POLA PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL BERDASARKAN SOSIAL DAN BUDAYA DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN LASOLO KABUPATEN KONAWE UTARA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Oleh : WANDES ARJUN PERDANA F1D3 10 108 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015 HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi POLA PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL BERDASARKAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN LASOLO KABUPATEN KONAWE UTARA TAHUN 2015 Diajukan Oleh: WANDES ARJUN PERDANA F1 D3 10 108 Telah disetujui oleh : Pembimbing I, Dr. Nani Yuniar, S.Sos., M.Kes NIP.19541231 198501 1 001 Pembimbing II, Putu Eka Meiyana E, SKM., M.PH NIP.- Mengetahui, Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo La Ode Ali Imran Ahmad, SKM., M.Kes NIP. 19830308 200812 1 002 HALAMAN PENGAJUAN Proposal Penelitian POLA PENCARIAN PELAYAAN KESEHATAN IBU HAMIL BERDASARKAN SOSIAL BUDAYA DAN ETNIS MASYARAKAT DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN LASOLO KABUPATEN KONAWE UTARA TANUN 2015 Diajukan Oleh: WANDE ARJUN PERDANA F1 D3 10 108 Telah disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Hariati Lestari, SKM., M.Kes NIP. 19820616 200812 2 002 Andi Faisal Fachlevy.,M.Kes NIP.- Mengetahui, Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo La Ode Ali Imran Ahmad, SKM., M.Kes NIP. 19830308 200812 1 002 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN Dengan senantiasa mengharap Rahmat dan Ridha Tuhan Yang Maha Esa, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Wandes Arjun Perdana Stambuk : F1D3 10 108 Peminatan : Administrasi Kebijakan Kesehatan Menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli karya saya sendiri dan bila di kemudian hari ternyata ditemukan skripsi ini plagiat dan bukan hasil karya saya, maka skripsi ini akan dibatalkan. Kendari, November 2015 Wandes Arjun Perdana iv KATA PENGANTAR Teriring salam dan doa semoga Allah SWT, senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian dalam menjalankan aktifitas keseharian. Serta shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada Rasulullah SAW atas segala pencerahannya, sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan skripsi dengan judul “Pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial dan budaya di wilayah pesisir kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015”. Alasan penulis mengangkat judul penelitinan ini, karena dengan tujuan untuk melihat fenomena pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe utara dalam melakukan pencarian pelayanan kesesehatan ibu hamil di tempat fasilitas kesehatan berdasarkan sosial dan budaya masyarakat setempat. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas karena adanya bantuan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Dr. Nani Yuniar, S.Sos.,M.Kes selaku Pembimbing I yang dengan tulus serta penuh kesabaran, dan kesungguhan hati memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dan Bapak Putu Eka Meiyana Erawan, S.KM.,M.PH selaku Pembimbing II yang banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian penyusunan skripsi penulis Serta Bapak dan Ibu penguji atas kesabarannya membimbing dan mengarahkan serta memberikan masukan-masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada Kedua orang tua, Ayahanda Junaiddin, S.Pd.,M.Pd dan Ibunda Irma Riana, S.Sos yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, membina, mendidik, dengan penuh penggorbanan serta tulus ikhlas yang tak terbalaskan kepada penulis. Tak lupa pula ucapan terima kasih banyak kepada kekasih saya Nurainun Basira yang v telah memberikan doa dan motivasi serta dorongan selama menempuh pandidikan sampai menyelesaikan studi di Universitas Halu Oleo Kendari. Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan motivasi dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Halu Oleo Kendari. 2. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat 3. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, beserta seluruh staf Program Studi Kesmas yang telah memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan. 4. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat, Dosen Pengajar, dan Staf Jurusan Kesmas, yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan. 5. Bapak La ode Ali Imran Ahmad, SKM., M.Kes, Ibu Lisnawaty, SKM., M.Kes., dan Ibu Rasma, S.KM.,M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan masukan / saran pada penulis. 6. Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi tenggara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis. 7. Asmul Amrul, SKM selaku kepala Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya. 8. Seluruh Responden yang berada diwilayah kerja Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara yang telah bersedia menerima dan membantu peneliti dalam menyelesaikan proses penelitian. 9. Buat seluruh keluarga saya yang selalu memberikan masukan, motivasi dan dukungan yang besar kepada penulis dalam menyelasaikan penelitian ini 10. Buat Kak Niki dan Kak Ikal yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan proses penelitian. 11. Buat sahabat-sahabatku Jurusan Kesehatan Masyarakat khususnya La Ode Muhammad Haris, SKM yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. vi 12. Seluruh teman-teman seangkatan 2010, serta adik angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas kenangannya. Akhirnya penulis berdoa semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’aala selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Bangsa, Negara dan Agama, Amin. Kendari, November 2015 Penulis vii DAFTAR ISI Halaman i ii iii iv v viii x xii xiii xiv xv HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGAJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTRA LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis 2. Manfaat Teoritis 3. Manfaat Bagi Peneliti E. Ruang Lingkup / Batasan Penelitian F. Glosarium G. Organisasi / Sistematika 1 1 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pelayan KesehatanIbu Hamil B. Tinjauan Tentang sosial C. Tinjauan Tentang Budaya D. Tinjauan Tentang Ibu Hamil E. Tinjauan Tentang Angka Kematian Ibu F. Tinjauan tentan Puskesmas G. Tinjauan Tentang Penelitian Sebelumnya H. Kerangka Teori I. Kerangka Konsep 9 9 19 23 42 45 48 51 53 54 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Waktu Dan Tempat Penelitian C. Populasi Dan Sampel D. Sumber data/Informasi 55 55 55 55 56 viii E. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif F. Instrumen Penelitian 57 67 G. Tehnik Pengumpulan Data H. Tehnik Pengolahan Dan Penyajian Data 68 69 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran lokasi penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan 70 73 122 V. Penutup A. Kesimpulan B. saran 170 170 171 DAFTAR PUSTAKA 173 ix DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya 51 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Ibu Hamil 74 Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu 75 Hamil Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Hamil Di 75 Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 5. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan Ibu Hamil 76 Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 6 Distribusi Responden Berdasarkan Alamat Ibu Hamil Di 77 Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 7 Distribusi Responden Berdasarkan Agama Ibu Hamil Di 77 Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 8 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Ibu Hamil Di 78 Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 9 Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu 79 Hamil Berdasarkan Dukungan Keluarga Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 10 Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Pendapatan Di Kecamatan 81 Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 11 Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu 83 Hamil Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 12 Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu x 85 Hamil Berdasarkan Sikap Ibu Hamil Di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Kerangka Teori Penelitian 53 2. Kerangka Konsep Penelitian 54 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks 1. Dokumentasi Penelitian 2. Surat Izin Penelitian 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Hal 175 xiii POLA PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL BERDASARKAN SOSIAL DAN BUDAYA DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN LASOLO KABUPATEN KONAWE UTARA TAHUN 2015 OLEH WANDES ARJUN PERDANA F1 D3 10 108 ABSTRAK World HealthOrganisation (WHO) menyebutkan bahwa kematian ibu dikawasan Asia Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian ibu yang terjadi secara global. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilanya di Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara sebanyak 235 ibu hamil. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan sampel acak sederhana (simpel random sampling) dengan rumus Slovin sehingga besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 sampel. Untuk mengetahui pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial dan budaya di wilayah pesisir kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu dengan menggunakan pendekatan fenomenologis yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara mendalam. Kuantitatif dengan pendekatan observasional. Hasil penelitian menunjukan bahwa aspek social yaitu keluarga terutama suami mendukung penuh dari pemeriksaan kehamilan sampai persalinan, pengambilan keputusan dilakukan diri sendiri dan bersama suami, pendapatan keluarga cukup untuk membiayai kebutuhan pemeriksaan sampai persalinan, pengetahuan dan sikap baik terkait tandatanda kehamilan, sedangkan aspek Budaya yaitu pemeriksaan kehamilan dan pengobatan pada petugas kesehatan dan dukun. Persalinan dilaksanakan di rumah dan dibantu oleh petugas kesehatan dan dukun .Kesimpulan penelitian aspek sosial yaitu pendapatan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan pengambilan keputusan sedangkan aspek budaya pemeriksaan, perawatan, pengobatan pada saat hamil, pemenuhan gizi dan persalinan. Kata Kunci : Pencarian pelayanan Kesehatan, Ibu Hamil, Aspek Sosial, Aspek Budaya xiv SEARCHING PATTERN OF PREGNANT WOMEN HEALTH SERVICES BASED ON SOCIAL AND CULTURAL IN COASTAL AREA OF LASOLO NORTH KONAWE REGENCY IN 2015 BY WANDES ARJUN PERDANA F1 D3 10 108 ABSTRACT World Health Organization (WHO) states that maternal mortality in Southeast Asia region accounts for nearly 1/3 of the number of mother deaths occur globally. The populations in this study were all pregnant women who attending prenatal check at Lasolo Public health centre of North Konawe regency with the total numbers are 235 of pregnant women. The sampling technique in this study used simple random sampling with Slovin formula so that the numbers of samples in this study are 70 samples. To know the searching pattern of pregnant women health services based on social and cultural in coastal area of Lasolo North Konawe regency. The design of the study used was qualitative and quantitative. Qualitative was taken by using a phenomenological approach which aims to obtain deep information. Quantitative was taken by using observational approach. The results of the study showed that the social aspect, like the family, especially a husband in giving fully supports from prenatal check up of pregnancy until the baby is born, decision-making is done themselves and with her husband, family income is sufficient to finance during the check-up until the baby is born, knowledge and good habit signs of pregnancy, while the cultural aspect such as prenatal care and health care treatment of health employees and shaman. Childbirth was conducted at home and assisted by health employees and a shaman. The conclusion of social aspects research are income, knowledge, habits, family supports and decision making, while the cultural aspects are the prenatal check up, health care, treatment during pregnancy, nutrition fulfillment and childbirth. Keywords: Searching of health service, pregnant women, social aspects, cultural aspects xv 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu. Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian Ibu, Kementerian kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan Ibu di masyarakat (Riskesdas, 2013). Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia mengalami proses kehamilan. Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15 % ibu hamil dapat menderita komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90 % terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10 % di negara berkembang lainnya, dan kurang dari 1 % di negara-negara maju (Winkjosastro 2012). World Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa kematian ibu dikawasan Asia Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian ibu yang terjadi secara global. Sebanyak 98 persen dari seluruh kematian ibu di kawasan ini adalah terjadi di India, Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Myanmar. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2013 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup merupakan angka tertinggi di Asia. Dari hasil analisis kematian Ibu di Indonesia Tahun 2013 berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Hasil Riset Kesehatan 1 2 Dasar (Riskesdas) dan laporan rutin Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), angka kematian Ibu di Indonesia menunjukan angka yang tidak sedikit, yaitu 11.534 dari total kematian Ibu (Depkes RI, 2013). Angka Kematian Ibu merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam 4 Millenium Development Goals (MDGs) yang ke-5 yaitu meningkatkan kesehatan Ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai tiga perempat risiko jumlah kematian Ibu. Untuk mencapai target MDGs tersebut, pemerintah Indonesia harus mampu menekan angka kematian Ibu pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 KH (Depkes RI 2013). Menurut Kementrian Kesehatan RI, untuk mencapai terget MDGs pemerintah Indonesia harus mampu menekan angka kematian Ibu sebanyak 7.187 dari seluruh kematian yang terjadi. Kematian Ibu di Indonesia 50% terjadi di 5 Provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat (19,8%), Jawa Tengah (15,3%), NTT (5,6%), Banten (4,7%) dan Jawa Timur (4,3%). Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah harus lebih serius dalam menanggapi dan menangani AKI yang masih tinggi dan mengalami peningkatan, yaitu sebesar 114,42/100.000 pada tahun 2011, menjadi 117,02/100.000 pada tahun 2012 (Depkes RI, 2013). Penyebab kematian Ibu dibedakan menjadi penyebab langsung dan tidak tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (42%), keracunan kehamilan/eklamsi (13%), keguguran/abortus (11%), infeksi (10%), partus lama/partus macet (9%), penyebab lain (15%). 3 Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah (1) Masih rendahnya tingkat pendidikan. (2) Sosial ekonomi rendah dan faktor kebudayaan yang mengakibatkan anemia pada Ibu hamil cukup tinggi mencapai 40%. (3) Kondisi Ibu yang mengalami “4 terlalu” dalam melahirkan, yaitu tua saat melahirkan (> 35 tahun), terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun), terlalu banyak anak (> 4 anak), terlalu rapat jarak anak/ paritas (< 2 tahun). (4) “3 terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat merujuk dan terlambat mendapat pelayanan kesehatan (Ambarwati dan Rismintari, 2012 ). Angka kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas (49,12%), disusul kemudian pada waktu bersalin sebesar (26,99%) dan pada waktu hamil sebesar (23,89%) (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010). Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal, dan menghasilkan bayi yang cukup bulan dan sehat. Akan tetapi, kadang-kadang perkembangan tersebut tidak sesuai yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan mengalami masalah atau tidak. Permasalahan tersebut dapat diketahui dengan menilai adanya faktor risiko. Faktor risiko pada seorang ibu hamil merupakan suatu keadaan atau ciri tertentu pada seseorang atau suatu kelompok ibu hamil yang dapat menyebabkan risiko/ bahaya kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan, serta merupakan suatu mata rantai dalam proses yang merugikan dan mengakibatkan kematian/ kesakitan/ kecacatan/ ketidaknyamanan tahunan/ ketidakpuasan pada ibu beserta bayinya (Saifuddin 2012). 4 Jumlah angka kematian Ibu tahun 2013 di Sulawesi Tenggara dengan seluruh Kabupaten /Kota dijumlahkan menjadi 11 kematian ibu pada saat hamil, 45 kematian ibu saat bersalin dan kematian Ibu nifas 23 orang . Dengan jumlah keseluruhan pada tahun 2013 sebanyak 79 kematian ibu hamil ( Dinkes Prov.Sultra 2013 ). Di Kabupaten Konawe Utara, kematian ibu akibat melahirkan pada tahun 2013 sebanyak 4 kasus kematian. Pada tahun 2014 AKI menggalami peningkatan yaitu 7 kasus (Dinkes Kabupaten Konawe Utara 2014). Berdasarkan data wilayah kerja Puskesmas Lasolo pada tahun 2013 jumlah ibu hamil sebanyak 179 orang dengan angka kesakitan sebanyak 124 orang dan pada 2014 terdapat 235 ibu hamil dengan jumlah kesakitan 117. Angka kesakitan ini di sebabkan oleh tidak adanya motivasi dan kemauan ibu hamil untuk mencari dan memeriksakan kehamilanya di Puskesmas atau di tempat pelayanan kesehatan diawal kehamilan. (Data Puskesmas Lasolo 2014). Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Pada Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pencarian pelayanan kesehatan ibu 5 hamil berdasarkan sosial budaya masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara tahun 2015. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial budaya masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara tahun 2015. 2. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabuaten Konawe Utara tahun 2015 . 2. Untuk mengetahui pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabuaten Konawe Utara tahun 2015. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara dalam menganalisa dan menciptakan strategi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan Ibu hamil. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial budaya dan etnis 6 masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai khasanah pengetahuan serta menjadi pembanding untuk penelitian selanjutnya. 3. Manfaat Bagi Peneliti Sebagai tambahan pengalaman, wawasan, serta pengetahuan penulis dalam melakukan penelitian tentang pola penncarin pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial budaya masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mefokuskan untuk mengetahui pola penncarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial budaya masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. F. Glosarium Sosial Segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Pelayanan Antenatal Pelayanan Antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik 7 bagi ibu maupun janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya (Departemen Kesehatan RI, 2010). Kasus resiko Keadaan penyimpangan dari normal yang secara tinggi/komplikasi langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi meliputi Hb<8 g%, tekanan darah tinggi (sistole >140 mmHg, diastole >90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, ketuban pecah dini, perdarahan pervaginam, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat / sepsis dan persalinan prematur. Masa nifas Masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan pasca persalinan. KN -1 Cakupan kunjungan neonatus 1 KN lengkap Cakupan kunjungan neonatus 3 kali 8 Antenatal Care (ANC) Perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu hamil maupun bayinya dengan cara menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang mempersiapkan dapat kelahiran mengancam dan jiwa, memberikan pendidikan kesehatan. Budaya Segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat G. Organisasi / Sistematika Penelitian ini dibimbing oleh 2 orang pembimbing yakni pembimbing 1. Oleh Ibu Dr. Nani Yuniar, S.Sos., M.Kes, dan pembimbing 2. Oleh Bapak Putu Eka Meiyana E. SKM., M.PH. 9 II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Seorang ibu mempunyai peran besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayinya. Pelayanan kesehatan bagi ibu hamil antara lain pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan disarana kesehatan mulai Posyandu, Poskesdes, Puskesmas sampai ke Rumah Sakit. 1. Pelayanan Antenatalcare Pelayanan antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya (Departemen Kesehatan RI, 2010). Tujuan pelayanan antenatal adalah sebagai berikut : 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin 2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu hamil 9 10 3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit / komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan 4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan trauma seminimal mungkin 5. Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif 6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat tumbuh kembang secara normal 7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dalam pengertian keseluruhan adalah apa yang disebut dengan K4. Kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah kontak ibu hamil dengan tenaga professional yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat minimal satu kali kontak pada trisemester pertama (K1), minimal satu kali kontak pada trisemester kedua (K2), minimal dua kali kontak pada trisemester ketiga (K3 dan K4 (Waryana ,2010). Pemeriksaan kehamilan dapat dilaksanakan dengan kunjungan ibu hamil. Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar. Istilah kunjungan, tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau diposyandu 11 (Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWSKIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, (Daniel ,2012) Salah satu bentuk pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dalam pengertian keseluruhan adalah apa yang disebut dengan K4. Kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah kontak ibu hamil dengan tenaga professional yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat minimal satu kali kontak pada trisemester pertama (K1), minimal satu kali kontak pada trisemester kedua (K2), minimal dua kali kontak pada trisemester ketiga (K3 dan K4). Pemeriksaan kehamilan dapat dilaksanakan dengan kunjungan ibu hamil. Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar. Istilah kunjungan, tidak mengandungarti bahwa selalu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau diposyandu(Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Depkes RI, 2011). Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dengan standar 7T. Hubungan kunjungan baru ibu hamil (K1) sampai dengan kunjungan empat kali pemerksaan kehamilan(K4)secara langsung adalah jika ibu memeriksakan kehamilannya yang pertama kali dan kontak ibu yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan hubungannya adalah dapa 12 tmemantau kemajuan kehamilan, mengenali sejak dini adanya ketidak normalan atau komplikasi pada ibu dan janin Tujuan K1 Adalah untuk menfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan jalan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi-kompliksi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran danmemberikan pendidikan. Asuhan itu penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kelahiran berjalan normal dan tetap demikian seterusnya (JHPIEGO,2010). Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal : 1. Timbang badan dan ukur badan. Tujuannya untuk mengetahui sesuai tidaknya berat badan ibu. Pemeriksaan berat badan akan dilakukan setiap ibu berkunjung nantinya. Idealnya, selama triwulan I berat badan ibu harus naik 0,5 sampai 0,75 kg setiap bulan. Pada triwulan II, berat badan ibu harus naik 0,25 kg setiap minggu. Dan pada triwulan III, berat badan ibu harus naik sekitar 0,5 kg setiap 2. Mengukur tekanan darah. Tujuannya, untuk mendeteksi apakah tekanan darah normal atau tidak. