LAPORAN KASUS IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA

advertisement
LAPORAN KASUS
IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA
PADA LAKI-LAKI USIA 13 TAHUN
Velia Adriana, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa
Bagian/SMF Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
ABSTRACT
Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) is a haematological disorder characterized
by a reduced platelet count in the circulating blood. This condition is related to an
autoimmune disorder that induce accelerated platelet destruction and inadequate platelet
production. ITP commonly present with signs and simptoms of bruising, petechie,
echimosis, purpura and mucosal bleeding. The diagnostic approach is based on patient
history, a physical examination, complete blood count (CBC) and examination of the
peripheral blood smear. I reported, 13 years 7 months male hospitalized with chief
complaint of gum bleeding with nausea, vomiting, weakness, headache and red spots on
his face. Physical examination revealed patient in good general condition with glasgow
coma scale (GCS) 15, gum bleeding positive. Based on CBC, platelet count is
27,1x103µL. During the treatment patient recieve no spesific treatment and patient
hospitalized for diagnosis purpose. The patient is discharged after fifteen days of
treatment.
Keywords : ITP, platelet, gum bleeding
ABSTRAK
Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan hematologi dengan
karakteristik penurunan jumlah platelet dalam sirkulasi darah. Hal ini berhubungan
dengan kelainan autoimun yang menyebabkan peningkatan kecepatan destruksi platelet
dan tidak optimalnya produksi platelet. Kelainan ini memberikan tanda dan gejala
berupa bruising, petechiae, echimosis, purpura dan perdarahan mukosa. Diagnosis dapat
dikembangkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
lengkap dan peripheral blood smear. Saya melaporkan seorang laki-laki usia tiga belas
tahun dirawat dengan keluhan utama gusi berdarah disertai dengan lemas, mual-muntah,
nyeri kepala serta terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit wajah. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum sedang dengan kesadaran kompos mentis, ditemukan
pedarahan gusi positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah
platelet 27,1x103µL. Selama dirawat pasien tidak mendapat pengobatan spesifik, dan
pasien dirawat untuk menegakkan diagnosis. Pasien dipulangkan setelah lima belas hari
menjalani perawatan di rumah sakit.
Kata kunci : ITP, platelet, gusi berdarah
1
PENDAHULUAN
Idiophatic
thrombocytopenic
purpura (ITP) merupakan kelainan
hematologi yang umum terjadi dengan
karakteristik penurunan jumlah platelet
dalam darah perifer. Keadaan ini
berhubungan dengan kelainan autoimun
yang
menyebabkan
peningkatan
kecepatan destruksi platelet dan tidak
optimalnya produksi platelet. Penurunan
jumlah platelet terjadi <150x109/L tanpa
ada penyebab atau kelainan yang lain,
dimana jumlah platelet normal antara
150-450 x109/L. Penyebab pasti dari
kelainan ini belum diketahui namun
sebagian besar disebabkan oleh proses
imun, karena itu disebut juga sebagai
autoimmune
thrombocytopenic
purpura.1,2,3,4
Gambaran klinis ITP bervariasi
antara setiap pasien. Beberapa pasien
dengan perdarahan mayor memerlukan
perhatian segera, sementara yang lain
dapat dengan perdarahan mukokutaneus
atau subkutaneus ringan. Bentuk
perdarahannya dapat berupa purpura,
echimosis, petechiae dan perdarahan
mukosa. Gelembung perdarahan dapat
tampak pada rongga mulut dan
permukaan mukosa lainnya. Perdarahan
pada gusi dan epistaksis merupakan
bentuk perdarahan lain yang sering
terjadi. Bentuk perdarahan lain mungkin
dapat terjadi antara lain pada saluran
gastrointestinal seperti melena dan pada
saluran genitourinari seperti hematuria
dan menorragia. Perdarahan spontan
pada
mukosa,
intrakranial
dan
gastrointestinal dapat terjadi apabila
jumlah plateletnya <10.000/iL.1,5
ITP terjadi baik pada laki-laki
maupun pada perempuan. Diperkirakan
terjadi pada 3.3/ 100.000 dewasa/tahun.
Insiden pada dewasa meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, antara usia
18 sampai 65 tahun dan pada
perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki (2,6:1). ITP pada anak
diperkirakan
terjadi
antara
1,96,4/100.000 anak setiap tahunnya. ITP
pada anak distribusinya hampir sama
antara laki-laki (52%) dan perempuan
(48%). Puncak prevalen terjadi pada
anak-anak usia 2 hingga 4 tahun.
Munculnya perdarahan merupakan
komplikasi yang serius, terutama
perdarahan
intrakranial.
