milik ukdw - SInTA UKDW

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Penyebab Konflik Destruktif di Indonesia: Agama atau Ajarannya?
Begitu banyak realitas kekerasan yang terjadi mengatasnamakan agama dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia. Mulai dari perusakan rumah ibadah yang
dianggap sebagai simbol tertinggi dari suatu keagamaan sampai pada berbagai
macam kekerasan fisik (penganiayaan) pun dilakukan demi memperjuangkan
W
‘nama’ agama. Muncul pertanyaan dalam diskusi di kalangan intelektual, apakah
ini konflik agama atau konflik kepentingan? Banyak ahli atau para intelektual
KD
mengakhiri pendapatnya dengan jawaban atau kesimpulan yang cukup tegas
bahwa konflik yang terjadi adalah konflik politik dari pihak-pihak tertentu yang
menggunakan kekuatan fungsional agama dalam kehidupan bermasyarakat demi
U
kepentingannya baik pribadi maupun komunal.
IK
Berbagai konflik yang terjadi dalam masyarakat yang turut melibatkan agama
sesungguhnya tidak dapat dikatakan sebagai konflik (antar) agama. Sebagian
M
IL
besar intelektual, kaum rohaniawan dan para pemikir berpendapat bahwa konflik
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat (sekalipun kemudian diberi label
‘konflik agama’) memiliki berbagai variabel penyebab, antara lain digolongkan
menjadi tiga aspek yang bersifat internal, eksternal dan struktural-kultural.1 Aspek
eksternal dan struktural kultural sudah biasa dibahas dalam pertemuan-pertemuan
lintas agama maupun dialog-dialog antar umat beragama yang sering terjadi.
Seolah-olah di dalamnya dengan tegas menyimpulkan bahwa agama bukanlah
sebagai penyebab terjadinya konflik dan kekerasan, melainkan adanya
faktor/oknum di luar agama yang ‘menunggangi’ atau berusaha memanfaatkan
fungsional tatanan nilai agama di tengah-tengah masyarakat demi suatu
kepentingan tertentu.
1
Penggolongan berbagai variabel penyebab konflik dan kekerasan oleh Abdul Munir Mulkhan
dalam kata pengantarnya yang berjudul ‘Dilema Manusia dengan Diri dan Tuhan’, dalam Th.
Sumartana, dkk., Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia, 2001, hal. xiii-xx 1
Namun rupanya aspek yang bersifat internal tidak terlalu menjadi perhatian dalam
dialog-dialog tersebut. Beberapa orang intelektual berusaha menyoroti aspek
internal bahwa di setiap kehidupan agama tersimpan potensi bagi munculnya
konflik dan kekerasan. Arifin Assegaf2 mengungkapkan beberapa faktor internal
penyebab konflik, antara lain:
ƒ
Eksklusivitas para pemimpin beserta para penganut agama. Sikap atau
watak ini dimiliki oleh setiap agama secara turun-temurun terutama
agama-agama Ibrahim/Abrahamic Religions atau agama pewahyuan
yakni Yahudi, Kristen dan Islam. Muncul adanya doktrin extra
nulla
salus
dan
extra
ecclesiam
W
ecclesiam
nulla
propheta
menunjukkan jelas akan sikap eksklusif tersebut.
Sikap tertutup dan saling curiga antaragama.
ƒ
Keterkaitan yang berlebihan terhadap simbol-simbol keagamaan.
KD
ƒ
Contohnya, masjid dan gereja tidak lagi dipandang sebagai tempat
U
ibadah tetapi sebagai simbol agama, bukan lagi sebagai tempat sakral
di mana ada hubungan transenden antara manusia dan Tuhan dalam
IK
ritual di dalamnya, tetapi menjadi sesuatu materi yang dibanggakan
sehingga ketika diganggu/terjadi perusakan akan menimbulkan reaksi
M
IL
emosional dan pengorbanan yang destruktif demi membela materi
yang dibanggakan tersebut.
