BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eropa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Eropa menjadi salah satu kiblat sepak bola dunia karena telah sepuluh kali
negara-negara di Eropa berhasil menjuarai Piala Dunia. Di beberapa negara Eropa,
seperti Inggris, Jerman, Italia, Perancis, dan Spanyol, sepak bola tidak hanya
berkembang pesat sebagai industri olahraga, tetapi juga sebagai entitas bisnis (Kuper
dan Szymanski, 2009). Sepak bola menjelma menjadi industri yang bertransformasi
dari segi finansial dan terintegrasi dengan sektor bisnis lain, misalnya media televisi
dan penyiaran (Morrow, 2000). Bahkan, total pendapatan klub-klub divisi utama di
liga-liga Eropa sebesar 15,9 triliun pada tahun 2014, mencapai 80% dari total
pendapatan seluruh klub-klub olahraga terkenal yang ada di Amerika Utara (UEFA,
2014).
Hal tersebut membuat sepak bola menjadi salah satu cabang olahraga yang
diminati investor. Pada tahun 2000, sebanyak 92 klub sepak bola telah menjadi entitas
privat yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal (Szymanski dan Kuypers, 2000).
Sejalan dengan hal tersebut, sejak tahun 1997, Deloitte setiap tahunnya mengeluarkan
Deloitte Football Money League (DFML), yaitu laporan resmi yang berisi daftar
peringkat klub-klub terkaya di Eropa berdasarkan tingkat pendapatannya (Deloitte,
2015).
1
Meski demikian, menurut Kuper dan Szymanski (2009), sepak bola merupakan
bisnis buruk. Sepak bola adalah “bisnis kecil” karena sedikitnya pendapatan kotor yang
dihasilkan oleh klub sepak bola. Lebih parahnya, bisnis sepak bola yang “kecil” dan
tidak menghasilkan laba yang besar membuat sebagian besar klub sepak bola justru
membukukan kerugian dan gagal membayar dividen bagi pemegang sahamnya. Meski
pendapatan klub sepak bola dinilai mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal
tersebut ternyata tidak sejalan dengan kinerjanya dalam posisi keuangan karena banyak
klub besar di Eropa yang bermasalah dengan hutang (Beech et al., 2010; Garcia dan
Rodrigues, 2003; Hamil dan Walters, 2010; Lago et al., 2006).
Selain itu, klub sepak bola sering mengalami masalah kesulitan keuangan
hingga mengakibatkan kebangkrutan. Kebangkrutan yang dialami oleh klub-klub
sepak bola disebabkan oleh banyaknya pengeluaran untuk pembelian pemain baru,
hutang yang terlalu banyak, gagal mendapatkan investor baru, serta banyaknya
pengeluaran untuk gaji pemain dan pelatih (UEFA, 2012; UEFA, 2013). Daftar klub
sepak bola Eropa yang pernah mengalami kebangkrutan antara lain dapat dilihat pada
Tabel 1.
Bahkan, menurut federasi tertinggi sepak bola Eropa, Union of European
Football Association (UEFA), pada musim 2010, total kerugian klub-klub di Eropa
sudah mencapai 1,6 miliar euro. Tim investigasi UEFA menjelaskan bahwa sebanyak
650 klub sepak bola di Eropa mengalami kerugian setiap tahunnya. Sepertiga dari klub
tersebut memakai 70% pendapatannya untuk menggaji pemain dan pelatih (UEFA,
2
2013). Kerugian yang terlalu besar itu dikhawatirkan mampu membuat bisnis sepak
bola tidak memenuhi salah satu konsep dasar Akuntansi, yaitu going concern.
Pengeluaran yang terlalu banyak akan mengakibatkan ketidakstabilan pada segi
finansial klub seperti yang diungkapkan oleh Geey (2011, hal. 4) dalam pernyataan
berikut:
“…each set of new club owners injects more money into the European football
club market, this spirals further out of control because a new owner then has
to outbid other high spending clubs leading to financial unsustainability.”
