Menanti Harmoni Perlindungan Publik dan Akuntan Publik

advertisement
Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Menanti Harmoni Perlindungan
Publik dan Akuntan Publik
Menunggu Pembahasan
dan Pengesahan DPR
Melindungi Kepentingan Publik
melalui UU Akuntan Publik
Memperkokoh Kompetensi
dan Daya Saing Akuntan Publik
ISSN 1907-6320
Daftar Isi
Laporan Utama
h Menanti Harmoni Perlindungan Publik dan Akuntan Publik
h Menunggu Pembahasan dan Pengesahan DPR
h Melindungi Kepentingan Publik melalui UU Akuntan Publik
h Memperkokoh Kompetensi dan Daya Saing Akuntan Publik
h Benahi RUU, Libatkan Stakeholders
h IAPI Usulkan Pembentukan Lembaga Independen Pengawas
Reportase
h Hibah Dikelola Secara Akuntabel
h LDP DJKN Angkatan III Menajamkan Internalisasi Core Value
3
Review
h
h
h
15
19
Lintas Peristiwa
21
Artikel
h
h
h
30
Why Pension Fund Investment Still Remains Conservative?
h Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk LKPP 2009
32
34
Mona Ratuliu, Angkat Tangan Soal Naiknya BBM
Renungan
h
28
Transfer Pricing
Celengan
h Upacara Peringatan Kemerdekaan RI
h Ditjen Pajak Canangkan Nilai-Nilai Organisasi
Info Kebijakan
Review PMK Nomor 143/PMK.011/2010 tentang
Sasaran Inflasi Tahun 2010, 2011, Dan 2012
Daftar PMK yang Ditetapkan per Agustus 2010
English Corner
Profil
h Mencapai Visi Mengaktualisasi Nilai-nilai Insani
h APBN Sehat Jangkar Kestabilan Ekonomi
h Pokok-Pokok Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Konsep Pelayanan Prima ideal
35
22
Dari Lapangan Banteng
AKUNTAN SEKTOR PUBLIK SEBUAH KEBUTUHAN
M
asih teringat di benak kita bahwa kurang lebih 21.700
satuan kerja di kementerian dan lembaga nondepartemen
dipastikan tidak mengerti tata cara laporan keuangan karena
tidak belajar akuntansi. Dari sejumlah pemerintah daerah baik
Provinsi, Kabupaten, dan Kota, baru lima puluh persen yang berusaha
menyusun Laporan Keuangan Tahun 2006 sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Di sektor perusahaan terbuka, masih ada
laporan keuangan yang melenceng. Minimnya pengetahuan tentang
akuntansi, terutama untuk sektor publik menyebabkan sebagian
besar laporan keuangan di kementerian, lembaga nondepartemen
tidak mampu memenuhi standar akuntansi pemerintah. Bila ditarik
lebih luas lagi, sektor publik tidak melulu untuk kepentingan
Pemerintah juga untuk kepentingan masyarakat yang merindukan
akuntabilitas suatu kegiatan termasuk perusahaan. Atas dasar
pemikiran inilah pengaturan tentang akuntan publik, jasa-jasa yang
dikerjakan, dan pemecahan masalah-masalah yang timbul selama
ini dituangkan ke dalam RUU Akuntan Publik. Maka UU ini menjadi
sebuah kebutuhan.
Sejak Indonesia merdeka sampai dengan awal reformasi, yang
namanya akuntabilitas sektor publik begitu sayup-sayup terdengar,
karena barangkali kita sudah terbiasa kalau telah berbuat sesuatu,
lalu lupa untuk mempertanggungjawabkannya, termasuk
menjelaskan kepada publik apa-apa yang telah kita kerjakan,
dengan biaya berapa, darimana sumbernya, dan berapa persen
keberhasilan, termasuk jumlah aset yang berhasil dimiliki. Padahal,
menurut salah satu situs maya, akuntansi sektor publik didefinisikan
sebagai akuntansi dana masyarakat termasuk dana yang dimiliki
oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola oleh
organisasi -organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek
kerjasama sektor publik dan swasta. Jadi seorang Akuntan Publik
Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan
misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah
maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan
mendapatkan imbalan sepantasnya.
mempelajari bagaimana akuntansi di sebuah organisasi sektor publik
yang memiliki tujuan beragam sesuai dengan misi yang diemban
organisasi tersebut. Bentuk organisasinya bisa bermacam-macam,
antara lain organisasi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Yayasan dan perusahaan terbuka.
Praktik Akuntan Publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun
sebelum masehi. Dahulu sederhana, kini format pelaporannya
diarahkan pada pertanggungjawaban pelaksanaan tujuan
organisasi, termasuk di sini membahas karakteristik organisasi
sektor publik, standar akuntansi untuk organisasi sektor publik,
pelaporan akuntansinya dan akuntansi manajemen sektor publik
yang mengupas tentang anggaran, pengendalian manajemen dan
penilaian kinerja.
Menilik profesinya, Akuntan Publik memang termasuk kategori
pekerja independen yang mempunyai tanggung jawab moral kepada
masyarakat meski yang membayar jasanya sebuah perusahaan
yang bukan masyarakat. Yang “membelenggu” para Akuntan Publik
sebenarnya nilai-nilai keterbukaan masyarakat, bukan kode etik
profesi mereka atau aturan-aturan lain. Jangan kita beranggapan
bahwa dengan UU Akuntan Publik, maka segala pengaturan
terhadap profesi Akuntan selesai. Belum, karena seperti pepatah
bilang “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Bumi adalah
UU nya, langit adalah tuntutan masyarakatnya yang menghendaki
para Akuntan Publik jangan menjadi “tukang jahit” tetapi jadilah
profesional yang menularkan pendidikan akuntabilitas mereka.
Redaksi
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Pelindung: Menkeu RI Agus DW Martowardojo. Ketua Pengarah: Sekjen Kemenkeu Mulia P. Nasution.
Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kabiro Humas Kemenkeu Harry Z. Soeratin. Pemimpin
Redaksi: Eddy M. Effendi. Redaktur Pelaksana: Sundari. Dewan Redaksi: Supriyatno, Sasi Atiningsih,
Agung Ardhiyanto, Hirwy Pudji Soebagijo. Tim Redaksi: Zainal Sutanto, Rahmat Widiana, Faisal,
Rizwan Pribhakti, Zachrony, Rezha Sahhilny, Irma Kesuma Dewi, Yani Astuti, Bagus Wijaya, Pandu Rizky,
Langgeng Wahyu P, Fita Rahmat. Sekretariat: Eva Lisbeth, Soleh Pulungan, Wardi, Hesti Sulistiowati,
Indri Maria, Lili Marini T, Novita A. H, Endah Setyorini, Sularno, Hilman Ibrahim, Lutfiana Nadzroh, Anas
Nur Huda. Desain Grafis dan Layout: Suprapto, Wardah Adina.
Alamat Redaksi: Gedung Djuanda (Gedung E) Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta Telp : (021) 3849605,
3449230 pst. 6316.
e-mail: [email protected] website: http://www.depkeu.go.id
Media Keuangan Kementerian Keuangan
2
Vol. V No. 35/Juli/2010
Laporan Utama
Menanti Harmoni
Perlindungan Publik dan Akuntan Publik
P
Akuntan Publik (AP) sebagai profesi yang jasa utamanya atestasi, tak dipungkiri
memainkan peran vital dan strategis dalam turut mewujudkan perekonomian
nasional yang sehat, efisien dan transparan. Peran strategis ini dilandasi
karena hasil pekerjaan AP digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu
pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan ekonomis.
eranan AP dimanifestasikan
dalam meningkatan kualitas
dan kredibilitas informasi atau
laporan keuangan suatu entitas.
Hal ini menyiratkan akuntan publik
mengemban kepercayaan masyarakat
untuk memberikan opini objektif atas
laporan keuangan suatu entitas. Dengan
demikian, AP bertanggungjawab pada
opini atau pernyataan pendapatnya atas
informasi keuangan.
pengawas profesi akuntan publik- untuk
menyempurnakan pranata hukum bidang
jasa akuntan publik. Terlebih UndangUndang yang mengatur profesi akuntan
publik pada saat ini dirasakan kurang
memadai untuk dijadikan pegangan
dalam menangani berbagai permasalahan
yang timbul. Sementara, kebutuhan dan
dinamika di lingkup jasa akuntan publik
kian berubah dan berkembang dengan
cepat.
Sebagai salah satu instrumen pendukung
kegiatan dunia usaha, kebutuhan akan
jasa akuntan publik dengan sendirinya
pun semakin meningkat. Kegiatan dunia
usaha dengan profesi akuntan publik
bagaikan sisi-sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Perubahan perubahan
yang terjadi pada dunia usaha secara
langsung akan berpengaruh pada
dinamika profesi akuntan. Karenanya, AP
dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme agar
dapat memenuhi kebutuhan pengguna
jasa dan mengemban kepercayaan publik.
Berangkat dari pemikiran itu, pemerintah
kemudian menginisiasikan Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik (RUU
AP). UU yang nantinya diharapkan dapat
melindungi kepentingan masyarakat,
sekaligus melindungi profesi Akuntan
Publik.
Publik pun semakin menuntut agar
akuntan publik mampu menunjukkan
profesionalismenya dengan baik.
Profesionalisme tersebut dicerminkan
dengan etika, objektivitas, dan
kompetensi akuntan publik dalam
menjalankan pekerjaannya. Di sisi lain,
persepsi masyarakat terhadap profesi
akuntan publik belum menunjukan
pemahaman yang sepadan mengenai
peran dan tanggungjawab akuntan
publik sesungguhnya. Sebagian besar
anggota masyarakat berpendapat
bahwa perusahaan yang telah diaudit
oleh akuntan publik independen
dan mendapat opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) adalah perusahaan
yang baik atau sehat secara finansial.
Semangat berdemokrasi dan kurangnya
pemahaman tersebut mengharuskan
pemerintah -sebagai pembina dan
Rancangan Undang-Undang Akuntan
Publik ini nantinya akan mengatur
berbagai hal mendasar terkait profesi
Akuntan Publik, yang antara lain: lingkup
jasa dan perijinan Akuntan Publik (AP) dan
Kantor Akuntan Publik (KAP), kerjasama
KAP dengan Kantor Akuntan Publik Asing
(KAPA) atau Organisasi Audit Asing (OAA),
pembinaan dan pengawasan Menteri,
serta Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
Selanjutnya RUU AP juga mengatur hak,
kewajiban dan larangan bagi AP dan KAP,
pembentukan Komite Pertimbangan
Profesi Akuntan Publik, serta sanksi
adminstratif dan ketentuan pidana.
Lahirnya RUU AP pun disambut positif
banyak kalangan, baik masyarakat
maupun akuntan publik itu sendiri.
Melalui UU AP, masyarakat atau publik
tentu akan lebih mendapat jaminan atas
jasa yang berkualitas. Kualitas jasa yang
dihasilkan dari akuntan publik yang
memang memiliki kompetensi mumpuni
dan kecakapan integritas.
Dari sisi akuntan publik, UU Akuntan
Publik juga setidaknya dapat menjawab
kebutuhan profesi akan payung hukum
Media Keuangan Kementerian Keuangan
3
yang lebih kuat dan jelas. Bahkan, RUU
AP juga diniscayakan dapat menjawab
mimpi akuntan publik yang telah lama
merindukan payung hukum berupa UU.
Regulasi ini nantinya diharapkan dapat
menimbulkan kepastian hukum dan
aturan main yang lebih jelas.
Memang, mesti diakui pula bahwa
munculnya gagasan RUU Akuntan Publik
juga tidak terlepas dari silang pendapat
antara pemerintah dengan –sebagianprofesi. Asosiasi profesi akuntan publik
yang diwadahi Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) dan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) menilai bahwa sebagian
RUU AP dikhawatirkan akan menghambat
dan mengganggu perkembangan
akuntan publik Indonesia. Perbedaan
pendapat atas sebagian RUU AP tersebut,
utamanya menyangkut pemberian sanksi
pidana dan pengaturan rotasi klien.
Nyatanya, di lingkup profesi memang
terdapat dua kubu besar –begitu
pengakuan salah seorang AP- yang
berbeda pendapat. Dua kubu itu diwakili
oleh Akuntan Publik yang bekerja sendiri
(single practitioner) dan mereka yang
membentuk partnership atau kemitraan.
Single practitioner misalnya, beranggapan
bahwa rotasi klien maupun pemberian
sanksi pidana hanya akan “mengubur”
profesi. Sementara mereka yang
membentuk partnership menjawab hal
tersebut sebagai tantangan profesi dan hal
yang jamak. Terlebih di banyak negara pun
pola rotasi klien sudah jamak dilakukan.
Untuk itu, pembahasan RUU Akuntan
Publik yang tengah bergulir ini
diharapkan dapat menghasilkan output
–berupa UU- yang memberi “kesejukan”.
Tidak semata pada publik, melainkan
juga memberi angin segar pada akuntan
publik. Harmoni keseimbangan inilah
yang tentu diharapkan menjadi penyejuk
di hati publik dan akuntan publik.
Semoga... (Mustopa) mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Mulia P Nasution
Menunggu Pembahasan
dan Pengesahan DPR
Pembahasan Rancangan
Undang-Undang Akuntan
Publik (RUU AP) terus bergulir
di DPR. RUU yang dinanti
masyakarat inipun telah
masuk dalam program
legislasi nasional (Prolegnas)
DPR tahun 2010. Kini,
pemerintah tengah menunggu
Daftar Inventarisasi Masalah
(DIM) dari DPR yang kemudian
akan ditanggapi oleh
pemerintah.
L
ahirnya RUU Akuntan Publik
sejatinya berangkat dari pemikiran
akan peran strategis Akuntan
Publik dalam turut mendukung
terwujudnya perekonomian nasional
yang sehat, efisien dan transparan.
AP memainkan lakon vital dalam
meningkatan kualitas dan kredibilitas
informasi atau Laporan Keuangan suatu
entitas yang akan digunakan sebagai
pertimbangan dalam pengambilan
keputusan ekonomis.
Ia menegaskan, bahwa RUU AP disiapkan
pemerintah sesuai dengan pembahasan
antar instansi di lingkungan pemerintah
dan pihak terkait yang berkepentingan,
termasuk profesi. “Artinya Rancangan
Undang-Undang ini sebelumnya sudah
dibahas dengan pihak terkait,” papar
Mulia pada Media Keuangan beberapa
waktu yang lalu.
agar Laporan Keuangan yang diaudit
secara independen oleh Akuntan Publik,
tidak terafiliasi dengan pengguna jasa.
Termasuk pekerjaan-pekerjaan yang
related dan unrelated dengan jasa AP
seperti atestasi, konsultasi dan lainnya.
”Jangan sampai menimbulkan conflict of
interest antara AP dengan perusahaan
yang diaudit. Ini yang kita jaga,” jelasnya.
Kendati di perjalanan pembahasan RUU
Selanjutnya mengenai pasal pemberian
ini menuai perbedaan pendapat dari
sanksi (pidana dan administratif), kata
kalangan profesi, Mulia mengatakan,
Mulia, kendati segala hal penyimpangan
pemerintah nantinya akan memberi
Oleh karenanya, sebagai salah satu
dan pelanggaran sudah dimuat dalam
penjelasan terkait materi yang
profesi pendukung kegiatan dunia
KUHP, tetapi setiap sektor memiliki
diperdebatkan.
Ia
mengungkapkan,
dari
usaha,
kompetensi
dan
integritas
karakteristik tersendiri. Terlebih apa
Table Pension Fund Portfolio Investment
berita dan interaksi dengan beberapa
Akuntan Publik perlu dibarengi dengan
yang dimuat dalam KUHP (Kitab
2001 pihak antara pemerintah,
2002
2003
2004Hukum Pidana) adalah
2005
DPR
dan
payungPension
hukum berupa
UndangUndang-Undang
Funds
Amount
%
%
Amount
%ketentuan
Amount
% umum.
Amount
profesi, Amount
memang ada materi
atau
isu
Undang Akuntan Publik. Melalui
UU
yang bersifat
“Maka di %
yang
menjadi
sorotan.
Sorotan
atas
ini,
diharapkan
dapat
lebih
memberi
profesi
AP
ini
sifatnya
harus
lebih
jelas, 28.3
- Banks Deposits
23.14
68.8
27.52
69.4
26.82
56.8
18.53
33.5
17.23
materi
RUU
AP
di
antaranya
menyangkut
perlindungan
terhadap
kepentingan
mana
yang
masuk
penyimpangan
- SBI
0.22
0.6
0.15
0.4
0.65
1.4
0.81
1.5
0.18 atau 0.3
rotasi klien dan pemberian sanksi atas
publik dan Akuntan Publik itu sendiri.
pelanggaran,” ujarnya.
- Stocks/Equity
1.57
4.7
1.62
4.1
1.89
4.0
3.27
5.9
4.18
6.9
kegiatan yang terkait dengan jasa
- Corporate
BondsSekretaris Jenderal
3.21
9.5
4.74 yang 11.9
19.3Meski begitu,
12.07 sambung
21.8 Mulia,15.57
25.6
akuntan publik
melanggar9.13
aturan
Mulia
P Nasution,
RUU
- GovernmentKeuangan
Securities R.I. mengatakan,
0.03
0.1
1.95
4.1Akuntan11.76
21.2 akan 16.01
dan kode 0.05
etik profesi.0.1
Kementerian
Publik ini tentu
dibahas 26.3
pembahasan
RUU AP terus intensif
pihak
- Direct Placement
2.32
6.9
0.03
0.1
2.35
5.0secara lebih
3.05 mendalam
5.5 dengan
2.71
4.5
”Kita
akan
memberi
penjelasan
dilakukan
pemerintah
bersama
DPR.
Senayan,
apakah
ada
perubahan
- Land & Building
2.38
7.1
2.36
6.0
1.53
3.2
2.69
4.9
2.77atau
4.5
mengapa pasal-pasal atau ketentuan
Menurutnya, saat ini pemerintah
tidak. “Bagaimanapun ini (materi RUU
- Mutual Funds
0.36
1.1
0.50
1.3
1.70
3.6
2.82
5.1
1.66
2.7
seperti rotasi dan pemberian sanksi itu
sedang menunggu Daftar Inventarisasi
AP) tetap akan dibahas dan diserahkan
Others
0.40
1.2
2.67
6.7
1.20
2.5
0.37
0.6
0.58
0.9
dibutuhkan,” terangnya. Tentang rotasi
Masalah (DIM) dari DPR untuk kemudian
kepada DPR,” paparnya menutup
misalnya,39.64
lanjut Mulia,
hal itu bertujuan
ditanggapi. TOTAL
percakapan.
33.63
100.0
100.0
47.22
100.0
55.36mk
100.0
60.89
100.0
Media Keuangan Kementerian Keuangan
4
Vol. V No. 36/Agustus/2010
20
Amount
21.94
0.25
7.42
19.48
17.32
2.77
2.81
2.35
0.46
74.81
Laporan Utama
Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP),
Langgeng Subur, Ak, MBA.
Melindungi Kepentingan Publik
melalui UU Akuntan Publik
Peran strategis Akuntan Publik (AP) dalam mendukung
terwujudnya perekonomian yang sehat, efisien
dan transparan, menuntut setiap AP untuk terus
mengembangkan kompetensi dan profesionalisme.
Tidak semata dari sisi kompetensi teknis, melainkan
soft competence (moral).
P
eran Akuntan Publik (AP) dalam
meningkatkan kualitas dan
kredibilitas informasi atau laporan
keuangan suatu entitas berkaitan
erat dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Evaluasi atas kondisi keuangan
inilah yang juga menjadi pendukung
kegiatan dunia usaha. Tak heran, bila jasa
profesional AP pun berperan vital bagi
peningkatan iklim investasi dan dunia
usaha.
006
%
29.3
0.4
9.9
26.0
23.2
3.7
3.8
3.1
0.6
100.0
Lebih jauh, bagaimana Kepala Pusat
Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai
(PPAJP) ini menilai esensi dan urgensi
RUU AP? Dan, seperti apa sasaran yang
diinginkan dalam amanat RUU tersebut?
Berikut petikan wawancara Media
Keuangan dengan sosok yang berfilosofi
“Menjadi individu yang berarti bagi
banyak orang”. Kutipannya:
Menurut Anda apa sebetulnya
motivasi lahirnya RUU AP ini?
Indikator itulah yang setidaknya menjadi (in Trillion Rp.)
ruh penggerak bagi lahirnya Rancangan
Kita (pemerintah) melihat bahwa
2007
2008
2009
Undang-undang
Akuntan
Publik (RUU
Undang-Undang
yang berkaitan dengan
Amount
Amount AP %
% Publik, yakni UU Nomor 34
AP). UU %
(Undang-undang)
yang Amount
Akuntan
diharapkan
payung 23.01 tahun 21.3
1954 tentang Pemakain Gelar
20.01sejatinya
22.8
20.16menjadi23.4
hukum
bagi
kepentingan
masyarakat
Akuntan
0.74
0.8
0.598
0.7
0.66
0.6kurang cukup mengakomodir
akan jasa akuntan publik.
kebutuhan dan dinamika Akuntan
13.99
16.00
8.44
9.8
15.97
14.8
Publik saat ini. Dalam UU tersebut,
22.64Menurut
25.8
21.66
25.2
Langgeng
Subur, substansi
UU25.90 hanya24.0
menjelaskan bahwa yang
19.20AP tidak
21.9
25.09
29.2
29.80 memberikan
27.6
semata bertujuan
melindungi
register Akuntan adalah
kepentingan
publik.
