bagian ii - Kebijakan Kesehatan Indonesia

advertisement
BAGIAN II
ILMU EKONOMI UNTUK SEKTOR
KESEHATAN
PENGANTAR
Bagian II ini merupakan intisari Pengantar Ilmu Ekonomi yang
diaplikasikan pada sektor kesehatan. Bagian I telah menegaskan
bahwa masalah yang terjadi di Indonesia adalah adanya kekurangan
sumber dana untuk kesehatan yang berasal dari pemerintah. Rumah
sakit di Indonesia mau tidak mau harus mengembangkan kemampuan
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi masih harus
mempunyai fungsi sosial. Keadaan ini merupakan dasar pemikiran
untuk menggunakan prinsip-prinsip ekonomi, khususnya ekonomi
mikro pada sektor kesehatan. Penulisan ekonomi mikro dalam bab ini
diusahakan menggunakan berbagai kejadian yang ada pada sektor
kesehatan.
Secara rinci Bab V menggunakan model ekonomi Circular
Flow untuk menggambarkan dinamika ekonomi, di samping model
demand and supply. Model-model ekonomi ini penting untuk dipahami para profesional sektor kesehatan. Dalam Bab V pembahasan
diutamakan pada aspek rumah tangga dan firma. Dalam hal ini
memang rumah sakit dianggap sebagai firma yang memberikan jasa
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk itu diharapkan ada
suatu kesiapan menganggap rumah sakit sebagai suatu firma. Lebih
lanjut penggunaan ilmu ekonomi dalam pengambilan keputusan
manajemen dibahas pada Bab VII. Bahasan ini merupakan intisari dari
cabang ilmu ekonomi yang disebut sebagai ekonomi manajerial.
Ekonomi manajerial menekankan bahwa pengambilan keputusan
62
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
merupakan hal yang mengandung risiko, tetapi merupakan suatu hal
yang dapat dipelajari. Dengan memahami ilmu ekonomi manajerial,
diharapkan para manajer rumah sakit mampu membuat keputusan
secara lebih baik.
63
Bagian II
BAB V
PENGGUNAAN EKONOMI MIKRO
DI SEKTOR KESEHATAN
5.1 Ekonomi dan Rumah Sakit
Gambaran mengenai keadaan rumah sakit pada Bab I menunjukkan bahwa ilmu ekonomi perlu untuk dipahami pada sektor rumah
sakit. Ekonomi merupakan disiplin ilmu yang banyak dipergunakan
oleh disiplin ilmu lain. Menurut George Bernard Shaw ”Economy is
the art of making the most out of life”, sedangkan menurut definisi
umum ilmu ekonomi membahas bagaimana sumber daya dialokasikan
di antara berbagai alternatif penggunaan untuk memuaskan keinginan
manusia (Katz dan Rosen, 1998). Ilmu ekonomi dibagi menjadi dua
yaitu ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro berhubungan dengan perilaku ekonomi unit-unit individu, seperti konsumen, perusahaan-perusahaan, organisasi, dan pemegang saham.
Ekonomi makro membahas perilaku ekonomi secara ”agregrat”.
Menurut Budiono (1982) kegiatan manusia dalam suatu
masyarakat dapat dibagi menjadi 3 macam kegiatan (ekonomi) pokok:
(1) kegiatan produksi, (2) kegiatan konsumsi, dan (3) kegiatan
pertukaran. Ilmu ekonomi memusatkan perhatiannya pada ketiga
proses kegiatan ekonomi pokok beserta pihak-pihak yang bersangkutan dengan kegiatan-kegiatan tersebut (produsen, konsumen,
pedagang, pemerintah, dan sebagainya). Dalam sektor rumah sakit,
sebenarnya merupakan hal yang tidak biasa menyebut pasien sebagai
konsumen dan menyebut rumah sakit sebagai produsen. Nilai-nilai
luhur profesi kedokteran dianggap dapat terkikis dengan penyebutanpenyebutan tersebut. Buku ini berusaha bersikap netral. Artinya,
64
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
menggunakan istilah konsumen dan produsen dalam sektor rumah
sakit dalam konteks mempelajari ilmu ekonomi secara lebih mudah.
Rumah sakit sebagai suatu unit ekonomi tentunya mempunyai
unsur produksi, konsumsi, dan pertukaran. Faktor penggerak yang
sangat dasar adanya aktivitas ekonomi tersebut tentunya timbul karena
kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Kebutuhan tersebut merupakan
tujuan dan sekaligus motivasi untuk menyelenggarakan pelayanan
rumah sakit.
Menurut Katz dan Rosen (1998), serta Begg dkk. (1987) setiap
kelompok orang mempunyai tiga masalah dasar utama dalam
kehidupan sehari-hari yang menyangkut masalah kelangkaan sumber
daya. Tiga masalah dasar tersebut adalah:
(1) Apa yang harus diproduksikan dan dalam jumlah berapa?
(2) Bagaimana cara mengelola sumber-sumber ekonomi (faktorfaktor produksi) yang tersedia?
(3) Untuk siapa barang-barang tersebut diproduksi atau bagaimana
barang atau jasa tersebut dibagikan di antara warga masyarakat?
Rumah sakit sebagai organisasi yang menghasilkan jasa
pelayanan dan barang-barang kesehatan tentunya dapat memanfaatkan
ilmu ekonomi agar mencapai pelayanan yang efisien. Di sektor rumah
sakit yang mempunyai aspek sosial, ketiga masalah dasar tersebut
merupakan pertanyaan yang relevan, terlebih pada saat rumah sakit
berkembang menjadi lembaga usaha yang mempunyai misi sosial.
Rumah sakit dalam hal ini dapat memproduksi kegiatan jasa
yang bervariasi. Sebuah rumah sakit kelas A dapat mempunyai 25
instalasi yang berbeda-beda produknya, mulai dari rawat inap hingga
ke katering untuk mereka yang ingin sehat. Rumah sakit tidak lagi
hanya memproduksi pelayanan untuk orang sakit, tetapi juga
memproduksi pelayanan bagi mereka yang ingin tetap sehat dan
bertambah sehat. Produk di sini, misalnya general check-up atau
pelayanan tumbuh kembang anak. Di samping itu, terdapat pelayanan
yang tidak berhubungan langsung dengan kesakitan, tetapi membutuhkan teknologi biomedik, misalnya klinik kebugaran hingga
pengkurusan berat badan.
Dalam memproduksi produk tersebut, tentunya rumah sakit
Bagian II
65
mempunyai berbagai faktor produksi (sumber ekonomi) misalnya
SDM, peralatan, gedung, tanah, hingga software untuk sistem
manajemen. Sumber-sumber tersebut perlu di kelola untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengelolaan inilah yang membutuhkan
pemahaman mengenai ilmu ekonomi.
Pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh rumah sakit adalah
mengenai siapa yang harus dilayani oleh rumah sakit. Hal ini
merupakan kendala tersulit karena membutuhkan pertimbangan
pemerataan dan keadilan. Pertama, jenis pelayanan klinik apa yang
harus disediakan? Apakah harus menyediakan seluruh pelayanan
klinik? Apakah memakai teknologi canggih atau tidak? Teknologi
canggih selalu terkait dengan penggunaan sumber daya yang tinggi
karena asal mula teknologi canggih adalah dari teknologi bidang
biomedik, rekayasa biologi, militer, dan telekomunikasi yang membutuhkan peralatan modern berbasis pada komputer. Dengan demikian
peralatan teknologi tinggi, bahan habis pakai, dan pengobatannya
selalu menggunakan bahan impor yang saat ini harganya sangat tinggi.
Masalah kedua adalah dari mana sumber dana pelayanan rumah
sakit, apakah dari kantong pasien sendiri, dari pajak, atau dari sistem
asuransi? Apabila berasal dari kantong pasien, otomatis rumah sakit
hanya akan melayani mereka yang mampu. Begitu pula dari sistem
asuransi kesehatan. Besarnya premi asuransi tergantung dari biaya
pelayanan yang sangat tergantung pula pada teknologi impor. Data
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil masyarakat yang mau dan
mampu untuk membayar premi asuransi. Apabila pelayanan rumah
sakit mengandalkan pada sistem pajak, berarti harus ada kekuatan
politik dari pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dari pajak ke
kesehatan, dan juga membutuhkan kemampuan masyarakat membayar
pajak secara besar.
Masalah ketiga adalah mencari tindakan untuk menjamin
apakah subsidi yang diberikan oleh rumah sakit pemerintah dapat
dinikmati oleh mereka yang benar-benar membutuhkan? Dalam hal ini
terdapat masalah mengenai identifikasi orang miskin yang layak untuk
mendapatkan subsidi. Pengalaman program Jaring Pengaman Sosial
(JPS) menunjukkan bahwa infrastruktur untuk data orang miskin
66
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
belum dapat dipakai sebagai basis untuk alokasi. Pertanyaan keempat
adalah siapa yang mengatur jasa produksi rumah sakit di suatu
wilayah? Siapa yang berhak memberi ijin rumah sakit? Sebagai
lembaga usaha apakah Badan Koordinasi Penanam Modal yang
memberi ijin, ataukah pemerintah melalui Departemen Kesehatan,
ataukah pemerintah daerah, ataukah Perhimpunan Rumah Sakit
Indonesia (PERSI), ataukah sebuah badan regulator investasi.
Secara umum sektor rumah sakit selama ini memecahkan
berbagai masalah dasar ekonomi tersebut melalui kebiasaan berobat,
perintah atau saran dari tenaga dokter, peraturan dari pihak
penyandang dana, misalnya PT Askes Indonesia; dan mekanisme tarif
di pasar rumah sakit. Kegiatan-kegiatan ini jelas memerlukan
pemahaman mengenai ilmu ekonomi khususnya ekonomi mikro.
Dalam memecahkan masalah ekonomi mendasar dalam sektor
rumah sakit, terdapat dua pendekatan utama yaitu penggunaan
mekanisme pasar dan pengendalian oleh pemerintah melalui sistem
yang berdasarkan prinsip welfare-state. Di berbagai negara, saat ini
terjadi perubahan pada sektor kesehatan dari sistem yang didominasi
oleh perencanaan dan pengendalian oleh negara menjadi sistem yang
lebih bertumpu pada mekanisme pasar. Transisi yang mencolok ini
terjadi pada sistem pelayanan kesehatan di Inggris pada saat masa
”Thatcherisme” dekade 1990-an.
Sebagai gambaran, akhir-akhir ini mekanisme harga (tarif)
merupakan sistem yang banyak diacu oleh para pelaku ekonomi di
berbagai sektor kehidupan ekonomi. Pendekatan ekonomi dalam
sektor kesehatan jelas menekankan segi mekanisme harga untuk
memecahkan masalah-masalah ekonomi dalam sektor rumah sakit.
Ketika mekanisme harga dipergunakan para pengelola rumah sakit
harus memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi mikro. Salah satu
tujuan utama ilmu ekonomi mikro adalah memberi pemahaman
mengenai mekanisme dan efek sistem harga.
Dengan demikian, pada suatu unit yang bersifat ekonomis,
pembahasan mengenai tarif yang dikaitkan dengan kriteria untung
atau rugi bukanlah hal yang tabu. Sebagai contoh, apakah tabu
mempermasalahkan tarif bangsal VIP di rumah sakit pemerintah
Bagian II
67
berdasarkan untung dan ruginya. Jika tarif bangsal VIP ternyata
bersifat merugi maka yang terjadi adalah subsidi dari pasien yang
memiliki ekonomi lemah ke pasien dengan ekonomi kuat. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya tarif bangsal VIP di rumah
sakit pemerintah apabila dihitung secara penuh justru merugikan
negara karena sebenarnya merupakan subsidi untuk orang kaya. Akan
tetapi, manfaat lain dengan adanya bangsal VIP di rumah sakit
pemerintah yaitu membuat SDM sebagai salah satu faktor produksi
merasa betah karena dapat meningkatkan pendapatannya dari bangsal
VIP. Jika tanpa ada bangsal VIP, kemungkinan dokter spesialis akan
bekerja di rumah sakit swasta untuk meningkatkan pendapatannya.
