peranan kadar serum malondialdehid sebagai risiko

advertisement
PERANAN KADAR SERUM MALONDIALDEHID
SEBAGAI RISIKO TERJADINYA
ABORTUS IMINENS
dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2013
ABSTRAK
Latar Belakang: Akhir-akhir ini dikemukakan teori radikal bebas sebagai pemicu
terjadinya abortus. Ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan yang
mengakibatkan peroksidasi lipid diduga berperan penting dalam terjadinya gangguan
proses plasentasi sehingga menyebabkan terjadinya abortus. Malondialdehid
merupakan penanda/produk lipidperoksidasi.
Tujuan : Untuk mengetahui peranan kadar serum malondialdehid sebagai faktor
risiko terjadinya abortus iminens.
Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol
berpasangan. Sebanyak 60 ibu hamil diteliti, 30 orang kelompok kasus (abortus
iminens) dan 30 orang kelompok kontrol (kehamilan normal). Pemeriksaan kadar
serum malondialdehid dikerjakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Data yang terkumpul dilakukan pengujian
normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, dan dilakukan analisa data dengan tindependent sample test. Untuk risiko terjadinya abortus iminens pada kadar
malondialdehid yang tinggi dipakai uji Chi-Square.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkanrerata kadar serum malondialdehid pada
abortus iminens adalah 1,33±0,11 nmol/ml dan rerata kadar serum malondialdehid
pada kehamilan normal adalah 1,03±0,10 nmol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji
t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 11,44 dan nilai p= 0,001. Hal ini berarti
bahwa rerata kadar serum malondialdehid pada kedua kelompok berbeda secara
bermakna (p<0,05). Berdasarkan nilai titik potong 1,12 nmol/ml,didapatkan bahwa
kadar serum malondialdehid yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya abortus
iminens sebesar 29,57 kali (RO = 29,57, IK 95% = 6,85-127,64, p=0,001).
Simpulan : Kadar serum malondialdehid pada abortus iminens berbeda secara
bermakna dibandingkan dengan kadar serum malondialdehid pada kehamilan
normal, dan tingginya kadar serum malondialdehid merupakan faktor risiko
terjadinya abortus iminens.
Kata kunci : Abortus iminens, malondialdehid, kehamilan normal.
ABSTRACT
Background : Recently, the theory which emphasizes the role of free radical as a
triggering factor of miscarriage has been proposed. The imbalance between free
radical and antioxidant which results in lipid peroxidation is alleged to have an
important role of placentation process disturbance, which is can induce miscarriage.
Malondialdehyde is the marker or product of lipid peroxidation.
Objective : To determine the role of malondialdehyde serum level as the risk factor
of threatened miscarriage.
Design : This was a paired case-control study. As many as 60 pregnant women
examined, 30 groups of cases (threatened miscarriage) and 30 control group (normal
pregnancy). Serum levels of malondialdehyde from each woman were examined in
the Biochemistry Laboratory Faculty of medicine Gajah Mada University in
Jogjakarta. Normality test of the collected data was performed using the
Kolmogorov-Smirnov normality test, and analysis was then performed using the
independent sample t-test. To determine the role of malondialdehyde serum levels in
threatened miscarriage was used the Chi-Square test.
Result : From this study we found that the average level of malondialdehyde serum
in threatened miscarriage was 1.33± 0.11 nmol/ml and the average level of
malondialdehyde serum in normal pregnancy was 1.03± 0.10 nmol/ml. The analysis
of significance using the t-independent test shows that the value of t = 11,44 and p
= 0.001. This means that the average level of malondialdehyde serum on the two
groups was significantly different (p < 0.05). Based on the cut off value of 1.12
nmol/ml, was found that the relative risk of threatened miscarriage is 29,57times (RO
= 29,57, IK 95% = 6,85-127,64, p=0,001).
Conclusion : The malondialdehyde serum level was significantly different in
threatened miscarriage compared to normal pregnancy. High level of
malondialdehyde serum in pregnancy was a risk factor of threatened miscarriage.
Keyword : Threatened miscarriage, malondialdehyde, normal pregnancy.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan proses kehamilan dimulai sejak terjadi pertemuan sperma dan
ovum. Kemudian, berlanjut pada trimester pertama sampai trimester ketiga
kehamilan saat janin siap dilahirkan. Proses ini seringkali berjalan normal, tetapi
terkadang terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu maupun janin yang
dikandung.
Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling sering
dijumpai pada wanita hamil. Kehamilan dapat berakhir dengan terjadinya abortus,
baik itu abortus iminens, abortus insipien, abortus inkomplit maupun komplit.
Sebagian besar abortus terjadi pada kehamilan trimester pertama. Lebih dari 80%
abortus terjadi pada umur kehamilan kurang dari 14 minggu dan setelah itu angka ini
cepat menurun. Abortus Iminens adalah ancaman berakhirnya kehamilan pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau saat janin mempunyai berat kurang dari 500
gram (Cunningham dkk, 2010).
Mekanisme pasti yang menjadi penyebab abortus tidak selalu jelas. Banyak
etiologi, misalnya: kelainan kromosom, faktor infeksi, nutrisi, penyakit metabolik,
stres oksidatif, anomali uterus dan lain-lain (Aksoy, dkk. 2009;Cunningham, dkk.
2010).
Akhir-akhir ini peran stres oksidatif dalam
patogenesis abortus
mulai
banyak diteliti. Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara prooksidan (free
radical) dan antioksidan (Eberhardt, 2001; Agarwal dkk, 2005). Stres oksidatif
sendiri akan menyebabkan gangguan proses plasentasi.Salah satu komplikasi yang
timbul akibat kelainan proses plasentasi adalah abortus. Peningkatan insiden
kegagalan plasentasi berhubungan dengan ketidakseimbangan radikal bebas yang
berpengaruh pada perkembangan fungsi plasenta dan berefek pada fetus (Jauniaux,
dkk. 2006). Peningkatan placental oxydatif stres menjadi faktor dalam patogenesis
awal keguguran (Aksoy, dkk.2009).
Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan di orbit yang paling luar. Radikal bebas mempunyai sifat sangat
reaktif dan dapat mengubah molekul menjadi radikal. Radikal bebas merupakan
suatu bentukan yang dihasilkan oleh pernapasan secara aerob dan reaksi metabolik
yang lain. Oksigen paling banyak digunakan selama proses oksidasi dan dikonversi
menjadi air, tetapi 1-5% akan menjadi oksigen reaktif terutama superoksid (O2 -),
hydrogen peroxide (H202), hydroxyl (OH-). Metabolit ini sangat reaktif dan
membutuhkan antioksidan untuk menetralisirnya(Jauniaux, dkk. 2004).
Antioksidan merupakan sistem pertahanan untuk melindungi diri dari ancaman
radikal bebas. Mekanisme sistem pertahanan tersebut terdiri atas enzimatik dan nonenzimatik. Pada sistem pertahanan enzimatik, glutathione peroxidase (GPx), catalase
(CAT), dan superoxide dismutase (SOD) memainkan peranan yang utama. Disisi
lain, sel dan plasma memiliki non-enzimatik free radikal scavengers seperti asam
askorbat, alpha-tokopherol (vitamin C dan E), dan kelompok sulfidril (Biri, dkk.
2006).
Apabila terjadi ledakan stres oksidatif yang tidak dapat diimbangi oleh enzim-enzim
antioksidan (SOD, GPx, CAT) akan menyebabkan kerusakan membran sel,
terbentuknya ikatan kovalen antara radikal bebas dengan lipid pada membran sel
(peroksidasi lipid) dan terbentuknya Malondialdehid (MDA) yang merupakan
penanda/produk peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan proses yang terjadi
ketika radikal bebas berinteraksi dengan polyunsaturated fatty acids (FUPA) pada
membran sel dan lipoprotein pada plasma. MDA adalah senyawa dialdehida yang
merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. Selain itu, MDA juga
merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi. MDA
menunjukkan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Oleh
sebab itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam
membran sel (Winarsi, 2007). Pemeriksaan kadar serum MDA sebagai penanda
peroksidasi lipid merupakan salah satu pemeriksaan yang potensial untuk
memprediksi terjadinya abortus.
Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian mengenai kadar MDA pada
wanita yang mengalami abortus iminens. Peneliti berasumsi bahwa sangat penting
dilakukan penelitian kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus iminens
untuk lebih mendalami patofisiologi terjadinya abortus sehingga akhirnya didapatkan
suatu cara untuk mencegah
terjadinya abortus. Atas dasar itu peneliti ingin
mengetahui apa peranan kadar serum MDA pada ibu yang mengalami abortus
iminens.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah tingginya kadar serum MDA merupakan faktor risiko terjadinya
abortus iminens ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum:
Untuk mengetahui peranankadar serum MDA sebagai faktor risiko terjadinya
abortus iminens.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui rerata kadar serum MDA pada abortus iminens 8 - 14
Minggu.
2. Untuk mengetahui rerata kadarserum MDA padakehamilannormal
8 – 14minggu.
