PREVALENSI AKAR GIGI MOLAR YANG MASUK RONGGA

advertisement
PREVALENSI AKAR GIGI MOLAR YANG MASUK RONGGA
SINUS MAKSILARIS DITINJAU DARI FOTO RADIOGRAFI
PANORAMIK DAN CBCT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat mendapat gelar Sarjana
Kedokteran Gigi
NURUL ANNISAH
J111 13 007
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
PREVALENSI AKAR GIGI MOLAR YANG MASUK RONGGA
SINUS MAKSILARIS DITINJAU DARI FOTO RADIOGRAFI
PANORAMIK DAN CBCT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
OLEH:
NURUL ANNISAH
J111 13 007
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
iii
iv
PREVALENSI AKAR GIGI MOLAR YANG MASUK RONGGA SINUS
MAKSILARIS DITINJAU DARI FOTO RADIOGRAFI PANORAMIK DAN
CBCT
Nurul Annisah
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Latar belakang : Pemeriksaan pra-operasi penting dilakukan sebelum melakukan
tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi, pencabutan gigi atau perawatan
endodontik mungkin dapat menyebabkan perforasi, pembentukan fistula oroantral
atau masuknya akar ke sinus maksilaris pada beberapa kasus yang terdapat akar gigi
yang tembus ke sinus maksilaris.6 Pemeriksaan radiografi panoramik dan Cone Beam
Computed Tomography (CBCT) dapat digunakan untuk melihat hubungan antara akar
gigi molar dan rongga sinus maksilaris. Radiografi panoramik dan CBCT memiliki
keunggulan dan kekurangan masing masing dalam melihat adanya akar gigi molar
yang masuk rongga sinus maksilaris.13
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga
sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT.
Metode penelitian : Metode yang digunakan adalah cross-sectional study dengan cara
mengamati data foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea pada tahun
2013-2016, yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris.
Hasil : Dari penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT adalah 45
atau (4,5%) gigi molar masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto panoramik
dari total 990 gigi molar sedangkan untuk CBCT sebanyak 13 gigi molar (3,4%) yang
masuk rongga sinus maksilaris dari total 378 gigi molar.
Kata kunci : Radiografi panoramik, CBCT, Sinus maksilaris
v
PREVALENCE THE ROOTS OF MOLAR TEETH WHICH PROTRUDING
INTO MAXILLARY SINUS USING PANORAMIC RADIOGRAPH AND
CBCT
Nurul Annisah
Dentistry Faculty of Hasanuddin University
ABSTRACT
Background : Preoperative examination is important to do before the treatment in
dentistry, extraction or endodontic surgery may cause perforation, formation of an
oroantral fistula or root displacement into the maxillary sinus in a case of presenting
tooth root which protrusion into the maxillary sinus.6 Panoramic radiography and Cone
Beam Computed Tomography (CBCT) examination can be used to view the
relationship between the roots of molar and maxillary sinus cavity. Panoramic
radiographs and CBCT have advantages and disadvantages of each to view protrution
of the roots into the maxillary sinus cavity.13
The aim : is to know the prevalence of the roots of molar teeth which protruding into
the maxillary sinus using panoramic radiography and CBCT.
Methode : cross-sectional study by observing the data of panoramic radiography
image and CBCT at RSGMP Kandea in 2013-2016 that present roots of molar teeth
which protruding into the maxillary sinus.
The result : this study showed that prevalence of the roots of molar teeth which
protrution into the maxillary sinus using panoramic radiography and CBCT is 45 or
(4,5%) molars teeth which protruding into the maxillary sinus using panoramic
radiography from 990 total teeth of molars. Whereas the CBCT showed 13 molars
teeth (3,4%) that protrution into maxillary sinus from total 378 teeth of molars.
Key words : Panoramic radiography, CBCT, Maxillary sinus
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala nikmat, ridho dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula shalawat beserta
salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad S.A.W beserta sahabatnya. Skripsi
ini diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin. Judul Skripsi yang penulis ajukan ialah “Prevalensi
Akar Gigi Molar yang Masuk Rongga Sinus Maksilaris ditinjau dari Foto Radiografi
Panoramik dan CBCT” khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang
saya hormati dan sayangi Bapak Ir. H. Rahmansyah Abdul Rauf dan Ibunda tercinta
Ibu Hj. Humairoh yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan semangat agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan terimakasih juga kepada saudarasaudaraku tercinta Nurfadillah Rahmansyah. S,Ars, Firda Rahmansyah, Fitriani
Rahmansyah, Fatmawati Rahmansyah dan Fauzeah Rahmansyah yang selalu
memberikan semangat dan memotivasi penulis agar skripsi ini dapat segera selesai.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan
dan dukungan berbagai macam pihak. Oleh karna itu pada kesempatan kali ini penulis
dapat memberikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
vii
1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes., Sp. Pros selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. drg. Barunawaty
Yunus, M.Kes, Sp. RKG (K) selaku
pembimbing yang penuh kesabaran disela-sela kesibukannya, beliau bersedia
membimbing dan memberikan arahan serta saran kepada penulis agar skripsi
ini dapat disempurnakan.
3. Prof. Dr. drg. Edy Machmud, Sp. Pros (K) selaku Pembantu Dekan Satu
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
4. Dr. drg. Hendrastuti Handayani, Sp. KGA selaku Penasehat Akademik.
5. Segenap Dosen/StafPengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang sangat berharga
bagi penulis.
6. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,
terutama untuk Kak Eda, Pak Amiruddin, Kak Tri, Kak Dani, Pak Haedar
yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus persuratan untuk skripsi
ini.
7. Seluruh Staf Pegawai Departemen Radiologi di RSGMP Kandea,
khususnya untuk Kak Ipul dan Kak Cia
dan Kak Sofar yang sangat
membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.
8. Untuk para sahabat-sahabatku tercinta yang selalu menyemangati dan
menemani hari-hari penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bellandara
Sukma, Soraya Ugiani, Nisrina Ekayani, Oryza Sativa, Andi trimeilana
viii
9. dan Izzah Syahidah terimakasih untuk selalu ada disaat penulis
membutuhkan teman untuk diskusi.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi bagian radiologi Zulfikar rifky dan Ulfah
Annisah yang selalu memotivasi hari-hari penulis, terimakasih atas bantuan
dan kebersamaannya selama ini.
11. Terimakasih kepada keluarga Restorasi 2013 atas kebersamaannya dari yang
tidak kenal hingga menjadi keluarga seperti saat ini.
