiban dunia tersebut terdapat
banyak kisah yang diceritakan dalam bentuk gambar oleh nenek moyang
Mesir. Mereka bercrita soal kehidupan mereka termasuk di dalamnya
beberapa gerakan olahraga sederhana yang identik dengan senam lantai.
Bahkan, beberapa peneliti menyimpulkan bahwa dari apa yang mereka
gambarkan, terlihat bahwa nenek moyang mesir mengenal gerakan-gerakan
yang hampir serupa dengan Yoga di India juga Gymnastic Jerman kuno
yang mencakup di dalamnya gerakan-gerakan sederhana yang ada pada
senam lantai.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, bisa disimpulkan bahwa sejarah
senam lantai bukanlah hal yang dimulai dari abad ke-20 tetapi jauh
melampaui tahun-tahun sebelum itu. Nenek moyang kita telah lama
mengenal gerakan yang juga dikenal dalam senam lantai dewasa ini
meskipun masih dalam ciri yang terlampau sederhana.
Sedangkan di Indonesia sendiri mulai tumbuh ketika menjelang pesta
olahraga Ganefo (Games of the new Emerging Forces ) 1 di Jakarta pada
10-22 November 1963. Sebelumnya, pada tngaal 14 juli 1963 di bentuk
Persatuan Senam Indonesia (Persani).
10
b. Macam macam dan Teknik dasar senam lantai
Senam Lantai adalah latihan senam yang di lakukan pada matras, unsur
unsur gerakannya terdiri atas mengguling, melompat, meloncat, berputar di
udara, menumpu dengan tangan, atau kaki untuk mempertahankan sikap
seimbang
atau
pada
saat
meloncat
kedepan
atau
kebelakang.
Pengklasifikasian gerak dalam senam lantai menurut Agus Margono (2009:
80-92) sebagai berikut :
(1) Mengguling
(a) Guling depan tungkai bengkok
(b) Guling depan tungkai lurus
(c) Guling belakang tungkai bengkok
(d) Guling belakang tungkai lurus
(2) Keseimbangan
(a) Berdiri atas kepala
(b) Berdiri atas kepala diteruskan guling depan
(c) Berdiri atas tangan
(d) Backextention (stutz)
(3) Melenting
(a) Melenting tumpuan tengkuk
(b) Melenting tumpuan dahi
(c) Front wolkover
(d) Back wolkover
(e) Melenting tumpuan tangan (hand spring)
(f) Melenting ke belakang tumpuan tangan
(4) Meroda atau gerakan baling – baling
(5) Round Off
(6) Gerakan Salto
(a) Salto ke depan
(1) Salto depan jongkok
(2) Salto depan sudut / kaki lurus
(b) Salto ke belakang
(1) Salto belakang jongkok
(2) Salto depan sudut / kaki lurus
(c) Salto ke samping
(1) Salto belakang jongkok
(2) Salto depan kaki lurus
Sedangkan menurut Satrio Ahamd.Y (2009: 14) membagi atau
mengklasifikasikan jenis gerakan senam lantai terdiri dari :
(1) Guling depan (forward roll)
(2) Guling belakang (backroll)
11
(3) Salto depan
(4) Salto belakang
(5) Loncat harimau (tiger sprong)
(6) Sikap lilin
(7) Berdiri dengan kedua tangan (handstand)
(8) Lenting tangan (hanspring)
(9) Lenting tekuk (neck headspring)
(10) Meroda (cartwheel), dan
(11) Sikap kayang
Adapun uraian lebih terperinci mengenai Backward Roll sebagai
salah satu variable dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebai berikut :
Langkah langkah Guling ke belakang (Backward Roll):
a) Posisi jongkok, kedua kaki rapat, dan tumit diangkat.
b) Kepala menunduk dan dagu rapat ke dada.
c) Kedua tangan berada disamping telinga dan telapak tangan
menghadap ke atas.
d) Jatuhkan pantat ke belakang, badan tetap bulat.
e) Pada saat punggung menyentuh matras, kedua lutut cepat ditarik
ke belakang kepala.
f) Pada saat kedua ujung kaki menyentuh matras di belakang
kepala, kedua telapak tangan menekan matras hingga tangan
lurus dan kepala terangkat.
g) Ambil sikap jongkok, dengan lurus ke depan sejajar bahu, lalu
berdiri.
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan saat guling ke
belakang:
a) Penempatan tangan terlalu jauh ke belakang, tidak bisa menolak.
b) Keseimbangan tubuh kurang baik saat mengguling ke belakang,
hal ini disebabkan karena sikap tubuh kurang bulat.
c) Salah satu tangan yang menumpu kurang bulat, atau bukan
telapak tangan yang digunakan untuk menumpu diatas matras.
d) Posisi mengguling kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena
kepala menoleh ke samping.
