karakterisasi dan uji aktivitas bakteri denitrifikasi

advertisement
22
TINJAUAN PUSTAKA
Gas Rumah Kaca
Energi radiasi matahari dipancarkan ke bumi terutama dalam bentuk
radiasi dengan panjang gelombang pendek misalnya ultraviolet. Kurang lebih
sepertiga energi dipantulkan oleh bagian atas atmosfer sedangkan sekitar dua
pertiganya diserap permukaan bumi. Bumi memantulkan energi radiasi yang
diterimanya sebagian besar dalam bentuk radiasi infra merah. Radiasi termal yang
dipancarkan oleh bumi diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi,
sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Secara alami tanpa efek rumah kaca
suhu bumi akan berada di bawah 0 °C (Le Treut dan Somerville 2007).
Aktivitas manusia menghasilkan emisi empat macam gas-gas rumah kaca
utama yaitu CO2, CH4, N2O dan halokarbon yang mengandung fluorin, klorin dan
bromin. Gas-gas tersebut terakumulasi di atmosfer sehingga konsentrasinya
meningkat sejalan dengan waktu. Peningkatan konsentrasi CO2 disebabkan oleh
penggunaan bahan bakar fosil, alat pengatur suhu ruang dan penebangan hutan.
Peningkatan CH4 antara lain sebagai hasil kegiatan pertanian dan penimbunan
bahan organik, sedangkan emisi N2O meningkat oleh penggunaan pupuk N dan
pembakaran bahan bakar fosil. Halokarbon misalnya klorofluorokarbon
(chlorofluorocarbon=CFC) yang digunakan sebagai bahan pendingin selain
merupakan gas rumah kaca juga dapat merusak ozon (Forster dan Ramaswamy
2007).
Gas-gas rumah kaca memiliki kekuatan radiatif (radiative forcing=RF).
Kekuatan radiatif bernilai positif menyebabkan pemanasan bumi (Forster dan
Ramaswamy 2007). Peningkatan kekuatan radiatif atmosfer bumi menyebabkan
perubahan iklim secara cepat sehingga dapat mengganggu aktivitas manusia dan
ekosistem alami (Schlesinger 2003).
N2O di Atmosfer
Pada satu abad terakhir ini, aktivitas manusia secara dramatis
meningkatkan emisi dan pelepasan N reaktif ke atmosfer bumi, yaitu sebanyak
tiga sampai lima kali. Gangguan terhadap siklus N mempengaruhi sistem iklim di
23
atmosfer oleh adanya tiga gas N utama yaitu N2O, amonia (NH3) dan NOx (nitrik
oksida (NO) + nitrogen dioksida (NO2)). Aktivitas manusia meningkatkan
pasokan N ke pantai dan laut lepas, menurunkan ketersedian O2 dan emisi N2O.
Meskipun demikian pertanian merupakan sumber N2O antropogenik terbesar
(Denman dan Brasseur 2007).
Dinitrogen oksida memiliki nilai RF positif di urutan keempat terbesar di
antara gas-gas rumah kaca yang memiliki masa tinggal lama (longlife greenhouse
gases=LLGHGs) setelah CO2, CH4 dan CFC-12. Nilai RF N2O sebesar +0,16
Watt m-2 sedangkan nilai total RF dari LLGHGs sebesar +2,63 Watt m-2 (Forster
dan Ramaswamy 2007). Selain merupakan gas rumah kaca, N2O memiliki efek
merusak lapisan ozon (O3) di stratosfer. Sebagian besar (90%) O3 berada di
stratosfer (ketinggian 10-50 km) sedangkan sisanya (10%) di troposfer (0-10 km).
O3 menyerap kuat radiasi ultraviolet terutama pada panjang gelombang antara
200-290 nm. Panas yang diserap oleh O3 menyebabkan suhu maksimum di
ketinggian 50 km (Fraser 1997). Kerusakan O3 di stratosfer disebabkan oleh emisi
uap air dan N oksida dari pesawat jet supersonik, reaksi-reaksi kimia yang terjadi
di stratosfer, difusi klorofluorometan yang digunakan untuk alat pendingin dan
difusi N2O dari troposfer (Knowles 1982).
Jalur-jalur Pembentukan N2O
Lebih kurang sebesar 90% gas N2O secara global dihasilkan dari proses
biotik (Paul dan Clark 1996). Mikroba terutama bakteri berperan penting dalam
menghasilkan N2O, salah satunya melalui proses denitrifikasi. Menurut Zumft
(1997) transformasi N lengkap pada jalur denitrifikasi adalah NO3- → NO2- →
NO → N2O → N2. Denitrifikasi tidak lengkap merupakan proses reduksi NO3yang berakhir pada N2O. Pada umumnya hal tersebut terjadi jika tidak ada enzim
N2O reduktase. Snyder et al. (1987) melaporkan bahwa bakteri yang kehilangan
aktivitas enzim N2O reduktase tidak dapat mereduksi N2O sehingga N2O
merupakan hasil akhir denitrifikasi.
