VIABILITAS SEL TESTIKULAR IKAN MEDAKA Oryzias celebensis PASCA KRIOPRESERVASI MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS LARUTAN EXTENDER Fitriagustiani*, Irma Andriania, Helmy Widyastutib *Alamat korespondensi e-mail : [email protected] abJurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan ekstender terhadap viabilitas sel testikular ikan medaka Oryzias celebensis. 3 perlakuan berbeda dievaluasi dengan menggunakan kombinasi antara DMSO 10% dan ringer, DMSO 10% dan glukosa, serta penggunaan DMSO tanpa ekstender. Sel testikular diperoleh dari gonad jantan Oryzias celebensis yang telah didisosiasi. Sel testikular tersebut diencerkan dengan ekstender pada rasio 1:9.Sel disimpan pada cryotube kemudian dimasukkan ke dalam Bisel Biofreezing Vessel lalu disimpan dalam freezer -800c. Sel disimpan selama 20 jam lalu selanjutnya dipindahkan ke dalam nitrogen cair. Seminggu kemudiansel diencerkan kembali (thawing) pada temperatur 30 -40 derajat celcius selama 10-15 detik. Presentase viabilitas sel testikular pasca thawing tertinggi dihasilkan pada kombinasi ekstender glukosa dan DMSO 10% yaitu 1,964% pada ulangan I dan 2,248% pada ulangan II. Sementara itu rata-rata viabilitas sel yang menggunakan ekstender ringer dan tanpa larutan ekstender berada pada posisi yang sama pada ulangan I yaitu 0% dan pada ulangan kedua masing-masing 0,449% dan 0,899%. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan glukosa sebagai ekstender lebih efektif digunakan pada kriopreservasi sel testikular medaka Oryzias celebensis. Kata kunci : Kriopreservasi, Oryzias celebensis, sel testikular ABSTRACT This study was conducted to see the effect of different extenders on the viability of testicular cells medaka fish Oryzias celebensis. 3 different treatments were evaluated using a combination of 10% DMSO and ringer, DMSO 10% and glucose, as well as the use of DMSO without extenders. The testicular cells obtained from male gonads Oryzias celebensis which has dissociated. The testicular cells wasdiluted with extender at a ratio of 1: 9. Cells stored at cryotube after it placed in Bisell Biofreezing Vessel then stored it in the freezer 800c. Cells were stored for 20 hours and then plunged into liquid nitrogen. After cryopreserved for 7 days, the cells diluted (thawing) at a temperature of 30-40 degrees Celsius for 10-15 seconds. The highest percentage of cell viability post-thawing is produced from a combination of glucose extender and DMSO 10% which is 1.964% on the testI and 2,248% in the second test. While the average viability of cells using extenders ringer and without extender solution were in the same position on the test I which is 0% and on both replicates respectively 0.449% and 0.899%. The results of this study indicate the use of glucose as an extender is more effectively used in the cryopreservation of testicular cells medaka Oryzias celebensis. Keywords: Cryopreservation, Oryzias celebensis, testicular cells PENDAHULUAN Oryzias celebensis merupakan salah satu ikan endemik di Sulawesi Selatan yang telah masuk dalam daftar merah atau ikan yang terancam punah (IUCN, 2006). Penangkapan yang berlebihan yang tidak diiringi dengan upaya budidaya tentu saja akan menyebabkan kepunahan. Oleh karena itu, upaya konservasi ikan medaka celebensis sebagai bagian dari keanekaragaman atau biodiversitas ikan khususnya di Sulawesi Selatan perlu dilakukan. Dekade terakhir ini banyak berkembang teknologi yang diharapkan mampu menyelamatkan spesies-spesies endemik yang terancam punah, salah satunya adalah teknologi kriopreservasi. Kriopreservasi