Tabel 1. Daftar Klub Sepak Bola Eropa yang Pernah Mengalami Kebangkrutan
Klub
Asal Negara
Tahun
Bangkrut
Keterangan
Borussia Dortmund
Jerman
1995
Borussia Dortmund menjadi
salah satu klub yang
berkompetisi di Bundesliga
musim 2015/2016
Parma FC
Italia
2000
Sudah tidak bermain di Serie A
Fiorentina FC
Italia
2002
Fiorentina menjadi salah satu
klub yang berkompetisi di
Serie A musim 2015/2016
Napoli
Italia
2004
Napoli menjadi salah satu klub
yang berkompetisi di Serie A
musim 2015/2016
Porstmouth
Inggris
2010
Berlaga di Divisi III Liga
Inggris
Glasgow Rangers
Skotlandia
2012
Bermain di Divisi II Liga
Skotlandia
AC Sienna
Italia
2014
Bermain di Serie D Liga Italia
Sumber: Pandit Football Indonesia (2015), diolah
3
Oleh karena itu, sejak September 2009, UEFA mulai merumuskan aturan
Financial Fair Play (FFP) yang digunakan untuk mencapai kestabilan keuangan bagi
klub sepak bola di Eropa. Meski aturan FFP sudah berlaku sejak Mei 2010, butir-butir
isi peraturan mengenai FFP yang tertuang dalam buku aturan UEFA Club Licensing
and Financial Fair Play Regulations baru dirilis pada tahun 2012. UEFA kemudian
menerbitkan edisi keduanya pada 2015. Aturan FFP tersebut diterapkan untuk semua
klub sepak bola di Eropa dan lebih diutamakan untuk klub yang akan mengikuti
kompetisi sepak bola internasional yang diprakarsai oleh UEFA, yaitu Liga Champion
dan Liga Europa (UEFA, 2012).
Aturan FFP pada dasarnya berfungsi untuk meminimalisir kerugian dalam
bisnis sepak bola di Eropa. Kerugian yang dimaksud dalam aturan FFP adalah hasil
pendapatan klub dikurangi pengeluaran yang berkaitan dengan transfer pemain dan
total pembayaran gaji pemain tiap musim. Maka dari itu, aturan FFP membuat setiap
klub sepak bola di Eropa harus hemat dalam melakukan belanja pemain saat bursa
transfer berlangsung. Selain itu, menurut Morrow (2013), aturan FFP bisa digunakan
sebagai katalisator dalam pendekatan yang lebih luas untuk merumuskan bentuk ideal
sebuah pelaporan keuangan (financial reporting) bagi klub sepak bola ke depannya.
Sesuai dengan buku aturan FFP Edisi 2012 dan Edisi 2015, aturan FFP
bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi dan finansial klub-klub sepak bola dan
meningkatkan transaparansi serta akuntabilitas dalam bisnis sepak bola di Eropa.
Perbaikan pada segi transparansi dan akuntabilitas ditunjukkan dengan adanya pasal-
4
pasal khusus yang mengatur tentang laporan keuangan tahunan (annual financial
statement), standar minimum pengungkapan laporan keuangan tahunan (minimum
disclosure), prosedur dan penilaian auditor, serta proses monitoring yang diaplikasikan
dengan perhitungan kerugian maksimal (break-even requirement). Melalui aturan FFP,
UEFA ingin melindungi kepentingan kreditor serta memastikan bahwa setiap klub
sepak bola di Eropa mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang serta
mencegah terjadinya lebih banyak hutang kepada pemain, otoritas pajak, dan klub lain
(UEFA, 2015).
Article 47 pada aturan FFP Edisi 2012 dan 2015 secara khusus membahas
laporan keuangan tahunan—selanjutnya disebut laporan keuangan—yang harus
dikumpulkan oleh setiap klub sepak bola di Eropa. Pengumpulan laporan keuangan
beserta lampirannya harus sesuai tenggat yang ditetapkan oleh UEFA. Dalam aturan
FFP dijelaskan bahwa laporan keuangan yang dikumpulkan ke UEFA merupakan
laporan keuangan yang sudah diaudit oleh auditor independen.
Mengacu pada International Accounting Standard (IAS) 1, Presentation of
Financial Statement, laporan keuangan merupakan representasi dari posisi keuangan
dan kinerja keuangan dari sebuah entitas. Laporan keuangan berfungsi untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas dari
suatu entitas yang berguna untuk pengguna dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Menurut IAS 1, laporan keuangan juga menunjukkan pertanggungjawaban manajemen
(stewardship) atas penggunaan sumber daya milik entitas terkait selama tahun berjalan.
