LAPORAN KASUS IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA PADA LAKI-LAKI USIA 13 TAHUN Velia Adriana, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Bagian/SMF Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRACT Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) is a haematological disorder characterized by a reduced platelet count in the circulating blood. This condition is related to an autoimmune disorder that induce accelerated platelet destruction and inadequate platelet production. ITP commonly present with signs and simptoms of bruising, petechie, echimosis, purpura and mucosal bleeding. The diagnostic approach is based on patient history, a physical examination, complete blood count (CBC) and examination of the peripheral blood smear. I reported, 13 years 7 months male hospitalized with chief complaint of gum bleeding with nausea, vomiting, weakness, headache and red spots on his face. Physical examination revealed patient in good general condition with glasgow coma scale (GCS) 15, gum bleeding positive. Based on CBC, platelet count is 27,1x103µL. During the treatment patient recieve no spesific treatment and patient hospitalized for diagnosis purpose. The patient is discharged after fifteen days of treatment. Keywords : ITP, platelet, gum bleeding ABSTRAK Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan hematologi dengan karakteristik penurunan jumlah platelet dalam sirkulasi darah. Hal ini berhubungan dengan kelainan autoimun yang menyebabkan peningkatan kecepatan destruksi platelet dan tidak optimalnya produksi platelet. Kelainan ini memberikan tanda dan gejala berupa bruising, petechiae, echimosis, purpura dan perdarahan mukosa. Diagnosis dapat dikembangkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan peripheral blood smear. Saya melaporkan seorang laki-laki usia tiga belas tahun dirawat dengan keluhan utama gusi berdarah disertai dengan lemas, mual-muntah, nyeri kepala serta terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit wajah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang dengan kesadaran kompos mentis, ditemukan pedarahan gusi positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan jumlah platelet 27,1x103µL. Selama dirawat pasien tidak mendapat pengobatan spesifik, dan pasien dirawat untuk menegakkan diagnosis. Pasien dipulangkan setelah lima belas hari menjalani perawatan di rumah sakit. Kata kunci : ITP, platelet, gusi berdarah 1 PENDAHULUAN Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan hematologi yang umum terjadi dengan karakteristik penurunan jumlah platelet dalam darah perifer. Keadaan ini berhubungan dengan kelainan autoimun yang menyebabkan peningkatan kecepatan destruksi platelet dan tidak optimalnya produksi platelet. Penurunan jumlah platelet terjadi <150x109/L tanpa ada penyebab atau kelainan yang lain, dimana jumlah platelet normal antara 150-450 x109/L. Penyebab pasti dari kelainan ini belum diketahui namun sebagian besar disebabkan oleh proses imun, karena itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura.1,2,3,4 Gambaran klinis ITP bervariasi antara setiap pasien. Beberapa pasien dengan perdarahan mayor memerlukan perhatian segera, sementara yang lain dapat dengan perdarahan mukokutaneus atau subkutaneus ringan. Bentuk perdarahannya dapat berupa purpura, echimosis, petechiae dan perdarahan mukosa. Gelembung perdarahan dapat tampak pada rongga mulut dan permukaan mukosa lainnya. Perdarahan pada gusi dan epistaksis merupakan bentuk perdarahan lain yang sering terjadi. Bentuk perdarahan lain mungkin dapat terjadi antara lain pada saluran gastrointestinal seperti melena dan pada saluran