UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM ISLAM INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN Nama Dokter Muda NIM Tanggal Ujian Rumah sakit Gelombang Periode Untuk Dokter Muda Fachsyar Hidayat 06711147 Tanda Tangan RSUD Purbalingga I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny D Jenis kelamin : Perempuan Umur : 57 tahun Alamat : Karangsari Rt 02, Rw 07. Karangmoncol Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam No. CM : 610974 Bangsal : Rawat inap Tanggal masuk : 8 Mei 2015 II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan pada tanggal :9 Mei 2015 Keluhan Utama : Lemes Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien baru datang dengan keluhan lemes dan nggliyeng yang dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan terus menerus, meningkat saat melakukan aktivitas dan dirasa membaik saat istirahat. Akibat keluhan ini pasien sulit dalam melakukan aktivitas sehari hari. Pasien juga mengeluh gusi sering berdarah sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit.gusi berdarah dirasakan sewaktu waktu, namun paling sering biasanya saat pagi hari pada saat bangun tidur, saat makan, dan saat menggosok gigi yang biasanya baru berhenti setelah beberapa jam. Dalam seminggu pasien bisa mengalami lebih dari 5 kali gusi berdarah. Pasien juga mengeluhkan badannya serig biru biru lebam pada tubuhnya sejak satu bulan ini, biasanya paling sering pada tangan dan kaki namun bisa juga terjadi di bagian tubuh lain. Keluhan biru biru lebam ini dirasakan terutama saat pasien merasa kecapekan atau setelah terbentur sesuatu pada tubuhnya. Pasien mengeluh biru biru lebam ini bisa hingga lebih dari 3 kali dalam seminggu dan biru biru baru hilang setelah kurang lebih satu minggu. Pasien belum pernah mencoba mengobati keluhan yang diderita ini sebelumnya. Demam (-), Pusing (+) nggliyeng, Sesak (-), Nyeri dada (-), Berdebar (-), Nyeri perut (-), Mual (-), Muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+) normal, Bengkak di tangan atau kaki (-), Lebam lebam (+) di lengan bawah tangan kiri. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa (-) Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes melitus disangkal Riwayat mondok dirumah sakit (-) Riwayat operasi (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan serupa (-) Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes melitus disangkal Riwayat mondok dirumah sakit (-) Lingkungan dan Kebiasaan serta Sosial Ekonomi : Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat tertentu secara rutin atau terus menerus. Pasien juga mengaku makan seperti layaknya orang lain, dua hingga tiga kali sehari, tidak ada pantangan dan tidak ada kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu yang tidak umum secara terus menerus atau rutin. Menu makan sehari hari pasien seperti layaknya orang lain seperti nasi, sayuran (seperti bayam, kangkung, kacang panjang dll), dan lauk (seperti tempe, ayam, tahu dll). Anamnesis Sistem : Sistem Saraf : pusing (+) nggliyeng, demam (-), Lemes (+) Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), Berdebar-debar (-) Sistem Respirasi : sesak napas (-), batuk (-) Sistem Digesti : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal Sistem Urogenital : BAK (+), normal Sistem intergumentum : Lebam lebam (+) Sistem Endokrin : tremor (-), Pertumbuhan rambut tidak wajar (-) III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN) Dilakukan pada tanggal : 9 Mei 2015 Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu tubuh : 36,2OC Frekuensi denyut nadi : 90 x/menit Frekuensi nafas : 18 x /menit IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK : A. KEADAAN UMUM : Kesadaran : Compos mentis, GCS : 15 Tinggi badan : 162 cm Berat badan : 50 kg Status gizi : BMI = BB/ (TB2) = 57/ (2,6244) = 21,71 (normoweight) B. PEMERIKSAAN FISIK : Status generalis Keadaan Umum : Pasien sadar tampak lemah Kepala : Rambut hitam, uban (-), ikal (+), distribusi merata (+), alopesia (-), mudah dicabut (-) Mata : Supersilia rata (-/-), palpebra superior oedem (-/-), hordeolum (-/-), sclera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+), hiperemis (-/-), pupil isokor, diameter pupil (3/3) mm Hidung : Nafas Cuping Hidung (-), hidung sianosis (-), deviasi septum (-), secret (-/-), perdarahan (-/-), mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-). Telinga : deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), tuli (-/-) Mulut : bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi ujung hiperemis (-), gusi berdarah (+), stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil tenang (-), ukuran (T0/T0) Leher : deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfonodi (-/-) Thoraks Inspeksi : Dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi supra sternal (-/-), retraksi intercosta (-/-) Paru : Anterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Posterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Dextra Simetris Statis dan Dinamis Vocal fremitus (N) Sonor SD Vesikuler, S. Tambahan (-) Sinistra Simetris Statis dan Dinamis Vocal fremitus (N) Sonor SD Vesikuler, S. Tambahan (-) Dextra Simetris Statis dan Dinamis Vocal fremitus (N) Sonor SD Vesikuler, S. Tambahan (-) Sinistra Simetris Statis dan Dinamis Vocal fremitus (N) Sonor SD Vesikuler, S. Tambahan (-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas kanan : SIC IV, Linea parasternalis dextra Batas kiri : SIC V, Linea midklavikularis sinistra Batas atas : SIC II, linea sternalis sinistra Batas pinggang : SIC III linea parasternal sinistra Kesan : batas jantung normal Auskultasi : Suara dasar : S1 S2 reguler Abdomen Inspeksi : Dinding distended (-), jaringan parut (-), masa (-), spider nevi (-) Auskultasi : Bunyi peristaltik (+), frekuensi 7 x/menit Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), nyeri ulu hati (-), massa (-), Ballotemen ginjal (-/-), Hepar teraba (-), lien teraba (-) Perkus : Timpani di empat kuadran abdomen, nyeri costovertebra (-/-), redup berpindah (-). Ekstremitas Ekstremitas : Superior Dex/Sin -/-/- Sianosis Oedem Inferior Dex/Sin -/-/- V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin (10 Mei 2015) HEMATOLOGI Paket Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Normal Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCH MCHC MCV 8,4 4 26 2,4 33 35 31 116 g/dl 103/uL % 106/uL 103/uL pg g/dl fl 11,7 – 15,5 3,8 – 10,6 40 - 52 4,4 – 5,9 150 - 440 26 - 34 32 – 36 80 – 100 Hitung Jenis Eosinofil Basofil Netrofil Segmen Limfosit Monosit 0 0 48 35 16 % % 1-3 0–1 50 – 70 25 – 40 2–8 Golongan Darah o menit 3–5 menit 2–5 Faktor pembekuan Waktu pembekuan Waktu perdarahan > 5.00’’ > 5.00’’ Sero imunologik Dengue negatif Gambaran Darah Tepi (11 mei 2015) Seri Eritrosit : Anisositosis ringan – poikilositotis ringan. Hipokromasi ringan. Dijumpai bentuk – bentuk eritrosit: ovalosit, tear drop sell, sel krenasi, tidak ditemukan parasit malaria Seri Leukosit : Jumlah normal. Hitung jenis seri granulosit meningkat khususnya neutrofil staf dan segment neutrofil. Seri