5
Laporan keuangan yang lengkap menurut IAS 1 terdiri dari: (i) laporan posisi
keuangan (neraca); (ii) laporan laba komprehensif; (iii) laporan perubahan modal; (iv)
laporan arus kas; (v) catatan atas laporan keuangan; (iv) laporan posisi keuangan
periode paling awal ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi atau membuat
restatement atau ketika ada reklasifikasi pada laporan keuangan. Sedikit berbeda
dengan IAS 1, aturan FFP mewajibkan laporan keuangan setiap klub sepak bola terdiri
dari: (i) neraca; (ii) laporan laba-rugi; (iii) laporan arus kas; (iv) catatan atas laporan
keuangan yang mencakup penjelasan singkat dari kebijakan akuntansi dan catatan
penjelas lain; serta (v) reviu keuangan oleh manajemen (UEFA 2012 dan UEFA 2015,
Article 47 para.3).
Article 47 Paragraf 4 mewajibkan setiap laporan keuangan harus memenuhi
standar minimum pengungkapan (minimum disclosure) sesuai Annex VI dan prinsip
akuntansi dalam Annex VII di aturan FFP. Menurut Statement of Financial Accounting
Concept (SFAC) No.5 (para.9), pengungkapan adalah presentasi dari informasi selain
pengakuan yang ada dalam laporan keuangan. Menurut Suwardjono (2005),
pengungkapan merupakan langkah akhir dalam memenuhi proses akuntansi sebagai
bagian dari penyajian laporan keuangan. Lebih lanjut, pengungkapan ada sebagai
bagian integral dari pelaporan keuangan (financial reporting).
Pada praktiknya, sebagai upaya untuk melindungi investor karena risiko
asimetri informasi, badan pengawas pasar modal seperti BAPEPAM dan Security
Exchange Act (SEC) membuat aturan yang berisi informasi-informasi yang wajib
6
diungkapkan. Di samping itu, perusahaan juga melakukan pengungkapan sukarela
dengan menerbitkan atau mengungkapkan informasi di luar ketentuan yang berlaku
untuk meningkatkan kredibilitas perusahaannya (Suwardjono, 2005).
Lebih lanjut, Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa informasi yang
biasaya disajikan dalam pelaporan keuangan antara lain berupa pos statemen keuangan,
catatan kaki (catatatan atas laporan keuangan), penggunaan istilah teknis (terminologi),
penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor dalam laporan auditor, dan
komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau pernyataan resmi. Maka dari itu,
melihat pada aturan FFP, standar minimum pengungkapan di aturan FFP Edisi 2012
dan 2015 yang tercantum dalam Annex VI menggunakan metode komponen laporan
keuangan beserta elemennya sebagai wujud metode pengungkapan.
Setiap komponen laporan keuangan yang wajib diungkapkan dalam standar
FFP memiliki penjabaran butir-butir yang wajib dilaporkan. Akan tetapi, standar
minimum pengungkapan yang berlaku pada aturan FFP Edisi 2015 sedikit mengalamai
perbedaan dengan aturan FFP Edisi 2012 karena ada pembaruan butir-butir yang harus
diungkapkan. Komponen standar minimum pengungkapan di aturan FFP Edisi 2012
dan Edisi 2015 yang wajib diungkapkan dapat dilihat pada Tabel 2 dan untuk
penjabaran setiap elemennya akan dibahas lebih lanjut pada BAB II.
7
Tabel 2. Komponen Standar Minimum Pengungkapan dalam aturan FFP Edisi
2012 dan Edisi 2015
Komponen Standar Mnimum
Pengungkapan Dalam Aturan FFP
Edisi 2012
Komponen Standar Mnimum
Pengungkapan Dalam Aturan FFP
Edisi 2015
A. Neraca (Balance Sheet)
B. Laporan laba-rugi (Profit and loss
account)
C. Laporan arus kas (cash flow
statement)
D. Catatan atas laporan keuangan
(notes to financial statements)
E. Reviu keuangan dari manajemen
(financial review by management)
A. Neraca (Balance Sheet)
B. Laporan laba-rugi (Profit and loss
account)
C. Laporan arus kas (cash flow
statement)
D. Catatan atas laporan keuangan
(notes to financial statements)
E. Tabel identifikasi pemain (player
identification table)
F. Reviu keuangan dari manajemen
(financial review by management)
Sumber: UEFA (2012, 2015), Annex VI
Perbedaan mendasar pada standar minimum pengungkapan di aturan FFP Edisi
2012 dan Edisi 2015 adalah pada Edisi 2015 terdapat komponen baru yaitu tabel
identifikasi pemain (player identification table). Komponen tersebut pada aturan FFP
Edisi 2012 termasuk ke dalam Annex VII: Basis for the preparation of financial
statements, tetapi pada FFP Edisi 2015 terdaftar sebagai salah satu standar minimum
pengungkapan. Meski demikian, pengungkapan bagian tabel indentifikasi pemain ini
hanya wajib diungkapkan kepada UEFA dan auditor, tetapi tidak wajib disertakan
dalam laporan keuangan (UEFA, 2015, Annex VI part F, para.1 dan para.2). Dengan
demikian, pengungkapan yang berhubungan dengan identifikasi pemain bersifat
sukarela. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Annex VI Paragraf 2 aturan FFP Edisi
2015 berikut ini (UEFA, 2015, Annex VI part F, para.2, hal. 63):
8
“The player identification table must be provided to the auditor, who must
reconcile the aggregate figures in the player identification table to the relevant
figures in the balance sheet and profit loss and account in the audited financial
statement. However, the player identification table does not need to be
disclosed within the annual financial statements.”
