BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia memiliki posisi yang sangat strategis dalam organisasi, artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Eksistensi sumber daya manusia itulah yang terdapat dalam organisasi yang kuat. Mencapai kondisi yang diharapkan diperlukan adanya manajemen terhadap sumber daya manusia secara memadai sehingga terciptalah sumber daya manusia yang berkualitas, loyal dan berprestasi. Manajemen sumber daya manusia bergerak dalam usaha menggerakan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berpikir dan bertindak seperti apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan terhadap manajemen manusia (Sulistiyani dan Rosidah, 2008:10). Pendekatan manajemen manusia didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya dengan organisasi. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari: 1. Rekruitmen atau penarikan sumber daya manusia Rekruitmen merupakan suatu proses mencari, mengadakan, menemukan, dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan dalam suatu organisasi. Proses rekruitmen sumber daya manusia tidak boleh diabaikan, disebabkan untuk menjaga supaya tidak terjadi ketidaksesuaian antara apa yang dibutuhkan dan apa yang didapat (Sutrisno, 2009:45). 2. Seleksi sumber daya manusia. Seleksi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menentukan dan memilih pelamar yang memenuhi kriteria. Seleksi menurut Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seorang pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu instansi tertentu setelah menjalani serangkaian tes yang dilaksanakan (Sulistiyani dan Rosidah, 2008:150). 3. Pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan di dasarkan pada kenyataan bahwa seorang pegawai akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang agar bekerja dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh Edy Sutrisno bahwa proses pengembangan sumber daya manusia merupakan starting point di mana organisasi ingin meningkatkan dan mengembangkan skill, knowledge dan ability (SKA) individu sesuai dengan kebutuhan masa kini maupun masa mendatang (Sutrisno, 2009:65). 4. Pemeliharaan sumber daya manusia (Sedarmayanti, 2009:6). Pemeliharaan karyawan/pegawai dari manajer/pemimpin dalam memberikan semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal sangat membantu dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi. Pendapat Malayu S.P. Hasibuan menyebutkan pemeliharaan (maintenance) adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar meraka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2009:195). Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program-program kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar dari aparatur. 5. Penggunaan sumber daya manusia. Penggunaan sumber daya manusia menekankan pada pelaksanaan tugas dan pekerjaan oleh aparatur agar lebih efektif dan efisien serta jenjang peningkatan posisi aparatur. (Sedarmayanti, 2009:6) Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi, efektifitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia. Amstrong mengatakan bahwa pendekatan manajemen manusia didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu : 1. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci keberhasilan organisasi. 2. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan serta perencanaan strategis. 3. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial berasal dari kultur tersebut, sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. 4. Manajemen manusia, berhubungan dengan intergrasi yaitu menjadikan semua anggota organisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Amstrong dalam Sulistiyani dan Rosidah, 2008:10-11) Pendapat di atas, menyebutkan bahwa manajemen memiliki pendekatan dengan faktor manusia karena manajemen dikelola oleh manusia. Sumber daya manusia merupakan asset yang penting yang dimilki oleh organisasi manajemen. Keberhasilan manajemen sumber daya manusia bertalian dengan kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam organisasi dan kultur dan nilai-nilai yang terdapat dalam lingkungan organisasi serta manajemen manusia yang seluruh anggota organisasi terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia (human resources management) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja (Simamora, 2002:3). Manajemen sumber daya manusia itu merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia di dalam suatu organisasi yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai berbagai tujuan. Bambang Wahyudi dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia mengungkapkan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau mengembangkan dan memelihara tenaga kerja yang kompeten, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan pada diri pribadi yang bersangkutan” (Wahyudi, 2008:3). Pengertian tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi tidak hanya menyangkut hal mengenai ketenagakerjaan tetapi menjangkau lingkungan organisasi yang mempengaruhi sumber daya manusia sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan pokok dari manajemen sumber daya manusia yaitu mewujudkan pendayagunaan secara optimal sumber daya manusia di dalam suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai) (Mangkunegara,2008::2). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkansecara maksimal di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan serta pengembangan individu pegawai. Sejalan dengan pendapat tersebut, Buchari Zainun mendefinisikan manajemen sebagai berikut: “Manajemen merupakan suatu kegiatan, kemampuan dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan bantuan manusia dan menggunakan sarana yang tersedia. Jadi manajemen sumber daya manusia merupakan bagian yang penting, dapat dikatakan bahwa manajemen itu pada hakikatnya adalah manajemen sumber daya manusia atau manajemen sumber daya manusia adalah identik dengan manajemen itu sendiri” (Zainun, 2009:17). Kegiatan manajemen dilakukan dengan menggunakan bantuan manusia dengan didukung sarana dan prasarana yang tersedia. Manajemen tidak terlepas dari manajemen sumber daya manusia yaitu aktivitas manusia dan manajemen sumber daya manusia itu sendiri adalah manajemen yang mengaturnya. Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 2009:9). Definisi tersebut menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan pokok utama dalam mengelola manusia. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang memusatkan pada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi (Yuniarsih dan Suwatno, 2008:3). Pentingnya peran sumber daya manusia dalam pelaksanaan tujuan organisasi maka pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia menurut Tjutju Yuniarsih dan Suwatno mendefinisikan manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada peraturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi (Yuniarsih dan Suwatno, 2008:1). Pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia harus diartikan sebagai sumber dari kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat didayagunakan oleh organisasi. 2.1.2 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah pengertian yang dipakai untuk menguraikan bagaimana karyawan secara individu berkenaan dengan pekerjaan. Pengertian ini relatif krena di masa lalu pekerjaan yang tersedia diberikan bagi orang khusus yang sering ditentukan oleh perusahaan. Kepuasan kerja merupakan sikap umum karyawan terhadap pekerjaan. Pengalaman pekerjaan seorang karyawan saat keinginan terpenuhi. Kepuasan kerja sebagai pengaruh positif bagi tenaga kerja terhadap situasi kerja (Locke, 1976 dalam Chetna Pandey, dan Rajni Khare, 2012: 27) Kepuasan kerja dipertimbangkan sebagai kebanyakan hal penting dan sering diteliti dalam bidang Perilaku Organisasi. Menurut Micthel dan Larsel Haoppock dalam Robinsons (2007:78) menyatakan “kepuasan kerja adalah setiap kombinasi psikologi, psiologi dan kondisi lingkungan yang menyebabkan orang percaya mengatakan, “saya puas dengan pekerjaan saya” Pengertian kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan positif mengenai pekerjaan seseorang (Robbinson, 2007:89). Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi. Lebih lanjut Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja. Robbins (2006:144) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Maintenance Factors Maintenance factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi faktor-faktor : a. Gaji atau upah (Wages or Salaries) b. Kondisi kerja (Working Condition) c. Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration) d. Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation) e. Kualitas supervisi (Supervisor Quality) Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar. Faktorfaktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan gairah bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Maintenance faktors ini bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinan kepada mereka, demi kesehatan dan kepuasan bawahan. 2. Motivation Factors Motivation factors Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Faktor motivasi ini meliputi: a. Prestasi (Achievement) b. Pengakuan (Recognition) c. Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d. Tanggung jawab (Responsibility) e. Tanggung jawab (Responsibility) f. Kemungkinan berkembang (The possibility of growth) Teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor motivasi) dapat dipenuhi. Banyak kenyataan yang dapat dilihat misalnya dalam suatu perusahaan, kebutuhan kesehatan mendapat perhatian yang lebih banyak daripada pemenuhan kebutuhan individu secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami, karena kebutuhan ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu. Kebutuhan peningkatan prestasi dan pengakuan ada kalanya dapat dipenuhi dengan memberikan bawahan suatu tugas yang menarik untuk dikerjakan. Ini adalah suatu tantangan bagaimana suatu pekerjaan direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat menstimulasi dan menantang si pekerja serta menyediakan kesempatan baginya untuk maju. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu : a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah “pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu. b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat semu / purapura saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lainlainnya. c. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Dengan demikian dapat disusun suatu hipotesis yang menjelaskan hubungan antara Kepuasan kerja dengan Loyalitas karyawan, sebagai berikut H1 = kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan 2.1.3 Komitmen Organisasi Menurut Meyer dan Allen dalam Pandey dan Khare (2012: 27) menyatakan bahwa komitmen organisasi (a) kondisi psikologi yakni karakeristik hubungan karyawan dengan roganisasi dan (b) berdampak pada keputusan untuk melanjutkan hubungan keanggotaan dalam organisasi. Biasanya komitmen organisasi diukur oleh penilaian item responden tentang keinginan bekerja kerja dalam mengembangkan perusahaan, dan menyesuaikan antara nilai pekerja dan perusahaan, tidak ingin meninggalkan perusahaan, dan loyal terhadap atau menghargai pekerjaan yang dikerjakan karyawan. Konsep komitmen organisasi menjadi pertimbangan menarik dalam upaya memahami dan menjelaskan intensitas dan stabilitas pengabdian karyawan terhadap organisasi. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi ttiga mereka bekerja, sangatlah menentukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Dalam dunia kerja komitmen karyawan terhadap organisasi sangatlah penting sehingga sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun demikian tidak jarang pengusaha maupun karyawan masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangat penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dalam rangka memahami apa sebenarnya komitmen karyawan terhadap organisasi beberapa ahli memberikan pengertian dan pandangan mereka Sedangkan Steers dalam (Yuwalliatin, 2008:52) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Gibson, dalam Yuwalliatin (2008:45) memberikan pengertian bahwa : ”komitmen karyawan merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Sedangkan Mathis & Jackson dalam Yuwalliatin (2006) memberikan pengertian bahwa : ”komitmen organisasional merupakan tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut”. Studi Allen dan Meyer (2009) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu afektif, normative dan continuance. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap bersama organisasi karena mereka menginginkannya, karyawan dengan komitmen continuance yang kuat karena mereka membutuhkannya, sedangkan karyawan dengan komitmen normative yang kuat karena mereka merasa sudah cukup untuk hidupnya. Allen dan Meyer (2009:45) berpendapat setiap komponen memiliki dasar yang berbeda, yaitu: 1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. 2. Komponen normative merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapi jika ia meninggalkan organisasi. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen continuance tinggi tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi.Pegawai yang memiliki komponen normative tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap pegawai memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai yang berdasarkan continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. Loyalitas karyawan dan komitmen organisasional berhubungan tetapi keduanya merupakan sikap yang dapat dibedakan. Loyalitas karyawan berhubungan dengan tanggapan efektif terhadap lingkungan kerja dengan segera. Komitmen organisasional lebih stabil dan tahan lama (Norrish dan Niebuhr dalam Irwansyah 2005:90). Menurut Gregson (2012:85) loyalitas karyawan adalah sebagai pertanda awal komitmen organiasional. Suwandi dan Indriantono (2009) dalam Cahyono dan Ghozali (2012:15) menyatakan bahwa komitmen organisasional mendahului kepuasan kerja Ghozali dan Cahyono (2012:12) menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi dengan organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaan dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Komitmen dianggap penting bagi organisasi karena : (1) Pengaruhnya pada turnover, (2) Hubungannya dengan kinerja yang mengasumsikan bahwa individu yang memiliki komitmen cenderung mengembangkan upaya yang lebih besar pada pekerjaan, (Morrison, 1997). Menurut Mowday, Portter dan Steers (2002:90) komitmen organisasi adalah kepercayaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan upaya ekstra demi untuk tetap menjadi anggota atau bagian dari organisasi. McNeese-Smith (2010:110) mendefinisikan komitmen sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan untuk terlibat dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi. Komitmen menurut Mowdey et al dalam Ghozali dan Cahyono (2012:15) adalah sebagai berikut :. 1. Kepercayaan yang kuat terhadap organisasi dan terhadap nilai serta tujuan organisasi. 2. Keinginan untuk memberikan usaha terbaik terhadap organisasi. 3. Hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan (pekerjaan) dalam organisasi. Yousef (2012:78) mengemukakan bahwa pekerja dengan komitmen yang tinggi akan cenderung lebih sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi, mau memberikan usaha lebih kepada organisasi dan berupaya memberikan manfaat kepada organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dengan komitmen tinggi akan bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Menurut Mobley (1977 dalam Judge dan Bono, 2007:87) keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaan yang cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dari organisasi. Setiap individu mencari organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan memungkinkan penggunaan atau pemanfaatan secara maksimal keterampilan dan kemampuannya. Komitmen terhadap organisasi terbangun bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi (Morrow, Mc Elroy dan Blum, 2008:107) a. Pemahaman atau penghayatan dari tujuan perusahaan (identification) b. Perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan (involvement), pekerjaan adalah menyenangkan c. Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal: Dengan demikian dapat disusun suatu hipotesis yang menjelaskan hubungan antara komitmen organisasional dengan Loyalitas karyawan, sebagai berikut H2 = Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap loyalitas karyawan. 2.1.4 Loyalitas Karyawan Pengertian umum loyalitas memberikan pengertian tambahan sentimen terhadap objek khusus baik kelompok atau kelompok orang, tugas atau sebab. Loyalitas dinyatakan baik pemikiran dan tindakan dan upaya keras atas identifiaksi kepentingan orang loyal Menurut Shadon (dalam Laksana, 2008:89) loyalitas dapat berarti otientasi terhadap organisasi yang berkaitan dengan identifikasi seseorang terhadap organisasi. Loyalitas sebagai kemauan pelaku-pelaku sosial untuk memberikan energi dan pengabdiannya kepada sistem sosial Selancik (dalam Laksana, 2008:100) lebih melihat loyalitas sebagai keadaan yang membuat individu menjadi terikat oleh aktivitasaktivitasnya. Akibat keterikatan itu menimbulkan keyakinan untuk mempertahankan aktivitas dan keterlibatannya. Loyalitas adalah keloyalan, kesetiaan, ketaatan, ketulusan. Orang yang loyal adalah orang yang taat terhadap apa yang menjadi tugas-tugasnya. Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungan dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wirnyo-Soebroto. 2007:76). Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja, hal ini diupanyakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam organisasi tempat pegawai tersebut bergabung untuk bekerja.. Loyalitas merupakan hadiah berupa kesediaan kerja dari pegawaikepada pemimpin, yang diberikan secara sukarela karena integritas sang pemimpin. Bahwa sosok pemimpin baru yang diharapkan di era serba otonomi ini adalah jujur, memiliki integritas, rendah hati, dan komunikatif, terutama dalam arti suka mendengarkan dalam rangka memahami situasi dan kondisi pegawainya dan memiliki network yang luas. Sosok-sosok pemimpin yang demikianlah yang akan memperoleh “hibah” kepercayaan dari pegawainya. Sebaliknya, pemimpin yang tidak jelas visinya, tidak jujur dan manipulatif, sok tahu (sombong), malas mendengarkan (tidak memberikan cukup waktu untuk itu), dan tidak komunikatif dalam berinteraksi dengan pegawainya, akan segera kehilangan “hadiah” bernama loyalitas dari pegawainya Dari definisi yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas kerja adalah kesetiaan, pengabdian, ketaatan dan ketulusan dalam melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan dengan identifikasi seseorang terhadap organisasi. Menurut Porter (Laksana, 2008:105) terdapat 3 aspek penting dalam loyalits 1. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan pada tujuan dan nilai-nilai organisaasi. 2. Kemauan untuk berusaha sekuatnya demi organisasi 3. Dorongan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Menurut Ricard M. Sterss (2009:101) , mengungkapkan aspek loyalitas meliputi 1. Identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi) yaitu tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi anggota tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi dimana penerimaan ini merupakan dasar kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi 2. Keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi). Sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut, anggota yang memiliki loyalitas tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 3. Loyal (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap loyalitas serta adanya ikatan emosional dan ketertarikan antara organisasi dengan anggota dan rasa memiliki terhadap organisasi. Berdasarkan dari berbagai teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek loyalitas meliputi identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan loyal (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan). Menurut Sterrs & Proter (dalam Laksana, 2008:110) beberapa faktor yang mempengaruhi loyalitas kerja yaitu: 1. Karakteristik pribadi. Secara positif loyalitasi berhubungan dengan usia, masa kerja dan motif berperestasi. Secara negatif loyalitas berhubungan dengan pendidikan. Selain itu ditemukan juga adanya pengaruh jenis kelamin, ras dan beberapa sifat keperibadian. 