12. Teman-teman GEJALA yang selalu memberi hiburan, tawa suka cita dikala
penulis sedang penat dalam menyelesaikan skripsi, khususnya Kak Afif,
Rahmat, Fachril, Bagus, Zul, Heri, Ashra, Fadhil dan masih banyak lagi
yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu namanya.
13. Sahabat-sahabatku tercinta geng BC khususnya Bony, Edliza, Tiara, Fitria,
Syifa, Jeanette, yang selalu membuat penulis tertawa disela-sela penatnya
skripsi.
14. Teman-teman KKN-PK Angkata 53 Desa Batupute terimakasih telah
memberikan kenangan yang tidak dapat terlupakan selama dua bulan hidup
bersama serta dukungan kalian agar skripsi ini dapat segera selesai.
15. Dan untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat di sebutkan satu per satu.
Terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah S.W.T membalas kebaikan yang telah
diberikan. Akhir kata, penulis memohon maaf jika masih banyak kekurangan
ix
dalam skripsi ini oleh karna itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
akan penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
berbagai macam pihak.
Makassar, 24 September 2016
NURUL ANNISAH
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
SAMPUL DALAM............................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Radiologi kedokteran gigi ...................................................................... 6
xi
2.1.1. Definisi...................................................................................... 7
2.2. Radiografi panoramik ............................................................................. 7
2.2.1. Definisi .................................................................................... 7
2.2.2. Keuntungan ............................................................................. 8
2.2.3. Kerugian................................................................................... 9
2.2.4. Prosedur ................................................................................... 9
2.3. Radiografi CBCT ................................................................................. 10
2.3.1. Definisi................................................................................... 11
2.3.2. Keuntungan ............................................................................ 11
2.3.3. Kerugian................................................................................. 12
2.4. Sinus maksilaris ................................................................................... 12
2.4.1. Definisi................................................................................... 13
2.4.2. Anatomi.................................................................................. 13
2.5. Hubungan dasar sinus maksilaris dan akar gigi molar rahang atas ..... 14
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka konsep ................................................................................. 16
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian .................................................................................... 17
4.2. Rancangan penelitian .......................................................................... 17
4.3. Subyek penelitian ................................................................................ 17
xii
4.4. Tempat dan waktu ................................................................................ 17
4.5. Kriteria sampel ..................................................................................... 17
4.6. Variabel penelitian ............................................................................... 18
4.7. Alat ukur ............................................................................................. 18
4.8. Definisi operasional ............................................................................. 19
4.9. Analisis data ........................................................................................ 20
4.10. Bagan alur penelitian ......................................................................... 20
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 21
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 27
BAB VII PENUTUP ...................................................................................... 31
7.1 Simpulan .............................................................................................. 31
7.2 Saran ..................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34
LAMPIRAN .................................................................................................... 35
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Prevalensi foto radiografi yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga
sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea
tahun 2013-2016 ................................................................................................... 21
Tabel 5.2. Prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari
foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea pada tahun 2013-2016
............................................................................................................................... 23
Tabel 5.3. Prevalensi gigi molar kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari data foto radiografi panoramik dan CBCT tahun
2013-2016 di RSGMP Kandea ............................................................................. 25
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1A. Persentase foto radiografi yang terdapat akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik di RSGMP Kandea
pada tahun 2013-2016 ........................................................................................... 22
Diagram 5.1B. Persentase foto radiografiyang terdapat akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi CBCTdi RSGMP Kandea pada
tahun 2013-2016 ................................................................................................... 22
Diagram 5.2. Prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau
dari data foto radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea
............................................................................................................................... 24
Diagram 5.3.A. Prevalensi gigi molar sisi kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang
masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari data foto radiografi panoramik 2013-2016
di RSGMP Kandea................................................................................................ 26
Diagram 5.3.B. Prevalensi gigi molar sisi kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang
masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari data foto radiografi CBCT 2013-2016 di
RSGMP Kandea .................................................................................................... 26
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi sinus paranasalis .............................................................. 14
Gambar 2.2 Klasifikasi hubungan akar gigi dan lantai sinus maksilaris............. 15
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Radiografi di kedokteran gigi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
perawatan gigi, berawal dari hadirnya radiografi intraoral hingga pada saat ini adanya
alat radiografi CBCT.1 Gambaran yang dihasilkan radiografi sangat penting terutama
untuk melihat adanya kelainan-kelainan yang tidak dapat terlihat seperti adanya akar
gigi yang masuk kedalam sinus. Radiografi gigi terbagi menjadi dua, yaitu radiografi
intraoral dan radiografi ekstraoral yang mempunyai kegunaan dan fungsinya masingmasing.2
Radiografi intraoral adalah suatu teknik radiografi, dengan cara film dimasukkan
ke rongga mulut yang berguna untuk membantu mendiagnosis dalam bidang
kedokteran gigi. Sedangkan radiografi ekstraoral merupakan teknik radiografi yang
secara tak langsung dengan cara film yang ditempatkan di luar rongga mulut.2
Radiografi panoramik merupakan suatu teknik untuk menghasilkan gambar gigi
dan rahang dalam satu film. Tetapi juga menggambarkan susunan jaringan keras dan
jaringan lunak kepala dan leher. Sedangkan radiografi CBCT merupakan teknik
radiografi 3D yang berkualitas tinggi dalam membuat gambar radiografi dan
rekonstruksi data volumetrik computed tomography dengan dosis radiasi yang
rendah.3,4
1
Sinus merupakan sebuah rongga yang berisi udara berlapis mukosa di tulangtulang kranium yang berhubungan dengan cavum nasi . Sinus paranasalis terdiri dari
empat yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis.
