1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketatnya persaingan di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketatnya persaingan di era globalisasi sekarang ini semakin mengarahkan
sistem perekonomian ke arah mekanisme pasar, dimana para pemasar harus selalu
mengembangkan dan menguasai pasar. Hal tersebut membuat setiap perusahaan,
baik yang memproduksi barang maupun jasa untuk lebih siap lagi dengan segala
strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Salah satu strategi
perusahaan tersebut adalah “merek”.
Berbagai penelitian tentang merek dilakukan mulai dari konsep luas dari
ekuitas merek sampai dengan pengukuran masing-masing bagian dari ekuitas
merek tersebut. Menurut Kotler (2003) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol
atau desain atau kombinasi dari semuanya dengan tujuan untuk mengidentifikasi
produk atau jasa dari produsen dan untuk membedakannya dengan pesaing. Merek
adalah janji yang diberikan produsen untuk menyampaikan serangkaian fitur,
keuntungan dan pelayanan kepada konsumen.
Penelitian tentang loyalitas pada merek sudah banyak dilakukan. Namun
demikian, loyalitas pada merek masih memerlukan kajian secara lebih mendalam.
Strategi pemasaran sesungguhnya strategi membangun merek di benak konsumen.
Jika kita mempunyai kemampuan untuk membangun merek, artinya kita
mempunyai program pemasaran yang tangguh. Strategi lain untuk membangun
merek adalah dengan memberdayakan merek lini produk. Merek lini produk
merupakan strategi meletakkan nama merek pada sebuah lini produk yang
berhubungan. Merek lini produk berfokus dan memberikan keunggulan biaya
dengan mempromosikan lini produk daripada masing-masing produk. Strategi ini
efektif jika perusahaan mempunyai satu atau lebih lini produk yang masingmasing mengandung sebuah hubungan antara item-item produk tersebut. Satu
keunggulan merek lini produk adalah penambahan item-item produk dapat
dikenalkan dengan memberdayakan nama merek yang telah dibangun.Strategi
yang digunakan perusahaan besar untuk membangun merek, biasanya dengan
menggunakan merek perusahaan. Merek perusahaan merupakan strategi
1
2
membangun
identitas
merek
menggunakan
nama
perusahaan
untuk
mengidentifikasi produk yang dihasilkan.
Produk – produk perusahaan dengan merek yang sudah ”mapan” (establish
brand) juga mengalami kondisi persaingan yang sama beratnya dengan produkproduk bermerek baru ataupun merek yang kurang populer. Sehingga merek yang
sudah mapan harus berjuang agar tidak kalah dengan merek-merek yang baru.
(Kumar,2005). Dari perspektif konsumen, merek yang terpercaya merupakan
jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan menyediakan manfaat yang
dicari konsumen ketika membeli produk atau merek tertentu. Merek juga
merupakan janji kepada konsumen bahwa dengan hanya menyebut namanya,
timbul harapan bahwa merek tersebut akan memberikan kualitas terbaik,
kenyamanan, status dan pertimbangan lain ketika konsumen melakukan
pembelian. Ada banyak strategi yang dapat digunakan untuk bertahan dan menang
dalam persaingan. Salah satu strategi jitu yang dapat digunakan oleh pemasar
adalah dengan menggunakan strategi manajemen merek seperti strategi cobranding, brand extention, brand acquisition, brand repositioning dan masih
banyak strategi manajemen merek lainnya.
Strategi membangun merek dapat pula dengan mengandalkan ekuitas
merek. Ekuitas merek berdasarkan perspektif konsumen adalah pengenalan
konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta
asosiasi merek yang mendukung, kuat dan unik. Ekuitas merek berdasarkan
perspektif konsumen terdiri dari kesadaran merek (brand awareness) dan citra
merek (brand image).Kesadaran merek merupakan kemampuan merek untuk
muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan produk tertentu
dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Kesadaran merek merupakan
dimensi dasar dalam ekuitas merek. Sebuah merek tidak mempunyai ekuitas
sampai konsumen menyadari keberadaan merek tersebut. Merek baru harus
mampu mencapai kesadaran merek dan mempertakan kesadaran merek harus
dilakukan semua merek. Tingkat kesadaran merek terdiri dari kenal akan merek
sebagai kesadaran yang cenderung dangkal dan mengingat merek sebagai
kesadaran yang lebih dalam.
3
Makalah ini akan menganalisa strategi brand repositioning atau strategi
perluasan merek sebagai salah satu solusi alternatif bagi pemasar untuk dapat
bertahan dan menang dalam mengatasi persaingan pasar dan brand equity yang
mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau
jasa, baik pada perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Kombinasi dari konsep
teoritis, pandangan para pakar merek dan pemasaran serta beberapa contoh studi
kasus singkat dan riil lapangan akan digunakan sebagai metode analisa strategi
perluasan merek. PT Samsung Electronics Indonesia misalnya sebagai salah satu
produsen ponsel dengan merek Samsung semula dikenal dari produk
elektroniknya yang berupa TV/Monitor. Pada tahun 1999 Samsung memasuki
pasar ponsel dan saat ini Samsung sedang giat untuk mempertahankan dan bahkan
ingin meningkatkan pangsa pasar ponselnya, tetapi di sisi lain perusahaan ini
harus bersaing dengan saingannya yang merupakan produsen ponsel lain yang
dapat dikatakan telah berhasil dalam membentuk persepsi di benak konsumennya
karena telah berhasil menjadi market leader, misalnya Nokia. Oleh karena itu
pengukuran brand equity menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk dapat
mengetahui sampai seberapa kuat mereknya. Sebagai langkah awal dalam strategi
adalah dengan mengetahui sampai seberapa kuat brand equity yang dimiliki oleh
produk ponselnya.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi makalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana analisis implementasi Strategi Reposisi Merek sebagi salah satu
alternatif untuk dapat bertahan di pasar konsumen.