Diharapkan dengan betahnya SDM bekerja di rumah sakit pemerintah,
maka mutu pelayanan akan meningkat termasuk untuk orang miskin.
Keuntungan nonmaterial dalam hal ini diharapkan dapat menjadi faktor yang mendukung adanya bangsal VIP di rumah sakit pemerintah.
Dalam membahas penggunaan ilmu ekonomi dalam sektor
kesehatan, perlu dipahami apa yang disebut sebagai analisis positif
dan analisis normatif. Analisis positif berhubungan dengan masalah
sebab dan akibat yang menggambarkan fakta perilaku manusia dalam
perekonomian. Sebagai contoh, sebuah pernyataan positif yaitu: “jika
pemerintah Indonesia meningkatkan pajak untuk obat, maka
masyarakat miskin akan mengurangi konsumsi pembelian obat”.
Pernyataan positif ini tidak menunjukkan sesuatu itu buruk atau baik.
Contoh berbagai pertanyaan yang merupakan analisis positif adalah:
Apa penyebab kemiskinan di Jawa? Apa pengaruh kenaikan cukai
rokok terhadap perilaku perokok? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya
dapat dijawab dengan merujuk pada data.
Sebagai kontras, pernyataan normatif mengandung keputusan
berdasarkan nilai-nilai tertentu. Sebagai contoh pernyataan normatif
yaitu: “semua pasien miskin yang dirawat di rumah sakit berhak
mendapatkan obat gratis dari pemerintah”. Kebenaran pernyataan
normatif ini tergantung dengan situasi dan norma etika setempat.
Sebagai contoh, di daerah kaya seperti Kabupaten Kutai Kartanegara,
merupakan hal yang tidak etis apabila pemerintah daerah tidak
membiayai pasien miskin yang datang berobat. Akan tetapi, apabila
68
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
pasien miskin tersebut berada pada rumah sakit pemerintah yang
miskin pula, maka pernyataan normatif tersebut menjadi sulit
direalisasikan.
Sampai saat ini, sektor kesehatan di Indonesia masih didominasi
oleh pernyataan normatif, misalnya “pelayanan untuk orang miskin
harus bermutu tinggi dan pasien miskin tersebut tidak perlu
membayar”. Sementara itu, pernyataan positif yang ada adalah:
‘Pelayanan rumah sakit pemerintah akan bermutu rendah jika orang
miskin tidak membayar dan tidak ada subsidi cukup dari pemerintah.’
Dalam praktik akhirnya sering terjadi pernyataan normatif dipaksakan
untuk mengatur dunia nyata tanpa mempedulikan lagi pernyataan
positif yang mengandung sebab akibat. Sebagai gambaran, pada suatu
rumah sakit pemerintah daerah yang subsidi biaya operasionalnya
rendah, para dokter cenderung mencari pendapatan lebih di rumah
sakit swasta. Akibatnya, mutu pelayanan rumah sakit pemerintah
menjadi turun. Sementara itu, secara normatif anggota DPRD tidak
menginginkan tarif yang tinggi, tetapi juga tidak menyetujui APBD
yang besar untuk rumah sakit.
Dengan menyadari adanya pernyataan normatif yang mungkin
tidak dapat diterapkan dalam dunia nyata, maka sudah sepatutnya para
tenaga kesehatan mempelajari ilmu ekonomi untuk diterapkan pada
sektor kesehatan. Pada dasarnya aplikasi ilmu ekonomi di rumah sakit
dapat dipelajari melalui berbagai model yang berbasis pada sistem
tarif, yaitu: (1) Circular Flow Model dari Katz dan Rosen (1998), dan
(2) model demand and supply.
5.2 Model Circular Flow
Model circular flow ini menyatakan bahwa kegiatan ekonomi
bersifat melingkar (Lihat Gambar 5.1). Gambar tersebut menunjukkan
arus dari pelayanan dan barang-barang, serta input yang dimasukkan
dalam sistem produksi. Lembaga-lembaga usaha (firma) memberikan
jasa atau barang untuk rumah tangga yang membutuhkan. Sementara
itu, rumah tangga memberikan pasokan input yang dibutuhkan untuk
69
Bagian II
usaha. Lingkaran luar menunjukkan aliran uang. Rumah tangga
membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa yang akan masuk ke
firma sebagai pendapatan. Sumber daya ini akan mengalir kembali ke
rumah tangga sebagai pembayaran atas pasokan tenaga mereka.
Prinsip ini yang menjadikan sistem ekonomi bergulir terus-menerus.
Pasar Produksi
Penerimaan
Pengeluaran
rupiah oleh
rumah tangga
Barang dan jasa
yang dibutuhkan
Pasokan
Barang
Firma
Rumah tangga
Pasokan input
dari
rumahtangga
Pemasukan
rupiah dari
produksi
Input yang
dibutuhkan
firma
Biaya Produksi
yang dibayar firma
Pasar Faktor-faktor
Produksi
Gambar 5.1 Model Circular Flow dalam Perekonomian
Dengan menggunakan model circular flow, rumah sakit dapat
dianggap sebagai suatu lembaga usaha yang memberi pasokan pelayanan kesehatan di pasar produksi. Dengan memberikan pelayanan
kesehatan, rumah sakit sebagai lembaga usaha akan mempunyai
penerimaan yang berasal dari pengeluaran oleh rumah tangga. Pada
sisi pasar faktor-faktor produksi, rumah sakit membutuhkan input,
misalnya tenaga kerja yang berasal dari masyarakat. Dengan menggunakan input tenaga kerja, rumah sakit mempunyai biaya produksi yang
sebagian akan masuk ke rumah tangga. Model ini dapat dipergunakan
70
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
untuk menerangkan berbagai masalah manajemen dan kebijakan
kesehatan di Indonesia.
Sebenarnya model ini mengabaikan faktor pemerintah. Pengabaian ini memang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Sebagai contoh, sektor kesehatan di Indonesia dibiayai sekitar 30%nya oleh anggaran pemerintah dalam bentuk berbagai kegiatan rutin,
proyek, dan subsidi. Dalam sektor ini tentu peranan pemerintah tidak
dapat diabaikan. Akan tetapi, untuk kepentingan memahami aplikasi
ekonomi dalam sektor kesehatan, model ini dianjurkan untuk dipahami.
5.3 Model Supply dan Demand serta Mekanisme Harga
Untuk memahami konsep ekonomi, selain model Circular
Flow, perlu dipahami model Supply dan Demand. Model ini dapat
menerangkan mengapa terjadi hubungan yang dinamis antara rumah
tangga dengan firma. Hubungan antara rumah tangga dengan firma
terjadi dalam suatu istilah yang dalam ilmu ekonomi disebut sebagai
pasar. Pengertian pasar di sini adalah: sekelompok organisasi atau
individu yang berhubungan satu dengan yang lain dalam usaha
menjual atau membeli. Di sektor rumah sakit dapat terjadi misalnya
"pasar bangsal VIP rumah sakit" di suatu kota. Pasar ini terjadi apabila
pada suatu kota terdapat rumah sakit-rumah sakit yang memberikan
pelayanan bangsal VIP (sebagai penjual) dan pasien-pasien yang
bersedia membeli bangsal VIP (sebagai pembeli). Penggunaan bangsal
VIP sebagai bahan pembahasan pada bab ini disebabkan masyarakat
mempunyai hak menentukan pilihannya, apakah dirawat di bangsal
VIP atau di bangsal kelas III yang lebih murah. Dalam pasar ini
tentunya terdapat pasar faktor produksi misalnya dokter, perawat, atau
obat.
Dalam pasar terdapat hukum yang sering dipakai yaitu
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Hukum permintaan
ekonomi menyatakan: “bila harga suatu barang naik maka ceteris
paribus jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun”.
71
Bagian II
Ceteris paribus berarti bahwa semua faktor lain yang mempengaruhi
jumlah yang diminta dianggap tidak berubah. Keadaan ceteris paribus
di rumah sakit sebenarnya sulit terjadi karena tidak mungkin semua
faktor dapat dianggap sama. Akan tetapi, untuk pemahaman ilmu
ekonomi pengertian ceteris paribus ini perlu dipergunakan.
Sisi Permintaan (Demand)
Pasar dalam pengertian ekonomi mempunyai sisi permintaan
(demand) dan penawaran (supply). Sisi permintaan dapat disajikan
melalui tabel permintaan pasar, yaitu suatu tabel untuk menunjukkan
jumlah barang atau pelayanan yang dibeli pada setiap level tarif.
Sebagai contoh, dengan penyederhanaan permintaan bangsal VIP di
suatu kota digambarkan pada Tabel 5.1. Menurut tabel ini setiap tahun
12.000 kamar per hari akan dibeli oleh pasien apabila tarifnya Rp
500.000,00 per hari, 13.000 kamar per hari akan diminta bila tarifnya
Rp 450.000,00 per hari, dan seterusnya.
Tabel 5.1 Permintaan Bangsal VIP di kota X, tahun 2001
Tarif Kamar Rumah Sakit
Jumlah Kamar yang diminta
Rp 500.000,00
Rp 450.000,00
Rp 400.000,00
Rp 350.000,00
Rp 300.000,00
Rp 250.000,00
Rp 200.000,00
12.000
13.000
14.000
15.000
16.000
17.000
18.000
Cara lain menyajikan data tersebut adalah dengan kurva
permintaan pasar secara grafik. Sumbu vertikal menunjukkan tarif
bangsal VIP per kamar per hari, sedangkan sumbu horisontal
menggambarkan jumlah kamar per hari yang diminta. Gambar 5.2
menunjukkan kurva permintaan pasar untuk bangsal VIP rumah sakit
berdasarkan Tabel 5.1.
72
Tarif Kamar (Rupiah)
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
14
12
10
8
6
4
2
0
0
2
4
6
8
10
12
Jumlah kamar yang dibeli
Gambar 5.2 Kurva permintaan pasar untuk bangsal VIP di kota X pada tahun 2001
Dua hal penting terdapat pada Gambar 5.2. Pertama, kurva
permintaan bangsal VIP menurun ke kanan. Kedua, kurva ini
menunjukkan data pada tahun 2001. Jangka waktu tersebut penting
karena data permintaan sangat mudah berubah.
Banyak faktor yang dapat merubah posisi dan derajat kecuraman kurva permintaan. Sebagai contoh, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi permintaan bangsal VIP (X) adalah: tarif bangsal VIP
(Px), selera pasien (S), tingkat pendapatan pasien (I), pengaruh dokter
(D), dan harga barang-barang lain (Py). Secara umum fungsi permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah
permintaan akan sesuatu barang dan semua faktor yang mempengaruhinya
Sisi Penawaran (Supply)
Sebagaimana sisi permintaan, sisi penawaran (supply) dapat
disajikan melalui tabel untuk menunjukkan jumlah barang atau
pelayanan yang ditawarkan pada setiap tingkatan tarif. Sebagai
contoh, dengan penyederhanaan, tabel penawaran bangsal VIP di
suatu kota terdapat pada Tabel 5.2. Menurut tabel ini, setiap tahun
18.000 kamar per hari akan disediakan oleh rumah sakit apabila
73
Bagian II
tarifnya Rp500.000,00 per hari, 17.000 kamar per hari akan ditawarkan bila tarifnya Rp 450.000,00 per hari, dan seterusnya.
Tabel 5.2 Penawaran Bangsal VIP di kota X, tahun 2001.
Tarif kamar rumah sakit
Jumlah kamar yang ditawarkan
Rp 500.000,00
Rp 450.000,00
Rp 400.000,00
Rp 350.000,00
Rp 300.000,00
Rp 250.000,00
Rp 200.000,00
18.000
17.000
16.000
15.000
14.000
13.000
12.000
Tarif Kamar (Rupiah)
Cara lain menyajikan data tersebut adalah dengan kurva
penawaran pasar secara grafik. Sumbu vertikal menunjukkan tarif
bangsal VIP per kamar per hari, sedang sumbu horisontal
menggambarkan jumlah kamar per hari yang ditawarkan. Gambar 5.3
menunjukkan kurva penawaran pasar untuk bangsal VIP rumah sakit
berdasarkan Tabel 5.2.