Lebih
dari
itu,
UU
Menteri
Keuangan
(Menkeu). Adapun
2.83
3.2
3.03
3.5
3.60
3.3
AP
juga
merupakan
salah
satu
upaya
untuk
operasionalnya
diatur lebih lanjut
3.00
3.4
3.14
3.7
3.50
3.2
pemerintah dalam melindungi profesi
oleh Menkeu. Nah UU itu dirasa kurang
4.97
5.7
3.34
3.9
5.40
5.0
Akuntan Publik di tengah tuntutan
cukup mengakomodir kebutuhan dan
0.27dan dinamika
0.3
0.54
0.6
0.29
0.2
dunia usaha yang kian
perkembangan
akuntan.
berkembang
cepat.
87.65
100.0
86.01
100.0
108.13
100.0
Dinamika kebutuhan dunia usaha juga
berkembang dengan cepat dan luas.
Lalu bagaimana dengan PMK 17
Tahun 2008?
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan
Publik pun dinilai belum cukup mewakili
lingkup kepentingan jasa akuntan
publik. Di samping itu, PMK inipun
kurang kuat untuk mengatur lebih jauh
Akuntan Publik. Walaupun di UU No 34
sudah dijelaskan, tapi banyak kalangan
menilai UU tersebut kurang up to date
dan kurang luas cakupannya.
Bagaimana perkembangan
pembahasan terkait RUU ini ?
Pemerintah sudah menyerahkan
pembahasannya ke DPR. DPR pun sudah
memberi tanggapan. Kita serahkan
ke DPR lah. Yang terang DPR sudah
membuat daftar isian masalah (DIM). Ini
sudah masuk dalam Prolegnas (program
legislasi nasional), jadi diproyeksikan
tahun ini. Memang masih banyak RUU
Sources : Ministry of Finance
Media Keuangan Kementerian Keuangan
5
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
yang antri di DPR. Tergantung di DPR
mau prioritas yang mana.
Anda optimis RUU ini akan disahkan?
Ya mudah-mudahan saja. Kami melihat
ini (RUU AP) merupakan langkah positif
bagi kepentingan publik maupun AP itu
sendiri. Apalagi ini kesepakatan bersama
sesuai prolegnas.
Anda melihat sasaran RUU AP ini
seperti apa ?
Setidaknya ada dua hal. Pertama
kita ingin mencapai sasaran teknis
dan kedua sasaran moral. Sasaran
teknis menyangkut batasan-batasan
seseorang boleh menjadi AP,
seperti yang bersangkutan harus S1
Akuntansi, telah mengikuti pendidikan
kompetensi, dapat register, program
pendidikan berkelanjutan, memiliki
pengalaman audit minimal 1000 jam
kerja, serta kegiatan pendidikan dan
pelatihan lainnya. Dari sisi moral,
AP harus menjaga integritas dan
profesionalismenya. Misalnya seorang
AP yang pernah dihukum atau dicabut
ijinnya tidak boleh beroperasi lagi.
Intinya ini untuk kepentingan publik.
Kita ingin AP ini cakap dari segi teknis,
dan oke dari sisi moralnya.
RUU ini juga bertujuan untuk
melindungi kepentingan publik,
mendukung perekonomian yang
sehat, efisien dan transparan, menjaga
integritas profesi akuntan publik, serta
melindungi kepentingan profesi AP
sesuai dengan standar dan kode etik
profesi.
Indikator sasaran moral seperti apa?
Di RUU itu disebutkan bahwa AP tidak
pernah kena sanksi pencabutan dari
Menkeu. Kemudian untuk menjaga
integritas AP, ada pembatasan bagi
AP untuk menangani klien yang sama
tidak lebih dari 3 tahun. Hal ini untuk
menghindari konflik kepentingan.
Artinya di RUU ini ada pembatasan
dan rotasi penanganan klien maksimal
3 tahun. Memang diakui ada AP yang
akhirnya kurang nyaman.
Bagaimana dengan respon AP soal
rotasi klien?
Memang dalam RUU ini belum
disebutkan, hanya tersirat rotasi itu
dapat diatur kemudian dalam Peraturan
Pemerintah (PP). Kalangan AP menilai
kebijakan itu sudah diatur dalam PMK
(Peraturan Menteri Keuangan) nomor 17
tahun 2008. Klausul itu mungkin yang
membuat AP kurang happy. Apalagi
menurut mereka cari klien itu sulit.
Pernah ada hearing dengan
stakeholders terkait RUU AP?
Ini sudah digodok panjang. Sebelum
adanya RUU ini tentu kami sudah
hearing dengan barbagai kalangan.
Diawali dengan diskusi antar pemerintah
sejak tahun 2001. Dan tahun 2005
sudah mengadakan diskusi di berbagai
kalangan, termasuk IAPI (Institut
Akuntan Publik Indonesia) dan IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia). Dalam
diskusi RUU AP ini kita melibatkan PAK
(Panitia Antar Kementerian) seperti
Kemenkeu, Kementerian KUMHAM,
Kemenko Ekonomi, BPKP maupun
Sekretariat Kabinet. Tak lupa juga
dengan akademisi dan asosiasi. Rasanya
kami cukup mengakomodir dalam
pembahasan ini.
Selain rotasi, apa lagi yang dinilai AP
memberatkan?
Terkait sanksi pidana. Menurut kami ini
sangat perlu karena ini menyangkut
kepentingan publik. Misalnya saja
pemberian opini yang tidak tepat
atau penghilangan kertas kerja. Ini
tentu akan merugikan masyarakat,
tentu perlu ada sanksi. Kemudian di
RUU kita mengusulkan adanya Komite
Media Keuangan Kementerian Keuangan
6
Pertimbangan, tidak hanya PPAJP. Ada
komite lain yang isinya kementerian,
akademisi dan asosiasi profesi. Namun
mereka (AP) mengusulkan membuat
council yang wewenangnya jauh lebih
besar dari komite. Kita berpikir ini tidak
diatur dalam RUU AP, tapi baiknya
dimasukkan dalam RUU Pelaporan
Keuangan.
Anda melihat ada praktik-praktik yang
perlu diantisipasi dalam menjaga
integritas AP?
Ada. Misalnya kasus yang sangat
bersejarah dimana ada suatu perusahaan
bobrok namun pelaporan keuangannya
disiasati menjadi baik. Kebohongan
opini pelaporan keuangan itu akhirnya
terbongkar setelah perusahaan tersebut
bangkrut. Hal-hal semacam ini yang
perlu kita antisipasi dalam UU AP.
Oleh karena itu kita memberikan sanksi
administratif maupun pidana. Ada
hukuman badan atau harus bayar denda.
Tapi ini kan bagi kasus yang berat. Kalau
yang ringan saja hanya ada peringatan,
pembekuan atau pencabutan ijin. Sanksi
administratif semacam itu mereka ok,
tapi pidana mereka tidak setuju.
Lalu bagaimana peran pemerintah
terhadap AP?
Selain pemberian perijinan, pembinaan,
kita juga menegakkan peraturan (law
enforcement). Dari sisi pembinaan
misalnya, kita bekerjasama dengan
IAI dalam program peningkatan mutu
dan kompetensi akuntan Indonesia.
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Dari sisi moral, AP harus
menjaga integritas dan
profesionalismenya.
Misalnya seorang AP
yang pernah dihukum
atau dicabut ijinnya
tidak boleh beroperasi
lagi. Intinya ini untuk
kepentingan publik. Kita
ingin AP ini cakap dari
segi teknis, dan ok dari
sisi moralnya.
Kemudian dengan IAPI kita juga
terlibat dalam kegiatan-kegiatan lain
yang berhubungan dengan profesi
maupun KAP (Kantor Akuntan Publik)
seperti program USAP (Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik) dan lainnya. Kita juga
memberikan stimulan pendanaan
dalam kegiatan-kegiatan pembinaan
dan pelatihan, khususnya untuk
pembinaan dan pelatihan AP di daerah.
Saat ini berapa jumlah AP dan KAP?
Angka ini bergerak naik turun. Data
terbaru per 10 Agustus 2010 ada 926
untuk Akuntan Publik dan 405 untuk
KAP. Pertumbuhan Akuntan Publik
memang relatif lambat. Struktur
usia AP saat ini lebih dari 50 tahun
sebanyak 60 persen. Kemungkinan
terjadi penurunan AP secara signifikan
dalam 5 atau 10 tahun ke depan. Dari
sisi penyebaran AP pun belum merata.
Mayoritas masih berpusat di Jawa
Kondisi ini cukup untuk memenuhi
kebutuhan dunia usaha?
Tentu kurang.
Idealnya berapa ketersediaan AP?
Angkanya beda-beda. Ada yang bilang
10 ribu, ada yang bilang lebih. Kita
punya register akuntan itu ada 48 ribu.
Register ini yang lulus S1 Akuntansi dan
telah ikut PPAk (Program Pendidikan
Profesi Akuntansi) dan dapat sertifikat.
Tapi yang mau jadi AP dan meneruskan
lagi AP cuma ada 926. Akuntannya sih
banyak. Mungkin profesi ini dianggap
kurang menarik. Karena pemegang
register akuntan adalah individu, maka
pemegang register bisa bekerja di
perusahaan. Tidak harus jadi akuntan
publik, tapi bisa jadi internal auditor,
akuntan pendidik, akuntan manajemen
atau lainnya.
Padahal demand untuk AP ini tinggi?
Ya. Sebenarnya banyak lho peraturanperaturan yang mengharuskan audit
dilakukan oleh akuntan publik. Misalnya
dalam Undang-Undang No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)
diatur bahwa untuk perusahaan yang
asset atau omzetnya di atas 50 milyar itu
harus diaudit AP laporan keuangannya.
Selain itu pasar potensial juga pada
perusahaan terbuka (Tbk), BUMN
maupun BUMD, dana kampanye atau
hibah serta perusahaan pengerah dana
masyarakat seperti asuransi, perbankan,
dana pensiun, dan lain-lain. Di luar itu
masih banyak pula permintaan untuk
jasa akuntan publik. Namun sayangnya
masih kurang kesadaran masyarakat
akan penggunaan jasa akuntan publik.
Bagaimana pengaturan Akuntan
Publik Asing (APA) maupun Kantor
Akuntan Publik Asing (KAPA) dalam
RUU AP?
Tetap diatur. Mereka boleh masuk tapi
harus ada ijin dari Menteri Keuangan.
Sebelumnya juga harus ada MRA
(Mutual Recognition Agreement) dengan
negara APA atau KAPA bersangkutan.
Media Keuangan Kementerian Keuangan
7
Ini kuncinya. Selanjutnya ketika
mereka akan buka KAPA harus ada
AP dari Indonesia yang komposisinya
1:5. Kemudian karyawannya 1:10.
Prinsipnya kami membolehkan
tapi tetap ada upaya proteksi. Tapi
memang pada 2015 kita mau tidak mau
harus membebaskan. Tentu dengan
komposisi dan ketentuan yang saya
sebutkan tadi. Di samping itu, mereka
(APA) juga harus memberi nilai tambah
saat mereka masuk ke Indonesia.
Mereka memberikan review mutu KAP
lokal agar KAP lokal ada nilai tambah
dalam jaringan dan ilmu. Kita pun
mensyaratkan kalau KAPA mau masuk,
dia sudah berpraktek di lebih dari 20
negara. Jadi tidak mentang-mentang
orang asing kemudian bisa bebas
masuk.
Bagaimana dengan daya saing kita?
Ada sedikit khawatir jika KAP lokal tidak
meng-improve diri. Kalau sudah dibuka
bebas kita bisa kewalahan. Apalagi
dengan akuntan-akuntan dari Filipina,
Singapura, atau Malaysia yang sudah
mahir berbahasa Inggris.
Harapan dari RUU AP ini?
Kita ingin kompetensi teknis dan moral
AP bagus, agar kita siap berkompetisi.
Memang ini berat. Tapi kita ingin AP
tidak hanya mengandalkan pemerintah
untuk memblok agar asing bisa masuk.
AP pun harus terlibat aktif. Artinya
mereka juga harus memajukan diri. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Ernst & Young Hari Purwantono & Roy Iman Wirahardja
Memperkokoh Kompetensi
dan Daya Saing Akuntan Publik
Hadirnya Undang-Undang
(UU) Akuntan Publik sejatinya
diharapkan membawa angin
sejuk bagi kepentingan publik.
Lebih dari itu, UU AP pun
setidaknya akan menjawab
mimpi Akuntan Publik
terhadap payung regulasi yang
lebih terang dan berorientasi
kekinian sesuai kebutuhan
masyarakat.
K
ian matangnya pembahasan RUU
Akuntan Publik belakangan ini
rupanya menuai sambutan positif
banyak kalangan AP. Hal ini lantaran AP
sudah sejak lama mendambakan adanya
UU yang dapat memberi kepastian
hukum. UU yang diharapkan pula
mampu menggambarkan aturan main
yang lebih jelas terkait lingkup profesi
AP.
Pandangan tersebut setidaknya
disampaikan Hari Purwantono, Partner
Assurance Service Ernst & Young (E&Y).
Menurutnya, UU AP sangat diperlukan
bagi Akuntan Publik. Karena pada
dasarnya regulasi dalam UU ini nantinya
akan menimbulkan kepastian hukum
dan aturan main yang lebih jelas. “Saya
menyambut positif impian yang sudah
lama ingin dimiliki AP. Apalagi ini sudah
lama perjalanannya,” jelas Hari di ruang
kerjanya beberapa waktu lalu.
Di samping itu, lanjut Hari, setelah
disahkan, UU tersebut diharapkan dapat
diikuti dengan peraturan pelaksanaan
yang lebih memprioritaskan profesi AP
ke arah paling sesuai dengan kebutuhan
masyarakat saat ini.
Sebagai salah seorang Akuntan Publik
di KAP Purwantono, Suherman & Surja
(PSS) yang berafiliasi dengan Organisasi
Audit Asing (OAA) Ernst & Young (E&Y),
Hari meyakini bahwa lahirnya RUU AP
didasarkan pada upaya peningkatan
kompetensi Akuntan Publik.
Peningkatan kompetensi yang berbasis
Hari Purwantono
kekinian sesuai kebutuhan masyarakat
ataupun dunia usaha dewasa ini.
Dengan peningkatan kompetensi ini,
ia berkeyakinan nilai kepercayaan
masyarakat terhadap AP semakin
bertambah. Terlebih seiring dengan
standar kode etik dan standar akuntansi
internasional yang kian berkembang
cepat. Dinamika ini tentu harus
disikapi AP maupun KAP dengan
pengembangan kompetensi yang
berkelanjutan.
Sebagai salah satu KAP terbesar dengan
lebih dari 1100 staf professional,
Purwantono, Suherman & Surja (PSS)
memiliki metodologi kompetensi sama
di semua negara dimana E&Y berada.
E&Y merupakan OAA yang berafiliasi
dengan PSS. Dari sisi pendidikan, E&Y
memiliki jenjang pendidikan yang rigid.
Rigid berarti bahwa standar ini harus
dipakai di negara manapun. Termasuk
saat memberikan training.
Media Keuangan Kementerian Keuangan
8
Roy Iman Wirahardja
Komitmen terhadap pengembangan
kompetensi itupula yang senantiasa
menjadi ruh dan spirit nilai-nilai dasar
E&Y yang memiliki motto “Quality in
Everything We Do”. Dengan nilai ini, E&Y
berupaya menetapkan kualitas sebagai
tujuan utama partnership. Kualitas
pula yang menjadi dasar dalam setiap
proses rekrutmen, pelatihan maupun
saat menerima klien. “Semua basisnya
harus pada kualitas. Ini nilai dasar yang
ditanamkan di seluruh member-nya
E&Y.,” kupas Hari didampingi rekannya
Roy Iman Wirahardja.
Meski memiliki standar internasional
mengenai materi pendidikan, materi
pelatihan tetap disesuaikan dengan
UU dan peraturan di suatu Negara
bersangkutan. Demikian juga mengenai
aspek hukum. “Jadi ada penguasaanpenguasaan yang relatif sama, tapi
juga ada penguasaan materi yang local
content,” kata Hari yang juga Wakil Ketua
Umum Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI).
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Senada dengan Hari Purwantono. Roy
Iman Wirahardja, Partner Assurance
Services E&Y mengatakan, keseluruhan
program pendidikan yang ditetapkan
E&Y tidak saja berlaku bagi staf
professional, akan tetapi Partner pun
ikut. “Bila tidak di update kompetensinya
dia tentu akan ketinggalan juga,”
sambung Roy.
Ernst & Young, KAP PSS dapat memetik
banyak manfaat dan pembelajaran.
Menurut Hari, afiliasi ini membuat
cara kerja KAP sesuai dengan standar
internasional dengan tambahan biaya
yang relatif manageable. “Dengan
demikian kami punya training,
metodologi dan punya jumlah klien,”
katanya.
Terkait update kompetensi ini, semakin
bawah level pendidikan seseorang,
maka akan semakin tinggi frekuensi
pendidikan yang diberikan. Khusus
untuk calon staf professional, E&Y
memiliki program pendidikan selama
2 minggu yang sifatnya mandatory
(wajib). Dalam kesempatan ini setiap
peserta dididik secara mendalam dan
intens. Termasuk aspek moral maupun
integritas.
Manfaat selanjutnya, sambung Hari, arus
rekrutmen KAP diisi dengan orangorang kompeten dan cakap. Sehingga
secara tidak langsung pihaknya dapat
melayani nasabah-nasabah yang
memiliki komplikasi yang lebih tinggi.
Di samping itu, dengan berafiliasi
seperti ini, kata dia, pengaturan para
partner lebih sederhana. Sudah ada
standar sistem. “Hal terpenting pula dari
berafiliasi dengan E&Y kita bisa melihat
perkembangan dari negara-negara lain
dimana E&Y berkiprah,” kata Hari.
Roy menambahkan, sebelum mulai
berpraktek, seorang calon AP harus
mengikuti pendidikan dan pelatihan
yang materinya mengikuti standar
yang sudah ditetapkan E&Y secara
internasional. Kompetensi ini akan
diukur secara terus menerus sesuai
dengan perkembangan akuntansi.
Dari sisi pengelolaan KAP, PSS juga
menerapkan quality review secara
berkala. Baik review dari Pusat
Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai
(PPAJP) Kementerian Keuangan,
maupun review dari IAPI yang fokusnya
mengaudit kinerja maupun pengelolaan
KAP. Tak hanya itu, E&Y pun memiliki
kegiatan pair review yang juga dilakukan
berkala dan bergantian antar negara
dimana E&Y berada.
Hari Purwantono menuturkan, dengan
berafiliasi dengan OAA, dalam hal ini
Indikator-indikator itulah yang
menjadikan KAP PSS siap
mengharmonisasikan amanat RUU
Akuntan Publik yang tengah bergulir.
Dengan dukungan fasilitas dan network
yang ada, Hari yakin, KAP yang kini
telah melayani lebih dari 1000 klien itu
mampu memberikan jasa terbaik bagi
masyarakat maupun dunia usaha.
PSS yang berafiliasi dengan E&Y sejak
tahun 1970 ini –sebelumnya bergantiganti partner- mayoritas menangani
perusahaan-perusahaan di pasar bursa,
atau perusahaan terbuka (Tbk) dan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada
juga yang berasal dari klien bawaan
E&Y di negara asal. Di samping itu ada
pula perusahaan swasta lokal yang kami
tangani.
Media Keuangan Kementerian Keuangan
9
Membuka Kesempatan
Terkait dengan pro kontra RUU AP, Hari
menilai bahwa pada dasarnya tedapat
dua bagian terbesar akuntan publik.
Bagian besar pertama menurutnya
adalah akuntan yang dikenal sebagai
single practicioner, yang berpraktek
sendiri. Ini jumlahnya besar. Hampir
separuh lebih dari keseluruhan jumlah
AP berpraktek sendiri. Bagian besar
selanjutnya, mereka yang sudah
bersama-sama bekerja dengan partner
dan punya kantor. Ini beda. “Kalau kami
masuk kelompok yang sudah biasa
bekerja denghan partner yang lain,”
ujarnya.
Oleh karena itu, sambung Hari, neednya berbeda. Dari sisi asosiasi tentu
harus melihat apakah dua kelompok
besar akuntan ini bisa diakomodasi
dengan RUU AP. Karena memang dunia
kita inikan sudah terlalu cepat maju.
“Sebetulnya menurut saya tinggal diajak
diskusi saja dua kelompok ini,” tukas Hari.
Menurut Hari, dunia AP memiliki
partner akuntansi yang mau tidak mau
dipaksakan sama. Kita akan punya
kode etik profesi dan standar auditing/
standar professional AP yang kurang
lebih sama di negara manapun. Aturan
mainnya akan dibuat sama secara
global. Sehingga impiannya ketika
membaca laporan di Indonesia mereka
punya kepercayaan dan pemahaman
bahwa laporan keuangan ini bisa
diperbandingkan dengan AP di luar.
“Aturan mainnya sama, tinggal
persoalan implementasinya bagaimana.
Implementasi ini tergantung pada
sistem pengendalian mutu di
masing-masing kantor,” papar Hari. Ia
mengatakan pihaknya lebih beruntung
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
karena dibantu oleh E&Y untuk
melakukan pemahaman implementasi
dengan cepat dalam bentuk training
dan web learning. Sehingga lebih
cepat beradaptasi. “Jadi bila dilihat dari
kesiapan sistem pengendalian mutu
kita lebih maju,” tambahnya.
