PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 - 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c tersebut, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006-2020; Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang – Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 1 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3208); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 8. Undang–Undang Nomor 5 tahun 1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3062); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319); 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 11. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 12. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 13. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 15. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 16. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 2 17. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 18. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501). 19. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 20. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848); 21. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 22. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 23. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 25. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Lembata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 180, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3901) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 26. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169; 27. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Rote-Ndao di Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4184); 28. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226; 29. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat di Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 28, , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4271 ); 30. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 3 31. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 32. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 33. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 34. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 35. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 36. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 37. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 4 45. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3800); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Perencanaan dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 50. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145); 54. Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146); 55. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik – Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4211). 56. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4385); 57. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 58. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1997 tentang Penetapan Propinsi Lampung dan Nusa Tenggara Timur Sebagai Daerah Asal sekaligus Sebagai Daerah Transmigrasi ; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 5 59. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum; 60. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil; 04/PW/07/03/84-tentang 61. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 423/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur seluas 1.809.990; 62. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat II; 63. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2000 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 64. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL; 65. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional; 66. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional; 67. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan; 68. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/KTPSM/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Status Panjang Ruas Jaringan Jalan di Propinsi NTT; 69. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 1994 tentang Kawasan Lindung Propinsi Nusa Tenggara Timur; 70. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 2004 tentang Program Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004– 2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 54 Seri E Nomor 002) 71. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Startegis Pembangunan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 – 2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 55 Seri E Nomor 03); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 6 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR dan GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 - 2020 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur. 4. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur. 5. Perencanaan Tata Ruang adalah kegiatan menyusun dan menetapkan rencana tata ruang yang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang yang memiliki kekuatan hukum. 6. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur selanjutnya disingkat RTRWP adalah hasil perencanaan tata ruang yang memperhatikan arahan struktur dan pola kebijakan pemanfaatan ruang nasional, rencana tata ruang pulau dan persyaratan teknis kedalam struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi dan berisi pokokpokok kebijaksanaan dan strategi penataan ruang-ruang wilayah darat, laut/pesisir menurut kewenangan yang dimiliki. 7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup. 8. Tata Ruang Wilayah adalah wujud struktural dan pola pemanfataan ruang wilayah dengan maupun tidak direncanakan. 9. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang terlaksana secara sistematis dan berkelanjutan. 10. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 11. Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program dan kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan fungsinya didalam rencana tata ruang untuk membentuk ruang. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 7 12. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan untuk mengambil tindakan agar rencana pemanfaatan ruang dapat terwujud. 13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 14. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama Lindung atau Budidaya. 15. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah budaya bangsa untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. 16. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah yang berkelanjutan berwawasan lingkungan, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi hidup dan kehidupan manusia. 17. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dapat berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan dan atau keseimbangan pengembangan wilayah serta keseimbangan ekosistem wilayah itu sendiri dengan kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah nasional. 18. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pelayanan jasa pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 19. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 20. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 21. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 22. Kawasan Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok mempertahankan, mengamankan, mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 23. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 24. Kawasan Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 25. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan Kepulauan dan perairan pedalamannya. 26. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curahan hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau bentang alam lainnya. 27. Pusat Kegiatan Nasional yang disingkat PKN adalah kota atau pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa Propinsi. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 8 28. Pusat Kegiatan Wilayah yang disingkat PKW adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan dan simpul transportasi untuk satu Propinsi yang melayani beberapa Kabupaten dan atau Kota. 29. Pusat Kegiatan Lokal yang disingkat PKL adalah kota sebagai pusat jasa keuangan, perbankan, yang melayani satu Kabupaten/Kota atau beberapa Kecamatan serta simpul transportasi untuk satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan. 30. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang disingkat RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan Propinsi untuk periode 20 (dua puluh) tahun. yang memuat visi, misi, arah dan strategi pembangunan Propinsi yang mengacu kepada RPJP Nasional. 31. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang disingkat RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 32. Sistem Pusat-pusat Permukiman adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang memberi peluang bertumbuhkembangnya kegiatan-kegiatan permukiman beserta aktivitas penunjangnya yang terkonsentrasi dan tertata untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang, sumber daya lainnya dan seluruh prasarana/sarana terbangun. 33. Sistem Sarana dan Prasarana adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang memberi peluang bertumbuhnya pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang memadai dan sesuai bagi penunjang kegiatan yang memungkinkan tercapainya efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang dan seluruh prasarana/sarana. 34. Masyarakat adalah orang, seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. 35. Peran serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. BAB II RUANG LINGKUP, ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI Bagian Pertama Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang Lingkup RTRWP meliputi : a. asas, tujuan, sasaran dan fungsi RTRWP untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi; c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 9 Bagian Kedua Asas Pasal 3 RTRWP didasarkan atas asas : a. manfaat ialah pemanfaatan ruang secara optimal dan lestari yang tercermin dalam penentuan jenjang fungsi dan pelayanan kegiatan dan sistem prasarana wilayah; b. keseimbangan dan keserasian ialah menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah; c. kelestarian ialah hubungan yang serasi dan seimbang antar manusia dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang; d. berkelanjutan ialah penataan ruang yang menjamin kelestarian, kemampuan daya dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir bathin antara generasi; e. keterbukaan dan persamaan ialah keadaan dimana setiap orang / pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata ruang dan proses penataan ruang; f. keadilan dan perlindungan hukum ialah rencana tata ruang menjamin keadilan dan perlindungan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendaliannya. Bagian Ketiga Tujuan Pasal 4 Tujuan pemanfaatan ruang adalah : a. meningkatkan integritas pemanfaatan ruang di darat, laut dan udara; b. meningkatkan kualitas pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; c. meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan; d. meningkatkan kemampuan pengelolaan keamanan wilayah Propinsi; e. meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanannya; f. meningkatkan konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan peruntukkan ruang. Bagian Keempat Sasaran Pasal 5 Sasaran pemanfaatan ruang adalah : a. terarahnya pengelolaan kawasan berfungsi lindung; b. terarahnya pengembangan kawasan budidaya, sistem pusat - pusat permukiman perdesaan dan perkotaan, sistem prasarana wilayah, kawasan yang perlu diprioritaskan pengembangannya dan kawasan tertentu; c. terarahnya kebijaksanaan yang menyangkut tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, tata guna sumber daya alam lainnya serta kebijaksanaan penunjang penataan ruang yang dilaksanakan. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 10 Bagian Kelima Fungsi Pasal 6 Fungsi RTRWP adalah : a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota; b. sebagai matra ruang dari RPJP Daerah dan RPJM Daerah; c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah; d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor; e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta; BAB III WILAYAH, SUBSTANSI, KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU RENCANA Bagian Pertama Wilayah Perencanaan Pasal 7 Wilayah perencanaan dalam RTRWP adalah wilayah yang sesuai dengan batas wilayah administratif dan batas kewenangan Propinsi mencakup wilayah daratan seluas 4.735.400 Ha, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai serta wilayah udara yang diatur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Substansi Pasal 8 (1) Substansi RTRWP mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. (2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. kebijakan perencanaan tata ruang; b. kebijakan pemanfaatan ruang; c. kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang. (3) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana pengembangan sistem kota-kota, rencana pengembangan infrastruktur wilayah, rencana pengembangan kawasan prioritas dan rencana pengembangan kawasan pertahanan keamanan; b. Rencana Pola Tata Ruang meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung, rencana pola tata ruang kawasan budidaya dan rencana pola tata ruang kawasan tertentu. (4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi program, kegiatan, tahapan dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang didasarkan atas rencana tata ruang. (5) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 11 Bagian Ketiga Kedudukan Pasal 9 Kedudukan RTRWP merupakan: a. penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Nasional; b. acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota; c. pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Bagian Keempat Jangka Waktu Rencana Pasal 10 Jangka waktu RTRWP adalah 15 (lima belas) tahun yaitu tahun 2006 sampai dengan 2020. BAB IV KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama Kebijakan Perencanaan Pasal 11 (1) Rencana tata ruang sebagai matra ruang pembangunan daerah dilakukan dengan pendekatan partisipatif. (2) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan bilamana tidak mampu lagi mengakomodir dinamika perkembangan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan atau internal. (3) Rencana tata ruang wilayah perlu ditindaklanjuti dan dijabarkan ke jenjang rencana yang lebih detail yaitu dalam rencana tata ruang pulau dan rencana tata ruang kawasan. Bagian Kedua Kebijakan Pemanfaatan Ruang Paragraf 1 Umum Pasal 12 (1) Pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola tata ruang. (2) Struktur tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembangan sistem kota-kota, sistim prasarana wilayah, kawasan prioritas dan kawasan pertahanan keamanan. (3) Pola tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kebijakan pola tata ruang kawasan lindung, kawasan budidaya serta pola tata ruang kawasan tertentu. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 12 Paragraf 2 Sistem Kota-Kota Pasal 13 Kebijakan pengembangan sistem kota-kota dilakukan melalui pengembangan sistem kotakota yang sesuai dengan daya dukung sumber daya alam dan daya tampung lingkungan hidup serta kegiatan dominannya. Paragraf 3 Prasarana Wilayah Pasal 14 Kebijakan pengembangan prasarana wilayah dilakukan dengan : a. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan infrastruktur transportasi untuk mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan andalan; b. menyediakan infrastruktur yang berfungsi sebagai penyedia dan penampung air baku untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau; c. mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan energi listrik dan jaringan telekomunikasi; d. meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman perdesaan dan perkotaan. Pagaraf 4 Kawasan Prioritas Pasal 15 Kebijakan pengembangan kawasan prioritas dilakukan dengan : a. mengembangkan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang kawasan; b. menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap kawasan kritis dan daerah terkebelakang; c. memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas.. Paragraf 5 Kawasan Pertahanan Keamanan Pasal 16 Kebijakan pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan adalah untuk mengamankan kepentingan pertahanan dan keamanan negara di beberapa kawasan yang disesuaikan dengan rencana tata ruang pertahanan dan keamanan. Paragraf 6 Kawasan Lindung Pasal 17 (1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 13 (2) Strategi untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan : a. menetapkan kawasan lindung di wilayah daratan serta di wilayah pesisir dan laut dalam satu bentangan wilayah pulau dan pesisir hingga mencapai minimum 30% dari luas wilayah pulau; b. mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan dan pengamanan kawasan – kawasan di darat, laut dan udara; c. mengembalikan fungsi kawasan lindung yang terlanjur dikembangkan dan terganggu fungsinya supaya tetap terpelihara keseimbangan alam dan keanekaragaman hayati. (3) Kawasan lindung di daratan dan di wilayah pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi kawasan lindung yang memenuhi minimal salah satu kriteria berikut : a. memiliki keanekaragaman biota dan ekosistem yang khas; b. memiliki gejala dan keunikan/kelangkaan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan/ budaya dan pembangunan; c. mencakup wilayah lintas kabupaten; d. menjadi perhatian nasional maupun internasional. Paragaraf 7 Kawasan Budidaya Pasal 18 (1) Pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan. (2) Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan : (3) diselenggarakan untuk a. menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumber daya alam di darat maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah yang sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya; b. menetapkan kegiatan – kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di laut secara sinergis; c. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian pangan dan hortikultura; d. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya peternakan; e. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya perkebunan; f. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertambangan, energi dan perindustrian; g. mengembangkan dan mempertahankan kawasan pariwisata; h. mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya pengelolaan sumber daya alam laut yang bernilai ekonomi di 9 Satuan Kawasan Pesisir Laut Terpadu; i. mengendalikan pengembangan masalah perkotaan besar dan menengah; j. mengembangkan kota - kota dan perdesaan dalam kesatuan sistem kota- kota dan agar berfungsi sebagai pusat - pusat pertumbuhan. Penjabaran pengembangan dan pengelolaan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 akan diatur dalam Peraturan Daerah Rencana Detail PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 14 Paragraf 8 Kawasan Tertentu Pasal 19 (1) Pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk meningkatkan penanganan yang diutamakan dalam pembangunan daerah, regional dan nasional. (2) Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan strategis daerah dan kawasan perbatasan negara. Pasal 20 (1) Pengembangan kawasan strategis daerah diselenggarakan dengan: a. menetapkan kawasan- kawasan strategis daerah; b. mengembangkan kawasan strategis daerah dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup daerah yang dapat mendukung dalam pembangunan melalui upaya-upaya konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi ekonomi, lingkungan hidup dan sosial budaya serta masyarakat dalam memperkuat keanekaragaman jatidiri bangsa; c. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan atau peningkatan manfaat ruang di wilayah Propinsi sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat tertinggal yang meliputi upaya-upaya : 1. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan sektor/komoditas unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah; 2. penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perizinan investasi; 3. pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan; 4. penyediaan dukungan infrastruktur; d. mengembangkan kawasan strategis daerah dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi; e. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya; f. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk menunjang kepentingan pembangunan daerah dan mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Strategi pengembangan kawasan perbatasan Negara melalui upaya-upaya sebagai berikut: a. mendorong pengembangan kawasan perbatasan Republik Indonesia, Timor Leste dan Australia sebagai beranda depan Negara Indonesia di Daerah; b. percepatan pembangunan kawasan perbatasan Negara yang berlandaskan pada pola kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan. Paragraf 9 Wilayah Pengembangan Kepulauan Pasal 21 (1) Dalam rangka penyelenggaraan RTRWP sebagai Propinsi kepulauan maka dibagi menjadi tiga wilayah pengembangan: PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 15 (2) a. Wilayah Pengembangan I meliputi Timor Barat, Rote dan Alor, dengan pengembangan utama lahan kering, hortikultura, peternakan dan kelautan serta pengembangan penunjang lahan basah, perkebunan, pariwisata dan pertambangan; b. Wilayah Pengembangan II meliputi Flores dan Lembata, dengan pengembangan utama lahan basah, hortikultura, perkebunan, kelautan dan pariwisata serta pengembangan penunjang lahan kering, peternakan dan pertambangan; c. Wilayah Pengembangan III meliputi Sumba, dengan pengembangan utama lahan basah, lahan kering, hortikultura, peternakan, kelautan, dan pariwisata serta pengembangan penunjang perkebunan dan pertambangan; Penjabaran Pengembangan wilayah kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Rencana Detail Bagian Ketiga Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 22 (1) Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang dengan pengendalian pemanfaatan secara berjenjang yang didukung partisipasi masyarakat. (2) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasan dan penertiban. (3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang ditetapkan oleh Gubernur. BAB V RENCANA TATA RUANG WILAYAH Bagian Pertama Rencana Struktur Tata Ruang Pasal 23 Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi meliputi: a. pengembangan sistem kota-kota dan pusat permukiman; b. pengembangan sistem jaringan transportasi; c. pengembangan sumber dan jaringan distribusi tenaga listrik; d. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi; e. pengembangan sistem prasarana sumber daya air; f. pengembangan kawasan prioritas Paragraf 1 Rencana Pengembangan Sistem Kota-Kota dan Pusat Permukiman Pasal 24 (1) Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah kebijakan pengembangan sistem kotakota adalah mengembangkan sistem kota-kota yang memiliki keterkaitan secara fungsional. (2) Untuk mengembangkan kota - kota dan perdesaan dalam kesatuan hirarki kota dan agar berfungsi sebagai pusat - pusat pertumbuhan, maka strategi pengembangan kota - kota adalah sebagai berikut : a. memantapkan peranan kota Kupang sebagai Ibu Kota Propinsi dan pusat pengembangan wilayah bagi Daerah; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 16 b. lebih meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan peran kota - kota utama agar mengurangi kesenjangan perkembangan antar kota ; c. mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional melalui peningkatkan peran dan fungsi; d. mengembangkan desa - desa melalui penetapan desa pusat pertumbuhan sebagai pusat lokasi distribusi bagi kegiatan ekonomi. (3) Sistem pengembangan Kota-kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai fungsi dan konsep pengembangan wilayah adalah : a. Hirarki I : Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere; b. Hirarki II : Baa, Oelmasi, SoE, Kefamenanu, Naikliu, Wini, Kolbano, Maritaing, Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende, Bajawa, Ruteng, Waikabubak, Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa, Seba c. Hirarki III : ibukota Kecamatan lainnya d. Hirarki IV : desa-desa pusat pertumbuhan. Pasal 25 (1) Pengembangan sistem pusat permukiman wilayah Propinsi meliputi pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan. (2) Pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas PKN, PKW, dan PKL. (3) Pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis diatur Pejabat yang berwenang. Pasal 26 (1) PKN adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria meliputi : a. berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang ke kawasan internasional; b. berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa berskala nasional atau yang melayani beberapa Propinsi; c. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau yang melayani beberapa Propinsi; d. berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar Negara di kawasan perbatasan (2) PKW adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria meliputi : a. berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang melayani beberapa Kabupaten; b. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa Kabupaten; c. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor mendukung PKN; (3) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria meliputi : a. berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang melayani satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan; b. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 17 Pasal 27 PKN, PKW dan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) meliputi: a. Kota PKN yaitu Kota-kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan kota Maumere; b. Kota PKW yaitu Kota-kota ibukota Kabupaten dan ibukota Kabupaten pemekaran serta ibukota kecamatan strategis; c. Kota PKL yaitu meliputi seluruh kota – kota ibukota kota kecamatan di Kabupaten. Pasal 28 (1) Rencana Pengembangan sistem pusat permukiman bertujuan untuk mewujudkan kualitas ruang dan tertibnya pemanfaatan ruang melalui pengaturan sistem pusat permukiman untuk dapat diselenggarakan dengan peranan Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Sasaran pengembangan sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk meningkatkan peranan kawasan perkotaan sebagai PKN, PKW atau PKL; dan sebagai pusat untuk melayani kegiatan penduduk berdasarkan fungsinya. (3) Sistem pusat permukiman dilihat dalam konteks wilayah Propinsi serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional terdiri dari: a. Kota – kota yang berfungsi sebagai kota pelabuhan; b. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan; c. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan; d. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat industri; e. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat pariwisata. Paragraf 2 Rencana Struktur Jaringan Transportasi Pasal 29 (1) Pengembangan sistem jaringan transporatasi wilayah mencakup sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara. (2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaringan jalan, jaringan transportasi jalan serta jaringan transportasi penyeberangan; (3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran. (4) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan udara. Pasal 30 (1) Jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan arteri primer sebagai jalan Nasional, dan jaringan kolektor primer sebagai jalan Propinsi serta jaringan jalan lokal primer sebagai jalan Kabupaten/Kota. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 18 (2) Jaringan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bagian dari sistem jalan Nasional yang menghubungkan ibukota-propinsi dan atau PKN yang melewati Kota-kota ibukota kabupaten dan kabupaten pemekaran, kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis daerah dengan total panjang 2.398,98 km. (3) Jaringan jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan status jalan propinsi meliputi jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan strategis dalam pulau dan atau antar kabupaten menuju ke jalan arteri primer atau arteri sekunder. (4) Jaringan jalan lokal primer dengan status sebagai jalan kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jalan yang menghubungkan pusat –pusat pertumbuhan dalam Pulau dan atau antar kabupaten yang menuju ke jalan kolektor primer atau kolektor sekunder. (5) Penetapan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2),(3) dan (4) ditetapkan dengan keputusan Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota. (6) Selain fungsi jalan sebagaimana pada ayat (1) pada kawasan tertentu ditetapkan sebagai jalan dengan fungsi khusus. Pasal 31 (1) Jaringan transportasi jalan dikembangkan untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan jaringan lintas angkutan barang yang terletak pada sistem jaringan jalan yang berperan sebagai akses intra moda dengan sistem jaringan transportasi penyeberangan, serta akses antar moda dengan sistem jaringan transportasi laut dan sistem jaringan transportasi udara; (2) Simpul jaringan transportasi jalan terdiri dari : a. Terminal Penumpang Type A : Motaain, Lasiana, Labuan Bajo, Waikelo, Maumere dan Waingapu. b. Terminal Penumpang Type B : di setiap Kota dan Ibukota Kabupaten; c. Terminal Penumpang Type C : di setiap Kecamatan yang tersebar di Kabupaten/Kota; d. Timbangan Jembatan : Nggorang, Watu Alo, Oesapa, Nunbaun Sabu, Motaain dan Waikelo e. Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan; f. Jaringan Trayek Angkutan Perdesaan; g. Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi; h. Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi; i. Jaringan Trayek Angkutan Antar Lintas Batas Negara; j. Jaringan Pelayanan Angkutan Tidak Dalam Trayek; k. Jaringan Lintas Angkutan Barang; (3) Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type A sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan; (4) Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type B sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b diatur dengan Keputusan Gubernur; (5) Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type C sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir c diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota; (6) Penetapan lokasi Timbangan Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir d diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan; (7) Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan dan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir e dan f diatur dengan Keputusan Gubernur. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 19 (8) Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Kota Antar Kota Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir g dan h diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan; (9) Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Antar Lintas Batas Negara; sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir i diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan; (10) Penetapan Jaringan Pelayanan Tidak dalam Trayek : a. pelayanan antar Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir j diatur dengan Keputusan Gubernur; b. pelayanan dalam wilayah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir j diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota; (11) Penetapan Jaringan Lintas Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir k diatur dengan Keputusan Gubernur; Pasal 32 (1) Jaringan lintas penyeberangan dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh laut dan Tatanan Kepelabuhan Nasional. (2) Jaringan lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan. (3) Lokasi pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan berdasarkan Tatanan Kepelabuhan Nasional setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur. (4) Tatanan Kepelabuhan Nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk wilayah Nusa Tenggara Timur meliputi: a. Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antar negara: Labuan Bajo, Teluk Gurita, Waikelo, Marapokot; b. Pelabuhan penyeberangan lintas Kabupaten/Kota: Bolok, Waingapu, Aimere, Ende, Larantuka, Kalabahi, Seba dan Pantai Baru; c. Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota; (5) Penetapan lintas penyeberangan antar negara/propinsi, lintas antar kabupaten/kota, lintas dalam Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur. (6) Rencana Induk pelabuhan diatur sebagai berikut : a. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antar Negara ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur; b. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota; c. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan dalam Kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 33 (1) Sistem jaringan transportasi laut berupa tatanan kepelabuhanan nasional dan jaringan pelayaran angkutan laut. (2) Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hirarki, peran dan fungsi pelabuhan laut yang meliputi pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional dan pelabuhan lokal. (3) Tatanan kepelabuhanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: a. Pelabuhan Laut Internasional: Tenau. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 20 b. Pelabuhan Laut Nasional : Ende, Kalabahi, Larantuka, Labuan Bajo, Reo, Ba’a, Maritaing, Maumere, Waingapu, Atapupu, Waiwadan, Ippi, Seba, Naikliu dan Wini; c. Pelabuhan Laut Regional : Baranusa, Komodo, Wuring, Papela Lewoleba, Waiwerang, Marapokot, Aimere, Waikelo dan Paitoko; d. Pelabuhan Laut Lokal: Biu, Batutua, Ndao, Kabir, Kolana, Balauring, Nangalili, Robek, Maurole, Rua, Baing, Boking, Pulau Ende, Pulau Palue, Namosain, Naikliu, Hansisi, Maumbawa, Mborong, Oelaba, Pulau Salura, Bina Tuka, Waiwole, Bari, Tanariughu, Bakalang, Sulamu, Pulau Sukun, Pulau Pemana, Paga, Raijua, Rindi, Mananga, Tabilota, Bitan, Bina Natun, Benda dan Nule; Pasal 34 (1) Hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari: a. b. c. d. e. (2) pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer; pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder; pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier; pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer; pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder; Status dan Rencana Induk Pelabuhan a. b. c. d. e. status pelabuhan internasional hub dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat Rekomendasi dari Gubernur; status pelabuhan internasional dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur; status pelabuhan nasional dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur; status pelabuhan regional ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat Rekomendasi dari Gubernur dan Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota; status pelabuhan lokal ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat Rekomendasi dari Gubernur dan Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh Bupati/Walikota; Pasal 35 (1) Jaringan pelayaran di laut terdiri dari jaringan pelayaran internasional dan jaringan pelayaran nasional. (2) Jaringan pelayaran internasional merupakan jaringan pelayaran yang menghubungkan antar pelabuhan internasional hub dan antar pelabuhan internasional hub dengan pelabuhan internasional. (3) Jaringan pelayaran internasional memanfaatkan Alur Laut Kepulauan Indonesia. (4) Jaringan pelayaran nasional merupakan jaringan pelayaran yang menghubungkan pelabuhan internasional dengan nasional, regional, dan lokal. (5) Jaringan pelayaran nasional dikembangkan untuk menghubungkan pusat-pusat permukiman nasional. Pasal 36 (1) Sistem jaringan transportasi udara meliputi Tatanan Bandar Udara dan Ruang Lalu Lintas Udara. (2) Tatanan bandar udara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) terdiri dari bandar udara pusat penyebaran skala primer, bandar udara pusat penyebaran skala sekunder, PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 21 bandar udara pusat penyebaran skala tersier, dan bandar udara bukan pusat penyebaran. (3) Bandar udara pusat penyebaran skala primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah besar dengan lingkup pelayanan nasional dan berfungsi sebagai pintu utama untuk ke luar negeri; (4) Bandar udara dimaksud pada ayat (3) yang potensial sebagai pintu utama menuju wilayah Australia dan Negara Pasifik yaitu Bandara El-Tari, Kota Kupang. Pasal 37 (1) Bandar udara pusat penyebaran skala sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah cukup besar dengan lingkup pelayanan nasional dan beberapa Propinsi dan terhubungkan dengan fungsi pusat penyebaran skala primer untuk pelayanan internasional. (2) Bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang potensial sebagai pintu menuju Propinsi lain secara langsung yaitu: a. b. c. d. Bandara Waioti – Maumere, Kabupaten Sikka; Bandara Komodo – Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat; Bandara Mauhau – Waingapu, Kabupaten Sumba Timur; Bandara H. Aroeboesman , Kabupaten Ende. Pasal 38 (1) Bandar udara pusat penyebaran skala tersier diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah sedang dengan lingkup pelayanan pada satu Propinsi atau beberapa kabupaten dan terhubungkan dengan fungsi pusat penyebaran skala sekunder dan pusat penyebaran skala primer untuk pelayanan internasional; (2) Bandar udara pusat penyebaran skala tersier sebagai jembatan udara dalam wilayah : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Bandara Lekunik – Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao; Bandara Terdamu – Pulau Sabu, Kabupaten Kupang; Bandara Satartacik – Ruteng, sebagai bandar udara domestik lokal; Bandara Tambolaka – Waikabubak, sebagai bandar udara domestik regional; Bandara Haliwen – Belu, sebagai bandar udara domestik lokal; Bandara Mali – Alor, sebagai bandar udara domestik lokal; Bandara Gewayantana – Larantuka, sebagai bandar udara domestik lokal; Bandara Wunopito – Lewoleba, Kabupaten Lembata; Bandara Soa – Bajawa, Kabupaten Ngada. Pasal 39 (1) Bandar udara bukan pusat penyebaran diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah rendah dan tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan. (2) Status bandar udara bukan pusat penyebaran dan prioritas pengembangannya ditetapkan Menteri melalui rekomendasi Gubenur. Pasal 40 (1) Pola pengelolaan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas sistem jaringan multimoda transportasi secara sinergis dalam tataran transportasi wilayah. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 22 (2) Pola pengelolaan jaringan transportasi jalan meliputi : pola pengelolaan transportasi perkotaan, perdesaan, antar kota dalam Propinsi, antar kota antar Propinsi dan antar lintas batas negara. (3) Pola pengelolaan jaringan transportasi penyeberangan meliputi pola pengelolaan pelabuhan penyeberangan dan lintasan penyeberangan. (4) Pola pengelolaan jaringan transportasi laut meliputi pola pengelolaan pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, dan pelabuhan regional dan pelabuhan lokal. (5) Pola pengelolaan jaringan transportasi udara meliputi pola pengelolaan bandar udara pusat penyebaran skala primer, bandar udara pusat penyebaran skala sekunder, dan bandar udara pusat penyebaran skala tersier. Paragraf 3 Rencana Pengembangan Tenaga Listrik Pasal 41 Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan sumbersumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik, sistem jaringan transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan terisolasi inter dan antar wilayah Propinsi dan atau kabupaten. Pasal 42 (1) Pola pengelolaan sistem pengembangan penyediaan tenaga listrik bertujuan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kelistrikan secara sinergis dalam mendukung pengembangan wilayah yang dirinci ke dalam peranan Pemerintah, pemerintah Propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. (2) Sasaran pengelolaan sistem jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk : a. meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik Nasional dalam pengembangan wilayah Propinsi; b. meningkatkan pelayanan jaringan terinterkoneksi kelistrikan dalam pengembangan wilayah Propinsi; c. meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam pengembangan wilayah Propinsi. (3) Pola pengelolaan penyediaan tenaga listrik wilayah Propinsi meliputi pola pengelolaan pembangkitan transmisi dan pola pengelolaan jaringan dalam wilayah Propinsi. Pasal 43 (1) Pola pengelolaan penyediaan tenaga listrik wilayah Propinsi meliputi : a. menetapkan pembangkit tenaga listrik wilayah Propinsi untuk mewujudkan struktur ruang wilayah Propinsi dan meratakan distribusi energi secara nasional di wilayah Propinsi; b. mempertimbangkan kendala fisik dan pengaturan penggunaan lahan di sekitar pembangkitan; c. melakukan studi kelayakan lingkungan hidup (AMDAL,UKL, UPL) beserta prasyarat yang ditetapkan. (2) Pola pengelolaan jaringan transmisi meliputi : PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 23 a. b. c. d. menetapkan dan mengembangkan jaringan transmisi dalam mendukung perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi untuk menyediakan tenaga listrik mendukung pengembangan kawasan andalan/tertentu dan sistem kota-kota serta meratakan distribusi supply-demand energi secara nasional di wilayah Propinsi; melakukan studi kelayakan lingkungan hidup (AMDAL,UKL, UPL) beserta prasyarat yang ditetapkan; mengatur jaringan transmisi bertegangan tinggi agar tidak berbahaya bagi penduduk dan aset berharga lainnya dengan menerapkan kaidah teknologi yang sesuai; pengembangan jaringan transmisi dapat dilakukan pemerintah Propinsi melalui kerjasama pemerintah Kabupaten/Kota dan Perusahaan Listrik Negara/Swasta. (3) Pola pengelolaan jaringan dalam wilayah Propinsi meliputi : a. mengembangkan jaringan terisolasi untuk mendorong kegiatan produktif sosial ekonomi di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil dan perdesaan; b. mendorong pemerataan pembangunan; c. melayani kebutuhan masyarakat; d. membuka isolasi wilayah pedalaman dan terpencil baik informasi maupun akses; e. mengembangkan subsidi pengusahaan dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi yang tersedia. (4) Mengatur jaringan transmisi bertegangan tinggi agar tidak berbahaya bagi penduduk dan aset berharga lainnya dengan menerapkan kaidah teknologi yang sesuai. Paragraf 4 Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Pasal 44 (1) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi wilayah meliputi pengembangan stasiun bumi dan pengembangan jaringan transmisi. (2) Pengembangan stasiun bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Propinsi dan nasional. (3) Pengembangan jaringan transmisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk melayani jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Propinsi yang mengakses ke wilayah nasional. (4) Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi di Wilayah Propinsi ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 45 (1) Pola pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi yang handal dan cepat di seluruh wilayah Propinsi dalam perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Sasaran pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk : a. meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok wilayah dan akses ke wilayah nasional; b. meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 24 (3) Pola pengelolaan sistem jaringan telekomuniksi meliputi pola pengelolaan stasiun bumi dan pola pengelolaan jaringan transmisi telekomunikasi. Pasal 46 (1) Pola pengelolaan stasiun bumi meliputi: a. menetapkan lokasi dan mengembangkan peran stasiun bumi sesuai tujuan untuk pemerataan pelayanan informasi; b. mengendalikan kendala fisik dan penggunaan lahan di sekitar stasiun bumi sehingga fungsi penyediaan informasi dapat berkesinambungan; c. melakukan studi lingkungan dan melakukan persyaratan yang diharuskan; (2) Pola pengelolaan jaringan transmisi telekomunikasi meliputi : a. mengembangkan jaringan transmisi telekomunikasi untuk mendukung perkembangan kegiatan sosial ekonomi melalui pengembangan kota-kota dan kawasan budidaya serta kawasan strategis; b. mengintegrasikan sistem jaringan telekomunikasi dengan sistem transportasi dalam perwujudan kerangka struktur ruang wilayah Propinsi dan kerangka akses nasional yang merata dan utuh; c. mengembangkan transmisi telekomunikasi di daerah dilakukan dalam koordinasi Pemerintah melalui Gubernur; d. menggalang partisipasi swasta dan masyarakat dalam investasi dan operasi termasuk membuka kesempatan usaha bagi pengembangan usaha menengah dan koperasi. Paragraf 5 Rencana Pengembangan Sistem Sumber daya Air Pasal 47 (1) Pengembangan sistem prasarana sumber daya air wilayah Propinsi meliputi penetapan wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan sistem pusat permukiman, dan perlindungan di kawasan tangkapan air dan daerah aliran sungai kritis. (2) Penetapan daerah aliran sungai kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. (3) Penetapan wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan dan perlindungan kawasan pelayanannya dan penetapan daerah aliran sungai kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada Lampiran Peraturan Daerah ini. (4) Perlindungan air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, air tanah sangat dalam) untuk memenuhi kebutuhan domestik, irigasi dan industri. Pasal 48 (1) Pola pengelolaan sistem prasarana sumber daya air bertujuan untuk penyediaan air baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah Propinsi untuk mendukung pengembangan wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi. (2) Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk : a. meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyediaan air baku bagi kawasan pengembangan; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 25 b. meningkatkan kualitas sistem prasarana sumber daya air; (3) Pola pengelolaan prasarana sumber daya air meliputi pola pengelolaan wilayah sungai lintas kabupaten/kota, pola pengelolaan wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional, serta pola pengelolaan sistem jaringan prasarana sumber daya air. Pasal 49 (1) Pola pengelolaan wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota meliputi ; a. menetapkan wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota oleh Gubernur dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. menetapkan rencana induk pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota oleh Pemerintah Propinsi dan disepakati Bupati/Walikota bersangkutan; c. menetapkan dan mengelola kawasan lindung untuk melestarikan daerah tangkapan air oleh Pemerintah Propinsi; d. menetapkan sempadan sungai dan pemanfaatan ruang disisi kiri-kanan sungai ; e. melakukan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air; f. melakukan kerjasama pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan ditetapkan bersama oleh Pemerintah, Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota g. pemantauan dan evaluasi pengelolaan serta pengawasan dan pengendalian kualitas air dan sumber air secara bersama oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (2) Pola pengelolaan wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional, meliputi : a. menetapkan wilayah sungai lintas negara terutama untuk mendukung pengembangan kegiatan di kawasan tertentu dan kota pusat kegiatan nasional; b. menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan di bawah koordinasi Menteri; (3) Pola pengelolaan sistem jaringan sumber daya air meliputi kegiatan : a. pengembangan jaringan sumber daya air disertai dengan pengembangan jaringan drainase yang menjadi satu kesatuan; b. pengembangan jaringan sumber daya air untuk mendukung pengembangan kawasan andalan/tertentu dan pusat-pusat permukiman dengan memperhatikan pelestarian sumber daya air ; c. pengembangan sistem jaringan sumber daya air dengan pola satu sistem jaringan sumber daya air, satu kesatuan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan penggunaan di hulu, tengah dan hilir dalam sistem wilayah sungai secara seimbang; d. pembentukan wadah koordinasi sumber daya air dalam rangka koordinasi pengelolaan sumber daya air lintas wilayah kabupaten/kota; e. penyediaan, pengendalian dan perbaikan mutu air irigasi; (4) Dalam rangka pengembangan kawasan irigasi, maka arahan pengembangan wilayah adalah pada kawasan lahan basah setiap satuan wilayah sungai. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 26 Paragraf 6 Rencana Pengembangan Kawasan Prirotas Pasal 50 (1) Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, keseimbangan pengembangan wilayah, keseimbangan ekosistem dan keamanan wilayah maka perlu menetapkan kawasan prioritas. (2) Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi : Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan: Oesao – Amarasi – Bena – Baus; Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama – Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kapan – Eban – Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan – Lantoka; Kawasan Tanjungbunga – Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga – Konga – Magepanda; Kawasan Mbay – Mautenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung – Mautenda – Maurole; Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor – Nggorang; Kawasan Komodo; Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng – Buntal; Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru – Melolo; Kawasan Wanokaka – Anakalang dengan Sub Kawasan: Kawasan Wanokaka – Anakalang; Kawasan Kodi – Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi – Laratama; b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 Satuan Kawasan Pengembangan Pesisir Laut Terpadu (SKPLT) : SKPLT – Selat Ombai – Laut Banda, SKPLT – Laut Sawu I, SKPLT – Laut Sawu II, SKPLT – Laut Sawu III, SKPLT – Laut Flores, SKPLT – Selat Sumba, SKPLT – Laut Timor, SKPLT – Laut Hindia, SKPLT – Selat Sape; (3) Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan daerah terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Selatan Sumba, Flores Utara, Timor Selatan, Rote Selatan; Sub Kawasan Pedalaman: Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar dan gugusan pulau di Manggarai Barat; (4) Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung di kawasan perbatasan negara, perbatasan propinsi dan lintas kabupaten, kawasan kritis dan kawasan rawan bencana lintas kabupaten. (5) Kawasan prioritas untuk keamanan wilayah meliputi kawasan pulau-pulau terluar seperti pulau Batek, Ndana, Salura, Mengkudu dan Kotak Bagian Kedua Rencana Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Pasal 51 Pola Pemanfaatan ruang wilayah Propinsi menggambarkan sebaran kawasan lindung dan kawasan budidaya serta kawasan tertentu. Paragraf 1 Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung Pasal 52 (1) Kawasan lindung meliputi : a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 27 b. c. d. e. f. g. h. i. kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam; kawasan pelestarian alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana; kawasan cagar alam geologi; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; kawasan lindung lainnya. (2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. kawasan hutan lindung; b. kawasan bergambut; c. kawasan resapan air. (3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. sempadan mata air b. sempadan pantai; c. sempadan sungai; d. kawasan sekitar danau/waduk, embung dan bendung e. kawasan terbuka hijau kota, termasuk hutan kota. (4) Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi; a. cagar alam; b. suaka margasatwa. (5) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Taman Nasional; b. Taman hutan raya; c. Taman wisata alam. (6) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil. (7) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi : a. rawan bencana alam banjir: tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil; b. rawan bencana geologi mencakup kawasan rawan gerakan tanah; bencana gunung api; gempa bumi; patahan; tsunami; abrasi; lahar dan bahaya gas beracun. (8) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g mencakup: a. kawasan keunikan batuan dan fosil; b. kawasan keunikan bentang alam; c. kawasan keunikan proses geologi. (9) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h mencakup : a. kawasan resapan (imbuhan) air tanah dan mata air; b. sempadan mata air. (10) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi: a. Taman buru; b. Cagar biosfir; c. Kawasan perlindungan plasma nutfah; d. Kawasan pengungsian satwa; e. Kawasan pantai berhutan bakau; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 28 f. Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi; Pasal 53 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya mencakup: a. kawasan hutan yang berfungsi lindung : 1). Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau Flores dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau Adonara; 2). Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni menjadi tempat perlindungan aneka flora dan fauna serta aneka satwa; 3). Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai kawasan lindung. b. kawasan resapan air tersebar di kabupaten/kota. Pasal 54 (1) Kawasan perlindungan setempat meliputi : a. kawasan sempadan pantai yang meliputi daerah surut terendah dan pasang tertinggi sampai daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat; b. kawasan sempadan sungai yang meliputi kawasan selebar 100 m di kiri/kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman dan untuk sungai di kawasan berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 sampai 15 meter. (2) Kawasan sekitar danau/waduk dan embung-embung/cekdam yang meliputi daratan sepanjang tepian danau/waduk, embung-embung/cekdam yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk, embung-embung/cekdam antara 50 s/d 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan; (3) Kawasan sekitar mata air yang meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Pasal 55 Kawasan suaka alam dan cagar budaya mencakup : a. Kawasan Suaka Alam yang meliputi : 1). Cagar Alam yaitu Maubesi, Wai Wuul, Watu Ata, Kimang Boleng dan Wolo Tado 2). Suaka Marga Satwa yaitu Pulau Menipo, Kateri, Danau Tuadale, Harlu, Perhatu dan Ale Aesio; b. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya : 1) Taman Wisata Alam Laut dan Taman Laut yaitu Taman Wisata Laut Teluk Kupang di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang dan Taman Laut Gugus Pulau Teluk Maumere di Kabupaten Sikka; 2) Cagar alam Laut yaitu Cagar alam Laut 17 Pulau Riung di Kabupaten Ngada. 3) Kawasan suaka alam laut di Alor Solor c. Cagar Budaya yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur Pasal 56 Kawasan Pelestarian Alam mencakup : a. Taman Wisata Alam yaitu Camplong, Baumata, Tuti Adagae, Tanjung Watu Manuk, Pulau Besar, Pulau Rusa Pulau Lapang, Pulau Batang, Pulau Pantar dan Ruteng; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 29 b. Taman Nasional yaitu Komodo, Kelimutu, Laiwanggi, Wanggameti, Mutis Timau, Manupeu dan Tanadaru; c. Taman Hutan Rakyat Profesor Dr. Herman Yohanes. Pasal 57 Kawasan rawan bencana terdiri dari : a. kawasan rawan bencana letusan gunung berapi yang terletak di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata; b. kawasan rawan bencana gempa bumi terletak di seluruh Kabupaten/Kota terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya; c. kawasan rawan tsunami meliputi hampir seluruh daerah pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara, Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan Pulau-pulau yang berhadapan dengan laut terbuka; d. kawasan rawan bencana banjir mencakup hampir seluruh daerah aliran sungai (DAS) yang tersebar disetiap Kabupaten/Kota; e. kawasan rawan bencana longsor relatif merata di kabupaten-kabupaten pulau Flores, Pulau Timor dan Pulau Alor terutama pada daerah dengan topografi berbukit dan kritis akibat usaha bertani yang kurang terkontrol dan penggundulan hutan. Pasal 58 Kawasan lindung lainnya mencakup : a. Taman Buru di Kabupaten Alor, Ende, Kupang, Manggarai, TTS, Rote Ndao dan Lembata; b. kawasan pantai berhutan bakau yang mencakup dengan jarak minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan pasang tinggi dan terendah tahunan diukur dari garis surut terendah ke arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau yaitu kawasan yang tersebar di wilayah Daerah, merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Paragraf 2 Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Budidaya Pasal 59 (1) Kawasan budidaya meliputi kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan produksi, hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman dan permukiman transmigrasi dan atau permukiman baru. (2) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan produksi merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan; (3) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan rakyat tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil; (4) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan budidaya holtikultura, kawasan budidaya perkebunan dan kawasan budidaya peternakan; (6) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah pesisir dan laut yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan. (7) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan wilayah pertambangan dan kawasan wilayah pertambangan rakyat dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 30 atas tiga golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas. (8) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan yang dikembangkan bagi kegiatan berbagai industri. (9) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. (10) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal. (11) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman transmigrasi dan atau permukiman baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan yang diarahkan pada kawasan marginal untuk hunian transmigran atau pemukim baru, memiliki luas tertentu dan lahan usaha yang bersifat terpusat. Pasal 60 Kawasan budidaya lainnya diatur dalam standar dan kriteria teknis pemanfaatan ruang dan merupakan persyaratan minimal untuk seluruh Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut oleh Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Paragraf 3 Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Tertentu Pasal 61 Kawasan tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan; a. sosial budaya bangsa; b. pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah; c. pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi strategis; d. politik dan pertahanan negara serta integritas nasional; e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Bagian Ketiga Rencana Pengelolaan Pola Tata Ruang Paragraf 1 Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 62 (1) Rencana pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya, dan kawasan lindung lainnya, serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana. (2) Sasaran pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk : a. meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai budaya dan sejarah bangsa; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 31 b. mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam. Pasal 63 (1) Rencana pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya berupa : a. mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan selalu dapat terjamin; b. mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir serta untuk melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut; c. memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. (2) Rencana pengelolaan kawasan perlindungan setempat adalah : a. menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai; b. menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai; c. menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk; d. menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya; e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota; (3) Rencana pengelolaan kawasan suaka alam berupa perlindungan keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan kawasan suaka alam laut dan perairan laiannya untuk kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. (4) Rencana pengelolaan bagi kawasan pelestarian alam berupa pelestarian fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan pelestarian alam yang terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. (5) Rencana pengelolaan bagi kawasan cagar budaya dilakukan melalui upaya perlindungan terhadap kekayaan budaya bangsa yang meliputi peninggalanpeninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, serta keanekaragaman bentukan geologi di kawasan cagar budaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pencegahan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. (6) Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana alam dilakukan melalui pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan bencana alam untuk melindungi manusia dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 32 (7) Rencana pengelolaan kawasan lindung lainnya adalah : a. melindungi kawasan taman buru dan ekosistemnya untuk kelangsungan perburuan satwa; b. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan cagar biosfer untuk melindungi ekosistem asli, ekosistem unik, dan/atau ekosistem yang telah mengalami degradasi dari gangguan kerusakan seluruh unsur-unsur alamnya untuk penelitian dan pendidikan; c. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan daerah perlindungan plasma nutfah untuk melindungi daerah dan ekosistemnya, serta menjaga kelestarian flora dan faunanya; d. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan daerah pengungsian satwa untuk melindungi daerah dan ekosistemnya bagi kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; e. melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan kawasan pantai berhutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau, tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, dan pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budi daya di belakangnya. Paragraf 2 Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya Pasal 64 (1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang dan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia untuk menyerasikan pemanfaatan ruang dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Pengelolaan kawasan budidaya dilakukan secara seksama dan berdaya guna untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dengan mempertimbangkan aspek-aspek keruangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (3) Pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan untuk : a. terwujudnya pemanfaatan ruang dan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. terhindarnya konflik pemanfaatan sumber daya dengan pengertian pemanfaatan ruang harus berdasarkan pada prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar pada masyarakat; c. memelihara kawasan budidaya untuk keadilan dalam masyarakat dengan memperhatikan Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P3T). Pasal 65 (1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya dilaksanakan sesuai dengan peran Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Peran Pemerintah dalam pengelolaan kawasan budidaya yang mencakup: a. penetapan kriteria, norma, standar, prosedur, dan manual (NSPM) pengelolaan kawasan budidaya; b. bimbingan/pembinaan teknis pengembangan kawasan budidaya kepada Pemerintah Daerah; c. fasilitasi promosi pengembangan investasi kawasan dan fasilitasi pengembangan kerjasama dengan dunia usaha (dengan kemudahan pemberian insentif); PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 33 d. penyelenggaraan izin usaha pemanfaatan kawasan budidaya lintas Propinsi dan kawasan budidaya strategis nasional, seperti pertambangan migas, radio aktif, logam mulia. (3) Peran Pemerintah Propinsi dalam pengelolaan kawasan budidaya mencakup : a. memberikan pedoman penyelenggaraan pengelolaan kawasan budidaya; b. menyelenggarakan izin usaha pemanfaatan kawasan budidaya lintas kabupaten/kota; c. memfasilitasi kerjasama pengelolaan kawasan budidaya antar kabupaten/kota. (4) Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan kawasan budidaya mencakup : a. menyusun Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya; b. melaksanaan pengendalian pengembangan sejak dini melalui mekanisme perizinan c. berkoordinasi dengan pemerintah sebagai pembina teknis atau Pemerintah Propinsi dalam kapasitas fungsi dekonsentrasi; d. mengupayakan kerjasama dan koordinasi antar daerah otonom dalam pengelolaan kawasan budidaya. Pasal 66 (1) Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai hutan produksi adalah : a. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang beserta sumber daya hutan di kawasan hutan produksi terbatas, untuk memperoleh hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kebutuhan pangan jangka panjang; b. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang beserta sumber daya hutan di kawasan hutan produksi tetap, untuk memperoleh hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; c. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi guna mendukung pengembangan transportasi, transmigrasi, pertanian, permukiman, perkebunan, industri dan lainlain, dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai hutan rakyat adalah menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang, beserta sumber daya alam di tanah yang dibebani hak milik atau hak lainnya untuk meningkatkan penyediaan kayu bagi kepentingan rakyat dan bahan baku industri pengelolaan kayu, dengan tetap menjaga kelesatrian fungsi lingkungan hidup. (3) Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai pertanian berupa : a. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pangan lahan basah, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi pangan lahan kering di kawasan pertanian lahan kering, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; c. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi perkebunan di kawasan perkebunan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; d. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi peternakan beserta hasil-hasilnya di kawasan peternakan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 34 e. memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai untuk peningkatan produksi perikanan di kawasan perikanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. (4) Langkah pengelolaan kawasan perikanan adalah berupa memanfaatkan potensi perikanan di wilayah pesisir hingga Zona Ekonomi Eksklusif dan meningkatkan nilai tambah perikanan melalui industri pengelolaan hasil-hasil perikanan dan kelautan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. (5) Pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai pertambangan adalah memanfaatkan sumber mineral, energi dan bahan galian lainnya di kawasan pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber mineral tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. (6) Pengelolaan kawasan yang diperlukan sebagai industri adalah memanfaatkan potensi kawasan industri untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang dalam memenuhi kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan industri, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (7) Pola pengelolaan kawasan pariwisata adalah memanfaatkan potensi keindahan alam dan budaya di kawasan pariwisata guna mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat-istiadat, mutu dan lingkungan alam serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. (8) Langkah-langkah pengelolaan kawasan permukiman adalah memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan permukiman dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai dengan pengembangan masyarakat dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Paragraf 3 Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu Pasal 67 (1) Rencana pengelolaan kawasan tertentu bertujuan untuk : a. terselenggaranya penataan ruang nasional dan ruang wilayah Propinsi atau ruang wilayah Kabupaten/Kota; b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budidaya yang berada dalam kawasan tertentu; c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan dan mendukung pertahanan keamanan negara; d. menciptakan kawasan strategis , baik bagi pembangunan nasional maupun bagi pembangunan daerah. (2) Pengelolaan kawasan tertentu dilakukan dalam rangka : a. mengoptimalkan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan potensi melalui arah pola investasi baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat; b. peningkatan pembangunan kawasan dan peningkatan upaya sinergi pembangunan antara kabupaten/kota, propinsi, maupun nasional; c. memacu perkembangan kawasan/daerah dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam dengan penggunaan IPTEK yang tepat guna dan memberikan daya saing nasional; d. mempertahankan fungsi lingkungan hidup kawasan dengan pengendalian yang ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 35 Pasal 68 (1) Pengelolaan kawasan tertentu dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. (2) Peran Pemerintah dalam pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan dengan : a. menyediakan dan menerapkan kriteria, norma, standar, prosedur, dan manual pengelolaan kawasan tertentu; b. melibatkan Pemerintah Daerah dan masyarakat termasuk pemberian insentif dan disinsentif, kompensasi, serta fasilitasi promosi; c. mengupayakan kerjasama dan koordinasi daerah; d. melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan tertentu termasuk pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan penyelenggaraan tertentu berdasarkan kewenangannya. (3) Peran Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan dengan : a. memadukan rencana tata ruang kawasan tertentu, termasuk dalam perencanaan tata ruang wilayah masing-masing; b. melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan tertentu termasuk pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan penyelenggaraan kawasan tertentu berdasarkan kewenangannya; c. memberikan penghargaan kepada pelaku pembangunan yang berperan dalam menjaga pelestarian dan pengembangan kawasan tertentu (4) Hal-hal lain yang telah diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI PEMANFAATAN RUANG Bagian Pertama Mekanisme Pemanfaatan Ruang Pasal 69 Mekanisme pemanfaatan ruang meliputi pemaduserasian program pembangunan, pentahapan rencana pemanfaatan ruang dan pembiayaan pelaksanaan program pembangunan. Bagian Kedua Program Pembangunan Pasal 70 (1) Pemanfaatan ruang dalam Program Pembangunan Daerah diarahkan sesuai rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. (2) Gubernur mengkoordinasikan program pembangunan untuk mewujudkan pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan tertentu, serta perwujudan struktur tata ruang wilayah Propinsi melalui pengembangan sistem pusat permukiman wilayah Propinsi dan sistem jaringan transportasi, sistem jaringan transmisi tenaga listrik, sistem jaringan telekomunikasi dan sistem jaringan prasarana sumber daya air Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 36 (3) Pemerintah Kabupaten/Kota didorong untuk ikut serta secara aktif dalam perwujudan pemanfaatan ruang. Pasal 71 (1) Perwujudan pemanfaatan ruang yang sesuai dan sejalan dengan RTRWP, ditetapkan melalui pentahapan rencana pemanfaatan ruang wilayah Propinsi dan dikembangkan perangkat insentif dan disinsentif. (2) Pentahapan rencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan prioritas rencana pengembangan wilayah Propinsi secara berkesinambungan. (3) Tahapan prioritas rencana pengembangan wilayah Propinsi lima tahunan ditetapkan dalam Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pasal 72 (1) Perangkat insentif dan disinsentif diarahkan untuk perwujudan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi yang sesuai dengan RTRWP. (2) Perangkat insentif dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi seluruh kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Perangkat disinsentif dimaksudkan untuk menghambat atau mencegah pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Pembiayaan Pasal 73 (1) Pembiayaan pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRWP meliputi sumber dan alokasi pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan. (2) Sumber dan alokasi pembiayaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa anggaran pembangunan Pemerintah, Pemerintah Daerah, investasi swasta, dan atau bentuk kerjasama pembiayaan. BAB VII PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Pertama Pengawasan Pasal 74 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan agar pemanfaatan ruang wilayah Propinsi sesuai dengan RTRWP. (2) Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pasal 75 (1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi masing-masing diberlakukan untuk : PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 37 a. proses perencanaan, melalui mekanisme perizinan yang diatur sesuai peraturan yang berlaku; b. pelaksanaan program pembangunan, melalui mekanisme perizinan yang diatur sesuai peraturan yang berlaku; c. masa hidup program dan atau bagian-bagian program, melalui perizinan yang diatur sesuai peraturan yang berlaku; (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan pemberian informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan RTRWP. (3) Pemantauan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan pengamatan dan pemeriksaan dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan RTRWP. (4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan penilaian kemajuan kegiatan pemantauan ruang dalam mencapai tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. (5) Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat. Bagian Kedua Penertiban Pasal 76 (1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi. (2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sanksi administrasi, sanksi pidana dan sanksi perdata. (3) Sanksi administrasi dilakukan oleh aparat Penyidik Pegawai Negeri Sipil mewakili pemerintah daerah Propinsi yang berwenang terhadap pemanfaatan ruang di bawah koordinasi Pemerintah Daerah. Bagian Ketiga Rujukan Pasal 77 (1) Rujukan dalam rangka penataan ruang, Peraturan Daerah ini dilengkapi dengan Lampiran berupa Buku Rencana dan Album Peta Rencana dengan tingkat ketelitian peta rencana 1 : 250.000 yang bergeoreferensi memuat arahan pemanfaatan ruang, struktur tata ruang dan pola pemanfaatan ruang, sebagai bagian yang tidak terpisahkan. (2) Penjabaran dan pendetailan lebih lanjut atas peraturan daerah ini berupa rencana tata ruang pulau dan rencana detail tata ruang kawasan berdasarkan arahan fungsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 38 BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 78 Dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang wilayah Propinsi, masyarakat berhak : a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka muatan kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi; c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi. Pasal 79 Dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang wilayah Propinsi, masyarakat wajib : a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang. b. berlaku tertib dalam peranserta selama proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. c. mentaati kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi yang ditetapkan. Pasal 80 (1) Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi, meliputi : a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara; b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi; c. Bantuan teknik dan kerjasama dalam penelitian dan pengembangan ruang wilayah Propinsi; (2) Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui a. Pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang termasuk pemberian informasi obyektif atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang wilayah Propinsi. (3) Bentuk dan tata cara keterlibatan masyarakat dalam operasionalisasi rencana tata ruang wilayah Propinsi secara rinci diatur dalam norma, pedoman, standar dan manual yang lebih operasional dan ditetapkan dengan keputusan Gubernur. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 39 BAB IX PENINJAUAN KEMBALI RENCANA Pasal 81 (1) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan RTRWP dapat dilakukan maksimum 5 (lima) tahun sekali setelah berlakunya Peraturan Daerah ini. (2) Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan RTRWP dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pemanfaatan ruang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. (3) Evaluasi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat dan daerah yang berkaitan. (4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti. (5) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa peninjauan kembali atau menjadi lembaran tambahan (addendum) Peraturan Daerah ini. BAB X KETENTUAN SANKSI Pasal 82 (1) Sanksi administrasi dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa: a. penghentian sementara pelayanan administrasi; b. penghentian sementara pemanfaatan ruang; c. denda administrasi; d. pengurangan luas pemanfaatan ruang; e. pencabutan izin pemanfaatan ruang. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 83 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan pasal 65, 68, 78, 79 dan 80 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Selain tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang mengakibatkan perusakan dan pencemaran lingkungan serta kepentingan umum lainnya dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 40 BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 84 (1) Selain Penyidik Umum, penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan atau bahan bukti lain; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan saksi ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 85 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 86 Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka : a. kegiatan budidaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan berada di kawasan lindung dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung; b. kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; c. izin pemanfaatan ruang baik yang berada di kawasan lindung maupun di kawasan budidaya yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 41 BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 87 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur sepanjang mengenai pelaksanaannya. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 88 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 89 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Ditetapkan di pada tanggal Kupang 12 Oktober 2005 GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PIET ALEXANDER TALLO Diundangkan di Kupang pada tanggal 12 Oktober 2005 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR, TH. M. HERMANUS LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2005 NOMOR 099 SERI E NOMOR 058 PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 42 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 – 2020 I. PENJELASAN UMUM: Bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; Bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha; Bahwa Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali; Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 – 2020; II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL: Pasal 1 : Cukup jelas Pasal 2 : Cukup jelas Pasal 3 : Cukup jelas Pasal 4 : Cukup jelas Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : butir a : Cukup jelas butir b : Yang dimaksud dengan matra ruang adalah dimensi ruang butir c dst : Cukup jelas Pasal 7 : Cukup jelas Pasal 8 : Cukup jelas Pasal 9 : Cukup jelas Pasal 10 : Cukup jelas Pasal 11 : ayat (1) PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 : Cukup jelas 43 ayat (2) : Yang dimaksud dengan internal adalah kondisi yang terjadi karena adanya kebijakan Pemerintah di dalam wilayah propinsi Yang dimaksud dengan eksternal adalah kondisi yang terjadi karena adanya kebijakan diluar kebijakan Pemerintah Propinsi ayat (3) Pasal 12 : Cukup jelas Pasal 13 : Cukup jelas Pasal 14 : Cukup jelas Pasal 15 : Cukup jelas Pasal 16 : Cukup jelas Pasal 17 : ayat (1) : Cukup jelas : Cukup jelas ayat (2) butir a : Yang dimaksud dengan penetapan kawasan lindung minimal 30% adalah areal yang diperuntukkan untuk menjaga kelestarian lingkungan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dengan ketentuan kawasan lindung di luar kawasan hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan memperhatikan fungsi lindungnya ayat (2) butir b dst : Cukup jelas ayat (3) dst : Cukup jelas Pasal 18 : Cukup jelas Pasal 19 : Cukup jelas Pasal 20 : Cukup jelas Pasal 21 : Cukup jelas Pasal 22 : Cukup jelas Pasal 23 : Cukup jelas Pasal 24 : Cukup jelas Pasal 25 : Cukup jelas Pasal 26 : Cukup jelas Pasal 26 : Cukup jelas Pasal 27 : Cukup jelas Pasal 28 : Cukup jelas Pasal 29 : Cukup jelas Pasal 30 : ayat (1) ayat (2) : Cukup jelas : Daftar ruas jalan Nasional tercantum pada Tabel 1 ayat (3) dst : Cukup jelas PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 44 TABEL 1. DATA JARINGAN JALAN NASIONAL DI PROPINSI NTT DAN RENCANA PENGEMBANGAN JALAN NASIONAL DI PROPINSI NTT TAHUN 2020 No. 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama Ruas Wilayah Pengembangan 2 WP II : Flores - KAB. ENDE 006. 11 K Lembata 006. 12 K 006. 13 K 006. 14 K 007. 11 K 007. 12 K 006 007 008 009 010 011 012 P152 P153 P154 3 Jl. Katedral (Ende) Jl. Sukarno (Ende) Jl. Perwira (Ende) Jl. Arah Bajawa (Ende) Jl. A. Yani (Ende) Jl. Gatot Subroto (Ende) Ende - Aegela Ende - Detusoko Detusoko - Wologai Wologai - Junction Junction - Wolowaru Wolowaru - Lianunu Lianunu - Hepang Kaburea-Maukaro-Nabe Nabe - Ranakolo - Maurole Maurole - Kota Baru - Koro Jumlah KAB. SIKKA 013 Hepang - Nita 014 Nita - Woloara 015 Woloara - Maumere Jln. Konterius (Maumere) 015. 11 K Jln. Sugiyo Pranoto (Maumere) 015. 12 K Jln. NongMeak (Maumere) 015. 13 K Jln. Gajah Mada (Maumere) 015. 14 K 016 Maumere - Waepare Jln. A. Yani (Maumere) 016. 11 K Jln. Sudirman (Maumere) 016 . 12 K 017.1 Waepare - KM. 180 P154 Koro - Magepanda P038 Waepare - Bola Jumlah KAB. FLOTIM 017. 2 Km. 180 - Waerunu 017. 3 Waerunu - Larantuka Jln. Basuki Rahmat (Larantuka) 017. 31. K Jln. Herman Fernandes (Larantuka) 017. 32 K Jln. Yoakim Bl. de.Rosari (Larantuka) 017. 33 K Jln. Renha Rosari (Larantuka) 017. 34 K Jln. Yos Sudarso (Larantuka) 017. 35 K P39 Larantuka - Watowiti P122 Mudajebak - Lato - Waerunu P159 Wailebe - Waiwadan K016 + 01 Waiwadan-Kolilanang-Lambunga-Witihama K021 Witihama - Waiwuring Jumlah KAB. NGADA 005 Aegela - Gako 004 Gako - Malanuza 003 Malanuza - Bajawa Jl. Sukarno - Hatta (Bajawa) 003 11 K Jl. Ahmad Yani (Bajawa) 003 12 K Jl. Gatot Subrorto (Bajawa) 003 13 K P148 Waeklambu - Mboras P149 Mboras - Danga P150 Danga - Nila - Marapokot P151 Marapokot - Aeramo - Kaburea Jumlah PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 Usulan Tambahan Total Status Status Jalan Jalan Nasional Nasional pada pada Review Review RTRWP RTRWP 2006 2006 - 2020 2020 5 4 16,00 40,00 35,00 91,00 1,00 0,45 0,60 1,00 1,50 2,40 51,49 27,95 8,65 9,26 13,05 13,44 47,34 16,00 40,00 35,00 269,13 8,20 20,01 28,21 6,81 4,84 3,81 0,17 0,53 0,64 1,67 3,37 1,60 1,79 25,31 8,20 20,01 78,75 8,680 27,800 16,00 16,00 20,00 88,48 36,30 55,19 4,30 1,07 0,46 1,31 1,53 8,68 27,80 16,00 16,00 20,00 188,64 20,00 36,00 12,00 45,00 113,00 31,77 17,24 15,33 0,55 0,60 2,00 20,00 36,00 12,00 45,00 180,49 45 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 WP II : Flores Lembata 6 1 2 3 4 5 7 1 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 WP I : Timor Barat - Rote Ndao - Alor 3 KAB. MANGGARAI 002 . 1 Sp. Bajawa - Bts. Manggarai 002 . 2 Bts. Manggarai - Km. 210 002 . 3 Km. 210 - Ruteng 002 . 31 K Jl. A. Yani (Ruteng) 002 . 32 K Jl. Ranakaka (Ruteng) Jl. Komodo (Ruteng) 019 . 11 K P146 Reo - Dampek - Pota P147 Pota - Waeklambu P001 Ruteng - Reo - Kedindi Jumlah KAB. MANGGARAI BARAT 019 Ruteng - Malwatar 018 Malwatar - Labuan Bajo Nggorang - Sp.Wangkung - Kondo Kondo - Sp.Noa - Hita Hita - Sp. Tiga - Kedindi Jumlah KAB. LEMBATA P088 Lewoleba - Balauring Jumlah KOTA KUPANG 163 Tenau - Bolok 054 . 15 K Jl. A. Yani ( Kupang) 054 . 16 K Jl. Sukarno ( Kupang) 054 . 17 K Jl. Pahlawan ( Kupang) 054 . 18 K Jl. Tua Bata ( Kupang) 054 . 19 K Jl. Ke Tenau ( Kupang) 055 . 12 K Jl. Siliwangi ( Kupang) 055 . 13 K Jl. Sumba - Sumatra (Kupang) 055 . 14 K Jl. Timor - Timur ( Kupang) 067 Simp. Oesapa - Lap. Terbang Eltari 067 Jalan Raya Eltari 056 11 K Oesapa - Oesao Jumlah KAB. KUPANG 056 Oesapa - Oesao 057 Oesao - Bokong 054 K1 Kupang - Tenau 054 K Kupang - Oesapa 054 K2 Jalan Tompelo (Kupang) 054 K3 Jalan Lalamentik (Kupang) 054 K4 Jalan Kayu Putih (Kupang) P102 Naikliu - Oepuli P069 Seba - Bolow K010 Biu - Bolow Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 KAB. TTS 058 059 059 11 K 059 12 K 060 060 11 K 060 12 K 061 P077 P128 P129 P130 P078 P093 11 1 2 3 4 KAB. TTU 062 062 11 K 062 12 K 062 13 K PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 Bokong - Batu Putih Batuputih - Soe Jl. Gajah Mada ( Soe) Jl. Sudirman ( Soe) Soe - Nikiniki Jl. Diponegoro (Soe) Jl. A. Yani (Soe) Nikiniki - Noelmuti Batu Putih - Panite Panite - Kolbano Kolbano - Boking Boking - Wanibesak Soe - Kapan Kapan - Eban Jumlah Noelmuti - Kefamenanu Jl. Pattimura (Kefamenanu) Jl. Kartini (Kefamenanu) Jl. El Tari (Kefamenanu) 5 4 34,00 40,00 62,17 136,17 39,59 44,95 43,70 1,05 0,80 0,90 34,00 40,00 62,17 267,16 34,00 40,00 46,00 120,00 62,74 60,26 34,00 40,00 46,00 243,00 52,45 52,45 52,45 52,45 - 4,30 2,10 0,40 3,00 3,76 4,38 1,05 1,10 6,14 4,29 11,30 3,50 45,32 32,50 25,15 4,20 61,85 16,10 40,73 32,50 25,15 4,20 118,68 29,73 41,00 56,00 21,00 15,51 22,18 185,42 7,66 27,38 4,00 0,20 20,69 0,95 4,40 43,01 29,73 41,00 56,00 21,00 15,51 22,18 293,71 8,16 0,75 1,27 3,32 46 1 5 6 7 8 9 10 11 2 WP I : Timor Barat - Rote Ndao - Alor 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 KAB. BELU 065 066 066 11 K 066 12 K 066 13 K 066 14 K 067 067 11 K 067 12 K P125 P123 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 16 1 2 3 4 5 6 7 3 Jl. Basuki Rahmat (Kefamenanu) Kefamenanu - Maubesi Jl. A. Yani (Kefamenanu) Maubesi - Nesam (Kiupukan) Lakafehan - Keliting Keliting - Wini - Sakato Kefamenanu - Oelfaub Jumlah Nesam (Kiupukan) - Halilulik Halilulik - Atambua Jl. Suprapto (Atambua) Jl. Supomo (Atambua) Jl. M. Yamin (Atambua) Jl. Basuki Rahmat (Atambua) Atambua - Motaain Jl. Martha Dinata (Atambua) Jl. Yos Sudarso (Atambua) Webua - Motamasin Sp.Berluli - Teluk Gurita Jumlah KAB. ALOR 089 089. 11.K 089. 12.K 089. 13.K 089. 14.K 089. 15.K 089. 16.K 089. 17.K 90 120 K46 K45 NS K54 K37 K38 K39 Kalabahi - Taramana Jl. Kartini (Kalabahi) Jl. Dewi Sartika (Kalabahi) Jl. Sudirmana (Kalabahi) Jl. Panglima Polim (Kalabahi) Jl. Gatot Subroto (Kalabahi) Jl. Sam Ratulangi (Kalabahi) Jl. Pattimura (Kalabahi) Junction - Lapangan Terbang Mali Taramana - Lantoka - Maritaing Beangong - Boloang Baranusa - Beangong Kayang - Sp. Beangong Kabir - Baranusa Kabir - Pandai Pandai - Tuabang Tuabang - Bakalang Jumlah KAB. ROTE NDAO P071 Baa - Olafullihaa - Pante Baru Jumlah 14 1 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 062 14 K 063 063 11 K 064 P126 P127 P082 WP III : Sumba Barat - Sumba Timur KAB. SUMBA TIMUR 043 .1 Waingapu - KM. 35 043 . 2 KM. 35 - Bts. Sumba Timur 043. 11 K Jl. Suprapto (Waingapu) 043. 12 K Jl. Panjaitan (Waingapu) 043. 13 K Jl. MT. Haryono (Waingapu) 043. 14 K Jl. A. Yani (Waingapu) 043. 15 K Jl. Diponegoro (Waingapu) 043. 16 K Jl. Gajah Mada (Waingapu) 043. 17 K Jl. Adam Malik (Waingapu) 043. 18 K Jl. Matawi Amahul (Waingapu) 043. 19 K Jl. Nanga Mesi (Waingapu) P051 Waingapu - Melolo P052 Melolo - Baing NS Jln. Matawaiamahu Jumlah KAB. SUMBA BARAT 043 Bts. Sumba Timur - Waikabubak 043.31K Jln. Sudirman ( Waikabubak) 042 Waikabubak - Waitabula 041 Waitabula - Waikelo K15 Memboro - Lenang K33 Lenang - Tanambanas K Tanambanas - Napu Jumlah Propinsi Nusa Tenggara Timur PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 5 4 5,20 53,00 21,20 79,40 1,95 13,07 3,50 13,97 5,20 53,00 21,20 129,39 22,16 6,21 28,37 32,13 15,90 2,20 0,80 1,20 0,20 35,57 0,90 2,90 22,16 6,21 120,17 23,00 12,80 15,21 33,10 9,70 16,00 3,00 112,81 41,82 0,33 1,04 1,16 0,64 0,43 0,79 0,49 9,00 48,50 23,00 12,80 15,21 33,10 9,70 16,00 3,00 217,01 30,750 30,75 30,75 30,75 57,86 56,70 2,50 117,06 23,32 35,46 1,00 0,54 0,55 1,08 0,84 0,60 2,40 2,18 1,05 57,86 56,70 2,50 186,08 29,000 27,000 21,000 77,00 58,01 5,41 33,04 4,80 29,00 27,00 21,00 178,26 1.321,97 2.598,99 47 Pasal 31 : Cukup jelas Pasal 32 : Cukup jelas Pasal 33 : Cukup jelas Pasal 34 : Cukup jelas Pasal 35 : Cukup jelas Pasal 36 : Cukup jelas Pasal 37 : Cukup jelas Pasal 38 : Cukup jelas Pasal 39 : Cukup jelas Pasal 40 : ayat (1) : Yang dimaksud dengan Multimoda adalah keseluruhan jenis sarana transportasi baik darat, penyeberangan, laut dan udara ayat (2) dst : Cukup jelas Pasal 41 : Cukup jelas Pasal 42 : Cukup jelas Pasal 43 : Cukup jelas Pasal 44 : Cukup jelas Pasal 45 : Cukup jelas Pasal 46 : Cukup jelas Pasal 47 : ayat (1) & (2) : Cukup jelas ayat (3) : Data Wilayah Sungai yang disebut Satuan Wilayah Sungai (SWS) dan Daerah Aliran Sungai Kritis adalah sebagai berikut: a. SWS Timor – Rote Ndao – Alor; Daerah Aliran Sungai Oesao; Daerah Aliran Sungai Manikin; Daerah Aliran Sungai Tuasene; Daerah Aliran Sungai Noelmina; Daerah Aliran Sungai Nain; Daerah Aliran Sungai Powu; Daerah Aliran Sungai Kaubele; Daerah Aliran Sungai Haekto; Daerah Aliran Sungai Tala; Daerah Aliran Sungai Benanain; Daerah Aliran Sungai Nobelu; Daerah Aliran Sungai Haekesak; Daerah Aliran Sungai Waelombur; Daerah Aliran Sungai Sabu; PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 48 Daerah Aliran Sungai Oepoli; Daerah Aliran Sungai Malibata; Daerah Aliran Manubulu. b. SWS Flores - Lembata Daerah Aliran Flores Timur; Daerah Aliran Sungai Bama; Daerah Aliran Sungai Mati; Daerah Aliran Sungai Warielou; Daerah Aliran Sungai Ili Getang; Daerah Aliran Sungai Mebe; Daerah Aliran Sungai Wolowana; Daerah Aliran Sungai Mautenda; Daerah Aliran Sungai Nangapanda; Daerah Aliran Sungai Panondiwal; Daerah Aliran Sungai Dsampek; Daerah Aliran Sungai Waikaap. c. SWS Sumba Daerah Aliran Sungai Wanokaka; Daerah Aliran Sungai Payeti; Daerah Aliran Sungai Wanga; Daerah Aliran Sungai Kakaha. ayat (4) Pasal 48 : Cukup jelas Pasal 49 : Cukup jelas Pasal 50 : Cukup jelas Pasal 51 : Cukup jelas Pasal 52 : Cukup jelas Pasal 53 : Cukup jelas Pasal 54 : Cukup jelas Pasal 55 : Cukup jelas Pasal 56 : Cukup jelas Pasal 57 : Cukup jelas Pasal 58 : Cukup jelas Pasal 59 : Cukup jelas Pasal 60 : Cukup jelas Pasal 61 : Cukup jelas Pasal 62 : Cukup jelas PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 : Cukup jelas 49 Pasal 63 : Cukup jelas Pasal 64 : Cukup jelas Pasal 65 : Cukup jelas Pasal 66 : Cukup jelas Pasal 67 : Cukup jelas Pasal 68 : Cukup jelas Pasal 69 : Cukup jelas Pasal 70 : Cukup jelas Pasal 71 : Cukup jelas Pasal 72 : Cukup jelas Pasal 73 : Cukup jelas Pasal 74 : Cukup jelas Pasal 75 : Cukup jelas Pasal 76 : Cukup jelas Pasal 77 : Cukup jelas Pasal 78 : Cukup jelas Pasal 79 : Cukup jelas Pasal 80 : Cukup jelas Pasal 81 : Cukup jelas Pasal 82 : Cukup jelas Pasal 83 : Cukup jelas Pasal 84 : Cukup jelas Pasal 85 : Cukup jelas Pasal 86 : Cukup jelas Pasal 87 : Cukup jelas Pasal 88 : Cukup jelas Pasal 89 : Cukup jelas PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 50 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………… ii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………. vi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………………………… ix BAB. I PENDAHULUAN I–1 1.1 Latar Belakang I–1 1.2 Kedudukan I–1 1.3 Sistimatika Rencana Tata Ruang I–2 BAB. II GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR II – 1 2.1 Letak Geografis Wilayah II – 1 2.2 Kondisi Fisik Dasar II – 1 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 BAB. III 2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi II – 1 2.2.2 Jenis dan Kemampuan Tanah II – 4 2.2.3 Kedalaman dan Tekstur Tanah II – 4 2.2.4 Drainase dan Erosi Tanah II – 4 2.2.5 Iklim II – 5 2.2.6 Hidrologi II – 5 2.2.7 Flora dan Fauna II – 7 2.2.8 Kondisi Laut dan Pesisir II – 8 Pola Penggunaan Lahan II – 10 2.3.1 Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan II – 10 2.3.2 Status Penggunaan Lahan II – 10 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan II – 10 2.4.1 II – 10 Jumlah dan Perkembangan Penduduk 2.4.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten II – 10 2.4.3 Struktur Penduduk II – 10 Kondisi Perekonomian II – 10 2.5.1 II – 11 II – 14 Perkembangan Struktur Ekonomi 2.5.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi 2.5.3 Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita II – 14 Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam II – 16 2.6.1 Kegiatan Pertanian II – 16 2.6.2 Sektor Pertambangan II – 27 2.6.3 Pariwisata II – 29 Pembiayaan Pembangunan II – 29 KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR III – 1 3.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional III – 1 3.1.1 Kawasan Lindung III – 1 3.1.2 Kawasan Budidaya III – 1 3.1.3 Kawasan Tertentu III – 2 3.1.4 Percepatan Pembangunan Daerah III – 3 3.2 Pokok-pokok Permasalahan Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III – 1 ii Permasalahan Eksternal Struktur 3.2.2 Permasalahan Internal Tata Ruang Dalam Lingkup III – 4 III – 5 3.3 Tujuan Pengembangan Tata Ruang III – 6 3.4 Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Nusa Tenggara Timur III – 6 3.4.1 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal III – 7 3.4.2 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propins Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Internal III – 8 3.5 BAB. IV 3.2.1 Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT III – 10 3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal III – 11 3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah) III – 12 3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung III – 12 3.5.2.2 Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya III – 12 3.5.2.3 Strategi Pengembangan Kota-kota III – 13 3.5.2.4 Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah III – 14 3.5.2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas III – 14 ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH IV – 1 4.1 Arahan Spasial Pembangunan IV – 1 4.1.1 IV – 1 4.1.2 Arahan Pemantapan Kawasan Lindung 4.1.1.1 Cakupan Kawasan Lindung IV – 1 4.1.1.2 Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung IV – 2 4.1.1.3 Luasan Kawasan Lindung 4.1.1.4 Kawasan yang Bawahannya 4.1.1.5 Arahan Kawasan Perlindungan Setempat IV – 6 4.1.1.6 Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya IV – 7 4.1.1.7 Kawasan Rawan Bencana IV – 5 Memberi Perlindungan IV – 6 IV – 7 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya IV – 9 4.1.2.1 Klasifikasi Kawasan Budidaya IV – 9 4.1.2.2 Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya 4.1.2.3 Arahan Pengembangan Produksi Hutan IV – 12 4.1.2.4 Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan IV – 13 4.1.2.5 Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah IV – 13 4.1.2.6 Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan IV – 18 4.1.2.7 Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan IV – 18 4.1.2.8 Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian IV – 19 Kawasan IV – 9 4.1.2.9 Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata IV – 19 4.1.2.10 Arahan Pengembangan Pertambangan Kawasan IV – 21 4.1.2.11 Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman IV – 24 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 iii 4.1.3 Pola Pengembangan Kota-Kota IV – 25 4.1.4 Pola Pengembangan Sistem Prasarana IV – 27 4.1.5 4.2 4.3 BAB. V Sistem Prasarana Transportasi IV – 28 4.1.4.2 Pola Pengembangan Transportasi Darat IV – 29 4.1.4.3 Pengembangan Transportasi Laut IV – 31 4.1.4.4 Pola Pengembangan Transportasi Udara IV – 34 Sistem Prasarana Ekonomi IV – 37 4.1.5.1 Pengairan IV – 37 4.1.5.2 Prasarana Perdagangan/Pasar IV – 37 Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas IV – 38 4.2.1 Penentuan Kawasan Prioritas IV – 38 4.2.2 Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas IV – 43 Kebijaksanaan Penunjang Penataan Ruang IV – 47 4.3.1 Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial IV – 47 4.3.2 Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial IV – 48 4.3.2.1 Kebijaksanaan Kependudukan IV – 48 4.3.2.2 Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan IV – 51 MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV – 1 5.1 Aspek Legalisasi dan Kelembagaan V–1 5.2 Penetapan dan Pengesahan RTRWP V–1 5.3 Pemasyarakatan RTRWP V–2 5.4 Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota V–2 5.5 Aspek Kelembagaan V–3 5.6 BAB. VI 4.1.4.1 Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang V–3 5.6.1 Pemantauan Pemanfaatan Ruang V–4 5.6.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang V–4 5.6.3 Peninjauan Kembali RTRWP V–5 5.6.4 Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan Ruang V–5 INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN SESUAI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2006 – 2020 VI – 1 6.1 Umum VI – 1 6.2 Indikasi Program Pembangunan Sektoral VI – 1 6.2.1 Tanaman Pangan dan Hortikultura VI – 1 6.2.2 Tanaman Perkebunan dan Kehutanan VI – 1 6.2.3 Perikanan dan Kelautan VI – 6 6.2.4 Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi VI – 8 6.2.5 Pertambangan dan Energi VI – 8 6.2.6 Infrastuktur Ekonomi VI – 9 6.2.7 Industri VI – 9 6.2.8 Pariwisata VI – 12 6.2.9 Perumahan dan Permukiman VI – 12 6.3 Kawasan Prioritas VI – 15 6.3.1 Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh VI – 15 6.3.2 Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu VI – 15 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 iv 6.3.3 Kawasan DAS Kritis VI – 16 6.3.4 Kawasan Lindung Strategis VI – 16 6.3.5 Kawasan Terbelakang VI – 17 6.3.6 Kawasan Perbatasan Negara VI – 21 Daftar Tabel …, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 v DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Hal. II.1 Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004 II – 3 II.2 Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur II – 5 II.3 Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2004 II – 6 II.5 Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 12 II.6 Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur Tahun 2003 II – 13 II.7 Distribusi Persentase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003 II – 14 II.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Tahun 2000 – 2003 II – 15 II.9 PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia Tahun 200 – 2003 II – 16 II.10 Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000 – 2003 II – 16 II.11 Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur II – 16 II.12 Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Komoditas Pangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur Pengembangan II – 17 II.13 Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 19 II.14 Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 20 II.15 Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 20 II.16 Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 21 II.17 Populasi Peternakan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2002 II – 22 II.18 Luas Areal, Produksi dan Productivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timar Tahun 2004 II – 23 II.19 Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT II – 25 II.20 Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 II – 26 II.21 Rata-rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan di Nusa Tenggara Timur II – 26 II.22 Jumlah Volume dan Nilai Ekspor Perikanan II – 27 II.23 Jenis Mineral dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timar Tahun 2004 II – 28 II.25 Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur II – 25 II.26 Realisasi Penerimaandan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003 II – 32 IV.1 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV – 3 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 vi Tahun 2004 IV.2 Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 IV – 5 IV.3 Keriteria Penetapan Kawasan Budidaya IV – 11 IV.4 Rekapitulasi Kawasan Budidaya di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV – 15 IV.5 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Timor IV – 15 IV.6 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Flores IV – 16 IV.7 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Sumba IV – 16 IV.8 Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai Tahun 2020 IV – 18 IV.9 Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu di Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai tahun 2020 IV – 20 IV.10 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 IV – 21 IV.11 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 23 IV.12 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 24 IV.13 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai Tahun 2020 IV – 24 IV.14 Sistem Pengembangan Kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 27 IV.15 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 IV – 30 IV.16 Rencana Pengembangan Status Pelabuhan Laut di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 IV – 33 IV.17 Rencana Pengembangan Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur samapai Tahun 2020 IV – 36 IV.18 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 IV – 37 IV.19 Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 40 IV.20 Kawasan Cepat Tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 IV – 41 IV.21 Kawasan Lindung Strategis di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 42 IV.23 Perkiraan Jumlah Penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 50 VI.1 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Horticultura di propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020 VI – 3 VI.2 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020 VI – 5 VI.3 Indikasi Kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 7 VI.4 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 8 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 vii VI.5 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 10 VI.6 Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 10 VI.7 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri dai Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai VI – 11 VI.8 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 13 VI.9 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 14 VI.10 Kota Pusat Kegiatan dan Fungsi Utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 14 VI.11 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 VI – 18 VI.12 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020 VI – 18 VI.14 Indikasi Kegiatan Prioritas kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020 VI – 20 Daftar Peta …, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 viii DAFTAR PETA Nomor Judul Peta II.1 Wilayah Administrasi Propinsi Nusa Tenggara Timur II.2 Kondisi Geologi Propinsi Nusa Tenggara Timur II.3 Hidrologi Propinsi Nusa Tenggara Timur II.4 Pola Penggunaan Lahan IV.1 Rencana Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya IV.2 Rencana Kawasan Hutan IV.3 Satuan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut IV.4 Pariwisata dan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.5 Potensi Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.6 Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kegiatan Wilayah IV.7 Kota-kota Pantai di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.8 Jaringan Transportasi Darat di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.9 Jaringan Transportasi Penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.10 Jaringan Transportasi Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.11 Jaringan Transportasi Feri Cepat di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.12 Jaringan Transportasi Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.13 Kawasan Daerah Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV.14 Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 ix B B.. II BAAB PPEENNDDAAHHUULLUUAANN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Tata Ruang sebagai manifestasi acuan pelaksanaan pembangunan wilayah mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan daerah mengingat fungsi-fungsinya, antara lain : a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota; b. sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah; d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor; e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta; Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sebagai acuan pembangunan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan harus mampu memperkirakan perkembangan yang akan datang dengan mempertimbangkan daya dukung lahan, potensi sumber daya yang ada, berikut batasan dan kendala yang dihadapi. Demikian juga dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis karena adanya pengaruh faktorfaktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh politik dan/atau ekonomi regional, nasional dan atau internasioanal terhadap suatu wilayah/daerah. Sedangkan faktor internal dapat berupa pergeseran nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat, aspek sosial-ekonomi dan perkembangan ekonomi suatu wilayah/daerah. Berdasarkan aspek-aspek tersebut terdapat beberapa perubahan kebijakan Nasional dan regional yang berpengaruh terhadap Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) 2006 – 2020 diantaranya yaitu : a. Terbentuknya Negara Timor Leste yang berdampak terhadap wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan darat dan tambahan wilayah berbatasan laut; b. Adanya pemekaran Kota/Kabupaten yaitu: Kota Kupang dari Kota Administratif Kupang, Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat dan dalam proses pengusulan yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Nagakeo; c. Adanya kebijakan perubahan status beberapa hutan cagar alam menjadi Hutan Taman Nasional (HTN); d. Adanya perubahan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan kota-kota Nasional, regional dan lokal; e. Adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam pesisir dan laut melalui Gerakan Masuk Laut (GEMALA); f. Adanya usulan perubahan status jalan dari jalan Kabupaten, Propinsi dan jalan non status ke jalan Nasional; g. Adanya kebijakan kebijakan Nasional tentang pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan Pulau terluar wilayah Nasional; h. Adanya pengembangan wilayah resetlement baru untuk masyarakat eks pengungsi Timor Timur yang cukup besar di Timor Barat; i. Adanya pembangunan prasarana wilayah yang cukup vital yang berdampak pada perubahan fungsi-fungsi ruang antara lain; pembangunan Bendungan Tilong, pembangunan Bendungan Benanain, pembangunan Mall Flobamora, rencana pembangunan PLTG Mataloko, Pembangunan KAPET Mbay di Flores dan lainnya. 1.2. KEDUDUKAN Rencana Tata ruang sebagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan sebagaimana diarahkan dalam Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1999 Tentang Penataan Ruang (UUPR). Pengertian wujud struktural dan pemanfataan ruang ini menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Rencana Tata Ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 I-1 kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan ikatan fungsi lokasi terpadu bagi berbagai kegiatan. Menurut UUPR tersebut, Rencana Tata Ruang tersusun secara hirarkis, mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) untuk tingkat Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) untuk wilayah kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) untuk bagian wilayah kabupaten/kota yang tidak masuk dalam kelompok wilayah perkotaan, serta Rencana Tata Ruang yang lebih rinci. Berdasarkan hal tersebut, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 merupakan wujud Penyempurnaan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Nusa Tenggara Timur 1994-2006 yang akan menjadi pedoman dalam proses pembangunan untuk mencapai suatu pemanfataan ruang secara optimal, berkualitas, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : a. Merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Nasional; b. Acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota; c. Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Daerah. 1.3 SISTEMATIKA RENCANA TATA RUANG Sistematika Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : Bab. I Pendahuluan; Bab. II Gambaran Umum Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. III Kebijakan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. IV Arahan Pengembangan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. V Mekanisme Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. VI Indikasi Program Pembangunan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 I-2 BAB. II GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2.1. Letak Geografis Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terletak di belahan Selatan Indonesia dan berdampingan dengan Benua Australia, membentang antara 80 – 120 Lintang Selatan (LS) dan 1180 – 1250 Bujur Timur (BT). Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 566 (lima ratus enam puluh enan ) pulau, 411 (empat ratus sebelas) pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan 188 (seratus delapan puluh delapan) saat ini belum mempunyai nama. Dari seluruh pulau yang ada, 69 (enam puluh sembilan) pulau diantaranya telah berpenghuni sedangkan 530 (lima ratus tiga puluh) pulau belum berpenghuni. Terdapat tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor, serta pulau Alor, Lembata dan Rote, dan selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya tersebar. Dilihat dari letak geografis Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian wilayahnya berbatasan dengan Negara Timor Leste, seperti Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu. Selain hal tersebut, wilayah propinsi ini dikelilingi oleh lautan yang tentunya terdapat wilayah-wilayah pesisir dengan karakteristik yang berlainan. Luas wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu untuk daratan seluruhnya 4.734.991 Ha ( 47.349,9 Km2) atau 2.50 % dari luas Indonesia, dan luas perairan 18.311.539 Ha. Secara fisik batas wilayah propinsi ini adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores - Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia (Negara Australia) - Sebelah Timur : berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor - Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi Nusa Tenggara Barat) Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 15 (lima belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota sebagaimana Tabel II.1 dan Gambar II.1. 2.2 Kondisi Fisik Dasar 2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur berada pada rentang ketinggian 100 – 500 meter dari atas permukaan air laut atau sekitar 2.309.747 Ha. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m hanya sebagian kecinya saja, yaitu sebesar 3,65 %. Berdasarkan kemiringan tanahnya, Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15 – 40 %. Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih dari 40%, yaitu sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Besar kecilnya kemiringan lereng menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah. Selain itu kemiringan lereng ini juga mempengaruhi tingkat erosi. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kawasan Circum – Pasifik sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores, memiliki struktur tanah yang labil (sering terjadi patahan). Pulau – pulau seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor, Lembata dan pulau– pulau sekitarnya terbentuk secara vulkanik, sedangkan pulau Sumba, Sabu, Rote, Semau, Timor, dan pulau sekitarnya terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke permukaan. Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan subur namun sering mengalami bencana alam yang dapat mengancam kehidupan penduduk yang menetap di daerah tersebut. Dibalik kondisi geologi tersebut ternyata propinsi ini memiliki berbagai macam deposit, baik mineral maupun sumber – sumber energi lainnya. Hampir 100 lokasi di daerah ini mengandung mineral dari sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di Pulau Sumba, Timor dan disepanjang pantai Flores bagian timur. Sumber energi dapat dikembangkan dari sungai-sungai besar, seperti Noelmina, Benanain, Aesesa dan sungai Kambaniru. Mineral yang terkandung di propinsi ini adalah: Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang (S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata (Gs), Pasir Kwarsa (Ps), Pasir (Ps), Gipsum (Ch), Batu Marmer (Mr), Batu Gamping, Granit RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 1 (Gr), Andesit (An), Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td) Lempung/Clay (Td). Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah : a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai, sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang; b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa); c. Batuan Intermediate Basic (basa menengah); d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan); e. Batuan Paleagene (pleogen); f. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reets (alluvium undak dan berumba koral); g. Batuan Neogene (neogen); h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno); i. Batuan Sonebait Series (deret sonebait); j. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama); k. Batuan Ofu Series (deret ofu); l. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik); m. Batuan Triassic (trias); n. Batuan Crystalline Shist (sekis hablur). Untuk lebih jelasnya keadaan kondisi geologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.2. Tabel II.1 ………., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 2 Tabel II.1 Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Kabupaten /Kota Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Manggarai Barat Kota Kupang NTT Luas Wilayah (Km) 4.051,92 7.000,50 5.898,26 3.947,00 2.669,66 2.445,57 2.864,60 1.266,38 1.812,85 1.731,92 2.046,62 3.037,88 4.553,42 1.280,00 2.582,98 160,34 47.349,90 Kecamatan 15 15 22 21 9 17 12 8 13 11 16 14 12 6 5 4 197 Desa Kelurahan 182 126 164 203 126 153 153 112 196 147 152 142 227 73 116 2.272 10 16 22 12 33 12 12 5 17 13 20 31 27 7 5 45 287 Sumber: BPS Propinsi NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 3 Jumlah 192 142 186 215 159 165 165 117 213 160 172 173 245 80 121 45 2.559 2.2.2 Jenis dan Kemampuan Tanah Adanya perbedaan iklim, cuaca geologi dan lain–lain menghasilkan adanya perbedaan jenis tanah yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai jenis tanah, keadaan kemiringan tanah, tekstur tanah, drainase tanah, dan tingkat erosi tanah. Berdasarkan jenis tanahnya, sebagian besar adalah tanah dengan jenis mediteran, yaitu seluas 2.415.420 Ha atau 51% dari luas Propinsi NTT, kemudian tanah kompleks seluas 1.527.569 Ha. Sedangkan sisanya memiliki jenis tanah latosol, grumusol, andosol, aluvial, dan legosol. Uraian di bawah ini hanya berupa uraian secara kualitas saja. 1. Pulau Timor Jenis tanah di Pulau Timor adalah tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, mediteran dengan bentuk wilayah daratan, latosol dengan bentuk wilayah plato/volkan. Tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya. 2. Pulau Sumba Tanah di Pulau Sumba terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan dan dataran serta bentuk wilayah volkan dan latosol dengan bentuk wilayah plato/volkan, Grumosol dengan bentuk wilayah pelembaban. Tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan adalah merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya, yaitu terletak di bagian Pulau Sumba memanjang dari barat ke timur. 3. Pulau Alor dan Pantar Jenis tanah di pulau ini adalah mediteran kambisol dengan bentuk tanah volkanik. 4. Pulau Flores dan Sekitarnya Tanah di Pulau Flores terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, latosol dengan bentuk volkan, andosol dengan bentuk wilayah volkan, aluvial dengan bentuk wilayah dataran. Tanah mediteran dengan bentuk wilayah volkan mempunyai penyebaran paling luas. Pulau Lembata, Adonara dan Solor mempunyai tanah dengan jenis mediteran dengan bentuk volkan, sedangkan pulau Rinca mempunyai tanah jenis mediteran dengan bentuk wilayah daratan dan pulau Komodo mempunyai jenis tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan. 2.2.3 Kedalaman dan Tekstur Tanah Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman efektif dimana akar – akar tanaman masih dapat dengan leluasa mengambil unsur hara bagi pertumbuhannya. Pada umumnya kedalaman efektif tanah dapat di bagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu 0 – 30 cm, 30 – 60 cm, 60 – 90 cm dan >90 cm. Propinsi ini sebagian besar tanahnya memiliki kedalaman efektif tanah 0 – 30 cm, yaitu sebesar 40,94 % dari luas wilayah NTT atau seluas 1.938.403 Ha. Sedangkan kelas kedalaman 30 – 60 cm memiliki sebaran sebesar 25,06% dari luas wilayah atau sebesar 1.186.801 Ha, kelas 60 – 90 cm, sebesar 10,555 atau 499.707 Ha dan sisanya 21,03% atau 995.489 Ha memiliki kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm. Tekstur tanah adalah kasar halusnya tanah yang ditentukan atau dinilai berdasarkan perbandingan fraksi – fraksi pasir, debu dan liat. Berdasarkan kandungan masing – masing fraksi tersebut dapat dibuat klasifikasinya, yang akan berpengaruh terhadap pengolahan pengelolahan tanah dan pertumbuhan tanaman, terutama dalam hal mengatur kandungan udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan peresapan air di daerah tersebut. Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap umur lapisan tanah tersebut. Berdasarkan tekstur tanahnya, wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar memiliki tekstur kasar, yaitu sekitar 47% dari luas total wilayah, tekstur sedang 39% dan tekstur halus 11,33%. 2.2.4 Drainase dan Erosi Tanah Drainase tanah adalah kecepatan air berpindah dari suatu bidang tanah, baik berupa run off maupun peresapan air kedalam tanah. Drainase dibedakan ke dalam empat kelas, yaitu tergenang priodik, tergenang terus menerus, tidak pernah tergenang dan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 4 poros. Berdasarkan drainase, kondisi tanah di wilayah propinsi ini 96%-nya berdrainase tidak tergenang. Untuk lebih jelasnya kondisi drainase di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II-2. Berdasarkan tingkat erosi tanahnya, hampir 60% dari luas tanah di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini mengalami erosi. Tanah yang tererosi ini banyak di jumpai pada tanah – tanah dengan jenis penggunaan tanah untuk ladang, alang–alang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 %. Tabel II.2 Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur No 1. 2. 3. 4. 5. Drainase Tergenang periodik Tergenang terus menerus Tidak pernah targenang Porous Belum di ketahui Jumlah Luas ( Ha ) 53.597 7.656 4.558.359 61.728 53.291 4.734.991 %tase (%) 1,14 0,15 96,27 1,15 1,13 100.00 Sumber: RTRW Tahun 1992-2004/Disesuaikan 2.2.5 Iklim 2.2.6 Hidrologi Secara umum keadaan hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini disebabkan karena musim hujan dalam satu tahun hanya berlangsung selama 3 bulan. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi sumber air permukaan oleh penduduk. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa sungai dan danau. Di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS dengan luas keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilayah Nusa Tenggara Timur adalah Sungai Benanain (100 Km), yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah DAS Benain, seluas 329.841 Ha (21,58%), dan DAS terkecil adalah DAS Oka, seluas (0,27%). Selain data tentang keberadaan DAS tersebut di atas, juga terdapat data dan telah teridentifikasi sungai-sungai yang sering menimbulkan bencana alam banjir, yang dapat dilihat pada Tabel II.3. Gambaran kondisi hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.3. Keadaan iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan 2 (dua) musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada Bulan Juni – September arah angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arah angin yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – Nopember, walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara Timur dekat dengan Australia, arah angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini berkurang. Hal inilah yang menjadikan propinsi ini sebagai wilayah yang tergolong kering dimana 4 (empat) bulan (Januari s/d Maret, dan Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 (delapan) bulan sisanya relatif kering. Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 sampai 36 derajat Celcius dan rata-rata suhu minimum antara 21 derajat sampai 24,5 derajat Celcius, dengan curah hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun. Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap daerah, seperti Wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Ngada, merupakan daerah yang cukup basah, hal ini disebabkan curah hujan rata – ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849 mm/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat dikatakan sangat cocok untuk pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan. Curah hujan di Nusa Tenggara Timur sangat bervariasi. Keadaan curah hujan di wilayah ini pada umumnya sulit untuk diramalkan, datangnya hujan dan mulainya bulan kering kadang – kadang terlalu cepat dan kadang – kadang terlalu lambat. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 5 Tabel II.3 Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2004 NO 1. 2. KABUPATEN/ NAMA SUNGAI Kodya Kupang Sungai Oebobo Sungai Oesapa Kecil Sungai Oesapa Besar Sungai Sefbano Sungai Namosain Sungai Dendeng Kabupaten Alor Sungai Bone 3. 4. 5. 6. Sungai Kamot Kabupaten Belu Sungai Benanain Sungai Motaderok Sungai Talau Sungai Baukama Sungai Malibalak Sungai Rusan Kabupaten Timor Tengah Utara Sungai Nain Sungai Ponu Kabupaten Timor Tengah Selatan Sungai Noelmina Sungai Muke Sungai Tomutu Sungai Baus Kabupaten Kupang 7. 9. 10. Sungai Sungai Sungai Sungai Manikin Nunkurus Oepoli Amabi Sungai Nifoluam Sungai Manubulu Sungai Ledeana Kabupaten Manggarai Meluapnya Sungai Gua Lordes, sehingga menggenangi 9 ( sembilan ) Wilayah Permukiman Perkotaan di Kota Kupang Rusaknya Pantai dan Prasarana seperti : Kawasan Wisata Lasiana, Oesapa Besar ( 3 Km ) dan Tempat Ibadah ( Pura ) di Pantai Oeba, Pelabuhan Perahu. Meluapnya Sungai Bone dan Buaona serta beberapa Sungai Lainnya yang mengakibatkan : hanyutnya 15 buah Jembatan, 144 rumah rusak, Jalan 5 Km , ratusan ternak, tergenangnya 1400 buah rumah. Terjadi kerusakan Pantai Kota Kalabahi 1 KM Rusaknya Bendung dan Saluran Induk DI Bukapiting (365 Ha), DI Waesika ( 250 Ha ), DI Kamot ( 200 Ha ) dan terancam Rusaknya Embung Lantoka. Tergenangnya komplek Pasar dan Pertokoan Kota Atambua Terancam Jalan dan Jembatan Baukama Pemukiman, Sawah, Perkebunanan tergenang Daerah Irigasi (±900 Ha) dan Batas Wilayah Negara Rusaknya sayap Bendung dan Saluran Primer Daerah Irigasi Haikesak, Daerah Irigasi Holeki / Haleleki, Motadelek, Weliman Tergenagnya Areal Sawah dan ladang 5000 Ha, 2200 KK ( DI Malaka / Besikama ), Ancaman terhadap Jembatan dan jalan raya Sungai Benanain Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Nain, Ponu, Mauritsu dan Daerah Irigasi Haekto Kerusak Free Intake, Bendung dan Saluran Induk DI. Linamnutu, Bena, Oebobo, Noemeto, Muke, Koa, Tuasene, Tepas, Nenas dan Baus Tergenangnya komples Pengungsi Tim – Tim dan Angkatan Darat Naibonat, Tuapukan dan Tarus. Genangan kawasan permukiman dan kawasan persawahan Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Nifoloam, DI. Babau, DI. Air Bak, DI. Detamanu, DI. Manikin, DI. Manumuti, DI. Manubulu, DI. Lokopehapo, DI. Netemenanu, Rusaknya Spillway Embung Babau, Sumlili, Oemasi, Oeltua Tergenangnya sawah pemukiman Kecamatan Mborong, Kota Labuhan Bajo, Kota Reo. Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Mborong, DI. Waemese, DI. Air Lembor. Sungai Waebobp Sungai Waepesi Sungai Waemese Kabupaten Ngada Sungai Aisesa Tergenangnya Kota Mbay dan sawah DI. Mbay 1000 Ha, DI. Anakoli Rusaknya DI. Tiwubele, Kuruboko, Sua, DI. Panondiwal dan DI. Hobotopo Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Dettusoko, DI. Ekoleta, DI. Mautenda I, II, III, IV dan VIII, DI. Wolo feo DI. Wolowaru dan DI. Ratebobi Kerusaknya Pantai Kota Maumere, Bola. Tergenangnya Bandar Udara Waeoti dan Maumere. 8. Sungai Buona Sungai Bukapiting Sungai Waesika JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR Sungai Anakoli Sungai Waewutu Sungai Kolpenu Kabupaten ENDE Sungai Wolowona Sungai Loworea Sungai Nangapanda Sungai Wolowaru Sungai Ndondo Kabupaten Sikka Sungai Kaliwajo RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 6 NO 11. 12. KABUPATEN/ NAMA SUNGAI Sungai Ijura Sungai Waeoti Sungai Nebe Sungai Waegete Sungai Manunaing Sungai Waerklau Sungai Batikwaer Kabupaten Flores Timur Sungai Lembata Sungai Konga Sungai Waekomo Kabupaten Sumba Timur Sungai Kambaniru Sungai Payeti Sungai Melolo Sungai Petawang Sungai Tawui Sungai Kadaha JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR Rusaknya DI. Nebe, Kolesia, Pruda, Kali Wajo, Ijura dan DI. Koro Rusaknya Bendung dan saluran Primer DI. Konga, DI. Waekomo Rusaknya Tanggul, Sayap dan Saluran Primer DI. Kambaniru, DI. Melolo, DI. Petawang, DI. Mataiyang, dan DI. Mangili Sawah tergenang, Permukiman tergenang. Sumber: Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 2.2.7 Flora dan Fauna Jenis flora di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi menurut jenis dan tingkat keragamannya, yaitu jenisnya flora yang berhubungan dengan faktor lingkungan. Tipe hutan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah tipe hutan hujan dan hutan payau. Tipe hutan hujan terdapat di puncak-puncak gunung yang beriklim basah seperti di Gunung Mutis, Timau dan Lakaan. Sedang hutan payau terdapat di bagian pantai pulau Timor, antara lain terdapat di Atapupu dan Bena. Berdasarkan tipe hutan tersebut, terdapat jenis flora antara lain: Hue (Eucalytus alba), Pilang (Acacialeocophloea), Linggua (Pterrocarpus indukus), Asam (Tamarindus indica), Bungur (Lagerstromeia speciosa), Cendana (Santalum album), Tekik (Albizzia saponaria), Lanan (Dysoxylum spesiosum), Leban (Vitex pubesceusn), Wangkal (Albizzia procera), Bentawes (Wrightiaa calycina), Delinsem (Homalium tomentosum), Pulai (Alstonia scholaris), Kesambi (Schileiceira aleosa), Bidara (Zizyphus timorensis), Ampupu (Eucalyptus urophylla). Jenis tumbuhan yang tumbuh pada kelompok hutan bagian yang bertipe hujan adalah : Kolaka (Parinaria Crymbosum), Medang (Cinnamomum Burnanii), Membacang (Mangifera Longipes), Lanan (Dysoxyhum Canlostachyum), Kaai (Pametia Tomentosa), Jenitri (Elacoecopus Imbricatus), Jamujun (Padocarpus Imbricatus). Jenis flora yang tumbuh pada hutan payau adalah jenis bakau (Rhizopana spp) dan jenis lain Bruguiera spp. Vegetasi yang berbentuk savana terdiri dari Borassus Flabellifer, Casuarina junghuhniana, Acasia leucaphloea, Eucalyptus alba dan Zizyphus Mauritamia. Sedangkan vegetasi berbentuk padang rumput terdapat di berbagai lokasi, baik di luar maupun di dalam kawasan hutan. Kelompok hutan yang memiliki padang rumput luas adalah Mutis, Timau, Bifemnasi, Sanmahole, Lakaan, Mandeau dan Laob Tunbesi. Pohon Cendana (Santalun album) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pada saat sekarang jumlah pohon cendana di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sudah berkurang, hal ini sangat mempengaruhi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu keberadaan pohon ini banyak menimbulkan permasalahan di masyarakat, seperti terjadinya penebangan liar yang akan diperjualbelikan secara ilegal; Jenis fauna yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu jenis mamalia, aves, reptilia, amphibi dan ikan. Pada umumnya dari beberapa fauna tersebut sifat hidup kebanyakan di dalam hutan. Dari data tahun 1999 tercatat ± 190 spesies aves, 56 spesies mamalia, 71 spesies reptilia, sedangkan jenis amphibi dan ikan jumlah spesiesnya belum diketahui; Jumlah spesies aves yang dilindungi karena kelangkaannya ± 31 spesies dan ± 34 spesies mendapat quota, antara lain jenis Kakatua jambul putih, Betet, Bayam Kelapa, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 7 2.2.8 Perkici Kupang, Perkici Dada Kuning, Betet Timor, Srindit Flores, Cucak Rawa, Parkit Timor dan Decu; Jenis mamalia terdiri dari 56 spesies, diantaranya 22 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut merupakan langka, namun belum tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Dari jumlah tersebut terdapat 3 species yang mendapat quota penangkapan karena tidak dilindungi yaitu Bajing Kelapa, Kalong dan Mencit; Dari 71 spesies reptilia terdapat 7 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut merupakan jenis langka dan tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Jenis yang dilindungi seperti Komodo sering disumbangkan bagi pengisi Kebun Binatang. Dengan demikian terdapat 64 spesies yang tidak dilindungi dan 19 spesies dari yang tidak dilindungi tersebut dapat ditangkap secara bebas. Kondisi Laut dan Pesisir Karakteristik laut dan pesisir setiap pulau yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya tidak sama, hal ini disebabkan oleh tipe lautan dan kondisi topografi setiap pesisir. Dilihat dari posisi wilayahnya yang berbatasan dengan Australia dan dipisahkan oleh laut lepas, akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perairan dan pesisir pantainya. Saat ini garis pantai dipergunakan antara lain untuk penangkapan ikan, budidaya laut (teripang, mutiara, rumput laut, penampungan ikan hidup), penangkapan nener dan penangkapan ikan hias serta wisata bahari. Lokasi yang potensial untuk budidaya laut meliputi Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ngada dan Sumba Timur. Sumber daya pesisir dan laut di NTT sangat beraneka ragam sehingga memberikan peluang ekonomis yang cukup tinggi untuk kegiatan perikanan, pariwisata bahari serta jasa–jasa lingkungan laut. Sumberdaya alam pesisir dan laut yang terdapat di wilayah NTT adalah sebagai berikut : 1. Perikanan Tangkap Potensi sumber daya ikan laut Propinsi NTT, berdasarkan hasil survey Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut pada tahun 1999, cukup besar yaitu sekitar 365,7 metrik ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 292,2 metrik ton/tahun sedangkan tingkat pemanfaatan baru sekitar 30 %. Potensi perikanan laut terdiri dari: (a) Ikan pelagis besar meliputi Tuna, Cakalang, Paruh Panjang, Tongkol, Tenggiri; (b) Ikan pelagis kecil meliputi Tembang, Teri, Terbang, Kombong, Layang, Selar, (c) Ikan demersal meliputi Kakap, Bambangan, Lencam, Pari dll, (d) Udang yang meliputi Lobster, dan jenis udang Penaid, (e) Cumi-cumi, dan (f) Ikan karang seperti Kerapu, Beronang dan Ekor Kuning. Jenis Ikan Pelagis Kecil, berpotensi besar dan bernilai ekonomis tinggi adalah Kembung, Lemuru, Teri, Laying, Terbang dan Selar. Ikan-ikan Pelagis Kecil ini terutama dipasarkan untuk konsumsi lokal, sebagian untuk pasar regional dan umpan hidup penangkapan Ikan Pelagis Besar. Jenis Ikan Pelagis Besar, antara lain terdiri dari Cakalang, Tongkol, Tuna Madidihang; Mata Besar, Albacore dan Cucut. Ikan Pelagis Besar merupakan hasil perikanan laut utama yang diekspor. Ikan Pelagis Besar banyak terdapat di perairan laut dalam. Semua jenis Tuna hampir terdapat di perairan Nusa Tenggara Timur, terkecuali Tuna Sirip Biru Utara (Thunnus Thynnus) dan Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus Atlanticus). Jenis Ikan Demersal, Ikan-ikan Demersal merupakan kelompok ikan yang tinggal di dasar atau dekat dasar perairan. Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan dengan kecenderungan kepadatan populasi dan potensi yang tinggi pada daerah sekitar pantai. Ikan Demersal menurut kategori nilai ekonomis terdiri dari kelompok utama sebanyak 24 % (Kerapu, Bambangan, Bawal Putih, Kakap, Manyung, Kuwe dan Nomei) kelompok komersial kedua sebanyak 17 % (Bawal Hitam, Gerot-gerot, Cucut), kelompok komersial ketiga 37 % (Pepetek, Beloso, Mata Merah, Kerong-kerong, Gabus Laut, Besot dan Sidat) dan kelompok Ikan Rucah sebanyak 22 % (Srinding, Lidah, Sebelah, Kapas-kapas, Wangi Batu dan Kipper). Jenis-jenis Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan Nusa Tenggara Timur terutama sepanjang pantai utara Flores, perairan pulau-pulau kecil dan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 8 kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi domestik dan pasar ekspor. 2. Udang – Kepiting. Jenis-jenis Udang Penaeid, Borong, Windu dan jenis Crustecea lain seperti Kepiting, Rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak terdapat di Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring. 3. Komoditas Perikanan Jenis Lainnya. Hasil perikanan lain seperti Cumi-cumi, Kerang-kerangan, Teripang, Ikan hias laut dan Rumput Laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak terdapat di Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, Ende dan Ngada. Kerang-kerangan terutama Kerang Mutiara hasil budidaya, Batu Loa, Japing-japing dan Mata Tujuh (Abolan) merupakan komoditas berpotensi untuk dipasarkan. Kerangkerangan kecuali Mutiara, Teripang dan Rumput Laut terdapat pada sebagian besar perairan Nusa Tenggara Timur, sedangkan Mutiara, sebagai induk alam budidaya, terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan Manggarai. Potensi lainnya adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai pulau-pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Panjang pantai keseluruhan mencapai 5.700 Km memiliki kualitas perairan pantai relatif masih baik. Dasar pantai umumnya berpasir dan ditumbuhi karang sampai berlumpur bercirikan tanaman Mangrove dan bentuk pantai yang berteluk serta terlindungi. 4. Perikanan Budidaya Termasuk Darat. a. Budidaya Laut. Potensi pengembangan budidaya laut diperkirakan sekitar 5.150 Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 8,74% atau sekitar 450 Ha. Jenis produksi dan sebarannya adalah sebagai berikut : Mutiara : pengembangan usaha budidaya mutiara terdapat pada lokasi - lokasi perairan pantai di Kabupaten Sumba Timur, Ende, Alor, Flores Timur, Lembata, Manggarai dan Ngada; Rumput laut : potensi pengembangan budidaya rumput laut pada lokasi-lokasi; perairan pantai di Kabupaten Belu, Kupang, Sumba Timur, Timor Tengah Utara, Ngada, Pantai Utara Kabupaten Ende, Lembata, Tanjung Karoso Bangedo, Kabupaten Manggarai, Pulau Pemana, Pantai Pulau Damhila, Perairan Pantai Pangabatang (Sikka); Teripang : potensi pengembangan usaha budidaya teripang terdapat pada lokasi-lokasi perairan di Pantai Utara dan Selatan Ngada, Manggarai, perairan Pantai Utara Kabupaten Sikka, perairan Pantai Kabupaten Flores Timur dan Alor. b. Budidaya Tambak. Lahan yang tersedia adalah 35.455 Ha dan lahan yang telah diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan baru 1,23 % dengan produksi : Bandeng 463,4 ton, Belanak 39,9 ton dan Udang Windu 275,8 ton dan potensi tambak garam yang baru sebagian kecil dimanfaatkan. c. Budidaya Kolam. Lahan yang tersedia 8.375 Ha dan yang telah diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan lahan baru 3,40 % dengan kemampuan produksi : Ikan Mas 91,6 ton, Mujair 53,9 ton, Tawas 23,0 ton dan Nila produksi 49,5 ton. d. Budidaya Ikan di Sawah (Mina Padi). Lahan yang tersedia 185 Ha dengan tingkat pemanfaatan lahan baru 75 % atau seluas 138,7 Ha. Kemampuan produksi yaitu : Ikan Mas 10,6 ton, Nila 5,2 ton dan Lele 1,5 ton. e. Hutan Mangrove. Potensi Hutan Mangrove di NTT cukup besar, hasil survey Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995 berhasil mengidentifikasi 11 Species Mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan Semau dengan luas 19.603,12 Ha dan 17.251,71 Ha di Pulau Flores dan Solor. Luas Hutan Mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 Ha dengan jumlah tegakkan yang telah diidentifikasi seluas 1.359 Ha. f. Terumbu Karang. Perairan NTT diperkirakan memiliki 160 jenis terumbu karang dari 15 famili dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya. Lokasi penyebaran terumbu karang di NTT disekitar wilayah Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 9 Pulau, Pantai Utara, Timur dan Selatan Pulau Sumba, Alor, Lembata dan Labuan Bajo. g. Mineral. Perairan Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi mineral yang potensial di perairan, seperti cadangan minyak, batu gamping dan lainnya. 2.3 2.3.1 Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan atas pola dan struktur pemanfaatan lahan serta status penggunaan lahan. Tinjauan ini dilakukan untuk melihat penggunaan ruang yang terjadi hingga saat ini di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan Pola dan struktur pemanfaatan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di pengaruhi oleh kondisi alam dan jenis kegiatan di setiap Kabupaten/ Kota. Pada umumnya lahan yang ada sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar masih didominasi lahan kering dan dan hanya sebagain kecil lahan untuk kegiatan pertanian lahan basah (sawah) meliputi potensi seluas ± 284.103 Ha. Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diuraikan perkawasan sebagai berikut : 1. Kawasan Non Budidaya, antara lain : Hutan Lindung : - Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya; - Kawasan yang memberikan perlindungan setempat. Suaka Alam dan Cagar Alam; Cagar Budaya. 2. Kawasan Budidaya, antara lain : Kegiatan Pertanian; lahan kering dan lahan basah; Kegiatan Peternakan; Kawasan Perikanan; Kawasan Perindustrian; Kawasan Pertambangan; Kawasan Pariwisata; Kawasan Permukiman : Perkotaan - Perdesaan. 3. Pengembangan sarana dan prasarana. Untuk lebih jelasnya luasan pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.5 dan Gambar II.4. 2.4 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan 2.4.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk Penduduk Nusa Tenggara Timur menurut hasil registrasi penduduk tahun 2003 (Tabel II.5) berjumlah 4.088.058 jiwa, dengan kepadatan 86,58 jiwa/kilometer persegi. Bila dilihat penyebarannya dari total penduduk NTT, yang terbesar berada di Kabupaten Manggarai (16,08%), disusul Kabupaten Timor Tengah Selatan (10 %), Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Belu. Sedangkan tingkat penyebaran penduduk yang paling sedikit berada pada Kabupaten Lembata (2,42%). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, laju pertumbuhan periode 1990 - 2000 sebesar 1,6%/tahun. Keadaan ini sudah menurun jika dibandingkan dengan dua periode sebelumnya, dimana pada periode 1971 - 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,95%/tahun, dan periode 1980 - 1990 sebesar 1,79%/tahun. 2.4.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten Kepadatan penduduk terbesar di Kota Kupang (1.731,93 jiwa/km2) dan terendah di Kabupaten Sumba Timur (28,31 jiwa/km2). Kabupaten lain yang juga cukup padat penduduknya (di atas 100 jiwa/km2) adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, Flores Timur, Sikka dan Ende. Sedangkan kabupaten sisanya kepadatan penduduknya berkisar 56 – 90 jiwa/km2. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 10 2.4.3 Struktur Penduduk Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan komposisinya menurut umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan. Sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 berada dalam kelompok usia 15 – 54 tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur penduduk menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2002 sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari tingkat pendidikannya, tercatat sampai tahun 2002 jumlah penduduk yang tidak/belum tamat SD sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah menamatkan pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2002, jumlah angkatan kerja sebesar 1.878.387 jiwa (48% dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari pekerjaan dan 1.752.252 jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut lapangan perkerjaannya, maka dalam tahun 2002 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian (78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan, keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor pertambangan, industri dan listrik menyerap sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk dapat dilihat pada Tabel II.6. 2.5 Kondisi Perekonomian 2.5.1 Perkembangan Struktur Ekonomi Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam kurun 2000 – 2003 seperti disajikan pada Tabel II.5 dapat dilihat bahwa sektor-sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, sektor hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun 2000 – 2003 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 % dari seluruh PDRB Nusa Tenggara Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut. Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2000 – 2003, namun sektor pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2000 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36 % dari seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24 % pada tahun 2003. Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian meskipun cenderung melemah tetapi masih memegang peranan penting dalam perekonomian di wilayah ini. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2000 peranan sektor ini sebesar 17,55 % terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2001 peranan sektor ini sedikit menurun menjadi sebesar 17,51 %. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93 % pada tahun 2003. Demikian halnya peranan sektor jasa-jasa dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur juga terlihat semakin meningkat pada kurun 2000 – 2003. Meskipun pada tahun 2000 sektor ini hanya mampu menyumbang 16,47 % terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur bahkan kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi daerah sampai dengan tahun 2001 dan berlanjut hingga tahun 2003 sumbangan sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga 21,17 %. Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan sektor pertanian dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur tetap tidak bergeser pada kurun 2000 – 2003. Sedangkan untuk sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur tampaknya cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur dalam kurun 2000 – 2002 meskipun peranan sektor lain ini mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi 21,66 %. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 11 Tabel II-5 Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 PEMUKIMAN NO KABUPATEN / KOTA PERUMAHAN JASA SAWAH IRIGASI 2 3 4 5 1 1 KUPANG 48225 SAWAH TADAH HUJAN TEGALAN 6 7 8 11839 LADANG KAWAPERKEKEBUN PERU- SAN BUNAN CAMSAHA- INDUSRAKPURAN AN TRI YAT 9 10 11 12 HUTAN LEBAT BELUKAR 13 14 PERAI SEMAK TANAH TANAH BELU RAN/ KO RUSAK / KAR RAWA / SESONG TANDUS DANAU JENIS 15 16 17 18 19 PENGGUNAAN TANAH KHUSUS SA PA WAH DANG GALI LAINPA RUM AN LAINSANG PUT SURUT 20 22 23 110488 KETERANGANAN 24 25 6960 18018 10069 658 44244 275656 72144 277755 1426 2 TTS 5347 747 1700 84879 13718 1580 27038 108213 81605 1753 3 TTU 3748 500 1779 13716 9051 80 50641 81701 442 280 210 104822 266970 4 BELU 4856 6951 31155 5412 3582 650 32571 62555 593 10 96225 244560 1664 30 881215 67846 47 394473 5 ALOR 2165 130 493 18738 13026 1020 1490 6 FLOTIM 1616 245 12 18438 17096 7542 14546 41406 17384 7 SIKKA 4430 1385 22325 16381 6020 2650 48724 2953 7 8 ENDE 1667 1011 24210 13920 5404 40210 36866 11511 510 9 NGADA 2525 4180 2660 19899 19840 13930 14790 91500 186 134280 303790 10 MANGGARAI 3790 12800 10999 76238 55242 4382 123404 493 146670 20 1640 277962 713640 11 SUMBA BARAT 2760 8835 10286 27352 23846 1540 44610 21321 2050 6 269389 411995 12 SUMBA TIMUR 7305 16786 15712 7616 1846 66728 107092 870 208 217 466835 13 KOTA KUPANG 2557 14 LEMBATA 15 ROTE NDAO 1800 758 572 726 48 4370 3082 8245 3584 1716 4785 8175 1660 53395 997 78176 119438 3733 21 JUMLAH 294 900 50100 286470 62377 181282 39 59106 164020 20 67531 204660 326 13095 423 28862 7872 17695 43412 4979 32335 691215 145 339 1080 18027 51731 126638 30540 183413 16 MANGGARAI BARAT TOTAL Belum ada Data 93433 758 29237 65855 383225 16581 266857 52165 572 900 431424 904493 621973 328079 13095 7312 6985 Sumber : BPN Propinsi NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 12 1849232 47 145 5072368 Tabel II.6 Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Manggarai Barat Rote Ndao Kota Kupang NTT Laki-laki (jiwa) 196.190 102.251 171.340 198.989 88.785 161.396 82.583 44.437 102.166 129.933 111.734 118.098 237.763 88.820 52.162 128.256 2.014.903 Perempuan (jiwa) 190.367 95.935 161.079 205.527 89.133 170.016 86.382 53.296 113.710 146.657 126.752 126.144 243.716 91.038 50.489 122.941 2.073.155 Jumlah (jiwa) 386,557 198,186 332,419 404,516 177,918 331,412 168,965 97,733 215,876 276,590 238,486 244,242 481,479 179,858 102,651 251,170 4.088.058 Luas Daerah (km2) Kepa-datan (jiwa/km2) 4.454,72 7.000,50 5.898,22 3.933,80 2.655,28 2.725,08 2.864,64 1.266,39 1.812,85 1.631,92 2.046,59 3.100,42 6.136,40 1280,10 160,34 47.349,90 86,77 28,31 56,36 102,83 67,01 121,62 58,98 77,17 119,08 169,49 116,53 78,78 103,27 80,19 1.731,97 86,58 Sumber : BPS NTT (Hasil SUSENAS 2003) RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 13 % Kab. Thd NTT 9,58 4,91 8,23 10,02 4,41 8,21 4,19 2,42 5,15 6,77 5,91 6,05 16,18 2,54 6,22 100,00 2.5.2 2.5.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada tahun 1998, perekonomian Nusa Tenggara Timur tampak kembali membaik dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Laju pertumbuhan pada kurun 2000 – 2003 memberi pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat. Bermula pada laju pertumbuhan 4,17 % pada tahun 2000 meningkat hingga mencapai 5,96 % pada tahun 2002. pada tahun 2003 laju pertumbuhan Nusa Tenggara Timur sedikit melemah dengan pencapaian 5,87 %. Sektor jasa-jasa selalu menempati sektor dengan laju pertumbuhan paling tinggi pada kurun 2000 – 2003 yaitu berkisar antara 9.31 % sampai dengan 13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor yang memberi sumbangan kedua terbesar dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian mnerupakan sektor yang mangalami kemunduran ekonomi paling parah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar minus 20,47 % dan minus 19,46 %. Akan tetapi pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kedua sektor tersebut telah mampu bangkit dan mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun 2000 – 2003 pertumbuhan sektor bangunan adalah berkisar antara 0,48 % hingga 2,00 %, sedangkan pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02 % hingga 2,50%. Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki pertumbuhan yang menguat antara tahun 2000 sampai 2002, kemudian sedikit mengalami penurunan pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan langsung disamping sektor jasa-jasa pada kurun 2000 – 2003 ternyata juga cukup menggembirakan. Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan yang menguat mulai dari 2,35 % pada tahun 2000 hingga mencapai pertumbuhan sebesar 3,14 % pada tahun 2003. Sektor perdagangan, hotel dan restoran meskipun pertumbuhannya sedikit melemah menjadi sebesar 6,38 % pada tahun 2003, tetapi pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dari sebesar 4,18 % pada tahun 2000 hingga tumbuh sebesar 6,50 % pada tahun 2002. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita PDRB perkapita merupakan besaran yang menunjukkan rata-rata nilai PDRB untuk setiap penduduk suatu wilayah. Ukuran ini secara kasar menunjukkan tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Dalam kurun 2000 – 2003, PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur telah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan dapat lihat Tabel II.7. Pada tahun 2000 PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur sekita 1,6 juta rupiah dan telah menjadi jumlah semula dengan jangka waktu 3 tahun. Tabel II.7 Distribusi %tase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003 LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 43.36 24.36 42.07 23.72 40.49 23.02 39.24 22.22 b. Tanaman Perkenbunan 4.89 5.20 5.01 4.67 c. Peternakan 10.72 9.72 8.89 8.71 d. Kehutanan 0.32 0.29 0.29 0.28 e. Perikanan 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan 3.07 3.14 3.28 3.36 2. Pertambangan & Penggalian 1.50 1.46 1.43 1.44 3. Pertambangan & Penggalian 1.95 1.85 1.87 1.89 4. Pertambangan & Penggalian 0.63 0.60 0.59 0.58 0.38 0.34 0.31 0.29 0.29 a. Listrik b. Air Bersih 5. Bangunan / Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel, Restoran 0.25 0.26 0.28 7.56 7.33 7.14 7.21 17.55 17.50 17.66 17.93 a. Perdagangan Besar & Eceran 16.95 16.94 17.11 17.39 b. Perhotelan 0.24 0.21 0.20 0.20 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 14 LAPANGAN USAHA 2000 c. Restoran / Rumah Makan 7. Pengangkutan Dan Komunikasi 0.36 7.60 a. Pengangkutan 6.67 1. Jalan Raya 2. L a u t 2002 2003 0.35 0.35 0.34 7.42 7.39 7.45 6.47 6.41 6.38 5.05 4.80 4.67 4.51 0.78 0.87 0.96 1.05 3. Sungai, Danau & Penyeberangan 0.06 0.06 0.07 0.07 4. Udara 0.16 0.14 0.13 0.14 5. Jasa Penunjang Pengangkutan 0.62 0.61 0.58 0.61 0.93 0.95 0.98 1.07 3.36 3.24 3.14 3.09 a. Bank 1.21 1.28 1.33 1.32 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 0.96 0.86 0.78 0.78 c. Sewa Bangunan 1.10 1.01 0.94 0.91 d. Jasa Perusahaan 0.09 0.09 0.09 0.08 b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa 2001 Perusahaan 9. Jasa - Jasa 16.47 19.52 21.23 21.17 a. Pemerintahan Umum 15.39 18.51 20.29 20.22 b. Swasta 1.08 1.01 0.94 0.95 1. Sosial Kemasyarakatan 0.69 0.60 0.53 0.54 2. Hiburan & Rekreasi 0.01 0.02 0.02 0.02 3. Perorangan dan Rumah Tangga 0.38 0.39 0.39 0.39 99.98 100.99 100.94 100.00 Produk Domestik Regional Bruto Sumber : BPS NTT Ada sementara pihak yang beranggapan bahwa PDRB kurang tepat digunakan sebagai ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa pada kenyataannya nilai PDRB mencakup pula penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto (pajak tak langsung dikurang subsidi), yang tidak secara langsung dapat dinikmati oleh penduduk. Dengan demikian untuk melihat tingkat kemakmuran yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya nilai penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto dikeluarkan terlebih dahulu dari PDRB. Ukuran baru yang diperoleh dengan cara inilah yang disebut sebagai pendapatan regional dan selanjutnya digunakan untuk menghitung pendapatan regional perkapita. Gambaran perkembangan pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur dan pendapatan nasional perkapita adalah seperti yang disajikan dalam Tabel II.8. Tabel II.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2000 – 2003 No Lapangan Usaha (%) 2000 2001 2002 2003 3.14 1 Pertanian 2.35 2.53 3.01 2 Pertambangan dan Penggalian 1.02 1.13 2.50 2.43 3 Industri Pengolahan 3.51 3.89 4.80 4.66 4 Listrik, Gas & Air Bersih 2.72 2.99 4.48 4.36 5 Bangunan 0.48 0.53 2.00 1.94 6 Perdagangan, Restoran, Hotel 4.18 4.52 6.50 6.38 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4.29 4.64 6.76 6.86 8 Keuangan, Persewaan & Jasa 2.38 2.62 3.00 2.91 9 Jasa-jasa 9.31 12.39 11.79 10.83 4.17 5.10 5.96 5.87 Produk Domestik Regional Bruto Sumber : BPS NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 15 Pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000 adalah sebesar 1,6 juta rupiah dan terus meningkat menjadi 2,2 juta rupiah pada tahun 2003. Sama halnya dengan gambaran PDRB perkapita, pendapatan regional perkapita NTT pun masih sangat rendah dibandingkan dengan pendapatan Nasional perkapita Indonesia. Pada tahun 2000 pendapatan perkapita Nasional sudah 3,6 kali lipat dari pendapatan regional NTT perkapita. Sedangkan pada tahun 2003 perbandingan tersebut sudah menurun menjadi 3,2 kali lipat. Tabel II-9 PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia 2000 – 2003 (Rupiah) No Tahun PDRB Perkapita NTT a) PDB Perkapita Indonesia 1. 2000 1,637,322.00 6,145,065.00 2. 2001 1,902,110.00 7,025,600.00 3. 2002 2,163,377.00 7,596,897.00 4. 2003 *) 2,359,693.00 8,304,319.00 Sumber : BPS NTT Tabel II.10 Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000 – 2003 (Rupiah) No Tahun Pendapatan Regional Perkapita NTT a) Pendapatan Nasional Perkapita 1. 2000 1,559,344.00 5,652,732.00 2. 2001 1,811,238.00 6,231,635.00 3. 2002 2,062,388.00 6,624,139.00 4. 2003 *) 2,248,333.00 7,122,674.00 Sumber : BPS NTT 2.6 Pemanfaatan Potensi Sumber Daya ALam Pada bagian ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan yang berdasarkan upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam. Bahasan akan terdiri dari tinjauan terhadap kegiatan pertanian, pertambangan dan pariwisata. 2.6.1 Kegiatan Pertanian Pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Nusa Tenggara Timur. Hampir 90% penduduknya terlibat dalam kegiatan sektor pertanian. Meskipun total kontribusi pertanian dalam pembentukan nilai PDRB mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi tetap merupakan sektor yang dominan, dalam arti bahwa persentase sektor ini tetap besar. Sektor pertanian ini meliputi sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Perkembangan besarnya persentase sumbangan masingmasing sub sektor tersebut terhadap nilai PDRB pertanian di Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.11. TabeL II.11 Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur URAIAN 01. Tanaman bahan makanan 02. Tanaman perkebunan 03. Peternakan 04. Perikanan 05. Kehutanan Jumlah 1999 24.73 4.50 11.52 3.22 0.34 44.31 2000 24.36 4.89 10.72 3.07 0.32 43.36 2001 23.72 5.20 9.72 3.14 0.29 42.05 2002 23.03 5.01 8.89 3.29 0.26 40.49 Sumber : BPS NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 16 Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilainya menunjukkan kecenderungan penurunan sumbangan pertanian dari tahun ke tahun. Hampir seluruh subsektor pertanian mengalami penurunan, kecuali subsektor perkebunan dan perikanan. Perikanan mengalami peningkatan sebagai akibat meningkatnya produktivitas usaha penangkapan. Penurunan produksi dan produktivitas pertanian diakibatkan tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor ini rendah sehubungan dengan kualitas tenaga kerja itu sendiri dimana sebagian besar buta huruf, tingkat kesehatan rendah, pemahaman teknologi produksi rendah, pengusahaan usaha tani yang belum optimal dimana masih ada pengangguran musiman akibat pengaruh musim kemarau yang panjang pada setiap tahunnya. A. Tanaman Pangan Pembangunan tanaman pangan dapat dilakukan pada lahan basah dan lahan kering yang luas dan kemampuannya potensinya bervariasi antar wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan kajian potensi lahan pertanian terdapat potensi pertanian kering seluas 1.528.308 Ha sebagaimana Tabel II.12. Produksi dan luas panen beberapa komoditi penting tanaman pangan di Propinsi NTT tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel II.13 dan Tabel II.14. Produksi padi (padi sawah dan padi ladang) tahun 2003 sebesar 509,4 ribu ton menurun menjadi 495,5 ribu ton dalam bentuk gabah kering giling. Penurunan tersebut memang sejalan dengan penurunan luas panen sekitar 2000 hektar dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi juga terjadi pada komoditas jagung dan kacang hijau, dimana pada tahun 2003. - Padi Sawah : Kabupaten Manggarai dengan luas panen 43.447 Ha dan produksi 143.679 ton. - Padi Ladang : Berdasarkan luas panen, yang terbesar adalah Kabupaten Sumba Barat yaitu 12.424 Ha, tetapi berdasarkan jumlah produksinya, yang terbesar adalah Kabupaten Manggarai. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa produktivitas di Manggarai lebih tinggi daripada Sumba Barat. - Jagung : Kabupaten Timor Tengah Selatan - Ubi-ubian : Kabupaten Timor Tengah Selatan - Kacang-kacangan : Kabupaten Kupang Produksi jagung sebesar 583,4 ribu ton menurun menjadi 568,4 ribu ton pada tahun 2004. Hal ini juga sejalan dengan penurunan luas panen ± 13.000 hektar. Sedangkan komoditi kacang hijau pada tahun 2003 mampu menghasilkan produksi sebesar 20,1 ribu ton dan menurun menjadi 16,2 ribu ton pada tahun 2004.Lain halnya dengan komoditi tanaman pangan lainnya, seperti kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan sorghum, dalam dua tahun terakhir ini mengalami peningkatan baik luas panen maupun produksinya. Berdasarkan luas panen dan jumlah produksinya pada tahun 2004, maka dapat ditentukan wilayah-wilayah penghasil utama jenis-jenis tanaman pangan, pada Tabel II- 15. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi NTT, terdapat beberapa komoditi unggulan setiap kabupaten di Propinsi NTT, antara lain seperti tertera pada Tabel II.16. Dalam upaya pengembangan padi sawah Nusa Tenggara Timur didukung dengan daerah irigasi dengan kemampuan layanan dikatagorikan menjadi 3 yaitu > 3000 Ha, 1000<1000 Ha, dan < 1000 Ha sebagaimana Tabel II.17. Tabel II.12 Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Pengembangan Komoditi Pangan Di Propinsi Nusa Tenggara Timur No Kabupaten Cocok Untuk Lahan Kering (ha) S1 S2 Jumlah S3 1. Kupang 72.060 2. Timor Tengah Selatan 16.060 34.690 41.250 92.000 3. Timor Tengah Utara 2.500 66.490 74.690 143.680 4. Belu 31.690 22.310 53.000 107.000 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 100.250 210.360 382.670 II - 17 No Kabupaten Cocok Untuk Lahan Kering (ha) S1 S2 Jumlah S3 5. Alor 9.000 12.130 11.620 32.750 6. Flores Timur - 28.380 87.550 115.930 7. Sikka - 13.620 46.810 60.430 8. Ende 6.880 14.810 23.038 44.728 9. Ngada 7.540 84.440 6.120 98.100 10. Manggarai 24.460 60.500 101.880 186.840 11. Sumba Barat 27.620 7.440 159.500 194.560 12. Sumba Timur 5.000 33.870 30.750 69.620 202.810 478.930 846.568 1.528.308 13,27 31,34 55,39 100,00 Jumlah Prosentase Sumber : Bappeda NTT Tabel II. 13 ………., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 18 Tabel II.13 Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 No Kabupaten 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Kupang Rote Ndao TTS TTU Belu Alor Lembata Flotim Sikka Ende Ngada Manggarai Sumba Timur Sumba Barat Manggarai Barat Kota Kupang NTT Padi Sawah 14.371 3.162 3.096 2.921 4.120 165 10 224 1.831 2.665 16.273 43.447 9.067 13.685 Padi Ladang 5.312 1.724 931 3.399 277 4.058 2.652 5.990 6.869 1.735 3.176 12.166 2.489 12.424 Jagung 12.734 18.648 59.038 12.136 28.934 5.651 13.370 10.591 14.870 17.012 22.535 9.109 8.900 27.564 Kedele 20 826 74 40 4 85 1.914 1.253 62 149 Komoditi Kcg. Tanah 1.086 740 302 1.502 1.065 35 2.003 1.088 1.614 187 393 718 1.045 374 Kcg. Hijau 1.318 126 454 944 7.174 2.087 328 1.275 1.095 45 749 2.950 760 2.420 Ubi Kayu 4.669 151 16.965 8.988 8.716 9.891 2.198 4.459 2.420 2.332 3.710 11.630 2.075 12.763 Ubi Jalar 172 4.714 631 668 114 64 174 587 68 2.756 3.334 463 274 Sorgum 1.414 71 66 1.251 37 58 105 245 75 757 932 983 112.744 61.493 244.681 4.396 13.326 21.055 82.712 13.683 6.803 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 19 Tabel II.14 Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Kabupaten Kupang Rote Ndao TTS TTU Belu Alor Lembata Flotim Sikka Ende Ngada Manggarai Sumba Timur Sumba Barat Manggarai Barat Kota Kupang NTT Padi Sawah 45.093 12.833 11.965 9.192 12.920 526 24 695 5.564 8.406 52.420 143.679 31.229 44.493 Padi Ladang 11.247 4.469 1.864 7.005 558 8.557 5.770 13.016 13.825 3.456 6.428 25.704 5.350 24.112 Jagung 30.980 42.657 137.738 26.585 64.965 13.949 31.586 28.528 28.524 38.265 51.928 21.879 21.384 65.593 Kedele 14 698 70 39 4 88 1.633 1.076 58 186 Komoditi Kcg. Tanah 1.414 819 359 1.433 1.006 34 1.765 1.487 1.366 181 475 788 1.146 404 Kcg. Hijau 981 95 327 665 5.712 1.236 281 762 926 42 503 2.567 613 2.037 Ubi Kayu 55.144 1.679 158.252 91.936 95.323 98.935 21.724 48.344 29.473 25.901 40.644 123.667 26.732 125.108 Ubi Jalar 1.138 38.774 4.806 5.159 971 542 1.132 4.311 617 18.231 27.932 3.572 2.107 Sorgum 1.454 52 49 1.061 26 44 77 185 48 597 471 913 368.543 126.924 568.355 3.837 12.860 16.229 852.252 106.454 5.272 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004 Tabel II-15 Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kabupaten/Kota Kupang Kota Kupang Rote Ndao Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timur Lembata Sikka Komoditi Unggulan Jagung, Kacang tanah Jagung Padi, Kacang tanah, Bawang merah, Bawang putih Jeruk keprok, Jagung, Kedelai Jeruk, Ubi jalar, Bawang putih, Bawang merah Kacang hijau, Padi Padi, Jagung Jagung, Kacang tanah Jagung, Kacang tanah, Kacang hijau Kacang hijau, Mangga RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 20 No 11 12 13 14 15 16 Kabupaten/Kota Komoditi Unggulan Ende Ngada Manggarai Manggarai Barat Sumba Timur Sumba Barat Pisang beranga, Ubi kayun Jahe Padi, Kedelai, Jahe Padi, Kacang hijau, Kedelai Padi, Kacang hijau, Kedelai Kacang tanah, Padi, Jagung Padi, Kacang tanah, Jagung, Jeruk Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004 Tabel II-16 Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 No. Propinsi/ Kabupaten/ Kota Total Luas Potensial (Ha) 28.279 Termasuk > 3.000 Potensial (Ha) 13.774 Termasuk 1.000 - < 1.000 Fungsional (Ha) 1 Manggarai Barat 3.768 2 Manggarai 43.924 16.465 5.852 3 Ngada 26.466 22.950 3.526 4 Ende 10.665 4.464 1.421 Potensial (Ha) 1.174 Termasuk < 1.000 Fungsional (Ha) Potensial (Ha) Fungsional (Ha) 6.279 Total Luas Fungsional (Ha) 2.512 13.331 12.558 2.403 3.901 25.056 9.753 19.506 1.552 2.351 1.964 5.877 11.753 1.747 947 4.454 2.368 4.736 5 Sikka 8.792 3.115 1.171 2.538 781 3.139 1.952 3.904 6 Flores Timur 5.360 3.133 714 1.027 476 1.200 1.190 2.380 7 Lembata 3.232 2.007 431 150 287 1.075 718 1.435 8 Sumba Timur 22.563 13.752 3.006 2.811 2.004 6.000 5.010 10.020 9 Sumba Barat 14.208 7.328 1.893 2.682 1.262 4.198 3.155 6.310 10 Alor 12.296 6.156 1.638 599 1.092 5.541 2.730 5.461 11 Kupang 18.344 11.253 2.444 1.075 1.629 6.016 4.073 8.146 12 Rote Ndao 8.310 5.750 1.107 1.007 738 1.553 1.845 3.690 13 Timor Tengah Selatan 18.148 9.073 2.418 1.080 1.612 7.995 4.030 8.059 14 Timor Tengah Utara 19.303 14.722 2.572 2.001 1.714 2.580 4.286 8.572 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 21 No. 15 Propinsi/ Kabupaten/ Kota Termasuk > 3.000 Total Luas Potensial (Ha) Potensial (Ha) Termasuk 1.000 - < 1.000 Fungsional (Ha) Potensial (Ha) Termasuk < 1.000 Fungsional (Ha) Potensial (Ha) Fungsional (Ha) Total Luas Fungsional (Ha) Belu 44.213 32.415 5.890 1.798 3.927 10.000 9.817 19.635 Total 284.103 166.357 37.850 23.644 25.234 94.102 63.084 126.168 Sumber : Hasil Olahan Bappeda NTT Tabel II.17 POPULASI PETERNAKAN Di WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2002 No Kabupaten Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Domba Ayam Buras Ayam Ras Itik 1. Sumba Barat 6.085 30.460 16.008 51.701 9.159 - 583.202 0 2.309 2. Sumba Timur 38.800 31.245 26.195 31.910 33.810 878 478.607 0 2.213 3. Kab. Kupang 142.510 17.613 16.461 121.333 96.502 48.781 2.023.404 79.297 19.455 4. Timor Tengah Selatan 111.176 529 4.826 194.801 30.661 - 724.695 0 8.808 5. Timor Tengah Utara 54.848 656 2.164 55.982 14.226 34 129.434 0 8.113 6. Belu 89.085 2.337 3.543 88.228 10.623 23 717.046 0 18.217 7. Alor 1.196 - 135 58.695 22.202 6 344.603 0 10.414 8. Lembata 1.328 5 1.435 42.688 26.944 452 175.963 0 16.173 9. Flores Timur 1.470 30 2.347 111.381 48.080 2.073 464.105 0 9.792 10. Sikka 4.533 461 3.025 86.463 31.640 197 459.403 0 40.356 11. Ende 6.271 2.339 2.419 59.943 17.935 47 2.400.864 0 51.526 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 22 No Kabupaten 12. Ngada 13. 14. Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Domba Ayam Buras Ayam Ras Itik 32.238 11.087 7.691 127.874 38.045 3.061 564.278 0 15.590 Manggarai 9.838 35.701 6.857 123.296 37.418 91 570.323 0 7.326 Kota Kupang 3.176 34 51 16.178 3.590 33 0 452.500 0 Jumlah 503.154 132.497 93.157 1.170.473 420.835 55.631 9.635.927 531.797 210.292 Sumber : NTT Dalam Angka 2002 Tabel II.18 Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Komoditi Kelapa Jambu Mete Kopi Kakao Kemiri Kapuk Cengkeh Pinang Vanili Lada Jarak Pala Tembakau Sirih Lontar NTT TBM 54.192,00 83.097,76 27.328,26 17.073,17 46.426,08 6.420,65 6.053,95 4.265,38 1.180,12 177,84 130,90 298,06 8,00 614,12 2.665,00 259.931,28 Luas Areal (Ha) TM TT/TR 96.685,44 8.499,77 47.272,35 13.725,07 33.566,71 3.362,78 16.271,84 600,99 30.044,97 3.453,30 9.419,52 1.727,44 4.788,92 1.159,15 20.612,52 3.767,40 256,57 225,00 147,40 1.457,15 243,38 472,84 1.230,09 807,55 5.497,50 830,60 268.968,18 41.159,05 JUMLAH 159.377,21 144.096,17 67.257,74 33.946,00 79.924,35 17.567,61 12.002,02 38.545,29 2.661,69 325,24 1.588,05 541,44 480,84 2.651,76 8.993,10 570.058,51 Produksi (Ton) 53.529,60 19.367,17 15.990,86 9.383,09 14.713,97 2.745,02 1.079,77 7.132,99 513,07 104,67 249,97 60,13 77,93 451,76 2.632,00 128.031,99 Sumber : Dinas Perkebunan Prop. NTT, 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 23 Produktivitas (Kg/Ha) 553,65 409,68 476,39 576,65 489,73 291,42 225,47 346,05 408,31 710,12 171,55 247,07 164,81 367,26 478,76 476,01 B. Perkebunan Tanaman perkebunan merupakan komoditi strategi dalam pembangunan perekonomian Nusa Tenggara Timur, karena merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap total ekspor. Seperti telah disinggung di atas bahwa peranan subsektor perkebunan ini terhitung masih begitu kecil peranannya terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur. Walaupun begitu kecil produksi dari sektor ini dapat menunjang pendapatan, terutama dalam rangka memenuhi bahan baku sektor industri. Data selengkapnya mengenai tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel II.18. Berdasarkan Tabel II.17 dapat dilihat daerah-daerah yang merupakan penghasil utama perkebunan. Penentuan daerah penghasil utama didasarkan pada jumlah produksi dan luas areal perkebunan, yaitu : - Kelapa : Kabupaten Sikka, Flotim dan Ende - Kopi : Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada - Kapok,Pinang : Kabupaten Sumba Barat - Cengkeh : Berdasarkan luas panen terbesar adalah Kabupaten Manggarai, tetapi berdasarkan produksinya adalah Kabupaten Sikka. - Coklat, lada : Kabupaten Sikka - Kapas : Kabupaten Ende - Vanili : Kabupaten Manggarai, Kabupaten Alor - Tembakau : Kabupaten Sumba Barat Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman perkebunan telah dimanfaatkan untuk ekspor ke luar negeri, terutama dalam bentuk diolah. Berdasarkan jalur pemasaran yang telah dirintis, disamping untuk kebutuhan masyarakat atau perdagangan dalam wilayah, beberapa komoditas telah menjadi komoditas ekspor seperti Kopi, Kakao, Jambu Mente, biji Kapas dan Cassiavera. C. Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai areal kawasan hutan seluas 1.808.981,21 Ha yang terdiri dari hutan lindung 713.216,97 Ha, hutan produksi tetap 428.357,98 Ha, hutan produksi terbatas 197.249,73 Ha, hutan yang dapat dikonversi 101.827,03 Ha. Berdasarkan penyebaran hutannya, terlihat bahwa Pulau Flores merupakan terbanyak terdapat hutan produksi. roduksi kayu cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur selama tahun 2002 sebesar 261,26 ton yang berasal dari 5 kabupaten yaitu : Sumba Barat 50,02 ton, Sumba Timur 30,09 ton, Timor Tengah Selatan 72,58 ton, Timor Tengah Utara 17,10 ton, dan terbesar di Belu 91,48 ton. Produksi kayu jenis lainnya yang paling menonjol adalah Kayu Jati. Selama tahun 2002 produksinya mencapai sekitar 3,10 ribu meter kubik. D. Peternakan Sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, peranan subsektor peternakan di propinsi ini adalah kedua terbesar setelah tanaman pangan. Populasi ternak besar di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 tercatat untuk Sapi sebanyak 503.154 ekor, Kerbau 132.497 ekor dan Kuda 93.157 ekor. Untuk populasi Sapi sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sementara untuk Kerbau dan Kuda sebagian besar berada di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Ngada dan Manggarai. Populasi ternak kecil yang menonjol di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah babi yakni tercatat sekitar 1,17 juta ekor pada tahun 2002, disusul kambing 420,8 ribu ekor, dan terendah domba dengan populasi 55,6 ribu ekor. Untuk kelompok unggas, populasi ayam kampung tahun 2002 tercatat sekitar 9,64 juta ekor yang sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Ende. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan karena telah menjadi komoditas perdagangan antar pulau dengan peluang pasar cukup prospektif. Dalam upaya meningkatkan peluang usaha peternakan terdapat peluang padang pengembalaan yang kualitas padangnya perlu ditingkatkan dalam upaya percepatan populasi ternak sapi dan ternak kecil sebagaimana Tabel II.19. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 24 Tabel II.19. Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT Kabupaten Luas Padang (Ha) No 1 Kupang 2 Timor Tengah Selatan 208.705 68.550 3 Timor Tengah Utara 4 Belu 104.822 87.580 5 Alor 48.708 6 Rote Ndao 7 Kota Kupang - WP I Timor 518.365 8 Lembata 9 Flores Timur - 48.708 130.616 10 Sikka 58.904 11 Ende 70.518 12 Ngada 134.280 13 Manggarai 278.762 14 Manggarai Barat WP II Flores-Lembata 721.788 15 Sumba Barat 269.389 16 Sumba Timur 478.967 WP III Sumba 748.356 NTT 1.988.509 Sumber: Dinas Peternakan Propinsi NTT Tahun 2004 E. Perikanan Produksi perikanan di daerah ini meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Untuk perikanan darat di usahakan di perairan umum, perikanan budidaya tambak, kolam dan sawah. Perkembangan produksi perikanan menunjukkan arah yang menggembirakan, yaitu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama untuk perikanan darat. Peningkatan produksi perikanan darat ini sebagai akibat berkembangnya luas areal kolam di desa-desa dan kegiatan penebaran benih di perairan umum. Produksi perikanan laut sebagian besar masih dihasilkan oleh nelayan kecil (armada perikanan rakyat) yang pada umumnya beroperasi di daerah pantai, sedangkan penangkapan ikan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif belum diusahakan. Biasanya usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan perikanan skala menengah atau besar. Tingkat perkembangan usaha perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya masih rendah dan lamban disebabkan keterbatasan modal/sarana produksi, ketrampilan nelayan/petani ikan yang masih rendah, penyediaan prasarana pasca panen yang masih rendah dan terjaminnya pemasaran hasil perikanan. Disamping hal tersebut, tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan di propinsi ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya. Produksi perikanan pada tahun 2001 sebesar 85.329 ton. 83.991 ton diantaranya atau sekitar 98,43% merupakan hasil perikanan laut dan selebihnya sekitar 1,57% merupakan hasil dari perikanan darat. Untuk lebih jelas lihat pada Tabel II.20. Dilihat dari daerahnya, hampir seluruh kabupaten yang ada menghasilkan perikanan laut. Kabupaten-kabupaten yang paling banyak memproduksi ikan (perikanan laut) adalah Kabupaten Kupang (19,6%), Sikka (18,8%), Flores Timur dan Ende. Yang terkecil produksi perikanan lautnya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kabupatenkabupaten yang tidak memproduksi perikanan darat adalah Kabupaten Sikka dan Ende. Untuk lebih jelas produksi perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.21. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 25 Tabel II.20 Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kab. Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Kota Kupang Jumlah Perikanan Laut 1.868,8 4.459,5 16.867,8 37,0 369,7 2.131,0 6.930,2 5.428,2 7.680,2 7.892,6 7.345,1 4.296,9 5.630,8 13.052,8 83.990,6 Perikanan Darat Perairan Umum 43,4 212,4 14,5 5,6 25,5 28,3 426,5 Tambak Kolam 1,0 1,2 96,0 32,0 44,5 2,4 350,2 93,2 620,5 Jumlah Sawah 32,2 25,0 104,7 5,4 6,2 1,4 1,1 24,5 57,7 258,2 7,2 1,1 6,8 1,1 4,2 12,5 32,9 Sumber : NTT Dalam Angka 2002 Tabel II.21 Rata-Rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari Dan Tingkat Pemanfaatan Di Nusa Tenggara Timur Wilayah Usaha Perikanan I. Perikanan Laut - Ikan laut - Nener - Rumput laut - Kerang mutiara II. Perikanan Darat - Kolam - Sawah - Tambak - Perairan umum Rata-rata Produksi/tahun (ton) Potensi Lestari /thn (ton) Tingkat Pemanfaatan (%) 50146.9 88270000 493.38 20000 240000 680 juta ekor 50000 1 juta ekor 20.89 12.98 0.99 20 68.3 15.2 396.8 158.6 297 85 18000 ha 9450 23 17.8 2.2 1.7 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 26 1.952,6 4.699,2 17.172,1 51,5 407,1 2.181,7 6.934,0 5.428,2 7.680,2 7.892,6 7.352,9 4.701,3 5.882,5 13.052,8 85.328,7 Disamping untuk memenuhi kebutuhan penduduk sendiri, komoditi perikanan merupakan salah satu komoditas ekspor. Yang termasuk komoditas ekspor pada tahun 2003 adalah ikan Tuna dan Cakalang, Mutiara, Rumput Laut, Lobster, Udang Windu matang, sirip ikan Hiu, minyak hati ikan Hiu. Besarnya volume ekspor dan nilainya dapat dilihat pada Tabel II.22. Tabel II.22 Jumlah Volume Dan Nilai Ekspor Perikanan Komoditi 01. Ikan Tuna dan Cakalang 02. Lobster 03. Sirip Ikan Hiu 04. Mutiara 05. Rumput laut 06. Udang Windu Matang 07. Minyak Hati Ikan Hiu Volume (ton) Nilai (US $) 761.008 0.595 0.227 0.01943 240 0.821 48.96 471.393,2 539.908 7.390.188 419.838 164.700 10.017 376.567 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT 2.6.2 Sektor Pertambangan Peranan sektor pertambangan di dalam struktur ekonomi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terlihat masih kecil. Berdasarkan data PDRB 1999 – 2002 tercatat peranan sektor ini di dalam pembentukan nilai PDRB masih di bawah 1% atau rata-rata peranan tiap tahunnya 0,5%. Jika dilihat dari potensi geologisnya, sebenarnya di propinsi ini banyak mengandung bahan-bahan mineral yang terdiri dari bahan galian seperti: logam mulia, logam dasar besi dan bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, gypsum, pasir, silica, belerang, barit sesuai dengan jumlah dan kadarnya masing-masing. Tetapi dari sumber daya pertambangan yang ada hanya beberapa mineral yang telah dieksploitasi. Beberapa jenis bahan tambang yang telah dilaksanakan penambangannya adalah batu kapur, tanah liat, logam mulia, mangan, barit, marmer, bahan galian C dan fosfat. Luas penggunaan lahan pertambangan untuk masing-masing lokasi dan hasil tambang adalah sebagai berikut : Penambangan pasir, batu dan kerikil luas arealnya mencapai 48 Ha; Penambangan batu kapur dan tanah liat seluas 17 Ha masing-masing di Kabupaten Kupang seluas 15 ha dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 2 Ha; Penambangan marmer di Kabupaten Belu, Kecamatan Malaka Timur Desa Sanleo seluas 25 Ha; Penambangan bahan galian phospat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan Amanuban Selatan 137 Ha. Sistem penambangan yang dilakukan untuk bahan galian seperti pasir, batu, kerikil, batu kapur dan tanah liat adalah sistem terbuka, sedangkan untuk bahan penambangan batu kapur dan tanah liat, khususnya oleh PT. Semen Kupang dilakukan secara terbuka dan menggunakan alat berat. Ada tiga macam kegiatan penambangan yang dilakukan yaitu kegiatan kontrak karya penambangan, kuasa penambangan dan penambangan oleh rakyat. Penambangan oleh rakyat biasanya terbatas pada bahan galian C, yang lokasinya tersebar dengan jumlah kecil. Lokasi penambangan mangan terletak di daerah Reo dan Cibal Kabupaten Manggarai. Perusahaan yang mengeksploitasi adalah PT. Aneka Tambang dengan hasil yang diekspor ke Jepang sebagai teknik Grade. Pada akhir tahun 1986 suatu kontrak Kerja antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan patungan PT. Nusa Lontar Mining telah ditandatangani untuk eksplorasi emas epithermal di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores, Timor dan Alor. Kemudian pada tahun 1987 menyusul suatu kontrak kerja serupa dengan PT. Flores Indah Mining di lokasi sebelah utara Pulau Rinca Kabupaten Manggarai. Sebenarnya sektor pertambangan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur akan dapat berkembang sebagai sektor penting, apabila hasilnya sudah dapat berperan dalam meningkatkan derajat kesejahteraan, ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat daerah ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel II.23 dan Tabel II.24. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 27 Tabel II.23 Jenis Mineral Dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 Jumlah Potensi (Ton) No Jenis Mineral Kabupaten Terukur Cadangan terindikasi Cadangan Hip. Awal Cadangan Terekam Keterangan 1 Pasir Besi (Fe) Sumba Barat: Mamboro - 464.860,0 - - Belum diekploitasi 2 Mangan (Mn) Manggarai: Reo, Lambaleda - 350.000,0 - - dieksploitasi 27.000 ton 3 Emas (AU) Manggarai, Ngada, Ende, Skka, Flotim - 544.698,0 - - Sudah dieksplorasi 4 Flourspor (Fs) Sumba Barat: Laratama - 112.560,0 - - Belum dieksploitasi 5 barait (Ba) Flores Timur: P. Lomblen - 200.000-1.000.000 - - Belum dieksloitasi 6 Belerang (S) Sikka: Gunung Egon - 21.000,0 - - Belum dieksloitasi 7 Posfat (Po) Kupang, Sikka, manggarai - 4.400.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 8 Zeolit (Z) - 100.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 9 Batu permata (Gs) Ende: Nangapanda, Sumba Timur, Sumba Barat Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Ngada, Sumba Timur - 252.000.000,0 - - Eksploitasi telah dirintis masyarakat setemapt 300 ton 10 Pasir Kwarsa (Ps) Ende, Alor - - - 1.000.000,0 Belum dieksloitasi 11 Pasir (Ps) 16 Kabupaten/Kota - 52.000.000,0 (39.000 Ha) - - Terekploitasi 12 Gipsum (Ch) 13 14 Batu Marmer (Mr) Batu Gamping Ende, Alor, TTU, Flotim, Kupang, Belu Kupang, Belu, Ngada Kupang, TTS, TTU, Belu, Alor, Flotim, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Sumba Barat Sumba Barat, Alor, Ende Alor, Ende, Sumba Barat Alor, Ende, Sumba Barat 16 kabupaten/Kota 360.000,0 (30 Ha) 16.000.000,0 - - - 67.000.000,0 68.000.000,0 52.000.000,0 - 6.000.000.000,0 1.000.000.000,0 732.800.000,0 (39.000 Ha) 7.500.000,0 65.000.000 (180 Ha) 80.000.000,0 (1.755 Ha) 100.000.000,0 - 6.000.000.000,0 3.222.500.000 (baru) 4.700.000,0 - 7.555.000.000,0 - - - 15 16 17 18 Granitis (Gr) Andesit (An) Balsitis Pasir Batu (Pa) 19 20 21 Batu apung (Pu) Tanah Diatomea (Td) Lempung/Clay (Td) Ngada, Sikka, Kupang, TTU 16 kabupaten/Kota Kupang, TTS, TTU, Belu, Sumba Timur, Ende, Ngada - Belum dieksloitasi Belum dieksloitasi Belum dieksloitasi Tereklpoitasi 1.200 Ha Belum dieksloitasi Belum dieksloitasi Tereklpoitasi 243Ha Sumber : Dinas Pertambangan Propinsi NTT tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Belum dieksloitasi II - 28 2.6.3 2.7 Sektor Pariwisata Bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung di mana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang potensial. Memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources), sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah. Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industri kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan, perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata sebagai berikut : 1. Wisata Alam; 2. Wisata Sejarah/Budaya; 3. Wisata Minat Khusus; 4. Wisata bahari. Untuk lebih jelas keunggulan produk wisata daerah tujuan wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.25. Pembiayaan Pembangunan Pertumbuhan Nusa Tenggara Timur juga memiliki kinerja yang mulai membaik pada tahun 2003. Dari sisi keuangan daerah, tahun anggaran 2000 tampaknya merupakan tahun yang berat. Hal ini tercermin dari kecilnya penerimaan baik pada daerah Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Akan tetapi pada tahun berikutnya kondisi keuangan daerah-daerah tersebut sudah membaik, bahkan total penerimaannya melonjak tajam. Total penerimaan Propinsi pada tahun anggaran 2000 baru mencapai 183,3 milyar dan meningkat menjadi 354,4 milyar pada tahun anggaran 2001. Kecilnya penerimaaan pada tahun anggaran 2000 disebabkan pada tahun anggaran tersebut hanya berlangsung dalam tiga triwulan sehingga pada tahun anggaran 2001 total penerimaan Propinsi melonjak hampir dua kali lipat. Sedangkan total penerimaan pada tahun 2002 sudah mencapai 506,4 milyar. Komponen terbesar penerimaan daerah pada tahun anggaran 2000 adalah dari subsidi dan bantuan yang mencapai 140,1 milyar rupiah (76,47 %). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil bagi pajak dan bukan pajak masing-masing hanya sebesar 20,1 milyar rupiah (10,95 %) dan 12,6 milyar rupiah (6,88 %). Struktur penerimaan tersebut relatif tidak berubah dalam dua tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini mempertegas kenyataan bahwa Nusa Tenggara Timur masih memiliki ketergantungan keuangan yang sangat besar terhadap subsidi dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan peran daerah yang utamanya melalui peningkatan PAD agaknya masih diperlukan kerja lebih keras lagi. Peningkatan penerimaan Propinsi tersebut ternyata sejalan dengan meningkatnya total pengeluaran. Pada tahun anggaran 2003 total pengeluaran Propinsi sebesar 318,4 milyar rupiah, meningkat dari hanya 214,3 milyar rupiah pada tahun anggara 2002. Proporsi pengeluaran pembangunan pada keuangan Propinsi untuk tahun 2003 lebih kecil, yaitu hanya 131,1 milyar rupiah (41,17 %), sementara untuk pengeluaran rutin mencapai 187,3 milyar rupiah (58,83 %). Walaupun pengeluaran meningkat tajam, tetapi nilai nominalnya masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan. Sehingga keuangan Propinsi pada RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 29 tahun Anggaran 2000 masih surplus sebesar 24,7 milyar rupiah. Surplus ini terus meningkat dalam dua tahun anggaran berikutnya, yaitu tahun 2001 sebesar 140,3 milyar rupiah, dan tahun 2002 sebesar 188,0 milyar rupiah. Perkembangan total pengeluaran dan penerimaan Kabupaten/ Kota secara umum hampir sama dengan Propinsi. Walaupun masing-masing besaran mengalami kenaikan, tetapi pada tahun anggaran 2000 masih menikmati surplus. Namun demikian jika diperhatikan komposisi pengeluarannya, tampak bahwa struktur pengeluaran Kabupaten/ Kota pada tahun anggaran 2000 sangat berbeda dengan Propinsi. Pada tahun anggaran tersebut proporsi pengeluaran Kabupaten/ Kota didominasi oleh pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin di Kabupaten/ Kota pada umumnya pada tahun anggaran 2000 mencapai 479,3 milyar rupiah (63,18 %). Akan tetapi pada tahun 2001 dan 2002 komposisi tersebut nampaknya rutin lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pembangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.26. Tabel II. 25 ....., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 30 Tabel II.25 Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur NO ODTW UTAMA JENIS PERMINTAAN PRODUK WISATA LOKASI 1 Wisata alam TN. Komodo TN. Kelimutu Taman Riung A Pulau P.Komodo Ende Riung 2 Wisata Sejarah/Budaya Desa Tradisional Honi Desa Tradisional Bena Megalitik Anakalang Desa Tradisional Praiyawang 3 Wisata Minat Khusus 4 Wisata Bahari PENANGANAN INTENSITAS KEGIATAN Tinggi Tinggi Sedang PASAR WISATA Ende Ngada Waikabubak Waingapu Pelestarian Pelestarian Pengembangan dan Perencanaan Pengembangan Pelestarian Pengembangan Pelestarian Sedang Sedang Tinggi Sedang L.R.N L.K L.K.I L.R.I.N Teluk Kupang Kupang Pengembangan Sedang L.R.I.N Taman laut Lamaleta P.Umbata Sedang L.R.N Taman Laut Mali Pantai Pede Pantai Lasiana Pantai Kala P. Alor Labuan Bajo Kupang Waingapu Pengembangan dan perencanaan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Sedang Sedang Sedang Sedang L.R.N L.R.N.I L.R L.R Sumber: Laporan Akhir Peta Pembangunan Pariwisata Tahun 1999-2000. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 31 L.R.I.N L.R.I.N L.R.N. Tabel II-26 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003 (Juta Rupiah) Rincian 2000 2001 2002 DAERAH OTONOM TINGKAT I Total Penerimaan 183,272.30 354,382.20 506,367.60 - Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu 10,461.90 24,306.40 140,334.70 - Bagian Pendapatan Asli Daerah 20,063.40 43,027.10 81,658,6 - Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 12,605.60 17,126.60 20.29 140,142.30 269,922.10 264,084.30 Total Pengeluaran - Rutin 158,605.90 61,558.20 214,274.60 157,293.60 318,404.10 187,328.90 - Pembangunan 97,047.70 56,981.00 131,075.20 24,666.40 140,107.60 187,963.50 DAERAH OTONOM TINGKAT II Total Penerimaan 801,096.60 2,226,838.00 2,580,248.90 Total Pengeluaran 758,616.10 1,990,756.80 2,326,644.60 - Rutin 479,281.00 1,321,686.50 1,592,629.70 - Pembangunan 274,433.00 669,070.30 734,014.90 42,480.50 236,081.20 253,604.30 - Bagian Subsidi dan Bantuan Surplus/Defisit* Surplus/Defisit* Sumber : BPS NTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 32 BAB. III KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 3.1. Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional Kebijaksanaan dan strategi pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Nasional mencakup : Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung; Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya; dan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Tertentu. 3.1.1. Kawasan Lindung Kebijaksanaan Nasional dalam Pengembangan Kawasan Lindung meliputi kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup diselenggarakan dengan : a. Menetapkan kawasan lindung di darat dan di lautan; b. Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu bentangan wilayah pulau dan pesisir minimum 30% dari luas wilayah pulau, serta sesuai kondisi ekosistem wilayah yang bersangkutan; c. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan kawasan – kawasan di darat, laut dan udara secara serasi dan selaras; d. Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang sudah terlanjur dikembangkan dan telah terganggu fungsinya untuk tetap memelihara kesinambungan alam; e. Kawasan lindung meliputi : kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam; kawasan pelestarian alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana; kawasan cagar alam geologi; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah dan kawasan lindung lainnya, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berukut : Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi : Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Bergambut dan Kawasan Resapan air; Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi : Sempadan Mata Air; Sempadan Pantai, Sempadan Sungai, Kawasan sekitar Danau atau Waduk, Embung dan Bendung; dan Kawasan Terbuka Hijau Kota termasuk di dalamnya Hutan Kota; Kawasan Suaka Alam, meliputi : Cagar Alam, Suaka Margasatwa; Kawasan Pelestarian Alam, meliputi : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman Wisata Alam; Kawasan Cagar Budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil. f. Kawasan Rawan Bencana, meliputi : Kawasan Rawan Bencana Alam Banjir yang tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil dan Kawasan Rawan Bencana Geologi, yang mencakup : Kawasan Rawan Gerakan Tanah, Bencana Gunung Api, Gempa Bumi, Patahan, Tsunami, Abrasi, Lahar dan Bahaya Gas Beracun; g. Kawasan Cagar Alam Geologi, mencakup : Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil, Kawasan Keunikan Bentang Alam, dan Kawasan Keunikan Proses Geologi; h. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup : Kawasan resapan (imbuhan) air tanah dan mata air serta sempadan mata air; i. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi : Taman Buru, Cagar Biosfir, Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, Kawasan Pantai Berhutan Bakau, dan Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi. 3.1.2. Kawasan Budidaya Kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan untuk mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan. Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan dengan : (a) Menetapkan kawasan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 1 budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun dilaut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; (b) Mengembangkan kegiatan – kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di laut secara sinergis; (c) Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian pangan Nasional; (d) Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya pengelolaan sumberdaya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan landas kontinen; dan (e) Mengendalikan masalah perkotaan. a. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan; b. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan yang tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil; c. Kawasan yang diperuntukan sebagai pertanian, meliputi : kawasan budidaya tanaman pangan; kawasan budidaya holtikultura; kawasan budidaya perkebunan; kawasan budidaya peternakan. d. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan meliputi wilayah pesisir dan laut, yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan; e. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan meliputi peruntukan ruang dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, bahan galian vital, atau golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas; f. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan industri merupakan kawasan yang dikembangkan bagi berbagai kegiatan industri; g. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata; h. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal; i. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien maka ditetapkan kawasan andalan, yaitu kawasan yang mengupayakan pengembangan sektor-sektor unggulan secara terpadu, untuk keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar sektor. 3.1.3. Kawasan Tertentu Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan Nasional. Strategi pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan dengan : a. Menetapkan kawasan tertentu; b. Konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat dalam memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa; c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nasional dan atau peningkatan manfaat ruang di wilayah sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat tertinggal meliputi upaya-upaya : Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan sector/komoditas unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah, Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perijinan investasi, Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan, dan Penyediaan dukungan infrastruktur; d. Pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis; e. Melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya; f. Menunjang kepentingan politik dan pertahanan keamanan negara serta integrasi Nasional. Pola pemanfaatan ruang menggambarkan pula sebaran kawasan tertentu. Kawasan tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan : sosial budaya bangsa; pertumbuhan ekonomi nasional; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 2 pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis; politik dan pertahanan negara serta integritas nasional; fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. 3.1.4. Percepatan Pembangunan Daerah Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, percepatan pertumbuhan kawasan tertinggal serta perkuatan struktur wilayah dilaksanakan melalui : Pengembangan sistem pusat permukiman, Pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah, Pengembangan tenaga listrik, Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi, dan Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air. a. Pusat Kegiatan Permukiman Pengembangan sistem pusat permukiman meliputi pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan. Pusat permukiman perkotaan terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria, meliputi : berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang ke kawasan internasional; berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa berskala nasional atau yang melayani beberapa propinsi; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau yang melayani beberapa propinsi; berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar Negara di kawasan perbatasan; 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria, meliputi : berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang melayani beberapa kabupaten; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor mendukung PKN. 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria, meliputi : berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yan melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan. b. Sistem Transportasi Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara. Sistem Jaringan Transportasi Darat mencakup jaringan jalan, jaringan transportasi jalan serta jaringan transportasi penyeberangan. Sistem Jaringan Transportasi Laut mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran, sedangkan Sistem Jaringan Transportasi Udara mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan udara. Jaringan jalan terdiri dari jaringan arteri primer dan jaringan kolektor primer. Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhirarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi geografisnya untuk menghubungkan antar PKN, antara PKN di wilayah perbatasan dengan pusat kegiatan di Negara tetangga, dan antara PKN dengan PKW. Jaringan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL. Jaringan transportasi penyeberangan meliputi jaringan lintas penyeberangan yang dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh laut dan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 3 tatanan kepelabuhanan nasional, yang mencakup pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan. Sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan nasional dan jaringan pelayaran angkutan laut. Sistem jaringan transportasi udara meliputi tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara. c. Jaringan Listrik Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik, sistem jaringan transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan terisolasi inter dan antar wilayah propinsi dan atau kabupaten. Sasaran pengelolaan sistem jaringan transmisi tenaga listrik diselenggarakan untuk : meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik nasional dalam pengembangan wilayah propinsi; meningkatkan pelayanan jaringan terinterkoneksi kelistrikan dalam pengembangan wilayah propinsi; meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam pengembangan wilayah propinsi. d. Jaringan Telekomunikasi Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi meliputi pengembangan stasiun bumi dan pengembangan jaringan transmisi. Pengembangan stasiun bumi dilaksanakan untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah sedangkan pengembangan jaringan transmisi dilaksanakan untuk melayani jasa telekomunikasi di seluruh wilayah. Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pola pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi yang handal dan cepat diseluruh wilayah dalam perwujudan struktur ruang wilayah propinsi. Sasaran pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi diselenggarakan untuk : meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok wilayah dan akses ke wilayah nasional; meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri. e. Sumberdaya Air Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air berupa penetapan wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan sistem pusat permukiman, perlindungan dikawasan tangkapan air dan daerah aliran sungai kritis. Pola pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air bertujuan untuk penyediaan air baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mendukung pengembangan wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi. Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air diselenggarakan untuk : meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyedian air baku bagi kawasan pengembangan; meningkatkan kualitas sistem prasarana sumberdaya air. 3.2. Pokok-Pokok Permasalahan Wilayah Nusa Tenggara Timur 3.2.1. Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kerangka Tata Ruang Nasional merupakan salah satu Propinsi dalam wilayah Regional Nusa Tenggara dengan karakteristik spesifik yaitu Propinsi Kepulauan. Sebagai wilayah kepulauan maka secara geografis dan sosial ekonomi memiliki berbagai aspek kelemahan yang lebih menonjol dari wilayah lainnya yang berada dalam satu wilayah daratan. Berdasarkan aspek geografis dan sosial ekonomi teridentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : a. Secara ekonomi sebagian besar wilayah memiliki akses yang sangat terbatas terkait dengan adanya konsentrasi pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota Pulau Jawa dan Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 4 b. Masalah kurang berkembangnya atau masih rendahnya intensitas perhubungan, karena masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi dalam skala regional dan Nasional, khususnya untuk perhubungan laut. Dimana sebagian besar wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan kepulauan atau terdiri dari pulau-pulau yang satu sama lain terpisahkan oleh laut; c. Masalah perbatasan merupakan permasalahan yang serius, karena hal ini menyangkut permasalahan perekonomian (adanya usaha kerja sama eksplorasi minyak dengan Australia), serta permasalahan stabilitas Nasional maupun regional. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut, perlu didukung oleh prasarana dan sarana penunjang yang memadai; d. Masalah rata-rata pendapatan yang relatif masih rendah. Sumbangan PDRB Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif kecil terhadap pembentukan PDRB Nasional, demikian juga tingkat pertumbuhannya masih dibawah rata-rata Nasional. 3.2.2 Permasalahan Internal Disamping permasalahan eksternal maka wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur menghadapi permasalahan internal yang tidak kalah serius bila dibandingkan dengan permasalahan eksternal. Kriteria atau dasar penilaian permasalahan ini lebih menitikberatkan pada permasalahan perekonomian dengan anggapan bahwa perkembangan perekonomian yang baik perlu didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik pula. Berdasarkan anggapan atau kriteria tersebut di atas, maka penilaian permasalahan pada skala internal, dengan melihat hasil analisis adalah : a. Masalah ketimpangan antar Kabupaten dimana dalam perkembangannya tidak sama, baik mengenai kondisi sosial dan ekonominya, maupun infrastruktur yang ada; b. Sistem transportasi darat masih kurang berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan masih kurangnya prasarana dan sarana perhubungan darat antar Propinsi, maupun antar Kabupaten dengan pusat-pusat produksi di belakangnya (hinterland). Bila dikaitkan dengan struktur tata ruang yang ada, maka keterkaitan antar kota Kabupaten, maupun antar kota Kabupaten dengan kota-kota kecil di daerah hinterlandnya masih rendah karena masih terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan darat; c. Kondisi geografis yang dimiliki oleh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang curam dan topografi yang bervariasi, membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi, khususnya pembangunan prasarana perhubungan darat sebagai urat nadi dalam mendukung pengembangan kegiatan produksi di kantung-kantung produksi yang letaknya sebagian besar masih terisolir; d. Belum dioptimalkannya sarana dan prasarana pelabuhan laut dalam mendukung pembangunan ekonomi, dimana pelabuhan tersebut merupakan salah satu pintu gerbang bagi keluar masuknya barang; e. Kualitas Sumber Daya Manusia yang sebagian besar masih relatif rendah, menyebabkan permasalahan dalam mendukung kegiatan produksi; f. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terlihat masih banyak overlap (tumpang tindih) penggunaan lahan dari berbagai kepentingan yang berbeda, khususnya tumpang tindih pemanfaatan kawasan budi daya yang dipergunakan antar kepentingan yang berbeda; g. Masalah iklim/cuaca, dimana curah hujan relatif rendah, sehingga cadangan sumber air di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif rendah, sehingga pada gilirannya akan menghambat seluruh kegiatan yang ada baik pertanian maupun non pertanian; h. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi non pertanian akan membutuhkan air dalam kapasitas yang relatif besar. Sementara itu cadangan air permukaan yang ada diperkirakan relatif kecil; i. Adanya daerah perbatasan dengan daerah encalave distrik Ambenu Negara Timor Leste yang secara sosial ekonomi orientasinya lebih dekat pada Propinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi secara administratif wilayah tersebut masuk wilayah Negara Timor Leste; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 5 j. k. 3.3 Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian pada umumnya dengan skala relatif kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang menguntungkan; Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam menyebabkan makin banyak lahan kritis. Tujuan Pengembangan Tata Ruang Bertitik tolak dari tujuan utama penyusunan RTRW Propinsi, yaitu sebagai upaya untuk memadukan berbagai kepentingan, khususnya sektoral dan kepentingan di daerah agar tidak terjadi benturan-benturan pengelolaan dalam upaya pemanfaatan ruang yang terbatas sifatnya, maka dalam merumuskan tujuan pengembangan tata ruang dari RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur haruslah mengacu pada tujuan, strategi dan sasaran yang akan dicapai seperti yang telah dijabarkan pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berpangkal dari Pola Dasar sebagai acuan, maka tujuan pengembangan tata ruang harus melihat sasaran yang akan dicapai oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai target dan sasaran pembangunan bidang ekonomi untuk menciptakan keadaan perkonomian daerah yang seimbang antara kegiatan pertanian, industri dan kegiatan jasa. Dengan melihat tujuan dan sasaran pada Pola Dasar serta permasalahan yang dihadapi baik permasalahan internal maupun eksternal, maka langkah yang ditempuh dalam pengembangan tata ruang adalah : 1. Pemerataan pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota dengan tahap awal meningkatkan peran sektor/subsektor unggul (leading sector) dalam mendukung pembangunan ekonomi. Diharapkan pengembangan sektor unggulan ini akan membawa multiplier effect pada kegiatan ikutannya. 2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengurangi kesenjangan dengan Propinsi lain. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tingkat nasional. Sehingga prioritas peningkatan pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengejar keterbelakangan perkembangan bila dibandingkan dengan Propinsi lain. Guna mendukung tujuan dan sasaran tersebut di atas, maka langkah-langkah yang di tempuh adalah mengembangkan kebijakan atau tujuan baik secara internal maupun eksternal. Tujuan secara eksternal dikembangkan dan dikaitkan dengan permasalahan eksternal yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berangkat dari kondisi ini maka tujuan yang harus dicapai dalam lingkup eksternal meliputi : 1. Membuka wilayah yang masih terisolasi terhadap hubungan dengan Propinsi lain sekitar, khususnya dalam pengembangan bidang ekonomi. Bila dilihat keadaan geografis wilayah Nusa Tenggara Timur, maka kebijakan awal dalam membuka keterisolasian Propinsi NTT adalah dengan jalan membuka dan meningkatkan peran dari pelabuhan-pelabuhan laut. Hal ini berangkat dari kondisi yang ada saat sekarang, dimana potensi yang layak dalam mendukung pengembangan perekonomian di Propinsi NTT melalui peningkatan peran perhubungan laut, sebagai modal utama dalam mendukung pergerakan. Dasar pertimbangan untuk lebih meningkatkan peran perhubungan laut di wilayah ini adalah pertimbangan keuntungan ekonomi. Hal ini disebabkan perhubungan darat hanya menghubungkan daerah-daerah dalam lingkup internal itupun dalam skala yang masih terbatas. Sedangkan transportasi udara membutuhkan dana yang relatif besar untuk pengembangannya dan kapasitas yang diangkut relatif sedikit; 2. Meningkatkan pengawasan terhadap daerah perbatasan, hal ini berkaitan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan perlunya perhatian yang serius akan keamanan regional maupun nasional; 3. Meningkatkan peran perhubungan laut dengan lebih meningkatkan fungsi dan peran dari tiap-tiap pelabuhan dalam mendukung peningkatan pengiriman barang-barang hasil produksi Propinsi NTT. Peningkatan peran perhubungan laut berkaitan erat dengan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 6 karakteristik geografisnya yang terdiri dari pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya berupa lautan. Untuk tujuan dalam skala internal Propinsi Nusa Tenggara Timur, bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang akan dikembangkan meliputi : 1. Pemantapan kawasan yang berfungsi lindung, guna menjaga dan melestarikan keseimbangan lingkungan; 2. Adanya penetapan yang tegas dalam pemanfaatan lahan budidaya dan lindung, sehingga nantinya tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan lahan baik antara penggunaan untuk budidaya dan lindung maupun tumpang tindih antara yang berbeda kepentingan; 3. Meningkatkan keseimbangan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan kawasan lindung, agar tercapai suatu keseimbangan lingkungan yang akan menghindari kerusakan ekosistem serta tercapainya upaya pembangunan berkelanjutan; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan sumber daya wilayah dengan memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan; 5. Mewujudkan sistem kota-kota dengan hirarki yang lebih teratur. Hal ini berkaitan dengan sistem pelayanan yang akan diemban oleh masing-masing kota. Dimana nantinya diharapkan adanya tingkatan pelayanan, dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi; 6. Meningkatkan peran transportasi baik darat maupun laut. Sebagai daerah kepulauan maka transportasi utama adalah darat dan laut. Transportasi darat untuk menghubungkan aktivitas dalam satu pulau, sedangkan transportasi laut untuk memudahkan hubungan antar pulau; 7. Menciptakan sistem jaringan transportasi intra wilayah maupun antar wilayah yang mampu menjamin kelancaran hubungan antar Propinsi, antar pulau dan antar kota. Antara kota dengan wilayah belakangnya maupun antar wilayah pembangunan sehingga membentuk kesatuan wilayah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan peluang-peluang yang ada; 8. Lebih meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan sasaran utama menggembangkan kegiatan yang diperkirakan potensial dan dianggap sebagai sektor unggul, sebagai prioritas utama untuk dikembangkan; 9. Setelah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan tahap selanjutnya mengembangkan pusat-pusat kegiatan ekonomi sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi; 10. Mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kawasan-kawasan prioritas yang ada untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan. 3.4 3.4.1 Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT Dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di atas, maka dalam penyusunan RTRWP ini diperlukan dasar-dasar pendekatan yang secara konseptual dapat dijabarkan baik dalam skala eksternal (antar wilayah) maupun secara internal (intra wilayah atau dalam wilayah Propinsi NTT). Pendekatan konseptual ini merupakan titik tolak dalam penentuan strategi-strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal. Dasar pengembangan ini dikaitkan dengan peran serta kedudukan Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam lingkup regional (Kawasan Timur Indonesia), maupun dalam lingkup Nasional, serta perkiraan adanya pusat kegiatan perekonomian di Wilayah Pasifik (Pasifik Basin) dimasa mendatang. Berdasarkan gambaran diatas, maka konsep pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam lingkup eksternal, akan melihat potensi baik secara fisik (letak geografis), maupun secara ekonomis, yang meliputi : 1. Hubungan antara Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan wilayah lainnya banyak dilakukan melewati hubungan laut; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 7 2. Pelabuhan laut di Nusa Tenggara Timur akan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung pergerakan barang dan orang dari dan ke-Propinsi NTT. Hal ini diperkuat dengan usaha-usaha pengembangan dan melengkapi prasarana dan sarana penunjang pelabuhan-pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Timur; 3. Secara spatial hubungan antar kota baik dalam skala regional (KTI), maupun dalam skala nasional banyak dilakukan melewati laut; 4. Dengan adanya perkiraan pergeseran kegiatan ekonomi dunia menuju Pasifik (Pasifik Basin), Propinsi NTT mempunyai keuntungan komparatif, karena jarak relatif dekat, sehingga dengan mudahnya berhubungan dengan negara lain yang berada di sekitar Samudera Pasifik, khususnya hubungan dalam bidang ekonomi. Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsesi pengembangan tata ruang makro akan diarahkan pada membuka kendala keterisolasian wilayah dengan mengembangkan kota-kota pelabuhan di masing-masing pulau agar memiliki kesempatan yang sama untuk berinteraksi dengan wilayah lainnya di bagian Indonesia Barat yang relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena masing-masing pulau memiliki interaksi dan orientasi keluar dengan daerah yang berbeda. Sehingga diharapkan dengan makin terbukanya masing-masing pulau-pulau tersebut akan makin memudahkan perjalan perkembangan dari wilayah-wilayah di Indonesia Bagian Barat yang relatif maju serta mendorong untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan. 3.4.2 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Internal. Dalam usaha menyusun suatu konsep pengembangan secara internal di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka tahap awal perlu mengetahui potensi yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang seperti yang tercantum dalam Pola Dasar Daerah Nusa Tenggara Timur. Dilihat dari potensinya maka Propinsi Nusa Tenggara Timur potensial untuk dikembangkan sektor pertanian (padigogo), pariwisata, budidaya mutiara, minyak (tunai gap). Dalam pembudidayaannya haruslah memperhatikan keseimbangan lingkungan, yaitu perlu mempertimbangkan kelestarian lindung dengan acuan Keppres No. 32 Tahun 1990. Dengan melihat kebijaksanaan sektoral serta hasil analisis yang telah dilakukan maka konsep pengembangan struktur tata ruang perlu, memperhatikan faktor-faktor : Kendala fisik alam dalam upaya pengembangan lahan budidaya (produksi/fisik binaan); Hirarki kota yang disesuaikan skala pelayanan dalam lingkup wilayah; Pola distribusi kota; Tingkat aksesibilitas kota baik untuk hubungan antar kota maupun dengan hiterlandnya; Fungsi dan peran kota perlu ditingkatkan dalam mendukung kegiatan perekonomian; Pengembangan kegiatan ekonomi di daerah hiterland yang merupakan kantongkantong produksi. Khususnya dalam pengembangan kota-kota dan hirarki kota perlu diperhatikan secara saksama, sebab seperti yang telah dijabarkan di atas kota sebagai pusat pertumbuhan, pusat kegiatan ekonomi (jasa dan perdagangan) sehingga pengembangan fungsi, peran dan hirarki kota sekarang terkait dengan kegiatan-kegiatan dibelakangnya sehingga secara ekonomi akan lebih menguntungkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah belakang. Sehingga pengembangan hirarki kota, fungsi kota dan tingkat aksesibilitas akan memegang peran penting dalam peningkatan kegiatan dan skala produksi bagi perekonomian di daerah belakangnya. Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas maka pentingnya hirarki, fungsi kota serta tingkat aksesibilitas antar kota maupun antar kota dengan wilayah belakangnya, maka konsepsi pengembangan di masa datang (15 tahun mendatang), meliputi : Memantapkan fungsi lindung pada kawasan yang secara fisik perlu dilestarikan atau mempunyai limitasi untuk dikembangkan/dibudidayakan, baik berupa hutan lindung maupun kawasan suaka alam; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 8 Memantapkan kawasan budidaya baik untuk kegiatan hutan produksi maupun kawasan pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan berdasarkan kesesuaian lahan; Pola pengembangan sistem hirarki kota guna meningkatkan struktur pelayanan atau sebagai pusat pertumbuhan khususnya terhadap daerah belakangnya maupun sebagai pusat permukiman; Pengembangan transportasi darat khususnya diarahkan untuk lebih meningkatkan hubungan antar Ibukota Kabupaten, maupun Ibukota Kabupaten dengan daerah belakangnya baik melalui pengembangan jaringan jalan maupun transportasi penyeberangan; Pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan peran pelabuhanpelabuhan laut yang ada serta upaya pengadaan kapal baik tradisional maupun modern guna mendukung pergerakan antar pulau khususnya pergerakan barang; Peningkatan fungsi kota, khususnya kota-kota Kabupaten dalam mendukung kegiatan perekonomian, serta guna memacu pertumbuhan ekonomi; Konsep pengembangan wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dititik beratkan pada kegiatan koleksi distribusi di setiap pulau (terutama pulau-pulau utama atau besar), baik untuk kegiatan di dalam pulau, antar pulau (dalam Propinsi NTT), maupun kegiatan antar pulau (regional), melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang mendukung kegiatan koleksi distribusi tersebut. Bila dilihat dari keadaan geografis serta pertimbangan ekonomi, maka titik berat pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di prioritaskan pada pengembangan pelabuhan-pelabuhan laut. Usaha pengembangan pelabuhan laut tersebut disertai usaha perbaikan jaringan transportasi ke daerah belakang (hiterland) yang menjadi wilayah pelayanan yang dapat dijangkau dari masing-masing pelabuhan. Upaya perbaikan jaringan transportasi tersebut dilakukan dengan jalan memperbaiki ataupun membangun jalan dari pelabuhan laut ke pusat-pusat produksi yang menjadi wilayah pelayanannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih merangsang dan meningkatkan kegiatan-kegiatan produksi di daerah belakang, khususnya bagi daerahdaerah belakang yang sampai saat sekarang belum berproduksi secara optimal. Secara ekonomi, setiap pelabuhan laut mempunyai wilayah pelayaran (jangkauan pelayaran) terhadap daerah belakang (pusat-pusat produksi) pada rentang yang masih menguntungkan. Sehingga akan terbentuk suatu sistem pelayaran dari setiap pelabuhan ke daerah hiterland dengan jangkauan yang berbeda-beda tergantung dengan besarkecilnya pelabuhan dan tingkat kemudahan pergerakan/aksesibilitas dari pelabuhan laut ke daerah belakang tersebut. Pengembangan pelabuhan laut untuk lebih memacu kegiatan ekonomi yang berorientasi ke eksport, maka diupayakan adanya spesialisasi kegiatan dari setiap pelabuhan laut, hal ini tentunya sangat tergantung dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah belakang yang menjadi pelayanan dari setiap pelabuhan. Dengan melihat keadaan geografis dan topografis Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan dikembangkan kotakota pelabuhan untuk kegiatan skala nasional, regional maupun local sebagai berikut : a. Kota dengan Skala Kegiatan Nasional : Kota Kupang sebagai Kota Propinsi; Kota Maumere, Kabupaten Sikka; Kota Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat; Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. b. Kota dengan Skala Kegiatan Wilayah : Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan; Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara; Baa, Kabupaten Rote Ndao; Kalabahi, Kabupaten Alor; Kota Ende, Kabupaten Ende; Larantuka, Kabupaten Flores Timur; Bajawa, Kabupaten Ngada; Ruteng, Kabupaten Manggarai; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 9 Lewoleba, Kabupaten Lembata; Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat; Waitabula, Kabaten Sumba Barat; Reo, Kabupaten Manggarai; Marapokot, Kabupaten Ngada; Betun, Kabupaten Belu; Aesesa/Mbay, Kabupaten Ngada. c. Kota dengan Skala Kegiatan Lokal : Kota-kota kecamatan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kota-kota pelabuhan tersebut saat ini telah ada, dan ada yang akan dikembangkan lebih lanjut disesuaikan dengan fungsi yang akan diemban. Sedangkan kota-kota pelabuhan yang akan dikembangkan, Yaitu : Ende (Kabupaten Ende); Aimere (Kabupaten Ngada); Atapupu (Kabupaten Belu); Tenau (Kota Kupang); Waingapu (Kabupaten Sumba Timur); Waikelo (Kabupaten Sumba Barat); Seba (Pulau Sabu); Ba’a (Kabupaten Rote Ndao); Wini (Kabupaten TTU). Sementara itu kota-kota pelabuhan yang sampai saat ini belum berkembang (yaitu yang berada disebelah Selatan Pulau Timor dan Sumba), dalam kurun jangka pendek belum mendesak untuk dikembangkan. Hal ini dimungkinkan karena diperkirakan penggunaan pelabuhan yang ada masih mampu menampung produksi daerah kantung-kantung produksi yang ada di wilayah masing-masing pelabuhan tersebut, dan dimasa mendatang bila secara ekonomi sudah tidak menguntungkan, maka perlunya membangun pelabuhan di tempat tersebut. Penentuan fungsi yang diemban dari masing-masing kota, khususnya kota-kota pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah pelayanan dari masing-masing pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah masing-masing pelabuhan laut. Penentuan fungsi ini dapat didekati dengan melihat kawasan-kawasan prioritas yang menjadi wilayah pelayanan dari setiap pelabuhan laut tersebut. Untuk penentuan hirarki kota, dapat diperkirakan dengan melihat prospek perkembangannya setiap kota, dilihat dari aktivitas/kegiatan ekonomi yang diemban dari setiap kota. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diperkirakan kota-kota pelabuhan akan lebih berkembang bila dibandingkan dengan kota-kota bukan pelabuhan, hal ini berkaitan dengan adanya kebijaksanaan pengembangan kegiatan ekonomi yang menitikberatkan kegiatan eksport. Kebijaksanaan pengembangan kota-kota pelabuhan dilakukan dengan melihat pulau-pulau utama (Pulau Timor, Pulau Flores dan Pulau Sumba) serta pulau-pulau kecil dengan kriteria : Di setiap pulau utama terdapat kota berorde/hirarki I atau Kota Pusat Kegiatan Nasional guna lebih memacu pertumbuhan ekonomi; Di setiap pulau kecil terdapat kota orde/hirarki III atau Pusat Kegiatan Lokal, agar perkembangan ekonomi di pulau tersebut tidak jauh tertinggal dengan kegiatan ekonomi di Pulau Utama. Dengan melihat kriteria tersebut di atas, maka konsep pengembangan wilayah dengan titik berat pada penekanan pelabuhan laut yang didukung oleh kegiatan di daerah belakangnya sebagai langkah untuk meningkatkan kegiatan eksport, terbentuk perwilayahan pembangunan meliputi 3 WP, yaitu : WP I, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Alor, Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu; WP II, meliputi Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan Manggarai Barat; WP III, meliputi Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 10 3.5 Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT Strategi yang dipakai dalam pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur, berangkat dari tujuan yang akan dicapai dari penyusunan Review RTRWP, yaitu memadukan kegiatan sektoral dan kegiatan daerah, agar terintegrasi, serasi dan tanpa menimbulkan konflik spatial. Berangkat dari tujuan yang harus dicapai maka strategi pengembangan tata ruang menganut pada pendekatan Holistic Approach, yaitu suatu pendekatan yang menitik beratkan pada keterkaitan antara berbagai sektor kegiatan (khususnya dalam bidang ekonomi), dalam usaha memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk menghasilkan tujuan yang maksimal, maka langkah selanjutnya mengembangkan kebijakan yang berorintasi pasar, bagi pemasaran barang-barang hasil produksi ke wilayah lain, baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Dengan jalan melakukan perdagangan yang lebih progreesive, dengan titik berat komoditi yang dipasarkan adalah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan strategi pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut di atas, maka langkah pelaksanaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu strategi pengembangan eksternal (antar wilayah) dan strategi pengembangan secara internal (intra wilayah). Strategi pengembangan eksternal lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi NTT dalam mengejar ketinggalannya terhadap rata-rata pertumbuhan ekonomi di propinsi lain maupun terhadap pertumbuhan rata-rata Nasional, yaitu dengan melihat keuntungan yang dimiliki oleh Propinsi NTT, baik keuntungan alam maupun keuntungan letak geografisnya. Sedangkan strategi pengembangan tata ruang secara internal mencakup strategi pengembangan kota- kota, pemantapan kawasan lindung/budidaya berdasarkan Keppres 32 tahun 90, strategi pengembangan sistem transportasi (khususnya laut, darat dan udara) serta strategi pengembangan kawasan prioritas. 3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal Dalam strategi pengembangan secara eksternal titik tolak yang diambil berorientasi ke pasar (market oriented). Yang harus didukung oleh kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk ekspor (baik ekspor antar wilayah maupun ekspor ke luar negeri). Hal ini di lakukan berdasarkan kondisi ekonomi saat sekarang yang perkembangannya masih dibawah ratarata nasional. Sehingga salah satu cara untuk memacu kegiatan ekonomi, perlunya peningkatan kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki, dan yang mempunyai daya saing yang tinggi. Guna mencapai keadaan tersebut, maka strategi pengembangan meliputi : a. Peningkatan peran dari kota-kota yang mempunyai hubungan langsung dengan kotakota lain di propinsi lain khususnya yang berada di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan lain-lainnya, maupun dengan kota lain dari negara lain. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa kota-kota yang mempunyai hubungan langsung akan berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi dalam skala regional. Kota-kota yang perlu dikembangkan adalah kota-kota yang mempunyai fasilitas pelabuhan udara dan pelabuhan laut; b. Peningkatan aksesibilitas perhubungan laut dan peningkatan peran serta aktivitas di pelabuhan laut. Hal ini dilakukan untuk meningkat jumlah produksi yang dapat diangkut serta untuk menekan biaya pengangkutan yang nantinya secara ekonomi dapat menguntungkan. Kebijaksanaan pengangkutan barang tidak harus melalui pelabuhan besar, kalau memungkinkan dari tiap pelabuhan yang telah dikembangkan dapat langsung berhubungan dengan pelabuhan di wilayah lain dalam lingkup regional maupun lingkup yang lebih luas. Dengan adanya kegiatan perekonomian yang bergeser ke pasifik (pasifik basin) peran pelabuhan-pelabuhan laut nantinya akan sangat penting artinya dalam mendukung perekonomian di NTT dalam hubungannya dengan negaranegara pasifik. Sehingga peningkatan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara akan mendukung kegiatan perekonomian di Nusa Tenggara Timur, serta upaya pengembangan pelabuhan di pantai barat yang terkena dampak langsung dari RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 11 c. perkembangan pelabuhan di pantai utara, guna meningkatkan nilai tambah dari kegiatan perekonomian. Mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur, terutama yang memiliki daya saing dan peluang yang tinggi dipasaran Nasional maupun Internasional, antara lain dengan upaya-upaya : Pengembangan kawasan di sekitar laut Timor (Timor Gap) atau Celah Timor yang saat sekarang diupayakan kerjasama eksplorasi minyak antara Indonesia-Australia yang secara ekonomis akan menguntungkan, karena nantinya hasil produksi dapat dipasarkan langsung ke negara konsumen seperti Jepang, Korea, yang jarak tempuhnya relatif lebih dekat bila dibandingkan dengan minyak yang berasal dari Timur Tengah sehingga dalam kompetisi harga nantinya diperkirakan akan mampu bersaing dan dapat menyerap pasar yang lebih luas; Secara Stabilitas, perlu lebih diperhatikan karena adanya kerjasama antara Indonesia-Australia, yang secara historis terjadi kecurigaan Australia terhadap Indonesia; Pengembangan kawasan pariwisata yang banyak dimiliki Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan memanfaatkan jumlah wisatawan yang datang ke pulau Bali, maka perlunya dibentuk suatu paket wisata dari Bali sampai NTT ataupun promosi langsung terhadap wisatawan-wisatawan di negara asal wisatawan maupun promosi domestik untuk menyerap wisatawan dalam negeri. 3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah) Strategi ini lebih menitik beratkan pada upaya pemanfaatan lahan secara optimal dengan penetapan batas bagi penggunaan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya secara jelas. Strategi pengembangan sistem kota-kota, pengembangan sistem prasarana wilayah dan strategi pengembangan kawasan-kawasan prioritas sebagai berikut : 3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Upaya ini dilakukan untuk lebih mempertahankan, melestarikan dan menjaga antara keseimbangan lingkungan dengan kelestarian alam dapat terjamin sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990, sehingga dapat sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Strategi pengembangan kawasan lindung yang direkomendasikan untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu : a. Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing-masing, baik untuk melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, serta melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam; b. Penetapan kawasan lindung sesuai dengan fungsi yang telah di tetapkan. Setelah mendapatkan kawasan lindung berdasarkan fungsi hasil super impose rencana tata ruang daerah, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh dilakukan kegiatan budidaya (produksi, pembangunan fisik); c. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai fungsi yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya kegiatan budidaya yang terdapat dalam kawasan lindung, dapat dilanjutkan sejauh hal ini tidak mengganggu fungsi lindung yang ditetapkan bagi kawasan tersebut. Apabila kegiatan ini diangap dapat menganggu fungsi lindung, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pengembangannya atau dihentikan sama sekali. Strategi ini diambil mengingat pertimbangan kebutuhan pembangunan dengan tetap mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan. 3.5.2.2 Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Berdasarkan hasil super impose, setelah didapatkan kawasan lindung maka luas lahan sisanya merupakan kawasan budidaya baik sebagai kawasan permukiman maupun kegiatan produksi seperti pertanian. Dalam peningkatan peran kawasan budidaya untuk mendukung perekonomian maka strategi pengembangannya, meliputi : RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 12 a. Mengoptimalkan peran dari setiap pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya, sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya. Secara umum pengembangan kawasan budidaya harus didasarkan pada kesesuaian lahan. Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasikan kegiatan produksi, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan kering, lahan basah, perkebunan, perikanan, peternakan, kegiatan pertambangan, pariwisata serta permukiman. b. Pengendalian pemanfaatan ruang guna menghindari konflik antar berbagai kepentingan karena hal ini sering terjadi, dan akan banyak menimbulkan permasalahan, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan lahan karena terjadinya perebutan lahan dari berbagai pihak. 3.5.2.3 Strategi Pengembangan Kota-kota Strategi pengembangan kota-kota diarahkan pada upaya penentuan hirarki dan peningkatan fungsi serta pelayanannya dalam mendukung kegiatan perekonomian khususnya dalam membantu perkembangan daerah belakang (hinterland). Pengembangan kota-kota masih dititik beratkan pada fungsi dan peran yang telah dihimbau pada saat sekarang dengan penambahan peningkatan skala/jaringan pelayanan. Dengan mengacu pada sistem hirarki, dimana hirarki tertinggi (I) mempunyai skala pelayanan secara nasional, melayani terhadap kota-kota yang hirarkinya dibawahnya, dan secara regional mempunyai kaitan dengan kota lain lebih erat. Maka strategi pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggaara Timur, meliputi : a. Menerapkan peranan kota Kupang sebagai ibu kota Propinsi dan pusat pengembangan wilayah bagi Propinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu upaya yang diusulkan untuk memantapkan peranan Kota Kupang adalah meningkatkan fasilitas perkotaan yang memadai; b. Lebih meningkatkan, pengembangan dan memantapkan peran kota-kota utama yang ada di Nusa Tenggara Timur, dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan perkembangan antar kota, terutama dalam melayani kota-kota yang hirarkinya lebih rendah maupun dalam hubungannya dengan kota-kota lain. Pengembangan dan pemantapan itu dimaksudkan agar pertumbuhan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan dapat berjalan dengan efektif dan membawa dampak positif bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan. Dalam hal ini, diharapkan kota-kota utama tersebut dapat berperan sebagai pusat-pusat sekaligus berperan sebagai wilayah produksi kegiatan sekunder dan pusat koleksi dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi tinggi, disamping peranannya sebagai pusat distribusi bagi wilayah sekitarnya; c. Sejalan dengan tujuan, sasaran dan kebijaksanaan yang ingin dicapai khususnya dalam bidang ekonomi, maka perlu meningkatkan peran kota-kota yang berhirarki di bawah kota Kupang sebagai pusat-pusat pertumbuhan bagi daerah belakangnya (hiterland), agar hasil produksi dari kantung-kantung produksi dapat dengan mudah dipasarkan; d. Untuk lebih melancarkan pemasaran hasil produksi dari hiterland maka perlunya peningkatan hubungan antar kota dengan pola sistem hirarki, dimana hubungan dilakukan dari hirarki terendah ke yang lebih tinggi tingkatnya pada jarak tempuh yang dekat dengan hirarki tersebut. Hal ini dilakukan dengan menganggap hirarki yang lebih tinggi mempunyai fasilitas pelayanan yang lebih lengkap dengan skala jangkauan yang lebih besar; e. Mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional, melalui pengembangan fungsi kota-kota. Keterkaitan fungsional akan terwujud dengan berkembangnya fungsi kota-kota yang sesuai dengan hirarki pelayanannya. Dalam hal ini, kota-kota dengan hirarki yang lebih rendah harus terkait secara fungsional dengan kota-kota hirarki yang lebih tinggi; f. Upaya pengembangan desa-desa yang ada dengan pendekatan Progresive Rural Structure, yaitu dengan cara dibentuknya desa-desa terpadu sebagai pusat koleksi distribusi bagi kegiatan perekonomian dalam skala terkecil. Pengembangan desa-desa RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 13 terpadu ini memilih desa yang secara ekonomi telah berkembang dibandingkan desa lain di sekitarnya (desa Swasembada), sehingga dapat melayani desa-desa sekitarnya yang masih dalam status desa swakarya. Sistem koleksi distribusi dari desa terpadu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pusat kegiatan yang berada di ibukota kecamatan, dengan dukungan prasarana dan sarana perhubungan serta komunikasi yang relatif baik. 3.5.2.4 Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah Strategi ini lebih dititikberatkan pada upaya membantu memperlancar arus barang maupun pergerakan yang baik antar wilayah maupun intra wilayah. Strategi yang ditempuh, meliputi : a. Meningkatkan sistem prasarana transportasi darat guna lebih meningkatkan aksesibilitas dari kantung-kantung produksi kepusat kota dengan pusat kegiatan ekonomi; b. Perkembangan perekonomian yang relatif rendah di Propinsi NTT tidak terlepas dari terbatasnya sistem transportasi darat dan masih banyak pusat-pusat kegiatan ekonomi yang belum mempunyai hubungan langsung dengan pusat kota. Seiring dengan kebijaksanaan pengembangan ekonomi, maka peningkatan transportasi darat dimaksudkan untuk lebih meratakan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi sampai ke kantung-kantung produksi dan diharapkan kesenjangan perkembangan dapat dikurangi; c. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk meningkatkan aksesibilitas antar wilayah dan antar pulau. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut diarahkan pada pengembangan prasarana pelabuhan pada kota-kota yang berada di wilayah produksi, untuk menunjang kegiatan produksi daerah belakang kota-kota tersebut, serta pengembangan jalur pelayaran antar pulau dan antara wilayah-wilayah produksi dengan pusat-pusat pemasaran di dalam maupun di luar wilayah Nusa Tenggara Timur; d. Mengembangkan sistem prasarana transportasi jalan raya yang terpadu dengan lintas penyeberangan antar pulau, untuk meningkatkan aksesibilitas antar kota-kota sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya serta meningkatkan interaksi antar pulau; e. Mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang pengembangan kawasan pertanian lahan basah. Mengingat kondisi alamnya, di Nusa Tenggara Timur perlu dipikirkan suatu sistem pengairan yang dapat mengatasi kendala kekurangan air, terutama untuk kegiatan pertanian tanaman basah. Pengembangan sistem prasarana pengairan ini perlu diarahkan pada wilayah-wilayah potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah. 3.5.2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas Salah satu produk yang diharapkan dari penyusunan Review RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah penentuan kawasan-kawasan prioritas yang akan dikembangkan. Strategi pengembangan untuk kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Mengembangan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang. Pengembangan kawasan-kawasan prioritas ini tidak terlepas dari permasalahan dan potensi yang ada di wilayah tersebut, sehingga pemahaman secara lebih mendalam terhadap kawasan prioritas perlu dilakukan. Untuk itu upaya penataan ruang secara khusus juga diperlukan bagi kawasan-kawasan prioritas yang membutuhkannya dengan segera; b. Menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap kawasan kritis dan daerah terbelakang. Daerah-daerah kritis di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang perlu mendapatkan penanganan segera adalah kawasan yang telah mengalami karusakan lingkungan sehingga perlu ditangani agar kerusakan tersebut tidak semakin meluas dan tidak mengganggu kegiatan budidaya; serta c. Memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 14 BAB. IV ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 4.1. ARAHAN SPASIAL PEMBANGUNAN Arahan pengembangan struktur tata ruang wilayah Propinsi didasarkan pada konsepsi struktur tata ruang. Secara garis besar materi rencana yang disajikan pada bab ini, yaitu arahan pemantapan kawasan lindung, arahan pengembangan kawasan budidaya, pola pengembangan sistem kota-kota, pola pengembangan prasarana wilayah, serta arahan pengembangan wilayah prioritas. Untuk mendukung rencana-rencana tersebut, dirumuskan pula kebijakan penunjang penataan ruang baik yang berupa kebijaksanaan yang bersifat spasial maupun non-spasial. Secara keseluruhan rencana struktur tata ruang ini diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 15 (Lima Belas) tahun. 4.1.1. Arahan Pemantapan Kawasan Lindung 4.1.1.1. Cakupan Kawasan Lindung Secara spesifik hasil akhir dari penyusunan Review RTRWP salah satunya, yaitu Pemantapan Kawasan Lindung. Pengertian ‘pemantapan’ kawasan lindung, tidak menentukan kawasan lindung, tetapi lebih bersifat memantapkan kawasan lindung yang telah ada dan didasarkan pada klasifikasi dan kriteria yang lebih menyeluruh dipergunakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 10, kawasan ini terdiri atas tujuh sub kawasan utama, yaitu : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu : Kawasan hutan lindung; Kawasan bergambut; Kawasan resapan air; 2. Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri dari : Sempadan pantai; Sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/waduk; Kawasan sekitar mata air; Kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota. 3. Kawasan suaka alam, terdiri dari : Cagar alam; Suaka margasatwa. 4. Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman Wisata Alam. 5. Kawasan cagar budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil; 6. Kawasan rawan bencana, terdiri dari : Kawasan rawan letusan gunung api; Kawasan rawan gempa bumi; Kawasan rawan tanah longsor; Kawasan rawan gelombang pasang; Kawasan rawan banjir. 7. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari : Taman buru; Cagar biosfir; Kawasan perlindungan plasma nutfah; Kawasan pengungsian satwa; Kawasan pantai berhutan bakau. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 1 4.1.1.2. Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung Kriteria dan pendelineasian kawasan lindung, pada hakekatnya didasarkan pada faktorfaktor fisik dasar, yang mencakup lereng, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta keberadaan flora dan fauna yang harus dilindungi. Dalam kaitannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang memberikan arah dalam mengatur Pengelolaan Kawasan Lindung, dipandang perlu adanya pemantapan terhadap kawasan lindung tersebut dalam kerangka struktur tata ruang propinsi wilayah propinsi secara keseluruhan. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara rinci terkandung pengertian, tujuan penetapan serta kriteria kawasan lindung yang telah dikembangkan dan dapat diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah secara spesifik. Secara umum pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan lingkungan hidup. Sasaran pemantapan kawasan lindung ini adalah : Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidroorologis); Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistim serta keunikan alam; Menjaga kelestarian lingkungan fisik dan biologis wilayah; Menjamin keseimbangan fungsi liungkungan yang menjamin optimalnya fungsi ekologi. Tabel IV.1 ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 2 Tabel IV.1 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 JENIS KAWASAN I. II. DEFINISI TUJUAN PERLINDUNGAN KRITERIA 1. Kawasan hutan dengan fakor – faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilaiskor 175 menurut SK Menteri pertanian No: 837/ KPTS/ um/11/1980 dan atau 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Dan atau 3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2000 meter atau lebih. Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai. KAWASAN YANG MEMBERIKAN PER-LINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA 1. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar walaupun bawahanya sebagai pengatur tata air pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan. 2. Kawasan Bergambut Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur membentuk tanahnya yang sebagian besar berupa sisa – sisa bahan organik yang bertimbun dalam waktu yang lama. Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penembat air dan pencegah banjir serta melindunggi ekosistem yang khas dikawasan bergambut. 3. Kawasan Resapan Air Kawasan resapan air adalah kawasaan yang mempunyai kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehinga merupakan tempat penggisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air . Memberikan ruang yang cukup bagiperesapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawsan yang bersangkutan Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar – basaran . KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT 1. Sempadan Pantai Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai . Dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat . 2. Sempadan Sungai Sempadan sunggai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan kelestarian fungsi sungai Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai , kondis fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Sekurang – kurangnya 100 meter dikiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri dan dikanan anak sungai yang berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/ KPTS/um/ 11/1980 dan No: 887/KPTS/um/1980 ). 3. Kawasan sekitar Danau/Waduk Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. 4. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. III. KAWASAN SUAKA ALAM DAN CAGAR ALAM 1. Kawasan Suaka Alam Kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberi perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam. Melindungi danau / waduk dari kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau / waduk. Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk (antara 50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat ). Sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum ( SK Mentan No : 837/KPTS/Um/11/1990 ) RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air.dan kondisi fisik kawsan sekitarnya. Melindungi keanekaragamaan biota, tipe ekosistem, gejala dan keunukan alam bagi kepentingan plsmanuliah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. IV - 3 Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa dan daerah penggungsian satwa. Kriteria untuk masing – masing kawasan Suaka Alam JENIS KAWASAN DEFINISI TUJUAN PERLINDUNGAN KRITERIA seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No : 681/KPTS/UM/8/81 2. Pantai Berhutan Bakau 3. Kawasan suaka alam laut dan Perairan lainnya 4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam 5. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan IV. KAWASAN RAWAN BENCANA 1. Kawasan Rawan Bencana Pantai perhutanan bakau adalah kawsan pesisir laut yang merupakan habitat lami hutan bakau alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada prikehidupan pantai dan laut. Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai , gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang di kelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas berada. Melestarikan keberadaan hutan mangrove sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidya dibelakangnya Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosisitem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pecemaran. Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan – peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk mengembangkan Ilmu pengetahuan bahkan oleh kegiatan alam maupun manusia Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Kawasan berupa pesisir laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Lokasi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wista Alam ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah. Tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kriteria Cagar Budaya didasarkan atas Monumental Ordonantis Staste Biad 1931 Nomor 238. Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung perbuatan manusia. berapi, gempa bumi longsor dan lain-lain. 1. Kegiatan Budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung; 2. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada yang mengganggu dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah No. 29/1986. 3. Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung dan mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya. Catatan : Sumber : Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989). RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 4 4.1.1.3. Luasan Kawasan Lindung Pemantapan kawasan lindung dijadikan titik tolak di dalam pengembangan struktur tata ruang propinsi yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, penetapan kawasan lindung diintegrasikan dengan tata ruang wilayah propinsi secara keseluruhan. Setelah kawasan lindung ditetapkan sebagai limitasi atau kendala di dalam pengembangan wilayah, barulah kemudian dapat ditentukan arahan kawasan budidaya untuk mengakomodasikan kebutuhan ruang baik bagi kegiatan produksi maupun permukiman. Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan delineasi terhadap kawasan lindung di Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi kawasan sesuai dengan yang ada di dalam Pedoman Penyusunan RTRWP serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994. Kawasan lindung yang perlu dimantapkan fungsinya di Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau Flores dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau Adonara; Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni namun mepunyai keunikan dan menjadi tempat perlindungan aneka flora dan fauna serta aneka satwa; Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai kawasan lindung. Secara keseluruhan luas pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diperkirakan 1.690.684,2 Ha atau sekitar 35,7 % dari luas wilayah propinsi. Apabila dikaitkan dengan perwilayahan pembangunan maka komposisi dan sebaran kawasan lindung sebagaimana Tabel IV.1 dan kriteria penentuan kawasan lindung pada Tabel IV.2 serta rencana pemantapan hutan lindung disajikan pada Gambar IV.1. Tabel IV.1 Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 Wilayah Kelompok Pulau Timor P. Timor P. Semau P. Kera P. Kambing P. Rote P. Sabu P. Mdana Jumlah Alor P. Alor P. Pantar P. Pura P. Batang P. Lapang P. Rusa Jumlah Flores dan Sekitarnya P. Flores P. Komodo P. Rinca P. Padar P. Kode P. Gilimotang P. Moles P. Palue P. Besar P. Sukun P. Konga P. Adonara P. Solor P. Lembata Jumlah Sumba dan Sekitarnya P. Sumba P. Dana Total NTT Luas Pulau (Ha) Kawasan Lindung Luas (Ha) Persen (%) 1,439,490 26,100 212,430 42,170 207,340 71,180 2,818 1,423,000 33,240 21250 51880 22,620 126,600 1,104,000 382,850 500 62.5 125 38,025 9,850 1,562.5 43,2975 97,875 12,687 1,125 250 125 1,375 113,437 276,936 332,24.8 21,215 1,718.7 700 925 1,587.5 4625 4,062.5 375 62.5 32,562.5 5,587.5 19,093.6 403,775.6 193,601.5 26.6 44.1 31.3 23.4 47.2 17.8 39.9 19.4 99.9 99.8 62.8 29.6 15.1 17.5 4,693,188 1,154,789.6 24.4 Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 5 Dikaitkan dengan kondisi pemanfaatan ruang eksisting, delineasi kawasan lindung seringkali berhadapan dengan permasalahan tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindungnya. Beberapa kasus permasalahan itu, misalnya : Perambahan atau intervensi hutan lindung oleh masyarakat untuk kegiatan perladangan berpindah; Permukiman yang berkembang lama pada kawasan hutan lindung; Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak mempunyai fungsi lindung lagi, tetapi sudah termasuk hutan produksi (kawasan budidaya); Penambangan galian C yang dapat mengganggu fungsi lindung. Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan beberapa kebijakan daerah didalam pengendalian dan pengontrolan agar tercapai tujuan yang diharapkan dari fungsi lindung tersebut. 4.1.1.4. Kawasan yang Memberi Perlindungan Bawahannya Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Nusa Tenggara Timur, pada dasarnya dapat dilakukan dalam konteks pendekatan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai pendekatan terpadu untuk melestarikan sumber daya alam. Hal ini mengingat bahwa fungsi lindung pada kawasan tersebut hanya dapat lestari bila kondisi tangkapan air (catcment area) terjaga dengan baik. Arahan yang dipergunakan untuk lebih melindungi kawasan ini dari kegiatan/aktivitas manusia meliputi upaya-upaya : Lebih memantapkan kawasan perlindungan dengan mengacu pada PP Nomor : 47 Tahun 1994, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan; Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan tersebut. Kegiatan budidaya yang mempunyai dampak penting terhadap hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai PP Nomor : 47 Tahun 1994. Bagi kegiatan yang mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya dan fungsi lindung harus dikembalikan secara bertahap; Kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam, dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Kegiatan budidaya pertambangan dimungkinkan untuk tetap berlokasi di kawasan hutan lindung, jika pada kawasan tersebut terdapat indikasi adanya deposit mineral yang dinilai sangat berharga (vital dan strategis). Tetapi pengelolaan kawasan yang bersifat “enclave” tersebut harus dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung, dengan melaksanakan rehabilitasi pada kawasan bekas penambangan; Kegiatan budidaya perlu dicegah, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung, seperti kegiatan pariwisata; Pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang masih diperbolehkan untuk berlokasi di hutan lindung, agar tetap dijaga untuk tidak mengganggu fungsi lindungnya. 4.1.1.5. Arahan Kawasan Perlindungan Setempat Dalam penggarisannya pada peta skala 1 : 250.000, kawasan perlindungan setempat (seperti sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air) tidak dapat didelineasi secara spesifik. Hal ini tidak berarti kawasan-kawasan tersebut tidak termasuk dilindungi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pendelinesian lebih lanjut (agar lebih tegas) di dalam rencana tata ruang yang lebih detail, yaitu Rencana Tata Ruang Kabupaten (skala 1:50.000 atau 1:100.000). Untuk lebih memantapkan akan fungsi kawasan lindung bagi perlindungan setempat perlu dilakukan upaya-upaya penggendalian di tepi pantai tepi sungai, dan kawasan sekitar waduk. 1. Garis Sempadan Pantai Kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam upaya lebih memantapkan garis sempadan pantai guna memberikan perlindungan bagi kawasan lindung di tepi pantai dilakukan : Pelarangan/pencegahan kegiatan budidaya di tepi pantai sampai radius yang telah ditetapkan; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 6 Pengembalian secara bertahap fungsi di tepi pantai, dari kegiatan budidaya ke kawasan perlindungan setempat; Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan sekitar tepi pantai. 2. Sempadan Sungai Kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka untuk melindungi kawasan di sekitar sungai, dilakukan upaya-upaya : Pengamanan daerah disepanjang sungai yang harus dilindungi; Mencegah kegiatan budidaya secara bertahap di kawasan tepi sungai, dimana kegiatan tersebut dapat merusak kawasan tepi sungai; Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar tepi sungai. 3. Kawasan Tepi Waduk/Danau Kebijaksanaan pengaturan kawasan tepi waduk/danau dilakukan dengan : Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya dalam kawasan tepi waduk/danau; Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada dan dilakukan upaya pemindahan kegiatan budidaya tersebut secara terhadap. 4.1.1.6. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya Kawasan Suaka Alam sebagian besar telah ditetapkan sebagai cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru, taman wisata/hutan wisata, serta cagar alam laut (di dalam ketetapan pola TGHK), diantaranya : a. Kawasan Suaka Alam : Cagar Alam : CA. Maubesi, CA. Mutis Timau, CA. Waiwuul; Suaka Margasatwa : SM. Pulau Menipo, SM. Kateri; Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah : KPPN. Sisimeni Sanam. b. Hutan Wisata : HW. Bena (dulu Hutan Buru), HW. Ale Aisiu, HW. Oana, HW. Gunung Besar; c. Taman Wisata : TW. Camplong, TW. Baumata, TW. Tuti Adagae, TW. Tanjung Watu Manuk, TW. Pulau Besar, TW. Pulau Rusa, TW. Pulau Lapang, TW. Pulau Batang; d. Kawasan Suaka Alam Laut : SAL. Gugus Pulau Teluk Maumere, SAL. 17 Pulau Riung; e. Taman Nasional : CA. Pulau Komodo dan sekitarnya (termasuk perairan laut), TW. dan CA. Kelimutu (telah diusulkan). Kebijaksanaan pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan melindungi ekosistem lingkungan, sehingga perlunya upaya-upaya : Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata) sesuai dengan tujuan perlindungannya masing-masing; Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta melakukan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada; Pelestarian hutan-hutan suaka alam dan hutan bakau; Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di dalam kawasan suaka alam dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka alam tersebut; Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun yang dicalonkan. Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Sebagai tindak lanjut upaya pemantapan kawasan lindung ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten, sehingga penetapannya dapat dilakukan secara lebih rinci dan menjadi operasional diterapkan dilapangan. 4.1.1.7. Kawasan Rawan Bencana 1. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990, di Nusa Tenggara Timur hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang diidentifikasikan dan telah masuk kawasan lindung, sedangkan kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang sering terjadi terdapat pada kawasan-kawasan yang sudah didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan bawahannya (terutama hutan lindung). Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 7 dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang ditimbulkan yang dapat merenggut jiwa dan harta penduduk. Atas dasar itu maka arahan kebijaksanaan pemantapan kawasan rawan bencana dilakukan dengan langkah-langkah : Lebih mewaspadai kegiatan gunung api, karena propinsi ini dilalui jalur gunung api yang masih aktif; Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I, Bahaya II dan Bahaya III, bagi daerah-daerah yang sering terkena bencana alam; Melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan serta prasarana bagi daerah yang mengalami bencana; Lebih memantapkan kawasan-kawasan yang sering menimbulkan bencana (seperti erosi, longsor, banjir), dengan membatasi kegiatan budidaya dan lebih menggembangkan sebagai kawasan lindung. 2. Daerah Rawan Bencana Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan terhadap perkembangan bencana alam di Propinsi Nusa Tenggara Timur maka teridentifikasi beberapa daerah rawan bencana sebagai berikut : a. Daerah Rawan Gempa Bumi. Nusa Tenggara Timur termasuk daerah rawan bencana alam gempa terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya; b. Daerah Rawan Tsunami. Sebagai propinsi kepulauan yang dikelilingi laut, daerah pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara, Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan pulau-pulau yang berhadapan dengan laut terbuka merupakan daerah rawan tsunami; c. Daerah Rawan Bencana Gunung Api. Wilayah di Pulau Flores yang memiliki beberapa gunung berapi aktif dan beberapa daerah memiliki kawasan rawan bencana gunung api; d. Daerah Rawan Longsor. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan topografi berbukit yang relatif kritis akibat usaha bertani yang kurang terkontrol dan penggundulan hutan mempunyai daerah rawan longsor relatif merata di seluruh wilayah. Diantara yang cukup rawan dan telah merengut nyawa dan harta penduduk diantaranya di wilayah Flores khususnya di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Ngada; e. Daerah Rawan Banjir. Sehubungan dengan kurangnya vegetasi pada hulu-hulu sungai mengakibatkan banyak sungai membawa dampak rawan banjir. Terdapat beberapa sungai yang perlu diantisipasi karena menimbulkan rawan banjir sebagai berikut : Kota Kupang : Sungai Oebobo, Sungai Oesapa Kecil, Sungai Oesapa Besar, Sungai Sefbano, Sungai Namosain dan Kali Dendeng; Kabupaten Alor : Sungai Bone, Sungai Buona, Sungai Bukapiting, sungai Waesika, dan Sungai Kamot; Kabupaten Belu : Sungai Benanain, Sungai Motaderok, Sungai Talau, Sungai Basikama, Sungai Malibaka, dan Sungai Rusan; Kabupaten Timor Tengah Utara : Sungai Nain, Sungai Ponu; Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sungai Noelmina, Sungai Muke, Sungai Tomutu, Sungai Baus; Kabupaten Kupang : Sungai Manikin, Sungai Nunkurus, Sungai Oepoli, Sungai Amabi, Sungai Nifoluam, Sungai Manubulu, dan Sungai Ledeana; Kabupaten Manggarai : Sungai Waebobo, Sungai Waepesi, Sungai Waemese; Kabupaten Ngada : Sungai Aisesa, Sungai Anakoli, Sungai Waewutu, Sungai Kolpenu; Kabupaten Ende : Sungai Wolowona, Sungai Loworea, Sungai Nangapanda, Sungai Wolowaru, dan Sungai Ndondo; Kabupaten Sikka : Sungai Kaliwajo, Sungai Ijura, Sungai Waeoti, Sungai Nebe, Sungai Waegete, Sungai Manunaing, Sungai Waerklau, dan Sungai Batikwaer; Kabupaten Lembata : Sungai Lembata, Sungai Konga, Sungai Waekomo; Kabupaten Sumba Timur : Sungai Kambaniru, Sungai Payeti, Sungai Melolo, Sungai Petawang, Sungai Tawui, Sungai Kadaha. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 8 4.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya 4.1.2.1. Klasifikasi Kawasan Budidaya Kawasan budidaya pada dasarnya merupakan kawasan diluar lindung yang kondisi fisik dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman. Oleh karena itu, dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur penetapan kawasan ini lebih bersifat memberikan arahan bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya (terutama lahan) yang ada dan dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah, kawasan budidaya diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan Produksi : - Kawasan hutan produksi terbatas; - Kawasan hutan produksi tetap; - Kawasan hutan produksi konversi; 2. Kawasan Pertanian : - Kawasan tanaman pangan lahan basah; - Kawasan tanaman lahan kering; - Kawasan tanaman tahunan/perkebunan; - Kawasan peternakan; - Kawasan perikanan. 3. Kawasan Pertambangan; 4. Kawasan Perindustrian; 5. Kawasan Pariwisata; 6. Kawasan Permukiman 4.1.2.2. Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih sektoral, sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah. Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah : Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan; Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang anatara kegiatan budidaya yang berbeda; Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenis lainnya. Kriteria untuk setiap sub kawasan tersebut dapat dilihat lebih rinci pada Tabel IV.3. Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih bersifat sektoral, sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah. Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara fisik secara umum adalah : Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan; Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antara kegiatan budidaya yang berbeda; Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya tertentu ke jenis lainnya. Penetapan arahan pengembangan kawasan budidaya pada dasarnya diarahkan dalam rangka optimasi pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Kriteria untuk mendelineasikan kawasan budidaya secara umum bertitik tolak dari faktor kesesuaian dan kemampuan lahan. Klasifikasi kawasan budidaya yang RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 9 berkaitan dengan fungsi utama pemanfaatan ruang untuk menampung kegiatan penduduk. Kaitannya dengan kondisi eksisting sering terjadi permasalahan tumpang tindih antara kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain. Secara umum masalah tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan yang telah berlangsung lama, kegiatan sektoral (proyek) atau status penguasaan lahan. Untuk mengarahkan pengembangan apakah kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut dapat terus berlangsung atau tidak pada masa yang akan datang, maka perlu suatu arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengembangan kawasan budidaya ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya agar kawasan tersebut berkembang sesuai fungsinya, hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan sasaran tersebut di atas, maka kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya akan menyangkut : Pengembangan prasarana pendukung tiap kawasan budidaya; Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung; Penanganan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan budidaya; Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal pada tiap kawasan budidaya masing-masing. Rekapitulasi luasan Kawasan Budidaya untuk peruntukan pertanian, perkebunan, hutan produksi dan perikanan sebagaimana Tabel IV.4 dan secara visual rencana pengembangan kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar IV.1. Tabel IV.3 ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 10 Tabel IV.3 KRITERIA PENETAPAN KAWASAN BUDIDAYA JENIS KAWASAN DEFINISI KRITERIA I. KAWASAN HUTAN PRODUKSI 1. Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang diperuntukan bagi hutan produksi Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat de- jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor ngan tebang pilih dan tanam 125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/KPTS/Um/11/1980 2. Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan yang diperntukan bagi hutan produksi Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, tetap dimana eksploitasinya dapat dengan te- jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor bang pilih atau tebang habis tanam 125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/kpts/Um /11/1980) 3. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan yang bilamana di perlukan dapat Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, dialihgunakan jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor 125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/KPS/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980) II. KAWASAN PERTANIAN 1. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa- Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan ba- ngan lahan basah dimana pengairannya dapat sah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi diperoleh secara alamiah maupun teknis pengembangan perairan yang Memiliki : a. Ketinggian < 1000 m b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm 2. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa- Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi ngan lahan kering untuk tanaman palawija, hor- pengembangan perairan yang Memiliki : tikultura atau tanaman pangan a. Ketinggian < 1000 m b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm 3. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahu- Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebu- nan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan nan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : pangan dan bahan baku industri a. Ketinggian < 2000 m b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm 4. Kawasan Peternakan Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 11 a. Ketinggian < 2000 m b. Kelerengan < 15 % c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang rumput alamiah 5. Kawasan Perikanan Kawasan yang diperuntukan bagi perikanan baik Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan de- berupa pertambakan/kolam dan perairan darat ngan mempertimbangkan faktor-faktor : lainnya a. Kelerengan < 8 % b. Persediaan air cukup III. KAWASAN PERTAMBANGAN IV. KAWASAN PERINDUSTRIAN Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departe- baik wilayah yang sedang maupun yang akan men Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang segera dilakukan kegiatan pertambangan mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi Kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri tempat pemusatan kegiatan industri b. Tersedia sumber air baku yang cukup c. Adanya sistem pembuangan limbah d. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat e. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi V. KAWASAN PARIWISATA Kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata Kawasan yang mempunyai a. Masyarakan dengan kebudayaan bernilai tinggi dan diminati oleh pariwisata b. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah yang tinggi VI. KAWASAN PERMUKIMAN Kawasan yang diperuntukan bagi Permukiman a. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada b. Ketersediaan Air terjun c. Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah ada/berkembang d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989). 4.1.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi Ditinjau dari kegiatan eksploitasi yang dapat dilakukan, kawasan hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi biasa (HPB) dan hutan produksi konversi (HPK). Hutan produksi terbatas hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang habis, serta dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI). Hutan produksi konversi, pada dasarnya dapat dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan lain di luar sektor kehutanan. Ditinjau dari lokasinya, kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap tersebar di seluruh kabupaten, sedangkan hutan produksi konversi tersebar di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba barat dan Smba Timur. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan ini didasarkan pada tujuan utama pengembangan kawasan budidaya, yaitu mengembangkan areal (kawasan budidaya) sesuai dengan potensi yang ada. Kebijaksanaan tersebut meliputi : RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 12 Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan Pola Tebang Pilih; Pengembangan Pola Hutan Tanaman Industri; Pengembangan Zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung; Pengendalian dan pemantauan kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan berpindah; Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya; Reboisasi dan rehabilitasi lahan bekas tebangan HPH; Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (pertanian dan pertambangan). Untuk lebih jelasnya arahan pengembangan kehutanan dapat lihat pada Gambar IV.2. 4.1.2.4. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan usaha pengembangan perluasan pertanian lahan kering dari lahan-lahan yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimum. Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Mengembangkan peningkatan mutu intensifikasi lahan usaha, produksi dan produktivitas serta konservasi lahan dengan sumber air; Melakukan penghijauan dan perluasan kawasan perkebunan, untuk penanaman kopi, kelapa, kemiri, cengkeh, kakao; Upaya peningkatan penanaman dengan tanaman yang disesuaikan dengan kualitas lahan, agar diperoleh hasil optimal; Perbaiki agroklimat dan konservasi lahan, melalui penanama tanaman tahunan yang sekaligus dalam rangka pengembangan farming system berupa usaha tani terpadu dengan tanaman pangan. 4.1.2.5. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah Dalam upaya untuk mendorong peningkatan produktivitas lahan basah telah ditetapkan kebijakan Gerakan Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah yang dicanangkan tahun 2004. Berdasarkan kriteria tersebut maka lokasi yang menjadi sasaran pengembangan lahan basah berdasarkan Wilayah Pembangunan yang ditetapkan dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur adalah desa-desa yang tercakup dalam lingkup wilayah kerja pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang telah dikembangkan namun belum optimal sebagai berikut Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor tersebar di Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu dan Kabupaten Alor. Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.5 Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores tersebar di Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan Manggarai Barat Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV-6. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba tersebar di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat. Rekapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.7. Pengelolaan potensi belum sepenuhnya didukung dengan prasarana yang dibutuhkan sehingga ada sebagian potensi yang belum dikembangkan saat ini, dan sesuai kebijakan pembangunan daerah akan terus dikembangkan. Atas dasar kebijakan tersebut maka optimalisasi pengembangan lahan basah, juga akan dilaksanakan pada lokasi-lokasi baru dengan pendekatan pengelolaan lebih terencana sehingga lebih efesien dan efektif dalam mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan prospektif pembangunan pertanian lahan basah dan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya pembangunan terutama dana dan kemampuan sumber daya manusia, maka untuk meningkatkan capaian kinerja RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 13 melalui skenario pembangunan yang dapat menjamin adanya integrasi dan sinergitas pembangunan yaitu : (1) pemihakan; (2) percepatan; (3) peningkatan; (4) penyerasian dan mengoptimalkan; (5) pengembangan; serta (6) pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan. Pentingnya skenario tersebut mengingat adanya perbedaan perkembangan antar Daerah Irigasi. Itu berarti masing-masing daerah irigasi perlu dikembangkan atas dasar kebutuhan spesifik daerah irigasi maupun Satuan Wilayah Sungai (SWS). Pentingnya pendekatan spesifik untuk menjamin ada keselarasan antara kebutuhan pembangunan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan di tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Dalam rangka peningkatan capaian kinerja optimalisasi pengembangan lahan basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur maka dilakukan upaya percepatan pembangunan melalui pendekatan sebagai berikut : a. Pendekatan Umum Pembangunan Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah, dikembangkan secara terpadu lintas wilayah administrasi dan lintas sektor dengan berpedoman pada RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota lokasi Daerah Irigasi; Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah merupakan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan potensi lahan basah sebagai sentra ekonomi dan ketahanan pangan harus didukung dengan kemampuan pembangunan yang lebih partisipatif oleh pelaku dan kelembagaan yang lebih andal; Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah sebagai salah satu kegiatan ekonomi harus mendukung strategi pertumbuhan melalui pemerataan yaitu suatu perancangan kegiatan pembangunan yang memberikan akses pembangunan dengan pendekatan spesifik yang memungkinkan pembangunan mencapai sasaran secara tepat dan mampu membuka akses yang lebih luas pada masyarakat dalam peningkatan pemerataan pendapatan, pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan akses ekonomi serta akses pasar dengan mendorong simpulsimpul utama kegiatan ekonomi atas dasar karekteristik pengelolan lahan basah yang relatif beragam; Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menyelaraskan prioritas kegiatan dalam memanfaatan potensi sumberdaya air dan irigasi antara pemerintah Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota; Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu meningkatkan daya tarik investasi pada lahan basah terutama dalam pengembangan kawasan andalan yang basis utamanya pertanian lahan basah; Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat, sehinggan terjalin kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyakat dalam pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh dari pengelolaan potensi lahan basah. Tabel IV.4 …., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 14 Tabel IV.4 REKAPITULASI KAWASAN BUDIDAYA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1 No Kawasan Potensial Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura 2 Pertanian Lahan Basah 3 Perkebunan 4 Hutan Produksi 5 6 7 8 Perikanan Darat Perikanan Tangkap Perikanan Pantai Budidaya Perikanan Budidaya Laut Budidaya Tambak Satuan 1.528.308 Ha 284.103 Ha 888.931Ha Tersebar 8.375 Ha 200.000 Km2 5.700 Km 90.605 Ha 55.150 Ha 35.455 Ha Kegiatan Prioritas Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Intensifikasi kolam ikan Intensifikasi potensi tangkap Intensifikasi kegiatan tangkap Intensifikasi dan ekstensifikasi Ekstesifikasi potensial yang belum dikelola Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Komoditas Unggulan Daerah Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija Pakan ternak besar (sapi) Andalan nasional : Jambu mete Andalan Regional : Kopi, kakao, kelapa Andalam Lokal : Vanili Hasi kayu: cendana, jati, gaharu Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri Bandeng, Mujair Tuna, Cakalang Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias Rumput Laut, Kakap, Udang Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004 Tabel IV. 5 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada Sws Timor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kabupaten/ Kota Alor Kupang Rote Ndao TTS TTU Belu TOTAL Potensial 13.296 18.344 9.310 18.848 22.303 44.213 126.314 Total Luas (Ha) Fungsional 5.904 8.368 3.912 8.370 9.240 19.634 55.428 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 F/P (%) 44,40 45,62 42,02 44,41 41,43 44,41 43,88 Potensial 6.156 11.253 5.750 9.073 14.722 27.415 74.369 > 3.000 Ha Fungsional 1.771 2.577 1.107 2.511 2.574 5.890 16.430 F/P (%) 28,77 22,90 19,25 27,68 17,48 21,48 22,09 > 1.000 Ha & < 3.000 Ha Potensial Fungsional F/P (%) 1.599 1.181 73,86 2.075 1.718 82,80 1.007 738 73,29 1.780 1.674 94,04 2.001 1.714 85,66 6.798 3.927 57,77 15.260 10.952 71,77 IV - 15 Potensial 5.541 5.016 2.553 7.995 5.580 10.000 36.685 < 1.000 Ha Fungsional 2.952 4.073 2.067 4.185 4.952 9.817 28.046 F/P (%) 53,28 81,20 80,96 52,35 88,,75 98,17 76,45 Tabel IV. 6 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Flores No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kabupaten/ Kota Manggarai Barat Manggarai Ngada Ende Sikka Flores Timur Lembata TOTAL Potensial 28.279 32.924 34.466 10.665 7.792 4.860 3.732 122.718 Total Luas (Ha) Fungsional 12.559 17.064 13.530 4.736 3.460 2.158 1.657 55.164 F/P (%) 44,41 51,83 39,26 44,41 44,40 44,40 44,40 44,95 Potensial 11.774 14.465 21.950 4.464 3.115 3.133 2.007 60.908 > 3.000 Ha Fungsional 3.768 5.852 3.526 1.421 1.038 647 497 16.749 F/P (%) 32,00 40,46 16,06 31,83 33,32 20,65 24,76 27,50 > 1.000 Ha & < 3.000 Ha Potensial Fungsional F/P (%) 3.174 2.512 79,14 4.403 3.901 88,60 2.552 2.351 92,12 1.747 947 54,21 1.538 692 44,99 527 432 81,97 650 331 50,92 14.591 11.166 76,53 Potensial 13.331 14.056 9.964 4.454 3.139 1.200 1.075 47.219 < 1.000 Ha Fungsional 6.279 7.311 7.653 2.368 1.730 1.079 829 27.249 F/P (%) 47,10 52,01 76,81 53,17 55,11 89,92 77,12 57,71 Potensial 6.000 4.198 10.198 < 1.000 Ha Fungsional 4.855 2.933 7.788 F/P (%) 80,92 69,87 76,37 Tabel IV. 7 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Sumba No. 1. 