2. Bagaimana implementasi Brand Equity pada posisi merek ponsel Samsung
4
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
2.1
Pengertian Merek
Merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat, manfaat
dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli. Merek terbaiknmenjadi
jaminan mutu. Merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan,
atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk megenali produk atau jasa
dari seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk
pesaing (Kotler dan Amstrong, 1996).
Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang di3berikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada perusahaan
maupun pelanggan perusahaan. Menurut David. A. Aaker (1991).
Dengan demikian merek suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angkaangka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa yang diproduksi dan dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan
lainnya. Merek yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam
masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari
pasar dan kesetiaan konsumen terhadap merek yang tinggi. Dengan adanya merek
yang membuat produk yang satu beda dengan yang lian diharapkan akan
memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya
berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu
merek (brand loyalty). Kesetiaan konsumen terhadap suatu merek atau brand
yaitu dari pengenalan, pilihan dan kepatuhan pada suatu merek.
2.1
Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek
berperan penting sebagai (keller;2003) :
5

Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam perngorganisasian
sediaan dan pencatatan akuntansi.

Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelelktual. Nama
merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered
trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten
dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan
desain. Hak-hak properti intelektual inimmemberikan jaminan
perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang
dikembangkannya meraup manfaat dari asset bernilai tersebut.

Signal tingkat kualitas bagi para pel;anggan yang puas, sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain
waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability
dansecurity permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan
masuk yang menyulitkan peusahaan lain untuk memasuki pasar.

Sarana menciptkan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari pesaing.

Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukun, loyalitas pelanggan dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.

Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
mendatang.
Bagi konsumen merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui
sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Vasquez.,et al (2002) misalnya
mengklasifikasikan dimensi manfaat dan utilitas merek kedalam ke dalam
sembilan kategori yaitu:
1. Utilitas Fungsional produk
2. Pilihan (choice)
3. Inovasi
4. Trustwarthiness
6
5. Emosional
6. Estetis
7. Novelty
8. Identifikasi sosial
9. Identifikasi personal
Keller (2003) mengemukakan 7 manfaat produk merek bagi konsumen
yaitu:
1. Sebagai identifikasi sumber produk
2. Penetpan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
3. Pengurangan resiko
4. Penekanan biaya pencarian (search cost) internak dan eksternal
5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6. Alat simbolis yang memprpyeksikan citra diri
7. Signal kualitas
Fungsi Merek Bagi Konsumen
1. Identifikasi. Bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi produk;
gampang mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.
2. Praktikalitas. Memfasilitasi penghematan waktu dan energy memlui
pembelian ulang identik dan loyalitas.
3. Jaminan. Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa
mendapatkan kualitas yangsama sekalipun pembeliandilakukan pada waktu
dan di tempat berbeda.
4. Optimisasi. Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif
terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan
spesifik.
5. Karakterisasi. Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau
citra yang ditampilkannya kepada orang lain.
6. Kontinuitas. Kepuasan berwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan
merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahuntahun.
7
7. Hedonistik. Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo dan
kommunikasinya.
8. Etis. Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab merek
bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
2.2
Cara Membangun Merek
Cara membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah
rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita memerlukan
fondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan merek.
Ia memerlukan fondasi yang kuat. Caranya adalah:
1. Memiliki Positioning yang tepat
Merek dapat di-positioningkan dengan berbagai cara, misalnya dengan
menempatkan posisinya secara spesifik dibenak pelanggan. Membangun
positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand value (termasuk
manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu
dibenak pelanggan.
2. Memiliki brand value yang tepat.
Semakin tepat merek di-positioning-kan di benak pelanggan, merek tersebut
akan semakin kompetitif. Untuk memngelola hal tersbut kita perlu mengetahui
brand value. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah keksesuaian
ukuran bagi pemakainya. Sedangakn brand value adalah keindahan warna
serta model pakaian tersebut. Brand value membentuk brand personality.
Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena
brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen.
3. Memiliki Konsep yang tepat.
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang
tepat kepada konsumen harus didukungn oleh konspe yang tepat.
Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena berbeda dari
positioning, konsep dapat terus-menrus berubah sesuai dengan daur hidup
produk
yang
bersangkutan.
Konsep
tang
baik
adalah
dapat
mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang
tepat, sehingga brand image dapat terus-menerus ditingkatkan.
8
2.3
Tipe-tipe Utama merek
Pemahaman mengenai peran strategik merek tidak bisa dipisahkan dari
tipetipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang
berbeda. Ketiga tipe tersebut meliputi : atrribute brands, aspirational brands dan
experience brands (whitwell, et.al,. 2003)
1. Atrribute brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu
mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atrribute fungsional
produk.
2. Aspirational brands, yaitu merek-merk yang menyampaikan citra tentang tipe
orang yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak
menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya
hidup yang didambakan.
3. Experience brands, memcerminkan merek-merek yang menyampaikan citra
asosiasi dan emosi bersama. Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi
dan lebih berkenann dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen
individual.
2.4
Penentuan Strategi Merek
Ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu:
1. Perluasan Lini (line Extension)
Perluasan lini terjadi apabila perusahaan memperkenalkan unit produk
tambahan dalam kategori produk yang sama dengan produk tambahan dalam
kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan
tampilan produk baru, seperti bentuk, rasa, warna, kandungan, ukuran
kemasan dan sebagainya. Pada umunya perkenalan produk baru merupakan
perluasan lini. Strategi ini apat ilakukan apabila perusahaan mengalami
kelebihan kapasitas produksi atau perusahaan ingin memenuhi meningkatnya
selera konsumen terhadap tampilan baru. Selain itu perluasan lini juga dapat
dilakukan karena perusahaan ingin mengalahkan pesaing atau mengisi lebih
banyak ruang rak eceran.
9
2. Perluasan Merek (brand extension)
Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk
menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori
baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan, karena
merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai (karena sudah dikenal
sebelumnya), sehingga kehadirannya dapat cepat diterima oleh konsumen. Hal
ini memudahkan perusahaan untuk memasuki pasar dengan kategori produk
baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya
diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan suatu merek baru.
