22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA PEMIDANAAN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pidana Pemidanaan dan Penerapan Pidana Denda 2.1.1 Pengertian Pidana dan Pemidanaan Pergaulan kehidupan dalam bermasyarakat tidak selamanya berjalan dengan apa yang diharapkan. Manusia akan selalu dihadapkan pada masalah-masalah atau pertentangan dan konflik kepentingan antar sesamanya. Hal tersebut memerlukan hukum untuk memulihkan keseimbangan serta ketertiban dalam masyarakat. Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.19 Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana yang secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit). Pergaulan manusia dalam kehidupan masyarakat tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Manusia selalu diharapkan pada masalahmasalah atau pertentangan dan konflik kepentingan antar sesamanya. Keadaan yang demikian ini hukum diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan ketertiban dalam 19 Adam Chazawi, 2002, Op.cit. h.24 23 masyarakat. Istilah hukum pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan Strafrecht sedangkan dalam bahasa Inggris istilah pidana disebut dengan Criminal Law. Pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Sebagaimana pengertian di dalam ilmu sosial , maka dalam pengertian pidana itupun beberapa pakar memberikan arti yang berbeda berdasarkan pendapatnya masingmasing; Menurut Sudarto; Pidana adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.20 Pemberian nestapa atau penderitaan yang sengaja dikenakan kepada seorang pelanggar ketentuan Undangundang tidak lain dimaksudkan agar orang itu menjadi jera. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempetahankan norma-norma yang diakui dalam hukum. Sanksi yang tajam dalam hukum pidana inilah yang membedakannya dengan bidang-bidang hukum yang lain. Inilah sebabnya mengapa hukum pidana harus dianggap sebagai sarana terakhir apabila sanksi atau upaya-upaya pada bidang hukum yang lain tidak memadai. Roeslan Saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi-reaksi atas delik, yang berwujud suatu nestafa yang sengaja ditampakan negara kepada pembuat delik.21 20 Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 110 21 Roeslan Saleh, 1987, Stelsel Pidana Indonesia , Bina Aksara, Jakarta, h. 5 24 Pengertian pidana menurut Roeslan Saleh ini pada dasarnya hampir sama dengan pengertian pidana dari Sudarto, yaitu bahwa pidana berwujud suatu nestapa, diberikan oleh negara, kepada pelanggar. Reaksi-reaksi atas delik yang dikemukakan oleh Roeslan Saleh ini menunjukkan bahwa suatu delik dapat memberikan reaksinya atau imbalannya apabila dilanggar, yaitu berupa ancaman hukuman atau pidana. Van Hammel mengartikan pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama Negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh Negara.22 Beberapa pengertian serta ruang lingkup pidana atau straft atau punishment tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut. 1. Pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. 2. Diberikan dengan sengja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang) 3. Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undung-undang. Menurut beberapa pakar, adapun yang dimaksud dengan pemidanaan atau straftoemeting yakni, 22 Tolib Setyadi, 2010, Op.cit. h.19 25 Sudarto menyatakan perkataan pemidanaan adalah sinonim dari perkataan penghukuman. Tentang hal tersebut beliau berpendapat bahwa :23 “Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum suatu peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata, oleh karena tulisan ini berkisar pada hukum pidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam arti pidana, yaitu kerap kali dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna yang sama dengan sentence atau veroordeling.” Pemidanaan atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim, merupakan pengertian “penghukuman” dalam arti sempit yang mencakup bidang hukum pidana saja; dan maknanya sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam pengertian sentence conditionally atau voorwaardelijk veeroordeeld yang sama artinya dengan “dihukum bersyarat” atau “dipidana bersyarat”.24 Sedangkan Andi Hamzah dalam bukunya Tolib Setyadi menyebutkan bahwa pemidanaan disebut juga sebagai penjatuhan pidana atau pemberian pidana atau penghukuman. Pemberian pidana ini menyangkut dua arti yakni, a. Dalam arti umum, menyangkut pembentuk undang-undang ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto) b. Dalam arti konkrit ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu.25 23 Sudarto, op.cit, h.71. 