12
e) Keseimbangan tidak terjaga karena mendarat dengan lutut
(seharusnya telapak kaki)
Cara memberi bantuan guling ke belakang :
a) Menopang dan mendorong pinggang pelaku kearah guling ke
belakang dan membawanya ke arah guling.
b) Membantu mengangkat panggul dan membawa ke arah guling.
Gambar 2.1 Gerakan mengguling kebelakang
( Sumber Http://id.m.wikipedia.org/wiki/dinding.html)
3. Pembelajaran
a. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran
adalah
seperangkat
prinsip-prinsip
yang
dapat
digunakan sebagai pedoman untuk menyusun berbagai kondisi yang
dibutuhkan dalam mencapai tujuan pendidikan. Moh. User Usman
(2001:62) mengemukakan bahwa:“Proses pembelajaran merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik, berlangsung untuk mencapai tujuan tertentu.” Dari
pernyataan
tersebut
terkandung
pengertian
bahwa
syarat
utama
berlangsungnya proses belajar mengajar yaitu adanya interaksi.
Selanjutnya
menurut
Mulyasa
(2003:100)
menyatakan
“Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku kea rah yanag
lebih baik”. Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya
13
saling berhubungan antara komponen yang satu dengan yang lainnya.
Interaksi dalam pembelajaran adalah kegiatan timbal balik dan saling
mempengaruhi antara guru dengan peserta didik.
Pembelajaran
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada peserta
didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar maka sudah
semestinya kegiatan pembelajaran berkaiatan erat dengan jenis hakikat dan
cara belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan
belajar, tetapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran.
Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi social-cultural dalam
lingkungan masyarakat.
Pembelajaran dalam konteks formal, yakni pendidikan di sekolah.
Sebagian yang lain pembelajaran juga terjadi di lingkungan masyarakat.
misalnya, pada saat kegiatan ko-kurikuler (kegitan di luar kelas dalam
rangka tugas suatu mata pelajaran), ekstrakurikuler (kegiatan di luar mata
pelajaran) dan ekstramual (kegiatan dalam rangka perkemahan). Dengan
demikian maka proses pembelajaran bisa terjadi di dalam kelas, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
b. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Belajar suatu ketrampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa
suatu perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip
H.J.Gino dkk (1998: 51) “bahwa perubahan akibat belajar tidak hanya
mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam kecakupan,
kebiasaan, sikap, pengertian, penyesuaian diri, minat, penghargaan,
pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”.
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa.
Untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam
proses pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
14
tepat. Menurut Wina Sanjaya (2006: 30) prinsip yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran diantaranya:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Berpusat pada siswa
Belajar dengan melakukan
Mengembangkan kemampuan social
Mengembangkan keingintauhan, imajinasi dan fitrah
Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah
Mengembangkan kreatifitas siswa
Mengembangkan kemampuan ilmu danteknologi
Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
Belajar sepanjang hayat
Prinsip-prinsip
pembelajaran
tersebut
sangat
penting
untuk
diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar,
maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal.
c. Ciri-ciri Akibat Perubahan Belajar
Setiap kegiatan belajar akan terjadi perubahan pada diri siswa. Pada
umumnya perubahan akibat belajar akan bersifat permanen. Sugiyanto
(1998 : 268) menyatakan, “Perubahan yang bisa terjadi dari proses belajar
bisa bertahan dalam jangka waktu relatif lama, maksudnya perubahan itu
tidak langsung hilang sesudah kegiatan selesai di lakukan”. Sedangkan
perubahan tingkah laku akibat dari belajar menurut Slameto (1995: 3-4)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Perubahan terjadi secara sadar.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4) Perubahan belajar bukan bersifat sementara.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ciri-ciri perubahan akibat
belajar terdiri dari enam macam yaitu, terjadi secara sadar, bersifat
kontinyu, bersifat positif dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan atau
terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Secara singkat ciri-ciri
perubahan akibat belajar di uraikan secara singkat sebagai berikut:
15
1) Perubahan Terjadi Secara Sadar.
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan
atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan
dalam
pengetahuannya
dirinya.
Misalnya
bertambah,
ia
menyadari
kecakapannya
bahwa
bertambah,
kebiasaannya bertambah. Rusli Lutan (1988 :103) menyatakan,
“Perubahan perilaku motorik berupa keterampilan dipahami
sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu di pertegas
untuk membedakan perubahan yang terjadi karena faktor
kematangan dan pertumbuhan”.