Jumlah kamar yang ditawarkan
Gambar 5.3 Kurva penawaran untuk Bangsal VIP di kota X pada tahun 2001
Dua hal penting terdapat pada Gambar 5.3 Pertama, kurva
penawaran bangsal VIP naik ke arah kanan. Kedua, kurva ini
menunjukkan data pada tahun 2001. Jangka waktu tersebut penting
karena data penawaran dapat berubah. Banyak faktor yang dapat
merubah posisi dan derajat kecuraman kurva penawaran. Sebagai
74
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
contoh, penawaran bangsal VIP tergantung kepada input untuk modal
pembangunan dan operasi kegiatan serta teknologi.
Equilibrium
Suatu keseimbangan adalah situasi tanpa tendensi untuk
perubahan. Keseimbangan harga adalah situasi dengan harga tersebut
dapat dipertahankan. Data mengenai bangsal VIP dapat dipergunakan
untuk memahami hal ini. Misalnya, jika tarif bangsal VIP per kamar
per hari adalah Rp 500.000,00. Kurva penawaran akan menunjukkan
bahwa rumah sakit-rumah sakit akan menyediakan 18.000 kamar per
hari pada tahun 2001. Sementara itu, kurva permintaan akan
menunjukkan hanya 12.000 kamar yang akan diminta oleh
masyarakat. Dengan demikian, pada tahun 2001 akan terjadi kelebihan
penawaran (supply) sebanyak 6.000 kamar per hari. Dalam keadaan
ini, pihak rumah sakit merasakan banyak kamar VIP yang kosong,
atau dengan kata lain Bed Occupancy Rate (BOR) bangsal VIP sangat
rendah. Pada tingkat harga ini, pihak rumah sakit akan menurunkan
tarif agar dapat mengisi bangsal-bangsal VIP yang kosong. Dengan
demikian, tarif Rp 500.000,00 per kamar per hari tidak dapat
dipertahankan dan bukan merupakan tarif keseimbangan.
Pada situasi lain, misalnya tarif bangsal VIP per kamar per hari
sebesar Rp 250.000,00. Kurva penawaran akan menunjukkan bahwa
rumah sakit hanya akan menyediakan 13.000 kamar per hari pada
tahun 2001. Sementara itu, kurva permintaan akan menunjukkan
17.000 kamar yang akan diminta oleh masyarakat. Dengan demikian,
pada tahun 2001 akan terjadi kekurangan bangsal VIP sebanyak 4.000
kamar per hari. Dalam keadaan ini, pihak rumah sakit merasakan
adanya pasien yang ditolak ketika akan masuk ke bangsal VIP karena
penuh. Pada keadaan ini rumah sakit dapat menaikkan tarif ke arah
keseimbangan.
Dengan demikian dapat disebutkan bahwa harga keseimbangan
adalah tingkat harga atau tarif, jumlah yang diminta sama dengan
yang ditawarkan. Pada Gambar 5.4 tarif bangsal VIP dengan jumlah
yang diminta sama dengan yang ditawarkan sejumlah Rp 350.000,00
75
Bagian II
Tarif Kamar (Rupiah)
kamar per hari. Harga ini sering disebut sebagai titik equilibrium yang
dapat digambarkan dalam grafik berikut ini.
Jumlah kamar yang dibeli
Gambar 5.4 Titik keseimbangan harga bangsal VIP di kota X pada tahun 2001
Rumah Tangga
Perilaku konsumen atau rumah tangga dalam menggunakan
uang untuk belanja atau memberikan tenaganya untuk bekerja
merupakan hal kunci dalam model Circular Flow. Pemahaman akan
Langkah 1
Preferensi
(apa yang dikehendaki
oleh perorangan)
Langkah 2
Keterbatasan Anggaran (apa
yang dapat dilakukan
perorangan)
Langkah 3
Keputusan
(Dengan mempertimbangkan keterbatasan biaya, perorangan
berusaha mendapatkan kepuasan tertingginya)
Gambar 5.5 Model Pengambilan Keputusan Perorangan (Katz dan Rosen 1998)
76
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
perilaku konsumen penting untuk dipergunakan dalam sektor kesehatan. Terdapat berbagai hal yang dapat dipergunakan dalam sektor
kesehatan, akan tetapi terdapat pula berbagai hal yang sulit dipergunakan.
Dalam usaha memahami perilaku konsumen, beberapa langkah
yang perlu dilakukan (Lihat Gambar 5.5) antara lain:
1. Harus diketahui apa yang dikehendaki oleh konsumen.
2. Harus diketahui apa yang dapat dilakukan oleh perorangan, dalam
kaitannya dengan pendapatan dan harga-harga yang dihadapinya.
Kemampuan perorangan ini dipengaruhi oleh keterbatasan
anggaran yang dimiliki oleh seseorang.
3. Menganalisis keinginan konsumer (langkah 1) dan hambatan
anggaran (langkah 2).
Langkah 1 terkait dengan selera yang mempunyai tiga asumsi.
Asumsi pertama adalah Completeness, konsumen dapat memilih suatu
jasa atau barang dibanding alternatif lainnya. Sebagai contoh, jika
dihadapkan pada dua keranjang, yang satu berisi jeruk sedang
keranjang kedua berisi apel. Dalam hal ini konsumen dapat menyukai
keranjang pertama dibanding keranjang kedua, atau sebaliknya, atau
tidak dapat memilih di antara keduanya. Asumsi kedua adalah
Transitivity yaitu pilihan konsumen bersifat transitif. Jika seseorang
lebih menyukai jeruk dibandingkan apel, dan lebih menyukai apel
dibandingkan durian, maka konsumen tersebut pasti memilih jeruk
dibanding durian. Asumsi ketiga adalah non-satiation yaitu konsumen
selalu memilih lebih banyak barang daripada kurang.
Asumsi-asumsi ini ada yang sulit diterapkan dalam sektor kesehatan. Sebagai contoh, keinginan untuk melakukan operasi merupakan
keputusan yang diambil oleh dokter, bukan perorangan. Di samping
itu, asumsi non-satiation akan sulit diterapkan dalam sektor kesehatan
karena tidak ada orang yang ingin mendapat operasi atau obat terusmenerus. Hal ini akan dibahas lebih mendalam pada Bagian III.
Langkah kedua adalah memahami keterbatasan anggaran konsumen. Hal ini disebabkan oleh (dalam kehidupan) rumah tangga akan
mengalami keterbatasan anggaran. Rumah tangga sebagai konsumen
merupakan price-taker, artinya konsumer tersebut tidak mempunyai
Bagian II
77
kontrol atau pengaruh terhadap harga-harga yang ada. Dengan
demikian, konsumen mempunyai keterbatasan anggaran karena
pendapatannya terbatas dan ada barang atau jasa yang harus dibeli
dengan harga yang ditetapkan pihak lain. Dengan pemahaman ini
maka apabila pendapatan seseorang meningkat dan harga barangbarang yang diinginkan tetap, maka kemampuan untuk mendapatkan
barang tersebut akan semakin meningkat. Sebaliknya apabila hargaharga meningkat, pendapatan seseorang tetap, maka keterbatasan
anggaran menjadi semakin ketat.
Perbandingan perilaku antara dua titik keseimbangan lingkungan ekonomi dapat mempengaruhi keseimbangan yang dimiliki
oleh konsumen. Sebagai contoh adanya krisis ekonomi di Indonesia
sejak tahun 1997 yang mempengaruhi perilaku konsumer. Dalam
perubahan lingkungan tersebut akan terjadi perbandingan perilaku
antara dua titik waktu, sebelum dan sesudah perubahan. Dalam sektor
kesehatan, ada dua hal yang perlu dibahas dalam perbandingan antara
dua periode keseimbangan yaitu: (1) perubahan pada harga dan
pendapatan; (2) konsep elastisitas.
5.4 Harga, Pendapatan, dan Elastisitas
Beberapa catatan penting mengenai hubuangan antara perubahan harga, pendapatan dan konsep elastisitas yang dapat dilihat
pada keterangan berikut.
Perubahan pada Harga dan Pendapatan
Perubahan pada harga: Jika harga sebuah barang turun, dan
semua faktor dianggap tetap (Ceteris Paribus), maka jumlah yang
dikonsumsi akan meningkat. Perubahan pada harga ini akan memperbesar kemampuan anggaran.
78
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Perubahan harga antarbarang
Apabila sebuah harga barang atau jasa meningkat, kemungkinan
akan mempengaruhi jumlah barang lain yang dikonsumsi. Sebagai
contoh seperti yang diuraikan oleh Katz dan Rosen (1998) yaitu
hubungan antara heroin dan methadone (heroin tiruan). Untuk
mengurangi konsumsi heroin, pemerintah Hongkong menyediakan
methadone dengan harga yang murah sebesar 13 sen per dosis.
Perilaku para pecandu menarik untuk diamati. Apabila harga heroin di
pasar gelap meningkat, maka para pecandu akan memenuhi klinikklinik yang menyediakan methadone.
Dalam hal ini ada tiga jenis hubungan yaitu barang-barang
substitusi, barang yang bersifat komplementer, dan barang-barang
yang tidak saling terkait. Barang substitusi mempunyai ciri yang
sama-sama memenuhi kepuasan konsumer. Contoh heroin dan
methadone di Hongkong adalah barang substitusi, yang dapat
menggantikan satu sama lainnya. Contoh lain, antara teh dan kopi,
antara Toyota Corolla dan Honda Civic. Pada sektor kesehatan
pelayanan oleh dukun dapat menjadi substitusi bagi pelayanan dokter.
Barang komplemen berarti barang-barang tersebut harus dipakai
secara bersamaan untuk memenuhi kepuasan konsumer. Peningkatan
harga satu barang akan menurunkan permintaan barang komplemennya. Sebagai contoh, kenaikan bensin dan bahan bakar lainnya
dapat mengurangi jumlah permintaan mobil. Pada sektor kesehatan,
kenaikan tarif operasi kelas VIP dapat mengurangi permintaan akan
kamar VIP rumah sakit. Barang yang tidak berhubungan artinya
bahwa kenaikan harga sebuah barang tidak mempunyai dampak
terhadap permintaan barang lainnya.
Perubahan pada Pendapatan
Seorang novelis terkemuka, John Steinbeck cit. Katz dan
Rosen, (1998) pernah menyatakan bahwa when people are broke, the
first thing they give up are books. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
pendapatan seseorang menurun, maka akan terjadi penurunan
Bagian II
79
permintaan terhadap suatu barang. Sebaliknya, apabila pendapatan
meningkat, maka konsumsi akan barang tersebut meningkat pula. Hal
ini terjadi pada barang-barang yang mempunyai predikat normal
good. Buku menurut John Steinbeck adalah barang normal. Di
samping itu, dikenal barang dengan predikat inferior good yang
merupakan kebalikan dari normal good. Apabila pendapatan
seseorang naik, maka justru konsumsi akan barang inferior menjadi
turun. Dalam kenyataan sehari-hari, salah satu barang inferior adalah
beras murah atau ”bulgur” yang dimakan pada masa sulit.
Dalam sektor kesehatan, rumah sakit pemerintah bermutu
rendah dapat menjadi barang inferior yang hanya akan dipergunakan
oleh orang miskin yang tidak mempunyai pilihan. Ketika pendapatan
meningkat, maka rumah sakit pemerintah akan ditinggalkan, dan
beralih konsumsinya ke rumah sakit swasta yang lebih baik mutunya.
Contoh lain, di berbagai Balai Pengobatan (BP) Puskesmas sebenarnya dapat digolongkan sebagai barang inferior. Berbagai pengamatan menunjukkan bahwa pengguna BP Puskesmas adalah orang
miskin. Apabila sudah meningkat kekayaannya, kemungkinan orang
miskin meninggalkan BP Puskesmas untuk mencari pelayanan yang
lebih baik.