3. Multi Brand
Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan memperkenalkan berbagai merek
tambahan dalam kategori produk yang sama. Ada berbagai alasan untuk
melakukan hal ini. Tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan,
kenampakan (feature) serta daya tarik lain kepada konsumen sehingga lebih
banyak pilihan. Strategi multi brand juga memungkinkan perusahaan merebut
lebih banyak ruang rak distributor dan melindungi merek utamanya dengan
menciptakan merek sampingan (flanker brand). Multi brand dapat juga terjadi
akibat warisan beberapa merek dari perusahaan lain yang telah di akuisisi oleh
perusahaan tersebut.
4. Merek Baru
Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tiak memiliki satu pun merek
yang sesuai engan produk yang akan dihasilkan atau apbila citra merek
tersebut tidak membantu untuk produk tersebut. Konisi ini menyebabkan
perusahaan lebih baik menciptakan merek yang sama sekali baru aripada
menggunakan merek lama. Namun demikian perusahaan harus hati-hati,
karena peluncuran merek baru biasanya memerlukan biaya yang cukup besar,
terlebih-lebih lagi untuk sampai ke tahap brand loyalty yang tinggi.
5. Merek Bersama (co-brand)
Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi cobranding
atau yang disebut juga dengan kerjasama branding. Co-branding terjadi
apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan
Co-Branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain
10
sehingga dapat menarik minat para konsumen. Apabila co-branding dilakukan
dalam bentuk kemasan bersama, maka setiap merek tersebut memiliki harapan
dapat menjangkau konsumen baru dengan mengkaitkannya dengan merek lain.
2.5
Brand Equity (Ekuitas Merek)
Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada
perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Menurut David. A. Aaker (1991),
brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
 Brand awareness (kesadaran merek), menunjukan kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Rangkuti, 2002; Durianto,
2004).
 Brand association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek
terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain
(Kotler, 1993).
 Perceived quality (persepsi kualitas), mencerminkan persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
 Brand loyalty (loyalitas merek), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen
dengan suatu merek produk (Aaker, 1991).
 Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)
2.6 Tingkatan Evolusi Merek
McEnally dan Chernatony (1999) mengemukakan bahwa terdapat 6 tahap
evolusi dari merek.
 Tingkat pertama: produk tanpa merek.
Pada tingkatan pertama, barang atau produk diperlakukan sebagai
komoditas dan banyak diantaranya yang tidak bermerek. Pada tingkatan ini
biasanya dicirikan dengan akibat yang ditimbulkan oleh permintaan terhadap
11
penawaran. Produsen hanya sedikit berupaya untuk member merek pada produk
sehingga menghasilkan persepsi konsumen yang mendasarkan diri hanya pada
manfaat produk tersebut.
 Tingkat kedua: merek sebagai referensi
Pada tingkatan ini, stimulasi yang disebabkan oleh tekanan persaingan
memaksa produsen untuk membedakan produknya dengan produk yang
dihasilkan produsen lain. Deferensiasi tersebut mencapai perubahan fisik dari
atribut produk. Ingatan konsumen dalam pengenalan produk mulai berkembang
dengan lebih mengenal merek sebagai dasar dalam menilai konsistensi dan
kualitas produk. Konsumen mulai menggunakan basis merek dalam memberikan
citra dan menentukan pilihan mereka. Namun, konsumen masih menilai merek
dengan mengutamakan kegunaan dan nilai produk.
 Tingkat ketiga: merek sebagai kepribadian
Pada tahapan ini, diferensiasi dalam merek pada atribut fungsional dan
rasional menjadi semakin sulit sejalan dengan banyak produsen yang membuat
klaim yang sama. Oleh karenanya pemasar mulai membuat kepribadian dalam
merek yang mereka pasarkan. Pada dua tingkatan sebelumnya, ada perbedaan
antara konsumen dan merek. Merek adalah obyek dengan jarak tertentu yang
dapat dihilangkan dari konsumen. Tetapi pada tahapan ini kepribadian
(personality) merek dengan konsumen disatukan sehingga nilai suatu merek
menjadi terekspresikan dengan sendirinya.
 Tingkat keempat: merek sebagai Icon
Pada tingkat ini merek ‘dimiliki’ oleh konsumen. Konsumen memiliki
pengetahuan yang lebih dalam tentang merek yang mendunia dan
menggunakannya untuk identitas pribadi mereka. Sebagai contoh, koboi
Marlboro yang dikenal di seluruh dunia. Koboi yang bertabiat keras, lelaki
yang melawan rintangan, tapi tidak kasar dan berpengalaman. Konsumen
yang ingin disebut dirinya kuat, keras atau penyendiri seharusnya merokok
Marlboro. Koboi tersebut merupakan simbol atau icon dari nilai yang
terkandung dalam Marlboro. Untuk dapat memasuki pikiran konsumen
dengan baik, icon tersebut harus mempunyai beberapa asosiasi baik primer
(mengenai produk) maupun yang sekunder.
12
 Tingkat kelima: merek sebagai perusahaan
Tingkatan ini ditandai dengan perubahan ke arah pemasaran postmodern.
Disini merek memiliki identitas yang kompleks dan banyak keterhubungan
antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, semua
pemegang saham harus merasa bahwa merek (perusahaan) berada dalam
mode yang sama. Perusahaan tidak dapat terlalu lama mengenalkan satu
citra ke media dan citra lain kepada pemegang saham dan konsumen.
Komunikasi dari perusahaan harus terintegrasi pada semua operasi.
Komunikasi bagaimanapun tidak secara tidak langsung. Komunikasi
mengalir dari konsumen ke perusahaan sebaik dari perusahaan ke konsumen,
maka terjadilah dialog diantara keduanya.
 Tingkat keenam: merek sebagai kebijakan
Beberapa perusahaan sekarang telah memasuki tingkat dimana dibedakan
dengan perusahaan lain dikarenakan sebab-sebab etika, social dan politik.