merupakan suatu teknik penyimpanan atau pengawetan sel hewan, tumbuhan ataupun materi genetika lain (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel sehingga fungsi fisiologi, biologi, dan morfologi tetap ada. Dengan teknologi kriopreservasi khususnya pada sel-sel bakal gamet seperti spermatogonia maupun oogonia spesies yang terancam punah pun berpeluang untuk dihidupkan kembali dengan cara mentransfer sel germinal hasil kriopreservasi tersebut ke organisme donor yang memiliki kekerabatan dekat. Saat ini teknologi kriopreservasi sel gamet spermatozoa (semen) sangat banyak digunakan dan diperlukan teknologi fertilisasi buatan atau inseminasi buatan. Keberhasilan suatu proses kriopreservasi biasanya ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah jenis larutan ekstender yang digunakan. Saat ini ada ± 200 spesies ikan di dunia yang berhasil diawetkan semennya menggunakan teknik kriopreservasi (Glogowski et al., 2002), diantaranya ikan mas (Cyprinus carpio) (Kurokura et al., 1984) dan ikan salmon Atlantik (Salmo salar) (Stoss dan Refstie, 1983). Namun belum didapatkan referensi tentang adanya kriopreservasi yang dilakukan pada semen ikan medaka celebensis. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian tentang kriopreservasi sel gamet dan bakal gamet (sel testikular) ikan medaka Oryzias celebensis perlu dilakukan dan sebagai perlakuan pada penelitian ini akan diamati pengaruh beberapa jenis larutan ekstender. METODOLOGI PENELITIAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, gelas objek, gelas arloji, gelas ukur, gelas piala, microtube, hemositometer, straw, gunting bedah, pinset, micropipette, kertas saring nilon, mikroskop (Olympus), kamera, timbangan digital, sentrifuge, Freezer 800C (Sanyo ultra low) , Cryotube, Bicell biofreezing vessel, tabung nitrogen, waterbath (Memmert) dan Laminary airflow. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gonad dari ikan medaka jantan, NaCl 0,7%, CaCl2, Phosphate Buffered Saline (PBS), kolagenase 0,05 %, Dnase, FBS (Fetal Bovine Serum) 20%, glukosa 5%, larutan ringer (7,5 g/L NaCl, 0,2 g/L KCl, 0,20 g/L CaCl2, 0,20 g / L NaHCO3), DMSO 10%, Trypan Blue (TB) 0,4%, aquades, dan nitrogen cair. Pengambilan Ikan Medaka Oryzias celebensis Sampel Ikan Oryzias celebensis yang akan digunakan berasal dari sungai Pattunuang, kabupaten Maros, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel ikan medaka yang diambil adalah ikan medaka jantan. Sebanyak tiga ekor ikan medaka jantan dibedah untuk diambil gonadnya (testis) dengan bantuan mikroskop. Gonad yang telah diisolasi dari badan ikan medaka kemudian disimpan sementara di cawan petri yang berisi larutan fisiologis NaCl 0,7% untuk selanjutnya didisosiasi menjadi sel-sel testikular tunggal. Selanjutnya testis dibersihkan dari lemak dan jaringan lain yang menempel. Disosiasi Jaringan Testis Ikan Sebelum gonad ikan medaka didisosiasi, gonad terlebih dahulu ditimbang. Testis dipotong dan dicacah sampai halus selama 3-5 menit dalam 1 mL larutan disosiasi. Komposisi larutan disosiasi merujuk pada Andriani et al. (2013) yang terdiri atas larutan kolagenase 0,05% dan DNase 10 IU/µL dalam larutan PBS yang telah ditambahkan 5% fetal bovine serum/FBS (Sigma), 1 mM CaCl2 dan 25 mM Hepes. Setelah tercacah, testis kemudian dipipet-teteskan dengan menggunakan mikropipet selama 10 menit sampai terlihat keruh dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Isolasi Sel Gamet Ikan Medaka Setelah masa inkubasi selesai, suspensi sel hasil disosiasi disaring menggunakan nylon screen steril dengan ukuran 35 μm untuk menghilangkan