2. Karakter pekerja atau peran. Studi yang ada menunjukan bahwa penyuburan tugas, umpan balik dalam kerja, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sekerja dapat menaikan loyalitas. Kejelasan peran dan kesesuaiannaya berhubungan langsung dengan loyalitas 3. Disain organasasi. Loyalitas berhubungan dengan tingkat formalisasi, ketergantungan fungsional dan desentralisai. Lebih jauh ditemukan juga hubungan yang lebih antara loyalitas kerja dengan tingkat partisipasi dalam pembuatan keputusan, hak milik pekerja dan pengawasan dari organisasi. 4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja di organisasi dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang utama dan mempengaruhi keterikatan secara psikologis terhadap organisasi. Misalnya seberapa jauh pegawai merasakan sikap yang positip terhadap organisasi, percaya kepada organisasi mengerti minat kerja, merasa penting bagi organisasi dan merasakan harapan harapannya terpenuhi dalam pekerjaan Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi loyalitas meliputi karakteristik pribadi. Karakter pekerja atau peran. Dengan demikian persepsi masuk pada faktor karakter pekerja (peran) dan pengalaman kerkja. Karakter pekerja (peran) menunjukan bahwa pemberian tugas, umpan balik dalam kerja. Identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sekerja dapat menaikkan loyalitas. Sedangkan pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialiasi yang utama dan mempengaruhi keterikatan secara psikologis. Contohnya: seberapa jauh pegawai merasakan sikap yang positif terhadap organisasi. Dari penjelasan tersebut persepsi masuk dalam faktor karakter pekerja (peran) dan pengalaman kerja karena pengertian dari karakter pekerja (peran) dan pengalaman kerja mengandung unsurunsur dari faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu: adanya obyek yang dipersepsikan, alat indera atau reseptor dan adanya perhatian (Walgito, 2007:54). 2.2 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian sebelumnya, Pandey dan Khare (2012) meneliti dampak kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap Loyalitas Karyawan. Hasil penelitian loyalitas karyawan didenfisikan sebagai karyawan yang memiliki komitmen terhadap keberhasilan organisasi dan kepercayaan pekerjaan organisasi yang sebagai pilihan terbaik.Penelitian ini juga menemukan hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selanjutnya menemukan perbandingan loyalitas karyawan di perusahaan manufaktur dan jasa. Faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan juga ditentukan. Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan melalui survei pertanyaan. Hasil pertanyaan tersebut menunjukkan ada dampak kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap loyalitas karyawan. Rehman dkk (2012) meneliti dampak stress kerja pada kepuasan kerja karyawan: penelitian Perguruan Tinggi Swasta Pakistan. Hasil peneitian menunjukkan bahwa karyawan stress karena beban kerja, lingkungan kerja negatif mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Stress secara posiif berhubungan dengan kepuasan kerja yang tidak didukung dengan penelitian terhadap stress. Penelitian ini mengungkapkan pentingnya kepuasan kerja karyawan yang berhasil di era modern. Hassan dkk (2013:90) meneliti dampak praktek kepuasan karyawan dan loyalitas karyawan: Penelitian Empiris Bank Milik Negara Pakistan. Hasil penelitian adalah terdapat hubungan antara tiga praktek sumber daya manusia yakni kompensasi, pemberdayaan dan sitem penilaian dan kepuasan karyawan dengan loyalitas di Bank Milik Negara Pakistan. Kompensasi karyawan menjadi faktor penting dlam penciptaan kepuasaan di antara karyawan namun pemberdayaan karyawan ditemukan menjadi faktor bermaknaa dalam pengembangan loyalits karyawan 2.3. Kerangka Teoritis (X1) Kepuasan Kerja - Maintenance Faktors - Motivation Factors (Y) (Robbins, 2008:144) Loyalitas Karyawan - Karakteristik pribadi - Karakter pekerja atau peran - Komponen afektif (X2) - Komponen normative Komitmen Organisasi - Komponen continuance - Desain organisasi (Sterrs & Proter dalam Laksana, 2008:110) Gambar 2.1 Kerangka Teoritis Sumber: Peneliti, tahun 2015 2.4 Hipotesis Menurut Sugiyono (2010:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiric. T-1: Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan pada PT.Duta Mitra Selaras? Ho : Tidak terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras. Ha : Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras. T-2: Bagaimana pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Loyalitas Karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras Ho : Tidak terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadapl Loyalitas Karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras Ha : terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadapl Loyalitas Karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras T-3: Bagaimana pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi terhadap Loyalitas Karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras Ho: Tidak terdapat pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap loyalitas karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras Ha: Terdapat pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap loyalitas karyawan pada PT. Duta Mitra Selaras