KEMANFAATAN PEMBANGUNAN JEJARING PENATALAKSANAAN OBAT HEWAN DAN ALAT KESEHATAN HEWAN MOCHAMAD LAZUARDI Cabang Ilmu Farmasi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Univ. Airlangga Jl. Mulyorejo, Kampus C UNAIR, Surabaya – Indonesia (60115) e-mail : [email protected] PENDAHULUAN Diketahui bahwa pada hakekatnya obat adalah rancun ibarat pedang bermata dua yang bekerja ditempat sasaran dan non tempat sasaran, maka penatalaksanaan obat hewan dan alat kesehatan hewan (ALKESWAN) harus bersifat logis dan bertanggungjawab. hewan dan ALKESWAN dapat Sebab dengan mudah obat disalahgunakan (abused) ataupun digunasalahkan (missused). Oleh sebab itu penggunaan obat hewan dan ALKESWAN yang berorientasi sesuai kaidah-kaidah pengembangan Maximum Asclepiades akan lebih bersifat universal. Makna universal itulah yang akhirnya merupakan ekspresi menunjang kontribusi peningkatan kesehatan umat manusia, keamanan pangan dan keseimbangan lingkungan. Pembangunan jejaring penatalaksanaan obat hewan dan ALKESWAN (JPOA), pada prinsipnya dapat dilakukan dengan meliput tingkat (i) lokal, (ii) nasional, (iii) regional dan (iv) global. Wujud jejaring tersebut berupa tautan informasi antar komunitas yang berdomisili di tingkat lokal hingga global. Ada 20 kemanfaatan dampak terbentuk JPOA yaitu pengendalian isu (1) pemalsuan, (2) kerusakan kualitas, (3) penyalahgunaan, (4) penggunasalahan, (5) adverse drug reaction, (6) residu obat hewan, (7) cemaran lingkungan, (8) re-evaluasi regimentasi dosis, (9) drug discovery, (10) inovasi derivatisasi penggunaan, (11) harmonisasi regulasi, (12) monitoring terapi obat, (13) knowledge sharing, (14) analisis kebiasaan sosial pengguna obat hewan, (15) control competitive fairness antar produsen obat hewan, (16) memunculkan invosasi penggunaan obat alami, (17) meningkatkan empati respon sosial industri obat hewan dan ALKESWAN, Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 1 (18) menghilangkan perilaku monopoli perdagangan, (19) membangun perilaku kolaborasi, (20) mendorong kemunculan wirasusahawan baru. Terbentuknya JPOA sekaligus merupakan sumber rujukan universal, serta serta tidak menutup kemungkinan bertindak sebagai Vet. Drug Watch. BENTUK ATAU POLA JPOA Pola JPOA adalah kumpulan sekelompok komunitas yang memiliki wawasan seminat (peer group) dengan wujud jaringan komunikasi paling sederhana hingga modern (Gambar 1a,b,c,d,e) 1a DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Moderator SubModerator DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota SubModerator PANGKALAN DATA DATA PRIBADI Anggota Model Kompartemen 1b DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Moderator SubModerator SubModerator PANGKALAN DATA DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Model Mamilari Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 2 1c MODEL CLUSTER DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Sub Moderator Moderator Moderator Pangkalan data Pangkalan data DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Sub Moderator DATA PRIBADI Anggota 1d MODEL SISTER GRUP DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Pangkalan data DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Moderator DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota Sub Moderator Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 3 1e MODEL HIBRID DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA PRIBADI Anggota DATA TATALAKSANA OBAT HEWAN DAN ALKESWAN Data merupakan suatu catatan akhir atau kata akhir dari