BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar Menurut Agus Suprijono menyatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja”(2011 : 7). Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentasi atau terpisah, melainkan komprehensif. Salah satu tugas pokok seorang guru adalah mengevalusai taraf keberhasilan rencana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Untuk dapat melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan belajar siswa secara tepat dan dapat dipercaya maka diperlukan sebuah informasi yang didukung oleh data yang objektif dan memadahi tentang indikator perubahan perilaku dan pribadi siswa. a. Penilaian Proses Belajar Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru dan siswa serta keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Nana Sudjana menyatakan bahwa “Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran” (1995:3). 5 6 Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong peserta didik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan. Menurut Agus Suprijono hasil (Mengutip simpulan pemikiran Gagne) hasil belajar berupa : 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah mupun penerapan aturan. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasikan, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. (2011 : 5–6) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap menginternalisasi dan objek tersebut. eksternalisasi Sikap nilai-niai. berupa kemampuan Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. b. Tujuan dari penilaian Tujuan dari penilaian memberi gambaran bahwa penilaian memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Tujuan dari penilaian tersebut diantaranya adalah: 7 1) Mendeskrepsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam pembelajaran. 2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah. 3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian. 4) Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihakpihak yang berkepentingan. Disamping adanya tujuan penilaian hasil belajar, dilihat dari jenis dan fungsinya penilaian ada beberapa macam yaitu: 1) Penilaian Formatif Penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. 2) Penilaian Sumatif Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. 3) Penilaian Diagnostik Penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. 4) Penilaian Selektif Penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu. Menurut Harun Rasyid dan Mansur (mengutip simpulan chittenden, 1994), kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan empat hal: 1) Penelusuran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini, pendidik mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar anak. 2) Pengecekan, yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan- kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk pengukuran pendidik berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut 8 kemampuan peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa pula yang belum. 3) Pencarian, yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini pendidik dapat segera mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selama proses belajar berlangsung. 4) Penyimpulan, yaitu menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didi. Hal ini sangat penting bagi pendidik untuk mengetahui tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk peserta didik sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan. (2007:8). 2. Senam Lantai a. Sejarah Senam Lantai Senam merupakan jenis olahraga yang mengakar pada kebudayaan Yunani kuno dalam menyembah dewa Zeus. Pada permulaan abad ke-20, senam mulai diperkenalkan sebagai salah satu cabang olah tubuh dan kemudian menjadi populer di berbagai Negara. Dalam masa perkembangannya, senam kemudian membagi dirinya ke dalam beberapa jenis spesifik. Satu diantaranya adalah senam lantai atau biasa juga dikenal dengan istilah Flour Exercise. Apa yang dimaksud dengan senam lantai? Secara sederhana, senam ini sama saja dengan pengertian senam pada umumnya. Akan tetapi sama seperti namanya, senam ini dilakukan di atas lantai tanpa bantuan alat apapun kecuali matras yang bisa digunakan jika diinginkan. Senam lantai ini cukup populer sampai saat ini. Istimewanya, sejarah senam lantai ternyata telah dimulai sejak ratusan tahun silam. Berbicara soal sejarah senam secara umum, tentu tak bisa lepas dari peranan bangsa Yunani. Namun jika mengulas mengenai sejarah senam lantai secara mendetil, maka mungkin kita seharusnya mengambil awalan dari zaman Cina kuno sebab sejak 2700 Sebelum Masehi, mereka telah mengenal beberapa bentuk sederhana dari senam lantai yang dahulu dilakukan di biara-biara dan bukan sebagai sebuah senam tetapi bagian dari langkah pengobatan dan juga bela diri. 9 Sejarah senam lantai lainnya tak bisa lepas dari negeri Taaj Mahal, India. Negeri yang satu ini memang sudah lama dikenal sebagai salah satu rumah sejarah pengobatan dengan metode prnafasan dan gerakan