Pendapat tersebut menunjukan bahwa perubahan yang
terjadi akibat dari belajar harus di sadari betul oleh siswa, ia
mampu merasakan perubahan-perubahan yang nyata pada dirinya
di bandingkan dengan sebelumnya. Seyogyanya perubahan yang
terjadi harus lebih baik dari sebelumnya, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
2). Perubahan dalam Belajar Bersifat Kontinyu dan Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi pada diri
siswa berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya
dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
Misalnya jika siswa belajar lari cepat, maka ia akan mengalami
perubahan dari larinya lambat menjadi larinya lebih cepat.
Perubahan itu berlangsung terus menerus hingga kecepatan lari
menjadi baik dengan melakukan latihan secara terus menerus.
3). Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Hasil kegiatan belajar senantiasa bertambah dan tertuju
untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Dengan demikian semakin banyak usaha belajar semakin banyak
dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang
16
bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan
kemampuan menguasai suatu keterampilan karena usaha seseorang
yang bersangkutan. Sedangkan perubahan tingkah laku karena
proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya, karena
dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian
belajar.
4).Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi
hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, lelah dan lain
sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan akibat
belajar. Perubahan yang terjadi akibat proses belajar bersifat
menetap atau permanen. Rusli Lutan (1988: 104) menyatakan,
“Ciri dari belajar motorik adalah relatif permanen. Hasil belajar itu
relatif bertahan hingga waktu relatif lama”.
Pendapat tersebut menunjukan bahwa, perubahan tingkah
laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap atau
permanen. Misalnya kemampuan siswa melakukan tendangan tidak
akan hilang begitu saja, melainkan akan semakin berkembang jika
terus di pergunakan atau berlatih secara teratur. Memang sukar
untuk menjawab, berapa lama hasil belajar itu akan melekat.
Meskipun sukar ditetapkan secara kuantitatif, apakah selama satu
bulan, bertahun-tahun atau hanya dua atau tiga hari. Untuk
kebutuhan
analisis
dapat
ditegaskan
bahwa,
belajar
akan
menghasilkan beberapa efek yang melekat.
5). Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah
laku yang benar-benar disadari. Misalnya siswa belajar lari cepat,
sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai
dengan belajar lari cepat atau tingkat kecakapan yang akan
17
dicapainnya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan
senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya.
6). Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara keseluruhan dan sikap keterampilan,
pengetahuan dan lain sebagainya. Sebagai contoh belajar lari cepat,
maka perubahan yang paling nampak adalah dalam kemampuan
lari cepat. Akan tetapi ia akan mengalami perubahan- perubahan
lainnya seperti pemahaman teknik lari cepat yang benar, cita-cita
untuk menjadi atlet lari cepat, dan lain sebagainya. Jadi aspek
perubahan yang satu berhubungan erat denagan aspek lainnya.
d. Media Pembelajaran.
1). Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar
mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang
pikiran,
perasaan,
perhatian
dan
kemampuan
atau
ketrampilan
pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan
ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan,
manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran /
pelatihan.
Sedangkan menurut Briggs (1977:67) “media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku,
film, video dan sebagainya.” Kemudian menurut National Education
Associaton(1969:13) mengungkapkan bahwa “media pembelajaran
adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar,
termasuk teknologi perangkat keras.”
Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi
dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran
18
menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen
sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan
proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa
berlangsung
secara
optimal.
Media
pembelajaran
adalah
komponen integral dari sistem pembelajaran.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang
fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Menurut Edgar Dale, “dalam dunia pendidikan, penggunaan media
pembelajaran seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang
membutuhkan media seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh
guru dan audio-visual.”
Gambar 2.2 Skema Kerucut Pengalaman Edgar Dale
2). Macam macam Media Pembelajaran
Wina
Sanjaya
(2010:
211-212)
mengklasifikasikan
media
pembelajaran dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau
media yang hanya memiliki unsur suara, seperti rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak
mengandung unsur suara, seperti foto.
19
c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung
unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat,
seperti rekaman video.
Sedangkan Rudy Brets, dalam Wina Sanjaya (2010: 212)
mengklasifikasikan media menjadi tujuh kelompok, yaitu:
a. Media audiovisual gerak, seperti film suara, pita video, film tv.
b. Media audiovisual diam, seperti film rangkai suara.
c. Media visual bergerak, seperti film bisu.
d. Media visual diam, seperti halaman cetak, foto, slide bisu.
e. Media audio, seperti telephone, radio.
f. Media cetak, seperti buku, modul, bahan ajar mandiri.