Bagi AP yang belum punya fasilitas
dan network yang mumpuni tentu
tantangannya berbeda. Oleh
karena itu sebetulnya ini yang harus
difokuskan lebih mendalam agar gap
implementasinya tidak terlalu jauh. Ini
yang sebetulnya ingin dicari. Apakah
dengan RUU itu bisa menjawab
pertanyaan besar bahwa implemetasi
dari standar yang sudah mengglobal
tadi bisa diterapkan dengan baik?
Dengan baik ini maksudnya gap antara
satu kantor dengan kantor yang lain
tidak terlalu jauh. Itu tantangannya.
“Jadi jangan dilihat bahwa asosiasi
punya kehendak (menolak RUU AP).
Kalau saya melihat dari diskusi temanteman, ada semacam kegelisahan
apakah mereka sanggup dari sisi
implementasi,” jelas Hari. Jadi
sebetulnya ini normal dalam artian agar
para AP dapat tetap relevan di market
tentu harus punya kompetensi yang
diharapkan oleh pasar. Artinya, ketika
jasa AP bersangkutan digunakan di
negara lain, maka laporan itu dapat
diakui di negara tersebut. Nah yang ini
sebetulnya tantangan.
“Menurut saya dengan UU ini adalah
kesempatan,” komentarnya. Dengan
UU ini ada kesempatan agar tidak ada
gap kompetensi, baik kompetensi dari
sisi professional, maupun dari segi
kantornya (KAP).
“Kalau kami basis kerjasamanya untuk
pengembangan kompetensi dengan E&Y
karena mereka sudah punya metodologi
dan standar internasional,” paparnya.
Menyangkut klausul rotasi klien dalam
RUU AP, Hari menilai bahwa hal itu
sudah diatur sebagai acuan dalam
menjaga independensi AP sesuai kode
etik profesi. Arahnya tinggal keputusan
untuk implementasinya. Dalam AsiaPacific Economic Cooperation (APEC)
hal ini sudah diatur dan digunakan di
banyak Negara, bahwa AP idealnya
dirotasi. Dalam artian buka rotasi KAPnya. “Saya sih berpendapat kenapa kita
mesti berbeda dengan negara lain?
Karena APEC sendiri sudah mendorong
agar bisa semacam itu,” selorohnya.
Hari pun mengisyaratkan bahwa RUU
AP secara eksplisit mendorong AP lokal
agar mempersiapkan diri menghadapi
persaingan bebas di tahun 2015. “Kita
mesti hati-hati,” katanya.
Ia mengatakan, bila kita mau dianggap
bahwa kompetensi kita sama dengan
AP di luar maka kita harus ikut standar
internasional. Bukan dibalik, mereka
yang ikut standar kita. Akan ada gap.
“Menurut saya persoalan yang lebih
penting bukan standar akuntansi atau
standar auditing, tapi implementasinya
dalam pekerjaan para AP dan KAP,”
harapnya.
Bagaimana dengan Kantor Akuntan
Publik Asing (KAPA)? Ini agak berbeda.
Saya melihat yang ada saat ini baru
sebatas OAA. Nah ini kan tidak mungkin
berpraktek di Indonesia karena dia
bukan KAP atau KAPA. KAPA pun
setahu saya belum bisa beroperasi
di Indonesia sepanjang belum ada
Mutual Recognition Agreement (MRA).
Media Keuangan Kementerian Keuangan
10
Kondisi itu lantaran akan membuka
pasar baru bagi akuntan luar masuk
ke Indonesia. Terlebih Indonesia
merupakan pasar potensial. Bila
dibandingkan dengan negara
seperti Malaysia atau Pilipina, dari
segi kemajuannya saat ini kita masih
ketinggalan. “Kalau itu yang terjadi, AP
lokal harus didorong untuk menjadi
tuan rumah di negara sendiri,” harapnya.
Roy Iman Wirahardja menambahkan,
untuk meningkatkan kompetensi AP
lokal, harus ada sinergi yang kokoh
antara akuntan publik, akuntan
manajemen dan akuntan pendidik. Tiga
pilar ini harus bekerjasama menghadapi
persaingan di 2015. Ketiga pilar ini
harus bekerjasama meng-update
perkembangan-perkembangan yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
persaingan bebas. Akuntan pendidik
juga harus menyiapkan standar yang
terkini dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan dunia usaha. “Ketiga
pilar ini harus mampu mengembangkan
diri dan bersinegi agar mampu
bersama-sama menghadapi persaingan
bebas,” pungkas Roy berharap. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), Ahmadi Hadibroto
Benahi RUU,
Libatkan Stakeholders
Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU AP) yang
tengah dibahas di DPR diharapkan dapat melindungi kepentingan
publik terhadap kualitas jasa Akuntan Publik. Lebih dari itu,
hadirnya UU Akuntan Publik pun diharapkan berorientasi pada
pengembangan dan perlindungan Akuntan Publik itu sendiri.
Melalui keseimbangan ini diniscayakan dapat mempertemukan
perbedaan pandangan terhadap materi RUU yang telah masuk
dalam prolegnas (program legislasi nasional) tahun 2010.
P
erbedaan pandangan terhadap
sebagian materi RUU AP
setidaknya muncul di kalangan
asosiasi profesi AP yang diwakili
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Perbedaan pandangan inipula yang
bermuara pada penolakan asosiasi
Akuntan Publik terhadap sebagian
materi RUU AP. Materi RUU AP dinilai
asosiasi profesi terlalu administratif dan
kurang berpihak pada pengembangan
Akuntan Publik di Indonesia.
Ahmadi Hadibroto, Ketua Umum
Dewan Pengurus Nasional IAI,
menuturkan pokok perbedaan
pendapat atau penolakan pada
sebagian RUU AP menyangkut rotasi
klien, sanksi pidana dan sifat RUU AP
yang terlalu administratif. Menurutnya,
mayoritas materi RUU AP mengambil
substansi Peraturan Menteri Keuangan
(PMK Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Jasa Akuntan Publik.
“Disini kita berbeda pendapat dengan
pemerintah. Kalau (pemerintah)
benar-benar konsen terhadap
profesi, seyogyanya RUU ini juga
mengakomodir kepentingan profesi,”
tegas Ahmadi ketika ditemui di ruang
kerjanya. Ia menegaskan, bila klausul
rotasi atau sanksi pidana dimasukkan
dalam UU, maka akan menimbulkan
dampak yang tidak baik bagi profesi
Akuntan Publik.
“Bila kita minta pihak independen
untuk meniliti, saya berani taruhan,
kebijakan rotasi itu malah mengakibatkan
kehancuran profesi,” tegas Ahmadi.
Pasalnya, kata dia, akan lebih banyak
dampak negatif dibanding positifnya. Hal
itu terindikasi dari adanya penambahan
biaya, terjadinya tekanan dari klien,
dan merger fiktif. “Ini melanggar hak
asasi. Pemerintah merambah melebihi
kewenangannya,” papar Ahmadi.
Ahmadi menuturkan, kewenangan
pemerintah adalah membuat aturan
atau membatasi transaksi hanya
apabila ada kepentingan publik yang
terancam. Sehingga menurutnya,
aturan rotasi dan sanksi pidana, akan
sangat memasung dan menghambat
pengembangan profesi. Hal itu amat
beralasan, kata Ahmadi. “Sudah
mendapat gelar Akuntan Publik sulit,
setelah mendapat klien harus dibatasi
dan diberi sanksi pidana pula. Nantinya
generasi muda mana mau jadi Akuntan
Publik bila seperti itu,” keluh Senior
Partner Klynveld, Peat, Marwick,
Goerdeler (KPMG) Hadibroto ini.
Ahmadi tak menampik bahwa
profesi sangat membutuhkan
adanya UU Akuntan Publik. Namun,
kata dia, UU tersebut tidak semata
melindungi kepentingan publik,
melainkan dapat memperkuat
dan mendukung pengembangan
profesi. Pengembangan profesi amat
diperlukan mengingat jumlah AP saat
ini masih jauh dari nilai ideal. Indonesia
dengan penduduk lebih dari 240 juta
saat ini hanya memiliki 926 Akuntan
Publik. Dan ironinya, jumlah AP yang
ada saat ini pun didominasi AP yang
berusia di atas 50 tahun. “Ini bisa masuk
Media Keuangan Kementerian Keuangan
11
Guiness of World Record,” sindirnya.
”Motivasi RUU ini tidak ada yang kita
ragukan. Niatnya baik, tapi mesti
mengerti profesinya juga dong,”
ujarnya. Menurutnya, ancaman
hukuman boleh saja, tapi idealnya juga
ada insentif dan reward bagi akuntan
publik. Dengan begitu, generasi muda
tidak akan khawatir ketika hendak
menjadi Akuntan Publik.
”Ok, kalau saya ikut mengatakan
menolak RUU ini, itu retorika lah.
Intinya ayo kita bongkar yok RUU ini
agar semua terakomodir,” ujarnya.
Kumpulkan semua pihak yang memang
punya pemahaman tentang profesi AP,
termasuk BI, KADIN, dan stakeholders
lainnya, kemudian dirumuskan kembali
RUU tersebut. Bukan berarti asosiasi
memperjuangkan kepentingannya,
tetapi untuk kepentingan AP di masa
mendatang. ”Tanggungjawab kita
semua profesi ini maju. Karena ini juga
terkait dengan kepentingan dunia
usaha,” kata Ahmadi melanjutkan.
Jika kita berkeinginan untuk
membenahi ini semua, sambung
Ahmadi, maka mau tidak mau harus
ada lembaga independen yang
mengakomodir setiap kepentingan
di dalamnya. Ia menuturkan, bahwa
asosiasi pun telah membuat konsep
baru dan sudah diserahkan ke DPR
sebagai Daftar Inventarisasi Masalah.
”Marilah kita bentuk suatu lembaga
independen tapi semua pihak
dilibatkan. Kita cari (jalan) yang terbaik,”
pintanya. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tia Adityasih
IAPI Usulkan Pembentukan
Lembaga Independen Pengawas
RUU Akuntan Publik
mengisyaratkan pendelegasian
seluruh kewenangan
pengaturan dan pengawasan
profesi Akuntan Publik kepada
Menteri Keuangan. Melalui
kewenangan ini, diharapkan
akuntan publik dapat
senantiasa meningkatkan dan
mempertahankan kompetensi
dan independensinya.
K
etentuan terkait kewenangan
pembinaan dan pengawasan
oleh Menteri Keuangan meliputi
penerbitan perizinan akuntan publik,
melakukan ujian sertifikasi profesi
akuntan publik, penyelenggaraan
Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL), penetapan standar profesi
dan kode etik, pemeriksaan dan
pengawasan, pengenaan sanksi
administrasi dan kewenangan untuk
mengakui keberadaan asosiasi profesi
akuntan publik.
Terkait amanat RUU AP dimaksud,
Tia Adityasih, Ketua Umum Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
mengatakan bahwa sebagian kegiatan
yang menjadi domain pembinaan dan
pengawasan oleh Menteri Keuangan,
pada praktiknya telah dijalankan oleh
IAPI. Kegiatan tersebut diantaranya
menyangkut penetapan standar profesi
dan kode etik, ujian sertifikasi, serta PPL.
Selain itu, saat ini IAPI juga melakukan
reviu mutu terhadap akuntan publik
dan mengenakan sanksi keanggotaan
atas pelanggaran standar profesi.
“Kegiatan-kegiatan tersebut dibiayai
secara mandiri oleh profesi Akuntan
Publik, dan ada pula beberapa kegiatan
yang dibiayai Pemerintah melalui
pembiayaan langsung tanpa melalui
IAPI,” cetus Tia saat ditemui di Kantor
IAPI beberapa waktu lalu.
Menyikapi skema pengaturan
kewenangan pembinaan dan
pengawasan oleh Menteri Keuangan,
IAPI berpendapat lain. Pengaturan
tersebut, kata Tia, akan menimbulkan
dampak profesi akuntan publik menjadi
tidak independen. Menurutnya, ada
beberapa alasan yang menyebabkan
Akuntan Publik menjadi tidak
independen akibat pengaturan
tersebut, antara lain : Pertama, akan
terjadi pemusatan kewenangan kepada
pemerintah (goverment centris) dan
tidak ada mekanisme check and balance.
Kedua, Akuntan Publik memerintahkan
Akuntan Publik tergabung hanya
dalam satu asosiasi profesi dan tidak
diperkenankan adanya asosiasi
tandingan. Akan tetapi, keberadaan
asosiasi profesi tersebut harus
mendapatkan pengakuan dari Menteri
Keuangan.
Alasan ketiga, kata Tia, akan terjadi
potensi benturan kepentingan saat
Akuntan Publik melakukan audit
terhadap Laporan Keuangan BUMN (UU
BUMN), atau audit terhadap keuangan
Negara untuk dan atas nama BPK RI.
Benturan kepentingan tersebut terjadi
Media Keuangan Kementerian Keuangan
12
karena Menteri Keuangan sesuai UU
Keuangan Negara adalah selaku wakil
pemerintah sebagai pemegang saham
BUMN dan penanggung jawab Laporan
Keuangan Pemerintah. “Pada saat yang
sama terhadap Akuntan Publik, Menteri
Keuangan juga bertanggung jawab
atas fungsi pengaturan, pembinaan,
pengawasan, termasuk pengenaan
sanksi profesi,” selorohnya.
Selanjutnya, sesuai UU Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal,
bahwa standar profesi dan kode
etik ditetapkan oleh asosiasi profesi,
dimana pengaturan dalam UU tersebut
berlaku universal untuk seluruh
profesi penunjang pasar modal.
Oleh karenanya, Tia menilai, dengan
meletakan kewenangan menetapkan
standar profesi dan kode etik pada
Menteri Keuangan, maka skema dalam
RUU AP tidak sejalan dengan UU Pasar
Modal.
Di lain sisi, Tia pun menyayangkan
sebagian substansi RUU AP kurang
mencerminkan adanya kepastian
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
hukum dan prinsip good governance.
Hal itu lantaran terdapat 28 pasal
dari 69 pasal yang memerlukan
peraturan lebih lanjut melalui Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Menteri
Keuangan. Kemudian tidak mengatur
mekanisme banding bagi Akuntan
Publik yang dinyatakan bersalah. Dan,
tidak mengatur mengenai bagaimana
pengawasan dan penanganan
pengaduan atas praktik Akuntan
Publik, mengingat tugas tersebut
seharusnya dilakukan oleh pihak yang
mempunyai kompetensi sebagai
Akuntan Publik. “Sehingga kami melihat
RUU ini seolah cek kosong,” imbuh Tia
menganalogikan.
Pembentukan KAPI
Menurut Tia, dalam menyikapi skema
pengaturan dalam RUU Akuntan Publik,
sekaligus menjawab permasalahan di
atas, IAPI kemudian mengusulkan untuk
membentuk Konsil Akuntan Publik
Indonesia ( KAPI ). Konsil ini diharapkan
menjadi lembaga independen yang
berfungsi mengatur dan mengawasi
Akuntan Publik. Pendirian dan
pengaturan KAPI tersebut harus
dituangkan dalam UU Akuntan Publik
agar mempunyai landasan hukum yang
kuat. Berbeda dengan amanat RUU
Akuntan Publik yang menyebutkan
pembentukan Komite Pertimbangan
Profesi Akuntan Publik sebagai komite
pengawas yang dibentuk Menteri
Keuangan.
Ketua Umum IAPI periode 2008 – 2012
ini menilai, tujuan pembentukan KAPI
yang diatur dalam UU adalah untuk
meningkatkan derajat perlindungan
terhadap kepentingan publik pengguna
jasa Akuntan Publik. KAPI diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden.
Konsil ini beranggotakan stakeholders
seperti, unsur Kementerian Keuangan
(termasuk Bapepam-LK), Badan
Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia,
Kementerian Pendidikan Nasional,
Akademisi, masyarakat pengguna
jasa dan wakil Akuntan Publik. “KAPI
nantinya dapat dibiayai oleh profesi
akuntan publik, sumbangan masyarakat
dan bantuan pemerintah, sehingga
tidak membebani APBN,” ungkap Tia.
Selanjutnya, sambung Tia, KAPI
membentuk beberapa komite yang
meliputi : Komite Registrasi dan
Perizinan, Komite Kendali Mutu dan
Etika serta Komite lainnya. Komite
Registrasi dan Perizinan membidangi
masalah perizinan dan pembinaan
Akuntan Publik, sedangkan komite
Kendali Mutu dan Etika melakukan
pengawasan praktik Akuntan Publik.
KAPI bersama-sama dengan komitekomite tersebut menjalankan
fungsi pengaturan pembinaan dan
pengawasan akuntan publik yang
meliputi : 1, Penerbitan ketentuan lebih
lanjut untuk menjalankan UU termasuk
ketentuan lainnya terkait profesi
Akuntan Publik. 2, Perizinan Akuntan
Publik. 3, Mekanisme pengenaan
sanksi. 4, Pengaturan fungsi dan
peran lembaga banding atas sanksi
yang dikenakan terhadap Akuntan
Publik. 5, Penanganan pengaduan
dari masyarakat. 6, Memberikan
masukan kepada pemerintah terkait
profesi Akuntan Publik dan pendidikan
Indonesia adalah
negara hukum, dimana
setiap warga negara
mempunyai kedudukan
yang sama di muka
hukum. Karenanya,
Akuntan Publik yang
melakukan tindakan
pemalsuan, manipulasi,
memberikan keterangan
palsu, menyuap adalah
melakukan tindakan
kriminal dan karenanya
harus dihukum sesuai
KUHP.
akuntansi, dan 7, Melakukan kerjasama
internasional dengan regulator
akuntansi Negara lain.
“Nilai lebih KAPI adalah pengaturan
dan pengawasan profesi Akuntan
Publik dengan melibatkan seluruh
stakeholders,” ungkap Tia bersemangat.
Menurutnya, dampak terganggunya
independensi profesi Akuntan Publik
akibat skema dalam pengaturan RUU
Akuntan Publik dapat diatasi dengan
pembentukan KAPI.
Pembentukan KAPI juga sejalan
dengan profesi lain di Indonesia, yaitu
praktik kedokteran. Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) menjalankan peran
Media Keuangan Kementerian Keuangan
13
untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan praktik kedokteran
termasuk izin kompetensi sebagai
dokter dan pengenaan sanksi dokter
oleh majelis Kehormatan yang dibentuk
KKI serta pengembangan keilmuan.
Selain itu, kata Tia, pengaturan dan
pengawasan Akuntan Publik oleh
suatu lembaga independen dengan
melibatkan seluruh stakeholders juga
banyak diterapkan di Negara-negara
lain seperti Amerika Serikat, Jepang,
Inggris, Singapura, Philipina, Afrika
Selatan, dan negara-negara G-20
lainnya. “Praktik pengawasan publik
demikian, saat ini telah menjadi trend
secara global,” paparnya.
Tidak Kebal Hukum
Menyikapi Pasal sanksi pidana maupun
sanksi administratif dalam RUU AP, Tia
menegaskan bahwa sejatinya Akuntan
Publik di Indonesia tidak kebal hukum.
Terlebih Indonesia adalah negara
hukum, dimana setiap warga negara
mempunyai kedudukan yang sama
di muka hukum. Karenanya, akuntan
publik yang melakukan tindakan
pemalsuan, manipulasi, memberikan
keterangan palsu, menyuap adalah
melakukan tindakan kriminal dan
karenanya harus dihukum sesuai KUHP.
“Dalam hal ini IAPI sangat setuju
dan mendukung pengenaan sanksi
pidana terhadap Akuntan Publik yang
melakukan tindakan tersebut,” papar
Tia dalam siaran pers yang dikeluarkan
IAPI. Namun demikian, IAPI tidak setuju
terhadap pengaturan dalam Pasal
63 dan 64 RUU Akuntan Publik yang
melakukan pemalsuan, manipulasi,
memberikan keterangan palsu
karena tindakan tersebut telah diatur
dalam KUHP. Pada saat ini, kata Tia,
terdapat Akuntan Publik yang sedang
menghadapi tuntutan pidana akibat
terlibat pemalsuan dan manipulasi
sehingga pasal 63 dan 64 tidak
diperlukan lagi.
IAPI juga berpendapat lain terhadap
pengenaan sanksi pidana atas
ketidakpatuhan terhadap standar
profesional Akuntan Publik
dan merugikan bagi pihak lain.
Sebagaimana diatur dalam pasal 63
ayat 2 RUU Akuntan publik. Hal ini
mengingat akuntan publik hanya
melakukan pemeriksaan terhadap
laporan keuangan yang outputnya adalah pendapat atas Laporan
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Laporan Utama
apa yang tertera dalam RUU AP terlalu
administratif dan tidak jauh berbeda
dengan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 17 Tahun 2008. Hanya
ditambah beberapa poin. Selain itu,
lanjutnya, RUU tersebut terlihat lebih
pro terhadap Akuntan Publik Asing
(APA).
Hal itu terlihat dalam Pasal 7 dan 13
ayat 4 RUU AP tentang pengaturan
Akuntan Publik asing. Pengaturan
Akuntan Publik asing tersebut
lebih bersifat untuk mengakomodir
kepentingan memenuhi kesepakatan
World Trade Organization (WTO) dan
kesepakatan liberalisasi jasa akuntansi
di kawasan ASEAN pada tahun 2015,
ketimbang memberikan perlindungan
Akuntan Publik lokal.