24 Sudarto, 1981, Op.cit. h.42. 25 Tolib Setyadi, Op.cit, h. 21-22 26 Berdasarkan definisi tersebut, pemidanaan itu sendiri sebenarnya bermakna luas, bukan hanya menyangkut dari segi hukum pidana saja akan tetapi dari segi hukum perdata. Hal tersebut tergantung dari pokok permasalahan yang dibahas, yang jika membahas masalah Pidana, maka tujuannya adalah mengenai masalah penghukuman dalam arti pidana. Sanksi merupakan elemen terpenting dalam pengkajian hukum pidana yang membedakan dengan bidang hukum lainnya. hukum pidana dikenal tiga teori pemidanaan yakni: Teori-teori Pidana Teori absolut atau teori pembalasan. Teori ini memberikan statement bahwa penjatuhan pidana semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Adapun yang menjadi dasar pembenarannya dari penjatuhan pidana itu terletak pada adanya kejahatan itu sendiri, oleh karena itu pidana mempunyai fungsi untuk menghilangkan kejahatan tersebut. Hugo de Groot dengan mengikuti pendapat dari Phitagoras, menuliskan bahwa tidak seharusnya menjatuhkan suatu pidana karena seseorang telah melakukan kejahatan, akan tetapi untuk mencegah supaya orang jangan melakukan kejahatan lagi.26 26 Djoko Prakoso, 1988, Hukum Penitensir Di Indonesia, Armico, Bandung, h. 20 27 Teori relatif atau teori tujuan Menurut teori ini penjatuhan pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana melindungi kepentingan masyarakat. Lebih lanjut teori ini menjelaskan bahwa tujuan dari penjatuhan pidana adalah sebagai berikut: a. Teori menakutkan yaitu tujuan dari pidana itu adalah untuk menakut-nakuti seseorang, sehingga tidak melakukan tindak pidana baik terhadap pelaku itu sendiri maupun terhadap masyarakat (preventif umum). b. Teori memperbaiki yaitu bahwa dengan menjatuhkan pidana akan mendidik para pelaku tindak pidana sehingga menjadi orang yang baik dalam masyarakat (preventif khusus).27 Sedangkan prevensi khusus, dimaksudkan bahwa pidana adalah pembaharuan yang esensi dari pidana itu sendiri. Sedangkan fungsi perlindungan dalam teori memperbaiki dapat berupa pidana pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, dengan demikian masyarakat akan terhindar dari kejahatan yang akan terjadi. Oleh karena itu pemidanaan harus memberikan pendidikan dan bekal untuk tujuan kemasyarakatan. Selanjutnya Van Hamel yang mendukung teori prevensi khusus memberikan rincian sebagai berikut: . a. Pemidanaan harus memuat suatu anasir yang menakutkan supaya sipelaku tidak melakukan niat buruk. b. Pemidanaan harus memuat suatu anasir yang memperbaiki bagi terpidana yang nantinya memerlukan suatu reclessering. c. Pemidanaan harus memuat suatu anasir membinasakan bagi penjahat yang sama sekali tidak dapat diperbaiki lagi 27 Roeslan Saleh, op.cit, h. 26 28 d. Tujuan satu-satunya dari pemidanaan adalah mempertahankan tata tertib hukum.28 Menurut pandangan modern, prevensi sebagai tujuan dari pidana adalah merupakan sasaran utama yang akan dicapai sebab itu tujuan pidana dimaksudkan untuk kepembinaan atau perawatan bagi terpidana, artinya dengan penjatuhan pidana itu terpidana harus dibina sehingga setelah selesai menjalani pidananya, terpidana akan menjadi orang yang lebih baik dari sebelum menjalani pidana29 Teori Gabungan Selain teori absolut dan teori relatif juga ada teori ketiga yang disebut teori gabungan. Teori ini muncul sebagai reaksi dari teori sebelumnya yang kurang dapat memuaskan menjawab mengenai tujuan dari pemidanaan. Tokoh utama yang mengajukan teori gabungan ini adalah Pellegrino Rossi. Teori ini berakar pada pemikiran yang bersifat kontradiktif antara teori absolut dengan teori relatif. Teori gabungan berusaha menjelaskan dan memberikan dasar pembenaran tentang pemidanaan dari berbagai sudut pandang yaitu: a. Dalam rangka menentukan benar dan atau tidaknya asas pembalasan, mensyaratkan agar setiap kesalahan harus dibalas dengan kesalahan, maka terhadap mereka telah meninjau tentang pentingnya suatu pidana dari sudut kebutuhan masyarakat dan asas kebenaran. b. Suatu tindak pidana menimbulkan hak bagi negara untuk menjatuhkan pidana dan pemidanaan merupakan suatu kewajiban apabila telah memiliki tujuan yang dikehendaki. c. Dasar pembenaran dari pidana terletak pada faktor tujuan yakni mempertahankan tertib hukum30 28 Djoko Prakoso, op.cit, h. 23. 