Menurut Mukhtar dan Iskandar (2010: 211), “Media dikelompokan
menjadi dua bentuk yaitu; media siap pakai (media by ultilization) dan
media rancangan yang dipersiapkan secara khusus untuk maksud atau
tujuan pembelajaran (media by design)”. Selanjutnya Mukhtar dan
Iskandar menggolongkan media pembelajaran berdasarkan jenisnya,
yaitu:
Tabel 2.1. Penggolongan Media Pembelajaran Berdasarkan
Jenisnya
Kelompok
Media pembelajaran
Alat bantu ajar
1. Audio
Audio tape (kaset, rol kerol)
Telephone, interkom, internet
2. Bahan
Pengajaran berprogram
Lembaran selebaran, papan
manual, pegangan modul
tulis, peta, grafik
Slide, filmstrip
Slide, lembaran tembus
cetak,
foto
3. Gambar
diam
4. Audio
cetak
pandang, filmstrip
Lambaran kerja dan tape,
peta (diagram) dengan narasi
20
5. Audio
visual
Filmstrip dengan narasi, slide
bersuara
proyeksi
6. Gambar
Film tanpa suara
Film tanpa suara
Film berrsuara, videotape,
Film berrsuara, videotape,
VCD
VCD
Benda nyata, metode nyata
Contoh, benda nyata, metode
(tiruan)
benda (tiruan)
bergerak
7. Gambar
bersuara
8. Benda
(objek)
9. Hubunga
Permainan, simulasi,
n pribadi
karyawisata, diskusi kelompok
pengalam
an
langsung
(guru,
teman)
10. Komputer Pengajaran berbantuan
komputer (CAI)
Dari berbagai macam media yang telah dijabarkan diatas tidak
semua bisa digunakan dalam setiap proses pembelajaran. Pemilihan
media tergantung dari kompetensi yang akan dicapai, materi yang
diajarkan, karakteristik siswa serta penyediaan media pembelajaran di
sekolah. Dengan pemilihan media pembelajaran yang tepat diharapkan
mampu mengoptimalkan kemampuan peserta didik baik dalam prosesnya
maupun hasil akhirnya.
21
3). Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran
Ada
beberapa
tujuan
menggunakan
media
pembelajaran,
diantaranya yaitu :
a) Mempermudah proses belajar-mengajar
b) Meningkatkan efisiensi belajar-mengajar
c) Menjaga relevansi dengan tujuan belajar
d) Membantu konsentras
e) Menurut Gagne : “Komponen sumber belajar yang dapat merangsang
siswa untuk belajar”
f) Menurut Briggs : “Wahana fisik yang mengandung materi
instruksional”
g) Menurut Schramm : “Teknologi pembawa informasi atau pesan
instruksional”
h) Menurut Y. Miarso : “Segala sesuatu yang dapat merangsang proses
belajar siswa”
Tidak diragukan lagi bahwa semua media itu perlu dalam
pembelajaran. Kalau sampai hari ini masih ada guru yang belum
menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yaitu perubahan sikap.
Dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan perkataan lain,
media yang terbaik adalah media yang ada. Terserah kepada guru
bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi,
penjelasan pesan dan karakteristik siswa untuk menentukan media
pembelajaran tersebut.
4. Kartu Tugas
a. Pengertian kartu tugas
Media pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya media, proses kegiatan belajar
mengajar akan semakin dirasakan manfaatnya. Penggunaan media
diharapkan akan menimbulkan dampak positif, seperti timbulnya proses
22
pembelajaran yang lebih kondusif, terjadi umpan balik dalam proses belajar
mengajar, dan mencapai hasil yang optimal. Berbicara mengenai media,
tentu memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu, masalah media akan
dibatasi ke arah yang relevan dengan pembelajaran yaitu media
pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. “Media adalah
segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber kepada
penerima” (Hairudin, 2008: 7). Sedangkan “pembelajaran adalah proses,
cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 17). Jadi, media pembelajaran
adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur
pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai.
Kartu tugas merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran Guling Belakang. Kartu tugas
adalah media pembelajaran yang berisikan tugas gerak yang dilengkapi
dengan petunjuk pelaksanaan, gambar tugas gerak, kesalahan-kesalahan
yang terjadi disetiap gerakan, pengamatan motorik, dan permainan yang
mengacu ketugas gerak. Kartu tugas disini berisikan tugas gerak Guling
Belakang. Kartu tugas berisi tentang tahapan-tahapan tugas gerak yang perlu
dipraktikkan oleh peserta didik, dimana tahapan itu terdiri dari tahap
persiapan, pelaksanaan dan gerak lanjutan (follow through). Kartu tugas ini
dilengkapi dengan gambar-gambar untuk mempermudah peserta didik
memahami tugas gerak yang diberikan.
b. Teknis Pembelajaran Guling Belakang menggunakan media kartu
tugas.