Sinus maksilaris merupakan salah satu pasangan sinus paranasalis, yang terletak dalam
corpus maxilla pada kedua sisi dan berhubungan dengan meatus media cavum nasi
pada sisi yang sama, atau disebut juga antrum of highmore.5
Terkadang akar gigi molar dapat masuk ke rongga sinus maksilaris karena anatomi
dasar sinus maksilaris yang berdekatan dengan akar gigi molar. Ekstraksi gigi atau
operasi endodontik dapat menyebabkan perforasi, pembentukan fistula oroantral atau
masuknya akar ke sinus maksilaris pada beberapa kasus dengan akar gigi yang
berdekatan dengan lantai sinus maksilaris, oleh karena itu tindakan pra-operasi perlu
dilakukan seperti melakukan tindakan foto radiogafi. Pada tahun 1925 Von Bornsdorff
menemukan bahwa akar gigi molar kedua merupakan akar gigi yang terdekat dengan
dasar sinus.6,7
Akar gigi yang masuk kedalam rongga sinus dapat dilihat dengan menggunakan
alat radiografi kedokteran gigi. Tehnik radiografi yang umumnya digunakan untuk
melihat sinus maksilaris adalah radiografi panoramik. Namun, karena anatomi yang
kompleks pada daerah oromaksilofasial sehingga sulit untuk memvisualisasikan
berbagai anatomi yang penting karena superimposisi struktur anatomi ketika
pencitraan sinus maksilaris yang dekatan dengan daerah akar molar.8
Maka alat radiografi lain yang dapat digunakan untuk melihat sinus maksilaris
adalah computed tomography (CT), namun pada radiografi CT dosis radiasi yang
2
diberikan lebih besar untuk pasien. Oleh karena itu sekarang untuk melihat rongga
sinus dapat menggunakan alat radiografi CBCT yang memiliki resolusi tinggi dan
dosis radiasi yang rendah. CBCT dapat mengevaluasi dan mengidentifikasi hubungan
antara rongga sinus maksilaris dan akar gigi molar.8
Pada usia 15 tahun sinus maksilaris mencapai ukuran normal. Oleh karena itu
prevalensi terjadinya akar gigi yang masuk ke rongga sinus maksilaris biasanya kurang
pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan pada orang dewasa akar gigi biasanya
berdekatan dengan dasar sinus.7
Dari penjelasan diatas penulis ingin mengetahui berapa banyak prevalensi akar
gigi molar yang masuk kedalam rongga sinus maksilaris yang ditinjau dari
pemerikasaan radiografi panoramik dan CBCT serta untuk mengetahui prevalensi
antara akar gigi molar bagian kanan dan kiri pada rahang atas yang masuk rongga sinus
maksilaris di RSGMP Kandea.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa prevalensi foto radiografi yang terdapat gigi molar dengan akar gigi
yang masuk ke rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik
dan CBCT di RSGMP Kandea?
2. Berapa prevalensi gigi molar dengan akar gigi yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau menggunakan foto radiografi panoramik dan CBCT di
RSGMP Kandea ?
3. Berapa prevalensi gigi molar kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk
3
rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT di
RSGMP Kandea?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui jumlah prevalensi foto radiografi gigi molar dengan akar
gigi yang masuk ke rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi
panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea.
2. Untuk mengetahui jumlah prevalensi gigi molar dengan akar gigi yang masuk
ke rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCTdi
RSGMP Kandea.
3. Untuk mengetahui prevalensi terbanyak antara gigi molar kanan dan kiri yang
terdapat akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto
radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bermanfaat untuk mengetahui jumlah prevalensi gigi molar dengan akar gigi
yang masuk ke rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik
dan CBCT di RSGMP Kandea.
2. Bermanfaat untuk mengetahui prevalensi terbanyak antara gigi molar kanan
dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau
dari foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea.
4
3. Bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan antara akar gigi
molar dan rongga sinus maksilaris untuk penelitian-peneliatian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Radiologi kedokteran gigi
Profesi dokter gigi telah berkomitmen untuk memberikan kualitas perawatan yang
terbaik dengan menerapkan kemajuan dari teknologi dan ilmu pengetahuan untuk terus
meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut di masyarakat.9
Penggunaan sinar-X merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari bidang
radiologi kedokteran gigi. Sinar-X ditemukan oleh Roentgen pada tahun 1895, ia
memberi nama sinar-X karena sifatnya yang belum diketahui, Sinar-X merupakan
radiasi elektromagnetik tinggi. Gambar yang dihasilkan oleh sinar-X akan melewati
sebuah objek dan berinteraksi dengan emulsi fotografi pada sebuah film. Interaksi ini
membuat film menghitam. Menghitamnya suatu film tergantung pada sejauh mana
jumlah sinar-X mencapai film dan kepadatan suatu objek.10
Kuantitas dan kualitas radiasi yang dipancarkan tabung sinar-X tergantung dari
kuat arus dan tegangan listrik. Kualitas sinar-X ditentukan oleh nilai tegangan listrik
tabung. Sinar X yang memiliki energi yang tinggi, panjang gelombang yang pendek
dan dioperasikan pada tegangan listrik yang tinggi maka akan menimbulkan daya
penetrasi yang lebih besar.2
6
2.1.1. Definisi
Radiologi adalah salah satu cabang ilmu kesehatan yang berhubungan dengan zat
radioaktif dan energi pancarannya yang bertujuan untuk membantu menentukan
diagnosis dan pengobatan penyakit, baik dengan cara radiosasi (seperti sinar-X)
maupun nonionisasi (seperti ultrasonografi)5. Sedangkan, Radiografi merupakan alat
yang dapat membantu dokter gigi mengevaluasi dan menentukan diagnosis berbagai
penyakit dan kondisi oral. Penggunaan alat radiografi harus secara individual dan
sesuai dengan pemeriksaan klinis dan rekam medis dari pasien.9,11
2.2
Radiografi panoramik
Radiografi panoramik juga dikenal sebagai orthopantomogram atau rotational
radiografi. Radiografi panoramik telah menjadi komponen yang penting dalam
membantu mendiagnosis kelainan mulut selama 40 tahun.12,13 Radiografi panoramik
menjadi teknik radiografi yang sangat populer dikedokteran gigi karena semua gigi
dan jaringan pendukung dapat ditampilkan dalam satu gambar foto dengan teknik yang
relatif mudah.10
2.2.1
Definisi
Radiografi panoramik adalah teknik radiografi yang menghasilkan gambar
tomografi tunggal dari struktur wajah termasuk lengkung rahang atas dan rahang
bawah serta jaringan pendukungnya.13 Radiografi panoramik adalah suatu teknik
untuk menghasilkan gambar foto gigi dan rahang dalam satu film. Tetapi juga
menggambarkan susunan jaringan keras dan jaringan lunak kepala dan leher.12
7
Pada radiografi panoramik film dan X-ray tube dapat bergerak mengelilingi sekitar
kepala pasien dalam satu arah sementara film berputar dalam arah yang berlawanan.
