MODUL PERKULIAHAN Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 12 Kode MK Disusun Oleh MK61077 Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Abstrak Kompetensi Mengetahui dan memahami mengenai cedera otak dan penyakit kronis Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan materi terkait 1. Pengertian Cedera Otak Cedera otak adalah cedera pada tengkorak, kulit kepala, atau otak yang disebabkan oleh trauma. Gegar otak merupakan jenis cedera otak paling umum yang berhubungan dengan olahraga, dan diperkirakan dalam setahun terdapat 1,6 juta sampai 3,8 juta orang mengalami gegar otak yang disebabkan karena olahraga. Gegar otak adalah jenis cedera otak traumatis (TBI atau Traumatic Brain Injury) yang terjadi ketika otak bergetar atau terguncang cukup keras sehingga membentur tengkorak. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang jatuh dan kepalanya terbentur. Gegar otak juga bisa terjadi akibat terpukul di kepala. Dalam olahraga seperti sepak bola, bahkan menyundul bola bisa menyebabkan gegar otak. Gegar otak menyebabkan perubahan status mental seseorang dan dapat mengganggu fungsi normal dari otak. Gegar otak yang banyak terjadi, dapat memiliki dampak kumulatif dan jangka panjang sehingga dapat mengubah hidup seseorang. Jenis lain dari cedera otak traumatis (TBI) adalah memar, yaitu luka memar pada otak yang dapat menyebabkan pembengkakan, dan hematoma (pendarahan di otak yang mengumpulkan dan membentuk gumpalan). Patah tulang tengkorak adalah jenis lain dari cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Kadang-kadang pada kasus patah tulang, potongan tulang yang patah dapat melukai otak dan menyebabkan perdarahan dan jenis cedera lainnya. Cedera kepala dapat terjadi karena banyak hal, seperti perkelahian, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera saat berolahraga, jatuh, atau sekadar terbentur. Gegar otak adalah jenis cedera kepala yang paling umum terjadi. Gegar otak adalah cedera kepala yang berdampak kepada fungsi otak. Selain karena benturan dan guncangan pada kepala, gegar otak umumnya terjadi karena guncangan keras pada tubuh bagian atas. Otak terlindungi dari guncangan oleh cairan otak dalam tengkorak. Oleh karenanya, guncangan dan benturan keras pada kepala atau tubuh bagian atas dapat membuat otak ikut terguncang membentur dinding kepala bagian dalam. 2016 2 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kondisi ini dapat bersifat ringan, tapi juga bisa berisiko fatal jika sampai mengakibatkan pendarahan di dalam atau di sekitar otak. 1.1 Gejala-gejala Trauma Kepala Ringan Trauma kepala ringan umumnya ditandai oleh gejala-gejala yang ringan. Durasi berlangsungnya pun hanya sebentar. Beberapa gejala yang mungkin dialami oleh pasien adalah mual atau muntah, pusing atau sakit kepala ringan, pandangan kabur, linglung, terlihat bengong, mudah marah atau kesal, perubahan pola tidur misalnya susah tidur atau tidur lebih lama dari biasanya, telinga berdenging, merasa lemas atau lelah, atau mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Gejala-gejala trauma otak ringan bisa terjadi sesaat setelah pengidap mengalami cedera. Meski demikian, ada juga yang muncul beberapa jam atau beberapa hari setelahnya. Pada anak yang mengalami gegar otak, gejalanya cenderung sama dengan orang dewasa. Tetapi terkadang lebih sulit di deteksi. Berikut ini sejumlah gejala tambahan pengidap gegar otak ringan pada anak-anak khususnya balita, yaitu lebih cengeng dari biasanya atau bahkan terus menangis, perubahan sikap atau cara bermain misalnya tidak tertarik dengan mainan kesukaannya, uring-uringan, sulit memusatkan perhatian, kehilangan keseimbangan sehingga sulit berjalan, atau mudah lelah. 1.2 Komplikasi Trauma Kepala Ringan Keseimbangan senyawa otak pada pengidap gegar otak akan mengalami perubahan. Waktu pemulihan pada tiap pengidap cenderung berbeda-beda. Secara umum, dibutuhkan waktu beberapa minggu agar keseimbangan tersebut kembali normal. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi pengidap untuk menjaga kondisinya dan menghindari aktivitas yang berpotensi memperparah gejala. Trauma kepala ringan yang dibiarkan begitu saja berpotensi memicu berbagai komplikasi. Beberapa di antaranya adalah: 2016 Sindrom pasca gegar otak, seperti sakit kepala, pusing, serta kesulitan untuk berpikir. 3 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Epilepsi. Risiko penyakit ini akan meningkat hingga dua kali lipat pada orang yang pernah mengalami trauma kepala ringan. Sindrom cedera otak kedua. Komplikasi pembengkakan otak yang berkembang sangat cepat dan bersifat fatal biasanya terjadi pada cedera otak kedua. Cedera ini terjadi dalam waktu dekat setelah gegar otak pertama, di mana pengidap gegar otak belum sepenuhnya pulih. Penumpukan efek akibat cedera otak. Cedera otak yang terjadi berulang kali dapat menyebabkan penumpukan gangguan fungsi otak yang dapat bersifat permanen pada pengidapnya. Vertigo dan sakit kepala. Komplikasi ini bisa dialami oleh pengidap selama satu minggu hingga beberapa bulan setelah mengalami cedera otak. 1.3 Pencegahan Trauma Kepala Ringan Benturan keras pada kepala merupakan sebab utama di balik trauma kepala ringan. Terdapat langkah-langkah simpel yang bisa kita lakukan guna menghindari terjadinya cedera yang meliputi : Senantiasa menggunakan helm, misalnya saat mengendarai motor, bekerja di lokasi konstruksi, atau naik sepeda. Menciptakan lingkungan yang ramah anak di rumah. Misalnya dengan tidak meletakkan kursi atau sofa di bawah jendela agar anak tidak bisa memanjat. Atau memasang pagar pada bagian bawah atau atas anak tangga. Meningkatkan kewaspadaan di rumah, contohnya tidak meletakkan barang secara sembarangan di dekat tangga atau segera menyeka benda cair yang tumpah di lantai agar tidak ada yang terpeleset. 2016 4 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.4 Jenis-jenis Gegar Otak Menurut tingkat keparahan dan ada tidaknya pingsan, gegar otak dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yaitu : Tingkat 1 : Gegar otak ringan. Tidak mengalami pingsan, serta gejala-gejala yang dirasakan hanya berlangsung kurang dari 15 menit. Tingkat 2 : Gegar otak sedang. Tidak mengalami pingsan namun gejala yang dirasakan lebih dari 15 menit. Tingkat 3 : Gegar otak berat. Mengalami pingsan. Gegar otak dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Namun pada kebanyakan kasus, orang tidak mengalami kehilangan kesadaran sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gegar otak. Satu hal yang pasti, tiap gegar otak dapat menyebabkan gangguan pada otak dalam skala tertentu. Gejala gegar otak bisa jadi tidak akan segera terasa, namun dapat berlangsung mulai dari hitungan hari hingga lebih dari beberapa minggu. Berikut ini beberapa gejala yang umumnya dirasakan, yaitu : pingsan/tidak sadarkan diri selama beberapa waktu, terasa seperti berada di tengah kabut, telinga berdenging, mual dan muntah, mata berkunangkunang dan pusing, sakit kepala, cara bicara yang menjadi kurang jelas, kelelahan, gangguan pada keseimbangan tubuh, linglung, tidak dapat segera menjawab ketika ditanya. Sementara itu, beberapa gejala berikut mungkin dapat segera dirasakan, meski ada kemungkinan baru terasa beberapa jam setelah cedera kepala, antara lain sensitif terhadap cahaya dan bunyi bising, gangguan tidur, gangguan psikologis dan perubahan kepribadian, gangguan ingatan dan konsentrasi, depresi, serta tidak mampu mengecap. Umumnya orang yang mengalami gegar otak dapat pulih sepenuhnya dengan cepat. Namun ada kalanya yang mengalami gejala yang tidak hilang hingga berminggu-minggu lamanya, terutama jika dia pernah mengalami cedera yang serupa. 