Angka
kematian
akibat
perdarahan
diperkirakan sebesar 1% pada anakanak dan 5% pada dewasa.
Usia tua dan adanya riwayat
perdarahan sebelumnya meningkatkan
resiko untuk terjadinya perdarahan
berat. Remisi spontan dapat terjadi pada
lebih dari 80% kasus pada anak-anak
tetapi hal ini tidak umum terjadi pada
dewasa.2,3,6
Pengembangan diagnosis pasien
berdasarkan pada riwayat medis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
lengkap dan pemeriksaan peripheral
blood smear. Secara keseluruhan
prognosis dari pasien sangat bervariasi,
sangat tergantung pada individunya dan
tidak ada jalan untuk memprediksi
perjalanan penyakitnya. Pada sekitar
30% dewasa cenderung berkembang
menjadi ITP kronis, jarang terjadi
kesembuhan spontan dan 5% meninggal
akibat perdarahan. Sekitar 80% pasien
anak dapat sembuh spontan dalam
waktu enam bulan dengan atau tanpa
pengobatan. 15-20% pasien anak-anak
dapat berkembang menjadi ITP kronis
dan sekitar 2% dapat meninggal. Pasien
dengan jumlah platelet lebih dari
50x109/L biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Sedangkan pasien dengan
jumlah
platelet
yang
rendah
membutuhkan pengobatan tergantung
dengan gejala dan resiko perdarahan
yang dialami.1,3,6
Saya akan melaporkan kasus
Idiophatic thrombocytopenic purpura
pada laki-laki usia 13 tahun.
2
ILUSTRASI KASUS
Pasien dengan inisial Pr, lakilaki usia 13 tahun 7 bulan yang berasal
dari banjar Dukuh Kerambitan Tabanan
dirawat di rumah sakit Sanglah mulai
tanggal 18 November 2013, dengan
keluhan utama gusi berdarah. Pasien
awalnya dirawat di bagian anak rumah
sakit umum Tabanan, kemudian dirujuk
ke rumah sakit Sanglah dengan suspek
ITP dan observasi cephalgia untuk
dilakukan rawat inap. Sebelumnya
pasien sempat di rawat di rumah sakit
swasta selama dua hari, kemudian
dirawat di rumah sakit umum Tabanan
selama tujuh hari dengan kecurigaan
dengue haemorrhagic fever (DHF).
Pasien mengeluh mengalami gusi
berdarah sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit (SMRS) Tabanan, badan
lemas, mual muntah, tidak terjadi
mimisan, tidak terdapat perdarahan
ditempat lain seperti buang air besar
(BAB) hitam negatif dan terdapat
bintik-bintik kemerahan pada kulit
wajah 5 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala sejak 10 hari
SMRS dengan skala nyeri 2 dengan
jenis nyeri akut.
Tidak ditemukan adanya riwayat
penyakit hipertensi, kencing manis,
jantung, asma, ginjal, stroke dan
tuberculosis (TBC) paru pada pasien
sebelumnya. Riwayat keluhan yang
sama dalam keluarga disangkal. Adanya
riwayat penyakit lain seperti hipertensi,
kencing manis, jantung dan asma pada
keluarga pasien juga disangkal. Riwayat
sosial pasien, seorang pelajar dan
adanya riwayat minum alkohol maupun
merokok juga disangkal. Pasien
sebelumnya pernah mendapatkan obat
ceftazidime
3x50mg,
paracetamol
3x500 mg, aviter 2x1 sachet, ranitidine
2x50 mg iv dan tidak terdapat riwayat
alergi pada pasien.
Pada hasil pemeriksaan fisik
pasien didapatkan keadaan umum
sedang, kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 130/100 mmHg, respirasi
20x/menit, suhu axilla/rectal 360C, nadi
88x/menit, berat badan 60 kg dan tinggi
badan 170 cm. Pada mata tidak
ditemukan adanya tanda-tanda anemis,
ikterus dan edema palpebra. Reflek
pupil positif. Tonsil lebar, hiperemi
pada pharing negatif, perdarahan pada
gusi positif. Pada pemeriksaan leher
didapatkan jugular venous pressure
(JVP) dalam batas normal, tidak
terdapat pembesaran kelenjar dan kaku
kuduk negatif. Pada pemeriksaan thorax
tampak simetris, cor (S1,S2 tunggal,
reguler dan murmur negatif), pulmo
(suara nafas vesikuler/vesikuler, ronchi
dan wheezing negatif). Pada abdomen
didapatkan distensi positif, meteorismus
negatif, peristaltik normal, ascites
negatif, tidak terdapat nyeri tekan,
hepar dan lien tidak teraba. Teraba
ekstremitas hangat.