limfosit juga ditemukan beberapa. Ditemukan beberapa limfosit atipikal. Granulasi toksik positip, vakuolisasi positip. Smudge sel positip Seri trombosit : Jumlah menurun, Bentuk besar ditemukan beberapa. Giant trombosit juga ditemukan. Trombosit menggerombol juga ditemukan. Kesan : Anemia normokrom normositer dengan trombositopenia. Darah Rutin (11 mei 2015) HEMATOLOGI Hasil Satuan Nilai Normal Paket Darah Rutin Hemoglobin 7,5 g/dl 11,7 – 15,5 Leukosit 5,3 103/uL 3,8 – 10,6 Hematokrit 23 % 40 - 52 6 Eritrosit 2.2 10 /uL 4,4 – 5,9 Trombosit 23 103/uL 150 - 440 MCH 34 pg 26 - 34 MCHC 32 g/dl 32 – 36 MCV 106 fl 80 – 100 Hitung Jenis Eosinofil 0 1-3 Basofil 0 0–1 Netrofil Segmen 47 50 – 70 Limfosit 37 25 – 40 Monosit 15 2–8 VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK) Daftar Masalah Aktif : Lemes Pusing nggliyeng Gusi berdarah Lebam lebam VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Evan Syndrome Ideopatik trombositopenia purpura Anemia hemolitik Dengue hemoragic fever VII. DIAGNOSIS KERJA Evan Syndrome VIII. RENCANA A. TINDAKAN TERAPI : Medikamentosa : IVFD RL 30 tpm - Hidrasi Inj Methyl prednisolone – kortikosteroid anti inflamasi Provelin 75 0-0-1 - Pregabalin anti nyeri neuropatic Mecobalamin 500mg 2x1 - Kobalamin, derivat vit B12 untuk neuropati perifer Formuno 1x1 – Suplemen ketahanan tubuh Inj Asam traneksamat 3x1 –Menghambat fibrinolisis untuk perdarahan akut Inj Vit K 3x1 – Pemicu sintesis faktor pembekuan darah Omeprazole 1-0-1 – Proton pump inhibitor Non Medikamentosa : Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien. Memberikan motivasi kepada pasien supaya minum obat sesuai aturan. Memberikan edukasi mengenai efek samping obat. Prognosis : Dubia ad bonam Daftar Hasil Follow Up 9 mei 2015 S: Lemes (+), Pusing (+) nggilyeng, Setegah wajah kiri terasa kesemutan, demam (-), gusi berdarah (+), batuk (-), Pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK (+) O: KU: tampak lemes Kepala: CA (+), SI (-) Kesadaran : Compus mentis Leher: DBN Tekanan darah : 110/70 Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler + Nadi : 90x/menit Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+ Suhu : 36,2 Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri A: Evan Syndrome P: IVFD RL 30 tpm Inj Methyl prednisolone Provelin 75 0-0-1 Mecobalamin 500mg 2x1 Formuno 1x1 Inj Asam traneksamat 3x1 Inj Vit K 3x1 Omeprazole 1-0-1 11 mei 2015 S: Lemes (+) berkurang, Pusing (+) nggilyeng berkurang, demam (-), gusi berdarah (+) berkurang, batuk (-), Pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB (-) 3 hari, BAK (+) O: KU: tampak lemes Kepala: CA (+), SI (-) Kesadaran : Compus mentis Leher: DBN Tekanan darah : 120/80 Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler + Nadi : 80x/menit Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+ Suhu : 36 Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri A: Evan Syndrome P: IVFD RL 30 tpm Inj Methyl prednisolone Provelin 75 0-0-1 Mecobalamin 500mg 2x1 Formuno 1x1 Inj Asam traneksamat 3x1 Inj Vit K 3x1 Omeprazole 1-0-1 Opilac syr 1x2cth 12 mei 2015 S: Lemes (-), Pusing (-), demam (-), gusi berdarah (-), batuk (-), Pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+) O: KU: tampak lemes Kepala: CA (-), SI (-) Kesadaran : Compus mentis Leher: DBN Tekanan darah : 110/70 Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler + Nadi : 90x/menit Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+ Suhu : 36,2 Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri A: Evan