jaringan-jaringan yang tidak diinginkan. Selanjutnya suspensi hasil saringan dimasukkan ke dalam microtube, dan disentrifugasi pada kecepatan 2.500 rpm selama 10 menit sampai sel mengendap. Supernatan dibuang dan diganti dengan PBS sebanyak 400 μL untuk menjaga agar sel tidak rusak dan memutus kerja dari enzim disosiasi Kolagenase. Proses pencucian sel pasca disosiasi berlangsung dua kali. Kriopreservasi Sel Testikular Ikan Medaka Metode kriopreservasi yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada metode Sunarma et al. (2007) yang dimodifikasi dalam Andriani et al. (2014). Suspensi sel gamet hasil disosiasi diencerkan menggunakan larutan ekstender dengan perbandingan 1 : 9. Sebanyak 10 µl sel testikular ditambahkan ke dalam 90 µl larutan ekstender. Pada penelitian ini, digunakan dua larutan ekstender yang berbeda dalam krioprotektan DMSO 10% sehingga terdapat tiga perlakuan yaitu: 1. Larutan ekstender dan krioprotektan : glukosa 5% + DMSO 2. Larutan ekstender dan krioprotektan : larutan ringer + DMSO 3. Krioprotektan tanpa ekstender : DMSO Sebelum suspensi sel testikular ditambahkan krioprotektan, sel testikular dipipet teteskan lalu dihitung konsentrasi selnya terlebih dahulu. Selanjutnya suspensi sel testikular dalam krioprotektan segera dimasukkan ke dalam straw ukuran 10 μL lalu dimasukkan ke dalam cryotube. Cryotube dibiarkan tidak tertutup erat dan dimasukkan ke dalam bicell biofreezing vessel. Sebelum dibekukan, sel gamet dalam wadah biocell tersebut disimpan terlebih dahulu pada lemari pendingin suhu -80oC selama 20 jam. Setelah itu, cryotube yang berisi sel testikular segera ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam kanister dan disimpan dalam tabung nitrogen cair. Straw disimpan dalam kontainer N2 cair selama lebih dari satu minggu. Untuk menganalisis viabilitas sel tetsikular pasca kriopreservasi, dilakukan proses thawing. Thawing adalah proses pencairan kembali sel yang telah dibekukan. Thawing dilakukan dengan mencelupkan straw ke dalam air dengan temperature 30400C selama 10-15 menit. Sel testikular selanjutnya siap untuk segera diamati. Pengamatan Terhadap Jumlah Dan Viabilitas Sel Testikular Sebelum Dan Setelah Kriopreservasi Sebanyak 10 µl sel testikular digunakan untuk pengamatan mikroskopis yaitu untuk melihat viabilitas sel ikan medaka pasca thawing. Volume 10 µl sel dari straw dicampurkan dengan 10 µl Trypan Blue (TB). hasil campuran tersebut diambil sebanyak 10 µl dan dihitung dibawah mikroskop. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan metode lapang pandang dibawah mikroskop dengan perbesaran 10×40. Penghitungan sel yang hidup dan yang mati dilakukan dengan melihat warna sel. Sel yang hidup ditandai dengan warna putih atau transparan dan biru untuk sel yang mati. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Gonad Gonad yang diisolasi dari badan ikan medaka Oryzias celebensis berasal dari sungai Pattunuang, Kab. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Ikan yang dibedah merupakan ikan medaka jantan. Gonad dipisahkan dari badan ikan dengan menggunakan alat bedah di bawah mikroskop Olympus SZ61 dengan pembesaran 1,2 X. TESTIS Gambar 2. Foto gonad jantan pada ikan medaka Oryzias celebensis (Pembesaran 1,2X) Gonad jantan pada ikan medaka biasanya berbentuk memanjang dan berwarna bening hingga putih serta terletak di bawah usus di dekat anus. Gonad yang telah diisolasi dari badan ikan medaka kemudian disimpan sementara di cawan petri yang berisi larutan fisiologis NaCl 0,7% agar gonad tersebut terlepas dari lapisan kulit ataupun lemak yang menempel. Disosiasi