Telah
dilakukan
beberapa
pemeriksaan penunjang pada pasien
antara lain pemeriksaan darah lengkap,
blood smear, pemeriksaan kimia darah,
foto thorax, pemeriksaan immunologi
DHF, pemeriksaan hematologi malaria
dan computed tomography (CT) scan.
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan
mulai tanggal 18 November sampai
dengan 23 November 2013. Dari hasil
pemeriksaan tersebut didapatkan jumlah
platelet yang di bawah normal (Tabel
1). Pemeriksaan blood smear, dilakukan
pada tanggal 19 November 2013
didapatkan hasil eritrosit normokromik
normositer anisositosis, leukosit (jumlah
cukup, differential count relatif,
neutropenia, atypical limfosit positif
dan sel blast negatif), platelet
didapatkan dengan jumlah menurun
dengan clumping platelet negatif dan
memberikan kesan trombositopenia.
Pada hasil pemeriksaan kimia darah
yang dilakukan pada tanggal 19
November
2013
didapatkan
3
peningkatan
SGOT,
penurunan
kreatinin, total protein dan globulin
(Tabel 2). Pada foto thorax tidak
didapatkan adanya kelainan, cor dan
pulmo dalam batas normal. Pada
pemeriksaan immunologi DHF dan
hematologi malaria yang dilakukan
pada tanggal 20 dan 21 November 2013
didapatkan hasil negatif. Pemeriksaan
CT scan pada tanggal 21 November
2013 dengan klinis cefalgia sekunder
type vasculer dengan funduscopy papil
edema +/+, et causa suspect berkaitan
dengan kelainan sistemik (ITP). Hasil
pemeriksaan multi slice computed
tomography (MSCT) scan kepala irisan
axial, tanpa dan dengan kontras : a. tak
tampak lesi hipodens / hiperdens
abnormal pada brain parenkim yang
pada pemberian kontras tak tampak
abnormal contrast enhancement; b.
sulci dan gyri normal; c. sitem ventrikel
dan cisterna normal; d. tak tampak
deviasi midline struktur; e. tak tampak
kalsifikasi abnormal; f. pons dan
cerebellum tak tampak kelainan;
g. orbita dan mastoid kanan kiri tak
tampak kelaianan; h. tampak penebalan
mukosa
pada
sinus
maksilaris,
ethmoidalis, sphenoidalis kanan kiri dan
frontalis kiri, sinus frontalis kanan tidak
berkembang sempurna; i. calvaria dan
basis cranii tak tampak kelainan; j.
SCALP tak tampak kelainan; dan k. saat
ini tak tampak tanda-tanda perdarahan
intrakranial,
sinusitis
maksilaris,
ethmoidalis, sphenoidalis kanan kiri dan
frontalis kiri.
Diagnosis kerja pasien dengan
suspek ITP. Dilakukan penatalaksanaan
dengan pemberian intravenous fluid
drops (IVFD) NaCl 0,9% 20 tpm,
paracetamol 3x500 mg dan diet lunak.
Dilakukan monitoring pada keluhan,
tanda vital dan cairan. Diberikan
komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) kepada pasien dan keluarga.
Pasien dirawat dirumah sakit untuk
menegakkan diagnosis dan diijinkan
untuk
dirawat
dirumah
setelah
menjalani perawatan selama lima belas
hari.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien
Parameter 18/11/ 19/11/ 20/11/ 21/11/ 22/11/ 23/11/ Normal
Test
2013
2013
2013
2013
2013
2013
WBC
3.35
4.55
4.10
5.53
5.65
7.09
4.1 – 11.0
Satuan
103/µL
RBC
4.57
4.63
4.03
4.27
4.10
4.16
4.0 – 5.2
106/µL
HGB
12.1
12.2
10.6
11.1
10.5
10.8
12.0 – 16.0
g/dL
HCT
35.5
33.8
29.9
31.6
30.1
30.6
36.6 – 46.0
%
MCV
77.7
73.0
74,1
73.9
73.6
73.7
80.0 – 100.0 fL
MCH
26.5
26.3
26.2
25.9
25.6
25.9
26.0 – 34.0
Pg
MCHC
34.1
36.1
35.3
35.0
34.8
35.2