Contoh paling utama dari tingkatan ini adalah The Body Shop dan Benetton.
Konsumen
punya
komitmen
dengan
perusahaan
untuk
membantu
membangun merek favoritnya dengan membeli merek tersebut. Dengan
komitmen, mereka mengatakan bahwa mereka memiliki merek tersebut.
2.7 Memilih strategi positioning yang tepat melalui brand value proposition.
Setiap merek memiliki nilai yang dapat ditawarkan kepada konsumen,
sekumpulan manfaat yang dimiliki oleh sebuah merek, yang dapat dijadikan
sarana untuk diposisikan dalam benak konsumen dikenal dengan istilah brand
value proposition. Melalui brand value proposition, konsumen mengenal
value yang dimiliki dan ditawarkan oleh sebuah merek dibandingkan dengan
pesaingnya.
PRICE
MORE
MORE
QUALITY
More for
More
THE SAME
LESS
More for
The Same
More for
Less
SAME
Same for
Less
LESS
Less for
Much Less
Tabel Kombinasi Brand Value Proporsition
13
Dari tabel terdapat beberapa kombinasi dari brand value proporsition
yang
dapat
dijadikan
alternatif
strategi
positioning
yang
hendak
diimplementasikan. Adapun kombinasi dari aspek harga dan kualitas yang
dapat dijadikan strategi dalam positioning adalah More for More, More for
The Same, More for Less, The Same for Less, dan Less for Much Less.
Berikut penjelasan dari kombinasi strategi pada brand value proporsition:

More for More adalah strategi positioning yang menekankan kepada
konsumen bahwa kualitas merek produk perusahaan lebih tinggi
dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan
harga yang lebih tinggi pula dibandingkan harga produk pesaing.

More for The Same adalah strategi positioning yang menekankan kepada
konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih tinggi
dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan
harga yang sama dengan harga produk pesaing.

More for Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada
konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih tinggi
dibandingkan dengan kualitas merek produk pesaing dengan penetapan
harga yang lebih murah dibandingkan harga produk pesaing.

The Same for Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada
konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan sama dengan
kualitas produk merek pesaing dengan penetapan harga yang lebih murah
dibandingkan harga produk pesaing.

Less for Much Less adalah strategi positioning yang menekankan kepada
konsumen bahwa kualitas dari merek produk perusahaan lebih rendah
sedikit dari kualitas produk merek pesaing dengan penekanan harga yang
jauh lebih murah dibandingkan harga produk pesaing
Positioning Statement
Positioning statement adalah sebuah pernyataan yang memuat dan
menyarikan inti dari positioning perusahaan atau merek perusahaan. Perusahaan
atau suatu produk harus memiliki positioning statement yang dijadikan pedoman
dalam melakukan kegiatan pemasaran untuk dapat mencapai target positoning di
14
benak konsumen sesuai dengan harapan perusahaan. Bentuk ringkas dan aplikatif
dari positioning statement sesuatu yang dikenal oleh masyarakat umum dengan
istilah slogan atau tagline. (Kartajaya,2002)
Brand Positioning
Brand
Positioining
Brand Name
Selection
Brand
Sponsorship
Brand
Development
Tabel Tahapan Strategi Dalam Membangun Ekuitas Merek
Dari tabel dapat diketahui bahwa brand positioning merupakan salah satu
bagian dalam usaha untuk membangun ekuitas merek dimana ekuitas merek yang
kuat merupakan aset yang bernilai bagi perusahaan. (Adiwijaya,2005)
Dalam tahapan strategi membangun ekuitas merek yang kuat, brand
positioning memiliki peran awal yang sangat menentukan dalam tahapan strategi
selanjutnya. Jika perusahaan salah dalam menentukan competitive advantage yang
diangkat sebagai strategi brand postitioing maka dapat dipastikan kinerja dari
merek tersebut akan gagal atau lemah.
Brand positioning dapat dibangun melalui tiga pondasi dasar yaitu atribut
produk, manfaat produk, serta kepercayaan dan nilai. Brand positioning
berdasarkan atribut produk adalah cara tercepat untuk membangun brand
awareness tetapi pondasi ini hanya memberikan efek jangka pendek karena
keunggulan suatu atribut produk dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing.
Manfaat produk sebagai pondasi dalam brand positioning adalah satu
langkah
yang lebih baik dari pondasi atribut produk. Manfaat produk bisa
dikategorikan menjadi manfaat secara fungsional maupun secara emosional
sehingga brand positioning tidak hanya menciptakan brand awareness tetapi juga
mulai menciptakan brand preference bagi konsumen yang merasakan manfaat
fungsional sekaligus manfaat emosional dari produk yang dikonsumsinya.
Pondasi terakhir adalah kepercayaan dan nilai, dimana pondasi ini
merupakan dasar yang paling kuat dan paling efektif. Pemasar tidak dapat
15
menggunakan pondasi kepercayaan dan nilai pada saat awal pengenalan suatu
produk baru. Penggunaan pondasi terakhir ini hanya dapat dilakukan oleh
establish brand yang sebelumnya membangun ekuitas mereknya melalui pondasi
yang pertama dan kedua. Kepercayaan dan nilai sebagai pondasi dari brand
positioning akan memberikan efek jangka panjang yang merupakan aset berharga
bagi perusahaan yaitu terciptanya brand loyalty dari para konsumennya.
16
BAB III
ANALISIS KOMPARATIF
3.1
Analisa Strategi Reposisi Merek
Strategi reposisi merek (brand repositioning) adalah salah satu alternatif
yang dapat diimplementasikan oleh pemasar untuk dapat bertahan dan tampil
sebagai pemenang dalam ”perang” yang terjadi di pasar konsumen.
