9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Berikut definisi menurut para ahli :
1. Menurut Mathis (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi
untuk memastikan pengunaan bakat manusia secara efektif dan
efisien
guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Dalam
sebuah lingkungan di mana angkatan kerja terus berubah, hukum
berubah, dan kebutuhan-kebutuhan dari pemberi kerja juga
berubah, manajemen SDM harus terus berubah dan berkembang.
Hal ini sangat benar ketika manajemen beroperasi secara global.
2. Menurut Mathis (2006:7), Manajemen Sumber Daya Manusia
dalam budaya, perekonomian, dan sistem-sistem hukum yang
berbeda menghadirkan beberapa tantangan. Bagaimanapun juga,
ketika dilaksanakan dengan baik, manajemen SDM global
mendatangkan dividen (keuntungan saham). Faktor-faktor yang
mempengaruhi Manajemen SDM Global ialah hukum, politik,
ekonomi, dan budaya.
3. Menurut Yani (2012:1), mendefinisikan Manajemen Sumber Daya
Manusia sebagai berikut: “Manajemen Sumber Daya Manusia
dapat diaritkan sebagai ilmu mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja secara efektif dan efisien sehingga tercapai tujuan
organisasi atau perusahaan.”
4. Menurut Robbins & Coulter (2009), Manajemen Sumber Daya
Manusia
adalah
mengenai
penggunaan
karyawan
secara
organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan
kompetitif terhadap para pesaing.
5. Menurut
Danang Sunyoto (2012:3) yang mengacu pada
pandangan Edwin B. manajemen sumber daya manusia dapat
diartikan
pengarahan,
sebagai
proses
dan
pengawasan
9
perencanaan,
pengorganisasian,
kegiatan-kegiatan
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.
Dari uraian teori diatas, dapat di simpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah pengaturan sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi yang berguna untuk tercapainya sebuah tujuan perusahaan.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Veithzal Rivai (2009:1), Manajemen SDM merupakan salah
satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam
fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena
sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam
pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil
penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang
disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah manajemen mempunyai arti
sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya me-manage
(mengelola) sumber daya manusia.
Menurut Armstrong (2009:4), praktek manajemen sumber daya
manusia berkaitan dengan semua aspek tentang bagaimana orang bekerja dan
dikelola dalam organisasi.
Ini mencakup kegiatan seperti strategi SDM, manajemen SDM,
tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen pengetahuan, pengembangan
organisasi, sumber-sumber SDM (perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen dan seleksi, dan manajemen bakat), manajemen kinerja,
pembelajaran dan pengembangan, manajemen imbalan, hubungan karyawan,
kesejahteraan karyawan, kesehatan dan keselamatan, serta penyediaan jasa
karyawan.
Dari definisi yang telah disebutkan diatas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa sumber daya manusia merupakan ilmu, seni dan proses
dalam aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya
tujuan perusahaan.
2.1.3 Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia
Menurut Veithzal Rivai (2011:15) sistem perencanaan SDM meliputi
prakiraan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan SDM. Estimasi
permintaan SDM dibagi menjadi dua yaitu :
• Estimasi Suplai Internal
Melakukan penghitungan karyawan yang ada, serta mengaudit untuk
mengevaluasi kemampuan – kemampuan karyawan. Infor masi yang
di dapatkan digunakan untuk menugaskan pada karyawan tertentu
untuk mengisi lowongan pekerjaan di waktu tertentu
• Estimasi Suplai Ekstenal
Kebutuhan SDM yang harus dipenuhi dari sumber eksternal dapat
diperoleh
dengan
menganalisis
pasar
tenaga
kerja,
serta
memperhatikan trend demografis dan sikap masyarakat terhadap
perusahaan.
2.2
Pelatihan atau Training
2.2.1 Pengertian Pelatihan atau Training.
Menurut Rivai (2009,p.212) pelatihan adalah proses secara sistematis
dalam mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan untuk
melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan
membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar
berhasil dalam melaksanakan pekerjaanya.
