BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare Berasal dari bahasa yunani “diarroia” yang berarti mengalir terus. Sampai saat ini banyak yang mendefinisikan diare. Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair, sementara Depkes RI (2002) mendefinisikan diare sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya yaitu 3 atau lebih per hari yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Bayi biasanya memiliki volume BAB sampai dengan 5 gram per kg BB-nya, sedangkan dewasa sekitar 200 gram per BBnya. Usus kecil milik kita yang sudah dewasa mampu menyerap air sampai 11 liter per hari, sedangkan usus besar hanya menyerap 0,5 liter per hari. Oleh karena itu, gangguan di usus kecil biasanya akan menyebabkan diare dengan volume air yang banyak, sedangkan gangguan di usus besar biasanya akan menyebabkan diare dengan volume air yang lebih sedikit. 2.1.2 Jenis Diare Ada beberapa jenis diare menurut Departemen Kesehatan RI (2000), antara lain : 1. Diare akut, adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. 2. Disentri, adalah diare yang disertai dengan darah dalam tinjanya. Akibatnya adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa usus. 6 7 3. Diare persisten, adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibatnya terjadi penurunan berat badan dan gangguan metabolisme sehingga menyebabkan penyerapan gizi menjadi kurang. 4. Diare dengan penyakit penyerta maksudnya disini adalah anak yang menderita diare (diare akut atau diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. 2.1.3 Pencegahan Diare Cara mencegah diare pada bayi yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah memberi ASI sebagai makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan bayi sampai umur 6 bulan. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain, susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat mencegah secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Bayi yang diberi ASI secara penuh atau eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare (Kamalia D, 2005). Selain itu pencegahan yang lain dapat juga dilakukan dengan cara (Achmadi 2009): 8 1. Memperbaiki makanan sapihan Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai dibiasakan dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI tetap merupakan bagian penting dalam susunan makanannya khususnya sampai usia 2 tahun. ASI eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun setelah itu cara bertahap dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada umur 1 tahun semua jenis makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan sebanyak 4-6 kali sehari. Makanan dimasak dan direbus dengan baik, disimpan di tempat dingin dan dihangatkan sebelum diberikan. 2. Banyak menggunakan air bersih Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena dibeberapa daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun penyediaan air bersih yang memadai penting untuk secara efektif membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian pula untuk mencuci tangan. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita juga harus membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan mencuci tangan dan sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang kotor. Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare. 3. Mencuci tangan Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara mencegah terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham fungsi dan manfaat mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan bersih dilakukan setelah membersihkan anak yang buang air besar, membuang tinja anak, dan buang air besar. Cuci tangan 9 juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan, dan memberikan makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan kebiasaan mencuci tangan. 4. Penggunaan jamban Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam membersihkan dan menyikat jamban. Sedangkan karakteristik jamban yang baik sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga, berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga hinggap di tampungan tinja (dengan sistem leher angsa) . 5. Cara yang benar membuang tinja bayi Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang dengan cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa dibuang di udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar matahari, karena sinar matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-kuman dalam tinja tersebut. Setelah buang air besar balita segera dibersihkan kemudian tangan keluarga yang membuang tinja dan tangan balita dicuci dengan sabun sampai bersih. 6. Imunisasi campak Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur sembilan bulan. 10 2.2 ASI 2.2.1 Pengertian ASI Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan tubuh sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah bayi yang tidak bisa tergantikan oleh apapun. ASI adalah adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (Siregar Arifin M, 2004). ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, air susu ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketentraman jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi. Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi. ASI harus 11 diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal (sebelum ASI lancer produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI (Kamalia D, 2005). Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia minimal 6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit, karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Jadi, bila bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif maka akan memperbesar risiko terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare. Menurut beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif menderita diare lebih sering daripada bayi yang diberi ASI eksklusif. Ini dibuktikan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama frekuensi terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke 4 sampai bulan ke 6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat terserap oleh sistem pencernaan bayi (Puspaningrum C, 2006). Dalam penelitian lainnya juga dikatakan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpotensi 5,5 kali lebih besar mengalami diare dari pada bayi yang diberi ASI eksklusif (Maharani K, 2009). Perlu diketahui bahwa pola defekasi pada bayi yang mendapat kolostrum adalah sering dan cair, sehingga perlu dibedakan dengan diare. Apabila bayi benar mengalami diare maka tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI, justru ASI mempunyai manfaat untuk diare (Ridho, 2008): 1. ASI dapat digunakan untuk rehidrasi. 2. ASI mengandung zat gizi untuk memenuhi kecukupan gizi selama diare. 12 3. ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare. 4. ASI mengandung zat untuk pertumbuhan sel mukosa usus yang rusak oleh diare. 5. Diare lebih ringan dan lama diare lebih pendek pada bayi yang mendapat ASI. 2.2.2 Pengertian ASI Eksklusif Pengertian ASI eksklusif sendiri adalah pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan makanan dan minuman lain kecuali sirup obat dan vitamin dalam bentuk tetes, untuk jangka waktu bayi sampai umur 6 bulan (Depkes RI, 2002). ASI eksklusif sangat penting bagi pertumbuhan bayi itu sendiri karena memberikan ASI saja tanpa makanan tambahan apapun akan membantu bayi untuk mengurangi risiko terkena penyakit terutama penyakit infeksi. 2.2.3 Kolostrom Kolostrum merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuningkuningan, lebih kuning dibanding dengan susu matur (ASI yang kelur pada hari ke14 sampai seterusnya). Di keluarkan oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke-4 atau hari ketujuh. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah. Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan. Meskipun ASI yang keluar pada hari pertama sedikit, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Walaupun ASI yang keluar sedikit tetap disusukan, karena isapan bayi akan merangsang ujung saraf di daerah punting susu dan di bawah daerah yang berwarna kecoklatan (Areola). Rangsangan isapan bayi akan mengirimkan sinyal ke bagian depan kelenjar hipofisa di otak untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon prolaktin ini akan 13 merangsang sel-sel di pabrik susu untuk membuat ASI. Selain itu, isapan bayi juga akan merangsang bagian belakang kelenjar hipofisa untuk membuat hormon oksitosin. Hormon oksitosin akan menyebabkan sel-sel otot yang mengelilingi pabrik susu mengerut atau berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari pabrik ASI dan mengalir melalui saluran susu ke dalam gudang susu yang terdapat di bawah daerah yang berwarna coklat. 2.2.4 Keuntungan Memberikan ASI Keuntungan memberikan ASI untuk bayi (Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Binkesmas, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Jakarta, 1997) yakni : 1. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi dan mudah dicerna oleh system pencernaan bayi 2. ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi, berguna untuk kecerdasan dan pertumbuhan. 3. ASI mengandung asam amino essensial yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah sel otak bayi (berkaitan dengan kecerdasan bayi), terutama sampai usia bayi 6 bulan. Bila pada periode tersebut terjadi kekurangan gizi, akan terjadi penurunan jumlah sel otak sebanyak 15-20%. 4. ASI mengandung zat kekebalan, melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi 5. ASI selalu aman dan bersih 6. ASI tidak pernah basi 7. ASI mempunyai suhu yang tepat, sehingga dapat langsung diberikan kepada bayi setiap saat 14 8. ASI mengandung zat antibodi sehingga menghindarkan bayi dari alergi dan diare. 9. Mencegah timbulnya Diabetes Millitus pada masa bayi/anak-anak 10. Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Keuntungan memberikan ASI untuk ibu yaitu : 1. Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi risiko perdarahan. 2. Menyusui dapat menjarangkan kelahiran (cara alamiah penunjang KB) jika bayi disusui hanya ASI saja selama 4 bulan pertama, tanpa diselingi makanan lainnya 3. Menghindarkan ibu dari kemungkinan timbulnya kanker payudara 4. Uterus cepat pulih 2.2.5 Manajemen Laktasi Manajemen laktasi adalah upaya- upaya yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui. Pelaksanaannya terutama dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya. Adapun upaya-upaya yang dilakukan sebagai berikut (Jackson T dkk, 2009) : 1. Pada masa kehamilan (antenatal) a. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya, disamping bahaya pemberian susu botol. b. Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara / keadaan puting susu, apakah ada kelainan atau tidak. Di samping itu perlu dipantau ada kenaikan berat badan ibu hamil. 15 c. Perawatan payudara mulai usia kehamilan 6 bulan agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup. d. Memperhatian gizi / makanan ditambah mulai dari kehamilan trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat sebelum hamil. e. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini diperlukan keluarga, terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya. 2. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal) a. Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan cara menyusui yang baik dan benar, yaitu tentang posisi dan cara melekatkan bayi pada payudara ibu. b. Membantu terjadinya kontak langsung antara ibu dan bayi selama 24 jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal. c. Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 S) dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan. 3. Pada masa menyusui selanjutnya (postnatal) a. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi. b. Perhatikan gizi / makanan ini menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih banyak dari biasa dan minum 8 gelas / hari. c. Ibu menyusui harus istirahat dan menjaga ketenangan pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat. Perhatian dan dukungan keluarga penting terutama suami untuk menunjang keberhasilan menyusui. d. Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas kesehatan apabila ada permasalahan menyusui seperti payudara banyak disertai demam. 16 e. Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bayi mereka. f. Memperhatikan gizi / makanan anak, terutama mulai 6 bulan, berikan MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas. Ada perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan dan jarang memerlukan perawatan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. 2.3 Faktor – Faktor lain yang dapat menimbulkan diare Penyebab diare dapat dibagi dalam berbagai faktor yaitu, faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, faktor psikologis, gizi, ASI eksklusif (Ngastiyah dalam Ridho, 2008). 2.3.1 Faktor Infeksi 1. Infeksi enteral yaitu, infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: a. Infeksi bakteri yaitu, Vibrio, Ecolli, Salmonella, Yersinia Shigella, Sampylobacter, Aeromonas dan sebagainya. b. Infeksi virus yaitu, Enterovirus (virus Echo, Rotavirus, Adeno Virus Coxsackie, Poliomyelitis), Astrovirus. 17 c. Infeksi parasit yaitu, Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Stroogyloides), Protozoa (Entamoeba, Histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas Hominis), Jamur; (Candida Albicans). 2. Infeksi parenteral adalah infeksi di luar pencernaan makanan seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, Ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun. 2.3.2 Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Serangan diare dapat terjadi karena terlalu banyak bahan makanan yang sulit dicerna, seperti kacang, cabai, dan beberapa obat tradisional yang menyebabkan rangsangan pada usus. Hal ini dapat memperburuk keadaan, sehingga makanan yang akan di absorbs akan tidak maksimal. 2.3.3 Faktor Malabsorbsi 1. Malabsorbsi karbohidrat, disakarida (intoleransi laktossa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan glukosa). 2.3.4 2. Malabsorbsi lemak. 3. Malabsorbsi protein Faktor Psikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar). Perasaan takut dan cemas akan menstimulus otak dan secara tidak langsung akan menggangu kinerja sistem pencernaan. 2.3.5 Status Gizi Bayi Diare dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi seperti pada kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan seperti pada penelitian yang dilakukan oleh 18 William A. Petri Jr secara prospektif antara Januari 1999 dan Juli 2002 di Mirpur, sebuah daerah kumuh perkotaan di Dhaka. Dua ratus delapan puluh sembilan anak Bangladesh (147 laki-laki dan 142 perempuan) usia 2-5 tahun termasuk dalam studi. Malnutrisi hadir dalam 39% dari anak-anak pada saat pendaftaran.. Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak. Ukuran tubuh yang pendek merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan. Menurut ahli gizi dari IPB, Prdari. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan overweight (gemuk). Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik disebut stunted (pendek) (Jackson T dkk, 2009). Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang. Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau maka status 19 gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk. Bedanya dengan balita, parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak. Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu. Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya. Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare) (Jackson T dkk, 2009). 2.3.6 Tingkat Pendidikan Ibu Diare dapat terjadi juga disebabkan oleh tingkat pendidikan ibu. Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular, diantaranya diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Sander, 2005). Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah angka kematian bayi dan kematian ibu. 20 2.3.7 Sanitasi Lingkungan dan Personal Higiene Sanitasi lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan diare. Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis social dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan penyelidikan-penyelidikan diseluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka kematian (mortalitas), angka perbandingan orang sakit (morbiditas) yang tinggi sama seringnya terjadi endemic di tempat-tempat dimana higiene dan sanitasi lingkungannya buruk. Hasil penelitian Sutoto (2006) dalam Heny Fatmasari (2008) yang menyatakan bahwa perbaikan higiene perorangan seperti praktik cuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar dan sebelum makan, akan memberikan dampak penurunan angka kesakitan diare. Angka penurunan kesakitan diare mencapai 14,48%. Selain cuci tangan, buang air besar di jamban secara baik dan benar dapat mencegah penularan penyakit diare. Sedangkan hasil penelitian Adi Ariyanto (2006) dalam Heny Fatmasari (2008), pada kelompok responden yang tidak mau mencuci tangan dengan sabun mempunyai risiko 3,2 kali terkena diare dibandingkan pada kelompok yang mau mencuci tangan dengan sabun. Bakteri atau parasit penyebab diare menginfeksi usus besar dan menganggu proses peristaltic usus, dalam keadaan tersebut usus tidak dapat mencerna dengan sempurna pada akhirnya zat makanan yang seharusnya diproses dalam usus sudah keluar dalam bentuk feses cair.