Gas N2O juga dihasilkan sebagai hasil antara proses nitrifikasi. Nitrifikasi
terdiri dari dua tahap proses yang melibatkan dua kelompok mikroba. Kelompok
pertama mengoksidasi NH4+ menjadi NO2- sedangkan kelompok kedua
24
mengoksidasi NO2- menjadi NO3- (Paul dan Clark 1996). Penelitian terhadap
bakteri nitrifikasi Nitrosomonas sp. memberikan hasil bahwa jika nitrifikasi
terjadi pada konsentrasi O2 lebih rendah dari yang dibutuhkan, produksi NO2sedikit dan akan banyak dihasilkan N2O. Gejala yang sama ditunjukkan oleh
bakteri Nitrosolobus, Nitrospira dan Nitrosococcus. Dalam proses oksidasi NH4+
menjadi
NO2-,
hidroksilamin
(NH2OH)
merupakan
hasil
antara.
Pada
Nitrosomonas, radikal nitroksil (HNO) dihasilkan sebagai hasil antara oksidasi
NH2OH menjadi NO2-. Diduga, HNO akan terdekomposisi secara spontan
menjadi N2O (Goreau et al. 1980; Roswall 1981).
Jalur lain yang dapat menghasilkan N2O adalah reduksi NO3- disimilatif
menghasilkan NH4+ (dissimilatory
nitrate reduction to ammonium=DNRA).
Dalam proses DNRA, NO3- direduksi menjadi NO2- dan selanjutnya NO2direduksi menjadi NH4+ dengan N2O sebagai hasil samping (Kelso 1997)
(Gambar 1). Terdapat dua jalur DNRA. Jalur pertama adalah reduksi NO3disimilatif yang berpasangan dengan aliran elektron dari bahan organik untuk
mereduksi NO3- melalui reaksi fermentasi dan proses ini pada umumnya terjadi di
lingkungan dengan NO3- terbatas dan kaya akan C labil (karbon yang bersifat
mudah dirombak). Jalur DNRA yang kedua adalah khemolitoautotrofik, reduksi
NO3- berpasangan dengan oksidasi sulfur (S) dalam bentuk tereduksi (Stark dan
Richards 2008). Proses DNRA dapat menjadi sumber emisi N2O di lingkungan
yang berada dalam keadaan tergenang pada waktu yang lama (Włodarczyk et al.
2004). Childs et al. (2002) menyatakan, bakteri DNRA dapat bersaing dengan
bakteri denitrifikasi di lingkungan dengan NO3- terbatas karena bakteri DNRA
memindahkan elektron lebih banyak ke NO3- yaitu sebanyak delapan elektron per
mol NO3-, dibandingkan bakteri denitrifikasi yang memindahkan lima elektron per
mol NO3-.
25
NO31
NO2
2
-
NO
3
1
N2O
3
2
NH2OH
2
1
3
N2
NH4+
Gambar 1 Transformasi N yang menghasilkan N2O yaitu jalur (1) denitrifikasi,
(2) reduksi NO3- disimilatif menghasilkan NH4+ (DNRA) dan
(3) nitrifikasi (dimodifikasi dari Kelso 1997).
Denitrifikasi pada Bakteri
Nitrogen merupakan salah satu unsur utama penyusun sel. Di alam, N
berada dalam bentuk-bentuk yang memiliki bilangan oksidasi berbeda.
Denitrifikasi merupakan bagian dari siklus transformasi N di alam (Gambar 2).
Nitrogen masuk ke lingkungan kehidupan (biosfer) melalui fiksasi N2 dan keluar
dari biosfer melalui proses denitrifikasi (Zumft 1997).
Pada proses denitrifikasi, bakteri menggunakan N oksida sebagai penerima
elektron terakhir untuk bioenergetik seluler dalam keadaan anaerob, mikroaerofil
atau bahkan dalam kondisi aerob. Denitrifikasi merupakan proses transformasi
secara disimilatif, berhubungan dengan konservasi energi. Pemindahan elektron
secara enzimatik berpasangan dengan sintesis adenosine triphosphate (ATP)
melalui translokasi proton dan pembentukan potensial membran. Terjadinya
denitrifikasi dalam sel dipicu oleh kondisi lingkungan dengan tekanan O2 rendah
dan tersedianya N oksida (Zumft 1997).