Menurut Hanggraeni (2012,p.97) pelatihan dan pengembangan
merupakan dua terminologi yang berbeda tetapi sering kali dianggap sebagai
hal yang sama. Pelatihan (training) adalah pendidikan yang membantu
pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya saat ini, sedangkan pengembangan
(development) adalah pendidikan yang membantu pekerja untuk bisa
melaksanakan pekerjaan yang akan diembannya kelak. Dari pengertian ini
dapat terlihat perbedaan pelatihan dan pengembangan adalah terletak pada
rentan waktu (time horizon). Pelatihan fokus pekerjaan yang dilakukan saat
ini (now), sedangkan pengembangan fokus pada pekerjaan yang akan
diembannya kelak (future).
Menurut
Bangun
(2012:202)
pelatihan
adalah
suatu
proses
memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian
tujuan perusahaan. Pada awalnya, pelatihan karyawan hanya diperuntukkan
kepada tenaga-tenaga operasional, agar memiliki keterampilan secara teknis.
Tetapi, kini pelatihan diberikan kepada setiap karyawan dalam perusahaan
termasuk karyawan administrasi maupun tenaga manajerial. Manajemen kini
bersama-sama dengan para karyawan untuk mengidentifikasi tujuan dan
sasaran strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Para manajer
perusahaan telah menyadari betapa pentingnya pelatihan untuk dapat
meningkatkan kepuasan kerja.
Berdasarkan definisi di atas tujuan perusahaan secara ringkas adalah
untuk meningkatkan atau mengembangkan kinerja karyawannya. Pelatihan
dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan,
organisasi, lembaga. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih
menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan mereka sekarang atau pekerjaan
mereka di suatu hari.Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembagan organisasi maupun
masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang
tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumber daya manusia,
yang
didalamnya
terjadi
proses
perencanaan,
penempatan,
dan
pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya, perusahaan
melakukan upaya yang terencana untuk membantu dan memfasilitasi
karyawan
dalam
pembelajaran
kompetensi
mereka
yang
meliputi
pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau perilaku yang sangan penting
untuk kinerja mereka secara individual maupun organisasional. Fokus utama
pada pelatihan dan pengembangan dalam perusahaan adalah mengembangkan
tenaga kerja yang unggul sehingga perusahaan dan karyawan secara bersamasama dapat melaksanakan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan yang
baik kepada pelanggan mereka.
Pelatihan membawa dampak begitu positif bagi perusahaan. Membuat
perusahaan semakin berkembang dan tidak ketinggalan zaman di banding
dengan perusahaan lain. Kemudian pelatihan harus melibatkan lebih dari
sekedar pengembangan keterampilan dasar. yaitu, menggunakan pelatihan
untuk mendapatkan keuntungan kompetitif, pelatihan harus dipandang secara
luas sebagai cara untuk menciptakan modal intelektual. Modal intelektual
mencakup seperti keterampilan dasar (keterampilan yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan seseorang)
2.2.2 Tujuan Pelatihan Karyawan
Menurut Veithzal Rivai (2005:231) Program
pelatihan
karyawan
dapat membantu karyawan untuk memperbaiki berbagai keterampilan dan
teknik pelaksanaan agar menjalankan pekerjaanya dengan baik yang secara
langsung akan mempengaruhi bisnis perusahaan/organisasi tersebut. Manfaat
pelatihan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat untuk karyawan
a. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan
masalah yang efektif;
b. Melalui
pelatihan
dan
pengembangan,
variabel
pengenalan,
pencapaian, prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan
dapat diinternalisasi dan dilaksanakan;
c. Membantu dan mendorong mencapai pengembang diri dan rasa
percaya diri;
d. Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan kerja, frustasi dan
konflik;
e. Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan;
f. Memberikan
informasi
tentang
meningkatnya
pengetahuan
kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap;
g. Membantu
karyawan
mendekati
tujuan
pribadi
sementara
meningkatkan keterampilan interaksi.
2. Manfaat untuk perusahaan
a. Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih
positif terhadap orientasi profit;
b. Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level
perusahaan;
c. Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan;
d. Membantu untuk menciptakan image perusahaan yang lebih baik;
e. Membantu mengembangkan perusahaan;
f. Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan;
g. Membantu pengembangan promosi dari dalam;
h. Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi,
SDM, dan administrasi;
i. Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.
3. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antargrup dan pelaksanaan
kebijakan
a. Meningkatkan komunikasi antargrup dan individual;
b. Membantu dalam orientasi karyawan baru dan karyawan transfer atau
promosi;
c. Meningkatkan keterampilan interpersonal;
d. Meningkatkan kualitas moral;
e. Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan, dan
koordinasi;
f. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik.
2.2.3 Metode Pelatihan Karyawan
Metode pelatihan harus sesuai dengan jenis pelatihan yang akan
dilaksanakan dan dapat dikembangkan oleh semua perusahaan. Veithzal
Rivai (2005:242) membedakan metode pelatihan menjadi dua metode, yaitu:
1. On the job training, yaitu memberikan petunjuk-petunjuk mengenai
pekerjaan secara langsung saat bekerja untuk melatih karyawan
bagaimana melaksanakan pekerjaan mereka sekarang. Metode ini
merupakan metode pelatihan yang sering diterapkan oleh perusahaan.
Contohnya adalah instruksi, rotasi, magang.
2. Off the job training, yaitu metode pelatihan yang dilakukan diluar jam
kerja. Contohnya adalah ceramah, video, pelatihan vestibule, permainan
peran, studi kasus, simulasi, studi mandiri, praktek laboratorium, dan
outdoor oriented program.
2.2.4
Dimensi dan Indikator Pelatihan
Dimensi dan indikator pelatihan ( Vietzhal Rivai, 2009:226 ) diantaranya :
1. Materi Pelatihan
Dengan mengetahui kebutuhan akan pelatihan, sebagai hasil dari langkah
pertama dapat ditentukan materi pelatihan yang harus diberikan.
•
Indikatornya adalah : Kelengkapan Materi Pelatihan
2. Metode Pelatihan
Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah
metode atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan
metode pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan.
•
Indikatornya adalah : Metode Pelatihan yang sesuai.
3. Pelatih (Instruktur)
Pelatih harus didasarkan pada keahlian dan kemampuannya untuk
mentransformasikannkeahlian tersebut pada peserta latihan.
•
Indikatornya adalah : Kemampuan Instruktur Pelatihan
4. Peserta Pelatihan
Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran hendaknya para peserta
dipilih yang benar-benar “siap dilatih” artinya mereka tenaga kerja yang
diikutsertakan dalam pelatihan adalah mereka yang secara mental telah
dipersiapkan untuk mengikuti program tersebut. Pada langkah ini harus selalu
dijaga agar pelaksanaan kegiatan pelatihan benar-benar mengikuti program
yang telah ditetapkan.
•
Indikatornya adalah : Kemampuan Peserta Pelatihan dan Motivasi Peserta
Pelatihan
5. Sarana Pelatihan
Sarana pendukung evaluasi pelatihan dimaksudkan untuk mengukur
kelebihan suatu program, kelengkapan dan kondisi yang merupakan umpan
balik untuk meilai atau menghasilkan output yang sesuai.
•
Indikatornya adalah : Kelengkapan Peralatan, Kondisi Lingkungan dan
Penyelenggara Pelatihan
2.3
Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Menurut Robbins (2008,p.216), mendefinisikan motivasi sebagai keinginan untuk
mencapai suatu tujuan kerja dengan mengarahkan segala kemampuan yang dimiliki atau
proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk
mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa; (1) Motivasi kerja merupakan
bagian yang penting dalam organisasi yang berfungsi sebagai alat untuk pencapaian
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, (2) Motivasi kerja mengandung dua tujuan utama
dalam diri individu yaitu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi dan tujuan
organisasi, dan (3) Motivasi kerja yang diberikan kepada seseorang hanya efektif
manakala di dalam diri seseorang itu memiliki kepercayaan atau keyakinan untuk maju
dan berhasil dalam organisasi. (Robbins, 2008,p.222)
Pengertian motivasi menurut para ahli : Motivasi menurut Maslow (dalam
Robbins dan Coulter, 2009,p357 ), dimana Maslow (dalam Robbins dan Coulter,
2009,p356) mengemukakan motivasi adalah suatu proses dimana usaha seseorang diberi
energi, diarahkan, dan berkelanjutan untuk menuju tercapainya suatu tujuan. Dimana
Maslow menunjukkannya kedalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai
dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif
psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar
terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum
kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
Berikut ini merupakan urutan dari teori Maslow adalah :
a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang merupakan tingkat terendah atau disebut
sebagai kebutuhan yang paling mendasar (rasa lapar, rasa haus, perlindungan fisik
ataupun dalam kebutuhan yang ada secara sehari-hari dan sebagainya).
b. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan akan perlindungan dengan (merasa aman dan
terlindung, jauh dari bahaya).