tubuh. Langkah pengobatan ini tidak lepas dari kepercayaan keagamaan yang dianut di India. Salah satu warisan India yang erat kaitannya dengan sejarah senam lantai adalah Yoga. Jika Anda cermati, gerakan dasar pada yoga memiliki kesamaan dengan senam lantai misalnya saja gerakan kayang dan semacamnya. Yoga dahulu dipercaya bukan hanya sebagai penyembuh tetapi juga sarana untuk memuja dewa berdasarkan kepercayaan orang India. Dalam yoga, dituntut adanya kelenturan tubuh serta aliran napas yang dinamis seperti yang dijumpai pada senam lantai modern. Sejarah senam lantai juga bisa dijumpai pada tulisan atau gambar yang ada di Piramida Mesir. Di fitur salah satu keajaiban dunia tersebut terdapat banyak kisah yang diceritakan dalam bentuk gambar oleh nenek moyang Mesir. Mereka bercrita soal kehidupan mereka termasuk di dalamnya beberapa gerakan olahraga sederhana yang identik dengan senam lantai. Bahkan, beberapa peneliti menyimpulkan bahwa dari apa yang mereka gambarkan, terlihat bahwa nenek moyang mesir mengenal gerakan-gerakan yang hampir serupa dengan Yoga di India juga Gymnastic Jerman kuno yang mencakup di dalamnya gerakan-gerakan sederhana yang ada pada senam lantai. Berdasarkan fakta-fakta di atas, bisa disimpulkan bahwa sejarah senam lantai bukanlah hal yang dimulai dari abad ke-20 tetapi jauh melampaui tahun-tahun sebelum itu. Nenek moyang kita telah lama mengenal gerakan yang juga dikenal dalam senam lantai dewasa ini meskipun masih dalam ciri yang terlampau sederhana. Sedangkan di Indonesia sendiri mulai tumbuh ketika menjelang pesta olahraga Ganefo (Games of the new Emerging Forces ) 1 di Jakarta pada 10-22 November 1963. Sebelumnya, pada tngaal 14 juli 1963 di bentuk Persatuan Senam Indonesia (Persani). 10 b. Macam macam dan Teknik dasar senam lantai Senam Lantai adalah latihan senam yang di lakukan pada matras, unsur unsur gerakannya terdiri atas mengguling, melompat, meloncat, berputar di udara, menumpu dengan tangan, atau kaki untuk mempertahankan sikap seimbang atau pada saat meloncat kedepan atau kebelakang. Pengklasifikasian gerak dalam senam lantai menurut Agus Margono (2009: 80-92) sebagai berikut : (1) Mengguling (a) Guling depan tungkai bengkok (b) Guling depan tungkai lurus (c) Guling belakang tungkai bengkok (d) Guling belakang tungkai lurus (2) Keseimbangan (a) Berdiri atas kepala (b) Berdiri atas kepala diteruskan guling depan (c) Berdiri atas tangan (d) Backextention (stutz) (3) Melenting (a) Melenting tumpuan tengkuk (b) Melenting tumpuan dahi (c) Front wolkover (d) Back wolkover (e) Melenting tumpuan tangan (hand spring) (f) Melenting ke belakang tumpuan tangan (4) Meroda atau gerakan baling – baling (5) Round Off (6) Gerakan Salto (a) Salto ke depan (1) Salto depan jongkok (2) Salto depan sudut / kaki lurus (b) Salto ke belakang (1) Salto belakang jongkok (2) Salto depan sudut / kaki lurus (c) Salto ke samping (1) Salto belakang jongkok (2) Salto depan kaki lurus Sedangkan menurut Satrio Ahamd.Y (2009: 14) membagi atau mengklasifikasikan jenis gerakan senam lantai terdiri dari : (1) Guling depan (forward roll) (2) Guling belakang (backroll) 11 (3) Salto depan (4) Salto belakang (5) Loncat harimau (tiger sprong) (6) Sikap lilin (7) Berdiri dengan kedua tangan (handstand) (8) Lenting tangan (hanspring) (9) Lenting tekuk (neck headspring) (10) Meroda (cartwheel), dan (11) Sikap kayang Adapun uraian lebih terperinci mengenai Backward Roll sebagai salah satu variable dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebai berikut : Langkah langkah Guling ke belakang (Backward Roll): a) Posisi jongkok, kedua kaki rapat, dan tumit diangkat. b) Kepala menunduk dan dagu rapat ke dada. c) Kedua tangan berada disamping telinga dan telapak tangan menghadap ke atas. d) Jatuhkan pantat ke belakang, badan tetap bulat. e) Pada saat punggung menyentuh matras, kedua lutut cepat ditarik ke belakang kepala. f) Pada saat kedua ujung kaki menyentuh matras di belakang kepala, kedua telapak tangan menekan matras hingga tangan lurus dan kepala terangkat. g) Ambil sikap jongkok, dengan lurus ke depan sejajar bahu, lalu berdiri. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan saat guling ke belakang: a) Penempatan tangan terlalu jauh ke belakang, tidak bisa menolak. b) Keseimbangan tubuh kurang baik saat mengguling ke belakang, hal ini disebabkan karena sikap tubuh kurang bulat. c) Salah satu tangan yang menumpu kurang bulat, atau bukan telapak tangan yang digunakan untuk menumpu diatas matras. d) Posisi mengguling kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena kepala menoleh ke samping. 