31.0 – 36.0
g/dL
CHCM
-
36.8
36.3
36.8
37.1
36.8
33 – 37
g/dL
RDW
10.0
12.1
12.2
12.4
12.4
12.7
11.5 – 14.5
%
HDW
-
3.43
3.35
3.40
3.39
3.41
2.2 – 3.2
g/dL
4
PLT
27.1
38
25
23
26
35
140 – 440
103/µL
MPV
9.21
9.0
9.4
9.2
7.6
7.4
6.80 – 10.0
fL
%NEUT
-
38.0
40,9
40,8
43.4
49.6
47.0 – 80.0
%
%LYMPH
-
38.2
32.1
36.1
28.1
25.0
13.0 – 40.0
%
%MONO
-
7.7
8.5
8.4
9.4
7.0
2.0 – 11.5
%
%EOS
-
3.8
3.4
3.1
3.1
3.5
0.0 – 5.0
%
%BASO
-
1.2
0.05
1.1
1.1
1.0
0 – 1.5
%
%LUC
-
11.1
13.9
10.6
14.9
13.8
0.00 – 4.0
%
# NEUT
1.23
1.73
1.68
2.26
2.45
3.52
2.5 – 7.5
103/µL
# LYMPH
1.10
1.74
1.31
1.99
1.58
1.77
1.0 – 4.0
103/µL
# MONO
.811
7.7
0.35
0.47
0.53
0.50
0.1 – 1.25
103/µL
# EOS
.123
0.17
0.14
0.17
0.18
0.25
0.0 – 0.55
103/µL
# BASO
.098
0.06
0.05
0.06
0.06
0.07
0.0 – 0.1
103/µL
# LUC
-
0.50
0.57
0.58
0.84
0.98
0 – 0.4
103/µL
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah pasien
Test
Hasil
Satuan
Nilai normal
Albumin
3.69
g/dL
3.4 – 4.8
Alkali phospatase
64
U/L
53 – 128
Creatinin
0.58
mg/dL
0.67 – 1.17
SGPT
44.1
U/L
0 – 50
SGOT
67.8
U/L
0 – 33
Glucose puasa
101
mg/dL
80 – 100
BUN
14
mg/dL
8 – 23
BILD2
0.27
mg/dL
0.00 – 0.30
BIL total
0.69
mg/dL
0 – 1.3
Total protein
5.33
g/dL
6.4 – 8.3
Na
141
mmol/L
136 – 145
5
K
4.30
mmol/L
3.5 – 5.1
Globulin
1.64
g/dL
3.20 – 3.70
BIL indirect
0.42
mg/dL
0.00 – 0.8
DISKUSI
Immune
(idiophatic)
thrombocytopenic
purpura
(ITP)
merupakan kelainan hematologi dengan
penurunan jumlah platelet dalam darah
perifer, yang berhubungan dengan
mediasi autoantibodi. ITP dibedakan
menjadi tipe primer dan tipe sekunder
(berhubungan dengan kelainan lain).
Pada tipe primer dibedakan lagi menjadi
dua bentuk yaitu akut dan kronik. Tipe
akut umumnya terjadi pada anak-anak
usia 2 sampai 6 tahun dengan angka
kejadian yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Umumnya pada tipe akut
dapat membaik dengan spontan.
Sedangkan pada tipe kronik dialami
pada orang dewasa dengan rentangan
usia 40 sampai 45 tahun dengan angka
kejadian lebih tinggi pada perempuan,
dengan perbandingan antara perempuan
dan laki-laki 3:1. Pada tipe kronik
trombositopenia terjadi lebih dari enam
bulan, biasanya mempunyai onset yang
tersembunyi dan sering membutuhkan
intervensi medis untuk mencegah
perdarahan.1,3,5,6,7
Pada ITP penurunan jumlah
platelet disebabkan oleh platelet yang
diikat oleh antibodi, terutama IgG.
Antibodi terutama ditujukan terhadap
gp IIb – IIIa atau Ib. Platelet yang
diselimuti oleh antibodi kemudian
difagosit oleh makrofag dalam RES
terutama lien, akibatnya akan terjadi
trombositopenia.
Keadaan
ini
menyebabkan kompensasi tubuh dalam
bentuk peningkatan megakariosit dalam
sumsum tulang. Sensitisasi platelet oleh
autoantibodi
(IgG)
menyebabkan
difagositnya platelet tersebut secara
prematur dari sirkulasi oleh makrofag
sistem retikuloendotel. Masa hidup
normal untuk platelet adalah sekitar
tujuh hari tetapi pada ITP masa
hidupnya memendek menjadi beberapa
jam.4,8
Tanda dan gejala ITP dibagi
menjadi dua katagori yaitu dry dan wet
purpura. Dry purpura (perdarahan
kutaneus) tampak sebagai bruising
(memar) atau petechiae. Sedangkan wet
purpura
berhubungan
dengan
perdarahan pada membran mukosa
termasuk
saluran
gastrointestinal,
mulut, hidung dan mata (Gambar 1).
