naskah publikasi - Universitas Muhammadiyah Surakarta

advertisement
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MEMINTA
PADA ANAK AUTIS MELALUI MEDIA PECS
(PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM)
NASKAH PUBLIKASI
Disusun dan Diajukan Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi
Bidang Kekhususan Psikologi Pendidikan
Diajukan oleh:
Atik Murwati, S.Psi
T.100 006 066
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
Naskah Publikasi
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MEMINTA
PADA ANAK AUTIS MELALUI MEDIA PECS
(PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM)
Diajukan Oleh :
Atik Murwati, S.Psi
T.100 006 066
Disahkan dan Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Dr. Nisa Rachmah Nur Anganthi, M.Si, Psi
Tanggal 15 November 2013
Pembimbing Pendamping
Dra. Juliani Prasetyaningrum, M.Si, Psi.
Tanggal 15 November 2013
2
3
Indonesia belum memiliki data yang
PENDAHULUAN
Jumlah
penyandang
sesungguhnya mengenai jumlah penyandang
autisme
autisme,
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Penyandang
autisme
di
seluruh
Amerika
Serikat
menurut
biasa yakni “Bila sepuluh tahun yang lalu
Di
jumlah penyandang autisme diperkirakan
NICHCY
1:5.000 anak, sekarang meningkat menjadi
1:500 anak” (Kompas, 2000). Insiden dan
and Youth with Disabilities) memperkirakan
prevalen ASD adalah 2:1000 penduduk
bahwa jumlah penyandang autisme dan
pertahun, dan 10:1000 penduduk pertahun.
PDD (Pervasive Developmental Disorder)
Hal
pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per
lebih dari 237,5 juta (BPS, 2010) dengan
Jumlah kasus autisme mengalami
laju
peningkatan yang signifikan. Jika tahun
yakni
memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari
bertambah
Prevalensi
sekitar
500
orang
di
atas
menjadikan
kekhawatiran semua pihak akan terjadinya
Amerika Serikat atau Centers for Disease
epidemologis penyandang autisme. Menurut
Control and Prevention (CDC). Perkiraan
peningkatan
%
2011).
Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di
mengalami
1,14
penyandang baru tiap tahunnya (Sutadi,
88 orang anak saat ini mengalami autisme.
dilakukan
penduduk
autisme di Indonesia sekitar 2,4 juta orang,
di 2012 terjadi peningkatan yang cukup
ini
pertumbuhan
sehingga diperkirakan jumlah penyandang
2008 rasio anak autis 1 dari 100 anak, maka
ini
ini patut diwaspadai karena jika
penduduk di Indonesia tahun 2010 mencapai
10.000 kelahiran.
penelitian
Melly
menyebutkan adanya peningkatan yang luar
(Nasional Information Center for Children
Hasil
Dr.
Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia
tahun 2007 berdasarkan catatan dari PBB
2010).
menurut
Budhiman, seorang Psikiater Anak dan
dunia
mencapai kurang lebih 35 juta jiwa pada
(www.Puterakembara.org,
namun
Peeters dan Gillberg dalam Tincani (2004)
23%
sekitar separuh jumlah anak yang diduga
dibandingkan data tahun 2008, yaitu 1 dari
autisme
100 anak yang menderita autisme (Harnowo,
akan
mengalami
kesulitan
berkomunikasi hingga dewasa. Kesulitan
2012). Kemudian diketahui bahwa autisme
berkomunikasi pada anak autis tersebut
secara umum berjumlah empat kali lebih
menimbulkan perilaku yang tidak terkontrol
sering pada anak laki-laki dibandingkan
seperti menendang, melempar benda-benda
anak perempuan (Maulana, 2012).
1
di sekitarnya, menyakiti diri sendiri maupun
Menurut Sussman (2004) anak autis
orang di dekatnya, dan perilaku tantrum
memiliki gaya belajar yang berbeda-beda
lainnya.
yaitu Rote learner, yakni kecenderungan
Berikut ini hasil survey peneliti di
menghafalkan informasi apa adanya tanpa
tiga tempat pusat terapi anak berkebutuhan
memahami arti simbol yang dihafalkan
khusus di Surakarta yang memiliki anak
Gestalt learner, yakni melihat sesuatu secara
autis dengan kondisi non verbal sebagai
global, Visual learner, yakni senang dan
berikut:
lebih mudah mencerna informasi yang dapat
dilihat daripada yang hanya dapat didengar,
Hand-on learner, yakni senang mencobacoba dan mendapatkan pengetahuan melalui
pengalamannya, Auditory learner, yakni
senang bicara dan mendengarkan orang lain,
yang
Pada umumnya anak-anak autis memiliki
terhambat mengakibatkan anak melakukan
kemampuan yang menonjol di bidang visual
komunikasi dengan cara yang tidak lazim
(misalnya gambar atau tulisan dari benda-
(antara
benda, kejadian,
Perkembangan
lain:
komunikasi
tantrum, bersikap
agresif
tingkah laku maupun
sebagai bentuk protes terhadap respon orang
konsep-konsep
lain,
tidak
mendengar. Dengan melihat gambar dan
menyenangkan, melindungi dari kontak fisik
tulisan, anak-anak autis akan membentuk
atau perhatian, inisiasi atau regulasi interaksi
gambaran mental yang jelas dan relatif
sosial)
permanen dalam benaknya (Hodgdon dalam
menghindari
(Prizant
situasi
&
yang
Wheterby
dalam
abstrak)
daripada hanya
Ginanjar, 2007).
Trunoyudho, 2009).
berkomunikasi
Anak dengan gaya belajar visual
secara efektif juga sering membuat frustrasi,
leaners sangat tertarik dengan permainan
yang mengarah pada penarikan diri dan/atau
seperti puzzle, dan balok-balok karena
membentuk perilaku bermasalah (Schopler,
mereka dapat melihat dan menggunakannya.
1995). Hal ini mengakibatkan hambatan
Beberapa anak visual leaners juga sangat
dalam proses belajar sehingga anak perlu
tertarik dengan angka dan huruf dan bahkan
dibantu untuk meningkatkan komunikasi
bisa
Ketidakmampuan
dengan menggunakan alat bantu.
2
membaca
beberapa
kata
tanpa
mempelajarinya
terlebih
dahulu
anak autisme tanpa ada syarat tertentu dan
(Sussman,2004).
gambarnya bebas, bisa menggunakan apa
Ada beberapa metode alat bantu
komunikasi
alternatif
AAC
Metode PECS Bondy & Frost (2010)
and
Alternative
memiliki beberapa tahapan yang disesuaikan
yang
menggunakan
dengan tahapan komunikasi pada anak autis
gambar dan simbol, Braille, gesture dan
yaitu dari fase satu sampai enam. Fase 1
berbagai macam aktivitas dengan tubuh dan
adalah anak belajar menukar kartu gambar
gerakan mata. Metode-metode tersebut akan
dengan sesuatu yang dia sangat sukai
mempermudah anak autis dalam melakukan
dengan
komunikasi (Bondy dan Frost, 2001).
spontanitas meminta dengan kartu. Fase 3
(Augmentative
Communication)
Beberapa
atau
saja (Ginanjar 2002).