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki atau secara sosial yaitu kebutuhan untuk
diterima oleh kelompok (berafiliasi dengan orang lain, diterima, berinteraksi dan
memiliki kebutuhan secara bersosial dengan orang lain).
d. Kebutuhan akan penghargaan yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh
orang lain (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan).
e. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill
dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide dengan
memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu. (kebutuhan kognitif: mengetahui,
memahami, dan menjelajahi sehingga kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan
kepuasan diri dan menyadari potensinya). Bila keadaan dan rasa aman sulit diperoleh,
pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motifmotif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan
mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika
kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya
ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus
bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
Motivasi kerja adalah dorongan suatu pekerjaan dengan penuh semangat dan
berasal dalam diri manusia itu sendiri (intrinsik) dan dapat pula berasal dari luar diri
manusia (ekstrinsik). Noor Sembiring : 2011.
Motivasi
berhubungan
dengan
kemampuan
seorang
pemimpin
untuk
mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan para bawahannya dalam
menentukan efektifitas kepemimpinan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut pendapat Veithzal Rivai (2011:839) menyatakan bahwa motivasi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu;
b) Keahlian dalam mengarahkan pegawai dan perusahaan agar mau bekerja dengan
berhasil, sehingga keinginan pegawai dan tujuan perusahaan sekaligus dapat
tercapai;
c) Sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku, pelajaran motivasi sebenarnya
merupakan pelajaran tingkah laku;
d) Sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri;
e) Sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
2.3.2 Teori Motivasi
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y
(positif). Menurut teori X, empat pengandaian yang dipegang manajer yaitu:
a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja.
b. Karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor yang
dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia. Ada empat
teori Y, yaitu:
a. Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya seperti istirahat
dan bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
c. Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
2.3.3
Pandangan Tentang Motivasi
Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, namun sejumlah
pandangan yang dianggap paling penting dalam motivasi adalah:
1. Model Tradisional
Model tradisional motivasi berhubungan dengan pandangan Frederick Taylor
dan aliran manajemen ilmiah.Model ini mengisyaratkan bahwa manajer
menentukan
bagaimana
pekerjaan-pekerjaan
harus
dilakukan
dan
digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi pegawai.Lebih
banyak
berproduksi,
lebih
banyak
menerima
penghasilan.Model
ini
menganggap bahwa pegawai pada dasarnya malas dan hanya dapat dimotivasi
dengan penghargaan berwujud uang.Pendekatan ini dalam banyak situasi
tergolong efektif.Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, pegawai yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut manajer
mengurangi besarnya upah insentif pemutusan hubungan kerja menjadi biasa
dan pegawai akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada kenaikan upah
kecil dan sementara.
2. Model Hubungan Manusia
Banyak praktik manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak
memadai.Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusia lainnya
menemukan bahwa kontak-kontak sosial pegawai pada pekerjaannya adalah
juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan
adalah faktor-faktor pengurang motivasi.
Mayo dan beberapa pakar pendukungnya juga yakin bahwa manajer dapat
memotivasi pegawai melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka
dan membuat mereka merasa berguna dan penting.Sebagai hasilnya, para
pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam
pekerjaannya.Perhatian yang lebih besar diarahkan pada kelompok-kelompok
kerja organisasi informal.Lebih banyak informasi disediakan untuk pegawai
tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
3. Model SDM
Para teoritis seperti Mc. Gregor dan Maslow dan para peneliti seperti Argyris
dan Likert melontarkan kritik yang mendalam terhadap model hubungan
manusia dan mengemukakan pendekatan yang lebih “Sophisticated” untuk
memanfaatkan pegawai.