Bila liberalisasi Akuntan Publik pada tahun
“
2015 diberlakukan, Akuntan Publik Asing akan
“
berbondong-bondong masuk ke negeri ini dan
bersaing bebas dengan akuntan publik lokal.
Tia Adityasih
Keuangan, sedangkan Laporan
Keuangan disiapkan oleh manajemen
perusahaan. “Ketentuan tersebut
sudah diatur dalam KUHP, sehingga
akan tumpang tindih dan berpotensi
menimbulkan perbedaan penafsiran,”
paparnya.
Selain itu, pendapat akuntan publik atas
laporan keuangan didasarkan atas suatu
profesional judgment pada saat auditor
menjalankan prosedur audit termasuk
penggunaan metode sampling dan
penilaian risiko. Sehingga pengaturan
pasal 63 ayat 2 adalah sumir.
Tia mencontohkan, praktik di
negara lain, UU akuntan publik tidak
mengenakan sanksi pidana atas
ketidakpatuhan terhadap standar
profesi. UU praktik kedokteran memang
mengatur sanksi pidana kurungan dan
denda atas mal praktik dokter, namun
demikian sanksi kurungan/penjara telah
dibatalkan oleh Mahkamah konstitusi.
Dalam pasal 63 ayat 2, disebutkan
pula tentang pengenaan sanksi
pidana kepada Akuntan Publik yang
tidak mematuhi standar profesi
Akuntan Publik dan ketentuan lainnya.
“Pengaturan ini tidak sesuai dengan
karakteristik profesi Akuntan Publik.
Cukup dicabut saja izinnya seperti di
negara lain, bukan dipidanakan,” keluh
Tia.
Menurutnya, jika harus dikriminalisasi
dan ditambah proses untuk menjadi
seorang Akuntan Publik yang memakan
waktu, biaya dan jenjang pendidikan
yang lama, maka siapa yang mau jadi
Akuntan Publik? “Aspek pidana justru
tidak akan menstimulasi munculnya
Akuntan Publik untuk generasi
mendatang,” ungkap Tia.
Pasal-pasal tersebut menempatkan APA
mempunyai hak dan kewajiban yang
sama, termasuk dalam mendapatkan
klien-klien di Indonesia. Ketentuan
dalam pasal 7 dan 13 pada akhirnya
memungkinkan Akuntan Publik asing
yang mendapat izin praktek bisa bebas
beroperasi di negeri ini.
Sementara, kata dia, Indonesia yang
berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa,
saat ini baru memiliki 926 Akuntan
Pubik. Bila dibandingkan dengan
Singapura yang penduduknya sekitar 5
juta, mereka punya 15.120 AP. Philipina
dengan 88 juta penduduk memiliki
15.020 AP, Thailand dengan penduduk
66 juta jiwa mempunyai 6.070 AP.
“Artinya, bila liberalisasi AP pada tahun
2015 diberlakukan, Akuntan Publik
Asing akan berbondong-bondong
masuk ke negeri ini dan bersaing bebas
dengan Akuntan Publik lokal,”jelasnya.
Di samping akan memungkinkan invasi
Akuntan Publik asing, sambung Tia,
pemberian hak yang sama kepada
APA, juga akan menimbulkan ancaman
terhadap kepentingan dan keamanan
Negara. Akuntan Publik asing dapat
mengakses aspek strategis dan
kerahasiaan Negara melalui pemberian
jasa kepada instansi pemerintah, BUMN,
atau entitas strategis lainnya. “Potensi
tersebut akan bertambah ketika APA
dapat mengaudit Laporan Keuangan
pemerintah untuk dan atas nama BPK,”
kata Tia menutup percakapan. mk
Di lain sisi, Tia Adityasih berpendapat,
Media Keuangan Kementerian Keuangan
14
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Reportase
Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen
Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Widjanarko:
“Hibah Dikelola Secara Akuntabel”
secara langsung kepada Pemda
melainkan melalui pemerintah pusat
yang kemudian akan disalurkan dalam
kerangka: i) dekonsentrasi; ii) tugas
pembantuan (medebewind), dan iii)
mekanisme penerusan hibah (on
granting).
S
Sebagai salah satu sumber penerimaan Negara dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hibah
tak dimungkiri menjadi bagian penting dalam menopang
sebagian pengeluaran negara. Kendati penerimaannya
belum terbilang besar, namun pemanfaatan hibah
diyakini turut mendukung penguatan pelaksanaan
proyek di Kementerian/Lembaga dan lembaga lainnya.
ecara definisi, hibah (grant)
diartikan sebagai bantuan dalam
bentuk devisa (cash), barang
ataupun jasa (technical assistance/
TA misal dalam bentuk tenaga ahli
dan pelatihan) yang berasal dari
luar negeri (pemerintah/badan/
lembaga internasional asing) kepada
Pemerintah R.I. yang telah ditetapkan
peruntukkannya. Hibah bersifat tidak
mengikat, tidak terus menerus, dan
yang tidak menimbulkan kewajiban
untuk membayarnya kembali. Dalam
perkembangannya, hibah, dari sudut
sumbernya, tidak saja mencakup
bantuan yang berasal dari luar negeri,
namun berasal perseorangan/badan/
lembaga dari dalam negeri. Adapun
klasifikasi hibah dapat dilihat pada
gambar 1.
Menurut Direktur Evaluasi, Akuntansi
dan Setelmen, Ditjen Pengelolaan
Utang, Widjanarko, melihat tren
perkembangannya, penerimaan
hibah dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Dalam APBNP 2008,
penerimaan hibah mencapai Rp2.3
triliun - belum termasuk hibah
langsung (off budget/off treasury atau
hibah yang dilaksanakan langsung
oleh pemberi hibah/donor-executed
grant) sebesar Rp3.9 triliun, yang
tidak dilaporkan kepada Kementerian
Keuangan. Sementara, dalam APBNP
2009 meningkat menjadi Rp3.3 triliun
- belum termasuk hibah
Gambar 1
off budget dan off treasury
sebesar Rp1,5 triliun.
“Dari sisi penyaluran,
lanjutnya, hibah, di
samping dilaksanakan
oleh K/L, hibah luar negeri
juga dapat diterima dan
kegiatannya dilaksanakan
oleh Pemerintah
Daerah (Pemda),” papar
Widjanarko ketika
ditemui di ruang kerjanya.
Namun, mekanisme
penerimaannya tidak
Media Keuangan Kementerian Keuangan
Lebih lanjut Widjanarko menjelaskan,
cakupan pengelolaan hibah yang
dilakukan pemerintah meliputi
official-donor grant dan private-donor
grant. Hibah dari official donor dan
private donor yang diterima secara
langsung oleh recipient perseorangan/
swasta/LSM, sekalipun bermanfaat
bagi masyarakat Indonesia, tidak
termasuk bagian yang dikelola oleh
Pemerintah R.I. Dari sisi payung hukum,
pengelolaan hibah meliputi :
i. Pemerintah Pusat dapat
memberikan atau menerima
hibah kepada Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, serta
Perusahaan Negara/Daerah dengan
persetujuan DPR (pasal 22, 23 dan
24 UU No. 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara);
ii. Menteri Keuangan dapat menunjuk
pejabat yang diberi kuasa (dalam
hal ini DJPU) untuk menerima
hibah baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri (pasal
38 UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara).
iii. Pemberian kewenangan kepada
Pemerintah Pusat untuk pengadaan
hibah luar negeri (Pasal 2,3,4 dan
pasal 5 PP No. 2 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman
SUMBER
BENTUK
Kas
Luar Negeri
Barang
Jasa
HIBAH
Kas
Dalam Negeri
Barang
Jasa
15
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Reportase
Tabel Hibah Regular Maupun yang Secara Langsung Diterima K/L Sampai September 2010
dan/atau Penerimaan Hibah serta
Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri);
iv. Mekanisme pelaksanaan dan
pertanggungjawaban hibah baik
hibah yang terencana maupun
hibah langsung (off budget/off
treasury) dan hibah yang berasal
dari dalam maupun luar negeri (PMK
No. 40/PMK.05/2009 tentang Sistem
Akuntansi Hibah/SIKUBAH).
Kementerian/
Lembaga
Proyek
LIPI, BKKBN, Bappenas,
BPS, KPP&PA,
Kemensos, BPN,
POLRI, BPK, BPPT, BRR
ACEH,DKP, ESDM,
Kemendag, Kominfo,
Kemen.PU, Pertanian,
Kemdiknas, Kemdagri,
Kemenkes, Kemenkeu,
Menko Ekuin.
Berbagai
Proyek:
infrastruktur;
capacity
building;
pencegahan
flu burung;
survey
kesehatan,
persiapan
pemilu.
Pencairan
hibah 2010
Donor
Rp 95milyar *
Rp 1,15triliun **
Canada,
USA, UNFPA,
UNDP,
UNICEF,
Swedia,
IBRD, ADB,
IDA, KFW,
Bank Dunia,
UNIFEM,
PEMSEA,
Denmark.
Jenis
hibah
Output/
Outcome
Pembangunan/
perbaikan
infrastruktur,
Kas,
peningkatan
Barang,
kapasitas SDM,
Jasa
peningkatan
kesehatan
masyarakat.
Dalam tabel di halaman berikutnya
dapat dilihat dengan jelas akuntabilitas Catatan :
hibah yang dikelola Kementerian
* Hibah langsung (off budget/off treasury) yang akan disahkan sesuai PMK No.: 40/PMK.05/2009;
Keuangan.
** Hibah terencana (on budget/on treasury) melalui mekanisme APBN (DIPA danSP2D/SP3).
Mekanisme pertanggungjawaban
pelaksanaan hibah telah diatur
dalam PMK No.: 40/PMK.05/2009
tentang SIKUBAH yang mengatur
ketentuan antara lain : Pertama, K/L
mempertanggungjawabkan belanja
yang dibiayai dengan hibah dalam
bentuk kas pada Laporan Keuangan
(LK) berupa Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) dan Neraca dengan
dokumen sumber Surat Perintah
Pengesahan Pembukuan (SP3) Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) khusus Jakarta VI, setelah atau
seiring dengan revisi DIPA. Kedua,
K/L mempertanggungjawabkan
belanja yang dibiayai dengan
hibah dalam bentuk barang dan
jasa pada LRA dan Neraca dengan
dokumen sumber Surat Pengesahan
Hibah Barang dan Jasa (SPHBJ) ke
Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan
Setelmen Ditjen Pengelolaan Utang.
Untuk hibah jasa, diperlukan revisi
DIPA. Ketiga, Ditjen Pengelolaan
Utang selaku Pengguna Anggaran
yang ditunjuk Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara
(BUN), mempertanggungjawabkan
penerimaan hibah pada LRA dan
Neraca BA 999.02 dengan dokumen
Surat Perintah Pengesahan Penarikan
Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
(SP4HLN), SPHBJ dan SP3.
Capaian akuntabilitas Laporan
Keuangan Hibah
Sejak kali pertama Pemerintah
menerima hibah di tahun 1967, untuk
pertama kalinya juga tahun 2008
Pemerintah berhasil menyusun LK BA
999.02 Penerimaan Hibah. Sekalipun
dengan opini disclaimer, capaian
tersebut dilakukan melalui upaya yang
optimal di tengah berbagai kendala
yang dihadapi. “Penerimaan hibah
langsung yang tidak dilaporkan kepada
Kementerian Keuangan dan hanya
dicatatkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) K/L sebesar Rp3,9
triliun, merupakan temuan kelemahan
Sistim Pengendalian Internal (SPI)
penyebab disclaimer,” papar Widjanarko.
Pada tahun 2009, sambungnya, melalui
media sosialisasi dan rekonsiliasi antara
Ditjen Pengelolaan Utang dan K/L,
hibah langsung telah dapat dicatat
dalam LK BA 999.02. Namun, revisi
DIPA BA 999.02 untuk menampung
tambahan pendapatan hibah langsung
dalam APBNP 2009 -sesuai amanat
PMK No.:40 tentang SIKUBAH- belum
dapat dilaksanakan. Akibatnya, LK
BA 999.02 hanya mengalami sedikit
peningkatan opini menjadi Wajar
Dengan Pengecualian (WDP). Dengan
target opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) atas LK BA 999.02 dalam tahun
2010, penerbitan peraturan tentang
revisi DIPA BA 999.02 tahun 2010
merupakan faktor kritikal. Demikian
juga penyusunan Perdirjen hibah dalam
negeri sebagai tindak lanjut PMK No.
40/PMK.05/2009, akan memainkan
peran krusial untuk mendukung
perolehan WTP dalam 2010.
Widjanarko menilai, berdasarkan
Konvensi Internasional yang tertuang
dalam Deklarasi Paris 2005 tentang
aid effectiveness, sekurangnya ada
5 (lima) prinsip untuk efektifitas
pelaksanaan hibah, yaitu: 1) berhasil
menunjang sasaran pembangunan
sesuai RPJM dan dilaksanakan
melalui mekanisme APBN (prinsip
ownership), 2) alokasi hibah tidak
tumpang tindih antar donor (prinsip
harmonisasi); 3) mengacu pada sistim
Media Keuangan Kementerian Keuangan
16
pelelangan lokal (prinsip alignment),
4) berorientasi pada hasil/outcome
(prinsip accounting for development
result), serta 5) dilandasi adanya
bertanggung jawab bersama untuk
menjaga agar hibah dapat mendorong
pembangunan dan kemajuan (prinsip
mutual accountability) antara donor dan
Pemerintah.
Dalam perjalanannya, lanjut
Widjanarko, belum seluruh penerimaan
Hibah dilaksanakan sesuai prinsip
Deklarasi Paris 2005. Menurutnya, masih
terdapat praktik pemberian hibah
secara langsung oleh donor kepada K/L
atau dilaksanakan sendiri oleh Donor
tanpa melalui mekanisme APBN (tidak
dituangkan dalam DIPA dan tidak
melalui persetujuan DPR). Tak hanya itu,
katanya, K/L pun tidak mencatat dalam
LRA, Neraca dan CaLK yang disebabkan,
antara lain: i) masih adanya resistensi
sebagian donor atas penetapan Berita
Acara Serah Terima Hibah (BAST)
khususnya atas hibah berupa barang
dan jasa; ii) kelemahan kapasitas
SDM serta kurang terinformasinya
mekanisme pertanggungjawaban hibah
dalam PMK 40 tentang SIKUBAH; iii)
Hibah yang diberikan belum semuanya
dipayungi oleh grant agreement antara
pemerintah RI dengan negara donor;
dan iv) masih adanya hibah yang
berorientasi pada kepentingan negara
donor (donor-driven grant).
Untuk mewujudkan transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan hibah,
kata Widjanarko, pemerintah telah
melakukan upaya intensif melalui
berbagai langkah, seperti, melakukan
sosialisasi PMK 40 tentang SIKUBAH
untuk mendorong K/L dan donor
agar mempertanggungjawabkan
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Reportase
hibah langsung secara transparan dan
akuntabel sesuai mekanisme APBN,
serta merekonsiliasi data penerimaan
hibah dengan K/L secara triwulanan
dengan tujuan untuk meningkatkan
akurasi angka dalam LKBA 999.02
Penerimaan Hibah.
Di samping itu, katanya, pemerintah
pun telah berupaya mendapatkan
konfirmasi atas hibah yang telah
diberikan oleh donor kepada
pemerintah dengan tujuan untuk
memperoleh kepastian angka realisasi
dan sebagai bahan cross check dengan
angka K/L. Selanjutnya, pemerintah
pun telah melakukan monitoring
pelaksanaan Hibah sebagaimana
diatur dalam PMK 33 tahun 2010.
“Termasuk penandatanganan
the Jakarta Commitment antara
Pemerintah RI dengan negara-negara
donor (development partners) untuk
menerapkan lima prinsip Deklarasi Paris
2005,” papar Widjanarko.
Dengan berbagai kendala yang
dihadapi, Menteri Keuangan
memberikan petunjuk agar sebaiknya
kegiatan-kegiatan tersebut dibiayai
melalui rupiah murni saja. Jika akan
mengakibatkan permasalahan dalam
pertanggungjawabannya, dengan
pertimbangan :
a. Nominal hibah yang diperoleh dari
negara donor tidak terlalu besar,
sehingga masih dapat didanai
melalui rupiah murni.
b. Jumlah hibah yang diterima dari
donor tidak dapat dicantumkan
dalam APBN di awal tahun.
c. Masih adanya dana dari negara
donor yang dilaksanakan tidak
sesuai dengan Paris Declaration
(tranparansi dan ownership).
d. Tidak jelasnya pertanggungjawaban
hibah yang dilaksanakan oleh
donor yang berdampak pada opini
yang diberikan BPK atas Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat.
Hibah dan Utang
Apa relevansi antara Hibah dan Utang?
Widjanarko menuturkan, Utang
merupakan kewajiban pemerintah yang
timbul dari penerimaan pinjaman dan
penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)
untuk membiayai defisit APBN (dan juga
rekapitalisasi perbankan serta Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia yang muncul
sebagai akibat krisis keuangan tahun
1997/98). Dengan demikian utang
utang dalam denominasi valas sejalan
dengan upaya untuk mengelola risiko
dengan mengutamakan SBN domestik,
c) alokasi untuk kegiatan prioritas
dan dengan persyaratan PLN yang
relatif murah dan tanpa agenda politik
apapun dan didorong hanya oleh motif
untuk mendukung pembangunan
ekonomi dan sosial.
merupakan konsekuensi postur APBN
yang masih mengenal defisit di mana
pengelolaan utang untuk pembiayaan
defisit merupakan bagian dari kebijakan
fiskal (APBN) dan merupakan bagian
dari kebijakan pengelolaan ekonomi
secara keseluruhan (macroeconomic
policy).
Pembiayaan defisit APBN melalui utang
dimaksud dapat berasal dari dalam
negeri dan dapat berasal dari luar
negeri sebagaimana dijelaskan pada
gambar 2.
Menurutnya, kecuali karena alasan
emergency (bencana alam, wabah
penyakit), hibah seyogyanya diarahkan
untuk mendukung penguatan
kelembagaan (capacity building
support) dan kesiapan sistem untuk
melaksanakan program yang nantinya
akan dibiayai dari utang. Pembiayaan
untuk suatu program pembangunan
tentunya akan lebih baik jika dapat
dibiayai dari sumber daya domestik
(rupiah murni). “Namun, sumber daya
domestik tersebut harus mencukupi
dengan pertimbangan: pertama, tidak
mengikat dan kedua, diskresi yang
memadai untuk memilih alternatif
penyedia barang dan jasa yang terbaik,”
jelas Widjanarko.
“Pengelolaan utang berada dalam
ranah pengelolaan keuangan publik
dalam konteks kebijakan fiskal sehingga
aturan-aturan yang memayunginya
akan selalu merujuk kepada UU No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan UU No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara”
jelas Widjanarko. Payung hukum
yang merujuk pada kedua aturan
dimaksud dan yang menjadi dasar
utama pengelolaan utang adalah
UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat
Utang Negara, UU No. 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN), PP No. 2 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/
atau Penerimaan Hibah serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
dan PP 54 tahun 2008 tentang Pinjaman
Dalam Negeri;
Dalam pelaksanaan proyek/
kegiatan pembangunan tertentu,
pembiayaannya dapat berasal dari
pinjaman dan/atau hibah (co-financing)
yang diatur dan merujuk pada loan/
grant agreement yang dibahas dan
kemudian disepakati antara donor/
lender dengan Pemerintah. “Pemerintah
dapat menerima hibah sebagai bagian
dari loan sepanjang mempunyai
peranan transfer of knowledge,” pungkas
Widjanarko mengakhiri percakapan. mk
Dengan demikian, kata Widjanarko,
secara garis besar, kebijakan
pengadaan utang pembiayaan defisit
APBN diarahkan antara lain untuk:
a) menurunkan rasio debt to GDP di
bawah 30%, b) mengurangi komposisi
Gambar 2
WHOLESALE
OBLIGASI NEGARA
RITEL
SBN
SURAT PERBENDAHAARAN NEGARA
SURAT
BERHARGA
NEGARA
SBSN
INSTRUMEN
UTANG
1.SBSN WHOLESALE
2.SBSN RITEL
3.ISLAMIC TREASURY BILLS
4.PROJECT FINANCING SUKUK
5.HYBRIDS
PINJAMAN LUAR NEGERI
LOAN
Media Keuangan Kementerian Keuangan
PINJAMAN
PROYEK
PINJAMAN
PROGRAM
PINJAMAN DALAM NEGERI
17
Vol. V No. 36/Agustus/2010
REGULER
SEKTORAL
Reportase
LDP DJKN Angkatan III
Menajamkan Internalisasi Core Value
Sejalan upaya memperkuat
internalisasi terhadap
core value, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara
(Ditjen Kekayaan Negara)
menyelenggarakan kegiatan
Leadership Development
Program (LDP) Angkatan
Ketiga. Kegiatan yang diikuti
enam puluh pejabat DJKN
di level eselon II dan III ini
diadakan di Denpasar, Bali,
pada 27 hingga 28 September
2010.