ITP pada anak-anak biasanya akut dan
dapat membaik dengan sendirinya,
dikarakteristikkan
dengan
onset
mendadak dari petechiae dan purpura
diperkirakan 2 sampai 3 minggu setelah
terinfeksi virus atau imunisasi. ITP pada
dewasa biasanya kronis dengan onset
tersembunyi tanpa gejala prodromal.
Pada
sebagian
kasus
kematian
berhubungan
dengan
perdarahan
intrakranial.
Pada
pasien
yang
simptomatik terdapat tanda dan gejala
antara
lain
petechiae/purpura,
bruising/hematoma,
perdarahan
menetap
setelah
terjadi
injuri,
perdarahan mukosa, perdarahan pada
hidung/epistaksis,
perdarahan
dari
tempat lain (perdarahan pada gusi dan
menorraghia pada perempuan).1
6
Gambar 1. 1) wet purpura perdarahan pada mata, 2) purpura dan hematoma, 3)
perdarahan mukosa, 4) petechiae.3
Pengembangan diagnosis pada
pasien berdasarkan riwayat medis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
lengkap dan peripheral blood smear.
Riwayat medis dan pemeriksaan fisik
digunakan untuk mengetahui beratnya
penyakit, luas dan lamanya perdarahan.
Riwayat medis juga dapat digunakan
untuk mengeliminasi penyebab lain dari
trombositopenia
misalnya
akibat
alkohol
dan
obat-obatan.
Pada
pemeriksaan fisik tanda perdarahan
yang dialami dapat berupa petechiae,
purpura, perdarahan konjungtiva dan
mukosa. Splenomegali juga dapat
ditemukan pada pasien muda. Lamanya
waktu perdarahan dapat membantu
untuk membedakan ITP akut dengan
ITP kronis. Menentukan tipe perdarahan
penting dilakukan untuk membedakan
‘platelet-type’
perdarahan
mukokutaneus dengan ‘coagulationtype’ hematoma.1,5,7
Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan secara sederhana dengan
pemeriksaan
darah
lengkap
menunjukkan hitung darah yang
normal, kecuali rendahnya jumlah
platelet (<150 x 109/L) dan jika terdapat
riwayat perdarahan yang signifikan
sebelumnya. Pada sediaan blood smear
menunjukkan jumlah platelet yang
menurun, platelet yang ada sering kali
besar. Jika pada riwayat medis,
pemeriksaan fisik, hitung darah dan
pemeriksaan darah didapatkan temuan
yang tidak khas, maka diperlukan
pemeriksaan
tambahan
evaluasi
sumsum tulang. Pada sumsum tulang
biasanya normal atau menunjukkan
peningkatan megakariosit (Gambar 2).
Namun pemeriksaan sumsum tulang
direkomendasikan untuk pasien yang
berusia lebih dari 60 tahun dan pada
pasien dengan kekambuhan penyakit
setelah
perbaikan
menyeluruh,
kegagalan dalam terapi lini pertama
atau pada pasien yang dipertimbangkan
untuk
splenektomi.
Pemeriksaan
sumsum tulang tidak diperlukan pada
pasien di bawah 60 tahun dengan tanda
dan gejala yang khas.1,3,7,8
Gambar 2. 1) peripheral blood smear
dengan dua platelet besar, 2) sumsum
tulang dengan peningkatan jumlah
megakariosit.5
7
ITP primer didiagnosis dengan
mengekslusi
penyebab
pseudotrombositopenia, ITP sekunder
dan ITP yang diturunkan. Mendapatkan
riwayat
medis
yang
akurat
dikombinasikan dengan pemeriksaan
darah lengkap dan melalui evaluasi
blood smear merupakan langkah
pertama dan sangat penting. Onset akut
bruising dan petechiae pada anak sehat,
sering
dengan
riwayat
infeksi
sebelumnya,
berhubungan
dengan
trombositopenia dan ukuran platelet
yang besar pada blood smear
memberikan kesan ITP akut. Demam
yang berkepanjangan, kehilangan berat
badan,
nyeri
pada
tulang,
lymphadenophaty dan organomegali
beberapa hal ini tidak biasa dan
memerlukan
pemeriksaan
untuk
mengeklusi leukemia, anemia aplastik
dan penyakit lain yang serius.9
Beberapa faktor memegang
peranan penting dalam penatalaksanaan
pasien ITP antara lain perdarahan
banyak yang terjadi sebelumnya, faktor
pemberat
terjadinya
perdarahan,
komplikasi dari terapi yang diberikan,
aktifitas atau pola hidup dan toleransi
terhadap efek samping pengobatan.