Pembelajaran Guling Belakang menggunakan kartu tugas merupakan
bentuk pembelajaran yang memanfaatkan kartu tugas sebagai media untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kartu
tugas digunakan sebagai media untuk menyampaikan informasi kepada
23
peserta didik tentang materi yang akan disampaikan dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran Guling Belakang menggunakan kartu tugas diawali
dengan pemanasan permainan yang mengarah pada materi inti yang akan
disampaikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Guling Belakang
menggunakan kartu tugas dilaksanakan dengan menggunakan metode
pembelajaran resiprokal, dimana dalam proses pembelajaran peserta didik
dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok berperan sebagai pelaku
dan kelompok yang lain berperan sebagai pengamat. kelompok pelaku
diwajibkan mempraktikkan tugas gerak yang ada pada kartu tugas.
Kelompok pengamat berperan menilai kelompok pelaku dengan mengisi
lembar pengamatan unjuk kerja.
Dengan melihat gambar tugas gerak yang ada pada kartu tugas,
peserta didik secara mandiri melakukan tahapan gerakan yang sudah
tersusun secara urut di dalam kartu tugas. Setelah peserta didik selesai
melakukan tugas gerak, selanjutnya peserta didik melakukan tahapan gerak
seperti yang ada di dalam kartu tugas tanpa melihat kartu tugas, kemudian
diamati dan dinilai oleh temannya yang bertugas sebagai pengamat.
Pengamat menilai dengan cara mencocokkan gerakan temannya dengan
tahapan yang ada di kartu tugas. Dengan melihat contoh yang ada pada
gambar, maka pengamat dapat mengamati gerakan praktikkan benar atau
salah berdasarkan contoh yang ada pada gambar di kartu tugas. Pengamat
memberikan tanda “ ” pada salah satu kolom, kolom B jika gerakan benar
dan kolom S jika gerakan salah. Praktikkan akan melakukan gerakan
tersebut sebanyak tiga kali secara berulang.
Beriutnya dipertemuan berikutnya hasil penilaian yang dilakukan
antar siswa akan dilakukan oleh guru, dengan system yang kurang lebih
sama, ketika siswa akan melakaukan gerakan maka kartu tugas akan di
serahkan kepada guru kemudian sisa tersebut melakukan gerakan Guling
Belakang. Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh siswa yang satu terhadap
temanya kemudian akan di bandingkan dengan penilaian yang dilakukan
24
oleh guru. Didalam kegiatan tersebut akan terlihat salah satu aspek
pembelajaran yaitu afektif (sikap) dan sifat kejujuran siswa.
c. Manfaat kartu tugas
Menurut Kemp dan Dayton (Dina Indriana, 2011: 48), media kartu
tugas dalam pembelajaran memiliki manfaat antara lain:
1.
2.
3.
4.
Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih mencapai standar.
Pembelajaran menjadi lebih menarik.
Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
Dengan menerapkan teori belajar, waktu pembelajaran dapat
dipersingkat.
5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan dan di mana pun
diperlukan.
7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan.
8. Peran guru berubah ke arah yang lebih positif.
Sedangkan menurut Kaufman (Hairuddin, 2008: 7), bahwa “media
pembelajaran khususnya media visual memiliki empat fungsi yaitu fungsi
atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.” Fungsi
atensi adalah fungsi dimana media dapat menarik atau mengarahkan
perhatian siswa agar berkonsentrasi pada isi pembelajaran yang terkandung
di dalamnya. Fungsi afektif adalah fungsi di mana media dapat menciptakan
rasa senang atau kenikmatan siswa terhadap isi pembelajaran. Fungsi
kognitif adalah fungsi di mana media dapat mempermudah siswa dalam
memahami pesan atau informasi yang disampaikan dalam pembelajaran.
Dan
fungsi
kompensatoris
adalah
fungsi
di
mana
media
dapat
mengakomodasikan siswa yang lemah dalam menerima isi pembelajaran.
Pembelajaran Guling Belakang melalui kartu tugas diberikan agar
memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran mulai dari tahap
pemahaman kognitif, asosiatif, otonom. Jika ketiga pemahaman tersebut
dapat dilalui oleh peserta didik dengan baik, maka diharapkan tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Pembelajaran Guling Belakang melalui kartu tugas juga diharapkan
mampu mengembangkan ketiga ranah dalam penjas yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. Ranah kognitif dapat berkembang melalui pembelajaran
25
kartu tugas dibuktikan dengan adanya pemahaman kognitif peserta didik
terhadap materi yang diajarkan. Ranah afektif dibuktikan dengan adanya
aktifitas bermain peran dalam proses pembelajaran dimana peserta didik
bergantian memainkan peran sebagai pelaku maupun pengamat. Ranah
psikomotorik dapat berkembang dibuktikan dengan adanya aktifitas gerak
peserta didik dalam mempraktikan tugas gerak yang diberikan.