Syndrome P: BLPL PEMBAHASAN EVAN SYNDROME 1. Definisi Evan sindrom adalah suatu penyakit autoiun dimana antibodi menyerang sel darah merah dan trombosit mereka sendiri yang menyebabkan autoimun anemia hemolitik dan trombositopenia karena imun. Penyebab pasti terjadinya keadaan ini sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Sindom ini pertama kali dijelaskan oleh RS Evan dan kawan-kawan pada tahun 1951. Evan sindrom adalah kondisi yang sangat jarang ditemukan karena diagosis penyakit ini hanya ditemukan di 0,8% sampai 3,7% dari keseluruhan pasien dengan ITP (Ideopatic Trombositopeni Purpura) ataupun AIHA (Autoimun Hemolitic Anemia). Data tentang peyakit Evan sindrom pada anak-anak masih bisa ditemukan dalam literatur namun karakteristik dan jumlah kejadian evan sindrom pada orang dewasa sangat sedikit sekali diketahui. Menurut Pui dalam A. Kabir (2010) ada tiga kriteria untuk penegakan diagnosis evan syndrom : a. Adanya hemolitik anemia dengan tes coomb direk positif b. Trombositopenia yang timbul secara bersamaan ataupun satu per satu c. Tanpa diketahui penyebabnya 2. Epidemiologi Evan sindrom adalah penyakit yang jarang ditemukan dan didiagnosis sehingga angka frekuensi kejadian secara pasti masih belum diketahui. beberapa sumber mengatakan pada pasien dewasa dengan imunositopenia dari tahun 1950-1958 termasuk 399 kasus dari AIHA dan 367 kasus dari trombositopenia hanya 6 dari 766 pasien yang mengalami evan sindrom. Hasil penelitian di Malaysia menyatakan dari 220 pasien ITP dan 102 AIHA terdapat 12 orang yang mengidap Evan sindrom. 3. Patofisiologi Walaupun evan sindrom muncul sebagai panyakit yang disebabkan oleh autoimun, sampai saat ini patofisiologi yang jelas masih belum diketahui. Kebanyakan penelitian hanya mempunyai sedikit jumlah pasien dan interpretasi dari hasil penelitian sulit dibuat karena beberapa kasus Evan sindrom ini ternyata juga memiliki sitopenia autoimun sekunder yang merupakan bagian dari autoimun limfoproliferatif sindrom. Bagaimanapun, masih ada beberapa bukti abnormalitas di kedua sel dan imunitas humoral pada Evan sindrom yang secara langsung menyerang antigen spesifik yang terdapat pada sel darah merah, platelet dan neutrophil. Pada penelitian Wang et al (1983) yang menggunakan 6 anak yang menderita penyakit ini menemukan adanya penurunan persentase dari IgG, IgM, IgA dan T4 sel, serta peningkatan persentase T8 sel dan penurunan yang nyata dari rasio T4:T8 dibandingkan orang normal dan pasien dengan ITP kronis dan ini berhubungan dengan sitopenia pada pasien. Abnormalitas tersebut tetap ada selama di follow up 1 tahun. Begitu juga penelitian Krakantza et al (2000) yang menemukan penurunan rasio CD4/CD8 pada anak umur 12 tahun dengan evan sindrom, walaupun jumlah CD4 dan CD8 nya menurun, menariknya penurunan rasio tersebut tetap bertahan walaupun telah dilakukan splenektomi. Mereka juga menemukan kenaikan produksi interleukin 10 dan interferon ᵞ sehingga mereka mengemukakan ini disebabkan oleh aktivasi autoreaksi, produksi antibodi sel B. Bagaimanapun, abnormalitas dari imunitas selular masih belum jelas seperti yang terlihat pada keadaan autoimun dan infeksi virus dan keadaan ini tidak spesifik dengan evan sindrom. Sekalipun frekuensi dari hematopoesis sel spesifik autoantibodi pada pasien evan sindrom diketahui, namun masih sedikit sekali informasi yang menyatakan tentang target antigen. Perubahan di serum imunoglobulin level pada evan sindrom dilaporkan pada beberapa penelitian namun semuanya tidak mempunyai jumlah yang konsisten ataupun spesifik. Apoptosis dari limfosit yang telah teraktivasi sangat berpengaruh pada homeostatis imunitas tubuh. Protein permukaan sel Fas (CD95) dan ligannya memainkan peranan penting dalam mengatur apoptosis limfosit. Rusaknya permukaan fas dan ligannya menyebabkan penumpukan jumlah limfosit tua dan menyebabkan penyakit autoimun pada tikus. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan rusaknya fase apoptosis limfosit oleh karena mutasi gen fas yang menyebabkan sindrom autoimun limfoproliferatif berat pada manusia. 4. Gambaran Klinis Pasien dengan AIHA dan ITP dapat muncul satu per satu ataupun bersamaan. Neutropenia terjadi lebih dari 55% pasien, atau pansitopenia (14%). Perkembangan dari sitopenia yang kedua bisa muncul setelah berbulan bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah sitopenia pertama dan mengakibatkan diagnosis tertunda. Gambaran klinisnya bisa dari anemia hemolitikya seperti tampak pucat, lemas, tampak kuning, gagal jantung pada kasus yang berat. Atau gambaran ITP seperti petechiae, purpura, memar, perdarahan mukokutan. 5. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan AIHA dan ITP. Pemeriksaan bisa menunjukkan limfadenopati, hepatomegali dan atau splenomegali. Limfadenopati dan organomegali mungkin kronis atau intermiten dan pada beberapa kasus bisa tampak selama episode akut eksaserbasi. 6. Pemeriksaan Laboratorium Hitung jumlah darah bisa menunjukkan sitopenia dan apusan darah mengarah ke AIHA seperti polikromasia, sferosit dan untuk membuang penyebab yang lain seperti keganasan, mikroangiopati hemolitik, kongenital hemolitik dan trombositopeni. Ciri dari hemolitik harus ditemukan seperti peningkatan retikulosit, hiperbilirubinemia unkonjugasi dan penurunan haptoglubin. Tes antiglobulin langsung biasanya hampir menunjukkan positif pada semua kasus. Sangat disarankan untuk mengukur serum imunoglobulin pada semua pasien, hal ini tidak hanya untuk menyingkirkan diagnosa lain seperti common variable imunodeficiency dan defisiensi IgA namun juga sebagai dasar utama utuk melakukan terapi immunomodulator. Untuk tambahan, keadaan autoimun lainnya seperti SLE harus dicari dengan antinuclear antibody (ANA), double stranded DNA, dan faktor rematoid. Dan yang paling penting adalah menyingkirkan ALPS (autoimun Limfoproliferative sindrom) dengan menilai darah tepi dan sel T menggunakan aliran sitometri. Hasil negatif pemeriksaan sel T (CD4, CD8, CD3, TCRαβ) bias dilakukan sebagai skrining pertama yang paling sensitif untuk ALPS. Investigasi sumsum tulang juga bisa digunakan untuk menyingkirkan proses infiltratif pada pasien dengan pansitopenia. 7. Diagnosa Banding Sebelum mendiagnosakan Evan sindrom, penyebab lain yang mendasari sitopenia karena imun harus disingkirkan seperti SLE, IgA defisiensi, CVID, AIDS dan ALPS karena masing-masing penyebab mempunyai tatalaksana yang jauh berbeda. 8. Tatalaksana Tatalaksana untuk Evan sindrom masih meragukan sampai saat ini. Sindrom ini bisa berulang dan respon terhadap pengobatan masih sangat bervariasi bahkan dalam individu yang sama. Indikasi pengobatan juga belum ditemukan pada penelitian. Bagaimanapun sangat berguna untuk mengobati pasien secara simptomatis. Sampai saat ini belum ada RCT dalam evan sindrom dan beberapa penelitian yang sudah-sudah hanya menggunakan sedikit sekali pasien. a. Lini Pertama Pengobatan lini pertama yang paling sering digunakan yaitu kortikosteroid dan atau imunoglobulin intravena. Pada keadaan akut, transfusi darah atau platelet bisa diberikan