Menurut Budiono (1982), terdapat tiga kasus permintaan yang
menurun tidak berlaku yaitu kasus Giffen untuk barang inferior, kasus
spekulasi, dan kasus barang prestise. Kasus Giffen menunjukkan
situasi yang anomali yaitu kenaikan harga barang inferior X justru
menaikkan jumlah barang X yang diminta konsumen (Katz dan Rosen
1998). Kasus spekulasi terjadi bila konsumen berharap bahwa harga
barang besok pagi akan naik lagi, maka kenaikan harga tersebut hari
ini justru dapat diikuti oleh kenaikan permintaan akan barang tersebut
hari ini. Hal ini sangat sering terjadi pada pasar saham.
Untuk kesehatan, kasus spekulasi ini sangat jarang. Kasus
barang-barang prestise dapat terjadi pada beberapa barang tertentu,
misalnya permata bekas milik orang kenamaan. Kenaikan harga dapat
diikuti dengan kenaikan permintaan. Di sektor kesehatan terdapat
berbagai jasa dan barang yang identik dengan prestise. Contohnya rasa
prestise yang meningkat apabila dirawat oleh seorang dokter ternama.
80
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Kemungkinan dokter tersebut menaikkan tarif, tetapi justru diikuti
oleh peningkatan permintaan dan bukan sebaliknya. Demikian pula
apabila bangsal VIP yang dinaikkan harganya, ternyata justru
permintaannya meningkat.
Elastisitas
Dalam pengukuran perubahan antara dua momen, hal penting
lain yang perlu dibahas adalah konsep elastisitas. Elastisitas adalah
ukuran derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah
satu faktor yang mempengaruhinya. Beberapa macam konsep
elastisitas yang berhubungan dengan permintaan yaitu elastisitas harga
dan elastisitas pendapatan.
Elastisitas Harga
Bila harga bangsal VIP dinaikkan 50%, apakah para pengguna
bangsal VIP juga akan turun 50%, 10%, ataukah turun 75%?
Pertanyaan ini sangat penting terutama bagi konsumen yang
mempunyai keterbatasan anggaran. Kemungkinan konsumen akan
berpindah ke bangsal kelas I, kelas II, atau menggunakan bangsal VIP
rumah sakit lain yang tidak naik, ceteris paribus. Perbandingan
perubahan persentase ini menghasilkan konsep elastisitas harga yang
diukur dengan formula sebagai berikut.
Єh = (–)
persentase perubahan jumlah yang diminta
persentase perubahan harga barang tersebut
Pemakaian tanda negatif (–) di depan perbandingan untuk
menghindari hasil yang negatif karena dengan hukum permintaan
barang normal apabila terjadi kenaikan harga maka akan terjadi
penurunan permintaan barang.
Bila Єh > 1 berarti bahwa permintaan elastis. Dalam hal ini
persentase penurunan permintaan lebih besar dibandingkan dengan
persentase kenaikan harga. Dapat dinyatakan bahwa permintaan akan
Bagian II
81
barang tersebut sangat responsif terhadap kenaikan sehingga total
pengeluaran masyarakat untuk barang tersebut menjadi turun.
Bila Єh < 1 berarti bahwa permintaan inelastis. Artinya, jumlah
yang diminta tidak responsif terhadap kenaikan harga. Persentase
penurunan permintaan lebih kecil dibandingkan dengan persentase
kenaikan harga. Hasilnya, konsumen akan membelanjakan uangnya
lebih banyak pada barang yang inelastis tersebut. Bentuk tengah dari
elastisitas adalah elastisitas tunggal (unit elastic) ditunjukkan oleh
Єh = 1. Arti elastisitas tunggal adalah persentase kenaikan harga
adalah sama dengan persentase penurunan permintaan.
Faktor-faktor penentu Elastisitas Harga
Menurut Katz dan Rosen (1998) beberapa faktor yang
menentukan elastisitas harga sebagai berikut:
1. Adanya barang substitusi cenderung mendorong barang menjadi
lebih elastis. Sebagai contoh orang menganggap Honda Civic
sebagai substitusi yang dekat dengan Toyota Corolla. Jika harga
Toyota Corolla naik, maka akan banyak konsumen yang akan
membeli Honda Civic, ceteris paribus. Dengan demikian,
elastisitas harga Toyota Corolla cukup elastis. Produk-produk
pelayanan kesehatan biasanya bersifat inelastis, khususnya untuk
penanganan-penanganan yang akut dan tidak ada penggantinya.
Keadaan yang inelastik akan semakin kuat apabila terjadi monopoli
penyediaan pelayanan kesehatan tanpa ada produk substitusinya.
2. Elastisitas tergantung pada berapa besar bagian dari barang
tersebut pada anggaran konsumer. Secara umum, semakin kecil
bagian (fraksi) dari pendapatan yang dipergunakan untuk membeli
barang tersebut, maka elastisitasnya cenderung semakin kecil,
ceteris paribus.
3. Elastisitas harga tergantung pada waktu pengambilan analisis.
Waktu pengambilan nilai elastisitas sangat penting untuk
diperhatikan. Sebagai contoh satu minggu setelah kenaikan harga
bangsal VIP kemudian dilakukan pengukuran elastisitas. Hasilnya
akan berbeda jika dilakukan pengukuran kembali setelah dua bulan
82
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
pengukuran berikutnya. Kemungkinan elastisitas akan semakin
kurang setelah masyarakat terbiasa dengan harga baru. Contoh lain,
elastisitas harga bensin pada saat tahun pertama adalah 0.11
(Poterba, 1991). Dalam horison lima tahun ke depan elastisitas
harga menjadi 0.49, dan sepuluh tahun kemudian menjadi 0.89.
Dengan demikian kebijaksanaan menaikkan pajak bahan bakar
secara terus menerus dapat menjadikan bensin menjadi lebih
elastis. Artinya, akan terjadi penghematan pengeluaran untuk
bensin.
a. Elastisitas (Harga) Silang
Prinsip elastisitas berlaku pula pada barang-barang substitusi,
dan barang yang bersifat komplementer. Elastisitas harga secara silang
untuk permintaan barang Y terhadap perubahan harga barang Z adalah
persentase perubahan permintaan barang X akibat perubahan
persentase harga barang Y. Secara umum dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut:
Єxy =
persentase perubahan permintaan akan barang X
persentase perubahan harga barang Y
Sebagai catatan, tidak seperti elastisitas harga, dalam hal ini tidak ada
tanda negatif pada rumus Єxy. Elastisitas harga silang dapat menjadi
positif atau negatif karena akan memberikan tanda mengenai jenis
hubungan barang X dan Y. Jika X dan Y bersifat substitusi, kenaikan
terhadap harga barang Y, maka konsumsi barang X akan meningkat
sehingga Єxy akan positif, sedangkan apabila X dan Y adalah
komplemen, maka Єxy akan negatif. Untuk barang-barang yang tidak
berhubungan maka Єxy akan 0.
b. Elastisitas Pendapatan
Penggunaan konsep elastisitas dapat dipergunakan untuk
menilai dampak perubahan pendapatan (income) seseorang terhadap
83
Bagian II
konsumsi suatu barang. Elastistas pendapatan didefinisikan sebagai
persentase perubahan permintaan terhadap suatu barang dalam
hubungannya dengan perubahan pendapatan (income) nyata
konsumen. Secara umum dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.
EI =
persentase perubahan permintaan akan barang X
persentase perubahan pendapatan nyata
Seperti elastisitas harga silang, elastisitas pendapatan dapat
positif atau negatif. Untuk barang normal, EI bertanda positif, dan
untuk barang inferior EI negatif. Barang-barang kebutuhan pokok
biasanya mempunyai ЄI < 1, sedang untuk barang-barang tidak pokok
(misalnya barang-barang mewah) ЄI > 1. Barang-barang mewah
mempunyai ciri menarik, yaitu persentase kenaikan pendapatan terkait
dengan persentase konsumsi barang tersebut dengan besaran yang
lebih besar.
5.5 Rumah Tangga sebagai Pemasok Tenaga
Dari tahun ke tahun, jumlah mahasiswa kedokteran laki-laki
semakin menurun. Pada tahun 1980, mahasiswa laki-laki di FK UGM,
Yogyakarta sekitar 60%, sedangkan pada tahun 2000 turun menjadi
sekitar 40%. Mengapa terjadi penurunan tersebut? Apakah para wanita
semakin pandai sehingga dapat lolos dari Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Negeri yang sangat sulit? Ataukah para laki-laki yang enggan
menjadi dokter karena pekerjaan ini tidak menarik secara ekonomis?
Pada tahun 1980-an, pajak pendapatan secara drastis diturunkan di
berbagai negara. Amerika Serikat menurunkan pajak maksimal dari
70% menjadi 33%, Inggris dari 83% menjadi 60%; dan Swedia dari
50% menjadi 20% (Pechman, 1988; Steurle, 1992). Pengurangan
pajak ini bertujuan untuk merangsang ekonomi agar lebih tumbuh dan
berkembang. Secara lebih detail, kebijakan ini diharapkan mampu
mendorong orang agar lebih bekerja keras untuk memicu pertumbuhan ekonomi.
84
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa rumah tangga, seperti
pada model Circular Flow memasok tenaga dan model untuk
produksi. Pasokan tenaga ini akan tergantung pada preferensi dan
anggaran yang tersedia dalam ekonomi. Sebagai contoh, apabila
profesi dokter tidak menjanjikan pendapatan yang cukup, maka akan
berkurang keinginan untuk menjadi dokter. Rumah tangga akan
memberikan tenaganya untuk pekerjaan lain sehingga keinginan
menjadi dokter di rumah sakit akan menurun. Dalam hal ini terjadi
konsep kurva pasokan tenaga yang menghubungkan antara jumlah
tenaga yang dipasok dengan besarnya pendapatan. Hal ini yang
menjadi dasar pasar tenaga kerja dokter dan sudah terbukti di daerahdaerah yang ekonominya rendah, terjadi kekurangan dokter.
85
Bagian II
BAB VI
LEMBAGA USAHA (FIRMA)
6.1 Rumah Sakit dan Konsep Firma
Dalam model Circular Flow, firma atau lembaga usaha
merupakan salah satu dari empat penopang sistem ekonomi. Katz dan
Rosen (1998) mendefiniskan, bahwa lembaga usaha atau firma adalah
organisasi yang menjual dan membeli barang dan jasa dengan
mempunyai paling sedikit tiga komponen: (1) pekerja atau orang yang
dibayar atas gaji tetap dan mempunyai peraturan kerja; (2) manajer
yang bertanggung jawab menetapkan keputusan dan memonitor para
pekerja; (3) pemilik yang mempunyai modal dan menanggung risiko
keuangan usaha.
Di dalam sektor kesehatan, banyak terdapat firma atau lembagalembaga usaha dalam bidang kesehatan. Contoh yang paling jelas
adalah apotek yang berbentuk PT, rumah sakit, ataupun pelayanan
jasa ambulan. Sebagaimana pembahasan dalam teori mengenai rumah
tangga, perilaku lembaga usaha dapat dipelajari. Pada dasarnya sebuah
firma atau lembaga usaha diasumsikan mempunyai tujuan untuk
memaksimalkan keuntungan (for-profit). Namun, ada pula berbagai
lembaga usaha yang bertujuan tidak memaksimalkan keuntungan
(non-profit). Akan tetapi, pembagian tersebut tidaklah hitam putih.
Dees (1999) menyebutkan bahwa terdapat suatu spektrum dalam jenis
lembaga usaha, mulai dari yang murni kemanusiaan hingga yang
murni komersial (lihat Tabel 6.1).