genitourinari seperti hematuria dan menorragia. Perdarahan spontan pada mukosa, intrakranial dan gastrointestinal dapat terjadi apabila jumlah plateletnya <10.000/iL.1,5 ITP terjadi baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Diperkirakan terjadi pada 3.3/ 100.000 dewasa/tahun. Insiden pada dewasa meningkat seiring dengan bertambahnya usia, antara usia 18 sampai 65 tahun dan pada perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (2,6:1). ITP pada anak diperkirakan terjadi antara 1,96,4/100.000 anak setiap tahunnya. ITP pada anak distribusinya hampir sama antara laki-laki (52%) dan perempuan (48%). Puncak prevalen terjadi pada anak-anak usia 2 hingga 4 tahun. Munculnya perdarahan merupakan komplikasi yang serius, terutama perdarahan intrakranial. Angka kematian akibat perdarahan diperkirakan sebesar 1% pada anakanak dan 5% pada dewasa. Usia tua dan adanya riwayat perdarahan sebelumnya meningkatkan resiko untuk terjadinya perdarahan berat. Remisi spontan dapat terjadi pada lebih dari 80% kasus pada anak-anak tetapi hal ini tidak umum terjadi pada dewasa.2,3,6 Pengembangan diagnosis pasien berdasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan peripheral blood smear. Secara keseluruhan prognosis dari pasien sangat bervariasi, sangat tergantung pada individunya dan tidak ada jalan untuk memprediksi perjalanan penyakitnya. Pada sekitar 30% dewasa cenderung berkembang menjadi ITP kronis, jarang terjadi kesembuhan spontan dan 5% meninggal akibat perdarahan. Sekitar 80% pasien anak dapat sembuh spontan dalam waktu enam bulan dengan atau tanpa pengobatan. 15-20% pasien anak-anak dapat berkembang menjadi ITP kronis dan sekitar 2% dapat meninggal. Pasien dengan jumlah platelet lebih dari 50x109/L biasanya tidak memerlukan pengobatan. Sedangkan pasien dengan jumlah platelet yang rendah membutuhkan pengobatan tergantung dengan gejala dan resiko perdarahan yang dialami.1,3,6 Saya akan melaporkan kasus Idiophatic thrombocytopenic purpura pada laki-laki usia 13 tahun. 2 ILUSTRASI KASUS Pasien dengan inisial Pr, lakilaki usia 13 tahun 7 bulan yang berasal dari banjar Dukuh Kerambitan Tabanan dirawat di rumah sakit Sanglah mulai tanggal 18 November 2013, dengan keluhan utama gusi berdarah. Pasien awalnya dirawat di bagian anak rumah sakit umum Tabanan, kemudian dirujuk ke rumah sakit Sanglah dengan suspek ITP dan observasi cephalgia untuk dilakukan rawat inap. Sebelumnya pasien sempat di rawat di rumah sakit swasta selama dua hari, kemudian dirawat di rumah sakit umum Tabanan selama tujuh hari dengan kecurigaan dengue haemorrhagic fever (DHF). Pasien mengeluh mengalami gusi berdarah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Tabanan, badan lemas, mual muntah, tidak terjadi mimisan, tidak terdapat perdarahan ditempat lain seperti buang air besar (BAB) hitam negatif dan terdapat bintik-bintik kemerahan pada kulit wajah 5 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala sejak 10 hari SMRS dengan skala nyeri 2 dengan jenis nyeri akut. Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, jantung, asma, ginjal, stroke dan tuberculosis (TBC) paru pada pasien sebelumnya. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Adanya riwayat penyakit lain seperti hipertensi, kencing manis, jantung dan asma pada keluarga pasien juga disangkal. Riwayat sosial pasien, seorang pelajar dan adanya riwayat minum alkohol maupun merokok juga disangkal. Pasien sebelumnya pernah mendapatkan obat ceftazidime 3x50mg, paracetamol 3x500 mg, aviter 2x1 sachet, ranitidine 2x50 mg iv dan tidak terdapat riwayat alergi pada pasien. Pada hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/100 mmHg, respirasi 20x/menit, suhu axilla/rectal 360C, nadi 88x/menit, berat badan 60 kg dan tinggi badan 170 cm. Pada mata tidak ditemukan adanya tanda-tanda anemis, ikterus dan edema palpebra. Reflek pupil positif. Tonsil lebar, hiperemi pada pharing negatif, perdarahan pada gusi positif. Pada pemeriksaan leher didapatkan jugular venous pressure (JVP) dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran kelenjar dan kaku kuduk negatif. Pada pemeriksaan thorax tampak simetris, cor (S1,S2 tunggal, reguler dan murmur negatif), pulmo (suara nafas vesikuler/vesikuler, ronchi dan wheezing negatif). Pada abdomen didapatkan distensi positif, meteorismus negatif, peristaltik normal, ascites negatif, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba. Teraba ekstremitas hangat. Telah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien antara lain pemeriksaan darah lengkap, blood smear, pemeriksaan kimia darah, foto thorax, pemeriksaan immunologi DHF, pemeriksaan hematologi malaria dan computed tomography (CT) scan. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan mulai tanggal 18 November sampai dengan 23 November 2013. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan jumlah platelet yang di bawah normal (Tabel 1). Pemeriksaan blood smear, dilakukan pada tanggal 19 November 2013 didapatkan hasil eritrosit normokromik normositer anisositosis, leukosit (jumlah cukup, differential count relatif, neutropenia, atypical limfosit positif dan sel blast negatif), platelet didapatkan dengan jumlah menurun dengan clumping platelet negatif dan memberikan kesan trombositopenia. Pada hasil pemeriksaan kimia darah yang dilakukan pada tanggal 19 November 2013 didapatkan 3 peningkatan SGOT, penurunan kreatinin, total protein dan globulin (Tabel 2). Pada foto thorax tidak didapatkan adanya kelainan, cor dan pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan immunologi DHF dan hematologi malaria yang dilakukan pada tanggal 20 dan 21 November 2013 didapatkan hasil negatif. Pemeriksaan CT scan pada tanggal 21 November 2013 dengan klinis cefalgia sekunder type vasculer dengan funduscopy papil edema +/+, et causa suspect berkaitan dengan kelainan sistemik (ITP). Hasil pemeriksaan multi slice computed tomography (MSCT) scan kepala irisan axial, tanpa dan dengan kontras : a. tak tampak lesi hipodens / hiperdens abnormal pada brain parenkim yang pada pemberian kontras tak tampak abnormal contrast enhancement; b. sulci dan gyri normal; c. sitem ventrikel dan cisterna normal; d. tak tampak deviasi midline struktur; e. tak tampak kalsifikasi abnormal; f. pons dan cerebellum tak tampak kelainan; g. orbita dan mastoid kanan kiri tak tampak kelaianan; h. tampak penebalan mukosa pada sinus maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis kanan kiri dan frontalis kiri, sinus frontalis kanan tidak berkembang sempurna; i. calvaria dan basis cranii tak tampak kelainan; j. SCALP tak tampak kelainan; dan k. saat ini tak tampak tanda-tanda perdarahan intrakranial, sinusitis maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis kanan kiri dan frontalis kiri. Diagnosis kerja pasien dengan suspek ITP. Dilakukan penatalaksanaan dengan pemberian intravenous fluid drops (IVFD) NaCl 0,9% 20 tpm, paracetamol 3x500 mg dan diet lunak. Dilakukan monitoring pada keluhan, tanda vital dan cairan. Diberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada pasien dan keluarga. Pasien dirawat dirumah sakit untuk menegakkan diagnosis dan diijinkan untuk dirawat dirumah setelah menjalani perawatan selama lima belas hari. Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien Parameter 18/11/ 19/11/ 20/11/ 21/11/ 22/11/ 23/11/ Normal Test 2013 2013 2013 2013 2013 2013 WBC 3.35 4.55 4.10 5.53 5.65 7.09 4.1 – 11.0 Satuan 103/µL RBC 4.57 4.63 4.03 4.27 4.10 4.16 4.0 – 5.2 106/µL HGB 12.1 12.2 10.6 11.1 10.5 10.8 12.0 – 16.0 g/dL HCT 35.5 33.8 29.9 31.6 30.1 30.6 36.6 – 46.0 % MCV 77.7 73.0 74,1 73.9 73.6 73.7 80.0 – 100.0 fL MCH 26.5 26.3 26.2 25.9 25.6 25.9 26.0 – 34.0 Pg MCHC 34.1 36.1 35.3 35.0 34.8 35.2 31.0 – 36.0 g/dL CHCM - 36.8 36.3 36.8 37.1 36.8 33 – 37 g/dL RDW 10.0 12.1 12.2 12.4 12.4 12.7 11.5 – 14.5 % HDW - 3.43 3.35 3.40 3.39 3.41 2.2 – 3.2 g/dL 4 PLT 27.1 38 25 23 26 35 140 – 440 103/µL MPV 9.21 9.0 9.4 9.2 7.6 7.4 6.80 – 10.0 fL %NEUT - 38.0 40,9 40,8 43.4 49.6 47.0 – 80.0 % %LYMPH - 38.2 32.1 36.1 28.1 25.0 13.0 – 40.0 % %MONO - 7.7 8.5 8.4 9.4 7.0 2.0 – 11.5 % %EOS - 3.8 3.4 3.1 3.1 3.5 0.0 – 5.0 % %BASO - 1.2 0.05 1.1 1.1 1.0 0 – 1.5 % %LUC - 11.1 13.9 10.6 14.9 13.8 0.00 – 4.0 % # NEUT 1.23 1.73 1.68 2.26 2.45 3.52 2.5 – 7.5 103/µL # LYMPH 1.10 1.74 1.31 1.99 1.58 1.77 1.0 – 4.0 103/µL # MONO .811 7.7 0.35 0.47 0.53 0.50 0.1 – 1.25 103/µL # EOS .123 0.17 0.14 0.17 0.18 0.25 0.0 – 0.55 103/µL # BASO .098 0.06 0.05 0.06 0.06 0.07 0.0 – 0.1 103/µL # LUC - 0.50 0.57 0.58 0.84 0.98 0 – 0.4 103/µL Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah pasien Test Hasil Satuan Nilai normal Albumin 3.69 g/dL 3.4 – 4.8 Alkali phospatase 64 U/L 53 – 128 Creatinin 0.58 mg/dL 0.67 – 1.17 SGPT 44.1 U/L 0 – 50 SGOT 67.8 U/L 0 – 33 Glucose puasa 101 mg/dL 80 – 100 BUN 14 mg/dL 8 – 23 BILD2 0.27 mg/dL 0.00 – 0.30 BIL total 0.69 mg/dL 0 – 1.3 Total protein 5.33 g/dL 6.4 – 8.3 Na 141 mmol/L 136 – 145 5 K 4.30 mmol/L 3.5 – 5.1 Globulin 1.64 g/dL 3.20 – 3.70 BIL indirect 0.42 mg/dL 0.00 – 0.8 DISKUSI Immune (idiophatic) thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan hematologi dengan penurunan jumlah platelet dalam darah perifer, yang berhubungan dengan mediasi autoantibodi. ITP dibedakan menjadi tipe primer dan tipe sekunder (berhubungan dengan kelainan lain). Pada tipe primer dibedakan lagi menjadi dua bentuk yaitu akut dan kronik. Tipe akut umumnya terjadi pada anak-anak usia 2 sampai 6 tahun dengan angka kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan. Umumnya pada tipe akut dapat membaik dengan spontan. Sedangkan pada tipe kronik dialami pada orang dewasa dengan rentangan usia 40 sampai 45 tahun dengan angka kejadian lebih tinggi pada perempuan, dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki 3:1. Pada tipe kronik trombositopenia terjadi lebih dari enam bulan, biasanya mempunyai onset yang tersembunyi dan sering membutuhkan intervensi medis untuk mencegah perdarahan.1,3,5,6,7 Pada ITP penurunan jumlah platelet disebabkan oleh platelet yang diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gp IIb – IIIa atau Ib. Platelet yang diselimuti oleh antibodi kemudian difagosit oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi tubuh dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang. Sensitisasi platelet oleh autoantibodi (IgG) menyebabkan difagositnya platelet tersebut secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotel. Masa hidup normal untuk platelet adalah sekitar tujuh hari tetapi pada ITP masa hidupnya memendek menjadi beberapa jam.4,8 Tanda dan gejala ITP dibagi menjadi dua katagori yaitu dry dan wet purpura. Dry purpura (perdarahan kutaneus) tampak sebagai bruising (memar) atau petechiae. Sedangkan wet purpura berhubungan dengan perdarahan pada membran mukosa termasuk saluran gastrointestinal, mulut, hidung dan mata (Gambar 1). ITP pada anak-anak biasanya akut dan dapat membaik dengan sendirinya, dikarakteristikkan dengan onset mendadak dari petechiae dan purpura diperkirakan 2 sampai 3 minggu setelah terinfeksi virus atau imunisasi. ITP pada dewasa biasanya kronis dengan onset tersembunyi tanpa gejala prodromal. Pada sebagian kasus kematian berhubungan dengan perdarahan intrakranial. Pada pasien yang simptomatik terdapat tanda dan gejala antara lain petechiae/purpura, bruising/hematoma, perdarahan menetap setelah terjadi injuri, perdarahan mukosa, perdarahan pada hidung/epistaksis, perdarahan dari tempat lain (perdarahan pada gusi dan menorraghia pada perempuan).1 6 Gambar 1. 