Meskipun denitrifikasi pada umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob
dan aktivitas enzim-enzim denitrifikasi dihambat oleh O2, beberapa bakteri dapat
melakukan proses denitrifikasi dalam kondisi aerob. Pseudomonas stutzeri SU2
26
mereduksi NO3- menghasilkan N2 tanpa akumulasi NO2- selama 92 jam pada
kondisi konsentrasi O2 di lingkungan 92% dan NO3- yang tereduksi sebanyak
99.24% (Su et al. 2001a). Pada kondisi yang sama Pseudomonas stutzeri NS-2
dan Pseudomonas stutzeri SM-3 mereduksi NO3- menghasilkan N2 hampir tanpa
akumulasi NO2- selama 20 jam (Su et al. 2001b). Thiosphaera pantotropha LMD
82.5 dapat melakukan seluruh proses denitrifikasi dalam kondisi aerob (Van Niel
1992). Pada Thauera mechernichensis DSM12266 reduksi NO3- terjadi dalam
keadaan aerob tetapi N2O terbentuk dalam kondisi anaerob (Scholten et al. 1999).
N2
N2
Nitrifikasi
Fiksasi N2
N organik
Oksidasi amonium
Oksidasi nitrit
NH4+
NO2-
NH2OH
NO3-
OKSIK
NO2-
SUBOKSIK
NO3NO2-
Denitrifikasi
Remineralisasi
DNRA
NO
N2O
NH4+
Annamox
N2
D
e
n
i
t
r
i
f
i
k
a
s
i
Gambar 2 Transformasi nitrogen oleh mikroba (Francis et al. 2007). DNRA:
dissimilatory nitrate reduction to ammonium (reduksi NO3- disimilatif
menghasilkan NH4+), Annamox: anaerobic ammonium oxidation
(oksidasi amonium anaerob).
Enzim-enzim dan Gen-gen yang Berperan dalam Proses Denitrifikasi
Selama proses denitrifikasi yang melibatkan empat tahap reduksi secara
berurutan, beberapa metaloenzim mengkatalisis reduksi NO3- berturut-turut
menjadi NO2-, NO, N2O dan N2. Metaloenzim tersebut adalah NO3- reduktase
(Nar dan Nap), NO2- reduktase (Nir), NO reduktase (Nor) dan N2O reduktase
27
(Nos) (Lalucat et al. 2006). Enzim-enzim tersebut terdapat di membran sitoplasma
atau periplasma (Gambar 3).
Denitrifikasi diawali oleh proses reduksi NO3-. Ada dua tipe enzim yang
mengkatalisis proses ini, yaitu NO3- reduktase respiratif terikat membran (Nar)
dan NO3- reduktase periplasmik (Nap). Nar terekspresi hanya pada kondisi
pertumbuhan anaerob dan dapat mereduksi klorat. Sedangkan Nap disintesis dan
aktif dalam kondisi ada oksigen dan tidak dapat mereduksi klorat (Zumft 1997).
NO2-
NO3-
Periplasma
NO2-
N2O
N2
Nap
CuZ
CuZ
MGD
Nos CuA
CuNos
A
c
Sitc
H+
d1
H+
b
FeS
QH2
QH2
DH
Q
Q
NO2-
NO3
FeS
Sit
bc1
c
NO
N 2O
Sitc
Sit
cb
c
b
Nor
MGD
NADH+H+
-
d1
H+
Sitc
Nar
NO
Nir
C551
Sitc
NO3-
NO2-
NO2
-
NAD+
Sitoplasma
Gambar 3 Organisasi dan tempat terjadinya rantai pemindahan elektron pada
P. stutzeri. Komponen rantai respirasi aerob konstitutif terdiri dari
NADH dehidrogenase (DH), siklus quinon (Q, QH2), kompleks
sitokrom bc1 (sit bc1), dan kompleks oksidase terakhir sitokrom cb
(sit cb). Sistem denitrifikasi terdiri dari NO3- reduktase (Nap dan Nar),
NO2- reduktase (Nir), NO reduktase (Nor) dan N2O reduktase
(Nos). Singkatan: FeS, pusat besi-belerang; b, heme b; c, heme c;
d, heme d; sit c, sitokrom tipe c menerima elektron dari kompleks
bc1; sit551, sitokrom c551 (Zumft 1997).
Nar menghasilkan kekuatan mendorong proton (proton motif force=PMF)
yang memungkinkan terjadinya sintesis ATP (Moreno-Vivián 1999). Enzim ini
pada Pseudomonas stutzeri terdiri dari tiga subunit yaitu α, β dan γ. Subunit α
(NarG) merupakan pusat katalitik, terdiri dari molibdenum dan dua kofaktor
pterin (molybdopterin guanine dinucleotide=MGD). Kompleks besi belerang
28
dalam subunit β (NarH) berperan dalam pemindahan elektron dari kelompokan
quinol di membran sel. Subunit γ (NarI) terletak di membran dan merupakan
protein sitokrom b yang mengandung dua gugus heme tipe b (Lalucat et al. 2006).