Sel Testikular Disosiasi merupakan proses pemisahan sel menjadi soliter (Syahrania, 2011). Pemisahan sel dapat dilakukan secara mekanik ataupun enzimatik dan bisa juga keduanya. Proses mekanik dilakukan dengan pencacahan gonad menggunakan gunting bedah di dalam larutan disosiasi. Larutan disosiasi ini sendiri akan memisah-misahkan gonad secara enzimatik. Enzim kolagenase (Wilson et al. 2002) memiliki fungsi memecah kolagen protein (komponen utama jaringan ikat) menjadi peptida konstituen dan asam amino. Enzim ini masuk golongan enzim proteolitik, golongan enzim yang mampu memisahkan ikatan-ikatan dan menghasilkan suspensi sel tunggal dan membantu pemisahan jaringan. Dnase merupakan polipeptida glikolisis yang biasa digunakan untuk mendegradasi DNA utas tunggal dan double stranded DNA menjadi 5-phosphonucleotide dan oligonucleotide (Syahrania, 2011). Sel Hidup Sel Mati 10 µm Gambar 3. Foto sel testikular medaka celebes hasil disosiasi (Pembesaran 40X), Bar : 10 µm Dnase digunakan untuk melengkapi protease pada jaringan disosiasi (Sigma, 2011). Enzim ini mampu mencegah terjadinya penggumpalan kembali sel-sel. Menurut Worthington (2011) DNase berfungsi seperti halnya tripsin yaitu mencerna asam-asam nukleat (asam deoksiribosa) dari matriks ekstra seluler yaitu bagian dari jaringan ikat yang mendukung struktur dan fungsi sel sehingga memudahkan sel terpisah dari jaringan ikatnya. Penambahan DNase mampu meningkatkan proses enzimatik dan mengurangi terjadinya kerusakan sel lebih banyak selama proses disosiasi berlangsung (Worthington 2011); DNase akan mencerna bahan yang dilepaskan dari sel-sel mati sehingga dapat menurunkan viskositas suspensi sel (Syahrania, 2011). Fetal Bovine Serum (FBS) merupakan jenis serum yang sering digunakan, disamping menggunakan fetuin yaitu suatu glikoprotein utama, FBS mampu mencegah proteolitik dan membantu perlekatan sel serta penyebaran sel pada substrat (Malole, 1990). Penambahan serum ke dalam medium disosiasi selain menyediakan nutrisi (Butler, 2004), juga mampu melindungi spermatogonia dari efek toksisitas senyawa-senyawa tertentu pada medium disosiasi yang digunakan. Selain itu, serum mengandung vitamin (Valk et al. 2004), asam amino, glukosa, nukleosida, mineral, hormon, dan mengandung lipid dalam jumlah kecil (Freshney 2005; Jochem et al. 2011). Phosphate Buffered Saline (PBS) merupakan larutan fisiologis yang umum digunakan sebagai pelarut dalam penelitian. Penggunaan PBS merupakan solusi berbasis air garam yang mengandung natrium klorida, natrium fosfat, dan (dalam beberapa formulasi) klorida kalium dan fosfat kalium. Buffer inilah yang nantinya membantu sel dalam mempertahankan konsistensi pH (Medicago, 2010). Phosphate Buffered Saline (PBS) sebagai pelarut sering digunakan dalam penelitian menggunakan sel hidup, karena kandungan zat-zat nutrisi seperti glukosa dan garam-garam anorganik, serta kemampuan buffer dari fosfat (Malole, 1990). Penggunaan buffer ini dikarenakan bersifat isotonik dan non toksik pada selsel serta mempunyai kemampuan dalam mempertahankan osmolaritas. Phosphate Buffered Saline yang mengandung CaCl2 mampu menjaga osmolalitas sel (Freshney, 2005). Kriopreservasi Sel Testikular Ikan Medaka Prinsip utama dalam proses kriopreservasi adalah terjadinya pengeluaran air dari dalam sel (dehidrasi) sebelum terjadi pembekuan. Bila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal es besar dalam sel yang dapat merusak sel dan bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat maka sel akan mengalami kekeringan yang menyebabkan sel akan mati. Prinsip perpindahan keluar