Pergerakan dari kepala tube dan film menghasilkan gambar melalui proses yang
disebut tomografi.13
2.2.2
Keuntungan
a. Prosedur sederhana bagi pasien
b. Nyaman bagi pasien
c. Lebih nyaman pada pasien dengan kelainan TMJ dan pasien dengan
permasalahan muntah jika terdapat benda asing dimulutnya
d. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan dengan pemeriksaan seluruh
gigi menggunakan radiografi intraoral periapikal
e. Bagian rahang atas dan rahang bawah terlihat ditengah foto dan dapat
divisualisasikan dalam satu film
f. Dosis radiasi pasien yang relative rendah
g. Gambaran anatomi yang luas. Selain gigi dan struktur pendukungnya, rahang
atas dan rahang bawah serta sendi TMJ juga dapat tervisualisasikan. Tulang
hyoid, processus styloid dan rongga udara faring juga terlihat dalam satu film
h. Dapat meilhat struktur anatomi yang paling diidentifikasi dan orientasi
hubungan gigi yang benar terhadap struktur yang berdekatan satu sama lain
i. Memungkinkan untuk mengoreksi adanya gigi yang tidak erupsi dalam
perawatan ortodontik
j. Memperlihatkan penyakit periodontal secara umum, seperti kehilangan
tulang.13
8
2.2.3
Kerugian
a. Area diagnostik diluar fokus film mungkin buruk divisualisasikan, contohnya
pembengkakan pada langit-langit
b. Radiografi ini relatif memiliki kualitas daignostik yang buruk dalam hal
pembesaran, distorsi geometris, dan hilangnya detailer.
c. Terdapat tumpah tindih gigi pada daerah bicuspid rahang atas dan rahang
bawah.
d. Kepadatan tulang terutama pada tulang leher yang pendek dapat menyebabkan
kurang jelas digambar film
e. Karena rotasi, pasien dengan asimetri wajah atau pasien yang tidak sesuai
dengan kelengkungan rotasinya maka tidak dapat di X-ray dengan baik
f. Kemudahan dan kenyamanan untuk mendapatkan OPG (orthopantomogram)
mungkin dapat mendorong ketidak pedulian pada evaluasi pasien dalam
kebutuhan radiografi yang lebih spesifik
g. Beberapa pasien tidak nyaman pada ukuran alat sehingga pada beberapa
struktur jaringan akan tidak jelas
h. Biaya mesin yang tinggi.13
2.2.4
Prosedur
1. Jelaskan prosedur kepada pasien
2. Pasien memakai apron tanpa collar tiroid dan bebaskan semua benda yang ada
di kepala dan leher. Juga perintahkan pasien untuk melepas jaket atau sweater
9
tebal, ini bertujuan untuk menambah ruang antara bawah pegangan kaset dan
tangan pasien
3. Proses film panoramic di ruang gelap. Dan lindungi bite block dengan
disposable plastik
4. Tetapkan factor eksposur dan sesuaikan dengan ketinggian mesin untuk
mengakomodasi pasien
5. Posisikan dagu pasien pada tempat dagu
6. Instruksikan pasien untuk duduk atau berdiri dengan punggung tegak lurus,
dan mintalah pasien untuk menggigit bite block. Gigi atas dan bawah bagian
depan harus dalam posisi end-to-end pada bite block
7. Bidang midsagittal dan bidang Frankfurt harus sejajar dengan lantai sehingga
mendapatkan posisi yang ideal pada bidang oklusal
8. Instruksikan pasien untuk meposisikan lidah pada palatum dan meminta pasien
agar tetap diam saat mesin berputar
9. Setelah paparan ke film selesai, maka film selanjutnya akan diproses.13
2.3
Radiografi CBCT
CBCT telah hadir pertamakali digunakan pada tahun 1998. Alat ini menjanjikan
aplikasi dengan dosis dan biaya yang rendah dibandingkan dengan radiografi CT
konvensional. CBCT telah dipakai dalam berbagai macam bidang dikedokteran gigi
seperti endodontik, bedah mulut, peridontologi, konservasi dan ortodontik.3,4
10
2.3.1
Definisi
Cone Beam Computed Tomography (CBCT) merupakan teknik radiografi 3D yang
berkualitas tinggi dalam membuat gambar radiografi dan rekonstruksi data volumetric
computed tomography dengan dosis radiasi yang rendah.3,4 CBCT merupakan alat
yang lebih kuat, lebih cepat dan lebih aman dibandingkan dengan CT konvensional.
Dengan menggunakan cone-shaped X-ray beam, ukuran scanner, dosis radiasi dan
waktu yang dibutuhkan untuk scanning lebih berkurang.4
2.3.2
Keuntungan
a. Dosis radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan alat CT scan.
b. Mengurangi jumlah gambar radiografi
c. Gambar akurasi 1:1. Memberikan resolusi pixel submillimeter mulai dari
0,4mm sampai 0,125 mm, yang digunakan dalam pencitraan maksilofasial
d. Tidak terbatasnya pandangan dengan tampilan analisis yang nyata
e. Pencitraan dapat diperoleh dari semua sudut. Sehingga tampilan maksimal dan
tidak adanya superimposisi
f. Reprentasi terbaik dari struktur tulang dibandingkan dengan tomografi sinarX konvensional
g. Cara penggunaan yang mudah
h. Tampilan dengan mode yang interaktif pada CBCT, dengan menggunakan
software khusus menjadikan reformasi multiplanar
i. Dengan menggunakan proyeksi orthogonal dan rekontruksi komputer sehingga
menghasilkan volume yang tidak memiliki kesalahan dalam pembesaran
11
j. Alat perencanaan daignostik 3D yang canggih. Teknologi ini menawarkan
visualisasi 3 dimensi dengan gambar yang lebih akurat dibandingkan dengan
analog dan digital radiografi
k. Software CAD/CAM memungkinkan transfer informasi perencanaan
penempatan implant.7
2.3.3
Kerugian
a. Gambar yang kasar
b. Efek cone beam : area yang disinari pada posisi sentral cone beam lebih baik
dari pada daerah tepi. Karena pada bagian ini sinar-X kurang
c. Radiasi kadang dilemahkan pada ketika melewati benda logam sehingga tidak
mencapai reseptor
d. Gambar noise : karena radiasi dari sumber ditransmisikan melalui jaringan
dalam tubuh, reseptor menerima informasi yang tidak seragam dari radiasi
yang tersebar dari banyak arah yang disebut sebagai noise atau kebisingan.