Pada Pseudomonas aeruginosa narG, narH dan narI merupakan bagian dari
operon narK1K2GHJI (Schreiber et al. 2007). Pada Pseudomonas stutzeri terdapat
tambahan gen narC yang bersama-sama dengan narK menyandi protein yang
diduga merupakan pembawa (Lalucat et al. 2006). Selain itu terdapat gen-gen
pengendali untuk Nar yaitu anr, dnr dan narXL (Härtig et al. 1999; Schreiber et
al. 2007). Aktivitas Nar dihambat oleh azida, klorat, sianida dan tiosianat
(Moreno-Vivián 1999).
Nap hanya dimiliki oleh bakteri Gram negatif (Philippot 2005). Peran
fisiologis Nap adalah membuang kekuatan pereduksi yang berlebihan dan
menghasilkan NO2- untuk denitrifikasi aerob (Zumft 1997). Nap tersusun dari
subunit katalitik NapA yang mengandung kofaktor molibdopterin dan [4Fe-4S]
serta subunit NapB yang mengandung dua heme tipe c. Kompleks NapAB terletak
di periplasmik, menerima elektron dari NapC yang terikat membran. NapC
mengandung empat heme tipe c dan diduga berperan dalam pemindahan elektron
antara quinol dan Nap (Bedmar et al. 2005; Philippot 2005; Lalucat et al. 2006).
Gen-gen penyandi Nap pada beberapa bakteri tergabung dalam operon
napEDABC. Produk napD adalah protein yang dapat larut dan diasumsikan
berperan dalam pematangan NapB. Sedangkan napE menyandi protein
transmembran yang belum diketahui fungsinya (Bedmar et al. 2004). Aktivitas
Nar maupun Nap dikendalikan oleh NO3- melalui protein sensor narX dan narQ
(Stewart 2003).
Reduksi NO2- menjadi NO merupakan tahap yang menentukan untuk
terjadinya jalur denitrifikasi. NO yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
substrat hanya oleh NO reduktase dan harus segera dikeluarkan dari sel karena
NO bersifat toksik bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah (Baker et al.
1998). Enzim NO2- reduktase (Nir) terletak di periplasma. Aktivitas reduksi NO2pada bakteri denitrifikasi terjadi oleh dua metaloenzim. Kedua enzim tersebut
berbeda dalam hal struktur dan senyawa-senyawa logam prostetik yang
dimilikinya. Enzim-enzim tersebut yang pertama adalah sitokrom cd1 yang
29
mengandung heme c dan d1 sebagai kofaktor esensial, disandi oleh nirS. Yang
kedua merupakan NO2- reduktase yang mengandung tembaga (Cu) pada sisi
aktifnya, disandi oleh nirK. Dua jenis enzim tersebut tidak pernah ditemukan
dalam sel yang sama (Lalucat et al. 2006). nirS merupakan bagian dari kelompok
gen-gen (operon) nirSTBMCFDLGH penyandi NO2- oksida reduktase sedangkan
nirK merupakan gen tunggal (Bedmar et al. 2005). nirT menyandi sitokrom
tetraheme, nirB menyandi sitokrom diheme dan nirM menyandi pemberi elektron
(sitokrom c551) untuk nirS. Sedangkan nirMCFDLGH merupakan motif yang
dikenali untuk regulator FNR di daerah promotor (Lalucat et al. 2006).
Reduksi NO menjadi N2O dikatalisis oleh dua tipe NO reduktase (Nor),
enzim yang terikat ke membran sitoplasma. Tipe pertama memiliki rantai lebih
pendek, menerima elektron dari sitokrom c, disebut cNor. Sedangkan tipe kedua
yang memiliki rantai lebih panjang menerima elektron dari quinol, disebut qNor
(Bedmar et al. 2005; Lalucat et al. 2006). Gen-gen norC dan norB masing-masing
menyandi subunit II yang mengandung sitokrom c dan subunit I yang
mengandung sitokrom b dari cNor. Bradyrhizobium japonicum memiliki gen-gen
penyandi Nor yang tergabung dalam norCBQDE. norQ menyandi protein
pengikat ATP atau guanosine triphosphate (GTP) sedangkan produk norD belum
diketahui fungsinya. norE menghasilkan protein yang memiliki kemiripan 60%
dengan sitokrom c oksidase tipe aa3 (Bedmar et al. 2005). Gen-gen norCB dari
Paracoccus dilengkapi oleh norQDEF untuk pematangan NO reduktase (Baker et
al. 1998). Pada denitrifikasi yang bersifat aerob atau mikroaerofil, ekspresi Nor
dihambat konsentrasi oksigen tinggi (Zumft 1997).