3. Untuk mengetahui cut off pointkadar serum MDA sebagai faktor risiko
terjadinyaabortus iminens pada umur kehamilan 8 -14 minggu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Sebagai data dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai teori
etiopatogenesis pada abortus iminens.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai bagian dari suatu rangkaian penelitian mengenai pengaruh
antioksidan dan radikal bebas terhadap abortus sehingga pada akhirnya dapat
ditemukan suatu cara pencegahan terjadinya abortus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus Iminens
Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetri yang paling sering dijumpai pada
wanita hamil. Diperkirakan 20 sampai 25% dari seluruh wanita hamil ditemukan
gejala perdarahan atau ancaman abortus pada trimester pertama, dan sekitar 50%
diantaranya akan berakhir dengan abortus. Abortus yang terjadi pada awal
kehamilan, 60 sampai 80% terjadi pada kehamilan 14 minggu atau kurang, dan
sisanya terjadi setelah kehamilan 14 minggu. Abortus merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada awal kehamilan dan hampir 15% gangguan kehamilan berakhir
dengan keguguran ( biri, dkk.2006).Definisi abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu, berat badan janin ≤ 500 gram ( Cuningham,
dkk. 2010).
Abortus iminens merupakan ancaman berakhirnya kehamilan yang ditandai oleh
perdarahan yang berasal dari uterus pada umur kehamilan dibawah 20 minggu
disertai sakit perut atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan,
tanpa adanya pembukaan serviks dengan tes kehamilan masih positif, dan hasil
konsepsi masih di dalam uterus yang dibuktikan dengan USG. Perdarahan bisa
terlihat dari ostium uteri dan tidak terdapat nyeri goyang portio atau nyeri adneksa.
Sebagai penyebab abortus iminens adalah sebagai berikut:
1. Faktor embrio, biasanya akibat kelainan kromosom hampir 75% terjadi
abortus selama trimester pertama.
2. Faktor ibu seperti penyakit ginjal, diabetes militus, penyakit infeksi akut,
trauma dan kelainan sistem reproduksi : mioma uteri dan kelainan uterus.
3. Kelainan plasentasi. Peran reaksi oksidatif pada plasenta akan menyebabkan
kelainan dari plasenta itu sendiri. Sekarang terdapat bukti yang jelas bahwa
abortus merupakan kelainan plasentasi. Pada dua pertiga kasus abortus,
terdapat bukti anatomis adanya defek pada plasentasi yang memiliki
karakteristik
lapisan
pelindung
trofoblas
yang
lebih
tipis
maupun
berfragmentasi, invasi endometrium oleh trofoblas yang menurun dan
sumbatan ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini berhubungan
dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis
dan menyebabkan onset prematur dari
sirkulasi maternal pada seluruh
plasenta (Jauniaux,et al, 2006).
2.2 Mekanisme Keseimbangan Oksidan dan Antioksidan.
Reactive Oxygen Species (ROS) adalah suatu senyawa atau molekul yang
mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya. Adanya
elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif
mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang
berada disekitarnya. Bila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa
yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya, karena ikatan akan digunakan secara
bersama-sama pada orbit luarnya. Umumnya senyawa yang memiliki ikatan kovalen
adalah biomakromolekul seperti lipid, protein, dan DNA. Yang paling rentan
terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal
bebas didalam tubuh merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel bahkan
menyebabkan kerusakan sel (Winarsi, 2007).
Sel memiliki mekanisme proteksi untuk melindungi diri dari kerusakan yang
disebabkan ROS. Antioksidan enzimatik seperti SOD bersama-sama vitamin E
menghilangkan radikal bebas superoksid, Katalase dan Glutathion peroxidase
sehingga mencegah peroksidasi hidrogen dan peroksidasi lipid (Ozkaya, dkk. 2008).
Pada kondisi tubuh sehat, ROS dan antioksidan berada dalam keseimbangan.
Apabila keseimbangan ini terganggu dan bergeser dengan peningkatan ROS maka
terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif berpengaruh dalam semua tahapan reproduksi
seorang ibu. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara prooksidan (free
radical) dan kemampuan scavenger tubuh (body’s scavenging ability) atau
antioksidan (Agarwal, dkk. 2005).
2.3 Pertahanan Sel Terhadap Stres Oksidatif
Akibat terjadinya peningkatan radikal bebas, tubuh akan berusaha mengatasi keadaan
ini dengan memproduksi antioksidan untuk pertahanan yang disebut dengan
counteracting antioksidant defences (Patil, dkk. 2007). Sistem pertahanan ini dapat
dikelompokkan menjadi scavenging radikal bebas dan pemutus rantai oksidan.
Glutathion tereduksi, tokoferol-alpha, asam askorbat dan retinol merupakan pemutus
rantai oksidan nonenzimatik yang dapat mengurangi radikal bebas dan mencegah
kerusakan sel akibat oksidasi radikal bebas (Patil, dkk.2008). Tubuh memiliki sistem
pertahanan untuk melindungi diri dari ancaman radikal bebas. Mekanisme sistem
pertahanan tersebut terdiri atas enzimatik dan non-enzimatik. Pada sistem pertahanan
enzymatic, glutathione peroxidase(GPx), catalase (CAT), and superoxide dismutase
(SOD) memainkan peranan yang utama. Disisi lain, sel dan plasma memiliki nonenzimatik free radikal scavengers seperti asam askorbat, alpha-tokopherol (vitamin
C dan E), dan kelompok sulfidril(Biri, dkk. 2006).
Gambar 2.1 Peran antioksidan melindungi kerusakan sel (Biri, dkk. 2006).
Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan di orbit paling luarnya. Radikal bebas ini dapat bermuatan
positif, negatif, atau netral. Unsur radikal dapat merupakan bagian dari struktur yang
lebih besar dan imobile, namun dapat juga merupakan unsur berukuran kecil yang
dapat berdifusi dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul
reaktif dengan elektron tanpa pasangan dan diproduksi secara terus-menerus dalam
sel baik sengaja maupun tidak sebagai produk sampingan dari metabolisme. Radikal
bebas mempunyai 2 sifat penting yaitu : pertama bersifat sangat reaktif dan
cenderung untuk bereaksi dengan molekul lain untuk mencari pasangan elektronnya
sehingga bentuknya lebih stabil. Kedua, dapat mengubah molekul menjadi radikal.
Radikal bebas mirip dengan oksidan dalam sifatnya sebagai penerima elektron
(menarik elektron). Radikal bebas lebih berbahaya daripada oksidan oleh karena
reaktifitas yang tinggi dan kecenderungannya membentuk radikal bebas yang baru.
Pada giliranya apabila radikal bebas berjumpa dengan molekul lain akan membentuk
radikal bebas yang baru lagi dan seterusnya sehingga terjadi reaksi rantai
(Nedeljkovic, dkk. 2003).
Stres oksidatif terjadi pada saat ROS sudah berlebihan sehingga sel sulit
mengeliminirnya. Pada abortus iminens stres oksidatif
dapat menyebabkan
degenerasi sinsitiotrofoblas.Secara fisiologis plasenta membutuhkan banyak 02,
sementara dilain pihak hal ini justru meningkatkanROS. ROS dapat menyebabkan
kerusakan lipid membran sel dan menginduksi terjadinya lipid peroksidasi. Banyak
sumber oksigen reaktif pada jaringan konsepsi. Dimana produksi hidrogen peroksida
yang bersifat estrogen dependen banyak terdapat di uterus. Aktifitas peroksida akan
meningkat 20 kali lipat pada miometrium dalam kehamilan (Sugino, dkk. 2000;
Jauniaux,dkk. 2006; biri, dkk. 2006).
2.4 Peran ROS Pada Abortus
Teori terbaru mengenai etiologi abortus adalah adanya ketidakseimbangan antara
produksi prooksidan dan mekanisme pertahanan antioksidan tubuh, selama
kehamilan terjadi berbagai proses fisiologis dengan peningkatan kebutuhan energi
dari berbagai fungsi tubuh dan peningkatan kebutuhan penggunaan 02. Oleh karena
itu selama kehamilan mudah terjadi stres oksidatif. Selama kehamilan, plasenta
menjadi sumber utama prooksidan, maka akan melemahkan pertahanan antioksidan
tubuh sehingga akan terjadi kerusakan oksidatif (Agarwal, dkk. 2005).
Walaupun oksigen sangat esensial bagi berlangsungnya kehidupan sel, jika
metaboliknya sangat meningkat
akan menghasilkan derivat-derivat toksiknya.
Molekuler species dari metabolisme oksigen disebut reactive oxygen species ( ROS).
Peningkatan ROS
akan meyebabkan peningkatan kerusakan fungsi sel, untuk
mencegah ROS memicu kerusakan, sel memiliki sebuah sistem antioksidan untuk
mencegah kerusakan oleh radikal bebas. Ketika keseimbangan terganggu oleh
peningkatan produksi ROS, keberadaan stres oksidatif akan menyebabkan penurunan
fungsi dan kerusakan sel (Aksoy, dkk., 2009).
Antioksidan enzimatis dan non enzimatis berfungsi sebagai sistem pertahanan
kompleks terhadap radikal bebas. Apabila mekanisme proteksi terhadap radikal
bebas tidak berjalan dengan sempurna, maka kadar 02 yang terbentuk lebih tinggi
dibanding kadar antioksidan sel, ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya
stres oksidatif didalam sel. Radikal bebas yang bereaksi dengan struktur lipid
membran sel membentuk radikal lipid peroksida (LO2 ), reaksi peroksidasi lipid ini
merupakan reaksi berantai karena dapat bereaksi dengan struktur lipid, protein, dan
asam nukleat organel sel. Molekul protein sel, secara struktural maupun bentuk
enzim sangat rentan terhadap proses denaturasi oleh reaksi yang dimediasi radikal
bebas. Selain itu radikal bebas dapat juga secara langsung menyerang asam nukleat
sehingga terjadi hidroksilasi cross link atau terpotongnya rantai DNA yang
mengakibatkan mutasi genetik sampai dengan kematian sel (Jauniaux, dkk. 2004;
Winarsi, 2007).