untuk mengurangi gejala. Kortikosteroid merupakan obat lini pertama dengan hasil yang lumayan. Dari beberapa penelitian banyak yang mengalami perbaikan walau tidak sampai tahap sembuh. Dosis prednisolone yang digunakan sangat bervariasi dari 1mg/kg/hari sampai 4 mg/kg/hari. Bahkan respon yang bagus juga ada pada pemberian dosis besar metilprednisolon i.v 30 mg/kg/hari untuk 3 hari lalu 20mg/kg/hari untuk 4 hari dilanjutkan 10,5,2,1mg/kg /hari untuk tiap minggunya. Imunoglobulin intravena diberikan pada pasien yang memiliki inefektif steroid atau pasien yang tidak bisa meneria dosis tinggi. Dosis yang biasa digunakan 2 g /kg dalam dosis terbagi. b. Lini kedua Pengobatan lini kedua meliputi imunosupresif agen (siklosporin, mikopenolat mofetil dan danazol), rituximab dan kemoterapi (vincristine), splenektomi juga termasuk pengobatan lini ke dua. Pemilihan obat ini tergantung dari kriteria klinis seperti umur pasien, beratnya penyakit dan riwayat pengobatan sebelumnya. Pengobatan menggunakan siklosporin digunakan dosis 5mg/kg 2 kali sehari bisa digunakan berbarengan dengan prednisolon. Menurut Scaradavou dan Bussel, tingkatan penggunaan obat meliputi1. steroid + IVIG , 2. IV steroid, IVIG, i.v vincristin dan oral danazol, 3 dan ditambah oral siklosporin. Mikpenolat mofetil adalah inhibitor poten dari inosin monofosfat dehidrogenae, dan merupakan penghambat proliferasi limfosit. Dosis yang dipakai berupa 500 g 2 kali sehari dan meningkat sampai 1 gr 2 kali sehari sampai 2 minggu. c. Lini ketiga Kebanyakan pasien akan merespon pengobatan lini pertama dan ke dua setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Untuk lini ketiga dapat diberikan siklopospamid, alemtuzumab dan SCT atau Stem Cell Transplantation. 9. Prognosis Seperti yang telah dibahas sebelunnya, evan sindrom dikarakteristikkan sebagai penyakit yang berulang. Pada beberapa pasien ini dapat bertahan lama dengan SCT. Pui et al dan Scaradavou dan Bussel menyatakan episode ITP lebih sering dan lebih susah dikendalikan daripada AIHA. Data dari 75 pasien yang mempunyai nilai median 3,7,8,9 tahun menunjukkan angka kematian sebesar 7%, 36%, 33% dan 30 %. Penyebab kematian berhubungan dengan hemoragik dan sepsis yang berlangsung. Menurut Michel M, sebelum adanya rituximab, keseluruhan prognosis dari penyakit ini masih sangat rendah. DAFTAR PUSTAKA Costallat GL. 2012. Evans syndrome and systemic lupus erythematosus: clinical presentation and outcome. Medical School of Sorocaba, Pontifical Catholic University of São Paulo, Brazil Dave P. 2012. Evan Syndromes revisited. J Assoc Physicians India. 2012 Apr;60:60-1 García-Muñoz R, et al. 2009. Splenic marginal zone lymphoma with Evans' syndrome, autoimmunity, and peripheral gamma/delta T cells. Ann Hematology Kabir A. 2010. Evan’s syndrome revisited. J Medicine India 2010 November; 78-82 Mathew P. 2015. Evan Syndrome pada Medscape Reference. Diunggah tanggal 15 mei 2015 di emedicine.medscape.com Michel , et al. 2008. Characteristics of warm autoimmune hemolytic anemia and Evans syndrome in adults. Press medical international. Michel M, et al. 2009. The spectrum of Evan Syndrome in adults : new insight into the disease based on the analysis of the 68 case. Journal of the american society of hematology. USA. Norton A, Roberts I. 2005. Management of Evans syndrome. Br J Haematology Paediatric haematology, St Mary’s Hospital. London, UK. Pegels JG, et al. 1983. The Evans syndrome: characterization of the responsible autoantibodies. Br J Haematology. London, UK.