suatu rangkaian proses kerja panjang yang di miliki oleh suatu unit kerja. Data diketahui dapat berupa angka-angka atau kualitas suatu produk dan bisa bersifat kasar maupun telah diperhalus. Namun seandainya data-data tersebut berupa angka-angka maka nilai-nilai tersebut minimal memiliki makna (1) bisa menghasilkan nilai reprodusibilitas, (2) bisa menghasilkan nilai selektivitas, (3) bisa menghasilkan nilai liniaritas, (4) bisa menghasilkan nilai presisi dan bisa menghasilkan nilai (5) akurasi. Dengan demikian datadata nilai tersebut dapat memiliki makna persentase siknifikansi. Tetapi bila data-data tersebut berupa gambaran kualitatif maka harus memiliki nilai batas kesalahan. Data-data tersebut tentu harus disertai catatan proses mendapatkan data tersebut termasuk spesifikasi peralatan dan bahan yang digunakan serta catatan tingkat ketidakpastian dari masing-masing kondisi Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 4 ruang kerja dan peralatan. Sebagai akhir dari catatan panjang untuk memperoleh data yaitu harus diuraikan tentang kompetensi sumber daya manusia pembuat data tersebut dan rentang waktu untuk mendapatkan data. Data-data tentang nilai tentang catatan kerugian dan keuntungan penjualan obat hewan, serta deviasi mata uang terkait dengan belanja bahan-bahan untuk memproduksi obat dan alat keswan, umumnya merupakan rahasia intern. Di bawah ini adalah suatu gambaran pangkalan data yang pada akhirnya melibatkan ilmu-ilmu non-eksakta lainnya (Gambar 2). Bahkan ke depan perolehan data-data obat hewan dan alkeswan melibatkan multi disiplin ilmu. DATA KASAR/DATA DIPERHALUS Data top secret - Reprodusibiliatas DATA KUANTITATIF: memiliki nilai harga yang dapat ditentukan besarnya dapat diskrit atau kontinyu. Diskrit : secara arbitrair tak mempunyai kontinuitas diantara 2 nilai yang diperoleh dari suatu penghitungan. Kontinyu : Secara arbitrair mempunyai kuntinyuitas diantara 2 nilai hasil pengukuran Cabang ilmu MIPA, Kedokteran, Teknik (ilmu-ilmu berbasis pengetahuan alam) Cabang ilmu Ekonomi Sospol, Hukum, (Ilmu berbasis sosial) Gambar 2. Ilustrasi data obat hewan dan alkeswan - Ripitabilitas Confounding variable : Sampel preparasi, pemilihan instrumentasi, kemurnian bahan, metode analisis, otomatisasi atau manual - Traceabilityy/ruggedness - Uncertainty Validasi metode : - Selektivitas - Sensitivitas (LOD/LOQ) - Liniaritas (Vx0) - Presisi (inter day, intraday) - Akurasi (% recovery) DATA OBAT HEWAN & ALKESWAN DATA SEMI KUALITATIF: data yang memiliki atribut dan mempunyai urutan secara instrinsik Cabang ilmu Ekonomi Sospol, Hukum, (Ilmu Berbasis sosial) DATA KUALITATIF : Merupakan data 2 atau lebih atribut yang tidak memiliki urutan secara instrinsik, dapat berupa atribut berlawanan (dikotomi) seperti mati-hidup, dsb Confounding variable : Valas (nilai tukar rupiah), Stabilitas politik, Suply-Demand, gangguan transportasi, dsb Confounding variable : Good govermance, Clean Govermance, standard ISO, kualitas pengetahuan bangsa di suatu Negara, dsb Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 5 KEMANFAATAN PEMBANGUNAN JPOA 1. Pencegahan pemalsuan Produk obat hewan dan ALKESWAN palsu, sukar terpantau manakala prodsuk tersebut tidak memiliki fabrikasi di dalam negeri dan diedarkan melalui distributor tidak resmi. Namun akan cepat terpantau manakala terjadi hal-hal seperti (1) kemunculan reaksi samping berlebihan, atau justru sebaliknya yaitu (2) tidak ditemui respon terapi lazim. Melalui JPOA maka informasi yang terjadi disuatu wilayah terpencil akan cepat tersebar antar jejaring dan secara langsung akan cepat ditindak secara hukum. 