Gambar 2.2 Gambaran kantong kehamilanpada akhir bulan kedua kehamilan
(8–9minggu) (Jauniaux, dkk.2006).
Keterangan: miometrium (M), desidua (D), plasenta (P), ECC, kantong
amnion (AC), and secondary yolk sac (SYS). Tampak sirkulasi
darah utero-plasenta, dimulai dari tepi plasenta (tanda panah).
Proses implantasi mudigah pada endometrium adalah suatu proses yang
sangat kompleks dan harmonis, ditandai dengan invasi trofoblas ke segmen desidua
arteri spiralis dan segmen miometrium arteri spiralis. Pada saat implantasi ini,
diperlukan kesiapan endometrium, mekanisme molekuler, keseimbangan hormonal
energi dan peran ekspresi gen, pengatur dalam invasi trofoblast. Sel trofoblas sendiri
sangat peka terhadap stres oksidatif, oleh karena lokasi sel tersebut berada pada
permukaan villi korialis, sehingga merupakan sel pertama yang terpapar bila terjadi
reperfusi O2 dan sel trofoblas tersebut sangat sedikit mengandung enzim antioksidan
dibandingkan sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar antioksidan didalam sel
trofoblas ini, maka sedikit peningkatan radikal bebas dalam sel trofoblas sudah dapat
menimbulkan stres oksidatif yang akan mengakibatkan iskemia, hipoksia, dan
nekrosis. Apabila iskemia, hipoksia, dan nekrosis berjalan berulang-ulang didalam
desidua maka hasil konsepsi akan terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat
implantasi (Jauniaux, dkk. 2004; Jeyabalan,2006). Pada kehamilan normal, invasi
trofoblas kedalam jaringan desidua menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada
arteri spiralis. Untuk memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling
mungkin dengan menambah diameter arteri. Pembesaran diameter arteri spiralis yang
meningkat 4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, akan
memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan dengan aliran wanita
tidak
hamil.
Maka
kemampuan
melebarkan
diameter
arteri
spiralis
ini
merupakankebutuhanutamauntuk keberhasilankehamilan (Jeyabalan,2006).
Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya
tebal menjadi lebih tipis dimana lapisan muskularis menjadi lebih lebar berupa
kantong yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat dan bebas dari kontrol
neovaskular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk
pemasokan O2 dan nutrisi bagi janin (Jauniaux, dkk. 2004; Jeyabalan,2006).
.
Gambar 2.3
Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stres terhadap abortus
(Jauniaux, dkk. 2000)
Pada abortusterjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan invasi trofoblas.
Sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya
terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen
miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu juga ditemukan
adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Garis tengah arteri spiralis lebih
kecil dibandingkan
dengan kehamilan normal. Hal ini menyebabkan tahanan
terhadap aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan
iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua dan miometrium tersumbat oleh
materi fibrinoid, berisi sel-sel busa, terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak
dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskular. Keadaan ini dikenal sebagai
aterosis akut. Pada fase awal aterosis akut ditandai dengan gangguan fokal dari
endotel, terjadi proliferasi sel-sel otot polos tunika intima dan nekrosis tunika media.
Ruang ekstraseluler antara sel-sel otot intima diisi oleh fibrin. Arteri yang terlibat
bisa tersumbat sebagian sampai total. Aterosis ini berhubungan erat dengan
terjadinya gangguan pada kehamilan yaitu abortus spontan, pertumbuhan janin
terhambat dan preeklamsia (Jeyabalan, 2006).
Akibat kejadian diatas maka akan terjadi suatu reaksi radikal bebas yang
ditandai dengan tingginya peroksidasi lipid. Reaksi radikal bebas inilah yang
kemudian akan memicu disfungsi endotel dan akibat disfungsi endotel yang masif
maka akan timbul gejala klinis, sampai abortus. Peroksidasi lipid terjadi ketika
adanya interaksi antara lipid dengan radikal, seperti oksigen. Peroksidasi lipid ini
tidak hanya sangat tidak stabil namun juga sangat reaktif dan juga merusak..
Akhirnya, peningkatan peroksidasi lipid yang tidak terkendali menyebabkan
kerusakan sel endothelial ( Biri, dkk. 2006).
Proses implantasi mudigah pada endometrium adalah suatu proses yang
sangat kompleks dan harmonis. Ditandai dengan invasi trofoblas ke segmen desidua
arteri spiralis dan segmen miometrium arteri spiralis. Pada saat implantasi ini
diperlukan kesiapan endometrium, mekanisme molekuler, keseimbangan hormonal,
energi dan ekspresi gen, pengatur dalam invasi trofoblas (Agarwal,dkk. 2005).
Terjadi hambatan invasi sitotrofoblas yang berakibat tidak adekuatnya proses
remodeling arteri spiralis uterus, dan terjadi reduksi aliran darah uteroplasenta.
Pengurangan aliran darah menuju plasenta ini kemudian menginduksi keadaan
hipoksia pada jaringan sehingga terjadi plasental oksidatif stres. Sel trofoblas
plasenta sangat peka terhadap stres oksidatif. Oleh karena lokasi tersebut berada pada
permukaan villi korialis sehingga merupakan sel pertama yang terpapar bila terjadi
reperfusi oksigen dan sel trofoblas tersebut mengandung sangat sedikit enzim
antioksidan dibanding sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar antioksidan dalam
sel trofoblas ini, maka dengan sedikit peningkatan radikal bebas dalam sel trofoblas
sudah dapat menimbulkan stres oksidatif sehingga apabila stres oksidatif berlanjut
akan terjadi kerusakan, degenerasi dan pelepasan sel trofoblas, yang akan berlanjut
menjadi abortus (Jauniaux, dkk. 2004; Jeyabalan,2006).
Gambar
2.4Diagram yang menggambarkan proses plasentasi pada kehamilan
normal trimester pertama (A) dan Abortus spontan (B) (John, dkk. 2006).
2.5 Stres Oksidatifpada Abortus
Pada kehamilan normal invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
menghasilkan suatu perubahan fisiologis. Pada arteri spiralis, untuk memenuhi
kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan
diameter arteri spiralis. Kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini
merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan. Hasil akhir dari
perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya tebal dan
muskularis menjadi lebih besar berupa kantong elastik bertahanan rendah dan aliran
cepat, sehingga memungkinkan arus darah darah yang adekuat untuk pemasokan 02
dan nutrisi bagi janin (Agarwal, dkk. 2005). Oxidative stres meyebabkan terjadinya
gangguan aliran darah pada daerah intervilous dan keadaan ini dapat merupakan awal
dari proses terjadinya abortus (Jauniaux, dkk.2003). Terjadinya abortus juga
disebabkan tidak adekuatnya invasi trofoblas sehingga terbentuknya trophoblastic
oxidative stres menyebabkan hubungan hasil konsepsi dengan arteri spiralis tidak
terjadi dengan baik dan sempurna (Jauniaux dkk, 2004; Webster, dkk. 2008).
Sel trofoblas plasenta sangat peka terhadap stres oksidatif oleh karena lokasi
sel tersebut berada pada permukaan villi korialis sehingga merupakan sel pertama
yang terpapar bila terjadi reperpusi 02 dan sel trofoblas tersebut mengandung sangat
sedikit enzim antioksidan dibanding sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar
antioksidan dalam sel trofoblas ini, maka dengan sedikit peningkatan radikal bebas
dalam trofoblas sudah dapat menimbulkan stres oksidatif yang akan berlanjut dengan
terjadinya kerusakan, degenerasi dan pelepasan sel trofoblas, yang berlanjut menjadi
abortus (Agarwal, dkk. 2005).
Terjadi peningkatan tajam dari stres oksidatif yang terjadi pada plasenta yang
normal pada saat pembentukan sirkulasi maternal. Hal tersebut mungkin merupakan
peranan fisiologis yang berfungsi untuk menstimulasi diferensiasi plasenta tapi
dapat pula berperan dalam pathogenesis kegagalan pada hamil muda bila pertahanan
antioksidan berkurang (Jauniaux, dkk. 2006).
Salah satu kunci sukses kehamilan adalah terjadinya pertukaran feto-maternal
yang adekuat. Plasenta memenuhi kebutuhan tersebut dan menghubungkan aliran
darah ibu dan janin secara luas dan intim. Hal tersebut tercapai dengan adanya
cabang-cabang villipada aliran janin yang berhubungan dengan sirkulasi ibu dalam
rongga intervilli. Selama bertahun-tahun diasumsikan bahwa sirkulasi ibu dibentuk
dengan segera dalam plasenta. Implantasi melalui invasi pembuluh darah
endometrium oleh tropoblas. Metabolisme aerobik sangat berhubungan dengan
pembentukan spesies oksigen reaktif dan kecepatan pembentukannya sebanding
dengan kadar oksigen. Spesies ini memiliki potensial yang sangat berbahaya
sehingga sistim pertahanan tubuh yang kompleks telah dibentuk untuk mengatasi
masalah ini. Bila konsentrasi oksigen berfluktuasi terlalu cepat atau meningkat
terlalu tinggi maka akan melampaui pertahanan antioksidan seluler sehingga
menimbulkan stres oksidatif . Pada kondisi seperti ini kerusakan pada protein, lemak,
dan DNA, mengganggu fungsi seluler, bahkan mengakibatkan kematian sel (Ozkaya,
dkk. 2008).