12 e) Keseimbangan tidak terjaga karena mendarat dengan lutut (seharusnya telapak kaki) Cara memberi bantuan guling ke belakang : a) Menopang dan mendorong pinggang pelaku kearah guling ke belakang dan membawanya ke arah guling. b) Membantu mengangkat panggul dan membawa ke arah guling. Gambar 2.1 Gerakan mengguling kebelakang ( Sumber Http://id.m.wikipedia.org/wiki/dinding.html) 3. Pembelajaran a. Konsep Pembelajaran Pembelajaran adalah seperangkat prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyusun berbagai kondisi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan pendidikan. Moh. User Usman (2001:62) mengemukakan bahwa:“Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik, berlangsung untuk mencapai tujuan tertentu.” Dari pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa syarat utama berlangsungnya proses belajar mengajar yaitu adanya interaksi. Selanjutnya menurut Mulyasa (2003:100) menyatakan “Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku kea rah yanag lebih baik”. Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya 13 saling berhubungan antara komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran adalah kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada peserta didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar maka sudah semestinya kegiatan pembelajaran berkaiatan erat dengan jenis hakikat dan cara belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tetapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi social-cultural dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran dalam konteks formal, yakni pendidikan di sekolah. Sebagian yang lain pembelajaran juga terjadi di lingkungan masyarakat. misalnya, pada saat kegiatan ko-kurikuler (kegitan di luar kelas dalam rangka tugas suatu mata pelajaran), ekstrakurikuler (kegiatan di luar mata pelajaran) dan ekstramual (kegiatan dalam rangka perkemahan). Dengan demikian maka proses pembelajaran bisa terjadi di dalam kelas, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. b. Prinsip-prinsip Pembelajaran Belajar suatu ketrampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip H.J.Gino dkk (1998: 51) “bahwa perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam kecakupan, kebiasaan, sikap, pengertian, penyesuaian diri, minat, penghargaan, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”. Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa. Untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang 14 tepat. Menurut Wina Sanjaya (2006: 30) prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Berpusat pada siswa Belajar dengan melakukan Mengembangkan kemampuan social Mengembangkan keingintauhan, imajinasi dan fitrah Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah Mengembangkan kreatifitas siswa Mengembangkan kemampuan ilmu danteknologi Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik Belajar sepanjang hayat Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal. c. Ciri-ciri Akibat Perubahan Belajar Setiap kegiatan belajar akan terjadi perubahan pada diri siswa. Pada umumnya perubahan akibat belajar akan bersifat permanen. Sugiyanto (1998 : 268) menyatakan, “Perubahan yang bisa terjadi dari proses belajar bisa bertahan dalam jangka waktu relatif lama, maksudnya perubahan itu tidak langsung hilang sesudah kegiatan selesai di lakukan”. Sedangkan perubahan tingkah laku akibat dari belajar menurut Slameto (1995: 3-4) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Perubahan terjadi secara sadar. 2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan belajar bukan bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ciri-ciri perubahan akibat belajar terdiri dari enam macam yaitu, terjadi secara sadar, bersifat kontinyu, bersifat positif dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan atau terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Secara singkat ciri-ciri perubahan akibat belajar di uraikan secara singkat sebagai berikut: 15 1) Perubahan Terjadi Secara Sadar. Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam pengetahuannya dirinya. Misalnya bertambah, ia menyadari kecakapannya bahwa bertambah, kebiasaannya bertambah. Rusli Lutan (1988 :103) menyatakan, “Perubahan perilaku motorik berupa keterampilan dipahami sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu di pertegas untuk membedakan perubahan yang terjadi karena faktor kematangan dan pertumbuhan”. Pendapat tersebut menunjukan bahwa perubahan yang terjadi akibat dari belajar harus di sadari betul oleh siswa, ia mampu merasakan perubahan-perubahan yang nyata pada dirinya di bandingkan dengan sebelumnya. Seyogyanya perubahan yang terjadi harus lebih baik dari sebelumnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. 2). Perubahan dalam Belajar Bersifat Kontinyu dan Fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi pada diri siswa berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. Misalnya jika siswa belajar lari cepat, maka ia akan mengalami perubahan dari larinya lambat menjadi larinya lebih cepat. Perubahan itu berlangsung terus menerus hingga kecepatan lari menjadi baik dengan melakukan latihan secara terus menerus. 3). Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif Hasil kegiatan belajar senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang 16 bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan kemampuan menguasai suatu keterampilan karena usaha seseorang yang bersangkutan. Sedangkan perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya, karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. 4).Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, lelah dan lain sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan akibat belajar. Perubahan yang terjadi akibat proses belajar bersifat menetap atau permanen. Rusli Lutan (1988: 104) menyatakan, “Ciri dari belajar motorik adalah relatif permanen. Hasil belajar itu relatif bertahan hingga waktu relatif lama”. Pendapat tersebut menunjukan bahwa, perubahan tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap atau permanen. Misalnya kemampuan siswa melakukan tendangan tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan semakin berkembang jika terus di pergunakan atau berlatih secara teratur. Memang sukar untuk menjawab, berapa lama hasil belajar itu akan melekat. Meskipun sukar ditetapkan secara kuantitatif, apakah selama satu bulan, bertahun-tahun atau hanya dua atau tiga hari. Untuk kebutuhan analisis dapat ditegaskan bahwa, belajar akan menghasilkan beberapa efek yang melekat. 5). Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya siswa belajar lari cepat, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar lari cepat atau tingkat kecakapan yang akan 17 dicapainnya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya. 6). Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan dan sikap keterampilan, pengetahuan dan lain sebagainya. Sebagai contoh belajar lari cepat, maka perubahan yang paling nampak adalah dalam kemampuan lari cepat. Akan tetapi ia akan mengalami perubahan- perubahan lainnya seperti pemahaman teknik lari cepat yang benar, cita-cita untuk menjadi atlet lari cepat, dan lain sebagainya. Jadi aspek perubahan yang satu berhubungan erat denagan aspek lainnya. d. Media Pembelajaran. 1). Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan. Sedangkan menurut Briggs (1977:67) “media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.” Kemudian menurut National Education Associaton(1969:13) mengungkapkan bahwa “media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.” Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran 18 menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Menurut Edgar Dale, “dalam dunia pendidikan, penggunaan media pembelajaran seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan media seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan audio-visual.” Gambar 2.2 Skema Kerucut Pengalaman Edgar Dale 2). Macam macam Media Pembelajaran Wina Sanjaya (2010: 211-212) mengklasifikasikan media pembelajaran dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam: a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti rekaman suara. b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti foto. 19 c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video. Sedangkan Rudy Brets, dalam Wina Sanjaya (2010: 212) mengklasifikasikan media menjadi tujuh kelompok, yaitu: a. Media audiovisual gerak, seperti film suara, pita video, film tv. b. Media audiovisual diam, seperti film rangkai suara. c. Media visual bergerak, seperti film bisu. d. Media visual diam, seperti halaman cetak, foto, slide bisu. e. Media audio, seperti telephone, radio. f. Media cetak, seperti buku, modul, bahan ajar mandiri. Menurut Mukhtar dan Iskandar (2010: 211), “Media dikelompokan menjadi dua bentuk yaitu; media siap pakai (media by ultilization) dan media rancangan yang dipersiapkan secara khusus untuk maksud atau tujuan pembelajaran (media by design)”. Selanjutnya Mukhtar dan Iskandar menggolongkan media pembelajaran berdasarkan jenisnya, yaitu: Tabel 2.1. Penggolongan Media Pembelajaran Berdasarkan Jenisnya Kelompok Media pembelajaran Alat bantu ajar 1. Audio Audio tape (kaset, rol kerol) Telephone, interkom, internet 2. Bahan Pengajaran berprogram Lembaran selebaran, papan manual, pegangan modul tulis, peta, grafik Slide, filmstrip Slide, lembaran tembus cetak, foto 3. Gambar diam 4. Audio cetak pandang, filmstrip Lambaran kerja dan tape, peta (diagram) dengan narasi 20 5. Audio visual Filmstrip dengan narasi, slide bersuara proyeksi 6. Gambar Film tanpa suara Film tanpa suara Film berrsuara, videotape, Film berrsuara, videotape, VCD VCD Benda nyata, metode nyata Contoh, benda nyata, metode (tiruan) benda (tiruan) bergerak 7. Gambar bersuara 8. Benda (objek) 9. Hubunga Permainan, simulasi, n pribadi karyawisata, diskusi kelompok pengalam an langsung (guru, teman) 10. Komputer Pengajaran berbantuan komputer (CAI) Dari berbagai macam media yang telah dijabarkan diatas tidak semua bisa digunakan dalam setiap proses pembelajaran. Pemilihan media tergantung dari kompetensi yang akan dicapai, materi yang diajarkan, karakteristik siswa serta penyediaan media pembelajaran di sekolah. Dengan pemilihan media pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan peserta didik baik dalam prosesnya maupun hasil akhirnya. 