29 Djoko Prakoso, loc.cit. 29 Lebih lanjut Pellegrino Rossi dalam bukunya Muladi berpendapat bahwa pemidanaan merupakan pembalasan terhadap kesalahan yang telah dilakukan, sedangkan berat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan justice absolute (keadilan yang mutlak) yang tidak melebihi justice sosial (keadilan yang dikehendaki oleh masyarakat), sedangkan tujuan yang hendak diraih berupa: a. Pemulihan ketertiban, b. Pencegahan terhadap niat untuk melakukan tindak pidana (generak preventief), c. Perbaikan pribadi terpidana, d. Memberikan kepuasan moral kepada masyarakat sesuai rasa keadilan, e. Memberikan rasa aman bagi masyarakat31 2.1.2 Jenis-jenis Pidana Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam Pasal 10 KUHP berupa dua jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana. Pengertian dari sanksi-sanksi pidana adalah sebagai berikut. a. Pidana Pokok Pidana pokok sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 10 KUHP yang terdiri atas: 1. Pidana Mati 30 Muladi,2002 , Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung hal 19. 31 Ibid, h. 19. 30 Pidana mati adalah pidana terberat dari semua pidana yang dicantumkan terhadap berbagai kejahatan di dalam hukum positif Indonesia. Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.32 Dikatakan terberat hal ini dapat dilihat dalam sistematika dan urutan pidana pokok pada Pasal 10 KUHP yang dalam hal tersebut pidana mati berada pada urutan teratas. Namun, sanksi ini tidak dikenakan kepada semua jenis tindak pidana, di dalam KUHP hanya beberapa Pasal saja yang menjatuhkan pidana mati sebagai sanksinya, yakni: a. Kejahatan terhadap Negara yakni pada Pasal 104, 111 ayat (2), dan Pasal 124 ayat (3) KUHP. b. Pembunuhan dengan berencana, yakni pada Pasal 140 ayat (3) dan Pasal 340 KUHP. c. Pencurian dan pemerasan yang dilakukan dengan keadaan yang memberatkan yakni pada Pasal 365 ayat (4) dan Pasal 368 ayat (2) KUHP. d. Pembajakan di laut, pantau pesisir dan sungai yang dalam keadaan seperti apa yang disebut pada Pasal 444 KUHP. Selain itu di luar KUHP juga terdapat beberapa peraturan perundanganundangan yang mengancam pelaku tindak pidana dengan ancaman pidana mati, biasanya tindak pidana yang masuk dalam kategori extraordinary crime yakni psikotropika narkotika dan pada Undang- Undang No. 5 dan 22 Tahun 1997, terorisme pada Undang- Undang No. 15 Tahun 2003, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Undang- Undang 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. 32 Wikipedia, Pidana Mati, URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati (diakses pada tanggal 25 Februari 2015) 31 2. Pidana Penjara Menurut Andi Hamzah, menegaskan bahwa “Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.33 Pidana Penjara adalah bentuk pidana yang membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat karena diancam terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. Hukuman penjara minimal satu hari dan maksimal seumur hidup. Pidana penjara yang paling berat adalah penjara seumur hidup sedangkan yang paling ringan adalah minimum 1 hari. Pidana penjara pada KUHP selain diatur pada Pasal 10 KUHP, diatur pula secara lebih terperinci pada Pasal 12 KUHP, yakni: (1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu (2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut- turut. (3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untu duapuluh tahun berturut- turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan, atau karena ditentukan Pasal 52 KUHP. 33 h. 36 Andi Hamzah. 1993, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta. 32 (4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali- kali tidak boleh melebihi duapuluh tahun. Pasal 12 KUHP tersebut menerapkan adalah hukuman penjara lamanya seumur hidup atau sementara dan pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu yakni minimal 1 hari dan paling lama 15 tahun atau dapat dijatuhkan selama 20 tahun, tapi tidak boleh lebih dari 20 tahun. Pidana penjara banyak dianut oleh negara- negara sebagai salah satu sanksi kepada pelaku tindak pidana, beberapa negara- negara tersebut adalah Indonesia, Perancis, Filipina, Argentina, Korea, Jepang dan Amerika. Indonesia menggunakan istilah lain sebagai pengganti kata penjara, yakni lembaga pemasyarakatan (LP). Hal ini pertama kali muncul dan dikonsep pada Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 196434. Pada