2. Kabupaten/ Kota Sumba Timur Sumba Barat TOTAL Potensial 21.863 13.208 35.071 Total Luas (Ha) Fungsional 9.710 5.866 15.576 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 F/P (%) 44,41 44,41 44,41 Potensial 13.752 7.328 21.080 > 3.000 Ha Fungsional 2.913 1.760 4.673 F/P (%) 21,18 24,02 22,17 > 1.000 Ha & < 3.000 Ha Potensial Fungsional F/P (%) 2.111 1.942 91,99 1.682 1.173 69,74 3.793 3.115 82,12 IV - 16 b. Pendekatan Khusus Pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) merupakan kawasan dengan potensi sumberdaya dan tingkat perkembangan pembangunan yang bervariasi sehingga pembangunannya dilakukan dengan pendekatan khusus. Secara umum elemen utama pembangunan untuk mendukung optimalisasi lahan basah meliputi pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan kelembagaan. Berdasarkan elemen utama pembangunan tersebut sesuai karakteristik masing-masing wilayah dilakukan pembangunan dengan pendekatan khusus sebagai berikut : (1) Sumber Daya Manusia Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah adalah kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang utama yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia untuk mampu mengelola potensi lahan basah yaitu keterampilan dan penguasaan teknologi. Berdasarkan karakteristik sumber daya manusia di masing-masing daerah, ditentukan kebijakan dan strategi pengembangannya sebagai berikut : Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan penguasaan teknologi rendah, diterapkan kebijakan percepatan. Percepatan peningkatan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan sosialisasi dan pendampingan secara intensif; Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan penguasaan teknologi sedang, diterapkan kebijakan pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap SDM dengan kualifikasi sedang, dilakukan dengan melaksanakan pelatihan secara selektif yang memberi peluang peningkatan kapasitas dan kualitas kerja; Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia baik, diterapkan kebijakan penguatan. Penguatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui fasilitasi pengembangan usaha untuk mendorong tumbuhnya nilai tambah usaha dengan memanfaatkan kemampuan produksi yang ada. (2) Prasarana dan Sarana Ketersediaan prasarana dan sarana wilayah merupakan faktor penunjang pengembangan wilayah. Oleh sebab itu, secara garis besar kebijakan penyediaan prasarana dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, untuk daerah–daerah yang relatif memiliki prasarana memadai, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan penyerasian dan pengoptimalan serta penguatan pembangunan prasarana dan sarana yang ada. Kedua, untuk daerah-daerah yang memiliki prasarana kurang memadai, kebijakan yang diterapkan adalah percepatan dan perluasan pembangunan prasarana dan sarana. Adapun kebijakan dan strategi pengembangan prasara dan sarana di setiap lingkup kijerja satuan Wilayah Sungai sebagai berikut : Penerapan strategi optimalisasi dan penguatan pembangunan prasarana dan sarana dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana yang selama ini dirasa masih rendah. Upaya ini dilakukan dengan menambah sarana melalui promosi dan penggalangan investasi, serta peningkatan koordinasi antar sektor dan antar pelaku pembangunan; Kebijakan percepatan pembangunan dan perluasan prasarana dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah maupun kualitas prasarana yang dirasakan masih kurang dengan strategi yang diterapkan antara lain dengan menambah investasi pemerintah dan masyarakat. (3) Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan kelompok tani merupakan lembaga utama sebagai pengelola langsung potensi pertanian lahan basah, sehingga merupakan pendukung kelembagaan yang strategis untuk mendukung percepatan optimalisasi pembangunan lahan basah. Untuk lebih meningkatnya peran kelembagaan dimaksud maka aspek kelembagaan yang perlu dikembangkan antara lain : (1) aspek peraturan/ketentuan hukum yang dapat menciptakan rasa adil serta menumbuhkan gairah dan kepasitas pembangunan oleh masyarakat; (2) operasionaliasi kelembagaan masyarakat mencakup mekanisme dan tata kerja yang lebih efisien, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 17 efektif, demokratis, terbuka rasional dan fleksibel serta mendukung kualitas pelaksanaan pengelolaan potensi wilayah. Berdasarkan aspek kelembagaan dikategorikan menjadi kelembagaan dengan kapasitas dan kuantitas yang memadai dan yang belum memadai. Memperhatikan nilai rentang penilaian tersebut maka kebijakan dan strategi pengembangan kelembagaan dilakukan pendekatan sebagai berikut : Kelembagaan P3A dan kelembagaan petani yang kurang memadai diterapkan kebijakan pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan; Kelembagan P3A dan kelembagaan petani memadai diterapkan kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan. 4.1.2.6. Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas peternakan, upaya yang dilakukan dengan usaha intensifikasi dan diversifikasi maupun ekstensifikasi dan rehabilitasi dengan langkah-langkah : Tetap mengupayakan pengembangan hijauan, sumber air minum dan konservasi lingkungan dilokasi padang pengembalaan agar tidak terjadi penurunan daya dukung lahan; Pengembangan sistem peternakan terpadu berdasarkan potensi wilayah yang sesuai tempat beternak seperti sistem ikat (paronasi), mini ranch atau pola PIR swasta. 4.1.2.7. Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan a. Kebijakan Dengan semakin meningkatnya kegiatan ekspor dan perdagangan dari sektor perikanan ini, tentu diperlukan beberapa kebijaksanaan dalam upaya lebih mengoptimalkan wilayah produksi : Usaha rehabilitasi dalam mengamankan dan pemulihan habitat sumber daya perikanan baik melalui pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan penggunaan bahan peledak dan pengembangan hutan-hutan bakau; Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan ekosistem perairan darat maupun laut; Pengembangan pola-pola usaha tani budidaya darat, pantai dan laut dalam mencari sumber dan pembinaan habitat serta pengembangan pola desa dalam mendukung pengembangan wilayah marine dan kawasan lindung perairan laut. b. Potensi dan Kawasan Pengembangan Pembangunan perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur didukung sumberdaya yang cukup potensial yang tersebar pada pesisir dan laut seluruh kabupaten/Kota. Secara umum kawasan dan luasan potensi dan komoditas unggulan sebagaimana Tabel IV.8. Tabel IV.8 Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai Tahun 2020 No 1 2 3 4 Kawasan Potensial Perikanan Darat Perikanan Tangkap Perikanan Pantai Budidaya Perikanan Budidaya Laut Budidaya Tambak Luas (Km2) 8.375 Ha 200.000 Km2 5.700 km 90.605 Ha 55.150 Ha 35.455 ha Komoditas Unggulan Bandeng, Mujair Tuna, Cakalang Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias Rumput Laut, Kakap, Udang Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004 Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan dengan berbagai sumberdaya alam yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan, pariwisata bahari, jasa kelautan dan potensi ekonomi lainnya maka pengembangan pesisir laut dikembangkan dengan pendekatan kawasan. Berdasarkan analisis potensi kawasan dan prospek pengembangannya maka pengembangan kawasan pesisir dan laut dibedakan menjadi 9 Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir dan Laut terpadu (SWPLT) sebagaimana Tabel IV.9 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.3. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 18 4.1.2.8. Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian a. Kebijakan Pengembangn diarahkan di Kupang Barat (Bolok) Kabupaten Kupang dalam bentuk kawasan Industri. Untuk pengembangan lebih jauh perlu mengacu pada Keppres No. 53 Tahun 1989 dan Keppres Nomor : 33 Tahun 1990, serta SK Menteri Perindustrian nomor : 291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri dengan didukung oleh studi perencanaan Detail Kawasan. Diluar kawasan industri tersebut diarahkan untuk kegiatan pendukung. Hal ini perlu dipertegas dalam RUTRK, pengembangan kawasan industri ini tentunya memperkirakan keberadaan sentra-sentra industri kecil. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan industri meliputi : Penetapan batas lokasi dan kesesuaian menurut peraturan yang telah ditetapkan/berlaku serta studi pengalokasian kegiatan industri yang sesuai; Lebih mengembangkan industri pengolahan yang berskala sedang, yaitu Industri Hilir (Kelompok Aneka Industri) dengan tetap meneruskan pengembangan industri kecil termasuk industri kerajinan dan rumah tangga; Prioritas diarahkan pada industri pengolahan hasil-hasil surplus pertanian dan kehutanan; Penyediaan prasarana dan sarana pendukung serta pengembangan sentra-sentra industri sebagai penunjang pengembangan sektor pertanian dan pariwisata didalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) serta meningkatkan pendapatan di beberapa kota lainnya; b. Potensi dan Kawasan Pengembangan Pembangunan industri merupakan prioritas utama pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang pengembangannya diarahkan sesuai Potensi dan dan kapasitas wilayah pengembanganya sebagaimana Tabel IV.10. 4.1.2.9. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata a. Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Pengembangan kawasan pariwisata di Nusa Tenggara Timur diprioritaskan untuk menarik wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang memberikan konstribusi penghasilan terbesar ditingkat propinsi maupun tingkat nasional. Kawasan pariwisata yang dikembangkan di Nusa Tenggara Timur merupakan obyek wisata alam yang telah tercakup dalam Kawasan Lindung ditambah obyek wisata di kawasan budidaya. Pengembangan utama diprioritaskan bagi : Taman Nasional Pulau Komodo dan wilayah perairan laut sekitarnya; Wisata alam Danau Tiga Warna Kelimutu dan wisata pantai seperti: Taman Laut 17 Pulau Riung (Ngada), tanam laut Maumere (Sikka), Pantai Lasiana (Kupang), Pantai Kuta dan Baing (Sumba Timur), Pantai Rua Wanokaka (Sumba Barat), Pantai Pede (Labuan Bajo); Cagar Alam seperti Taman Wisata Camplong, Taman Wisata Danau Kelimutu. Kawasan pariwisata di NTT secara spesifik belum ditentukan (hanya wisata alam yang termasuk kawasan hutan lindung) di dalam setiap Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP). Pengembangannya baru mencapai pada program peningkatan maupun studi di beberapa lokasi obyek wisata. Untuk itu sangat diperlukan pengairan (penentuan) dan pemamtapan antara kawasan wisata di dalam Kawasan Budidaya dan di dalam Kawsan Lindung. Tabel IV. 9 ….., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 19 Tabel IV.9 SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR LAUT TERPADU DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020 NO 1 2 SWP Pesisir dan Laut SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda Sub I Atapupu Pesisir Utara Kab. TTU, Belu Sub II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor SWPLT- Laut Sawu I 3 4 5 6 7 8 9 Sub III Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau Sub IV Rote Pesisir Pulau Rote Pusat Kota Pelabuhan Perikanan Pariwisata Bahari Jasa Kelautan Baa Lewoleba Larantuka Atapupu Kalabahi Kota Kupang SWPLT- Laut Sawu III Sub V Lewoleba Pesisir Kab. Lembata & Flotim Sub VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil Potensi Utama SWPLT- Laut Sawu II Sub VII Ende Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada Ende SWPLT- Selat Sumba Sub VIII Waingapu Pesisir Kab.Sumba Timur Sub IX Waikelo Pesisir Kab. Sumba Barat Waingapu Waikelo Kolbano SWPLT- Laut Timor Sub X selatan Timor Pesisir Selatan P.Timor SWPLT- Laut Hindia Sub XI Pesisir Pulau Sabu SWPLT- Selat Sape Sub XII Labuan Bajo Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat SWPLT- Laut Flores Sub XIII Maumere Pesisir Kab. Flotim, Sikka, Ende, Ngada & Manggarai Seba Labuanbajo Maumere Sumber: Hasil Rencana Tahun 2004. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 20 Tabel IV.10 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai Tahun 2020 No 1 2 3 4 5 Kawasan Potensial Kawasan Industri Kupang Barat dan Kawasan Industri Bolok Industri Rakyat di seluruh NTT Industri Garam di Kupang dan Ngada) Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan di Seluruh NTT Agroindutri perikanan di seluruh NTT Komoditas Unggulan Industri galangan Kapal Tenun ikat, Garam Yodium, Artemia Kopi, Kacang Tanah, Mete, Kelapa, Kakao. Pengalengan Ikan, Pakan Ternak Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004 Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan pariwisata diprioritaskan pada : Penentuan dan pemantapan ruang kawasan pariwisata (agar lebih memantapkan wilayah pengembangan pariwisata) baik di dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya; Lebih meningkatkan fasilitas pendukung dengan menambah akomodasi dan atraksi wisata dalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) dan penerimaan devisa; Melanjutkan usaha mengembangkan obyek-obyek wisata lainnya dan penataan ruang obyek wisata serta promosi produk-produk wisata dalam menjaring sebanyak mungkin segmen pasar wisata dalam dan luar negeri. b. Kawasan Pengembangan Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan kawasan pariwisata yang didukung dengan aksesibilitas wilayah yang memadai maka dilakukan perwilayahan pembangunan pariwisata menjadi 7 (tujuh) Wilayah pengembangan. Dasar perwilayahan dimaksud mendasari pada aspek keutuhan setiap satuan wilayah pembangunan mengingat jarak antar satu kawasan wisata dengan kawasan lainnya relatif berjauhan. Melalui perwilayahan pariwisata maka setia satuan wilayah pengembangan didukung dengan potensi wisata yang unik menurut wilayahnya dan dikaitkan secara langsung dengan dukungan aksesibilitas wilayah. Satuan wilayah pengembangan pariwisata sebagaimana Tabel IV.11 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.4. 4.1.2.10. Arahan Pengembangan Kawasan Pertambangan a. Kebijakan Pemanfaatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan kekayaan sumber daya mineralnya, mempunyai potensi untuk terus ditingkatkan kemampuannya secara kuantitatif dalam hal eksplorasi maupun yang sudah pada tahap eksploitasi. Prioritas pengembangan pada tahap eksploitasi seperti tambang bahan galian C dan tentunya akan terus meningkatkan penelitian eksplorasi bahan galian A dan B. Pendelineasian kawasan pertambangan pada skala 1 : 250.000 tidak dapat dilakukan, melainkan perlu ada pada rencana tata ruang yang lebih detail yaitu RTRW Kabupaten dengan skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. penggarisannya di dalam peta RTRWK dan di lapangan perlu sekali diperhatikan, terutama menyangkut masalah pelestarian lingkungan hidup baik di dalam kawasan lindung maupun di kawasan budidaya, agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat sekitarnya. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan kawasan pertambangan, dilakukan dengan : Penggarisan wilayah kuasa pertambangan atau kontrak kerya di dalam rencana yang lebih detail dan dilapangan perlu di ukur lebih menitik beratkan akan pelestarian ekosistem lingkungan dengan jalan lebih meningkatkan pengendalian/pemantauan kegiatan pertambangan tersebut; Melakukan penghijauan dapa kawasan-kawasan bekas penambangan, untuk menghindari kawasan yang gersang; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 21 Pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi di Pulau Flores – Lembata – Alor. b. Kawasan dan Komoditas Unggulan Potensi pertambangan di propinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di seluruh wilayah kabupaten, namun beberapa potensi utama tambang terdapat pada kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Potensi tambang dan sebarannya sebagaimana pada Tabel IV.12 dan secara visualisasi potensi untuk pengembangan energi panas bumi lihat pada Gambar IV.5. Tabel IV.11 ..........., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 22 Tabel IV.11 SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 No 1 Kawasan Wisata Sub Kawasan Kota Kupang KWS. Timor I: Kupang-TTSRote Ndao TWA Teluk Kupang Nembrala Mutis-Timau Kolbano 2 KWS Timor II: TTU, Belu, Alor 3 KWS Flores I: LembataFlotim-Sikka Tanjungbastian Insana TWAL Alor Lamalera-Lewoleba Larantuka Teluk Maumere Danau Kelimutu Riung 17 Pulau KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat Iteng Pulau Komodo 6 KWS Sumba I : Sumba Barat Kodi/Pero Rua Wanokaka 7 KWS Sumba II: Sumba Timur Lewa Baing/Kalala Taribang 4 5 KWS Flores II : Ende- Ngada Pintu Masuk Udara/Bandara El- Tari Dukungan Aksesibilitas Laut/Pelabuhan Tenau Lintas Timor (Utara, Selatan) Atambua Haliwen Atapupu Maumere Waeoti Maumere Terminal Maumere: Pintu Masuk dari Makasar Ende H. Aroebusman Ende/Ippi Terminal Ende Pintu masuk dari Timor Leste - Alam laut Olah Raga Megalitik dan Budaya - Alam laut Selam Budaya - Perburuan Ikan Paus Budaya & Agama Taman Alam laut/ Selam Taman Nasional Komodo (wisata alam kelimutu pegunungan) Taman Nasional dan Laut Taman Alam Laut Budaya Rekreasi Megalitik Alam Laut Labuan Bajo Komodo Labua Bajo Pintu Masuk dari NTB Waikabubak Tambolaka Waikelo Terminal waikabubak - Waingapu Mau hau Waingapu Terminal Waingapu Megalitik/Budaya Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Andalan Pariwisata Darat IV - 23 Tabel IV.12 INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIPROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 No 1 2 3 4 Potensi Tambang Pertambangan Golongan A Pertambangan Golongan B Pertambangan Golongan C Sumberdaya Energi Komoditas Unggulan Minyak bumi Emas, Marmer Batu hijau, batu apung dan batu hitam Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan Energi Mikro Hidro Sebaran Lokasi Utama Kabupaten se-NTT Ngada, TTU, TTS, Belu Ende, Alor, TTS Kabupaten se-NTT Sumber: Dinas Pertambangan NTT tahun 2004. 4.1.2.11. Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman a. Kebijakan Pembangunan Kebijakan pengembangan kawasan permukiman dibagi menjadi kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Arahan pengembangan kawasan permukiman kota : Lebih mengefisienkan pemanfaatan lahan; Peningkatan sistem fasilitas dan utilitas pelayanan; Meningkatkan kualitas permukiman kumuh; Menigkatkan kualitas lingkungan; Memperhatikan proyeksi pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan permukiman perlu atau tidaknya untuk pengembangan vertikal. Kebijakan pengembangan kawasan permukiman desa : Meningkatkan sumber-sumber air memperluas pelayanan air bersih sampai ke tingkat desa-desa; Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan bersih; Meningkatkan kualitas dan penyediaan fasilitas dan utilitas lingkungan/ pemukiman; Kebijakan pembangunan pada daerah pesisir/perumahan nelayan; Akses fisik ke kota/PKL terdekat. b. Kawasan Pengembangan Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan ruang. Sehubungan dengan itu maka dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas perumahan dan permukiman dalam upaya mewujudkan permukiman dan perumahan yang bermartabat dan layak huni maka diarahkan pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan sebagaimana Tabel IV.13. Tabel IV.13 INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020 No A Permukiman Kegiatan Utama Permukiman Eksisting Permukiman Perkotaan 292 Permukiman Perdesaan 2.278 787.714 38,86 % Rumah Air bersih B Unit Lokasi baru Permukiman Perkotaan 29 Permukiman Perdesaan 227 Rumah Air bersih 78.771 3,8 % Sebaran Lokasi Utama Penataan lingkungan: jalan lingkungan, sanitasi, draenase Penataan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, sanitasi, draenase Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi Pembangunan rumah yang tidak layak huni Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan Kelurahan Kab./Kota se-NTT 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT 292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT Kelurahan Kab./Kota se-NTT Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT Sumber: Hasil Rencana tahun 2004. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 24 4.1.3. Pola Pengembangan Kota-Kota Pola pengembangan kota-kota berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan Review RTRWP, dimana kota merupakan pusat koleksi dan distribusi baik barang maupun orang. Dalam penyusunan Review RTRWP pengembangan sistem kotakota erat kaitannya dengan pengembangan struktur ruang. Arahan pengembangan kotakota sangat terkait dengan fungsi kota dalam percepatan pembangunan daerah. Sehubungan dengan itu dalam kerangka pembangunan perkotaan perlu dikaitkan dengan fungsi-fungsi utama kota. Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : 1. Besaran kota dan prinsip pengelolaan kota Berdasarkan proyeksi penduduk hingga tahun 2020 maka kota-kota akan masuk dalam kategori kota sedang dan kecil dengan fungsi yaitu Kota Pusat Kegiatan Nasional, Kota Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Pusat Kegiatan Lokal. Berdasarkan kriteria-kriteria dimaksud maka diklasifikasi besaran kota dan fungsi serta prinsip pengelolaannya sebagai berikut : a. Kota Sedang dan PKN Langkah-langkah untuk mewujudkan tercapainya pengembangan dan pembangunan Kota Sedang dan Pusat Kegiatan Nasional adalah sebagai berikut : Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitar; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan pusat-pusat permukiman; Mengembangkan sistem transportasi yang sinergis dengan sistem permukiman den pengembangan kegiatan usaha; Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar; Adanya sistem jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas; Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi prasarana; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air bersih, jaringan jalan, etrairase. Penataan kawasan berbasis zoning regulation; Pengaturan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota; Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi prasarana; Mengembangkan kerjasarna antar kota untuk jaringan prasarana seperti air bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan kota yang mandukung skala regional; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota; Pembangunan pusat jasa pemerintah untuk lingkup propinsi atau regional; Peningkatan kapasitas outlet (bandara den pelabuhan laut) berstandar regional; Peningkatan fasilitas kesehatan dengan skala pelayanan bertarap internasional; Peningkatan fasilitas pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. b. Kota Kecil PKN Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar; Adanya sistern jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air bersih, jaringan jalan, drairase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota. c. Kota Kecil PKW Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 25 Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpedauan program dalam kawasan dengan pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem transportasi kola yang lancar yang melayani antar kota; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota; Peningkatan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi; Peningkatan fasilitas kesehatan, mulai tingkat RT sampai Tingkat Pelayanan Kota; Pembangunan Rumah Sakit bertarap pelayanan Wilayah. d. Kota Kecil PKL Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpaduan program dalam kawasan dengan pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem transportasi kota yang lancar; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota; Pembangunan fasilitas pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan atas; Pembangunan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat RT sampai pusat pelayanan kegiatan kota lokal; Pembangunan Rumah Sakit dengan skala pelayanan lokal. 2. Kota pantai Sehubungan dengan posisi geografis sebuah kota, maka terdapat kota pantai yang hirarkinya sesuai dengan kriteria sebuah kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Namun demikian khusus untuk kota pantai ada tambahan kriteria sebagai berikut : Memiliki potensi ekonomi sebagai sabuk ekonomi; Kota yang menjadi pusat keglatan industri pengelolaan hasil laut; MemilM akses yang baik dengan kawasan laut sebagai sentra produksi kelautan; Kota utama sentra produksi kelautan; Kota yang mempunysi akses ke pasar (pintu gerbang) dan akses ke sentra produksi/kawasan andalan laut/pulau-pulau kecil; Memungkinkan secara geografis dan terlindung dari badai dan gelombang besar; Kota yang memiliki prasarana transportasi (Pelabuhan Udara, Simpul Jaringan Jalan Kota) dan akses ke pasar (pusat processing). Prinsip Pengelolaan Kota Pantai sebagai berikut: Perencanaan kota secara terpadu termasuk prasarana perkotaan sesuai kriteria permukiman; Membangun prasarana transportasi penghubung kota pantai dengan sentra produksi kelautan dan dengan pusat pertumbuhan di daratan; Membangun fasilitas pengolahan industri komoditi kelautan; Didukung oleh fasilitas pengumpul komoditas kelautan (pelabuhan); Pemberian insentif di daerah dan disinsentif di daerah konservasi seperti sempadan pantai. Untuk mencapai suatu hirarki kota yang dapat mendekati kenyataan dan dapat dimanfaatkan dalam usaha pembangunan bidang perekonomian, maka penentuan hirarki kota lebih ditentukan oleh kebijaksanaan pengembangan perekonomian di masa mendatang, dengan meningkatkan kegiatan ekspor dan berdasarkan konsepsi untuk mengembangkan kota-kota pelabuhan. Selain itu kecenderungan hirarki kota yang ada juga menjadi bahan pertimbangan, meskipun sifatnya tidak mutlak. Hal ini disebabkan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 26 karena kecenderungan perkembangan kota yang teridentifikasi berdasarkan hasil analisis menunjukan suatu hirarki kota yang cenderung menjadi Kota Kupang sebagai pusat kegiatan perekonomian, serta kota-kota lainnya menjadi kota-kota dengan hirarki yang lebih rendah. Sehingga dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan akan mengalami hambatan, karena setiap kota akan sangat tergantung dengan Kota Kupang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama untuk koleksi-distribusi barang, sebelum disalurkan ke kota-kota yang mempunyai hararki dibawahnya, maupun sebelum dikirim ke luar wilayah NTT. Mengingat karakteristik wilayah Nusa Tenggara Timur berupa wilayah kepulauan, dan guna memacu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, maka pola pengembangan kota-kota didasarkan pada pemikiranpemikiran sebagai berikut : Untuk mempercepat proses pembangunan (akselerasi kegiatan sosial ekonomi), khususnya di kawasan perkotaan (dan daerah belakangnya) disetiap pulau, maka untuk pulau-pulau besar utama (P. Flores, P. Sumba dan P. Timor) masing-masing harus mempunytai kota orde I (satu)/ Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan selanjutnnya akan membentuk sistem kota-kota sampai dengan tingkat orde II (PKW), III (PKL) sampai dengan kota-kota terkecil (merupakan agropolitan yang pada umumnya merupakan desa-desa pusat pertumbuhan atau ibukota kecamatan); Untuk pulau-pulau yang lebih kecil dan mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup berarti, yaitu Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Lembata, dan Pulau Sabu masingmasing harus mempunyai kota orde ke III (PKL); Kota-kota yang diperkirakan memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dan diharapkan dapat berperan sebagai pusat distribusi dan koleksi untuk daerah belakangnya adalah kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan tersebut akan menjadi pusat kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekspor dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya. Sehingga perkembangan kota-kota tersebut sangat tergantung oleh potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya yang menjadi wilayah pelayan serta tingkat aksesibilitas (kemudahan) antara kota-kota tersebut dengan daerah belakangnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hirarki kota-kota untuk kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang diarahkan sebagaimana Tabel IV.14 dan secara visual pengembangan sistem kota-kota di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar IV.6 dan kota-kota pantai pada Gambar IV.7. Tabel IV.14 SISTEM PENGEMBANGAN KOTA-KOTA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 Hirarki Kota Nama Kota Kota hirarki I (PKN) Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere. Kota hirarki II (PKW) - Kota hirarki III (PKL) Ibukota Kabupaten: Baa, Soe, Kefamenanu, Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende, Bajawa, Ruteng, Waikabubak Kota Kecamatan Potensial: Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa Ibukota-ibukota Kecamatan lainnya Sumber: Hasil Rencana RTRWP tahun 2004 4.1.4. Pola Pengembangan Sistem Prasarana Pengembangan sistem prasarana, diarahkan pada upaya untuk meningkatkan aksesibilitas antar kota, maupun antar kota dengan daerah belakangnya. Disamping itu RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 27 juga diharapkan bisa meningkatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan tersedianya sistem prasarana yang memadai, diharapkan dapat membantu terhadap kelancaran arus orang dan barang serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di propinsi ini. 4.1.4.1. Sistem Prasarana Transportasi Transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk ruang dalam suatu wilayah. Keberadaannya sangat mempengaruhi tatanan kehidupan manusia baik dalam skala lokal maupun regional. Dalam konteks pembentukan ruang wilayah perlu diketahui struktur jaringan transportasi eksisting. Tata ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari keberadaan jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara yang dapat dilihat dari arus transportasi yang telah ada. Dengan melihat kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebaran simpul-simpul kegiatan sosial ekonomi masyarakat akan membentuk struktur jaringan transportasi yang akan membentuk suatu interaksi antar daerah yang sekaligus mendorong usaha pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana jaringan transportasi. Arus lalu lintas transportasi darat yang selama ini berlangsung memperlihatkan dinamika pergerakan penduduk dan barang. Dalam skala lokal, sistem transportasi dibentuk oleh jaringan jalan yang menghubungkan beberapa simpul kegiatan yang tersebar di setiap kabupaten. Pergerakan penduduk dan barang inilah yang mendorong Pemerintah Propinsi NTT untuk terus mengembangkan jaringan jalan yang ada, yang diharapkan nantinya hasilhasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di wilayah propinsi ini. Pola pengembangan sistem transportasi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih dititik beratkan pada upaya : 1. Menghubungkan ketempat yang masih terisolir, untuk meningkatkan distribusi barang dari kantung-kantung produksi, dimana sebagian besar kantung-kantung produksi berada di wilayah pedalaman yang sampai saat sekarang sistem transportasi belum menjangkau secara optimal; 2. Menunjang kegiatan ekspor dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam lingkup Kawasan Timur Indonesa (KTI), lingkup Nasional, maupun Internasional. Hal ini berangkat dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah guna mengejar ketertinggalan dari propinsi lain maupun Nasional; 3. Mengembangkan dan meningkatkan peranan sektor-sektor strategis dan dominan dalam menunjang perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang meliputi pertanian industri; 4. Meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten, dengan lebih meningkatkan hubungan sistem koleksi dan distribusi antar kabupaten maupun antar kota kabupaten dengan kota-kota kecil di bawahnya; 5. Meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan prasarana transportasi ke kantung-kantung produksi yang dirasakan masih terisolir. Bila mengacu pada Pola Dasar Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka kebijaksanaan pengembangan transportasi di arahkan pada usaha : Meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau oleh prasarana transportasi perhubungan; Usaha untuk meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau oleh prasarana transportasi perhubungan; Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dengan upaya meningkat ekspor hasil produk khususnya pertanian, industri dan sosial ekonomi lainnya; Usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan struktur ekonomi antar wilayah, dengan lebih meningkatkan kegiatan ekonomi yang didukung oleh tingkat aksesibilitas yang tinggi ke pusat pemasaran. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka program pengembangan transportasi meliputi transportasi darat, transportasi penyeberangan, laut dan udara. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 28 4.1.4.2. Pola Pengembangan Transportasi Darat a. Kebijakan Transportasi Darat Strategi pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk mempertinggi mobilitas dan aksesibilitas orang, barang dan jasa. Selain itu pengembangan transportasi darat diarahkan untuk menghubungkan dan mempertinggi kemudahan interaksi antara kantong-kantong produksi dengan koleksi dan distribusi antara pusat-pusat permukiman serta antara pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya, merangsang dan mengarahkan pola perkembangan jalan untuk menciptakan tata ruang yang terpadu. Dalam rencana sistem jaringan transportasi darat, menyangkut beberapa unsur yang berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan masing-masing ruang antara lain jaringan jalan, terminal, pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Berdasarkan hal tersebut maka perlu terlebih dahulu ditetapkan klasifikasi fungsi jalan yang dipadukan dengan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun1985. Berdasarkan Peraturan tersebut, sebuah jalan terbagi kedalam 6 tipe klasifikasi jalan sepert tercantum dibawah berikut : a). Jalan Arteri Primer; b). Jalan Kolektor Primer; c), Jalan Lokal Primer; d). Jalan arteri Sekunder; e). Jalan Kolektor Sekunder; f). Jalan Lokal Sekunder; Dengan demikian melihat kaitan rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat dalam RTRWP, maka Kota Kupang, Atambua, Maumere, Waingapu dan Labuanbajo sebagai pusat Pusat Kegiatan Nasional (PKN) harus dilihat dari sistem transportasi regional. Dalam sistem tersebut pengembangan jaringan transportasi darat yang diarahkan dibentuk sesuai dengan struktur dalam rencana tata ruang wilayah, substansi pengembangan sistem jaringan transportasi (darat) menyangkut pada sistem pengembangan wilayahnya yang menghubungkan masingmasing jenjang pusat-pusat pelayanannya. Hubungan tersebut secara relatif dapat digambarkan sebagai berikut : Kota Orde I ( PKN) Arteri Primer Kota Orde II ( PKW) Kolektor Primer Kota Orde III ( PKL) Lokal Primer Kota Orde IV ( Desa-desa pusat pertumbuhan) Dengan gambaran di atas, maka sistem jaringan jalan regional yang melintas dan menghubungkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pola pengembangan jaringan jalan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur antara lain: Meningkatkan kualitas jaringan jalan arteri primer yang melintasi kota-kota di Pulau Timor meliputi Kota Kupang, SoE, Kefamenanu dan Atambua; Meningkatkan jalan yang menghubungkan wilayah bagian utara pulau Flores untuk menghubungkan kota-kota ibukota kecamatan yang berada di jalur utara dan selatan untuk mendukung terhadap pembangunan perekonomian wilayah. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 29 Serta meningkatkan kualitas jalan Ruteng – Bajawa – Ende – Maumere Larantuka untuk lebih meningkatkan hubungan antara kota tersebut; Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Lomblen (Kabupaten Lembata); Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Alor (Kabupaten Alor); Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan perbatasan; Upaya penigkatan jaringan jalan di Pulau Sumba dan upaya membangun jalan baru ke kantung-kantung produksi; Upaya pembangunan jalan di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dengan cara bertahap sesuai anggaran yang ada, guna mempercepat sistem pemasaran produksi; Upaya peningkatan dan pembangunan jalan dari Ibukota Kecamatan ke desadesa yang merupakan pusat kegiatan ekonomi pertanian yang masih memberikan sumbangan relatif besar terhadap perekonomian di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan prioritas. b. Pengembangan Prasarana Transportasi Darat Pengembangan transportasi darat yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi ditentukan oleh kelas terminal, kelas jalan dan didukung sarana angkutan darat yang jumlah dan kapasitsnya memadai. Atas dasar itu arah pengembangan prasarana transportasi darat sebagaiamana Tabel IV.15 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.8. Tabel IV.15 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 2 Kawasan Potensial Jalan dan Jembatan Nasional Propinsi Kabupaten Terminal Tipe A TipeB Tipe C Panjang (Km2)/Unit Arahan Pengembangan 1.121,87 2.939,86 12.866,81 Mempertahankan kualitas Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional 4 unit 16 unit 194 Unit Kupang, Atambua, Maumere, Labuan Bajo 13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih Sumber: Hasil Rencana RTRWP Tahun 2004 c. Pengembangan Transportasi Penyeberangan Pengembangan transportasi penyeberangan adalah bagian dari sistem transportasi darat, terutama jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan yang terdapat pada jaringan jalan tersebut. Sistem transportasi tersebut dimulai dari NTB (Pelabuhan Sape) ke Labuan Bajo (Flores/Manggarai Barat) hingga ke Waibalon (Flores Timur), bersambung ke Solor, Adonara, Lembata (Waiwerang), menuju ke Pantar (Baranusa) dan Alor (Kalabahi), menyebarang ke Atapupu (Belu)– Wini (TTU) – Naikliu– Bolok (Kabupaten Kupang). Dari Kupang menghubungkan ke Semau (Hansisi), Rote (Pantai Baru dan Ba’a), dan ke Sabu (Seba) ke Ende (Ende). Dari Ende ke Waingapu (Sumba Timur) kembali ke Sape. Pelabuhan penyeberangan yang telah memiliki fasilitas dermaga dan movable bridge adalah : 1. Bolok Kupang (Timor); 2. Pantai Baru (Rote); 3. Waibalun – Larantuka (flores Timur); 4. Kalabahi (Alor); 5. Labuan bajo (flores Barat/Manggarai Barat); 6. Aimere (flores Selatan/Ngada); 7. Ipi (Flores Selatan/Ende). Pelabuhan penyeberangan yang bersifat darurat adalah : 1. Kabir (Pantar); 2. Hansisi (Semau); 3. Bakalang (Pantar); RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 30 4. Maritaing (Alor); 5. Lewoleba (Lembata). Kegiatan transportasi penyeberangan yang masih memanfaatkan fasilitas Pelabuhan Laut adalah Waingapu, Seba, Atapupu, Lewoleba, Baranusa, Waiwerang dan Balauring, Maumbawa atau Mborong. Trayek angkutan penyeberangan yang dilayani oleh 9 (sembilan) Kapal Motor penyeberangan adalah : a. Kupang – Rote PP; b. Kupamg – Ende PP; c. Kupang – Larantuka PP; d. Kupang – Sabu PP; e. Kupang – Kalabahi PP; f. Kupang – Aimere – Waingapu PP; g. Larantuka – waiwerang – Lewoleba – Balauring PP; h. Kalabahi – Baranusa – Balauring PP; i. Kalabahi – Atapupu PP; j. Labuan Bajo – Sape PP; k. Waingapu – Sabu PP; l. Kupang – Aimere PP; m. Waikelo – Sape PP. Kebijaksanaan yang ditempuh untuk pengembangan (sesuai Sistem Transportasi Nasional) antara lain: Peningkatan Fungsi jaringan Jalan Trans Flores – Lembata – Alor – Timor – Sumba; Peningkatan pelabuhan-pelabuhan simpul-simpul kegiatan; Perbaikan dan penambahan armada penyeberangan serta peninmgkatan fasilitas keamanan. Secara visual konsep sistem transportasi penyeberangan dapat dilihat pada Gambar IV.9. 4.1.4.3. Pengembangan Transportasi Laut a. Kebijakan Transportasi Laut Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut lebih diarahkan untuk melayani pergerakan orang dan barang ke setiap pulau besar maupun pulau kecil bahkan ke wilayah propinsi lainnya. Peranan sistem tranportasi laut baik yang dilayani oleh PELNI, ASDP maupun Perusahaan Perorangan sangat membantu sekali terutama untuk ekspor barang-barang hasil produksi yang dipasarkan ke wilayah lain, bahkan sampai sekarang peran transportas inin sangat memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis pelayaran yang sampai saat ini melayani pergerakan orang dan barang antara lain : Pelayanan Nusantara yang dilayani Kapal Laut (KM. Srimau, KM. Awu, KM. Siguntang dan KM. Dorolonda); Pelayaran Kapal Perintis yang melayani pelabuhan lokal dengan rute Waingapu, Sabu, Kupang, Larantuka, Kalabahi dan Ba’a; Pelayaran Kapal Ferry melayani Rote, Sabu, Larantuka, Kalabahi, Aimere, Ende, Waingapu, Lewoleba, Atapupu dan Baranuasa; Pelayaran Kapal Rakyat dengan rute pelayanan lokal. b. Pengembangan Pelabuhan laut Pengembangan transportasi laut yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi ditentukan oleh kelas pelabuhan yang didukung sarana angkutan kapal laut, feri dan alat angkut penyeberangan lainnya. Atas dasar itu arah pengembangan pelabuhan laut sebagaiamana Tabel IV.16. Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan dengan cara sebagai berikut : Lebih meningkatkan fungsi dan kelas pelabuhan; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 31 Lebih meningkatkan persinggahan kapal Pelni ke pelabuhan-pelabuhan yang selama ini belum semuanya dapat di singgahi, hal ini dikarenakan kondisi pelabuhannya belum mendukung Meningkatkan hubungan antar pelabuhan yang dilayani kapal perintis, yang selama baru beberapa pelabuhan terlayani; Meningkatkan peran pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekspor- impor dengan prioritas pada pelabuhan - pelabuhan yang telah mempunyai interaksi/hubungan kuat dengan pelabuhan di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua; Pengembangan Pelabuhan Tenau (kupang) sebagai pelabuhan samudera, pelabuhan ini pada saat sekarang telah dilalui kapal pelni dan kapal jenis lainnya dan dijadikan sebagai pusat kegiatan eksport-import terutama ke Kawasan Timur Indonesia (KTI) mapun ke wilayah barat; Peningkatan Pelabuhan Waingapu (Sumba Timur) sebagai pelabuhan yang melayani pengiriman ternak ke Pulau Jawa juga sebagai pusat kegiatan ekspor kopra dan kopi serta hasil bumi lainnya; Peningkatan Pelabuhan Atapupu untuk membantu ekspor ke Kawasan Timur Indonesia (Maluku), terutama hasil pertanian dan ternak; Peningkatan Pelabuhan Maumere (Kabupaten Sikka) sebagai pelabuhan Nasional, untuk membantu pengiriman hasil produksi dari bagian utara Ende dan Ngada terutama hasil perkebunan, perikanan laut sebelum dikirim ke Pulau Jawa; Peningkatan Pelabuhan Ippi (Ende) menjadi Pelabuhan Nasional untuk ekspor ke luar Propinsi Nusa Tenggara Timur; Peningkatan Pelabuhan Reo (Kabupaten Manggarai) menjadi Pelabuhan Nasional yang bisa lebih akses ke Surabaya dan Makasar; Peningkatan Pelabuhan Labuanbajo sebagai Pelabuhan Nasional yang dapat untuk penunjang kegiatan pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Peningkatan Pelabuhan Wini (Kabupaten TTU) sebagai pelabuhan Nasional. Peningkatan-eningkatan fungsi dan peran pelabuhan ini erat kaitannya dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dengan industri pengekspor hasil produksi yang akan dieksport, dengan adanya pergeseran pertumbuhan ekonomi ke wilayah pasifik, maka pengembangan pelabuhan laut akan menguntungkan bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, karena mempunyai jarak yang relatif dekat dengan negara-negara yang berada di pasifik. Untuk lebih jelasnya pengembangan transportasi laut perintis dan jaringan transportasi ferry cepat di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar IV.10 dan Gambar IV.11. Tabel IV.16 ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 32 Tabel IV.16 RENCANA PENGEMBANGAN STATUS PELABUHAN LAUT DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020 Pelabuhan Lokal No 2006 2010 Pelabuhan Regional 2015 2020 2006 2010 2015 Pelabuhan Nasional 2020 2006 2010 2015 Pelabuhan Internasional 2020 1 Biu Biu Biu Biu Seba Seba Seba Seba Ende Ende Ende Ende 2 Baa Batutua Batutua Batutua Baranusa Baranusa Baranusa Baranusa Kalabahi Kalabahi Kalabahi Kalabahi 3 Batutua Ndao Ndao Ndao Reo Komodo Komodo Komodo Maumere Maumere Maumere Larantuka 4 Ndao Papela Kabir Kabir Komodo Wuring Wuring Wuring Waingapu Waingapu Waingapu Labuan- 5 Papela Kabir Kolana Kolana Marapokot Lewoleba Lewoleba Wini Larantuka Larantuka Larantuka Bajo 6 Kabir Kolana Waiwerang Waiwerang Waikelo Mborong Mborong Papela Labuan Bajo Labuan Bajo Labuan - Reo Mananga Mananga Marapokot 7 Kolana Waiwerang Balauring Balauring Wuring 8 Maritaing Balauring Aimere Aimere Atapupu Reo Bajo Marapokat Reo 9 Waiwerang Aimere Nangalila Waikelo Nangalila Waikelo Marapokat Ba’a 10 Lewoleba Nangalila 11 Balauring Robek Robek Robek Ba’a Waikelo Maritaing Maurole Maurole Maritaing Ba’a 12 Aimere Maurole Lewoleba Rua Rua Maritaing Mborong 13 Mborong Rua Baing Baing Mananga 14 Nangalila Baing Boking Boking Wini 15 Robek Boking Paitoko Paitoko 16 Maurole Paitoko P. Ende P. Ende 17 Rua P. Ende P. Palue P. Palue 18 Baing P. Palue Namosain Namosain 19 Boking Namosain Naikliu Naikliu 20 Paitoko Naikliu Hansisi Hansisi 21 22 Mananga Wini Hansisi Sumber: Hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 33 2006 Tenau 2010 2020 Tenau Tenau Atapupu Atapupu Maumere Waingapu 4.1.4.4. Pola Pengembangan Transportasi Udara a. Kebijakan Transportasi Udara Setelah upaya pengembangan transportasi darat dan laut sebagai prioritas utama, tahap selanjutnya adalah pengembangan transportasi udara. Penetapan prioritas ini bertitik tolak dari kondisi yang dihadapi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur saat sekarang dimana transportasi darat dan laut lebih memegang peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan transportasi udara baru berkembang setelah aktivitas perekonomian berkembang. Pengembangan sistem transportasi udara banyak persyaratan teknis yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan penerbangan. Pengembangan sistem transportasi udara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, selain meningkatkan sarana dan prasarana Bandara juga membuka jalur-jalur penerbangan sebagai berikut : Penerbangan Kupang – Australia, jalur ini akan mempunyai arti penting bagi kedua negara khususnya dalam bidang ekonomi; Penerbangan Kupang – Timor Leste; Penerbangan perintis dengan pesawat kecil yang melayani antar pulau dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur khususnya untuk mengangkut penumpang; Peningkatan route penerbangan dari Kupang ke Kota-kota di Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku dan membuka penerbangan ke Papua; Peningkatan Pesawat Foker 27, Foker 28 dan menjadi pesawat Boing 737 seri C, hal ini bisa lebih banyak mengangkut penumpang dan barang. b. Pengembangan Bandara Udara Secara umum Bandar Udara di lingkungan PT. (PERSERO) Angkasa Pura diklasifikasikan menjadi : 1. Bandar Udara Andalan; Karakter dan potensinya meliputi : a. Suatu bandar udara yang secara finansial memberikan sumber dana yang cukup besar bagi perusahaan sehingga mampu memberikan subsidi silang bagi bandar udara yang belum mampu mandiri; b. Tingkat kepadatan lalu-lintas mencapai lebih dari 1 (satu) juta penumpang setiap tahun; c. Pengembangan jasa yang menyangkut kegiatan operasional Perusahaan (Jasa Aeronautika dan Non Aeronautika) dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura sendiri; d. Pengembangan jasa dari kegiatan non operasional dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga, dengan pola KSO dan atau KSM. 2. Bandar Udara Marginal; Karakter dan potensinya meliputi : a. Suatu bandar udara yang berada dalam kondisi "break even" dengan potensi pengusahaan yang cukup besar; b. Tingkat kepadatan lalu lintas telah mencapai 700 (tujuh ratus) ribu penumpang tiap tahun; c. Pengembangan jasa aeronautika diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura sendiri; d. Pengembangan jasa non aeronautika tertentu dikembangkan dengan menyertakan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM; e. Pengembangan jasa non operasional dikembangkan dalam rangka peningkatan pendapatan, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana, bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM. 3. Bandar Udara Sedang Berkembang; Karakter dan potensinya meliputi : a. Suatu bandar udara yang secara finansial belum mampu untuk mandiri, disamping pertumbuhan penggunaan jasa/pasar yang masih terbatas; b. Tingkat kepadatan penumpang mencapai 300 (tiga ratus) ribu penumpang tiap tahun; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 34 c. Pengembangan dilaksanakan melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan dana dengan memanfaatkan potensi usaha seluas-luasnya; d. Pengembangan jasa aeronautika dan non aeronautika dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM; e. Jasa non operasional dikembangkan seluas-luasnya dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM. Sumber dana pengembangan bandar udara PT Angkasa Pura berasal dari dana intern perusahaan dan dana pemerintah baik yang melalui DIP/APBN maupun dari bantuan luar negeri. Atas dasar hal tersebut di atas, maka arah pengembangan bandara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV.17 dan konsep jalur rute penerbangan dapat dilihat pada Gambar IV.12. Tabel IV. 17 ......, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 35 Tebel IV.17 RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020 2004 N o Nama dan Lokasi Bandar Udara 2006 Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger 2010 2015 2020 1 El Tari/Kupang I 150 I 150 I Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger 150 I Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger 150 I Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger 150 2 Wai Oti/Mumere III 80 III 80 II 150 II 150 II 150 3 Mau Hau/Waingapu III 40 III 80 II II Satar Tacik/Ruteng IV 19 IV 19 III 150 80 II 4 150 80 150 80 5 Tambolaka/Waikabubak IV 19 IV 80 III 80 III 80 III 80 6 H. Aroebusman/Ende IV 40 III 80 III 80 III 80 III 80 7 Komodo/Labuanbajo IV 40 IV 80 III Soa/Bajawa V 19 V 40 IV 80 40 III 8 IV 80 40 IV 80 40 Klas Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger Klas Klas Mali/Alor V 40 IV 40 IV 40 10 Haliwen/Atambua V 19 V 19 IV 40 11 Gewayantana/Larantuka V 19 V 19 IV 40 12 Lekunik/Rote V 19 V 19 IV 40 13 Tardamu/Sabu V 19 V 19 IV 40 14 Wunopito/Lewoleba V 19 V 19 IV 40 9 Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 36 Klas III IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 Klas III IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 IV 40 4.1.5. Sistem Prasarana Ekonomi 4.1.5.1. Pengairan Iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu musim kemarau dan musim hujan, musim kemarau lebih panjang dibanding musim penghujan, hal ini sangat mempengaruhi terhadap pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat. Pola pertanian yang ada sekarang, yaitu lahan kering dan lahan basah. Untuk mengairi pertanian lahan basah sampai saat ini diupayakan dengan pengembangan sistem pengairan Irigasi Teknis dan Semi Teknis. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan dan pembangunan pengairan sistem irgasi teknis diprioritaskan pada wilayah kabupaten dengan kriteria-kriteria sebagai berikut : Mempunyai produktiftas besar; Mempunyai luas lahan besar dan potensial; Mempunyai sumber mata air; Berdasarkan analisa potensi untuk pengembangan pertanian lahan basah. Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan program dari Dinas Pertanian, yaitu pengembangan pertanian lahan basah akan diusahakan disetiap kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu : Kabupaten Sumba Barat; Kabupaten Sumba Timur; Kabupaten Ngada; Kabupaten Manggarai; Kabupaten Manggarai Barat; Kabupaten Timor Tengah Utara; Kabupaten Timor Tengah Selatan; Kabupaten Rote Ndao; Kabupaten Belu; Kabupaten Alor; Kabupaten Lembata; Kabupaten Ende; Kabupaten Sikka; Pada tahap selanjutnya pengembangan pertanian lahan basah dikembangkan pada kabupaten-kabupaten yang mempunyai potensi untuk pencetakan lahan basah dengan luasan yang sesuai dengan tingkat irigasi teknis yang akan dikembangkan, produksi dan sumber mata air pengembanganya sebagaimana terlihat pada Tabel IV.18 dan pengembangan irigasi teknis lihat pada Gambar IV.13. Tabel IV.18 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020 No Prasarana 1 2 Irigasi Teknis Irigasi Semi Teknis 3 Embung Irigasi 4 Jaringan Irigasi Air Tanah 5 Waduk Jumlah Kegiatan Prioritas 60 1.297 46 1266 5 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi Pembangunan di 23 Lokasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi Pembangunan di 422 Lokasi Pembinaan Kelembagaan P3A, GP3A. Pembangunan Baru 2 buah, studi kelayakan 3 buah Lokasi Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Pulau Timor, Pulau. Sumba, Pulau Flores. Sumber: Bappeda Propinsi NTT Tahun 2004. 4.1.5.2. Prasarana Perdagangan/Pasar Pengembangan prasarana perdagangan/pasar perlu dikembangkan untuk mendukung pemasaran hasil produksi atau penyediaan sarana produksi. Sehubungan dengan itu pembangunan prasarana perdagangan/pasar terutama diarahkan pada kawasan-kawasan simpul transportasi sehingga memudahkan akses dari para produsen RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 37 maupun para konsumen mengadakan transaksi. Prasarana perdagangan/pasar setidaktidaknya mengakomodasi kebutuhan sebagai berikut : Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Nasional/Propinsi; Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Wilayah Kabupaten/kota; Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Kecamatan Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Desa/Kelurahan; Prasarana perdagangan/pasar kawasan perbatasan, yaitu untuk kebutuhan transaksi di kawasan perbatasan/Internasional. 4.2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan pengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu rencana. Kawasan prioritas tersebut mencakup kawasan-kawasan yang tumbuh cepat, kawasan-kawasan kritis, kawasan-kawasan terbelakang dan kawasan yang menunjang sektor-sektor strategis. Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, kawasan proritas dengan kriteria kawasan yang tumbuh cepat dikaitkan dengan kepentingan adanya sektor-sektor strategis untuk dikembangkan. Dalam pengertian tersebut, kawasan prioritas dianggap sebagai pengejawantahan sektor-sektor strategis ke dalam ruang, sehingga sangat menunjang perkembangan sektor strategis lebih lanjut. Kawasan-kawasan prioritas tersebut perlu didukung oleh rencana penataan ruang agar dapat mengakomodasikan perkembangan sektor strategis yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah yang lebih luas. Selain didasarkan pada keberadaan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfataan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan penggunaanya, sedangkan penggunaan kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Berdarakan kriteria tersebut di atas dan hasil analisis yang telah dilakukan, diidentifikasikan kawasan-kawasan prioritas lainnya yang akan diuraikan di bawah ini. 4.2.1. Penentuan Kawasan Prioritas 1. Kawasan dan Sektor Prioritas Berdasarkan hasil analisis, untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi kedalam beberapa sektor strategis, yaitu : a. Sektor Pertanian dan Peternakan : Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai PDRB Nusa Tenggara Timur dan dalam penyerapan tenaga kerja; Mengembalikan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai pemasok ternak untuk kebutuhan secara nasional. Secara nasional ditetapkan Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara; Mempunyai lahan pertanian potensial dalam arti luas terutama untuk mendukung pengembangan peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang pemanfaatan lahan pada saat sekarang masih belum optimal; b. Sektor Pariwisata yang telah memberikan kontribusi bagi devisa negara dan pendapatan masyarakat : Potensi wisata yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur cukup beragam, berprospek cerah terdapat diseluruh Kabupaten/Kota; Prasarana dan sarana serta akomodasi (termasuk atraksi wisata) yang tersedia di lokasi wisata masih terbatas dan tergantung pada kebijaksanaan pengembangnya. c. Sektor Industri : Secara nasional telah ditetapkan sebagai tulang punggung struktur ekonomi disamping sektor pertanian; Sektor ini meskipun kurang begitu pesat perkembangan maupun sumbangan terhadap pembentukan PDRB, tetapi prospek dimasa akan datang akan jauh RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 38 lebih baik dengan penekanan pada industri pengolahan yang berkaitan erat dengan pengembangan sektor pertanian dan subsektornya; Telah hadir Kelompok aneka industri dan kelompok industri kimia, yang diharapkan mampu memacu industri kecil dan rumah tangga ditahun-tahun mendatang. d. Sektor Kelautan dan Perikanan : Potensi sumbner daya alam kelautan sampai saat sekarang belum dieksploitasi secara optimal; Masih banyaknya petani nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan dengan peralatan tradisional, hal ini menyebabkan hasil tangkapannya kurang optimal, dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi; Disetiap wilayah Kabupaten/Kota perlu dibuatkan rencana tata ruang kawasan perikanan terpadu. e. Sektor Perhubungan : Meskipun masih kecil konstribusinya namun ditahun yang akan datang sektor ini sangat berperan menunjang berkembangnya sektor-sektor tersebut di atas; Keterhubungan antar pusat-pusat pelayanan mengandalkan pada angkutan darat dan angkutan laut yang diharapkan dapat memudahkan pengangkutan komoditi di dalam dan antar pulau lingkup intra propinsi maupun lingkup antar propinsi. Disamping itu diharapkan mampu membuka jalur perhubungan antara pusat pelayanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) maupun wilayah barat. Dasar penetapan kawasan prioritas adalah sebagai berikut : Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik secara regional mapupun nasional; Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutukan ruang kegiatan dalam skala luas; Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi dalam lingkup regional maupun nasional; Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan yang mendesak; Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu dikendalikan dengan segera; Kawasan dengan fungsi khusus. Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : KWS Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; KWS Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; KWS Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki; KWS Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang; KWS Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan - Lantoka; KWS Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga – Magepanda; KWS Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - Mautenda-Maurole; KWS Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang; KWS Komodo; KWS Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal; KWS Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; KWS Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang; KWS Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi - Laratama. Disamping kawasan di atas juga terdapat kawasan prioritas pesisir dan laut. Diperkirakan subsektor tersebut memiliki prospek berkembang dan dapat berperan sebagai leading sektor. Untuk lebih jelasnya kawasan prioritas dapat dilihat pada Tabel IV.19 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 39 Tabel IV.19 ARAHAN KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 NO KAWASAN PRIORITAS SUB KAWASAN LOKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN 1 KWS Noelmina Sub Kawasan Oesao Sub Kawasan Amarasi Sub Kawasan Bena Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS Agribisnis berbasis padi dan palawija Agribinis berbasis ternak sapi Agribisnis berbasis padi dan palawija 2 KWS Benanain Sub Kawasan Besikama Sub Kawasan Aeroki Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU Agribisnis berbasis padi dan palawija Agribisnis berbasis padi dan palawija Sub Kawasan Kafan Sub Kawasan Eban Sub Kawasan Amfoang Sub Kawasan Alor Selatan Sub Kawasan Lantoka Kabupaten Kupang, Kabupaten TTU dan kabupaten TTS Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis padi dan palawija Kabupaten Alor Agribisnis berbasis perkebunan kemiri dan jambu mete Agribisnis berbasis padi dan palawija 3 KWS Noelbesi 4 KWS Alor Selatan 5 KWS TanjungbungaMagepanda 6 KWS Mbay-Maotenda 7 KWS Lembor-Ngorang 8 KWS Iteng-Buntal 9 KWS Mangili-Lewa 10 KWS Wanokaka-Anakalang 11 KWS Kodi-Laratama 12 KWS Bolok 13 KWS Komodo Sub Kawasan Tanjungbunga Sub Kawasan Konga Sub kawasan Magepanda Kabupaten Flores Timur dan Kupang Sikka Sub Kawasan Mbay Sub Kawasan Riung Sub Kawasan Mautenda Sub Kawasan Maurole Kabupaten Ngada dan Kabupaten Ende Sub Kawasan Lembor Sub Kawasan Ngorang Sub Kawasan Iteng Sub Kawasan Buntal Sub Kawasan Mangili Sub Kawasan Kambaniru Sub Kawasan Kambaniru Sub Kawasan Wanokaka Sub Kawasan Anakalang Sub Kawasan Kodi Sub Kawasan Laratama Sub Kawasan Bolok Sub Kawasan Tenau Sub Kawasan Komodo Sub Kawasan Labuan Bojo Kabupaten Manggarai Kabupaten Manggarai Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Kabupaten Sumba Barat Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Kabupaten Sumba Timur Kecamatan Kupang Barat kabupaten Kupang Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat Industri Pariwisata Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2005 2. Kawasan Tumbuh Cepat Dalam kawasan prioritas terdapat kawasan yang karena kemampuan pengembangannya dan potensinya ditetapkan sebagai Kawasan yang Tumbuh Cepat sebagaimana Tabel IV.20. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 40 Tabel IV.20 KAWASAN CEPAT TUMBUH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020 No Kawasan Andalan 1 KW Kupang dsk 2 KW MaumereEnde 3 KW Komodo dsk 4 KW RutengBajawa-Mbay 5 KW Sumba Sektor Unggulan Kawasan Andalan Laut Yang Terkait Kota Dalam Kawasan PKN PKW WS yang melayani Pelabuhan Bandara Udara Pertanian Industri Peternakan Pariwisata Perikanan Pertambangan Peternakan Kehutanan Pariwisata Industri Perikanan Pertanian Perkebunan Pariwisata Pewrtanian Perkebunan Industri Perikanan KWS Laut Sawu dsk dg sektor unggulan: Perikanan Pertambangan Pariwisata Kupang Atambua (P) Soe Kefamenanu Betun Noelmina Tenau EL Tari Kws Laut Sawu dan Laut Flores dsk dg Sektor unggulan: Perikanan Pariwisata Maumere Larantuka Lewoleba Ende Lowe Rea Lowe Meta Mauemere Ipi Waeoti Arubusman Kawasan Andalan Selat Sape dengan Sector unggulan: Pariwisata Perikanan Labihanbajo Perkebunan Peternakan Perikanan Pertambangan Pariwisata Pertaninan Perkebunan Peternakan Perikanan Pertambangan Pariwisata Pertaninan KW andalan Laut Flores dsk dg Sektor unggulan Perikanan Pariwisata KW andalan Laut Selat Sumba dsk dg Sektor unggulan Perikanan Pariwisata Mbay Bajawa Ruteng Waingapu Waikabubak Waitabula Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 41 3. Kawasan Lindung Strategis Selanjutnya berkaitan dengan Kawasan Lindung, karena fungsinya yang strategis maka ditetapkan sebagai kawasan Lindung strategis sebagaimana Tabel IV.21. Tabel IV.21 KAWASAN LINDUNG STRATEGIS DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 NO 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 KAWASAN STRATEGIS Taman Nasional Lai Wangi Wanggameti Taman Nasional Manupeu Tanadaru Taman Nasional Komodo Taman nasional lautKomodo Taman Hutan Raya Prof IR. Herman Yohanes Cagar Alam Riung Cagar Alam Maubesi Cagar Alam Way Wuul/Mburak Cagar Alam Gunung Langgaliru Cagar Alam Watu Ata Wolo Talo Nggede Nalo Merah, Siung SM Perhalu SM Kateri SM Harlu Taman Wisata Tuti Adigae Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau Taman Wisata Pulau Besar Taman Wisata Manipo Taman Wisata Ruteng LUAS (HA) 5.000 47.014 87.984 173.300 75.000 3.115 2.000 1.830 3.000 15.638 4.898 4.016 1.000 4.560 2.000 5.000 9.900 3.000 2.499 32.248 Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004 4. Kawasan Kritis a. SWS Timor – Rote Ndao – Alor; Daerah Aliran Sungai Oesao; Daerah Aliran Sungai Manikin; Daerah Aliran Sungai Tuasene; Daerah Aliran Sungai Noelmina; Daerah Aliran Sungai Nain; Daerah Aliran Sungai Powu; Daerah Aliran Sungai Kaubele; Daerah Aliran Sungai Haekto; Daerah Aliran Sungai Tala; Daerah Aliran Sungai Benanain; Daerah Aliran Sungai Nobelu; Daerah Aliran Sungai Haekesak; Daerah Aliran Sungai Waelombur; Daerah Aliran Sungai Sabu; Daerah Aliran Sungai Oepoli; Daerah Aliran Sungai Malibata; Daerah Aliran Manubulu. b. SWS Flores - Lembata Daerah Aliran Flores Timur; Daerah Aliran Sungai Bama; Daerah Aliran Sungai Mati; Daerah Aliran Sungai Warielou; Daerah Aliran Sungai Ili Getang; Daerah Aliran Sungai Mebe; Daerah Aliran Sungai Wolowana; Daerah Aliran Sungai Mautenda; Daerah Aliran Sungai Nangapanda; Daerah Aliran Sungai Panondiwal; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 42 Daerah Aliran Sungai Dsampek; Daerah Aliran Sungai Waikaap. c. SWS Sumba Daerah Aliran Sungai Wanokaka; Daerah Aliran Sungai Payeti; Daerah Aliran Sungai Wanga; Daerah Aliran Sungai Kakaha. 5. Kawasan Khusus Pulau Komodo dan peraiaran laut sekitarnya; Kawasan Laut Daerah Perbatasan Negara. 6. Kawasan Terbelakang Sub. Kawasan Pesisir: Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman: Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar. 4.2.2. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas Pada intinya arahan pengemgangan yang diterapkan pada kawasan-kawasan prioritas yang telah diidentifikasi, bertujuan untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada agar potensi-potensi yang terkandung dapat dimanfaatkan dan didayagunakan seoptimal mungkin, dalam rangka pengembangan wilayah yang lebih luas. Untuk kawasan prioritas yang tumbuh cepat, arahan pengembangan yang direkomendasikan adalah : Melengkapi sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan oleh masing-masing kawasan prioritas sesuai dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang dimiliki; Peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana menunjang kegiatan yang akan dikembangkan, seperti perbaikan prasarana irigasi, pengembangan industri-industri pengolahandan peningkatan aksesibilitas. Penetapan kebijksanaan kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tengga Timur didasari data dan analisis dengan berbagai pariabel-pariabel, secara lebih detail kawasan prioritas sebagai berikut : 1. Kawasan Industri Bolok; Kawasan ini terletak di Kecamatan Kupang Barat masuk dalam wilayah Kabupaten Kupang dengan akses tertinggi terhadap Pelabuhan Laut Ekspor Tenau. Pengembangannya sebagai suatu zona industri akan bertumpu pada pengolahan hasil pertanian (agro industri), baik yang berasal dari perkebunan, kehutanan dan peternakan. Ditinjau lokasinya yang sangat dekat dengan Pelabuhan Laut Tenau dan memiliki wilayah hiterland yang akses ke Kupang cukup tinggi, dapat menjadi alternatif lokasi pemanfaatan kegiatan industri. Arahan pemanfaatan pengembangan yang perlu dilakukan : Studi teknis bagi pengembangan kawasan industri, dapat perupa perencanaan tata ruang detail zona serta studi kelayakan jenis-jenis industri yang akan dikembangkan; Diarahkan induatri yang dikembangkan adalah industri pengolahan (aneka industri) yang non-polusi dan industri kimia skala menengah sebagai pendukung kegiatan sektor kehutanan, pertanian dan peternakan. 2. Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; Kawasan ini terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang (Oesao dan Amarasi) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Bena). Arahan prioritas pengembangan, yaitu untuk pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan. peternakan, perikanan dan pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Kupang. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 43 3. Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki; Kawasan Aeroki terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara Kawasan Besikama di Kabupaten Belu, sedangkan kawsan Besikama terletak di Kabupaten Belu. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan pengembangan agro industri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Atambua dan daerah perbatasan. 4. Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang; Kawasan ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kawasan Kafan masuk Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kawasan Eban masuk dalam Kabupaten Timor Tengah Utara dan Amfoang masuk dalam Kabupaten Kupang. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan ternak dan kehutanan. Orientasi hasil produksi pertanian ke Kota Soe, Kota Kefamenanu dan ke Kota Kupang. Khusus Subkawasan Amfoang dan Eban perlu diprioritaskan dalam penyediaan sarana dan prasarana, hal ini disebabkan masuk dalam kawasan perbatasan dengan Negara Timor Leste. 5. Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan-Lantoka; Kawasan ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Alor yang terletak di bagian selatan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan peternakan dan perikanan. Sedangkan arah pengembangan yang perlu dipersiapkan dibuatkannya rencana detail tata ruang kawasan perbatasan. 6. Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan TanjungbungaKonga – Magepanda; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Tanjung Bunga dan Konga masuk Kabupaten Flores Timur dan Kawasan Magepanda masuk dalam Kabupaten Sikka. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Maumere, hal ini didukung tersedianya pelabuhan laut dan Bandara. Ketiga kawasan tersebut dilalui oleh jaringan Jalan Nasional. 7. Kawasan Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - MautendaMaurole; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Mbay, Riung masuk Kabupaten Ngada dan Kawasan Mautenda dan Maurole masuk dalam Kabupaten Ende. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan, pengengembangan industri dan pariwisata. Secara geografis kawasan ini terletak di pantai utara Pulau flores, dengan demikian hasil dari produksi pertanian maupun industri bisa dipasarkan ke Makasar (Sulawesi Selatan) dan Pulau Jawa (Surabaya). Keempat Sub kawasan tersebut perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai. Secara khusus untuk Danau kalimutu perlu dikembangkan kegiatan wisata alam dan pelestarian kawasan hutan lindung. Dengan demikian keberadaan wisata alam dan budaya harus dikembangkan tanpa mengganggu keberadaan kawasan hutan lindungnya. Selain itu pengembangan kawasan ini diarahkan pada : Peningkatan dan pengembangan prasarana pariwisata (transpotasi, telekomunikasi, penerangan); Pengembangan dan pemanfaatan obyek wisata dan seni budaya; Studi kelayakan dan perencanaan tata ruang kawasan wisata termasuk obyek-obyek wisatanya sampai ke arah selatan – barat daya (termasuk Kota Ende dan sekitarnya); Pengembangan sarana akomodasi wisata dan atraksi wisata. 8. Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang; Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Manggarai dengan arahan prioritas pengembangan pada sektor perikanan, pertanian, pariwisata dan pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil kegiatan pertanian ke Kota Ruteng dan Labuanbajo. Dilihat dari geografis sangat memungkinkan mengadakan interaksi dengan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 44 9. Kawasan Komodo; Terletak di Kabupaten Manggarai Barat, yang berfungsi sebagai kota wisata. Memiliki akses yang lebih baik dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebagai kota peristirahatan (transit) bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Komodo (termasuk perairan lautnya). Kegiatan wisata yang ada ini diharapkan dapat mengembangkan kegiatan sektor lainnya dan memperluas kesempatan kerja (usaha). Sebagai kota yang mengemban fungsi wisata tentu sangat diperlukan berbagai akomodasi yang sebaik mungkin tingkat pelayanannya kepada konsumen. Untuk maksud tersebut maka arahan pengembangannya sangat diperlukan : Peningkatan ketersediaan sarana pendukung utama pariwisata (perhubungan/transportasi, atraksi wisata menarik, akomodasi, air bersih, telekomunikasi, air bersih, penerangan); Pengembangan prasarana pelabuhan udara dan laut untuk mendukung fungsi pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan wisata. Pelabuhan laut juga diarahkan sebagai pelabuhan nelayan dan bukan sebagai pelabuhan barang; Taman Nasional Pulau Komodo (171.505 Ha) yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelestarian sumberdaya tropis, sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna khas Nusa Tenggara Timur yang mulai langka. Pengembangan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan lindung di Nusa Tenggara Timur, perlu diarahkan pada pengembangan zonasi sebagai berikut : Zona inti, untuk perlindungan mutlak dan pengawetan; Zona rimba, sebagai benteng akhir perlindungan zona inti, digunakan untuk kawasan rekreasi terbatas; Zona pemanfaatan, diperuntukan bagi pemanfaatan sarana hutan wisata, serta penelitian; Zona penyangga, terletak di batas dalam dan di luar taman nasional. Untuk pengembangan Taman Nasional ini perlu adanya pengelolaan kawasan secara terpadu yang dapat mangakomodasi kepentingan pelestarian, perlindungan, penelitian/pendidikan serta pariwisata. Disamping itu perlu dibuatkan rencana tata ruang sebagai alat pengendali perkembangan wilayah sekitarnya agar tidak terjadi konflik penggunaan ruang yang merugikan kawasan wisata itu sendiri. 10. Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal; Kawasan ini terletak di Kabupaten Manggarai, prioritas pengembangan, yaitu untuk pertanian lahan basah, lahan kering, peternakan dan perkebunan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Ruteng. 11. Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; Secara administrasi kawasan masuk dalam Kabupaten Sumba Timur dengan prioritas pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan dan pengembangan perikanan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Waingapu. 12. Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS WanokakaAnakalang; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat dan kabupaten Sumba Timur, dengan arahan prioritas pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Waingapu yang didukung oleh Badar Udara dan Pelabuhan. 13. Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi – Laratama; Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Sumba Barat, dengan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil pertanian ke Kota Waikabubak dan Kota Waingapu yng didukung sarana transportasi baik udara maupun laut. 14. Kawasan Kritis DAS; Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 45 lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena bekum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan Daerah/Wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut di atas adalah sebagai berikut : Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman; Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap; Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan usaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna; Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat. 15. Wilayah Laut dan Daerah Perbatasan Negara; Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 255,4 km, mencakup 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambeno wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten Timor Tengah Utara 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km. Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan yaitu : Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfoang Utara; Kabupaten Timor Tengah Utara; Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Belu; Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur, Lamaknen dan Kecamatan Kobalima. Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten, 5 Kecamatan yaitu : Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara. Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima. Kabupaten Timor Tengah Utara: Kecamatan Insana Utara Kabupaten Alor: Kecamatan Alor Barat Daya. Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut : Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; Meningkatkan kesejahtraan masyarakat wilayah perbatasan; Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 46 yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik. Perlu adanya kerja sama aparat pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Negara Timor Leste dalam menangani permasalahan terutama yang berkaitan dengan perdagangan komoditi ekspor-impor, pemanfaatan pelabuhan laut, pengendalian dan pemantauan kawasan lindung maupun peningkatan keamanan. Apabila kebijakan yang ditempuh sendiri-sendiri kurang menguntungkan dan tidak efisien, mengakibatkan pengeluaran biaya besar. 16. Kawasan Terbelakang Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan menunjukan adanya masyarakat yang primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan pendukung lainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk : Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru; Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat memungkinkan); Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat. 4.3. KEBIJAKSANAAN PENUNJANG PENATAAN RUANG Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan cakupan materi seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh berbagai kebijaksanaan penunjang untuk perwujudannya. Kebijaksanaan penunjang ini baik yang bersifat keruangan spasial, yaitu secara langsung melalui arahannya akan menunjang upaya perwujudan struktur tata ruang propinsi maupun yang bersifat bukan keruangan/non spasial yang secara tidak langsung akan menunjang perwujudan Struktur Tata Ruang Propinsi. 4.3.1. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial Kebijaksanaan penunjang yang bersifat spasial adalah kebijaksanaan penatagunaan tanah. Tanah (lahan) atau ruang daratan beserta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya merupakan unsur ruang utama, sehingga pemanfaatannya perlu diarahkan dalam konteks tata ruang dengan senantiasa memperhatikan azas lestari, optimal, seimbang dan berkelanjutan. Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah yang diuraikan diharapkan dapat menjadi landasan bagi evaluasi terhadap Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) pada tingkat propinsi yang akan terdiri dari rencana penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dalam konteks ini tercermin keterkaitan RTRWP sebagai rencana tata ruang yang bersifat makro dengan RTGT. Dalam kaitannya dengan dua fungsi, yaitu lindung dan budidaya, maka kebijaksanaan penatagunaan tanah di Nusa Tenggara Timur sebagai penunjang perwujudan RTRWP sebagai berikut : 1. Kebiijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Lindung; Didasarkan pada tujuan pemantapan kawasan lindung, pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah sebagai penunjang adalah : Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang ada; RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 47 2. Pengendalian secara ketat terhadap cara penggunaan tanah oleh penduduk atau proyek pembangunan (sektoral) tertentu dalam kawasan lindung yang diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung; Pada kawasan lindung yang diatasnya telah terdapat kegiatan budidaya perlu dilakukan tindakan penanganan atau penyelesaiannya, misalnya dalam bentuk pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, pemindahan penduduk, upayaupaya konservasi/rehabilitasi tanah, pembebasan kegiatan secara enclave, serta pemindahan kegiatan secara bertahap ke luar kawasan lindung. Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Budidaya; Didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan budidaya, kebijaksanaan penataguanaan tanah sebagai penunjangnya dibedakan menurut tingkat pemanfaatan ruang kawasan, yaitu yang berdekatan dengan kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) dan kawasan budidaya intensif (pertanian tanaman pangan lahan basah, pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan, perindustrian, permukiman). Pokok-pokok kebijaksanaan adalah : Penggunaan tanah pada kawasan budidaya yang bersifat sebagai penyangga kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) perlu disertai dengan upaya-upaya konversi tanah secara ketat; Penggunaan tanah di kawasan azas konvertibilitas penggunaan tanah. Meskipun demikian pengalihan antar penggunaan (dari yang kurang intensif ke tingkat yang lebih intensif) perlu dikendalikan melalui mekanisme perizinan (pencadangan tanah, perizinan lokasi). Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mengacu pada RTRWP harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Tata Guna Tanah, yang terdiri dari : Rencana Persediaan Tanah; sebagai rencana dasar yang menggambarkan kawasan yang dilarang diusahakan (kawasan lindung) dan kawasan yang dapat diusahakan (kawasan budidaya); Rencana Peruntukkan Tanah; sebagai arahan letak kegiatan pembangunan utama dan penunjang sesuai dengan strategi pembangunan daerah jangka panjang; Rencana Penggunaan Tanah; sebagai letak proyek-proyek pembangunan yang akan dilaksanakan dalam jangka menengah, melalui kegiatan pembebasan tanah, pencadangan tanah, serta izin lokasi dan izin site oleh pemerintah daerah. Selain kebijaksanaan penatagunaan tanah di atas, untuk mewujudkan struktur tata ruang propinsi perlu adanya kebijaksanaan yang menyangkut pengendalian tata ruang secara keseluruhan. 4.3.2. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial Perwujudan RTRWP Nusa Tenggara Timur ditentukan juga oleh kebijaksanaan penunjang yang bersifat bukan spasial. Kebijaksanaan ini secara tidak langsung mempengaruhi struktur tata ruang wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang. Kebijaksanaan tersebut mencakup kebijaksanaan kependudukan, kebijaksanaan pengembangan perekonomian dan investasi, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan dan kebijaksanaan pengembangan kelembagan. 4.3.2.1. Kebijaksanaan Kependudukan. Kebijaksanaan Kependudukan dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang mencakup pengendalian laku kependudukan dan penyebaran penduduk serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijaksanaan pengendalian laju pertumbuhan penduduk diupayakan dengan mempertimbangkan prinsip daya dukung lingkungan serta potensi pengembangan pangan dan air. Walaupun sebagian besar lahan potensial belum diusahakan secara optimal dalam pemanfaatannya, namun kemungkinan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat perlu dikendalikan, hal ini dilakukan agar daya dukung lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia dapat mengakomodasi pertambahan penduduk jangka panjang. Kebijakan kependudukan dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut : RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 48 a. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang, kebijaksanaan penduduk jangka panjang diarahkan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk dari 1,79 % per tahun (1990-2000) menjdi lebih kecil 1,69 %. Pengedalian pertumbuhan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : Pengembangan pendidikan tinggi untuk menaikkan usia kawin pertama di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Memperbesar jarak antar anak melalui peningkatan program pendidikan; Mengurangi rata-rata jumlah keluarga dengan meningkatkan kualitas Keluarga Berencana (KB) yaitu masing-masing keluarga dengan dua anak; Menekan angka kelahiran yang terjadi di luar nikah atau diluar perencanaan keluarga; Pengendalian arus migrasi penduduk dengan menekan arus migrasi penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk lebih jelas jumlah dan perkembangan penduduk di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan hasil proyeksi sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel IV.23. Tabel IV.23. ........, RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 49 Tabel IV.23 PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020 No Kabupaten/ Kota 1 Sumba Barat Jumlah Penduduk Awal 2003 186,557 TAHUN 2004 2005 189,542 192,575 2006 2007 2008 195,656 198,786 201,967 2009 2010 205,198 208,481 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 211,817 215,206 218,650 222,148 225,702 229,314 232,983 236,710 240,498 244,346 2 Sumba Timur 198,186 201,357 204,579 207,852 211,178 214,556 217,989 221,477 225,021 228,621 232,279 235,996 239,771 243,608 247,506 251,466 255,489 259,577 3 Kupang 332,419 337,738 343,142 348,632 354,210 359,877 365,635 371,485 377,429 383,468 389,604 395,837 402,171 408,605 415,143 421,785 428,534 435,390 4 Timor Tengah Selatan 404,516 410,988 417,564 424,245 431,033 437,930 444,936 452,055 459,288 466,637 474,103 481,689 489,396 497,226 505,182 513,265 521,477 529,820 5 Timor Tengah Utara 177,918 180,765 183,657 186,595 189,581 192,614 195,696 198,827 202,008 205,241 208,524 211,861 215,251 218,695 222,194 225,749 229,361 233,031 6 Belu 331,412 336,715 342,102 347,576 353,137 358,787 364,528 370,360 376,286 382,306 388,423 394,638 400,952 407,368 413,885 420,508 427,236 434,071 7 Alor 168,965 171,668 174,415 177,206 180,041 182,922 185,848 188,822 191,843 194,913 198,031 201,200 204,419 207,690 211,013 214,389 217,819 221,304 8 Lembata 97,733 99,297 100,885 102,500 104,140 105,806 107,499 109,219 110,966 112,742 114,546 116,378 118,240 120,132 122,054 124,007 125,991 128,007 9 Flores Timur 215,876 219,330 222,839 226,405 230,027 233,708 237,447 241,246 245,106 249,028 253,012 257,060 261,173 265,352 269,598 273,911 278,294 282,747 10 Sikka 276,590 281,015 285,512 290,080 294,721 299,437 304,228 309,095 314,041 319,065 324,171 329,357 334,627 339,981 345,421 350,947 356,563 362,268 11 Ende 238,486 242,302 246,179 250,117 254,119 258,185 262,316 266,513 270,777 275,110 279,512 283,984 288,528 293,144 297,834 302,600 307,441 312,360 12 Ngada 244,242 248,150 252,120 256,154 260,253 264,417 268,647 272,946 277,313 281,750 286,258 290,838 295,491 300,219 305,023 309,903 314,862 319,899 13 Manggarai 481,479 489,183 497,010 504,962 513,041 521,250 529,590 538,063 546,672 555,419 564,306 573,335 582,508 591,828 601,297 610,918 620,693 630,624 14 Manggarai Barat 179,858 182,736 185,659 188,630 191,648 194,715 197,830 200,995 204,211 207,479 210,798 214,171 217,598 221,079 224,617 228,210 231,862 235,572 15 Rote Ndao 102,651 104,293 105,962 107,658 109,380 111,130 112,908 114,715 116,550 118,415 120,310 122,235 124,190 126,177 128,196 130,247 132,331 134,449 16 Kota Kupang JUMLAH 251,170 255,189 259,272 263,420 267,635 271,917 276,268 280,688 285,179 289,742 294,378 299,088 303,873 308,735 313,675 318,694 323,793 328,973 3,888,058 3,950,267 4,013,471 4,077,687 4,142,930 4,209,217 4,276,564 4,344,989 4,414,509 4,485,141 4,556,903 4,629,814 4,703,891 4,779,153 4,855,619 4,933,309 5,012,242 5,092,438 Sumber: Hasil Analisis tahun 2004 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 50 b. Kebijaksanaan pengendalian penyebaran penduduk ditujukan untuk menyebarkan penduduk secara merata sesuai daya dukung lingkungan dan potensi sumber daya alam, namun hal tersebut tidaklah mudah dilaksanakan. Kecenderungan persebaran penduduk yang tidak merata tersebut perlu diantisipasi agar dimasa mendatang kesenjangan jumlah dan kepadatan penduduk di setiap Kabupaten/Kota tidak bertambah besar, yang selanjutnya berimplikasi terhadap bertambahnya tekanan penduduk terhadap hidup dan pemanfaatan potensi sumber daya alam. Kebijaksanaan penyebaran penduduk harus diarahkan pada pemerataan penduduk antara kabupaten bagian utara dengan kabupaten bagian selatan dan ke wilayah yang berpotensi dalam berproduksi hasil bumi. Upaya pengendalian penyebaran penduduk yang lebih merata dapat dilakukan melalui : Program permukiman kembali (resettlement); Program Transmigrasi; Pengembangan ekonomi skala besar seperti perkebunan pertambangan dan industri pengolahan primer yang bersifat padat karya di daerah yang penduduknya masih jarang; Penyebaran fasilitas dan infrastruktur sosial-ekonomi. c. Kebijaksanaan peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut usaha-usaha yang ditujukan untuk meningkatkan pendidikan dan tingkat kesehatan dapat dilakukan melalui : Meningkatkan dan meyebarkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dan atas; Meningkatkan dan memyebarkan fasilitas pendidikan ketrampilan (kejuruan); Memasyarakatkan pentingnya pendidikan bagi setiap orang; Memasyarakatkan pentingnya kesehatan bagi setiap orang; Meningkatkan dan menyebarkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis; Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat; Meningkatkan kondisi lingkungan yang tidak mendukung kesehatan. 4.3.2.2. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan yang bijaksana untuk mempertahankan daya dukung lingkungan sangat diperlukan agar Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang telah dirumuskan dapat tercapai. Untuk maksud tersebut perlu dirumuskan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan sebagai berikut : a. Mengatur insentif untuk kegiatan-kegiatan skala besar yang mampu meningkatkan fungsi lingkungan dan daya dukung wilayah, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak peningkatan kualitas lingkungan dalam skala besar regional Nusa Tenggara Timur; b. Memberikan disinsentif bagi kegiatan-kegiatan skala besar yang dapat menurunkan daya dukung wilayah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang; c. Memantau dan menindak kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup; d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan melalui peningkatan ketersediaan prasarana sanitasi,air bersih, drainase dan persampahan; e. Memulihkan ungsi lahan-;ahan kritis dan lahan-lahan bekas pertambangan, pembakaran hutan atau kegiatan merusak di dalam hutan maupun di luar hutan baik melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan, bersama-sama dengan masyarakat dan swata; f. Menertibkan penguasaan lahan terutama di wilayah bukan kota/pusat pemukiman yang dimaksudkan untuk memudahkan pemantauan pengendalian lingkungan; g. Memberi perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang mempunyai nilai historis, nilai tambah maupun nilai ilmiah yang merupakan aset nasional, seperti Cagar Alam Pulau Komodo dan sekitarnya, Taman Laut Maumere dan Pulau Riung atau suaka margasatwa dan hutan wisata lainnya yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 51 BAB. V MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur yang telah disusun untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai fungsi-fungisnya perlu didukung mekanisme pengelolaan yaitu arahan-arahan yang menyangkut aspek pelaksanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi. Arahan aspek pelaksanaan diharapkan dapat menjadi pegangan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dalam kurung waktu 15 (lima belas) tahun. Untuk menjamin keefektifan mekanisme pengelolaan Tata Ruang ini, perlu didukung oleh aspek legalisasi sesuai dengan peraturan perundangan berlaku serta kelembagaan yang akan mengoperasionalkannya. 5.1. Aspek Legalisasi dan Kelembagaan Aspek legalisasi dan kelembagaan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang berisikan arahan penggunaan ruang. Peran aspek legalisasi dan kelembagaan sebagai berikut : a. Aspek legalisasi; Aspek legalisasi sangat penting sekali sebelum RTRWP Nusa Tenggara Timur dilaksanakan dan berfungsi sebagai kebijaksanaan pokok pemantauan pembangunan di wilayah propinsi. Untuk itu perlu dipertimbangkan kesesuaiannya dengan aspek legal, yaitu peraturan perundangan yang berlaku serta kewenangan kelembagaannya. b. Aspek kelembagaan; RTRWP Nusa Tenggara Timur yang telah disusun oleh Pemerintah Propinsi (Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah) dengan bantuan tenaga Ahli dari Perguruan Tinggi, LSM atau Konsultan, telah di bahas dan disempurnakan dengan melibatkan instansi vertikal dan dinas-dinas terkait; Pembahasan ini dilakukan di tingkat pusat melalui Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah. Kehadiran instansi terkait dalam rapat-rapat koordinasi untuk pembahasan dan penyempurnaan konsep RTRWP jelas sangat bermanfaat untuk mencapai kesepakatan dan sinkronisasi RTRWP dengan rencana-rencana sektoral yang sudah ada (misal TGHK, RTGT, RDPWP, RIPPDA dan sebagainya), atau bahkan masih dalam taraf konsep dan kegiatan proyek usulan yang diajukan. Walaupun demikian manfaat formal dari RTRWP ini mempunyai kekuatan hukum yang dilaksanakan, iklim administrasi pemerintah mendukung (termasuk sistem informasinya) dan sumber biaya pengelolaannya yang memadai, serta struktur kelembagaan yang terintegrasi dan operasional; Penetapan RTRWP sebagai peraturan daerah merupakan langkah pertama yang harus dilaksanakan setelah RTRWP Nusa Tenggara Timur ini berhasil disusun dan selanjutnya mendapat pengesahan dari Gubernur. Aspek legalisasi ini menjadi persyaratan mendasar dalam proses implementasi RTRWP sebagai produk rencana yang secara hukum akan mengikat; Dalam hubungan ini faktor koordinasi antar instansi menjadi bagian penting yang menentukan apakah mekanisme pengelolaan tata ruang dapat dilaksanakan dengan konsisten atau tidak. 5.2. Penetapan dan Pengesahan RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur perlu ditetapkan terlebih dahulu dalam bentuk Peraturan Daerah Propinsi (Perda). Tata cara penetapan dan pengesahan mengikuti Peraturan Perundangan yang berlaku. Setelah itu, RTRWP yang telah menjadi Peraturan Daerah perlu pula mendapat pengesahan oleh Menteri dalam Negeri. Proses legislasi RTRWP diuraikan sebagai berikut : a. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah (PERDA) pada dasarnya dimaksudkan agar RTRWP tersebut mempunyai kekuatan hukum dan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V-1 dukungan politis sehingga dapat dioperasional dan dipatuhi oleh semua pihak di daerah. Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRWP diusulkan atau diajukan oleh Gubernur kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi PERDA beserta lampiran buku rencana RTRWP itu sendiri; b. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pembahasan secara intensif. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah RTRWP perlu diajukan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri. Usul pengesahan PERDA disampaikan Kepada Menteri Dalam Negeri oleh Gubernur; c. Sebelum mengajukan untuk usulan pengesahan PERDA, Gubernur bersama-sama Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menjaga keterpaduan antara program pembangunan sektoral di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan wilayah sekitarnya; d. Dalam proses pengesahan RTRWP ini Menteri Dalam Negeri akan mengadakan pertimbangan dari instansi terkait dipusat atau Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional untuk kasus-kasus tertentu. 5.3. Pemasyarakatan RTRWP Tahap pemasyarakatan RTRWP mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pada dasarnya tahap ini meliputi dua bagian penting. Pertama saat proses penyusunan RTRWP hingga ditetapkan sebagai Peraturan Daerah, dan kedua pada tahap pelaksanaan RTRWP setelah ditetapkan dan disahkan sampai saat peninjauan kembali setiap kurun waktu lima tahunan. Pada tahap pertama usaha pemasyarakatan RTRWP diarahkan terutama dengan melibatkan berbagai instansi terkait, unsur TNI/POLRI serta wakil masyarakat (DPRD) dalam rapat-rapat koordinasi untuk perumusan masalah-masalah pokok di daerah, perumusan konsep rencana, serta pembahasan dan penyempurnaan RTRWP. Pada tahap yang kedua, pemasyarakatan RTRWP dilakukan dengan menyampaikan informasi secara luas dan menerus mengenai arahan pemanfaatan ruang pada tingkat propinsi berdasarkan struktur tata ruang wilayah. Peran pemerintah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTRWP Nusa Tenggara Timur mempunyai pengaruh besar yang akan menentukan sejauh mana tingkat keberhasilan dan operasionalisasi RTRWP, sekaligus dimaksudkan untuk melibatkan partisipasi masyarakat. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengumumkan dan menyebarkan RTRWP secara efektif dan efisien agar masyarakat dapat terlibat sepenuhnya dalam perwujudan rencana tata ruang terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Dalam hal ini mekanisme pengelolaan Tata Ruang melalui prosedur perijinan (untuk pemanfaatan ruang skala besar) harus jelas dan mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang menjadikan sebagai acuan atau arahan investasi. 5.4. Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur sifatnya masih umum (makro) dalam suatu arahan tata ruang pada wilayah propinsi dengan skala peta 1 : 250.000, untuk lebih lanjut perlu disusun Rencana Tata Ruang dengan kedalaman yang lebih rinci. Pada tingkat Kabupaten atau Kota, rencana ini dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dengan tingkat kedalaman atau ketelitian peta sekurangkurangnya pada skala 1:50.000 atau 1:100.000, dalam rencana tersebut materi RTRWP dapat dilihat dan lebih terukur untuk setiap kawasan. Selain dijabarkan dalam bentuk RTRW Kabupaten/Kota, perlu dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan agar lebih bersifat fungsional untuk mendukung pengembangan sektor tertentu, sehingga wilayah perencanaannya tidak perlu sama dengan administratif. Dalam kaitan ini, konsistensi antara isi RTRWP dengan RTRWK atau Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang akan disusun perlu dijaga secara maksimal, sehingga keterpaduan kegiatan pada wilayah propinsi dapat terjamin. Selain sebagai acuan bagi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang lebih rinci, juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, jangka Menengah dan Jangka Panjang. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V-2 5.5. Aspek Kelembagaan Mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi perlu didukung oleh aspek kelembagaan yang akan lebih berfungsi koordinasi. Dalam kaitan ini fungsi koordinasi pengelolaan tata ruang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai badan yang bertugas membantu Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur dalam melaksanakan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan serta penilaian atas pelaksaaan pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini juga sesuai dengan wewenang Gubernur dalam rangka menyelenggarakan koordinasi instansi vertikal dan antar instansi lingkup Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Unit/ Instansi tersebut berkewajiban : a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi teknis kepada Gubernur; b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur; c. Menyampaikan usul rencana kegiatan kepada Gubernur yang telah dikonsultasikan dengan kepala Instansi yang bersangkutan; d. Mengajukan laporan tertulis secara rutin maupun berkala kepada Gubernur mengenai perkembangan pelaksanaan tugas; Adanya kemungkinan benturan kepentingan sektoral khususnya dalam konflik pemanfaatan ruang (lahan skala besar), maka kesesuaian aspek legal dari RTRWP ini juga perlu dilihat dari koordinasi perangkat vertikal instansi pusat yang ada di daerah (Kantor Wilayah) sehingga memungkinkan operasionalisasi RTRWP secara terpadu. Instansi vertikal ini jelas merupakan bentuk nyata dari azas dekonsentrasi yang didasarkan pada Keppres No. 17 Tahun 1985. Khususnya untuk penanganan masalah pertanahan, maka berdasarkan Keppres No. 26 Tahun 1988 telah dibentuk badan Pertanahan Nasional yang mempunyai tugas untuk menyusun rencana penggunaan tanah yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Dari keputusan-keputusan tersebut jelas sekali dinyatakan bahwa instansi vertikal merupakan unit pelaksana atau perangkat dari departemen/lembaga-lembaga Pemerintah non departemen di propinsi yang bersangkutan. Selanjutnya kewajiban instansi vertikal/Kanwil dalam pelaksanaan fungsi koordinasi yaitu : a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi atasannya kepada Gubenur; b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur atau melaporkan kepada instansi atasannya; c. Melaporkan hasil koordinasi oleh Gubernur dengan yang bersangkutan atas rencana kegiatan sektoral kepada instansi atasannya; d. Menyampaikan laporan tertulis secara berkala kepada Gubernur mengenai perkembangan pelaksanaan tugas yang bersangkutan; e. Memberikan keterangan yang diminta oleh Gubernur. Melalui aspek kelembagaan seperti diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa operasionalisasi RTRWP Nusa Tenggara Timur dapat dilakukan. Dalam hal ini tampak keterkaitan yang erat dari aspek legal adminstratif dan kelembagaan, sehingga RTRWP yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara efektif. 5.6. Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang Aspek yang utama dari mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan RTRWP Nusa Tenggara Timur, antara lain : − Pihak pemerintah, baik Departemen/Instansi Pusat maupun Pemerintah Propinsi melalui penyusunan program-program dan proyek-proyek pembangunan lima tahunan dan tahunan; − Pihak masyarakat yang direalisasikan melalui berbagai investasi baik perorangan ataupun swasta. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V-3 5.6.1. Pemantauan Pemanfaatan Ruang Pemantauan pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kegiatan dari pengendalian pemanfaatan ruang secara keseluruhan. Pemantauan perlu dilakukan oleh instansi tata ruang di daerah serta instansi lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemantauan ini merupakan suatu kegiatan memonitor atau mengawasi pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan ini berguna untuk memonitor dan mengawasi setiap usulan atau pengajuan pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui proses perijinan lokasi (untuk kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam skala besar). Pemanfaatan ruang ini juga mencakup kegiatan mengumpulkan dan memperbaharui (updating) data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan masukan-masukan bagi peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP yang dilakukan setiap 5 (Lima) tahun sekali. Pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan melalui penciptaan dan pengembangan suatu sistem database yang terkoordinir baik dalam suatu unit pusat data dan jaringannya untuk terus-menerus memonitor pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi. Secara bertahap kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan memanfaatkan teknologi mutakhir. 5.6.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang pada RTRWP Nusa Tenggara Timur pada dasarnya dibedakan menurut dua jenis kegiatan, yaitu : Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung; Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Secara umum pengendalian Tata Ruang mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat pemantauan pengawasan dan penertiban kegiatan yang memanfaatkan ruang. Kegiatan pemantauan, seperti telah diuraikan terdahulu, merupakan tahap awal pengendalian. Di dasarkan pada hasil pemantauan tersebut barulah kemudian dapat dilakukan kegiatan pengawasan (untuk menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang) serta penertiban sebagai tindakan penyelesaian/penanganan masalah tata ruang. Pengendalian tata ruang ini perlu dilakukan sehubungan dengan kemungkinan adanya kawasan budidaya dan atau antara kawasan budidaya dengan kawasan budidaya lainnya. Permasalahannya tersebut dapat terjadi untuk kasus-kasus sebagai berikut : a. Rencana dengan status/usaha tanah; b. Rencana dengan proyek-proyek pembangunan; c. Rencana dengan penggunaan tanah yang telah berlangsung. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung meliputi : a. Pemanfaatan fungsi lindung bagi kawasan lindung yang masih dapat dipertahankan; b. Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang tindih dengan kegiatan budidaya atau lahan yang dapat menggagu fungsi lindungnya; c. Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang telah ditetapkan; d. Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut, dengan tindakan konservasi secara intesif; e. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung, sebagai tindakan penertiban kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dapat meliputi : Pengarahan lokasi kegiatan untuk kegiatan budidaya melalui mekanisme perizinan (untuk kawasan berskala besar) dengan pendekatan intensif; Pelarangan/pencegahan dilakukan kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan rencana; Pembatasan kegiatan lain yang telah ada dengan ketentuan tidak dilakukan pengembangan lebih lanjut; Penyelesaian masalah tumpang-tindih antar kegiatan budidaya (baik status/penguasaan lahan, proyek pembangunan, penggunaan lahan yang telah RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V-4 berlangsung lama) berdasarkan berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, SKB menteri-menteri yang berkaitan. Dalam pengendalian pemafaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, peranan koordinasi dalam Pemerintah Propinsi sangat penting secara instansional, hal ini dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Propinsi NTT (Kelompok Kerja Pengendalian) beserta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Petanahan Nasional. Untuk kasus-kasus khusus apabila terdapat permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang yang tidak dapat diselesaikan, maka Gubernur dapat mengajukannya kepada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). 