5. Pradigma Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
a. Pengertian Penjaskes
“Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan adalah suatu proses
pembelajaran melalui aktivitas jasmani, mengembangkan kebugaran
jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku
hidup sehat, aktif, sikap positif dan kecerdasan emosi” (Badan Standar
Nasional Pendidikan, BSNP, 2006 : 1).
Menurut Adang Suherman (2000 : 22) dijelaskan, “Penjasorkes dapat
dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang tradisional dan sudut
pandang modern”. Sudut pandang tradisional menganggap manusia terdiri
dari dua komponen utama yang di pilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani.
Oleh karena itu, Penjasorkes dapat diartikan sebagai proses pendidikan
untuk keselarasan tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa. Sedangkan
Penjasorkes menurut pandangan modern menganggap manusia sebagai
kesatuan yang utuh (holistik). Oleh karena itu, pendidikan jasmani melalui
proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani.
1) Peserta Didik Sebagai Pusat Pembelajaran (Student Centered)
Menurut Radno Harsanto (2007:14-17) dijelaskan, “Proses
pembelajaran berpusat pada peserta didik”. Pemahaman dalam hal ini,
peserta didik menjadi bagian yang amat penting karena dari sinilah
seluruh bangunan proses pendidikan akan dimulai. Relasi pendidik
dengan peserta didik menjadi relasi yang saling belajar dan saling
membangun. Otonomi peserta didik sebagai pribadi dan subjek
26
pendidikan menjadi titik acuan seluruh perencanaan dan proses
pembelajaran.
Proses pedagogik yang cocok adalah pedagogik kontruktivisme
yaitu pendekatan yang lebih menempatkan peserta didik sebagai subjek
belajar dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. Pengajar menjadi
narasumber yang melontarkan gagasan yang akan diolah, diseleksi, dan
dikritisi atau bahkan mungkin ditolak oleh pembelajar. Apa yang
dilontarkan oleh pengajar tidak lain hanyalah bahan mentah bagi
pembelajar.
Pembelajar
dapat
mengusulkan
bahan
alternatif.
Pembelajaran merupakan pusat komunikasi. Model-model komunikasi
edukatif yang ditekankan memuat unsur eksplorasi, penyeledikan sendiri,
sikap selalu bertanya, kritis, serta merelatifkan pendapat yang berlaku
umum.
Proses pembelajaran dirancang, dikontruksi dan dikondisikan untuk
peserta didik (diagram 2.1). Kontruksi proses pembelajaran dapat dimulai
dengan adanya perubahan paradigma pendekatan dalam proses belajar
mengajar. Perubahan dari pendekatan yang behavioristik ke pendekatan
pembelajaran yang kontruktivisik, memfungsikan dan melatih secara
optimal
organ
otak
sebagai
organ
berfikir,
mengakomodasi
multikecerdasan peserta didik dan sebagainya.
Pendidikan yang berbasis kompetensi memberi bekal kepada
peserta didik kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang
cepat, kemampuan untuk menyesuaikan diri, dan minat untuk belajar
terus menerus.
27
Berorientasi pada
prinsip perkembangan
siswa
Anak merasa aman dan
tentram
Berulang-ulang
Berorientasi pada
kebutuhan anak
Visual
Auditif
Motorik
Intelektual
Belajar sambil
berkegiatan
(Joyful learning)
Strategis
Metode
Materi / bahan
Media
Proses belajar :
Kreatif
Inovatif
Eksploratif
Berpikir kritis
Kritis
Kreatif
Menggunakan
pembelajaran terpadu
SISWA
Materi
Sederhana
Menarik minat
Lingkungan kondusif
Menarik
Membuat betah dan
Mengembangkan kecakapan
hidup
Mampu menolong diri sendiri
Disiplin
Mampu bersosialisasi
Mempunyai keterampilan dasar
untuk jenjang selanjutnya
Gambar 2.3 SKEMA SISWA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN
(Student Centered) (Harsanto, 2007 : 14-17)
b. Tujuan Penjaskesrek
Menurut Adang Suherman (2000 : 22), “sama halnya dengan
pengertian pendidikan jasmani, tujuan pendidikan jasmani seringkali
dituturkan dalam redaksi yang beragam, namun keragaman penuturan tujuan
pendidikan jasmani tersebut pada dasarnya bermuara pada pengertian
pendidikan jasmani itu sendiri.” Pada dasarnya pendidikan jasmani
merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan sekaligus
merupakan proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani.