Spektrum ini menguraikan berbagai jenis lembaga usaha yang
ada di masyarakat. Bagi lembaga usaha yang komersial murni maka
tujuan yang diukur dengan nilai-nilai ekonomi adalah profit. Secara
rumus, untung secara ekonomi dapat digambarkan sebagai berikut:
86
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Untung Ekonomi = Pendapatan Total – Biaya Ekonomi Total
Tabel 6.1 Spektrum Lembaga Usaha Murni Komersial dan Lembaga Usaha Murni Kemanusiaan
Murni Kemanusiaan
• Motivasi.
• Metode, dan
• Tujuan
Murni Komersial
Demi Kebaikan
Dipandu oleh
misi Nilai-nilai
Sosial
Motivasi campuran Dipandu
oleh misi dan nilai-nilai pasar
Nilai-nilai sosial dan ekonomi
Terkesan untuk
maksud sendiri
Dipandu oleh
nilai pasar Nilainilai ekonomi
Pihak yang
diuntungkan
Tidak
membayar sama
sekali
Mempunyai subsidi
berdasarkan kemampuan dan
mereka yang tidak membayar
sama sekali
Membayar tarif
berdasarkan nilai
pasar
Modal
Sumbangan
dana
kemanusian dan
hibah
Campuran antara sumbangan
dana kemanusiaan dan modal
yang dinilai berdasarkan pasar
Modal yang
berdasarkan nilai
pasar
Sukarela
Di bayar di bawah nilai pasar,
atau campuran antara sukarela
dengan yang dibayar penuh
Kompensasi
berdasar nilai
pasar
Diberikan
pasokan bahan
berdasarkan
sumbangan
kemanusiaan
Ada potongan khusus, atau
campuran antara sumbangan
dengan pasokan yang fullprice.
Pasokan bahan
dibayar
berdasarkan nilai
pasar
Stakeholders
Tenaga
kunci
Kerja
Pasokan
bahan
Sumber: Dees (1999)
Seperti yang digambarkan pada model Circular Flow, uang
mengalir ke dalam firma sebagai pendapatan total. Tentunya uang
juga mengalir ke luar firma sebagai pembayaran karena menggunakan
input untuk produksi. Uang yang mengalir ke luar ini disebut sebagai
biaya ekonomi total.
Dalam pemahaman ekonomi, masalah keuntungan ini tidaklah
sederhana. Terdapat suatu istilah yang disebut sebagai opportunitycost. Sebagai contoh, Hartono, seorang dokter, mempunyai rumah
sakit pribadi. Sebagai seorang dokter bedah Hartono mempunyai
rumah sakit kecil khusus untuk bedah. Hartono merangkap sebagai
Bagian II
87
dokter bedah sekaligus sebagai direktur rumah sakit. Biaya total
rumah sakit kecil yang dihitung oleh akuntan untuk tahun lalu adalah
5 milyar rupiah. Ternyata dalam perhitungan akuntansi yang ada, dr.
Hartono tidak dibayar sebagai direktur rumah sakit. Pemasukan dr.
Hartono terbatas pada jasanya sebagai dokter bedah. Dalam hal ini
jasa dr. Hartono sebagai direktur rumah sakit harus diukur sebagai
opportunity cost yaitu sebuah nilai apabila tenaga dr. Hartono sebagai
direktur tersebut dipergunakan untuk alternatif terbaiknya yaitu
sebagai dokter bedah. Jika waktu dr. Hartono selama 4 jam sehari
(waktu yang dipakai untuk mengelola rumah sakitnya) dipergunakan
sebagai dokter bedah, maka akan diperoleh pendapatan dr. Hartono
sebesar 1 juta rupiah per 4 jam per hari. Dengan demikian jika tidak
menjadi direktur rumah sakit, maka pendapatan dr. Hartono akan
bertambah menjadi sekitar Rp250 juta setahun. Biaya ini disebut
imputed cost. Jika ditambahkan maka total biaya ekonominya sebesar
Rp5,250 milyar. Dengan pemahaman ini maka biaya ekonomi total
seharusnya dihitung sebagai jumlah seluruh opportunity cost dari
seluruh input produksi. Jadi, ditemukan perbedaan antara biaya
ekonomi dan biaya yang tercatat dalam sistem akuntansi.
Dalam hal ini patut dicatat bahwa di Indonesia mulai banyak
rumah sakit yang tegas menyatakan diri sebagai organisasi yang
mencari untung dalam bentuk Perusahaan Terbatas, misalnya RS.
Pondok Indah atau RS Gleneagles. Akan tetapi, sebagian besar rumah
sakit di Indonesia berbentuk tidak mencari untung, tetapi juga bukan
lembaga kemanusiaan murni. Oleh karena itu, motivasinya campuran
dengan cara kerja dipandu oleh misi dan nilai-nilai pasar, serta
mempunyai nilai-nilai sosial dan ekonomi. Pemahaman mengenai
teori ekonomi untuk lembaga pencari keuntungan ini sangat penting
untuk memahami berbagai bentuk campuran.
Secara umum, dalam teori ekonomi seorang produsen atau
lembaga usaha harus menetapkan beberapa macam keputusan: (1)
barang atau jasa apa yang akan diproduksi?, (2) bagaimana cara
lembaga usaha memproduksi barang atau jasa tersebut?, (3) berapa
output yang harus diproduksikan dan berapa harga jualnya?, dan (4)
bagaimana lembaga usaha mempromosikan produknya?
88
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Q = f(x1, x2, x3,..., xn)
Q = tingkat produksi
x1,x2,...,xn = berbagai input yang digunakan
Dalam perilaku produsen, faktor yang sangat mempengaruhi
adalah tujuan produsen tersebut; apakah mengejar keuntungan
semaksimal mungkin, ataukah mengejar tujuan-tujuan lain. Pada
produsen yang mengejar keuntungan semaksimal mungkin maka
produksi harus dilakukan pada tingkat yang optimal.
6.2 Biaya (Ongkos) dan Penerimaan Firma
Dalam ekonomi, harus dibedakan antara pengertian ongkos
(cost) dengan penerimaan (revenue). Sebagai contoh tarif bangsal VIP
per hari adalah Rp 750.000,00 merupakan penerimaan rumah sakit,
bukan ongkos pihak rumah sakit dalam menyelenggarakan bangsal
tersebut. Ongkos bangsal VIP dapat berada di bawah, sama, atau di
atas tarif yang ditetapkan. Apabila tarif berada di bawah ongkos,
berarti rumah sakit tersebut merugi dalam penyelenggaraan bangsal
VIP.
Menurut Budiono (1982), dalam hubungannya dengan tingkat
output, ongkos produksi dapat dibagi menjadi:
a. Total Fixed Cost (TFC) atau ongkos tetap total, adalah jumlah
ongkos-ongkos yang tetap dibayar perusahaan (produsen), berapapun tingkat outputnya. Dengan demikian jumlah TFC adalah
tetap untuk setiap tingkat output. Contoh, penyusutan, sewa
gedung, dan sebagainya.
b. Total Variable Cost (TVC) atau ongkos variabel total adalah
jumlah ongkos-ongkos yang berubah menurut tinggi-rendahnya
output yang diproduksi. Contoh, ongkos untuk bahan mentah,
upah, makanan harian pasien, dan lain-lain.
c. Total Cost (TC) atau ongkos total adalah penjumlahan dari ongkos
89
Bagian II
tetap dengan ongkos variabel.
Rumus: TC= TFC + TVC
d. Average Fixed Cost (AFC) atau ongkos tetap rata-rata, adalah
ongkos tetap yang dibebankan pada setiap unit output.
Q = tingkat output.
Rumus: AFC = TFC/Q
e. Average Variable Cost (AVC) atau ongkos variabel rata-rata
adalah semua ongkos-ongkos lain selain AFC yang dibebankan
pada setiap unit output yang dihasilkan.
Rumus: AVC = TVC/Q
f. Average Total Cost (ATC) atau ongkos total rata-rata adalah
ongkos produksi dari setiap unit output yang dihasilkan.
Rumus: ATC = TC/Q
g. Marginal Cost (MC) atau ongkos marjinal adalah kenaikan dari
Total Cost yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit
output.
Penerimaan (revenue)
Revenue adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan
outputnya. Beberapa konsep revenue yang penting untuk analisis
perilaku produsen.
a. Total Revenue (TR) adalah penerimaan total produsen dari hasil
penjualan outputnya. Total Revenue adalah output (Q) dikalikan
harga jual output (Pq).
Rumus: TR = Q.Pq
b. Average Revenue, adalah penerimaan produsen per unit output
90
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
yang dijual.
Rumus: AR = TR/Q = Q.Pq/Q = Pq
Dengan demikian AR tidak lain adalah harga (jual) output per unit
= Pq
c. Marginal Revenue (MR) adalah kenaikan TR yang disebabkan
oleh tambahan penjualan 1 unit output.
Rumus: MR = dTR/DQ
6.3 Struktur Pasar
Pertemuan antara rumah tangga dan firma terjadi dalam pasar
barang atau pasar faktor-faktor produksi. Sebagai contoh, dalam
sektor kesehatan terdapat pasar barang seperti pasar obat-obatan atau
pasar bangsal VIP. Di samping itu, juga pasar faktor-faktor produksi,
misalnya pasar tenaga perawat, ataupun pasar tenaga dokter. Teoriteori ekonomi banyak menjelaskan alokasi sumber daya yang
seimbang dan efisien. Akan tetapi, dalam praktik sering terjadi hal-hal
yang tidak sesuai dengan keseimbangan yang diharapkan. Sebagai
contoh, teori equilibrium berasumsi bahwa lembaga-lembaga usaha
bersifat sebagai price-taker, artinya tidak bisa mengatur tarifnya
sendiri. Tarif atau harga ditentukan oleh hubungan dinamis antara
permintaan dan penyediaan. Akan tetapi, dalam praktik terjadi
berbagai keadaan, seperti adanya monopoli sehingga lembaga usaha
mampu membuat tarifnya sendiri, bukan ditentukan oleh pasar.
Di dalam sektor kesehatan salah satu hal penting adalah
penetapan tarif oleh dokter. Dalam konsep ekonomi, dokter dianggap
sebagai input tenaga yang berada dalam pasar produksi. Dalam hal ini
dokter bertindak sebagai penyedia dan permintaan dilakukan oleh
lembaga-usaha rumah sakit. Menarik bahwa penetapan tarif dokter
ditentukan oleh dokter sendiri karena di berbagai tempat untuk
spesialisasi tertentu, jumlah dokter sangat terbatas atau satu-satunya di
Bagian II
91
daerah tersebut. Akibatnya tarif dokter ditetapkan dengan nilai yang
sesuai dengan keinginan dokter. Dalam hal ini dokter tidak lagi
bersifat sebagai price taker, tetapi lebih sebagai price maker atau lebih
sebagai penetap harga.
Pada sisi penyediaan, terjadi berbagai keadaan, dari yang hanya
satu penyedia (monopoli) hingga ke jumlah penyedia yang banyak,
tidak terbatas (persaingan sempurna). Dengan mengacu pada jumlah
penyedia di pasar, maka struktur pasar dapat dibedakan menjadi dua
sisi yang berlawanan yaitu: (1) monopoli, dengan ciri jumlah penyedia
hanya satu; dan (2) persaingan sempurna, dengan ciri jumlah penyedia
sangat banyak.
Monopoli
Monopoli merupakan suatu struktur pasar yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Jumlah pembelinya sangat banyak, sehingga pembeli tidak
bersifat sebagai price-maker, tetapi lebih sebagai price-taker. Hal
ini berarti para pembeli tidak mempunyai kemampuan mempengaruhi harga. Pada aspek pembeli, strukturnya sama dengan
persaingan sempurna.
(2) Jumlah dan ukuran penjual hanya satu, sehingga tidak ada
saingan sama sekali. Kata “monopoli” berasal dari “mono” yang
artinya “satu”.
(3) Tidak ada barang substitusi untuk produk yang dimonopoli.
Sebagai contoh, hanya ada satu penjual Handy Talky dalam suatu
wilayah. Pertanyannya, apakah penjual Handy Talky ini bersifat
monopoli? Ada yang menyatakan tidak karena ada produk yang
bersifat substitusi erat yaitu produk telepon seluler yang dapat
dipergunakan sebagai alat komunikasi, seperti Handy Talky.
