1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada tahun 2014 merupakan suatu momentum yang sangat krusial bagi bangsa Indonesia.Kondisi ini merefleksikan keinginan dari pemerintah sebagai representasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat berdasarkan prinsip keadilan sosial.Penyediaan dan pengelolaan sistem pelayanan kesehatan sejatinya telah disepakati menjadi kewajiban pokok pemerintah sebagaimana termaktub dalam UUD ‘45.Sistem pelayanan kesehatan telah diakui sebagai hak setiap warga negara sehingga keberadaannya harus dapat dimanfaatkan oleh setiap lapisan masyarakat.Perlu dilakukan transformasi secara menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan untuk mendukung penerapan SJSN tersebut. Transformasi sistem pelayanan kesehatan tersebut ditengarai akan menemui berbagai hambatan yang cukup substansial. Walaupun negara secara hukum bertanggung jawab penuh dalam penyediaan sistem pelayanan kesehatan namun sebagian besar sistem tersebut masih bertumpu pada upaya yang dilakukan oleh individu maupun sektor swasta.Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan negara dalam menyediakan sumber daya kapital yang dibutuhkan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat.Kondisi ini menyebabkan masih dominannya pola pembiayaan yang bersifat “out of pocket”. Model pembiayaan ini menyebabkan terjadinya disparitas pelayanan kesehatan dan beban finansial katastrofik yang berdampak pada pemiskinan. Selain itu, kebijakan/regulasi yang berlaku cenderung mendorong fasilitas kesehatan untuk melakukan upaya mandiri guna memenuhi kecukupan anggaran.Prinsip ini menyebabkan banyak fasilitas kesehatan termasuk fasilitas kesehatan pemerintah secara sadar menerapkan kaidah–kaidah korporasi yang berorientasi pada profit. Profitabilitas menjadi goal utama bagi mayoritas fasilitas kesehatan sehingga model pembayaran retrospektif seperti Fee For Service (FFS) menjadi model pembayaran favorit. FFS memberikan ruang bagi fasilitas kesehatan untuk meningkatkan profit sekaligus juga menerapkan metode maupun teknik terkini. Efektivitas dan efisiensi hanya menjadi jargon semata dan kualitas dikonotasikan 2 kepada aplikasi teknologi sehingga inefisiensi menjadi hasil akhir dari keseluruhan proses tersebut Transformasi fundamental merupakan upaya yang diperlukan untuk mengatasi kondisi-kondisi seperti tersebut diatas.Penetapan model asuransi kesehatan sosial sebagai bentuk sistem pembiayaan utama jelas harus diikuti dengan transformasi menyeluruh di semua aspek lainnya.Asuransi kesehatan sosial harfiahnya memiliki karakteristik yang terkait erat dengan konsep redistribusi kesejahteraan dan konsep kontribusi (Bodenheimer & Grumbach, 1992) Konsep redistribusi kesejateraan merujuk pada penerapan kaidah subsidi silang serta penerapan kontribusi yang bersifat progressif. Sedangkan konsep kontribusi merujuk pada ketentuan bahwa manfaat hanya dapat diperoleh oleh individu yang telah membayar.Kedua prinsip tersebut jelas menunjukkan pentingnya dukungan sistem pelayanan yang efisien dan efektif untuk menjamin keberlangsungan sistem. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu disusun blue print sistem pelayanan kesehatan yang akan menjadi acuan BPJS dalam mengelola sistem. Pedoman ini merupakan petunjuk yang akan memandu operasionalisasi manfaat bagi peserta BPJS. Diharapkan pedoman ini dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. B. BATASAN PENGERTIAN 1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan 3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran 4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau anggota keluarganya 5. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, 3 kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. 6. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. 7. Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. 8. Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap, untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari 9. Hari rawat inap tingkat pertama adalah tanggal keluar pasien dikurangi tanggal masuk. 10. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus 11. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri 12. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan adalah adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan 14. Asosiasi fasilitas kesehatan adalah Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri 15. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar 16. Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik. 17. Pemulasaran jenazah adalah kegiatan merawat jenazah yang mecakup memandikan/membersihkan jenazah 18. Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan 4 BAB II RUANG LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN A. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) a. Fasilitas Kesehatan 1) Puskesmas beserta jejaringnya; 2) Praktik dokter beserta jejaringnya (apotek, laboratorium, bidan, perawat); 3) Praktik dokter gigi beserta jejaringnya; 4) Klinik pratama beserta jejaringnya; dan 5) Fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI beserta jejaringnya 6) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara b. Jenis pelayanan. 1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama; 2) pelayanan promotif preventif, meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining kesehatan Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifier dluar kapitasi 3) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4) pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi 5) upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi 6) rehabilitasi medik dasar 7) tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 8) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; dan 9) pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama (pemeriksaan darah sederhana (Hemoglobin, apusan darah tepi, trombosit, leukosit, hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria), urin sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit), feses sederhana (benzidin test, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu. 5 10) pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di faskes tingkat pertama 11) pelayanan rujuk balik dari faskes lanjutan 12) pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) 13) Menjalankan 4 Fungsi Pelayanan Primer: (1) First Contact (kontak pertama) a). Dokter dapat diakses di luar jam praktek formal (konsultasi melalui telepon, SMS, e-mail,dll) b). Home visit c). Konsultasi non akut, yaitu dokter melakukan kontak kepada Peserta yang tidak dalam kondisi sakit. Bentuk komunikasi dapat berupa promosi kesehatan, melalui kontak secara langsung, media elektronik maupun sarana yang lain (2) Continuity (kontinuitas pelayanan) Dalam mendukung kontinuitas pelayanan kepada peserta, faskes primer harus menyediakan Family Folderbagi peserta yang terdaftar padanya (3) Comprehensiveness (komprehensif) Faskes primer harus mempunyai jejaring dalam memberikan pelayanan secara komprehensif yaitu laboratorium, apotek dan jejaring lain yang diperlukan, misalnya bidan dan perawat. (4) Coordination (dokter sebagai Care Manager) a). Dokter melakukan koordinasi dengan jejaringnya, antar Faskes tingkat pertama, dengan Faskes rujukan dan dengan petugas BPJS Kesehatan b). Faskes menggunakan aplikasi SIM yang terintegrasi dengan pelayanan rujukan b. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama yang dilakukan di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku 6 2. Pelayanan Gigi a. Ruang lingkup pelayanan gigi 1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama 2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis 3) premedikasi 4) kegawatdaruratan oro-dental 5) pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi) 6) pencabutan gigi permanen tanpa penyulit 7) obat pasca ekstraksi 8) tumpatan komposit/GIC 9) skeling gigi : 1x dalam setahun b. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan pemetaan (mapping) ketersediaan tenaga dokter gigi di wilayah kerjanya. c. Pendaftaran/enrollment peserta ke Dokter Gigi praktik Mandiri : - hanya untuk Peserta yang terdaftar di Dokter praktik perorangan - dilakukan secara alamiah dengan mengisi Daftar Isian Peserta (DIP) - tidak diperbolehkan pendaftaran secara otomatis melalui proses mapping beberapa dokter praktik perorangan untuk 1 dokter gigi - pada awal pelaksanaan BPJS Kesehatan (1 Januari 2014) : • jumlah peserta yang sudah terdaftar di Dokter Gigi Mandiri tetap berjalan seperti biasa • Kantor Cabang bersama-sama dengan Dokter Gigi pro aktif melakukan sosialisasi bagi peserta yang belum melakukan registrasi (mengisi DIP) agar segera melakukan registrasi ke Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota. d. Dokter Gigi sebagai jejaring : – Untuk Klinik dan Puskesmas wajib menyiapkan jejaring Dokter Gigi kecuali di wilayah kerja Puskesmas tersebut memang tidak ada Dokter Gigi. – Apabila Peserta memilih pilihan Faskes Tingkat Pertamanya adalah Klinik atau Puskesmas maka tidak ada pendaftaran/enrollmen untuk Dokter Gigi – Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi yang menjadi jejaring Klinik dan Puskesmas. 7 – Bila di Puskesmas dalam area kecamatan tidak memiliki jejaring Dokter Gigi maka pelayanan Gigi dirujuk ke Faskes tingkat lanjutan – Pembayaran Kapitasi Dokter Gigi diberikan kepada Klinik atau Puskesmas sebagai Faskes Tingkat Pertamanya, dan tidak dibayarkan langsung ke Dokter Gigi yang menjadi jejaring e. Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri – Untuk Peserta yang memilih Faskes Tingkat Pertamanya Dokter Praktik Perorangan, maka Peserta sekaligus memilih dokter gigi sesuai dengan pilihannya (enrollment), dengan mengisi Formulir (DIP) yang disediakan oleh BPJS Kesehatan – Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi tempat Peserta terdaftar di Dokter Gigi pilihannya – Pembayaran kapitasi Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri diberikan setiap bulannya langsung kepada Dokter Gigi berdasarkan jumlah Peserta yang terdaftar bulan sebelumnya, sehingga diperlukan kerjasama / kontrak langsung antara Dokter Gigi dengan BPJS Kesehatan – Penggantian faskes dokter gigi diperbolehkan minimal setelah terdaftar 3 (tiga) bulan. f. Rujukan kasus gigi hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi kecuali puskesmas yang tidak memiliki dokter gigi. 3. Rawat Inap Tingkat Pertama a. Fasilitas kesehatan Puskesmas atau klinik dengan fasilitas rawat inap b. Ruang lingkup pelayanan 1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama 2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis 3) perawatan dan akomodasi di ruang perawatan. 4) tindakan medis kecil/sederhana oleh Dokter ataupun paramedis. 5) persalinan per vaginam tanpa penyulit maupun dengan penyulit 6) pemeriksaan penunjang diagnostik selama masa perawatan 7) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai selama masa perawatan. 8 8) pelayanan transfusi darah sesuai indikasi medis c. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama yang dilakukan di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku. 4. Pelayanan Maternal dan Neonatal a Lokasi pelayanan Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas kesehatan tingkat pertama : 1. Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik perorangan beserta jejaringnya (Pustu, Polindes/Poskesdes, Bidan desa/Bidan praktik Mandiri) 2. Bidan Praktik Mandiri pada daerah tidak ada faskes (Berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat) b Ruang Lingkup Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan jejaringnya sesuai indikasi medis. Ruang lingkup pelayanan maternal dan neonatal meliputi: 1. Pemeriksaan Kehamilan (ANC) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dilakukan selama ibu hamil sesuai standar pelayanan KIA dan diperiksa sebanyak minimal 4 kali disertai konseling KB terdiri dari: a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga 2. Persalinan pervaginam normal Pertolongan persalinan PONED/Klinik/Dokter Praktik normal perorangan pada dan Puskesmas/Puskesmas jejaringnya serta Bidan Desa/Bidan Praktik mandiri baik sebagai jejaring atau faskes tingkat pertama. 3. Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar 4. Pemeriksaan PNC (Ibu Nifas dan Neonatus) 9 Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin sesuai standar pelayanan KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal Pelayanan PNC bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali kunjungan, yang terdiri dari: a. Pelayanan nifas bagi ibu pasca melahirkan selama 42 hari b. Pelayanan PNC bagi bayi baru lahir selama 28 hari Dengan masing-masing kunjungan terdiri dari : a. Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2) b. Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7) c. Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28) d. Kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42) e. Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga hari ke 42 5. Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual) 6. Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal 7. Pelayanan KB pasca persalinan untuk pemasangan: a. IUD, Implant b. Suntik KB Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN 8. Penanganan komplikasi KB paska persalinan 5. Pelayanan Kesehatan oleh Bidan dan Perawat 3.1. Di daerah tidak ada Dokter a. Bidan dan Perawat menjadi pemberi pelayanan tingkat pertama • Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. • Ruang Lingkup Pelayanan 1) Cakupan pelayanan bidan dan perawat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam 10 kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama 3) Dasar hukum untuk penyelenggaraan kesehatan di Bidan dan Perawat adalah: a) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 b) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. c) Bila terjadi perubahan terhadap Peraturan tersebut secara otomatis akan diberlakukan b. Bidan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal Di daerah yang tidak ada dokter, bidan dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai pemberi pelayanan tingkat pertama sesuai dengan kompetensi dan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal termasuk tindakan persalinan. 3.2.Di daerah ada Dokter 1) Bidan dan perawat hanya dapat menjadi jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama BPJS Kesehatan. 2) Bidan sebagai jejaring : • Pelayanan Bidan dibawah tanggung jawab faskes induknya • Memberikan pelayanan maternal dan neonatal termasuk tindakan persalinan. 6. Gate Keeper Concept a. Faskes tingkat pertama sebagai Gatekeeper adalah sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan dasar dan penapis rujukan sesuai dengan standar pelayanan medis. b. Semua faskes tingkat pertama berfungsi sebagai gate keeper, kecuali bidan dan perawat. Dokter Gigi berfungsi sebagai gate keeper untuk pelayanan gigi. c. Empat falsafah pokok pelayanan primer : 11 1) First Contact (kontak pertama) : bahwa Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali mendapat masalah kesehatan. 2) Continuity (Kontinuitas pelayanan) : Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan peserta dapat berlangsung dengan kontinyu sehingga penanganan penyakit dapat berjalan optimal 3) Comprehensiveness (komprehensif) : Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan yang komprehensif terutama untuk pelayanan promotif dan preventif. 4) Coordination Dokkel sebagai “Care Manager” koordinasi: Fasilitas tingkat pertama berperan sebagai koordinator pelayanan bagi peserta untuk mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya d. Ruang Lingkup Pelayanan Gate Keeper adalah : 1) Promosi kesehatan (promotif) 2) Pencegahan penyakit dan proteksi khusus (Preventive dan Specific protection) 3) Pengobatan (Curative) 4) Pembatasan kecacatan (disability limitation) 5) Pemulihan kesehatan (rehabilitative) e. Implementasi Gate Keeper Concept 1) Pastikan bahwa faskes tingkat pertama yang terdaftar melalui proses kredensialing dan re-kredensialing sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2) Pastikan faskes tingkat pertama menjalankan empat falsafah pokok pelayanan primer 3) Peningkatan Kompetensi faskes tingkat pertama, 4) Audit Medis pelayanan di faskes tingkat pertama 5) Monitoring, evaluasi dan umpan balik (feedback) B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN a. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan merupakan pelayanan yang bersifat spesialistik dan sub spesialistik yang dilaksanakan di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan baik rumah sakit pemerintah, TNI, Polri maupun RS Swasta. b. Klasifikasi rumah sakit diperlukan terhadap beberapa hal sebagai berikut: 1) Landasan perjanjian kerja sama untuk menentukan besaran tarif yang akan digunakan 12 2) Mapping ketersediaan pelayanan kesehatan pada setiap wilayah c. Penetapan kelas rumah sakit mengacu PERMENKES No.340/MENKES/PER/III/2010 1) Kelas RS ditentukan oleh Pemerintah 2) Peningkatan kelas RS melalui tahap penilaian akreditasi kelas dari Kementerian Kesehatan Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan bagi peserta BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) a. Fasilitas Kesehatan Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen fasilitas kesehatan b. Ruang lingkup pelayanan kesehatan RJTL 1) administrasi pelayanan; meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penerbitan surat eligilibitas peserta, termasuk pembuatan kartu pasien. 2) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis; 3) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis; 4) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 5) pelayanan alat kesehatan; 6) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; 7) rehabilitasi medis; 8) pelayanan darah; 9) pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et repertum atau surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik; dan 10) pelayanan jenazah terbatas hanya bagi peserta meninggal dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati 2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan a. Fasilitas Kesehatan Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen fasilitas kesehatan 13 b. Ruang lingkup pelayanan kesehatan RITL adalah sesuai dengan seluruh cakupan pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu 1) perawatan inap non intensif 2) perawatan inap intensif c. Hak Kelas Perawatan 1) ruang perawatan kelas III bagi: a) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan b) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. 2) ruang perawatan kelas II bagi: a) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; b) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; c) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; d) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan e) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II. 3) ruang perawatan kelas I bagi: a) Pejabat Negara dan anggota keluarganya; b) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; c) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; d) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; e) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya; f) janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; 14 g) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan h) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I. d. Ketentuan khusus rawat inap 1) Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. 2) Dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan memilih kelas yang lebih tinggi dari haknya 3) Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka: (1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi. (2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya. (3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka peserta ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta. (4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari. (5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih biaya yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang setara 3. Pelayanan Kesehatan Lain a. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang belum dijamin saat ini. b. Proses penambahan penjaminan kesehatan serta tarif pelayanan akan ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan c. Mekanisme dan tata cara penggunaan pelayanan kesehatan lain diatur melalui Keputusan BPJS Kesehatan 15 C. PELAYANAN GAWAT DARURAT 1. Pemberi Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama b. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan baik yang bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. 2. Ruang Lingkup Pelayanan a. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku. b. Kriteria gawat darurat mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. c. Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan d. Jenis tindakan dan pelayanan yang dijamin sebagaimana yang tercantum pada tarif paket INA CBG’s yang berlaku D. PELAYANAN PERSALINAN 1. Fasilitas kesehatan pemberi pelayanan a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan fasilitas rawat inap (Puskesmas perawatan, PONED, Klinik dengan rawat inap, Praktik Bidan) b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan 2. Ruang lingkup pelayanan Persalinan Persalinan terdiri dari persalinan normal (tanpa penyulit) dan persalinan dengan penyulit baik penyulit per vaginam atau per abdominam. Pelayanan persalinan berdasarkan tingkat faskes adalah sebagai berikut : a. Pelayanan persalinan di Faskes tingkat pertama terdiri dari : 1) Persalinan pervaginam normal - pada Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter Praktek Perorangan dan jejaringnya; - Bidan Desa/Bidan Praktik Mandiri baik sebagai jejaring atau sebagai Faskes tingkat pertama. 2) Persalinan dengan komplikasi atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED/Klinik/Dokter dan Bidan : a. Persalinan pervaginam melalui induksi b. Persalinan pervaginam dengan tindakan 16 c. Persalinan pervaginam dengan komplikasi d. Persalinan pervaginam dengan kondisi bayi kembar e. Penanganan perdarahan pasca keguguran b. Pelayanan persalinan di faskes tingkat lanjutan terdiri dari : 1) Tindakan persalinan normal 2) Tindakan persalinan dengan penyulit pervaginam sesuai indikasi medis 3) Tindakan persalinan dengan penyulit perabdominam (sectio caesaria) sesuai indikasi medis 4) Pelayanan rawat inap c. Ketentuan Persalinan 1) Pada kondisi kehamilan normal ANC harus dilakukan di faskes tingkat pertama. ANC di tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan rujukan dari faskes tingkat pertama. 2) Penjaminan persalinan adalah benefit bagi peserta BPJS Kesehatan dan tidak ada batasan jumlah persalinan yang ditanggung 3) Persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat pertama 4) Penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat 5) Yang dimaksud kondisi gawat darurat pada poin (4) di atas adalah perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya E. PELAYANAN OBAT 1. Pemberi Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan 2. Ruang Lingkup Pelayanan Obat a. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. 1) Pelayanan obat di Puskesmas disediakan oleh Depo obat/ Instalasi Farmasi Puskesmas. 2) Pelayanan obat di dokter praktik perorangan dan klinik disediakan oleh Apotek jejaring dokter/klinik berdasarkan resep dari dokter yang merawat, kecuali pada kondisi tertentu yang memenuhi persyaratan dispensing, obat diberikan langsung oleh dokter/dokter gigi. 17 Dokter dapat meracik dan menyerahkan obat kepada pasien bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek (UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran) Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian) Kriteria daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi. Daerah sangat terpencil adalah daerah yang sangat sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi (Permenkes Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Diminati). 3) Untuk pelayanan di bidan dan perawat, pelayanan obat diatur sesuai UU Praktik Keperawatan dan Kebidanan yang berlaku. b. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Pemberian obat untuk pelayanan RJTL dan RITL berdasarkan resep obat dari dokter spesialis/subspesialis yang merawat, sesuai dengan indikasi medis, berpedoman pada Formularium Nasional. c. Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat menggunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite Medik dan kepala/direktur rumah sakit. d. Penggunaan obat baik sesuai Fornas maupun diluar Fornas, sudah termasuk dalam pembiayaan paket INA CBG’s, tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan tidak boleh dibebankan kepada peserta. e. Fasilitas Kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan obat-obat yang diperlukan. F. PELAYANAN ALAT KESEHATAN 1. Fasilitas Kesehatan Pemberi Pelayanan Pelayanan Alat Kesehatan dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan 18 2. Penyediaan Alat Kesehatan Alat kesehatan disediakan oleh fasilitas kesehatan atau jejaringnya dengan mutu sesuai kebutuhan medis 3. Ruang Lingkup Pelayanan Alat Kesehatan a. Alat kesehatan diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan atas dasar indikasi medis. b. Jenis dan plafon harga alat kesehatan sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan c. Apabila atas indikasi medis Rumah Sakit meresepkan alat kesehatan di luar Kompendium alat kesehatan yang berlaku maka dapat digunakan alat kesehatan lain berdasarkan persetujuan Komite Medik dan kepala/direktur rumah sakit. 4. Pembiayaan Alat Kesehatan 1. Biaya alat kesehatan pada faskes tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi dan/atau paket rawat inap yang dibayarkan ke faskes. 2. Penggunaan alat kesehatan sesuai Kompendium alat kesehatan maupun diluar Kompendium alat kesehatan, sudah termasuk dalam pembiayaan paket INA CBG’s, tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan tidak boleh dibebankan kepada peserta. 3. Biaya alat kesehatan yang dijamin di luar paket INA CBG’s ditagihkan terpisah dari tagihan paket INA CBG’s dengan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan oleh BPJS Kesehatan. 4. Besaran biaya penggantian alat kesehatan di luar paket INA CBG’s sebagaimana yang diatur oleh Menteri Kesehatan. 5. Tata laksana pelayanan alat kesehatan di luar paket INA CBG’s a. Kacamata 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan dengan gangguan penglihatan sesuai dengan indikasi medis 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Penjaminan pelayanan kacamata diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis mata dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan mata. 4) Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah: i. Untuk lensa spheris, minimal 0.5 Dioptri ii. Untuk lensa silindris minimal 0.25 Dioptri 5) Kacamata dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun 19 b. Alat bantu dengar (hearing aid) 1) Diberikan kepada peserta BPJS dengan Kesehatan gangguan pendengaran sesuai dengan indikasi medis 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Penjaminan pelayanan alat bantu dengar diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis THT. 4) Alat bantu dengar dapat diberikan maksimal sekali dalam 5 (lima) tahun per telinga c. Prothesa gigi/gigi palsu 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi sesuai dengan indikasi medis 2) Pelayanan prothesa gigi diberikan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Penjaminan pelayanan prothesa gigi/gigi palsu diberikan atas rekomendasi dari dokter gigi 4) Prothesa gigi/gigi palsu dapat diberikan paling cepat 2 (dua) tahun sekali untuk gigi yang sama. d. Penyangga leher (collar neck/cervical collar/neck brace) 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sebagai penyangga kepala dan leher karena trauma pada leher dan kepala ataupun fraktur pada tulang cervix sesuai dengan indikasi medis. 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Penyangga leher dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun e. Jaket Penyangga Tulang (Corset) 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang mengalami kelainan/gangguan tulang atau kondisi lain sesuai dengan indikasi medis. 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Jaket penyangga tulang dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun f. Prothesa alat gerak (kaki dan/atau tangan tiruan) 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis. 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 20 3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis orthopedi 4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian tubuh yang sama g. Alat bantu gerak berupa kruk penyangga tubuh 1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis. 2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis bedah Tulang (orthopedic) 4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian tubuh yang sama G. PELAYANAN PROMOTIF PREVENTIF 1. Pemberi Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan 2. Ruang Lingkup Pelayanan Bentuk kegiatan promotif preventif BPJS Kesehatan adalah: a. penyuluhan kesehatan perorangan dalam bentuk edukasi kesehatan b. Imunisasi Dasar c. Skrining Riwayat Kesehatan d. Deteksi dini Kanker Serviks e. Program Pengelolaan penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi 3. Prosedur pelayanan promotif preventif diatur dalam pedoman tersendiri H. PELAYANAN AMBULAN 1. Penyelenggara Pelayanan Ambulan BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan penyelenggara pelayanan ambulan untuk pelayanan ambulan Penyelenggara ambulan antara lain: a. Faskes tingkat pertama yang mempunyai ambulan b. Faskes tingkat lanjutan yang mempunyai ambulan c. Pihak ketiga, antara lain : 1) Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan 2) Ambulan 118 21 3) Yayasan penyedia layanan ambulan 2. Ruang Lingkup Pelayanan a. Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu, antar Fasilitas Kesehatan, disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien. b. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin a di atas adalah : – kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi medis dari dokter yang merawat – kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah dirawat paling sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas haknya – pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan rawat inap di faskes tujuan Contoh : pasien kanker rawat inap dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe di bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat jalan) c. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Faskes : – sesama faskes tingkat pertama; – dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan; – sesama faskes rujukan sekunder; – dari faskes sekunder ke faskes tersier; – dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di bawahnya. d. Faskes perujuk adalah: – Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan – Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus gawat darurat yang keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan e. Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat pertama atau faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan f. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai ketentuan di atas, termasuk: – jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan, lokasi lain) – mengantar pasien ke selain Faskes 22 – rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka mendapatkan pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang merupakan rangkaian perawatan pasien di salah satu Faskes). – Ambulan/mobil jenazah – Pasien rujuk balik rawat jalan I. PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK DIJAMIN Pelayanan atau hal-hal lain yang tidak termasuk jaminan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut : 1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; 2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat; 3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; 4. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas; 5. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; 6. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 7. pelayanan untuk mengatasi infertilitas; 8. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); 9. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol; 10. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; 11. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment); 12. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen); 13. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu; 14. perbekalan kesehatan rumah tangga; 15. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; 23 16. Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events) yang ditetapkan oleh Menteri; dan 17. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan. 24 BAB III PROSEDUR PELAYANAN KESEHATAN Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta diupayakan prosedur yang tidak menyulitkan peserta namun demikian harus memperhatikan upaya pengendalian serta kelengkapan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh peserta. A. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) a. Ketentuan umum 1) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar 2) Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi : a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar; atau b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 3) Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila melakukan kunjungan ke luar domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan kegiatan yang rutin 4) Untuk mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat tujuan, maka peserta wajib membawa surat pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan tujuan. Surat pengantar hanya berlaku paling lama untuk 1 (satu) bulan. 5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan 6) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru di bulan berikutnya. 7) Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat peserta terdaftar. 25 b. Prosedur Pelayanan di faskes tingkat pertama a) Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi). b) Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta c) Faskes melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan d) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing faskes. e) Bila diperlukan peserta akan memperoleh obat. f) Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum. g) Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka faskes tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang berlaku. h) Surat rujukan berlaku untuk periode maksimal 1 (satu) bulan sejak tanggal rujukan diterbitkan. Surat rujukan disediakan oleh masing-masing faskes dengan format sesuai ketentuan BPJS Kesehatan i) Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan 2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) Prosedur dan syarat-syarat mendapatkan pelayanan di RITP : 1. Peserta datang ke faskes tingkat pertama yang memiliki fasilitas rawat inap 2. Faskes dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang dirujuk dari faskes tingkat pertama lain 3. Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan 4. Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta 5. Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP 6. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing faskes. 7. Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan 26 8. Peserta dapat dirujuk ke faskes tingkat lanjutan bila secara indikasi medis diperlukan 3. Pelayanan Kebidanan dan Neonatal 1. Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada faskes tingkat pertama atau jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan di faskes tingkat pertama 2. Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan pada satu tempat yang sama, misalnya pemeriksaan ANC dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses persalinan dan pemeriksaan PNC juga dilakukan pada bidan jejaring tersebut. 3. Pemeriksaan ANC dan PNC tidak dapat dilakukan pada tempat yang berbeda kecuali dalam keadaan darurat. 4. Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan untuk : a. Keteraturan pencatatan partograf b. Monitoring terhadap perkembangan kehamilan c. Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan B. PELAYANAN TINGKAT LANJUTAN 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) a. Pelayanan RJTL merupakan kelanjutan dari pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), berdasarkan surat rujukan dari faskes tingkat pertama. b. Dalam keadaan Gawat Darurat (Emergency) peserta dapat memperoleh pelayanan di Unit Gawat Darurat (UGD) faskes lanjutan, tanpa surat rujukan dari Faskes tingkat pertama. c. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan gawat darurat (Emergency) sesuai dengan kriteria diagnosa gawat daruratdan prosedur pelayanan kegawatdaruratan. d. Prosedur pelayanan di faskes tingkat lanjutan : 1) Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama 2) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat rujukan 3) Faskes bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP 4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP 27 5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP 6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing faskes 7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s 8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan di faskes, beberapa kemungkinan adalah sebagai berikut: a) Pelayanan telah selesai dan pasien pulang. b) Pasien pulang, pelayanan belum selesai dan diperintahkan untuk pemeriksaan penunjang pada hari berikutnya c) Pelayanan selesai, tetapi diperintahkan untuk kontrol. d) Peserta di rujuk ke UPF lain dalam Rumah Sakit (rujukan Intern) e) Peserta dirawat inap f) Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain: (1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center. (2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan peserta tidak boleh dibebani urun biaya) (3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center tidak perlu menerbitkan SEP. (4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center 2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) a. Merupakan tindak lanjut dari pelayanan Faskes tingkat pertama, UGD, dan Poli Rawat Jalan atau rujukan dari RS lain. b. Prosedur pelayanan 1) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat 2) Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak Masuk Rumah Sakit. 28 3) Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP 4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP 5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP 6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing faskes 7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s 8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan RITL, beberapa kemungkinan tindak lanjut pelayanan, adalah sebagai berikut: a) Pelayanan RITL selesai dan pasien pulang. b) Pelayanan RITL selesai, tetapi peserta diperintahkan untuk kontrol. Mekanisme kontrol pasien paska rawat inap di faskes rujukan sesuai dengan prosedur pelayanan berjenjang yang berlaku c) Peserta dirujuk balik d) Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain: (1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center. (2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan peserta tidak boleh dibebani urun biaya) (3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center tidak perlu menerbitkan SEP. (4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center C. RUJUKAN PARSIAL 1. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut. 2. Rujukan parsial dapat berupa: 29 – pengirimanpasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan – pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang 3. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk. 4. Faskes penerima rujukan tidak dapat menagihkan secara terpisah ke BPJS Kesehatan, pasien tidak boleh dibebani urun biaya 5. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA CBG’s ke Fasilitas Kesehatan perujuk D. PELAYANAN GAWAT DARURAT (EMERGENCY) 1. Dalam keadaan gawat darurat, maka: a. Peserta dapat dilayani di faskes tingkat pertama maupun faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan c. Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJSKesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria gawat darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan 2. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan a. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama dapat diberikan pada faskes tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar b. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama maupun lanjutan mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku 3. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes Tingkat pertama dan Faskes Rujukan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan a. Penyiapan Faskes Dalam penyelenggaraan penjaminan pelayanan kesehatan di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Kantor Cabang melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Sosialisasi kepada Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama di wilayah kerja masing-masing mengenai: 2) BPJS Kesehatan secara umum 30 a) ketentuan penjaminan pelayanan di faskes yang tidak bekerja sama b) kriteria gawat darurat yang dapat dijamin c) mekanisme pembiayaan d) pengajuan klaim e) dll 3) Membuat kesepakatan untuk memberikan kontak personal dari masing-masing faskes dan BPJS Kesehatan yang diperlukan dalam pelayanan kegawatdaruratan kepada peserta BPJS Kesehatn 4) Membuat jaringan komunikasi antar kontak personal masing – masing faskes baik yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk melakukan koordinasi dalam rangka mempermudah pelayanan rujukan antar faskes. b. Proses Penjaminan 1) Faskes memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan data peserta dengan master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a). Faskes mengakses master file kepesertaan melalui website BPJS Kesehatan, sms gateway dan media elektronik lainnya. b). Apabila poin (a) tidak dapat dilakukan maka Faskes menghubungi petugas BPJS Kesehatan melalui telepon atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan 2) Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka biaya pelayanan selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS. Faskes harus menjelaskan hal ini kepada peserta dan peserta harus menandatangani surat pernyataan bersedia menanggung biaya pelayanan selanjutnya 3) Penanganan kondisi kegawatdaruratan di faskes yang tidak bekerjasama ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang mengharuskan pasien dirawat inap. 4) Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut: a) Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien. b) Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk evakuasi Kondisi a dan b dinyatakan oleh petugas BPJS Kesehatan setelah dihubungi 31 oleh Faskes, dan petugas BPJS Kesehatan tersebut telah berusaha mencari ambulan sesuai dengan kebutuhan. c) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan medis dari dokter yang merawat. E. PELAYANAN PERSALINAN 1. Pelayanan persalinan dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. 2. Pemberian jaminan persalinan sebagaimana pemberian jaminan perawatan tingkat pertama atau perawatan tingkat lanjutan. 3. Prosedur pelayanan sesuai dengan ketentuan pelayanan di faskes tingkat pertama dan faskes tingkat lanjutan. F. PELAYANAN DARAH 1. Pelayanan darah dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan sesuai indikasi medis. 2. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat pertama adalah sebagai berikut: a. Disesuaikan dengan kompetensi Faskes untuk melakukan transfusi darah b. Pelayanan tranfusi darah di faskes tingkat pertama dapat dilakukan pada kasus: (1) Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan (2) Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien (3) Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat rekomendasi dari dokter Faskes tingkat lanjutan c. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan d. Penggunaan darah maksimal 2 (dua) kantung/hari berdasarkan surat permintaan darah yang ditanda tangani oleh dokter yang merawat, kecuali atas kebutuhan medis bisa diberikan lebih. 3. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat lanjutan mengikuti ketentuan pelayanan darah yang diatur oleh Faskes tingkat lanjutan dan jejaringnya yang melayani darah G. PELAYANAN ALKES Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan yang tidak masuk dalam paket INA-CBGs 1. Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan. 32 2. Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi medis. 3. Peserta mengurus legalisasi pelayanan Alat Kesehatan ke Petugas BPJS Center atau Kantor BPJS Kesehatan 4. Peserta mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Faskes penyedia Alat Kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan membawa identitas dan berkas pelayanan yang diperlukan. 5. Faskes melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, kemudian menyerahkan Alat Kesehatan kepada Peserta. 6. Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat Kesehatan. 7. BPJS Kesehatan memastikan pasien mendapatkan alat kesehatan dengan cara melihat bukti penerimaan alat kesehatan dan bila perlu dilakukan konfirmasi kepada pasien H. PELAYANAN AMBULAN 1. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Ambulan Dalam proses penyediaan fasilitas pelayanan ambulan bagi peserta BPJS Kesehatan, Kantor Cabang melakukan : a. Mapping ketersediaan fasilitas Ambulan di Faskes yang berada di wilayahnya (diutamakan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan). Jika dari hasil mapping didapatkan bahwa jumlah fasilitas pelayanan ambulan yang ada di faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kurang, maka dapat melakukan kerjasama dengan penyelenggara pelayanan Ambulan pihak ketiga. b. Melakukan negosiasi tarif pelayanan Ambulan dengan pemberi pelayanan Ambulan c. Melakukan kontrak dengan pemberi pelayanan Ambulan 2. Penjaminan Pelayanan Ambulan a. BPJS Kesehatan wajib memberikan daftar penyedia ambulan kepada faskes yang bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di wilayah kerjanya b. Dalam rangka evakuasi pasien bagi Faskes yang tidak mempunyai ambulan, maka Faskes berkoordinasi dengan penyedia ambulan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan atau petugas BPJS Kesehatan. c. Untuk Faskes yang mempunyai ambulan dapat langsung menggunakan ambulan tersebut d. Proses rujukan antar faskes mengikuti ketentuan sistem rujukan berjenjang yang berlaku. 33 BAB IV PROSES ADMINISTRASI KLAIM Proses administrasi klaim sangat penting dalam suatu rangkaian proses bisnis asuransi dimana kinerja suatu perusahaan asuransi sangat ditentukan oleh bagaimana klaim diproses dan diselesaikan. Disamping itu penyelesaian klaim juga sangat mempengaruhi efisinsi dalam biaya kesehatan karena kekurang hati hatian dalam proses klaim dapat mengakibatkan pembayaran yang berlebihan dari yang seharusnya. Oleh sebab itu semua petugas terutama petugas verifikator, kepala bidang dan kepala cabang harus melaksanakan proses klaim dengan prinsip hati hati, dan teliti. A. JENIS KLAIM Secara keseluruhan pengajuan klaim yang masuk ke BPJS Kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu : 1. Klaim kolektif. Klaim kolektif adalah klaim yang diajukan oleh Faskes atas biaya pelayanan seluruh peserta yang telah dilayani ataupun pembayaran yang bersifat prospektif dalam periode tertentu (satu bulan). Biaya pelayanan yang dilakukan secara kolektif adalah: a. klaim pelayanan rawat inap tingkat pertama, b. klaim persalinan di Faskes tingkat pertama c. klaim pelayanan Darah di Faskes Tingkat Pertama d. klaim pelayanan tingkat lanjutan, baik rawat jalan maupun rawat inap e. klaim gawat darurat di Faskes yang tidak bekerjasama f. klaim alat kesehatan di luar INA CBG’s g. klaim ambulan h. klaim COB dari asuransi tambahan atau penjamin pelayanan kesehatan lainnya i. klaim atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan di daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat 2.Klaim perorangan. a. Klaim perorangan adalah klaim yang diajukan oleh peserta secara perorangan untuk pelayanan kesehatan yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh peserta tersebut. 34 b. Biaya pelayanan yang dapat diklaim secara perorangan adalah biaya kompensasi untuk pelayanan kesehatan bagi peserta di daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Hanya untuk pelayanan di Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. B. KETENTUAN UMUM 1. Faskes mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 2. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan. 3. Seluruh berkas dokumen penagihan klaim dan pertanggung jawaban dana disimpan oleh rumah sakit dan BPJS Kesehatan dan sewaktu-waktu dapat diaudit oleh yang pihak berwenang. 4. Kadaluarsa Klaim a. Klaim Kolektif 1) Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah baik Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan. 2) Fasilitas Kesehatan milik Swasta baik Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan b. Klaim Perorangan Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan. C. PROSES PENGAJUAN KLAIM 1. Klaim Kolektif a. Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama 1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta 2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) Pengajuan klaim RITP diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Faskes tingkat pertama 35 secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta pada bulan sebelumnya dengan menyampaikan kelengkapan administrasi sebagai berikut : a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) b) Rekapitulasi pelayanan (1) Nama penderita; (2) Nomor Identitas; (3) Alamat dan nomor telepon pasien; (4) Diagnosa penyakit; (5) Tindakan yang diberikan; (6) Tanggal masuk perawatan dan tanggal keluar perawatan; (7) Jumlah hari rawat; (8) Besaran tarif paket; (9) Jumlah tagihan paket rawat inap tingkat pertama (besaran tarip paket dikalikan jumlah hari rawat); (10) Jumlah seluruh tagihan c) Berkas pendukung masing-masing pasien (1) Foto kopi identitas peserta BPJS (2) Surat perintah rawat inap dari Dokter. (3) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga. 3) Persalinan / maternal dan neonatal non kapitasi di Faskes Tingkat Pertama a) Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal/neonatal non kapitasi di Faskes tingkat pertama dapat dilakukan oleh Faskes tingkat pertama yang memberikan pelayanan (Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktek perorangan dengan jejaring). b) Jejaring Faskes tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan bidan desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui Faskes induknya. c) Kecuali pada daerah tidak ada Faskes tingkat pertama (ditetapkan oleh SK Kepala Dinas Kesehatan setempat), maka bidan desa/bidan praktik mandiri dapat menjadi faskes tingkat pertama yang bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan 36 d) Klaim diajukan secara kolektif setiap bulankepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut: (1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) (2) Rekapitulasi pelayanan i. Nama penderita; ii. Nomor Identitas; iii. Alamat dan nomor telepon pasien; iv. Tanggal pelayanan; v. GPA (Gravid, Partus, Abortus) vi. Jenis persalinan (tanpa penyulit/dengan penyulit); vii. Besaran tarif paket; viii. Jumlah seluruh tagihan (3) Berkas pendukung masing-masing pasien i. Foto kopi identitas peserta BPJS ii. Foto kopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila Peserta tidak memiliki buku KIA pada daerah tertentu, dapat digunakan kartu ibu atau keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani iii. Partograf : yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk Pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf dapat digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan persalinan yang diberikan iv. Surat keterangan kelahiran v. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga. vi. Kwitansi bermaterai cukup 4) Pelayanan Darah ü Biaya pelayanan darah terdiri dari jasa, sarana dan darah per bag. ü Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang digunakan dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap di Puskesmas atau Klinik 37 ü Klaim darah diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan oleh PMI atau UTD setempat dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut: a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) b) Rekapitulasi pelayanan (1) Nama penderita; (2) Nomor Identitas; (3) Alamat dan nomor telepon pasien; (4) Tanggal pelayanan; (5) Diagnosa penyakit; (6) Jumlah darah per bag yang dibutuhkan; (7) Besaran tarif paket; (8) Jumlah seluruh tagihan c) Berkas pendukung masing-masing pasien (1) Foto kopi identitas peserta BPJS (2) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga. b. Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan Pengajuan klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan dilakukan oleh setiap faskes tingkat lanjutan secara kolektif setiap bulan, atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan. 1) Proses Registrasi a). Setiap faskes lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib melakukan registrasi ke Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan kelompok tarif INA CBG’s yang akan diberlakukan di faskes lanjutan tersebut. Kementerian Kesehatan akan memberikan user name dan password untuk mengakses aplikasi INA CBG’s yang akan diberlakukan di Rumah Sakit tersebut b). Kantor Cabang harus memastikan bahwa tarif yang akan digunakan oleh Faskes Lanjutan tersebut sesuai dengan tipe Rumah Sakit dan Regionalisasi Tarif sesuai kesepakatan dengan Asosiasi Faskes yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) 38 c). Apabila Rumah Sakit belum memiliki sertifikat penetapan kelas, maka tarif yang diberlakukan adalah tarif RS tipe D 2) Penetapan diagnosis oleh Faskes a). Untuk memenuhi kesesuaian INA-CBGs, dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosis yang tepat dan jelas sesuai International Classification of Diseases Tenth Edition (ICD-10) dan International Classification of Diseases Ninth Edition Clinical Modification (ICD-9 CM). Coder memastikan proses penulisan kode diagnosis sesuai dengan ICD-10 dan ICD-9 CM dan pelayanan yang diberikan. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani berkas resume medik dan bukti pelayanan b). Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3 kode INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab oleh rumah sakit untuk hal tersebut. c). Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap. d). Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs. 3) Penagihan Klaim pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan a). Kelengkapan berkas penagihan klaim pelayanan kesehatan tingkat lanjutan 1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) 2) Rekapitulasi pelayanan 3) Berkas pendukung masing-masing pasien (a) SEP (b) Surat perintah rawat inap (c) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP (d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti : ü Laporan operasi ü Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat khusus 39 ü Legalisasi pelayanan yang masuk Special CMG’s ü Billing system atau perincian tagihan manual Rumah Sakit ü Berkas pendukung lain yang diperlukan a) Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan menjadi sah setelah mendapat persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala Faskes lanjutan dan Petugas Verifikator BPJS Kesehatan. b) Fasilitas kesehatan lanjutan mengirimkan secara resmi tagihan klaim dalam bentuk softcopy dan hardcopy. c) Kantor Cabang melakukan verifikasi ulang terhadap tagihan klaim c. Penagihan Klaim Gawat Darurat 1) Pelayanan oleh Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan a) Klaim diajukan ke Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan b) Kelengkapan adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan klaim di faskes tingkat pertama 2) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan klaim kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan 3) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan a) Administrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan klaim kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan b) Pengajuan tagihan berupa hardcopy dan softcopy hasil luaran dari aplikasi INA CBG c) Bagi faskes yang belum dapat mengajukan dalam bentuk softcopy luaran INA CBG, maka klaim dientry oleh Faskes tersebut di Kantor BPJS Kesehatan terdekat. d. Penagihan Klaim Ambulan 1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara kolektif oleh penyelenggara pelayanan ambulan. 2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut : a) Formulir pengajuan klaim 40 b) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR atau foto copynya) c) Surat keterangan medis dari dokter yang merawat yang menerangkan kondisi medis pasien pada saat akan dirujuk. d) Bukti pelayanan ambulan yang memuat informasi tentang : ü Identitas pasien ü Waktu pelayanan (hari, tanggal, jam berangkat dari faskes perujuk dan jam tiba di faskes tujuan) ü Faskes perujuk ü Faskes tujuan rujukan ü Tandatangan dan cap dari faskes perujuk dan faskes penerima rujukan ü Tanda tangan pasien atau anggota keluarganya 2. Klaim Perorangan 1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara perorangan oleh peserta. 2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut : a). Formulir pengajuan klaim b). Berkas pendukung : (1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di wilayah tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai Surat Keputusan Dinas Kesehatan) (2) Kwitansi asli bermaterai cukup c). Rincian pelayanan yang diberikan 41 BAB V PELAYANAN OBAT A. RUANG LINGKUP PELAYANAN OBAT Pelayanan obat diberikan kepada peserta setelah mendapatkan layanan medis berdasarkan resep obat dari dokter sesuai indikasi medis. Pemberian obat kepada peserta melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek Jejaring. Ruang lingkup pelayanan obat meliputi: 1. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama meliputi Obat Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Obat Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), diberikan kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pemberian obat RJTP dan obat RITP adalah sesuai indikasi medis, berdasarkan resep obat dari dokter yang merawat, berpedoman pada Daftar Obat Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku. Obatdan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan yang dibayar oleh BPJS Kesehatan secara kapitasi. Obat diperoleh di Depo Farmasi Puskesmas atau di Apotek jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama. 2. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan RujukanTingkat Lanjutan meliputi obat Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan obat Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang diberikan kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas Kesehatan. Pemberian obat RJTL dan obat RITL sesuai indikasi medisberdasarkan resep obat dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat dan berpedoman pada Daftar Obat Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku. Obat dan bahan medis habis pakai disediakan di Instalasi Farmasi RS atau di Apotek jejaring yang bekerja sama dengan Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan. 42 Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat untuk mendapatkan obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis. Obat dan bahan medis habis pakai merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA CBG’s yang dibayar oleh BPJS Kesehatan dan tidak dapat ditagihkan ke BPJS Kesehatan. B. PROSEDUR PELAYANAN OBAT 1. Prosedur pelayanan di Fasilitas KesehatanTingkat Pertama a. Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama b. Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis. c. Peserta membawa resep ke Ruang Farmasi/Instalasi Farmasi di puskesmas, klinik dan apotek jejaring. d. Apoteker di puskesmas melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika di Puskesmas belum memiliki Apoteker pelayanan obat dapat di lakukan oleh tenaga teknis kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari dinas kesehatan kabupaten/kota. e. Apoteker di Klinik dan Apotek melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Apabila di Klinik tidak memiliki apoteker maka tidak dapat melakukan pelayanan obat. f. 2. Peserta menandatangani bukti penerimaan obat. Pelayanan Obat di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan Prosedur Pelayanan Obat paket INA-CBG’s di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan 1) Prosedur pelayanan obat rawat jalan a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan. b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis. 43 c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan. d). Apoteker melakukan verifikasi Resep dan bukti pendukung lain, antara lain: 1) Protokol terapi dan regimen 2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya. e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan meyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat. 2) Prosedur Pelayanan Obat rawat inap: a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan. b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis. c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan. d). Apoteker melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, antara lain: 1) Protokol terapi dan regimen 2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya. e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat. b. Pelayanan Obat Di Luar Formularium Nasional Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit. Obat tersebut merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA CBG’s yang dibayar oleh BPJS Kesehatan dan tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan serta tidak diperbolehkan menarik urun biaya kepada peserta. C. PELAYANAN OBAT PROGRAM RUJUK BALIK Pelayanan Obat Program Rujuk Balik adalah pemberian obat-obatan penyakit kronis di fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai bagian dari program pelayanan rujuk balik. 