L
DP yang bertemakan “One Spirit,
One Team, One Goal” ini dibuka
oleh Direktur Jenderal Kekayaan
Negara, Hadiyanto. Dalam kesempatan
itu, Hadiyanto pun tak luput memberi
motivasi kepada para pejabat Ditjen
Kekayaan Negara yang hadir. Hadiyanto
menyampaikan perlunya para pejabat
Ditjen Kekayaan Negara memiliki
semangat kepemimpinan untuk
senantiasa memberi manfaat yang
maksimal bagi organisasi. Terlebih
pada era pengetahuan dan teknologi
informasi dewasa ini. “Leader harus
memiliki rasa empati kepada para
staf/pegawai,” tegas Hadiyanto saat
membuka kegiatan.
Menurutnya, kegiatan pengembangan
kepemimpinan ini dinilai efektif dalam
turut mengembangkan perilaku
kepemimpinan yang dilandasi aspek
spiritual dan emosional sebagai
motivasi pengembangan diri.
Karenanya, kegiatan LDP ini juga
bertujuan untuk mengimplementasikan
gaya kepemimpinan dan komunikasi
yang efektif, serta membangun
komitmen kebersamaan yang
profesional menuju pencapaian kinerja
puncak. Tak hanya itu, sambungnya,
para pejabat Ditjen Kekayaan
Negara juga diharapkan mampu
beradaptasi dengan perubahan dengan
mengembangkan sifat mendasar yang
meliputi aspek trust dan belief. “Hal
ini selaras dengan core value Ditjen
Kekayaan Negara yaitu integritas,
ketulusan dan komitmen” imbuh
Hadiyanto mantap.
Tak hanya diisi motivasi kepemimpinan,
kegiatan ini juga dipadati dengan
beragam materi seputar leadership dan
teamwork yang disampaikan beberapa
pejabat Ditjen Kekayaan Negara. Agus
Rijanto Sedjati, Direktur Hukum dan
Informasi, misalnya, menyampaikan
materi leadership dalam konteks
implementasi core value (Nilai-nilai
Utama) Ditjen Kekayaan Negara.
“Integritas merupakan kompetensi
dasar yang wajib dimiliki sehingga
menjadi panutan/contoh bagi para
staf/pegawai,” papar Agus saat
menyampaikan materi kepemimpinan.
Dalam kegiatan workshop tersebut, para
peserta juga diberikan materi outdoor,
berupa kegiatan outbound dengan
metode pembelajaran experiental
learning. Melalui pola ini, peserta
diharapkan dapat mengevaluasi tindakan
dan selanjutnya menentukan tujuan
yang akan dicapai dengan memprediksi
kemungkinan yang akan terjadi.
Media Keuangan Kementerian Keuangan
18
LDP Ditjen Kekayaan Negara
merupakan kegiatan pengembangan
kapasitas kepemimpinan Sumber Daya
Manusia (SDM) level pejabat eselon II
dan III. Melalui program ini, para peserta
diharapkan pula dapat meningkatkan
capaian kinerja yang lebih maksimal
dan sempurna. Tahun ini, LDP telah
dilaksanakan sebanyak tiga Angkatan,
yakni Angkatan I (30 April s.d 1 Mei
2010) di Bandung, Angkatan II (22 s.d.23
Juni 2010) di Jakarta, dan Angkatan III di
Denpasar (27 s.d. 28 September 2010)
Rangkaian kegiatan LDP ditutup
oleh Agus Rijanto dan Nuning S.R.
Wulandari, Kepala Bagian Kepegawaian
Ditjen Kekayaan Negara. Dalam
penyampaian kesan dan pesan, peserta
mengungkapkan bahwa kegiatan ini
diharapkan tidak semata seremonial,
akan tetapi dapat memberi semangat
baru untuk memperkuat teamwork di
Ditjen Kekayaan Negara. “Output dari
kegiatan ini kita harapkan peserta dapat
menjadi seorang leader, mencapai
kinerja yang maksimal dan memperkuat
teamwork melalui semangat baru
menuju perubahan yang lebih baik,”
timpal Agus Rijanto Sedjati saat
berbincang di acara ramah tamah. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Profil
Direktur Hukum dan Informasi Ditjen Kekayaan Negara
Kementerian Keuangan, Agus Rijanto Sedjati
Mencapai Visi
Mengaktualisasi Nilai-nilai Insani
Agus Rijanto Sedjati bisa
dibilang “sosok langka” di
lingkungan Kementerian
Keuangan. Penyematan “sosok
langka” ini setidaknya cukup
beralasan. Agus, sapaan
akrab ayah tiga putra ini,
telah hampir genap empat
dasawarsa menorehkan tinta
pengabdian di Kementerian
Keuangan. Sebuah jejak
pengabdian terpanjang yang
telah dipersembahkan Agus
kepada Kementerian ini.
B
agi sosok yang pertama kali
mengukir pengabdian di
Kementerian Keuangan pada 1
Juni 1971, keseluruhan jabatan yang
pernah ditapakinya tak lain adalah
amanah. Amanah yang menurutnya
harus diaktualisasikan dalam bentuk
tanggungjawab dan persembahan
mahakarya pengabdian.
Prinsip itupula yang sejatinya tetap
dipegang teguh Direktur Hukum dan
Informasi Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, hingga kini. Kendati baru
menduduki jabatan Direktur Hukum
dan Informasi lima bulan lalu, Agus
telah mampu meningkatkan akselerasi
terobosan kinerja di lingkungan
direktoratnya. Salah satu terobosan
kinerja itu terkait pengembangan
pelayanan Ditjen Kekayaan Negara
berbasis Teknologi Informasi dan
Komputerisasi (TIK).
menjabat Kepala Kanwil Ditjen Kekayaan
Negara III Pekanbaru, pengembangan
TIK Ditjen Kekayaan Negara juga tak
lepas dari amanat reformasi birokrasi di
Kementerian Keuangan sekaligus dalam
upaya mendukung pelayanan Ditjen
Kekayaan Negara yang cepat dan akurat.
Tahapan pengembangan TIK itu, kata
Agus, meliputi Cetak Biru, Pembangunan
Infrastruktur, Pembangunan Sistem
Aplikasi, Pembangunan Layanan TIK dan
Pembangunan Sistem Terintegrasi, sebagai
kelanjutan dari proses pengembangan TIK
yang telah dirintis oleh Direktur Hukum
dan Informasi sebelumnya.
Pengembangan TIK ini sejalan dengan
salah satu tugas dan fungsi (tusi)
Direktorat Hukum dan Informasi (DIT
HI) dalam mengembangkan sistem
informasi dan pengolahan data serta
penyajian informasi di bidang Kekayaan
Negara (KN), penilaian, piutang negara
dan lelang, yang juga merupakan bagian
tugas dan fungsi Ditjen Kekayaan Negara.
Cetak biru merupakan acuan
pengembangan TIK Ditjen Kekayaan
Negara tahun 2008-2014. Sementara,
pembangunan infrastruktur meliputi
pemenuhan kebutuhan perangkat keras,
perangkat lunak dan jaringan secara
bertahap. Pembangunan sistem aplikasi
ditujukan untuk mendukung fungsi
pengelolaan keuangan negara, piutang
negara dan lelang. “Pembangunan Layanan
TIK dengan mekanisme layanan satu pintu
dimaksudkan untuk merespon kendala
yang dihadapi pengguna atau stakeholders
Ditjen Kekayaan Negara. Semua sistem
aplikasi yang dibangun akan terintegrasi
dalam wadah SMIPT,” terang Agus.
Menurut sosok yang sebelumnya
Sistem Manajemen Informasi Pelayanan
Media Keuangan Kementerian Keuangan
19
Terpadu (SMIPT), mempunyai dwi fungsi
pengertian yaitu Sistem Manajemen
Informasi merupakan mekanisme
pengelolaan data dari suatu sumber
untuk dapat disajikan dalam berbagai
bentuk informasi yang komprehensif
guna kebutuhan strategis, taktis,
maupun operasional bagi pemangku
kepentingan Ditjen Kekayaan Negara dan
Sistem Pelayanan Terpadu merupakan
mekanisme yang mengolaborasikan
proses bisnis yang bersifat operasional
sehingga terbentuk interoperabilitas
antar sistem yang mampu memberikan
pelayanan bagi pemangku kepentingan
Ditjen Kekayaan Negara dalam hal
pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang
Negara dan Lelang.
Bentuk nyata SMIPT dari sisi Sistem
Manajemen Informasi yang sedang
dan akan dibangun yaitu executive
information system, business intelligence,
geographic information system (GIS), dan
internet portal,” paparnya. Melalui sistem
business intelligence, seluruh informasi
eksekutif dapat diterima dengan cepat
dan akurat, sedangkan bentuk nyata
SMIPT dari sisi Sistem Pelayanan Terpadu
akan mendukung tusi Ditjen Kekayaan
Negara melalui sistem aplikasi utama
dalam bentuk modul kekayaan negara
dan Sistem Informasi Piutang Negara dan
Lelang (SIMPLe).
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Profil
Efektifitas dan Efisiensi
Saat ini, progres pengembangan TIK
di Ditjen Kekayaan Negara antara lain
mencakup modul Kekayaan Negara
yang telah diujicobakan sebagai
aplikasi rekonsiliasi Barang Milik Negara
(BMN) semester I 2010 dan akan
diimplementasikan pada rekonsiliasi BMN
semester II 2010. Progres selanjutnya,
SIMPLe telah diimplementasikan di
seluruh Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL), dan akan
dilakukan stock of name atas Berkas Kasus
Piutang Negara (BKPN) secara serentak
dengan target data terkumpul pada akhir
Desember. Perkembangan berikutnya,
tambah Agus, Geographic Information
System (GIS) telah terimplementasi
dengan memetakan sekitar 5000 aset
tetap BMN hasil IP, serta pada kantor
modern telah diimplementasikan
aplikasi quick win dan front office untuk
operasional pelayanan satu pintu di
KPKNL teladan.
keputusan. Tak hanya itu, tingkat validasi
data pun lebih terjamin. Reporting dari
penatausahaan juga lebih cepat. “Bisa
dibayangkan bila dalam menjalankan tusinya Ditjen Kekayaan Negara tidak dibantu
dengan IT, maka tugas penatausahaan
akan berlangsung lama dan kurang efektif
dan efisien,” tegasnya.
Menurut Agus, melihat tusi Ditjen
Kekayaan Negara, maka arsitektur
aplikasi sistem informasi TIK di Ditjen
Kekayaan Negara melingkupi dua core,
yakni pembangunan SIMPLe dan modul
kekayaan negara. Namun, kata Agus,
fokus Ditjen Kekayaan Negara saat ini
pada penatausahaan BMN. Aktifitas
penatausahaan ini tidak bisa berhenti
karena diperlukan pada tiap semester
untuk Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat. Terlebih, tiap semesternya harus
dilakukan rekonsiliasi terhadap BMN
dengan K/L karena akan selalu ada mutasi
aset pemerintah.
Tut Wuri Handayani
Dalam mengemban amanat yang
melekat pada jabatannya, sosok yang
dikenal “pemomong” ini sejatinya tak
lepas dari filosofi hidup yang hingga
kini dipegangnya. Falsafah Ki Hajar
Dewantara “Ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, tut wuri handayani”
seolah menjadi pegangan dan inspirasi
bagi penggemar gado-gado dan ikan
bakar ini, dimana dan sebagai apapun dia
ditempatkan.
Sejalan pengembangan TIK, sambung
Agus, Ditjen Kekayaan Negara pun tengah
bersama-sama melakukan rekonsiliasi
dengan Kemenhan (Kementerian
Pertahanan) untuk melakukan
penatausahaan aset BMN melalui proses
SOP (Standard Operating Procedure) untuk
melakukan updating hasil IP SIMAK.
”Perlakuan khusus ini dalam rangka
mengakomodir pengembangan IT di
Kemenhan melalui kerjasama dengan
Ditjen Kekayaan Negara,” ujarnya.
Lalu, apa dampak dari pengembangan
aplikasi TIK di Ditjen Kekayaan Negara?
Agus menuturkan, pengembangan TIK
sangat membantu proses pekerjaan Ditjen
Kekayaan Negara dalam menjalankan
tugas dan fungsinya. Sehingga,
operasionalisasi pekerjaan semakin
efisien, sekaligus dapat memudahkan
monitoring dan acuan bagi pengambilan
Kendati obsesi pengembangan TIK di
Ditjen Kekayaan Negara terus digulirkan,
tidak serta merta upaya ini berjalan
tanpa kendala. Menurut Agus, tantangan
atau kendala yang utama adalah
mengintegrasikan sistem TIK kepada
tugas dan fungsi Ditjen Kekayaan Negara.
Ini memiliki komplikasi mengingat
tugas dan fungsi Direktorat Jenderal
yang terbentuk pada 6 Desember 2006
ini teramat luas. Terlebih KN dan BMN
juga belum mempunyai payung hukum
Undang-Undang (UU). “Dengan adanya
UU saya pikir akan lebih memudahkan
karena lebih ada kepastian,” harapnya.
Agus mengatakan, bahwa sejatinya
pemimpin harus menjadi teladan.
Selalu menjaga sikap dan perilaku
yang mencontohkan kebaikan kepada
setiap pribadi di lingkungan kerja.
Selain itu, pemimpin harus juga mampu
mengakomodir dan mendorong
staf-stafnya untuk terus melakukan
perbaikan-perbaikan. “Dengan prinsip
itu, tentu kita tidak bisa acuh tak acuh
di lingkungan kerja,” tukas sosok yang
pernah memimpin lima Kantor Pelayanan
di beberapa wilayah kerja sejak masa
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN), Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara (DJPLN) sampai dengan
Ditjen Kekayaan Negara saat ini.
Sepanjang perjalanan kariernya, Agus
menuturkan, bahwa yang paling
mengesankan selama mengabdi di
Kementerian Keuangan adalah ketika
terbentuknya Ditjen Kekayaan Negara
pada empat tahun silam, 6 Desember 2006.
Menurutnya, hal itu merupakan wilayah
Media Keuangan Kementerian Keuangan
20
kerja dengan tugas dan fungsi yang baru.
”Tentu ini menjadi tantangan tersendiri
serta semangat baru,” ujarnya mengenang.
Hal mengesankan juga tak sebatas pada
terbentuknya Ditjen Kekayaan Negara.
Agus mengungkapkan, tugas dan fungsi
yang diembannya ketika melanjutkan
dan mengembangkan TIK di Ditjen
Kekayaan Negara pun merupakan tugas
dan tantangan tersendiri. Terlebih latar
belakangnya bukan sebagai orang yang
menggeluti dunia IT. Agus ketika itu
hanya orang lapangan yang kaya akan
pengalaman lapangan yang bersifat taktis
dan simple.
Namun, berkat semangat dan motivasi
untuk terus belajar serta dukungan
dan arahan Dirjen Kekayaan Negara,
sosok pembelajar ini ternyata mampu
memacu dan meningkatkan akselerasi
kinerja TIK di Ditjen Kekayaan Negara. Ia
menyiasatinya dengan sering berdiskusi
dengan staf-stafnya sehingga tercipta
suasana kerja yang dinamis dan
konstruktif. ”Kuncinya menurut saya kita
harus mau belajar dan sharing dengan
rekan-rekan yang mumpuni di bidang itu.
Dengan begitu, semangat kerja tim pun
akan tercapai,” tuturnya mantap.
Agus yang dua setengah tahun
mendatang akan purnabakti, berharap
dirinya dapat memberi kontribusi yang
sebesar-besarnya bagi Kementerian
Keuangan, khususnya Ditjen Kekayaan
Negara. Kontribusi itu salah satunya
dengan mendorong tercapainya visi misi
Ditjen Kekayaan Negara melalui core
value yakni, komitmen, integritas dan
ketulusan. Ia yakin, dengan semangat
segenap insan Ditjen Kekayaan Negara
membumikan core value ini, visi misi
direktoratnya akan tercapai dengan
baik. ”Menurut saya nilai-nilai inilah
yang menjadi ruh kita untuk dapat
memberikan kontribusi yang terbaik
dalam menjalankan tugas,” papar lelaki
yang hobi bermain golf.
Menutup percakapan, lelaki yang gemar
akan wayang kulit ini menyampaikan
apresiasinya terhadap majalah Media
Keuangan. Menurutnya, media ini amat
diperlukan dalam upaya menjembatani
komunikasi antar satker (satuan kerja)
di lingkungan Kementerian Keuangan.
”Apalagi Kementerian ini sangat luas, maka
saya pikir media ini sangat efektif sebagai
jembatan komunikasi di Kementerian
Keuangan,” tukas suami dari Eddy Lestari
itu mengakhiri percakapan. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Lintas Peristiwa
Upacara Peringatan
Kemerdekaan RI
M
enteri Keuangan Agus DW Martowardojo beserta seluruh jajaran
pejabat eselon I Kementerian Keuangan, dan perwakilan pegawai
di lingkungan Kementerian Keuangan melaksanakan upacara
peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 pada Selasa (17/08). mk
Ditjen Pajak Canangkan
Nilai-Nilai Organisasi
D
irektur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo, beserta seluruh jajaran pegawai di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pencanangan nilai-nilai
organisasi DJP yang disebut dengan “DJP Maju, PasTI” pada Rabu (18/08). Program
yang diluncurkan di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta ini
merupakan penguatan komitmen DJP dalam rangka reformasi birokrasi yang dilaksanakan
Kementerian Keuangan. Adapun nilai-nilai organisasi tersebut adalah profesionalisme,
integritas, teamwork, dan inovasi, yang disingkat dengan sebutan “PasTI”. mk
Media Keuangan Kementerian Keuangan
21
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
Opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) untuk LKPP 2009
I
Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun
2009, BPK memberikan Opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP). Namun demikan, terdapat beberapa masalah yang
masih ditemukan, yakni kelemahan sistem pengendalian
internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Demikian pembukaan yang disampaikan Ketua
Banggar/F-PG Melchias Markus Mekeng dalam raker Badan
Anggaran dengan Menteri Keuangan di DPR RI, (30/8).
nformasi yang disajikan dalam LKPP
Tahun 2009 tersebut antara lain:
Rincian Laporan Realisasi APBN,
Neraca dan Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Berikut petikan laporan hasil kerja
Panja.
Laporan Realisasi APBN
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
dalam Tahun Anggaran (TA) 2009
berjumlah Rp848,76 triliun, yang berarti
2,25% lebih rendah dari APBN-P sebesar
Rp871 triliun.
Dalam TA 2009 realisasi penerimaan
perpajakan adalah Rp619,92 triliun atau
4,91% lebih rendah dari target APBNP
sebesar Rp651,95 triliun. Namun,
Realisasi PNBP berjumlah Rp227 triliun
atau 4,19% lebih tinggi dari target
APBNP sebesar Rp218 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja negara
berjumlah Rp937,38 triliun atau 6,34%
lebih rendah dari APBN-P sebesar
Rp1.000,84 triliun dan realisasi transfer
untuk daerah dalam TA 2009 adalah
sebesar Rp308,59 triliun atau 0,23%
lebih rendah dari APBN-P sebesar
Rp309,31 triliun.
dalam negeri sebesar Rp125 triliun dan
Pembiayaan Luar Negeri Netto sebesar
minus Rp12,42 triliun. Pembiayaan
Dalam Negeri tersebut termasuk
Penerimaan dan Penggunaan Saldo
Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp51,86
triliun. Dengan demikian, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk TA
2009 sebesar Rp23,96 triliun.
Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA)
Migas dari kegiatan usaha hulu migas
tahun 2009 sebesar Rp1,90 triliun dan
tahun 2008 sebesar USD530,97 juta
tetap disajikan sebagai Pendapatan
Lainnya sesuai dengan kesimpulan
Panitia Anggaran DPR. Hasilnya
dituangkan dalam UU Nomor 16 Tahun
2008 tentang Perubahan atas UU
Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN
TA 2008 sehingga tidak diperhitungkan
dalam Bagi Hasil.
Neraca dan Laporan Arus Kas
Posisi keuangan atau Neraca APBN
per 31 Desember 2009 terdiri dari aset
sebesar Rp2.122, 90 triliun, kewajiban
sebesar Rp1.681,71 triliun dan Ekuitas
Dana Netto atau Kekayaan Bersih
sebesar Rp441,19 triliun.
Berdasarkan Realisasi Pendapatan
Negara, Hibah dan Belanja Negara
tersebut terdapat defisit anggaran
sebesar Rp88,62 triliun atau 31,75%
lebih rendah dari APBN-P sebesar
Rp129,84 triliun.
Jika dibandingkan dengan tahun
lalu, dalam per 31 Desember
2008 Aset Pemerintah mengalami
kenaikan sebesar Rp51,20 triliun dari
aset pemerintah. Hal ini terutama
didominasi jumlah aset tetap sebesar
Rp305,66 triliun.
Untuk menutup defisit anggaran ini,
Pemerintah berhasil mengumpulkan
pembiayaan sebesar Rp112,58 triliun
yang bersumber dari pembiayaan
Berlawanan dengan itu, kewajiban
pemerintah menurun Rp11,99 triliun
dari kewajiban pemerintah per 31
Desember 2008. Ekuitas Dana Netto
Media Keuangan Kementerian Keuangan
22
per 31 Desember 2009 adalah sebesar
Rp441,19 triliun, yang berarti Rp63,18
triliun lebih tinggi dari ekuitas dana
netto per 31 Desember 2008.
Terjadi minus pada Laporan Arus Kas
Pemerintah Pusat yakni: Rp12,88 triliun
dari arus kas bersih aktivitas operasi,
Rp75,74 triliun dari arus kas bersih
aktivitas investasi aset non keuangan,
Rp112,58 triliun dari arus kas bersih
aktivitas pembiayaan, dan Rp2,84
triliun dari arus kas bersih aktivitas non
anggaran.
