J Kedokter Trisakti Mei-Agustus 2002, Vol 21 No. 2 Pengaruh puasa selama Ramadan terhadap status klinik penderita diabetes melitus tipe 2 Yosephine*, Rajaselvam**, Artati**, Inestia**, Nailahj**, Adi Hidayat** * Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Tebet Jakarta Selatan ** Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT Fasting during Ramadan represents a recurring annual event in the life of a Muslim. A Muslim is required to abstain from any oral intake for an average of 13 h daily during this month. Therefore we conducted a study on 57 type 2 diabetic patients to observe the clinical effects of fasting. Patients who fasted in the month of Ramadan were recruited to the study before Ramadan and were asked to note any episodes that might indicate hypoglicemia. Non-fasting blood sugar levels were measured before and during Ramadan using capilliray blood samples. Before fasting the mean non-fasting blood sugar level was 194,05 ± 84,70 mg/dl and 200,40 ± 89,03mg/ dl for the month of Ramadan. There was no statistically significant difference between the mean before and during Ramadan. No statistically siginificant changes of hypoglicemic episodes during Ramadan. Base on these findings, it was concluded that for most type 2 diabetic patients, is not a contra indication to fasting in Ramadan. They did like their normal counterparts during fasting and could be encouraged to do so provided they are clinically stable. Key words : Fasting, Ramadan, diabetes mellitus type 2 ABSTRAK Puasa selama Ramadan merupakan kewajiban bagi kaum Muslim. Mereka tidak boleh makan dan minum apapun selama kurang lebih 13 jam sehari selama satu bulan. Masyarakat senang makanan modern cepat saji, diawetkan, manis, berlemak, bersantan yang rendah serat. Akibatnya tingkat kejadian berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes melitus (DM) semakin meningkat. DM dapat menyerang warga segala lapisan umur dan tingkat sosial ekonomi, tidak terkecuali kaum Muslim. Penelitian ini bertujuan mengamati pengaruh puasa selama Ramadan terhadap status klinik 57 penderita diabetes melitus tipe 2. Penderita DM tipe 2 yang berpuasa selama Ramadan ditanyakan gejala-gejala hipoglikemia yang dialami baik sebelum dan selama puasa. Darah kapiler dikumpulkan untuk mengukur kadar gula darah sewaktu sebelum dan selama puasa Ramadan dengan menggunakan alat Asure. Kadar gula darah sewaktu sebelum puasa besarnya 194,05 ± 84,70 mg/dl dan selama puasa Ramadan 200,40 ± 89,03 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar gula darah sewaktu sebelum dan selama puasa Ramadan. Tidak terdapat perbedaan statistik secara bermakna antara gejala hipoglikemia yang dialami penderita DM tipe 2 sebelum dan selama puasa Ramadan. Puasa selama Ramadan bukan merupakan kontra indikasi bagi kaum Muslim yang menderita DM tipe 2. Mereka dapat melakukan ibadah puasa sama seperti kaum Muslim lainnya. Kata kunci : Puasa, Ramadan, diabetes melitus tipe 2 PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama masyarakat di perkotaan, terjadi perubahan pola kebiasaan makan masyarakat modern yang berdampak negatif pada kesehatan. Masyarakat senang makanan modern cepat saji, diawetkan, manis, berlemak, bersantan 47 Yosephine, Rajaselvam, Hidayat, et al. yang rendah serat. Akibatnya tingkat kejadian berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus (DM), dan stroke semakin meningkat.(1) DM merupakan penyakit kronis yang disebabkan berkurangnya produksi insulin atau tidak efektifnya insulin yang diproduksi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya konsentrasi glukosa dalam darah yang dapat merusak berbagai sistem tubuh terutama jaringan pembuluh darah dan saraf. Terdapat dua tipe DM yaitu tipe I dikenal sebagai insulin-dependent dan tipe 2 disebut juga non-insulin-dependent. DM tipe 2 lebih sering terjadi dan mencakup sekitar 90% dari seluruh penderita DM. WHO melaporkan pada tahun 2002 sekitar 150 juta penduduk di dunia menderita DM dan jumlah ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025. (1) Pada tahun 1995 di Indonesia terdapat sekitar 5 juta penderita DM, dan pada tahun 2025 akan meningkat hampir tiga kali lipat menjadi sekitar 12 juta.