44 Penyakit yang dikelola melalui program rujuk balik, yaitu Diabetes Mellitus tipe 2 dan Hipertensi. 1. LANDASAN HUKUM a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional b. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 01 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan 2. Filosofi Program Rujuk Balik a. Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat. b. Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat. 3. Manfaat Program Rujuk Balik a. Bagi Peserta 1) Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan 2) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif 3) Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik 4) Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan b. Bagi Faskes Tingkat Pertama 1) Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif dalam pembiayaan yang rasional 2) Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini (evidence based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis 3) Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan c. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan 1) Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS 2) Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di Rumah Sakit 45 3) Meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan manajemen penyakit 4. Ruang Lingkup Program Rujuk Balik a. Jenis Penyakit Jenis Penyakit yang termasuk dalam Program Rujuk Balik adalah: 1) Diabetus Mellitus Tipe 2 2) Hipertensi b. Jenis Obat Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik adalah: 1) Obat-obat kronis yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub-spesialis di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan. 2) Obat tambahan adalah obat yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub spesialis dan mutlak diberikan bersama obat utama untuk mengatasi penyakit penyerta atau mengurangi resiko efek samping akibat obat utama. Daftar Obat Program Rujuk Balik sesuai Daftar Obat Formularium Nasional yang berlaku dan ditetapkan melalui keputusan Direksi BPJS Kesehatan. 2. Identifikasi peserta Program Rujuk Balik a. Peserta berobat ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dimana peserta tersebut terdaftar dengan membawa indentitas diri. b. Apabila atas indikasi medis peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama akan memberikan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. c. Peserta mendaftar ke BPJS Center dengan membawa surat rujukan dan identitas diri untuk mendapatkan SEP. d. Dokter Spesialis/Sub Spesialis melakukan pemeriksaan kepada peserta sesuai kebutuhan indikasi medis. e. Apabila peserta didiagnosa penyakit kronis maka peserta mendapatkan pelayanan kesehatan secara rutin di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan hingga diperoleh kondisi terkontrol/stabil sesuai panduan klinis penyakit kronis. f. Setelah peserta ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil, maka dokter Spesialis/Sub Spesialis memberikan SRB (Surat Rujuk Balik) kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dimana peserta yang bersangkutan terdaftar. 46 3. Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik a. Peserta mendaftarkan diri pada petugas BPJS Center/Kantor Cabang/Kota/Kabupaten dengan menunjukkan : 1) Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan 2) Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis 3) Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan 4) Lembar resep obat/salinan resep b. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB c. Peserta menerima buku kontrol Peserta PRB d. Petugas BPJS Kesehatan melakukan: 1) Verifikasi keabsahan peserta (identitas BPJS, SRB, SEP dan lembar resep) 2) Verifikasi dan melegalisasi formulir pendaftaran peserta 3) Mendokumentasikan formulir pendaftaran sebagai bukti pendaftaran peserta 4) Melakukan legalisasi obat yang diresepkan oleh Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan untuk disetujui sebagai obat Program Rujuk Balik serta menyerahkan kembali SEP RJTL dan lembar resep kepada peserta 5) Mencatat jenis dan jumlah obat yang disetujui untuk obat Program Rujuk Balik (sesuai resep obat yang dilegalisasi) pada: i. Formulir Pendaftaran Peserta Rujuk Balik ii. Buku Kontrol Peserta PRB 6) Mencatat identitas peserta PRB pada buku Register Manual peserta PRB 7) Menyerahkan SRB dan buku kontrol Peserta PRB kepada peserta disertai dengan pemberian informasi mekanisme pelayanan Program Rujuk Balik. 4. Prosedur Pelayanan Obat Program Rujuk Balik a. Apabila obat Program Rujuk Balik dari dokter spesialis/subspesialis telah habis, selanjutnya peserta berobat ke Faskes Tingkat Pertama dimana dia terdaftar dengan menunjukkan Identitas sebagai peserta BPJS, SRB dan Buku Kontrol Peserta PRB. b. Peserta melakukan kunjungan ulang ke faskes tingkat pertama (tempatnya terdaftar) dengan menunjukkan identitas peserta BPJS, SRB dan buku kontrol peserta PRB. c. Dokter faskes tingkat pertama melakukan pemeriksaan dan menuliskan resep obat rujuk balik yang tercantum pada buku kontrol peserta PRB. 47 d. Peserta memperoleh obat rujuk balik dari apotek PRB dengan menyerahkan resep dari Faskes Tingkat Pertama serta menunjukkan SRB dan Buku Kontrol Peserta e. Petugas Apotek melakukan verifikasi obat dengan menggunakan aplikasi pengendalian obat APDALINE. f. Apabila peserta telah mendapatkan obat yang sama dari Apotek lain dan masih dalam range waktu pemberian obat, maka petugas apotek tidak boleh memberikan obat tersebut. Jika pelayanan obat tetap diberikan maka biaya obat tersebut akan menjadi beban Apotek. g. Apabila sebelumnya peserta belum pernah mendapatkan obat atau obatnya telah habis maka petugas Apotek memberikan obat Program Rujuk Balik disertai dengan informasi penggunaan obat. h. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 kali berturut-turut selama 3 bulan i. Setelah 3 (tiga) bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/sub-spesialis. j. Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh dokter spesialis/sub-spesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat dilanjutkan kembali dengan memberikan SRB baru kepada peserta. SRB tersebut dilegalisasi oleh petugas BPJS di BPJS Center/Kantor Cabang/Kota/ Kabupaten. Untuk pelayanan pada bulan tersebut, maka peserta mendapatkan obat dari RS yang sudah termasuk dalam paket tarif INA CBG’s, kemudian untuk selanjutnya peserta kembali periksa ke fasiltas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan obat rujuk balik. 5. Ketentuan pelayanan obat Program Rujuk Balik a. Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan meresepkan dan memberikan obat kronis pada pasien yang akan diberikan pelayanan Program Rujuk Balik. b. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30 (tiga puluh) hari setiap kali peresepan dan harus sesuai dengan Daftar Obat Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan serta ketentuan lain yang berlaku. c. Perubahan/penggantian obat program rujuk balik dapat dilakukan oleh Dokter faskes tingkat pertama hanya pada dosis obat sesuai dengan kondisi pasien dan sesuai dengan batas kewenangan dokter tersebut. 48 d. Obat PRB dapat diperoleh di Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. e. Jika peserta masih memiliki obat PRB, maka peserta tersebut tidak boleh dirujuk ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut, kecuali terdapat keadaan emergency atau kegawatdaruratan yang menyebabkan pasien harus konsultasi ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut. D. PROSEDUR PENAGIHAN KLAIM PELAYANAN OBAT Obat-obatan yang bisa ditagihkan secara terpisah kepada BPJS Kesehatan adalah Obat Program Rujuk Balik sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional yang berlaku. Tagihan obat diajukan oleh Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk Program Rujuk Balik secara kolektif. Prosedur Penagihan Klaim Pelayanan Obat Program Rujuk Balik adalah sebagai berikut: 1. Klaim obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek PRB kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan/prosedur penagihan klaim yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2. Dokumen yang dilampirkan saat Apotek PRB mengajukan klaim obat adalah: a. Formulir Pengajuan Klaim (FPK) b. Rekap Tagihan Obat Program Rujuk Balik c. Lembar Resep Obat Program Rujuk Balik d. Lembar SEP e. Data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai aplikasi Apotek dari BPJS Kesehatan 3. Petugas BPJS Kesehatan melakukan verifikasi dan re-verifikasi: a. Verifikasi setting aplikasi (nama faskes, jenis faskes, faktor pelayanan dan embalage) b. Memastikan referensi obat yang digunakan adalah yang berlaku c. Keabsahan dan kelengkapan resep dan dokumen pendukung resep. d. Eligibilitas pelayanan obat meliputi kesesuaian jenis penyakit dengan restriksi dan peresepan maksimal. e. Kesesuaian antara dokumen dengan data pengajuan klaim pada aplikasi f. Kesesuaian harga, jenis, merek dan jumlah obat 4. Jika terdapat perbedaan antara data pelayanan yang diajukan oleh Apotek Rujuk Balik dengan hasil verifikasi, petugas BPJS Kesehatan meminta klarifikasi kepada Apotek dan menuliskan di lembar telaahan verifikasi. 49 5. Setelah semua resep selesai diverifikasi, petugas BPJS Kesehatan melakukan umpan balik verifikasi. 6. Petugas Apotek Rujuk Balik melakukan pencetakan Formulir Pengajuan Klaim (FPK) dan menandatanganinya. 7. Petugas Apotek Rujuk Balik menyerahkan data pengajuan klaim dalam bentuk softcopy beserta lembar FPK dan dokumen kelengkapan resep kepada petugas BPJS Kesehatan. Masa kadaluarsa klaim kolektif obat PRB adalah 6 (enam) bulan setelah pelayanan diberikan. E. Penangan kekosongan Obat Program Rujuk Balik 1. Definisi Obat Kosong Kekosongan obat PRB adalah kendala ketersediaan obat yang tercantum dalam Formularium Nasional yang seharusnya disediakan oleh faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan baik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang dapat mengakibatkan pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan menjadi terganggu. Dampak tidak langsungnya akan meyebabkan menurunnya kepuasan peserta terhadap pelayanan BPJS Kesehatan maupun pelayanan oleh provider. 2. Penyebab kekosongan obat Kekosongan obat dapat tejadi dikarenakan beberapa hal berikut : a. Kendala dalam pengadaan obat melalui E-Catalog yang bisa disebabkan karena faskes kurang mengetahui tata cara pengadaan obat melalui E-Catalog. b. Ketidakakuratan faskes dalam melakukan stock opname obat untuk kebutuhan peserta BPJS Kesehatan c. Kurangnya koordinasi antara faskes dengan Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk obatobat yang akan sering digunakan. d. Pihak distributor tidak mensupply kebutuhan obat PRB kepada Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dikarenakan keterlambatan pembayaran tagihan klaim distributor e. Pihak distributor tidak mensuplai kebutuhan obat PRB dikarenakan kekosongan obat di jalur distribusi maupun kekosongan bahan baku. 50 3. Jenis kekosongan obat yang disampaikan ke Kantor Pusat a. Masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Divisi Regional/Kantor Cabang dengan Distributor. b. Khusus menyangkut kekosongan obat, lamanya kekosongan sudah berlangsung terus menerus selama minimal 3 hari. c. Kekosongan obat yang terjadi berdampak langsung pada pelayanan terhadap pasien (menghambat proses terapi). d. Masalah yang terjadi bukan karena masalah intern Faskes, misalnya keterlambatan pembayaran oleh Faskes sehingga Distributor tidak mau mengirim obat ke Faskes tersebut. 4. Laporan Keluhan Kekosongan Obat a. Kantor Cabang dapat menerima keluhan kekosongan obat dari Faskes dan Peserta b. Kantor Cabang melaporkan kepada KP melalui email [email protected] dan ditembuskan ke Kantor Divisi Regional c. d. Pada laporan tersebut disebutkan: - Nama obat yang kosong - Nama Faskes yang mengalami kekosongan - Sejak kapan kekosongan obat itu terjadi - Hasil konfirmasi kepada pihak distributor lokal Atas laporan tersebut, Kantor Pusat akan menyampaikan kepada Kemenkes RI (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan) untuk ditindaklanjuti. Konfirmasi dari pihak pabrik obat maupun distributor yang disampaikan langsung kepada Faskes dengan tembusan kepada Kemenkes RI, BPJS Kesehatan Kantor Pusat dan Kantor Cabang e. Setelah ada konfirmasi dari pihak distributor maka Kantor Cabang harus memonitor ketersediaan obat tersebut sampai dengan obat tersebut kembali tersedia dan melaporkan kembali mengenai ketersediaan obat tersebut kepada Kantor Divisi Regional; selanjutnya Kantor Divisi Regional melaporkan kepada BPJS Kantor Pusat. 51 F. Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Obat Rujuk Balik Dalam rangka pengendalian penggunaan/ pengambilan obat PRB, dan untuk mencegah terjadinya duplikasi pengambilan obat oleh peserta maka petugas BPJS Center/BPJS Kantor Cabang/Kabupaten wajib melakukan legalisasi resep secara online dengan menggunakan Aplikasi Pengendalian Online (Apdaline). Terkait dengan keberhasilan PRB, maka BPJS Kesehatan Divisi Regional/Kantor Cabang melakukan evaluasi sebagai berikut: a. Kantor Cabang 1) Melakukan evaluasi atas hasil monitoring pelayanan rujuk balik yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Apotek yang ditunjuk. 2) Memberikan umpan balik atas hasil monitoring pada point a diatas kepada Fasilitas Kesehatan PRB 3) Melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB di wilayahnya antara lain : i. Pencapaian jumlah peserta PRB ii. Angka kunjungan peserta dengan diagnose sesuai PRB di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan iii. Peserta lapse iv. Pelayanan obat rujuk balik v. dan lain lain b. Kantor Divisi Regional Kantor Divisi Regional melakukan evaluasi pelaksanaan PRB secara keseluruhan pada Kantor Cabang di wilayahnya. c. Kantor Pusat Kantor Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB secara nasional G. PELAPORAN Laporan Pelayanan Program Rujuk Balik Laporan pelayanan obat Program Rujuk Balik disampaikan bersamaan dengan laporan pelayanan rujuk balik lainnya sebagai berikut : a. Jenis Pelaporan adalah Laporan Pelayanan Obat Program Rujuk Balik b. Penyampaian laporan PRB dilaksanakan setiap bulan yaitu dari Kantor Cabang ke Divisi Regional selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya (N+5); dan dari Divisi Regional ke Kantor Pusat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (N+10). 52 1) Kantor Cabang Kantor Cabang mengirimkan laporan ke Kantor Divisi Regional per bulan. 2) Kantor Divisi Regional Divre membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor Cabang di wilayahnya dan melaporkan ke Kantor Pusat per bulan. 3) Kantor Pusat Kantor Pusat membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor Regional. H. SOSIALISASI FORMULARIUM NASIONAL a. Tujuan 1) Meningkatkan mutu pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan sesuai Formularium Nasional 2) Memperkenalkan Formularium Nasional kepada seluruh jajaran pemberi pelayanan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. 3) Memberikan pemahaman obat paket INA CBG’s b. Sasaran 1) Dokter penulis resep di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan 2) Paramedis di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan 3) Apoteker dan petugas farmasi di Instalasi Farmasi/Apotek jejaring yang melayani peserta BPJS Kesehatan c. Kegiatan Dilaksanakan minimal sekali dalam satu tahun d. Bentuk Kegiatan Seminar, pertemuan kelompok, Focus Group Discussion dan lain-lain e. Anggaran a) Semua biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program ini menggunakan anggaran Sosialisasi Formularium Nasional b) Alokasi anggaran per Kantor Cabang ditetapkan oleh Kantor Regional berdasarkan: (1) Kelas RS/UPF (2) Kompleksitas RSU (3) Jumlah Rumah Sakit yang ada di masing-masing wilayah Kantor Cabang 53 BAB VI PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH BELUM TERSEDIA FASKES YANG MEMENUHI SYARAT A. KETENTUAN UMUM 1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi 2. Yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia faskes memenuhi syarat adalah sebuah Kecamatan yang tidak terdapat Dokter atau Bidan atau Perawat 3. Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan 4. Penetapan daerah yang tidak tersedia faskes memenuhi syarat dilakukan dengan keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan dapat ditinjau sewaktu-waktu menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan faskes di daerah tersebut 5. Kompensasi diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. 6. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 7. Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan 8. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu dilakukan dengan bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan B. PROSEDUR KOMPENSASI UANG TUNAI 1. Untuk dapat memperoleh kompensasi uang tunai, peserta yang tinggal di wilayah tidak ada faskes memenuhi syarat harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku 2. Prosedur Pelayanan Kesehatan 54 a. Untuk pertama kali mendapatkan pelayanan, peserta mendatangi faskes tingkat pertama yang terdekat. b. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan kesehatan akan ditagihkan ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya. c. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta membayarkan biaya pelayanan kesehatan terlebih dahulu, kemudian peserta menagih kepada BPJS Kesehatan melalui klaim perorangan d. Apabila dalam kondisi kegawatdaruratan, peserta dapat langsung menuju RS tanpa mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku. Biaya yang timbul akibat pelayanan RS akan ditagihkan oleh RS ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya 3. Prosedur Pengajuan Klaim Perorangan a. Peserta mengajukan klaim ke Kantor Operasional Kabupaten atau Kantor Cabang BPJS Kesehatan terdekat b. Klaim perorangan hanya diberlakukan pada peserta yang mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan c. Syarat pengajuan klaim : 1) Formulir pengajuan klaim 2) Berkas pendukung : a) Menunjukkan identitas peserta BPJS Kesehatan b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di wilayah tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai SK Kepala Dinas Kesehatan) c) Kwitansi asli bermaterai cukup d) Rician pelayanan Catatan: Ada kemungkinan peserta yang berada di wilayah tidak ada faskes tetapi terdaftar di faskes tingkat pertama yang berada di luar wilayah tersebut. Pada kasus tersebut klaim perorangan tidak dapat dibayarkan. C. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN 1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan tenaga kesehatan di daerah tidak tersedia faskes memenuhi syarat di wilayah kerjanya 55 2. Kantor Cabang berkoordinasi dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme pengiriman tenaga kesehatan yang antara lain meliputi jadwal, jenis tenaga kesehatan, dan jumlah tenaga kesehatan. 3. Pengiriman tenaga kesehatan yang dijamin BPJS kesehatan adalah pengiriman tenaga kesehatan yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta dapat dlakukan melalui kerjasama dengan dinas setempat, instansi pemerintah lainnya, maupun swasta 4. Pembayaran pengiriman tenaga kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku D. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN TERTENTU 1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan fasilitas kesehatan tertentu di daerahnya 2. Yang dimaksud dengan penyediaan fasiltas kesehatan tertentu adalah penyediaan sebuah tim tenaga kesehatan yang dilengkapi dengan peralatan medis untuk memberikan pelayanan medis tertentu sesuai dengan kebutuhan di wilayah yang akan dikunjungi 3. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang antara lain meliputi jadwal, jenis fasilitas kesehatan tertentu, dan jumlah tenaga kesehatan 4. Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang dijamin BPJS kesehatan adalah penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta dapat dlakukan melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat, instansi pemerintah lainnya, maupun swasta E. ADMINISTRASI KLAIM PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN DAN PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN 1. Klaim diajukan secara periodik setiap 1 (satu) bulan sekali paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya 2. Kelengkapan administrasi klaim : a. Formulir pengajuan klaim b. Berkas pendukung : 1) Rekapitulasi pelayanan yang diberikan yang berisi : a) Nama penderita; b) Nomor Identitas; 56 c) Alamat dan nomor telepon pasien; d) Diagnosa penyakit; e) Tanggal pelayanan; f) Jumlah tagihan (bila diperlukan disesuaikan dengan kontrak) 2) Bukti pelayanan yang telah diberikan 3) Dokumentasi kegiatan F. PEMBAYARAN DI DAERAH TIDAK TERSEDIA FASKES YANG MEMENUHI SYARAT Kompensasi yang diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu 1. Uang Tunai a. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan b. Besaran penggantian maksimal biaya pelayanan kesehatan adalah tariff yang disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan c. Dasar besaran penggantian kompensasi adalah rata-rata tarif/unit cost pelayanan di faskes tingkat pertama di wilayahnya,dengan tarif maksimal sesuai ketentuan d. Selisih biaya yang terjadi atas biaya pelayanan menjadi tanggung jawab pasien 2. Pengiriman Tenaga Kesehatan Dan Penyediaan Fasilitas Kesehatan Tertentu a. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan b. Pembayaran kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu berupa klaim atas pelayanan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. c. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama. d. Besaran penggantian atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu adalah sesuai dengan hasil negosiasi masing-masing Kantor Cabang dengan penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama. 57 e. Besaran tarif yang diberlakukan akan diatur oleh Direksi : f. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu menagihkan klaim sesuai Kerjasama yang disepakati dengan BPJS Kesehatan g. Untuk penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang memerlukan tindakan spesialistik yang termasuk dalam INA CBG’s, maka besaran nilai ganti pelayanan kesehatan disetarakan maksimal dengan tarif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan 58 BAB VII SISTEM PEMBAYARAN A. Ketentuan Umum Pembayaran BPJS Kesehatan 1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan layanan kepada Peserta 2. Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan berdasarkan kontrak antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas kesehatan 3. Standar tarif ditetapkan oleh Menteri Kesehatan 4. Asosiasi fasilitas kesehatan untuk Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 5. Kesepakatan tarif antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan dilakukan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas kesehatan di wilayah provinsi. 6. Tarif hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan wilayah menjadi acuan besaran tarif dalam kontrak antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas kesehatan. 7. Khusus untuk tarif kapitasi bagi faskes tingkat pertama akan dilakukan adjustment sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang disebut norma kapitasi 8. Dalam hal besaran tarif tidak disepakati oleh asosiasi Fasilitas Kesehatan Wilayah dan BPJS Kesehatan maka besaran tarif atas program Jaminan Kesehatan sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh Menteri 9. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap 10. Klaim pelayanan diajukan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya B. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 1. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama adalah ruang lingkup dan tata cara pembayaran pada fasilitas kesehatan tingkat pertama atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan. 2. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama terdiri dari: a. Pembayaran Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama b. Pembayaran paket pada rawat inap tingkat pertama c. Pembayaran pelayanan darah pada faskes tingkat pertama 59 d. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama e. Pembayaran alat kesehatan f. Pembayaran Obat dan Pemeriksaan Penunjang Program Rujuk Balik g. Pembayaran paket ambulans h. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama i. Pembayaran kompensansi pada wilayah yang tidak memiliki faskes yang memenuhi syarat 3. Sistem Pembayaran a. Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama 1) Faskes yang dibayarkan kapitasi adalah faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan 2) Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta 3) Besaran kapitasi standar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan 4) Ketentuan norma kapitasi adan besaran kapitasi akan diatur oleh Direksi sebagai acuan negosiasi tarif kapitasi dengan Asosiasi faskes wilayah, sebagai berikut : a) Pembayaran Tahap Awal (1 Januari sd 31 Desember 2014) ü Besaran kapitasi yang dibayarkan sesuai dengan norma kapitasi yang ditetapkan oleh Direksi : (a) Jenis faskes (1) puskesmas, (2) praktek dokter perorangan/klinik (3) praktek dokter gigi (b) Ketersediaan dokter umum tetap (1) Dokter umum tetap tersedia (2) Dokter umum tetap tidak tersedia ü Dasar perhitungan untuk pembayaran kapitasi di faskes tingkat pertama bulan Januari 2014 adalah jumlah peserta yang ditetapkan di masing-masing faskes tingkat pertama oleh BPJS Kesehatan. ü Untuk pembayaran periode berikutnya dasar perhitungannya adalah jumlah peserta terdaftar pada akhir bulan sebelumnya (N-1) ü Apabila ada perubahan ketersediaan tenaga medis (dokter umum) tetap di puskesmas, maka besaran kapitasi akan disesuaikan. ü Bagi Faskes TNI/POLRI pembayaran kapitasi disetarakan Klinik Pratama 60 ü Pembayaran kapitasi dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berjalan sesuai ketentuan yang berlaku b) Periode berikutnya ü Penentuan besaran kapitasi mengacu pada : (a) Ketentuan yang diberlakukan pada tahap awal penetapan kapitasi tetap diberlakukan (b) Ketentuan mengenai adjustment terhadap norma kapitasi : (1) Kapasitas layanan (2) Community Rating by Class (CRC) (3) Withhold capitation (4) Kompetensi tambahan tenaga medis (dokter umum) (5) Indikator performa Catatan : Norma kapitasi ini akan dijalankan secara bertahap sesuai kesiapan BPJS Kesehatan dan pihak lain yang terkait. ü Besaran kapitasi yang dibayarkan adalah besaran kapitasi sesuai dengan hasil adjustmen terhadap norma kapitasi yang diberlakukan. 5) Mekanisme pembayaran kapitasi a) Bagian Manajemen Pelayanan Primer menerima daftar peserta di setiap faskes tingkat pertama dari Bagian Kepesertaan b) Bagian Manajemen Pelayanan Primer melakukan verifikasi terhadap hal-hal sebagai berikut : - besaran kapitasi masing-masing faskes sesuai dengan PKS - kesesuaian jumlah peserta yang terdapat pada aplikasi - hal-hal lain yang berkaitan dengan penetapan besaran kapitasi yang akan dibayarkan ke masing-masing faskes tingkat pertama c) Bagian Pelayanan melakukan approval atas hasil verifikasi pembayaran kapitasi d) Bagian Keuangan melakukan pembayaran 6) Kapitasi yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua pelayanan yang masuk dalam cakupan pelayanan di faskes tingkat pertama meliputi : a) Jasa pelayanan b) Jasa sarana c) Obat d) BMHP 61 e) Pemeriksaan penunjang f) Alat kesehatan 7) Kapitasi yang dibayarkan kepada Puskesmas, Dokter Praktek dan Klinik sudah termasuk pembayaran biaya pelayanan yang dilakukan oleh jejaring faskes (apotek, laboratorium, bidan, perawat atau jejaring lainnya) 8) Pembayaran untuk jejaring faskes tingkat pertama tidak dilakukan secara langsung kepada jejaring, akan tetapi masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter tingkat pertama 9) Pajak Kapitasi a) Pemotongan pajak atas pembayaran kapitasi kepada faskes tingkat pertama sesuai dengan peraturan yang berlaku b) Komponen kapitasi kena pajak adalah keseluruhan/total kapitasi yang diterima 10) Bukti tanda bayar kapitasi dapat berupa kwitansi atau bukti transfer yang diberikan kepada faskes tingkat pertama. 11) Ketentuan mutasi tambah kurang peserta a) Peserta lama yang melakukan pergantian faskes tingkat pertama (1) Apabila peserta melakukan perpindahan (mutasi) dari faskes tingkat pertama ke faskes tingkat pertama lainnya pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan, maka perhitungan kapitasi pada faskes tingkat pertama yang baru akan dihitung mulai tanggal 1 (satu) pada bulan berikutnya. (2) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan tidak dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru sampai dengan bulan berjalan selesai. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru pada bulan berikutnya. b) Peserta baru (1) Untuk perhitungan kapitasi dengan penambahan peserta baru yang masuk pada tanggal 1 sd 31 bulan berjalan, maka perhitungan kapitasi pada faskes tingkat pertama akan disesuaikan dengan menambahkan jumlah pembayaran kapitasi pada bulan berikutnya sesuai dengan jumlah peserta baru yang mendaftar pada faskes tersebut (2) Peserta baru dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama sejak tanggal peserta tersebut mulai mendaftar dan membayar iuran BPJS Kesehatan 62 4. Pelayanan Gigi oleh Dokter Gigi a. Biaya pelayanan gigi pada praktik dokter gigi mandiri maka kapitasi dibayarkan ke masing-masing praktek dokter gigi tersebut b. Dokter gigi yang terdapat dalam suatu klinik, maka pembayarannya termasuk dalam kapitasi yang dibayarkan ke Klinik (tidak pembayaran kapitasi sendiri) c. Dokter gigi yang terdapat di Puskesmas, maka pembayarannya sudah termasuk dalam kapitasi yang dibayarkan ke Puskesmas (tidak dilakukan pembayaran kapitasi tersendiri) d. Mekanisme pembayaran kapitasi dokter gigi sesuai dengan mekanisme pembayaran kapitasi Puskesmas/Dokter Praktek/Klinik e. Jumlah peserta maksimal terdaftar masing-masing dokter gigi adalah 10.000 jiwa per dokter gigi. 5. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat a. Pelayanan oleh Bidan dan perawat sebagai jejaring faskes tingkat pertama Pembayaran bidan dan perawat sebagai jejaring dari faskes tingkat pertama BPJS Kesehatan tidak dilakukan secara langsung kepada bidan dan perawat, akan tetapi masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter tingkat pertama atau Puskesmas. b. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi syarat 1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan 2) Sistem pembayaran : a) Kapitasi (1) Pembayaran kapitasi dilakukan bila peserta terdaftar minimal 500 peserta, kecuali bila ada surat pernyataan bersedia dari Faskes bila peserta kurang dari 500 peserta. (2) Besaran kapitasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku b) Fee for services (1) Pembayaran fee for service dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan pembayaran kapitasi. 63 (2) Besaran biaya fee for service sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Pelayanan persalinan oleh bidan Pembayaran pelayanan persalinan dibayarkan langsung kepada bidan yang melayani dengan menggunakan tarif paket (tindakan persalinan dan akomodasi) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama a. Pelayanan rawap inap dibayarkan dengan sistem paket rawat inap per hari rawat b. Tarif paket rawat inap yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua pelayanan yang masuk dalam cakupan pelayanan rawat inap di faskes tingkat pertama meliputi : 1) Jasa pelayanan 2) Jasa sarana 3) Obat 4) BMHP 5) Pemeriksaan penunjang 6) Alat kesehatan 7. Pembayaran Pelayanan Darah pada Faskes Tingkat Pertama a. Pelayanan transfusi darah dibayarkan secara fee-for-service per bag darah menggunakan tarif yang ditetapkan oleh Menteri. b. Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang digunakan dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap/kapitasi di Puskesmas atau Klinik c. Pembayaran darah per bag dilakukan melalui kerjasama dengan PMI atau UTD setempat (penagihan darah dilakukan oleh PMI atau UTD setempat) 8. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama a. Pelayanan persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal terdiri dari: 1) Pemeriksaan kehamilan sebelum persalinan (ANC) 2) Persalinan pervaginam normal 3) Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar 4) Pemeriksaan setelah persalinan (PNC) / Neonatus 5) Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual) 6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal 7) Penanganan komplikasi KB paska persalinan 64 b. Persalinan dibayarkan dengan sistem paket dengan cakupan tarif paket sebagai berikut: 1) Jasa pelayanan 2) Jasa sarana 3) Akomodasi ibu dan anak 4) Tindakan persalinan 5) Obat dan BMHP 6) Pemeriksaan penunjang c. Besaran pembayaran persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal sesuai dengan ketentuan yang berlaku 9. Pembayaran Program Rujuk Balik a. Pelayanan program rujuk balik yang termasuk dalam komponen kapitasi adalah: 1) Jasa pelayanan 2) Obat-obatan di luar daftar Obat Program Rujuk Balik 3) Pemeriksaan laboratorium di luar yang masuk ke dalam Program Rujuk Balik 4) Pelayanan lain yang masuk ke dalam cakupan kapitasi b. Pelayanan program rujuk balik yang dapat ditagihkan tersendiri di luar kapitasi: 1) Obat program rujuk balik (a) Daftar obat program rujuk balik sesuai dengan surat edaran Direksi BPJS Kesehatan yang berlaku (b) Pembayaran obat Program Rujuk Balik dengan sistem fee-for-service berdasarkan pada jumlah obat yang diberikan kepada peserta Program Rujuk Balik. (c) Biaya obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk program rujuk balik (d) Harga dasar obat Program Rujuk Balik mengacu pada ketentuan E-catalog yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (e) Harga obat terdiri dari: - Harga dasar obat sesuai E-catalog - Besaran faktor pelayanan dan embalage service sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan 2) Laboratorium yang menunjang pelayanan PRB (a) Gula darah puasa (setiap 1 bulan sekali) 65 (b) Gula darah post prandial (setiap 1 bulan sekali) (c) Besaran tarif pemeriksaan GDP dan GDPP ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan c. Pembiayaan obat PRB merupakan beban biaya pelayanan obat pelayanan tingkat lanjutan (di luar kapitasi) 10. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama sesuai peraturan Menteri Kesehatan. C. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN 1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan polaIndonesian Case Based Groups (INA- CBG’s) 2. Tarif INA CBG’s ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan 3. Tarif INA CBGs yang diberlakukan di tiap faskes tingkat lanjutan merupakan hasil Kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan. 4. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan komponen yang dibayarkan dalam paket INA CBGs 5. Pembayaran diluar INA CBGs pada faskes rujukan tingkat lanjutan hanya Alat Kesehatan yang digunakan di luar tubuh yang dibayar dengan fee for services. Besaran tarif ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan. D. PEMBAYARAN PELAYANAN AMBULAN 1. Pembiayaan ambulan dilakukan dengan cara fee for service atas setiap pelayanan ambulan yang telah diberikan 2. Klaim pelayanan ambulan ditagihkan oleh penyelenggara pelayanan ambulan yang sudah bekerjasama dengan BPJS 3. Tarif pelayanan ambulan merupakan hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan bersama penyedia layanan ambulan. 4. Cakupan tarif paket ambulan: a. Jasa pelayanan, termasuk jasa medis/paramedic dan jasa supir ambulan b. Jasa sarana, termasuk bahan bakar mesin (BBM) c. Obat d. BMHP e. Pemeriksaan penunjang f. Alat kesehatan (jika diperlukan) 66 5. Besaran tarif pelayanan ambulans tergantung pada jarak tempuh antara faskes perujuk dengan faskes tujuan rujukan, dengan tarif maksimal sesuai peraturan Menteri Kesehatan E. PEMBAYARAN PELAYANAN GAWAT DARURAT 1. Pelayanan gawat darurat di faskes yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan a. Faskes tingkat pertama Faskes tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada peserta BPJS kesehatan dalam kondisi gawat darurat baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Biaya yang timbul sudah termasuk dalam komponen kapitasi. b. Faskes tingkat lanjutan Pembayaran pelayanan gawat darurat di faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan mekanisme pembayaran di faskes rujukan tingkat lanjutan 2. Pelayanan di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan a. Faskes tingkat pertama Pembiayaan pelayanan gawat darurat ditagihkan secara FFS sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan. b. Faskes tingkat lanjutan 1) Penggantian klaim dibayarkan dengan tarif INA CBG’s yang berlaku di wilayah tersebut dengan mengacu kepada kelas faskes rujukan tingkat lanjutan yg ditetapkan Kemenkes 2) Rumah Sakit yang belum ada klasifikasi, disetarakan dengan tarif Rumah Sakit kelas terendah (tipe D) 67 BAB VIII SISTEM RUJUKAN A. LATAR BELAKANG 1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh seluruh fasilitas kesehatan dan pasien peserta BPJS Kesehatan 2. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter umum dan dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama. 4. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan 6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. B. SISTEM RUJUKAN 1. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama. 2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat kedua dan faskes tingkat pertama. 3. Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan hanya dapat dilakukan di faskes tersier tersebut 68 4. Khusus untuk Bidan dan perawat yang praktek perorangan hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. 5. Sistem Rujukan berjenjang dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas 6. Kondisi gawat darurat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit C. TATA CARA RUJUKAN Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. 1. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 2. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. 3. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan. 4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; b) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; c) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau d) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. 5. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan. 69 6. Komunikasi antar Fasilitas Kesehatan harus dilakukan, hal ini bertujuan untuk : a) Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis. b) Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis. 7. Kantor Cabang membentuk media komunikasi antar faskes tingkat lanjutan yang anggotanya terdiri dari PIC (Personal In Charge) setiap faskes di wilayah kerjanya. Media komunikasi ini beranggotakan semua fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang ada di wilayah kerja, baik yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama. Hal ini bertujuan untuk melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan rujukan. 8. PIC Faskes tingkat lanjutan ditetapkan oleh masing-masing Faskes tersebut 9. Tugas PIC faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan, antara lain : a) Ketersediaan sarana dan prasarana b) Ketersediaan tenaga kesehatan c) Informasi lain yang berkaitan dengan pelayanan rujukan 10. PIC Faskes bertanggungjawabmemberikan informasi selama 24 jam 11. Daftar PIC faskes tingkat lanjutan diinformasikan kepada faskes tingkat pertama 12. BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap optimalisasi fungsi media komunikasi antar faskes dalam rangka pelayanan rujukan. Pemantauan dapat dilakukan oleh Petugas Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota maupun Petugas BPJS Center D. PENATALAKSAAN SISTEM RUJUKAN BPJS KESEHATAN 1. Fasilitaskesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan berjenjang dengan penunjukkan sentra-sentra rujukan di tiap daerah (regionalisasi) 2. Setiap Kantor Cabang/Kabupaten/Kota melakukan penyusunan mapping wilayah rujukan, sebagai berikut: : a. mapping ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai dengan tingkat lanjutan (sekunder dan tersier) 70 b. berkoordinasi dengan dinas kabupaten/kota setempat untuk menyusun regulasi tentang pelayanan sistem rujukan berjenjang dengan penunjukan sentra-sentra rujukan di setiap daerah dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu. c. Membuat MOU dengan Pemerintah Daerah tantang pelayanan rujukan berjenjang. 3. BPJS Kesehatan bersama dengan Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan melakukan sosialisasi kepada seluruh faskes di wilayahnya mengenai konsep rujukan berjejang. E. Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan adalah sebagai berikut: 1. Advokasi penyusunan clinical pathway dan mendorong Faskes untuk menjalankan clinical pathway 2. Mendorong organisasi profesi untuk menyusun guideline klinis dan mendorong Faskes untuk menjalankannya 3. Mengoptimalkan prosedur pelayanan rujukan. F. MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN PELAPORAN 1. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan bersama dengan stakeholder (Dinkes kabupaten/kota/propinsi,Organisasi profesi kesehatan, Asosiasi Faskes) minimal satu kali per semester. 2. Apabila diperlukan pertemuan secara khusus dengan masing-masing stakeholder dapat sesuai dengan kebutuhan 3. Penyelenggaraan kegiatan pertemuan PIC fasilitas kesehatan yang dilakukan minimal satu kali per semester. Tujuan kegiatan ini adalah : - Melakukan sosialisasi tentang sistem rujukan berjenjang - Diskusi Kelompok Terarah (Focus Grup Discussion) bersama pihak terkait - Monitoring dan evaluasi 4. Pencatatan dilakukan oleh petugas Rumah Sakit dan Pelaporan tentang pelayanan rujukan di Rumah Sakit dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan. G. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama. 2. Kepala dinas kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua. 71 3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 4. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mengikutsertakan asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan. 5. Dalam rangka melakukan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangan masing-masing. 6. Tindakan administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan. 7. BPJS Kesehatan dapat mendorong agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan dapat menjalankan fungsinya secara optimal 72 BAB IX BPJS CENTER A. DEFINISI BPJS Center adalah Pusat pelayanan BPJS Kesehatan yang dilaksanakan di Rumah Sakit dengan tujuan untuk mendekatkan, memudahkan, dan mempercepat pelayanan kepada peserta di Rumah Sakitmelalui pelayanan yang efektif dan efisien. Disamping itu BPJS Center merupakan media yang efektif untuk menjalin komunikasi dengan pihak Rumah Sakit. B. TUJUAN PROGRAM Tercapainya penyelenggaraan pemberian pelayanan non medis di Rumah Sakit melalui pengendalian operasionalisasi program sesuai dengan pedoman, kebijakan, ketentuan dan peraturan yang efektif, efisien dan bermutu tinggi C. FUNGSI POKOK BPJS CENTER : 1. Memberikan informasi dan penanganan keluhan 2. Pelayanan administrasi 3. Menjalankan fungsi pengendalian a. Eligibilitas peserta Eligibiltas adalah memastikan bahwa pasien adalah peserta BPJS Kesehatan dan pasien mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku b. Pengendalian biaya 4. Menjalankan fungsi kemitraan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan D. STANDAR KEBUTUHAN SDM BPJS CENTER 1. Penempatan petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit sangat tergantung kepada jumlah kunjungan pada Rumah Sakit tersebut. 2. Untuk rumah sakit tertentu, dimana jumlah kunjungan pada Rumah Sakit tersebut kecil maka beban kerja juga lebih kecil, petugas BPJS Kesehatan di RS tidak perlu penuh waktu tetapi cukup paruh waktu. 3. Hal lainnya yang menjadi perhatian adalah: 73 a. Faktor internal seperti tersedianya tenaga BPJS Kesehatan baik kuantitas maupun kualitasnya. b. Faktor eksternal seperti perhatian dan tanggapan pihak Rumah Sakit terhadap BPJS Center. Kedua faktor tersebut juga memiliki peran penting dalam menentukan dan menetapkan petugas BPJS Kesehatan yang akan ditempatkan di BPJS Center. 4. Ke-empat fungsi BPJS Center dilaksanakan bersama antara petugas BPJS Center dengan petugas RS sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. E. RUANG LINGKUP TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS BPJS CENTER 1. Memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan (kepesertaan, manfaat, pelayanan, dll) 2. Menangani dan menyelesaikan keluhan Peserta BPJS dan Rumah Sakit sesuai dengan batas kewenangannya. 3. Melakukan pelayanan administrasi (pelayanan non medis) 4. Melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan secara prospektif, konkuren dan retrospektif 5. Melakukan koordinasi dengan pihak RS tentang pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan F. TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS RUMAH SAKIT 1. Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013, Lampiran, bahwa: Seluruh Fasilitas Kesehatan baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan berkewajiban meneliti kebenaran identitas Peserta dan penggunaannya. 2. Petugas BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan petugas Rumah Sakit terhadap tugas, fungsi dan wewenang masing-masing G. MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN 1. Parameter Keberhasilan Program BPJS Center a. Survei kepuasan peserta b. Survei kepuasan Faskes 2. Petugas BPJS Center membuat laporan kepada Kantor Cabang meliputi: a. Laporan Pelayanan kesehatan luaran aplikasi : b. Feedback terhadap hasil verifikasi c. UR per RS meliputi unit cost, ratio, dll. 74 BAB X KOORDINASI MANFAAT A. DEFINISI KOORDINASI MANFAAT Koordinasi Manfaat atau Coordination of Benefit (COB) adalah suatu proses dimana dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Pihak yang menjadi penjamin utama disebut dengan Penjamin Pertama (Primary Payer) sedangkan pihak yang membayar sisa dari tagihan klaim disebut dengan Penjamin Kedua (Secondary Payer).Pada beberapa kasus dimungkinkan adanya Penjamin Ketiga (Third Payer). B. KETENTUAN UMUM 1. Peserta Koordinasi Manfaat/COB adalah Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai program jaminan kesehatan lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan 2. Lingkup Pelayanan Kesehatan yang dapat dilakukan COB, meliputi: 1) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama 2) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat lanjutan 3. Berdasarkan penjaminan pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu 1) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pertama/Penjamin Utama 2) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Kedua C. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN PERTAMA 1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT Prinsip-prinsip koordinasi manfaat adalah sebagai berikut : a. Koordinasi manfaat diberlakukan hanya bila Peserta mengambil kelas perawatan lebih tinggi dari haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan b. BPJS Kesehatan sebagai penanggung utama (primary payer), yaitu menanggung biaya sesuai hak kelas Peserta, Penjamin lain menanggung selisih biaya akibat kenaikan kelas Peserta 75 c. Koordinasi manfaat dapat dilakukan pada Faskes yang belum kerjasama dengan BPJS Kesehatan. a. Pelayanan kesehatan dapat diberikan di: 1) Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin lain 2) Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan d. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan hanya pelayanan yang sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan. e. Pembayaran klaim: 1) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin lain, maka BPJS Kesehatan sebagai pembayar pertama 2) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan , maka Penjamin lain sebagai pembayar pertama. Selanjutnya Penjamin lain mengajukan tagihan kepada BPJS Kesehatan . BPJS Kesehatan membayar tagihan sesuai hak sebagai Peserta BPJS Kesehatan 3) Pelayanan kesehatan di Faskes yang tidak kerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin lain, semua biaya pelayanan ditanggung oleh Penjamin lain f. BPJS Kesehatan tidak melayani klaim perorangan (reimbursement perorangan) untuk peserta yang mempunyai asuransi kesehatan tambahan. 2. ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN ATAU BADAN PENJAMIN LAINNYA Asuransi kesehatan tambahan atau penjamin lainnya yang dapat melakukan koordinasi manfaat dengan BPJS kesehatan adalah sebagai berikut : a. Asuransi kesehatan tambahan 1) Asuransi komersial Managed Care – Kerjasama/Koordinasi Manfaat diutamakan dengan Asuransi yang berbasis Manage care – Asuransi tersebut mengacu sistem Rujukan Berjenjang, Provider terseleksi, Konsep wilayah, Sistem Pembayaran dengan Prospektif Payment System, dan memiliki program promotif dan preventif 2) Asuransi komersial Indemnity b. Badan Penjamin lainnya yaitu suatu Badan Hukum yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan baik yang mempunyai fasilitas kesehatan maupun tidak. 76 3. MEKANISME KERJASAMA BPJS Kesehatan dapat melakukan kerjasama dengan asuransi tambahan atau badan penjamin lainnya dalam bentuk: a. Koordinasi manfaat Pertanggungan bersama atas manfaat pelayanan kesehatan pada seseorang/satu orang. b. Koordinasi iuran Kesepakatan mekanisme pembayaran iuran dari peserta kepada kedua penjamin. Dalam koordinasi ini diharapkan peserta hanya membayar iuran kepada salah satu penjamin kemudian kedua penjamin melakukan koordinasi terhadap pembagian besaran iuran sesuai dengan kesepakatan. c. Koordinasi kepesertaan - Melakukan koordinasi dan konfirmasi data peserta untuk mengetahui status kepesertaan pada BPJS Kesehatan terhadap peserta yang memiliki asuransi kesehatan tambahan/penjaminan selain BPJS Kesehatan. - Melakukan koordinasi dalam memperluas kepesertaan. d. Koordinasi administrasi BPJS Kesehatan dapat melakukan koordinasi dengan asuransi kesehatan tambahan dan penjamin lainnya dalam memenuhi administrasi yang dibutuhkan dalam kepesertaan, pelayanan, dan keuangan/administrasi klaim. e. Koordinasi penagihan klaim BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat melakukan koordinasi dalam memberikan data klaim dalam rangka menjamin bahwa total pembayaran tidak melampaui dari total biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan. f. Koordinasi sosialisasi BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat melakukan sosialisasi bersama kepada peserta, fasilitas kesehatan dan pihak-pihak lain yang terkait. 4. PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA: a. Dalam PKS perlu disepakati tentang manfaat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah manfaat yang mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Untuk pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan di poli spesialis hanya pelayanan yang 77 mengikuti sistem rujukan berjenjang, tidak menjamin pelayanan yang merupakan kompetensi dari faskes tingkat pertama (jenis penyakit yang masuk kedalam kompetensi 4A dalam SKDI). Biaya yang timbul akibat pelayanan tersebut menjadi beban asuransi tambahan atau badan penjamin lainnya. b. PKS dilaksanakan di Kantor Pusat. Bila PKS dilakukan di Divisi Regional atau Kantor Cabang, harus seijin Kantor Pusat. c. Jangka waktu Perjanjian Kerjasama minimal 1 (satu) tahun. d. Dalam pendaftaran peserta perlu diwaspadai adverse selection yaitu asuransi tambahan hanya mendaftarkan peserta yang mempunyai risiko tinggi misalnya peserta dengan penyakit katastropik. Pendaftaran Peserta dilakukan secara kelompok. 5. PRINSIP PEMBIAYAAN a. Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan: 1) COB diperuntukan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan. 2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II, dan III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan I A setara dengan kelas I, dll. 3) Rumah Sakit memisahkan tagihan COB: (a) Sesuai hak Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs (b) Sisanya ke Asuransi Kesehatan Tambahan lain 4) Untuk Tagihan COB dimana BPJS Kesehatan adalah first payer maka tagihan COB diajukan secara kolektif bersama dengan klaim non COB setiap awal bulan berikutnya, paling lambat tanggal 10 (apabila bertepatan dengan hari libur maka ditagihkan pada hari kerja berikutnya). 5) Salah satu syarat administrasi klaim adalah surat pernyataan atau dokumen lain yang menyebutkan besaran jumlah biaya yang telah dijamin oleh penjamin lainnya. b. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi Bekerjasama dengan Asuransi Kesehatan Tambahan : 1) COB diperuntukkan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan. 78 2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II, dan III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan IA setara dengan kelas I,dll. 3) Rumah Sakit menagihkan ke Asuransi Tambahan sesuai tarif yang disepakati antara Asuransi Tambahan dan Rumah Sakit, selanjutnya Asuransi Tambahan menagihkan ke BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar sesuai hak Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs. Selisih tarif menjadi beban Asuransi Kesehatan Tambahan. 4) Tarif penggantian biaya dari BPJS Kesehatan maksimal adalah tarif Rumah Sakit tipe C, kecuali ada persetujuan khusus dari Direksi BPJS Kesehatan. 5) Pelayanan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi bekerjasama dengan Asuransi Kesehatan Tambahan peserta tidak naik kelas, maka seluruh biaya menjadi tanggungan Asuransi Tambahan. c. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun dengan Asuransi Kesehatan Tambahan Biaya pelayanan kesehatan peserta sepenuhnya ditanggung oleh asuransi kesehatan tambahan. D. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN KEDUA 1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT a. BPJS Kesehatan merupakan penjamin kedua yaitu hanya menjamin sisa dari biaya yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero) untuk kecelakaan lalu lintas dan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan untuk kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) b. BPJS Kesehatan menanggung selisih biaya antara tarif sesuai hak kelas peserta sesuai tarif INA CBG’s dikurangi tarif yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan 2. KOORDINASI MANFAAT DENGAN PT JASA RAHARJA (PERSERO) Prinsip kerjasama koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan PT Jasa Raharja (Persero) : a. Seluruh penduduk Indonesia adalah peserta asuransi kecelakaan lalu lintas. 79 b. Peserta mendapatkan penjaminan kecelakaan lalu lintas meskipun menempati kelas perawatan sesuai dengan haknya. Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS Kesehatan mengalami kecelakaan lalu lintas sebagai berikut : 1. Batasan kecelakaan lalu lintas yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja (Persero) adalah sesuai kriteria yang ditetapkan PT Jasa Raharja (Persero) sebagaimana ketentuan yang berlaku. 2. Kedudukan BPJS Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer) yang akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin oleh BPJS Kesehatan sesuai hak kelas peserta dikurangi plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero). 3. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas Kesehatan yang belum melakukan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan hanya memberikan jaminan untuk biaya gawat darurat. 4. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas Kesehatan yang telah melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka menjadi tanggungan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah mendapatkan kepastian jaminan oleh PT Jasa Raharja (Persero) maka menjadi tanggungan PT Jasa Raharja (Persero) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. PT Jasa Raharja (Persero) menanggung biaya pelayanan kesehatan akibat kecelakaan lalu lintas hingga batas maksimal nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas, yang meliputi biaya pelayanan kesehatan untuk pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, Faskes tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan pada 1 (satu) atau lebih fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan yang telah maupun belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 7. Setiap Surat Jaminan Jasa Raharja yang disampaikan kepada fasilitas kesehatan atas korban/pasien yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan ditembuskan kepada BPJS Kesehatan. 8. Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kecelakaan lalu lintas berupa Surat Jaminan Jasa Raharja. Bila pasien kecelakaan lalu lintas dirawat di Rumah Sakit 80 kerjasama BPJS Kesehatan dan sudah mendapatkan Surat Jaminan dari Jasa Raharja, maka BPJS Kesehatan akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin oleh BPJS Kesehatan yaitu tarif INA CBGs sesuai hak kelas peserta dikurangi plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero). Apabila peserta mengambil kelas perawatan lebih tinggi dari haknya maka selisih biaya tersebut menjadi tanggungan pasien atau dibayar oleh asuransi tambahan lain 9. Setiap pembayaran klaim ke fasilitas kesehatan yang dibayarkan oleh PT Jasa Raharja yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan disampaikan kepada BPJS Kesehatan. 10. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja untuk Peserta kecelakaan lalu lintas, agar melakukan: a Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan b Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan lalu lintas dengan Rumah Sakit dan/atau c Menghubungi PT Jasa Raharja (Persero) dan/atau d Pihak lain yang terkait. 11. Bila pasien kecelakaan lalu lintas yang dirawat belum mendapatkan Surat Jaminan dari Jasa Raharja sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan. Apabila selanjutnya pasien tersebut diketahui merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang dibuktikan dengan adanya Surat Jaminan Jasa Raharja maka BPJS Kesehatan akan menagihkan kepada PT Jasa Raharja (Persero) sampai dengan batas maksimal nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas. 12. BPJS Kesehatan mengirimkan tagihan kepada PT Jasa Raharja (Persero) untuk kasus kecelakaan lalu lintas yang mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja setelah pasien keluar dari fasilitas kesehatan. 13. BPJS Kesehatan mengajukan tagihan klaim koordinasi manfaat kecelakaan lalu lintas ke Kantor PT Jasa Raharja (Persero) setempat. 14. Dokumen yang harus dilengkapi oleh BPJS Kesehatan dalam mengajukan tagihan kepada PT Jasa Raharja (Persero) adalah : a Surat pengajuan klaim/santunan b Rekapitulasi data pengajuan klaim, yang berisi : 1) Nama 2) Tanggal perawatan (tanggal masuk dan keluar) 81 3) Tempat perawatan 4) Nomor Surat Jaminan Jasa Raharja 5) Biaya perawatan sesuai hak BPJS Kesehatan 6) Nilai Penjaminan Jasa Raharja c Print out besar biaya pelayanan kesehatan yang sudah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan, atas nama korban. d Salinan Resume Medis yang telah dilegalisir oleh BPJS Kesehatan. 15. Proses pembayaran klaim dari PT Jasa Raharja (Persero) kepada BPJS Kesehatan dilakukan melalui transfer ke rekening BPJS Kesehatan. 3. KOORDINASI MANFAAT DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS Kesehatan mengalami kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebagai berikut : 16. Batasan kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang ditanggung oleh PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan adalah sesuai kriteria yang ditetapkan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana ketentuan yang berlaku. 17. Dalam kasus pasien adalah jaminan BPJS Ketenagakerjaan, kedudukan BPJS Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer) apabila terdapat selisih tarif, dimana tarif BPJS Ketenagakerjaan lebih rendah dari tarif yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai hak kelas Peserta. 18. Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai jaminan kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dibuktikan dengan kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan jaminan kecelakaan kerja dan PAK yang masih berlaku. 19. Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kasus kecelakaan kerja danPenyakit Akibat Kerja (PAK) yang dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan berupa Surat Jaminan Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan. 20. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan agar melakukan: 1) Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan 2) Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan Rumah Sakit dan/atau 82 3) Menghubungi PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan dan/atau 4) Pihak lain yang terkait. 4. PRINSIP PEMBIAYAAN a. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak menjadi jaminan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. b. Bila pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja dirawat di Rumah Sakit dan sudah mendapatkan Surat Jaminandari BPJS Ketenagakerjaan, maka penjaminannya diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan tidak menjamin biaya perawatan pasien tersebut dari pertama kali masuk. c. Pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang dirawat tetapi belum mendapatkan Surat Jaminandari BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan. d. BPJS Center secara pro aktif menghubungi petugas BPJS Ketenagakerjaan e. Jika peserta sudah pulang (selesai) masa perawatannya baru mendapat Surat Jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan, maka BPJS Kesehatan menagihkan klaim pelayanan pasien tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan f. BPJS Ketenagakerjaan membayarkan klaim sesuai hak kelas peserta sesuai tarif INA CBG’s yang berlaku di Rumah Sakit tempat peserta dirawat. 