28
Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani
mencakup pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan
pendidikan jasmani tidak hanya pada aspek jasmani saja, akan tetapi juga
aspek mental, emosional, sosial dan spiritual. Tujuan jasmani bersifat
menyeluruh, maka tidak jarang kita menemukan rumusan tujuan jasmani
yang penuturan dan pengklasifikasiannya beraneka ragam.
Adang Suherman (2000:23) secara umum tujuan pendidikan jasmani
dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu :
1). Perkembangan fisik
Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitasaktivitas yang melibatkan kekuatan fisik dari organ tubuh
seseorang (physical fitness).
2).Perkembangan gerak
Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak
secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skillful).
3).Perkembangan mental
Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan
menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan
jasmani ke dalam lingkungannya sehingga memungkinkan tumbuh
dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab
peserta didik.
4).Perkembangan sosial.
Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan peserta didik dalam
menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat.
c. Penjaskes di Tingkat Sekolah Menengah Pertama
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui
aktivitas jasmani yang di desain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup
sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar
diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap peserta
didik.
Materi mata pelajaran pendidikan jasmani SMP yang meliputi:
pengalaman mempraktikan keterampilan dasar permainan dan olahraga,
aktivitas pengembangan, uji diri atau senam, aktivitas ritmik, akuatik,
29
(aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (out door.) Disajikan untuk
membantu peserta didik agar memahami mengapa manusia bergerak dan
bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif.
“Adapun implementasinya perlu dilakukan secara terencana, bertahap,
dan berkelanjutan, yang pada gilirannya peserta didik diharapkan dapat
meningkatkan sikap positif bagi diri sendiri dan menghargai manfaat
aktivitas jasmani bagi peningkatan kualitas hidup seseorang. Dengan
demikian, akan terbentuk jiwa sportif dan gaya hidup aktif”.(BSNP,2006: 1)
1). Materi Pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Struktur materi pendidikan jasmani dikembangkan dan
disusun dengan menggunakan model kurikulum kebugaran jasmani
dan pendidikan olahraga. Asumsi yang digunakan model ini adalah
untuk menciptakan gaya hidup sehat dan aktif, dengan demikian
manusia perlu memahami hakikat kebugaran jasmani dengan
menggunakan konsep latihan yang benar.
Olahraga merupakan bentuk lanjut dari bermain, dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
keseharian manusia. Untuk dapat berolahraga secara benar,
manusia perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
yang memadai. “Pendidikan jasmani diyakini dapat
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk :
a. Berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan olahraga.
b. Pemahaman dan penerapan konsep yang benar tentang
aktivitas-aktivitas tersebut agar dapat melakukannya secara
aman.
c. Pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung
dalam aktivitas-aktivitas tersebut agar terbentuk sikap dan
perilaku sportif dan positif, emosi stabil, dan gaya hidup
sehat” (BSNP 2006 : 1).
2). Perencanaan Pembelajaran Penjaskes di SMP
“Perencanaan merupakan bagian integral dari pengajaran
yang efektif. Efektivitas pengajaran akibat diadakannya
perencanaan akan nampak lebih jelas manakala guru ingin
menerapkan model-model atau materi pembelajaran yang
tidak pernah diterapkan sebelumnya atau pada saat
dihadapkan dengan lingkungan pembelajaran yang serba
terbatas. Untuk itu kemampuan membuat perencanaan bagi
calon guru pendidikan jasmani merupakan bagian integral
30
dari upaya meningkatkan kemampuan guru dalam
keterampilan mengajarnya” (Rusli Lutan, 2000 : 1).
Kedudukan perencanaan dalam proses belajar mengajar
memegang peranan yang sangat penting bila dilihat dari konsep
mengajar. Menurut Hough dkk dalam Rusli Lutan (2000 : 3)
mendefinisikan “mengajar sebagai proses penataan manusia,
materi, dan sumber-sumber untuk keperluan kelancaran proses
belajar.” Khususnya untuk pendidikan jasmani, penataan dalam
proses pembuatan perencanaan mengajar pendidikan jasmani
nampak lebih penting mengingat lingkungan belajarnya yang agak
unik. Pentingnya suatu perencanaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
a) Untuk mengajar yang relatif terbatas
Jumlah
waktu
yang
relatif
terbatas
untuk
mengajar
pendidikan jasmani merupakan salah satu faktor pentingnya
membuat
perencanaan
pengajaran.