(2) DM dapat menyerang warga segala lapisan umur dan tingkat sosial ekonomi, tidak terkecuali kaum Muslim. Kaum Muslim selama Ramadan harus berpuasa selama kurang lebih 13 jam sehari selama sebulan. Kaum Muslim yang menderita DM tidak terkecuali harus menjalani ibadah puasa selama bulan suci Ramadan untuk memperkaya kehidupan spiritualnya. Puasa selama Ramadan merupakan pengendalian dari diet yang dilakukan penderita DM. Selama puasa Ramadan, penderita DM praktis makan dua porsi besar yaitu saat sahur dan waktu berbuka, dibandingkan makan tiga kali bila tidak puasa Ramadan. Masalah yang dihadapi oleh para dokter dan kaum Muslim adalah apakah kaum Muslim yang menderita DM dapat diijinkan untuk melaksanakan ibadah puasa selama bulan suci Ramadan. Apakah puasa selama bulan suci Ramadan mengganggu status klinik kaum Muslim yang menderita DM? Dan apakah berpuasa ini membahayakan kesehatan penderita DM yang Muslim? Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh puasa selama bulan suci Ramadan terhadap status klinik penderita DM tipe 2 yang Muslim, meliputi kadar gula darah sewaktu dan gejala-gejala klinik DM yang dialami. 48 Puasa Ramadan dan melitus tipe 2 METODE Rancangan penelitian Penelitian observasional prospektif (3) digunakan untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian. Seleksi sampel Penderita DM yang Muslim yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Kecamatan Tebet Jakarta Selatan dipilih sebagai sampel penelitian bila memenuhi kriteria inklusi : menderita DM tipe 2, tidak hamil, menggunakan obat oral anti diabetik (OAD) dan melaksanakan ibadah puasa selama bulan suci Ramadan 1421 H (15 November 2001 4 Januari 2002). Penderita DM tipe 2 dipilih mengingat proporsi terbesar penderita DM adalah DM tipe 2. Sebanyak 57 penderita DM yang bersedia ikut serta dalam penelitian terpilih sebagai sampel penelitian. Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling (4) selama bulan November 2001 - Januari 2002. Penjelasan tentang tujuan penelitian diberikan kepada responden dan persetujuan secara lisan diperoleh dari penderita. Pengumpulan data Sebanyak 4 orang mahasiswa yang sedang melakukan kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas mengumpulkan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner yang terbuka dan tertutup. Kuesioner terdiri dari 24 pertanyaan yang meliputi karakteristik responden, pola makan sebelum dan selama berpuasa, kegiatan olahraga sebelum dan selama berpuasa, gejalagejala klinis DM seperti berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, gemetaran, pusing, gatal dan perasaan haus. Tinggi dan berat badan diukur dengan menggunakan alat pengukur tinggi dan berat badan. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dilakukan dua kali yaitu, sebelum dan sesudah melaksanakan ibadah puasa selama bulan suci Ramadan. Sebanyak satu tetes darah kapiler diambil dari jari keempat tangan kiri penderita dan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dilakukan menggunakan alat pengukur gula darah sewaktu ASURE. Kadar gula darah sewaktu diklasifikasi sebagai terkontrol bila < 200 mg/dl, dan buruk bila kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl.(5) J Kedokter Trisakti Vol. 21 No.2 Analisis data Untuk menilai pengaruh puasa selama bulan suci Ramadan terhadap kadar gula darah sewaktu digunakan uji-t pasangan, sedangkan uji McNemar digunakan untuk menilai pengaruh puasa terhadap gejala-gejala hipoglikemia yang dialami sebelum dan selama puasa Ramadan serta kegiatan olah raga sebelum dan selam puasa. Analisis regresi sederhana digunakan untuk menguji pengaruh lama berpuasa terhadap kadar gula darah sewaktu selama berpuasa. Program SPSS versi 10,0(6) dipakai untuk melakukan analsis data dan tingkat kemaknaan yang digunakan untuk menguji hipotesa adalah 0,05. HASIL Sebanyak 57 responden berhasil dikumpulkan dengan usia rata-rata responden besarnya 54 tahun (54,0 ± 7,35 tahun), sebagian besar 45 (78,9%) responden adalah perempuan, kadar gula darah sewaktu sebelum puasa besarnya 194,05 ± 84,70 mg/dl, sebanyak 8 (14,1%) mengalami gejala hipoglikemia sebelum puasa Ramadan, sebagian besar 46 (80,7%) berolahraga sebelum berpuasa dan sebagian besar 41 (71,9 %) menggunakan obat OAD golongan sulfonilurea (Lihat Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan bahwa sewaktu berpuasa responden yang mengalami gejala hipoglikemia meningkat menjadi 33% dibandingkan sebelum berpuasa sebesar 14,1%. Namun hasil uji McNemar tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara gejala klinik hipoglikemia yang dialami responden sebelum dan sewaktu berpuasa (p= 0,2890). Dan hasil uji t-pasangan mendapatkan rata-rata kadar gula darah sewaktu sebelum dan selama berpuasa tidak berbeda secara bermakna (t = - 0,528; p = 0,5491) (Lihat Tabel 3). Kegiatan olahraga yang dilakukan responden selama berpuasa menunjukkan responden yang Tabel 1. Karakteristik responden penderita DM tipe 2 sebelum puasa Karakteristik N (=57) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia rata-rata (tahun)* Kadar gula darah mg/dl* Penggunaan obat OAD Golongan Sulfonilurea Golongan Metformin Kombinasi Gejala-gejala hipoglikemia Gemetar Pusing Keluar keringat berlebihan Tidak ada gejala Kegiatan olah raga Ya Tidak % 12 21,1 45 78,9 54,0 ± 7,35 78,9 194,05 ± 84,70 41 5 11 71,9 8,8 19,3 5 1 2 49 8,7 1,8 3,6 85,9 46 11 80,7 19,3 * Rata-rata standar deviasi Tabel 2. Gejala hipoglikemia sebelum dan sewaktu berpuasa Gejala hipoglikema Sebelum puasa Sewaktu puasa Gemetar Pusing Keringat berlebihan Tidak Gejala Total 5 (8,8%) 1 (1,8%) 2 (3,5%) 49 (85,9%) 57 (100,0%) 7 (12,2%) 3 (5,3%) 6 (15,5%) 41 (71,9%) 57 (100,0%) melakukan kegiatan olahraga menurun sebesar 19,5% dibandingkan sebelum berpuasa. Hasil uji McNemar menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kegiatan olahraga yang dlakukan sebelum dan selama berpuasa (p =0,004) (Lihat Tabel 4). Tabel 3. Kadar gula darah sewaktu sebelum dan selama berpuasa Rata-rata kadar gula darah sewaktu (mg/dl) Sebelum puasa Selama berpuasa p* 194,05 ± 84,70 200,40 ± 89,03 0,5491 49 Yosephine, Rajaselvam, Hidayat, et al. Puasa Ramadan dan melitus tipe 2 Tabel 4. Kegiatan olah raga sebelum dan selama berpuasa Kegiatan Sebelum olahraga puasa Selama berpuasa p Ya Tidak Total 37 (64,9%) 20 (35,1%) 57 (100,0%) 0,004 46 (80,7%) 11 (19,3%) 57 (100,0%) Sepuluh (17,5%) responden berpuasa selama 1-10 hari, 32 (56,1%) berpuasa selama 11 - 20 hari dan 15 (26,4%) selama 21-30 hari. Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan lama puasa yang dilaksanakan responden berpengaruh terhadap ratarata kadar gula darah sewaktu selama puasa. Semakin lama responden berpuasa rata-rata kadar gula darah sewaktu akan semakin rendah (persamaan regresi : y = 271,589 - 4,249; p = 0.011) (Lihat Tabel 5). Bila responden berpuasa selama 30 hari kadar gula darah sewaktu besarnya 151,11 mg/dl merupakan yang kadar gula darah terkontrol baik. Tabel 5. Pengaruh lama berpuasa terhadap kadar gula darah sewaktu selama puasa Model Lama puasa Konstan B (koefisien regresi) t p -4,249 -2,671 0,011 271,589 9,394 0,000 ternyata kadar gula darah sewaktunya termasuk klasifikasi terkontrol baik. Kegiatan berolahraga yang dilakukan oleh penderita selama puasa Ramadan menurun secara bermakna dibandingkan sebelum berpuasa. Namun kadar gula