2016 5 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.5 Gegar Otak pada Anak Butuh Penanganan Khusus Pada masa kanak-kanak, kepala manusia cenderung relatif lebih besar dibandingkan tubuhnya secara keseluruhan. Selain itu, anak-anak lebih sering bergerak aktif ke manamana dibandingkan orang dewasa. Paduan kedua situasi ini menyebabkan anak-anak cenderung lebih sering terjatuh atau terbentur hingga mengalami gegar otak. Anak yang mengalami cedera di kepala sebaiknya mendapat pengawasan orang dewasa selama 24 jam pertama setelah kecelakaan. Hal ini diperlukan karena anak-anak, terutama balita, belum tentu dapat mengomunikasikan yang mereka rasakan, sehingga perubahan perilaku apapun perlu di pantau lebih jauh. Pemberian obat-obatan apa pun harus dikonsultasikan kepada dokter terlebih dahulu untuk menghindari risiko pendarahan dalam otak. Lebih lanjut, anak bisa jadi berada dalam kondisi darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit jika mengalami muntah berulang kali, gangguan koordinasi fisik, cara bicara terganggu, perubahan perilaku seperti mudah marah, sakit kepala yang memburuk dari waktu ke waktu, tidak sadarkan diri/pingsan lebih dari 30 detik. Gejala lainnya adalah gangguan penglihatan dan kejang. Pada keadaan pasca cedera, kadar zat kimia dalam otak juga berubah dan memerlukan waktu beberapa lama untuk dapat kembali normal. Beristirahat adalah cara terbaik untuk memulihkan fisik dan mental akibat cedera kepala. Bentuk istirahat yang dapat dilakukan seperti membatasi aktivitas meski terasa menyenangkan tapi memerlukan konsentrasi lebih banyak seperti membaca, menonton TV, atau bermain video games; hindari kegiatan yang banyak bergerak, seperti olahraga, karena berisiko memperparah kondisi cedera; hindari mengonsumsi obat selain yang diresepkan dokter. Di masa pemulihan, hindari melakukan dua kegiatan di waktu yang bersamaan, seperti makan sambil menonton TV. Sebaiknya tunda bepergian dengan pesawat terbang karena berisiko membuat pemulihan tertunda. Hal-hal di atas juga dapat diterapkan untuk memulihkan anak yang mengalami cedera kepala. Mungkin masih dapat beraktivitas seperti biasa, seperti bersekolah atau 2016 6 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bekerja, tapi akan disarankan untuk mengurangi waktu kerja atau lebih sering mengambil jeda di sela kegiatan. Jika mengalami sakit kepala, dokter mungkin akan meresepkan obatobatan pereda nyeri, seperti asetaminofen. Namun sebisa mungkin hindari jenis pereda nyeri yang berisiko menyebabkan pendarahan, seperti aspirin dan ibuprofen. Sementara itu, orang-orang dengan gejala-gejala berikut ini harus segera dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), yaitu pingsan dan sulit sadarkan diri, terlihat sangat mengantuk, salah satu pupil bola mata tampak lebih besar dibandingkan yang lain, kejang, kebingungan. Dalam pemeriksaan, dokter akan memeriksa riwayat medis pasien dan melakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi pengecekan refleks, keseimbangan, pendengaran, penglihatan, koordinasi, konsentrasi, ingatan, dan kekuatan serta saraf sensori. CT Scan dan MRI mungkin diperlukan untuk mendapatkan gambar bagian dalam tempurung kepala untuk mendeteksi kemungkinan pendarahan atau kemungkinan komplikasi. Pada kondisi tertentu, cedera kepala berisiko mendatangkan komplikasi, seperti epilepsi, sakit kepala yang dirasakan berbulan-bulan pascacedera, vertigo, serta pembengkakan otak yang fatal. 2. Pengertian Penyakit Kronis Penyakit dapat menjadi sebuah faktor yang mengerikan dan bisa datang secara tibatiba tanpa ada satu pihak yang mengundang. Berikut adalah macam-macam penyakit kronis: 2.1 Serangan Jantung Pertama Infark sebagai otot jantung akibat kurangnya suplai darah ke jantung. 2.2 Stroke Serangan serebrovaskuler apapun, yang mengakibatkan gejala neurologis yang permanen, yang berlangsung lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, termasuk infark jaringan otak, pendarahan otak, trombosis atau embolisasi. 2016 7 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.3 Kanker Penyakit yang ditandai dengan adanya tumor ganas akibat pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan menyebarnya sel tumor ganas serta invasi ke jaringan. 2.4 Gagal Ginjal Gagal ginjal tahap akhir yang diperlihatkan sebagai gagal berfungsinya kedua ginjal yang kronis dan tidak dapat pulih kembali, sehingga memerlukan dialysis ginjal yang teratur atau transplantasi ginjal. 