Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal Vol. V No. 36/Agustus/2010 Menanti Harmoni Perlindungan Publik dan Akuntan Publik Menunggu Pembahasan dan Pengesahan DPR Melindungi Kepentingan Publik melalui UU Akuntan Publik Memperkokoh Kompetensi dan Daya Saing Akuntan Publik ISSN 1907-6320 Daftar Isi Laporan Utama h Menanti Harmoni Perlindungan Publik dan Akuntan Publik h Menunggu Pembahasan dan Pengesahan DPR h Melindungi Kepentingan Publik melalui UU Akuntan Publik h Memperkokoh Kompetensi dan Daya Saing Akuntan Publik h Benahi RUU, Libatkan Stakeholders h IAPI Usulkan Pembentukan Lembaga Independen Pengawas Reportase h Hibah Dikelola Secara Akuntabel h LDP DJKN Angkatan III Menajamkan Internalisasi Core Value 3 Review h h h 15 19 Lintas Peristiwa 21 Artikel h h h 30 Why Pension Fund Investment Still Remains Conservative? h Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk LKPP 2009 32 34 Mona Ratuliu, Angkat Tangan Soal Naiknya BBM Renungan h 28 Transfer Pricing Celengan h Upacara Peringatan Kemerdekaan RI h Ditjen Pajak Canangkan Nilai-Nilai Organisasi Info Kebijakan Review PMK Nomor 143/PMK.011/2010 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2010, 2011, Dan 2012 Daftar PMK yang Ditetapkan per Agustus 2010 English Corner Profil h Mencapai Visi Mengaktualisasi Nilai-nilai Insani h APBN Sehat Jangkar Kestabilan Ekonomi h Pokok-Pokok Nota Keuangan dan RAPBN 2011 Konsep Pelayanan Prima ideal 35 22 Dari Lapangan Banteng AKUNTAN SEKTOR PUBLIK SEBUAH KEBUTUHAN M asih teringat di benak kita bahwa kurang lebih 21.700 satuan kerja di kementerian dan lembaga nondepartemen dipastikan tidak mengerti tata cara laporan keuangan karena tidak belajar akuntansi. Dari sejumlah pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten, dan Kota, baru lima puluh persen yang berusaha menyusun Laporan Keuangan Tahun 2006 sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Di sektor perusahaan terbuka, masih ada laporan keuangan yang melenceng. Minimnya pengetahuan tentang akuntansi, terutama untuk sektor publik menyebabkan sebagian besar laporan keuangan di kementerian, lembaga nondepartemen tidak mampu memenuhi standar akuntansi pemerintah. Bila ditarik lebih luas lagi, sektor publik tidak melulu untuk kepentingan Pemerintah juga untuk kepentingan masyarakat yang merindukan akuntabilitas suatu kegiatan termasuk perusahaan. Atas dasar pemikiran inilah pengaturan tentang akuntan publik, jasa-jasa yang dikerjakan, dan pemecahan masalah-masalah yang timbul selama ini dituangkan ke dalam RUU Akuntan Publik. Maka UU ini menjadi sebuah kebutuhan. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan awal reformasi, yang namanya akuntabilitas sektor publik begitu sayup-sayup terdengar, karena barangkali kita sudah terbiasa kalau telah berbuat sesuatu, lalu lupa untuk mempertanggungjawabkannya, termasuk menjelaskan kepada publik apa-apa yang telah kita kerjakan, dengan biaya berapa, darimana sumbernya, dan berapa persen keberhasilan, termasuk jumlah aset yang berhasil dimiliki. Padahal, menurut salah satu situs maya, akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat termasuk dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi -organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Jadi seorang Akuntan Publik Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. mempelajari bagaimana akuntansi di sebuah organisasi sektor publik yang memiliki tujuan beragam sesuai dengan misi yang diemban organisasi tersebut. Bentuk organisasinya bisa bermacam-macam, antara lain organisasi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Yayasan dan perusahaan terbuka. Praktik Akuntan Publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Dahulu sederhana, kini format pelaporannya diarahkan pada pertanggungjawaban pelaksanaan tujuan organisasi, termasuk di sini membahas karakteristik organisasi sektor publik, standar akuntansi untuk organisasi sektor publik, pelaporan akuntansinya dan akuntansi manajemen sektor publik yang mengupas tentang anggaran, pengendalian