Penelitian yang membahas mengenai pengungkapan wajib dan sukarela di
laporan keuangan sudah cukup banyak. Penelitian yang membahas mengenai
pengungkapan tersebut membahas beberapa topik, misalnya pengungkapan intellectual
capital (IC), pengungkapan sosial dan lingkungan, dan pengungkapan tata kelola
perusahaan. Penelitian-penelitian yang menitikberatkan pada topik tersebut di
antaranya sebagai berikut: (i) Scartrito (2014) yang membahas analisis hubungan
hutang, ukuran perusahaan, auditor, dan konsentrasi kepemilikan di perusahaan Italia
terhadap pengungkapan IC tahun 2010; (ii) Boujelbene dan Affes (2013) yang
menganalisis dampak pengungkapan IC terhadap cost of equity capital pada
perusahaan-perusahaan di Perancis; (iii) Vergauwen dan van Alem (2005) yang
menganalisis pengungkapan IC pada laporan tahunan perusahaan-perusahaan di
Perancis tahun 2001, Jerman tahun 2001, dan Belanda tahun 2000; (iv) Olivierra et al.
(2006) yang membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan IC
pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal Portugal tahun 2003; (v)
Brennan (2001) yang menganalisis tentang pengungkapan IC di laporan tahunan
perusahaan-perusahaan di Irlandia tahun 1999; (vi) Bozzolan et al. (2006) yang
membahas perbandingan pengungkapan IC di perusahaan-perusahaan Italia dan
Inggris tahun 2001; (vii) pengungkapan sosial dan lingkungan (lihat penelitian
9
Tuwajiri et al.(2003), Botosan dan Plumlee (2002), Chen et al. (2015)); (vii) penelitian
Cerbioni dan Parbonetti (2007) yang menganalisis tentang dampak pengungkapan tata
kelola dan IC pada sampel perusahaan bioteknologi di Eropa; dan (ix) penelitian Wang
et al. (2015) secara komprehensif membahas mengenai pengungkapan wajib dan
sukarela serta efeknya terhadap analis keuangan. Rekapan hasil penelitian di atas dapat
dilihat pada halaman Lampiran.
Kaitannya dengan pengungkapan yang menggunakan sampel klub sepak bola,
Shareef dan Davey (2004) melakukan penelitian mengenai pengungkapan IC pada klub
sepak bola. Penelitian dilakukan pada laporan tahunan 19 klub sepak bola Liga Inggris
periode 2002 yang terdaftar di bursa efek. Shareef dan Davey (2004) membuat
disclosure index lalu memberikan skor pada tiap kategori pengungkapan yang
berhubungan dengan IC. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengungkapan
mengenai IC di laporan tahunan klub sepak bola masih rendah. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara
ukuran klub dan performa klub di lapangan dengan keseluruhan pengungkapan IC.
Mieritz dan Helde (2014) membuat analisis legal dan ekonomi atas
diterapkannya aturan FFP terhadap kompetisi sepak bola di Eropa. Menurut
penelitiannya, dalam perspektif legal, hukum Uni Eropa bisa diaplikasikan untuk
regulasi pada bidang olahraga, seperti yang tercantum dalam aturan FFP. Selanjutnya,
analisis ekonomi menekankan pada bagian break-even analysis yang ternyata membuat
klub-klub di Eropa menjadi lebih rasional dalam pengambilan keputusan ekonomi.
10
Hingga saat ini, belum banyak penelitian yang membahas mengenai
pengungkapan pada laporan keuangan klub sepak bola, khususnya di Eropa. Selain itu,
sampai saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai analisis pengungkapan
klub sepak bola yang mengacu pada aturan Annex VI FFP Edisi 2012 dan Edisi 2015.