Ketiga faktor tersebut menjadi penyebab internal dalam agama bagi timbulnya
konflik dan kekerasan. Frans Magnis Suseno3 menambahkan satu hal lagi yakni
warisan sejarah yang mempengaruhi hubungan antar umat beragama di Indonesia
dan juga tidak dapat dihapuskan dari ingatan, terutama di antara umat Kristen dan
umat Islam. Mulai dari peristiwa sejarah perang salib sampai pada masuknya
agama Kristen yang erat diwarnai oleh imperialisme kolonial Eropa. Ditambah
lagi dengan keberagaman etnis/budaya dan wilayah di Indonesia. Semuanya itu
2
3
Arifin Assegaf, ‘Memahami Sumber Konflik Antar Iman’, dalam Th. Sumartana, dkk., scn. 1,
hal. 34-36 Frans Magnis Suseno S.J., ‘Pluralisme Agama, Dialog dan Konflik di Indonesia’, dalam Th.
Sumartana, dkk., scn. 1, hal.68-71 2
menimbulkan suatu faktor konflik yang komunalistik. Komunalistik yang
dimaksud adalah suatu gejala sosio-psikologis di mana orang semakin tidak
mampu lagi menghayati diri sebagai ‘kita’ melainkan sebagai ‘kami’ dan
‘mereka’. Orang tidak mampu lagi menyadari akan keberadaan ‘kita saudara
sebangsa’ ataupun ‘kita sebagai sesama manusia’, melainkan menghayati diri
sebagai ‘kami’ yang berhadapan dengan ‘mereka’.
Jika sudah seperti itu, maka kita akan melihat suatu yang ironis. Di satu sisi
agama memiliki potensi sebagai penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat,
sementara di sisi lain agama memiliki fungsi sosial sebagai yang mengajarkan
W
kewajiban untuk mengasihi sesama dan menciptakan kedamaian di dunia. Namun
sesungguhnya, agama pada dirinya sendiri tidak berperan sebagai pemicu konflik
KD
dan kekerasan. Lalu, bagaimana upaya yang dapat dilakukan saat ini demi
terciptanya suatu rekonsiliasi antar umat beragama yang selama ini kerap kali
U
berkonflik?
Banyak usulan yang diberikan para ahli sebagai suatu upaya untuk menciptakan
IK
suatu rekonsiliasi antar umat beragama dalam konteks masyarakat Indonesia.
Salah satu sumbangsih pemikiran tersebut adalah dengan berdialog, atau dialog
M
IL
antar umat beragama. Upaya tersebut bukan lagi hal yang baru untuk dilakukan
oleh masyarakat Indonesia, dan hasilnya kekerasan dalam kehidupan umat
beragama tetap terjadi. Apa yang menjadi masalahnya kemudian?
B. Batasan Permasalahan
Dalam upaya berdialog antar umat beragama terdapat faktor penghambat, baik
eksternal maupun internal. Dalam pendahuluan ini kita tidak akan memaparkan
faktor-faktor eksternal namun sebaliknya kita akan mencoba untuk mencari tahu
faktor internal dalam agama Kristen sendiri, sebagai suatu upaya untuk berefleksi
dan berinstrospeksi (‘bercermin’). Salah satu faktor internal yang menjadi
penghambatnya adalah kepercayaan orang Kristen terhadap Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Allah, yang bagi umat Islam adalah dosa syirik, padahal baik
3
Kristen maupun Islam sama-sama mengakui bahwa agama mereka adalah agama
yang monoteis. Bagi umat Islam, Yesus adalah satu dari sekian banyak nabi
(manusia) yang diutus Allah untuk menyampaikan Injil (kabar gembira) kepada
orang Yahudi. Tidak lebih dari sekedar nabi, apalagi sampai memanggil dan
menyembah-Nya sebagai Tuhan dan Allah. Permasalahan tentang kristologis
tersebut menjadi batasan pertama dalam tulisan ini.