Berdasarkan total arus kas bersih
tersebut di atas dan adanya
penggunaan SAL sebesar Rp51,86
triliun, serta koreksi pembukuan Rp0,96
triliun maka terjadi penurunan saldo
kas Bendahara Umum Negara (BUN)
sebesar Rp29,77 triliun. Saldo Kas BUN
per 31 Desember 2009 menjadi sebesar
Rp46,06 triliun. Secara keseluruhan,
total kas pemerintah per 31 Desember
2009 adalah sebesar Rp81,37 triliun.
Catatan atas Laporan Keuangan
Panja sepakat terhadap penjelasan
Catatan atas Laporan Keuangan. Selain
angka-angka dalam LKPP yang telah
disepakati, Panja juga menyepakati
beberapa hal agar dimasukkan dalam
RUU Pertanggungjawaban atas
Pelaksanaan APBN (P2 APBN) TA 2009,
yaitu:
1. Pendapatan SDA Migas dari
Kegiatan Usaha Hulu Migas Tahun
2009 sebesar Rp1,90 triliun dan
tahun 2008 sebesar USD530,90 juta,
tetap disajikan sebagai Pendapatan
Lainnya sesuai dengan kesimpulan
Panitia Anggaran DPR, yang hasilnya
dituangkan dalam UU Nomor 16
Tahun 2008 tentang perubahan
atas UU Nomor 45 Tahun 2007
tentang APBN Tahun 2008 sehingga
tidak diperhitungkan dalam
Bagi Hasil. (Fraksi PDI-P meminta
agar Pendapatan SDA Migas dari
Kegiatan Usaha Hulu Migas tahun
2009 dan 2008 diperhitungkan
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
dalam Bagi Hasil).
2. Ketentuan pemberian imbalan dan
sanksi atas kinerja K/L terkait dengn
perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban dalam disiplin
anggaran agar dicantumkan dalam
UU APBN.
3. Pelaksanaan audit dengan tujuan
tertentu oleh BPK atas nilai SAL.
4. Pelaksanaan audit dengan tujuan
tertentu oleh BPK atas nilai
Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Rekomendasi Panja kepada
Pemerintah
Sebelum menutup laporannya, Tamsil
menyebutkan Rekomendasi Panja
kepada Pemerintah sebagai berikut:
1. Agar Pemerintah melakukan
penilaian kinerja terhadap
K/L berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban dalam disiplin
anggaran serta menerapkan sistem
pemberian imbalan dan sanksi
(reward and punishment system)
kepada K/L termasuk Satuan Kerja
Pengguna Anggaran di Lingkungan
K/L yang bersangkutan. Aturan
pemberian imbalan dan sanksi untuk
K/L agar dituangkan dalam UU APBN.
2. Agar Pemerintah segera menetapkan
kebijakan akuntansi atas transaksi
selisih kurs dan aset Kontraktor
Kontrak Kerjasama (KKKS).
3. Agar Pemerintah mengkaji dan
menyempurnakan perundangundangan di bidang PNBP, yang
sudah tidak sesuai lagi dengan UU
di Bidang Keuangan Negara serta
memberikan punishment kepada
K/L yang mengelola PNBP di luar
mekanisme APBN.
4. Agar Pemerintah mendalami
rekomendasi BPK-RI berkaitan
dengan hasil pemeriksaan
LKPP Tahun 2009 yang belum
diselesaikan sesuai dengan jangka
waktu yang telah disepakati.
5. Agar Pemerintah mengoptimalkan
aparat pengawasan intern
pemerintah untuk melakukan
review atas LKPP dan Laporan
Keuangan Kementerian Lembaga
(LK-K/L).
6. Agar Pemerintah melanjutkan
proses inventarisasi dan penilaian
kembali serta penertiban
pemanfaatan dan legalitas BMN
pada seluruh K/L.
7. Agar Pemerintah terus melanjutkan
upaya penertiban rekening
pemerintah.
8. Agar Pemerintah segera
menyelesaikan penelusuran jumlah
SAL dan memperbaiki administrasi
SAL sehingga saldo buku sesuai
dengan saldo fisik.
9. RUU APBN/APBN-P, Pemerintah
melengkapi dengan usulan
kriteria mengenai besaran belanja
tertentu yang dapat melebihi pagu
anggaran.
10.Agar Pemerintah bersama-sama DPR
dalam mengalokasikan anggaran
belanja termasuk belanja lain-lain
sesuai dengan ketentuan UU 17
Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
11.Agar BPK menyampaikan hasil evaluasi
dan pemeriksaannya atas belanja yang
Media Keuangan Kementerian Keuangan
23
dibiayai pinjaman luar negeri.
12.Agar Pemerintah segera
menyelesaikan proses likuidasi
aset eks-Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias.
13.Agar Pemerintah melanjutkan
program Pelatihan Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan dalam
rangka peningkatan kapasitas
SDM (capacity building) bagi
pegawai di Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah dan
kemungkinan penyelenggaraannya
untuk daerah yang tidak atau
kurang mampu.
Pembahasan Draft RUU P2 APBN TA 2009
• Dalam pembahasan Panja, ada 3
(tiga) Bab Draft Rancangan UndangUndang yang dibahas yakni:
pendahuluan, kesepakatan dan
penutup.
• Tiga poin yang disepakati Panja
pada Draft RUU yakni: memasukkan
konsideran menimbang dan
mengingat di dalam Draft RUU,
perubahan dalam beberapa pasal,
dan penutup.
• Semua fraksi dan pemerintah
menyetujui RUU dibahas lebih lanjut
dengan catatan dari masing-masing
fraksi. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
APBN Sehat
Jangkar Kestabilan Ekonomi
“Di tengah pemulihan ekonomi global yang masih dibayang-bayangi
oleh sejumlah ketidakpastian, Pemerintah bertekad untuk mewujudkan
pengelolaan APBN dan APBD yang sehat, efektif dan berkelanjutan. APBN
yang sehat harus dapat menjadi jangkar kestabilan ekonomi,” tegas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat penyampaian Keterangan
Pemerintah Atas RUU APBN Tahun Anggaran 2011 Beserta Nota
Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR-RI (16/08).
L
ebih lanjut Presiden juga
menyebutkan tiga indikator penting
untuk mewujudkan APBN dan APBD
yang sehat, efektif dan berkelanjutan,
yakni tingkat defisit yang terkendali,
rasio utang terhadap PDB yang makin
menurun, dan keseimbangan primer yang
positif. Selain itu, menurut Presiden APBN
yang disusun Pemerintah juga harus
dapat mengoptimalkan peran kebijakan
fiskal, agar benar-benar secara efektif
mendorong pertumbuhan ekonomi dan
sekaligus memantapkan pemerataan.
Kebangkitan Perekonomian Indonesia
Presiden kemudian mengingatkan
kembali soal kondisi perekonomian global
sejak pertengahan tahun 2009 lalu yang
memperlihatkan perkembangan yang
positif. Bahkan keadaan yang makin baik
itu berlanjut hingga semester I tahun 2010.
Dalam tahun 2009, ketika sebagian besar
negara di dunia mengalami pertumbuhan
ekonomi negatif, laju pertumbuhan
PDB kita mencapai 4,5 persen. “Ini
menempatkan negara kita menjadi salah
satu dari tiga negara yang memiliki kinerja
ekonomi terbaik dalam tahun itu, di
samping Tiongkok dan India,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, berdasarkan
perkembangan ekonomi global dan
perekonomian domestik, kerangka
ekonomi makro dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahun 2011 mengambil
Media Keuangan Kementerian Keuangan
24
dasar perhitungan berbagai besaran
dalam RAPBN tahun 2011 sebagai berikut:
pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; laju
inflasi 5,3 persen; suku bunga SBI 3 bulan
6,5 persen; nilai tukar Rp9.300 per dolar
Amerika Serikat; harga minyak US$80,0
per barel, dan lifting minyak sebesar 970
ribu barel per hari.
Sementara itu, APBN kita memang masih
akan mengalami defisit. “Keputusan
melaksanakan APBN yang defisit ini
diambil, karena kita masih menganggap
perlu memberikan stimulus fiskal
untuk menjaga ketahanan ekonomi
nasional kita,” jelas Presiden. Sementara
itu, menurut Presiden, stimulus fiskal
ini diperlukan untuk mendorong
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Stimulus fiskal juga sangat penting untuk
memperluas lapangan kerja produktif,
sebagaimana pada saat krisis yang terjadi
pada tahun 2009.
Defisit atau surplus APBN adalah bagian
dari kebijakan fiskal menghadapi situasi
yang timbul pada waktu itu. Namun,
Presiden menegaskan bahwa prinsip
dasar pengelolaan APBN yang sehat tetap
kita pegang teguh, yaitu dalam jangka
menengah, APBN harus kurang lebih
seimbang.
Postur RAPBN 2011
Sebagai instrumen utama kebijakan
fiskal, Presiden mengatakan bahwa
RAPBN 2011 diarahkan untuk mencapai
10 (sepuluh) sasaran strategis, guna
mendorong pembangunan yang inklusif
dan berkeadilan selama jangka waktu 5
tahun ke depan.
Kesepuluh sasaran strategis itu adalah;
(1) ekonomi nasional tumbuh makin
tinggi; (2) pengangguran makin menurun
dengan menciptakan lapangan kerja yang
lebih baik; (3) kemiskinan makin menurun;
(4) pendapatan perkapita makin
meningkat; (5) stabilitas ekonomi makin
terjaga; (6) pembiayaan dalam negeri
makin kuat dan meningkat; (7) ketahanan
pangan dan air makin meningkat; (8)
ketahanan energi makin meningkat;
(9) daya saing ekonomi nasional makin
menguat dan meningkat; dan (10) upaya
pembangunan yang ramah lingkungan
dengan pendekatan "ramah lingkungan"
makin kita perkuat.
“Pemerintah bersama-sama dengan
DPR akan menjalankan pembangunan
nasional pada RKP Tahun 2011 dengan
tema “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
yang Berkeadilan, Didukung oleh
Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat
Daerah”,” ujar Presiden.
Sementara itu, Presiden menjelaskan
bahwa postur RAPBN tahun 2011 yaitu
pendapatan negara dan hibah sebesar
Rp1.086,4 triliun atau naik 9,5 persen dari
target APBN-P 2010 dan belanja negara
sebesar Rp1.202 triliun atau meningkat
6,7 persen dari pagu APBN-P 2010.
Dengan demikian, RAPBN 2011 akan
mengalami defisit sebesar Rp115,7 triliun,
atau 1,7 persen dari PDB.
Lebih lanjut Presiden menjelaskan
tujuh sasaran utama anggaran belanja
pemerintah pusat dalam tahun 2011 sesuai
dengan prioritas RKP tahun 2011 yaitu
menunjang pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas yang didukung
oleh pembangunan infrastruktur, termasuk
transportasi dan energi, perlindungan
sosial melalui BOS dan Jamkesmas,
pemberdayaan masyarakat antara lain
melalui PNPM mandiri, pemantapan
pelaksanaan reformasi birokrasi, perbaikan
kesejahteraan aparatur negara dan
pensiunan, penyediaan anggaran subsidi
yang lebih tepat sasaran, dan pemenuhan
kewajiban pembayaran utang tepat waktu.
“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dalam tahun 2011
mendatang, kita tingkatkan intensitas
pelaksanaan pembangunan yang
inklusif dan berkelanjutan, dengan lebih
memperhatikan aspek lingkungan,”
tegas Presiden. Menurutnya, strategi
pembangunan yang inklusif dan
berkelanjutan itu akan bertumpu
pada empat pilar strategis yaitu: (a)
meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkualitas
(pro-growth); (b) menciptakan dan
memperluas lapangan kerja (projob); (c) meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui program-program jaring
pengaman sosial yang berpihak kepada
masyarakat miskin (pro-poor); dan (d)
meningkatkan kualitas pengelolaan
lingkungan hidup (pro-environment).
Program Utama Pemerintah
Keberhasilan program-program
Pemerintah menurut Presiden sangat
ditentukan oleh kinerja birokrasi
pemerintahan. “Untuk itu kita lanjutkan
dan mantapkan pelaksanaan reformasi
birokrasi dengan fokus pada peningkatan
kualitas pelayanan publik serta tata kelola
pemerintahan yang semakin baik,” tegas
Presiden.
Reformasi birokrasi ini, menurut Presiden
diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan publik, yang ditopang oleh
kapasitas pegawai yang memadai.
Untuk mendukungnya, pemerintah
merencanakan alokasi anggaran sebesar
Rp1,4 triliun dalam RAPBN tahun 2011.
Sejalan dengan itu, untuk mendukung
upaya perbaikan kesejahteraan PNS/TNI/
Polri dan pensiunan, pemerintah dalam
tahun 2011 mendatang, berencana
menaikkan gaji pokok PNS/TNI/Polri dan
pensiun pokok sebesar rata-rata 10 persen.
Sementara itu, untuk menjamin
kesejahteraan rakyat dalam tahun 2011
Media Keuangan Kementerian Keuangan
25
Presiden menjelaskan bahwa anggaran
untuk subsidi direncanakan mencapai
Rp184,8 triliun atau turun Rp16,5 triliun
dari beban anggaran subsidi tahun
sebelumnya. Kenaikan Tarif Dasar Listrik
(TDL) ditetapkan sebesar 12 hingga
15 persen bagi kalangan industri dan
pelanggan di atas 900 VA sejak bulan Juli
2010. “Khusus bagi pelanggan pengguna
rumah tangga dan pelaku usaha mikro
dan usaha kecil, TDL tidak dinaikkan,” ujar
Presiden.
Presiden menegaskan juga bahwa
Pemerintah juga bertekad untuk
memenuhi kewajiban pembayaran
utang tepat waktu. Pada RAPBN 2011,
menurut Presiden, alokasi anggaran untuk
pembayaran bunga utang direncanakan
mencapai Rp116,4 triliun.
“Ke depan, prinsip untuk mengambil
pinjaman secara berhati-hati dan selektif
akan tetap kita pegang,” tegas Presiden.
“Pinjaman baru harus digunakan untuk
membiayai berbagai program dan kegiatan
yang produktif, serta mampu memberikan
manfaat ekonomi yang lebih besar. Hasil
dari kegiatan produktif dan manfaat
ekonomi itu, kelak dapat kita gunakan
untuk memperbesar kapasitas fiskal serta
membayar kembali kewajiban cicilan utang
pokok dan bunganya,” lanjutnya.
Prioritas RKP 2011 Pada K/L
Presiden kemudian menjelaskan
Kementerian Negara dan Lembaga (K/L)
yang mendapat alokasi anggaran cukup
besar dalam RAPBN 2011 berdasarkan
prioritas RKP 2011. K/L tersebut dengan
alokasi anggarannya yaitu Kementerian
Pekerjaan Umum sebesar Rp 56,5 triliun,
Kementerian Pendidikan Nasional sebesar
Rp50,3 triliun, Kementerian Pertahanan
sebesar Rp45,2 triliun, Kementerian
Agama sebesar Rp31,0 triliun dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebesar Rp28,3 triliun.
“Prioritas alokasi anggaran pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Perhubungan, kita fokuskan
pada pembangunan infrastruktur
yang berkualitas untuk meningkatkan
percepatan pertumbuhan ekonomi,” ujar
Presiden.
Sementara itu, menurutnya anggaran
pada Kementerian Pendidikan Nasional
dan Kementerian Agama difokuskan
untuk meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan pendidikan yang
bermutu dan terjangkau baik melalui
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
jalur formal maupun non-formal di semua
jenjang pendidikan, anggaran pada
Kementerian Pertahanan diprioritaskan
untuk mendukung terlaksananya
modernisasi dan peningkatan alat utama
sistem persenjataan, dan anggaran bagi
Kepolisian Negara RI ditujukan untuk
menurunkan gangguan keamanan
ketertiban masyarakat (kamtibmas) baik
melalui pengembangan langkah-langkah
strategis maupun pencegahan potensi
gangguan keamanan, baik kualitas
maupun kuantitas.
Reformasi Penganggaran
“Dalam rangka reformasi penganggaran,
kita percepat pelaksanaan penganggaran
berbasis kinerja,” ujar Presiden. Dalam
sistem penganggaran yang baru ini,
menurut Presiden ditekankan pada
pencapaian hasil dan keluaran dari setiap
program/kegiatan dengan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan
sumber daya yang terbatas. Untuk tahun
2010 disempurnakan format rencana kerja
dan anggaran Kementerian Negara dan
Lembaga (RKA-KL).
Pada saat yang bersamaan, lanjut
Presiden, Pemerintah menerapkan
kerangka pengeluaran jangka menengah.
Dengan sistem ini, maka perencanaan
penganggaran belanja dari setiap satuan
kerja pada semua Kementerian Negara
dan Lembaga, harus memperhitungkan
kebutuhan anggaran dalam perspektif
lebih dari satu tahun. Penerapan kedua
sistem penganggaran ini, akan terus kita
sempurnakan di masa mendatang.
Reformasi penganggaran dalam
pengelolaan keuangan negara, juga kita
berlakukan secara menyeluruh untuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), baik provinsi maupun kabupaten/
kota, yang sebagian besar pendanaannya
masih bergantung pada transfer ke
daerah. Pendanaan pembangunan melalui
transfer ke daerah, merupakan bagian dari
pendanaan pembangunan nasional secara
keseluruhan. “Pendanaan ini bertujuan
untuk mendukung konsistensi dan
keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi
fiskal untuk menunjang penyelenggaraan
otonomi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab, “ jelas Presiden.
Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah, sebagai bagian
integral dari pembangunan nasional,
disamping berkepentingan terhadap
penyelenggaraan aktivitas sektoral di
daerah, juga berkepentingan terhadap
Strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan
itu akan bertumpu pada empat pilar strategis yaitu:
(a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkualitas (pro-growth); (b) menciptakan dan
memperluas lapangan kerja (pro-job); (c) meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring
pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat
miskin (pro-poor); dan (d) meningkatkan kualitas
pengelolaan lingkungan hidup (pro-environment)
aktivitas pembangunan dalam dimensi
kewilayahan. Dengan demikian menurut
Presiden, dalam RPJM Nasional Tahun
2010 – 2014 pemerintah menekankan
pentingnya pembangunan yang inklusif
berbasis kewilayahan yaitu dengan
mendorong pertumbuhan wilayahwilayah potensial di luar Jawa-Bali
dan Sumatera dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di wilayah itu,
meningkatkan keterkaitan antarwilayah
melalui peningkatan perdagangan antar
pulau guna mendukung perekonomian
domestik, dan meningkatkan daya saing
daerah melalui pengembangan sektorsektor unggulan di setiap daerah.
“Selain itu, kita mendorong juga percepatan
pembangunan daerah tertinggal, kawasan
strategis dan cepat tumbuh, kawasan
perbatasan, kawasan terdepan, kawasan
terluar dan daerah rawan bencana. Terakhir,
dengan mempertimbangkan potensi laut,
kita terus mendorong pengembangan
wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Konsep minapolitan dikembangkan sebagai
salah satu motor penggerak perekonomian
lokal,” ujar Presiden.
Sumber Pendapatan Negara
Untuk memenuhi kebutuhan belanja
negara, baik belanja pemerintah pusat
maupun transfer ke daerah, maka sumbersumber pendapatan negara yang berasal
dari penerimaan perpajakan, penerimaan
negara bukan pajak, dan hibah harus
ditingkatkan seoptimal mungkin agar
dapat memperkuat kapasitas fiskal kita.
“Dalam RAPBN 2011 mendatang
penerimaan perpajakan direncanakan
mencapai Rp839,5 triliun, atau
menyumbang sekitar 77 persen dari
total pendapatan negara dan hibah,” ujar
Presiden. Untuk mengamankan sasaran
penerimaan perpajakan tahun 2011,
menurut Presiden Pemerintah terus
melanjutkan langkah-langkah reformasi
perpajakan dengan menyempurnakan
Media Keuangan Kementerian Keuangan
26
kebijakan perpajakan serta melanjutkan
reformasi peraturan dan perundangundangan pajak dan langkah-langkah
penggalian potensi pajak dan reformasi
pengawasan pajak.
Lebih lanjut Presiden menjelaskan bahwa
rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dalam tahun 2011 mencapai
Rp243,1 triliun, atau menyumbang lebih
dari 22 persen dari total pendapatan
negara dan hibah. Untuk mengoptimalkan
pencapaian target PNBP ini, Pemerintah
terus melakukan langkah-langkah
untuk meningkatkan lifting migas dan
optimalisasi penerimaan dari bagian
Pemerintah atas laba BUMN.
Pembiayaan
Untuk membiayai defisit anggaran itu,
pemerintah akan menggunakan sumbersumber pembiayaan, baik dari dalam
maupun luar negeri. “Langkah itu kita
lakukan dengan tetap berorientasi pada
pembiayaan yang stabil dan berkelanjutan,
serta beban dan risiko seminimal
mungkin,” tegas Presiden.
Lebih lanjut Presiden menyebutkan
bahwa sumber utama pembiayaan dalam
negeri berasal dari penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) sedangkan sumber
pembiayaan luar negeri akan berasal dari
penarikan pinjaman luar negeri, berupa
pinjaman program dan pinjaman proyek.
Menurutnya dengan langkah-langkah
itu diupayakan penurunan rasio utang
pemerintah terhadap PDB dari sekitar 27,8
persen pada akhir tahun 2010 menjadi
sekitar 26,0 persen pada akhir tahun 2011.