manajemen dan penilaian kinerja. Menilik profesinya, Akuntan Publik memang termasuk kategori pekerja independen yang mempunyai tanggung jawab moral kepada masyarakat meski yang membayar jasanya sebuah perusahaan yang bukan masyarakat. Yang “membelenggu” para Akuntan Publik sebenarnya nilai-nilai keterbukaan masyarakat, bukan kode etik profesi mereka atau aturan-aturan lain. Jangan kita beranggapan bahwa dengan UU Akuntan Publik, maka segala pengaturan terhadap profesi Akuntan selesai. Belum, karena seperti pepatah bilang “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Bumi adalah UU nya, langit adalah tuntutan masyarakatnya yang menghendaki para Akuntan Publik jangan menjadi “tukang jahit” tetapi jadilah profesional yang menularkan pendidikan akuntabilitas mereka. Redaksi Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung: Menkeu RI Agus DW Martowardojo. Ketua Pengarah: Sekjen Kemenkeu Mulia P. Nasution. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kabiro Humas Kemenkeu Harry Z. Soeratin. Pemimpin Redaksi: Eddy M. Effendi. Redaktur Pelaksana: Sundari. Dewan Redaksi: Supriyatno, Sasi Atiningsih, Agung Ardhiyanto, Hirwy Pudji Soebagijo. Tim Redaksi: Zainal Sutanto, Rahmat Widiana, Faisal, Rizwan Pribhakti, Zachrony, Rezha Sahhilny, Irma Kesuma Dewi, Yani Astuti, Bagus Wijaya, Pandu Rizky, Langgeng Wahyu P, Fita Rahmat. Sekretariat: Eva Lisbeth, Soleh Pulungan, Wardi, Hesti Sulistiowati, Indri Maria, Lili Marini T, Novita A. H, Endah Setyorini, Sularno, Hilman Ibrahim, Lutfiana Nadzroh, Anas Nur Huda. Desain Grafis dan Layout: Suprapto, Wardah Adina. Alamat Redaksi: Gedung Djuanda (Gedung E) Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta Telp : (021) 3849605, 3449230 pst. 6316. e-mail: [email protected] website: http://www.depkeu.go.id Media Keuangan Kementerian Keuangan 2 Vol. V No. 35/Juli/2010 Laporan Utama Menanti Harmoni Perlindungan Publik dan Akuntan Publik P Akuntan Publik (AP) sebagai profesi yang jasa utamanya atestasi, tak dipungkiri memainkan peran vital dan strategis dalam turut mewujudkan perekonomian nasional yang sehat, efisien dan transparan. Peran strategis ini dilandasi karena hasil pekerjaan AP digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan ekonomis. eranan AP dimanifestasikan dalam meningkatan kualitas dan kredibilitas informasi atau laporan keuangan suatu entitas. Hal ini menyiratkan akuntan publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini objektif atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian, AP bertanggungjawab pada opini atau pernyataan pendapatnya atas informasi keuangan. pengawas profesi akuntan publik- untuk menyempurnakan pranata hukum bidang jasa akuntan publik. Terlebih UndangUndang yang mengatur profesi akuntan publik pada saat ini dirasakan kurang memadai untuk dijadikan pegangan dalam menangani berbagai permasalahan yang timbul. Sementara, kebutuhan dan dinamika di lingkup jasa akuntan publik kian berubah dan berkembang dengan cepat. Sebagai salah satu instrumen pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan akan jasa akuntan publik dengan sendirinya pun semakin meningkat. Kegiatan dunia usaha dengan profesi akuntan publik bagaikan sisi-sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Perubahan perubahan yang terjadi pada dunia usaha secara langsung akan berpengaruh pada dinamika profesi akuntan. Karenanya, AP dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik. Berangkat dari pemikiran itu, pemerintah kemudian menginisiasikan Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU AP). UU yang nantinya diharapkan dapat melindungi kepentingan masyarakat, sekaligus melindungi profesi Akuntan Publik. Publik pun semakin menuntut agar akuntan publik mampu menunjukkan profesionalismenya dengan baik. Profesionalisme tersebut dicerminkan dengan etika, objektivitas, dan kompetensi akuntan publik dalam menjalankan pekerjaannya. Di sisi lain, persepsi masyarakat terhadap profesi akuntan publik belum menunjukan pemahaman yang sepadan mengenai peran