2.3.4 Indikator Motivasi Kerja
Menurut Robbins dalam Susanto dan Anisah (2013) indikator yang digunakan dalam
mengukur motivasiadalah :
1. Faktor Intrinsik : berkaitan dengan motivasi yang ada dalam diri sendiri yaitu
kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian
2. Faktor Ekstrinsik : motivasi yang diperoleh dari luar yaitu pengawasan, imbalan
kerja, kebijaksanaan perusahaan dan kondisi-kondisi kerja.
2.4
Turnover Intention
2.4.1
Pengertian Turnover Intention
(Mathis, 2006:125), mengatakan bahwa perputaraan adalah proses dimana
karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, hal 221), mengatakan bahwa turnover adalah
suatu proses dimana seorang karyawan meninggalkan suatu organisasi dan harus
digantikan. Turnover adalah pemberhentian pegawai yang bersifat permanent dari
perusahaan baik yang dilakukan oleh pegawai sendiri secara sukarela maupun yang
dilakukan oleh perusahaan
Jadi dapat disimpulkan dari definisi diatas bahwa turnover adalah kecenderungan
seseorang untuk meninggalkan suatu organisasi atau pekerjaan yang saat ini mereka
jalani.
Turnover intention juga dapat disebut sebagai peralihan karyawan melintasi batasbatas divisi dari suatu organisasi (Macy & Mirvis dalam Hassan, Akram, dan Naz, 2012).
Berbagai penelitian menganggap turnover intention sebagai penyebab utama turnover
(Bluedorn 1982; Mobley WH, Horner, dan Hollingsworth 1978; Mobley, Griffith,
Tangan, dan Megline, 1979; Steel dan Ovalle, 1984; dalam Hassan, Akram, dan Naz,
2012). Oleh karena itu, para peneliti selalu mencoba untuk mengidentifikasi turnover
intention sehingga turnover dalam organisasi dapat dikurangi.
Menurut Nayaputera, (2011:39) didefinisikan intensi turnover sebagai suatu
keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain.
Kemudian Nayaputera mengemukakan juga menyatakan bahwa sebagian besar karyawan
yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan atas
perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary turnover) dan
perpindahan kerja sukarela yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable voluntary
turnover). Avoidable voluntary turnover dapat disebabkan karena alasan berupa gaji,
kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di rasakan lebih baik sedangkan
unvoidablevoluntary turnover dapat disebabkan karena perubahan jalur karir, faktor
keluarga, dan faktor kebutuhan diri.
Perputaraan
karyawan
yang
tinggi
mengakibatkan
bengkaknya
biaya
perekrutmen, seleksi, dan pelatihan. Sementara itu keinginan berpindah (Turnover
Intention) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya.
Meningkatnya tinggi turnover pada perusahaan karyawan akan semakin banyak
menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan
pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti di korbankan, maupun biaya rekruitmen dan
pelatihan kembali.
.
2.4.2
Dampak Turnover intention
Semakin besar turnover rate yang terjadi dalam perusahaan, maka semakin besar
puladampak kerugian yang harus ditanggung perusahaan.Kerugian tersebut mencakup
biaya-biaya seperti (Mathis dan Jackson, 2006, hal 138) :
a. Biaya Perekrutan
Biaya perekrutan meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu
dan gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya
relokasi dan pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya
pengujian perekrutan, waktu pemeriksaan referensi, dan sebagainya.
b. Biaya Pelatihan
Biaya training meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf
pelatihan, biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer,
dan sebagainya.
c. Biaya Produktivitas
Biaya produktivitas adalah produktivitas yang hilang karena waktu pelatihan
karyawan baru, hilangnya hubungan dengan pelanggan, tidak biasa dengan
produk dan jasa perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber
dan sistem perusahaan, dan sebagainya.
d. Biaya Pemberhentian
Separation cost meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk
mencegah
pemberhentian,
waktu
wawancara
keluar
kerja,
beban
pengangguran, biaya sengketa hukum yang dituntut oleh karyawan yang
diberhentikan, dan sebagainya.
2.4.3 Dimensi Turnover Intentions
Dimensi turnover intention menurut Mobley dalam Mahdi et al (2012) meliputi:
1. Thinking of quitting, adalah pemikiran seseorangkaryawan untuk keluar dari
sebuah perusahaan dan adanya pemikiran bahwa ia berkemungkinan tidak
bertahan dengan perusahaan.