“Penurunan rasio utang pemerintah
terhadap PDB, insya Allah, dapat
memperkuat struktur ketahanan fiskal
kita, sejalan dengan tujuan Pemerintah
untuk mencapai kemandirian fiskal yang
berkelanjutan. Inilah bagian dari upaya kita
untuk memelihara ketahanan ekonomi,”
ujar Presiden. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Info Kebijakan
Pokok-Pokok
Nota Keuangan
dan RAPBN 2011
Menyusul penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU APBN
Tahun Anggaran 2011 Beserta Nota Keuangannya di depan Rapat
Paripurna DPR-RI, (16/08), Menteri Keuangan Agus Martowardojo
menyampaikan keterangan persnya mengenai beberapa hal
terkait Pokok-Pokok Nota Keuangan dan RAPBN 2011 kepada
wartawan. Bersama dengan Menkeu hadir Menko Perekonomian
Hatta Rajasa, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri
BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Kementerian ESDM Darwin
Zahedy Saleh, dan Menteri Pertanian Suswono. Berikut petikan
keterangan pers Menteri Keuangan.
Pinjaman Luar Negeri
“Jumlah yang kita tarik dan jumlah yang
kita lunasi, akan lebih banyak jumlah
yang dilunasi,” ujar Menkeu menanggapi
pertanyaan wartawan mengenai pinjaman
luar negeri. Menkeu kemudian menjelaskan
bahwa pinjaman luar negeri direncanakan
turun secara netto. Pinjaman itu dapat
diperoleh dari pinjaman multilateral,
bilateral ataupun komersial.
Menurut Menkeu, Pemerintah berusaha
mencari pinjaman yang paling efisien. Dari
segi term of reference, dari sekian tawaran
pinjaman dipilih pinjaman yang paling lunak,
yakni jangka waktunya paling panjang,
tingkat bunganya paling murah, dan pada
saat ditarik tidak memiliki persyaratanpersyaratan yang memberatkan kepada
Indonesia, misalnya terkait agenda politik.
“Kalau pinjamannya sendiri bisa dalam
rangka pinjaman program ataupun pinjaman
proyek,” ungkap Menkeu.
Subsidi
Beralih pada pertanyaan terkait subsidi,
Menkeu menegaskan bahwa Pemerintah
sedang menata ulang kebijakan subsidi
agar adil dan tepat sasaran sehingga
meningkatkan efisiensi dan kualitas
belanja negara. ”Prinsip-prinsip yang kita
pakai adalah menyusun sistem seleksi yang
ketat untuk menentukan sasaran penerima
subsidi yang tepat. Jadi, bukan subsidi
yang sifatnya menurun tapi betul-betul
targeted,” tegas Menkeu.
Untuk itulah, menurut Menkeu, Pemerintah
akan menyusun sistem seleksi yang ketat
untuk menentukan sasaran penerima
subsidi yang tepat. Pemerintah juga akan
menggunakan basis data yang akurat dan
transparan serta menata ulang sistem
penyaluran subsidi yang lebih akuntabel
dan lebih tepat sasaran.
“Ini menunjukkan bahwa kita memang
kelola subsidi kita. Di pos-pos subsidi seperti
subsidi pupuk, benih, dan subsidi terkait
dengan pangan tetap kita adakan. Hal itu
terlihat dari komponen-komponen subsidi
non energi, yaitu pangan, pupuk, benih, dan
great programme,” ujar Menkeu.
Tarif Dasar Listrik
Terkait dengan Tarif Dasar Listrik Menkeu
menyampaikan bahwa tahun depan akan
ada kenaikan TDL sebesar 15%. “Asumsi kita,
TDL kita naikkan di awal tahun. Asumsi ya
2011. Tetapi tentang lebih detailnya, nanti
kita musti ada pembicaraan dengan BapakIbu di Senayan, di DPR dan ini semua masih
akan ada proses sampai bulan Oktober baru
ada final,” jelas Menkeu.
Pertumbuhan Ekonomi
Soal Pertumbuhan ekonomi, Menkeu
menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2011 diyakini
sebesar 6,3%. Untuk itu, Pemerintah terus
berusaha menjaga APBN sehat, efisien,
dan berkesinambungan. Menurut Menkeu,
syarat untuk mempunyai APBN yang
berkesinambungan itu yang paling utama
adalah menjaga tingkat defisit tidak lebih
dari 3%. Kedua, keseimbangan primer
(primary balance) tetap positif. Artinya, total
penerimaan dikurangi pengeluaran di luar
Media Keuangan Kementerian Keuangan
27
bunga bernilai positif. Dan yang ketiga, rasio
hutang terhadap Gross Domestic Product
(GDP) cenderung menurun.
“Kita memang mengutamakan agar
anggaran kita itu sehat. Yaitu menjaga agar
kita punya defisit, sekarang tahun 2011
kita anggarkan 1,7% itu minus tapi tidak
sampai 3%. Kemudian, primary balance kita
positif dan juga loan to GDP, kita harapkan
di akhir tahun 2011, 26%,” ujar Menkeu.
Pada pembahasan pertumbuhan ekonomi
ini, Menkeu juga melakukan klarifikasi atas
pernyataan di beberapa media bahwa
pinjaman luar negeri di Indonesia dan SUN
(SBN) yang jatuh tempo di tahun 2010 sebesar
Rp36 triliun. “Itu tidak betul. Total yang jatuh
tempo di tahun 2010 itu Rp124 triliun dan di
tahun 2011 itu Rp110 triliun,” tegas Menkeu.
Menurut Menkeu, Pemerintah akan
mengelola dengan baik pinjaman yang jatuh
tempo. Sedangkan untuk perpanjangan
dan refinancing hutang, Pemerintah tetap
akan menggunakan prinsip kehati-hatian,
yakni dengan mengutamakan pinjaman di
dalam negeri (dalam Rupiah). Kemudian,
jika ada pinjaman Luar Negeri Pemerintah
akan memilih pinjaman Luar Negeri yang
persyaratannya murah, lunak, dan tidak
ada ikatan-ikatan politis. Dan yang terakhir,
Pemerintah akan menjaga supaya pinjaman
Luar Negeri secara netto tetap turun.
Menkeu juga mengingatkan agar
Pemerintah memperhatikan ratio pinjaman
terhadap GDP yang saat ini sudah
meningkat jauh. Di bulan Juli 2010, GDP
Indonesia mencapai Rp6.200 triliun. Hal ini
menunjukkan kenaikan cukup besar selama
10 tahun dibandingkan GDP tahun 2001
yakni sekitar Rp1.640 triliun. “Jadi, memang
perekonomiannya membesar dan kalau
memang hutang ada peningkatan, yang
penting ada di dalam ratio yang sehat,”
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Review
REVIEW PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143/PMK.011/2010
TENTANG SASARAN INFLASI
TAHUN 2010, 2011, DAN 2012
Pertimbangan
• Peraturan Menteri Keuangan
ini diterbitkan pada intinya
mempertimbangkan bahwa
berdasarkan Pasal 21 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara,
Pemerintah dan Bank Indonesia
berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan
moneter.
• Hal tersebut dimaksudkan dalam
rangka mewujudkan tujuan Bank
Indonesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah
sebagaimana diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 6 tahun 2009 (UUBI).
• Sementara itu, berdasarkan Pasal 10
UUBI, Bank Indonesia berwenang
menetapkan sasaran moneter
dengan memperhatikan pada
sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi
dengan Bank Indonesia.
Umum
• Inflasi sebagai suatu gejala
meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu)
berkaitan dengan mekanisme
pasar yang secara prinsip dapat
disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain, konsumsi masyarakat
yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi,
sampai termasuk juga akibat adanya
ketidak lancaran distribusi barang.
• Kendati demikian, inflasi sebagai
gejala pasar yang secara trennya
alamiah, tidak menjadikan
alasan bagi Pemerintah untuk
membiarkannya, yang pada
gilirannya dapat secara potensial
menimbulkan petaka yang
membahayakan perekonomian
bangsa.
• Untuk itulah, maka diperlukan
koordinasi yang sinergis antara
Pemerintah c.q. Kementerian
Keuangan dan Bank Indonesia dalam
memfasilitasi langkah-langkah
strategis yang berorientasi pada hulu
kebijakan yang bersifat kontraktif
fiscal maupun moneter.
Jenis Sasaran Inflasi
• Yang dimaksud dengan Sasaran
Inflasi adalah suatu tingkat inflasi
yang ingin dicapai dalam suatu
kurun waktu tertentu.
• Jenis Sasaran Inflasi yang ditetapkan
dan diumumkan merupakan Inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK)
tahunan (year-on-year).
• IHK sebagai headline inflation,
adalah kenaikan IHK dari waktu ke
waktu tertentu yang dihitung dan
dipublikasikan oleh Badan Pusat
Statistik.
Bentuk Sasaran Inflasi
• Bentuk Sasaran Inflasi yang
ditetapkan merupakan angka
tertentu dengan toleransi (point with
deviation).
• Bentuk Sasaran Inflasi berbentuk
IHK tahunan (year-on-year), yang
ditetapkan pada angka tertentu
dengan toleransi (point with
deviation).
Media Keuangan Kementerian Keuangan
28
Tingkat Dan Periode Sasaran Inflasi
Tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK
ditetapkan sebagai berikut:
a. 5,0 % untuk tahun 2010;
b. 5,0 % untuk tahun 2011; dan
c. 4,5 % untuk tahun 2012, dengan
deviasi sebesar 1,0%.
Pengendalian Inflasi
Pengendalian inflasi akan dilakukan
dalam suatu Forum Koordinasi
Pengendalian Inflasi dengan komposisi
sebagai berikut:
Koordinator:
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian
Anggota:
1. Menteri Keuangan;
2. Gubernur Bank Indonesia;
3. Menteri Perdagangan; dan
4. Menteri-Menteri terkait.
Pemantauan Inflasi
Dalam rangka pemantauan inflasi,
penjelasan mengenai perkembangan
dan penyebab inflasi disampaikan
oleh Badan Pusat Statistik dalam rapat
berkala Forum Koordinasi Pengendalian
Inflasi. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Review
Daftar Peraturan Menteri Keuangan
Yang Ditetapkan per Agustus 2010
2 Agustus 2010
PMK Nomor 137/PMK.07/2010
Perubahan Atas PMK Nomor 118/PMK.07/2010
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Penguatan Desentralisasi
Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah Tahun Anggaran
2010.
Aluminium Mealdish (Lacquered Tray With Or Without Lid) Dari
Negara Malaysia.
PMK Nomor 146/PMK.04/2010
Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Kena Cukai
Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas.
PMK Nomor 138/PMK.06/2010
Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara.
PMK Nomor 147/PMK.07/2010
Badan Atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak
Dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
11 Agustus 2010
PMK Nomor 148/PMK.07/2010
Badan Atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak
Dikenakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan
Perkotaan.
PMK Nomor 139/PMK.03/2010
Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Diperoleh
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Dari Pemberi Kerja
Yang Memiliki Hubungan Istimewa Dengan Perusahaan Lain
Yang Tidak Didirikan Dan Tidak Bertempat Kedudukan Di
Indonesia.
PMK Nomor 140/PMK.03/2010
Penetapan Wajib Pajak Sebagai Pihak Yang Sebenarnya
Melakukan Pembelian Saham Atau Aktiva Perusahaan Melalui
Pihak Lain Atau Badan Yang Dibentuk Untuk Maksud Demikian
(Special Purpose Company) Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa Dengan Pihak Lain Dan Terdapat Ketidakwajaran
Penetapan Harga.
PMK Nomor 141/PMK.02/2010
Perubahan Atas PMK Nomor 123/PMK.02/2010
Standar Biaya Khusus Tahun Anggaran 2011.
20 Agustus 2010
PMK Nomor 142/PMK.03/2010
Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 215/PMK.03/2008
Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat
Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk
Subjek Pajak Penghasilan.
24 Agustus 2010
PMK Nomor 143/PMK.011/2010
Sasaran Inflasi Tahun 2010, 2011, Dan 2012.
PMK Nomor 144/PMK.011/2010
Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka
Asean-India Free Trade Area (AIFTA).
27 Agustus 2010
PMK Nomor 145/PMK.011/2010
Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor
PMK Nomor 149/PMK.07/2010
Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah Dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun
Anggaran 2011.
PMK Nomor 150/PMK.03/2010
Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan.
PMK Nomor 151/PMK.01/2010
Pedoman Tata Naskah Dinas Kementerian Keuangan.
30 Agustus 2010
PMK 152/PMK.04/2010
Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Kendaraan Bermotor
Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas.
31 Agustus 2010
PMK Nomor 153/PMK.010/2010
Kepemilikan Saham Dan Permodalan Perusahaan Efek.
PMK Nomor 154/PMK.03/2010
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang
Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain. mk
Peraturan Menteri Keuangan yang dikeluarkan
per Agustus 2010 tersebut dapat diakses pada:
Situs JDI Hukum pada portal
Kementerian Keuangan
Media Keuangan Kementerian Keuangan
(www.depkeu.go.id)
29
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Artikel
Transfer Pricing
Oleh: Widyaiswara Pusdiklat Pajak Ucok Sarimah SE.MM
Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)di Toronto Kanada beberapa waktu
lalu yang diikuti oleh Presiden Republik Indonesia yang didampingi
beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II termasuk
Menteri Keuangan Agus Martowardojo, membahas transfer pricing
yang menjadi salah satu pembahasan di KTT tersebut.
P
ada dasarnya isu mengenai
transfer pricing bukanlah
sesuatu yang baru, karena
sejak tahun 1980an, United Nation
Centre on Transnational Corporation
(UNCTC)/ESCAP dengan surat tanggal
16 Desember 1985 telah menunjuk
Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Puslitbang) Departemen Keuangan
(sekarang: Kementerian Keuangan)
Republik Indonesia sebagai Focal
Point dalam menyalurkan informasi
mengenai kegiatan-kegiatan
perusahaan transnasional di Indonesia.
Tugas pokok dari Focal Point ini
menyangkut penelitian, penyampaian
informasi dan menyelenggarakan
seminar/workshop yang berkaitan
dengan perusahaan –perusahaan
transnasional.
transaksi-transaksi diantara bagianbagian didalam suatu perusahaan atau
diantara perusahaan yang mempunyai
hubungan istimewa.
Sebelum penunjukkan resmi tersebut
UNCTC sejak tahun 1984 telah melatih
staf Puslitbang untuk mempelajari
perilaku perusahaan transnasional
diseluruh dunia terutama yang
berkaitan dengan transfer pricing.
Dengan demikian, sejak tahun 1984
Puslitbang telah melakukan penelitian
atas perusahaan–perusahaan yang
melakukan transfer pricing sampai
Puslitbang dibubarkan pada tahun
1987 karena dianggap mengganggu
kepentingan berbagai pihak.
Dampak yang timbul sebagai akibat
dari adanya Transfer Pricing
Pada negara berkembang praktek
transfer pricing yang dilakukan oleh
perusahaan transnasional / TNC akan
menimbulkan banyak masalah dan
secara umum masalah-masalah ini
dapat dikelompokkan dalam empat
kategori, yaitu :
a. Masalah langsung yang disebabkan
oleh manipulasi transfer pricing;
b. Masalah perundang-undangan;
c. Masalah penegakan hukum dan
kesulitan-kesulitan;
d. Masalah yang lebih luas dalam
keseimbangan antara kebutuhan
akan investasi asing dan kebutuhan
pengawasan praktek-praktek
transfer pricing.
Transfer Pricing atau yang biasa
disebut juga “Transfer price” ialah
“harga pembebanan” yang dipakai
atau ditetapkan manajemen untuk
menentukan nilai barang/jasa/komoditi
lainnya yang dipindahkan dari suatu
profit center ke profit center lainnya.
Ia adalah nilai intern-jumlah yang
dibebankan oleh suatu profit center
kepada profit center yang lain untuk
suatu produk atau jasa. Pentingnya
transfer price bagi suatu perusahaan
terutama tergantung pada pentingnya
Ditinjau dari segi intra perusahaan
penerapan transfer price di atas,
mengandung dampak positif yang
dapat mendorong perusahaan bekerja
secara efisien dan efektif dalam usaha
meningkatkan laba perusahaan.
Namun disamping itu transfer price
juga bisa digunakan oleh perusahaan
untuk mengurangi/menghindari
kewajiban yang harus ditunaikannya
kepada pemerintah. Penghindaran
kewajiban ini akan sangat merugikan
negara, apalagi bila dilakukan oleh
grup- grup perusahaan yang berskala
transnasional.
Pertama Masalah langsung , yang
dihadapi oleh suatu negara sebagai
akibat dari adanya manipulasi transfer
pricing oleh beberapa perusahaan
transnasional (TNC) adalah:
1. Kehilangan pajak dan potensi
penghasilan lain;
Media Keuangan Kementerian Keuangan
30
2. Kehilangan valuta asing yang
berharga;
3. Pengurangan bagian keuntungan
pemegang saham joint venture dari
negara tuan rumah;
4. Tingginya harga dari produk
perusahaan yang bersangkutan di
negara tuan rumah; dan
5. Kemungkinan kehilangan
kedaulatan nasional, bilamana
undang-undang yang mengatur
devisa negara tuan rumah,
pengendalian harga atau peraturan
lainnya dilanggar.
Kedua, masalah perundang-undangan:
Dari segi perundang-undangan
masalah yang dihadapi berupa:
1. Undang-undang dan peraturan
yang justru memberi peluang
untuk timbulnya transfer pricing
untuk manipulasi penerimaan
negara . Dalam hal ini terlihat dari
ketentuan dalam undang-undang
perpajakan baik Undang-undang
Tentang Pajak Penghasilan maupun
tentang Pajak Pertambahan Nilai
yang mengatur hubungan keluarga
satu derajat, sedangkan Undangundang tentang Pasar Modal yang
menetapkan dua derajat serta
ketentuan kepemilikan saham 25 %
atau lebih membuka peluang untuk
mengalihkan harta dan memecah
kepemilikan perusahaan.
2. Kesulitan di dalam merumuskan
peraturan dan prosedur umum
untuk memantau manipulasi harga.
3. Standar akuntansi dan pemeriksaan
bagian laporan dan transaksi antara
pihak yang berkaitan mungkin tak
memadai.
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Artikel
4. Tidak terdapat cukup kasus peradilan
untuk dipakai sebagai preseden
kasus yang akan datang.
Ketiga, masalah penerapan hukum dan
kesulitan-kesulitan yang ditemukan
dalam mengusut Transfer Pricing adalah:
1. Tidak terdapat cukup angka statistik
yang dapat mengungkapkan sejauh
mana transaksi yang terjadi antar
TNC yang berkaitan.
2. Kurangnya sumber keuangan
dan sumber daya manusia untuk
membentuk suatu unit kerja
pemerintah yang besar dan efektif
untuk mengusut manipulasi harga
yang terjadi.
3. Masalah koordinasi kegiatan dari
berbagai instansi (seperti Bank
Indonesial, Direktorat Jenderal Pajak,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ,
BKPM, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian dan
sebagainya) untuk mengawasi
penyalahgunaan praktek transfer
pricing.
4. Kesulitan-kesulitan dalam mengenal
perusahaan yang berkaitan di luar
negeri.
5. Masalah pengumpulan
keterangan tentang harga, biaya
dan kemampuan memperoleh
keuntungan untuk kasus-kasus
perusahaan.
Keempat, masalah yang lebih luas
berupa keseimbangan antara kebutuhan
investasi asing dan kebutuhan
pengawasan atas praktek-praktek
transfer pricing multinasional.
Dalam menjalankan prakteknya,
TNC atau perusahaan transnasional
melakukannya dengan berbagai
macam cara dalam melakukan tindakan
tersebut. Adapun mekanisme yang
dipakai oleh perusahaan-perusahaan
transnasional untuk melakukan praktek
transfer pricing di Indonesia adalah lebih
kurang mengikuti pola umum yang
terjadi di negara-negara berkembang
lainnya.
Adapun kemungkinan cara-cara yang
ditempuh oleh perusahaan konglomerat
dalam melakukan praktek transfer pricing
adalah sebagai berikut:
1) Pembayaran-pembayaran royalti
terselubung dalam harga-harga suku
cadang dan komponen-komponen
Completely Knock Down (CKD).
2) Pembayaran royalti yang tergolong
tinggi untuk merek dagang atau
paten.
3) Pembayaran “komisi” yang tergolong
tinggi oleh perwakilan-perwakilan
tunggal (sale agents).
4) “Management Fees” yang tergolong
tinggi di industri-industri seperti
minyak / pertambangan , industri
perakitan, elektronik, pabrik mesin
dan sebagainya.
5) “Biaya bantuan teknis” (technical
assistance fees) yang tergolong
tinggi.
6) Pembayaran gaji-gaji pada
expatriates. Gaji-gaji dari orangorang asing (expatriate) yang
dipekerjakan di Indonesia (seperti
misalnya General Manager, staf teknis
lainnya), biasanya dibayar sebagian
di Indonesia dan sebagian di negeri
asal, walaupun pembayaranpembayaran di luar Indonesia tak
dapat dilihat dalam kontrak-kontrak.
Ini mengurangi pembayaranpembayaran pajak yang terhutang
atas gaji-gaji expatriate di Indonesia.