Data yang terbaru memberi indikasi implantasi membutuhkan keadaan
oksigen rendah, untuk diferensiasi dan perkembangan sampai 10 minggu dari usia
kehamilan. Lingkungan dengan aliran darah maternal melindungi embryo dari
serangan imun maternal dari radikal bebas. Pada umur kehamilan 10-14 minggu
sirkulasi maternal dimulai dan konsentrasi oksigen intraplasenta secara cepat
meningkat (Biri, dkk. 2006).
Biri
melaporkan permulaan yangprematurdari sirkulasi maternal dengan
aliran darah melalui plasenta dapat diasosiasikan dengan peningkatan produksi
nonphysiological dari ROS. Sekarang terdapat fakta-fakta yang menunjang bahwa
permulaanyang prematurdan disorganisasi dari aliran darah maternal dengan
defisiensi trofoblastik.
2.6. Peroksidasi Lipid (MDA) pada Abortus
ROS terdiri dari superoksida (02), radikal bebas hidroksil(OH) dan bentuk parsial
oksigen dari oksigen, hydrogen peroksida (H2O2 ). Radikal bebas dapat bereaksi
dengan berbagai molekul yang berkontak dengan mereka menarik elektron dan
menimbulkan radikal bebas baru pada rantai oksidatif sitoktoksik yang dapat
membentuk peroksidasi lipid (Agarwal, dkk. 2005).
Oksidasi lipid melalui 3 tahapan, inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi
inisiasi terjadi antara asam lemak tidak jenuh (misal: linoleat) dengan radikal
hidroksil. Pada asam lemak linoleat, reaksi inisiasi terjadi pada C11, membentuk
radikal karbon. (Suryohudoyo, 2000).
Peningkatan produksi peroksidasi lipid yang secara tipikal diinisiasi oleh
radikal bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metode termasuk
pengukuran produk dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari peroksidasi
tersebut conjugated dienes dan lipidhidroperoksida, thiobarbituric acid reactive
substances (TBARS), gaseous alkanes dan kelompok progstaglandin F2-like
product yang disebut F2 isoprostanes (Niki dkk, 2009).
Oksidasi lipid merupakan hasil kerja radikal bebas yang diketahui paling awal dan
paling mudah pengukurannya, karena itulah reaksi ini paling sering dilakukan untuk
mempelajari stres oksidatif. Peroksidasi lipid merupakan inisiasi reaksi berantai oleh
radikal hidrogen atau O2 . Jembatan metilen yang dimiliki PUFA merupakan
sitokrom utama dari radikal bebas. Pembentukan radikal bebas dari peroksidasi lipid
merupakan petunjuk penting dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh ROS. Reaksi
jenis ini disebut autooksidasi radikal bebas, yang memerlukan inisiator
seperti
radikal hidroksil untuk memulai reaksi tersebut. Peroksidasi biasanya terjadi dengan
adanya penarikan atom hidrogen yang berisi 1 elektron dari ikatan ganda pada asam
lemak, terjadinya degradasi lipid yang menyebabkan terbentuknya MDA. MDA
terdapat dalam darah dan urin sebagai indikator kerusakan radikal. Peroksida dari
molekul lipid berubah-ubah atau merusak struktur molekul lipid. Susunan 2 lapis dari
lipid dan strukturnya juga mengalami kerusakan. Peroksidasi lipid yang bersifat
sangat reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui interaksi langsung dengan
membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktifasi mediator lain
oleh produk peroksidasi lipid (Eberhardt, 2001).
Efek secara langsung pada membran endotel adalah peroksidasi lipid
memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak pada membran endotel yang akan
menyebabkan perubahan kandungan cairan (fluiditas) membran dan mobilisasi
enzim-enzim pada membran. Hal ini akan menyebabkan membran endotel menjadi
bocor dan molekul-molekul hingga seukuran enzim dapat keluar melewati membran
yang rusak tersebut. Sebagai tambahan terhadap rusaknya membran yang berfungsi
sebagai barier tersebut, peroksidasi lipid juga mengakibatkan hilangnya homeostasis
ion yang menyebabkan terjadinya ganguan kompartemen dan kekacauan ion
utamanya yaitu ion Ca2+. Hilangnya homeostasis Ca2+ menyebabkan hilangnya
kontrol metabolik sel endotel. Kerusakan oleh radikal bebas merupakan sumber dari
kerusakan DNA (Eberhardt, 2001; Winarsi, 2007).
.
Gambar 2.5 Gambaran kerusakan sel karena ROS (Miles B., 2003)
Abortus memiliki hubungan dengan peningkatan peroksidasi lipid. Okan
Ozkaya dkk melaporkan peningkatan kadar MDA menyebabkan abortus spontan
dibandingkan kontrol. Peroksidasi lipid meningkat pada abortus dan pada terminasi
kehamilan.
2.7 Malondialdehid( MDA)
MDA merupakan produk peroksidasi lipid yang merupakan aldehid reaktif, dan
merupakan spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel, dan
membentuk prduk protein kovalen yang dikenal sebagai sebutan advance
lipoxidation end products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan
deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik
(Eberhardt,2001).
Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit
mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat digunakan
mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut. Marker atau
produk peroksida lipid, seperti MDA dapat diukur untuk menentukan adanya radikal
bebas (Patil, dkk. 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari PUFA peroksidasi.
Analisa Malondialdehid merupakan analisa radikal bebas secara tidak langsung dan
merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang
terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena
radikal radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa
lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya
sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Winarsi, 2007). MDA
menunjukkan deteksi free oksigen radical dalam berbagai macam kondisi patologis
(Ozkaya, dkk. 2008).
MDA telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada
plasma, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah
bening, cairan mikrodialisis, dari berbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial,
dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum
digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasif (Janero, 2001).
Kadar serum MDA diukur dengan menggunakan metode TBARS
(Thiobarbituric acid reactive substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA
terhadap asam tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer
(Janero, 2001). Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi
lipid yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah
didapat (Janero, 2001; Winarsi, 2007).
Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan
dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada manusia
maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa
lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi
lipid ( Niki, dkk. 2009).
MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa
alasan, yaitu: (1) Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2)
Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai metode yang telah tersedia, (3)
Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) Pengukurannya tidak
dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam
diet, (5) Merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak, (6) Terdapat dalam
jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga
memungkinkan untuk menentukan referensi interval (Llurba, dkk. 2004).
Peroksidasi lipid meningkat pada abortus dan pada terminasi kehamilan. Patil
(2007), melaporkan kadar MDA wanita tidak hamil:1.19±0.09 sedangkan wanita
hamil trimester I,II,III, adalah 1.42±0.13, 1.64±0.14, 1.79±0.14. Di Turki Ozkaya
melaporkan kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus spontan lebih tinggi
(66.4±13.7 nmol/ml) dari pada kehamilan normal (40.3±16.1 nmol/ml) dengan umur
kehamilan sama (Ozkaya,dkk. 2008). Selain itu Vural dkk (2000) yang mengadakan
penelitian di Istanbul Medical Faculty mendapatkan peningkatan peroksidasi lipid
dan penurunan kadar vitamin E yang signifikan pada penderita abortus habitualis
dibandingkan kehamilan normal.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Pikir
Pada kehamilan normal terjadi invasi trofoblas ke arteri spiralis. Darah
maternal secara langsung akan merendam trofoblas fetus. Invasi trofoblastik
extravillous mengalami perubahan dari smallcaliber high resistance spiral arteries
into largecaliber, low resistance.
Pada abortus iminens terjadi keadaan yang patologis dimana terjadi
kegagalan perubahan (remodeling) arteri spiralis sehingga menyebabkan terjadi
iskemik plasenta yang akan menghasilkan radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini
pada proses plasentasi akan menyebabkan kerusakan sinsitiotrofoblas. Apabila
terjadi ledakan stres oksidatif yang tidak dapat diimbangi oleh enzim-enzim
antioksidan (SOD, Glutation peroksidase, katalase) akan menyebabkan kerusakan
membran sel, terbentuknya ikatan kovalen antara radikal bebas dengan lipid pada
membran sel (peroksidasi lipid) dan terbentuknya MDA yang merupakan
penanda/produk peroksidasi lipid. Kerusakan membran sel yang terjadi dapat
berkembang menjadi kematian sel. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti
anatomis adanya defek pada plasentasi yang memiliki karakteristik lapisan pelindung
trofoblas yang lebih tipis maupun berfragmentasi, invasi endometrium oleh trofoblas
yang menurun dan sumbatan ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini
berhubungan dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri
spiralis dan menyebabkan onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh
plasenta.