2.5 Kelumpuhan Hilangnya fungsi sedikitnya kedua tangan atau kedua kaki, atau satu lengan dan satu kaki, secara total dan tetap, dan berlangsung secara terus menerus paling sedikit selama 6 minggu. Kondisi ini harus ditegakkan oleh dokter ahli syaraf. Luka akibat perbuatan yang disengaja oleh diri sendiri dikecualikan dari penyakit ini. 2.6 Multiple Sclerosis Penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat secara progresif yang menyebabkan kerusakan otak dan batang otak. Diagnosis yang pasti tanpa keraguan oleh dokter ahli syaraf yang menegaskan kombinasi seperti : gejala-gejala yang mengarah pada serabut-serabut (substansi putih) yang meliputi syaraf optik, batang otak, dan sumsum tulang belakang, yang mengakibatkan defisit neorologis; dan telah berlangsung minimal selama 6 bulan yang menyebabkan gangguan pada koordinasi dan fungsi sensor motorik. Data yang mendukung adanya kambuhan dan timbulnya gejalagejala atau deficit neurologis. 2.7 Penyakit Paru-paru Kronis/Tahap Akhir Penyakit paru-paru tahap akhir termasuk penyakit paru-paru intersisial yang disebabkan oleh penyakit gagal pernafasan yang kronik. 2.8 Anemia Aplastis Gagal berfungsinya sumsum tulang yang kronis dan persisten yang mengakibatkan anemia, neutropenia dan thrombositopenia yang memerlukan perawatan transfusi darah, 2016 8 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id obat penstimulasi sumsum tulang, obat immunosupresif, atau transplantasi sumsum tulang. 2.9 Tumor Otak Jinak Ancaman hidup yang disebabkan oleh tumor otak yang bukan kanker yang menimbulkan kerusakan otak dan gejala-gejala khusus dari peningkatan tekanan di dalam tengkorak seperti papilloedema (pembengkakan papil), gangguan mental, gila dan gangguan indera yang telah dikonfirmasikan oleh dokter ahli syaraf. Adanya tumor yang mendasarinya harus dikonfirmasikan secara CT Scan atau MRI. 2.10 Radang Otak Diagnosa inflamasi dari otak (cerebral hemisphere, brainstem atau cerebellum) yang diakibatkan karena infeksi virus, yang menimbulkan komplikasi bermakna yang berlangsung paling permanen/menetap sedikit dan selama dikonfirmasi 6 minggu, oleh dokter mencakup ahli syaraf. defisit syaraf Defisit syaraf permanen/menetap dapat berupa retardasi mental, emosi yang labil, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan berbicara, kelemahan atau kelumpuhan. 2.11 Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus) Penyakit autoimun yang multisistemik dan multifaktor yang ditandai oleh peningkatan auto-antibodi yang menyerang berbagai antigen tubuh. 2.12 Skleroderma Progresif Suatu penyakit pembuluh darah kolagen yang sistemik yang menyebabkan terjadinya fibrosis menyeluruh secara progresif di dalam kulit, pembuluh darah dan organ-organ tubuh yang lain. Diagnosa penyakit ini harus didukung oleh biopsi dan bukti pendukung hasil serologi dan penyakit ini harus sesuai dengan proporsi sistemik yang berhubungan dengan jantung, paru-paru dan ginjal. 2.13 Penyakit Kista Medullary Penyakit ginjal yang progresif herediter dikarakteristikan dengan adanya kista pada medulla, tubular atrophy dan intestitial fibrosis dengan manifestasi anemia secara klinis, 2016 9 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id polyuria dan kehilangan sodium melalui ginjal, berkembang menjadi gagal ginjal yang kronis. Diagnosis ini harus di dukung oleh biopsi ginjal. 2.14 Stroke yang memerlukan Operasi Arteri Carotid Operasi arteri carotid (Carotid Endarterectomy) oleh dokter ahli bedah syaraf yang diperlukan untuk membuang timbunan plak di arteri carotid pada stroke yang telah berlangsung lebih dari 6 (enam) bulan. Operasi ini harus ada indikasi dibutuhkan secara medis (medically necessary) oleh dokter ahli syaraf untuk mencegah berulangnya serangan ischemic cerebrovascular. 2.15 Penyakit Kaki Gajah Kronis Penyakit kaki gajah kronis dengan karakteristik : o Pembengkakan yang berat dan menetap mulai dari lengan dan kaki atau bagian tubuh lain yang diakibatkan oleh lympatic obstruction (penyumbatan kelenjar Limfe); o 2016 Ditemukan adanya infeksi microfilaria dari hasil pemeriksaan laboratorium. 10 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th). Washington, DC: Author. Mash, E.J. & Wolfe, D. A. (2010) Abnormal child psychology (4th ed.). Belmont,CA: Wadsworth. 2016 11 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id