Pasien dengan jumlah platelet lebih dari
50x109/L biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Penatalaksanaan pasien
sangat tergantung pada jumlah platelet
dan derajat perdarahan (Tabel 3).
Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi
dua yaitu medis dan bedah. untuk
penatalaksanaan medis dibagi menjadi
dua yaitu terapi lini pertama dan terapi
lini kedua. Pilihan pengobatan lini
pertama diantaranya kortikosteroid,
intravena (IV) imunoglobulin (Ig) dan
IV Rh anti-D. Kortikosteroid mencegah
destruksi platelet oleh makrofag dalam
limpa dan hati dengan demikian dapat
meningkatkan jumlah platelet. Pilihan
pertama dapat digunakan prednisone
0,5 – 2 mg/kg/hari sampai jumlah
plateletnya melebihi 30-50 x109/L.
Kortikosteroid
diresepkan
sebagai
pengobatan jangka pendek (3-4 minggu)
karena penggunaan jangka panjang
dapat menimbulkan efek samping yang
lebih banyak dari manfaatnya untuk
mengurangi resiko perdarahan yang
berat. Imunoglobulin digunakan untuk
desensitasi sistem imun. Ada dua jenis
imunoglobulin intravena (IVIg) dan
anti-D imunoglobulin intravena. IVIg
diindikasikan untuk pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami
perdarahan atau sebelum menjalani
operasi untuk meningkatkan jumlah
platelet.3,5,9
Tabel 3. Penatalaksanaan berdasarkan atas jumlah platelet.3
Jumlah platelet (x109/L)
>50
30-50
<30
Perdarahan atau
Perdarahan yang
mengancam nyawa
Pengobatan
Tidak memerlukan pengobatan
Tidak memerlukan pengobatan, atau
Prednisone (1 - 1,5 mg/kg/hari) untuk pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengalami perdarahan
(contoh: hipertensi, faktor pola hidup, penggunaan obat
yang bersamaan, trauma kepala atau jadwal untuk
operasi)
Prednisone (1 - 1.5 mg/kg/hari)
Pengobatan darurat :
Transfusi platelet intravena imunoglobulin (IVIg; 1
g/kg/hari) methylprednisolone (1 g/hari selama tiga hari)
8
Terdapat banyak terapi lini
kedua dengan berbagai mekanisme
kerja. Obat ini digunakan ketika
pengobatan lini pertama mengalami
kegagalan atau intoleran. Tujuan utama
terapi lini kedua mendapatkan jumlah
platelet yang aman (>50x109/L) untuk
meminimalisir
risiko
terjadinya
perdarahan pada pasien. Pengobatan lini
kedua terdiri dari imunosupresan dan
rituximab. Imunosupresan bekerja pada
tingkat
sel
T.
Azathioprine,
cyclosphosphamide dan cyclosporine
merupakan obat utama yang sering
digunakan. Rituximab bekerja dengan
mengurangi jumlah cell B yang
menghasilkan autoantibodi.3,9
Terapi pembedahan yang biasa
dilakukan
adalah
splenektomi.
Diindikasikan untuk pasien yang sulit
untuk disembuhkan atau intoleran
terhadap kortikosteroid dan terjadi
trombositopenia
berat,
perdarahan
ataupun keduanya. Splenektomi tidak
menjadi pilihan dalam terapi ITP pada
anak-anak.3,9
Secara keseluruhan prognosis
dari pasien ITP bervariasi, sangat
tergantung pada individunya dan tidak
dapat diprediksi perjalanan penyakitnya.
Pada dewasa dapat berkembang menjadi
ITP kronis dan jarang terjadi
kesembuhan spontan. Hanya 2% pasien
dewasa yang mengalami kesembuhan
spontan, sekitar 64% pasien dewasa
pada
akhirnya
memperoleh
kesembuhan. Sekitar 30% pasien yang
mengalami penyakit kronis dan 5%
pasien
dapat
meninggal
akibat
terjadinya perdarahan. ITP akut
biasanya terjadi pada anak-anak,
terutama pada usia di bawah sepuluh
tahun. Diperkirakan 83% pasien anakanak dapat sembuh spontan dan pada
akhirnya 89% pasien dapat memperoleh
kesembuhan. Sekitar 80% pasien anakanak dapat sembuh spontan dalam
waktu enam bulan dengan atau tanpa
pengobatan. Lebih dari 50% pasien
anak-anak sembuh dalam empat sampai
delapan minggu. 15-20% pasien anakanak akan dapat berkembang menjadi
ITP kronis. Sekitar 2% pasien anakanak dapat meninggal akibat penyakit
ini.3,10
Pada pasien ITP yang merespon
terhadap terapi, mortalitasnya sama
dengan populasi pada umumnya.