masuk membran, baik dehidrasi sebelum freezing maupun rehidrasi pada saat pencairan kembali (thawing) menjadi perhatian khusus. Penambahan krioprotektan dapat memelihara keutuhan membran dan meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi dehidrasi sedangkan penambahan ekstender dibutuhkan untuk mengencerkan sperma dan umumnya dapat menginduksi motilitas dan meningkatkan fertilisasi sel yang dikriopreservasi. Penggunaan ekstender dan krioprotektan yang cocok berbeda pada tiap spesies. Larutan ringer dan glukosa adalah larutan yang umum digunakan sebagai bahan ekstender karena kedua ini larutan mudah untuk didapatkan dan disiapkan. Penggunaan ekstender ringer dan dengan DMSO 10% tanpa ekstender memperlihatkan bahwa banyak sel yang mati dan hilang saat proses kriopreservasi, sedangkan sel yang diuji menggunakan ekstender glukosa 5% menunjukkan bahwa meskipun kondisinya hampir sama dengan 2 sampel lainnya namun masih ditemukan beberapa sel yang mampu bertahan hidup pasca kriopreservasi. Meskipun penggunaan glukosa 5% sebagai ekstender dapat dinyatakan lebih efektif dari 2 larutan pengencer lainnya namun 3 sampel tersebut tetap saja menunjukkan terlalu banyak sel yang mati atau hilang selama proses kriopreservasi. Pada dasarnya, ada dua faktor utama selama proses kriopreservasi sel spermatozoa yang dapat menurunkan viabilitas sel, yaitu kejutan dingin dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan Kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak dibawah suhu 00C. Pada kasus sel spermatozoa, kejutan dingin menyebabkan terjadi penurunan motilitas, pelepasan enzim pada akrosom, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid (fosfolipid dan kolesterol) yang berperan untuk mempertahankan integritas struktural membran plasma (Weitze dan Petzoidt, 1992; White, 1993). Pembentukan kristal-kristal es berkaitan erat dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak beku. Pada sel spermatozoa dapat menyebabkan penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke ekstraseluler dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti mitokondria dan lisosom (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Selama pembekuan dan pencairan kembali, sel dapat mengalami kerusakan sebagai akibat dari (1) Eksposur bahan pada suhu rendah, (2) formasi kristal es, (3) sel terdehidrasi dan (4) formasi radikal bebas. Eksposur pada suhu rendah dapat menyebabkan inaktivasi protein yang sensitif terhadap suhu dingin. Sebagian besar formasi es intraseluler bersifat letal dan pada dasarnya sel dapat mentolerir formasi es ekstraseluler. Namun demikian, formasi es ekstraseluler juga dapat merusak sel karena daya mekanis dari kristal kristal es yang tumbuh, gaya adhesi kristal es terhadap membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh perbedaan solubilitas ion pada fase es dan cair, formasi gelembung udara intraseluler, luka khemis yang berhubungan dengan peroksidase lipid dan perubahan pH pada lokasi tertentu (Rostika dan Ika, 2003). Sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat menyebabkan terjadinya plasmolisis yang kuat pula sehingga berakibat terhadap perubahan pH, interaksi mikromolekuler, dan peningkatan pelelehan, kontraksi osmotik dapat menyebabkan endositotik vesikulasi irreversibel yang mengakibatkan sel lisis karena bahan membran yang baru tidak mampu memfasilitasi deplasmolisis (Rostika dan Ika, 2003). Selain itu kecocokan kombinasi antara larutan ekstender dan krioprotektan juga dapat menjadi pengaruh yang besar bagi keberlangsungan hidup sel selama kriopreservasi, karena ternyata