Strategi reposisi merek harus diimplementasikan pada momentum yang
tepat untuk dapat memberikan hasil dan dampak yang efektif dalam peningkatan
pangsa pasar. Menurut Ramesh Kumar seorang Professor Marketing dari Indian
Institute of Management di Bangalore India, memberikan persyaratan waktu,
situasi dan kondisi yang tepat untuk mempraktekkan strategi reposisi merek.
Berikut beberapa kondisi yang tepat untuk mengimplementasikan strategi
reposisi merek adalah:
1. Pada waktu banjirnya penawaran-penawaran produk baru
Strategi reposisi merek dapat dilakukan ketika terjadi banjir
penawaran-penawaran baru di pasar yang berpotensi untuk menggeser posisi
dari merek yang sudah mapan (establish brand). Sehingga implementasi dari
strategi reposisi merek dibutuhkan untuk memberikan penekanan kembali
akan eksistensi mereknya. Salah satu contoh riil adalah persaingan pada
kategori produk minuman berkarbonasi dimana Coca – Cola dan Pepsi yang
merupakan establish brand dengan ekuitas merek yang kuat, juga secara terus
menerus mereposisi mereknya dalam usaha menghadapi masuknya merek –
merek minuman berkabonasi baru. (Kartajaya,2002)
2. Pada saat merek yang sudah mapan tidak dapat memberikan penawaran akan
fitur atau varian yang sama dengan yang telah ditawarkan oleh merek – merek
baru (new brand).
Pada kondisi tersebut, merek yang mapan kalah bersaing dengan
merek – merek yang baru sehingga timbul kebutuhan bagi merek yang mapan
untuk mereposisi keberadaan mereka. Maka dari itu establish brand harus
mereposisi mereknya dengan cara memberikan penekanan pada apa yang
17
menjadi kehendak dari konsumen dan berusaha untuk mencari cara – cara
pemasaran baru yang dapat menarik minat dari konsumen.
Salah satu contoh kasus yang menarik adalah strategi reposisi merek
yang dilakukan oleh Protect & Gamble Indonesia (PGI), salah satu perusahaan
consumer good besar di Indonesia terhadap produk shampo merek Pantene.
Strategi reposisi merek ini dilakukan dengan pertimbangan ketatnya
persaingan pada kategori produk shampo dimana dimana merek – merek
shampo lain menawarkan produk shampo dengan kualitas yang sama dengan
harga yang jauh lebih murah dari Pantene.
Strategi reposisi merek ini bertujuan untuk memberikan best value
kepada konsumen dengan cara menurunkan harga dan disertai dengan adanya
inovasi – inovasi produk berupa penawaran varian – varian baru serta cara
komunikasi pemasaran yang baru. Menurut Bambang Sumaryanto selaku
Direktur Hubungan Eksternal PGI, strategi reposisi merek ini mendapatkan
respon positif dari konsumen dan dapat menaikkan tingkat penjualan secara
signifikan. (SWAsembada,2005)
3. Ketika citra temporer dibutuhkan pada kategori – kategori produk tertentu
sebagai akibat dari adanya perubahan psikografis konsumen.
Apabila terjadi perubahan psikografis konsumen pada suatu kategori
produk tertentu, maka strategi reposisi merek dapat diimplementasikan untuk
menciptakan citra sesuai dengan adanya perubahan tersebut.
Salah satu studi kasus adalah adanya perubahan psikografis dari
masyarakat pada kategori produk telepon selular. Pada awal diluncurkannya,
produk telepon selular hanya diminati oleh konsumen dengan status sosial
ekonomi menengah ke atas karena harga pesawat telepon dan harga pulsa
yang mahal. Tetapi dewasa ini hampir semua lapisan masyarakat dari berbagai
macam tingkat sosial ekonomi, profesi, dan latar belakang budaya yang
beragam memiliki dan menggunakan telepon selular (handphone). Mulai dari
tukang becak sampai direktur perusahaan dan pejabat pemerintahan
menggunakan handphone sebagai salah satu sarana berkomunikasi karena
adanya banyak pilihan pesawat telepon dengan harga yang terjangkau dan
penawaran pulsa murah dari berbagai operator seluler.
18
Pada awalnya PT Excelcomindo Pratama sebagai operator layanan jasa
selular memposisikan jasa layanan komunikasi untuk kelas atas dengan
memberikan kualitas sinyal kuat, audio jernih serta harga premium melalui
merek Pro XL. Melihat kondisi pasar yang sedemikian, Exelcomindo
melakukan strategi reposisi merek untuk melayani berbagai segmen konsumen
yang memiliki kondisi psikografis yang berbeda – beda. Strategi ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa setiap segmen konsumen memiliki tujuan
penggunaan yang berbeda antara segmen yang satu dengan segmen yang lain.
Strategi reposisi merek yang dilakukan Exelcomindo dengan
meluncurkan merek yang berbeda – beda dengan fitur layanan yang berbeda
pula untuk melayani beberapa target segmen konsumen. Sebagai contoh kartu
perdana merek Jempol dan Bebas ditujukan untuk segmen ekonomi menengah
ke bawah serta remaja dan kaum muda dimana kartu Bebas menyediakan
voucher isi ulang dengan harga terendah Rp 5000,- dengan masa aktif enam
hari. Fitur – fitur yang ditawarkan misalnya bebas 100 sms per hari, atau
menelpon dengan tarif hemat antar sesama kartu bebas, dsb. Setiap fitur yang
ditawarkan sesuai dengan psikografis dari konsumennya.
Sedangkan kartu perdana merek Xplor ditujukan untuk target segmen
eksekutif, pebisnis dan professional muda yang menggunakan handphone
bukan hanya untuk kegiatan menelpon dasar seperti telepon dan sms tetapi
juga menginginkan adanya added service lainnya. Added service yang
diberikan oleh kartu Xplor adalah fasilitas internet banking yang bekerjasama
dengan BCA, Bank Mandiri, dan Citibank serta fasilitas informasi seperti
harga emas, valas, dsb untuk komunitas dari Xplor serta layanan – layanan
lainnya. (Kompas,2005)
4. Jika suatu merek ingin mengganti target pasar mereka karena minat pembelian
yang rendah atas suatu kategori produk
Terkadang suatu merek memiliki pangsa pasar yang rendah atau
mengalami stagnasi pertumbuhan pasar, bukan karena implementasi faktor
bauran pemasaran (marketing mix) yang salah. Tetapi bisa jadi karena salah
dalam menentukan target pasar atau kurang memahami karakter dan keinginan
dari konsumennya.