Gambar noise pada CT konvensional 0,05-0,15. Sedangkan pada CBCT 0,4-2
e. Kontras jaringan lunak yang kurang. Hanya berguna pada jaringan keras
f. Fasilitas untuk menambahkan kontras pada jaringan lunak tidak terdapat pada
CBCT
g. Resolusi spasial dari struktur halus yang sedikit rendah dari CT spiral.7
2.4
Sinus maksilaris
Sinus maksilaris pertamakali didefinisikan oleh Nathaniel Highmore pada tahun
1651. Oleh Karena itu sinus maksilaris juga dikenal sebagai antrum of highmore. Sinus
12
maksilaris berjumlah dua dan berada pada kedua sisi rahang atas yang merupakan
rongga sinus terbesar dari rongga sinus paranasalis.7
2.4.1
Definisi
Sinus merupakan sebuah rongga yang berisi udara berlapis mukosa pada tulang
wajah yang berhubungan dengan cavum nasi1. Sinus maksilaris merupakan rongga
sinus terluas dari sinus paranasalis yang menempati bagian tengah tulang rahang atas
dan memiliki bentuk piramida segitiga dengan dasar yang menghadap medial.10
2.4.2
Anatomi
Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang dibagi menjadi frontal,ethmoid,
sphenoid, dan kedua tulang maksila. Tepatnya rongga-rongga tersebut terhubung
disekitar rongga hidung.
Sinus maksilaris digambarkan dalam bentuk piramida yang terdiri dari dasar dan
puncak dengan empat sisi dinding. Dasar sinus dibentuk oleh dinding lateral dari
hidung. Tepi dasar sinus terproyeksi secara lateral hingga ke processus zygomatic pada
rahang atas. Empat dinding piramida terbentuk oleh : (i) atap antrum, (ii) bagian
anterior, (iii) permukaan infratemporal dari rahang atas, (iv) prosesus alveolar rahang
atas yang merupakan bagian dari dasar sinus.7
Bagian dasar sinus terdiri dari palatum keras dan tulang alveolar pada rahang atas
yang membawa akar gigi premolar dan molar.
13
AB
Gambar 1 : (A) Sinus paranasalis tampak depan : (a) sinus frontalis, (b) sel etmoidalis, (c)
sinus spenoidalis , (d) sinus maksilaris, (B) Sinus paranasalis tampak samping.7
2.5 Hubungan dasar sinus maksilaris dan akar gigi molar rahang atas
Pada orang dewasa terdapat jarak 1 hingga 1,25 cm antara dasar sinus dan
ujung akar gigi posterior rahang atas. Namun, terkadang dasar sinus bisa terlalu
dekat dengan akar gigi posterior rahang atas. Akar gigi molar kedua rahang atas
merukapan akar yang paling dekat dengan dasar sinus maksilaris. Frekuensi akar
gigi yang paling dekat selanjutnya adalah akar gigi molar pertama, akar gigi
molar ketiga, akar gigi premolar kedua, akar gigi premolar pertama dan akar gigi
kaninus (Paatero,1939).7
Terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan masuknya akar gigi
kedalam rongga sinus maksilaris, seperti ukuran rongga sinus yang terlalu besar
dan dinding dasar sinus yang tipis memungkinkan masuknya akar gigi kedalam
rongga sinus saat pencabutan gigi posterior rahang atas. Terkadang dasar sinus
dapat turun ke antara gigi yang berdekatan dan juga pada bagian akar tiap gigi,
14
sehingga memungkinkan ujung akar khususnya akar palatal pada gigi molar dapat
masuk ke dasar antrum. Tidak erupsi atau erupsi sebagian dari gigi molar ketiga
rahang atas dapat menyebabkan gigi masuk ke rongga sinus karena gigi yang
tidak erupsi atau erupsi sebagian berada sangat dekat dengan rongga sinus
khususnya jika gigi memiliki akar yang kerucut.7
Untuk mengevaluasi hubungan antara lantai sinus maksilaris dan premolar
pertama, premolar kedua, molar pertama dan molar kedua,
menggunakan
klasifikasi Kwak et al.6 :
Gambar 2 : klasifikasi hubungan akar gigi molar dengan lantai sinus maksilaris.6
a) Tipe 0
: Lantai rongga sinus maksilaris terletak pada ujung akar
b) Tipe 1
: Ujung akar telah menyentuh lantai sinus maksilaris
c) Tipe 2
: Lantai sinus maksilaris teletak diantara/disela akar gigi
d) Tipe 3
: Tonjolan ujung akar melewati lantai sinus maksilaris.6
Dengan melihat klasifikasi diatas, akan mempermudah peneliti untuk melakukan
penelitian tentang prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris
ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT.
15
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka konsep
Akargigiyangtembuske
sinusmaksilaris
AkarGigi
Molar
AkarGigi
Premolar
DitinjaudariFoto
Radiografi
Panoramik
CBCT
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasional
Deskriptif.
4.2
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional
Study.
4.3
Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah semua data foto radiografi panoramik dan CBCT di
RSGMP Kandea.
4.4
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Kandea
Makassar bagian radiologi pada bulan April-Mei.
4.5
Kriteria sampel
Kriteria sampel terdiri atas kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yaitu :
17
kriteria inklusi :
1. Data foto radiografi panoramik dan CBCT yang terdapat akar gigi molar yang
masuk ke dalam sinus maksilaris di RSGMP Kandea tahun 2013-2016.
Kriteria eksklusi :
1. Data foto radiografi panoramik dan CBCT yang tidak terdapat akar gigi yang
masuk ke dalam sinus maksilaris di RSGMP Kandea.
2. Data foto radiografi panoramik dan CBCT yang terdapat akar gigi masuk ke
dalam sinus maksilaris selain gigi molar di RSGMP Kandea.
3. Data foto radiografi panoramik dan CBCT yang terdapat akar gigi yang belum
tumbuh sempurna di RSGMP Kandea.
4.6
Variabel penelitian
Variabel penelitian terdiri atas dua, yaitu :
prevalensi akar gigi molar atas yang tembus ke sinus maksilaris ditinjau dari foto
radiografi panoramic dan CBCT.
1. Variebel menurut fungsi dan skala
Variable sebab (independen) : Sinus maksilaris
Variabel akibat (dependen)
: Akar gigi molar atas yang masuk
Variabel luar
: Foto radiografi panoramik dan CBCT
2. Variable menurut skala pengukuran:
Ordinal
: Prevalensi akar gigi molar yang masuk ke
dalam sinus maksilaris yang ditinjau dari foto radiografi panoramic dan CBCT.
18
4.7
Alat ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui prevalensi akar gigi yang masuk
kedalam sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT di
RSGMP Kandea adalah dengan cara melihat dan mengamati gambar foto radiografi
panoramik dan CBCT kemudian melakukan pengumpulan dan pengambilan data foto
radiografi panoramic dan CBCT yang telah diperoleh di departemen radiologi RSGMP
Kandea, Makassar yang sesuai dengan kriteria inklusi.