Hamil muda
Kegagalan remodeling arteri spiralis
Iskemik plasenta
Radikal Bebas (O2 -, H2O2 , OH-)
Meningkat
Antioksidan
Endogen+Eksogen
(SOD, GPX, Katalase)
Vitamin E
Tidak Stres Oksidatif
Stres Oksidatif
Variabel
terkontrol:
Peroksidasi lipid (MDA)
Degenerasi Sinsitiotropoblas
Hamil normal
AIminens
Abortus Iminens
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
Umur ibu
Umur kehamilan
Molahidatidosa
Mioma Uteri
Kelainan uterus
3.2 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang diteliti yaitu variabel bebas
(Kadar MDA), variabel tergantung (Abortus iminens), dan variabel terkontrol (umur
ibu, umur kehamilan). Hubungan dari variabel-variabel tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Variabel Bebas :
Kadar Malondialdehid (MDA)
Variabel
Terkontrol :
Umur ibu
Umur kehamilan
Variabel Tergantung :
ABORTUS IMINENS
Bagan 3.2 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Tingginya kadar serum MDA merupakan faktor risiko terjadinya abortus
iminens.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus
kontrol .
Kadar serum MDA > cut of
point
Kasus
Abortus Iminens 8-14 mgg
Kadar serum MDA ≤ cut of
point
Matching
Umur ibu
Umur kehamilan
Kadar serum MDA > cut of
point
Kontrol
Hamil normal 8-14 mgg
Kadar serum MDA ≤ cut of
point
Bagan 4.1 Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian
dilaksanakan
sejak bulan April 2012 sampai dengan bulan
Desember 2012.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Poliklinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis
abortus iminens dan hamil normal.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel
penelitian
adalah
semua ibu hamil yang datang ke Poliklinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis
abortus iminens dan hamil normal dengan umur kehamilan 8 - 14 minggu yang
memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi :
 Ibu hamil normal dan yang mengalami abortus iminens dengan
usiakehamilan 8 - 14 minggu yang datang ke Polikinik Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.
 Bersedia ikut penelitian
Kriteria Eksklusi :

Molahidatidosa

Ibu hamil muda dengan kelainan uterus

Ibu hamil muda dengan mioma uterus

Adanya riwayat abortus provokatus
4.3.2.1 Cara Pemilihan Kasus dan Kontrol
Kasus :
Kasus ditentukan dengan cara consecutive sampling dari ibu hamil dengan
abortus iminens 8-14 minggu
yang datang ke Poliklinik Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar
yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kontrol :
Kontrol ditentukan secara consecutive sampling dari ibu hamil normal dengan
umur kehamilan 8-14 minggu yang datang ke Poliklinik Kebidanan dan
Penyakit
Kandungan
RSUP
Sanglah
(matching)dengan kasus dalam
hal
Denpasar
yang dipasangkan
umur ibu dan usia kehamilan.
Perbandingan kasus dan kontrol = 1:1
Umur ibu dikelompokkan menjadi :

≤ 16 tahun

17 -34 tahun

≥ 35 tahun
4.3.2.2 Penghitungan Besar Sampel
Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi :
Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05  Zα = 1,960
Power penelitian sebesar 80% dengan
Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20%  Zβ= 0,842
R=3
Sampel dihitung berdasarkan rumus:
 z  / 2  z  PQ 
n

 P  1 / 2 
2
dan
P=
R
(1  R )
R
(1  R )
Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan jumlah sampel yang
diperlukan 29 pasang sampel. Dibulatkan menjadi 30 pasang sampel kasuskontrol.
4.4 Variabel Penelitian
 Variabel bebas : Kadar MDA
 Variabel tergantung : Abortus iminens
 Variabel terkontrol : Umur ibu, umur kehamilan.
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Kadar serum MDA merupakan kadar serum MDA yang diperiksa dengan
metode spektrophotometri dengan alat spectrophotometer dengan reagen
NWLSS TM Malondialdehid Assay dan dikerjakan di Laboratorium Patologi
Klinik RSUP Sanglah Denpasar bekerjasama dengan Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Jogjakarta.
2. Abortus iminens adalah kehamilan mulai umur 8 minggu sampai dengan14
minggu, mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus, disertai
sakit perut atau tidak sama sekali, uterus membesar sesuai umur kehamilan,
tanpa adanya pembukaan serviks dengan tes kehamilan masih positif, dimana
dijumpai kantong kehamilan dengan fetal pole dan fetal heart beat, tanpa
perdarahan subkorionikdengan USG oleh Supervisor Obstetri dan Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar.
3. Umur ibu merupakan umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau
yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
4. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama
haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaaan USG yang
dilakukan sebelum umur kehamilan 14 minggu.
5. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum
kehamilan yang sekarang.
6. Hamil normal adalah kehamilan mulai umur 8 minggu sampai dengan 14
minggu dimana telah dijumpai kantong kehamilan dengan fetal poledan fetal
heart beat dengan USG oleh supervisor Obstetri dan Ginekologi RSUP
Sanglah Denpasar.
7. Ibu hamil muda dengan mioma uteri adalah ibu hamil muda mulai umur
kehamilan 8 minggu sampai dengan
14 minggu ditandai dengan tinggi
fundus uteri lebih besar dari umur kehamilan dan dijumpai
kantong
kehamilan dengan fetal poledan fetal heart beatdengangambaran whorle like
appearance pada pemeriksaan USG oleh supervisor Obstetri dan Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar.
8. Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel trofoblas oleh karena
kegagalan plasentasi yang mengakibatkan vili menggelembung menyerupai
buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur kehamilan 8
minggu sampai dengan kurang dari 14 minggu berupa: riwayat amenore,
perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya gelembung mola atau
tidak, dengan besar uterus lebih besar dari umur kehamilan, tidak ditemukan
balotement dan detak jantung, dengan pemeriksaan USG oleh supervisor
ditemukan adanya adanya vesikel di dalam rongga uterus.
9. Kehamilan muda dengan kelainan uterus adalah kehamilan mulai umur 8
minggu sampai dengan 14 minggu dengan kelainan bawaan pada uterus
berupa uterus didelphys yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai
dua serviks uteri dengan sebuah septum vertikal pada bagian atas vagina,
yang ditemukan pada pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG
oleh supervisor dimana tampak 2 buah uterus yang terpisah.
10. Abortus provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan baik
dengan
menggunakan
obat-obatan
maupun
secara
mekanis
dengan
memasukkan benda asing kedalam osteum uteri eksternum.
4.6 Alat Pengumpul Data
Alat-alat pengumpul data meliputi :
 Lembar status pasien
 Tensimeter
 Spuit disposibel 5 cc
 Tabung reagen EDTA
 Lembar pengumpul data
 Spectrophotometer dengan reagen NWLSS TM Malondialdehid Assay.
4.7 Alur Penelitian
Ibu-ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang
disebutkan di atas dimasukkan dalam sampel kehamilan dengan abortus iminens
(kelompok kasus) dan sampel kehamilan normal (kelompok kontrol) yang
dipasangkan dalam hal umur ibu dan umur kehamilan. Kemudian diminta untuk
menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel
penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.
Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah:
1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, dan
riwayat penyakit sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan
darah dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yaitu tes kehamilan
serta USG sesuai prosedur tetap.
Ibu hamil yang datang ke Poliklinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUP Sanglah Denpasar
Populasi Terjangkau
Informed consent
Kriteria Eksklusi
Informed Consent
Kriteria Inklusi
Sampel
Abortus iminens
UK 8 -14 mgg
(Kasus)
Matching
Umur ibu
Umur kehamilan
Hamil normal
(Kontrol)
Kadar Serum
MDA
ANALISIS DATA
Bagan 4.7. Alur penelitian
3. Pemeriksaan tekanan darah
Penderita berbaring santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai.
Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri dengan menggunakan
tensimeter air raksa (® Nova). Tekanan darah sistolik ditentukan dengan
teknik Korotkof 1 (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik
dengan teknik Korotkof V (hilangnya detak nadi).
4. Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 4 cc untuk
pemeriksaan kadar MDA plasma. Sampel darah yang ada diberi label
identitas sesuai nomor urut kasus dan kontrol tanpa menulis diagnosis
pasien.
Selanjutnya
sampel
akan
dikumpulkan
dan
disimpan
di
Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Setelah jumlah
sampel terpenuhi, sampel dikirim ke Laboratorium Biokimia Fakultas
Kedokteran
Universitas
Gajah
Mada
Jogjakarta
untuk
dilakukan
pemeriksaan kadar serum MDA .
5. Pemeriksaan kadar MDA plasma
Dikerjakan dengan metode spektrophotometri. Prinsip kerjanya adalah
dengan menggunakan reaksi NWK-MDA01 assay berdasarkan reaksi MDA
dengan TBA (thiobarbituric acid)
absorsi di baca dengan panjang
gelombang 532 nm.. Alat yang digunakan adalah spectrophotometer dengan
reagen NWLSS TM Malondialdehyd Assay.
4.8. Teknik Analisis Data
Data akan dianalisis dengan menggunakan komputer program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) for windows versi 16.0.
Data
yang
terkumpul
dilakukan
pengujian
normalitas
data
dengan
Kolmogorov-Smirnov, dan dilakukan analisa data dengan t-independent sample
test. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum MDA dengan risiko
terjadinya abortus iminens dilakukan perhitungan odds ratio.