Yang kedua, yakni bahwa umat Kristen sendiri mengalami kesulitan untuk
menjelaskan siapa Yesus (konsep kristologi), terutama di kalangan orang dewasa
dan orang-orang muda (sebagai kaum awam), yang secara sosial bersentuhan
W
langsung dalam proses dialog antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Tidak jarang orang Kristen yang sulit untuk menjelaskan kepada tetangga
KD
atau rekan kerja, ataupun teman sekolah mereka tentang posisi Yesus Kristus
dalam konsep Allah Tritunggal, dan kejelasan posisi Yesus dalam agama Kristen.
Lalu di mana letak permasalahan mendasarnya: apakah teks Alkitabnya yang
U
salah, pengajaran gerejanya, atau, cara membacanya?
IK
Upaya para teolog dan pemikir-pemikir Barat dalam merekonstruksi kristologi
melalui pendekatan historis-kritis dalam teks Alkitab sudah cukup banyak
M
IL
memberikan sumbangan bagi pembangunan iman orang percaya. Banyak gelar
kristologis yang sulit dipahami semula, kini sudah terpecahkan dalam pemahaman
relasional (fungsional) Yesus Kristus dan Allah Bapa. Dr. C. Groenen4
mencatatkannya dengan sistematis dan mudah dipahami oleh umat/awam.
Berangkat dari keyakinan bahwa “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin
maupun hari ini sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8), Groenen memaparkan
dengan baik bagaimana perkembangan pemikiran tentang Yesus Kristus pada
umat Kristen masa kini.
Benar bahwa Yesus Kristus tetap sama, tetapi muncul permasalahan selanjutnya,
bahwa manusia (subjek) yang berpikir tentang Yesus Kristus tidak tetap dan tidak
sama, baik dahulu maupun kini sampai selama-lamanya. Yang patut untuk
4
Dalam bukunya yang berjudul, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang
Yesus Kristus pada Umat Kristen, 1988 4
disadari oleh semua orang – terutama para teolog yang hendak mendedikasikan
hidupnya untuk membimbing umat – bahwa konsep-konsep kristologis yang
tertulis dalam teks Alkitab kita merupakan hasil pemikiran-pemikiran dari
manusia-manusia yang berbeda konteks dengan kita pada saat ini, baik konteks
waktu, tempat, budaya maupun pergumulan sosial. Perkembangan pemikiran
kristologis yang tertulis dalam teks Alkitab tersebut adalah buah pergumulan
teologis para penulis teks Alkitab yang berada dalam konteks yang jauh berbeda
dengan konteks kita saat ini. Sebagai pembaca masa kini yang meyakini bahwa
Firman Allah adalah hidup, yakni selalu memiliki arti bagi kehidupan kini –
sekalipun situasi jaman sudah sangat berbeda jauh dengan situasi di mana teks
W
Alkitab lahir, maka sebaiknya kita pun senantiasa lebih dinamis dalam berteologi
KD
atau menghidupi teks Alkitab di konteks kehidupan kita kini.
U
C. Pemilihan Judul
Permasalahan tersebut telah menggugah minat penyusun untuk lebih konsentrasi
IK
mempelajari secara mendalam teks Alkitab, serta secara khusus memberi
perhatian lebih kepada teks-teks yang seringkali dihayati umat Kristen sebagai
M
IL
kebenaran kristologis mutlak. Dalam penelitian ini, penulis hendak mempelajari
dan memahami pengakuan kristologis dalam Injil Yohanes5, dengan judul:
Menelaah kembali pengakuan iman Tomas dalam Injil Yohanes:
“Ya Tuhanku dan Allahku!”
Pemilihan judul tersebut telah melalui beberapa pertimbangan atau alasan, baik
berupa prapaham dan atau pertanyaan sebagai berikut:
5
Sandra M. Schneiders, Written That You May Believe, Encountering Jesus in The Fourth
Gospel, 1999, hal. 13, mengatakan bahwa konsep Tritunggal yang diperdebatkan dalam sejarah
gereja selama berabad-abad bermula dari teks Injil Yohanes sebagai bibit lahirnya konsep
tersebut. 5
1. Keunikan Injil Yohanes dibandingkan dengan injil Sinoptik.
-
Injil Yohanes adalah Injil yang berbeda dari Injil Sinoptik dalam
mengungkapkan siapa Yesus Kristus kepada pembacanya. Identitas
Yesus Kristus dituangkan dalam bahasa dan alam pikir yang berbeda
(khas) dari Injil Sinoptik. Pada dasarnya, semua Injil ditulis/disusun
berdasarkan konteks pembacanya untuk dibina oleh si penginjil.