Padahal, sesuai dengan aturan FFP Edisi 2012 dan Edisi 2015 Article 47 Paragraf 4,
laporan keuangan setiap klub wajib memenuhi standar minimum pengungkapan di
Annex VI dan prinsip akuntansi di Annex VII di aturan FFP. Selanjutnya, pada Article
47 Paragraf 5 disebutkan bahwa apabila laporan keuangan tahunan klub tidak
memenuhi standar minimum pengungkapan dan prinsip akuntansi yang tercantum
dalam standar FFP, klub yang bersangkutan harus menyiapkan informasi tambahan
(supplementary information) yang sudah dinilai oleh auditor independen.
Terlebih lagi, menurut Morrow (2005), seiring dengan tren bisnis sepak bola
yang meningkat, klub-klub sepak bola mulai meningkatkan kuantitas pengungkapan
informasi kepada stakeholders. Sejalan dengan itu, ditemukan bukti empiris dari
penelitian Hamil dan Morrow (2011); Slack dan Shrives (2008); serta Walters dan
Tacon (2010), bahwa klub sepak bola juga melakukan pengungkapan sukarela atas
informasi sosial serta memberikan informasi yang lebih luas pada proses bisnis klub
kepada stakeholders melalui situs resmi klub dan laporan tahunan. Maka dari itu,
pengungkapan informasi dalam bisnis sepak bola menjadi penting mengingat fungsi
pengungkapan salah satunya adalah untuk melindungi (protective disclosure) investor
dan kreditor (Suwardjono, 2005; Wolk et al., 2013). Hal tersebut juga sejalan dengan
11
tujuan besar dari diterbitkannya aturan FFP yang salah satunya bertujuan untuk
melindungi stakeholders, utamanya kreditor.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini berfokus untuk menganalisis
dan mengevaluasi pengungkapan pada laporan keuangan klub sepak bola di Eropa
musim 2011/2012 hingga 2014/2015. Lingkup pengungkapan mencakup butir-butir
pengungkapan wajib dan sukarela sesuai dengan standar minimum pengungkapan yang
terdapat di Annex VI UEFA Club Licensing and Financial Fair Play Regulations Edisi
2012 dan Edisi 2015. Maka dari itu, penelitian ini berbeda dengan penelitian Sharev
dan Davey (2005) yang secara spesifik membahas pengungkapan IC pada 19 klub
sepak bola Liga Inggris yang terdaftar di bursa efek.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan penulis
adalah sebagai berikut:
1. Apakah laporan keuangan klub-klub sepak bola di Eropa telah memenuhi
standar minimum pengungkapan sesuai Annex VI di aturan FFP selama
musim 2011/2012-2014/2015?
2. Bagaimana tingkat kepatuhan pengungkapan di laporan keuangan klubklub sepak bola di Eropa sesuai Annex VI di aturan FFP selama musim
2011/2012-2014/2015?
3. Apakah terdapat peningkatan jumlah pengungkapan di laporan keuangan
klub-klub sepak bola di Eropa selama musim 2011/2012-2014/2015?
12
4. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan pengungkapan di laporan
keuangan pada klub-klub sepak bola Eropa yang masuk peringkat 20 besar
klub dengan pendapatan terbanyak menurut Deloitte Football Money
League (DFML) 2015 dengan klub-klub yang tidak masuk daftar DFML
2015? Apakah klub dengan pendapatan lebih banyak mengungkapkan lebih
banyak daripada klub dengan pendapatan yang lebih rendah?
1.3.
Tujuan Penelitian
Secara garis besar, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengungkapan laporan keuangan pada klub sepak bola di
Eropa musim 2011/2012 sesuai dengan Annex VI aturan FFP Edisi 2012
dan Edisi 2015.
2. Mengevaluasi tingkat kepatuhan klub sepak bola di Eropa dalam
pengungkapan laporan keuangan sesuai standar minimum pengungkapan
yang mengacu pada Annex VI aturan FFP Edisi 2012 dan 2015. Dalam
penelitian ini, evaluasi terhadap tingkat kepatuhan dilakukan penulis
dengan melihat butir-butir pengungkapan yang nyatanya diungkapkan
dibandingkan dengan pengungkapan yang seharusnya.