Kriteria
Subyek Penelitian
Kasus
Kadar
MDA
MDA > cut of point
MDA <cut of point
Kontrol
a
b
c
d
Odds ratio = b/c
Ho : odds ratio = 1, H1 : odds ratio > 1
Analisis kemaknaan odds ratio akan di uji dengan uji chi-square pada tingkat
kemaknaan α = 0,05 dengan rumus :
X2 = [(b-c) – 1]2
b+c
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan rancangan kasus-kontrol dengan melibatkan 60 orang
sampel dilakukan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah
Denpasar pada bulan April 2012 sampai dengan Desember 2012.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Sebanyak 60 orang sampel, terdiri atas 30 orang kelompok kasus (abortus
iminens) dan 30 orang lainnya kelompok kontrol (kehamilan normal). Data
karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Rerata Umur, Umur Kehamilan, Paritas, dan Kadar Serum MDA pada
Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol
Variabel
Kelompok
P
Kasus
Kontrol
Umur (th)
27,73±3,91
26,53±4,42
0,270
Paritas
1,00±0,83
0,90±0,92
0,661
Umur Kehamilan (mgg) 9,43±1,41
9,87±1,66
0,279
Kadar MDA (nmol/ml)
1,03±0,10
0,001
1,33±0,11
Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus
adalah 27,73±3,91 tahun dan rerata kelompok kontrol adalah 26,53±4,42 tahun.
Rerata paritas kelompok kasus adalah 1,00±0,83 dan rerata kelompok kontrol adalah
0,90±0,92. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 9,43±1,41 minggu dan
rerata kelompok kontrol adalah 9,87±1,66 minggu. Rerata kadar serum MDA
kelompok kasus adalah 1,33±0,11 nmol/ml dan rerata kelompok kontrol adalah
1,03±0,10 nmol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent pada variabel
umur ibu, umur kehamilan, dan paritas didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti
bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, paritas, dan umur kehamilan antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Sedangkan pada kadar serum MDA
menunjukkan bahwa nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar serum MDA
pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,005).
5.2Risiko Terjadinya Abortus Iminens pada Kadar Serum MDA yang
Tinggi
Untuk mengetahui peranan kadar MDA terhadap terjadinya abortus iminens
dipakai uji Chi-Square. Nilai cut off point kadar MDA berdasarkan kurva ROC
adalah 1,12 nmol/ml dengan nilai sensitivitas 96,7% dan nilai spesifisitas sebesar
80%. Hasil analisis disaji pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Risiko Terjadinya Abortus Iminens pada Kadar Serum MDA yang Tinggi
Kelompok
Kasus
Kelompok
Kontrol
Kadar
Tinggi
27
7
MDA
Normal
3
23
RO
IK 95%
P
29,57
6,85-127,64
0,001
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kadar serum MDA yang tinggi merupakan
faktor risiko terjadinya abortus iminens sebesar 29,57 kali (RO = 29,57, IK 95% =
6,85-127,64, p=0,001).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini melibatkan 60 orang sampelyang telah memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi, yang terdiri dari 30 orang sebagai kasus dan 30 orang
lainnya sebagai kontrol.
Dari hasil penelitian didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah
27,73±3,91 tahun dan rerata kelompok kontrol adalah 26,53±4,42 tahun, dengan nilai
p = 0,270. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol. Pada penelitian Ozkaya, dkk (2008) di Turki, didapatkan
rerata umur ibu yang mengalami abortus spontan adalah 25 ± 5,1 tahun.Untuk
paritas, didapatkan rerata paritas kelompok kasus adalah 1,00±0,83 dan rerata
kelompok kontrol adalah 0,90±0,92 dengan nilai p = 0,661. Hal ini berarti bahwa
tidak ada perbedaan paritas antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol.
Sedangkan umur kehamilan, didapatkan rerata umur kehamilan kelompok kasus
adalah 9,431,41 minggu dan rerata kelompok kontrol adalah 9,871,66 minggu
dengan nilai p = 0,279. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan umur kehamilan
antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil tersebut,
karakteristik subyek tidak berpengaruh terhadap terjadinya abortus iminens sehingga
perannya dapat diabaikan.
Perbedaan kadar serum MDA antara kelompok kasus dengan kelompok
kontrol diuji dengan uji t-independent. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
rerata kadar serum MDA kelompok kasus adalah 1,33±0,11 nmol/ml dan rerata kadar
serum MDA kelompok kontrol adalah 1,03±0,10 nmol/ml dengan nilai p = 0,001.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar serum MDA antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).
6.2Kadar Serum MDA Tinggi Merupakan Faktor Risiko Terjadinya
Abortus Iminens
Untuk mengetahui peranan kadar serum MDA terhadap terjadinya abortus
iminens dipakai uji Chi-Square. Nilai cut off point kadar serum MDA berdasarkan
kurva ROC adalah 1,12 nmol/ml dengan nilai sensitivitas 96,7% dan nilai spesifisitas
sebesar 80%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar serum MDA yang tinggi
merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens sebesar 29,57 kali (RO = 29,57,
IK 95% = 6,85-127,64, p=0,001). Hal ini disebabkan karena serum MDA merupakan
produk peroksidasi lipid yang merupakan aldehid reaktif, dan merupakan spesies
elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel. Konsentrasi serum MDA
yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel (Winarsi,
2007). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA
dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik (Eberhardt,2001).
Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit
mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat digunakan
mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut. Marker atau
produk peroksida lipid, seperti MDA dapat diukur untuk menentukan adanya radikal
bebas (Patil, dkk. 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari PUFA peroksidasi.
Analisis Malondialdehid merupakan analisis radikal bebas secara tidak langsung dan
merupakan analisis yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang
terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena
radikal radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa
lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya
sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Winarsi, 2007). MDA
menunjukkan deteksi free oksigen radical dalam berbagai macam kondisi patologis
(Ozkaya, dkk. 2008). MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan
dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada manusia
maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa
lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi
lipid ( Niki, dkk. 2009). MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif
karena beberapa alasan, yaitu: (1) Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres
oksidatif, (2) Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang
telah tersedia, (3) Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4)
Pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh
kandungan lemak dalam diet, (5) Merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak,
(6) Terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan jaringan tubuh
dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menetukan referensi interval
(Llurba, dkk. 2004). Peroksidasi lipid meningkat pada abortus dan pada terminasi
kehamilan. Patil (2007), melaporkan kadar
MDA wanita tidak hamil:1.19±0.09
sedangkan wanita hamil trimester I,II,III, adalah 1.42±0.13, 1.64±0.14, 1.79±0.14. Di
Turki Ozkaya melaporkan kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus spontan
lebih tinggi (66.4±13.7 nmol/ml) dari pada kehamilan normal (40.3±16.1 nmol/ml)
dengan umur kehamilan sama (Ozkaya,dkk. 2008). Selain itu Vural dkk (2000) yang
mengadakan penelitian di Istanbul Medical Faculty mendapatkan peningkatan
peroksidasi lipid dan penurunan kadar vitamin E yang signifikan pada penderita
abortus habitualis dibandingkan kehamilan normal.
Peningkatan produksi peroksidasi lipid yang secara tipikal diinisiasi oleh
radikal bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metode termasuk
pengukuran produk dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari peroksidasi
tersebut conjugated dienes dan lipidhidroperoksida, thiobarbituric acid reactive
substances (TBARS), gaseous alkanes dan kelompok progstaglandin F2-like
product yang disebut F2 isoprostanes (Niki dkk, 2009). Oksidasi lipid merupakan
hasil kerja radikal bebas yang diketahui paling awal dan paling mudah
pengukurannya. Peroksida lipid merupakan inisiasi reaksi berantai oleh radikal
hidrogen atau O2 . Jembatan metilen yang dimiliki PUFA merupakan sitokrom
utama dari radikal bebas. Pembentukan radikal bebas dari peroksidasi lipid
merupakan petunjuk penting dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh ROS. Reaksi
jenis ini disebut autooksidasi radikal bebas yang memerlukan inisiator
seperti
radikal hidroksil untuk memulai reaksi tersebut. Peroksidasi biasanya terjadi dengan
adanya penarikan atom hydrogen yang berisi 1 elektron dari ikatan ganda pada asam
lemak, terjadinya degradasi lipid menyebabkan terbentuknya MDA. MDA terdapat
dalam darah dan urin sebagai indikator kerusakan radikal. Peroksida dari molekul
lipid berubah-ubah atau merusak struktur molekul lipid. Susunan 2 lapis dari lipid
dan strukturnya juga mengalami kerusakan. Peroksidasi lipid yang bersifat sangat
reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui interaksi langsung dengan
membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktifasi mediator lain
oleh produk peroksidasi lipid (Eberhardt, 2001). Efek secara langsung pada membran
endotel adalah peroksidasi lipid memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak
pada membran endotel yang akan menyebabkan perubahan kandungan cairan
(fluiditas) membran dan mobilisasi enzim-enzim pada membran. Hal ini akan
menyebabkan membrane endotel menjadi bocor dan molekul-molekul hingga
seukuran enzim dapat keluar melewati membran yang rusak tersebut. Sebagai
tambahan terhadap rusaknya fungsi membran sebagai barier tersebut, peroksidasi
lipid juga mengakibatkan hilangnya homeostasis ion yang menyebabkan terjadinya
ganguan kompartemen dan kekacauan ion utamanya ion Ca2+. Hilangnya
homeostasis Ca2+ menyebabkan hilangnya kontrol metabolik sel endotel
(Eberhardt,2001). Kerusakan oleh radikal bebas merupakan sumber dari kerusakan
DNA (Eberhardt, 2001; Winarsi, 2007). Abortus memiliki hubungan dengan
peningkatan peroksidasi lipid. Okan Ozkaya dkk melaporkan peningkatan kadar
MDA menyebabkan abortus spontan dibandingkan kontrol. Peroksidasi lipid
meningkat pada abortus.