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada setiap kunjungan. Tekanan darah yang tinggi dapat membuat ibu mengalami keracunan kehamilan, baik ringan maupun berat bahkan sampai kejang-kejang. Sementara tekanan darah yang rendah meining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Tujuannya, untuk melindungi ibu dan bayi yang dilahirkan nanti dari Tetanus Neonatorum. 13 Imunisasi ini diberikan sebanyak lima kali -TT1 diberikan pada kunjungan antenatal pertama, TT2 diberikan empat minggu setelah TT1, TT3 diberikan enam bulan setelah TT2, TT4 diberikan satu tahun setelah TT3, dan TT5 diberikan satu tahun setelah TT4. 3. Skrining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Tujuannya, untuk melindungi ibu dan bayi yang dilahirkan nanti dari Tetanus Neonatorum. Imunisasi ini diberikan sebanyak lima kali -TT1 diberikan pada kunjungan antenatal pertama, TT2 diberikan empat minggunya. Atau secara umum berat badan ibu bertambah minimal 8 kg. 4. Ukur tinggi fundus uteri. Tujuannya, untuk melihat pembesaran rahim. Dilakukan dengan cara meraba perut dari luar. Termasuk juga untuk mengetahui presentasi bayi, serta bagian janin yang berada di puncak (fundus) dan letak punggung bayi (untuk selanjutnya menentukan denyut jantung janin). Dalam pemeriksaan fisik ini juga dilakukan pengukuran tinggi puncak rahim untuk kemudian disesuaikan dengan umur kehamilan. Jika didapatkan besar rahim tidak sesuai dengan perkiraan umur kehamilan, pemeriksaan penunjang berikutnya dapat direncanakan 5. Pemberian tablet besi (90 tablet) selamakehamilan. Pemberian tablet besi. Kebijakan nasional yang diterapkan pada seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat di Indonesia adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mualhilang pada awal 14 kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya.Temuwicarapemberian komunikasi interpersonal dan konseling. Mengingat tidak dapat diramalkannya kondisi ibu dan janin saat proses persalinan berlangsung, khusus untuk daerah Pusat Kesehatan Masyarakat yang jauh dari Rumah Sakit Kabupaten Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota,Biro Hukum Dan Organisasi SetJenDepKesRI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, (Depkes RI, 2011) 6. Temu wicara / pemberian komunikasi interpersonal dan konseling. Mengingat tidak dapat diramalkannya kondisi ibu dan janin saat proses persalinan berlangsung, khusus untuk daerah Pusat Kesehatan Masyarakat yang jauh dari Rumah Sakit Kabupaten Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Biro Hukum Dan Organisasi SetJenDepKes RI, 2008 Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Depkes RI, 1993atau Propinsi serta ketiadaan fasilitas mobil ambulans, perlu dipikirkan persiapan- persiapan berkenaan dengan rujukan. Terlebih untuk daerah-daerah yang terisolasi oleh hutan, sungai, maupun 15 laut.Oleh karenanya diperlukan komunikasi dengan suami atau keluarga guna mempersiapkan rujukan jika nantinya diperlukan. Dengan manajemen rujukan yang benar, cepat dan tepat, ibu dan janin/bayi yang dilahirkan akan memperoleh penanganan yang benar. Sehingga daenganseiramaakan membantu menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia 7. Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan berdasarkan indikasi (HbsAg, sifilis, HIV, malaria,TBC, PMS). Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok risiko tinggi terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS). Penyakit Menular Seksual (PMS)ini dapat menimbulkan kesakitan dan kematian, baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Jika dalam kunjungan pertama wanita hamil itu memiliki risiko terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), maka perlu dilakukan penapisan. Penapisan ini dapat berupa pemeriksaan cairan (sekret) vagina maupun pemeriksaan darah. Dengan terdeteksinya Penyakit Menular Seksial (PMS)secara lebih dini, akan dapat diobati. 2. Pengobatan persalinan Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan pertolongan persalinan tidak dilakukan tenaga kesehatan yang punya kompetensi kebidanan. 16 Cakupan Pertolongan Persalinan adalah cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (linakes). Cakupan linakes Pada tahun 2013 sebesar 83,8%, sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 82,53%.akan tetapi pencapaian tersebut belum memenuhi target SPM sebesar 90%. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2013 tertinggi berada di wilayah Puskesmas Tebas yaitu sebesar 99,7%, sedangkan cakupan terendah berada di wilayah Puskesmas Pimpinan yaitu sebesar 64,1%. 3. Ibu Hamil Resiko Tinggi/Komplikasi Yang Ditangani Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh bidan di desa dan Puskesmas, sekitar 20% diantara ibu hamil yang ditemui dan diperiksa tergolong dalam kasus resiko tinggi/komplikasi yang membutuhkan rujukan. Kasus resiko tinggi/komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi meliputi Hb<8 g%, tekanan darah tinggi (sistole >140 mmHg, diastole >90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, ketuban pecah dini, perdarahan pervaginam, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat / sepsis dan persalinan prematur. Berdasarkan laporan Bidang Kesga dan Promkes, jumlah perkiraan ibu hamil resiko tinggi di Kabupaten Sambas tahun 2011 sebanyak 1.640 17 orang (20% dari sasaran ibu hamil) dan semua kasus telah memperoleh penanganan sesuai prosedur. 4. Pelayanan Nifas Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan pasca persalinan. Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum, kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas. 5. Kunjungan Neonatal (KN2) Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal tiga kali yaitu dua kali pada umur 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari (KN2). Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan konseling untuk 18 ibunya tentang perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA. Cakupan kunjungan neonatus 1 ( KN -1) pada tahun 2011 sebesar 88,7%, sedikit meningkat dari tahun 2010 sebesar 87,49%. namun angka ini belum memenuhi target SPM sebesar 90%. Cakupan tertinggi dicapai beberapa puskesmas sedangkan terendah berada dipuskesmas Selakau Timur 56,2%. Cakupan kunjungan neonatus 3 kali ( KN lengkap) pada tahun 2011 sebesar 76,23% , mengalami penurunan dari tahun 2010 yaitu sebesar 83,14%. Angka cakupan ini belum mencapai target standar pelayanan minimal sebesar 85%.cakupan kunjungan neonatus 3 kali (KN lengkap) tahun 2011 tertinggi berada diwilayah puskesmas segarau yaitu sebesar 127,7 % sedangkan cakupan terendah berada di wilayah puskesmas sekura yaitu sebesar 52,3%. Cakupan KN2 selama 3 tahun terakhir mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini bermakna terjadi penurunan kualitas pelayanan pada bayi baru lahir melalui peran aktif tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan neonatus ke rumah ibu nifas. 6. Neonatal Resiko Tinggi/Komplikasi Pada saat memberi pelayanan kesehatan pada neonatus, sekitar 15% diantara neonatus yang diperiksa dan ditemui tergolong dalam kasus resiko tinggi yang butuh pelayanan rujukan. 19 Neonatal risti/ komplikasi yaitu bayi usia 0-28 hari dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian seperti asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan kurang dari 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal. B. Tinjaum tentang Sosial Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). sosial atau kehidupan sosial adalah suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya. Individusatu dapat mempengaruhi yang lain dan begitu juga sebaliknya “definisi secara psikologisosial“. Pada kenyataannya soaial atau kehidupan sosiali yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Ada beberapa pengertian kehidupan sosial menurut para ahli. Menurut H. Booner (1953) dalam bukunya Social Psychology memberikan rumusan sosial bahwa sosial adalah hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Menurut Gillin dan Gillin (1954) yang menyatakan bahwa kehidupan sosial adalah hubunganhubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok. Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa kehidupan sosial Isosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok 20 atau antar individu dan kelompok. Murdiyatmoko dan Handayani (2004), “kehidupan sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya. a. Proses Sosial Dalam Masyarakat Dalam kehidupan sehari-hari, individu selalu melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi antara berbagai segi kehidupan yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan proses sosial. Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan dengan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan sosial yang merupakan wujud dari proses-proses sosial yang ada. Keragaman hubungan sosial itu tampak nyata dalam struktur sosial masyarakat yang majemuk, contohnya seperti Indonesia. Keragaman hubungan sosial dalam suatu masyarakat bisa terjadi karena masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbedabeda, bahkan dalam satu suku bangsa pun memiliki perbedaan. Namun, perbedaan-perbedaan yang ada itu adalah suatu gejala sosial yang wajar 21 dalam kehidupan sosial. Berdasarkan hal itulah maka didapatkan suatu pengertian tentang keragaman hubungan sosial, yang merupakan suatu pergaulan hidup manusia dari berbagai tipe kelompok yang terbentuk melalui interaksi sosial yang berbeda dalam kehidupan masyarakat. Keragaman hubungan sosial dapat menimbulkan ketidakharmonisan, pertentangan, pertikaian antarsuku bangsa maupun intern suku bangsa. Jika keselarasan tidak ditanamkan sejak dini, terutama dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang memiliki keragaman hubungan sosial, maka dampak negatif tersebut akan menjadi kenyataan. Sebaliknya jika keselarasan dipupuk terutama dalam masyarakat majemuk, maka dampak negatif tersebut tidak akan terjadi, bahkan keragaman kebudayaan dalam masyarakat majemuk akan menjadi suatu aset budaya yang tak ternilai harganya. Sebagai seorang individu yang hidup dalam bangsa yang terdiri dari beragam suku bangsa dan memiliki keaneragaman budaya, pasti akan mengalami keragaman hubungan sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keragaman hubungan sosial tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita sikapi dan terapkan agar keselarasan dalam keragaman hubungan sosial dapat terwujud, antara lain: 1. Mematuhi sistem nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana kita hidup. 22 2. Beradaptasi (menyesuaikan diri) dalam perkataan dan tindakan kita dengan nilai dan norma yang berlaku . 3. Mengikuti aturan yang berlaku agar terjadi keselarasan sosial di dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan megara . 4. Saling menghargai antara sesama teman merupakan tindakan yang dapat mencegah kita dari pertentangan, terutama di tengah keragaman hubungan sosial dalam masyarakat kita yang majemuk. 5. Berusaha untuk mengerti dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk menghindari terjadinya pertentangan yang tidak mendatangkan manfaat apapun juga b. Interaksi sebagai Proses Sosial Kimball Young dan Raymond W. Mack mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Lebih lanjut John J. Macionis menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan suatu proses dimana individu bertingkah laku dan bereaksi dalam hubungan dengan individu lain. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal-balik antara dua atau lebih individu manusia, di mana ide, pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial antara dua manusia atau lebih. Hubungan timbal-balik tersebut dapat 23 berlangsung antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok untuk mencapai suatu tujuan. C. Tinjauan umum tentang Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, moral, pengetahuan, hukum, kepercayaan, adat istiadat, & ilmu (Koentjaraningrat, 2002). Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat (Koentjaraningrat, 2002). Budayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism(Koentjaraningrat, 2002). 24 Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Secara sederhanakebuadayaandapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan (Prasetyawati, 2012). Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya (Koentjaraningrat, 2002). 25 Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaankebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Herskovits, budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 2002). Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Prasetyawati, 2012). 26 1. Jenis-jenis kebudayaan di Indonesia a. Kebudayaan Modern Kebudayaan modern biasanya berasal dari manca negara datang di Indonesia merupakan budaya/ kesenian import. Budaya modern akting, penampilan, dan kemampuan meragakan diri didasari sifat komersial. Budaya modern lebih mengesampingkan norma , gaya menjadi idola masyarakat dan merupakan target sasaran Contoh : film, musik jazz. b. Kebudayaan Tradisional Bersumber dan berkembang dari daerah setempat. Penampilan mengutamakan norma dengan mengedepankan intuisi bahkan bersifat bimbingan.Dan petunjuk tentang kehidupan manusia. Kebudayaan tradisional kurang mengutamakan komersial dan sering dilandasi sifat kekeluargaan. Contoh : Ketoprak, wayang orang, keroncong, ludruk. c. Budaya Campuran Budaya campuran pada hakekatnya merupakan campuran budaya modern dengan budaya tradisional yang berkembang dengan cara asimilasi ataupun defusi. Kebudayaan campuran sudah memperhitungkan komersiel tapi masih mengindahkan norma dan adat setempat. Contoh : Musik sari(Koentjaraningrat, 2002). dangdut, orkes gambus, campur 27 2. Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan. 3. Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Koentjaraningrat, (2002)mengemukakan bahwaada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah : a. Umur Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain. b. Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat. c. Pekerjaan Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing 28 akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing.Sebaliknya buruh yang bekerja di industry, missal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu. d. Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknyamalnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah. Menurut H.RayElling (1970) ada 2 faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan : 1. Self concept Self concept kita ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positip dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruska perilaku kita, begitu pula sebaliknya. 2. Image kelompok Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan 29 medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter. Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan adalah: a. Pengaruh tradisi Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat, misalnya di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru,Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus.penderitahamya terbatas pada anak-anak dan wanita.setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tadisikanibalisme b. Sikap fatalistis Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit pengobatan bagi anaknya yang sakit,atau menyelamatkan seseorang dari kematian. c. Sikap ethnosentris Sikap ethnosentrime adalah sikap yang memandang bahwa kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain misalnya orang-orang barat merasa bangga 30 terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju,sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisi lain,semua anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secaralamiah adalah yang terbaik. Oleh karena itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan masyarakat.dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi masyarakat dimana mereka bekerja lebigh mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri. d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi, disuatudaerah pedesaan tertentu menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat bernaggapandaun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing. e. Pengaruh norma Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya , norma di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota 31 masyarakatnya yang mendukung norma tersebut. Sebagaicontoh,untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena adanya norma yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi layanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan.Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan. f. Pengaruh nilai Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih. Meskipun masyarakat mengetahiu bahwa beras merah lebih banyak mengandung vitamin B1 jika dibandingkan dengan beras putih,masyarakat ini memberikan nilai bahwa beras putih lebih enak dan lebih bersih.Contoh lain adalah masih banyak petugas kesehatan yang merokok meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya merokok terhadap kesehatan g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, 32 manusia yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa (Notoatmodjo, 2007). Pada tingkat awal proses sosialisasi,seorang anak diajakan antara lain bagaimana cara makan,bahan makanan apa yang dimakan,cara buang air kecil dan besar,dan lain-lain. kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anakersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat mempngaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah (Koentjaraningrat, 2002). Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan.Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut (Koentjaraningrat, 2002). Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi,atau dengan perkataan lain,suatu perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan perubahan yang ketiga.apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh terhadap perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan 33 apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan (Notoatmodjo, 2007). 4. Perubahan Sosial Budaya Dalam teori HL blum tentang status ksehatan,maka dijelaskan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan, antara lain: 1) Lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik,socialbudaya,ekonomi, prilaku,keturunan,dan pelayanan kesehatan. 2) Belum juga menjelaskan,bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan,tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan 3) Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai latar budaya yang beraneka ragam.lingkungan budaya tersebut sangat mepegaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut,sehingga dengan beranekaragam budaya,menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Dengan masalah tersebut, maka petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka ragam, perlu sekali mengetahui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,agarpelayanan kesehatan yang diberikan kepada 34 masyarakat akan memberikan hasil yang optimal,yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat (Prasetyawati, 2012). Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan masyarakat.dengan definisi tersebut,Ternyata pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak sehingga untuk lebih konkretnya maka ada beberapa unsur masyarakat 5. Kebudayaan bagi wanita hamil di Indonesia dapat di kelompokan berdasarkan etnis Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap peristiwa itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia.Masa kehamilan dan kelahiran dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau bayi maupun bagi ibunya karna itu sejak kehamilan sampai kelahiran para kerabat dan handai-tolan mengadakan serangkaian upacara baggi wanita hamil dengan tujuan mencari keselamatan bagi diri wanita itu serta bayinya,saat berada di dalam kandungan hingga saat lahir (Prasetyawati, 2012). Orang jawa adalah salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari pertistiwa kehamilan,sehingga di dalam adat-istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang cukup rinci untuk menyambut kelahiran bayi. Biasanya upacara dimulai sejak usia ketujuh bulan kandungan ibu sampai pada saat 35 kelahirannya,walaupun ada pula sebagian kecil warga masyarakat yang telah melakukannya sejak janin di kandungan ibu berusia tiga bulan.upacara –upacara adat jawa yang bertujuan mengupayakan keselamatan bagi janin dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya itu adalah upacara mitoni,procotan dan brokohan (Prasetyawati, 2012) Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir pada usia tujuh bulan mempunyai peluang untuk hidup,bahkan lebih kuat daripada bayi yang lahir pada usia kehamilan delapan bulan,walupun kelahiran itu masih prematur.Kepercayaan ini tampak terdapat pula pada sejumlah suku bangsa di indonesia dan malaysia(Koentjaraningrat, 2002). Upacara procotan dilakukan dengan membuat sajian jenang procot yakni bubur putih yang dicampur dengan irisan ubi.Upacara procotan khusus bertujuan agar sang bayi mudah lahir dan rahim ibunya (Notoatmodjo, 2007). Brokohan adalah upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat dengan membuat sajian nasi urap dan telur rebus yang diedarkan pada sanak kluarga untuk memberitahukan kelahiran sang bayi. Pusat perhatian orang jawa mengenai pelaksanaan upacara pada masa kehamilan dan kelahiran terletak pada unsur tecapainya keselamatan,yang dilandasi atas keyakinan mengenai krisis kehidupan yang mengandung bahaya dan harus ditangkal,serta harapan akan kebaikan bagi janin dan ibunya.Maka upacara 36 kelahiran seringkali tidak dilaksanakan dalam bentuk kenduri besar dengan mengundang banyak handai-taulani (Koentjaraningrat, 2002). Selain di Jawa di Setiap daerah juga mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda dikalangan masyarakat terhadap kesehatan ibu. Berikut budaya yang ada di beberapa daerah terhadap kesehatan ibu hamil : 1) Jawa Tengah: Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkanperdarahan yang banyak. 2) Jawa Barat :Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. 3) Masyarakat Betawi :Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Daerah Subang Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan (Wibowo,1993). Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan 37 kebudayaan ibu bersalinyang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat pada ibu bersalin: a) Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut Labisiapumila ini, berdasarkan kajian atas obatobatan tradisional di Sabah, Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat membantu menimbulkan kontraksi. Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya. Karena, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi (Prasetyawati, 2012). b) Meluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Ini tak benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan 38 berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. (Koentjaraningrat, 2002). c) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan. Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya, maka diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun. d) Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena telur banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh. e) Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan. Ini benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol, jadi panas ke tubuh. Begitu juga tape serta 39 aneka masakan yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari. Buah nanas juga, karena bisa mengakibatkan keguguran. f) Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.Yang membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera (Prasetyawati, 2012). g) Tak boleh keramas Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu sebab, sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan air dingin. Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak menempel di mata.Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan menggunakan ratus pewangi.Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi jaman sekarang dirasa memberatkan.Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering beraktivitas di luar rumah. Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal dilakukan jam 5 atau 6 untuk mandi pagi dan sebelum magrib untuk mandi malam. Penggunaan air dingin, katanya, justru lebih baik ketimbang air hangat karena bisa melancarkan produksi ASI (Notoatmodjo, 2007). Hindari makan jemekGolongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan terung.Karenakonon ragam makanan tadi 40 bisa dikhawatirkan bikin benyek organ vital kaum Hawa.Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat (Koentjaraningrat, 2002). Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB.Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh.Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan. h) Tidak boleh berpergian Kalau dipikir-pikir larangan ini, bertujuan supaya si ibu tak terlalu letih beraktivitas. Kalau capek bisa-bisa ASI-nya berkurang. Kasihan si kecil.Karena biasanya seumur ini sedang kuat-kuatnya menyusu.Belum lagi kemungkinan si bayi rewel ditinggal ibunya terlalu lama.Sementara kalau diajak pun masih kelewatkecil.Malah takut ada apa-apa di jalan, terutama kalau menggunakan angkutan umum.Bepergian pun membuat si ibu jadi tak tahan menghadapi aneka godaan untuk menyantap segala jenis makanan yang dipantang 41 6. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit.Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit.Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis.Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit (Prasetiawati, 2010). Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut.Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku.Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit (Notoatmodjo, 2007). Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang 42 sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti (Prasetyawati, 2012). D. Tinjauan Umum Tentang Ibu Hamil Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovumdan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saatfertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalamwaktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatuberlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke- 40)(Prawirohardjo,2010). Masa kehamilan adalah dimulai dari konsepsi sampai lahirnyajanin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono,2011). Seorang ibu dapat didiagnosa hamil adalah apabila didapatkan tanda –tanda pastikehamilan yaitu Denyut Jantung Janin (DJJ) dapatdidengar dengan stetoskoplaenecpada minggu 17-18, dapat dipalpasi (yangharus ditemukan adalah bagian-bagian janin jelas pada minggu ke-22 dangerakan janin dapat dirasakan dengan jelas setelah minggu 24) dan juga dapat di Ultrasonografi (USG) pada minggu ke-6 (Kusmiyati 2010). Dengan disimpulkan bahwa Ibu hamil adalah seorang ibu dimulaimasa kehamilan atau mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.Lamanyakehamilan 43 normal adalah 280 hari atau 40 minggu, di hitung dari haripertama haid terakhir dan dapat dilihat tanda pasti hamil yaitu ada gerakanjanin dalam rahim (terlihat atau teraba gerakan janin dan teraba bagianbagianjanin), terdengar denyut jantung janin (Kusmiyati2010). Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester 1 sampai dengan trimester 3 (Depkes RI, 2011). Tanda dan gejala kehamilan meliputi : a. Payudara mulai membesar pada usia kehamilan 4-8 minggu b. Mulai terasa mual pada usia kehamilan 4-6 minggu c. Merasakan gerakan janin pertama kali primi para pada usia kehamilan 18-20 minggu d. Mulai terdengar denyut jantung janin pada usia kehamilan 20 minggu e. Amonorea atau tidak haid f. Mungkin terjadi pada bulan pertama dan menghilang makin tuanya kehamilan g. Pusing terjadi pada bulan pertama kehamilan dan sesudah kehamilan 16 minggu sering dijumpai bila berada pada tempat-tempat ramai h. Sering kencing terjadi pada bulan pertama kehamilan karna tertekan oleh kandung uterus yang membesar dan hilang pada triwulan kedua karena uterus keluar dari rongga panggul i. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun pengaruh hormon steroid. j. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu keatas, seperti pipi, leher dan garis tengah abdomen menjadi lebih hitam (linea gravida). k. Varises dijumpai pada triwulan terakhir (Depkes RI, 2011). 44 Tanda-tanda hamil pasti terdiri dari : a. Dapat diraba dan dikenal bagian-bagian janin b. Dapat dihitung dan didengar bunyi jantung janin c. Dapat dirasakan gerakan janin ada dan balotemen oleh pemeriksa d. Tampak kerangka janin pada pemeriksaan rontgen e. Dapat dilihat kantong kehamilan/janin dengan ultrasonografi Tanda pasti hamil a. Amonorea (tidak haid) b. Nausea (enek, mual) dan emesis (muntah) c. Mengidam (menginginkan makanan dan minuman tertentu) d. Pigmentasi kulit e. Hegar’s sign adalah melunaknya isthimus uteri pada usia kehamilan 68 minggu f. Chadwiks sign adanya bendungan vaskuler sehingga adanya perubahan pada warna pada vagina dan cervix g. Piscaseck sign h. Kontraksi Braxton hiks Tanda-tanda ibu hamil sehat : a. Cukup tenaga dan bersemangat b. Nafsu makan baik c. Tidak pusing-pusing dan tidak mengalami perubahan penglihatan d. Tidak mual dan muntah-muntah berlebihan e. Tidak merasa panas disaluran kemih ketika BAK 45 f. Tidak ada gatal-gatal di vagina g. Tidak ada bengkak pada tangan dan wajah Keluhan normal pada kehamilan : a. Mual-mual ringan pada 3-4 bulan pertama kehamilan b. Sering mengantuk pada 3-4 bulan pertama kehamilan dan minggu terakhir kehamilan c. Rasa nyeri anggota tubuh yang hilang bila istirahat dan dipijiat d. Nafas sedikit sesak pada kehamilan 8-9 bulan karena desakan janin. Penyakit-penyakit yang diderita pada kehamilan : a. Paru, batuk darah (TBC), sesak nafas (asma, sakit jantung) dsb. b. Malaria perlu diperiksa pada darah tepi c. Penyakit ginjal, batu saluran kemih, sistitis, pielonefritis d. Diabetes e. Psikokis, gangguan jiwa f. Epilepsi g. Riwayat kesehatan keluarga, penyakit yang diderita keluarga kemungkinan pula muncul pada kehamilan seperti DM, hipertensi dan lain-lain. h. Kebiasan-kebiasaan yang mempengaruhi kehamilan, merokok, minumminuman keras, obat penenang, analgetik, ganja dan morfin. E. Tinjauan umum tentang Angka Kematian Ibu ( AKI ) Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa 46 memandang lama dan Stempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI 2010). Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs) tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi ¾ resiko jumlah kematian ibu dengan presentase102 per 100.000 kelahiran hidup. Ingin dicapai pada tahun 2011 salah satunya yaitu AKI sebesar 226 per1000 kelahiran Hidup (Hardiansyah 2012). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indicator untuk melihat derajat kesehatan perempuan karena kematian ibu mengakibatkan Negara kehilangan sejumlah tenaga produktif, meningkatnya tingkat morbilitas dan mortalitas anak. WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu meninggal karena anemia dan proses persalinan. (Depkes RI 2011). Menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20 persen sampai dengan 89 persen, dengan menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Sehingga angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggiMuhilaiDjumadias A. N, (1979), juga mengemukakan bahwa sekitar 70 persen ibu hamil di Indonesia menderita anemia kekurangan gizi (WHO, 2012). 47 Pada pengamatannya lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat Indonesia adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu di daerah pedesaan banyak di jumpai ibu hamil yang malnutrisi atau kekurangan gizi, kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi yang rendah, serta banyaknya kehamilan dibawah usia 18 tahun atau kehamilan diatas usia 35 tahun. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dalam penelitiannya Iskandar (1998), mengemukakan, bahwa persentase ibu hamil yang menderita anemia sudah mengalami penurunan, yaitu dari 73,7 persen pada tahun 1986 menjadi 51,3 persen pada tahun 1995. namun dengan adanya krisis, diramalkan tingkat anemia ibu hamil akan meningkat pada tahun 1999 sampai dengan tahun-tahun berikutnya apabila tidak dilakukan adanya peningkatan gizi. Disamping itu, dalam penelitiannya yang lain yang dilakukan di jawa barat menunjukkan bahwa persentase tersebut akan terus meningkat karena banyaknya sistem penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit malah sering memeperburuk situasi. Sistem penanganan kegawatdaruratan yang dimaksud adalah dalam persediaan tablet zat besi serta kurang lancarnya komunikasi antara petugas dengan pasien.(WHO, 2012). WHO menyatakan bahwa anemia merupakan penyebab penting dari kematian ibu saat hamil ataupun melahirkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kematian ibu saat melahirkan akibat anemia adalah 70% dan 48 sekitar 19,7% akibat hal lain. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan ibu saat melahirkan (Nova Fridalni, 2010 ). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26%.(Anisma 2011). Simanjuntak mengemukakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia akibat kekurangan gizi dan pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi (Manuaba, 2010). F. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima danterjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota 49 Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah : a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif denganpendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatanyangtujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentuPuskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan pelayanan kesehatansecarabermutu.ProgramPuskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi : a. Promosi kesehatan b. Kesehatan Lingkungan c. KIA & KB d. Perbaikan gizi e. Pemberantasan penyakit menularyangterdiri dari rawat jalan, rawatinap, penunjang medik (laboratorium dan farmasi) Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan danpuskesmas rawat inap. a. Pelayanan rawat jalan. Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. 50 Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas. b. Puskesmasrawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindaklanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.Pendirianpuskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, 2) puskesmas mudah dicapai dengankendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, puskesmas dipimpin oleh seorangdokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai 3) jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari 4) pendudukwilayahkerjapuskesmasdanpendudukwilayahpuskesmasdis ekelilingnya minimal rata-rata 20.000 orang/Puskesmas. 5) pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes RI, 2011). 51 G. Tinjaun Tentang Penelitian Sebelumnya No Nama Tahun Sartika Dewi 2013 1 Sulastri Putri 2012 2 3 Susianti 2013 Dengko Judul Penelitian faktorfaktor yang berhubung an dengan pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil diwilayah kerja puskesmas Kawanggu Kabupaten Sumbar Timur Hasil Penelitian Sumber terdapat hubungan Jurnal yang signifikan antara pengetahuan dengan pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil p value (0,000<0,05), terdapat hubungan yang signifikan antara sosial dengan pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil p value (0,000<0,05) dan terdapat hubungan yang signifikan antara budaya dengan pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil p value 0,000<0,05). Hubungan Hasil tidak ada Jurnal Dukungan hubungan antara suami dukungan suami Dengan dengan pola pencarian pola pelayan kesehatan ibu pencarian hamil dengan pelayan vefalue=0,393,05=1,6 kesehatan 15 dan 1C 95%. ibu hamil (0,674-3,871). di puskesmas Jetis Desa Krajan Kecamata n Weru Kabupaten Sukoharjo. Hubungan Hasil Penelitian Jurnal motivasi menunjukan bahwa dan ada hubungan yang dukungan signifikan antara suami motivasi terhadap pola Terhadap pencarian pelayan 52 pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil di puskesmas Mojoagun g Kabupaten Jombang kesehatan ibu hamil, di dapatkan hasil uji Fisher Exact dengan Significancy= 0,000 pada a =0,05. ada hubungan yang signifikan antara dukungan Suami terhadap pola pencarian pelayan kesehatan ibu hamil, di dapatkan hasil uji Fisher Exact dengan Significancy= 0,003 pada a =0,05. 53 H. Kerangka Teori Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis hubungan Sosial Budaya Dengan Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Di Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Brunner & Suddarth (2002) sehingga dapat digambarkan secara sistematis pada gambar berikut: Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Gambar 1 .Kerangka Teori (Brunner & Suddarth ,2002 dan Lawrence Green alam Notoatmodjo, 2007 dan Proverawati, 2009 54 I. Kerangka Konsep Keterangan : : Variabel Independen : Variabel Dependen Gambar 2. Kerangka Konsep Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Di Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara. 55 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix methode yaitu gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu dengan menggunakan pendekatan fenomenologis yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara mendalam. Kuantitatif dengan pendekatan observasional, untuk memperoleh gambaran Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial dan Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September tahun 2015, dan bertempat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015. C. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilanya di Puskesmas Lasolo Kabupaten Konawe Utara sebanyak 235 ibu hamil. b. Sampel Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruhan populasi (Notoatmodjo,2005). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini 55 56 menggunakan sampel acak sederhana (simpel random sampling) dengan rumus Slovin sehingga besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 sampel. Adapun tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan rumus Slovin yaitu sebagai berikut: N 1 N 2 235 n 1 235(0,1) 2 235 n 1 235(0,01) 235 n 1 2.35 235 n 3,35 n 70,1 n 70 n Keterangan : n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi = Tingkat kesalahan pengambilan sampel ( 0,05 ) Jadi, besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 orang. D. Sumber Data/Informasi Sumber data Kualitatif penelitian ini adalah dari informan kunci dan informan biasa, dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria untuk informan kunci yaitu mereka yang memliki pemahaman luas tentang kebiasaan masyarakat setempat. Adapun informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 2 orang yaitu Bidan desa dan dukun. 57 2. Kriteria untuk informan biasa dalam penelitian ini sebanyak 2 orang yaitu dari masing-masing perwakilan suku Bugis, , dan, suku Tolaki. E. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 1. Sosial Sosial pada penelitian ini adalah ruang lingkup atau kehidupan sosial masyarakat seperti (Dukungan keluarga, Pendapatan pengetahuan dan Sikap) yang terkesan tertutup untuk menerima hal-hal baru yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat (keluarga) mengambil keputusan yang tepat untuk mencari pelayanan kesehatan guna untuk memeriksakan kehamilannya. a. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga adalah keikutsertaan keluarga memberikan nasehat atau informasi untuk pelayanan kesehatanbagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Jumlah soal Dukungan Keluarga sebanyak 10 soal Kriteria objektif 1) Skoring pertanyaan Dukungan Keluarga yaitu : a. Jumlah pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan b. Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban c. Skor tertinggi = 10 x 1 = 10 (100%) d. Skor terendah = 10 x 0 = 0 (0%) 58 2) Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu cukup dan kurang). Kriteria objektif : Mendukung : Bila jawaban responden > 50% dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Mendukung : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). b. Pendapatan Pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur kemiskinan relatif. Dengan pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. Kriteria objektif : 59 Cukup :Bila responden memiliki pendapatan Rp≥2.000.000 Tidak Cukup : Bila responden memiliki pendapatan Rp500.000Rp1.000.000 (Riduwan, 2007). c. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang pentingnya mencari pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan yang sehat. Jumlah soal Pengetahuan sebanyak 10 soal Kriteria objektif 1) Skoring pertanyaan Pengetahuan yaitu : a. Jumlah pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan b. Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban c. Skor tertinggi = 10 x 1 = 10 (100%) d. Skor terendah = 10 x 0 = 0 (0%) 2) Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 60 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang). Kriteria objektif : Baik : Bila jawaban responden memiliki skor > 50% dari jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Baik : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). d. Sikap Sikap adalah pandangan atau respon ibu terhadap upaya melakukan pencarian pelayanan kesehatan bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Jumlah soal Sikap sebanyak 10 soal Kriteria objektif 1) Skoring pertanyaan Sikap yaitu : a. Jumlah pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan b. Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban c. Skor tertinggi = 10 x 1 = 10 (100%) d. Skor terendah = 10 x 0 = 0 (0%) 61 Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu cukup dan kurang). Kriteria objektif : Baik : Bila jawaban responden > 50% dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Baik : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). e. Pemeriksaan kehamilan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan kehamilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Budaya Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam mencari kehamilannya. pelayanan kesehatan untuk memeriksakan 62 Jumlah soal pengetahuan sebanyak 6 soal Kriteria objektif Skoring pertanyaan Sikap yaitu : Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban Skor tertinggi = 6 x 1 = 6 (100%) Skor terendah = 6 x 0 = 0 (0%) Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu cukup dan kurang). Kriteria objektif : Baik : Bila jawaban responden > 50% dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Baik : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). 63 f. Pencarian Pemeriksaan Kehamilan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah budaya dalam memilih melakukan pemeriksaan kesehatan kehamilan yang dilakukan dalam tradisi sesuai dengan standart pelayanan antenatal yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Kriteria objektif Baik : : Bila responden memeriksakan kandungan ke dukun dan ke bidan. Kurang Baik : Bila responden tidak memeriksakan kandungan ke dukun dan ke bidan (Riduwan, 2007). g. Pengobatan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah budaya pengobatan kehamilan yang dilakukan sesuai dengan standart pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Jumlah soal pengetahuan sebanyak 6 soal Kriteria objektif Skoring pertanyaan Sikap yaitu : Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban Skor tertinggi = 6 x 1 = 6 (100%) Skor terendah = 6 x 0 = 0 (0%) 64 Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu cukup dan kurang). Kriteria objektif : Baik : Bila jawaban responden > 50% dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Baik : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). h. Budaya makan Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Makanan pada saat hamil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah budaya dalam memperoleh informasi terhadap Makanan yang dianjurkan pada saat hamil yang sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan Jumlah soal pengetahuan sebanyak 4 soal Kriteria objektif 65 Skoring pertanyaan Sikap yaitu : Jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan Pertanyaan yang diskoring mempunyai 2 pilihan jawaban Skor tertinggi = 4 x 1 = 4 (100%) Skor terendah = 4 x 0 = 0 (0%) Penentuan kriteria objektif R I= K 100 I= = 50 % 2 Keterangan : I = Interval R = Range/ kisaran (100 % - 0 % = 100%) K = Jumlah kategori (dibagi atas 2 kategori yaitu cukup dan kurang). Kriteria objektif : Baik : Bila jawaban responden > 50% dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan. Kurang Baik : Bila jawaban responden ≤ 50 % dari seluruh jumlah pertanyaan yang diberikan (Riduwan, 2007). 66 i. Persalinan Pola Pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pada saat persiapan Persalinan adalah budaya dalam melakukan persiapan ibu yang pada saat melahirkan. Kriteria objektif Baik : : Bila responden pada saat melahirkan di tolong oleh dukun dan bidan Kurang Baik : Bila responden tidak di tolong oleh bidan dan dukun pada waktu melahirkan (Riduwan, 2007). 2. Budaya Budaya pada penelitian ini adalah rasa kepercayaan masyarakat terhadap adat istiadat atau ritual yang berkembang di masyarakat seperti ritual tujuh bulanan, totabik, dan larangan-larangan selama masa kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan dan pemilihan untuk perawatan kehamilan. Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Berdasarkan Budaya Pemeriksaan, Budaya Perawatan, Budaya Pengobatan, Budaya Makanan pada saat hamil dan budaya pada saat persiapan Persalinan. a. Pemeriksaan 1. Kemana Melakukan Pemeriksaan kemamilan Kehamilan 2. Pemeriksaan Apa saja yang dilakukan b. Pencarian 3. Kemana mencari pelayanan pelayanan kesehatan untuk Melakukan kesehatan Pemeriksaan Kehamilan 4. Pemeriksaan Apa saja yang dilakukan Untuk mengetahui kemana dan pemeriksaan apa yang dilakukan Untuk mengetahui kemana dan pemeriksaan apa yang dilakukan 67 c. Pengobatan d. Makanan e. Persalinan 5. Kemana Melakukan Pengobatan Kehamilan 6. Pengobatann Apa saja yang berikan 7. Kemana memperoleh imformasi makanan yang di anjurkan pada saat hamil. 8. Makanan Apa saja yang di anjurkan pada saat hamil ? Untuk mengetahui kemana dan pengobatan apa yang diberikan Untuk mengetahui darimana informasi dan makanan apa yang diberikan 9. Kemana persiapan persalinan direncanakan 10. Apa saja persiapan persalinan yang dilakukan Untuk mengetahui Kemana persiapan persalinan direncanakan Dan persiapan persalinan yang dilakukan F. Instrumen Penelitian Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Kuesioner dan Pedoman wawancara yang berisi semua item pertanyaan. 2. Alat tulis, terdiri dari buku tulis dan pulpen,. perangkat ini digunakan untuk menghimpun informasi yang didapat di lapangan, berupa catatan yang dianggap penting untuk keperluan penelitian. 3. Komputer, yaitu alat yang digunakan untuk menyusun laporan hasil penelitian dengan memakai perangkat lunak untuk analisa data G. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang langsung diambil dan diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) dan observasi secara langsung. Data primer yang akan ditanyakan kepada responden adalah data tentang variabel penelitian yang meliputi Sosial dan Budaya. 68 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui hasil pencatatan dan pelaporan di Kecamatan Lasolo di wilayah kerja Puskesmas Lasolo mengenai daftar hadir dan jumlah kunjungan ibu hamil dari Profil Puskesmas Lasolo. H. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data 1. Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah melalui prosedur sebagai berikut: a. Editing, yaitu memeriksa data yang diperoleh, apakah terjadi kesalahan atau kurang lengkap. b. Coding, yaitu memberi nomor kode pada jawaban yang telah diisi oleh responden yang ada dalam daftar kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memudahkan tabulasi data. c. Pemindahan hasil coding kuesioner ke Master Tabel dan Matriks Wawancara 2. Analisis Data a. Kuantitatif yaitu Data pada master tabel diolah dengan menggunakan komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentasi yang disertai dengan penjelasan-penjelasan tabel. b. Kualitatif yaitu Data Matriks Wawancara diolah dan Analisis dengan melakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang 69 muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Kemudian mengumpulkan dan mengembangkan uraian secara keseluruhan dari data yang diperoleh. Kemudian peneliti melakukan penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan serta menyajikannya dalam bentuk teks naratif. 