(4) Pembeli mempunyai informasi yang baik mengenai harga dan
ciri-ciri produknya.
(5) Muncul hambatan hukum atau teknologi bagi penjual baru untuk
masuk ke industri. Hal ini disebabkan oleh adanya aturan ataupun
penjual tunggal yang mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk
92
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
melakukan hambatan.
Tabel 6.2 berikut ini mencoba membandingkan antara struktur
pasar yang monopoli dan persaingan sempurna.
Tabel 6.2 Perbandingan Struktur Pasar
Monopoli
Persaingan sempurna
• Jumlah dan Ukuran
Pembeli
Banyak pembeli, dan tidak
ada yang mempunyai
pangsa besar dalam pasar
Banyak pembeli, dan tidak
ada yang mempunyai
pangsa besar dalam pasar
• Jumlah dan Ukuran
Penjual
Satu penjual
Banyak penjual, dan tidak
ada yang mempunyai
pangsa besar dalam pasar
• Derajat substitusi
Tidak ada substitusi yang
antar berbagai produk dekat
penjual
Produk berbagai penjual
bersifat homogen
• Sampai seberapa jauh,
pembeli tahu
mengenai Harga dan
Alternatif lainnya
Pembeli mempunyai
informasi yang baik
mengenai produk yang
ditawarkan penjual
Pembeli mempunyai
informasi yang baik
mengenai produk yang
ditawarkan penjual
• Kondisi untuk
masuknya penjual
baru
Ada hambatan hukum atau Tidak ada hambatan
teknologi yang menghalangi apapun untuk masuk
penjual baru untuk
beroperasi
Sumber: Katz dan Rosen (1998).
Dalam struktur pasar yang monopoli, maka perusahaan yang
monopolis dapat menerapkan prinsip memaksimalkan keuntungan
sebesar-besarnya. Sebagai price-maker perusahaan monopoli dapat
menetapkan harga di atas unit-cost. Pada jangka panjang, jika penjual
yang berada pada struktur pasar persaingan sempurna akan
mempunyai untung nol, maka perusahaan yang monopolis dapat
menikmati keuntungan dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh
adanya hambatan bagi pemain baru untuk masuk. Hal ini yang
menjadikan penjual monopoli dapat mempunyai pemasukan yang
sangat tinggi. Lebih lanjut, penjual monopoli cenderung memproduksi
Bagian II
93
barang lebih sedikit jumlahnya dibandingkan apabila produksi berada
pada struktur pasar persaingan sempurna. Akibatnya, ukuran ekonomi
akibat monopoli akan menurun. Hal ini disebut sebagai dead weight
loss of monopoly. Akibatnya, konsumen atau masyarakat secara luas
akan dirugikan. Dalam hal ini masyarakat tidak dapat secara maksimal
menikmati manfaat barang yang dimonopoli. Hal inilah yang
menjadikan pemerintah tidak ingin adanya monopoli ataupun merger
antarperusahaan yang membikin kekuatan monopoli.
Aspek Hukum Monopoli
Pertanyaan menarik di sini adalah mengapa terdapat aspek
hukum yang dapat menghalangi pemain baru masuk ke pasar. Seperti
di Amerika Serikat, terdapat peraturan bahwa suatu produk baru, hak
patennya dapat dipakai secara monopoli dalam waktu tertentu yang
cukup lama, 17 tahun. Tampaknya timbul kontradiksi antara tujuan
pemerintah untuk mengurangi dampak negatif monopoli, tetapi di sisi
lain tredapat aturan hukum yang melindungi monopoli untuk barangbarang tertentu.
Satu jawaban dari kontradiksi ini adalah hak untuk monopoli
diberikan dalam usaha untuk memicu penelitian dan pengembangan
(research and development). Hal ini diwujudkan dalam bentuk
kebijakan memberikan hak paten pada lembaga usaha yang sukses
menemukan produk baru, seperti obat baru, misal dalam kasus
Viagra©. Hak paten ini akan berperan sebagai pelindung sukses
penemuan tersebut untuk waktu tertentu (sebagian besar 17 tahun
lamanya). Pada periode ini lembaga usaha yang mempunyai hak paten
dapat menikmati keuntungan monopolis yang disebabkan oleh
penemuan produk.
Dengan demikian, hak paten yang monopolis dalam waktu
tertentu ini akan memicu inovasi di masyarakat. Andaikata tidak ada
hak paten, dapat diperkirakan pasar akan hancur dan tidak ada insentif
untuk inovasi. Sebagai catatan, inovasi terdiri atas: (1) inovasi proses,
misalnya menemukan suatu metode dalam proses produksi sehingga
lebih efisien; dan (2) inovasi produk dan jasa, misalnya penemuan
94
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
mesin fotokopi oleh Xerox©, atau Video Cassette Recorder, dan
komputer.
Selain hukum yang “melindungi” monopoli dalam waktu
tertentu, terdapat kebijakan pemerintah yang mencegah perusahaan
untuk melakukan monopoli, atau sekumpulan perusahaan yang akan
bertindak seperti monopolis yang cenderung mengurangi output
produksi. Kebijakan ini disebut anti-trust policy. Kebijakan ini sangat
terkenal di Amerika Serikat yang dipelopori oleh Sherman Antitrust
Act pada tahun 1890. Pihak yang mengawasi antitrust ini mempunyai
dua cara untuk mengatur perilaku lembaga usaha, yaitu: (1)
pendekatan kegiatan; dan (2) pendekatan struktural.
Pendekatan kegiatan merupakan pembatasan pemerintah terhadap perilaku lembaga. Sebagai contoh, apabila pemerintah menemukan adanya price fixing yaitu sekelompok firma menetapkan harga
secara bersama dan akan menghilangkan sifat persaingan yang
menjadi dasar sistem perekonomian. Price fixing ini dapat didenda
dan para manajer firmanya dapat dipenjara.
Pendekatan kedua berdasarkan pada pengaturan struktur
perusahaan. Jika firma sudah menjadi terlalu besar, maka akan terjadi
suatu monopoli. Sejarah undang-undang antitrust di Amerika Serikat
mencatat adanya pemecahan perusahaan-perusahaan dari yang besar
menjadi lebih kecil. Di samping itu, upaya menghalangi merger
antarperusahaan yang akan menciptakan monopoli juga menjadi
bagian dari pendekatan struktural untuk mencegah monopoli.
Pada kenyataannya memang sulit mencegah adanya monopoli.
Dalam hal ini dapat terjadi suatu monopoli yang alamiah. Hal ini
terjadi akibat adanya kenyataan bahwa pasar yang ada terlalu sempit
untuk dimasuki oleh banyak penjual. Dalam hal ini terdapat
economies of scale dari perusahaan. Pada kondisi ini secara alamiah
akan ditemukan perusahaan yang menguasai pangsa pasar sangat
besar dengan efisiensi produksi yang sangat tinggi. Berbagai keadaan
lain yang perlu diperhatikan yaitu perusahaan yang mampu
menetapkan harga adalah kartel, kompetisi yang monopolistik dan
monopsoni.
Bagian II
95
6.4 Public Goods dan Eksternalitas
Pada Bagian I telah dibahas mengenai public goods dan private
goods. Contoh barang publik dalam kesehatan adalah: program
peningkatan higina dan sanitasi, penyuluhan kesehatan, program
pembinaan kesehatan perusahaan, dan imunisasi. Penyuluhan
kesehatan berupa promosi kesehatan di televisi yang tidak membayar,
merupakan contoh program yang murni bersifat public goods.
Seseorang yang menonton acara televisi yang menyiarkan promosi
kesehatan tidak akan mengurangi jatah bagi orang lain untuk
menggunakannya. Sementara itu, sistem penyiaran melalui televisi
(yang bukan pay-TV) tidak memungkinkan untuk mencegah orang
menonton secara gratis.
Contoh pelayanan jasa pribadi: bangsal VIP rumah sakit,
pelayanan bedah plastik, operasi perorangan, dan lain sebagainya.
Hampir seluruh produk rumah sakit dapat dikategorikan private goods
karena ada unsur-unsur rivalry dan excludable. Penetapan tarif pada
bangsal VIP rumah sakit merupakan salahsatu cara mencegah yang
tidak berhak untuk mendapatkan pelayanan VIP.
Pelayanan jasa publik biasanya disubsidi oleh pemerintah.
Terdapat pelayanan kesehatan yang disubsidi 100%, tetapi ada pula
yang sebagian saja. Saat ini di Indonesia sedang diusulkan agar
dilakukan perubahan kebijakan, misalnya bagi daerah miskin tetap
disubisidi, sedangkan untuk masyarakat menengah ke atas subsidi
pemerintah dikurangi untuk diberikan ke daerah miskin.
Dalam konsep public goods tersebut, faktor eksternalitas
berperan penting dalam menentukan apakah sebuah barang merupakan
public goods atau private goods. Eksternalitas menurut Katz dan
Rosen adalah:
“… a direct effect of the action of one person or firms on the welfare
of another person or firm, in a way that is not transmitted by market
prices.”
Eksternalitas terdiri atas dua macam yaitu eksternalitas yang
baik dan yang buruk. Contoh eksternalitas yang baik dalam kesehatan
96
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
adalah seseorang penderita malaria mengobati dirinya hingga sembuh.
Tindakan penyembuhan ini memberikan eksternalitas positif pada
lingkungan sekitarnya karena akan mengurangi kemungkinan
penyebaran penyakit. Contoh lain, seseorang membersihkan rumahnya
dari sarang nyamuk akibat penyuluhan kesehatan di televisi. Tetangga
yang tidak melihat televisi tersebut akan mendapat dampak positif dari
semakin bersihnya rumah yang dibersihkan.
Eksternalitas yang jelek (negatif) dapat terjadi, misalnya rumah
sakit didirikan tanpa sistem limbah yang baik. Air limbah disalurkan
ke sungai tanpa penanganan yang cukup. Akibatnya, air sungai yang
menjadi tempat pembuangan limbah rumah sakit tercemar dengan
kuman penyakit. Dalam hal ini masyarakat di hilir sungai akan
mendapat dampak buruk dari kegiatan rumah sakit.
Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah memberikan subsidi
bagi public goods yang mempunyai eksternalitas positif. Misalnya
pemberian subsidi untuk pendidikan, pemberantasan penyakit menular, ataupun penyuluhan kesehatan. Pemberian subsidi ini diharapkan
akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber dana pemerintah.
Adanya eksternalitas positif diharapkan akan meningkatkan keuntungan program sosial pemerintah. Sebaliknya, bagi mereka yang menghasilkan eksternalitas negatif maka pemerintah melakukan berbagai
tindakan misalnya memberlakukan peraturan dampak lingkungan,
atau menetapkan pajak bagi yang menghasilkan polusi, hingga
mencegah adanya gangguan suara di malam hari.
6.5 Dunia Nyata dan Ekonomi Kesejahteraan
Dalam kenyataan, prinsip-prinsip ekonomi mikro yang tergambar pada bab-bab di atas tidak dapat berjalan tanpa melihat
kenyataan. Kenyataan utama yaitu bahwa peran pemerintah dalam
sistem ekonomi tidak dapat diabaikan. Dalam dunia nyata, besarnya
peran pemerintah bervariasi, mulai dari yang sangat besar seperti di
Cina dan Kuba, hingga yang kecil seperti di Amerika Serikat yang
berperan lebih sebagai wasit atau penata hukum. Akan tetapi, di
Bagian II
97
Amerika Serikat peranan pemerintah dalam ekonomi masih dapat
ditemukan, misalnya tersedianya dana federal untuk melindungi orang
miskin dari beban akibat sakit (Medicaid). Konsep program Medicaid
merupakan asal dari pemberlakuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) di
Indonesia. Program JPS diberlakukan karena ada etika pemerintah
untuk melindungi kelompok warga negara yang gagal dalam sektor
ekonomi untuk mendapatkan berbagai barang dan jasa, misalnya
dalam sektor pendidikan dan kesehatan.