Enzim yang berperan pada tahap terakhir denitrifikasi adalah N2O
reduktase (Nos). Nos dari P. stutzeri lebih intensif dipelajari dari pada Nos
bakteri lain. Enzim ini merupakan enzim dimer yang terletak di periplasma dan
ada dalam beberapa bentuk. Bentuk I dapat diisolasi dalam keadaan anaerob,
berwarna ungu. Bentuk II berwarna merah muda, didapatkan jika Nos diisolasi
dalam kondisi aerob. Bentuk II memiliki aktivitas rendah, juga kandungan Cu
rendah, diduga karena oksigen mempengaruhi pusat katalitik. Bentuk I berubah
menjadi bentuk III yang berwarna biru jika ditionit ditambahkan. Bentuk IV dapat
dibuat dari apoenzim dengan inkubasi menggunakan Cu(II). Bentuk ini tidak aktif
30
secara katalitik. Bentuk V didapatkan dari Pseudomonas stutzeri mutan MK402
yang tidak dapat membentuk pusat katalitik. Setiap subunit enzim, yang disandi
oleh nosZ, mengandung dua pusat Cu. Ion logam yang terkandung paling sedikit
enam ion Cu setiap subunit. Kedua pusat tersebut adalah CuA yang merupakan sisi
masuknya elektron, dan CuZ yaitu sisi untuk mengikat substrat (Lalucat et al.
2006). Demaneche et al. (2009) menemukan ada dua tipe kelompok gen-gen
penyandi N2O reduktase yaitu nosRZDFYLX dan nosRZDFYL. nosZ merupakan
gen struktural untuk enzim N2O reduktase yang mengandung Cu. nosR menyandi
komponen regulator yang penting untuk transkripsi nosZ. nosDFY merupakan gen
untuk pematangan, produknya antara lain terlibat dalam perolehan dan proses
penggabungan Cu membentuk N2O reduktase yang aktif secara katalitik. Selain
itu terdapat nosL penyandi NosL yang merupakan kaperon Cu (Lalucat et al.
2006). Sedangkan nosX menyandi komponen periplasmik (Demaneche et al.
2009). Aktivitas N2O reduktase dihambat oleh asetilen, karbon monoksida (CO),
azida dan sianida (Kristjansson dan Hollocher 1980).
Beberapa faktor dapat mempengaruhi ekspresi gen-gen denitrifikasi.
Ekspresi gen-gen penyandi NO3- reduktase, NO2- reduktase (sitokrom cd1) dan
N2O reduktase dipengaruhi oleh perbedaan tingkat O2 dan ketersediaan N oksida
(Körner dan Zumft 1989). Ekspresi gen-gen norB dan nirS dari Pseudomonas
mandelii tidak sensitif terhadap perubahan pH pada kisaran 6-8 tetapi menurun
pada pH 5. Gen-gen tersebut tertunda induksi dan ekspresi maksimumnya pada
suhu di bawah 30 °C (Saleh-Lakha 2009). Aktivitas enzim-enzim denitrifikasi di
tanah kering menurun sekitar 16-29% setelah 7 hari inkubasi. Aktivitas enzimenzim akan kembali ke kondisi semula jika tanah dilembabkan kembali (Smith
dan Parsons 1985).
Reduksi N2O
Konversi N2O menjadi N2 merupakan tahap akhir dari jalur denitrifikasi.
Beberapa bakteri denitrifikasi dapat tumbuh menggunakan N2O sebagai satusatunya penerima elektron terakhir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tidak semua bakteri denitrifikasi dapat tumbuh baik menggunakan N2O eksogen.
Hasil penelitian Bazylinski et al. (1987) menunjukkan bahwa Pseudomonas
31
aeruginosa galur P2 tumbuh baik menggunakan N2O eksogen sedangkan galur
PAO1 dan P1 hanya menunjukkan sedikit pertumbuhan menggunakan N2O
eksogen.
Bakteri-bakteri yang telah diketahui dapat tumbuh menggunakan dan
mereduksi N2O eksogen adalah Pseudomonas stutzeri JM300 dan Paracoccus
denitrificans ATCC 19367 (Carlson dan Ingraham 1983). Galur yang berbedabeda dari Pseudomonas aeruginosa memiliki tanggapan berbeda terhadap N2O
eksogen. Galur P2 tumbuh baik menggunakan N2O eksogen jika NO3- atau NO2(2-10 mM) ditambahkan di medium. Untuk galur PAO1 dan P1, N2O eksogen
hanya sedikit berpengaruh terhadap hasil sel dan pertumbuhan, dengan
penambahan NO3- di medium. N2O eksogen tidak secara langsung menghambat
pertumbuhan tetapi juga tidak secara signifikan digunakan untuk pertumbuhan.
Nampaknya NO3-, NO2- atau produk metabolismenya dapat menstimulasi galur P2
(tetapi tidak pada PAO1 dan P1) untuk tumbuh pada N2O eksogen. Ketiga galur
tersebut menggunakan N2O endogen secara efisien untuk pertumbuhannya
(Bazylinski et al. 1986).