5.6.3. Peninjauan Kembali RTRWP Pada dasarnya rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini harus menjadi pedoman keruangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu RTRWP perlu disesuaikan dengan gerak dinamika pembangunan dan keadaan perkembangan sosial-ekonomi yang terjadi secara dinamis. Agar tetap sesuai dengan gerak dinamika pembangunan daerah RTRWP perlu ditinjau kembali atau dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali atau bilamana dianggap perlu oleh tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP dimaksudkan untuk menyempurnakan atau merevisi materi rancana dengan mempertimbangkan kondisi dan perubahan-perubahan yang terjadi. Penyempurnaan RTRWP perlu dilakukan jika hasil peninjauan kembali (evaluasi) ini menunjukan adanya penyimpangan yang mendasar dalam hal pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam rencana seperti kebijakan pemerintah, perkembangan sosial ekonomi, penemuan teknologi baru dan sebagainya sehingga materi rencana perlu disesuaikan. Dalam kegiatan ini, peninjauan kembali merupakan upaya untuk menjaga fleksibilitas dari rencana tata ruang agar senantiasa dapat sejalan dengan perkembangan yang terjadi yang mempengaruhi tata ruang propinsi. Kegiatan peninjauan kembali pada dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi (dengan keanggotaan yang bersifat koordinatif antar instansi). 5.6.4. Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan Ruang Dalam operasionalisasi arahan pemanfaatan ruang berdasarkan RTRWP yang telah ditetapkan menjadi peraturan daerah membutuhkan biaya-biaya bagi pelaksanaan atau pengelolaannya. Biaya ini meliputi biaya untuk memproses peraturan daerah tentang RTRWP, pemasyarakatan RTRWP, pemantauan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, serta peninjauan kembali atau evaluasi/revisi RTRWP. Sumber pembiayaan ini diperkirakan cukup besar, dan diharapkan berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah (PAD) melalui (APBD) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jika kemampuan pendanaan daerah terbatas dapat meminta bantuan teknis dari pusat yang sifatnya menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memiliki kepentingan nasional di daerah. Selain itu diharapkan adanya partisipasi dari pihak swasta atau suatu bentuk kerja sama pemerintah swasta dalam pembiayaan pengelolaan tata ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V-5 B B.. VVII BAAB IINNDDIIKKAASSII PPRROOGGRRAAM M PPEEM MBBAANNGGUUNNAANN SSEESSUUAAII RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG W WIILLAAYYAAHH PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIM MUURR 22000066--22002200 6.1. Umum Perumusan indikasi program-program pembangunan merupakan salah satu bagian materi yang harus tercakup dalam produk Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Indikasi program pembangunan merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengembangan ruang yang telah ditentukan ke dalam program-program pembangunan yang akan menjadi komitmen Pemerintah. Perumusan indikasi program ini tidak terlepas dari program-program yang telah disusun oleh Departemen/Instansi di Pusat maupun di Propinsi dan dijabarkan dalam 5 (lima) tahun. Dengan demikian, diharapkan fungsi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi sebagai acuan instansi pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dalam menyusun dan melaksanakan program lima tahunan dalam kurun waktu lima belas tahun. Program-program dibawah ini pada dasarnya masih bersifat indikatif, yang diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program membangun sektoral serta pembangunan pada wilayah yang diprioritaskan pembangunannya. 6.2. Indikasi Program Pembangunan Sektoral Pada dasarnya penyusunan program pembangunan sektoral yang akan dikemukakan tidak terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah digariskan pada Program Pembangunan Daerah maupuan kebijakan pembangunan Nasional dan kebijakan pembangunan daerah lainnya. Kriteria umum di dalam menentukan indikasi program pembangunan sektoral secara keseluruhan adalah sebagai berikut : a. Indikasi program disusun dalam upaya untuk memadukan setiap usaha pembangunan yang dilakukan masing-masing sector sehingga tercapai efisiensi pembangunan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur; b. Indikasi Program sektoral ini disusun atas dasar potensi dan permasalahan sektoral di daerah yang telah diidentifikasi; c. Indikasi program sektoral ini juga mengacu dan didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP); d. Indikasi program ini disusun berdasarkan skala prioritas, yaitu berdasarkan permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan. Dalam penyusunan indikasi program pembangunan sektoral pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP) Nusa Tenggara Timur hanya difokuskan pada sector pembangunan yang secara langsung memanfaatkan ruang yang luas untuk mendukung kegiatannya. Sektorsektor dimaksud tersebut adalah : (1) Pembangunan Pertanian dan Kehutanan; (2) Pembangunan Perikanan dan Kelautan; (3) Pembangunan Pengairan dan Sumberdaya Air; (4) Pembangunan Pertambangan dan Energi; (5) Pembangunan Perhubungan; (6) Pembangunan Pariwisata; (7) Pembangunan Perumahan dan Permukiman; (8) Pembangunan Lingkungan Hidup. 6.2.1. Tanaman Pangan dan Hortikultura Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dapat dilaksanakan pada potensi lahan kering dengan luas sekitar 1.528.308 ha dan potensi lahan basah seluas 284.103 ha diarahkan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan pelaku ekonomi. Untuk mengoptimalkan tingkat pencapaiannya maka didukung melalui pengembangan program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Petani dan Program Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan Tanaman dan Hortikultura di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel VI-1. 6.2.2. Tanaman Perkebunan dan Kehutanan Pengembangan Tanaman Perkebunan sesuai Rencana Dasar Pengembangan Wilayah Perkebunan (RDPWP) dengan potensial sekitar 888.931 Ha diarahkan pada upaya untuk memperkuat basis industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan ekspor dan pendapatan petani melalui program pokok sebagai berikut : (1) Peningkatan Produksi serta Produktivitas RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 1 Petani; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Dari aspek ekonomi, pembangunan tanaman perkebunan ditujukan untuk mendukung pergeseran pangsa PDRB dari sektor primer ke sektor sekunder melalui peningkatan skala usaha yang dapat mendorong industri pengolahan. Dari aspek lingkungan, pembangunan perkebunan diharapkan mendukung konservasi lingkungan terutama pada wilayah-wilayah yang rawan bencana alam longsor dan kritis. Tabel VI.1 ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 2 Tabel VI.1 Indikasi kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No Basis Ekonomi Luas (Ha) Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Daerah Lokasi 1 Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura 1.528.308 Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Penegmbangan industri pengolahan Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang Kabupaten seNTT 2 Pertanian Lahan Basah 284.103 Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pengembangan industri pengolahan Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija Pakan ternak besar (sapi potong) Kabupaten seNTT RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 3 Pembangunan kehutanan diarahkan pada upaya pelestarian, rehabilitasi hutan kemasyarakatan dan perluasan kawasan hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan masyarakat melalui program-program sebagai berikut : (1) Pelestarian Hutan Konservasi, Lindung dan Produksi Berbasis Masyarakat; (2) Pengembangan Hutan Produksi Berbasis Masyarakat; dan (3) Pemantauan, Pengawasan, Pembinaan dan Pengaturan Pengelolaan Hutan. Dari aspek ekonomi pembangunan kehutanan ditujukan untuk meningkatkan daya dorong ekonomi khususnya produksi non kayu dan produksi kayu terpilih, dengan garapan fungsi utamanya yaitu mendukung kelestraian lingkungan tetap terjamin kualitasnya. Rencana kegiatan prioritas pembangunan tanaman perkebunan dan kehutanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV-2. Tabel IV-2. ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 4 Tabel IV.2 Indikasi kegiatan prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 Basis Ekonomi Perkebunan Luas (Ha) 888.931 2 Hutan Produksi Tersebar RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan/Lokasi Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pengembangan industri pengolahan Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pengembangan industri pengolahan Pembinaan pelaku dan Kelembagaan Andalan nasional : Jambu mete Andalan Regional : Kopi, kakao, kelapa Andalam Lokal : Vanili Kabupaten Se-NTT Hasi kayu: cendana, jati, gaharu Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri Kabupaten Se-NTT VI - 5 Lokasi 6.2.3. Perikanan dan Kelautan Pembangunan bidang perikanan dan kelautan diarahkan pada upaya pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan percepatan perubahan struktur ekonomi serta menjaga kelestariannya untuk kepentingan jangka panjang. Perikanan dan kelautan didukung potensi sumberdaya hayati laut multispecies pengembangannya didukung melalui program pembangunan yaitu : (1) Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pengelolaan Potensi Wilayah Pesisir dan Laut; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Nelayan dan Masyarakat Pesisir; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan perikanan dan kelautan sebagaimana Tabel IV-3. Tabel IV-3. ..., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 6 Tabel IV.3 Indikasi kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 2 3 4 Basis Ekonomi Perikanan Darat Perikanan Tangkap Perikanan Pantai Budidaya Perikanan Budidaya laut Budidaya tambak Luas (Km2) 8.375 Ha 200.000 Km2 5.700 km 40.605 Ha 5.5150 Ha 35.455 ha RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Kegiatan Prioritas Intensifikasi kolam ikan Intensifikasi potensi tangkap Intensifikasi kegiatan tangkap Intensifikasi dan ekstensifikasi Ekstesifikasi potensial yang belum dikelola Pembinaan pelaku dan Kelembagaan VI - 7 Komoditas Unggulan Bandeng, Mujair Tuna, Cakalang Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias Rumput laut, Kakap, Udang Lokasi Kabupaten seNTT 6.2.4. Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi Pembangunan sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung peningkatan pembangunan sentra-sentra produksi dan kegiatan ekonomi yang didukung : (1) Ketersediaan air permukaan yaitu curah hujan tahunan rata–rata 1.200 m atau 56.82 Miliard m3 air pertahun yang diandalkan 25% atau 14.20 Miliard m3 setara 450 m3/detik baseflow andalan pada musim hujan atau pada musim kemarau menjadi 85 m3/detik dibanding kebutuhan 4.8 Miliard m3 setara 152.000 m3 /detik; (2) Ketersediaan Air Tanah. Potensi air tanah tersebar dominan di dataran rendah dengan kapasitas > 35 m3/detik, yang saat ini baru dimanfaatkan 6 m3/detik dari 844 sumur PAT. Pembangunan Sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung kegiatan pertanian dan penyediaan air baku. Dalam upaya meningkatkan peran pengairan dalam mendukung peningkatan pelayanan irigasi dan penyediaan air baku maka diupayakan peningkatan tiga aspek utama prasarana pengairan yaitu : peningkatan kualitas bangunan utama, peningkatan jumlah dan kualitas jaringan irigasi dan peningkatan kelembagaan pengelola irigasi. Khusus untuk penyediaan air baku didukung dengan perpipaan distribusi pada satuan-satuan permukiman yang sangat membutuhkan dukungan penyediaan air bersih. Untuk mengoptimalkan pengembangan sumberdaya air dan irigasi didukung kegiatan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Irigasi sebagaimana Tabel VI-4. Tabel VI-4 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No Prasarana A. 1. Yang Telah Ada Irigasi teknis 2. Irigasi Semi teknis 3. Embung Irigasi 4. Jaringan Irigasi Air Tanah B. Pembangunan Baru Jumlah (Unit) 60 1.297 46 1266 PM Kegiatan Prioritas Lokasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi Pembangunan di 23 Lokasi Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi Pembangunan di 422 Lokasi Pembinaan kelembagaan P3A, GP3A Pembangunan sumberdaya air dan irigasi pada Sumber daya lahan kering dan potensi lahan basah Kabupaten se-NTT 6.2.5. Pertambangan dan Energi Pembangunan bidang pertambangan dan energi diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal dan bertanggungjawab potensi tambang dan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan penerimaan daerah serta mengupayakan berbagai tindakan pengamanan untuk menjamin keberlanjutannya dalam jangka panjang. Program pokok yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Tambang; (2) Pengembangan Jangkauan Layanan Energi; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pemanfaatan Potensi Tambang dan Energi. Indikasi kegiatan prioritas untuk mengoptimalkan pembangunan Pertambangan dan Energi sebagaimana Tabel VI-5 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 8 6.2.6. Infrastuktur Ekonomi Pembangunan infrastruktur ekonomi diarahkan untuk menunjang pengembangan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor produksi andalan serta menghubungkan wilayah ekonomi yang satu dengan lainnya sehingga tercipta kesatuan ekonomi yang memungkinkan meningkatnya mobilitas faktor produksi, barang dan jasa. Infrastruktur dalam kerangka pembangunan Nusa Tenggara Timur sangat strategis mengingat posisi geografisnya yang relatif jauh dengan pusat-pusat pasar dan geografis wilayah kepuluan yang tersebar meliputi 566 pulau. Sesuai dengan geografi wilayah maka moda transportasi massal yang dapat digunakan untuk meningkatkan aksesibilitas untuk pengangkutan barang dan orang dalam wilayah yaitu moda darat khusus untuk wilayah pulau-pulau besar dan moda laut untuk aksesibilitas antar pulau. Moda udara dilakukan dalam jumlah terbatas dan lebih dominan diperuntukkan untuk mendukung aksesibilitas ke luar wilayah. Moda laut juga cukup dominan untuk mendukung akses ke luar wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut maka pembangunan infrastruktur terutama yang berkaitan dengan peningkatan aksesibilitas pembangunan ekonomi dalam wilayah dan peningkatan aksesibilitas kegiatan ekonomi ke luar wilayah dilaksanakan melalui upaya yaitu : (1) Peningkatan Kualitas Layanan Sarana dan Prasarana Perhubungan Darat, Laut dan Udara; (2) Peningkatan dan Pemeliharaan Prasarana Jalan dan Jembatan. Kegiatan prioritas dalam upaya mendukung capaian pembangunan infrastruktur ekonomi sebagaimana Tabel VI.6. 6.2.7. Industri Pembangunan industri diarahkan untuk mendorong percepatan perubahan struktur ekonomi dan pendalaman struktur industri untuk menjamin laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan usaha dan kesempatan kerja produktif, peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah dengan memanfaatkan secara optimal bahan mentah yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi andalan dan potensi industri yang tersedia melalui program-program sebagai berikut : (1) Pengembangan Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT); (2) Pengembangan Kelembagaan dan SDM pada Usaha IKRT; (3) Pengembangan Usaha Industri Menengah dan Besar; dan Pengembangan Model Kemitraan Antar Skala Industri. Kegiatan prioritas pengembangan industri sebagaimana Tabel VI.7. Tabel.VI.5 ...., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 9 Tabel VI.5 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No Basis Pertambangan 1 2 3 Pertambangan Golongan A Pertambangan Golongan B Pertambangan Golongan C 4 Sumberdaya Energi Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Survey Penyelidikan Umum, Eksplorasi dan eksplotasi potensi Melanjutkan kegiatan eksplotasi Sumberdaya pertambangan dan yang telah dikelola Pembinaan pelaku dan kelembagaan Pengembangan Energi dan energi baru yang telah dikelola dan yang belum dikelola Pembinaan pelaku dan kelembagaan Minyak bumi Emas, Marmer Batu hijau, batu apung dan batu hitam Energi Panas Bumi, Energi Angin, energi surya dan energi mikro hidro Sebaran Lokasi Utama Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Kabupaten se-NTT Tabel VI.6 Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 2 2 Kawasan Potensial Jalan dan Jembatan Nasional Propinsi Kabupaten Terminal Tipe A Tipe B Tipe C Perhubungan Pelabuhan Laut Bandara Udara Panjang (Km2)/Unit Kegiatan Utama Sebaran Lokasi Utama 1.121,87 2.939,86 12.866,81 Pemeliharaan rutin, Pemeliharaan berkala, Peningkatan dan Pembangunan Kabupaten/kota se-NTT 3 unit 16 unit 194 Unit Pembangunan dan Pemeliharaan Kupang, Atambua, Maumere, Labuhan Bajo 13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih 22 unit Peningkatan kapasitas dan kualitas layanan Peningkatan kapasitas dan kualitas layanan Kabupaten/kota se-NTT 14 unit RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 10 Tabel VI.7 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 Kawasan Potensial Kawasan Industri Kupang Barat Kegiatan Prioritas Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru 2 Industri Rakyat 3 Industri Garam 4 Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan Agroindutri perikanan Peningkatan skala usaha pembangunan baru Peningkatan skala usaha pembangunan baru Peningkatan skala usaha pembangunan baru Peningkatan skala usaha pembangunan baru 5 RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Komoditas Unggulan Industri galangan kapal Sebaran Lokasi Utama Kabupaten Kupang dan Tenun ikat, Kabupaten Se-NTT dan dan Garam Yodium Artemia Kopi, Kacang tanah, Mete, Kelapa, Kakao, Pengalengan ikan, pakan ternak Kupang dan Ngada dan VI - 11 Kabupaten Se-NTT Kabupaten Se-NTT 6.2.8. Pariwisata Pendayagunaan pariwisata dengan memanfaatkan pulau-pulau yang potensial dilakukan dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi-fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Timur didukung dengan Program Pengembangan Kerjasama Antar Wilayah dan Peningkatan Promosi Pariwisata. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan kerjasama antar daerah sehingga dapat mendorong pembangunan kepariwisataan melalui : (1) Mengembangan jenis-jenis obyek wisata sehingga terciptanya kondisi bagi pengembangan industri pariwisata; (2) Meningkatkan kualitas daya tarik wisata baik Wisman maupun Wisnus; dan (3) Memberikan rekomendasi bagi pembangunan infrastruktur kepariwisataan. Sasaran program Pariwisata adalah : (1) Meningkatkan arus dan jumlah kunjungan wisata; (2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah baik secara langsung (direct income effect), secara tidak langsung (indirect and induced income effect); (3) Memperluas jaringan kerjasama pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri; (4) Menjadikan NTT sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Dalam upaya lebih mendorong pembangunan bidang pariwisata, maka pembangunan diarahkan untuk memantapkan pengembangan kawasan dan sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat dan daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah melalui pengembangan lokasi-lokasi wisata pada 7 Satuan Wilayah Pengembangan pariwisata. Kegiatan utama meliputi : Pengembangan Kawasan Wisata melelui penyediaan fasilitas dukungan akses, komunikasi, sanitasi dan air bersih; Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Kepariwisataan; Pengembangan SDM dan Kelembagaan Pariwisata. Lokasi wilayah pengembangan dan lokasi Pengembangan kawasan pengembangan pariwisata Satuan seperti Tabel VI.8. 6.2.9. Perumahan dan Permukiman Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan kebutuhan papan, selain pangan dan sandang. Perumahan dan permukiman juga memiliki fungsi strategis sebagai pusat pendidikan dan regenerasi di dalam keluarga, serta persemaian budaya di tengah masyarakat. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia yang seutuhnya. Pembangunan bidang permukiman yang diarahkan sebagai bagian untuk meningkatkan kenyaman penduduk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dilaksanakan melalui pendekatan : Membangun dan mengembangkan kemampuan penduduk untuk membangun perumahan yang sehat dan layak huni atas kemampuannya sendiri yang mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Pedesaan yang terpadu, komprehensif dan aspiratif; Terciptanya permukiman yang tertib, sehat dan indah, sesuai Rencana Tata Ruang; Di perkotaan menghindari permukiman yang bernuansa eksekutif karena dihuni oleh etnik atau agama tertentu; Di Perdesaan pembangunan mengutamakan bahan lokal namun tidak sampai menimbulkan ancaman bagi kelestarian lingkungan. Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas permukiman dan perumahan yang layak huni maka perlu didukung dengan kegiatan prioritas sebagaimana Tabel VI-9. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 12 Tabel VI.8 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 2 3 4 5 Kawasan Wisata KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote Ndao KWS Timor II: TTU, Belu, Alor KWS Flores I: Lembata- FlotimSikka KWS Flores II : Ende- Ngada 6 KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat KWS Sumba I : Sumba Barat 7 KWS Sumba II: Sumba Timur RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Komoditas Andalan Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya Lokasi Teluk Kupang, Nembrala, Mutis-Timau, Kolbano Tanjungbastian, Tanjungbastian, TWAL Alor Lamalera-Lewoleba, Larantuka, Teluk Maumere Danau Kelimutu, Riung 17 Pulau Iteng, Pulau Komodo, Kodi/Pero Rua, Wanokaka Lewa, Baing/Kalala, Taribang VI - 13 Pembangunan perumahan dan permukiman juga terkait dengan pembangunan perkotaan sebagai pusat-pusat kegiatan pelayanan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Sesuai potensinya kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur terbagi dalam tiga kemampuan yaitu kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Program kegiatan terutama untuk mendukung fungsi-fungsi kota yang mencerminkan kapasitas layanan kota dan fungsinya sebagaimana Tabel VI-10. Tabel VI.9 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perrumahan dan permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No A Permukiman Permukiman Eksisting Permukiman Perkotaan Permukiman Perdesaan Rumah Air bersih B Unit 2.278 787.714 38,86 % Lokasi baru Permukiman Perkotaan Permukiman Perdesaan Rumah Air bersih 292 29 227 78.771 3,8 % Kegiatan Utama Sebaran Lokasi Utama Penataan lingkungan: jalan lingkungan, sanitasi, draenase Penataan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT 292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, sanitasi, draenase Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi Pembangunan rumah yang tidak layak huni Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan Kelurahan Kab./Kota se-NTT Kelurahan Kab./Kota se-NTT Desa/Kelurahan Kab/Kota se-NTT Tabel VI.10 Kota pusat kegiatan dan fungsi utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020 No 1 Pusat Kegiatan PKN 2 PKW 3 PKL Kota Kota Kupang, Maumere, Atambua, Labuhan bajo Soe, Kefamenanu, Betun, Kalabahi, Larantuka, Bajawa, Mbay, Ende, Ruteng, Waikabubak, Waitabula, Seba, Betun, Mbay, Wetabula Kota-kota kecamatan RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Fungsi Utama Pemerintahan Pendidikan Simpul Pelayanan jaringan transportasi wilayah dan nasional Kota persinggahan utama Pemerintahan Pendidikan Simpul Pelayanan jaringan transportasi wilayah Kota pendukung Pemerintahan lokal Pendidikan lokal Simpul Pelayanan jaringan transportasi local Kota pendukung pusat kegiatan wilayah VI - 14 6.3. KAWASAN PRIORITAS Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien, keseimbangan pengembangan wilayah dan keseimbangan ekosistem ditetapkan kawasan prioritas. Selain didasarkan pada keberadan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan penggunaanya. Penggunaan untuk kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Dalam menentukan kawasan prioritas, dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut : - Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik secara regional maupun nasional; - Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas; - Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi lingkup regional maupun nasional; - Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan yang mendesak; - Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu dikendalikan dengan segera; - Kawasan dengan fungsi khusus. Berdasarkan kriteria, telah ditetapkan Kawasan Prioritas yang dinamakan Wilayah Pengembangan (Area Development) dan perlu dioperasikan/dijalankan, yaitu : (1) Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah adalah : a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi : Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan : Besikama-Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan : Kapan – Eban – Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan : Alor Selatan - Lantoka; Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga – Magepanda; Kawasan Mbay-Mautenda dengan Sub Kawasan : Mbay – Riung Mautenda-Maurole; Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan : Lembor - Ngorang; Kawasan Komodo; Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan : Iteng - Buntal; Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; Kawasan Wanokaka Anakalang dengan Sub Kawasan : Kawasan Wanokaka-Anakalang; Kawasan Kodi Laratama dengan Sub Kawasan : Kodi – Laratama; b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu(SWPLT) : SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda, SWPLT- Laut Sawu I, SWPLT- Laut Sawu II, SWPLT- Laut Sawu III, SWPLT – Laut Flores, SWPLT- Selat Sumba, SWPLTLaut Timor, SWPLT- Laut Hindia, SWPLT- Selat Sape; (2) Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan daerah terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman : Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil : Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar; (4) Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung di kawasan perbatasan negara dan lintas kabupaten, kawasan kritis dan kawasan rawan bencana lintas kabupaten. 6.3.1. Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh Kawasan tersebut selanjutnya untuk memberikan daya dorong yang lebih besar atas fungsifungsinya maka dikelompokkan dalam kawasan dengan skala yang lebih besar dengan rencana pengembangan sebagaimana Tabel. VI-11. 6.3.2. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu Dalam upaya mempercepat pembangunan juga teridentifikasi kawasan pesisir laut terpadu yang potensial dikembangkan dengan basis utama perikanan dan kelautan, wisata bahari, jasa RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 15 kelautan, industri serta pertambangan dan energi, Adapun kawasan tersebut sebagaimana Tabel VI.12. Disamping kawasan pertanian terpadu dan kawasan pesisir dan laut terpadu juga diidentifikasi kawasan cepat tumbuh karena didukung dengan sumberdaya dan parasarana sebagaimana Tabel VI.13. 6.3.3. Kawasan DAS Kritis Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena belum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan Daerah/wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut diatas adalah sebagai berikut : Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman; Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap; Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan asaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna; Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat. Adapun Kawasan DAS kritis yang perlu mendapat perlindungan melalui upaya pencegahan dan pengendalian kemungkinan terjadinya bencana alam yang dapat menimbulkan hambatan percepatan pembangunan diantaranya sebagai berikut : - DAS Kupang; - DAS Oesao; - DAS Mina; - DAS Olim/Oepoli; - DAS Danotua; - DAS Manubulu; - DAS Lakamola; - DAS Sabu; - DAS Daigama; - DAS Behanim; - DAS Tamutu; - DAS Bone. 6.3.4. Kawasan Lindung Strategis Indikasi progam pembangunan kawasan steategis pada kawasan lindung ditujukan untuk meningkatkan kualitas fungsi lindung dan pelestarian kawasan-kawasan yang berfungsi lindung RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 16 dengan indikasi kegiatan priotritas yaitu konservasi, rehabilitasi dan penataan fungsi kawasan. Kawasan strategis yang berfungsi lindung sebagaimana Tabel VI.14. 6.3.5. Kawasan Terbelakang Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan untuk menunjukan adanya masyarakat yang primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan pendukunglainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk : Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru; Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat di mungkinkan); Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat. Tabel VI.11. ....., RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 17 Tabel VI.11 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kawasan Prioritas KWS Noelmina KWS Benanain KWS Noelbesi KWS Alor Selatan KWS Tanjungbunga-Magepanda Mbay-Maotenda Lembor Iteng Mangili Wanokaka-Anakalang Kodi-Laratama Tahun Pelaksanaan 5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3 Sub Kawasan Oesao- Amarasi-Bena Besikama-Oeroki Kafan-Eban-Amfoang Alor Selatan-lantoka Tanjungbunga-Konga-Magepanda Mbay-Riung-Mautenda-Maurole Lembor-Ngorang Iteng-Buntal Mangili-Kambaniru-Melolo Wanokaka-anakalang Kodi-Laratama Tabel VI.12 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020 NO 1 2 3 4 SWP Pesisir dan Laut SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda Sub Wilayah I Pesisir Utara Kab. TTU, Belu Sub Wilayah II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor SWPLT- Laut Sawu I Sub Wilayah II Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau Sub Wilayah IV Rote Pesisir Pulau Rote SWPLT- Laut Sawu III Sub Wilayah V Pesisir Kab. Lembata & Flotim Sub Wilayah VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil SWPLT- Laut Sawu II RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Pusat Pertumbuhan Atapupu Kalabahi Kota Kupang Baa Lewolewba Larantuka VI - 18 5 Tahun 1 Tahun Pelaksanaan 5 Tahun 2 5 Tahun 3 NO SWP Pesisir dan Laut Sub Wilayah VII Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada SWPL Laut Flores: Sub Wilayah VIII Pesisir Utara Kabupaten Flores Timur dan Sikka Sub Wilayah IX Pesisir Utara Kabupaten Ngada dan Ende 6 7 8 9 SWPLT- Selat Sumba Sub Wilayah X Pesisir Kab.Sumba Timur Sub Wilayah XI Pesisir Kab. Sumba Barat SWPLT- Laut Timor Sub Wilayah X II Pesisir Selatan P.Timor SWPLT- Laut Hindia Sub Wilayah XIIII Pesisir Pulau Sabu SWPLT- Selat Sape Sub Wilayah IVX Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Pusat Pertumbuhan Ende Maumere Mbay Waingapu Waikelo Kolbano Seba Labuan Bajo VI - 19 Tahun Pelaksanaan 5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3 Tabel VI.14 Indikasi kegiatan Prioritas Kawasan Lindung di propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kawasan Strategis TNl Kelimutu TNl Lai Wangi Wanggameti TNl Manupeu Tanadaru TNl Komodo TNL Komodo THR Prof IR. Herman Yohanes CA Riung CA Maubesi CA Way Wuul/Mburak CA Gunung Langgaliru CA Watu Ata Wolo Talo Nggede Nalo Merah, Siung SM Perhalu SM Kateri SM Harlu TW Tuti Adigae TW Alam Tujuh Belas Pulau TW Pulau Besar TW`Manipo TW Ruteng RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 Luas (HA) Tahun Pelaksanaan Kegiatan Utama 5.000 47.014 87.984 173.300 75.000 3.115 2.000 1.830 3.000 15.638 4.898 4.016 Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan 5 Tahun 1 1.000 4.560 2.000 5.000 9.900 3.000 2.499 32.248 Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan Peningkatan fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi fungsi hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan VI - 20 5 Tahun 2 5 Tahun 3 6.3.6. Kawasan Perbatasan Negara Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 255,4 km, mencakup 3 wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, TTU dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambenu wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten TTU 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km. a. Perbatasan Darat Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan, yaitu : Kabupaten Kupang : Kecamatan Amfoang Utara; Kabupaten Timor Tengah Utara : Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Belu : Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur, Lamaknen dan Kecamatan Kobalima. b. Perbatasan Laut Kawasan perbatasan Laut Wilayah Propinsi NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten dan 5 Kecamatan, yaitu : Kabupaten Kupang : Kecamatan Amfong Utara; Kabupaten Belu : Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima; Kabupaten TTU : Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Alor : Kecamatan Alor Barat Daya. Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut : Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; Meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan; Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik. Dalam upaya mencapai percepatan pembangunan kawasan perbatasan perlu dikembangkan upaya-upaya pembangunan secara khusus dan intensif karena daerah ini merupakan perwakilan citra Indonesia dihadapkan bangsa/negara lain. Untuk meningkatkan stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat di sepanjang perbatasan maka Strategi Operasional Pembangunan Kawasan Perbatasan difokuskan pada pendekatan pembangunan sebagai berikut : a. Peningkatan Pembangunan Ekonomi untuk membuka peluang perdagangan antar negara melalui upaya antara lain : Membuka pasar resmi, agar pasar tradisional menjadi peluang pembangunan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, dengan peraturan yang jelas dan pasti; Peningkatan pelayanan lalulintas perdagangan melalui pembukaan lembaga keuangan di perbatasan; Meningkatankan produksi dan produtivitas masyarakat perbatasan yang memiliki daya saing. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 21 b. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia diupayakan melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mutu manusia tidak kalah bersaing dengan masyarakat dari mancanegara dalam ilmu, pengetahuan dan teknologi (IPTEKS) termasuk kesehatan; c. Peningkatan Prasarana Wilayah (1) Peningkatan Aksesibilitas Wilayah dilaksanakan melalui peningkatan mutu jalan dan jembatan menuju daerah perbatasan guna menunjang arus barang dan pengamanan citra bangsa; (2) Peningkatan Perumahan, Permukiman dan Tata Ruang dilaksanakan melalui Penataan ulang ruang wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan ekonomi terpadu yang baru dan berorientasi pada pemukiman, pengembangan kawasan potensial, sistim perhubungan dan transportasi intermodule; (3) Peningkatan dukungan sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi; d. Penegakkan Hukum dan HAM dilaksanakan dengan pendekatan bahwa masyarakat perbatasan melakukan hubungan dengan koridor hukum Intenasional. Beacukai, Imigrasi dan karantina sebagai bagian dari pengawas pintu perbatasan harus mampu menjalankan tugasnya sesuai hukum yang berlaku. e. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban dikelola secara profesional dan karena itu sarana dan prasarana keamanan di perbatasan harus mendapat perhatian yang wajar. Tempat tinggal para pengaman perbatasan harus mendapat perhatian yang manusiawi, misalnya dengan penerangan, bangunan yang sehat dan jaminan hidup yang bergizi, termasuk alat komunikasi yang memadai. Penataan Tapal Batas Timor Leste – Australia dan Republik Indonesia perlu dibuat “Perbatasan Zona Maritime“ antara tiga negara, termasuk penetapan titik trijiction antara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Penentuan batas wilayah udara untuk RI dan Timor Leste meliputi batas wilayah darat dan batas wlayah laut yang ditarik secara tegak lurus ke atas. Hal mana perlu pengaturan kewenangan FIR dan ATC (Air Traffic Control) yang jelas untuk keselamatan penerbangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 22 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi KABUPATEN SIKKA Labuan Bajo PROP. NTB KABUPATEN MANGGARAI Ruteng Maumere KABUPATEN NGADA KABUPATEN MANGGARAI BARAT Larantuka KABUPATEN FLORES TIMUR Gambar : 2.1 Lewoleba KABUPATEN ALOR KABUPATEN LEMBATA KABUPATEN ENDE Bajawa PETA ADMINISTRASI NUSA TENGGARA TIMUR SELAT OMBAI Ende Negara Timor Leste Keterangan : o 9 00' Atambua Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten SELAT SUMBA Negara Timor Leste Garis Pantai Jalan Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Batas Kecamatan KABUPATEN TT U Kefamenanu N TE PA BU LU K A BE KABUPATEN SUMBA BARAT L A U T S A W U Waingapu Waikabubak Soe KABUPATEN KUPANG KABUPATEN SUMBA TIMUR KABUPATEN T TS 10 00' o KUPANG T KABUPATEN ROTE NDAO Baa L A U I M O R T N 11 00' o 1:2000000 S o 119 00' o 120 00' USA N TENG IM GARA T UR A M U D E R A H I D o 121 00' I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) 195 8 PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Index/Petunjuk Peta II 4 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S # # V & T S A P E # Labuan Bajo # # LA # # # # # # # # # # Bajawa # # # ## # SE 9 00' # # Ruteng # # ## # Larantuka& V# # # & V # # # Lewoleba # # # # # # # # Maumere V # # & # # # # # # # # ## # V# & Ende # # # # Kalabahi# V & ## # # Gambar : 4.8 # # T LA SE I BA OM # SELA T S UMBA # # # # # # # # # # L # # # # # Waikabubak ## A U T S A W # # U Waingapu V & # # # o 10 00' # KUPANG # # [# # # % # # # # ## # # # # # SO'E # # ## ## # # # # # # # # # # # # Kota Propinsi Kota Pantai Kabupaten Kota Kabupaten Kota Kecamatan Kota Pantai Kecamatan Batas NegaraBtsneg Batas PropinsiBtsprop Batas KabupatenBtskab Batas KecamatanBtskec JalanJalan Garis PantaiPantai # # # Sumber : Hasil Analisa # # # BA'A # % [ V & # # # # # # Kefamenanu # Keterangan : # # # # PETA KOTA-KOTA PANTAI DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR N # V & UT LA o 11 00' # OR TI M 1:2250000 S o 119 00' A M U D E R A o 120 00' H I o 121 00' N u s N D I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' a 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV - 37 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi Larantuka Y # PROP. NTB Labuan Bajo Mbay S # Y # Y # Ruteng Y # Lewoleba Y # Gambar : 4.6 Maumere S # Bajawa Y # #Ende Y o 9 00' SE T LA BA PETA PUSAT KEGIATAN NASIONAL DAN PUSAT KEGIATAN WILAYAH I NEGARA TIMOR LESTE S # SELAT S UMBA Atambua NEGARA TIMOR LESTE Mamboro Y # Y # Waikabubak Y # OM Keterangan : Y # Waitabula Garis Pantai Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Kefamenanu Waingapu S # L A U T S A W U Y # SO'E o 10 00' # SKUPANG BA'A Y # UT M S # # Y OR o 11 00' LA TI Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Usulan Jln Kolektor Primer Jalan Tanah Pusat Kegiatan Nasional Pusat Kegiatan Wilayah N S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N N D o 121 00' u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' T 1:2250000 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : * Hasil Analisis o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S SWPLT Laut Flores Kalabahi PROP. NTB Larantuka Y # Y # Labuan Bajo Y # Y # Ruteng Gambar : 4.3 Maumere Y # Bajawa Y # SWPLT Selat Ombai SWPLT Laut Sawu III #Ende Y SWPLT Selat Sape o 9 00' Y # Lewoleba SE LA OM T Y # SELA T S UMBA L Waikabubak Y # A U T S A W PETA SATUAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT I NEGARA TIMOR LESTE SWPLT Laut Sawu II SWPLT Selat Sumba BA U Keterangan : Atambua NEGARA TIMOR LESTE Garis Pantai Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # Kefamenanu Waingapu Y # Y # SWPLT Laut Sawu I o 10 00' % KUPANG [ LA BA'A Y # Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Usulan Jln Kolektor Primer Jalan Tanah SWPLT Laut Timor SO'E UT TI M OR Swp SWPLT Selat Ombai SWPLT Laut Sawu I SWPLT Laut Sawu III SWPLT Laut Sawu II SWPLT Laut Flores SWPLT Selat Sape SWPLT Selat Sumba SWPLT Laut Hindia SWPLT Laut Timor o 11 00' SWPLT Lautan Hindia S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N N D o 121 00' u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' N T 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1:2250000 Sumber : * Hasil Analisis REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 o 8 00' L A U T F L O R E S Kalabahi Larantuka Y # PROP. NTB Labuan Bajo Y # Y # Lewoleba PETA RENCANA KAWASAN HUTAN Maumere Y # Y # Ruteng Bajawa Y # #Ende Y SE o 9 00' Gambar : 4.2 Y # OM T LA I BA NEGARA TIMOR LESTE Y # SELAT SUMBA Garis Pantai Jalan Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Atambua NEGARA TIMOR LESTE Y # Waikabubak Kefamenanu Waingapu Y # Y # L A U T S A W U Hutan Bakau Y # SO'E Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Hutan Konversi Cagar Alam Suaka Marga Satwa Taman Wisata Taman Buru Enclave o 10 00' %KUPANG [ BA'A Y # UT TI M OR o 11 00' LA S A M U D o 119 00' E R A H I o 120 00' N u s a N D I A o 121 00' o 122 00' T N o 123 00' Keterangan : o 124 00' o 124 30' Kawasan Lindung : 1. Hutan Lindung 2. Suaka Marga Satwa 3. Taman Wisata 4. Taman Buru 5. Cagar Alam 6. Hutan Bakau Kawasan Budidaya : 1. Hutan Produksi Tetap 2. Hutan Produksi Terbatas 3. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1:2250000 Sumber : * Dinas Kehutanan Prop. NTT * Hasil Analisis IV 18 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Gambar : 4.1 SAP E S EL AT PROPINSI NTB PETA RENCANA KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA TAHUN 2002 SELAT OMBAI Keterangan : Negara Timor Leste o 9 00' SELAT SUMBA Negara Timor Leste L A U T S A W U o 10 00' T N L S 11 00' o A M U D E R A H I D I A U I M O R T A 1:2000000 Sumber : Hasil Analisa DM o 119 00' o 120 00' USA N Kota Garis pantaiPantcl Batas PropinsiPropcl Batas NegaraNegcl Batas KabupatenKabcl Batas KecamatanKeccl Kawasan Lindung/Budidaya Hutan Lindung Hutan Wisata Hutan Bakau Taman Wisata Taman Wisata Laut Taman Nasional Suaka Marga Satwa Cagar Alam Rawan Gunung Api Rawan Gempa Lahan Basah Lahan Kering Tanaman Keras Peternakan Perikanan Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Hutan Konversi Industri Pariwisata Lahan Cadangan Permukiman Kws Plasmanutfah Enclave TENG GARA TI MUR o 121 00' o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) 195 8 PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Index/Petunjuk Peta o 8 00' L A U T F L O Kawasan Komodo PROP. NTB Y # Kalabahi Larantuka Y # Y # Lewoleba Y # Kawasan Alor Selatan Y # #Ende Y SE Kawasan Iteng Buntal Kawasan Lembor Nggorang Kawasan Noelbesi T LA BA PETA KAWASAN PRIORITAS DI NUSA TENGGARA TIMUR I NEGARA TIMOR LESTE Keterangan : Atambua NEGARA TIMOR LESTE Garis Pantai Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # Kefamenanu Waingapu Y # OM Y # SELA T S UMBA Waikabubak Gambar : 4.15 Y # Bajawa REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Maumere Y # Ruteng o 9 00' E Kawasan Tg. Bunga Magepanda Kawasan Mbay Mautenda Labuan Bajo R Y # L A U T S A W U o 10 00' Kawasan Bolok Kawasan Benanain Y # SO'E [KUPANG % Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Usulan Jln Kolektor Primer Jalan Tanah Kawasan Noelmina BA'A Y # TI M o 11 00' LA UT OR S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N N D o 121 00' u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' Kws Bolok Kws Noelmina Kws Noelbesi Kws Benanain Kws Alor Selatan Kws Tg. Bunga Magepanda Kws Mbay Mautenda Kws Iteng Buntal Kws Lembor Nggorang Kws Komodo Kws Kodi Laratama Kws WanoKaka Anakalang Kws Mangili Lewa T N 1958 1:2250000 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : * Hasil Analisis IV 2 REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 o 8 00' L A U T F L O R E S Kalabahi Larantuka Y # PROP. NTB Labuan Bajo Y # Y # Lewoleba Y # Gambar : 2.3 Y # Bajawa Y # #Ende Y SE o 9 00' PETA PENGGUNAAN LAHAN Maumere Y # Ruteng L OM AT I BA NEGARA TIMOR LESTE Keterangan : Y # SELA T S UMBA Atambua NEGARA TIMOR LESTE Garis Pantai Jalan Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # Waikabubak Kefamenanu Waingapu Y # Y # L A U T S A W U Y # Sawah Tanah Rusak Tegalan Tanah Kering Kebun Campuran Kebun Kelapa Kebun Kopi Hutan Lebat Hutan Belukar Hutan Sejenis Hutan Bakau Padang Rumput Alang-Alang Semak Pemukiman SO'E o 10 00' [KUPANG % BA'A Y # UT M OR o 11 00' LA TI S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N D o 121 00' N u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' N T 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1:2250000 Sumber : * Peta Landuse Tahun 2003 BPN Prop. NTT * Hasil Analisis II 17 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi Larantuka Labuan Bajo Y # # Y o 9 00' BIMA Baranusa Lewoleba Y # # Y Ruteng OM Bajawa Y # # Y JAKARTA SURABAYA DENPASAR Maritaing# # # Y Mananga Y # # Y # # Y Maumere # Y Sape/NTB Y # # # Marapokot # Y #Ende Y #Aimere # Y S A EL BA Keterangan : T # SELA T SUMBA L A U T S A W U # Y # # Y Waingapu [ % # Y # Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Kota/Pelabuhan Garis Pantai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Jalan # Y Kefamenanu Naikliu F-50 CASSA-212 (Komersil) CASSA-212 (Perintis) F-27 F-28 Y # Atambua Wini Y # Waikelo B-73=200/400&F-100,MD-128 # Y # Waikabubak I Atapupu NEGARA TIMOR LESTE PETA JARINGAN TRANSPORTASI UDARA DI WILAYAH NTT N T IM EG O AR RL A ES TE PROP. NTB Gambar : 4.13 Y # Waiwadan # Y # # Y N Y # # Y o 10 00' SO'E Semau # % KUPANG [ [ % T Seba # # Pantai Baru # Ledeunu L A U I M O R T 1:2000000 YBA'A # o 11 00' # Y S A M U D E R A H I N D I Sumber : - Dns Perhubungan - Hasil Analisa A DM o 119 00' o 120 00' o 121 00' N u s o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' a 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PETUNJUK PETA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV - 50 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi Larantuka Y # PROP. NTB Labuan Bajo Y # Gambar : 4.9 Y # Maumere Y # Ruteng o 9 00' Y # Lewoleba Y # Bajawa Y # #Ende Y L SE OM AT BA PETA JARINGAN TRANSPORTASI DARAT I NEGARA TIMOR LESTE Y # SELAT S UMBA Atambua NEGARA TIMOR LESTE Keterangan : Y # Waikabubak Waingapu Y # Garis Pantai Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Kefamenanu Y # L A U T S A W U Y # SO'E Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Usulan Jln Kolektor Primer Jalan Tanah o 10 00' [ % KUPANG BA'A Y # UT M OR o 11 00' LA TI N S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N N D o 121 00' u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' T 1:2250000 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : * Hasil Analisis IV 41 KE - UJUNG PANDANG KE - UJUNG PANDANG o 8 00' L A U T F L O R E Y # BIMA # Y Mananga # Y Bajawa Y # # Y JAKARTA SURABAYA DENPASAR KE Y # # Y Ruteng # Maritaing # # Baranusa OM YEnde # # Y # Aimere LA SE o 9 00' # A U T S A W U Y # Waingapu # Y Keterangan : # Y Wini # Y # Kefamenanu Naikliu Gambar : 4.10 PETA JARINGAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN DI WILAYAH NTT Rencana Jalur Fery Y # Atambua Y # Waikelo L I Atapupu NEGARA TIMOR LESTE SELA T S UMBA BA T # Waikabubak N BO AM Maumere Y # Sape/NTB Y # Lewoleba # Y # # Marapokot # Y T IM NEG O R AR LE S A TE Y # PROP. NTB Y # Waiwadan # Larantuka #Y Labuan Bajo REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 Kalabahi S Y # # Y % [ # Y Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten # Kota/Pelabuhan Garis Pantai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Jalan Y # # Y o 10 00' SO'E Semau # N %KUPANG [ [ % Seba # T # Pantai Baru # Ledeunu #BA'A Y o 11 00' # Y S A M U D E R A H I N D I L A U I M O R T 1:2000000 Sumber : - Dns Perhubungan - Hasil Analisa A DM o 119 00' o 120 00' o 121 00' N u s o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' a 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PETUNJUK PETA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV - 43 KE - UJUNG PANDANG KE - UJUNG PANDANG o 8 00' L A U T F L O R E Y # Y # BIMA # Y Mananga # Y Bajawa Y # # Y JAKARTA SURABAYA DENPASAR N BO - AM KE Y # # Y Ruteng # Maritaing # # Baranusa Lewoleba Maumere Y # Sape/NTB # Y # # Marapokot # Y OM YEnde # # Y # Aimere o 9 00' SE LA T Atapupu # A U T S A W U Naikliu Waikabubak Y # Waingapu # Y Wini KM. KM. KM. KM. KM. Dorolonda Dobonsolo Awu Wilis Sirimau # Kota/Pelabuhan [ % # Y # Y # Keterangan : # Y Y # Kefamenanu Waikelo L I Gambar : 4.11 PETA JARINGAN TRANSPORTASI LAUT PERINTIS DI WILAYAH NTT Y # Atambua # NEGARA TIMOR LESTE SELAT S UMBA BA T IM NEG O R AR LE S A TE Y # PROP. NTB Y # Waiwadan # Larantuka #Y Labuan Bajo REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 Kalabahi S Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Garis Pantai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Jalan Y # # Y Y # # Y o 10 00' SO'E Semau # N % KUPANG [ [ % Seba # T # Pantai Baru # Ledeunu YBA'A # o 11 00' # Y S A M U D E R A H I N D I L A U I M O R T 1:2000000 Sumber : - Dns Perhubungan - Hasil Analisa A DM o 119 00' o 120 00' o 121 00' N u s a o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' T 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PETUNJUK PETA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV - 46 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi Larantuka Labuan Bajo Y # # Y o 9 00' BIMA Y # OM Bajawa Y # # Y JAKARTA SURABAYA DENPASAR Baranusa Lewoleba # Y Ruteng #Ende Y #Aimere BA SE Keterangan : Atapupu # Y # Waikelo A U T S A W U # Y # Kefamenanu Naikliu Y # # Y Waingapu Atambua Wini NEGARA TIMOR LESTE Y # # Y # L I T LA # Y SELAT S UMBA Waikabubak PETA JARINGAN TRANSPORTASI FERY CEPAT DI WILAYAH NTT Maritaing# # # Y Mananga Y # # Y # # Y Maumere # Y Sape/NTB Y # # # Marapokot # Y T IM NEG O AR RL A ES TE PROP. NTB Gambar : 4.12 Y # Waiwadan # Titian Nusantara Kirana Bahari Express [ % # Y # Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Kota/Pelabuhan Garis Pantai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Jalan Y # # Y N Y # # Y o 10 00' SO'E Semau # [KUPANG % [ % T Seba # # Pantai Baru # Ledeunu L A U I M O R T 1:2000000 #BA'A Y o 11 00' # Y S A M U D E R A H I N D I Sumber : - Dns Perhubungan - Hasil Analisa A DM o 119 00' o 120 00' o 121 00' N u s a o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 125 00' T 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PETUNJUK PETA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV - 47 A U T F L O R E S REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 o 8 00' L Ganbar : 4.14 Kws DI Waepesi 8.763 ha Kws DI Wigowa 1.200 ha Kws DI Pota 2.405 ha # # Kws DI Mbay 10.300 ha # # # # o 9 00' # Kws DI Waemantar 12.163 ha # # Kws DI Za' a 3.901 ha Kws DI Waemokel 17.629 ha # Kws DI Nebe 2.040 ha T LA SE Kws DI Waiwajo 1.050 ha Kws DI Wolowaru 1.166 ha Kws DI Wolowona 3.127 ha Keterangan : [ % Kws DI Waikomo 2.405 ha Kws DI Konga 1.464 ha # # # # Kws DI Lembor 14.257 ha # Kws DI Alor-Pantar 7.547 ha # # # # # # # # # Kws DI Terang 15.529 ha # Kws DI Magepanda 4.122 ha # # # # Kws DI Mautenda 6.514 ha Kws DI Panondiwal 4.281 ha Kws DI Waeces 10.636 ha PETA KAWASAN DAERAH IRIGASI DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR I BA OM # SELAT S UMBA Kws DI Kambaneru 5.096 ha # # L o 10 00' # # # Kws DI Kodi 1.04 ha A U T S A W # # Kws DI Melolo 3.642 ha # Kws DI Waikelo sawah 2.540 ha Kws DI Wanokaka 3.874 ha Garis Pantai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten # Negara Timor leste U # Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Daerah Irigasi (DI) Sungai Jalan # # Kws DI Haekesak 5.209 ha # # Kws DI Netemnanu 3.526 ha # Negara Timor leste Kws DI So'a 7.999 ha Kws DI Mamboro 4.859 ha # Kws DI Malaka 25.000 ha # # # Kws DI Mataiyang 4.540 ha # # # Kws DI Kakaha 2.500 ha # [ % Kws DI Ponu-Mena 4.102 ha Kws DI Noemina 10.000 ha Kws DI Mangili 5.305 ha Kws DI Oesao 13.452 ha N Kws DI Baus 10.628 ha # Kws DI Sabu 1.271 ha Sumber : Hasil Analisa Kws DI Aeroki 4.473 ha UT LA # # OR TI M Kws DI Rote 5.146 ha o 11 00' 1:2250000 S o 119 00' A M U D E R A o 120 00' H o 121 00' N u s a I N D I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' DM T 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV 52 REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 o 8 00' L A U T F L O R E S Kalabahi Larantuka Ulumbu Ú Ê PROP. NTB Labuan Bajo Y # Y # Y # Komodo Y # Y # Ruteng Maumere Bajawa YÚ # Ê Y # Ende L SE Mataloko o 9 00' Gambar : 4.5 Y # Lewoleba OM AT BA PETA PERTAMBANGAN DAN ENERGI DI NUSA TENGGARA TIMUR I NEGARA TIMOR LESTE Keterangan : Y # SELAT S UMBA Atambua NEGARA TIMOR LESTE Garis Pantai Jalan Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # Waikabubak Kefamenanu Waingapu Y # Y # L A U T S A W U % [ Y # Y # SO'E Ê Ú Ë o 10 00' [KUPANG % BA'A Y # LA UT TI M Kota Propinsi Kota Kabupaten Energi Panas bumi Pertambangan OR o 11 00' N S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N D o 121 00' N u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' T 1:2250000 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sumber : * Hasil Analisis REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 o 8 00' L A U T F L O R E S Lamalera Riung (17 Pulau) r PROP. NTB r Larantuka Labuan Bajo Y # r Y # Komodo Ruteng Bajawa Y # Y # Teluk Maumere Kaburea (Garam) Kelimutu Y # Ende r Y # r Y # Lewoleba Kalabahi r Y # Maumere SE o 9 00' Gambar : 4.4 LA OM T Keterangan : Y # Atambua NEGARA TIMOR LESTE Pasola Y # I NEGARA TIMOR LESTE SELA T S UMBA Waikabubak BA PETA PARIWISATA DAN INDUSTRI DI NUSA TENGGARA TIMUR Garis Pantai Jalan Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # r Kefamenanu Waingapu Y # L A U T S A W U Pariti o 10 00' r [r % r Bolok % [ Y # Y # SO'E r r KUPANG Lasiana BA'A Y # LA UT TI M Kota Propinsi Kota Kabupaten Kawasan Pariwisata Kawasan Industri OR o 11 00' N S o 119 00' A M U D E R A H I o 120 00' N D o 121 00' N u s a I A o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' T 1:2250000 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) Sumber : * Hasil Analisis PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV 28 o 8 00' L A U T F L O R E REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2004 S Kalabahi Larantuka Y # PROP. NTB Labuan Bajo Y # Y # Gambar : 2.2 Maumere Y # Ruteng o 9 00' Y # Lewoleba Y # Bajawa Y # #Ende Y L SE AT PETA GEOLOGI I NEGARA TIMOR LESTE Keterangan : Atambua NEGARA TIMOR LESTE Garis Pantai Jalan Sungai Batas Negara Batas Propinsi Batas Kabupaten Y # Kefamenanu Waingapu Y # BA Y # SELA T S UMBA Waikabubak OM Y # L A U T S A W U Y # SO'E o 10 00' [KUPANG % BA'A Y # UT M OR o 11 00' LA TI Paleogene (Paleogen) Kekneno Series Silicic Roks Matic Basic Rocks Intermediate Bask Pre Tertiare Undivideo Alluvium Terrace Deposit Neogene Sonebait Series Senobait And Ofu Series Ofu Series Silicic Efusives Triassic Crystalline Shist S A M U D o 119 00' E R A H I o 120 00' N u s a N D I A o 121 00' o 122 00' o 123 00' o 124 00' o 124 30' T N 1958 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1:2250000 Sumber : * Hasil Analisis