Dalam hal ini peranan pemerintah menjadi sangat penting pada
berbagai keadaan di dunia nyata misalnya untuk mencegah monopoli,
kartel, ataupun keadaan tidak adanya pasar. Di samping itu, peran
pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam menjamin keadilan dan
pemerataan.
98
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
BAB VII
PENGANTAR EKONOMI MANAJERIAL
UNTUK RUMAH SAKIT
7.1 Masalah Manajemen dan Ekonomi
Perubahan disadari telah terjadi dalam rumah sakit. Fakta di
lapangan dan sejarah rumah sakit menunjukkan bahwa terjadi
pergeseran dari suatu sistem yang berpijak pada dasar kemanusiaan
menjadi sebuah lembaga usaha yang mempunyai misi sosial. Dalam
hal ini para pengelola rumah sakit di samping mampu memahami ilmu
ekonomi juga diharapkan mampu menerapkan prinsip usaha. Salah
satu hal penting dalam hal ini adalah pemahaman akan ekonomi
manajerial. Menurut Arsyad (1993) ekonomi manajerial adalah
penerapan ekonomi mikro dalam bisnis, serta menurut Pappas dan
Hirschey (1993), ekonomi manajerial menerapkan teori dan metode
ekonomi dalam pembuatan keputusan di dunia bisnis dan manajemen.
Secara lebih khusus, ekonomi manajerial menggunakan alat-alat dan
teknik-teknik analisis ekonomi untuk menganalisis dan memecahkan
masalah-masalah manajerial. Pengertian ini mempunyai makna bahwa
ekonomi manajerial menghubungkan ilmu ekonomi "tradisional" dan
ilmu-ilmu pengambilan keputusan (decision sciences) dalam pembuatan keputusan manajerial seperti yang disajikan dalam Gambar 7.1.
Masalah-masalah manajemen yang memerlukan keputusan
misalnya penetapan tarif dan produk, keputusan untuk membuat atau
membeli (make or buy decision), mencari teknik produksi yang paling
efisien, persediaan barang, rekruitmen dan pengembangan tenaga,
hingga masalah investasi dan pendanaan. Di rumah sakit yang bersifat
sosial penuh, dengan dukungan sumber pembiayaan yang tanpa batas,
99
Bagian II
Masalah-masalah
Manajemen
Teori Ekonomi
Kerangka teoritis dan
teknik analisis
Ilmu Pengambilan keputusan
Alat-alat pengambilan
keputusan
Ekonomi Manajerial
Penerapan teori ekonomi dan
metode pengambilan keputusan
untuk memecahkan masalah
Solusi yang optimal untuk memecahkan masalah
pengambilan keputusan manajerial
Gambar 7.1 Peranan ekonomi manajerial dalam pembuatan keputusan manajerial
(Arsyad, 1993, Pappas dan Hirschey, 1993)
peranan ekonomi manajerial dalam pengambilan keputusan mungkin
tidak diperlukan. Akan tetapi, pada rumah sakit yang bersifat sosialekonomi, terdapat beberapa masalah yang membutuhkan ekonomi
manajerial, misalnya dalam keputusan menentukan tarif bangsal VIP.
Di dalam rumah sakit yang bersifat sosial-ekonomi, adanya
bangsal VIP diharapkan menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang
dapat memberikan tambahan insentif ekonomi bagi para staf dan
mengembangkan rumah sakit. Dengan demikian, tarif bangsal VIP
seharusnya ditetapkan di atas ongkos produksi (berarti tidak ada
subsidi). Dalam menentukan tarif bangsal VIP, peranan ekonomi
manajerial sangat besar karena pengambil keputusan harus memperhatikan berbagai aspek seperti permintaan (demand) untuk bangsal
VIP, adanya pesaing, proyeksi BOR untuk analisis Break Even Point
dan besarnya ongkos produksi.
Dengan semakin meningkatnya persaingan dan tingginya biaya
100
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
investasi dalam rumah sakit maka peranan ekonomi manajerial
menjadi penting. Ilmu ekonomi mikro (terutama) maupun makro akan
dipergunakan bersama-sama ilmu pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah-masalah manajemen dalam rumah sakit. Di
bawah ini beberapa contoh kasus yang membutuhkan ekonomi
manajerial untuk mengatasi masalah manajemen di rumah sakit yaitu:
pembelian alat kedokteran yang harganya relatif mahal, keputusan
untuk menaikkan jasa medis bagi para dokter; pembangunan bangsal
VIP; dan masalah kebocoran anggaran dapur.
Pertanyaan penting dalam hal ini adalah bagaimana keputusankeputusan manajemen ditetapkan pada masa lalu? Apakah menggunakan model di atas? Ataukah keputusan ditetapkan secara naluriah
(instinct) atau pergi ke dukun? ataukah dengan kepercayaan sendiri?
Secara naluri, memang manusia dapat memutuskan atau menggunakan
pendekatan orang lain untuk membantu pengambilan keputusan dalam
usaha. Pada suatu masa, Indonesia pernah mengalami masa yaitu merk
rokok sangat bermacam-macam, misalnya Cap Pompa, Sukun,
Kerbau, Jarum hingga Bentoel. Pemberian nama dagang sebenarnya
membutuhkan proses pengambilan keputusan yang berbasis pada ilmu
ekonomi mikro, termasuk analisis mengenai preferensi perokok. Akan
tetapi, pada masa itu tampaknya nama-nama rokok ditetapkan
berdasarkan pendekatan yang tidak berbasis pada ilmu. Namun, saat
ini merk rokok diputuskan dengan berbagai pertimbangan termasuk
riset pasar. Bentoel dan Jarum pada masa kini, memberikan merek
Mild atau LA Light yang mengacu pada preferensi pasar.
7.2 Pengambilan Keputusan
Dalam Gambar 7.1, peranan ilmu pengambilan keputusan
merupakan bagian dari ekonomi manajerial. Menurut Wiratmo (1993)
pengambilan keputusan didefinisikan sebagai penentuan serangkaian
kegiatan guna mencapai hasil yang diinginkan. Jenis-jenis pengambilan keputusan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1)
pembagian berdasarkan apakah keputusan diprogram atau tidak dan
Bagian II
101
(2) berdasarkan kondisi informasi yang ada pada saat mengambil
keputusan. Bagian ini akan membahas pembagian keputusan berdasarkan kondisi informasi yang ada. Berdasarkan kondisi informasi
yang ada pada saat mengambil keputusan ini terdapat tiga jenis
keputusan:
a. Pengambilan keputusan secara pasti
b. Pengambilan keputusan dengan risiko
c. Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian.
Menurut Friedman (1985) perbedaan antara risiko dan ketidakpastian adalah ada tidaknya informasi mengenai probabilitas yang
dapat dijadikan pedoman memperkirakan hasil akhir pilihan keputusan. Pengambilan keputusan dengan risiko artinya hasil dari keputusan
yang diambil dapat ditentukan dan besarnya probabilitas dari setiap
peristiwa telah diketahui. Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian berarti hasil keputusan yang diambil dapat ditentukan dan
besarnya probabilitas dari setiap peristiwa tidak diketahui.
Dalam hubungan dengan risiko terdapat tiga kelompok orang
yaitu: (1) penghindar risiko; (2) pengambil risiko; dan (3) netral.
Penghindar risiko (Risk-Averse) adalah kelompok orang yang tidak
menyenangi ketidakpastian di masa depan. Para penghindar risiko ini
cenderung memilih hal-hal yang pasti. Sebaliknya, para pecinta risiko
merupakan kelompok orang yang lebih memilih ketidakpastian
(bahkan dalam suatu kondisi tertentu adalah perjudian) daripada
sesuatu yang pasti. Para penjudi adalah kelompok yang tergolong risklover, ataupun mereka yang menyenangi olahraga ekstrim seperti
terjun payung, arung-jeram, atau mendaki gunung.
Dalam usaha, pasti ada suatu ketidakpastian. Oleh karena itu,
salah satu sifat pengusaha adalah berani mengambil risiko dalam
menetapkan keputusan manajemen. Sebagai contoh, keputusan manajemen menaikkan tarif bangsal VIP di suatu rumah sakit pemerintah
kelas C, Bed Occupancy Rate (BOR) saat ini 75%. Dalam penghitungan analisis Break Even Point, proyeksi BOR sangat penting.
Secara sederhana kemungkinan yang ada sebagai berikut: Pilihan
pertama adalah menaikkan tarif bangsal VIP dan pilihan kedua adalah
tidak menaikkan tarif bangsal VIP.
102
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Pada pilihan pertama terdapat dua kemungkinan akibat dampak
dari perilaku konsumen bangsal VIP. Kemungkinan pertama,
walaupun tarif dinaikkan konsumen tetap memilih bangsal VIP RS
tersebut sehingga BOR tetap 75%. Dampaknya adakah dalam jangka
waktu 1 tahun bangsal VIP akan menghasilkan uang tambahan sebesar
Rp 400 juta dibanding tidak menaikkan tarif? Kemungkinan kedua,
karena dinaikkan maka sebagian konsumen tidak mau menggunakan
bangsal VIP. Sebagian konsumen akan memilih ke bangsal yang lebih
murah, atau menggunakan rumah sakit lain yang bangsal VIP-nya
lebih murah (dengan catatan dokternya mengijinkan). Akibatnya,
BOR turun menjadi 60%. Setelah dihitung maka dalam waktu 1 tahun
bangsal VIP akan berkurang penerimaannya sebesar Rp250 juta
dibanding tidak menaikkan tarif. Apabila tidak menaikkan tarif maka
kemungkinan rugi. Kerugian tadi dalam dua kemungkinan. Apabila
keadaan ekonomi memburuk dengan nilai rupiah yang terus lemah,
maka kerugian akan menjadi Rp200 juta setahun. Apabila rupiah agak
kuat, maka kerugian apabila tidak menaikkan tarif sebesar Rp50 juta.
Menjadi pertanyaan, apakah direktur rumah sakit akan menaikkan
tarif (pilihan 1) atau tidak (pilihan 2)? Keputusan ini akan berbasis risiko
apabila probabilitas terjadinya setiap kemungkinan pada pilihan 1
diketahui. Misalnya, kemungkinan kenaikan tarif berhasil probabilitasnya
0,8, sedangkan kemungkinan gagal sebesar 0,2. Pemahaman proses
penetapan keputusan ini dapat dilakukan dengan memahami konsep
pohon keputusan (decision tree). Pohon keputusan merupakan gambaran
grafis masalah pilihan keputusan yang menunjukkan hasil-hasil yang
mungkin dan kaitannya dengan tindakan yang dilakukan. Dalam pohon
keputusan ada yang disebut sebagai titik keputusan, yaitu titik ketika
seseorang dihadapkan pada keputusan yang mempunyai cabang yang
mewakili pilihan. Dalam Gambar 7.2 tampak pilihan untuk direktur
rumah sakit tersebut, menaikkan tarif atau tidak menaikkan tarif. Titik
keputusan digambarkan dengan kotak.
Misalnya direktur memilih keputusan menetapkan tarif, maka
kemungkinan pilihan akan menaikkan tarif berhasil dengan indikator
BOR-nya tidak turun dan pendapatannya meningkat. Akan tetapi, pada
titik ini terdapat kemungkinan pula keputusan menaikkan tarif gagal,
103
Bagian II
sehingga justru pendapatan dari bangsal VIP turun. Di sini terdapat titik
peluang yang digambarkan dengan bulatan. Pada titik peluang ini akan
digambarkan probabilitas kegagalan atau keberhasilan keputusan.