Dalam biakan denitrifikasi Pseudomonas sp.220 terjadi akumulasi N2O
jika O2 ditambahkan dengan tekanan 0.05 atm, karena reduksi N2O dihambat oleh
O2 sebelum terjadinya penghambatan O2 terhadap reduksi NO2- (Watahiki et al.
1983). Meskipun pada umumnya enzim N2O reduktase memiliki korelasi negatif
paling kuat terhadap tingkat konsentrasi O2 di lingkungannya dibandingkan
dengan enzim-enzim denitrifikasi lainnya seperti pada penelitian Morley et al.
(2008), tetapi
N2O reduktase dari Thiosphaera pantotropha (Paracoccus
denitrificans GB17) tetap aktif mereduksi N2O meskipun dalam biakan terdapat
O2. Kedua gas yaitu N2O dan O2 direduksi secara bersamaan (Bell dan Ferguson
1991).
Dalam tanah, N2O dapat mengalami reduksi sebelum teremisikan. Reduksi
N2O menjadi N2 oleh aktivitas N2O reduktase merupakan proses yang dominan
dibandingkan dengan reduksi N2O menjadi NH3 oleh aktivitas nitrogenase.
Potensi reduksi N2O oleh tanah tergantung kepada konsentrasi N2O dan O2,
ukuran agregat tanah serta suhu. Agregat yang besar lebih banyak mengkonsumsi
N2O karena agregat besar membentuk kondisi anaerob di dalamnya. N2O dapat
32
menjadi penerima elektron dalam kondisi suboksik, bahkan jika respirasi aerob
masih aktif. Respirasi N2O dan respirasi O2 terjadi dalam mikrohabitat yang
terpisah. Kecepatan respirasi lebih tinggi pada suhu 20 °C dibandingkan pada 5
°C (Vieten 2008). Aktivitas N2O reduktase mereduksi N2O juga terjadi di sedimen
laut, danau air tawar dan danau salin-alkalin (Miller et al. 1986).
Keanekaragaman dan Penyebaran Bakteri Denitrifikasi
Bakteri yang memiliki kemampuan melakukan proses denitrifikasi
memiliki sifat fisiologis beraneka ragam. Sebagian besar bakteri denitrifikasi
merupakan organisme heterotrof aerob (Zumft 1997). Bakteri Alcaligenes sp.
yang diisolasi dari tanah merupakan bakteri denitrifikasi heterotrof yang sekaligus
memiliki kemampuan nitrifikasi (Castignetti dan Hollocher 1982).
Di
antara
bakteri
denitrifikasi
terdapat
bakteri
penambat
N2.
Bradyrhizobium japonicum merupakan bakteri penambat N2 yang memiliki
enzim-enzim untuk reduksi NO3-, NO2-, NO dan N2O. NO3- reduktase berupa
NO3- reduktase periplasmik (Bedmar et al. 2005). Bradyrhizobium japonicum
yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai dan membentuk bintil akar dapat
mereduksi N2O di sekitar akar kedelai (Sameshima-Saito et al. 2006).
Azospirillum brasilense yang diisolasi dari rizoplen tanaman sorgum memiliki
kemampuan menambat N2, denitrifikasi maupun nitrifikasi (Kundu et al. 1987).
Thioalkalivibrio denitrificans ALJD adalah bakteri denitrifikasi yang
bersifat alkalifil, autotrof obligat, pengoksidasi belerang dan dapat tumbuh secara
anaerob dengan proses denitrifikasi. Bakteri ini dapat menggunakan NO2- dan
N2O, tetapi tidak dapat menggunakan NO3- sebagai penerima elektron selama
pertumbuhan anaerob pada senyawa belerang tereduksi. NO3- hanya digunakan
sebagai sumber N. Dalam biakan sekali unduh (batch) pada pH 10, pertumbuhan
berlangsung cepat dengan menggunakan N2O sebagai penerima elektron dan
tiosulfat sebagai pemberi elektron. Pertumbuhan menggunakan NO2- hanya dapat
berlangsung setelah memperpanjang waktu adaptasi biakan terhadap peningkatan
konsentrasi NO2- (Sorokin et al. 2001).
Bakteri denitrifikasi fototrofik Rhodopseudomonas sphaeroides sp.
denitrificans (Rhodobacter sphaeroides IL106) dapat tumbuh secara anaerobik,
33
dengan atau tanpa cahaya, menggunakan NO3-. Bakteri yang ditumbuhkan pada
kondisi denitrifikasi, memiliki kandungan bakterioklorofil dan karotenoid
setengah dari kandungan senyawa-senyawa tersebut dalam sel yang ditumbuhkan
tanpa NO3-. Sintesis polipeptida yang merupakan bagian dari kompleks penerima
cahaya mengalami tekanan oleh NO3-, sedangkan aktivitas enzim-enzim
denitrifikasi mengalami peningkatan. Jumlah ATP yang dihasilkan selama
denitrifikasi mencukupi kebutuhan sel sehingga ATP yang dihasilkan melalui
fotosintesis menjadi kurang efektif (Michalski dan Nicholas 1984).