3. Mengetahui tingkat pertumbuhan pengungkapan laporan keuangan pada
klub-klub sepak bola Eropa selama musim 2011/2012-2014/2015 sesuai
dengan Annex VI di aturan FFP Edisi 2012 dan 2015.
4. Membandingkan tingkat kepatuhan pengungkapan klub sepak bola di Eropa
13
yang masuk dalam daftar klub dengan pendapatan terbanyak versi DFML
2015 dengan klub-klub yang tidak masuk daftar klub terkaya versi DFML
2015.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberi salah satu sudut pandang empiris mengenai praktik
pengungkapan dalam laporan keuangan klub-klub sepak bola di Eropa. Penelitian ini
juga bermanfaat ke depannya untuk memberikan masukan bagi peningkatan kualitas
pengungkapan di laporan keuangan klub sepak bola. Secara teoritis dan akademis
penelitian ini akan menambah cakrawala literatur mengenai topik akuntansi sepak bola
sehingga diharapkan bisa menjadi salah satu gambaran peneliti selanjutnya untuk
melakukan dan mengembangkan penelitian lain yang berkaitan dengan topik ini.
1.5.
Lingkup Penelitian dan Batasan Penelitian
Pada penelitian ini, penulis fokus pada praktik pengungkapan laporan keuangan
pada klub-klub sepak bola Eropa yang menerbitkan laporan tahunannya kepada publik,
utamanya di negara-negara Inggris, Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, Belanda,
Portugal, dan Skotlandia. Negara-negara tersebut menurut laporan
UEFA
Benchmarking Report musim 2012/2013 dan 2013/2014 merupakan negara dengan liga
yang memiliki jumlah penonton terbanyak melebihi 40.000 penonton setiap
pertandingannya (UEFA, 2014).
14
Bahkan menurut data dari Forbes (2016)1, lima dari delapan negara di atas,
yaitu Inggris (Premier League), Italia (Serie-A), Jerman (Bundesliga), Perancis (Ligue
1), dan Spanyol (La Liga) merupakan negara dengan liga sepak bola yang mendapatkan
pendapatan terbanyak atas penjualan hak siar pertandingan baik di pasar domestik dan
luar negeri sepanjang tahun 2013 hingga 2016. Hal tersebut menandakan bahwa di lima
negara tersebut, sepak bola adalah olahraga yang mendapat animo dan perhatian lebih
dari masyarakat domestik maupun internasional.
Secara spesifik, penulis membatasi penilaian praktik pengungkapan sesuai
dengan aturan FFP dari UEFA yang tertuang dalam UEFA Club Licensing and
Financial Fair Play Regulations Edisi 2012 dan 2015. Analisis dilakukan hanya pada
laporan keuangan klub-klub sepak bola Eropa yang diterbitkan setiap tahunnya.
Selanjutnya, diungkapkan dalam Article 47 Paragraf 5 disebutkan bahwa jika
laporan keuangan tahunan klub tidak memenuhi standar minimum pengungkapan dan
prinsip akuntansi yang telah ditentukan dalam aturan FFP, klub yang bersangkutan
harus menyiapkan informasi tambahan (supplementary information) yang sudah dinilai
oleh auditor independen. Keterbatasan penulis untuk mengakses informasi tambahan
yang diterbitkan klub-klub sepak bola Eropa selain pada laporan keuangan yang
tertuang dalam laporan tahunan akhirnya juga menjadi batasan penulis dalam
penelitian ini. Maka dari itu, penilaian dilakukan hanya pada laporan keuangan tahunan
1
Berikut adalah total pendapatan atas hak siar pertandingan dari lima liga: (i) Premier League: $2,6
miliar; (ii) Serie-A: $1,1 miliar; (iii) Bundesliga: $907 juta; (iv) La Liga: $851 juta; (v) Ligue 1: $830
juta.
15
setiap klub selama empat tahun pada musim 2011/2012 hingga 2014/2015 yang bisa
diakses oleh penulis.
1.6.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, lingkup dan batasan penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU
Bab ini menjelaskan mengenai kajian literatur yang digunakan penulis
dalam melakukan penelitian, yaitu aturan FFP, pengungkapan, standar
minimum pengungkapan di UEFA Club Licensing and Financial Fair
Play Regulations Edisi 2012 dan 2015, dan penelitian terdahulu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian, sampel penelitian, sumber data
serta metode pengumpulan data dan analisis data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai hasil dari pengolahan data secara
sistematis yang kemudian dipaparkan secara lebih komprehensif.
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis.
17
Download