Namun, dibandingkan ketiga Injil lainnya, Injil Yohanes dinilai lebih
maju dalam upaya membina iman kepercayaan pembacanya6.
-
Injil Yohanes sendiri sangat unik dari ketiga Injil lainnya, dan
Pengakuan Tomas, menurut seorang ahli7, adalah suatu puncak
W
pengakuan iman dari Injil Yohanes. Inikah yang membedakan
pengakuan iman Tomas berbeda daripada pengakuan iman lainnya
KD
dalam Perjanjian Baru? Jika Injil Yohanes merupakan tulisan reflektif
yang unity, maka pengakuan Tomas tersebut yang terletak di bagian
penutup/kesimpulan dari refleksi seluruh Injil Yohanes pastilah
U
memiliki maksud.
-
IK
2. Kisah penampakan Yesus yang berbeda dalam Injil Yohanes.
Jika melihat kisah yang tertulis, pengakuan bahwa Yesus sebagai
M
IL
Tuhan dan Allah merupakan bagian dari cerita kebangkitan/
penampakan Yesus setelah kematian-Nya kepada murid-murid.
Diceritakan bahwa Tomas adalah satu-satunya murid yang tidak hadir
saat penampakan sebelumnya, seolah-olah Yesus datang kembali
untuk menampakkan diri khusus bagi/demi Tomas. Ketidakhadiran
Tomas dalam peristiwa penampakan (kedua) apakah memiliki arti
bahwa Tomas sebagai wakil atas orang-orang Kristen pada masa itu
yang tidak ‘melihat’ (mengalami) secara langsung Yesus agar tidak
ragu-ragu melainkan percaya saja tanpa perlu membuktikan?
-
Pengakuan iman tentang siapa Yesus (gelar kristologis) dalam kitab
Perjanjian Baru memang banyak, tetapi yang menyebutkan Yesus
6
7
C. Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, 1984, hal. 144
C.K Barrett, The Gospel According to St. John, An Introduction with commentary and notes in
the The Greek Text, 1956, hal. 471-472, dan scn. 5, hal. 28 6
sebagai Allah secara eksplisit hanya ada dalam Injil Yohanes, yakni
dalam perikop mengenai penampakan Yesus yang bangkit dari
kematian kepada murid-muridNya (20:19-29). Dalam teks Perjanjian
Baru, Yesus Kristus disebut sebagai “Allah” (qeoj), ada yang
menyebutkannya secara langsung/jelas (Yoh 1:1; 1Yoh 5:20; Yoh
20:28) namun ada juga yang kurang begitu jelas (Rm 9:4-5; Tit 2:13; 2
Pet 1:1; 2 Tes 1:12)8. Pengakuan iman Tomas tersebut (mungkin)
dapat dengan mudah diterima sebagai pengakuan iman orang percaya
pada saat itu dengan konteksnya yang khas. Dibandingkan dengan
W
pengakuan yang sama dalam 1 Yoh 5:20 yang muncul awal abad
kedua, tentunya Yoh 20:28 lebih dahulu muncul.
KD
D. Metode Penelitian dan Alasannya
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks menggunakan pendekatan
U
historis secara utama, dan kemudian dilengkapi dengan analisis berdasarkan
IK
pendekatan sosial (antropologis).
Alasannya dari metode penelitian yang digunakan, antara lain:
Pendekatan historis yang bersifat diakronis memang memberikan
M
IL
-
informasi yang dibutuhkan karena metode ini menjelaskan aspek
referensial teks Alkitab, yakni peristiwa-peristiwa historis yang ada di
balik teks: dinamika sosial (keadaan penuh konflik) yang menjadi
alasan bagi rakyat untuk mengarang teks Alkitab; dan jawaban umat
Allah (pada waktu itu) tentang keadaan tersebut.