Fase
2
memperluas
yang
disusun
diskriminasi gambar. Fase 4 menyusun
yaitu
compic
kalimat dengan gambar. Fase 5 menanggapi
(Computerize Picture) dan PECS (Picture
pertanyaan, dan fase 6, memberi komentar
Exchange Communication System). Compic
secara spontan dan responsif.
menggunakan
metode
spontan.
gambar
memiliki beberapa tahapan antara lain yaitu
Langkah
demi
metode
gambar, menyamakan benda dan benda,
perkembangan
menyamakan
foto,
Proses pembelajaran anak autis yang juga
dengan
disesuaikan
dalam
pertama kontak mata, kemudian identifikasi
benda
PECS
langkah
komunikasi
dengan
anak
autis.
menyamakan
benda
dengan
gambar,
dilakukan setahap demi setahap secara
menyamakan
benda
dengan
compic,
konsisten dan intensif sehingga anak autis
memakai compic.
mudah memahami dan bersifat efektif (
kemudian baru
siap
Kelebihannya gambar sangat sederhana
Bondy & Frost, 2010)
(simple), bervariasi dan rancangan dapat
Pendekatan
dibuat berulang-ulang. Kelemahan compic
metode
tahapannya sangat banyak sehingga sangat
Conditioning dari Skinner (Bondy & Frost,
sulit dilakukan pada anak autisme yang
2010), yakni perilaku
belum bisa kontak mata dan gambar kurang
diulang apabila ada penguat atau reinforcer
spesifik karena hanya simbol sederhana.
yang menguatkan perilaku. Metode PECS
PECS memiliki tahapan yang jelas dan
menggunakan
sesuai dengan tahapan komunikasi pada
3
PECS
yang dipakai dalam
adalah
teori
akan
reinforcement
operant
cenderung
berupa
makanan, mainan ataupun hal lain yang
Berdasarkan pada latar belakang di
disukai anak autis.
atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
Carr dan Felce (2006) melaporkan bahwa
adalah bagaimanakah mengetahui tahapan
lima dari 24 anak yang telah menerima 15
kemampuan komunikasi meminta pada anak
jam pengajaran PECS sampai fase 3 selama
autis dan dinamika psikologis anak autis di
4-5 minggu serentak terbukti meningkat
Talenta Center dan Permata Bunda melalui
dalam
pengajaran media PECS ?
produktifitas
bicara.
Sebuah
penelitian lain yang bertujuan mengetahui
LANDASAN TEORI
pengaruh sistem komunikasi PECS dalam
Menurut KBBI (kbbi.web.id) Kemampuan
perkembangan perilaku meminta dan bicara
berasal dari kata “mampu” yang berarti
pada anak autis prasekolah dinyatakan
sanggup
bahwa dua dari tiga anak berhasil mencapai
tingkat
master
PECS
namun
sesuatu, sedangkan
sehingga
definisi komunikasi
adalah pengiriman dan penerimaan pesan
dalam penggunaan perkiraan kata-kata yang
atau berita antara dua orang atau lebih
dapat dimengerti (Ganz, Simpson, Corbine-
sehingga
Newsome, 2007). Metode PECS ternyata
pesan
yang
dimaksud
dapat
dipahami. Definisi meminta adalah berkata-
dapat meningkatkan kemampuan perilaku
kata supaya diberi atau mendapat sesuatu.
meminta pada anak autis tipe non verbal,
Berdasar uraian di atas maka kemampuan
yang diberikan pada dua orang anak
komunikasi meminta adalah kesanggupan
autis(Trunoyudho & Kumara, 2009).
lain
sesuatu,
kemampuan adalah kesanggupan melakukan
tidak
mengalami peningkatan yang signifikan
Pertimbangan
melakukan
seseorang
peneliti
menerima
menggunakan PECS adalah bahwa sistem
mendapatkan
ini hanya membutuhkan gerakan motorik
untuk
pesan
sesuatu
mengirimkan
atau
yang
tujuannya
yang
diinginkan.
Menurut Puspita (2003) komunikasi
yang relatif sedikit, tidak mengharuskan
melibatkan
anak untuk mengenali bahasa isyarat, tidak
perkembangan
penguasaan
bahasa yang mencakup: bahasa isyarat,
butuh biaya banyak dalam pembuatannya,
simbol (misalnya kata, gambar, tulisan),
dapat dibawa kemana-mana, dapat dipakai
bahasa melalui bicara atau kombinasi dari
dalam berbagai situasi dan dapat mudah
ketiganya.
dipahami dan diterapkan oleh banyak orang.
Perkembangan bahasa mencakup dua
aspek atau komponen yang harus dilalui
4
secara bertahap, dengan aspek pertama
menangis,
merupakan pra-syarat penguasaan aspek
isyarat, sistem formal seperti bahasa isyarat,
kedua.
maupun melalui berbagai alat bantu seperti
a. Bahasa Reseptif
communication board (papan komunikasi),
kata-kata,
gerakan,
Bahasa reseptif atau pemahaman
komputer atau kombinasi semuanya itu.
adalah berbagai informasi yang diterima
Bahasa pengungkapan terjadi melalui proses
anak dengan cara mendengar aneka
berikut: Memilih kata-kata atau gerakan-
suara, melihat bahasa tubuh dan sistem
gerakan yang sesuai, Menyusun kata atau
tanda yang formal, atau juga ”membaca”
gerakan tersebut dalam urutan yang tepat,
simbol di sekitarnya. Singkatnya, bahasa
Mengatur,
pemahaman adalah berbagai hal yang
menggerakkan berbagai otot, sesuai urutan
dipahami dari dunia sekitarnya. Maka
tertentu untuk memproduksi tindakan atau
penting sekali menyediakan lingkungan
kata-kata tersebut.
yang sarat informasi bagi individu
autisme
agar
ia
berbagai
hal
di
dapat
mendorongnya untuk
dan
Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh
memahami
sekitarnya
mengkoordinasikan
anak autis adalah dalam hal komunikasi
serta
(Delphie,
2006).