1) wet purpura perdarahan pada mata, 2) purpura dan hematoma, 3) perdarahan mukosa, 4) petechiae.3 Pengembangan diagnosis pada pasien berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan peripheral blood smear. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui beratnya penyakit, luas dan lamanya perdarahan. Riwayat medis juga dapat digunakan untuk mengeliminasi penyebab lain dari trombositopenia misalnya akibat alkohol dan obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik tanda perdarahan yang dialami dapat berupa petechiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan mukosa. Splenomegali juga dapat ditemukan pada pasien muda. Lamanya waktu perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dengan ITP kronis. Menentukan tipe perdarahan penting dilakukan untuk membedakan ‘platelet-type’ perdarahan mukokutaneus dengan ‘coagulationtype’ hematoma.1,5,7 Pemeriksaan laboratorium dilakukan secara sederhana dengan pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hitung darah yang normal, kecuali rendahnya jumlah platelet (<150 x 109/L) dan jika terdapat riwayat perdarahan yang signifikan sebelumnya. Pada sediaan blood smear menunjukkan jumlah platelet yang menurun, platelet yang ada sering kali besar. Jika pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, hitung darah dan pemeriksaan darah didapatkan temuan yang tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan tambahan evaluasi sumsum tulang. Pada sumsum tulang biasanya normal atau menunjukkan peningkatan megakariosit (Gambar 2). Namun pemeriksaan sumsum tulang direkomendasikan untuk pasien yang berusia lebih dari 60 tahun dan pada pasien dengan kekambuhan penyakit setelah perbaikan menyeluruh, kegagalan dalam terapi lini pertama atau pada pasien yang dipertimbangkan untuk splenektomi. Pemeriksaan sumsum tulang tidak diperlukan pada pasien di bawah 60 tahun dengan tanda dan gejala yang khas.1,3,7,8 Gambar 2. 1) peripheral blood smear dengan dua platelet besar, 2) sumsum tulang dengan peningkatan jumlah megakariosit.5 7 ITP primer didiagnosis dengan mengekslusi penyebab pseudotrombositopenia, ITP sekunder dan ITP yang diturunkan. Mendapatkan riwayat medis yang akurat dikombinasikan dengan pemeriksaan darah lengkap dan melalui evaluasi blood smear merupakan langkah pertama dan sangat penting. Onset akut bruising dan petechiae pada anak sehat, sering dengan riwayat infeksi sebelumnya, berhubungan dengan trombositopenia dan ukuran platelet yang besar pada blood smear memberikan kesan ITP akut. Demam yang berkepanjangan, kehilangan berat badan, nyeri pada tulang, lymphadenophaty dan organomegali beberapa hal ini tidak biasa dan memerlukan pemeriksaan untuk mengeklusi leukemia, anemia aplastik dan penyakit lain yang serius.9 Beberapa faktor memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien ITP antara lain perdarahan banyak yang terjadi sebelumnya, faktor pemberat terjadinya perdarahan, komplikasi dari terapi yang diberikan, aktifitas atau pola hidup dan toleransi terhadap efek samping pengobatan. Pasien dengan jumlah platelet lebih dari 50x109/L biasanya tidak memerlukan pengobatan. Penatalaksanaan pasien sangat tergantung pada jumlah platelet dan derajat perdarahan (Tabel 3). Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua yaitu medis dan bedah. untuk penatalaksanaan medis dibagi menjadi dua yaitu terapi lini pertama dan terapi lini kedua. Pilihan pengobatan lini pertama diantaranya kortikosteroid, intravena (IV) imunoglobulin (Ig) dan IV Rh anti-D. Kortikosteroid mencegah destruksi platelet oleh makrofag dalam limpa dan hati dengan demikian dapat meningkatkan jumlah platelet. Pilihan pertama dapat digunakan prednisone 0,5 – 2 mg/kg/hari sampai jumlah plateletnya melebihi 30-50 x109/L. Kortikosteroid diresepkan sebagai pengobatan jangka pendek (3-4 minggu) karena penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan efek samping yang lebih banyak dari manfaatnya untuk mengurangi resiko perdarahan yang berat. Imunoglobulin digunakan untuk desensitasi sistem imun. Ada dua jenis imunoglobulin intravena (IVIg) dan anti-D imunoglobulin intravena. IVIg diindikasikan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami perdarahan atau sebelum menjalani operasi untuk meningkatkan jumlah platelet.3,5,9 Tabel 3. Penatalaksanaan berdasarkan atas jumlah platelet.3 Jumlah platelet (x109/L) >50 30-50 <30 Perdarahan atau Perdarahan yang mengancam nyawa Pengobatan Tidak memerlukan pengobatan Tidak memerlukan pengobatan, atau Prednisone (1 - 1,5 mg/kg/hari) untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami perdarahan (contoh: hipertensi, faktor pola hidup, penggunaan obat yang bersamaan, trauma kepala atau jadwal untuk operasi) Prednisone (1 - 1.5 mg/kg/hari) Pengobatan darurat : Transfusi platelet intravena imunoglobulin (IVIg; 1 g/kg/hari) methylprednisolone (1 g/hari selama tiga hari) 8 Terdapat banyak terapi lini kedua dengan berbagai mekanisme kerja. Obat ini digunakan ketika pengobatan lini pertama mengalami kegagalan atau intoleran. Tujuan utama terapi lini kedua mendapatkan jumlah platelet yang aman (>50x109/L) untuk meminimalisir risiko terjadinya perdarahan pada pasien. Pengobatan lini kedua terdiri dari imunosupresan dan rituximab. Imunosupresan bekerja pada tingkat sel T. Azathioprine, cyclosphosphamide dan cyclosporine merupakan obat utama yang sering digunakan. Rituximab bekerja dengan mengurangi jumlah cell B yang menghasilkan autoantibodi.3,9 Terapi pembedahan yang biasa dilakukan adalah splenektomi. Diindikasikan untuk pasien yang sulit untuk disembuhkan atau intoleran terhadap kortikosteroid dan terjadi trombositopenia berat, perdarahan ataupun keduanya. Splenektomi tidak menjadi pilihan dalam terapi ITP pada anak-anak.3,9 Secara keseluruhan prognosis dari pasien ITP bervariasi, sangat tergantung pada individunya dan tidak dapat diprediksi perjalanan penyakitnya. Pada dewasa dapat berkembang menjadi ITP kronis dan jarang terjadi kesembuhan spontan. Hanya 2% pasien dewasa yang mengalami kesembuhan spontan, sekitar 64% pasien dewasa pada akhirnya memperoleh kesembuhan. Sekitar 30% pasien yang mengalami penyakit kronis dan 5% pasien dapat meninggal akibat terjadinya perdarahan. ITP akut biasanya terjadi pada anak-anak, terutama pada usia di bawah sepuluh tahun. Diperkirakan 83% pasien anakanak dapat sembuh spontan dan pada akhirnya 89% pasien dapat memperoleh kesembuhan. Sekitar 80% pasien anakanak dapat sembuh spontan dalam waktu enam bulan dengan atau tanpa pengobatan. Lebih dari 50% pasien anak-anak sembuh dalam empat sampai delapan minggu. 