konferensi tersebut pada intinya adalah LP merupakan tempat bagi narapidana untuk dibina dan dibimbing secara mental dengan berlandaskan nilai- nilai Pancasila dan bukan disiksa seperti penjara jaman kolonial lalu, sehingga dari pembinaan di dalam LP tersebut diharapkan narapidana ketika keluar dari LP bisa berguna di masyarakat, diterima di masyarakat (tidak dikucilkan), dan diharapkan tidak akan melakukan tindak pidana apapun lagi. 3. Pidana Kurungan Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari pergaulan hidup masyarakat ramai 34 Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Cet.I, P.T.Refika Aditama, Bandung, h.102 33 dalam waktu tertentu dimana sifatnya sama dengan hukuman penjara yaitu merupakan perampasan kemerdekaan seseorang. Namun pidana kurungan dapat dikatakan lebih ringan dibandingkan dari pidana penjara. Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam Pasal 18 KUHP yang mengatur : a. Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama satu tahun. b. Hukuman tersebut dapat dijatuhkan paling lama satu tahun empat bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan kejahatan atau pengulangan, atau ketentuan pada Pasal 52 dan 52 (a) KUHP. c. Pidana kurungan sekali- kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pidana kurungan minimal hanya 1 hari dan paling lama 1 tahun, tapi batas maksimal adalah 1 tahun 4 bulan (bila ada pemberatan seperti pada Pasal 52 KUHP). Hal ini tentunya berbeda dengan lama waktu ancaman pidana penjara yaitu minimal satu hari dan maksimal hukuman hanya 15 tahun penjara tapi bisa diperpanjang hingga 20 tahun. Perbedaan lainnya terletak pada, hak pistole yang dimiliki oleh penerima sanksi pidana kurungan. Hak pistole adalah hak terpidana untuk membawa fasilitas dan kemudahan bagi dirinya sendiri dengan biayanya sendiri.35 Sanksi pidana kurungan dapat digantikan denda pengganti kurungan, hal ini tentu tidak dapat dilakukan oleh penerima sanksi pidana penjara. Hal lain yang menjadi pembeda antar keduanya terkait pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukuan di luar wilayah/daerah hukum 35 Hukum Online, URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt507d76d49e1a1/tentanghak-pistole (diakses pada tanggal 26 Oktober 2015) 34 terpidana, sedangkan pidana kurungan tidak bisa dilakukan di luar dari wilayah/daerah hukum terpidana. Ditambahkan bahwa terpidana penjara wajib mengikuti pembinaan sesuai aturan yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan (LP), namun hal tersebut tidak dapat dipaksakan kepada penerima pidana kurungan karena pelaksanaan pembinaan digantungkan kepada kemauan terpidana. 4. Pidana denda Pidana denda mengembalikan adalah hukuman keseimbangan hukum berupa atau kewajiban menebus seseorang kesalahannya untuk dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pada urutan sistematika pidana pokok Pasal 10 KUHP dapat dilihat bahwa pidana denda berada pada urutan keempat atau urutan terakhir setelah pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa pidana denda biasanya dijatuhkan terhadap delik- delik ringan bisa berupa pelanggaran ataupun kejahatan ringan. Pidana denda selain diatur pada Pasal 10 KUHP, juga diatur secara lebih rinci pada Pasal 30 KUHP, yakni: (1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen. (2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan. (3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. (4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang, dihitung satu hari, jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen. (5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan Pasal 52 KUHP, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan. (6) Pidana kurungan pengganti sekali- kali tidak boleh lebih dari delapan bulan. 35 Sehingga pidana denda pada KUHP paling sedikit adalah Rp. 3,75.- namun tidak ada batasan maksimalnya dan apabila terpidana tidak bisa membayar pidana denda tersebut maka bisa diganti dengan pidana kurungan sebagai pengganti yang minimal adalah 1 hari dan maksimal 6 bulan, namun apabila terkait kasus pemberatan ataupun terkait Pasal 52 KUHP bisa diperpanjang hingga 8 bulan. Selain itu pidana denda tersebut bisa dibayarkan oleh orang lain sebagai perwakilan terpidana. Pada Pasal 31 KUHP juga dapat dikatakan keistimewaan lain dari pidana denda, bahwa apabila terpidana tidak bisa membayar sebagian dari pidana denda tersebut maka pidana kurungannya pun dikurangi dengan seimbang. Terkait penjatuhan pidana denda ini hakim dalam putusannya harus menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi terpidana. 