83 BAB XI PENGGUNAAN HASIL PENILAIAN TEKNOLOGI DALAM MANFAAT JAMINAN KESEHATAN A. PENDAHULUAN Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang maksimal, ada beberapa hal penting yang harus senantiasa dipikirkan, seperti: hal–hal apa yang dapat kita lakukan untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan tersebut, opsi–opsi/ pilihan yang ada dalam memutuskan tindakan dalam pelayanan kesehatan, adanya panduan pelayanan medis yang tepat, penerapan apa yang harus dilakukan dan adanya penjaminan mutu dengan adanya audit klinis. Karena adanya konflik antara keterbatasan dalam sumber daya pembiayaan kesehatan dengan kebutuhan pelayanan yang tidak terbatas, maka pihak pembayar, dalam hal ini Pemerintah dan BPJS akan dipaksa untuk melakukan rasionalisasi dan penentuan prioritas. Tantangan terbesar dalam proses rasionalisasi dan penentuan prioritas adalah memastikan bahwa kedua kebijakan yang diambil tersebut tidak akan mengurangi mutu pelayanan maupun benefit peserta. Oleh sebab itu, harus dilakukan evaluasi terhadap teknologi kesehatan dan benefit yang tercakup sehingga biaya pelayanan kesehatan dikeluarkan untuk teknologi kesehatan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta namun tetap pada kerangka biaya yang ekonomis. Teknologi kesehatan adalah suatu intervensi dalam bentuk apapun yang digunakan untuk promosi kesehatan, mencegah, mendiagnosis, atau untuk penatalaksanaan suatu kasus penyakit maupun untuk rehabilitasi medis ataupun perawatan jangka panjang. Penilaian suatu teknologi adalah suatu kebijakan yang komprehensif dalam mengevaluasi dampak teknis, ekonomi, dan sosial dari suatu aplikasi teknologi. (OTA (ca.1970)) B. DEFINISI Health Technology Assessment (HTA) adalah analisis multidisiplin mengenai suatu kebijakan mengenai implikasi medis, sosial, etik dan ekonomi dari pengembangan, difusi dan pemakaian dari suatu teknologi kesehatan. HTA adalah analisis terstruktur suatu teknologi kesehatan, serangkaian teknologi atau penggunaan teknologi untuk memberikan masukan dalam pembuatan suatu keputusan/ 84 kebijakan. Hal ini meliputi keamanan, efikasi, manfaat, biaya dan efektifitas biaya, implikasi organisasi ,faktor sosial dan kerangka etis. HTA adalah analisis terstruktur terhadap suatu teknologi kesehatan suatu atau suatu kelompok teknologi kesehatan issue terkait teknologi kesehatan yang ditujukan untuk memberi maskan bagi pembuatan keputusan dalam menyusun kebijakan pelayanan kesehatan (US Office of Technology Assessment, 1994) HTA juga merupakan evaluasi sistematis dari suatu efek teknologi kesehatan meliputi pemakaian dan ketersediaan sumber daya dan aspek lainnya seperti ekuitas. C. TUJUAN, SASARAN & RUANG LINGKUP C.1 TUJUAN a. TUJUAN UMUM Untuk membantu pembuatan kebijakan mengenai suatu teknologi dalam pelayanan kesehatan dalam rangka menjaga dan mengendalikan mutu pelayanan kesehatan secara komprehensif. b. TUJUAN KHUSUS Tujuan khusus HTA adalah untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang meliputi pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan rehabilitasi medis suatu kasus penyakit yang berkualitas dan berdasarkan bukti ilmiah terkini (evidence based),dalam. C.2 SASARAN Seluruh teknologi kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS, meliputi: pelayanan obat, alat/mesin untuk menegakkan diagnosa dan reagensia yang dipakai dalam pemeriksaan laboratorium, prosedur tindakan medis dan pembedahan/operasi, alat kesehatan misalnya: stent dan prostetik lainnya, sistem Manajemen Medik misalnya One Day Surgery dan sistem pendukung dalam pelayanan kesehatan misalnya rekam medik yang terkomputerisasi. C.3 RUANG LINGKUP HTA adalah kajian suatu teknologi kesehatan yang meliputi kualitas, keamanan klinis , performa teknis, efikasi, efektivitas, implementasi, analisis dampak ekonomis, efisiensi, dampak pada etika sosial dan aspek legal. 85 D. MEKANISME PELAKSANAAN HTA 1. Health Technology Assessment harus dilakukan dikarenakan beberapa hal yaitu: perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh pesat, biaya yang terbatas dan cenderung berkurang serta pentingnya skala prioritas dalam pengambilan keputusan yang seharusnya memprioritaskan pada teknologi kesehatan yang relevan dan sangat diperlukan. Evidence Based HTA menghasilkan bukti, menyediakan bukti dan memanfaatkan bukti. 2. HTA dilakukan pada suatu teknologi kesehatan baik yang sudah tercakup dalam benefit maupun yang akan diajukan untuk dicakup. Karena banyaknya teknologi kesehatan yang harus dilakukan pengujian (assessment) maka dilakukan penentuan prioritas untuk teknologi dengan kriteria sebagai berikut : a. Teknologi dengan utilisasi atau kemungkinan utilisasi yang tinggi b. Berisiko tinggi sehingga kemungkinan akan menghasilkan dampak medis, sosial dan etis yang signifikan c. Berisiko biaya yang tinggi d. Variabilitas yang tinggi 3. HTA diselenggarakan oleh Tim Nasional yang independen yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan dan terdiri dari para pakar di bidangnya. Tim HTA terdiri dari 3 kelompok kerja (Pokja) yaitu Pokja Alat Kesehatan, Pokja Obat, dan Pokja Prosedur sesuai Kepmenkes No: 423/Menkes/SK/XII/2012. Tugas Pokja dalam Tim HTA adalah melaksanakan perumusan, identifikasi, kriteria, formulasi, konsep, program kegiatan dan kebijakan serta evaluasi di bidang pengkajian teknologi pada alat kesehatan, obat dan prosedur. Fungsi Pokja adalah sebagai berikut : a. Perumusan identifikasi topik kajian berdasarkan EBP (evidence based practice) b. Penetapan kriteria penapisan teknologi medik yang meliputi teknik/prosedur peralatan kedokteran dan reagensia c. Perumusan rancangan kebijakan di bidang produksi dan penggunaan alat kesehatan serta reagensia melalui penapisan teknologi medik d. Pembuatan formulasi hasil kajian di bidang alat kesehatan dan reagensia kepada Menkes 86 4. Alur Proses Penyelenggaraan HTA , adalah sebagai berikut : Usulan Topik Kajian HTA Organisasi/ Perhimpunan Profesi Kedokterandan BPJS Kesehatan Identifikasi topik Need Assessment Priority Setting Penetapan Ruang Lingkup, Skala dan Cara Penilaian Retrieval of Evidence Proses ini Dilakukan oleh Tim Nasional HTA Pengumpulan Data Primer Analisis Bukti Sintesis Bukti Analisa dampak financial Formulasi temuan dan rekomendasi BPJS Kesehatan Diajukan kepada Menteri Kesehatan dan disahkan dalam SK Menteri Kesehatan Disseminasi dan Implementasi BPJS Kesehatan Monitoring dan Feedback 5. Metode dalam penyelenggaraan HTA antara lain studi literatur, percobaan klinis, studi epidemiologi dan observasi, analisis biaya, perumusan konsensus, pendapat ahli dan meta analisis. 87 6. HTA dilaksanakan dengan menggunakan konsep ekonomi kesehatan. Beberapa teknik analisa ekonomi kesehatan yang digunakan dalam HTA adalah: a. Cost Minimization Analysis (CMA) b. Cost Effectiveness Analysis (CEA) c. Cost Utilization Analysis (CUA) d. Cost Benefit Analysis (CBA) 7. Materi pengkajian HTA dari suatu teknologi kesehatan, antara lain : a. Kinerja Teknologi yang akan menggambarkan seberapa signifikan teknologi tersebut akan berdampak dalam proses penatalaksanaan penyakit dalam pelayanan kesehatan peserta BPJS Kesehatan. b. Kualitas ketepatan dari teknologi kesehatan terdiri dari: ketepatan komponen alat, standar komponen alat, evaluasi terhadap komponen alat, dan evaluasi serta monitoring ketika suatu alat teknologi kesehatan sedang beroperasi. c. Keamanan klinis pada saat melakukan tindakan medis bagi pasien, operator/administrator dan lingkungan d. Performa Teknis saat teknologi kesehatan tersebut digunakan dalam pelayanan kesehatan. e. Efikasi yaitu memastikan bahwa suatu teknologi kesehatan telah berfungsi sebagaimana mestinya, berfungsi sebaik mungkin dan lebih baik dari pada teknologi sebelumnya. Atau teknologi tersebut memberikan hasil dan khasiat sebagaimana yang diinginkan. f. Efektivitas yaitu memastikan tingkat keberhasilan suatu teknologi kesehatan dalam menghasilkan efikasinya. Hal ini antara lain berkaitan dengan secepat apa bisa menyembuhkan, berapa banyak pasien yang bisa diselamatkan dan sebanyak apa kenaikan harapan hidup yang bisa diperoleh. g. Implementasi suatu kebijakan HTA dimana suatu teknologi kesehatan direomendasikan, hal ini disesuaikan dengan kemampuan finansial BPJS dengan tetap mengutamakan kebutuhan medis peserta. h. Analisis dampak ekonomis dengan menggunakan teknik analisa ekonomi kesehatan di atas. i.Dampak efisiensi dalam pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh teknologi kesehatan. j.Etika Sosial yaitu dampak sosial ketika suatu teknologi kesehatan dijalankan/ diimplementasikan. k. Aspek legal yaitu tinjauan dari segi hukum atas penggunaan teknologi kesehatan 88 8. Health Technology Assessment menghasilkan sebuah rekomendasi dengan hirarki sebagai berikut: Bentuk kajian HTA Meta-analisis dari sebuah uji klinis acak (RCT) Uji klinis acak yang besar Uji klinis acak yang kecil Uji klinis yang tidak acak Studi observasi Laporan Kasus Konsensus Level Rekomendasi I A II B III C IV Penjelasan: Kajian pada level I merupakan kajian yang paling valid dan sangat bermakna dalam kajian HTA dan semakin menurun tingkatannya pada level II dan III. Sehingga suatu teknologi kesehatan dengan Rekomendasi A adalah sangat direkomendasikan kemudian urutan selanjutnya adalah teknologi kesehatan denganrekomendasi B dan C. E. PENGGUNAAN HASIL KAJIAN HTA c. Hasil kajian HTA disahkan dengan ketetapan Menteri Kesehatan dan dilengkapi dengan batasan–batasan/kriteria/situasi dan kondisi dalam penggunaan teknologi kesehatan yang dimaksud. Hal ini ditujukan agar teknologi kesehatan yang dilakukan sesuai dengan indikasi medis dan rasional. d. Ketetapan Menteri Kesehatan atas hasil kajian HTA dimaksudnya untuk memastikan bahwa pelaksanaan kajian telah mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku dan memastikan independensi evaluator. e. Penjaminan pelayanan teknologi kesehatan oleh BPJS adalah sebagai berikut: a) Hasil kajian HTA yang telah disahkan oleh Menteri Kesehatan digunakan oleh BPJS sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengubah cakupan benefit pelayanan kesehatan. b) Hasil kajian yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti oleh BPJS adalah kajian yang menggunakan evidence level I/rekomendasi A. 89 c) Jika kajian HTA sebagaimana yang disahkan oleh Menteri Kesehatan belum dilakukan analisa dampak ekonomi, maka BPJS selanjutnya akan menggunakan hasil kajian tersebut sebagai dasar analisa ekonomi selanjutnya. d) Analisa dampak ekonomi tersebut akan digunakan oleh BPJS sebagai pertimbangan untuk dicakup tidaknya suatu intervensi kesehatan dengan mempertimbangkan willingness to pay dan kemampuan financial BPJS. e) Implementasi suatu teknologi kesehatan yang telah sah direkomendasikan dan telah diputuskan untuk dijamin oleh BPJS Kesehatan dapat berupa Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan/atau Panduan Praktik Klinis (PPK) yang telah disesuaikan dengan setiap RS dan/atau fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 90 BAB XII KENDALI MUTU DAN BIAYA A. LANDASAN HUKUM Menindaklanjuti amanat Undang-Undang terkait kendali mutu dan biaya pada implementasi Jaminan Sosial Bidang Kesehatan, maka BPJS Kesehatan perlu membuat suatu pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun landasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut: 1. UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa “BPJS berkewajiban mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem mutu dan sistem pembayaran yang efisien dan efektif“. 2. Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 42 ayat 1 menyatakan bahwa “Pelayanan kesehatan kepada peserta Jaminan Kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya”. Peraturan Presiden tersebut juga menyatakan dalam ayat 2 bahwa “Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta”, Dalam ayat 3 kemudian ditekankan lagi bahwa “Ketentuan mengenai penerapan sistem kendali mutupelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan BPJS”. 3. UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial pasal 48 ayat 1 yang menyatakan bahwa BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta. B. TUJUAN Tujuan dibuatnya pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan pelayanan kesehatan adalah sebagai acuan untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medik peserta dengan pembiayaan yang rasional yang akan berdampak pada sustainabilitas operasional BPJS. Pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya ini akan mengintegrasikan sistem pelayanan kesehatan , sistem jaga mutu dan sistem pembayaran dan pembiayaan yang rasional. 91 C. KONSEP DASAR MANAJEMEN MUTU 1. Sistem ini ditujukan untuk menghasilkan keberlangsungan program jaminan kesehatan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan yang rasional, efisien dan bermutu. 2. Dalam pelaksanaan sistem penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS, BPJS Kesehatan juga melakukan menajemen risiko yaitu dengan melakukan identifikasi risiko yang mungkin timbul, baik risiko finansial, risiko opersional, risiko legal dan risiko performa BPJS Kesehatan. Dengan mengidentifikasi risiko tersebut, maka BPJS Kesehatan dapat mengantisipasi terjadinya risiko–risiko tersebut, serta mengeliminasi penyebab risiko yang mungkin ada. 3. Untuk menjalankan program jaminan kesehatan bagi pesertanya, BPJS Kesehatan memiliki infrastruktur yang baik meliputi : a. Sumber Daya Manusia yang kompeten, Sistem keuangan, Sistem perencanaan dan pengembangan, b. Sistem Teknologi Informasi serta dokumentasi dan kearsipan yang baik. c. BPJS Kesehatan menitikberatkan kinerja pada kualitas sistem/proses bisnis penjaminan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS. Hal ini menjadi performa kinerja dari seluruh insan pegawai BPJS yang bekerja sama secara sinergi dalam suatu team work yang baik, dan inovatif. d. Bussiness process berjalan sebagaimana mestinya e. Memastikan fasilitas pemberi pelayanan kesehatan peserta BPJS memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas f. Indeks kepuasan peserta yang indikator performa praktisi/ fasilitas pemberi layanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan g. Pelaksanaan Manajemen meliputimanajemen mutu Mutu pada Pelayanan perawatan Bagi medis, Peserta tindakan BPJS medis, juga prosedur pelayananmedis, dan pelayanan obat bagi peserta BPJS. 4. Seluruh penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS adalah terstandardisasi sesuai indikasi medis dan merupakan evidence based medicine. Pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif lengkap dengan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan gaya hidup sehat sehingga kesehatan yang bersangkutan selain pulih kembali dan meningkat namun juga meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup peserta. 92 5. Dalam penyelenggaraannya, dilakukan proses pengembangan konsep pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan evaluasi dan monitoring yang berkala, hal ini dilakukan dengan referensi kasus medis yang ada dan perkembangan ilmu kedokteran, hasil proses audit medis beserta diskusi pembahasannya dan atau usulan dari Kementrian Kesehatan RI megenai kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia. 6. Dilakukan evaluasi program jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS dengan melakukan analisa dari data laporan yang cukup dan valid. Laporan yang dimaksud adalah pelaporan mengenai performa kinerja BPJS kesehatan dan juga data luaran profil kesehatan yang mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan karakteristik pasien serta perbandingan antara prediksi dan hasil yang diharapkan dengan analisis statistik yang tepat. 7. Evaluasi pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan dengan membuat suatu analisa yang mengkombinasikan/ menggabungkan/ merumuskan hasil klinis/ perawatan pasien/ pelayanan medis pelayanan kesehatan dengan sistem manajemen pelayanan kesehatan. D. PROGRAM – PROGRAM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN 1. Penguatan Gate Keeper Concept Program Gate Keeper Conceptyang berbasis pada kedokteran keluarga “Care oordinator” dan pelayanan rujuk balik di dalam pelaksanaan pelayanan tingkat pertama akan berfungsi sebagai penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan. Gate Keeper akan menjadi kontak pertama pasien di jenjang pelayanan tingkat pertama. Pelayanannya mengutamakan promosi /edukasi gaya hidup sehat serta pencegahan penyakit, bersifat pribadi, komprehensif, menyeluruh, terpadu, berkesinambungan terkoordinasi dalam kerjasama antara dokter dan pasien serta berorientasi pada keluarga dan komunitas dan pasien savety Dalam melaksanakan Sistem Gate Keeper yang optimal maka diharuskan adanya sistem rujukan berjenjang yang baik, dan untuk mengupayakan hal ini diperlukan pembentukan forum komunikasi antara faskes tingkat pertama dan sekunder untuk menyepakati beberapa hal mengenai pelaksanaan rujukan berjenjang. Dalam program ini, diatur pula mengenai pelaksanaan pertemuan forum komunikasi tersebut, evaluasi pertemuan, implementasi hasil pertemuan dan pemberian umpan balik. Diperlukan suatu penguatan sistem Gate Keeper bagi tenaga kesehatan pemberi pelayanan Gate Keeper. Pelatihan dilakukan baik oleh pihak internal BPJS maupun pihak eksternal. Pengayaan dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan 93 pengetahuan dan persepsi mengenai sistem Gate Keeper itu sendiri dan juga mengoptimalkan kompetensi medis tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan yang dimaksud. Pada akhir pelatihan ini, maka akan dilakukan evaluasi pengingkatan kompetensi yang dicapai oleh peserta pelatihan. Hal inilah yang menentukan tingkat keberhasilan pelatihan ini. Untuk meningkatkan pengelolaan mutu manfaat pelayanan kesehatan tingkat pertama, maka perlu dilakukan beberapa hal sebaga berikut: penyusunan kriteria pelayanan first contact,Sosialisasi dan advokasi pelayanan first contact, Penyusunan Family Folder, Sosialisasi dan Advokasi Panduan Klinis, Membentuk Tim Audit Medis untuk pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS serta melaksanakan dan menindaklanjuti hasil audit medis tersebut. 2. Seleksi Faskes BPJS Kesehatan (Credentialing & Re Credentialing) Proses Credentialinguntuk mendapatkan Provider pemberi pelayanan medis (Fasilitas Kesehatan)dengan fasilitas medis yang memadai sehingga dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan indikasi medis dan maksimal. 3. Dewan Pertimbangan Medik (DPM) Dewan Pertimbangan Medis dibentuk dengan tujuan pengendalian kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis yang menguntungkan semua pihak baik PPK maupun pasien. DPM merupakan lembaga independent yang memberikan pertimbangan/telaah medis/second opinion dan turut memberikan kontribusi dalam transfer of knowledge dan peningkatan profesionalisme pelayanan kesehatan. 4. Tata Cara Penggunaan HTA Untuk mengendalikan mutu dan biaya dalam proses penjaminan pelayanan kesehatan peserta, maka BPJS Kesehatan mengatur Tata Cara penggunaan Health Technology Assessment (HTA) dan tertera dalam Peraturan BPJS Kesehatan. Ketika suatu teknologi kesehatan diusulkan untuk dilakukan HTA, maka setelah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, BPJS Kesehatan akan mengimplementasikan kebijakan tersebut namun dengan memperhitungka kemampuan finansial BPJS serta melakukan monitoring dan evaluasi. Esensinya adalah, ketika suatu teknologi kesehatan (obat, tindakan/prosedur medis) dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan, maka dapat dipastikan bahwa teknologi kesehatan tersebut adalah aman, dengan efikasi teruji, bermanfaat, biaya yang efektif dan memperhitungkan faktor social dan etis. 5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) 94 Pelaksanaan Disease Management Program juga berdampak signifikan dalam manajemen mutu pelayanan kesehatan dan pengendalian biaya khususnya untuk kasus penyakit kronis seperti Diabetes dan Hipertensi dan juga pada pasien Jantung khususnya pasca tindakan PTCA/ bedah jantung lainnya. Dalam program ini, dilakukan edukasi dan modifikasi gaya hidup pasien sehingga dapat menapis kemungkinan penyakit tersebut untuk jatuh kedalam komplikasi berat seperti stroke, gagal ginjal maupun gangguan kardiovaskular yang memerlukan tindakan operasi. Hal ini sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta mengendalikan biaya pelayanan kesehatan khusunya untuk kasus kronis yang berat.BPJS Kesehatan juga melakukan program promotif dan Preventif untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang komprehensif. 