Oleh
karena
itu
terus menerus
perkembangan komunikasi pada anak autis
lingkungannya
sangat berbeda, terutama pada anak-anak
(Potter & Whittaker, 2001; Sussman,
yang mengalami hambatan yang berat dalam
1999).
penguasaan bahasa dan bicara.
berinteraksi
dengan
Anak harus sudah mengembangkan
bahasa
pemahamannya
sebelum
ia
dapat
lebih
Kesulitan
ini
mengembangkan
dalam berbahasa (verbal dan non verbal),
terampil
padahal bahasa merupakan media utama
dalam komunikasi.
b. Bahasa Ekspresif
Sebagian besar dari mereka dapat
Bahasa ekspresif (pengungkapan) adalah
diutarakan
komunikasi
dikarenakan anak autis mengalami gangguan
berkomunikasi.
yang
dalam
dulu
bahasa pengungkapan, dan
apa
tertawa,
seseorang
berbicara, menggunakan kalimat pendek
yang
dengan kosa kata sederhana namun kosa
biasanya menjadi inti komunikasi antara
katanya
individu yang satu dengan yang lain.
dipahami. Karena kosa katanya terbatas
Pengungkapan
maka
dapat
terjadi
melalui
5
terbatas
banyak
dan
perkataan
bicaranya
yang
sulit
mereka
ucapkan tidak dapat dipahami orang lain.
tetapi
Mereka yang dapat berbicara senang meniru
melainkan untuk menenangkan dirinya
ucapan dan membeo (echolalia). Beberapa
dan juga anak mulai bisa mengikuti
diantara mereka seringkali menunjukkan
perintah sederhana tapi responnya belum
kebingungan akan kata ganti. Misalnya
konsisten.
mereka tidak menggunakan kata saya dan
c. The
bukan
early
untuk
berkomunikasi
communication
stage
kamu secara benar atau tidak mengerti
(Tahapan komunikasi awal)
ketika lawan bicaranya beralih dari kamu
Anak telah menyadari bahwa ia bisa
menjadi saya atau sebaliknya (Riyanti,
menggunakan satu bentuk komunikasi
2002).
tertentu secara konsisten pada situasi
Menurut Sussman (2004) Ia berpendapat
bahwa
komunikasi
anak
khusus.
autisme
Namun
berkomunikasi
demikian,
masih
inisiatif
terbatas
pada
berkembang melalui empat tahapan:
pemenuhan kebutuhannya. Anak mulai
a. The own agenda stage ( Tahapan asyik
memahami
isyarat
visual/gambar
dengan dunianya sendiri)
komunikasi dan memahami kalimat-
Pada tahapan ini anak lebih suka bemain
kalimat sederhana yang kita ucapkan.
sendiri dan tampaknya tidak tertarik
Bila terlihat perkembangan bahwa anak
pada orang-orang di sekitarnya. Kita
mulai
harus memperhatikan gerak tubuh dan
sesuatu yang diinginkan, atau melakukan
ekspresi
dapat
kontak mata untuk menarik perhatian,
Anak
maka berarti anak sudah siap untuk
wajah
mengetahui
anak,
agar
keinginannya.
seringkali mengambil sendiri benda-
memanggil
nama,
menunjuk
melakukan komunikasi dua arah.
benda yang diinginkannya.
d. The partner stage (Tahapan komunikasi
b. The requester stage (Tahapan meminta)
timbal balik)
Anak mulai menyadari bahwa tingkah
Tahapan ini merupakan fase yang paling
lakunya dapat mempengaruhi orang di
efektif yakni dua arah, tetapi biasanya
sekitarnya. Bila menginginkan sesuatu,
anak masih terpaku pada kalimat-kalimat
anak biasanya menarik tangan kita dan
yang
mengarahkannya
yang
menemukan topik pembicaraan yang
telah
tepat pada situasi baru. Bagi anak-anak
mampu mengulangi kata-kata atau suara
yang masih mengalami kesulitan untuk
diinginkannya.
ke
Sebagian
benda
anak
6
telah
dihapalkan
dan
sulit
berbicara, komunikasi dapat dilakukan
a.
Rote
learner,
yakni
kecenderungan
dengan menggunakan rangkaian gambar
menghafalkan informasi apa adanya tanpa
atau menyusun kartu-kartu bertulis.
memahami arti simbol yang dihafalkan
(misalnya
Siegell (1996) menyebutkan bahwa
anak
huruf lain dan menghasilkan kata yang
hal yang merupakan ciri khas mereka
visual
thinking
processing
dunia
(berfikir
problem
alfabet
huruf-huruf tersebut dapat digabung dengan
berkomunikasi dipengaruhi oleh tujuh
mempersepsikan
mengucapkan
secara lengkap tetapi tidak tahu bahwa
autis dalam berinteraksi atau
dalam
dapat
bermakna).
yaitu
b.
Gestalt learner, yakni melihat sesuatu
visual),
secara global (misalnya anak menghafalkan
(kesulitan
kalimat-kalimat secara utuh tanpa mengerti
memproses informasi), communication
arti kata perkata).
c.
frustration (kesulitan berkomunikasi),
Visual learner, yakni senang dan lebih
social and emotional (masalah emosi
mudah mencerna informasi yang dapat
dan sosial), problem of control (kesulitan
dilihat daripada yang hanya dapat didengar.
d.
mengontrol diri), problem of conection
coba
(kesulitan dalam menalar), dan system
intregation
problem
yaitu
Hand-on learner, yakni senang mencobadan
mendapatkan
pengetahuan
melalui pengalamannya.
proses
e.
informasi ke otak bekerja secara tunggal
Auditory learner, yakni senang bicara dan
mendengarkan
orang
lain.
Gaya
ini
sehingga sulit memproses beberapa hal
biasanya digabungkan dengan gaya lain
sekaligus.
oleh anak autisme dalam belajar.
Puspita (2005) mengemukakan bahwa
Menurut Sussman (2002) perkembangan
kebanyakan
komunikasi pada anak autis dipengaruhi
cara
anak
dengan
autisme
adalah visual learner sehingga sangat
oleh beberapa faktor yaitu: kemampuan
berinteraksi,
individu
penting
berkomunikasi,
untuk
memasangkan
stimuli
auditori dengan stimuli visual saat proses
alasan di balik komunikasi yang dilakukan
pembelajaran.
anak, dan tingkat pemahaman anak.
PECS adalah suatu pendekatan untuk
Setiap individu dengan autis memiliki gaya
melatih
belajar yang berbeda-beda. Menurut Susman (
2009) gaya belajar autisme dikelompokkan
secara umum menjadi:
berkomunikasi
dengan
menggunakan
simbol-simbol
visual
(Bondy
Frost,
PECS
dan
2010).
dirancang oleh Andrew Bondy dan Lori
7
Frost pada tahun 1985 dan mulai
tahap
dipublikasikan pada tahun 1994 di
dengan
Amerika Serikat. Awalnya PECS ini
Namun
digunakan
penggunaan PECS ini, anak dimotivasi
untuk
siswa-siswa
pra
awalnya
anak
diperkenalkan
simbol-simbol
pada
fase
verbal.
akhir
dalam
sekolah yang mengalami autisme dan
untuk
kelainan lainnya yang berkaitan dengan
bukanlah program untuk mengajarkan
gangguan
anak autis cara berbicara, pada akhirnya
komunikasi.