21 3). Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran Ada beberapa tujuan menggunakan media pembelajaran, diantaranya yaitu : a) Mempermudah proses belajar-mengajar b) Meningkatkan efisiensi belajar-mengajar c) Menjaga relevansi dengan tujuan belajar d) Membantu konsentras e) Menurut Gagne : “Komponen sumber belajar yang dapat merangsang siswa untuk belajar” f) Menurut Briggs : “Wahana fisik yang mengandung materi instruksional” g) Menurut Schramm : “Teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional” h) Menurut Y. Miarso : “Segala sesuatu yang dapat merangsang proses belajar siswa” Tidak diragukan lagi bahwa semua media itu perlu dalam pembelajaran. Kalau sampai hari ini masih ada guru yang belum menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yaitu perubahan sikap. Dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan perkataan lain, media yang terbaik adalah media yang ada. Terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa untuk menentukan media pembelajaran tersebut. 4. Kartu Tugas a. Pengertian kartu tugas Media pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya media, proses kegiatan belajar mengajar akan semakin dirasakan manfaatnya. Penggunaan media diharapkan akan menimbulkan dampak positif, seperti timbulnya proses 22 pembelajaran yang lebih kondusif, terjadi umpan balik dalam proses belajar mengajar, dan mencapai hasil yang optimal. Berbicara mengenai media, tentu memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu, masalah media akan dibatasi ke arah yang relevan dengan pembelajaran yaitu media pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. “Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber kepada penerima” (Hairudin, 2008: 7). Sedangkan “pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 17). Jadi, media pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai. Kartu tugas merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran Guling Belakang. Kartu tugas adalah media pembelajaran yang berisikan tugas gerak yang dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan, gambar tugas gerak, kesalahan-kesalahan yang terjadi disetiap gerakan, pengamatan motorik, dan permainan yang mengacu ketugas gerak. Kartu tugas disini berisikan tugas gerak Guling Belakang. Kartu tugas berisi tentang tahapan-tahapan tugas gerak yang perlu dipraktikkan oleh peserta didik, dimana tahapan itu terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan dan gerak lanjutan (follow through). Kartu tugas ini dilengkapi dengan gambar-gambar untuk mempermudah peserta didik memahami tugas gerak yang diberikan. b. Teknis Pembelajaran Guling Belakang menggunakan media kartu tugas. Pembelajaran Guling Belakang menggunakan kartu tugas merupakan bentuk pembelajaran yang memanfaatkan kartu tugas sebagai media untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kartu tugas digunakan sebagai media untuk menyampaikan informasi kepada 23 peserta didik tentang materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Guling Belakang menggunakan kartu tugas diawali dengan pemanasan permainan yang mengarah pada materi inti yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Guling Belakang menggunakan kartu tugas dilaksanakan dengan menggunakan metode pembelajaran resiprokal, dimana dalam proses pembelajaran peserta didik dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok berperan sebagai pelaku dan kelompok yang lain berperan sebagai pengamat. kelompok pelaku diwajibkan mempraktikkan tugas gerak yang ada pada kartu tugas. Kelompok pengamat berperan menilai kelompok pelaku dengan mengisi lembar pengamatan unjuk kerja. Dengan melihat gambar tugas gerak yang ada pada kartu tugas, peserta didik secara mandiri melakukan tahapan gerakan yang sudah tersusun secara urut di dalam kartu tugas. Setelah peserta didik selesai melakukan tugas gerak, selanjutnya peserta didik melakukan tahapan gerak seperti yang ada di dalam kartu tugas tanpa melihat kartu tugas, kemudian diamati dan dinilai oleh temannya yang bertugas sebagai pengamat. Pengamat menilai dengan cara mencocokkan gerakan temannya dengan tahapan yang ada di kartu tugas. Dengan melihat contoh yang ada pada gambar, maka pengamat dapat mengamati gerakan praktikkan benar atau salah berdasarkan contoh yang ada pada gambar di kartu tugas. Pengamat memberikan tanda “ ” pada salah satu kolom, kolom B jika gerakan benar dan kolom S jika gerakan salah. Praktikkan akan melakukan gerakan tersebut sebanyak tiga kali secara berulang. Beriutnya dipertemuan berikutnya hasil penilaian yang dilakukan antar siswa akan dilakukan oleh guru, dengan system yang kurang lebih sama, ketika siswa akan melakaukan gerakan maka kartu tugas akan di serahkan kepada guru kemudian sisa tersebut melakukan gerakan Guling Belakang. Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh siswa yang satu terhadap temanya kemudian akan di bandingkan dengan penilaian yang dilakukan 24 oleh guru. Didalam kegiatan tersebut akan terlihat salah satu aspek pembelajaran yaitu afektif (sikap) dan sifat kejujuran siswa. c. Manfaat kartu tugas Menurut Kemp dan Dayton (Dina Indriana, 2011: 48), media kartu tugas dalam pembelajaran memiliki manfaat antara lain: 1. 2. 3. 4. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih mencapai standar. Pembelajaran menjadi lebih menarik. Pembelajaran menjadi lebih interaktif. Dengan menerapkan teori belajar, waktu pembelajaran dapat dipersingkat. 5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. 6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan dan di mana pun diperlukan. 7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan. 8. Peran guru berubah ke arah yang lebih positif. Sedangkan menurut Kaufman (Hairuddin, 2008: 7), bahwa “media pembelajaran khususnya media visual memiliki empat fungsi yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.” Fungsi atensi adalah fungsi dimana media dapat menarik atau mengarahkan perhatian siswa agar berkonsentrasi pada isi pembelajaran yang terkandung di dalamnya. Fungsi afektif adalah fungsi di mana media dapat menciptakan rasa senang atau kenikmatan siswa terhadap isi pembelajaran. Fungsi kognitif adalah fungsi di mana media dapat mempermudah siswa dalam memahami pesan atau informasi yang disampaikan dalam pembelajaran. Dan fungsi kompensatoris adalah fungsi di mana media dapat mengakomodasikan siswa yang lemah dalam menerima isi pembelajaran. Pembelajaran Guling Belakang melalui kartu tugas diberikan agar memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran mulai dari tahap pemahaman kognitif, asosiatif, otonom. Jika ketiga pemahaman tersebut dapat dilalui oleh peserta didik dengan baik, maka diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Pembelajaran Guling Belakang melalui kartu tugas juga diharapkan mampu mengembangkan ketiga ranah dalam penjas yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif dapat berkembang melalui pembelajaran 25 kartu tugas dibuktikan dengan adanya pemahaman kognitif peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Ranah afektif dibuktikan dengan adanya aktifitas bermain peran dalam proses pembelajaran dimana peserta didik bergantian memainkan peran sebagai pelaku maupun pengamat. Ranah psikomotorik dapat berkembang dibuktikan dengan adanya aktifitas gerak peserta didik dalam mempraktikan tugas gerak yang diberikan. 5. Pradigma Pendidikan Jasmani dan Kesehatan a. Pengertian Penjaskes “Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani, mengembangkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat, aktif, sikap positif dan kecerdasan emosi” (Badan Standar Nasional Pendidikan, BSNP, 2006 : 1). Menurut Adang Suherman (2000 : 22) dijelaskan, “Penjasorkes dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang tradisional dan sudut pandang modern”. Sudut pandang tradisional menganggap manusia terdiri dari dua komponen utama yang di pilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani. Oleh karena itu, Penjasorkes dapat diartikan sebagai proses pendidikan untuk keselarasan tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa. Sedangkan Penjasorkes menurut pandangan modern menganggap manusia sebagai kesatuan yang utuh (holistik). Oleh karena itu, pendidikan jasmani melalui proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani. 1) Peserta Didik Sebagai Pusat Pembelajaran (Student Centered) Menurut Radno Harsanto (2007:14-17) dijelaskan, “Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik”. Pemahaman dalam hal ini, peserta didik menjadi bagian yang amat penting karena dari sinilah seluruh bangunan proses pendidikan akan dimulai. Relasi pendidik dengan peserta didik menjadi relasi yang saling belajar dan saling membangun. Otonomi peserta didik sebagai pribadi dan subjek 26 pendidikan menjadi titik acuan seluruh perencanaan dan proses pembelajaran. Proses pedagogik yang cocok adalah pedagogik kontruktivisme yaitu pendekatan yang lebih menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. Pengajar menjadi narasumber yang melontarkan gagasan yang akan diolah, diseleksi, dan dikritisi atau bahkan mungkin ditolak oleh pembelajar. Apa yang dilontarkan oleh pengajar tidak lain hanyalah bahan mentah bagi pembelajar. Pembelajar dapat mengusulkan bahan alternatif. Pembelajaran merupakan pusat komunikasi. Model-model komunikasi edukatif yang ditekankan memuat unsur eksplorasi, penyeledikan sendiri, sikap selalu bertanya, kritis, serta merelatifkan pendapat yang berlaku umum. Proses pembelajaran dirancang, dikontruksi dan dikondisikan untuk peserta didik (diagram 2.1). Kontruksi proses pembelajaran dapat dimulai dengan adanya perubahan paradigma pendekatan dalam proses belajar mengajar. Perubahan dari pendekatan yang behavioristik ke pendekatan pembelajaran yang kontruktivisik, memfungsikan dan melatih secara optimal organ otak sebagai organ berfikir, mengakomodasi multikecerdasan peserta didik dan sebagainya. Pendidikan yang berbasis kompetensi memberi bekal kepada peserta didik kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang cepat, kemampuan untuk menyesuaikan diri, dan minat untuk belajar terus menerus. 