0.8
Rp400.000.000,00
(titik akhir)
Titik peluang
Menaikkan Tarif
0.2
(-) Rp250.000.000,00
(titik akhir)
Titik keputusan
Tidak Menaikkan Tarif
0.5
(-) Rp200.000.000,00
(titik akhir)
Titik peluang
0.5
(-) Rp50.000.000,00
(titik akhir)
Gambar 7.2 Diagram Pengambilan Keputusan
Dengan informasi ini maka dapat dihitung hasil akhir tiap-tiap
cabang. Pada cabang menaikkan tarif, hasil akhir yang didapat sebesar
(0,8 X Rp400.000.000,00) + (0,2 X – Rp250.000.000,00) =
Rp320.000.000,00 + (– Rp50.000.000,00 ) = Rp 270.000.000,-. Dengan
probabilitas yang cenderung berhasil ini, maka cabang menaikkan tarif
akan memberikan kemungkinan mendapatkan pemasukan tambahan
Rp270.000.000,00. Pada cabang tidak menaikkan tarif, hasil yang didapat
adalah sebesar (0,5 X – Rp200.000.000,00) + (0,5 X – Rp50.000.000,00)
= – Rp125.000.000,00. Dengan demikian, direktur rumah sakit secara
rasional akan menetapkan keputusan menaikkan tarif.
104
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
Dalam hal ini besar angka probabilitas sangat menentukan hasil
akhir keputusan. Pada perhitungan di atas, harap diperhatikan bahwa
angka probabilitas untuk keberhasilan menaikkan tarif sangatlah
tinggi (0,8), mendekati angka 1. Apabila angka probabilitas ini berubah menjadi rendah, misalnya 0,1, maka hasil akhir akan berbeda.
Dengan angka probabilitas baru ini maka dapat dihitung hasil akhir
tiap-tiap cabang. Pada cabang menaikkan tarif, hasil akhir yang didapat sebesar (0,1 X Rp400.000.000,00) + (0,9 X – Rp250.000.000,00)
= Rp40.000.000,00 + (– Rp225.000.000,00 ) = – Rp185.000.000,00.
Dengan probabilitas yang cenderung gagal ini maka cabang
menaikkan tarif akan memberikan kemungkinan rugi sebesar
Rp185.000.000,00. Sementara itu, untuk cabang tidak menaikkan tarif
hasil yang didapat adalah tetap (karena tidak ada perubahan angka
probabililtas) yaitu – Rp125.000.000,00 Dengan demikian direktur
rumah sakit secara rasional memutuskan tidak menaikkan tarif. Secara
matematika dengan menaikkan tarif secara teoritis (pada titik
keputusan) akan memberi kerugian yang lebih banyak (minus
Rp60.000.000,00) dibandingkan dengan tidak menaikkan tarif.
Pendekatan penetapan keputusan berbasis risiko dengan model
pohon keputusan ini memang secara teoritis dapat menerangkan
peranan ilmu ekonomi dan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah manajemen. Akan tetapi, pertanyaan penting disini
adalah, apakah model pengambilan keputusan berbasis risiko ini
merupakan hal yang lazim dikerjakan atau tidak di sektor rumah sakit
di Indonesia? Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana menetapkan
nilai probabilitas?
Secara kultural sebenarnya bangsa Indonesia tidak mengenal
konsep risiko. Hal ini dapat dikaji dari tidak adanya padanan kata
bahasa Indonesia untuk risiko. Pemahaman risiko tersebut mengandung unsur probabilitas dan hasil akhir yang diputuskan. Di dalam
sektor rumah sakit khususnya milik pemerintah dan rumah sakit
keagamaan, pengambilan keputusan berdasarkan risiko yang merupakan konsep dasar keputusan bisnis merupakan hal yang baru. Hal
ini dapat dilihat misalnya pada kasus-kasus keterlambatan rumah sakit
keagamaan melakukan investasi untuk pengembangan baru.
Bagian II
105
Berdasarkan pengamatan, perilaku sebagian eksekutif rumah sakit
pemerintah dan keagamaan lebih berdasarkan perintah atau petunjuk
dari atasan, atau dibatasi oleh sistem birokrasi yang tidak mengenal
risiko. Dengan sistem yang tidak mengenal konsep risiko, maka
pemberian nilai probabilitas pada suatu usaha menjadi hal yang tidak
biasa dilakukan. Berbagai pengembangan baru dilaksanakan atas
pertimbangan adanya proyek pemerintah atau pinjaman asing yang
sudah wajib dikerjakan. Apabila dilakukan penetapan nilai probabilitas suksesnya kegiatan, metode yang dilakukan lebih pada dugaan,
bukan melalui studi kelayakan yang memperhitungkan faktor risiko
pengembangan.
7.3 Prospek Aplikasi Ekonomi Manajerial dalam Sektor Rumah
Sakit
Keputusan perubahan tarif bangsal VIP hanya merupakan salah
satu aplikasi ilmu ekonomi manajerial dalam manajemen rumah sakit.
Penggunaan ekonomi manajerial berkaitan erat dengan kemampuan
dan wewenang pengambilan keputusan yang dimiliki oleh manajemen
rumah sakit yang dipimpin oleh direkturnya. Tanpa wewenang maka
suasana keputusan akan cenderung birokratis.
Aplikasi ekonomi manajerial dalam rumah sakit mempunyai
berbagai konsep dan isu dasar yang mempengaruhinya. Satu kata
kunci yang sangat penting dalam aplikasi ekonomi dan ekonomi
manajerial rumah sakit adalah posisi "laba" (profit) dalam tujuan
rumah sakit. Secara tradisional, sebagai organisasi normatif yang
bersifat sosial maka laba merupakan hal yang tidak lazim ditemui
dalam manajemen rumah sakit, khususnya rumah sakit pemerintah.
Pertanyaan yang terus akan dibahas dalam buku ini adalah
dalam perubahan menjadi organisasi sosial-ekonomi, apakah laba
merupakan hal yang harus dijauhi rumah sakit? Dalam bab ini telah
ditekankan bahwa suatu organisasi yang mengandung sifat ekonomi,
posisi laba sangat penting. Para ekonom secara umum mendefinisikan
laba sebagai kelebihan penerimaan atas biaya-biaya yang digunakan
106
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
dalam usaha. Dalam konteks manajemen rumah sakit, kelebihan
pembayaran ini dapat dipergunakan untuk berbagai hal seperti usaha
pengembangan rumah sakit dan peningkatan insentif untuk bekerja.
Jika laba merupakan hal yang harus dijauhi maka perlu kemampuan
subsidi yang besar guna pelayanan rumah sakit. Dalam hal ini konsep
campuran antara lembaga usaha dan sosial perlu diperhatikan.
Di masa depan, penggunaan konsep ekonomi akan semakin
relevan diperhatikan karena terjadi kecenderungan dalam sektor
rumah sakit hal-hal: (1) keterbatasan subsidi untuk rumah sakit; (2)
struktur pasar rumah sakit yang semakin kompetitif; dan (3) adanya
kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan dan otonomi rumah
sakit.
Keterbatasan subsidi untuk pelayanan rumah sakit diproyeksikan akan semakin ketat. Dalam hal ini pelayanan rumah sakit
dibanding misalnya dengan pelayanan penyakit menular, lebih bersifat
sebagai private-goods. Hal ini berarti bahwa subsidi pemerintah
sebaiknya lebih diarahkan pada program pemberantasan penyakit
menular atau pelayanan kesehatan yang lebih bersifat public goods.
Dengan pengertian ini maka timbul pertanyaan lebih lanjut: apakah
pelayanan rumah sakit merupakan suatu hak yang dimiliki oleh
masyarakat? ataukah merupakan komoditas dagang? Sejarah yang
akan membuktikan nanti. Bagian V akan membahas masalah ini
secara lebih mendalam. Patut dicatat bahwa saat ini telah banyak
rumah sakit yang telah tegas-tegas menempatkan pelayanan rumah
sakit sebagai komoditas dagang.
Kecenderungan kedua yang memicu penggunaan ilmu ekonomi
dalam sektor kesehatan adalah struktur pasar rumah sakit. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menganut
paham yang mendorong penerapan prinsip-prinsip pasar ke dalam
pelayanan kesehatan. Paham ini sejalan dengan situasi yang terjadi
pada perekonomian dunia. Paham yang mengacu pada sosialisme
ataupun "negara kesejahteraan" semakin tidak mendapat tempat
karena keterbatasan anggaran pemerintah. Sejarah perkembangan
ekonomi telah menunjukkan hal ini. Negara-negara yang mengacu
pada paham negara yang mengatur, satu per satu meninggalkan
Bagian II
107
konsep tersebut dan menggunakan sistem pasar. Dengan mengacu
pada pasar, diharapkan akan terjadi kompetisi antarrumah sakit yang
akan menghasilkan efisiensi. Berbagai usaha yang dapat meningkatkan "efisiensi" dalam suasana yang kompetitif adalah:
1. Keuntungan merupakan tujuan utama, sehingga rumah sakit
berusaha menekan ongkos produksi sekecil mungkin. Akan tetapi,
harus diingat bahwa ongkos produksi yang kecil mungkin tidak
memperhitungkan ongkos sosial.
2. Tidak dijumpai peraturan-peraturan yang menghambat modal asing
masuk dan menyelenggarakan rumah sakit.
3. Para pemakai jasa rumah sakit semakin mendapat informasi
mengenai pelayanan yang diterimanya. Dengan demikian, mereka
dapat memilih yang terbaik dan sesuai dengan pilihannya.
Paham ini masih dapat diperdebatkan. Apakah kompetisi yang
ketat dapat menghasilkan "efisiensi"? Apa definisi efisiensi di sini?
Pembahasan mengenai efisiensi ini akan dilakukan secara lebih
mendalam pada Bagian V. Akan tetapi, kecenderungan sudah terjadi
bahwa pasar rumah sakit semakin terbuka, termasuk untuk penanaman
modal asing. Hasil akhirnya adalah pasar rumah sakit yang semakin
kompetitif.
Faktor pemicu ketiga adalah kebijakan desentralisasi pengambilan keputusan keuangan dan otonomi rumah sakit. Berdasarkan
peraturan ICW, pengelolaan keuangan rumah sakit pemerintah di
Indonesia bersifat sentralisasi. Dengan sifat ini maka keputusan
penggunaan sumber daya ekonomi dapat terjadi tidak berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Terjadi apa yang disebut
sebagai lingkaran setan “kemandegan” pengembangan rumah sakit
pemerintah. Dengan otonomi rumah sakit yang mengarah pada desentralisasi pengambilan keputusan keuangan, maka dapat disimpulkan
bahwa aplikasi ekonomi manajerial dalam sektor rumah sakit akan
semakin relevan. Akan tetapi, saat ini berbagai kebijakan pemerintah
berusaha merubah kebijakan ICW tersebut, dengan adanya Perjanisasi
RSUP, dan berkembangnya Lembaga Teknis Daerah untuk RSD yang
mengacu pada prinsip otonomi.
108
Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa prospek aplikasi ekonomi dan
ekonomi manajerial akan semakin kuat pada sektor rumah sakit di
Indonesia. Manajer rumah sakit diharapkan menyadari bahwa
keputusan-keputusan manajemennya selalu membutuhkan analisis
dari sudut pandang ilmu ekonomi. Dengan menggunakan alat dan
konsep ekonomi termasuk ekonomi manajerial maka keputusan yang
diambil dapat lebih optimal mengingat keterbatasan sumber daya.
Patut dicatat bahwa konsep-konsep ekonomi dan ekonomi manajerial
tidak terbatas dipergunakan hanya oleh lembaga kesehatan for-profit.
Konsep-konsep ekonomi dan ekonomi manajerial relevan untuk
dipergunakan oleh rumah sakit, Puskesmas, bahkan juga Dinas
Kesehatan.
Sebagai catatan akhir, ekonomi merupakan ilmu yang luas,
sehingga pembahasan di Bagian II ini tidaklah cukup untuk memahaminya secara mendalam. Bacaan ini lebih bersifat sebagai pengantar
untuk membaca buku-buku ilmu ekonomi yang tersedia. Untuk
memahami ekonomi mikro dan ekonomi manajerial secara lebih
dalam, dianjurkan membaca berbagai buku teks mengenai ekonomi
dan ekonomi manajerial.
Download