5. Pidana Tutupan Pidana tutupan itu sebenarnya telah di maksudkan oleh pembentuk undangundang untuk menggantikan pidana penjara yang sebenarnya dapat di jatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu kejahatan, atas dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah di lakukan karena terdorong oleh maksud yang patut di hormati.36 Pidana tutupan adalah jenis pidana yang didasarkan pada Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan. Pidana tutupan ini berdasarkan 36 P.A.F. Lamintang, 1984, Hukum Penitensier di Indonesia, amico, Bandung, h.147 36 undang- undang tersebut dapat digunakan sebagai pidana pengganti penjara dan biasanya pidana ini dijatuhkan bagi pelaku kejahatan yang bersifat politik37. b. Pidana tambahan dalam Pasal 10 KUHP terdiri atas : 1. Pencabutan hak-hak tertentu. Pencabutan hak-hak tertentu dimaksudkan sebagai pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga disebut “burgerlijke dood. Hak-hak yang dapat dicabut dalam putusan hakim dari hak si bersalah dimuat dalam Pasal 35 KUHP, yaitu: a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu. b. Hak menjadi anggota angkatan bersenjata. c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. d. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya sendiri. e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri. f. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu. Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal ini dijelaskan dalam Pasal 38 KUHP, yaitu: 1. Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur hidup. 2. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya. 3. Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun. 37 Tolib Setiady, op.cit, h.144 37 2. Perampasan barang-barang tertentu Perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana denda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas, yaitu: a. Barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan. b. Barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan. Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar, maka harus diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan ini paling sedikit satu hari dan 6 bulan paling lama. Jika barang itu dipunyai bersama, dalam keadaan ini, perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang kepunyaan orang lain akan terampas pula. 3. Pengumuman putusan hakim. Pasal 43 KUHP menentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan. Dasar hukum dari pidana tambahan selain dari apa yang tertera pada Pasal 10 KUHP adalah terdapat pada Pasal 43 KUHP dan untuk pidana tambahan ini hanya khusus untuk beberapa tindak pidana saja, seperti: menjalankan tipu muslihat dalam barang- barang keperluan angkatan perang dalam waktu perang. 38 Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang- barang yang membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau karena alpa. Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain terluka atau mati. Penggelapan. Penipuan. Tindakan merugikan pemiutang38. Pidana tambahan terdapat suatu tujuan dan manfaat yakni dengan adanya pengumuman putusan hakim yang pengumuman tersebut disiarkan di media cetak ataupun elektronik maka masyarakat mengetahui pelaku serta hukuman dari suatu tindak pidana. Sehingga diharapkan suatu saat nanti masyarakat tidak meniru tindak pidana tersebut dan tidak akan terjadi tindak pidana yang sama ataupun tindak pidana lain yang merugikan masyarakat. 2.1.3. Pengertian dan Jenis-jenis Minuman Beralkohol Minuman Beralkohol Minuman beralkohol adalah minuaman yang mengandung ethanol dan bahan psikoaktif dan menkonsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran di berbagai Negara, penjualan minuman keras beralkohol di batasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya ke orang-orang yang telah melewati batas usia tertentuy. Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia, alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar 38 Tolib Setiady, op.cit, h. 109 39 alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi. Ada 3 golongan minuman keras beralkohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput). Jenis-jenis minuman beralkohol itu sendiri berbagai raman jenis, berdasarkan bahan pembuatannya dan kadar ethanol yang di kandungnya.39 2.2 Sejarah Perkembangan Dan Penerapan Pidana Terhadap Minuman Beralkohol 2.2.1 Pengertian Minuman dan Minuman Beralkohol Minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Definisi minuman adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi dan dapat menghilangkan rasa haus. Minuman umumnya berbentuk cair, namun ada pula yang berbentuk padat seperti es krim atau es lilin. Minuman kesehatan adalah segala sesuatu yang dikonsumsi yang dapat menghilangkan rasa haus dan dahaga juga mempunya efek menguntungkan terhadap kesehatan. Definisi minuman, minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang 39 BADAN POM RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,2014, “Menilik Regulasi Minuman Beralkohol di Indonesia”, VOL.15 NO.3, available from: URL: http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0314.pdf , Info POM- Serial online Mei-juni, (diakses pada tanggal 02 juni 2014), 40 mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. definisi ini terlihat jelas bahwa jenis alkohol yang diizinkan dalam minuman beralkohol adalah Etanol. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/MInd/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah 55%. Etanol dapat dikonsumsi karena diperoleh atau diproses dari bahan hasil pertanian melalui fermentasi gula menjadi etanol yang merupakan salah satu reaksi organik. Etanol menggunakan bahan baku pati/karbohidrat, seperti beras/ketan/tape/singkong, maka pati diubah lebih dahulu jadi gula oleh amilase untuk kemudian diubah menjadi etanol. Selama diproduksi sesuai ketentuan cara produksi pangan olahan yang baik, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu serta tidak melebihi kadar maksimum etanol yang telah ditetapkan, maka minuman beralkohol tidak berpotensi menimbulkan keracunan.40 Minuman yang mengandung alkohol dengan berbagai golongan terutama etanol dengan kadar tertentu yang mampu membuat peminumnya menjadi mabuk atau kehilangan kesadaran jika diminum dalam jumlah tertentu. Secara kimia alkohol adalah zat yang pada gugus fungsinya mengandung gugus – OH. Alkohol diperoleh dari proses peragian zat yang mengandung senyawa karbohidrat seperti gula, madu, gandum, sari buah atau umbi-umbian. Jenis serta golongan dari alkohol yang akan dihasilkan tergantung pada bahan serta proses peragian. Dari peragian tersebut akan 40 BADAN POM RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,2014, “Menilik Regulasi Minuman Beralkohol di Indonesia”, Loc.cit. 41 didapat alkohol sampai berkadar 15% tapi melalui proses destilasi memungkinkan didapatnya alkohol dengan kadar yang lebih tinggi bahkan sampai 100%. Ada 3 golongan minuman berakohol yaitu: - Golongan A; kadar etanol 1%-5% misalnya dan tuak dan bir Golongan B; kadar etanol 5%-20% misalnya arak dan anggur Golongan C; kadar etanol 20%-45% misalnya whiskey dan vodca.41 Selain pengelompokan tersebut di atas, terdapat satu kategori khusus minuman beralkohol yaitu Minuman Beralkohol Tradisional. Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Di Bali sendiri Minuman Beralkohol Tradisional Asli berasal dari fermentasi beras ketan mirip dengan cukrik atau fermentasi dari sari kelapa dan buah-buahan lain kadar alkoholnya 37-50%.42 Salah satunya minuman Tradisional khas bali arak dengan mutu rendah sering digunakan dalam upacara-upacara adat sedangkan arak terbaik akan diminum, minuman keras yang dibuat dari bahan aren, aren ini kemudian difermentasikan dengan cara tradisional maka didapatlah tuak, jika tuak ini diolah maka akan diperoleh minuman dengan kadar alkohol sampai 15% yang kemudian dinamakan arak. Arak dengan kadar alkohol yang lebih tinggi sering disebut dengan nama arak api, disebut demikian kerena jika arak ini disulut dengan api maka akan langsung terbakar. 41 Wiji Nurhayat , 2014, Minuman Keras Bakal Wajib Pakai Kemasan Polos, detik finance, Available From: URL: http://finance.detik.com/read/2014/07/04/150803/2627994/4/minuman-kerasbakal-wajib-pakai-kemasan-polos. Serial online: juli, (diakses pada tanggal, 04 juli. 2014), 42 BADAN POM RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Loc.cit. 42 2.2.2 Pengaturan Minuman Beralkohol di Kota Denpasar Pengaturan mengenai minuman beralkohol saat ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari tingkat undang-undang sampai pada tingkat peraturan daerah. di tingkat Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, pengaturan minuman beralkohol memang tidak disebutkan secara spesifik