6. Program Rujuk Balik Pelayanan penyakit kronis Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 yang dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan setiap bulannya. Ketika pasien pertama kali terdeteksi sebagai penderita Hipertensi ataupun Diabetes Melitus maka oleh faskes tingkat pertama dirujuk ke faskes tingkat lanjutan untuk di berikan tatalaksana yang adekuat, setelah Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 telah stabil maka pasien dikembalikan kepada faskes tingkat pertama dan diwajibkan kontrol setiap bulannya, obat diberikan untuk 30 hari. Setelah melakukan 3 kali kontrol kepada faskes primer, maka pasien kembali dirujuk kepada faskes lanjutan untuk mengevaluasi pengobatan yang dilengkapi denga hasil pemeriksaan penunjang. Program ini dilakukan untuk melakukan pengendalian biaya dan pengendalian mutu terhadap pelayanan kesehatan terutama penyakit kronis yang sangat berpotensi untuk terjadi komplikasi dan membutuhkan biaya yang besar 7. Sistem Pembayaran Prospektif INA CBG’s Aspek pembiayaan menjadi hal penting dalam menjaga sustainibilitas program penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS. Untuk itu BPJS Kesehatan menggunakan pola tarif dan sistem pembiayaan dengan menggunakan INA CBG, dan kapitasi untuk pelayanan kesehatan tingkat pertama. Penggunaan pola tarif INA CBGs sangat cocok dengan prinsip BPJS Kesehatan yang mengutamakan kendali mutu dan biaya dalam pelayanan kesehatan pesertanya. Pada sistem pembayaran ini, pembayaran dilakukan berdasarkan kode CBGs nya, atau berdasarkan diagnosis penyakit. Untuk itu, telah ditetapkan clinical pathway untuk masing-masing diagnosis penyakit, clinical pathway ini adalah evidence based dan terstandard sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. 95 Dalam pembiayaan dengan menggunakan pola tarif INA CBGs, biaya paket untuk satu kode CBGs/kode diagnosis telah memperhitungkan secara rasional (dengan atau tanpa adjustment factor) biaya operasional RS, data costing RS dll. Dengan demikian, hal ini akan membuat RS akan mengatur dirinya untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan indikasi medis dengan pembiayaan yang rasional sehingga mutu pelayanan dapat terjamin dengan biaya yang terkendali. 8. Tinjauan Utilisasi (UR) Melakukan Utilization Review yang kontiniu dan berkala merupakan satu cara yang dilakukan BPJS Kesehatan untuk melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan. Hal ini akan membantu untuk memantau utilisasi fasilitas kesehatan dalam melakukan pelayanan. Utilization Reviewakan membantu kita untuk mengidentifikasi adanya fraud ataupun kejadian unbundling. Selain itu dapat dipakai untuk melihat proyeksi biaya pelayanan kesehatan ditahun berikutnya, hal ini sangat berguna dalam menjaga sustainibilitas finansial BPJS Kesehatan E. SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA F. MEKANISME PENERAPAN SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN Penyelenggaraan sistem kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan melalui : a. Pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan; b. Pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan 96 c. Pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta. d. Tim Kendali Mutu dan Biaya/penyelenggara sistem kendali mutu Sebagai penyelenggara sistem kendali mutu dan kendali biaya BPJS Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis. Tim Kendali Mutu BPJS Kesehatan terdiri dari: 1. Tim Teknis 2. Tim Besar TIM BESAR TIM TEKNIS Ada di Tingkat : Ada di setiap Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan I. Pusat, terdiri dari : 1. BPJS Kesehatan Kantor Pusat 2. KKI 3. PB IDI 4. PDGI Terdiri : 1. Petugas BPJS Center 2. Tim Pengendali RS 3. Komite Medik RS 5. ASOSIASI FASKES àPERSI 6. Direktorat Jenderal BUK Kemenkes RI 7. Akademisi II. Divisi Regional, terdiri dari: 1. Kantor Divisi Regional BPJS Kesehatan 2. IDI Wilayah 3. Dewan Pertimbangan Medik (DPM) 4. PDGI Wilayah 5. ASOSIASI FASKES àARSADA 6. Dinkes Propinsi III. Tingkat Cabang , terdiri dari: 1. Kantor Cabang BPJS Kesehatan 2. IDI Cabang 3. PDGI Cabang 4. Dinkes Kabupaten/Kota 97 Fungsi dan Kewenangan Tim Teknis Kendali Mutu adalah: 1. Pada kasus tertentu, tim teknis kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan. 2. Tim Teknis juga melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan. Fungsi dan Kewenangan Tim Besar Kendali Mutu adalah: 1. Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi 2. Utilization review dan audit medis 3. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan. 4. mewajibkan agar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan melakukan : a) Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuaikompetensi b) Utilization review dan audit medis c) Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan G. MEKANISME KERJA TIM KENDALI MUTU & BIAYA BPJS KESEHATAN Penanggung jawab penerapan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014 adalah BPJS Kesehatan Tingkat Struktur Proses Outcome - BPJS Kesehatan - Rapat Rutin Tingkat Pusat dilaksanakan Rekomendasi/usulan Kebijakan TIM BESAR TINGKAT PUSAT Kantor Pusat 1 kali dalam setahun (setiap bulan kebijakan - KKI September) membahas tentang hasil - PB IDI rapat rutin tingkat Divisi Regional dan - PB PDGI Cabang, serta usulan dari Kemenkes RI - Asosiasi Faskes àPERSI - Direktorat Jenderal - Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi 98 Tingkat Struktur Proses Outcome Kebijakan BUK KEMENKES RI - Akademisi - pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan - Audit Medis oleh Tim Kendali Mutu di tingkat pusat TIM BESAR - BPJS Kesehatan TINGKAT DIVISI REGIONAL Divisi Regional - Rapat Rutin Tingkat Divisi Regional dilakukan 2 kali dalam setahun - IDI Wilayah membahas tentang hasil rapat rutin - PDGI Wilayah tingkat cabang, usulan dari DPM serta - ARSADA Dinkes Propinsi dan permasalahan yang - Dinkes propinsi belum dapat diselesaikan di tingkat - Dewan cabang Pertimbangan Medik (DPM) - Pemprov Usulan kebijakan ke Tingkat Pusat - Audit Medis oleh Tim Kendali Mutu di tingkat Regional - Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi TIM BESAR - Kantor Cabang BPJS - Rapat Rutin Tingkat Cabang dilakukan 3 TINGKAT Kesehatan CABANG - IDI Cabang - PDGI Cabang kali dalam setahun - Materi yang dirapatkan adalah : 1. - Dinkes Kabupaten 2. 3. Evaluasi biaya pelkes BPJS untuk kasus khusus bermasalah 2. Laporan Evaluasi Kesehatan, Biaya Pelkes Melakukan Audit Medis sesuai pertriwulan, Profil dengan usulanTim Teknis Kendali kesehatan peserta Mutu BPJS, evaluasi dan review berkala standar 3. Kinerja Fasilitas pelayanan medis (termasuk clinical pathway) faskes BPJS Kesehatan, 4. 1. Medical Judgement Utilization Review berkala BPJS Kesehatan : review Kesehatan 4. Hasil Audit Medis BPJS Kesehatan, 5. Laporan Utilization kasus/tindakan/prosedur medis Review yang high volume, high cost, dan kasus/tindakan/prose high risk serta dampaknya pada dur medis yang high biaya pelayanan kesehatan BPJS volume, high cost, 99 Tingkat Struktur Proses Outcome Kebijakan 5. kesehatan dan high risk serta Sosialisasi kewenangan tenaga dampaknya pada kesehatan dalam menjalankan biaya pelayanan praktik profesi sesuai kompetensi kesehatan BPJS kesehatan. Keterangan : 1. Bila diperlukan, dapat dilakukan kegiatan di luar yang sudah dijadwalkan tersebut. 2. Bila terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh tim, maka permasalahan tersebut dilaporkan kepada Menteri Kesehatan RI untuk mendapatkan penyelesaian. 3. Masing-masing Tim Besar dibentuk melalui : o Di tingkat Pusat melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan o Di tingkat Divisi Regional melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan o Di tingkat Cabang melalui Surat keputusan Kepala Divisi Regional 4. Pembentukan Tim Teknis Kendali Mutu dan Biaya BPJS Kesehatan dilaksanakan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan 5. Biaya Pelaksanaan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 100 BAB XIII STANDAR PELAYANAN NON MEDIS Standar Pelayanan Non Medis adalah ukuran waktu yang ditetapkan untuk penyelesaian pembayaran tagihan pada Fasilitas Kesehatan dan Peserta. A. TUJUAN 1. Memenuhi harapan pelanggan terhadap pelayanan admnistrasi yang murah, mudah dan cepat, sesuai dengan perkembangan dan kondisi perusahaan. 2. Diperolehnya waktu penyelesaian pelayanan administrasi yang sama di seluruh Indonesia sesuai dengan beban kerja. B. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima. 2. Peraturan Presiden Nomor … tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 (1) BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta: a. paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan b. paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan. (2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan. 3. Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional Pasal 12 101 Kewajiban BPJS Kesehatan: melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap. C. KETENTUAN UMUM Dokumen klaim diterima lengkap adalah: − berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun softcopy) diterima lengkap olehBPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota − Formulir Pengajuan Klaim yang berisi besar biaya yang diajukan telah ditandatangani Pimpinan Rumah Sakit. C. UKURAN WAKTU 1. Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari kerja dengan memperhitungkan jumlah hari libur 2. Pelayanan Tingkat Pertama a. Rawat jalan Pembayaran kapitasi dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan b. Rawat inap, darah, persalinan, paket ambulan, gawat darurat di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota. c. Obat Rujuk Balik ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota) ü Berkas administrasi penagihan klaim obat rujuk balik diterima lengkap adalah kondisi tagihan klaim pelayanan obat telah diverifikasi oleh verifikator dan telah dibuat Formulir Pengajuan Klaim oleh Apotek. ü Proses verifikasi oleh Verifikator tidak dihitung dalam perhitungan SPNM karena proses ini dilakukan sehari-hari. 102 d. Kompensasi di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi syarat Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota 3. Pelayanan Rujukan Tingkat Lanjutan ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota) ü Berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap adalah kondisi tagihan klaim pelayanan telah diverifikasi oleh verifikator dan telah dibuat Formulir Pengajuan Klaim yang ditandatangani Pimpinan Rumah Sakit. ü Proses verifikasi oleh Verifikator di Faskes tidak dihitung dalam perhitungan SPNM karena proses ini dilakukan sehari-hari 103 Lampiran 1 DAFTAR PENYAKIT YANG DAPAT DITANGANI DI LAYANAN TINGKAT PERTAMA Sesuai dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia, didapatkan daftar penyakit yang dikelompokkan ke dalam tingkat kompetensi untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter agar dokter yang dihasilkan memiliki kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat, member penanganan awal atau tuntas, dan melakukan rujukan secara tepat dalam rangka penatalaksanaan pasien. Tingkat kompetensi setiap penyakit merupakan kemampuan yang harus dicapai pada akhir pendidikan dokter. Adapun tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah : Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan 104 yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. a. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter b. 4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah 4A. Adapun daftar Penyakit yang termasuk dalam tingkat kemampuan 4A adalah : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 NAMA PENYAKIT Kejang demam Tetanus HIV AIDS tanpa komplikasi Tension headache Migren Bells’ palsy Vertigo (Benign paroxysmal positional vertigo) Gangguan somatoform Insomnia Benda asing di konjungtiva Konjungtivitis Perdarahan subkonjungtiva Mata kering Blefaritis Hordeolum Trikiasis Episkleritis Hipermetropia ringan Miopia ringan Astigmatism ringan Presbiopia Buta senja Otitis eksterna Otitis media akut No NAMA PENYAKIT 73 74 75 76 77 78 Kehamilan normal Aborsi spontan komplit Anemia defisiensi besi pada kehamilan Ruptur perineum tingkat 1/2 Abses folikel rambut atau kelenjar sebasea Mastitis 79 Cracked nipple 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 Inverted nipple Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 2 Hipoglikemia ringan Malnutrisi energi-­‐protein Defisiensi vitamin Defisiensi mineral Dislipidemia Hiperurisemia Obesitas Anemia defisiensi besi Limfadenitis Demam dengue, DHF Malaria Leptospirosis (tanpa komplikasi) Reaksi anafilaktik Ulkus pada tungkai 105 25 26 27 28 No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 Serumen prop Mabuk perjalanan Furunkel pada hidung Rhinitis akut 97 98 99 100 Lipoma Veruka vulgaris Moluskum kontagiosum Herpes zoster tanpa komplikasi NAMA PENYAKIT No NAMA PENYAKIT Rhinitis vasomotor Rhinitis alergika Benda asing Epistaksis Influenza Pertusis Faringitis Tonsilitis Laringitis Asma bronchial Bronkitis akut Pneumonia, bronkopneumonia Tuberkulosis paru tanpa komplikasi Hipertensi esensial Kandidiasis mulut Ulkus mulut (aptosa, herpes) Parotitis Infeksi pada umbilicus Gastritis Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis) Refluks gastroesofagus Demam tifoid Intoleransi makanan Alergi makanan Keracunan makanan Penyakit cacing tambang Strongiloidiasis Askariasis Skistosomiasis Taeniasis Hepatitis A Disentri basiler, disentri amuba Hemoroid grade ½ Infeksi saluran kemih Gonore 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 Morbili tanpa komplikasi Varisela tanpa komplikasi Herpes simpleks tanpa komplikasi Impetigo Impetigo ulseratif (ektima) Folikulitis superfisialis Furunkel, karbunkel Eritrasma Erisipelas Skrofuloderma Lepra Sifilis stadium 1 dan 2 Tinea kapitis Tinea barbe Tinea fasialis Tinea korporis Tinea manus Tinea unguium Tinea kruris 120 Tinea pedis 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 Pitiriasis vesikolor Kandidosis mukokutan ringan Cutaneus larva migran Filariasis Pedikulosis kapitis Pedikulosis pubis Skabies Reaksi gigitan serangga Dermatitis kontak iritan Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) Dermatitis numularis Napkin eczema Dermatitis seboroik Pitiriasis rosea Akne vulgaris ringan 106 64 65 66 No Pielonefritis tanpa komplikasi Fimosis Parafimosis NAMA PENYAKIT 136 137 138 No 67 Sindrom duh (discharge) genital (gonore dan nongonore) 139 68 Infeksi saluran kemih bagian bawah 140 69 70 71 72 Vulvitis Vaginitis Vaginosis bakterialis Salpingitis 141 142 143 144 Hidradenitis supuratif Dermatitis perioral Miliaria NAMA PENYAKIT Urtikaria akut Exanthematous drug eruption, fixed drug eruption Vulnus laseratum, punctum Luka bakar derajat 1 dan 2 Kekerasan tumpul Kekerasan tajam 107 Lampiran 2 KRITERIA GAWAT DARURAT NO. I BAGIAN ANAK 29 30 31 DIAGNOSA Anemia sedang / berat Apnea / gasping Asfiksia neonatrum Bayi ikterus, anak ikterus Bayi kecil/ premature Cardiac arrest / payah jantung Cyanotic Spell (penyakit jantung) Diare profis (> 10/hari) disertai dehidrasi ataupun tidak Difteri Ditemukan bising jantung, aritmia Edema / bengkak seluruh badan Epitaksis, tanda pendarahan lain disertai febris Gagal ginjal akut Gagal nafas akut Gangguan kesadaran, fungsi vital masih baik Hematuri Hipertensi Berat Hipotensi / syok ringan s/d sedang Intoksikasi (minyak tanah, baygon) keadaan umum masih baik Intoksikasi disertai gangguan fungsi vital (minyak tanah, baygon) Kejang disertai penurunan kesadaran Muntah profis (> 6 hari) disertai dehidrasi atau tidak Panas tinggi >400 C Resusitasi cairan Sangat sesak, gelisah, kesadaran menurun, sianosis ada retraksi hebat (penggunaan otot pernafasan sekunder) Sering kencing, kemungkinan diabetes Sesak tapi kesadaran dan keadaan umum masih baik Shock berat (profound) : nadi tidak teraba tekanan darah terukur termasuk DSS. Tetanus Tidak kencing > 8 jam Tifus abdominalis dengan komplikasi 1 2 3 4 5 Abses cerebri Abses sub mandibula Amputasi penis Anuria Apendicitis acute 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 II BEDAH 108 NO. BAGIAN 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 DIAGNOSA Atresia ani (anus malformasi) Akut abdomen BPH dengan retensio urin Cedera kepala berat Cedera kepala sedang Cedera tulang belakang (vertebral) Cedera wajah dengan gangguan jalan nafas Cedera wajah tanpa gangguan jalan nafas, antara lain : a. Patah tulang hidung / nasal terbuka dan tertutup b. Patah tulang pipi (zygoma) terbuka dan tertutup c. Patah tulang rahang (maxilla dan mandibula) terbuka dan tertutup d. Luka terbuka daerah wajah Cellulitis Cholesistitis akut Corpus alienum pada : a. Intra cranial b. Leher c. Thorax d. Abdomen e. Anggota gerak f. Genetalia CVA bleeding Dislokasi persendian Drowning Flail chest Fraktur tulang kepala Gastrokikis Gigitan binatang / manusia Hanging Hematothorax dan pneumothorax Hematuria Hemoroid grade IV (dengan tanda strangulasi) Hernia incarcerate Hidrochepalus dengan TIK meningkat Hirschprung disease Ileus Obstruksi Internal Bleeding Luka Bakar Luka terbuka daerah abdomen Luka terbuka daerah kepala Luka terbuka daerah thorax Meningokel / myelokel pecah Multiple trauma Omfalokel pecah Pankreatitis akut Patah tulang dengan dugaan cedera pembuluh darah Patah tulang iga multiple 109 NO. BAGIAN 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 III Kardiovaskular 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 DIAGNOSA Patah tulang leher Patah tulang terbuka Patah tulang tertutup Periappendicullata infiltrate Peritonitis generalisata Phlegmon dasar mulut Priapismus Prolaps rekti Rectal bleeding Ruptur otot dan tendon Strangulasi penis Syok Neuroragik Tension pneumothoraks Tetanus generalisata Tenggelam Torsio testis Tracheo esophagus fistel Trauma tajam dan tumpul daerah leher Trauma tumpul abdomen Trauma toraks Trauma musculoskeletal Trauma spiral Traumatik amputasi Tumor otak dengan penurunan kesadaran Unstable pelvis Urosepsi Aritmia Aritmia dan shock Angina Pectoris Cor Pulmonale decompensata yang akut Edema paru akut Henti jantung Hipertensi berat dengan komplikasi (hipertensi enchephalopati, CVA) Infark Miokard dengan komplikasi (shock) Kelainan jantung bawaan dengan gangguan ABC (Airway Breathing Circulation) Kelainan katup jantung dengan gangguan ABC (airway Breathing Circulation) Krisis hipertensi Miokarditis dengan shock Nyeri dada PEA (Pulseless Electrical Activity) dan Asistol Sesak nafas karena payah jantung Sindrom Koroner Akut Syncope karena penyakit jantung 110 NO. IV V BAGIAN Kebidanan Mata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 10 11 12 Benda asing di kornea mata / kelopak mata Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe Dakriosistisis akut Endoftalmitis/panoftalmitis Glaukoma : a. Akut b. Sekunder Penurunan tajam penglihatan mendadak : a. Ablasio retina b. CRAO c. Vitreous bleeding Selulitis Orbita Semua kelainan kornea mata : a. Erosi b. Ulkus / abses c. Descematolis Semua trauma mata : a. Trauma tumpul b. Trauma fotoelektrik/ radiasi c. Trauma tajam/tajam tembus Trombosis sinus kavernosis Tumor orbita dengan perdarahan Uveitis/ skleritis/iritasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Asma bronchitis moderate severe Aspirasi pneumonia Emboli paru Gagal nafas Injury paru Massive hemoptisis Massive pleural effusion Oedema paru non cardiogenic Open/closed pneumathorax P.P.O.M Exacerbasi akut 6 7 8 9 VI Paru-paru DIAGNOSA Abortus Atonia Uteri Distosia bahu Eklampsia Ekstraksi vakum Infeksi nifas Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Perdarahan Antepartum Perdarahan Postpartum Perlukaan jalan lahir Pre eklamsi & Eklamsia Hyperemesis gravidarum dengan dehidrasi Sisa plasenta 111 NO. VII VIII BAGIAN Penyakit Dalam THT 11 12 13 14 15 DIAGNOSA Pneumonia sepsis Pneumathorax ventil Reccurent Haemoptoe Status Asmaticus Tenggelam 1 Demam berdarah dengue (DBD) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Demam tifoid Difteri Disequilebrium pasca HD Gagal ginjal akut GEA dan dehidrasi Hematemesis melena Hematochezia Hipertensi maligna Keracunan makanan Keracunan obat Koma metabolic Leptospirosis Malaria Observasi shock 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Abses di bidang THT & kepala leher Benda asing laring/ trachea/bronkus, dan benda asing tenggorokan Benda asing telinga dan hidung Disfagia Obstruksi jalan nafas atas grade II/III Jackson Obstruksi jalan nafas atas grade IV Jackson Otalgia akut (apapun penyebabnya) Parese fasialis akut Perdarahan di bidang THT Syok karena kelainan di bidang THT Trauma (akut) di bidang THT ,Kepala dan Leher Tuli mendadak Vertigo (berat) IX Syaraf 1 2 3 Kejang Stroke Meningo enchepalitis X Psikiatri 1 2 3 4 Gangguan panic Gangguan psikotik Gangguan konversi Gaduh Gelisah 112 113