70 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Wilayah dan Letak Geografis Keadaan wilayah kerja dan letak geografis serta luas wilayah puskemas Lasolo yaitu : 1. Letak Geografis wilayah kerja Puskesmas lasolo, secara administrasi berbatasan dengan : Sebelah selatan : Puskesmas Wawolesea Sebelah Utara : Puskesmas Molawe Sebelah Timur : Puskesmas Tapunggaya Sebelah Barat : Kecematan meluhu Kab. Konawe 2. Wilayah Kerja : meliputi 1 kelurahan dan 13 Desa Kelurahan Tinobu Desa Watukila Desa Otole Desa Larodangge Desa Waworaha Desa Andumowu Desa Basule Desa Lametono Desa belalo Desa Andeo Desa Matapila 70 71 Desa Lalowaru Desa Muara Tinobu Desa Tetelupai 3. Luas wilayah Kerja : 400.000.000 km 2. Visi Misi Pembangunan Kesehatan VISI : Menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Dasar Yang Merata dan Berkualitas Untuk Mewujudkan Kecamatan Lasolo sehat. MISI : Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan berkeadilan serta terjangkau oleh masyarakat Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan sehat Meningkatkan serta mengembangkan upaya kesehatan berbasis masyarakat dengan kerja sama lintas sektor dan kesadaran dari masyarakat sendiri Mengembangkan inovasi pelayanan kesehatan secara profesional untuk mendukung terwujudnya kecamatan Lasolo Sehat Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelaynan kesehatan yang diselenggarakan. Memelihara dan meningkatan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. 72 3. Sosial Ekonomi Pada umumnya penduduk yang berdomisili diwilayah kerja puskesmas Lasolo bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri, nelayan, Petani, TNI / Polri, Swasta, Wiraswasta, Tukang dan Pedagang. 4. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lasolo adalah sebagai berikut : No 1 2 Jenis sarana kesehatan Sarana kesehatan pemerintah Puskesmas Induk Puskesmas Pembantu Polindes Sarana kesehatan bersumberdaya masyarakat Posyandu Bayi dan Balita serta Ibu hamil Dokter Praktek Jumlah Keterangan 1 2 2 Aktif Aktif Tidak Aktif 14 Aktif 1 Aktif 5. Tenaga Kesehatan N o 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Tenaga Dokter Umum Dokter Gigi S1 Kesehatan masyarakat S1 Keperawatan S1 Kebidanan D III Keperawatan D III Gizi D III Farmasi PNS 0 1 12 3 1 3 1 1 Status Ketenagaan PTT Honorer Sukarela 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 2 0 5 2 1 Jmlh 1 2 12 5 1 16 3 2 73 9 D III Kesling 0 0 0 0 10 D III Kebidanan 0 9 0 2 11 D III Analis 1 0 0 0 Kesehatan 12 SMA 0 0 0 3 JUMLAH 22 11 8 15 Sumber: Data Primer Puskesms Lasolo Kec. Lasolo Tahun 2014 0 11 1 3 56 6. Sarana Prasarana No Jenis sarana 1 Mobil Operasional Mobil Ambulance Motor 2 3 4 Motor 5 Motor 6 7 Motor Motor Spesifika i Avansa APP Arema Suzuki Sogun Yamaha Jupiter Z Yamaha Mio Soul Mio J Honda Revo Jml 1 Pjo. Penggunaan Ka. Puskesmas 1 1 2 2 15 1 Petugas kesling Petugas promkes Dokter Umum Bikor Bidan Desa Petugas Surveilans Tahun Ket. 2009 Baik 2014 Baik 2009 Rusak 2014 Baik 2012 Baik 2014 Baik 2014 2013 2010 Baik Baik Rusak B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Utara, tepatnya pada wilayah kerja Puskesmas Lasolo di Kecamatan Lasolo pada tanggal 25 Agustus 2015. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka disajikan hasil penelitian sebagai berikut : 1. Karakteristik Responden 74 Karakteristik Responden adalah jawaban yang diberikan langsung oleh responden yang mencakup : Umur, Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan. Karakteristik tersebut disajikan pada tabel-tabel dibawah ini : a) Umur Umur adalah lama waktu hidup seseorang dihitung sejak tahun lahir sampai ulang tahun terakhir (Rush, 2002). Distribusi responden menurut kelompok Umur disajikan pada tabel 1. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ibu hamil di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Umur Jumlah (n) % 1 <20 Tahun 2 2.9 2 20-35 Tahun 52 74.3 3 >35 Tahun 16 22.9 Total 70 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) sebagian besar responden berada pada kelompok umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 52 orang (74.3%), sedangkan yang terendah berada pada kelompok umur <20 tahun yaitu sebanyak 2 orang (2.9%). b) Pendidikan Terakhir Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya (Rush, 2002). Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah tingkat pendidikan terakhir yang diraih oleh responden. Distribusi responden menurut Pendidikan Terakhir disajikan pada tabel 3. 75 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu hamil Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pendidikan Terakhir 1 2 3 4 SMP SMA D3 S1 Total Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Jumlah (n) % 8 37 8 17 70 11.4 52.9 11.4 24.3 100.0 Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%), tingkat pendidikan responden bervariasi. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA yaitu berjumlah 37 orang (52.9%), dan sebagian kecil responden memiliki tingkat pendidikan D3 dan SMP yaitu berjumlah 8 orang (11.4%). c) Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan responden yang menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya. Distribusi responden menurut tingkat Pekerjaan disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ibu Hamil Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pekerjaan Jumlah (n) % 1 PNS 17 24,3 2 IRT 49 70 3 Petani 2 2,9 4 Nelayan 2 2,9 Total 70 100 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden bervariasi. Sebagian besar pekerjaan responden sebagai ibu rumah 76 tangga (IRT) berjumlah 49 orang (70%), PNS 17 orang (24.3%) dan sebagian kecil adalah petani dan nelayan 2 orang (2,9%). d) Usia Kehamilan Distribusi responden menurut Usia Kehamilan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Distribusi Responden Menurut usia kehamilan ibu hamil di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Tahun 2015 No Usia Kehamilan Jumlah (n) % 1 1-3 Bulan 6 8.6 2 4-6 Bulan 30 42.9 3 7-9 Bulan 31 44.3 4 Sudah Melahirkan 3 4.3 Total 70 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) sebagian besar responden memiliki usia kehamilan yaitu sebanyak 79 bulan (44.3%), sedangkan yang terendah berada pada usia kehamilan 1-3 bulan yaitu sebanyak 6 orang (28.6%) serta yang sudah melahirkan sebanyak 3 responden (4.3%). e) Alamat Distribusi responden menurut alamat dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut: 77 Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Alamat ibuhamil di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Tahun 2015 No Alamat Jumlah (n) % 1 Desa Wawolesea 6 8.6 2 Desa Waworaha 16 22.9 3 Desa Watukila 16 22.9 4 Desa Otole 7 10.0 5 Desa Larodangge 9 12.9 6 Desa Basule 13 18.6 7 Desa Andumowu 3 4.3 Total 70 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%), jumlah responden atau ibu hamil terbanyak terdapat pada Desa Waworaha dan Desa Watukila yaitu berjumlah 16 orang (22,9%), dan jumlah ibu hamil atau responden paling sedikit terdapat pada Desa wawolesea yaitu berjumlah 6 orang (8,6%). f) Agama Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan/kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tata peribadatan dan tata kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya dengan kepercayaannya itu (Pusat Bahasa Depdiknas, 2005). Distribusi responden menurut agama dalam penelitian ini dapat di lihat pada tabel 7: Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Agama di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Tahun 2015 No Agama Jumlah (n) % 1 Islam 70 100 Total 70 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 78 Tabel 7 menunjukkan bahwa semua responden yakni 70 orang (100%) menganut agama Islam. g) Suku Distribusi responden menurut suku dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Suku ibu Hamil di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Tahun 2015 No Suku Jumlah (n) % 1 2 3 4 Suku Tolaki Suku Bugis Suku Bajo Suku Muna Total Sumber : Data Primer, Agustus 2015 37 23 5 5 70 52,9 32,9 7,1 7,1 100 Tabel 8 menunjukkan suku responden bervariasi. Sebagian besar responden memiliki suku Tolaki yang berjumlah 37 orang (52,9%), dan sebagian kecil responden memiliki suku Muna dan Bajo yang berjumlah masing-masing 5 orang (7.1%). 2. Analisis Variabel Penelitian a) Variable Sosial Sosial pada penelitian ini adalah ruang lingkup atau kehidupan sosial masyarakat seperti (Dukungan keluarga, Pendapatan,Pengetahuan dan Sikap) yang terkesan tertutup untuk menerima hal-hal baru yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat (keluarga) mengambil 79 keputusan yang tepat untuk mencari pelayaanan kesehatan guna untuk memeriksakan kehamilannya. 1. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga adalah keikutsertaan keluarga memberikan nasehat atau informasi untuk memilihkan tempat perawatan kehamilannya. Tabel 9. Distribusi Responden Pola Pencrian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Dukungan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Dukungan Keluarga Jumlah (n) % 1 Baik 62 88,6 2 Kurang Baik 8 11,4 Total 70 100 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) yang memiliki dukungan keluarga pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik sebanyak 62 responden (88,6%), sedangkan yang memiliki dukungan keluarga pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang baik sebanyak sebanyak 8 responden (11,4%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dukungan Keluarga pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil 80 Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga yang baik dengan jumlah sebanyak 62 responden (88,6%). Dukungan keluarga sangatlah penting dalam pengambilan keputusan pada penentu pada ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan meskipun keluarga tidak ikut langsung untuk mengantarkan kepelayanan kesehatan karena ada kesibukan tertentu, namun keluarga sangat memdukung untuk memberikan motivasi dan dukungan kepada ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatan kehamilanya serta dapat memberikan dorongan moril serta semangat serta kepercayaan tehadap si ibu hamil. 2. Pendapatan Pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur kemiskinan relatif. Dengan pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. 81 Tabel 10. Distribusi Responden Poila Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu hamil Berdasarkan Pendapatan Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pendapatan Jumlah (n) % 1 Kurang 14 20 2 Cukup 56 80 Total 70 100 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) yang memiliki Pendapatan pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori cukup sebanyak 56 responden (80%), sedangkan yang memiliki pendapatan pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang sebanyak sebanyak 14 responden (20%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola Perawatan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada pada kategori cukup yaibu dengan jumlah responden sebanyak 56 responden (80%) . Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat keluarga yang masih rendahnya tinkat pendapatan keluarga di karenakan pekerjaan mereka yang masih belum menjanjikan, 82 namun ada juga yang sudah cukup. Jika dirata-ratakan pendapatan perbulannya itu kurang lebih dari Rp 500.000 perbulan, dimana pendapatan ini tergantung dari pekerjaan yang dilakukan oleh suami atau istri. Sedangkan sebagian responden memiliki pendapatan keluarga yang cukup tinggi dikarenakan banyaknya ibu hamil yang memiliki pekerjaan tetap yaitu sebagai PNS serta sebagian responden di tunjang dengan pendapatan suami yang pekerjaanya sebagai PNS. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diaptkan bahwa kurangnya pendapatan responden dikarenakan pekerjaan keluarga responden atau pekerjaan responden belum menjanjikan dalam hal ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kelurga setiap hari, misalnya bagi seorang nelayan akan menurun drastis pedapatannya ketiga terang bulan dilangit dimana hasil pendapatan ikan yang didapat ketiga terang bulan sangat sedikit sehingga hasil penjualan ikan juga sangat sedikit. 3. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang pemeriksaan kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan yang sehat. 83 Tabel 11. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pengetahuan Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pengetahuan Jumlah (n) % 1 Baik 59 84,3 2 Kurang Baik 11 15,7 Total 70 100 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) yang memiliki pengetahuan pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik sebanyak 59 responden (84.3%), sedangkan yang memiliki pengetahuan pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang baik sebanyak sebanyak 11 responden (15.7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden sebanyak 59 responden (84.3%). Sebagaian besar ibu hamil telah mengetahui pentingnya pencarian pelayanan kesehatan yang baik untuk ibu hamil dalam 84 rangka menja kesehatan kehamilanya. Mereka pergi memeriksakan kehamilannya pada bidan dan dukun pada saat umur kehamilan yang berbeda-beda, namun masih adanya kepercayaan terhadap dukun, sehingga perawatan tidak hanya mereka melakukan perawatan pada bidan namun terhdap dukun juga. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap dukun masih melekat sampai sekarang ini walaupun bidan sudah ada di desa masing-masing. Hal ini juga menunjukan bahwa masyarakat di wilayah pesisir kecamatan lasolo kabupaten konawe utara selalu memeriksakan kehamilan di puskesmas atau pada petugas kesehatan yang sudah terlatih, namun dikarenakan kebiasaan dari masyarakat setempat yang masih menjunjung tinggi budaya sehingga mereka juga memeriksakan kehamilan pada dukun yang dipercayakan di kampung mereka. Sehingga dapat dikatakan masyarakat di wilayah pesisir kecamatan lasolo kabupaten konawe utara selain memeriksakan kehamilan petugas kesehatan yang terlati ataupun di puskesmas juga memeriksakan kehamilan kedukun. Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan setempat didapatkan bahwa ketika seorang bidan menagani ibu yang melahirkan selalu kerja sama dengan dukun yang di percayakan di tempat tinggal mereka hal ini dikarenakan budaya pada masyarakat setempat masih percaya kepada dukun. 85 4. Sikap Sikap adalah pandangan atau respon ibu terhadap upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap pola pencarian pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Sikap Jumlah (n) % 1 Baik 53 75,7 2 Kurang Baik 17 24,3 Total 70 100 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) yang memiliki sikap pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik sebanyak 53 responden (75.7%), sedangkan yang memiliki sikap pada pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang baik sebanyak sebanyak 17 responden (24.3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada 86 pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden sebanyak 53 responden (75.7%). Sikap ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan baik di tempat pelayanan kesehatan (puskesmas) yakni bidan dan dukun juga tergantung dari prilaku ibu hamil terhadap pasien apakah ramah, sopan, mengerti apa keinginan pasien, sehingga pasien merasa senang dengan perilaku petugas kesehatan yakni bidan dan dukun terhadap mereka. Sedangkan Pelayanan yang diberikan oleh bidan dan dukun kepada pasien apakah menimbulkan rasa kepuasan terhadap diri individu pasien. Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam hal ini bidan sangat mereka puas karena pelayanan oleh bidan atau petugas kesehatan ada selalu memberikan informasi mengenai perkembangan kesehatan kehamilanya serta selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada ibu hamil agar selalu menja kesehatan kendunganya. Selain itu bidan juga selalu berkunjung kerumah mereka tanpa diminta oleh ibu hamil, selain itu juga adanya faktor kekeluargaan didalamnya antara bidan setempat dengan ibu hamil. Kebiasaan tersebut terjalin peda wilayah tempat tinggal mereka karena adanya rasa kekelurgaan yang sangat tinggi dilingkungan tempat tinggal mereka. Bigitu juga dengan pelayanan oleh dukun mereka merasa cukup puas karena dalam pelayanan dukun adanya faktor kekeluargaan dimana 87 adanya rasa kekelurgaan yang sangat tinggi dilingkungan tempat tinggal mereka. Sosial pada penelitian ini adalah ruang lingkup atau kehidupan sosial masyarakat seperti (Dukungan keluarga, Pendapatan,Pengetahuan dan Sikap) yang terkesan tertutup untuk menerima hal-hal baru yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat (keluarga) mengambil keputusan yang tepat untuk mencari pelayaanan kesehatan guna untuk memeriksakan kehamilannya. 1. Pengetahuan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan sosial pengetahuan ibu hamil dalam melakukan Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Untuk itu pengetahuan ibuhamil mengenai pencarian pelayanan kesehatan pemeriksaan Kehamilan dapat dilihat pada ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini : Hasil wawancara informan Suku Tolaki bahwa : “iyaaaa kalau menurut saya pencarian pelayanan kesehatan itu yaaa usaha seorang ibu hamil mencari pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilanya. Kalau saya pribadi saya mencari pelayanan kehatan untuk memeriksakan kehamilan saya, saya prg kebidan dan juga kedukun karna sudah kebiasaan keluarga kami begitu.disini itu kalau ibu hamilmemeriksakan kesehatanya selalu kebidan dan dukun. Pada saat melahirkan begitu juga.pokoknya minta bantuan pada bidan dan dukun untuk periksa kita punya kandungan.”(SU, Agustus 2015) 88 Hasil wawancara informan Suku Bugis bahwa : “menurut saya pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil itu yaaaaa pergi berobat seperi periksa kandungan kebidan. Kalau saya pergi peiksa kandungan saya kedukun dan kebidan. Sudah biasa ji kasian kita disini pergi periksa kandungan kedukun dan bidan ”(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “menurut saya yaaa.? Kalau saya ditanya apa itu pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berari seorang ibu hamil mencari pelayanan kesehatan unuk memeriksakan kehamilanya. Misalnya saya itu kebidan tapi saya juga kedukun soalnya sudah biasa mi kita disini selalu bidan dan dukun yang yang periksa kandunganya kita. Kakak ipar saya waktu melahirkan baru-baru dibantu dukun dan bidan”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada Bidan bahwa : “Sebenarnya masyarakat di disi itu suda mengerti dan tau bagaimana pentingnya memeriksakan kesehatan kendungannya di puskesmas ata kepada saya sebagai bidan disini.mereka juga kedukun. Mungkin sudah kebiasaan masyarakat disini yang secara turun-temurun selalu membutuhkan jasa dukun.”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “rata-rata masyarakat didini itu sudah berpendidikan jadi mereka sudah mengerti semuanya. mereka itu tetap datang kesaya dan juag kebidan””(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa sosial pengetahuan pencarian pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kehamilan sudah memiliki pengetahuan yang baik dan pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam 89 pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turuntemurun oleh warga setempat. 2. Pendapatan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan sosial pengetahuan ibu hamil dalam melakukan Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Untuk itu pengetahuan ibuhamil mengenai pencarian pelayanan kesehatan pemeriksaan Kehamilan dapat dilihat pada ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini : Hasil wawancara informan Suku Tolaki bahwa : “saya kan PNS di kantor kecamatan jadi penghaslan saya perbulan itu ≥Rp2.000.000 di tambah lagi suami saya guru jadi cukup untuk memenuhi kebutuhan saya untuk keluarga dan untuk memeriksakan kandungan saya”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan Suku Bugis bahwa : “pendapatan saya kalau perbulan itu tidak menetap karna saya cumin jualan di warung saya tapi dengan rejeki dari suami Alhamdulillah terpenuhi semua kebutuhan keluaga saya terutama kebutuhan saya pada saat hamil begini. Suami saya guru di SD jadi dengan gajinya kebuhan saya terpenuhi”(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “penghasilan saya perbulan alhamdulillah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya. Saya kan guru dan suami saya juga guru”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada Bidan bahwa : 90 “kebanyakan kan masyarakat disini itu PNS jadi penghasilan mereka itu sudah tetap. Ada juga ibu hamil yang bukan PNS atau dia cumin sebagai rumah tangga tapi suaminya PNS jadi kalu saya bilan masyarakat disini itu rata-rata ekonomi mampu.”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “banyak disini PNS. Kalau bukan istrinya suaminya bahkan duaduanya PNS””(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial pendapatan ibuhamil rata-rata sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan baik kebidan atau kepuskesmas dan juga dukun, dimana sebagian besar pendapatan ibu hamil ≥Rp2.000.000 per bulan. 3. Dukungan Keluarga Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan sosial sikap ibu hamil dalam melakukan Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Untuk itu sikap ibu hamil mengenai pencarian pelayanan kesehatan pemeriksaan Kehamilan dapat dilihat pada ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini : Hasil wawancara informan Suku Tolaki bahwa : “pertama kali saya perg mencari playanan kesehatan di puskesmas. Pertama kali saya diperiksa oleh ibu bidan di puskesmas. Setalah itu saya pergi juga di posiandu, saya juga 91 kedukun karena kebiasaan keluarga kami setip hamil pergi kedukun hal ini juga berdasarkan anjuran anggota keluarga saya. kalau saya pergi sama bidan untuk periksa kandungan, di bidan dia cek tensiku dia periksa kondisiku, dan bidan menyuruh saya untuk menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup dan kalau dukun biasa dia pegang-pegang perutta dan dia tiup-tiup peritta baru dia kasi air baca –bacanya. Jadi kalua kita pergi kedukun biasanya bawa air dibotol akua untuk bikin air bacabaca..” ”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan Suku Bugis bahwa : “kalau saya selalunya kepuskesmas dulu memeriksakan kesehatan. Kemudian saya juga kedukun karena kebiasaan keluarga saya itu pasti kedukun juga untuk periksa kandungan misalnya saya diurut dan ditiup-tiup. Bagusnya kedukun itu biar malam bisa tpi kalau di puskesmas harus siang hari tidak bisa malam. Tapi biasanya juga saya pergi kerumah bidan karena bidanya baik dan mw mwlayani saya kalau saya pergi dirumahnya. kalau saya pergi sama bidan untuk periksa kandungan, di bidan dia cek tensiku dia periksa kondisiku, dan bidan menyuruh saya untuk menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup dan kalau dukun biasa dia pegang-pegang perutta dan dia tiup-tiup peritta baru dia kasi air baca –bacanya. Jadi kalua kita pergi kedukun biasanya bawa air dibotol akua untuk bikin air baca-baca..”(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “kalau tradisi keluaraga saya sama dukun pergi periksa, sama bidan atau di puskesmas juga pergi.sekarang itu kami percaya pergi kepuskesmas atau bidan dan dukun. kalau saya pergi sama bidan ituuuuu untuk periksa kandungan, di bidan dia cek tensiku dia periksa kondisiku, dan bidan menyuruh saya untuk menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup dan kalau dukun biasa dia pegang-pegang perutta dan dia tiup-tiup peritta baru dia kasi air baca –bacanya. Jadi kalua kita pergi kedukun biasanya bawa air dibotol akua untuk bikin air baca-baca.”