19
Salah satu contoh merek yang melakukan reposisi untuk mengganti
target pasar konsumennya adalah merek Green Sand. Merek ini pada awalnya
menyasar segmen pasar minuman kategori shandy dengan kandungan alkohol
dibawah satu persen. Respon dari konsumen kurang baik sebab kategori
minuman shandy kurang begitu dikenal dan disukai oleh masyarakat
Indonesia sehingga penjualan dan pertumbuhan pasar Green Sand lambat dan
stagnan.
Untuk mengatasi masalah ini, manajemen PT Multi Bintang Indonesia
yang juga produsen minuman beralkohol merek Bir Bintang, melakukan
reposisi merek Green Sand dari kategori minuman shandy menjadi minuman
ringan berkarbonasi yang memiliki pangsa pasar triliunan rupiah. Reposisi
merek ini dilakukan dengan meluncurkan tiga varian rasa tanpa alkohol
dengan kemasan kaleng 300 ml dan botol 200 ml. Dengan dukungan
komunikasi pemasaran yang gencar dan menyasar remaja sebagai target pasar
maka tingkat penjualan Green Sand naik sampai tiga kali lipat. (Suara
Pembaharuan,2004)
5. Ketika suatu merek ingin mengkomunikasikan penawaran-penawaran baru
yang lebih menarik.
Eksekusi komunikasi pemasaran yang kurang tepat juga turut
mempengaruhi efektifitas dari positioning yang dilakukan oleh pemasar.
Strategi
reposisi
merek
dapat
digunakan
apabila
pemasar
hendak
mengkomunikasikan pesan baru ataupun penawaran baru kepada konsumen.
Contoh kasus yang terjadi pada produk suplemen vitamin kesehatan
merek Fatigon yang pada tahun 1997 dipersepsi konsumen sebagai suplemen
kesehatan untuk kaum pria. Hal tersebut memberikan efek semakin sempitnya
target pasar konsumen dari produk suplemen Fatigon. Padahal pada mulanya
Fatigon akan diposisikan sebagai produk suplemen kesehatan untuk semua
jenis kelamin baik pria maupun wanita yang membutuhkan stamina yang
ekstra dalam menjalankan profesi dan aktivitasnya dengan baik.
Pada tahun 1999 Fatigon mereposisi mereknya dengan tujuan untuk
memperlebar pasar pada konsumen wanita. Strategi ini dilakukan dengan
menggunakan Tamara Geraldine dan Indi Barens sebagai endorser iklan
20
sehingga persepsi konsumen mulai berubah bahwa Fatigon juga dapat
dikonsumsi oleh kaum wanita. Penggunaan endorser iklan artis dilakukan
untuk membangun citra yang positif atas merek Fatigon. Strategi reposisi
merek ini mendongkrak pertumbuhan penjualan sampai dengan 200%.
Setelah sukses memperlebar pasarnya, Fatigon kembali melakukan
reposisi mereknya untuk memperlebar pasarnya dari target konsumen
eksekutif muda kepada segmen konsumen yang lebih tua dan berusia matang
dengan menggunakan Roy Marten sebagai endorser iklan. Strategi reposisi
merek Fatigon selain menggunakan jalur komunikasi pemasaran, juga diikuti
dengan inovasi produk dengan peluncuran varian baru yaitu Fatigon Spirit.
(Marketing,2003)
Ada
lima
kunci
utama
yang
harus
diperhatikan
dalam
mengimplementasikan strategi reposisi merek yaitu (Schabel,2001):
1. Kesuksesan membutuhkan suatu perubahan
Pasar selalu berkembang dan diikuti oleh perkembangan preferensi
konsumen, kebutuhan dan keinginan konsumen yang selalu dinamis
.Setiap pemasar (marketer) harus menyadari kondisi tersebut bahwa untuk
meraih kesuksesan, suatu merek harus bersifat dinamis dan menyesuaikan
dengan perubahan dan perkembangan pasar yang terjadi.
Salah satu contoh merek yang pada awalnya bersifat status quo
adalah merek sepatu dan sandal Bata. Merasa diri sebagai pemimpin pasar
(market leader), merek Bata tidak melakukan perubahan ataupun inovasi
dalam usaha reposisi merek dalam menghadapi masuknya merek – merek
sepatu dan baru seperti Nike, Adidas, dan Reebok.
Dalam waktu sekejap pangsa pasar Bata dapat direbut oleh ketiga
merek baru tersebut, dan parahnya merek Bata yang merupakan merek
internasional justru dipersepsi sebagai merek lokal dengan kualitas yang
buruk dan rendah. Di tengah keterpurukan tersebut, merek Bata mulai
berbenah untuk mereposisi mereknya dengan melakukan inovasi – inovasi
baru atas desain produknya, memperbaiki denah layout gerai – gerainya,
serta membangun komunikasi pemasaran untuk peningkatan citra merek
(brand image) dari Bata. Sangat disayangkan bahwa langkah reposisi
21
merek Bata tergolong terlambat sehingga membutuhkan waktu yang lama
dan usaha ekstra untuk dapat mengembalikan kepercayaan konsumen dan
pangsa pasar dari merek Bata.
2. Menemukan kebutuhan – kebutuhan konsumen yang belum tergali
Ditengah ketatnya persaingan antar pemasar di dalam memberikan
penawaran produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari
konsumen, diperlukan kepekaan bagi para pemasar untuk dapat menggali
kebutuhan – kebutuhan yang belum terlayani.