Siswa
yang
menggunakan PECS ini adalah mereka
Meskipun
PECS
mendorong mereka untuk berbicara.
yang perkembangan bahasanya tidak
menggembirakan dan
berbicara.
non
Materi pembelajaran pada modul
mereka tidak
PECS yang disusun oleh Bondy & Frost
memiliki kemauan untuk berkomunikasi
(2002) ada enam fase perlakuan untuk
dengan
Dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi
perkembangan selanjutnya, penggunaan
dengan media gambar. Adapun tujuan
PECS telah meluas dapat digunakan
dari fase-fase tersebut adalah sebagai
untuk
berikut:
orang
berbagai
lain.
usia
dan
lebih
diperdalam lagi.
a. Fase I, tujuannya adalah agar anak
PECS merupakan salah satu dari
mampu meminta dengan pertukaran
sistem komunikasi augmentatif yaitu
gambar
salah satu sistem yang digunakan orang
(MK).
berkebutuhan khusus yang memiliki
pada
komunikasi
b. Fase II, tujuannya adalah agar anak
gangguan dalam berkomunikasi untuk
berkomunikasi
menggantikan
buku/papan
atau
mitra
melengkapi
menggunakan
komunikasi,
dan
kemampuan komunikasi yang terbatas
menyerahkan gambar pada tangan
(Bondy & Frost, 2010)
mitra komunikasinya secara spontan.
Penggunakan PECS bukan berarti
menyerah bahwa anak
tidak
c. Fase III, tujuannya adalah agar anak
akan
mampu
memilih
gambar
atau
bicara, tetapi dengan adanya bantuan
diskriminasi gambar sesuai dengan
gambar-gambar
situasi dan kondisi yang tepat.
atau
simbol-simbol
maka pemahaman terhadap bahasa yang
disampaikan
secara
verbal
d. Fase
dapat
IV,
melakukan
dipahami secara jelas. Memang, pada
tujuannya
percakapan
adalah
sederhana
melalui menyusun kalimat dengan
8
kartu bergambar “saya mau..” dan
menurunkan probabilitas terjadinya suatu
gambar aitem dalam strip kalimat.
perilaku (Skinner dalam Santrock, 2007).
e. Fase
V,tujuannya
adalah
Dalam
penerapan
prinsip
mengajarkan menjawab pertanyaan
pengkondisian operan untuk mengubah
sederhana secara spontan
perilaku manusia terdapat tiga analisis
f. Fase
VI,tujuannya
mengajarkan
berkomentar
adalah
perilaku yang penting dalam bidang
secara
pendidikan
spontan dan responsif
Menurut
Bondy
yakni:
meningkatkan
perilaku yang diinginkan, menggunakan
&
Frost
(2010)
dorongan (prompt) dan pembentukan
pencapaian keberhasilan “master” adalah
(shaping), dan mengurangi perilaku
apabila anak berhasil melakukan pertukaran
yang tidak diharapkan (Alberto &
secara mandiri sampai 80% dari total
Troutman dalam Santrock, 2007)
kesempatan yang diberikan.
Pendapat
Pada penelitian ini, peneliti melakukan
yang
lain
menyatakan
bahwa sistem PECS ini menggunakan
intervensi sampai fase IV saja karena pada
prinsip dasar operant
penelitian ini untuk melihat kemampuan
yaitu dorongan (prompt), pembentukan
komunikasi sampai dalam taraf partner
(shaping) dan different reinforcement
stage
(Charlop-Christy,
yaitu
percakapan
anak
mampu
sederhana
melakukan
dengan
mitra
conditioning,
dkk
dalam
Trunoyudho, 2009).
komunikasi.
Kartu dalam PECS berfungsi sebagai
Pendekatan
behavioral
pada
PECS
stimulus
kemudian
sebagai
responnya
meliputi pengkondisian operan (operant
adalah anak akan memberikan kartu PECS
conditioning) yakni konsekuensi perilaku
pada pasangan komunikasi. Reinforcement
yang
perubahan
berupa item sesuai dengan gambar yang
akan diulang.
diberikan anak pada mitra komunikasi.
akan
menyebabkan
probabilitas perilaku itu
Pengkondision operan terdiri dari penguatan
Dorongan
imbalan (reinforcement) yakni konsekuensi
pemberian stimulus untuk melakukan respon
yang
probabilitas
yang tepat. Shaping atau pembentukan
hukuman
adalah pembentukan perilaku baru secara
(punishment) yakni konsekuensi yang akan
bertahap dengan memberikan reinforcement
akan
perilaku
meningkatkan
akan
terjadi
dan
(prompt)
diperlukan
diawal
untuk memperkuat respon yang diinginkan.
9
Prompting sering digunakan bersamaan
dengan
shaping
untuk
d.
Bahan-bahan yang digunakan cukup
memfasilitasi
murah, mudah disiapkan, dan bisa
penguasaan perilaku baru. Proses shaping
dipakai kapan saja dan di mana saja.
akan efektif apabila intruksi atau prompt
Simbol PECS dapat dibuat dengan
diberikan di setiap level (Sundel & Sundel
digambar sendiri atau dengan foto.
dalam Trunoyudho, 2009).
e.
PECS tidak membatasi anak untuk
Berdasarkan pengalaman Wallin (2007)
berkomunikasi dengan siapapun. Setiap
ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh
orang dapat dengan mudah memahami
PECS ini, antara lain:
simbol PECS sehingga anak autis dapat
a.
Setiap pertukaran menunjukkan tujuan
berkomunikasi dengan orang lain tidak
yang jelas dan mudah dipahami. Pada
hanya dengan keluarganya sendiri.
saat tangan anak menunjuk gambar atau
Pembelajaran komunikasi melalui PECS
kalimat, maka dapat dengan cepat dan
ini harus dimulai dari obyek yang benar-
mudah, permintaan atau pendapatnya itu
benar
dipahami. Melalui PECS, anak telah
menurut Bondy dan Frost (2002) dalam
diberikan jalan yang lancar dan mudah
penerapan
untuk menemukan kebutuhannya.
penggunaan modifikasi perilaku. Melalui
anak
inginkan.
PECS
Oleh
ini
karenanya
perlu
adanya
b. Sejak dari awal, tujuan komunikasi
modifikasi perilaku tersebut akan diketahui
ditentukan oleh anak. Anak-anak tidak
apa yang anak inginkan dan hal itu akan
diarahkan untuk merespon kata-kata
menjadi
tertentu atau pengajaran yang ditentukan
melakukan komunikasi melalui pertukaran
oleh orang dewasa, akan tetapi anak-
gambar.
anak didorong untuk secara mandiri
c.
penguatan
bagi
anak
untuk
Dengan intervensi komunikasi PECS
memperoleh “jembatan” komunikasinya
dalam
dan terjadi secara alamiah. Guru atau
meningkatkan
pembimbing mencari apa yang anak
meminta dari Sussman yakni dari the own
inginkan untuk dijadikan penguatan dan
agenda stage, kemudian the requester stage,
jembatan komunikasi dengan anak.
lalu the early communication stage, dan
Komunikasi
menjadi
sesuatu
yang
penelitian
ini
diharapkan
kemampuan
akan
komunikasi
terakhir the partner stage. Hal
tersebut,
penuh makna dan motivasi yang tinggi
sebagaimana tujuan awal intervensi PECS,
bagi anak autis.
yaitu agar anak mampu untuk mendekati
10
partner komunikasi dengan tujuan meminta
dengan
sesuatu
dengan
penguasaan perilaku baru. Proses shaping
menggunakan bantuan gambar (Bondy &
akan efektif apabila intruksi atau prompt
Frost, 2002).