2. Pencegahan kerusakan kualitas Obat hewan dan ALKESWAN merupakan produk hasil penelitian yang panjang dan membutuhkan prasyarat edar tertentu untuk menjaga kualitas. Sebagai ilustrasi empirik adalah (1) disyaratkannya penggunaan wadah gelap (inaktinis) untuk bahan-bahan yang tak tahan sinar, (2) penyimpanan di dalam suhu dingin untuk obat-obat yang bersifat biologik, (3) Penggunaan untuk sekali sampai habis (haustus) pada obat-obat yang bersifat jenih akan CO2 (saturatio), dsb. Syarat-syarat untuk menjaga kualitas obat, belum tentu dipatuhi saat obat beredar di masyarakat dan hal itu secara tidak langsung merugikan baik si dokter hewan maupun pemilik hewan dalam melakukan aktivitas transaksi terapetik. Melalui komunikasi antar komunitas berbasis JPOA, maka persoalan-persoalan tersebut akan mudah terpantau di seluruh wilayah belahan dunia. Pada akhirnya persoalan tersebut akan sampai pada pihak produsen dan sesegera mungkin melakukan koreksi terhadap disain kemasan wadah obat hewan pada produk-produk mendatang. 3. Pencegahan penyalahgunaan (abused) Kasus penyalahgunaan obat hewan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi seperti penggunaan trangulizer atau sedative hipnotik untuk tujuan tertentu. Melalui kontak antar komunitas berbasis JPOA, maka pemanfaatan Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 6 obat-obat yang berpotensi disalahgunakaan harus dilakukan dengan aturanaturan ketat. Misal harus diedarkan di tingkat depo obat hewan (bukan di poultry shoop) yang dipersyaratkan menggunakan resep dokter hewan. Kasus empirik yang pernah terjadi di Amerika adalah penggunaan pseudoephedrine untuk disalahgunakan dan dilakukan sintesis menjadi suatu narkotik yang bersifat opium like effect. Persoalan tersebut pada akhirnya mendorong semua fihak pemproduksi obat berisi pseudoephedrine di masukkan dalam katagori daftar obat keras (daftar G). Informasi tersebut relative cepat beredar di belahan berbagai dunia sehingga tidak sampai masuk ke Indonesia. Kecepatan informasi tersebut berasal dari jaringan komunitas Badan Kesehatan Dunia yang telah terbentuk sejak 10 tahun yang lalu. Sebagai penyalahgunaan bukti obat adalah suatu diantaranya jejaring yang bergerak adalah situs di dalam bawah ini: http://international.drugabuse.gov/information/enews_201101.html. 4. Pencegahan penggunasalahan (misused) Penggunasalahan obat hewan dan ALKESWAN di Indonesia, pada dasarnya cukup banyak dan belum terlaporkan secara periodik. Sebagai contoh adalah penggunaan oral antibiotik yang pada akhirnya banyak digunasalahkan untuk keperluan topikal terhadap orang-orang tertentu yang terluka. Demikian pula obat-obat anti jamur untuk ikan yang digunasalahkan untuk membersihkan kolam. Adapun obat hewan yang paling mudah digunasalahkan adalah desinfektan kandang yang sering dimanfaatkan untuk membersihkan dinding-dinding kolam renang. Tentunya persoalan penggunasalahan itu dapat dicegah bila terdapat upaya edukasi yang baik dengan para konsumen obat hewan dan ALKESWAN. Sehingga persoalan ketidakmengertian akan penggunaan obat hewan yang sesuai tujuan pengobatan, dapat dihindarkan. Pada uraian kasus tersebut maka peranan JPOA, amat besar sebagai upaya pembinaan edukasi di suatu wilayah di belahan bumi yang jauh. Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 7 5. Pencegahan Adverse Drug Reaction (ADR) Pencegahan ADR dapat dilakukan melalui komunikasi JPOA berbasis Information Communication Technology (ICT), selanjutnya akan terkumpul di pangkalan data pola ADR dari berbagai jenis obat yang memiliki sifat OTC (over the counter). Pada keadaan demikian maka prinsip penggunaan obat logis dan bertanggungjawab dapat diimplementasikan. Prinsip penggunaan obat logis (asal kata logos = ilmu) berarti harus dilakukan sesuai prosedur baku (Standard Operasional Procedure). Sebab prosedur baku telah diciptakan berdasarkan (i) metode, (ii) dalam rentang waktu tertentu, (iii) berdasarkan bukti yang ke tiga komponen tersebut adalah ciri dasar suatu ilmu (logos). Perilaku bertanggungjawab dalam memberikan obat dilakukan manakala prosedur baku suatu obat belum ditetapkan. Pada keadaan demikian maka selama pengobatan berlangsung, dokter wajib melakukan re-evaluasi setiap waktu. Kewajiban tersebut harus tetap dilakukan hingga waktu henti suatu obat telah berlangsung. Sebenarnya prinsip penggunaan obat hewan dan ALKESWAN yang aman adalah menggunakan pola pengembangan MAXIMUM ASCLEPIADES yaitu cito (cepat), tuto (aman) curare (manjur) et jucunde (dan menyenangkan). Cito mengandung makna yaitu pemberian obat harus sesegera mungkin dilakukan dan pasca pemberian obat harus sesegera mungkin bebas dari paparan obat. Sedangkan makna tuto adalah memilih obat (i) aman terhadap ADR, (ii) aman terhadap residu obat, (iii) aman terhadap lingkungan. Makna curare dimaksudkan adalah memilih obat sesuai strategi pengobatan didasarkan tepat indikasi, jenis obat, dosis, bentuk sediaan dan waktu serta rute pemberian. Makna jucunde, dimaksudkan yaitu melakukan perancangan sediaan obat yang tidak mengakibatkan rasa sakit pada hewan, rasa takut pada hewan, serta memudahkan pemberi obat memberikan obat namun tetap memberikan Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 8 jaminan keamanan bagi pemberi obat terhadap ancaman hewan yang bakal menyerang. 6. Pencegahan akumulasi residu Akumulasi residu obat hewan dapat dilakukan pencegahan bila komunikasi JPOA telah dibangun secara permanen. Sehingga pangkalan data dapat memberikan data teoritik waktu henti obat berdasarkan sumber pustaka berbagai fihak. Badan Kesehatan Dunia memiliki unit khusus yang memikirkan persoalan residu obat hewan yaitu suatu komite yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu dan menetapkan metode uji suatu residu obat hewan serta menetapkan nilai MRL (maximum residu level) dan ADI (Adequate Daily Intake). Nilai-nilai tersebut amat bergantung dengan sensitivitas perangkat baca (limit of detection), hal tersebut menyebabkan nilai waktu henti obat dari suatu negara berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Bila mengacu suatu rumus tentang waktu henti obat seperti di bawah. Maka besaran-besaran dalam rumus tersebut dapat dimasukkan dan pada gilirannya akan menghasilkan nilai waktu henti obat. Melalui JPOA, maka kemungkinan penghitungan nilai-nilai tersebut dapat diseragamkan di suatu negara manakala tingkat batas kesalahan suatu metode diketahui. Rumus Waktu Henti Obat : Waktu henti obat (T) = R C0 T 1 / 2 LnR C 0 LnC lim Ln 2 = faktor akumulasi obat sampai 24 jam (1,306 ± 0,05). = merupakan representatif jumlah kumulatif obat yang diabsorbsi tubuh dan sangat sebanding dengan dosis dan rute pemberian suatu sediaan obat. Bila pemberian intra vaskular maka C0 adalah kadar pada T= 0, bila pemberian ekstra vaskular maka C0 adalah kadar pada T maks. Clim = batas deteksi T1/2β = waktu paruh eliminasi Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 9 7. Pencegahan pencemaran lingkungan Pemantauan cemaran lingkungan akibat penggunaan obat yang berlebihan dapat pula dipantau melalui JPOA dengan terlebih dahulu memberikan masukan dari setiap data komunitas yang ada. Sebagai contoh empirik adalah kasus terjadinya cemaran lingkungan akibat penggunaan desinfektan pada kandang di saat kasus flu burung merebak, maka melalui millis yang ada dapat disebarkan contoh kasus tersebut. 