Bakteri denitrifikasi memiliki penyebaran pertumbuhan di banyak
lingkungan. Komposisi komunitas bakteri dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya
jenis pupuk yang ditambahkan ke tanah (Enwall et al. 2005). Di daerah pantai,
komposisi komunitas denitrifikasi dipengaruhi oleh lokasi geografis dan kondisi
biokimia sedimen terutama konsentrasi NO3- dan O2
(Liu et al. 2003a).
Komposisi komunitas bersama dengan faktor lingkungan berpengaruh terhadap
aktivitas denitrifikasi (Rich et al. 2003).
Lim et al. (2005) mengisolasi bakteri denitrifikasi dari tempat pengolahan
limbah dan banyak mendapatkan bakteri dari anggota filum Proteobacteria
terutama dari kelas Gammaproteobacteria (Aeromonas, Klebsiella, Enterobacter)
dan Betaproteobacteria (Acidoverax, Burkholderia dan Commamonas). Selain itu
juga banyak didapatkan bakteri anggota Firmicute (Bacillus). Dari tanah sawah
yang memiliki aktivitas denitrifikasi kuat banyak ditemukan bakteri anggota ordo
Burkholderiales dan Rhodocyclales (Ishii et al. 2009). Manucharova et al. (2000)
mengamati adanya suksesi bakteri denitrifikasi di tanah yang terjadi antara
Myxobacteria dengan Bacillus (B. cereus, B. circulans dan B. polymyxa).
Sekuen nirS yang didapatkan dari sedimen pantai memiliki kemiripan
tertinggi dengan nirS dari Alcaligenes faecalis (kemiripan 80-94%) dan P. stutzeri
(80-99%), sedangkan nirK memiliki kemiripan tertinggi dengan nirK dari
Bradyrhizobium
japonicum,
Blastobacter
denitrificans
dan
Alcaligenes
xylosoxidans (Liu et al. 2003a). Dari tanah sawah, sebagian besar nirK memiliki
kemiripan tertinggi dengan nirK dari Rhizobiales (Saito et al. 2008). Mayoritas
sekuen dari potongan gen nosZ yang diamati dari tanah padang rumput dan hutan
34
memiliki kemiripan tertinggi dengan nosZ dari Rhizobiaceae yang merupakan
anggota Alphaproteobacteria (Rich et al. 2003).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi N2O dari Tanah
Emisi N2O dari tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang
dapat saling berinteraksi mempengaruhi emisi N2O. Oksigen merupakan faktor
yang berkaitan erat dengan produksi N2O. Oksigen menghambat proses
denitrifikasi pada tingkat yang berbeda di antara enzim-enzim denitrifikasi.
Reduksi N2O menjadi N2 lebih mudah terhambat oleh O2 dibandingkan reduksi
NO3- menjadi N2O sehingga rasio N2O/N2 turun dengan adanya penurunan
konsentrasi O2. Adanya O2 menurunkan aktivitas dan memperlambat dimulainya
sintesis N2O reduktase relatif terhadap NO3- reduktase sehingga meningkatkan
rasio N2O/N2 (Włodarczyk et al. 2004).
Emisi N2O dipacu oleh aplikasi pupuk N dan peningkatan emisi sejalan
dengan bertambahnya dosis pupuk (Zhao et al. 2009). Aplikasi pupuk N
meningkatkan produksi N2O melalui proses denitrifikasi maupun nitrifikasi
(Estavillo et al. 2002). Berdasarkan penelitian Skiba et al. (1993) perbedaan jenis
pupuk yaitu (NH4)2SO4 dan KNO3 tidak secara signifikan mempengaruhi
besarnya emisi N2O. Menurut Estavillo et al. (2000) enzim N2O reduktase dapat
mengalami penghambatan atau sedikit diproduksi jika pupuk diaplikasikan
sehingga menyebabkan peningkatan produksi N2O.
Terdapat korelasi erat antara emisi N2O dengan kandungan bahan organik
tanah (Włodarczyk et al. 2004). Berdasarkan hasil penelitiannya, Akiyama dan
Tsuruta (2003) menyatakan bahwa aplikasi pupuk kotoran hewan meningkatkan
emisi N2O lebih besar dibandingkan urea. Emisi N2O dari tanah yang dipupuk
dengan kotoran ayam adalah sebesar 184 mg N m-2 sedangkan dari tanah yang
dipupuk dengan urea sebesar 44.8 mg N m-2. Sedangkan penelitian Steven dan
Laughlin (2002) memberikan hasil bahwa penambahan kotoran sapi pada saat
yang sama dengan KNO3- meningkatkan emisi N2O yang berasal dari KNO3sebesar 2.9%. Di tanah yang memiliki kandungan C yang tinggi, N2O dapat
dihasilkan melalui proses DNRA. Berdasarkan penelitian Silver et al. (2001)
35
dapat diketahui bahwa di tanah hutan tropis kecepatan proses DNRA lebih besar
dari pada denitrifikasi.