diberikan di setiap level ( Martin dan Gear,
yang
disukainya
shaping
untuk
memfasilitasi
Sebagaimana telah dijelaskan diatas
2007). Pada PECS shaping dilakukan pada
bahwa kartu dalam PECS berfungsi sebagai
tiap fase dengan memecah menjadi langkah-
stimulus
adalah
langkah kecil dari tujuan yang hendak
memberikan kartu tersebut pada mitra
dicapai pada masing-masing fase, seperti
komunikasi. Lalu penguatan imbalannya
pada fase I dibentuk “ambil, gapai, lepas
(reinforcement) berupa item sesuai gambar
(Bondy & Frost, 2001). Setelah proses
PECS yang diberikan anak pada mitra
shaping terbentuk maka dalam tahapan
komunikasi. Reinforcement tersebut hanya
PECS perlu ada backward chaining yang
diberikan
berfungsi
kemudian
sebagai
responnya
respon
yang
sesuai
untuk
mengevaluasi
kembali
harapan sehingga akan diulang dan respon
tahapan yang telah tercapai pada tahapan
yang tidak sesuai harapan tidak diberikan
sebelumnya.
reinforcement sehingga tidak diulang (Payan
Berdasarkan
dalam Coopper et al, 1987).
dideskripsikan
Beberapa strategi yang digunakan pada
teori
operant
diaplikasikan
conditioning
pada media PECS
uraian
tersebut
kemampuan
dapat
komunikasi
meminta pada anak autis melalui media
yang
PECS.
yaitu
DEFINISI OPERASIONAL
dorongan atau bantuan (prompt) diperlukan
Definisi
diawal pemberian stimulus untuk melakukan
operasional
merupakan
respon yang tepat. Bentuk-bentuk prompt
penegasan dari konstrak atau variabel yang
dalam PECS ada bantuan penuh, bantuan
digunakan
sedikit atau bantuan verbal, gesture, dan
mengukurnya, sehingga dapat menghindari
model. Shaping atau pembentukan adalah
salah pengertian dan penafsiran adalah:
pembentukan perilaku yang di lakukan
1. Media PECS yang diterapkan di sini
dengan langkah-langkah kecil dan bertahap
adalah salah satu system komunikasi
dengan memberikan reinforcement untuk
augmentative yang diungkap melalui
memperkuat
diinginkan.
beberapa fase yaitu : Fase I, meminta ke
Prompting sering digunakan bersamaan
mitra komunikasi melalui pertukaran
respon
yang
11
dengan
cara tertentu
untuk
gambar
dengan
menggapai,
cara
mengambil,
gambar, sinnyal, suara untuk memenuhi
Fase
II,
kebutuhan dasarnya. Tahap keempat
meminta
Partner stage yaitu mampu melakukan
melepas;
meningkatkan
spontanitas
melalui pertukaran gambar dengan mitra
percakapan
komunikasi namun menambah jarak
komunikasi meminta diukur dengan
antara subjek dengan mitra komunikasi
menggunakan observasi dengan metode
dan subjek dengan papan komunikasi;
tallying behavioural.
Fase III, yakni membedakan keragaman
METODE PENELITIAN
gambar dan mengambil gambar sesuai
penelitian kualitatif, yaitu proses penelitian
; Fase IV, yakni menyusun kalimat
guna memperoleh pemahaman berdasarkan
sederhana dengan media gambar berupa
pada
kartu dengan tulisan “Saya Mau…”dan
adalah
kemampuan
menyampaikan
subjek
kebutuhan
Efek treatment. Langkah selanjutnya adalah
mencatat ukuran perilaku sebelum perlakuan
selama perlakuan dan setelah perlakuan
sehingga bisa diketahui efek dari treatment.
Menangis, menjerit, merebut, melihat,
Efek dari treatment ditampilkan dalam
meraih dan mengambil sendiri makanan
bentuk grafik catatan perilaku. Rancangan
atau benda. Tahap kedua Requester
penelitian secara lebih jelas dapat dilihat
stage meliputi: menarik tangan orang
tangan,
(mengekspresikan
gerak
wajah).
Tahap
dalam skema berikut :
sesuatu,
A
gesture
tubuh
ketiga
masalah
B----C yaitu tanpa treatment—treatmen----
pertama Own agenda stage meliputi:
menengadahkan
mengeksplorasi
Desain yang digunakan adalah A---
yang
anak penyandang autisme. Adapun tahap
menginginkan
untuk
penyelidikan
setting yang alami (Creswell,2010 ).
dalam
sesuai dengan tahapan komunikasi pada
bila
metodologi
kemanusiaan atau masalah sosial dalam
meminta
diinginkan dari orang lain untuk dirinya
lain
tradisi
tertentu
gambar aitem yang diinginkan.
komunikasi
Ketrampilan
Penelitian ini menggunakan metode
dengan aitem yang paling disukai subjek
2. Kemampuan
sederhana.
atau
Tanpa Treatment
Early
Penelitian
communication stage meliputi : mampu
B
Treatment
ini
C
Efek
Treatment
menggunakan
rancangan penelitian yaitu melihat satu
secara konsisten menggunakan media
target perubahan perilaku pada seorang
12
individu atau sekelompok individu yang
terkumpul pada penelitian ini dianalisis
menjadi fokusnya (shaugnessy, 2007). Pada
menggunakan
tahap
menginterpretasikan hasil data grafik secara
pertama
biasanya
adalah
tahap
yaitu
akurat
ini
perubahan perilaku yang terjadi berdasarkan
mencatat
perilaku
subjek
sebelum memberikan treatment apapun.
dengan
melihat
tampilan grafik (Cooper, dkk,1987).
Setelah baseline terbentuk peneliti akan
memberikan treatment
bermakna
visual,
observasi atau baseline stage. Selama tahap
peneliti
dan
analisa
Analisis
secara
kualitatif
dilakukan
pada subyek dan
dengan analisis visual inspection untuk
mencatat perilaku subjek selama intervensi
melihat perubahan dari waktu ke waktu (
sehingga
atau
Barlow & Hersen, 1984) didapatkan dengan
mencapai kriteria yang ditentukan. Tahap
skor (M) dari lembar observasi perilaku
selanjutnya melihat efek dari treatment
meminta harian. Analisis visual digunakan
dengan membandingkan dengan baseline
untuk mengetahui frekuensi keberhasilan
performance. Efek dari treatment paling
perilaku meminta subyek baik pada fase
mudah dilihat dengan menggunakan grafik
baseline maupun selama intervensi PECS
catatan
2007).
fase I – IV hingga follow up serta
Menurut Kratochwill & Brody (dalam
mengetahui waktu yang dibutuhkan subyek
Shaughnessy,2007). Langkah selanjutnya
hingga
adalah mencatat ukuran perilaku sebelum
diinginkan dengan membuat strip kalimat
perlakuan selama perlakuan dan setelah
dan memberikan pada pasangan komunikasi
perlakuan sehingga bisa diketahui efek dari
secara mandiri. Analisis kualitatif dilakukan
treatment. Efek dari treatment paling mudah
terhadap data yang diperoleh dari observasi,
menggunakan grafik catatan perilaku.
wawancara , sharing dan diskusi dengan
ANALISIS DATA
orang tua dan terapis.
menghasilkan
perilaku
perubahan
(Shaughnessy,
Analisis
Setelah perlakuan PECS dilaksanakan,
Adapun
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
ini
dilakukan
deskripsi dari
untuk
perlakuan
penyandang
autism.