6.3 Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel penelitian yang terbatas dan
waktu yang relatif singkat. Kemudian, dengan desain kasus-kontrol ini tidak
memungkinkan untuk mengikuti perjalanan kasus abortus iminens dan kehamilan
normal yang diteliti, apakah kehamilannya berlanjut atau mengalami abortus spontan
pada periode waktu setelah pengambilan sampel darah dilakukan.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tingginya kadar serum
MDA merupakan faktor risiko terjadinya abortus iminens.
7.2 Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peroksidasi lipid yang dinilai
melalui serum MDA mungkin terlibat dalam patogenesis abortus iminens. Namun
diperlukan penelitian lebih lanjut dari populasi yang berbeda dan juga diperlukan
penelitian menggunakan marker peroksidasi lipid yang lain sehingga didapatkan
hasil yang lebih akurat dan lengkap mengenai peranan peroksidasi lipid dalam
patogenesis abortus iminens.
DAFTAR PUSTAKA
Aksoy Nur Akse , Hulya A, N. Ozturk, C. Bulut. 2009. Erythrocyte TAO and TBARS
Levels in Patient Who Suffered Missed Miscarriage. Turk J Med Sci; vol 39: 881885.
Argawal A, Gupta S, and Sharma, R. K. 2005. Role of Oxidative Stres inFemale
Reproduction. Reprod Biol Endecrinol; 3: 28-35.
Biri A,MD, Kavutcu M, PhD, Bozkurt N, MD, Devrim E, MD, Nurlu N, MD,
Durak I, PhD. 2006. Investigation of Free Radical Scavenging Enzyme Activities and
Lipid Peroxidation in Human Placental Tissues With Miscarriage. J Soc Gynecol
Investig;13:384-8.
Burton, G. J, Hempstock J and Jauniaux E. 2001. Nutrition, Genetics and Placental
Development. Nutrition of the Human Fetus during the First Trimester—A Review
Placenta; 22, 15: 570–576.
Burton, G. J. and Jauniaux E. 2004. Placental Oxidative Stres: From Miscarriage to
Preeclampsia. Journal of the Society for Gynecologic Investigation; 11. 6: 342-352.
(Abstract)
Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD. 2010.
Abortion. William Obstetrics, 23rd ed. Mc Graw hill, New York :950-975
Eberhardt Manfred K. 2001. Reactive Oxygen Metabolites. 2nd .Ed. CRC Press,
Washington DC;174-185.
Hadijanto, B. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Muda. In: Wiknjosastro H,
Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. editors. Ilmu Kebidanan. Ed. 3, cetakan ke 6 ,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta.
Janero D.R. 2001. Malondialdehid and Thiobarbarturic Acid Activity as Diagnosis
Indicesof Lipid Peroxidation and Peroxidative Tissues Injury. Free Radical
Biology& Medicine. 9: 515-540.
Jauniaux , E. Adrian L. Watson, Hempstock J, Ping BaoYP , Jeremy N. Skepper
and
Burton G.J . 2000. Onset of Maternal Arterial Blood Flow andPlacental
Oxidative Stres. A Possible Factor in Human Early Pregnancy Failure. Am J Pathol;
157: 2111-2142.
Jauniaux E, Hempstock J, Greenwold N, Burton G. J. 2003. Trophoblastic Oxidative
Stres in Relation to Temporal and Regional Differences in Maternal Placental Blood
Flow in Normal and Abnormal Early Pregnancies. Am J Pathol ;162:115–145.
Jauniaux E, Davies T. C, Johns J, Dunster C, Hempstock J, Kelly F. J, and Burton G.
J. 2004. Distribution and Transfer Pathways of Antioxidant Molecules Inside the
First Trimester Human Gestational Sac. J Clin Endocrinol Metab; 89(3):1452–1458.
Jauniaux, E, Poston L and Burton G.J. 2006. Placental-Related Diseases of
Pregnancy: Involvemen.t of Oxidative Stres and Implications in Human Evolution.
Hum Reprod; 14 (6) :747-755
Jeyabalan A, Caritis S. N . 2006. Antioksidant and The Prevention of PreeklapmsiaUnresolved Issues. New England J Med; 354(17):1841-1843.
Llurba E, Grataco E, Galla MP, CaberoL, Dominguez C. 2004. A Comprehensive
Study of Oxidative Stres and Antioksidant Status in Preeclamsia and Normal
Pregnancy. Free Radical Biology & Medicine; 37 (4): 557-570.
Miles Bryant. 2003. Oxygen Metabolism and Oxygen Toxicity in: Basic Medical
Biochemistry. Williams and Wilkins;327-328.
Nadeljkovic XS, Gokce N , Loscalzo J . 2003. Mechanisms of Oxidative Stres and
Vascular Dysfunction. Postrad Med J;Vol.79;195-200.
Niki E. 2009. LipidPeroxidation: Physiological Levels and Dual Biological Effects.
Free Radical Biology & Medicine; 47 : 469-484.
Ozkaya O, Mekin S, Hakan K. 2008. Serum Malondialdehid, Erythrocyte Glutation
Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase Levels in Woman With Early
Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal Bleeding. Med Sci Monit;
Vol.14(1): 47-51.
Paszkowski T, Lagod L, Sikorsi R, Rola R. 2001. The Role of Oxidative Stres in The
Pathogenesis of Early Pregnancy Loss. Poland J Gynecol Invest ; 135-138
Patil S. B, Kodliwadmath M. V, and Sheela M. K. 2006. Lipid Peroxidation and
Nonenzymatic Antioxidants in Normal Pregnancy. J Obstet Gynecol India; Vol.
56(5): 399-401.
Patil S. B, Kodliwadmath M. V, and Sheela M. K. 2007. Study of OxidativeStres and
Enzymatic Antioxidant in Normal Pregnancy. Indian Journal of Clinical
Biochemistry; 22 (1): 135-137.
Patil S. B, Kodliwadmath M. V, and Sheela M. K. 2008. Correlation Between Lipid
Peroxidation and Non-enzymatic Antioxidant in Pregnancy Induced Hypertensio.
Indian Journal of Clinical Biochemistry;23 (1):45-48.
Pocock S. J. 1993. Clinical Trials: A practical Approach. Midsomer Norton, Avon:
Bookcraft (Bath) Ltd.
Poder Lina. 2008. Ultrasound Evaluation of The Uterus. In: Peter Callen,
Ultrasonography in Obstetri and Gynecology. 5th Edition. Saunders, San Francisco,
California;919-941.
Puscheck, Elizabeth E, Pradhan A. 2006. First Trimester Pregnancy Loss. EMedicine. Eds; 990-997
Ruder Elizabet H, Hartman Terryl J., Goldman Mariene B. 2009. Impact Of Oxidatie
Shess On Female Fertility. Curr Opin Obstet Gynecol; Vol 21(3):219-222.
Sagili H, Divers M. 2007. Modern Management of Miscarriage. The Obstetrician &
Gynaecologist ; Vol 9: 102-108.
Sugino N, Nakata M, Kashida S, Karube A, Takiguchi S, Kato H. 2000. Decreased
superoxide dismutaseexpression and increased concentrations of lipid peroxide and
pROStaglandin F2 a in the deciduas of failed pregnancy. Molecular Human
Reproduction; Vol. 6(7): 642-647.
Sun Jingtao, F. Dona, Timoty, W. Jhon. 2002. Induced Overexpression of
Mitochondria Mn-Superoxide Dismutase Extend the Life Span of Adult. Society of
America;Vol.161:661-672.
Wijesiriwardana Ajith, Bhattacharya Sohinee, Ashalatha S, Smith Norman,
Bhattacharya Siladitya. 2006. Obsteric Outcome in Women With
Threatened
Miscarriage in the First Trimester. Obstet Gynecol; Vol.107(3):557-562.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta: 5055.