Diantara pasien yang tidak merespon
terapi pada beberapa tahun pertama
akan mempunyai risiko mortalitas dan
morbiditas yang lebih tinggi. Kematian
akibat penyakit ini sangat jarang terjadi,
tetapi terdapat sekitar 3% pasien ITP
sukar disembuhkan dan biasanya
berhubungan
dengan
perdarahan
intrakranial atau infeksi. Komplikasi
yang dapat terjadi termasuk diantaranya
perdarahan intrakranial atau perdarahan
mayor lainnya, kehilangan banyak
darah, efek samping dari pemberian
kortikosteroid,
terjadinya
infeksi
pneumococcal pada pasien yang
menjalani splenektomi.10
Pada kasus ini, pasien mengeluh
mengalami perdarahan pada gusi sejak
dua hari sebelum masuk rumah sakit,
adanya bintik-bintik kemerahan pada
kulit wajah sejak lima hari sebelum
masuk rumah sakit, tidak mengalami
mimisan dan tidak terdapat perdarahan
ditempat lain seperti BAB hitam
(negatif). Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala sejak sepuluh
hari sebelum masuk rumah sakit dengan
skala nyeri dua, badan lemas dengan
mual dan muntah. Pasien sebelumnya
dirawat dengan kecurigaan DHF. Tidak
ditemukan adanya riwayat penyakit lain
sebelumnya.
Pada
pemeriksaan
fisik
didapatkan keadaan umum pasien
sedang dengan kesadaran baik dan vital
sign dalam rentang normal. Ditemukan
adanya perdarahan pada gusi serta
bintik-bintik kemerahan pada wajah.
9
Tidak ditemukan adanya kelainan pada
sistem organ yang lainnya.
Dilakukan
beberapa
pemeriksaan penunjang pada pasien
untuk
membantu
kita
dalam
menegakkan diagnosis. Telah dilakukan
pemeriksaan antara lain darah lengkap,
blood smear, kimia darah, foto thorax,
imunologi DHF, hematologi malaria
dan CT scan. Dari hasil pemeriksaan
darah lengkap yang telah dilakukan
selama enam hari tampak adanya
penurunan jumlah platelet di bawah
normal yaitu 27.1, 38, 25, 23, 26 dan 35
x103/µL. Didapatkan juga terjadi sedikit
penurunan pada HGB pada hari ke tiga
sampai ke enam yaitu 10.6, 11.1, 10.5
dan 10.8 g/dL. Dari hasil blood smear
didapatkan jumlah platelet menurun,
clumping platelet (-) dan memberikan
kesan
trombositopenia.
Hasil
pemeriksaan imunologi DHF dan
hematologi malaria didapatkan hasil
negatif. Pada hasil foto thorax tidak
ditemukan adanya kelainan. Hasil
pemeriksaan CT scan menunjukkan
tidak terdapat tanda-tanda perdarahan
intrakranial.
Berdasarkan riwayat medis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah
lengkap dan peripheral blood smear
pasien didiagnosis dengan idiophatic
thrombocytopenic purpura (ITP). Hal
ini dikarenakan pada pasien didapatkan
adanya perdarahan pada gusi serta
bintik-bintik kemerahan pada wajah
pasien yang sesuai dengan manifestasi
klinis ITP. Pada pasien juga didapatkan
penurunan jumlah platelet (<150.000
IL) dalam darah perifer serta disertai
dengan penurunan hemoglobin akibat
adanya riwayat perdarahan. Hasil
pemeriksaan blood smear pada pasien
ini, didapatkan hasil yang sesuai dengan
tanda pada ITP yaitu jumlah platelet
yang berkurang. Kemungkinan pasien
ini merupakan ITP tipe akut, karena
merupakan pasien anak-anak dan
lamanya waktu perdarahan terjadi
belum mencapai enam bulan.
Diagnosis banding pada pasien
telah disingkirkan dengan dilakukan
pemeriksaan imunologi DHF dan
hematologi malaria yang hasilnya
negatif. Untuk mengetahui apakah
terdapat
komplikasi
perdarahan
intrakranial pada pasien ini maka
dilakukan pemeriksaan CT scan dan
hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
terdapat
tanda-tanda
perdarahan
intrakranial.
Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien ini berupa IVFD NaCl
0,9% 20 tpm, karena terapi cairan
merupakan salah satu aspek terpenting
dalam
perawatan
serta
untuk
mempertahankan
stabilitas
hemodinamik pada pasien. Diberikan
paracetamol untuk mengatasi nyeri
kepala yang dikeluhkan pasien dengan
dosis 3x500 mg per oral setiap delapan
jam. Pasien juga diberikan diet lunak
tinggi kalori tinggi protein untuk
menjaga
keseimbangan
nutrisi.
Dilakukan monitoring vital sign,
keluhan, darah lengkap dan tanda-tanda
perdarahan
pada
pasien.
Tidak
diberikan pengobatan spesifik pada
pasien ini, karena jumlah trombositnya
sudah melebihi 30x103µL. Diberikan
KIE pada keluarga dan pasien untuk
waspada apabila terjadi perdarahan
yang
berat.
Tidak
dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang pada
pasien ini karena hasilnya tidak
mempengaruhi
pengobatan
yang
diberikan dan pada anak-anak tidak
merupakan indikasi untuk dilakukannya
pemeriksaan sumsum tulang. Pasien
dirawat untuk menegakkan diagnosis
dan dipulangkan setelah lima belas hari
perawatan.
RINGKASAN
Anak laki-laki usia 13 tahun dengan
keluhan utama gusi berdarah. Terdapat
10
bintik-bintik kemerahan pada kulit
wajah, dan dikeluhkan juga nyeri kepala
dengan skala nyeri dua. Berdasarkan
riwayat medis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah lengkap dan
peripheral
blood
smear
pasien
didiagnosis dengan ITP dan observasi
cephalgia. ITP pada pasien ini
merupakan ITP tipe akut, karena ITP
akut umumnya terjadi pada anak-anak
dan onset perdarahannya belum
mencapai enam bulan. Pemeriksaan
sumsum tulang tidak dilakukan pada
pasien ini karena pemeriksaan tersebut
hanya dilakukan pada pasien yang
berusia lebih dari 60 tahun, pada pasien
yang mengalami kekambuhan setelah
perbaikan menyeluruh, kegagalan pada
pemberian terapi lini pertama dan pada
pasien yang dipertimbangkan untuk
DAFTAR PUSTAKA
1. Provan Drew. Characteristics of
immune thrombocytopenic purpura
: a guide for clinical practice.
2009: 8-12.
2. Farid J, Gul Nasreen, Qureshi
Waqar UR, Idris M. Clinical
presentations
in
immune
thrombocytopenic
purpura.
2012;24(2).
3. Aerts Erik, derbyshire L, Dooley F,
Kelly M, Struijk willy, Taylor
Louise
et
al.
Immune
Thrombocytopenia. 2011:3-28.
4. Bakta
I
Made.
Purpura
Thrombositopenik
Idiopatik.
Hematologi
Klinik
Ringkas.
Jakarta. 2003: 241- 4.
5. Alvina.
Idiopathic
thrombocytopenic
purpura
:
laboratory
diagnosis
and
management. 2011;30:126-34.
6. A MD Hashemi, F MD Kargar, A
MD Souzani, N MD Hazar. Acute
Immune
Thrombocytopenic
dilakukan
splenektomi.
Hasil
pemeriksaan sumsum tulang pada anakanak biasanya tidak mempengaruhi
keputusan penanganan. Pengobatan
yang diberikan tergantung pada gejala
yang dialami atau risiko perdarahan dan
jumlah platelet. Prognosis dari pasien
juga sangat bervariasi sangat tergantung
pada individunya. Sekitar 80% pasien
anak-anak dapat sembuh spontan dalam
waktu enam bulan dengan atau tanpa
pengobatan. Komplikasi yang dapat
terjadi
diantaranya
perdarahan
intrakranial atau perdarahan mayor
lainnya, kehilangan banyak darah, efek
samping dari pemberian kortikosteroid,
terjadinya infeksi pneumococcal pada
pasien yang splenektomi.
Purpura in Infants. 2011. Vol 1, no
3: 104-7.
7. Neunert Cindy, Lim Wendy,
Crowther Mark, Cohen Alan,
Solberg Lawrence, Crowther Jr and
Mark A. The American Society of
Hematology 2011 evidence-based
practice guideline for immune
thrombocytopenia. 2011 117:4190207.
8. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss
P.A.H. Kelainan perdarahan akibat
kelainan vaskular dan trombosit.
Kapita selekta hematologi. Edisi 4.
Jakarta. 2002: 235-43.
9. Warrier Rajakharan,
Chauhan
Aman. Management of immune
thrombocytopenic purpura: an
update. 2012:221-7.
10. Silverman Michael A. Idiophatic
thrombocytopenic purpura. 2013
April. Diakses 21 November 2013.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com.
11
Download