8. Re-evaluasi regimentasi dosis Pembentukan komunitas JPOA, dapat pula memanfaatkan komunikasi antar anggota tentang penggunaan suatu dosis obat hewan yang dirasakan tidak memiliki daya farmakodinami kembali. Kemungkinan dari salahsatu anggota telah melakukan penelitian yang mampu merubah suatu dosis lazim menjadi dosis terapetik sesuai zaman tersebut. 9. Mendorong melakukan drug discovery Peranan JPOA dirasakan akan mampu memicu timbulnya semangat drug discovery manakala kebutuhan akan jenis obat tertentu tak dapat dipenuhi dipasaran. Dengan demikian setiap komunitas yang tergabung dalam JPOA akan berlomba-lomba melakukan tindakan drug discovery. Tindakan tersebut dilakukan karena setiap anggota sangat membutuhkan obat yang sesuai kehendak. 10. Inovasi derivatisasi penggunaan Pembangunan JPOA, secara langsung dapat pula membuat suatu pengguna obat hewan melakukan derivatisasi penggunaan obat hewan sebagai cara pintas untuk memecahkan kekosongan suatu jenis obat tertentu dipasaran. Dampak tersebut akhirnya menyebabkan setiap pengguna obat yang tergabung dalam JPOA akan menyatukan diri. Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 10 11. Harmonisasi regulasi Harmonisasi regulasi akan dengan mudah di rangsang, manakala anggota JPOA yang umumnya adalah pelaku industri obat hewan merasa mendapat disharmonisasi perlakuan. Rangsangan perubahan untuk menjadi harmonisasi regulasi dapat dilakukan bila otoritas pemangku obat hewan dan ALESWAN, ikut dalam jaringan JPOA. 12. Monitoring terapi obat (MTO) MTO dapat dirangsang dengan terbentuknya JPOA, sekaligus akan mampu menjawab masalah ketentuan waktu henti obat dan re-evaluasi regimentasi dosis. MTO dapat pula dilakukan untuk memantau suatu metabolit obat dan hasil tersebut dapat dimanfaatkan oleh para anggota yang kebetulan tidak berkesempatan melakukan tindakan MTO. Data-data MTO lainnya dapat pula dimanfaatkan untuk menilai perilaku farmakogenetik dari suatu populasi hewan di suatu wilayah. 13. Knowledge sharing (KS) Tindakan KS amat bermanfaat bagi semua pengguna JPOA yang umumnya berdomisili di wilayah-wilayah terpencil dan tidak memungkinkan melakukan suatu re-evaluasi atau tindakan pemeriksaan laboratorik dengan tingkat nanoteknologi. Persoalan tersebut umumnya amat dirasakan di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), oleh sebab itu pola JPOA di tingkat nasional sudah saatnya dilakukan. Suatu misal melakukan tindakan laboratorik di suatu wilayah terpencil dimana saat dilakukan analisis terkendala oleh hasil baca perangkat tersebut. Bila perangkat baca tersebut terkoneksi dengan program JPOA, maka proses pembacaan tersebut dapat diikuti oleh anggota lain yang kemungkinan dapat membantu kendala yang ada. Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 11 14. Social behavior analysis for user Analisa kebiasaan sosial pengguna obat hewan, amat penting dan dapat dijadikan dasar untuk menilai ketidakmampuan suatu obat bekerja secara optimal di suatu wilayah. Dengan melalui JPOA, maka persoalanpersoalan seperti resistensi obat, intoleran obat, kemunculan respon alergi dsb., dapat dihindari. Analisa kebiasaan sosial untuk suatu produk telah lama dilakukan oleh industriawan-industriawan di negara Maju. Jepang adalah salah satu dari negara-negara yang menerapkan cara tersebut dengan industri Yamaha Corp. Oleh sebab itu tidak heran bila muncul suatu tawaran dari Yamaha Foundation yang memberikan grand riset bidang sosial dan kemasyarakatan di pesisir atau nelayan. Dimana umumnya para nelayan banyak menggunakan motor Yamaha untuk menggerakkan perahu mereka. 15. Controll competitive fairness untuk produsen Pembangunan JPOA, akan dengan mudah mengawasi perilaku saling kompetisi antar produk obat hewan yang satu dengan lainnya memiliki keungguluan teknologi. Dengan demikian produk dengan teknologi yang memiliki mutu paling bagus yang kelak akan dimanfaatkan oleh banyak dokter hewan. Dalam pengawasan persaingan sehat tersebut, masingmasing produsen obat hewan saling mengunggulkan teknologi yang dimiliki masing-masing. Dengan demikian akan memunculkan persaingan yang amat adil dan seimbang. 16. Inovasi penggunaan pengobatan alternative Pembangunan JPOA akan mendorong kemunculan upaya-upaya pengobatan alternatif oleh masing-masing komunitas di berbagai wilayah di belahan dunia. Hal tersebut disebabkan adanya upaya yang menghendaki pengisian pasar dimana obat yang dikehendaki dipasaran tidak terdapat. Oleh sebab itu tidak mustahil akan bermunculah produk-produk obat-obat Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 12 alami seperi produk herbal, produk dari berbagai organ hewan dan produk dari bahan-bahan mineral. 17. Meningkatkan social responsibility produsen obat hewan Pembangunan JPOA akan dengan mudah memicu perasaan industri obat hewan untuk berkiprah dimasyarakat sekaligus mengeluarkan perilaku sosial responsibiltas yang kelak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu upaya meningkatkan sensitivitas perasaan sosial responsibilitas adalah munculnya dorongan moral dari ilmuwan obat hewan yang kebetulan bergabung dalam JPOA. 18. Mengikis monopoli produk obat hewan Monopoli produk obat hewan dapat dihilangkan bila terbentuk sarana JPOA, sebab melalui JPOA maka teknologi industri obat hewan dapat dipelajari oleh semua fihak. Bahkan seandainya suatu hasil teknologi yang disembunyikan oleh salah satu industri obat hewan, maka para pengguna obat hewan tidak mustahil akan lari ke produk-produk alternatif. 19. Membangun perilaku kolaborasi Pembangunan JPOA akan berimplikasi yaitu melakukan kerja kolaborasi. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk saling meningkatkan pengetahuan seperti tingkat hubungan JPOA yang dibangun. Perilaku kolaborasi akan muncul dengan sendirinya dan secara langsung akan bermanfaat bagi masing-masing anggota komunitas JPOA. 20. Menciptakan peluang wirausahaawan baru Pembangunan JPOA pada akhirnya akan membuka kesempatan peluang kerja baru dan hal tersebut dapat terjadi akibat keterbukaan satu dengan lainnya antara pelaku obat hewan. Namun yang perlu diketahui adalah pelaku-pelaku tersebut akan mengikuti orientasi ilmu sesuai Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 13 bidangnya masing-masing. Hal itu dilakukan mengingat usahawan awal memerlukan pengamanan investasi yang ketat sehingga hanya bidang yang dikuasainya yang bakal dikembangkan di awal usaha. KONSEP SOLUSI Upaya pembangunan JPOA harus dilakukan setidaknya dalam skala Nasional, sebagai upaya untuk mengejar kemanfaatan seperti uraian ke 20 butir di atas. Sebagai langkah awal yaitu mengembangkan jejaring yang dibentuk