27 Berorientasi pada prinsip perkembangan siswa Anak merasa aman dan tentram Berulang-ulang Berorientasi pada kebutuhan anak Visual Auditif Motorik Intelektual Belajar sambil berkegiatan (Joyful learning) Strategis Metode Materi / bahan Media Proses belajar : Kreatif Inovatif Eksploratif Berpikir kritis Kritis Kreatif Menggunakan pembelajaran terpadu SISWA Materi Sederhana Menarik minat Lingkungan kondusif Menarik Membuat betah dan Mengembangkan kecakapan hidup Mampu menolong diri sendiri Disiplin Mampu bersosialisasi Mempunyai keterampilan dasar untuk jenjang selanjutnya Gambar 2.3 SKEMA SISWA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN (Student Centered) (Harsanto, 2007 : 14-17) b. Tujuan Penjaskesrek Menurut Adang Suherman (2000 : 22), “sama halnya dengan pengertian pendidikan jasmani, tujuan pendidikan jasmani seringkali dituturkan dalam redaksi yang beragam, namun keragaman penuturan tujuan pendidikan jasmani tersebut pada dasarnya bermuara pada pengertian pendidikan jasmani itu sendiri.” Pada dasarnya pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan sekaligus merupakan proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani. 28 Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani mencakup pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan pendidikan jasmani tidak hanya pada aspek jasmani saja, akan tetapi juga aspek mental, emosional, sosial dan spiritual. Tujuan jasmani bersifat menyeluruh, maka tidak jarang kita menemukan rumusan tujuan jasmani yang penuturan dan pengklasifikasiannya beraneka ragam. Adang Suherman (2000:23) secara umum tujuan pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu : 1). Perkembangan fisik Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitasaktivitas yang melibatkan kekuatan fisik dari organ tubuh seseorang (physical fitness). 2).Perkembangan gerak Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skillful). 3).Perkembangan mental Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan tanggung jawab peserta didik. 4).Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan peserta didik dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat. c. Penjaskes di Tingkat Sekolah Menengah Pertama Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di desain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap peserta didik. Materi mata pelajaran pendidikan jasmani SMP yang meliputi: pengalaman mempraktikan keterampilan dasar permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, uji diri atau senam, aktivitas ritmik, akuatik, 29 (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (out door.) Disajikan untuk membantu peserta didik agar memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif. “Adapun implementasinya perlu dilakukan secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan, yang pada gilirannya peserta didik diharapkan dapat meningkatkan sikap positif bagi diri sendiri dan menghargai manfaat aktivitas jasmani bagi peningkatan kualitas hidup seseorang. Dengan demikian, akan terbentuk jiwa sportif dan gaya hidup aktif”.(BSNP,2006: 1) 1). Materi Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Struktur materi pendidikan jasmani dikembangkan dan disusun dengan menggunakan model kurikulum kebugaran jasmani dan pendidikan olahraga. Asumsi yang digunakan model ini adalah untuk menciptakan gaya hidup sehat dan aktif, dengan demikian manusia perlu memahami hakikat kebugaran jasmani dengan menggunakan konsep latihan yang benar. Olahraga merupakan bentuk lanjut dari bermain, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian manusia. Untuk dapat berolahraga secara benar, manusia perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. “Pendidikan jasmani diyakini dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk : a. Berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan olahraga. b. Pemahaman dan penerapan konsep yang benar tentang aktivitas-aktivitas tersebut agar dapat melakukannya secara aman. c. Pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas-aktivitas tersebut agar terbentuk sikap dan perilaku sportif dan positif, emosi stabil, dan gaya hidup sehat” (BSNP 2006 : 1). 