15-20% pasien anakanak akan dapat berkembang menjadi ITP kronis. Sekitar 2% pasien anakanak dapat meninggal akibat penyakit ini.3,10 Pada pasien ITP yang merespon terhadap terapi, mortalitasnya sama dengan populasi pada umumnya. Diantara pasien yang tidak merespon terapi pada beberapa tahun pertama akan mempunyai risiko mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi. Kematian akibat penyakit ini sangat jarang terjadi, tetapi terdapat sekitar 3% pasien ITP sukar disembuhkan dan biasanya berhubungan dengan perdarahan intrakranial atau infeksi. Komplikasi yang dapat terjadi termasuk diantaranya perdarahan intrakranial atau perdarahan mayor lainnya, kehilangan banyak darah, efek samping dari pemberian kortikosteroid, terjadinya infeksi pneumococcal pada pasien yang menjalani splenektomi.10 Pada kasus ini, pasien mengeluh mengalami perdarahan pada gusi sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit, adanya bintik-bintik kemerahan pada kulit wajah sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit, tidak mengalami mimisan dan tidak terdapat perdarahan ditempat lain seperti BAB hitam (negatif). Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala sejak sepuluh hari sebelum masuk rumah sakit dengan skala nyeri dua, badan lemas dengan mual dan muntah. Pasien sebelumnya dirawat dengan kecurigaan DHF. Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit lain sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang dengan kesadaran baik dan vital sign dalam rentang normal. Ditemukan adanya perdarahan pada gusi serta bintik-bintik kemerahan pada wajah. 9 Tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem organ yang lainnya. Dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien untuk membantu kita dalam menegakkan diagnosis. Telah dilakukan pemeriksaan antara lain darah lengkap, blood smear, kimia darah, foto thorax, imunologi DHF, hematologi malaria dan CT scan. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap yang telah dilakukan selama enam hari tampak adanya penurunan jumlah platelet di bawah normal yaitu 27.1, 38, 25, 23, 26 dan 35 x103/µL. Didapatkan juga terjadi sedikit penurunan pada HGB pada hari ke tiga sampai ke enam yaitu 10.6, 11.1, 10.5 dan 10.8 g/dL. Dari hasil blood smear didapatkan jumlah platelet menurun, clumping platelet (-) dan memberikan kesan trombositopenia. Hasil pemeriksaan imunologi DHF dan hematologi malaria didapatkan hasil negatif. Pada hasil foto thorax tidak ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan CT scan menunjukkan tidak terdapat tanda-tanda perdarahan intrakranial. Berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan peripheral blood smear pasien didiagnosis dengan idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP). Hal ini dikarenakan pada pasien didapatkan adanya perdarahan pada gusi serta bintik-bintik kemerahan pada wajah pasien yang sesuai dengan manifestasi klinis ITP. Pada pasien juga didapatkan penurunan jumlah platelet (<150.000 IL) dalam darah perifer serta disertai dengan penurunan hemoglobin akibat adanya riwayat perdarahan. Hasil pemeriksaan blood smear pada pasien ini, didapatkan hasil yang sesuai dengan tanda pada ITP yaitu jumlah platelet yang berkurang. Kemungkinan pasien ini merupakan ITP tipe akut, karena merupakan pasien anak-anak dan lamanya waktu perdarahan terjadi belum mencapai enam bulan. Diagnosis banding pada pasien telah disingkirkan dengan dilakukan pemeriksaan imunologi DHF dan hematologi malaria yang hasilnya negatif. Untuk mengetahui apakah terdapat komplikasi perdarahan intrakranial pada pasien ini maka dilakukan pemeriksaan CT scan dan hasil pemeriksaan menunjukkan tidak terdapat tanda-tanda perdarahan intrakranial. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, karena terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dalam perawatan serta untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik pada pasien. Diberikan paracetamol untuk mengatasi nyeri kepala yang dikeluhkan pasien dengan dosis 3x500 mg per oral setiap delapan jam. Pasien juga diberikan diet lunak tinggi kalori tinggi protein untuk menjaga keseimbangan nutrisi. Dilakukan monitoring vital sign, keluhan, darah lengkap dan tanda-tanda perdarahan pada pasien. Tidak diberikan pengobatan spesifik pada pasien ini, karena jumlah trombositnya sudah melebihi 30x103µL. Diberikan KIE pada keluarga dan pasien untuk waspada apabila terjadi perdarahan yang berat. Tidak dilakukan pemeriksaan sumsum tulang pada pasien ini karena hasilnya tidak mempengaruhi pengobatan yang diberikan dan pada anak-anak tidak merupakan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan sumsum tulang. Pasien dirawat untuk menegakkan diagnosis dan dipulangkan setelah lima belas hari perawatan. RINGKASAN Anak laki-laki usia 13 tahun dengan keluhan utama gusi berdarah. Terdapat 10 bintik-bintik kemerahan pada kulit wajah, dan dikeluhkan juga nyeri kepala dengan skala nyeri dua. Berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan peripheral blood smear pasien didiagnosis dengan ITP dan observasi cephalgia. ITP pada pasien ini merupakan ITP tipe akut, karena ITP akut umumnya terjadi pada anak-anak dan onset perdarahannya belum mencapai enam bulan. Pemeriksaan sumsum tulang tidak dilakukan pada pasien ini karena pemeriksaan tersebut hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, pada pasien yang mengalami kekambuhan setelah perbaikan menyeluruh, kegagalan pada pemberian terapi lini pertama dan pada pasien yang dipertimbangkan untuk DAFTAR PUSTAKA 1. Provan Drew. Characteristics of immune thrombocytopenic purpura : a guide for clinical practice. 2009: 8-12. 2. Farid J, Gul Nasreen, Qureshi Waqar UR, Idris M. Clinical presentations in immune thrombocytopenic purpura. 2012;24(2). 3. Aerts Erik, derbyshire L, Dooley F, Kelly M, Struijk willy, Taylor Louise et al. Immune Thrombocytopenia. 2011:3-28. 4. Bakta I Made. Purpura Thrombositopenik Idiopatik. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. 2003: 241- 4. 5. Alvina. Idiopathic thrombocytopenic purpura : laboratory diagnosis and management. 2011;30:126-34. 6. A MD Hashemi, F MD Kargar, A MD Souzani, N MD Hazar. Acute Immune Thrombocytopenic dilakukan splenektomi. Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada anakanak biasanya tidak mempengaruhi keputusan penanganan. Pengobatan yang diberikan tergantung pada gejala yang dialami atau risiko perdarahan dan jumlah platelet. Prognosis dari pasien juga sangat bervariasi sangat tergantung pada individunya. Sekitar 80% pasien anak-anak dapat sembuh spontan dalam waktu enam bulan dengan atau tanpa pengobatan. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya perdarahan intrakranial atau perdarahan mayor lainnya, kehilangan banyak darah, efek samping dari pemberian kortikosteroid, terjadinya infeksi pneumococcal pada pasien yang splenektomi. Purpura in Infants. 2011. Vol 1, no 3: 104-7. 7. Neunert Cindy, Lim Wendy, Crowther Mark, Cohen Alan, Solberg Lawrence, Crowther Jr and Mark A. The American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. 2011 117:4190207. 8. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Kelainan perdarahan akibat kelainan vaskular dan trombosit. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta. 2002: 235-43. 9. Warrier Rajakharan, Chauhan Aman. Management of immune thrombocytopenic purpura: an update. 2012:221-7. 10. Silverman Michael A. Idiophatic thrombocytopenic purpura. 2013 April. Diakses 21 November 2013. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com. 11