Kim dan Mauborgne dalam bukunya “Blue Ocean Strategy“
mengajarkan bahwa “Red Ocean Strategy” atau bersaing pada kondisi
persaingan pasar yang sangat ketat, sudah tidak relevan lagi untuk
diterapkan karena hanya menghasilkan kerugian dari para “pemain” yang
ada pada pasar tersebut. Sebaliknya mereka menawarkan suatu konsep
strategi baru yaitu “Blue Ocean Strategy” dimana strategi ini dilakukan
dengan cara keluar dari padatnya kondisi persaingan dan berusaha untuk
melakukan value inovation yang menghasilkan penawaran – penawaran
baru atas kebutuhan – kebutuhan yang belum terlayani dengan situasi
persaingan yang lebih lengang. (Kim & Mauborgne,2005)
Reposisi merek juga dapat dilakukan dengan menerapkan “Blue
Ocean Strategy” dimana suatu merek baik yang sudah mapan ataupun
merek - merek baru dapat melakukan inovasi dalam penggalian kebutuhan
konsumen dalam usaha penciptaan pangsa pasar baru.
Contoh reposisi merek yang dilakukan oleh produk perawatan
wajah Biore produksi PT Kao Indonesia Tbk. Pada awal peluncuran Biore,
merek ini ditujukan kepada target konsumen wanita. Tetapi dalam
perkembangannya, Biore melakukan reposisi merek untuk menghadapi
ketatnya persaingan pada produk pembersih wajah.
Strategi reposisi merek ini dilakukan dengan memperlebar pasar
produk pembersih wajah dengan target pasar kaum pria. Untuk
memperkokoh strategi reposisi merek, Biore menghilangkan simbol siluet
tubuh wanita pada kemasan produknya dan meluncurkan produk Biore for
Men. Dalam kasus ini, Biore melihat adanya kebutuhan konsumen yang
22
merupakan peluang pasar yang belum digali yaitu banyak dari kaum pria
dewasa ini juga turut menjaga dan memperhatikan penampilan atau yang
dikenal dengan pria metroseksual. Strategi reposisi merek ini juga diikuti
oleh produk pembersih wajah merek Ovale. Merek tersebut juga
memperlebar target pasar dalam rangka pemenuhan kebutuhan dari kaum
pria metroseksual dengan meluncurkan Ovale for Men.
3. Memaksikmalkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk dapat
memberikan penawaran terbaik kepada konsumen dibandingkan dari para
pesaing.
Kunci keberhasilan keempat ini dipraktekkan oleh PT Protect and
Gambler Indonesia Tbk (PGI). Sebagai bagian dari usaha memaksimalkan
sumber daya perusahaan, PGI menerapkan strategi regional sourcing dan
outsourching dimana kebutuhan dari suatu area akan dilayani dengan
produk lokal pada area tersebut atau jika skala ekonomis regional
sourching tidak tercapai, maka produksi akan dialihkan kepada pihak
ketiga. Salah satu implementasi dari strategi tersebut adalah ditutupnya
perusahaannya di Cakung Jakarta Timur dan memindahkan ke Thailand.
PGI tidak hanya berhenti dengan memindahkan pabriknya ke
Thailand tetapi juga melakukan banyak efisiensi lain seperti pengurangan
tenaga kerja, bermitra dengan perusahaan nasional PT Darya Varia
Laboratoria Tbk, menciptakan virtual office, dsb. Strategi efisiensi tersebut
mendukung strategi reposisi merek produk – produknya dengan tujuan
memberikan best value kepada konsumennya. Sebagai contoh, ada dua
merek produk PGI yaitu Pantene dan Vicks yang sudah terkenal
kualitasnya direposisi untuk meningkatkan penjualan dengan memberikan
produk kualitas tinggi dan harga murah.
4. Membangun budaya perusahaan yang berkisar pada riset pasar dan fokus
konsumen.
Strategi reposisi merek tanpa didukung dengan riset pasar dan
memahami kebutuhan dan keinginan dari konsumen dapat dipastikan
berujung pada kegagalan karena perubahan yang dilakukan tidak memiliki
dasar yang kuat.
23
Riset pasar dan pemahaman akan konsumen memberikan landasan
perubahan yang kuat, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa
landasan yang kuat maka strategi reposisi merek akan sia – sia dan tidak
memberikan hasil maksimal.
Contoh kasus yang terkenal dan menarik adalah kasus Mc Donald
Indonesia. Merek Mc Donalds yang dari negara asalnya dikenal atau
dipersepsi sebagai restoran fast food produsen burger, direposisi menjadi
restoran fast food yang menawarkan produk ayam dan nasi selain produk
burger dan kentang goreng. Reposisi merek yang dilakukan tersebut sudah
sangat tepat karena memang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia
yang suka mengkonsumsi nasi dan ayam. Bahkan banyak masyarakat
Indonesia yang merasa belum makan apabila belum mengkonsumsi nasi.
Strategi reposisi merek dengan dasar riset pasar dan pemahaman akan
budaya konsumen ini memberikan hasil dengan selalu ramainya outlet outlet dari restoran Mc Donalds di seluruh wilayah Indonesia.
3.2
Brand Equity pada posisi merek ponsel
Setelah dilakukan pengukuran ekuitas merek terhadap elemen-elemen
utama dari brand equity dari beberapa merek telepon selular (ponsel), berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Melina Hermawan, Indah Victoria S dan Bani
Februarso dalam judul ”Analisis pengukuran elemen-elemen ekuitas merek ponsel
samsung sebagai usulan untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar”,
maka dapat diketahui posisi merek dari ponsel Samsung adalah sebagai berikut :
a. Elemen Brand Awareness
Untuk elemen brand awareness ini, merek Samsung menempati
posisi paling bawah dari pesaingnya (Nokia, Sony Ericsson, Siemens) untuk
top of mind. Akan tetapi untuk posisi brand recall, Samsung menempati
posisi paling atas, sedangkan brand recognition hanya terdapat 0.63% dari
keseluruhan responden, dan untuk brand unaware tidak ada responden yang
masuk kategori ini. Hal ini berarti seluruh responden telah mengetahui dan
menyadari keberadaan dari ponsel merek Samsung ini, akan tetapi sangat
sedikit sekali yang menyatakan merek Samsung ini sebagai merek ponsel
24
yang pertama kali muncul di benaknya. Didukung dengan kondisi brand
recognition dan brand unaware seperti telah disebutkan diatas, maka ponsel
Samsung dapat dikatakan telah memiliki brand awareness yang cukup baik.
b. Elemen Brand Association
Dalam hal elemen brand association, Samsung memiliki beberapa
asosiasi yang sangat spesifik yang dapat dijadikan modal bagi Samsung
untuk mendiferensiasikan mereknya dengan merek-merek saingannya.
aosiasi tersebut antara lain memiliki kualitas gambar (display) yang baik,
memiliki kualitas suara yang baik, memiliki kualitas sinyal yang baik.