DATA RESPONDEN PENELITIAN MALONDIALDEHID
KELOMPOK KASUS
NO
KODE
NAMA
UMUR
DIAGNOSA
UMUR
KEHAMILAN
(minggu)
PARITAS
KADAR MDA
(nmol/ml)
KS 1
Luh Maheni
32
Abortus Iminens
9-10
2
1.409
KS 2
Ni Wy. Yulia Elmi
22
Abortus iminens
8-9
0
1.368
KS 3
Eva Ismaida
23
Abortus iminens
8-9
0
1.401
KS 4
Merry Asai
30
Abortus Iminens
8-9
2
1.424
KS 5
Kd. Lia Peni
20
Abortus Iminens
11-12
0
1.333
KS 6
Komang Windayani
28
Abortus Iminens
11-12
1
1.018
KS 7
Latifa Damayanti
27
Abortus Iminens
8-9
2
1.309
KS 8
Saffanetz Al Hadid
30
Abortus Iminens
12-13
1
1.321
KS 9
Made Setyorini
31
Abortus Iminens
9-10
1
1.430
KS 10
Ni Wy. Sintya Lestari
20
Abortus Iminens
12-13
0
1.346
KS 11
Salmiah
30
Abortus Iminens
10-11
3
1.250
KS 12
Ni Putu Sukasih
29
Abortus Iminens
11-12
2
1.484
KS 13
Ni Ngh. Sudiartini
32
Abortus Iminens
9-10
1
1.504
KS 14
Ni Wy. Setiani
32
Abortus Iminens
8-9
2
1.296
KS 15
Sri Wahyuni
30
Abortus Iminens
9-10
1
1.070
KS 16
Ni Putu Noviani
26
Abortus Iminens
10-11
0
1.212
KS 17
Mariana
21
Abortus Iminens
8-9
0
1.441
KS 18
Ni Pt Eka Agustina
25
Abortus Iminens
10-11
0
1.134
KS 19
Putu Novi
23
Abortus Iminens
12-13
1
1.220
KS 20
Anita Nena
29
Abortus Iminens
9-10
0
1.196
KS 21
Vita Agustiningsih
29
Abortus Iminens
8-9
1
1.406
KS 22
Ni Pt Ganti
30
Abortus Iminens
9-10
1
1.421
KS 23
Ni Md Jariasih
23
Abortus Iminens
8-9
0
1.287
KS 24
Hery Purwanti
30
Abortus Iminens
12-13
1
1.450
KS 25
Ni Nyoman Masni
32
Abortus Iminens
9-10
1
1.399
KS 26
Ni Md Karmiti
25
Abortus Iminens
10-11
2
1.457
KS 27
ROSalina Laa
31
Abortus Iminens
8-9
1
1.107
KS 28
Agnes Bela Ruuna
32
Abortus Iminens
10-11
1
1.239
KS 29
Hadidja Kilwo
29
Abortus Iminens
8-9
1
1.475
KS 30
Ida Ayu Triananda
31
Abortus Iminens
9-10
2
1.302
DATA RESPONDEN PENELITIAN MALONDIALDEHID
KELOMPOK KONTROL
NO
KODE
NAMA
UMUR
DIAGNOSA
UMUR
KEHAMILAN
(minggu)
PARITAS
KADAR MDA
(nm/ml)
KN 1
Ni Luh Ayu Suwitri
31
Hamil Muda
8-9
1
0.933
KN 2
Atik Sumarni
34
Hamil Muda
11-12
2
1.090
KN 3
Selviana Maben
24
Hamil Muda
8-9
0
1.044
KN 4
Ni Wy Suarniti
31
HamilMuda
8-9
0
1.053
KN 5
Rita Trisnawati
31
Hamil Muda
10-11
3
1.046
KN 6
Ni Putu Ariani
30
Hamil Muda
9-10
1
1.163
KN 7
Maria Adoluna Abuk Klau
23
Hamil Muda
8-9
0
1.101
KN 8
Ana Suratiningsih
32
Hamil Muda
12-13
2
0.991
KN 9
Siti Sumarni
26
Hamil Muda
9-10
1
1.000
KN 10
Putu Budarsiti
21
Hamil Muda
9-10
0
1.063
KN 11
Siti Nuraini
24
Hamil Muda
8-9
1
0.924
KN 12
Ketut Sutiaryani
25
Hamil Muda
10-11
0
0.981
KN 13
Amini Syafrudin
31
Hamil Muda
10-11
0
0.961
KN 14
Ni Luh Eka Parwati
28
Hamil Muda
11-12
1
0.973
KN 15
Ni Nyoman Mintari
29
Hamil Muda
9-10
2
0.901
KN 16
Helda Patola
23
Hamil Muda
8-9
1
1.011
KN 17
Ketut Supertini
21
Hamil Muda
8-9
0
1.172
KN 18
Ni Kadek Sukendri
21
Hamil Muda
11-12
0
0.952
KN 19
Ni Nyoman Muntri
29
Hamil Muda
12-13
1
1.085
KN 20
Kadek Sutariati
34
Hamil Muda
12-13
2
1.155
KN 21
Ni Md. Nova Sutawahyuni
24
Hamil Muda
11-12
1
0.927
KN 22
Ni Ketut Liakoni Astiti
24
Hamil Muda
8-9
0
1.180
KN 23
Lela Nova Tamiya
20
Hamil Muda
10-11
1
0.847
KN 24
Ni Luh Tri Adiyanti
21
Hamil Muda
13-14
0
0.861
KN 25
Ni Ketut Prawita Sari
20
Hamil muda
9-10
0
1.163
KN 26
Widiningsih
25
Hamil muda
10-11
1
1.095
KN 27
Ni Luh Sutiati
33
Hamil muda
8-9
3
0.944
KN 28
Diana K. Raja Gukguk
25
Hamil muda
13-14
0
1.154
KN 29
Vina Merlina
30
Hamil muda
11-12
2
1.005
KN 30
Luh Sukriani
26
Hamil muda
12-13
1
1.027
Tests of Normality
Umur
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Diagnosa
Statistic df
Sig.
Statistic df
Sig.
Abortus
Iminens
.227
30
.000
.939
30
.062
30
.167
.932
30
.056
30
.000
.922
30
.061
30
.000
.926
30
.077
30
.001
.949
30
.121
30
.026
.989
30
.215
30
.071
.956
30
.250
30
.200*
.962
30
.358
Kehamilan
.136
Normal
Paritas
Abortus
.233
Iminens
Kehamilan
.235
Normal
UK
Abortus
.221
Iminens
Kehamilan
.170
Normal
Kadar
Abortus
.153
MDA
Iminens
Kehamilan
.109
Normal
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
Group Statistics
Diagnosa
N
Mean
Std.
Deviation
Umur
Abortus Iminens
30
27.73
3.912
.714
30
26.53
4.424
.808
Paritas
Kehamilan
Normal
Abortus Iminens
30
1.00
.830
.152
30
.90
.923
.168
30
9.43
1.406
.257
30
9.87
1.655
.302
30
1.3339
.11187
.02042
30
1.0267
.09540
.01742
UK
Kadar
MDA
Kehamilan
Normal
Abortus Iminens
Kehamilan
Normal
Abortus Iminens
Kehamilan
Normal
Std.
Mean
Error
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality
of
Variances t-test for Equality of Means
F
Sig. t
df
Umu Equal variances 1.08 .30
1.113 58
r
assumed
8
1
Equal variances
not assumed
Parit Equal variances
.683
as
assumed
Equal variances
not assumed
UK Equal variances 1.22
assumed
6
Equal variances
not assumed
Kada Equal variances 1.04
r
assumed
0
MD Equal variances
A
not assumed
1.113
Mea
Sig. n
(2- Diff
taile eren
d)
ce
.270
95%
Confidence
Std.
Interval of the
Error
Difference
Differ
ence Lower Upper
1.20
1.078 -.958 3.358
0
57.14
1.20
.270
1.078 -.959 3.359
6
0
.41
.441 58
2
57.36
.441
6
.27 58
3 1.093
56.52
1.093 5
.31 11.44
58
2 3
11.44 56.58
3
9
.661 .100 .227
-.354 .554
.661 .100 .227
-.354 .554
.433
.279
.433
.307
.000
17
.307
.000
17
.279
.397
-1.227 .361
.397
-1.228 .361
.3609
0
.3609
.02684 .25341
3
.02684 .25344
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Kadar MDA
Asymptotic
Interval
95%
Confidence
Area
Std. Errora
Asymptotic Sig.b Lower Bound
Upper Bound
.982
.014
.000
1.010
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
.955
Coordinates of the Curve
Test Result Variable(s):Kadar MDA
Positive if Greater Than or
Equal Toa
Sensitivity
1 - Specificity
-.1530000
.8540000
.8810000
.9125000
.9255000
.9300000
.9385000
.9480000
.9565000
.9670000
.9770000
.9860000
.9955000
1.0025000
1.0080000
1.0190000
1.0355000
1.0450000
1.0495000
1.0580000
1.0665000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
.967
.933
.900
.867
.833
.800
.767
.733
.700
.667
.633
.600
.567
.533
.500
.467
.433
.400
.367
.333
1.0775000
.967
.333
1.0875000
.967
.300
1.0925000
.967
.267
1.0980000
.967
.233
1.1175000
.967
.200
1.1440000
.933
.200
1.1545000
.933
.167
1.1590000
.933
.133
1.1675000
.933
.067
1.1760000
.933
.033
1.1880000
.933
.000
1.2025000
.900
.000
1.2105000
.867
.000
1.2160000
.833
.000
1.2220000
.800
.000
1.2315000
.767
.000
1.2445000
.733
.000
1.2685000
.700
.000
1.2915000
.667
.000
1.2990000
.633
.000
1.3055000
.600
.000
1.3150000
.567
.000
1.3270000
.533
.000
1.3395000
.500
.000
1.3570000
.467
.000
1.3835000
.433
.000
1.4000000
.400
.000
1.4035000
.367
.000
1.4075000
.333
.000
1.4150000
.300
.000
1.4225000
.267
.000
1.4270000
.233
.000
1.4355000
.200
.000
1.4455000
.167
.000
1.4535000
.133
.000
1.4660000
.100
.000
1.4795000
.067
.000
1.4940000
.033
.000
2.5040000
.000
.000
a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the
largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other
cutoff values are the averages of two consecutive ordered observed test values.
COP_MDA * Diagnosa Crosstabulation
Count
Diagnosa
COP_MDA
Abortus
Imminens
Kehamilan
Normal
Total
Tinggi
27
7
34
Normal
3
30
23
30
26
60
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square
27.149a 1
.000
b
Continuity Correction
24.502 1
.000
Likelihood Ratio
30.006 1
.000
Fisher's Exact Test
.000
.000
Linear-by-Linear
26.697 1
.000
Association
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 13.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Odds Ratio for COP_MDA (Tinggi /
29.571 6.851
Normal)
For cohort Diagnosa = Abortus
6.882 2.342
Imminens
For cohort Diagnosa = Kehamilan
.233
.119
Normal
N of Valid Cases
60
Upper
127.637
20.225
.457
Download