darah sewaktu selama puasa Ramadan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kadar gula darah sewaktu sebelum puasa Ramadan. Penggunaan obat-obat oral anti diabetik selama puasa Ramadan tidak mengganggu keadaan klinik penderita DM tipe 2, dan ternyata aman dan efektif untuk tetap diminum selama puasa Ramadan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Belkhadir(9) yang mendapatkan penggunaan glibenklamide sangat efektif dan aman bagi penderita DM tipe 2 yang melaksanakan ibadah puasa selama Ramadan. Penyuluhan bagi penderita DM tipe 2 yang melaksanakan ibadah puasa selama Ramadan tentang masalah yang dapat terjadi harus dilakukan dan perubahan penggunaan obat oral anti diabetik bila diperlukan. Bila menggunakan obat oral anti diabetik golongan sulfonilurea (glibenklamide, glikasid, glipisid) dianjurkan untuk makan obat pada saat berbuka puasa di malam hari dan bukan pada saat sahur.(10) Jika digunakan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis terbagi, pengaturan dosis obat sebelum berbuka lebih besar daripada sahur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gejalagejala hipoglikemia selama berpuasa. Keamanan penderita DM tipe 2 dengan terapi OHO selama berpuasa di bulan Ramadan ternyata berhasil dibuktikan walaupun masih diperlukan penyesuaian dosis obat oral anti diabetik yang digunakan. PEMBAHASAN KESIMPULAN Puasa selama Ramadan ternyata tidak berpengaruh terhadap status klinik penderita DM tipe 2. Kadar gula darah sewaktu dan gejala-gejala hipoglikemia sebelum dan selama puasa tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Turki dan Nigeria, yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan gejala-gejala hipoglikemia penderita DM tipe 2 yang bermakna antara sebelum dan selama puasa Ramadan.(7,8) Penelitian ini menunjukkan semakin lama penderita DM tipe 2 berpuasa ternyata kadar gula darah sewaktu puasa Ramadan semakin baik. Mereka yang berpuasa selama 30 hari 50 Studi ini membuktikan bahwa berpuasa selama Ramadan bukan merupakan kontraindikasi bagi penderita DM tipe 2 dan mereka dapat melaksanakan ibadah puasa sama seperti kaum muslim lainnya yang tidak menderita DM tipe 2. Obat oral anti diabetik aman digunakan penderita DM tipe 2 selama puasa Ramadan. Daftar Pustaka 1. Diabetes mellitus. Available from URL: http:// www.who.int/inf-fs/en/fact138.html. J Kedokter Trisakti 2. Global burden of diabetes. Available from URL Http://www.who.ont/inf-pr-1998/en/pr98-63.html 3. Bordens KS, Abbot BB. Using nonexperimental, quasi-experimental, and developmental designs. In : Research desing and methods: a process approach. 3 ed. Mountain View: Mayfield Publishing Company; 1996. p. 145 - 80. 4. Hulley SB, Newman TB, Cummings SR. Choosing the study subjects : specification, sampling, and recruitment. In : Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Hearst N., Newman TB, editors. Designing clinical research : an epidemiological approach. 2nd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;2001.p.25-35. 5. Tjokroprawiro A. Diabetes mellitus : klasifikasi, diagnosis dan terapi. Ed.3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2000. Vol. 21 No.2 6. Norusis MJ. SPSS version 10.0. Chicago : SPSS Inc. 1999. 7. Uysal AR, Erdogan MF, Sahin G, Kamel N, Erdogan G. Clinical and metabolic effects of fasting in 41 type 2 diabetic patients during Ramadan. Diabetes Care 1998;21:2033-34. 8. Katibi IA, Akande AA, Bojuwoye BJ, Okesima AB. Blood sugar control among fasting Muslim type 2 diabetes mellitus in Ilorin. Niger J Med 2001; 10: 132-4. 9. Belkhadir J, el Ghomari H, Klocker N, Mikou A, Nasciri M, Sabti M. Muslims with non-insulin dependent diabetes fasting during Ramadan: treatment with gilbenclamide. BMJ 1993; 307: 292-5. 10. Omar MAK, Motala AA. Fasting in Ramadan and the diabetic patient. Diabetes care 1997; 20: 19256. 51