Rata-rata
frekuensi
mengajar pendidikan jasmani dalam seminggu adalah satu
kali dengan jumlah waktu sekitar 2x30 atau 40 menit.
b) Jumlah peserta didik dan fasilitas
Jumlah peserta didik yang cukup banyak dan peralatan serta
fasilitas yang relatif terbatas, akan mempengaruhi teknik dan
strategi mengajar agar tujuan pengajaran dapat tercapai
dengan baik.
c) Latar belakang guru
Walaupaun kemungkinan besar semua guru pendidikan
jasmani adalah lulusan dari lembaga persiapan guru
pendidikan jasmani, namun tidak menutup kemungkinan guru
pendidikan jasmani harus mengajar pelajaran yang tidak
diperolehnya waktu mengikuti pendidikan. Dalam hal ini
perencanaan pengajaran sangat membantu guru agar dapat
mengajar dengan baik.
d) Karakteristik peserta didik
31
Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbedabeda,
seperti
kemampuan
fisik,
pengetahuan,
minat,
lingkungan sosial dan ekonomi, dan letak geografisnya.
Semua itu memerlukan perencanaan yang baik sehingga
semua peserta didik ikut belajar sesuai dengan tingkat
kemampuan dan perkembangannya.
e) Keterlibatan guru lain
Terkadang guru pendidikan jasmani memerlukan bantuan
guru lain untuk mengawasi program yang diberikan kepada
peserta didik. Dalam kasus demikian perencanaan perlu
dibuat sehingga guru yang terlibat tahu secara pasti arah,
tujuan, dan jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta
didik yang diawasinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses mengajar
pada dasarnya adalah proses penataan yang akan selalu melibatkan
proses
sebelum
pelaksanaan
(perencanaan),
pelaksanaan
(melaksanakan rencana), dan proses setelah pelaksanaan (evaluasi).
32
B. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan sebuah aktifitas yang tidak bisa terlepas dari
kehidupan sehari-hari, bahkan menjadi kebutuhan tiap orang dimana dalam proses
belajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang manpu melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar
mengajar, peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Guru bukan sebagai
satu-satunya sumber pembelajaran, siswa di berikan kesempatan seluas luasnya
untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya dalam memyelesaikan masalah
sesuai dengan materi pembelajaran. Permasalahan umum dalam pembelajaran
penjas adalah kurangnya peran aktif siswa dalam kegiatan belajar. Proses
pembelajaran yang berlangsung belum mewujudkan adanya partisipasi siswa
secara penuh. Siswa berperan sebagai objek pembelajaran yang hanya
mendengarkan dan mengaplikasi apa yang disampaiakan guru. Selain itu proses
pembelajaran kurang mengoptimalkan penggunaan alat bantu pembelajaran yang
dapat memancing peran aktif siswa.
Kurang kreatifitasnya guru yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil
belajar siswa antara lain kurang kreatifitasnya guru dalam membuat dan
mengembangkan media pembelajaran sederhana, guru kurang akan model
pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran selalu menjenuhkan karena
guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan, dan hanya mengajar
materi agar dapat selesei tepat waktu, tanpa memikirkan bagaiman pembelajarn
tersebut bermakna dan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan nyata.
Penerapan media pembelajaran berupa akartu tugas adalah salah satu cara
supaya
kemampuan
siswa
dalam
menyerap
materi
yang
kemudian
mempraktekannya dalam gerakan Guling Belakang dapat meningkat secara
signifikan.
33
Kondisi
awal
Tindakan
Kondisi
akhir
Guru mengajar
materi penjaskesrek
masih monoton
Menerapkan
pembelajaran dengan
menggunakan media
pembelajaran berupa
kartu tugas
Melalui penggunaan
media pembelajaran
berupa kartu tugas, akan
membangkitkan motivasi
belajar siswa/peserta didik
sehingga hasil
pembelajaran akan
BAB III
maksimal.
Siswa :
a. Motivasi belajar
siswa sangat kurang
dan cepat merasa
bosan mengikuti
pelajaran penjas
b. Hasil belajar rendah
c. Kualitas gerak
Siklus I : Guru dan peneliti
menyusun bentuk pengajaran
yang bertujuan untuk
meningkatakan hasil belajar
senam lantai gerakan Roll
Belakang melalui penggunaan
media pembelajaran berupa
kartu tugas
Siklus II : upaya perbaikan
dari tindakan siklus I sehingga
meningkatkan hasil belajar
senam lantai gerakan Roll
belakang melalui penggunaan
media belajar berupa kartu
tugas.
Gambar 2.4. Skema Alur Kerangka Berfikir
Download