melalui satu wadah organisasi seminat. Di Indonesia hanya sedikit organisasi seminat mengenai masalah obat hewan dan alkeswan yang semata-mata berkarya di bidang ilmu pengetahuan. AFFAVETI telah menjawab persoalan tersebut dan melalui KONAS pertama diharapkan merupakan langkah awal terbentunya JPOA di tingkat Nasional. Adapun subidang yang dapat dikembangkan, akan makin beragam seperti bidang herbal medicine, bidang bioanalisis dan instrumentasi, bidang studi populasi dsb. Dalam pembangunan JPOA di tingkat nasional, pada dasarnya tidak akan merugikan satu komunitas dengan komunitas lainnya. Sebab antar komunitas akan diuntungkan akibat derasnya arus informasi. Namun demikian perlu dilakukan pengaturan etika perolehan informasi dan bila para anggota komunitas menyalahi etika informasi maka akan terkena undangundang pidana yang telah diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia mengenai Informasi Teknologi. KESIMPULAN Sebagai kesimpulan akhir dapat diuraikan bahwa pembangunan JPOA sudah saatnya dilakukan dan dapat dilakukan minimal ditingkat Nasional. Dalam upaya pengembangan pengetahuan Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia, maka pembangunan JPOA harus dilandasi etika yang dikemas dalam suatu aturan formal. Sehingga bila terdapat anggota yang Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 14 menyalahi aturan etika maka anggota tersebut dapat diajukan ke masalah hukum demi menegakkan keadilan. KEPUSTAKAAN Guidelines for the compounding of veterinary drugs, 2007. USA: The College of Veterinarians of Ontario. Kuntaman, 2007. Jejaring pelayanan penyakit infeksi sebagai media pembelajaran pendidikan mikrobiologi klinik di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Universitas Airlangga Lazuardi, M, 2010. Biofarmasetik dan Farmakokinetik Klinik Medis Vetetiner. Jakarta : Ghalia Indonesia Lazuardi, M. 2010. Implementasi dan Pengembangan Prinsip Maximum Asclepiades pada Penggunaan Obat Hewan dan Alat Kesehatan Hewan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Farmasi Veteriner Pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya: Universitas Airlangga Lazuardi M, 2011. Panduan Model Pembelajaran Live Skill Untuk Program Pendidikan Penulisan Resep Dokter Tingkat Dokter Hewan. Jakarta : PT. Indolearning (In press). International Federation for Animal Health, 2009. One World – One Health: an integrated approach to the fight against infection disease in Annual Report 2009. Belgium: Rue Defacqz 1, 1000 Brussels, Belgium. 6-11. (http://www.phac-aspc.gc.ca/owoh-umus/index-eng.php) OIE Guidelines on Veterinary Legisaltion, 2009. International Office of Epizootics, 12, Rue de Prony, Paris (XVII), France. Cables: INTEREPIZOOTIES PARIS. OIE Terrestrial Animal Health Code, 2009. International Office of Epizootics, 12, Rue de Prony, Paris (XVII), France. Cables: INTEREPIZOOTIES PARIS. Secretary of the convention on biological diversity, 2000. Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity. The Secretary of the convention on biological diversity, World Trade Centre 393 St. Jacques Suite 300, Montreal, Quebec, H2Y IN9, Canada. Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 15 World Health Organization, 2010. Technical Report Series : Report of the jointt FAO/WHO expert committe on food additive. Evaluation of Certain Veterinary Drug Residues i food. Geneva : Wotrld Health Organization. Disampaikan dalam Konggres Nasional Pertama Asosiasi Farmakologi dan Farmasi Veteriner Indonesia Denpasar 25 Maret 2011 16