2). Perencanaan Pembelajaran Penjaskes di SMP “Perencanaan merupakan bagian integral dari pengajaran yang efektif. Efektivitas pengajaran akibat diadakannya perencanaan akan nampak lebih jelas manakala guru ingin menerapkan model-model atau materi pembelajaran yang tidak pernah diterapkan sebelumnya atau pada saat dihadapkan dengan lingkungan pembelajaran yang serba terbatas. Untuk itu kemampuan membuat perencanaan bagi calon guru pendidikan jasmani merupakan bagian integral 30 dari upaya meningkatkan kemampuan guru dalam keterampilan mengajarnya” (Rusli Lutan, 2000 : 1). Kedudukan perencanaan dalam proses belajar mengajar memegang peranan yang sangat penting bila dilihat dari konsep mengajar. Menurut Hough dkk dalam Rusli Lutan (2000 : 3) mendefinisikan “mengajar sebagai proses penataan manusia, materi, dan sumber-sumber untuk keperluan kelancaran proses belajar.” Khususnya untuk pendidikan jasmani, penataan dalam proses pembuatan perencanaan mengajar pendidikan jasmani nampak lebih penting mengingat lingkungan belajarnya yang agak unik. Pentingnya suatu perencanaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a) Untuk mengajar yang relatif terbatas Jumlah waktu yang relatif terbatas untuk mengajar pendidikan jasmani merupakan salah satu faktor pentingnya membuat perencanaan pengajaran. Rata-rata frekuensi mengajar pendidikan jasmani dalam seminggu adalah satu kali dengan jumlah waktu sekitar 2x30 atau 40 menit. b) Jumlah peserta didik dan fasilitas Jumlah peserta didik yang cukup banyak dan peralatan serta fasilitas yang relatif terbatas, akan mempengaruhi teknik dan strategi mengajar agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik. c) Latar belakang guru Walaupaun kemungkinan besar semua guru pendidikan jasmani adalah lulusan dari lembaga persiapan guru pendidikan jasmani, namun tidak menutup kemungkinan guru pendidikan jasmani harus mengajar pelajaran yang tidak diperolehnya waktu mengikuti pendidikan. Dalam hal ini perencanaan pengajaran sangat membantu guru agar dapat mengajar dengan baik. d) Karakteristik peserta didik 31 Setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbedabeda, seperti kemampuan fisik, pengetahuan, minat, lingkungan sosial dan ekonomi, dan letak geografisnya. Semua itu memerlukan perencanaan yang baik sehingga semua peserta didik ikut belajar sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangannya. e) Keterlibatan guru lain Terkadang guru pendidikan jasmani memerlukan bantuan guru lain untuk mengawasi program yang diberikan kepada peserta didik. Dalam kasus demikian perencanaan perlu dibuat sehingga guru yang terlibat tahu secara pasti arah, tujuan, dan jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik yang diawasinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses mengajar pada dasarnya adalah proses penataan yang akan selalu melibatkan proses sebelum pelaksanaan (perencanaan), pelaksanaan (melaksanakan rencana), dan proses setelah pelaksanaan (evaluasi). 32 B. Kerangka Berfikir Belajar merupakan sebuah aktifitas yang tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari, bahkan menjadi kebutuhan tiap orang dimana dalam proses belajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang manpu melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Guru bukan sebagai satu-satunya sumber pembelajaran, siswa di berikan kesempatan seluas luasnya untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya dalam memyelesaikan masalah sesuai dengan materi pembelajaran. Permasalahan umum dalam pembelajaran penjas adalah kurangnya peran aktif siswa dalam kegiatan belajar. Proses pembelajaran yang berlangsung belum mewujudkan adanya partisipasi siswa secara penuh. Siswa berperan sebagai objek pembelajaran yang hanya mendengarkan dan mengaplikasi apa yang disampaiakan guru. Selain itu proses pembelajaran kurang mengoptimalkan penggunaan alat bantu pembelajaran yang dapat memancing peran aktif siswa. Kurang kreatifitasnya guru yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa antara lain kurang kreatifitasnya guru dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran sederhana, guru kurang akan model pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran selalu menjenuhkan karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan, dan hanya mengajar materi agar dapat selesei tepat waktu, tanpa memikirkan bagaiman pembelajarn tersebut bermakna dan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan nyata. Penerapan media pembelajaran berupa akartu tugas adalah salah satu cara supaya kemampuan siswa dalam menyerap materi yang kemudian mempraktekannya dalam gerakan Guling Belakang dapat meningkat secara signifikan. 33 Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir Guru mengajar materi penjaskesrek masih monoton Menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berupa kartu tugas Melalui penggunaan media pembelajaran berupa kartu tugas, akan membangkitkan motivasi belajar siswa/peserta didik sehingga hasil pembelajaran akan BAB III maksimal. Siswa : a. Motivasi belajar siswa sangat kurang dan cepat merasa bosan mengikuti pelajaran penjas b. Hasil belajar rendah c. Kualitas gerak Siklus I : Guru dan peneliti menyusun bentuk pengajaran yang bertujuan untuk meningkatakan hasil belajar senam lantai gerakan Roll Belakang melalui penggunaan media pembelajaran berupa kartu tugas Siklus II : upaya perbaikan dari tindakan siklus I sehingga meningkatkan hasil belajar senam lantai gerakan Roll belakang melalui penggunaan media belajar berupa kartu tugas. Gambar 2.4. Skema Alur Kerangka Berfikir