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada Bidan bahwa : “Sebenarnya masyarakat di disi itu suda mengerti bagaimana pentingnya memeriksakan kesehatan kendungannya di puskesmas ata kepada saya sebagai bidan disini. banyak yang 92 datang yang datang untuk memeriksakan kesehatanya baik itu ibu hamil atau tidak. Biasanya juga mereka datang berobat kalau sakit dan setelah saya tau rumah ibi hamil yang datang periksakan kesehatanya biasannya saya pergi berkunjung dirumah-rumahnya kalau mereka tidak datang karena saya berpikir ini tugas saya sebagai bidan disini dan ini amah yang diembankan kepada saya. Saya harus layani mereka dengan baik”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “banyak yang datang dirumah sini untuk periksa kemahilanya bahkan saya dipangil datang kerumah mereka. Saya biasanya sama bidan disini. Orang-orang dini itu kalu hamil pasti pangil saya juga. Biasanya kalu ada ibu yang melahirkan kita Samasama ji dengan bidan disini tolong””(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa sosial sikap pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil untuk pemeriksaan kehamilan sudah memiliki sikap yang baik dan pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. Hal yanh mendukung sikap seorang ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatanya adalah pengetahuan seoranh ibu sserta dorongan yang cukup tinggi yang muncul dari diri seorang ibu hamil un tuk memeriksakan kehamilanya. 4. Sikap Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan sosial sikap ibu hamil dalam melakukan Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam 93 memeriksakan kehamilannya. Untuk itu sikap ibu hamil mengenai pencarian pelayanan kesehatan pemeriksaan Kehamilan dapat dilihat pada ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini : Hasil wawancara informan Suku Tolaki bahwa : “semua keluarga saya mendukung saya ji untuk memeriksakan kandungan saya, terutama suami saya selalu mengantar saya setiap saya pergi periksa.pokonya keluarga saya semuanya itu dukung saya.kalau saya minta antar prg kebidan selalu diantar, kalau saya mw periksa kedukun selalu suami saya pergi jemput dukun dia bawah dirmah sini.suami saya dan keluarga saya itu selalu perhatian sekali sama saya”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan Suku Bugis bahwa : “mereka selalu dukung saya. terutama suami saya karna baru kehamilan pertama ini jadi dia jagai saya terus.saya minta diantar kebidan dia antar. Keluarga saya itu mendukung semua”(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “iya tooooo.mereka selalu mendukung apa lagi mertua sayaaaa. Oooohhh dia jagai saya terus. Pokonya kalau saya sakit kepala saja dia suruh saya kebidan.kalau bukan bidan dia pergi jempu dukun baru dia bawa dirumah. Semua keluarga saya itu selalu mendukung”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada Bidan bahwa : “pada dasarnya kan semua suami atau keluarga pasti memperhatikan istri yang sedang hamil.baru saya liat kebanyakan kalau mereka datang memeriksakan kandunganya disini itu selalunya sama-sama suaminya. Bahkan suami yang paling banyak pertanyaan tentang kondisi kesehatan kandungan istrinya”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : 94 “biasanya kan saya di pangil pergi kerumah mereka, biasa juga ibu hamil disini itu mereka datang dirumah sini. Kalau saya di pangil pergi kerumahnya pasti saya dijemput, tapi kalau mereka datang drumah sini itu pasti diantara sama suami kalau bukan datang sama mertua perempuanya dan ibunya””(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa sosial dukungan keluarga pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil untuk pemeriksaan kehamilan memiliki dukungan keluarga yang cukup baik dan pemeriksaan kehamilan selalu dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. b) Variabel Budaya Budaya pada penelitian ini adalah rasa kepercayaan masyarakat terhadap adat istiadat atau ritual yang berkembang di masyarakat seperti ritual tujuh bulanan, totabik, dan laranganlarangan selama masa kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan dan pemilihan untuk perawatan kehamilan. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Berdasarkan Budaya Pemeriksaan, Budaya Perawatan, Budaya Pengobatan, Budaya Makanan pada saat hamil dan budaya pada saat persiapan Persalinan. 1. Pemeriksaan kehamilan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan kehamilan adalah Budaya 95 Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sesuai dengan standart pelayanan antenatal yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Tabel 13. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pemeriksaan Kehamilan Jumlah (n) % 1 Baik 70 100 2 Kurang 0 0 Total 71 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) seluruh responden memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pemeriksaan kehamilan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik yakni sebanyak 70 responden (100%), sedangkan yang memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pemeriksaan kehamilan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang tidak ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pemeriksaan kehamilan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat seluruh 96 respnden atau ibu hamil pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden 70 responden (100%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Budaya pemeriksaan kehamilan yang dilakukan di lakukan pada bidan dan dukun. Pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah, mengukur lengan atas dan menganjurkan kepada setiap ibu hamil untuk menjaga kesehatan kandungan dan istirahat yang cukup. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut ibu hamil dan meniup perut ibu hamil kemudian dukun mmberiakan air do’a-do’a. Tujuan diraba-raba oerut ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. Adapun pemeriksaan kehamilan yang dilakukan bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah serta mengukur lengan atas. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut ibu hamil untuk 97 mengetahui letak dan kondisi bayi, serta memberikan air yang di do’a kan oleh dukun. 2. Pencarian pelayanan Kesehatan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya pencarian pelayanan kesehatan kehamilan adalah budaya dalam memilih melakukan perawatan yang dilakukan dalam tradisi sesuai dengan standart pelayanan antenatal yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Tabel 14. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Pencarian Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No 1 2 Pencarian Pelayanan Kes. Baik Kurang Total Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Jumlah (n) 70 0 71 % 100 0 100.0 Tabel 14 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) seluruh responden memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pencarian pemeriksaan kesehatan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik yakni sebanyak 70 responden (100%), sedangkan yang memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pencarian pelayanan kehamilan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan 98 Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang tidak ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pencarian pelayanan kehamilan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat seluruh respnden atau ibu hamil pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden 70 responden (100%). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun sebagai pembantu bidan, salain karena tradisi, menggunakan jasa dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan bidan yaitu mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh responden Budaya pencarian pelayanankesehatan dilakukan kepada bidan di 99 masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun yang di utamakan, salain karena tradisi, menggunakan jasa dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Adapun perawatan yang dilakukan bidan yaitu mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. 3. Pengobatan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan adalah budaya pengobatan dilakukan yang sesuai dengan standart pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Tabel 15. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Pengobatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Pengobatan Jumlah (n) % 1 Baik 70 100 2 Kurang 0 0 Total 71 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) seluruh responden memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pengobatan ibu hamil di wilayah 100 Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik yakni sebanyak 70 responden (100%), sedangkan yang memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pengobatan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang tidak ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pengobatan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat seluruh respnden atau ibu hamil pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden 70 responden (100%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Budaya pencarian pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Berdasarkan hasil penelitian ini juga didapatkan juga bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, 101 serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan jamu, ramuan-ramuan tradisional dari daun-daunan yang telah di do’a kan serta air yang sudah di baca-bacakan pake doa. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya pencarian pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Adapun Pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan jamu, ramuanramuan tradisional dari daun-daunan yang telah di do’a kan serta air yang sudah di baca-bacakan pake doa. 4. Budaya Makanan Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Makanan pada saat hamil adalah budaya dalam memperoleh informasi terhadap Makanan yang dianjurkan 102 pada saat hamil yang sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Tabel 16. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Makan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Budaya Makan Jumlah (n) % 1 Baik 70 100 2 Kurang 0 0 Total 71 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) seluruh responden memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya makan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik yakni sebanyak 70 responden (100%), sedangkan yang memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya makan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang tidak ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya makan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat seluruh respnden atau ibu hamil pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden 70 responden (100%). 103 Hasil penelitian ini didapatka bahwa Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti ikan dan sayuran segar dan buah. Adapun makan yang dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan dan tenaga kesehatan lainya. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Adapun Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti ikan dan sayuran segar dan buah. Adapun makan yang dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. 5. Persalinan Pola Pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pada saat persiapan Persalinan adalah budaya 104 dalam melakukan persiapan persalian ibu hamil yang merupakan satu bagian dari pelayanan antenatal care. Tabel 17. Distribusi Responden Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lasolo Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 No Persalinan Jumlah (n) % 1 Baik 70 100 2 Kurang 0 0 Total 71 100.0 Sumber : Data Primer, Agustus 2015 Tabel 17 menunjukkan bahwa dari 70 responden (100%) seluruh responden memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya persalinan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori baik yakni sebanyak 70 responden (100%), sedangkan yang memiliki pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya persalian ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dengan kategori kurang tidak ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya persalinan ibu hamil di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat seluruh respnden atau ibu hamil pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden 70 responden (100%). 105 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk ibuhamil pada persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Hasil penelitian ini didapatkan juga bahwa Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat serta selalu menjaga kesehatanya. 1. Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan Kehamilan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan kehamilan adalah Budaya Pencarian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan, dalam standar pelayanan kebidanan. Untuk itu Kemana pencarian pelayanan kesehatan 106 pemeriksaan Kehamilan. Hal ini di ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini : Hasil wawancara informan Suku Tolaki bahwa : “pertama kali saya perg mencari playanan kesehatan di puskesmas. Pertama kali saya diperiksa oleh ibu bidan di puskesmas. Setalah itu saya pergi juga di posiandu, saya juga kedukun karena kebiasaan keluarga kami setip hamil pergi kedukun hal ini juga berdasarkan anjuran anggota keluarga saya ”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan Suku Bugis bahwa : “kalau saya selalunya kepuskesmas dulu memeriksakan kesehatan. Kemudian saya juga kedukun karena kebiasaan keluarga saya itu pasti kedukun juga untuk periksa kandungan misalnya saya diurut dan ditiup-tiup. Bagusnya kedukun itu biar malam bisa tpi kalau di puskesmas harus sianghari tidak bisa malam. Tapi biasanya juga saya pergi kerumah bidan karena bidanya baik dan mw mwlayani saya kalau saya pergi dirumahnya.”(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “kalau tradisi keluaraga saya sama dukun pergi periksa, sama bidan atau di puskesmas juga pergi.sekarang itu kami percaya pergi kepuskesmas atau bidan dan dukun”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada Bidan bahwa : “Sebenarnya masyarakat di disi itu suda mengerti bagaimana pentingnya memeriksakan kesehatan kendungannya di puskesmas ata kepada saya sebagai bidan disini. banyak yang datang yang datang untuk memeriksakan kesehatanya baik itu ibu hamil atau tidak. Biasanya juga mereka datang berobat kalau sakit dan setelah saya tau rumah ibi hamil yang datang periksakan kesehatanya biasannya saya pergi berkunjung dirumah-rumahnya kalau mereka tidak datang karena saya berpikir ini tugas saya sebagai bidan disini dan ini amah yang diembankan kepada saya. Saya harus layani mereka dengan baik”(AN, Agustus 2015) 107 Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “banyak yang datang dirumah sini untuk periksa kemahilanya bahkan saya dipangil datang kerumah mereka. Saya biasanya sama bidan disini. Orang-orang dini itu kalu hamil pasti pangil saya juga. Biasanya kalu ada ibu yang melahirkan kita Samasama ji dengan bidan disini tolong””(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pencarian untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. Adapun Pemeriksaan seperti apa yang dilakukan masingmasing informan bahwa seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “kalau saya pergi sama bidan untuk periksa kandungan, di bidan dia cek tensiku dia periksa kondisiku, dan bidan menyuruh saya untuk menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup. (SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku bugis bahwa : “kalau dukun biasa dia pegang-pegang perutta dan dia tiup-tiup peritta baru dia kasi air baca –bacanya. Jadi kalua kita pergi kedukun biasanya bawa air dibotol akua untuk bikin air bacabaca..” (TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “biasanya dukun, dia raba-raba perut saya kemudian dia tekantekan, kalau letaknya bayi katanya dukun salah dia perbaiki 108 dengan cara mengurut, kalau sama bidan dia periksa tensiku kemudian ” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci Pada bidan bahwa : ”Kalau saya biasa periksa itu bisanya cek-cek kondisinya mereka, bagaimana tekanan daranya apakah sehat-sehat atau tidak, dan biasanya kalau ada juga yang saya sarankan untuk menjaga kesehatan mereka, pokoknya saya selalu anjurkan mereka untuk menja kesehatan kandungn mereka n saya tidak lupa menyurh mereka untuk istirahat cukup karena ada yang kandunganya lemah......” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : ““”biasanya saya periksa kandunganya itu dengan tanganku ji. Saya urut-urut perutnya, hhhhhmmm saya tiup-tiup juga. Biasanya itu saya periksa letak bainya, kalau letaknya salah z urut-urut pelan-pelan supaya letaknya bagus jadi pada saat melahirkan dengan baik dan lancar....”(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pemeriksaan kehamilan yang dilakukan bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah, mengukur lengan atas dan menganjurkan kepada setiap ibu hamil untuk menjaga kesehatan kandungan dan istirahat yang cukup. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut ibu hamil dan meniup perut ibu hamil kemudian dukun mmberiakan air do’ado’a. Tujuan diraba-raba oerut ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam 109 pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turuntemurun oleh warga setempat. Adapun pemeriksaan kehamilan yang dilakukan bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah serta mengukur lengan atas. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi, serta memberikan air yang di do’a kan oleh dukun. 2. Pola pencaria Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Perawatan kehamilan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya pencarian pelayanan kesehatan kehamilan adalah budaya dalam memilih melakukan perawatan yang dilakukan dalam tradisi sesuai dengan standart pelayanan antenatal yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Untuk itu Kemana Dilakukan Perawatan Kehamilan. Hal ini di ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini. Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “saya pergi ke puskesmas banyak kalinya karena kandungan saya lemah. Saya juga pergi sama bidan yang ada disini, kalau sama dukun hanya 2 kali saya pernah juga pergi periksa …waktu sama bidan saya pergi itu pada umur kehamilan pertama karena saya muntah-muntah terus, kemudian setiap saya meresa tidak sehat atu perasaanq saya rasa tidak enak saya pergi kepuskesmas atau kebidan untuk periksa, kalo sama dukun nanti umur kehamilan saya 3 dan 5 bulan sampai mau melahirkan dan biasanya juga pada saat melahirkan juga. Biasanya ji begitu..” (SU, Agustus 2015) 110 Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “saya pergi periksa kandunganq kalau saya tidak salah umuuuuurrrr 3 bulan setelah itu pada saat posyiandu saya juga pergi dan biasanya juga saya pergi kerumah bidan disini karena dekat dengan rumahq. Kalauuuuu Sama dukun saya pergi umur kandunganku itu 4 bulan kayanya. Saya agak lupa-lupa mi,sebenarnya mauku saya kebidan saja tpi karna kebiasan kita disini pergi kedukun makanya saya jiga pergi periksa kandunganq.” (TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “bisanya to kalau salah satu diantara keluarga kami sakit di kasi biardulu kalau uda dilihat agak parah kita kepuskesmas mi atau kebidan tapi lw saya langsung kepuskesmas atau kebidan untuk pertma saya periksakan kandunganq…..setelah itu kedukun juga soalnya tradisinya dalam keluarga soalnya disuruh juga sama orng tuaq, tradisi kami disini tidak terlepas dengan dukun....” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : “saya perhatikan ibu-ibu hamil disini itu mereka jalani duaduanya yaitu bidan dan dukun juga tempat perawatan kehamilannya, dukun disini juga sudah terlatih mi jadi saya tidak khawatirkan juga kalau da tangani pasien dan saya juga biasanya kerja sama sama dukun disini” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “ibu hamil disini itu sering periksa sama saya tapi mereka juga ke puskesmas dan juga kebidan karena disini ada bidan dan dekat juga dengan puskesmas.”(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk Perawatan kehamilan dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun sebagai pembantu bidan, salain karena tradisi, 111 menggunakan jasa dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Adapun Perawatan seperti apa yang dilakukan masingmasing informan bahwa seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “Perawatanya dia itu kita di suntik vitamin dan dikasi tablet Fe waktu di bidan dan kalau dukun dia urut perutnya kita dan dia tiup-tiup dengan doa”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “biasanya saya kalau dukun dia perutta dan memperbaiki letak janin dan baca-bacakan air untuk diminum ji….”…(TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “Biasanya dukun dia mengingatkan utuk suami saya tidak membunuh hewan karena katanya kalau membunuh hewan pada saat istri hamil maka bayinya akan cacat, terus kita dilarang keluar malam apa lagi keluar pada saat magrib” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : ”Kalau saya perawatan yang saya berikan itu dari tensi darah, memberikan vitamin, suntikan tetanus toksis dan anjurkan untuk rutin keposyandu” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “saya urut-urut perutnya mereka kemudian saya tiup-tiup dan saya bikinkan air untuk diminum”(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan yang dilakukan bidan yaitu 112 mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya Perawatan kehamilan dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun yang di utamakan, salain karena tradisi, menggunakan jasa dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Adapun perawatan yang dilakukan bidan yaitu mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. 3. Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan adalah budaya pengobatan dilakukan yang sesuai dengan standart pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dalam standart pelayanan kebidanan. Untuk itu 113 Kemana Dilakukan Pengobatan Kehamilan. Hal ini di ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini, Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “Waktu merasa sakit dan saya merasa tidak enak badan saya langsung pergi sama bidan kemudian kedukun untuk tiup-tiup soalnya suda biasa mi juga kedukun,,,” (SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “pertama saya merasa tidak sehat apalagi waktu itu saya muntah-munrah saya langsung kepuskesmas, kandeat puskesmas disini terus kalau saya merasa tidak enak badan saya pergi kebidan. Kan disini kita ada dukun yang sudah biasa periksa kandungan jadi saya juga kedukun dan biasa dukun sendri yang datang drumah tinggal kita pergi kasi tau atau panggil” (TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “bidan cocok juga saya dengan obatnya kalau saya pergi berobat sama bidan, begitu pula juga dengan dukun saya cocok juga sama dia pergi berobat, yang jelasnya saya berobat keduaduanya.” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : “Biasanya warga disini itu memadukan memilih bidan dan dukun karena mereka padukan antara pengobatan tradisional dan pengobatan kesehatan sekarang apalagikan orang-orang disini suda mengerti dan tau pentingnya fasilitas kesehatan untuk pengobatan mereka. Masyarakat disini itu memadukan dukun dengan bidan karena mereka menganggap bahwa ada beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan pihak kesehatanatau bidan disini dan ada juga penyakit yang tidak disembuhkan oleh dukun”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “kan biasanya ada penyakit yang biasa terjadi dari setan jadi biasanya itu datang kesaya untuk berobat.karena kita harus tiup- 114 tiup dia baru sembuh. Kalau di puskesmas kan tidak bisa sembuhkan sakit kaya begitu..”(IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pencarian pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Adapun Pengobatan seperti apa yang dilakukan masingmasing informan bahwa seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “biasanya ji obat-obat yang diberikan oleh bidan seperti obat vitamin, tablet Fe sedangkan dukun diberikan air yang sudah ditiup, ramu-ramuan yang dari rumput-rumputan dan Jamu.” (SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “Dukun disini itu dia kasih air yang sudah dibaca-bacai kadang dia tiup kita punya perut, ramuan-ramuan seperti jamu,” (TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “sama bidan kita berobat dia kasih obat vitamin, obat tablet Fe, kalau dukun hanya air yang sudah ditiup-tiup dan ramuanramuan dari rumput-rumputan” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : 115 ”Kalau ibu hamil sakit biasanya saya kasi pengobatan konsumsi Vitamin A, tablet FE, suntik TFT dan dianjurkan lebih banyak beristirahat serta makan makanan bergizi, susu ibu hamil, sayursayuran,..” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “biasanya saya tiup-tiup dengan doa dan saya kasih air untukdia minum yang sudah saya kasi doa-doa” (IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk Pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan jamu, ramuan-ramuan tradisional dari daun-daunan yang telah di do’a kan serta air yang sudah di baca-bacakan pake doa. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya pencarian pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Adapun Pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan 116 yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan jamu, ramuanramuan tradisional dari daun-daunan yang telah di do’a kan serta air yang sudah di baca-bacakan pake doa. 4. Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan budaya Makanan pada saat hamil. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Makanan pada saat hamil adalah budaya dalam memperoleh informasi terhadap Makanan yang dianjurkan pada saat hamil yang sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Untuk itu Kemana diperoleh informasi makanan Kehamilan. Hal ini di ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini, Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : ”kalau makan dikasi tau sama orangtuaq dan saya mencari informasi makan yang di anjurkan saat hamil sama bidan yang sering saya pergi berobat”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “Biasa dari tradisi turun temurun keluarga ku kalau mengenai pantangan pantangan begitu”(TR Agustus 2015) 117 Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “Kalau makanan yang di anjurkan saat hamil ada biasanya sudah tradisi keluagami baru dukun juga kasitau begitu, tapi kalau saya pergi posiandu atau kebidan saya biasa dengarji juga apa yang dia bilang bidan tapi sama ji menurut saya”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : ”Ada bisa makan-makanan sehat yang saya sarankan untuk mereka tapi kelihatnya ada memangmi juga yang mereka ikuti dari tradisinya mereka. Kayanya mereka sudah tau makanan pantangan bagi mereka yang sdang mengandung”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “saya selalu kasi tau mereka yang datanag berobat kesayaa karena pengalan saya yang dari dulu dari pengalaman – pengalaman orang tua dulu, jadi saya kasitau diorang yang datang atau pangil saya...” (IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Adapun makanan apa saja yang dianjurkan seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “makanan yang dianjurkan,seperti makan yang bergizi nasi, ikan dan sayur-mayur, iayhh…ada juga makanan yg dipantang pada saat hamil seperti dilarang makan ikan gurita, udang dan yang 118 lainnya, dilarang minum minuman yang bersoda” (SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “Kalau dukun dia sarankan makan makanan yang berserat dan berlendir supaya persalinan itu lancar dan dukun dia larang kita untuk makan dikamar, katanya nanti melahirkan baku cmpur dngan kotoranya kita. Tapi itu betul ji kasian soalnya sudah ad buktunya katanya dukun disini.” (TR, Agustus 2015) Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “makanan yang dianjurkan itu seperti perbanyak makan nasi, sayur dan ikan, namun ikan tidak segala jenis ikan, sedangkan makanan yang dipantang seperti pepaya, durian, pisang, dan terung. ” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada bidan bahwa : ”biasa saya anjurkan minum susu ibu hamil, makan sehat hindari dulu makanan tidak sehat kalau bisa makan berprotein dan gizi baik supaya janinnya sehat dan ibunya juga sehat. Saya selalu anjurkan seperti itu sama mereka” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “ya….paling banyak itu yang berlendir-lendir.” (IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti ikan dan sayuran segar dan buah. Adapun makan yang dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. 119 Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan dan tenaga kesehatan lainya. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Adapun Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti ikan dan sayuran segar dan buah. Adapun makan yang dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. 5. Pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan Budaya pada saat Persiapan Persalinan Pola Pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pada saat persiapan Persalinan adalah budaya dalam melakukan persiapan ibu yang merupakan satu bagian dari pelayanan antenatal care. Untuk itu Kemana persiapan persalinan direncanakan. Hal ini di ungkapkan oleh beberapa informan berikut ini, Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “Biasa dirumah dan di tangani bidan karena bidan sudah berpengalaman, dan dukun juga dukun terlatih, lagian mereka kerja sama jadi saya tidak ragukan mi antara bidan dan dukun ketika menangani pasien”(SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : “kalau saya ditangani oleh bidan dengan dukun. Mereka kerja sama, pokonya bidan dengan dukun…”(TR, Juli 2015) 120 Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “saya pilih bidan karena bidan sudah berpengalaman juga, dan saya pilih dukun sudah dukun terlatih baru senior mhe banyak pengalamannya. Pokonya dua-duanya”(AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci Pada bidan bahwa : ”Biasaya warga sini mereka padukan bidan dan di bantu dukun berpengalaman karna mau bagaimana juga tradisinya mereka slalu ada dukun.. Kebanyakan pasien-pasien disini itu dirumahnya sendiri melakukan persalinan, jarang dipuskesmas jadi mereka itu pangil saya dengan dukun juga”(AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : “kebanyakan mereka disini diruma kalau melahirkan. Saya datang dijemput lau sudah mau melahirkan” (IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk ibuhamil pada persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama.. Adapun apa saja persiapan persalinan yang dilakukan seperti apa yang dilakukan masing-masing informan bahwa seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: Hasil wawancara informan suku Tolaki bahwa : “biasanya kalau bidan dia suruh banyak- banyak beristirahat supaya pas mau belahirkan juga kita kuat dan selalu makan makanan yang bergizi” (SU, Agustus 2015) Hasil wawancara informan suku Bugis bahwa : ”Tidak terlu banyak bagaimana karena dirumaji ji kita melahirkan”.” (TR, Agustus 2015) 121 Hasil wawancara tersebut sejalan dengan informan Suku Muna berikut : “selalu dirumah ji karena disini itu rata-rata dirumah” (AK, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci Pada bidan bahwa : ”Biasanya saya menganjurkan untuk banyak ber istirahat dan makan makanan yang bergizi supaya ibu hamil sehat terus dan ketika melahirkan ibu hamil sangat kuat.” (AN, Agustus 2015) Hasil wawancara informan kunci pada dukun bahwa : ”biasanya kita kerjasama mi sama bidan dIsini karena suda biasa mi dini begitu kalu ada yang melahirkan..” (IW, Agustus 2015) Berdasarkan hasil wawancara informan diatas dapat disimpulkan bahwa Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Budaya persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat kesehatanya. serta selalu menjaga 122 C. Pembahasan Pembahasan hasil penelitian mengenai Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial, Dan Budaya Masyarakat Di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dinilai dari aspek Sosial dan Budaya adalah sebagai berikut : 1. Sosial Sosial pada penelitian ini adalah ruang lingkup atau kehidupan sosial masyarakat seperti (Dukungan keluarga, Pendapatan,Pengetahuan dan Sikap) yang terkesan tertutup untuk menerima hal-hal baru yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, sehingga mempengaruhi perilaku masyarakat (keluarga) mengambil keputusan yang tepat untuk mencari pelayaanan kesehatan guna untuk memeriksakan kehamilannya. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dukungan Keluarga pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil variabel Sosial, Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang diperoleh sebagian besar berada pada kategori baik (88.6%). Hasil penelitian Pendapatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 diperoleh sebagian besar berada pada kategori cukup (80%). Hasil penelitian Pengetahuan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang diperoleh sebagian 123 besar berada pada kategori baik (84.3%). Hasil penelitian Sikap pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial, dan Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 diperoleh sebagian besar berada pada kategori Baik (54,3%). Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Burhaeni (2013), mendapatkan 67,4% responden yang memanfaatkan pelayanan antenatal mendapat dukungan dari keluarga dan 32,9 % tidak memanfaatkan pelayanan antenatal karena tidak mendapatkan dukungan dari keluarga. Penelitian lain oleh (Nilasari, 2013), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan antenatal. Banyak faktor yang dapat menyebabkan ibu hamil memanfaatkan pelayanan, salah satunya faktor psikologis, dimana dukungan moral dari suami/keluarga memiliki andil yang besar. Mengenai pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan sosial masyarakat di wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dianalisis dari dukungan keluarga, pendapatan, dan sikap adalah sebagai berikut: a. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga adalah keikutsertaan keluarga memberikan nasehat atau kehamilannya. informasi untuk memilihkan tempat perawatan 124 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dukungan Keluarga pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga yang baik dengan jumlah sebanyak 62 responden (88,6%). Dukungan keluarga sangatlah penting dalam pengambilan keputusan pada penentu pada ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan meskipun keluarga tidak ikut langsung untuk mengantarkan kepelayanan kesehatan karena ada kesibukan tertentu, namun keluarga sangat memdukung untuk memberikan motivasi dan dukungan kepada ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatan kehamilanya serta dapat memberikan dorongan moril serta semangat serta kepercayaan tehadap si ibu hamil. Hal ini senada dengan Hasil penelitian Sutrisno (1997) dalam penelitiannya di Kabupaten Purworejo menyebutkan bahwa suami, orang tua dan mertua adalah anggota kelompok referensi yang paling seringmemberikan anjuran memilih tenaga penolong persalinan. Selain suami, orang tua dan mertua, kader kesehatan dan dukun merupakan kelompok yang sering memberikan anjuran dalam pemilihan tenaga penolong persalinan. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa mertua sangat berperan dalam menentukan, para orang tua/ menasehati dan 125 menyarankan anaknya/menantunya untuk periksa hamil pada bidan atau memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan (Muis, 1996). Sedangkan penelitian Sutrisno (1997) dalam penelitiannya di Kabupaten Purworejo juga mengungkapkan bahwa suami, orang tua dan mertua adalah anggota kelompok referensi yang paling sering memberikan anjuran memilih tenaga penolong persalinan. Susilowati (2001) dalam penelitiannya di Kabupaten Semarang juga menemukan bahwa suami sangat dominan dalam pengambilan keputusan rumah tangga sehari-hari, tetapi dalam menentukan penolong persalinan dan tempat bersalin yang dominan adalah orang tua dan mertua. Pada saat menghadapi masalah medis persalinan masih diperlukan musyawarah keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah sakit. Walaupun pengetahuan ibu baik, sikap yang positif, akses pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh ibu bersalin dan masyarakat lainnya serta informasi yang didapatkan cukup tetapi jika tidak ada dukungan dari keluarga, maka pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai tidak terwujud sesuai harapan. Sehingga semua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Keluarga dan suami dapat berperan aktif dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil dalam memilih pelayanan. Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kesehatan perempuan. Keputusan penting seperti siapa yang akan menolong persalinan, kebanyakan masih ditentukkan 126 secara sepihak oleh suami. Dukungan suami sewaktu istri melahirkan yaitu memastikan persalinan yang aman oleh tengaa kesehatan, antara lain menjamin bahwa penolong persalinan adalah oleh bidan atau dokter, menyediakan dana, perlengkapan dan transportasi yang dibutuhkan, serta mendampingi selaa proses persalinan berlangsung dan mendukung upaya rujukkan bila diperlukan. Budaya dalam keluarga (tradisi turun temurun) berpengaruh langsung terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan, karena kondisi-kondisi umum dari peristiwa kehamilan dan persalinan tersebut diintreprestasikan berbeda menurut kebudayaan yang berbeda. Pencarian pelayanan kesehatan untuk melakukanpemeriksaan kehamilan sejak awal kehamilan terjadi hingga pasca persalinan biasa dilakukan di rumah dengan dibantu seorang dukun. Pada kesempatan itu anggota keluarga seperti ibu, suami, serta saudara dan kerabat memainkan peranan tertentu sebagai penyembuh. Pengambilan keputusan yang optimal menurut Robbins (2000) adalah rasional. Artinya dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Dalam keluarga, suami mempunyai peranan yang penting yakni sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga, suami mempunyai hak untuk mendukung ataupun tidak mendukung apa yang dilakukan oleh istri, kecuali istri memberikan penjelasan atau alasan yang tepat 127 mengenai apa yang dilakukan sehingga suami mengerti (Wahyuni, 2010). Dukungan suami dan istri dalam pengambilan keputusan dalam keluarga khususnya dalam membawa balitanya di posyandu guna untuk mendapatkan imunisasi secara lengkap. Para suami diharapkan dapat berpikir logis untuk mengizinkan istrinya membawa bayinya diposyandu guna untuk melindungi kekebalan tubuh si anak terhadap segala penyakit. Kelengkapan immunisasi berkaitan dengan angka kejadian penyakit infeksi. Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap antigen tertentu untuk mencegah penyakit dan kematian bayi atau anak. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kelengkapan imunisasi tidak terbukti meningkatkan risiko terhadap kematian bayi, tetapi dalam analisis bivariat menunjukkan imunisasi yang tidak lengkap meningkatkan risiko 4,7 kali kematian bayi dibandingkan dengan imunisasi yang lengkap. Selain dukungan keluarga, hal yang sangat berpengaruh juga adalah dukungan dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat baik tokoh formal maupun tokoh informal, seperti yang didukung oleh Sopacua (2005), penurunan AKI dengan memakai metode pendekatan rembug (musyawarah) melalui strategi segitiga pengaman, yaitu dengan melibatkan tiga komponen penting bidan desa, pamong, dan ibu hamil dan keluarga. Dimana ketiga komponen ini saling bekerjasama dalam menangani semua ibu hamil yang ada dalam 128 wilayah kerjanya, bidan melakukan pendataan pada semua ibu hamil yang ada, Pamong melakukan pengkajian apakah ibu hamil tersebut sudah masuk dalam anggota Tabulin atau belum dan memastikan semua persiapan untuk merujuk jika diperlukan dalam keadaan siap siaga, dari ibu hamil dan keluarga harus aktif untuk melaporkan keadaan ibu hamil tersebut setiap waktu. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu dalam merawat balitanya. Keluarga (suami, orang tua, mertua, ipar dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu pergi keposyandu secara rutian setiap bulannya. Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap pengambilan keputusan adalah suami. Masih banyak suami yang berpendapat salah, yang menganggap urusan anak adalah urusan ibu. Peranan suami akan turut menentukan kelancaran ibu dalam urusan anak yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. b. Pendapatan Pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur kemiskinan relatif. Dengan pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. 129 Distribusi pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur kemiskinan relatif. Distribusi pendapatan biasanya diperoleh dengan menggabungkan seluruh individu dengan menggunakan skala pendapatan seorang kemudian dibagi dengan jumlah penduduk kedalam kelompok kelompok berbeda yang berdasarkan pengukuran atau jumlah pendapatan yang mereka terima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola Perawatan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada pada kategori cukup yaibu dengan jumlah responden sebanyak 56 responden (80%) . Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat keluarga yang masih rendahnya tinkat pendapatan keluarga di karenakan pekerjaan mereka yang masih belum menjanjikan, namun ada juga yang sudah cukup. Jika dirata-ratakan pendapatan perbulannya itu kurang lebih dari Rp 500.000 perbulan, dimana pendapatan ini tergantung dari pekerjaan yang dilakukan oleh suami atau istri. Sedangkan sebagian responden memiliki pendapatan keluarga yang cukup tinggi dikarenakan banyaknya ibu hamil yang memiliki pekerjaan tetap yaitu sebagai PNS serta sebagian responden di tunjang dengan pendapatan suami yang pekerjaanya sebagai PNS. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diapatkan bahwa kurangnya pendapatan responden dikarenakan pekerjaan 130 keluarga responden atau pekerjaan responden belum menjanjikan dalam hal ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kelurga setiap hari, misalnya bagi seorang nelayan akan menurun drastis pedapatannya ketiga terang bulan dilangit dimana hasil pendapatan ikan yang didapat ketiga terang bulan sangat sedikit sehingga hasil penjualan ikan juga sangat sedikit. Sejalan dengan penelitian Amiruddin (2006), bahwa 75 responden yang masuk dalam kategori gakin, 52% memilih tenaga kesehatan sebagai tengaa penolong persalinan dan 48% memilih tenaga non kesehatan sebagai penolong persalina, demikian juga dengan penelitian Bungsu (2001), bahwa 96,67% ibu yang memilih dukun bayi mempunyai pendapatan keluarga kategori rendah dibandingakn ibu yang memilih bidan atau tenaga medis (3,33%), dan hasil uji chi square juga menunjukkan ada hubungan signifikan anatar pendapatan keluarag dengan pemilihan penolong persalinan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Juliwanto, (2008) yang menyatakan bahwa gambaran pendapatan dengan pemilihan penolong persalinan pada ibu bersalin di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara kategori rendah sebanyak 52 orang (59,8%). Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga dengan pendapatan yang rendah akan beralih untuk memanfaatkan dukun bayi dalam hal pencarian pelayanan kesehatan kehamilan dan pertolongan persalinan, 131 hal ini dikarenakan biaya atau tarif yang dikenakan oleh dukun bayi cenderung jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif oleh bidan ataua tenaga medis lain. Pendapatan keluarga mempengaruhi dalam pemilihan pelayanan kesehatan. Keluarga kurang mampu lebih cenderung memilih rumah sebagai tempat persalinannya. Khususnya pedesaan keluarga kurang mampu yang memanfaatkan rumah sebagai tempat persalinan semakin besar. Hal ini disebabkan keluarga merasa lebih nyaman jika persalinannya dilakukan dirumah karena lebih banyak yang bisa menunggu ibu bersalin. Apabila seseorang dengan kondisi pendapatan yang semakin baik maka ia akan cenderung membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Dimana wanita dengan pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. Demikian juga dengan, wanita yang mempunyai penghasilan sendiri biasanya mempunyai kedudukan atau posisi yang lebih baik dalam kehidupan keluarga yaitu mereka tidak terlalu tergantung pada orang lain dan lebih cenderung cepat mengambil kesimpulan termasuk dalam hal pemilihan persalinan. Keadaan ini mencerminkan bahwa ibu dari keluaraga pendapatan yang tinggi cenderung lebih dominan memilih bidan dibandingkan dukun bayi, hal ini sejalan dengan penelitian Kristiani dan Abbas (2006), bahwa pemanfaatan bidan cenderung pada ibu 132 dengan pendapatan yang tinggi, sedangkan mesyarakat dengan pendapatan rendah justru lebih memilih dukun bayi, karena mereka mempunyai perseps bahwa pertolongan persalinan pada bidan mahal dan beberapa masyarakat yang menyatakan kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan desa, karena bidan masih terlalu mudah dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama persalinan ibu melahirkan dan pereawatan kehamilan. Muzaham (2007), juga mengatakan bahwa pendapatan merupakan salah satu karakteristik yang medukung ibu alam memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan seperti pertolongan persalinan. Besarnya pendapatan secara garis besar sangat mempengaruhi ibu dan keluarga dalam mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk memmelihara dan mengobati si sakit, menentukan yang menolong ibu pada proses persalinan. Semakin besar pendapatan dalam keluarga, maka semakin besar peluang ibu dan keluarga untuk memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Pengaruh ekonomi terhadap keluarga dalam mengambil keputusan untuk memilih penolong persalinan berbeda pada masingmasing individu. Pendapan sangat memberikan pengaruh yang berarti pada masyarakat miskin meskipun yang berasal dari kalangan berada. Namun tidak mempunyai keinginan untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya. Pendapatan keluarga memberikan pengaruh berarti 133 pada masyarakat di Desa atau Perkotaan. Pengaruh yang diberikan tidak terbatas pada harga dari pelayanan kesehatan itu sendiri, akan tetapi meliputi uang yang harus dikeluarkan ketempat pelayanan kesehatan dalam mendapatkan pelayanannya (Barnet,2003). Pada dasarnya salah satu hal yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih tempat pelayanan kesehatan adalah masalah biaya. Responden sebagian besar berasumsi bahwa jika bersalin di fasilitas kesehatan akan membutuhkan lebih banyak biaya sehingga inilah salah satu alasan mengapa responden hanya sebagian kecil yang melakukan perubahan tempat persalinan dari rumah ke fasilitas kesehatan. Sebagian besar lebih memilih bersalin dirumah selain nyaman juga karena tidak ingin direpotkan oleh masalah pembiayaan. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Arda (2009) yang mengatakan bahwa pendapatan keluarga yang tinggi akan cenderung mengarahkan seorang ibu untuk bersalin di tenaga kesehatan dan di fasilitas kesehatan. Selain itu hal ini juga dilaporkan sama oleh Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abdi (2009) mengemukakan bahwa pendapatan mempunyai kontribusi yang besar dalam pemanfaatan pelayanan persalinan karena akan berhubungan dengan kemampuan membayar seseorang dalam pembiayaan kesehatannya. Sehingga hal yang dapat meningkatkan cakupan persalinan di fasilitas kesehtan dengan meningkatkan pendapata rumah tangga. 134 Dalam penelitian ini didapatkan bahwa dalam kunjungan ibu hamil ke tenaga kesehatan mampu menjadi wadah bagi seorang tenaga kesehatan dalam hal ini bidan untuk memberikan anjuran atau sosialisasi kepada bumil akan penting dan amannya bersalin di tenaga kesehatan yang professional. Disisi lain, dari jenis pekerjaan suami yang juga ada hubungan dengan perubahan pemilihan penolong persalinan terlihat bahwa 50% suami yang memiliki pekerjaan sebagai PNS/pegawai cenderung melakukan perubahan penolong persalinan dari dukun ke tenaga kesehatan pada istrinya. Asumsi peneliti, apabila seseorang dengan kondisi pendapatan yang semakin baik maka ia akan cenderung mencari pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Dimana wanita dengan pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. Demikian juga dengan wanita yang mempunyai penghasilan sendiri biasanya mempunyai kedudukan atau posisi yang lebih baik dalam kehidupan keluarga yaitu mereka tidak terlalu tergantung pada orang lain dan lebih cenderung cepat mengambil kesimpulan termasuk dalam hal pemilihan persalinan. Sedangkan yang berpendapatan rendah maka akan lebih sulit untuk ibu dalam pemilihan penolong persalinan, hal ini juga mempengaruhi bagi ibu dalam menjaring informasi guna membantu ibu dalam memilih siapa penolong 135 persalinan yang baik bagi ibu, jika dengan ibu yang berpendapatan rendah maka ibu akan memilih persalinan oleh tenaga dukun. c. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuktindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuanakan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam perubahanpola pikir dan perilaku sekelompok masyarakat. Pengetahuan tentang persalinan dengan segala aspeknya dapat membantu ibu hamil dalam menentukan tempat persalinan. Ketidaktahuan mereka tentang beberapa informasi pengertian persalinan dan tenaga kesehatan, karena jarangya melakukan konseling dengan tenaga kesehatan atau Bidan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang pencarian pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan yang sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden sebanyak 59 responden (84.3%). 136 Sebagaian besar ibu hamil telah mengetahui pentingnya pencarian pelayanan kesehatan yang baik untuk ibu hamil dalam rangka menjaga kesehatan kehamilanya. Mereka pergi memeriksakan kehamilannya pada bidan dan dukun pada saat umur kehamilan yang berbeda-beda, namun masih adanya kepercayaan terhadap dukun, sehingga perawatan tidak hanya mereka melakukan perawatan pada bidan namun terhdap dukun juga. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap dukun masih melekat sampai sekarang ini walaupun bidan sudah ada di desa masing-masing. Hal ini juga menunjukan bahwa masyarakat di wilayah pesisir kecamatan lasolo kabupaten konawe utara selalu memeriksakan kehamilan di puskesmas atau pada petugas kesehatan yang sudah terlatih, namun dikarenakan kebiasaan dari masyarakat setempat yang masih menjunjung tinggi budaya sehingga mereka juga memeriksakan kehamilan pada dukun yang dipercayakan di kampung mereka. Sehingga dapat dikatakan masyarakat di wilayah pesisir kecamatan lasolo kabupaten konawe utara selain memeriksakan kehamilan petugas kesehatan yang terlati ataupun di puskesmas juga memeriksakan kehamilan kedukun. Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan setempat didapatkan bahwa ketika seorang bidan menagani ibu yang melahirkan selalu kerja sama dengan dukun yang di percayakan 137 di tempat tinggal mereka hal ini dikarenakan budaya pada masyarakat setempat masih percaya kepada dukun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Bungsu (2001), bahwa ibu dengan pengetahuan kurang 94,81% akan memilih dukun bayi untuk menolong persalinannya dibandingkan ibu dengan pengetahuan tinggi (5,19%). Menurut Kamil (2006), pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ibu hamil masih sangat rendah dalam memanfaatkan tenaga profesional (bidan), dibandingakn dengan indicator yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu seperti pengetahuan, sikap terhadap keputusan untuk memanfaatkan tenaga ahli dalam pelayanan kesehatan serta jangkauan kepelayanan kesehatan. Pengetahuan mereka tentang pencarian pelayanan kesehatan telah mereka ketahui melalui media masa, Keluarga dan teman atau kerabat. Responden melakukan perawatan kehamilan ada yang pergi kepada bidan ada juga yang pergi hanya kedukun, hal ini disebabkan faktor ekonomi yang masih minim, dimana pekerjaan suami dan pendapatan dalam keluarga sangat menentukan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pengetahuan tentang sesuatu menyebabkan seseorang mempunyai sifat positif yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan suatu kegiatan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan perilaku tanpa didasari 138 pengetahuan yang baik. Keterkaitan anatara pengetahuan dan sikap atau perbuatan seseorang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk memilih alternatif pemilihan penolong persalinan mana yang akan dipilih oleh ibu yang akan bersalin. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena jika seseorang tidak mengetahui sebuah obyek, obyek tersebut tidak akan menarik bagi seseorang. Begitu juga dengan alternatif pemilihan penolong persalinan oleh ibu (Notoatmodjo, 2003). Keadaan lingkungan sekitar sedikit banyaknya akan mempengaruhi pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan mengenai kehamilan dan persalinan, disamping itu keterpaparan dengan media komunikasi akan mempengaruhi kadar pengetahuan seorang ibu. Ibu dengan pengetahuan yang kurang, lebih memilih persalinannya dirumah. Hal ini disebabkan oleh karena ibu kurang mengetahui jika terjadi bahaya dan komplikasi pada saat persalinan tidak dapat segera dapat tertangani dengan baik. Semakin baik pengetahuan ibu terhadap kehamilan dan persalinan maka semakin besar kemungkinan ibu memanfaatkan fasilitas kesehatan ketika terjadi masalah dan komplikasi. Keadaan ini mencerminkan pengetahuan mempunyai keeratan hubungan dengan pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai, artinya semakin tinggi pengetahuan ibu maka kecenderungan ibu memilih memanfaatkan fasilitas persalinan yang 139 memadai semakin tinggi, namun jika dihadapkan pada permasalahan lain seperti faktor ekonomi dan akses ke tempat pelayanan yang sulit dijangkau, maka ibu memilih untuk tidak memanfaatkan fasilitas persalinan tersebut (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola piker dan perilaku dalam masyarakat. Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana responden menetap. Selain itu, keterpaparan dengan media komunikasi akan mempengaruhi kadar pengetahuannya. Tidak mungkin mereka dapat terpapar dengan kondisi yang up to date sementara daerah tempat tinggalnya jauh dari keramaian dan keterjangkauan, di dukung lagi dengan tingkat pendidikan yang relative masih kurang (Notoatmodjo, 2003). Asumsi peneliti, kematian ibu saat melahirkan lebih banyak terjadi karena pendarahan, maka perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dengan pengadaan pelatihan kepada para bidan dan ibuibu yang akan melahirkan, dengan demikian ibu yang akan melakukan persalinan bisa terhidar dari kematian, hal ini penting dalam aspek pengetahuan dalam pemilihan penolong persalinan. d. Sikap Sikap adalah pandangan atau respon ibu terhadap upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Sikap dalam penelitian ini adalah pandangan atau respon ibu 140 terhadap upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Pada prinsipnya sikap merupakan menifestasi dari pengetahuan, artinya jika pengetahuan ibu baik maka cenderung mempunyai sikap yang lebih baik, meskipun dipengaruhi oleh faktor – faktor lain (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan kecenderungan penilaian diri seseorang terhadap kelompok, benda atau keadaan tertentu dalam bentuk positif atau negative. Penilaian atau pendapat ibu terhadap kondisi kehamilan, petugas kesehatan atau dukun paraji akan mempengaruhi keputusan ibu dalam pencarian pertolongan persalinan (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang didapat sebagian besar berada pada kategori baik yaitu dengan jumlah responden sebanyak 53 responden (75.7%). Sikap ibu hamil untuk mencari pelayanan kesehatan baik di tempat pelayanan kesehatan (puskesmas) yakni bidan dan dukun juga tergantung dari prilaku ibu hamil terhadap pasien apakah ramah, sopan, mengerti apa keinginan pasien, sehingga pasien merasa senang dengan perilaku petugas kesehatan yakni bidan dan dukun terhadap mereka. Sedangkan Pelayanan yang diberikan oleh bidan dan dukun kepada pasien apakah menimbulkan rasa kepuasan terhadap diri individu pasien. Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan 141 dalam hal ini bidan sangat mereka puas karena pelayanan oleh bidan atau petugas kesehatan ada selalu memberikan informasi mengenai perkembangan kesehatan kehamilanya serta selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada ibu hamil agar selalu menja kesehatan kendunganya. Selain itu bidan juga selalu berkunjung kerumah mereka tanpa diminta oleh ibu hamil, selain itu juga adanya faktor kekeluargaan didalamnya antara bidan setempat dengan ibu hamil. Kebiasaan tersebut terjalin peda wilayah tempat tinggal mereka karena adanya rasa kekelurgaan yang sangat tinggi dilingkungan tempat tinggal mereka. Bigitu juga dengan pelayanan oleh dukun mereka merasa cukup puas karena dalam pelayanan dukun adanya faktor kekeluargaan dimana adanya rasa kekelurgaan yang sangat tinggi dilingkungan tempat tinggal mereka. Peneliti menemukan responden berlatar belakang pendidikan dan pengetahuan yang tinggi mempunyai sikap yang baik dalam menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin serta bersikap baik dalam upaya perawatan kehamilan, namun tetap mengandalakan jasa dukun bayi dalam proses kelahiran anakanya. Sebagaimana pendapat Azwar (2007) yang menyatakan bahwa pembentukan sikap seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor baik yang bersifat intrisik maupun ekstrinsik orang tersebut. Faktor tersebut bisa berupa pengalamana pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan, 142 media informasi dan faktor emosional orang itu sendiri. Berdasarkan pernyataan ibu yang menjelaskan bahwa pemanfaatan dukun bayi dalam proses persalinan karena adanya kebiasaan/tradisi yang turun temurun baik dari garis keturunan orang tua (85,7%) maupun mertua (100%) dapat diperkuat adanya pengaruh suami unutk menuruti saran yang diberikan orang yang disegani (berlaku faktor kesenioran). Perubahan sikap ibu bersalin kearah yang positif sangat tergantung dari faktor dalam dan luar diri individu tersebut. Untuk menghasilkan sikap yang positif dari ibu bersalin perlu memberikan pengetahuan dan informasi yang jelas baik kepada ibu hamil, bersalin, keluarga dan masyarakat, sehingga ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dalam pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai dengan didukung oleh semua pihak yang terkait. Keadaan ini menunjukkan bahwa ibu dengan sikap yang setuju belum tentu akan memilih fasilitas persalinan yang memadai untuk melakukan persalinannya, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lain misalnya akses ke fasilitas persalinan yang memadai tersebut sulit terjangkau, serta persepsi lainnya (Notoatmodjo, 2007). 2. Budaya Budaya pada penelitian ini adalah rasa kepercayaan masyarakat terhadap adat istiadat atau ritual yang berkembang di masyarakat seperti ritual tujuh bulanan, totabik, dan larangan-larangan selama masa kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan dan pemilihan 143 untuk mencari pelayanan kesehatan untuk pemeriksan kehamilan. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Berdasarkan Budaya Pemeriksaan, Budaya Perawatan, Budaya Pengobatan, Budaya Makanan pada saat hamil dan budaya pada saat persiapan Persalinan. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. Adapun pemeriksaan kehamilan yang dilakukan bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah serta di USG. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi, serta memberikan air yang di do’a kan serta menium dengan doa pada bagian berut ibu hamil. Budaya pencarian pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa bidan yang di utamakan dan di bantu dengan dukun, salain karena tradisi, menggunakan jasa dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Adapun pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan bidan yaitu mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta 144 memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. Budaya pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Adapun Pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan sjamu, ramuan-ramuan tradisional dari daun-daunan yang telah di do’a kan. Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Adapun Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti Adapun makan yang ikan dan sayuran segar dan buah. dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. Budaya persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang 145 dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat. Pemilihan ibu hamil yang ingin berobat pada bidan umumnya merupakan masyarakat yang mudah memperoleh akses kepelayanan kesehatan (praktek bidan), sehingga mudah mendapatkan pertolongan persalinan, sedangkan ibu yang memperoleh pertolongan persalinan oleh dukun bayi umum jauh yaitu membutuhkan waktu lebih dari 2 jam dengan perkiraan jarak 70 km untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan, serta tinggal didaerah yang masih tinggi ada istiadatnya dan umumnya di pedesaan yang sangat terpencil dari akses ibu kota. Manusia mempunyai dua sumber dasar informasi tentang “dunia”, yaitu pengalaman kita sendiri dan apa yang dikatakan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman memang mempengaruhi sikap, namun kadang-kadang tidak begitu jelas pengaruhnya. Misalnya, budaya melakukan sesuatu karena sikap positif terhadap hal itu. Karena sikap positif, maka hal itu kemudian lebih sering dilakukan sehingga stimulus yang didapatkan menjadi lebih sering juga. Laludikatakan bahwa hal itu lebih disenangi dibandingkan hal lain. Karena budaya kita mengenai banyak aspek lingkungan tidak berdasarkan pada pengalaman langsung, maka banyak “informasi” yang diberikan oleh orang lain mengenai hal itu mungkin merupakan penentu paling penting dalam budaya kita. Budaya kita terhadap hal-hal yang belum pernah kita temui atau alami dipengaruhi oleh informasi dari orang 146 lain,mungkin orang-orang yang dekat dengan kita, orang tua, saudara, atau mungkin sumber berita yang lebih jauh, seperti surat kabar, majalah maupun internet (Maramis, 2006). Budaya menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orangorang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa budaya merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah budaya. Mengenai pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 adalah sebagai berikut: a. Pola Perawatan Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan kehamilan Pemeriksaan kehamilan/Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standart pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standart pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standart pelayanan kebidanan (Ambarwati, 2009). Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pemeriksaan Kehamilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apakah pernah melakukan pemeriksaan kehamilan, kemana pemeriksaan dilakukan oleh ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya dan pemerikasaan sepertiapa yang dilakukan. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Hal 147 yang melibatkan dukun dalam pemeriksaan karena sebagimana tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh warga setempat. Adapun pemeriksaan kehamilan yang dilakukan bidan yaitu mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah serta di USG. Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh dukun yaitu dengan menyentuh perut si ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi, serta memberikan air yang di do’a kan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakaukan oleh Helinda (2010), bahwa ibu yang memeriksakan kehamilannya (< 4 kali) memiliki kemungkinan 2,6 kali untuk memilih persalinan bukan pada fasilitas kesehatan dibandingkan dengan pemeriksaan kehamilan (> 4 kali). Senada dengan hasil penelitian yang dilakuakn oleh Bersal (2002) dengan hasil penelitiannya bahwa Pemeriksaan kehamilan dapat dijadikan sarana motivasi bagi ibu hamil agar mau memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan paling sedikit 4 kali mempunyai peluang 2 kali lebih besar untuk melahirkan pada tenaga kesehatan, jika dibandingkan yang pemeriksaan kehamilannya kurang dari 4 kali, semakin baik kuantitas dan kualitas ANC yang diperoleh ibu, semakin besar pelung ibu melahirkan pada tenaga kesehatan. Budaya Pemeriksaan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Masyarakat di Wilayah pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang 148 diperoleh sebagian besar berada pada kategori Kurang (51,4%). Budaya Pemeriksaan Kehamilan yaitu dalam mencari pelayanan kesehatan mereka lebih mendahulukan seorang bidan dari pada dukun, terbukti pada saat merasa sakit ibu hamil pertama kali mencari pelayanan kesehatan pada bidan atau pergi di puskesmas untuk memeriksakan kesehatanya. Mereka juga percaya terhadap dukun yang dipercaya secara turun-temurun dalam tradisi yang berbeda-beda. Pada suku muna bentuk pengobatan kehamilan yang dipercaya seperti dilarang keluar pada saat magrip, keluar harus bawah dengan bawang merah konon katanya untuk mengusir mahluk halus yang mengikuti ibu hamil, sedangkan suku Buton bentuk perawatan kehamilan yang telah dipercaya secara turun temurun seperti dilarang tidur siang, keluar malam harus bawah dengan peniti yang dikaitkan dikepala, serta bentuk perawatan yang dipercaya oleh orang bajo seperti dilarang makan dipiring besar, dan keluar dimana saja diharuskan untuk membawa bawang merah supaya ibu hamil tidak di ikuti dengan mahluk halus. Pemeriksaan kehamilan dalam bidang kesehatan dikenal dengan antenatal care (ANC) atau asuhan antenatal adalah pemeriksaan, pengawasan, pemeliharaan dan perawatan yang diberikan pada ibu selama masa kehamilan. Pemeriksaan dan pengawasan kehamilan yang teratur akan sangat menentukkan kelancaran dari proses persalinan kelak. Banyak sekali penyakit penyulit dan komplikasiyang ditemukan 149 pada waktu pemeriksaan kehamilan dapat diatas dan diobati (Bidancare, 2011). Pelayanan antanetal disebut lengkap apabila dilakuan oleh tenga kesehatan serta memenuhi standar kesehatan tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan kesehatan yang dianjurkan sebagai berikut : minimal 1 kali pada triwulan pertama (kehamilan < 14 minggu), minimal 2 kali pada triwulan kedua (kehamilan 14-28 minggu), minimal 2 kali pada triwulan ketiga (28-36 dan sesuadah minggu ke-36 minggu). Standar waktu pelayanan antanetal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Depkes, 2009). Menurut Saifuddun (2012), setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu satu kali kunjungan selama trisemester pertama, satu kali kunjungan selama trisemester kedua dan dua kali kunjungan selama trisemester ketiga. Interaksi selama masa antenatal care dapat membangun rasa percaya kepada petugas kesehatan, hal ini merupakan dasar yang baik dalam mengambil keputusan saat persalinan. Ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilannya pada tenaga kesehatan mempnyai presentase lebih tinggi cenderung akan memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Jika dibandingkan dengan ibu yang periksa kehamilannya pada 150 dukun/paraji atau bahkan melakukan pemeriksaan kehamilan (Wiryawan, 2003). b. Pola pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Perawatan kehamilan Pencarian pelayanan kesehatan kehamilan merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin dengantujuan untuk perawatan kehamilan selama hamil. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Kenyataannya berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Pencarian pelayanan kesehatan bagi ibu hamil kehamilan untuk Perawatan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Perawatan kehamilan yang diamksud dalam penelitian ini adalah kemana memilih melakukan perawatan dan apa yang diberikan dalam perawatan kehamilan yang dilakukan dalam tradisi mereka. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya Perawatan kehamilan dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun yang di utamakan, salain karena tradisi, menggunakan jasa 151 dukun juga dapat menghemat biaya perawatan ibu hamil. Adapun perawatan yang dilakukan bidan yaitu mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan yang dilakukan oleh dukun yaitu memperbaiki letak janin, pemberian air do’a, seerta memberikan wejangan kepada keluarga mengenai pantangan sesuai tradisi yang tidak boleh ibu hamil lakukan. Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan bersalin dilindungi secara adat, religi, dan moral dengan tujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Mereka menganggap masa tersebut adalah masa kritis karena bisa membahayakan janin dan/atau ibunya. Masa tersebut direspons oleh masyarakat dengan strategi-strategi, seperti dalam berbagai upacara kehamilan, anjuran, dan larangan secara tradisional (Malinowski, Bronislaw, 1927). Dalam mencari pelayanan kesehatan untuk kehamilan kepada yaitu perawatan kepada bidan dan dukun namun memilih bidan lebih diutamakan karena bidan mereka berangapan bahwa bidan merupakan tenaga yang terlatih dan berpengalaman. Bentuk perawatan yang diberikan oleh bidan terhadapa ibu hamil, mmeberikan tablet Fe, suntik TFT dan menyarankan untuk banyak istrahat. Melakukan perawatan 152 kepada dukun sudah menjadi tradisi yang turun temurun di dalam suku mereka msing-masing. bahwa bentuk perawatan kehamilan yang diberikan oleh dukun mengurut memperbaiki letak janin dan mmbrikan air yang sudah ditiup-tiup. Perilaku ibu hamil di daerah ini termasuk dalam perawatan kehamilan bergantung kepada keberadaannya di dalam masyarakatnya, saat digali lebih mendalam alasan mengapa perilaku ini dipatuhi mereka mengemukakan bahwa hal ini sudah turun temurun dilakukan, percaya karena tidak ingin menyesal dikemudian hari, percaya akan akibat yang akan ditimbulkan jika kepercayaan tersebut dilanggar, percaya karena mengikuti anjuran orang tua dan dukun dan percaya agar ibu dan bayinya selamat hingga melahirkan. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil harus mematuhi larangan-larangan tersebut agar bayi dan ibunya terhindar dari bahaya. Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan menganggap peristiwa itu sebagai tahapan-tahapan kehidupan yang harus dijalani didunia. Masa kehamilan dan kelahiran dianggap masa krisis yang berbahaya,baik bagi janin atau bayi maupun bagi ibunya karna itu sejak kehamilan sampai kelahiran para kerabat dan handaitolan mengadakan serangkaian upacara bagi wanita hamil dengan tujuan mencari keselamatan bagi diri wanita itu serta bayinya, saat berada di dalam kandungan hingga saat lahir. 