4.8
Definisi operasional
Definis operasional pada peneilitan ini, yaitu :
1. Foto panoramik
: Foto panoramik merupakan salah satu tehnik
foto radiologi ekstraoral dua dimensi yang memperlihatkan gambaran rahang
atas dan rahang bawah serta dapat digunakan untuk melihat akar gigi yang
masuk ke sinus maksilaris.
2. CBCT
:
CBCT
atau
Cone
Beam
Computed
Tomography merupakan salah satu tehnik foto radiografi tiga dimensi yang
digunakan untuk membantu menegakan diagnosis dan melihat gambaran
masuknya akar gigi ke sinus maksilaris.
3. Akar gigi
: Akar gigi merupakan bagian dari gigi dengan
panjang yang berbeda pada setiap gigi dan terkadang dapat masuk ke rongga
sinus maksilaris.
4. Sinus maksilaris
: Sinus maksilaris merupakan suatu rongga pada
tulang wajah dengan dasar rongga yang berdekatan dengan akar gigi rahang
atas.
19
4.9
4.10
Analisis data
Jenis data
: Data sekunder.
Penyajian Data
: Disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan diagram.
Pengolahan Data
: Dengan teknik olah data secara manual.
Bagan alur penelitian
SurveyLokasi
RSGMPKandea
BagianRadiologi
Pengumpulandan
PengambilanData
Pengolahandan
AnalisisData
PenyajianData
KesimpulandanSaran
20
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Pendidikan Kandea (RSGMP Kandea) departemen Radiologi pada bulan April-Mei
yang berjudul Prevalensi Akar Gigi Molar yang Masuk Rongga Sinus Maksilaris
Ditinjau dari Foto Radiografi Panoramik dan CBCT, penelitian dilakukan dengan
cara melihat dan mengamati foto radiografi panoramik dan CBCT yang terdapat akar
gigi molar yang masuk kedalam sinus maksilaris di RSGMP Kandea bagian Radiologi,
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Prevalensi foto radiografi yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea pada tahun
2013-2016.
Jenis foto
radiografi
Total foto
radiografi
Jumlah foto yang terdapat
akar gigi molar yang
masuk rongga sinus
maksilaris
Persentase (%)
Panoramik
165
27
16,4
CBCT
64
7
10,9
Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah foto yang terdapat akar gigi
molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik di
RSGMP Kandeapada tahun 2013-2016 adalah sebanyak 27 foto (16,4%) dari total
165 foto sedangkan foto radiografi CBCT adalah sebanyak 7 foto (10,9%) dari total
64 foto.
21
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut :
A.
PANORAMIK
83,6%
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Ya
Tidak
16,4%
YA
TIDAK
B.
CBCT
89,1%
100
80
60
Ya
40
20
Tidak
10,9%
0
YA
TIDAK
Diagram 1. Persentase foto radiografi yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT di RSGMP Kandea pada tahun
2013-2016.
Berdasarkan pada Tabel 1 dan Diagram 1 A dapat dilihat bahwa gigi molar dengan
akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris yang terdapat pada data foto radiografi
panoramik tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea sebanyak 27 foto (16,4%) dari total
165 foto. sedangkan pada tabel 1 dan diagram 1 B dapat dilihat bahwa data foto
22
radiografi CBCT yang terdapat gigi molar dengan akar gigi yang masuk rongga sinus
maksilaris tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea terdapat 7 foto (10,9%) dari total 64
foto. Dapat kita simpulkan bahwa data foto radiografi yang terdapat gigi molar dengan
akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris yang paling banyak adalah foto
radiografi panoramik.
Tabel 2. Prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari data
foto radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea.
Foto radiografi
Akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris
Panoramik
CBCT
Total
Jumlah
45
13
58
Persentase
4,5
3,4
4,2
Jumlah
945
365
1310
Persentase
95,5
96,6
95,8
Jumlah
990
378
1368
persentase
100
100
100
Ya
Tidak
Total
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah gigi molar dengan akar gigi yang
masuk rongga sinus maksilaris yang ditinjau dari data foto radiografi panoramik dan
CBCT di RSGMP Kandea tahun 2013-2016 adalah sebanyak 45 gigi (4,5%) dari total
990 gigi molar untuk data foto radiografi panoramik, sedangkan untuk data foto
radiografi CBCT sebanyak 13 gigi (3,4%) dari total 378 gigi molar.
23
Berikut adalah diagram untuk Tabel 2 :
5
4.5
4,5%
4
3,4%
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
PANORAMIK
CBCT
Diagram 2. Prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari data
foto radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea.
Berdasarkan pada Tabel 2 dan Diagram 2 diatas yang ditinjau dari data foto
radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea, dapat dilihat
bahwa prevalensi gigi molar dengan akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris
ditinjau menggunakan foto radiografi panoramik memiliki prevalensi lebih tinggi
yaitu 45 gigi (4,5%) dari total 990 gigi, dibandingkan dengan menggunakan foto
radiografi CBCT yang hanya sebanyak 13 gigi (3,4%) dari total 378 gigi.
24
Tabel 3. Prevalensi gigi molar kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari data radiografi panoramik dan CBCT tahun 20130-2016 di RSGM
Kandea.
Foto radiografi
Gigi molar
Kanan
(61,71,81)
Kiri
Ya
Tidak
Ya
(62,72,82)
Tidak
Panoramik
CBCT
Jumlah
22
5
Persentase (%)
4,4
2,6
Jumlah
473
184
Persentase (%)
95,6
97,4
Jumlah
23
8
Persentase (%)
4,6
4,2
Jumlah
472
181
Persentase (%)
95,4
94,8
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada data foto radiografi panoramik,
gigi molar kanan terdiri dari 22 gigi (4,4%) sedangkan pada gigi molar kiri memiliki
jumlah gigi molar dengan akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris sebanyak 23
gigi (4,6%). Berdasarkan data foto radiografi CBCT untuk gigi molar bagian kanan
sebanyak 5 gigi (2,6%) sedangkan untuk gigi molar bagian kiri sebanyak 8 gigi (4,2%).
Berikut adalah diagram untuk Tabel 3 :
25
A.
PANORAMIK
4.7
4,6%
4.6
4.5
4.4
4,4%
4.3
Kanan
CBCT
B.