-
Namun proses penafsiran dengan pendekatan historis selama ini
memiliki kekurangan untuk memperhitungkan kenyataan bahwa segala
ide, konsep-konsep, serta pengetahuan, secara sosial sudah ditentukan.
Selain itu juga kurang rangsangan untuk menganalisa hubungan
(korelasi) antara kenyataan sosial dan simbol religius.9 Bagi
8
9
C. Groenen, scn. 4, hal. 55 John H. Elliott, A Home for The Homeless: A Sociological Exegesis of 1 Peter Its Situation and
Strategy, 1981, hal. 4 7
pendekatan historis, teks Alkitab sebagai firman yang hidup bagi
masanya (waktu itu), dan kurang menghargai posisi pembaca Alkitab
masa kini - yang memiliki jarak sangat jauh dengan teks – untuk dapat
merasakan Firman Allah yang hidup bagi pembaca masa kini.
-
Selama ini kita juga mengira bahwa sejarah dan teks Alkitab adalah
karya dari kejeniusan seseorang, dengan anggapan teologis bahwa
karisma adalah milik perorangan. Padahal karisma (menurut Max
Weber) adalah fenomena sosial, yaitu kuasa dan otoritas yang diakui
dan diterima oleh orang lain. Karisma juga diterapkan dan
disinggungkan terhadap keberadaan kelompok/grup.10 Oleh karena itu,
W
dengan pendekatan sosial yang sinkronis diharapkan dapat melengkapi
ƒ
Hasil
penelitian
U
E. Manfaat/Tujuan Penulisan
KD
kekurangan dari pendekatan historis.
dapat
menjadi
buah
pemikiran
yang
patut
IK
dipertimbangkan bagi para penafsir atau pembaca teks Alkitab (Perjanjian
Baru), secara khusus para peminat terhadap Injil Yohanes, yang hidup
M
IL
dalam konteks sosial masyarakat Indonesia;
ƒ
Hasil
penelitian
diharapkan
menjadi
sumbangsih
penulis
untuk
perbincangan kristologis dalam konteks Asia terkhusus Indonesia yang
multietnis dan multireligius;
ƒ
Untuk memperkaya konsep kristologis umat Kristen dalam upaya untuk
dapat berteologi dan berintrospeksi mandiri sebelum berdialog dengan
umat beragama lain;
ƒ
Untuk memberikan sumbangsih dalam spiritual formation dalam
kehidupan umat Kristen saat ini dalam peribadahan, persekutuan dan
kesaksian.
10
scn. 9, hal. 4 8
F. Sistematika Penulisan
Bab I, sebagai pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan serta batasan
masalah yang menjadi dasar keprihatian dan minat penulis, pemilihan judul serta
pemilihan metode penelitian dan alasan terhadap pemilihan metode penelitian
tersebut, sampai pada pemaparan akan manfaat/tujuan penelitian serta
sistematikanya.
Bab II, bagian awal mengungkapkan bagaimana pandangan atau pemahaman
W
terhadap teks Alkitab, baik berdasarkan pendekatan historis maupun berdasarkan
pendekatan sosial. Setelah itu diikuti dengan informasi historis terhadap Injil
KD
Yohanes sebagai pengantar sebelum melakukan penafsiran historis dan sosial.
Bab III, memaparkan penafsiran terhadap makna pengakuan yang diserukan
U
Tomas dalam Injil Yohanes 20:24-29, berdasarkan prinsip pendekatan historis dan
kemudian dilengkapi dengan hasil penelitian berdasarkan pendekatan sosial dari
IK
beberapa ahli atau teolog dan kritik terhadapnya.
M
IL
Di bagian akhir tulisan, Bab IV, diakhiri dengan kesimpulan dari hasil penelitian
terhadap makna pengakuan iman Tomas dalam teks Injil Yohanes 20:24-29 serta
konsekuensi dari hasil penelitian tersebut.
9
Download