Data
yang
penelitian
ini
langkah-langkah
dalam
1. Membuat diskriptif subyek penelitian
dalam
yang
meningkatkan tahapan komunikasi pada
anak
dalam
item
menganalisis data antara lain:
mengetahui
PECS
data
meminta
menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
tahap selanjutnya adalah analisa data dengan
Hal
mampu
dengan
yang
13
dituliskan
nama
meliputi:
inisial,
identitas
umur,
jenis
kelamin,
status
dalam
keluarga,
tahap requester stage ke tahap early
kemampuan komunikasi
communication stage, dan satu subyek tidak
2. Membuat transkrip verbatim wawancara
mengalami
3. Memberikan
komunikasi meminta dan tetap berada dalam
penomeran
pada
hasil
wawancara
peningkatan
tahap requester stage.
4. Membuat hasil observasi dengan event
Hasil
recording
kemampuan
meminta melalui
5. Melakukan
ketrampilan
koding
dari
transkrip
media
komunikasi
PECS
adalah
sebagai berikut:
verbatim
6. Menemukan kata kunci yang muncul
dari observasi dan wawancara
7. Menyusun hasil checklist
8. Pembahasan hasil penelitian dengan
membuat grafik.
HASIL
Kesimpulan dari uraian di atas dapat
Hasil
perhitungan
interobserver
dilihat pada grafik 4.15 bahwa kemampuan
agreement selama proses pelaksanaan PECS
komunikasi meminta melalui pertukaran
pada subyek AS skor rata-rata sebesar 89%
gambar dibutuhkan waktu 15 sesi dengan
sedangkan pada subyek IG rata-rata sebesar
230 trial. Hasil kemampuan komunikasi
83%, pada FT rata-rata sebesar 94% dan RM
sebesar
88%.
Hal
ini
meminta melalui pertukaran gambar secara
menunjukan
garis
pengamatan yang dilakukan oleh kedua
besar
meskipun
observer reliable.
mengalami
terlihat
ada
peningkatan
penurunan
kemampuan pertukaran diawal fase 4 karena
partisipan mengalami penyesuaian awal
terhadap banyaknya proses shaping pada
fase IV dan kemudian naik kembali pada
sesi 15 sampai mencapai pertukaran mandiri
hampir 70%. Stimulus dan reinforcement
Peningkatan ketrampilan komunikasi
yang efektif dipakai untuk partisipan AS
terjadi pada ketiga subyek penelitian dari
adalah grubi. Bantuan yang sering dipakai
14
adalah bantuan penuh yaitu
coterapist
pada fase II di sesi 6-9 mencapai pertukaran
membantu secara fisik dan sedikit bantuan
mandiri 100%. Fase III mengalami 100%
berupa verbal seperti memanggil nama.
pertukaran mandiri namun hanya satu sesi di
sesi
10.
Kesimpulan
RM
memiliki
kemampuan meminta melalui PECS sampai
fase II dan awal fase III dengan cukup baik.
Grafik di atas dapat disimpulkan bahwa
IG ada peningkatan komunikasi dengan
Partisipan FT memiliki perilaku tidak
pertukaran gambar secara mandiri pada fase
pernah diam dan minat yang berlebihan
I dan fase II namun mengalami penurunan
terhadap suatu barang yang berwarna terang
pada fase II ke fase III dan terjadi
dan mengkilap. Kertas yang masih putih
kemandirian pertukaran gambar yang sangat
fluktuatif
disebabkan
partisipan
sedikit
tidak
adanya
polos dan masih halus tidak lecek sangat
kondisi
disukai subjek FT. FT sangat suka makanan
berminat pada
yang krispi dan tidak manis. Pada saat fase
reinforce dan kondisi emosi yang labil.
baseline
FT tidak mau diam dan harus
dipegangi erat oleh asisten terapis dan itu
masih kewalahan. FT sangat suka naik
kepangkuan orang baik itu terapis maupun
peneliti, juga suka naik kursi dan meja disaat
ada keinginan yang tidak diketahui. Fase I
disesi pertama, dilalui dengan perjuangan
yang cukup melelahkan karena semua
Pada grafik di atas terlihat RM memiliki
gambar dirusak,
kemampuan meminta dengan pertukaran
diremas-remas
bahkan
kadang dimakan. Sehingga peneliti kesulitan
gambar secara mandiri mencapai 100% pada
mencari gambar yang sesuai dengan aitem.
fase I di sesi 1-5, dan menurun pada saat
Pada sesi 1 dan 2 subjek masih mau
memulai fase II , kemudian naik kembali
15
meminta aitem yang disukai dengan 100%
Pada subjek AS
pada sesi 2 dan 40% pada sesi 3, namun
dengan
setelah itu FT sangat terobsesi dengan
melakukan 253 kesempatan pada 16 sesi
gambar yang dilapisi plastik oleh peneliti
mencapai fase IV awal. Pada awal
sehingga keliatan mengkilap. Pada sesi 4 FT
baseline subjek memiliki sifat yang aktif
tidak berhasil melakukan pertukaran gambar
dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
secara mandiri. Pada sesi 5 FT hanya
serta memiliki minat yang tinggi pada
mampu melakukan 3 pertukaran dari 7
reinforce sehingga subjek melakukan
kesempatan
mencari
perilaku meminta yang kurang tepat.
kesempatan FT mau memperhatikan lawan
Seperti menyerobot, mengambil dan
bicara. Akhirnya partisipan FT tidak bisa
mencari
dilanjutkan lagi karena tidak ada terapis
memasuki fase I- IV subjek sangat
yang bisa membantu dalam penelitian kami
antusias mengikuti sesi-sesi. Pada saat
karena para terapis sedang memiliki tugas
terakhir di fase IV sudah memahami
pada anak-anak yang lain. Demikian pula
konsep namun kurangnya konsistensi
adanya program baru di tempat terapis
dalam pemberian baik di rumah dan di
tersebut
sekolah dan waktu pemberian yang
itupun
sehingga
dengan
peneliti
tidak
bisa
meneruskan kembali penelitian ini.
terbatas
PEMBAHASAN
masih
proses
macam aitem yang membuat individu
komunikasi,
yang
melakukan
penggunaan
konkret
yang
untuk
anak
konsisten
karena
pembentukan
perilaku
sangat pasif dan hampir tidak melakukan
aslinya,
perilaku meminta kecuali pada saat waktu
makan snack, maka dia akan mengambil
dengan lebih penguatan motivasi dan reward
diberikan
kemampuan
Diawal fase baseline subjek IG
Pembelajaran yang berpusat pada meminta
yang
Setelah
(Schreibeman dalam Tincani,2004).
inisiatif
simbol-simbol
seperti
makanan.
menyebabkan
kurang
sedang
merupakan hal yang penting dalam
kecepatan dalam mempelajari PECS yaitu,
untuk
sendiri
autisme
pemberian rutinitas pada anak autis
Ada tiga faktor yang mempengaruhi
termotivasi
tingkat
berusia 4 tahun
makanan
autis
yang
menengadahkan
berkomunikasi secara fungsional (Bondy &
ada
tangan
di
meja
kalau
atau
makanan
dibawa terapis. Pada subjek IG melakukan
Frost , 2002).