5
4
3
2
1
0
Kiri
4,2%
2,6%
Kanan
Kiri
Diagram 3. Prevalensi gigi molar sisi kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari data radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016
di RSGMP Kandea.
Berdasarkan pada Tabel 3 dan Diagram 3 dapat disimpulkan bahwa prevalensi
terbanyak antara gigi molar kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk rongga
sinus maksilaris ditinjau menggunakan data foto radiografi panoramik dan CBCT
tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea yaitu pada gigi molar kiri dengan jumlah
sebanyak 23 gigi (4,6%) untuk data foto radiografi panoramik dan 8 gigi (4,2%) untuk
data foto radiografi CBCT.
26
BAB VI
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSGMP Kandea dengan cara melihat dan
mengamati gambar foto radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 didapatkan
hasil foto radiografi yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris
sebanyak 27 foto (16,4%) radiografi panoramik dari total 165 foto. Sedangkan untuk
foto radiografi CBCT sebanyak 7 foto (10,9%) dari total 64 foto.
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari data foto radiografi panoramik dan CBCT tahun 2013-2016 di
RSGMP Kandea, untuk foto radiografi panoramik didapatkan hasil 45 gigi molar
dengan akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris (4,5%) dari total 990 gigi molar,
sedangkan untuk foto radiografi CBCT didapatkan hasil 13 gigi molar dengan akar
gigi yang masuk rongga sinus maksilaris (3,4%) dari total 378 gigi molar. Berdasarkan
data tersebut foto radiografi panoramik memiliki prevalensi lebih tinggi yaitu sebesar
4,5% dibandingkan dengan foto radiografi CBCT yang hanya sebesar 3,4%.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Freisfeld et al. (1993) yang
menyatakan bahwa hubungan antara akar gigi dan rongga sinus maksilaris yang di
tinjau dari foto radiografi panoramik berbeda signifikan dengan foto radiografi CBCT,
dimana pada penelitian yang sama foto radiografi panoramik didapatkan hasil 64 dari
27
total 129 akar yang menembus sinus maksilaris sedangkan pada foto radiografi CBCT
hanya terdapat 37 akar yang menembus sinus maksilaris.17
Hal ini disebabkan oleh sifat 2 dimensi dari panoramik radiografi yang
menyebabkan akar bukal/lingual terproyeksi pada rongga sinus. Oleh karena itu ketika
dilihat dengan radiografi panoramik saja dokter tidak dapat menentukan apakah akar
gigi benar-benar masuk ke rongga sinus atau tidak. Ini berbeda ini dengan gambar
cross sectional dari CT, yang memungkinkan penafsiran yang lebih akurat dari
hubungan bukal-lingual dengan hasil lebih jelas dari akar gigi ke sinus, setiap bagian
dari akar yang lebih menonjol ke lantai sinus maksilaris di CT akan terlihat lebih
menonjol ke dalam sinus.17
Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Bouquet et al. (2004) menemukan dari
30 akar gigi molar ketiga yang menembus sinus maksilaris yang dilihat dengan
radiografi panoramik, namun pada radiografi CBCT hanya 7 gigi (23%) tidak
menembus sinus maksilaris.16
Perbandingan antara gambar foto radiografi panoramik dan CBCT dalam
mendeteksi dinding sinus maksilaris yang menghasilkan gambar yang beragam antara
para peneliti, tergantung dari lokasi yang diambil. Hal ini dijelaskan dalam penelitian
sebelumnya bahwa radiografi panoramik menunjukkan proyeksi 2,1 kali lebih panjang
dari akar pada rongga sinus dibandingkan dengan panjang tonjolan akar gigi posterior
atas ke sinus maksilaris dalam gambar CBCT.17 Hubungan antara gigi dan sinus
maksilaris dapat dilihat dengan teknik radiografi yang berbeda. Meskipun radiografi
panoramik sangat membantu dokter gigi dalam tindakan pra operasi, namun mungkin
28
saja pada radiografi panoramik memiliki kekurangan dalam hal distorsi, gambar yang
buram, dan hanya memiliki 2 Dimensi.
Pada beberapa penelitian yang menilai
hubungan vertikal dan horizontal antara apeks akar gigi dan dinding inferior sinus
maksilaris menggunakan computed tomography (CT). Disimpulkan bahwa CT lebih
akurat daripada radiografi panoramik dalam menilai akar gigi dan hubungan sinus.
Sedangkan CBCT adalah alat radiografi yang telah digunakan pada beberapa tahun
terakhir dan memiliki keuntungan lebih dibandingkan dengan CT namun dengan dosis
dan harga yang lebih rendah.6
Ekstraksi gigi atau operasi endodontik dapat menyebabkan perforasi, pembentukan
fistula oroantral atau masuknya akar ke sinus maksilaris dalam beberapa kasus yang
terdapat akar gigi yang tembus ke sinus maksilaris, Oleh karena itu tindakan praoperasi perlu dilakukan.6 Berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya foto
radiografi CBCT lebih dipilih karena sifat dari tomografi yang memiliki modalitas
pencitraan dan tingkat kontras yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik foto
radiografi konvensional, dan untuk menghindari keterbatasan dari foto radiografi
panoramik seperti terbatasnya struktur anatomi yang dilihat, superimposisi,
pembesaran secara vertikal dan horizontal yang terbatas.6
Prevalensi gigi molar kanan dan kiri yang terdapat akar gigi yang masuk rongga
sinus maksilaris ditinjau dari data radiografi panoramik dan CBCT pada tahun 20132016 di RSGMP Kandea. Berdasarkan pada penelitian dapat dilihat bahwa data foto
radiografi panoramik, gigi molar kanan terdiri dari 22 gigi (4,4%) sedangkan pada gigi
molar kiri memiliki jumlah gigi molar dengan akar gigi yang masuk rongga sinus
maksilaris sebanyak 23 gigi (4,6%). Pada foto radiografi CBCT untuk gigi molar
29
bagian kanan dengan akar gigi yang masuk rongga sinus maksilaris sebanyak 5 gigi
(2,6%) sedangkan untuk gigi molar bagian kiri sebanyak 8 gigi (4,2%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ok E et al (2014) menjelaskan bahwa tidak
ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara sisi kiri dan kanan, namun beberapa
perbedaan yang ditemukan antara pria dan wanita.18 Pada penelitian lain juga
menjelaskan hal yang sama bahwa perbedaan antara hubungan gigi dengan lantai sinus
maksilaris di sisi kanan dan kiri tidak bermakna secara statistik (p = 0,929) dan hasil
prevalensi yang hampir sama.6 Penelitian lainnya juga menjelaskan hal yang sama
bahwa tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan statistik antara rahang kanan dan
kiri.14
30
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSGMP Kandea pada tahun 2013-2016
ditemukan 27 foto (16,4%) yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan 7 foto (10,9%) total foto
yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari
foto radiografi CBCT.