pada sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan penggunaan glukosa yang dikombinasikan dengan krioprotektan DMSO ternyata penggunaan ekstender glukosa dan krioprotektan metilen glikol dapat menghasilkan kualitas sperma hasil thawing yang lebih tinggi secara signifikan (Takagi, Boediono, Saha & Suzuki, 1993). Jumlah Dan Viabilitas Sel Testikular Sebelum Dan Setelah Kriopreservasi Pengamatan dilakukan pada sel yang telah mengalami 3 perlakuan yang berbeda, dimana sampel 1 ditambahkan dengan larutan ekstender berupa glukosa dan DMSO sebagai krioprotektan, sedangkan sampel 2 ditambahkan dengan larutan ekstender ringer dan DMSO, dan sampel ke 3 sebagai kontrol hanya diberikan krioprotektan DMSO saja tanpa ekstender. Hasil yang diperoleh dari 3 perlakuan tersebut pasca kriopreservasi dapat dilihat pada tabel 4. Hasil rata-rata pengujian I dan II menunjukkan bahwa glukosa merupakan larutan ekstender yang lebih efektif daripada penggunaan larutan ringer dan DMSO saja. Pada tabel 4 diperlihatkan bahwa hasil rata-rata viabilitas sel yang menggunakan DMSO + ekstender glukosa setelah kriopreservasi lebih tinggi daripada hasil dari 2 perlakuan lainnya yaitu 1,964% pada ulangan I dan 2,248 pada ulangan II, sementara itu rata-rata viabilitas sel yang menggunakan ekstender ringer dan tanpa larutan ekstender berada pada posisi yang sama pada ulangan I yaitu 0% dan pada ulangan kedua masingmasing 0,449% dan 0,899%. Tabel 4. Perbandingan rata-rata jumlah viabilitas sel sebelum dan setelah kriopreservasi dengan 3 perlakuan berbeda Ulangan Sampel Ekstender Viabilitas Sebelum Kriopreservasi (%) Viabilitas Setelah Kriopreservasi (%) I 1 Ringer 79,27580894 0 2 Glukosa 5% 79,82894048 1,964560863 3 DMSO 79,82894048 0 1 Ringer 64,3928036 0,449775112 2 Glukosa 5% 64,3928036 2,248875562 3 DMSO 64,3928036 0,899550225 II VIABILITAS SEL PASCA KRIOPRESERVASI (%) 2.5 2 1.5 Ringer 1 Glukosa DMSO 0.5 0 Ulangan 1 Ulangan 2 JENIS EKSTENDER Gambar 7. Pengaruh penggunaaan ekstender yang berbeda pada viabilitas sel pasca kriopreservasi Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa penggunan gula sebagai ekstender memberikan efek yang baik pada viabilitas maupun motilitas sel pasca kriopreservasi. Proses kriopreservasi pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana keadaan sel tapi juga produksi energi yang dapat memacu motilitas sebelum dan setelah pembekuan, dan peningkatan produksi energi pada pembekuan dan pencairan kembali sperma sangat penting untuk kesuksesan suatu kriopreservasi. Gula memiliki beberapa peran penting dalam posisinya sebagai larutan ekstender, diantaranya menyediakan substrat energy pada sel selama proses pendinginan dan juga berperan sebagai co-cryoprotectan. Efek benefit dari penggunaan gula sebagai ekstender pada pengujian viabilitas hasil kriopreservasi telah dilaporkan sebelumnya pada beberapa spesies lain. Efek nutrisi yang dihasilkan dari glukosa mungkin juga memiliki peran dalam sintesis ATP dalam jalur glikolisis untuk menyediakan energy yang diperlukan dalam motilitas sel. Dari berbagai penelitian sebelumnya agak cukup memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa glukosa memliki kunci penting dalam meningkatkan energi bagi pergerakan sel dan mencegah terjadinya kerusakan sel. Beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa penambahan sumber energi seperti glukosa pada spesies Clarias gariepinus menghambat penurunan jumlah ATP intra selular selama penyimpanan (Zietara et. al. 2004). Glukosa juga dijadikan sebagai bahan ekstender karena efek stabilitasnya pada membran liposomal spermatozoa (Quinn, 1985). Hatipoğlu and Akçay (2010) menemukan bahwa glukosa sebagai ekstender merupakan bahan pengawet yang lebih baik daripada larutan ekstender ringer pada short-term preservation pada semen Abant trout Salmo trutta abanticus. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian terhadap pengaruh beberapa jenis larutan ekstender terhadap viabilitas sel testikular ikan Medaka Oryzias celebensis pasca kriopreservasi, maka dapat disimpulkan bahwa jenis larutan ekstender yang paling efektif dalam merpetahankan viabilitas sel testikular ikan medaka Oryzias celebensis adalah glukosa dengan rata-rata viabilitas sel sebanyak 1,964% pada pengujian I dan 2,248% pada pengujian II. Saran Sebaiknya dilakukan pengamatan viabilitas pada periode kriopreservasi yang lebih lama untuk mengetahui efektivitas krioprotektan terhadap kemampuan hidup sel testikular pasca kriopreservasi. DAFTAR PUSTAKA Butler M. 2004. Animal Cell Culture and Technology. Cornwall UK: Bios Scientific Publisher. Castilho L. 2008. Animal Cell Technology: From Biopharmaceuticals to Gene Therapy. New York: Taylor & Francis. Freshney, R. I. 2005. Culture of Animal Cells : A Manual of Basic Technique. Ed ke -5. New York. J Wiley. Glogowski, J., R. Kolman and M. Szcepkowski, dkk. 2002. Fertilization rate of Siberiansturgeon (Acipencer baeri Bandt) milt cryopreserved with methanol. Aquaculture, 211: 367-373. Hatipoğlu T dan Akçay E. 2010. Fertiliing ability of short term preserved spermatozoa Abant trout Salmo trutta abanticus. Ankara Univ Vet Fak Derg 57:33-38 IUCN. 2006. IUCN Red List of Threatened Animals. IUCN. Gland and Cambridge. Kurokura, H., R. Hirano, M. Tomita and M. Iwahashi. 1984. Cryopreservation of carp semen. Aquaculture, 37: 267-273. Medicago. 2010. Phosphate bufered saline specification.http://www.medicago .se/sites/default/files/pdf/productsh eets/PBS_Buffer_v._01.pdf. Diakses pada tanggal 1 November 2014. Rostika, Ika dan Ika Mariska. 2003. Pemanfaatan Teknik Kriopreservasi dalam Penyimpanan Plasma Nutfah Tanaman. Buletin Plasma Nurfah Vol. 9 No. 2 Sigma. 2011. Cell dissociation. www.sigmaaldrich.com. Diakses pada tanggal 1 November 2014. Stoss, J. and T. Refstie. 1983. Shortterm storage and cryopreservation of milt from Atlantic salmon and sea trout. Aquaculture, 30: 229-236. Supriatna, I. dan Pasaribu, F. H. 1992. In Vitro Fertilization, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Bogor. PAU IPB. Syahrania, Nurida dessalma. 2011. Penambahan Serum Dan Atau Dnase Dalam Medium Disosiasi Terhadap Jumlah Dan Viabilitas Spermatogonia Ikan Gurame (Osphronemus Gouramy Lac.). Bogor. IPB. Takagi, Boediono, Saha & Suzuki, 1993. Survival Rate of Frozen-Thawed Bovine IVM/IVE Embryos in relation to post-thaw exposure time in two cryopreservation. Cryobiology.30(5)-466-9. Valk J van der, Mellor D, Brands R, Fischer R, Gruber F, Gstraunthaler G, Hellebrekers L, Hyllner J, Jonker FH, Prieto P, Thalen M, Baumans V. 2004. The humane collection of fetal bovine serum and possibilities for serum-free cell and tissue culture. Toxicol in vitro 18:1-12. Weitze, K. F. and Petzoldt, R. 1992. Preservation Of Semen. Anim Reprod Sci 28:229-235. White, I. G. 1993. Lipids And Calcium Uptake Of Sperm In Relation To Cold Shock And Preservation. A review. Reprod Fertil Dev5:639658. Worthington. 2011. Tissue Dissociation Guide. United State. Worthington Biochemical Corporation. Zietara, M.S, Slominska E., Rurangwa E., Ollevier F., Swierczynski J & Skorkowski E.F. 2004. In Vitro Adenine Nucleotide Catbolism in African Catfish Spermatozoa Comp. Biochem. Physiol 138B385389.