Emisi N2O di tanah meningkat dengan peningkatan water-filled pore
space (WFPS) yaitu pada WFPS 60, 80 dan 95% setelah penambahan pupuk N.
Peningkatan WFPS mengurangi terjadinya difusi O2 ke dalam agregat tanah
menyebabkan kondisi anareob tanah. Pada kondisi anaerob N2O akan terbentuk
melalui denitrifikasi (Dobbie dan Smith 2001). Air dalam tanah memberikan
kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba tanah. Selain itu air
merupakan medium pergerakan substrat yang digunakan oleh mikroba (Pathak
1999).
Emisi N2O di Sawah
Sawah merupakan salah satu sumber N2O karena sifat tanah, kandungan
air dan aktivitas mikrobanya yang bervariasi selama musim tanam (Hou et al.
2000). Sawah pada umumnya merupakan ekosistem yang tergenang pada saat
musim tanam dan berada dalam keadaan kering pada masa persiapan sebelum
musim tanam berikutnya (Forés dan Comin 1992). Pada keadaan tergenang,
sawah memiliki dua lapisan. Lapisan pertama yaitu lapisan permukaan yang
teroksidasi (aerob), pada umumnya berkedalaman beberapa milimeter sampai 1-2
cm. Kedalaman lapisan teroksidasi tergantung banyaknya bahan organik, karena
dengan banyaknya bahan organik aktivitas respirasi mikroba tinggi sehingga O2
banyak dikonsumsi. Selain itu, kedalaman lapisan aerob juga ditentukan oleh
struktur tanah yang mempengaruhi kecepatan difusi O2 ke lumpur sawah. Di
bawah lapisan aerob adalah lapisan tereduksi (anaerob). Daerah peralihan aerobanaerob juga terdapat di sekitar perakaran. Jika pupuk NH4+ diaplikasikan ke
lapisan permukaan, NH4+ akan mengalami nitrifikasi dan NO3- atau NO2- yang
terbentuk kemudian berdifusi turun dan selanjutnya mengalami denitrifikasi di
lapisan anaerob, menghasilkan N2O atau N2 (Garcia dan Tiedje 1981).
Perlakuan penggenangan dan pengeringan secara bergantian memberikan
lingkungan yang sesuai untuk denitrifikasi. Mineral N yang tersedia cukup di
tanah sebelum penggenangan akan menjadi sumber produksi N2O selama siklus
basah-kering sebelum penggenangan tetap (Freney 1997). NO3- yang terbentuk
36
selama periode kering secara cepat lepas melalui denitrifikasi jika tanah digenangi
kembali, dan proses ini dipacu oleh dekomposisi bahan organik (Garcia dan
Tiedje 1981). Penggenangan terputus juga memacu terbentuknya N2O melalui
nitrifikasi, yaitu pada kondisi tanah sedang teroksidasi, terlebih jika ketersediaan
mineral N tinggi (Byrnes et al. 1993). Emisi N2O dari sawah yang tergenang
secara terputus di tengah musim tanam dapat mencapai 993 g N ha-1 musim-1,
lebih besar dibandingkan N2O yang diemisikan dari sawah yang digenangi secara
kontinyu yaitu 341 g N ha-1 musim-1 (Akiyama et al. 2005). Pada saat
pengeringan kemungkinan emisi N2O juga meningkat karena reduksi N2O
menjadi N2 terhambat. N2O yang terjebak di antara partikel tanah yang berada
dalam keadaan basah maupun N2O yang terlarut dalam air, sebelum mengalami
reduksi menjadi N2 dapat lepas ke udara pada saat pengeringan (Drury et al. 1992;
Majumdar 2003). Akar tanaman padi yang rapat dapat mengurangi lepasnya N2O
ke udara (Buresh et al. 1993).
Sistem penggenangan sangat menentukan nilai potensial redoks (Eh) tanah.
Potensial redoks dapat mencapai +300 mV sebelum lahan digenangi. Nilai Eh
akan menurun setelah lahan digenangi 5-10 cm dan dapat mencapai -200 mV
selama 30 hari. Bila tanah dikeringkan, nilai Eh akan naik lagi dan dapat terjadi
fluktuasi (Hou et al. 2000). Pembentukan N2O dapat terjadi pada Eh antara +200
mV sampai -100 mV (Mariekralova et al. 1991) namun emisi N2O paling tinggi
terjadi pada Eh +200 mV (Mariekralova et al. 1991; Hou et al. 2000).
Download