2. Prevalensi akar gigi molar yang masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto
radiografi panoramik dan CBCT pada tahun 2013-2016 di RSGMP Kandea adalah
hasil dari data foto radiografi panoramik menunjukan sebanyak 45 gigi molar
(4,5%) dari total 900 gigi molar, sedangkan untuk data foto radiografi CBCT
ditemukan sebanyak 13 gigi molar (3,4%) dari total 378 gigi molar. Hal ini
dikarenakan tidak adanya hasil yang signifikan antara foto radiografi panoramik
dan CBCT. Radiografi panoramik menggunakan 2 dimensi sedangkan CBCT akan
menghasilkan gambar yang lebih akurat dengan 3 dimensi oleh karena itu dokter
31
gigi dapat mengetahui dengan pasti apakah akar gigi benar-benar masuk rongga
sinus maksilaris atau tidak.
3. Prevalensi terbanyak anatara gigi molar rahang atas bagian kanan dan gigi molar
rahang atas bagian kiri yang terdapat akar gigi molar yang masuk rongga sinus
maksilaris ditinjau dari data foto radiografi panoramik dan CBCT yaitu pada gigi
molar rahang atas bagian kanan terdapat 22 gigi (4,4%) data foto radiografi
panoramik dan 5 gigi (2,6%) hasil data foto radiografi CBCT. gigi molar rahang
atas sisi kiri sebanyak 23 gigi (4,6%) untuk data foto radiografi panoramik dan 8
gigi (4,2%) untuk data foto radiografi CBCT. Jadi dapat disimpulkan bahwa gigi
molar bagian kiri lebih banyak terdapat akar gigi yang masuk rongga sinus
maksilaris, namun hasilnya tidak terlalu jauh berbeda dengan gigi molar bagian
kanan. Hal ini dijelaskan dalam penelitian sebelumnya bahwa tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan antara gigi posterior sisi kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan radiografi untuk melihat adanya akar gigi molar yang masuk rongga
sinus maksilaris sebelum dilakukannya perawatan seperti pencabutan gigi atau
perawatan
endodontik
berguna
untuk
mencegah
terjadinya
perforasi,
pembentukan fistula oroantral atau masuknya akar ke sinus maksilaris dalam
beberapa kasus yang terdapat akar gigi tembus ke sinus maksilaris, Oleh karena
itu tindakan pra-operasi perlu dilakukan.
32
7.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mencari jenis gigi molar yang paling
banyak masuk rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan
CBCT.
2. Diperlukan penelitian lanjutan tentang berapa jarak akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris ditinjau dari foto radiografi panoramik dan CBCT.
3. Diperlukan penelitian lanjutan tentang prevalensi akar gigi molar yang masuk
rongga sinus maksilaris antara pria dan wanita.
4. Untuk penelitian yang lebih akurat agar pihak rumah sakit dapat memberikan data
yang lebih lengkap seperti usia dan jenis kelamin pada foto radiografi yang akan
di teliti.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Abu-taleb NS. Oral and maxillofacial radiology in contemporary dentistry “gains and
contraints”. M J Dent. 2016. 1(1): 001
2. Mason RA. A guide to dental radiography 3th edition. EGC:London; 2015.44, P 116
3. Lascala CA, Panella J, Marques MM. Analysis of the accuracy of linear measurments
obtained by cone beam computed tomography (CBCT-NewTom). Dentomaxillofacial
radiology:2004.33, P 291-294
4. Caruso P, Silvestri E. Cone beam ct and 3D imaging. Springer:London; 2014. P 5,6
5. Dorland. Kamus saku kedokteran edisi 25. EGC:Jakarta;1998. P 924
6. Shokri A, Lari S, Youse F, Hashemi L. Assessment of the relationship between the
maxillary sinus floor and maxillary posterior teeth roots using cone beam computed
tomography. JCDIP. 2014 Okt. 15(5). P 619
7. Malik NA. Textbook of oral and
Jaypee:Newdelhi;2012. P 637,635,929-930
maxillofacial
surgery
3rd
edition.
8. Brullmann DD, Schmidtmann I, Hornstein S, Schulze RK. Correlation of cone beam
computed tomography (CBCT) findings in the maxillary sinus with dental diagnoses:
a retrospective cross-sectional study. Clin oral invest. 2012; 16: 1023
9. Dental radiographic examinations : recommendations for patient selection and limitin
radiation exposure. ADA.2012.
34
10. Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology 3rd edition.Churchill
livingstone:London;2003. P 187
11. Fogarty WP, Drummond BK, Brosnan MG. The use of radiography in the diagnosis
of oral conditions in children and adolescents. New Zealand dental jurnal. 2015
12. Geist JR. Panoramic radiography. Sullivanschein. 2015. P 8
13. Karjodkar FR. Texbook of dental and maxillofacial radiology 2nd edition. Jaypee:new
delhi;2009. P 236,247-8
14. Jung YH, Cho BH. Assessment of the relationship between the maxillary molars and
adjacent structures using cone beam computed tomography. Korean Academy of Oral
and Maxillofacial Radiology.2012. P 221
15. Kilic C,
Kamburoglu K, Yuksel SP, Ozen T. An Assessment of the relationship
between the maxillary sinus floor and the maxillary posterior teeth root tips using
dental cone-beam computerized tomography. Eur J Dent. 2010 Okt. Vol 4
16. Bouquet A, Coudert JL, Bourgeois D, Mazoyer JF, Bossard D. Contributions of
reformatted computed tomography and panoramic radiography in the localization of
third molars relative to the maxillary sinus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod 2004;98:342-7
17. Ali SM, Hawramy FA, Mahmood KA. The relation of maxillary posterior teeth roots
to the maxillary sinus floor using panoramic and computed tomography imaging in a
sample of kurdish people. Tikrit Jurnal Of Dental Sciences. 2012. Vol 1 P 84
18. Ok E, Güngör E, Colak M, Altunsoy M, Nur BG, Ağlarci OS. Evaluation of the
relationship between the maxillary posterior teeth and the sinus floor using cone-beam
computed tomography. Surg Radiol Anat. 2014 Nov;36(9): Epub 2014 May 30. P 90712
35
Download