163 kesempatan pada 21 sesi masih berada
16
pada fase III karena subjek yang memiliki
tetapi belum ada yang master pada fase I
karakteristik pasif dan pendiam, memiliki
dengan 58 kesempatan. Kemampuan bahasa
bahasa reseptif yang baik namun kurang
reseptif cukup baik dan bahasa ekspresifnya
dalam bahasa ekspresif. Subjek IG kurang
juga ada meskipun belum bisa dimengerti
ada kemauan
yang
orang lain. Pada saat pemberian PECS
pada
sangat sulit sekali karena FT sangat obsesif
menjadi
terhadap
reinforce,
makanan
minat
anak
reinforcer kurang (Tincani,2004).
terhadap barang yang mengkilap, berwarna
Pada subjek RM memiliki karakteristik
dari kertas yang agak kaku. Sehingga
yang hampir sama dengan I namun R lebih
peneliti
merasa
bisa dalam menggoda atau menganggu
keobsesifanya terhadap kartu PECS dan
teman dengan cara mengambil makanan
perilaku
teman yang duduk disebelahnya. RM sangat
kewalahan.
hiperaktif
kesulitan
yang
terhadap
membuat
suka makan namun kurang beraktivitas. RM
Berikut ini kendala yang terjadi selama
juga sudah dididik makan sendiri meskipun
proses penelitian dan berbagai macam hal
masih berantakan. R sampai fase III master
yang
setelah melakukan 11 sesi dengan 168
PECS. Pertama, waktu yang sangat singkat
kesempatan. Pada awal fase I subjek RM
yang diberikan untuk memberikan intervensi
sangat suka sekali karena banyak reinforce
PECS hanya sekitar tiga puluh menit setiap
yang disediakan untuk mengetahui yang
hari dan tidak diintegrasikan dalam program
paling disukai. RM tidak suka makan buah
terapi sehingga muncul ketidak konsistenan
dan lebih suka pada nasi dan sambal serta
padahal kekonsistenan sangat dibutuhkan
makanan kecil yang krispi. Kemampuan
pada anak autis (Tincani,2004).
pertukaran gambar RM cukup baik dan
mudah
dalam
memahami
dapat
mempengaruhi
penguasaan
Reinforcer kurang kuat (Tincani,2004)
konsepnya.
karena keterbatasan peneliti maupun karena
Namun karena ada faktor teknis maka
situasi kondisi anak autisme yang selalu
pemakaian RM dihentikan sampai fase III.
berubah-ubah
minatnya.
Pada
saat
FT adalah subjek yang memiliki tingkat
assesment reinforcer aitem yang disukai
spectrum autis yang lebih berat dibanding
anak ternyata pada saat lain waktu anak
ketiga subjek lainnya. Subjek FT terlihat
sudah tidak menyukainya sehingga gambar
hiperaktif dan ada perilaku yang obsesif dan
dan aitem yang ada tidak sesuai minat saat
diulang-ulang. FT sudah melakukan 10 sesi
itu sehingga peneliti menggunakan bekal
17
yang dibawa anak saat itu yang pada
lakukan disebabkan keterbatasan
akhirnya peneliti harus menggambar aitem
yang diberikan oleh tempat penelitian.
waktu
dulu dan atau mencari gambar yang serupa
Anak autis pada umumnya belajar
atau tidak berbeda jauh. Hal tersebut
atau menyelesaikan tugas dengan lebih
membuat waktu menjadi lama dan anak juga
mudah apabila menggunakan cara yang
kurang tertarik dengan gambar tangan.
kongkrit dan tertsruktur dibanding dengan
Dengan kondisi masing-masing subjek
cara yang abstrak (Wing, 1999). PECS
yang berbeda-beda dari tingkat spektrum,
memiliki tahapan yang terstruktur dan
kognitif, perilaku, dan emosi yang berbeda-
bertahap langkah demi langkah.Penggunaan
beda menjadikan masing-masing memiliki
gambar PECS yang ditukar dengan aitem
kemampuan dalam peningkatan ketrampilan
lebih
komunikasi dan peningkatan fase PECS
menggunakan stimulus auditory dan verbal
(Ganz & Simpson, 2004).
(Charlop-Christy, et al, 2002).
Minat anak terhadap reinforcer juga
mempengaruhi
keinginan
dia
mudah
dipahami
anak
daripada
Pendidikan yang diberikan untuk
dalam
anak autis hendaknya bertahap dari hal yang
meminta atau berkomunikasi dengan orang
terkecil dan naik ke hal yang lebih besar lagi
lain (Tincani,2004). Seperti pada subjek IG
dan lebih sedikit sulit dan seterusnya sampai
seperti tidak menyukai reinforce yang
anak
disediakan. Tapi berbeda dengan subjek
berkebutuhan khusus (Siegel,1996).
bisa
berbaur
dengan
anak
non
yang memiliki minat terhadap reinforce
Penelitian ini memiliki beberapa
seperti subjek AS akan sangat mudah untuk
keterbatasan antara lain yaitu: reinforcer
merangsang
yang kurang diminati anak dan juga gambar
melakukan
komunikasi
meminta.
yang
kurang
jelas,
Pengambilan
data
Kondisi yang fluktuatif juga mmembuat
observasi dengan dan interview yang kurang
anak terganggu selama proses pelaksanaan.
lengkap dan mendalam, waktu penelitian
Pembentukan rutinitas pada anak autis
yang kurang karena proses pembelajaran
merupakan hal penting untuk menguasai
pada anak autis dibutuhkan konsistensi dan
sesuatu (Maulana,2012).
dengan tahapan kecil sehingga terbentuk
Kurangnya evaluasi kemampuan yang
perilaku sehingga dibutuhkan pengulangan
telah dicapai melalui metode backward
sesering mungkin.
chaining juga kurang konsisten peneliti
18
KESIMPULAN
Angermeier, K, Schlosser, R.W, Luiselli, J.
K, Harrington, Carter,B. Effects of
Iconicity on Requesting With the
Picture Exchange Communication
on Requesting with the Picture
Exchange Communication System
in Children with Autism Spectrum
Disorder. Research in Autism
Spectrum Disorders 2 (2008) 430446.