153 Perilaku perawatan kehamilan ditandai dengan berbagai pantangan makan dan perbuatan yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi kondisi kesehatan dan perawatan bayi setelah persalinan. Bagian ini memperlihatkan masih pentingnya peranan penyembuh tradisional, khususnya dukun beranak (paraji di Subang, tuang kuni di kalangan orang Bajo, dan mai biang di Bandaneira) dalam perawatan kehamilan dan sebagai penolong persalinan. Sekalipun sudah diperkenalkan bidan di desa, namun masyarakat umumnya masih mempercayai dukun beranak. Penggunaan ramuan-ramuan tradisional yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan karakteristik dari dukun beranak, karena pengetahuan mereka yang terbatas akan dan kurangnya akses kepada obat-obatan biomedis moderen. Pengaruh budaya atau adat istiadat yang terdapat di lingkungan responden masih ada seperti adanya mitos seputar kehamilan dan persalinan. Ini dikarenakan kebiasaan masyarakat setempat dan budaya generasi sebelumnya serta kepatuhan terhadap anjuran orang tua. Selain itu, ibu hamil juga melakukan pantangan yang lain seperti duduk di tengah pintu dan duduk di lantai tanpa alas/ tikar/bangku kecil dan larangan bagi suami memotong atau menyembeli hewan serta mereka masih percaya pada adanya gangguan jin atau mahluk halus yang dapat mengancam keselamatan bayi dalam kandungan atau bayi yang baru saja dilahirkan. Adanya pengaruh budaya (mitos) seputar kehamilan 154 yang cukup kuat mengakibatkan sebagian besar responden lebih mempercayai budaya yang yang turun temurun diwariskan. Mereka tetap melakukan pemeriksaan kehamilan ke dukun karena menganggap bahwa dukun menbantu seoerti mengerti posisi bayi dalam kandungan dan dapat melakukan pemijatan perut yang mempermudah saat persalinan. Ketika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan, mereka hanya ingin diperiksa dan memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat. Oleh karena itu, ketika akan bersalin responden selalu memadukan antara bidan dan dukun atau selalu memanggil dukun dan bidan pada saat bersalin. Penerapan pantangan dan keharusan, sangat berfariasi, ada yang menerapkannya sejak ada hasil pemeriksaan dukun beranak atau juga dokter, adapula nanti menjalaninya pada saat kehamilan memasuki bulan kelima, keharusan-keharusan dan pantangan-pantangan tidak hanya dilakukan dan ditaati oleh calon ibu melainkan juga oleh suaminya pun harus menjalaninya. Pantangan dan keharusan ini dapat dikategorikan atas dua hal seperti pantanagn dan keharusan atas jenis makanan dan pantanagn dan keharusan dalam berprilaku, berpikir dan bertindak (Dewi, 2014). Ibu hamil menerapkan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan selama hamil, diantaranya adalah tidur dan makan pada saat tiba waktu magrib, makan di piring besar, duduk di tangga, potong rambut, makan sembunyi-sembunyi, dan duduk di depan pintu. Dalam penelitian 155 Mayawati (2013), selama kehamilan biasanya si ibu akan melakukan berbagai upaya agar bayi dan ibunya sehat dan dapat bersalin dengan selamat, normal dan tidak cacat. Selama kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan bapak misal, tidak boleh menyiksa atau membunuh binatang dan tidak boleh mengejek orang yang cacat supaya si bayi dapat lahir dengan selamat dan tidak cacat. Pada masa kehamilan, banyak hal-hal yang menjadi pantangan yang tidak boleh dilakukan, baik itu dari makanan maupun beberapa hal yang tidak boleh dilakukan. Setiap orang percaya bahwa semua pantangan mempunyai makna dan manfaat agar tidak dilakukan. Kepercayaan terhadap pantangan tersebut berakibat pada risiko yang buruk bagi kehamilan (Devy, 2011). Dukun merupakan aktor lokal yang dipercaya warga sebagai tokoh kunci di masyarakat terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh-bulanan kehamilan, tatobik (mandi dengan air panas) dan hatukahai (pendiangan di atas bara api). Upacara adat ini tentunya tidak sejalan dengan aktivitas medis dan tidak dapat dilakukan oleh seorang bidan. Hal inilah yang menyebabkan dukun memiliki tempat yang terhormat dan memperoleh kepercayaan lokal yang jauh lebih tinggi dari pada bidan. Dukun dipercayai memiliki 156 kemampuan yang diwariskan turun-temurun untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat. Sebagian dari mereka juga memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah “berpengalaman”. Profil sosial inilah yang berperan dalam pembentukan status sosial dukun yang karismatik dalam pelayanan medis tradisional. c. Pola Perawatan Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan Dalam perkembangan teknologi yang ada, dimana masyarakat pedesaan mulai tersentuh dengan modernisasi, rupanya keberadaan pengobatan tradisional masih hidup bahkan bertambah subur. Menurut penelitian Faudzi M (1978) menemukan bahwa kenyataan kemajuan ilmu teknologi kedokteran belum sepenuhnya mampu mengatasi semua masalah kesehatan dan jangkauan masih terbatas. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Pengobatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemana pengobatan dilakukan dan pengobatan apa yang diberikan oleh ibu-ibu hamil pada saat sakit. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya pengobatan ibu hamil dilakukan tetap menggabungkan antara bidan dan dukun atau menggabungkan pengobatan tradisional dan moderen. Karena adanya anggapan oleh masyarkat bahwa ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan petugas kesehatan dan ada juga penyakit yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun. Adapun Pengobatan yang diberikan oleh bidan yaitu pemberian vitamin, suntikan dan obat- 157 obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil, serta dianjurkan untuk lebih banyak beristirahat, makan makanan bergizi, dan taklupa minum susu ibu hamil. Adapun pengobatan yang diberikan oleh dukun yaitu memberikan sjamu, ramuan-ramuan tradisional dari daundaunan yang telah di do’a kan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulianti Saeoso (1974) mengingkapkan bahwa 2,5% penduduk perkotaan dan 1016% penduduk pedesaan di Jawa memnita pertolongan dukun bila sakit, dan diluar jawa sekitar 37%. Budaya Pengobatan pada Pola pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang diperoleh sebagian besar selalu kebidan atau ke tempat pelayanan kesehatan kemudian ke dukun. Budaya Pengobatan menunjukan bahwa mereka memlih bidan dan dukun karena mereka padukan antara pengobatan tradisional dan pengobatan kesehatan, dimana mereka menganggap bahwa ada beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan pihak kesehatan dan adajuga penyakit yang tidak disembuhkan oleh dukun. obat-obat yang diberikan oleh bidan seperti obat vitamin, tablet Fe sedangkan dukun diberikan air yang sudah ditiup, ramu-ramuan yang dari rumpt-rumputan dan Jamu. Pengobatan tradisonal ini didapatkan secara turun temurun dan hanya dapat dipertanggungjawabkan. Pengobatan tradisonal ini telah 158 menjadi bagian hidup dari masyarakat pedesaan, mengakar dalam kehidupan sehari-hari dan dipercaya masyarakat sebagai alternative penyembuhan suatu penyakit. Bahkan pengobatan tradisonal ini juga telah merambah ke kota besar karena masyrakat sering mencari alternative pemecahan masalahnya dengan coba-coba. Misalnya untuk menghindari prosedur operasi yang menakutkan atau merasa telah cukup lama memakai pengobatan medic tapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Dukun beranak adalah salah satu dari sekian banyak pengobatan teradsisonal di Indonesia. Mayoritas pengguna pengobatan tradisonal ini adalah oleh lapisan masyarakat dengan taraf sosial ekonomi yang rendah atau menengah dengan rata-rata pendidikan sekolah dasar atau kurang. Ini mungkin berkaitan dengan maslah keterjangkauan baik harga maupun dalam hal jarak tempuh dan mitos serta fasilitas kesehatan yang ada. Alasan yang sering didapat adalah murah, dekat, menghindari/takut terhadap tindakan medic oleh dokter atau bidan. Dalam pengibatan tradisonal para pelaku pengobatan trasional akan melengkapi tindakan pengobatannya dengan menggunakan ramuan/obat tradisonal, tidak jarang juga memakai obat produk dari farmasi. Untuk obat modern (farmasi) biasanya penderita akan dianjurkan untuk membeli di apotok atau berobat kefasilitas kesehatan terdekat. 159 Dukun beranak juga dianggap sebagai orang yang terampil dan dipercaya masyarakat untuk menlong persalinan dan perawatan ibu hamil dan bayi sesuai kebutuhan masyarakat. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun beranak terkait dengan kebudayaan masyarakat disekitarnya. Sehingga dukun beranak diperlakukan sebagai tokoh masyarakat yang dipercaya. Pencarian pengobatan yang dilakukan responden berbeda –beda ada yang ke pelayanan kesehatan , ke dukun dan melakukan pengobatan kombinasi yaitu tradisional dan modern. Menurut hasil penelitian Notosiswono dan Supardi (2005), dalam pencarian pengobatan pada masyarakat Ciwalen, Kab. Cianjur adalah melakukan pengobatan sendiri dengan alasan sakit ringan, hemat biaya, dan hemat waktu dan sebagai pertolongan pertama sebelum ke pelayanan kesehatan. Menurut Adam,dkk ( 2008), bahwa masyarakat suku Bajo di Kabupaten Kolaka dalam mengambil tindakan pengobatan ketika sakit pilihan ke dukun dari pada pelayanan kesehatan karena lebih banyak memberikan kesembuhan pada masyarakat suku Bajo di Kolaka. Menurut Husaini (2008), akibat adanya perbedaan persepsi masayarakat tentang sehat sakit, perbedaan antara daerah satu dengan yang lain menyebapkan tindakan pengobatan oleh masyarakat daerah yang satu dengan yang lainnya juga berbeda. Berbagai variasi tindakan pengobatan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor kelas sosial, 160 perbedaan suku bangsa dan budaya juga dipegaruhi oleh tingkat pendidikan, jasmani dan geografi suatu daerah. Pemilihan ibu hamil yang ingin berobat pada bidan umumnya merupakan masyarakat yang mudah memperoleh akses kepelayanan kesehatan (praktek bidan), sehingga mudah mendapatkan pertolongan persalinan, sedangkan ibu yang memperoleh pertolongan persalinan oleh dukun bayi umum jauh yaitu membutuhkan waktu lebih dari 2 jam dengan perkiraan jarak 70 km untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan, serta tinggal didaerah yang masih tinggi ada istiadatnya dan umumnya di pedesaan yang sangat terpencil dari akses ibu kota. Hal ini sesuai dengan pendapat Kristiani dan Abbas (2006) bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan tenaga professional (bidan desa) antara lain faktor lingkungan tempat bidan bertugas, kesadaran masyarakat, dan bidan yang bertugas ditempatnya. d. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan budaya Makanan pada saat hamil. Kepercayaan bahwa ibu hamil dan post partum pantang mengkonsumsi makanan tertentu menyebabkan kondisi ibu post partum kehilangan zat gizi yang berkualitas. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. 161 Kemiskinan masyarakat akan berdampak pada penurunan pengetahuan dan informasi, dengan kondisi ini keluarga, khususnya ibu akan mengalami resiko kekurangan gizi, menderita anemia dan akan melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dapat dikatakan bahwa persoalan pantangan atau tabu dalam mengkonsumsi makanan tertentu terdapat secara universal di seluruh dunia. Pola Pencarian Pelayanan kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan budaya Makanan pada saat hamil dimaksud disini adalah kemana mereka memperoleh informasi dan apa saja Makanan yang dianjurkan budaya Makanan pada saat hamil. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya makanan kehamilan lebih banyak mendengar dari posiandu yaitu oleh ibu bidan. Tapi masih ada juga informasi yang di peroleh keluarga secara turun temurun mengenai pantangan makanan ibu hamil. Adapun Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap seperti ikan dan sayuran segar dan buah. Adapun makan yang dianjurkan secara turun temurun yaitu memperbanyak makanan yang berserat dan berlendir. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden suku muna bahwa dalam hal makanan seorang ibu hamil tidak ada pantangan selama ibu hamil ingin mengkonsumsi makanan yang dia ingin makan. 162 Permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Permasalahan gizi pada ibu hamil di Indonesia tidak terlepas dari faktor budaya setempat. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Budaya Makanan pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Budaya Masyarakat di Wilayah Pesisir Desa Landipo Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015 yang diperoleh sebagian besar berada pada kategori Cukup (80%). budaya Makanan pada saat hamil menunjukan bahwa dalam mencari informasi Makanan yang dianjur dan makanan dipantang mereka lebih mendahulukan seorang dukun daripada bidan, dimana kepercayaan mereka terhadap dukun masih sangat kuat. Sebaliknya Mereka juga percaya terhadap bidan. Adapun makanan yang dianjurkan bidan yaitu susu ibu hamil, makan empat sehat lima sempurna dan yang di anjurkan dukun yaitu makan makanan yang berlendir agar pada saat pasca persalinan lancer Makanan yang dipantang dan makanan yang dianjurkan ada bermacam-macam jenisnya, jenis makanan yang dipantang seperti nenas, papaya, ikan gurita, dan lain-lain, sedangkan makanan yang dianjurkan adalah makanan yang empat sehat lima sempurna seperti nasi, sayur mayur, dan ikan. Namun tidak semua jenis ikan boleh dimakan oleh ibu hamil, walaupun secara medernisasi atau secara 163 kesehatan makanan tersubut penuh gizi dan bisa dikonsumsi makanan tersebut, namun secara tradisi atau kepercayaan makanan tersebut menjadi tabu/pantangan yang tidak boleh dimakan oleh ibu hamil, sehingga dengan adnya pantangan-pantanagan makanan tersebut maka ibu hamil banyak yang KEK, anemia dan bayi BBLR, meskipun kenyataan tersebut ada di depan mata namaun tidak merubah perilaku masyarakat untuk berpantang makanan. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya.Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu danya kekuatan superpower yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut. Tampaknya berbagai pantangan atau tabu pada mulanya dimaksudkan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan ibunya, tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat sebaliknya, yaitu merugikan kondisi gizi dan kesehatan. Secara universal adat atau kepercayaan tentang makanan yang terkait dengan tabu ada di seluruh negara, baik di negara yang teknologinya sudah maju maupun di negara berkembang. Budaya pantang pada ibu hamil sebenarnya justru merugikan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Misalnya ibu hamil dilarang makan telur dan daging, padahal telur dan daging justru sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan janin. Berbagai pantangan tersebut akhirnya menyebabkan ibu hamil 164 kekurangan gizi seperti anemia dan kurang energi kronis (KEK). Dampaknya, ibu mengalami pendarahan pada saat persalinan dan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah (BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang dari 2.5 kg. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik. Misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya, mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan, atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh. Padahal praktik-praktik tersebut sering merugikan kesehatan ibu (Iskandar, Meiwita B. 1996). Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi 165 oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain ; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu dengan kata lain ibumempunyai peran sebagai gatekeeper dari keluarga. e. Pola Pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pada saat persiapan Persalinan Pemilihan ibu hamil yang ingin bersalin pada bidan umumnya merupakan masyarakat yang mudah memperoleh akses pelayanan kesehatan (bidan), sehingga mudah mendapatkan pertolongan persalinan, sedangkan ibu yang memeproleh pertolongan persalinan oleh dukun bayi umunya jauh yaitu membutuhkan waktu lebih dari 2 jam dengan perkiraan jarak 70 km untuk memperoleh pelayanan kesehtan, serta tinggal didaerah yang masih tinggi adat istiadatnya dan umumnya di pedesaan yang sangat terpencil dari akses ibu kota. Pola Pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil berdasarkan budaya pada saat persiapan Persalinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemana akan 166 melakukan persiapan dan bagaimana persiapan persalinan si ibu yang merupakan satu bagian dari pelayanan antenatal care. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Budaya persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Persiapan dalam pelaksanan persalianan tidak terlalu bayak yang dilakukan karena kebanyakan dari pasien melaksanakan persalinan dirumah sendiri hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kristiani dan Abbas (2006) bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan tenaga professional (bidan desa) antara lain faktor lingkungan tempat bidan bertugas, kesadaran masyarakat, bidan yang bertugas ditempatnya. Pertolongan persalinan yang tidak aman dan sehat oleh tenaga yang tidak professional dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan dan persalinan berupa kematian ibu dan atau kematian bayi. Bisa jadi hal ini terjadi karena kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang metode persalinan sehat dan aman yang seharusnya menjadi pilihan utama mereka.Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, jelas bahwa derajat kesehatan yang diukur melalui indikator kesehatan ibu dan anak sangat ditentukan oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk keberadaan persalinan dukun. Budaya pada saat persiapan Persalinan menunjukan bahwa melakukan persiapan persalinan yaitu kepada bidan dan dukun, dimana 167 dukun masih dipercaya oleh masyarakat selain itu ada persaudaraan mereka antara keluarga dengan dukun, sedangkan bidan mereka masih kurang percaya dimana bidan masih ada yang belum menikah jadi mereka belum berpengalaman. persiapan persalinan dilakukan dirumah masing-masing yang akan ditemani bidan dan dukun Fenomena dukun bayi merupakan salah satu bagian yang cukup besar pengaruhnya dalam menentukan status kesehatan ibu dan bayi, karena sekitar 40% kelahiran bayi di Indonesia dibantu oleh dukun bayi. Keadaan ini semakin diperparah karena umumnya dukun bayi yang menolong persalinan tersebut bukan dukun terlatih. Dalam konteks budaya (tradisi) masyarakat kita sering terdapat kebiasaankebiasaan yang kadang-kadang merugikan kesehatan bagi wanita hamil dan ibu pasca bersalin. Kondisi ini terjadi pada masyarakat Papua Suku Kamoro dan Amungme. Sebagian besar (67,65%) tidak memiliki larangan untuk melakukan kegiatan tertentu selama kehamilan. Namun demikian, terdapat pula budaya local yang menguntungkan, seperti adanya larangan-larangan selama kehamilan terutama pada Suku Kamoro. Larangan tersebut berupa; tidak boleh bekerja terlalu berat, keluar malam, dekat-dekat dengan api, bekerja ringan seperti merapikan tempat tidur, berlari-lari/melompat, berhubungan intim, membelah kayu dan sebagainya. Peran dukun ini cukup besar, sehingga eksistensinya masih sangat dibutuhkan oleh sebagian masyarakat Suku Mandar. 168 Keberadaannya tidak hanya dilihat dari sisi jumlah yang ada, tetapi dari sisi budaya Mandar cukup menarik dalam kajian konteks masalah kesehatan ibu dan anak. Hal ini terkait dengan upaya menjalin kemitraan pembangunan kesehatan, yang bermuara pada peningkatkan derajat kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktik-praktik persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Sebuah penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktik yang membawa resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan plasenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan) (Iskandar, Meiwita B. 1996). Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden dan masyarakat sekitar Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat setempat selalu beranggapan bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan yang terlatih dan sudah berpengalaman. Mereka juga masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga 169 mereka juga meminta tolong kepada dukun. Kebiasaan bidan dan dukun beranak untuk menolong persalinan dilingkungan mereka yang biasanya dilakukan di rumah, sehingga Persalin melalui bidan dan dukun (sando) dianggap menguntungkan ibu hamil, khususnya mereka dengan kondisi ekonomi yang rendah. Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan, perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat (Depkes RI, 2007). Perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya. Pada dasarnya, peran kebudayan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis /kesehatan.Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. 170 V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial dan Budaya Masyarakat Di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 dapat disimpulkan yang menjadi variabel penelitian sebagai berikut : 1. Variabel Sosial menunjukan bahwa pada Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Berdasarkan Sosial Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang berdasarkan Dukungan Keluarga diperoleh sebagian besar berada pada kategori positif (62,9%) dan Pengetahuan diperoleh sebagian besar berada pada kategori positif (64,3%). Namun pada Pendapatan diperoleh sebagian besar berada pada kategori negatif (62,9%), dan Sikap diperoleh sebagian besar berada pada kategori negatif (54,3%). 2. Variabel Budaya menunjukan bahwa pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Masyarakat di Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang berdasarkan pemeriksaan, pencarian pelayanan kesehatan, pengobatan dan budaya makan serta persiapan persalinan menunjukan bahwa dari 70 responden (100%) semua respinden berada pada kategori baik. Selain itu Variabel Budaya menunjukan bahwa pada Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Masyarakat di 170 171 Wilayah Pesisir Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Tahun 2015 yang diperoleh Pemeriksaan kehamilan dilakukan pada Bidan, dan juga dukun. Bidan mengecek kondisi dengan melihat kondisi pasien, mengukur tekanan darah serta di USG. Dukun menyentuh perut si ibu hamil untuk mengetahui letak dan kondisi bayi. Perawatan kehamilan dilakukan kepada bidan di masa awal-awal kehamilan, dan pada masa akhir kehamilan tetap menggunakan jasa dukun. Perawatan bidan mengukur tensi darah, memberikan vitamin, tablet Fe, suntikan tetanus toksis, serta anjurkan untuk rutin keposyandu. Perawatan dukun yaitu memperbaiki letak janin, dan pemberian air do’a. Pengobatan ibu hamil dilakukan menggabungkan antara pengobatan tradisional dan moderen. Pengobatan Moderan seperti pemberian vitamin, suntikan dan obat-obatan yang sesuai dengan penyakit yang diderita ibu hamil. Tradisional seperti Memberikan jamu, ramuan-ramuan tradisional dari daun-daunan. Informasi makanan kehamilan lebih banyak didengarkan dari posyandu. Adapun Makanan yang dianjurkan oleh bidan yaitu makan sehat dan bergizi yang lengkap. Persiapan persalinan dialakukan kepada bidan dan dukun terlatih yang bekerja sama. Persiapan persalianan hanya di anjurkan untuk banyak-banyak beristirahat. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 172 1. Bagi pihak puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan tentang mitos-mitos yang dapat merugikan dan tidak mengutungkan kesehatan serta yang tak kalah pentingnya pemanfaatan fasilitas kesehatan harus terus disosioalisasikan kepada masyarakat, diadakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dimana mereka ini kurang informasi yang mereka terima terutama informasi tentang masalah kesehatan. 2. Bagi Ibu Hamil untuk memeriksakan kehamilannya sesuai dengan ketentuan, menjaga kesehatan dan bersalin di fasilitas kesehatan dan menyediakan tabungan ibu bersalin. 3. Bagi dukun agar kerjasama dengan bidan melalui program kemitraan bidan dan dukun. 4. Diharapkan ada penelitian selanjutnya tentang pola pencarian pelayanan kesehatan ibu hamil. 173 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Panduan Penulisan Sripsi, Fakultas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo, Kendari. Ambarwati dan Rismintari, 2012 . Pelayanan Kesehatan Ibu dan Kandungan. Sumber Pelita : Bandung. Bungin. B. 2003. Analisis Data Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Candra B. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Gramedia Departemen Kesehatan RI, 2010. Antenatal Care dan kesehatan ibu dan anak. Tiga Utama : Jakarta. Data Puskesmas Lasolo tahun 2014 Depkes RI, 2013. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Bina Kesehatan Keluarga. Depkes RI, 2013.Standar Pelayanan Kebidanan. Depkes RI. Jakarta Depkes RI, 2012. Standar Pelayanan Kebidanan. Depkes RI. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Utara Tahun 2014. Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2013. Profi Kesehatan Indonesia 2012. Kemenkes 2012. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT.Rineka Cipta. Jakarta. Riskesdas, 2013. Angka Kematian Ibu Hamil, http://www.rikesda.go.id. Diakses Tanggal 8 Maret 2015. Sugiyono, 2006. Metode Penenlitian Kualitatif, Kuantitatif. Alfabeta. Bandung. Saifuddin, 2012. Pokok-pokok Pelayanan Antinatal Care (ANC). http://www.google.com. Diakses tanggal 8 Maret 2015 173 174 Saifuddin 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan II. EGC. Jakarta Riduwan, 2008. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Alfabeta. Bandung. 175 DOKUMENTASI PENELITIAN sedang melakukan wawancara dengan informan kunci dukun Sedang melakukan wawancara dengan informan kunci bidan 175 176 Sedang melakukan wawancara dengan responden Ketika bertemu dengan camat lasolo pada waktu mengantar surat izin penelitian di kecamatan lasolo 177 Depan kantor camat kecamatan lasolo pada saat mengantar surat izin penelitian Foto Bersama Dengan Pegawai puskesmas Lasolo