Asosiasi lainnya yang dimiliki oleh Samsung seperti memiliki baterai yang
relatif tahan lama, memiliki layanan perbaikan yang memuaskan, memiliki
kesan eksklusif, memiliki banyak tipe/jenis dapat dijadikan modal bagi
Samsung untuk memperkuat asosiasi yang dimilikinya, dan bahkan
sebaiknya lebih diperbanyak lagi asosiasi dari Samsung.
c. Elemen Perceived Quality.
Secara keseluruhan untuk performance-importance, hanya ada 4
dari 14 atribut yang berada diatas rata-rata. Namun disisi lain masih
terdapat beberapa atribut yang berada pada kuadran I yang merupakan
prioritas utama untuk diperbaiki, meliputi: atribut mudah digunakan,
atribut mudah diperoleh dan atribut kelengkapan konektivitas.
Untuk tingkat kepercayaan, Samsung memperoleh nilai tertinggi
hanya untuk atribut kualitas suara yang baik sekitar 72.81% sedangkan
untuk atribut lainnya, Samsung menduduki urutan kedua, ketiga atau
keempat terhadap saingannya. Sedangkan dari Uji Mann-Whitney untuk
tingkat kepercayaan terlihat bahwa Samsung memiliki perbedaan persepsi
untuk semua atribut dengan merek Nokia dan satu persamaan persepsi
dengan merek Siemens sedangkan dengan merek Sony Ericsson, banyak
sekali persamaan persepsinya. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa
Samsung sebenarnya belum memiliki performansi yang memuaskan
konsumennya.
25
d. Elemen Brand Loyalty
Konsumen terbesar dari pengguna ponsel Samsung adalah pada
tingkat liking the brand yaitu sekitar 77.5% (rata-rata dari atribut yang
termasuk liking the brand). Walaupun loyalitas dari konsumen Samsung
sudah cukup tinggi, namun perusahaan harus selalu tetap waspada
terhadap kemungkinan adanya konsumen yang berpindah merek, hal
tersebut dapat dilihat dari 40 responden pemakai Samsung, ternyata 27
responden berencana pindah ke merek lain dan hanya 13 yang setia.
Dari keseluruhan elemen ekuitas merek yang telah diteliti, maka
untuk ponsel merek Samsung ini sebenarnya telah memiliki ekuitas merek
yang cukup baik, maka usulan strategi yang perlu dilakukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar ponselnya didasarkan
pada beberapa strategi pemasaran, antara lain strategi diferensiasi, dan
STP (Segmentation, Targeting dan Positioning).
26
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1
Simpulan
Strategi reposisi merek dapat menjadi alternatif solusi untuk membuat
suatu merek dapat bertahan dan bahkan tampil sebagai pemimpin pasar. Strategi
reposisi merek tidak dapat diimplementasikan pada setiap kondisi persaingan
pasar untuk semua kategori produk. Tetapi dalam penerapannya, ada beberapa
situasi dan kondisi persaingan pasar dimana strategi reposisi merek tersebut
merupakan solusi yang paling efektif di dalam mengatasi ketatnya persaingan dan
jenuhnya pertumbuhan pasar. Penerapan strategi reposisi merek tidak dapat
dilakukan secara sembarang tetapi strategi tersebut harus dilakukan secara benar
dan didukung oleh seluruh komponen perusahaan. Tanpa adanya pemahaman
yang benar akan konsep dasar reposisi merek, kepekaan akan kondisi dan
perubahan pasar, pemahaman akan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta
pengenalan akan kekuatan dan kelemahan merek ataupun perusahaan induknya
maka strategi reposisi merek tidak akan berhasil dan hanya akan menghabiskan
sejumlah uang perusahaan.
Ekuitas Merek (Brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa, baik pada
perusahaan maupun pelanggan perusahaan. Brand Equity dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori, Brand awareness, Brand association, Perceived quality,
Brand loyalty, Other proprietary brand asset.
4.2
Rekomendasi
Mempertahankan kualitas atribut yang merupakan keunggulan mereknya,
memperbesar segmen pasar ponselnya (menjangkau low-end user) dengan harga yang
terjangkau tanpa mengabaikan kualitas dari produknya. Samsung dapat melakukan
diferensiasi produk ponselnya seperti memiliki kualitas gambar (display) yang baik,
baterai yang relatif tahan lama, kualitas suara yang baik, layanan perbaikan yang
memuaskan, kesan tertentu, banyak tipe/jenis, kualitas sinyal yang baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A.; “Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand
Name”, The Free Press, New York, 1991.
Kotler, Philip. 2007. “Manajemen Pemasaran Jilid I”, Jakarta: Erlangga.
Lau, Geok Theng dan Sook Han Lee (2000). “Consumer’s Trust in a Brand and the
Link to Brand Loyalty,”. Journal of Market Focused Management. 4, pp 341370.
Mittal Banwari (1990). “The Relative Roles of Brand Beliefs and Attitude Toward
the Ad as Mediators of Brand Attitude: A Second Look,”Journal of Marketing
Research. Vol. XXVII No. 2, pp 87-112.
Download