Dari keempat partisipan tiga orang
mengalami
peningkatan
kemampuan
komunikasi dari requester stage ke early
communication stage. Ketiga partisipan itu
adalah AS, IG dan RM dengan pencapaian
PECS terakhir AS pada fase III , IG fase III
Baron,S. And Bolton,P.(1994) Autism The
Fact. London: Oxford University
Press.
dan RM fase II. Sedangkan FT tidak
mengalami
peningkatan
kemampuan
komnikasi meminta masih tetap dalam tahap
Bondy, Andy & Frost, Lori, (2002). PECS
and Other Visual Communication
Strategi in Autism. First Edition.
Woodbine House :Library of
Congress Cataloging in Publication
Data.
requester stage.
Beberapa factor yang mempengaruhi
peningkatan kemampuan komunikasi pada
partisipan
ini
adalah,
reinforce,kondisi
fisik
minat
pada
seperti,
lapar,
Budiman, Melly, (2002). Seminar Strategi
Visual
Mengatasi
Masalah
Perilaku dan Masalah Komunikasi
Anak Autisme, Makalah Yayasan
Autisme Indonesia.
kenyang, mengantuk dan tingkat spectrum
autismenya. Selain itu juga kemampuan
pemahaman
masing-masing
anak
dan
Carr, Deborah & Felce, Janet (2006), Brief
Report: Increase in Production of
spoken Word in some Children
With Autism after PECS teaching to
Phase III. Journal Autism Dev.
Disorder (2007) 37:780-787.
karakteristik kepribadian anak yang ceria,
aktif atau pendiam dan hipoaktif atau
hiperaktif. Faktor lingkungan juga sangat
berpengaruh
terhadap
peningkatan
kemampuan komunikasi anak autis seperti
kondisi
motivasi
yang
mendukung
dari
keluarga
dan
penuh
akan
sangat
Charlop-
membantu dan kondisi yang acuh tak acuh
terhadap
anak
akan
menghambat
peningkatan kemampuan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
19
Christy,
M.H.,Carpenter,
M.,Le,L.,LeBlanc,
L.A.,&
Kellet,K. (2002). Using the Picture
Exchange Communication System
With Children with Autism:
Assessment of PECS Acquisition,
Speech, Social Communicative
Behavior, And Problem Behavior.
Journal of Applied Behavior
Analysis 2002,35,213-231.
Cihak, David F.(2006). Teaching Student
With Autism to Read Pictures .
Research in Autism Spectrum
Disorder 1 (2007) 318-329.
Lund, S. K, Troha, J.M.(2007) Teaching
Young People Who are blind and
have Autism to Make Requests
Using a Variation on the Picture
Exchange Communication System
with Tactile Symbol: A Preliminary
Investigation. Journal Autism Dev.
Disorder (2008) 38: 719-730.
Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran anak
Berkebutuhan
Khusus(dalam
setting pendidikan inklusi) Cetakan
I. Bandung: Rafika Aditama
DSM-IV.(1994). Diagnostic and Statistical.
Manual of Mental Disorder. Fouth
Edition. Washington DC: American
Psychiatric Association.
Maslim, Rusdi,(2004). Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ III).
Jakarta : FK Jiwa Unika Atmajaya
Martin, G & Pear, J (2007) Behavior
modification: what it is and how do
it.New Jersey, USA : Pearson
Education,Inc.
Ganz, J.B, Simpson, R.L, Corbin, JNewsome. The Impact of the
Picture Exchange Communication
System on Requesting and Speech
Development in Preschoolers With
Autism Spectrum Disorder and
Similar Characteristics. Research
in Autism Spectrum Disorder 2
(2008) 157-169.
Marzuki, M.M.(2002).Metodologi Riset.
Yogyakarta: Bagian Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia
Maulana,
Mirza(2012).
Anak
Autis:
Mendidik
Anak
Autis
dan
Gangguan Mental Lain Menuju
Anak Cerdas dan Sehat. Cetakan
VI. Yogyakarta: Kata Hati.
Ginanjar,
Adriana(2002).
Seminar
Meningkatkan Berkomunikasi Anak
Autis. Makalah: Mandiga.
Greenspan, S.I., & Wieder, S. (1998). The
Child With Specialneed. US:
Persens Publishing.
Peeters,T.(2004) Hubungan Pengetahuan
Teoritis dan Intervensi Pendidikan
bagi Penyandang Autis. Jakarta:
Dian Rakyat
Handoyo,(2006). Autisma. Cetakan ke
empat. Jakarta:PT Bhuana Ilmu
Populer
Puspita, Diah. (2005). Seminar PECS ,
Makalah Yayasan Bina Autisme
Torison.
Hodgdon, Linda, A. 1995. Visual Strategies
for improving CommunicationPractical Support for School and
Home. Quik Roberts Publishing:
Michigan - US
Sabir,
KBBI, www. Kbbi.web.id
20
E. (2006). Komunikasi, Terapi
Wicara dan Intervensi. Komplilasi
Hasil Lokakarya dan Pelatihan.
Yogyakarta: Sekolah Lanjutan
Autis
Fredofios
Yogyakarta
Indonesia
Santrock,
J.W.(2007).
Life
Span
Development. Perkembangan Masa
Hidup. Edisi . Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Tissot, C., & Evans,R. (2003). Visual
Teaching Strategies for Childreen
With
Autism.
Early
Child
Development and Care, 173 (4),
425-433
Schopler, E.,Mesibov,G.B. & Hearsey,
K.(1995). Structured Teaching in
the TEACCH system. In E.
Schopler& G.B. Mesibov (Eds),
Learning and cognition in autism:
Current issue in autism (pp.243268)New York: Plenum
Trunoyudho,
E.A. (2009).Penggunaan
PECS untuk Meningkatkan Level
Kemampuan Perilaku Meminta
Pada Anak Autisme Tipe Non
Verbal. Naskah Publikasi Tesis.
Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada
Shaughhnessy, John J.(2007). Metodologi
Penelitian Psikologi. Cetakan I.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wallin, J.M.(2004). Visual Support PECS.
http://www.Polyxo.com/visualsuppo
rt/makingpecs.html
Siegel, B. (1996). The Word Of The Autistic
Child- Understanding And Treating
Autistic Spectrum Disorder. New
York: Oford University Press.
Wing, Lorna (1996). The Autistic Spectrum.
London.
Yoder,
Smart, Aqila(2001). Anak Cacat Bukan
Kiamat. Cetakan I.Yogyakarta:
Kata Hati.
Sunanto,(2005).
Pengantar
Penelitian
dengan subjek tunggal. Jepang:
University of Tsukuba.
Sussman, Fern. (2004). More Than Word.
Fifth printing. Canada: The Hanen
Center Publisher.
Sutadi, R. (2011). Autisme Dari A sampai Z
.Majalah anak spesial Cetakan I.
Jakarta: CV Anak Spesial Mandiri.
Tincani, M. (2004) Comparing The Picture
Echange Communication System
And Sign Language Training For
Children With Autism. Focus on
autism
and
development
Dissabilities, 19 (3), 152-163.
21
Paul J, Lieberman,Rebecca G.
(2009).Brief Report: Randomized
Test of the Efficacy of Picture
Exchange Communication System
on Highly Generalized Picture
Echange in Children with ASD.
Journal Autism Dev Disorder
(2010) 40:629-632.
Download