7) Alokasi biaya-biaya. Mekanisme
yang lain dipakai TNC untuk
mengurangi pembayaran pajak
di Indonesia adalah manipulasi
biaya-biaya yang dibebankan pada
affiliasi di Indonesia. Contoh yang
paling menyolok dalam hubungan
dengan pembayaran dan biaya
exploitasi, pengeluaran untuk
riset dan pengembangan atau
biaya-biaya yang dipikul bersama
telah memberikan kesempatan
pada perusahaan induk untuk
memperbesar biaya yang akan
dibebankan pada affiliasi di
Indonesia dan dengan demikian
mengurangi pajak yang terhutang di
Indonesia.
8) Debt Equity Ratio. Praktek untuk
menyamarkan modal sendiri (equity)
sebagai hutang dalam struktur
permodalan dari affiliasi di Indonesia
tetap merupakan bentuk yang paling
besar dari penyalahgunaan transfer
pricing di Indonesia. Debt Equity
Ratio yang dilaporkan setinggi 5:1
atau malahan 9:1 adalah hampir
merupakan mode dalam periode
antara 1967 dan 1984. di dalam
banyak perusahaan-perusahaan
tambang yang didirikan antara 1967
dan 1975, presentasi dari hutang
affiliasi terhadap jumlah hutang
keseluruhan hampir 100%. Pada
umunya dikatakan bahwa Debt
Equity Ratio yang tinggi merupakan
sesuatu kenyataan, namun tak
menjelaskan ciri-ciri affiliasi TNC di
Media Keuangan Kementerian Keuangan
31
Indonesia.
9) Harga ekspor yang direndahkan pada
tujuan awal kemudian dijual dengan
harga pasar dan harga impor yang
ditinggikan. Akibat dari adanya over
invoicing pada harga impor adalah
biaya produksi akan meningkat,
dengan meningkatnya produksi,
maka laba perusahaan akan terlihat
relatif kecil. Dan dengan rendahnya
laba, perusahaan akan menyebabkan
pajak yang dibayar oleh perusahaan
juga kecil.
Kerugian Negara yang ditimbulkan
dari praktek Transfer Pricing sangatlah
kompleks, mengingat kerugian yang
timbul meliputi hilangnya penerimaan
bea masuk, Pajak Dalam Rangka Impor
(PDRI), Pajak Penghasilan, PPN dan
PPnBM, PBB, dampak dari pemberian
subsidi dan fasilitas yang diberikan harus
dihitung secara akurat, serta larinya
modal keluar negeri mengakibatkan
tingkat investasi rendah, hilangnya
kesempatan kerja dan meningkatnya
pengangguran yang pada akhirnya
akan dapat mengganggu stabilitas
keamanan dan negara. Hal ini yang
menyebabkan mengapa transfer pricing
yang digunakan untuk manipulasi
penerimaan negara perlu diperangi.
Adapun seberapa besar akibat dari
tindakan manipulasi transfer pricing
yang dilakukan oleh suatu perusahaan
harus dilihat dari:
• Undang-undang dan peraturan
lainnya;
• Apakah perusahaan bagian dari
sebuah konglomerasi;
• Apakah perusahaan menghasilkan
satu jenis produk atau lebih;
• Apakah perusahaan memperoleh
fasilitas proteksi untuk satu jenis atau
seluruh jenis produksi;
• Kebijaksanaan pemerintah mengenai
produk yang dihasilkan;
• Kurs mata uang pada waktu
transaksi;
• Tingkat inflasi pada waktu transaksi;
• Bunga pinjaman pada waktu
transaksi;
• Harga pasar domestik dan pasar
dunia;
• Tarif bea masuk;
• Dari mana impor dilakukan : apa
ada perjanjian penghindaran pajak
berganda atau anggota WTO yang
terikat pada prinsip-prinsip Most
Favored Nation, Tariff binding, The
National Treatment Obligation;
• Monopoliskah dia. mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
English Corner
Why Pension Fund Investment
Still Remains Conservative?
By: Nugroho Agung Wijoyo
In Indonesia many pension fund assets are invested in bank deposits. Investing long term assets in
short term investments also introduces a maturity mismatch and exposes the institutional assets to
refinancing risk and interest rate fluctuations. Institutional investors, such as pension funds are used
to investing in bank deposits because they have been guaranteed by the government even though the
government guarantee is being reduced in steps to remedy this. Institutional investors are diversifying
into government and corporate bonds but still remain quite conservative. (Kutlu Kazanci, 2006)
D
o we bother about the statement
of Kazanci? Let’s see our Pension
Funds Law. The law Number 11 of
1992 on Pension Fund is a legal foundation
for private pension funds in Indonesia. This
law is based on the principle that although
the establishment of a pension fund
program is not mandatory, but the rights of
beneficiaries must be secured.
The main objective of the government
when applying for the draft Pension Law is
to protect the interests of participants, to
supply the standard regulations that can
guarantee the receipt of pension benefits
on time, and to secure that pension
benefits are treated as sustainable sources
of income for retired participants. In other
words, Pension fund investment has a
philosophy that running pension fund
program is to pay for the needs of old age,
is a mandate for survival after pension fund
participants are retired.
Pension Fund Investment Direction
It should be understood that the nature
of investing in pension funds is not as in
corporate investment, which generally seek
profits as many as possible for the interests
of shareholders (enhance shareholders'
value) but pension fund investment
Responsibility
In accordance with Article 6 the Minister of
Finance Regulation, the types of permitted
investments are:
a) Government Securities;
b) Saving deposits in banks;
c) Time deposits in banks;
d) Deposits on call in banks;
e) Certificates of deposit in banks;
f) Certificate of Bank Indonesia;
g) Shares listed in the Stock Exchange in
Indonesia;
h) Bonds listed in the Stock Exchange in
Indonesia;
i) Sukuk (Islamic bonds) listed in the
Stock Exchange in Indonesia;
j) Units of Mutual Funds;
k) Asset Backed Securities of Investment
Contracts of collective Asset Backed
Securities;
l) Investment Fund Unit of Real Estate
Investments in the form of a Collective
Investment Contract;
m) Stock Option Contracts listed in the
Stock Exchange in Indonesia;
n) Direct placement of shares;
o) Land in Indonesia; and/or
p) Building in Indonesia.
Choosing an investment portfolio is not
easy. There are types of safe investments,
needs risk management. Therefore; the
Pension Fund investment is regulated by
the Government, because of pension fund
matters concerning the public funds. The
State concerns to regulate and secure the
investment.
In Law Number 11 Year in 1992 asserted
that the Pension Fund assets are
accumulated from: employer contributions,
participant contributions, investment
returns, and transfers from other pension
funds. Pension Fund assets are then
invested. Pension Fund investment is
regulated through the Ministry of Finance
Regulation Number 199/PMK.010/2008 on
Pension Fund Investment.
The provision regulates investment
instruments that are permissible and
maximum placement. This is the direction
for the executives when investing
pension fund assets into certain types of
investments are allowed with a corridor
that is also determined. Therefore; when
investing pension fund assets, executives
have to actually implement by using a
Good Pension Fund Governance.
Type of Investment, Portfolio
Investment Restrictions and Investment
Table Pension Fund Portfolio Investment
Pension Funds
2001
2002
2003
2004
2005
20
Amount
%
Amount
%
Amount
%
Amount
%
Amount
%
Amount
- Banks Deposits
23.14
68.8
27.52
69.4
26.82
56.8
18.53
33.5
17.23
28.3
21.94
- SBI
0.22
0.6
0.15
0.4
0.65
1.4
0.81
1.5
0.18
0.3
0.25
- Stocks/Equity
1.57
4.7
1.62
4.1
1.89
4.0
3.27
5.9
4.18
6.9
7.42
- Corporate Bonds
3.21
9.5
4.74
11.9
9.13
19.3
12.07
21.8
15.57
25.6
19.48
- Government Securities
0.03
0.1
0.05
0.1
1.95
4.1
11.76
21.2
16.01
26.3
17.32
- Direct Placement
2.32
6.9
0.03
0.1
2.35
5.0
3.05
5.5
2.71
4.5
2.77
- Land & Building
2.38
7.1
2.36
6.0
1.53
3.2
2.69
4.9
2.77
4.5
2.81
- Mutual Funds
0.36
1.1
0.50
1.3
1.70
3.6
2.82
5.1
1.66
2.7
2.35
- Others
0.40
1.2
2.67
6.7
1.20
2.5
0.37
0.6
0.58
0.9
0.46
33.63
100.0
39.64
100.0
47.22
100.0
55.36
100.0
60.89
100.0
74.81
TOTAL
Media Keuangan Kementerian Keuangan
32
Vol. V No. 36/Agustus/2010
English Corner
like deposits, but small returns. Meanwhile,
types of share investments give a high
return but a bit risky. Therefore, getting
into investments with higher returns
but higher risk must be maintained
prudently. And although the Pension
Fund Investment direction is very prudent,
for example in Article 13 paragraph (2)
the Minister of Finance Regulation states
that the total number of investments in a
Party is prohibited beyond 20% (twenty
percent) of total pension fund investments
but still believed there is still space
that can optimize the investment. And
paragraph (3) says that investment in direct
placement of shares in a Party is prohibited
beyond 10% (ten percent) of total pension
fund investments.
In addition to the structure of pension
fund executives that there are three
parties. First is Founders. Second is the
Board of Supervisors which is established
by Founders. Third, the Government, in
this case is the Ministry of Finance which is
Bureau of Pension Funds. Three elements
monitor and advise the Executives of
Pension Funds for the daily running of
pension fund are Executives. In addition to
the Ministry of Finance Regulation Number
199/PMK.010/2008 as a direction in an
investment, Pension Fund Executives, in
principle, are subject to the founders.
An example of a case when the risk which
affects the stability of pension fund assets
or influence the percentage of Fund
Adequacy Ratio (RKD), the risk must be
re-stabilized by the Employer or Pension
Fund Founder. Thus; it is normal if the
founders are very concerned to supervise,
observe, monitor, and assign individuals
to Executives. Because once again if there
are risks that reduce pension fund assets,
the ultimate responsibilities are in the
Founders' Pension Fund.
006
2007
2008
Pension Fund Portfolio Investment
Kazanci (2006) saw the pension fund
industry in Indonesia do not contribute
to the long-term investment. From
The Pension Fund Portfolio Investment
table, it is clearly seen that in the past, an
investment that is placed on deposits of
more than 50 percent, even approaching
70 percent in 2002. Starting in 2004 the
figure had decreased significantly even in
the year 2009 pension fund investment
in deposits had reduced a lot to Rp. 23.01
trillion or equal to 21.3% of the total
portfolio of Pension Funds.
According to the World Bank (2006),
pension funds focus on short-term
instruments for several reasons.
Indonesian financial and capital markets
offer attractive products which are limited
to institutional investors. Before the crisis,
Indonesia had no domestic government
bonds. Therefore, investment in bank
deposits began to be done, especially
since there was no other choice. During
the crisis, the blanket guarantee on bank
deposits and relatively high returns are
the main factor that makes institutional
investors remains active in this market.
Bond market development helped by the
phasing-out the blanket guarantee with
explicit and limited deposit insurance
scheme causes a gradual shift from
deposits to capital market instruments.
This shows that pension funds will
be attracted to invest in appropriate
instruments when available.
Pension Funds as Sources of Long Term
Financing
Through the pension fund program
expected public savings can be accumulated
and managed wisely and safely in order that
the welfare of pensioners are guaranteed
and the needs for
development financing
(in Trillion Rp.) can be met sustainably
(Bambang Subianto, 1994).
2009
%
Amount
%
Amount
%
Amount
%
29.3
20.01
22.8
20.16
23.4
23.01
21.3
0.4
0.74
0.8
0.598
0.7
0.66
0.6
9.9
13.99
16.00
8.44
9.8
15.97
14.8
26.0
22.64
25.8
21.66
25.2
25.90
24.0
23.2
19.20
21.9
25.09
29.2
29.80
27.6
3.7
2.83
3.2
3.03
3.5
3.60
3.3
3.8
3.00
3.4
3.14
3.7
3.50
3.2
3.1
4.97
5.7
3.34
3.9
5.40
5.0
0.6
0.27
0.3
0.54
0.6
0.29
0.2
100.0
87.65
100.0
86.01
100.0
108.13
100.0
In the private sector
this program has
worked since the joint
contribution between
the participants
and the employers,
namely employees and
companies together
provide corporate
contributions to the
management of pension
funds. And there is an
effort to minimize the risk
to the assets and liabilities (asset-liability
risk) require pension funds to match
maturities of assets and liabilities, and this
forces them to seek long-term investment.
When all potential sources will be utilized
as a development driver, of course, must
take into account the potential of the
pension fund. In view of Indonesia with a
population of more than 220 million, with
net assets of pension funds that have been
collected even if just about Rp. 112.5 trillion
(audited data as of December 2009), which
is managed by around 276 pension funds
is an incredible economic power, which is
assisting the government in conducting a
variety of development for the welfare of
its nation. Moreover, for an example when
the government financially supports to
establish Indonesian Infrastructure Fund,
we expect pension funds are ready and
able to invest directly in infrastructure
projects and asset since they hold longterm assets. They are interested and benefit
the importance of investing in Indonesia's
long term assets.
According to Sugiharto, former Minister
of State Owned Enterprise, which is now
The Chairman of the Steering Committee
of The Indonesia Economic Intelligence
(IEI), to be able to pursue economic
growth of 6%, each year the financing
needs of infrastructure 5% of GDP (GDP
2010 is estimated at Rp. 5,500 trillion) or
approximately Rp. 275 trillion (Perspective,
Gatra Number 21 Thursday, April 1,
2010). Can we figure out approximately
how much that could be financed from
pension funds every year when Indonesia
needs around Rp. 275 trillion to finance
infrastructure.
From the table, we can see that pension
fund assets were mostly invested in nonproductive investments, such as invested
in the form of deposits and securities in the
secondary market, turnaround time has
come now to be used for more productive
investment needs, for example to finance
infrastructure. Why not, bank financing for
infrastructure projects has the opportunity to
lead the mismatch because of characteristics
of banking funds, mostly short term funds.
Therefore: ideally, the source of infrastructure
funding also comes from a long-term funds,
such as pension funds.
Finally, the long-term investments made
by pension funds have the potential to be
a source of long-term financing, driving
national development and strengthening
national resilience. mk
Sources : Ministry of Finance
Media Keuangan Kementerian Keuangan
33
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Celengan
Mona Ratuliu
Angkat Tangan Soal
Naiknya BBM
Pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di tahun 2011. Hal
tersebut tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Namun
kenaikan tersebut akan dilakukan saat harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude
price atau ICP) dalam satu tahun naik lebih dari 10 persen dari asumsi ICP, yang dalam RAPBN 2010
dipatok 80 dollar AS per barrel. Itu berarti, harga BBM akan naik jika ICP di atas 88 dollar AS per barrel.
M
eskipun rencana tersebut belum mendapat
persetujuan anggota dewan, namun artis cantik
Mona Ratuliu mengaku angkat tangan mengenai
hal tersebut. “ Kalau memang kenaikannya karena itu, ya
saya angkat tangan,” ujar kelahiran Jakarta, 31 Januari 1982
saat dihubungi Media Keuangan. Mona mengaku kenaikan
BBM memang terasa berat. Apalagi naiknya BBM berarti
naiknya harga bahan pokok. “Kalau berat memang berat,
karena kalau BBM naik berarti harga-harga keperluan
reguler akan naik juga. kayak makanan, listrik, dan lainnya,
emang agak berat juga,” jelas istri dari Indra Brasco ini.
Namun demikian, Mona mengatakan bahwa masyarakat
perlu beradaptasi dengan kebijakan pemerintah tersebut.
“Kalau memang kondisinya begitu, ya kita harus cepat
beradaptasi. Artinya kita perlu bekerja lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin
mahal,” Mona menandaskan. Bagi Mona, masyarakat
harus mencari akal, bagaimana caranya bisa beradaptasi
dan menghasilkan uang, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan.
Mona berharap, dengan adanya kenaikan BBM di tahun
mendatang, Pemerintah dapat melakukan perbaikan –
perbaikan dibidang fasilitas umum. “Kalau BBM naik, saya
berharap agar fasilitas umum juga dapat diperbaiki. Supaya
kita nyaman menggunakannya. Misalnya kendaraan
umum, busway, pokoknya biar nyaman digunakan,”
harap Mona. Ia juga berpesan kepada pemerintah, agar
kebijakan pemerintah dapat menyejahterakan rakyat
dalam jangka waktu yang panjang. “Saya juga berharap
dalam mengambil kebijakannya pemerintah memikirkan
jalan keluar untuk menyejahteraan rakyat dan melakukan
pembangunan secara responsif, jadi sifatnya lebih jangka
panjang,” pungkas Mona. mk
Media Keuangan Kementerian Keuangan
34
Vol. V No. 35/Juli/2010
Renungan
Konsep Pelayanan Prima Ideal
kedua adalah aspek personal. Tiadanya
aspek personal membuat stakeholder
merasa tidak “diwongke (diorangkan)”.
Mereka dianggap sebagai robot yang
tidak memiliki hati. Berdasarkan kedua
aspek itulah ada empat macam tipe
pelayanan.
Tipe pertama adalah freezer (lemari
es). Pola pelayanan berbentuk freezer
mengabaikan aspek prosedur dan
aspek personal. Tidak adanya Standard
Operational Procedure (SOP) dan tidak
memperlakukan stakeholder sebagai
manusia membuat kesan pemberi
pelayanan “tidak peduli”.
Dahulu pelayanan sering diidentikkan dengan babu atau pesuruh
yang seringkali tidak dianggap penting pada suatu komunitas.
Maka tak heran, Sebelum ada reformasi birokrasi, paradigma
birokrat adalah serviced (dilayani) bukan service (melayani).
Setelah reformasi bergulir, para birokrat harus mengubah mind set
bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sebenarnya adalah sebuah
pelayanan. Dalam bahasa Inggris, pegawai negeri disebut sebagai
civil servant bukan state employer.
P
ada umumnya, jika kita berpikir
mengenai pelayananan, maka
dalam benak kita langsung
terbayang kantor pelayanan, entah itu
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, Kantor
Pelayanan pajak, Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara, atau Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Kantor pelayanan-kantor pelayanan
tersebut selalu memiliki pegawai yang
bertugas secara langsung (front office)
melayani masyarakat atau stakeholders
(pemangku kepentingan). Hal ini karena
mereka yang langsung bertatap muka
dengan masyarakat. Sesungguhnya
tidak demikian. Semua pegawai
pemerintah sesungguhnya adalah
pelayanan, baik yang berada di front
office, middle office, bahkan yang ada di
back office.
Obyek pelayanan sering disebut
sebagai customer (pelanggan).
Lalu siapakah pelanggan instansi
pemerintah? Kenapa mereka begitu
penting? Sesungguhnya customer
atau stakeholder birokrasi adalah
masyarakat/publik. Jadi, stakeholder
kementerian keuangan tidak hanya
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
atau kementerian/lembaga lain serta
pemerintah daerah. Stakeholder
Kementerian Keuangan termasuk juga
para pembayar pajak, penerima subsidi,
dan investor yang menanamkan
uangnya pada surat berharga
pemerintah.
Reformasi Birokrasi pada Kementerian
Keuangan menyediakan service exellent
(pelayanan prima). Untuk menciptakan
service exellent tersebut, pertama yang
kita perhatikan adalah kebutuhan
masyarakat. Mencari tahu, mendengar,
dan mencatat kemauan stakeholder
adalah hal pertama untuk membuat
blueprint pelayanan prima yang tepat.
Pada dasarnya stakeholder ingin
dilayani, diingat, dihormati, diapresiasi,
dimengerti, dan dibuat nyaman.
Dalam mendefinisikan suatu bentuk
pelayanan, ada dua aspek yang perlu
diperhatikan. Pertama adalah aspek
prosedural. Nilai prosedural yang
tinggi menunjukkan bahwa pemberi
pelayanan melakukan pelayanan sesuai
standard operasional prosedur. Aspek
Media Keuangan Kementerian Keuangan
35
Pola pelayanan kedua adalah factory
(pabrik). Pada pola ini, SOP sudah ada,
tapi aspek personal kurang. Stakeholder
dianggap sebagai angka-angka saja
dan kurang dianggap sebagai manusia.
Tentu saja meski sasaran pelayanan
tercapai, kesan kurang puas masih akan
menyelimuti benak para stakeholder.
Proses bisnis berjalan lancar tapi kering
akan kepuasan hati.
Pola Pelayanan ketiga adalah
friendly zoo (kebun binatang yang
bersahabat). Tipe pelayanan ini sangat
mengutamakan aspek personal, di
lain sisi aspek prosedural kurang
diperhatikan. Pemberi pelayanan
berusaha keras agar para stakeholders
dilayani dengan baik, tapi mereka tidak
begitu memahami apa yang mereka
lakukan. Akibatya, sasaran pelayanan
tidak tercapai.
Lalu, bagaimanakah pola pelayanan
prima? Di samping sangat
memerhatikan aspek prosedural,
Pelayanan prima juga sangat
memperhatikan aspek personal.
Pelayan publik memiliki kesan “kami
peduli, kami melayani”. Ordinary
service (pelayanan biasa) hanya dapat
memenuhi kebutuhan stakeholder
sesuai dengan permintaannya.
Sedangkan pelayanan prima adalah
yang mampu menyediakan pelayanan
melebihi permintaan. Namun yang
perlu diingat adalah dalam memberikan
pelayanan hendaknya dengan wibawa
dan bukan sebagai budak. (Siko Dian
Sigit Wiyanto) mk
Vol. V No. 36/Agustus/2010
Download