dan tidak mendelegasikan pengaturan minuman beralkohol diatur lebih lanjut dengan undangundang, yakni hanya dikategorikan sebagai “minuman” atau “pangan olahan”, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Untuk peraturan di bawah Undang-Undang telah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2010 sebagai Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol yang didalamnya juga mengatur mengenai minuman beralkohol tradisional. Pengaturan secara spesifik mengenai minuman beralkohol diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Peraturan Presiden ini diterbitkan menyusul Putusan Mahkamah Agung Nomor 42P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 yang menyatakan 43 Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sebagai tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Pengaturan mengenai minuman beralkohol di Daerah Bali khususnya di Kota Denpasar pengaturan minuman beralkohol diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota yang mengamanatkan perdagangan minuman beralkohol merupakan urusan pemerintahan daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) Penerapan Peraturan Daerah Tentang Minuman Beralkohol memberikan peluang kepada Pemerintah daerah untuk Pemerintah daerah bisa lebih mengatur dan mengawasi peredaran minuman keras sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam distribusi dan penyalahgunaan dalam penggunaan. Pemerintah daerah dapat menjamin tersedianya minuman keras legal bagi industri pariwisata, hotel, dan agen resmi dalam jumlah tertentu, Pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).43 44 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012, Pasal 2 ayat (3) Perda Nomer 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol ini menyatakan: Minuman beralkohol berdasarkan kandungan alkoholnya digolongkan atas 3 (tiga) jenis: 1. minuman beralkohol golongan A dengan kadar etanol di bawah 5% (lima persen); 2. minuman beralkohol golongan B dengan kadar ethanol di atas 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan 3. minuman beralkohol golongan C dengan kadar ethanol di atas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen). Menurut Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari Menteri Perindustrian. Adapun Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan Minuman Beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut SIUP-MB adalah Surat Izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus minuman beralkohol golongan B dengan kadar ethanol di atas 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen), dan/atau golongan C dengan kadar ethanol di atas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen) di Provinsi Bali. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol 43 Metro Bali, 2015, “Permendag Larang Miras PAD Bali Terancam Menurun”, Avaible from: URL:http://metrobali.com/2015/04/20/permendag-larangan-miras-pad-bali-terancam-menurun/, Serial Online August (diakses pada tanggal 06 Agustus. 2015). 45 Tradisional yang selanjutnya disebut SIUP-MBT adalah Surat Izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus minuman beralkohol produksi tradisional golongan A, golongan B dan/atau golongan C di Provinsi Bali. Adapun ketentuan Peraturan Daerah yang mengatur peredaran minuman beralkohol produksi luar negeri dan produksi dalam negeri wajib mengguanakan leble peredaran minuman beralkohol di Provinsi Bali di atur oleh Pasal 10 Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Peredaran Minuman Berakohol, menguraikan : 1. Minuman Beralkohol produksi luar negeri (impor) dan produksi dalam negeri yang diedarkan oleh distributor, sub distributor pengecer, dan penjual langsung wajib dikemas, menggunakan pita cukai dan label edar. 2. Minuman beralkohol produksi tradisional yang dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi wajib dikemas dengan menggunakan label edar. 3. Minuman beralkohol produksi tradisional yang tidak untuk dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi peredarannya dengan menggunakan label untuk upacara (tetabuhan) dan lebel edar. Bahwa apabila sebuah minuman berakohol sudah memiliki kemasan, pita cukai dan label edar untuk minuman beralkohol impor dan produksi dalam negeri, dan bagi minuman beralkohol untuk produksi tradisonal cukup hanya mencantumkan label edar, sudah dapat diedarkan di Bali tanpa perlu mencantumkan nomor pendaftaran pangan pada label pangan olahannya.