2. Intent to search, adalah sikap seorang karyawan untuk mencari alternatif
perusahaan lain
3. Intent to quit, adalah sikap seorang karyawan yang menunjukkan indikasi
keluar seperti meminimalisasi usaha dalam bekerja, dan membatalkan
pekerjaan penting.
2.4.4 Faktor-faktor yang Berperan pada Turnover Intention
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Turnover Intention cukup kompleks
dan saling berkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah usia, lama
kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja dan kebudayaan
perusahaan (Nayaputera, 2011:40).
1. Usia
Pekerja dengan usia muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi
daripada pekerja-pekerja dengan usia yang lebih tua. Penelitian-penelitian
terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan
intensi turnover dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia
seseorang, semakin rendah tingkat intensi turnover-nya. Hal ini mungkin
disebabkan karyawan yang usianya lebih tua enggan untuk berpindah-pindah
tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga,
mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan
di tempat baru, atau karena energi yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena
senioritas yang belum tentu didapat di tempat yang baru walaupun gaji dan
fasilitas yang diterima lebih besar. Sedangkan tingkat turnover pada tenaga
kerja berusia muda cenderung lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka
masih memliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin
mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara tersebut. Selain itu
tenaga kerja dengan usia muda lebih mungkin memiliki kesempatan yang
lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab
terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah
mobilitas pekerjaan.
2. Lama Kerja
Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan adanya korelasi negatif
antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja
semakin rendah kecenderungan turnover-nya.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap dorongan untuk melakukan
turnover. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan mereka
akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang
tingkat pendidikannya terbatas.
4. Keikatan Terhadap Perusahaan
Keikatan terhadap perusahaan memiliki korelasi yang negatif dan signifikan
terhadap turnover. Berarti semakin tinggi tingkat keikatan seseorang terhadap
perusahaan akan semakin kecil ia mempunyai intensi untuk berpindah
pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Seseorang yang mempunyai rasa
keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai
dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, tujuan
dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung ialah
menurunnya dorongan untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.
5. Kepuasan Kerja
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa tingkat
turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang. Semakin tidak puas
seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk
melakukan turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover
memiliki banyak aspek. Diantara aspek-aspek itu adalah ketidakpuasan
terhadap
manajemen
perusahaan,
kondisi
kerja,
mutu
pengawasan,
penghargaan, gaji, promosi, dan hubungan interpersonal.
6. Budaya Perusahaan
Budaya merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran,
perasaan, pembicaraan maupun tindakan manusia yang bekerja di dalam
perusahaan. Budaya perusahaan mempengaruhi persepsi mereka, menentukan
dan mengharapkan bagaimana cara individu bekerja sehari-hari dan dapat
membuat individu tersebut merasa senang dalam menjalankan tugasnya.
2.5
Kinerja
2.5.1 Pengertian Kinerja
Menurut Malayu SP. Hasibuan (2007) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Mangkunegara (2005) kinerja ialah hasil kerja baik
secara kualitas maupun
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Mathis dan Jackson (2006) berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah
mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan
yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas dari hasil,
kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama.
Robbins(2008) mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh
pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
2.5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
menjamin kelangsungan hidup berorganisasi. Dalam mencapai kinerja yang tinggi,
beberapa faktor yang mempengaruhi, menjadi pemicu apakah kinerja pegawai tinggi atau
rendah. Menurut Mangkunegara (2006:16) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
yang baik faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi yaitu :
•
Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi antara
fungsi psikis ( rohani ) dan fisiknya ( Jasmaniah ). Dengan adanya integritas yang
tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri
yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk
mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari – hari dalam mencapai tujuan
organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat dibagi menjadi 3 bagian
yaitu :
a. Pengetahuan ( Knowledge )
Yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada
intelegensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas dimiliki karyawan.
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media, dan
informasi yang diterima.
b. Keterampilan ( Skill )
Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimiliki
karyawan. Seperti keterampilan konseptual ( conceptual skill ), keterampilan
manusia ( human skill ) , dan keterampilan teknik ( technical skill ).
c. Faktor Motivasi ( Motivation )
Motivasi bisa diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap
situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya jika
mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi
kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan
kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja
dan kondisi kerja.
•
Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan organsasi yang mempengaruhi prestasi kerja individu yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas , otoritas yang memadai, target kerja
yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, 42 iklim
kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
2.5.3 Elemen – Elemen Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja pada dasarnya kinerja meliputi
elemen – elemen sebagai berikut :
1. Kuantitas dari hasil
Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolute,
dalam presentase atau indeks.
2. Kualitas dari hasil
Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung pada
selera individu. Kualtias dapat dilihat dengan dirasakan, dilihat, atau diraba.
3. Ketepatan waktu dari hasil
Dalam melakukan pekerjaan selalu membutuhkan waktu
sebagai masukan.
Waktu merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga tidak dapat
disimpan dan ditunda sehingga waktu harus digunakan secepat mungkin dan
secara optimal
4. Kehadiran atau absensi
5. Kemampuan bekerja sama
Dalam bekerja, setiap karyawan harus memiliki kemampuan bekerja sama dan
mampu bekerja di dalam tim atau kelompok.
2.5.4 Dimensi kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Salah satu yang digunakan untuk
mengukur kinerja adalah dengan melihat dimensi – dimensi kinerja karyawan. Dimensi –
dimensi kinerja karyawan adalah:
1. Kualitas (Quality)
Merupakan hasil kerja keras dari para karyawan yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan oleh pihak perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang dicapai oleh karyawan
tersebut tinggi maka kinerja dari karyawan tersebut dianggap baik oleh pihak
perusahaan atau sesuai dengan tujuannya. Ini berarti merupakan suatu tingkatan yang
menunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang dicapai atas suatu pekerjaan mendekati
adanya kesempurnaan.
2. Kuantitas (Quantity)
Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala maksimal yang
telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang telah ditetapkan oleh
perusahaan tersebut maka kinerja dari para karyawan sudah baik
.3. Ketepatan Waktu (Timeliness)
Karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan
maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik.
Dengan timeliness yang merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan bahwa suatu
pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan maka
kinerja karyawan tersebut sudah baik.
4. Kehadiran
Merupakan hal yang harus dipertahankan karyawan. Kehadiran karyawan dapat
menjadi tolak ukur apakah karyawan menyukai pekerjaan mereka. Karyawan yang
jumlah kehadirannya lebih banyak biasanya kinerja yang dilakukan lebih baik
daripada karyawan yang jumlah kehadirannya sedikit.
5. Kemampuan Bekerja Sama
Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi terhadap
pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam pekerjaan
tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya
diharapkan para karyawan dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.
Kemampuan bekerja sama yang merupakan suatu tingkatan keadaan dari karyawan
dapat menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, serta kerjasama antar
rekan sekerja sehingga akan tercipta peningkatan kinerja.
2.6
Kerangka berpikir
Kerangka penelitian dalam penelitian ini tediri dari Variabel independen atauvariabel
bebas yaitu pengaruh pelatihan kerja, motivasi kerja, turnover intention. Variabel independen
merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri.Sedangkan
variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan. Variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh beberapa variabellain yang sifatnya tidak
dapat berdiri sendiri.
Pengaruh Pelatihan
( X1)
T1
Kinerja Karyawan
Motivasi
T2
( X2 )
( Y)
T3
T4
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Sumber : Penulis 2015
2.7
Hipotesis
Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis
adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang
kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk T-1.
Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikankan antara pengaruh pelatihan terhadap kinerja
karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Ha
: Adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan
di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Untuk T-2
Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di PT.
Cahya Pinastika Jaya.
Ha
: Adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan di PT.
Cahya Pinastika Jaya.
Untuk T-3
Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara turnover intention terhadap kinerja karyawan
di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Ha
: Adanya pengaruh yang signifikan antara turnover intention dan terhadap kinerja
karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Untuk T-4
Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan, motivasi dan turnover
intention terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Ha
: Adanya pengaruh yang signifikan antara pengaruh pelatihan, motivasi, dan turnover
intention terhadap kinerja karyawan di PT. Cahya Pinastika Jaya.
Download