dan tanggungjawab akuntan publik sesungguhnya. Sebagian besar anggota masyarakat berpendapat bahwa perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik independen dan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah perusahaan yang baik atau sehat secara finansial. Semangat berdemokrasi dan kurangnya pemahaman tersebut mengharuskan pemerintah -sebagai pembina dan Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik ini nantinya akan mengatur berbagai hal mendasar terkait profesi Akuntan Publik, yang antara lain: lingkup jasa dan perijinan Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP), kerjasama KAP dengan Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) atau Organisasi Audit Asing (OAA), pembinaan dan pengawasan Menteri, serta Asosiasi Profesi Akuntan Publik. Selanjutnya RUU AP juga mengatur hak, kewajiban dan larangan bagi AP dan KAP, pembentukan Komite Pertimbangan Profesi Akuntan Publik, serta sanksi adminstratif dan ketentuan pidana. Lahirnya RUU AP pun disambut positif banyak kalangan, baik masyarakat maupun akuntan publik itu sendiri. Melalui UU AP, masyarakat atau publik tentu akan lebih mendapat jaminan atas jasa yang berkualitas. Kualitas jasa yang dihasilkan dari akuntan publik yang memang memiliki kompetensi mumpuni dan kecakapan integritas. Dari sisi akuntan publik, UU Akuntan Publik juga setidaknya dapat menjawab kebutuhan profesi akan payung hukum Media Keuangan Kementerian Keuangan 3 yang lebih kuat dan jelas. Bahkan, RUU AP juga diniscayakan dapat menjawab mimpi akuntan publik yang telah lama merindukan payung hukum berupa UU. Regulasi ini nantinya diharapkan dapat menimbulkan kepastian hukum dan aturan main yang lebih jelas. Memang, mesti diakui pula bahwa munculnya gagasan RUU Akuntan Publik juga tidak terlepas dari silang pendapat antara pemerintah dengan –sebagianprofesi. Asosiasi profesi akuntan publik yang diwadahi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai bahwa sebagian RUU AP dikhawatirkan akan menghambat dan mengganggu perkembangan akuntan publik Indonesia. Perbedaan pendapat atas sebagian RUU AP tersebut, utamanya menyangkut pemberian sanksi pidana dan pengaturan rotasi klien. Nyatanya, di lingkup profesi memang terdapat dua kubu besar –begitu pengakuan salah seorang AP- yang berbeda pendapat. Dua kubu itu diwakili oleh Akuntan Publik yang bekerja sendiri (single practitioner) dan mereka yang membentuk partnership atau kemitraan. Single practitioner misalnya, beranggapan bahwa rotasi klien maupun pemberian sanksi pidana hanya akan “mengubur” profesi. Sementara mereka yang membentuk partnership menjawab hal tersebut sebagai tantangan profesi dan hal yang jamak. Terlebih di banyak negara pun pola rotasi klien sudah jamak dilakukan. Untuk itu, pembahasan RUU Akuntan Publik yang tengah bergulir ini diharapkan dapat menghasilkan output –berupa UU- yang memberi “kesejukan”. Tidak semata pada publik, melainkan juga memberi angin segar pada akuntan publik. Harmoni keseimbangan inilah yang tentu diharapkan menjadi penyejuk di hati publik dan akuntan publik. Semoga... (Mustopa) mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Mulia P Nasution Menunggu Pembahasan dan Pengesahan DPR Pembahasan Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU AP) terus bergulir di DPR. RUU yang dinanti masyakarat inipun telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) DPR tahun 2010. Kini, pemerintah tengah menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari DPR yang kemudian akan ditanggapi oleh pemerintah. L ahirnya RUU Akuntan Publik sejatinya berangkat dari pemikiran akan peran strategis Akuntan Publik dalam turut mendukung terwujudnya perekonomian nasional yang sehat, efisien dan transparan. AP memainkan lakon vital dalam meningkatan kualitas dan kredibilitas informasi atau Laporan Keuangan suatu entitas yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomis. Ia menegaskan, bahwa RUU AP disiapkan pemerintah sesuai dengan pembahasan antar instansi di lingkungan pemerintah dan pihak terkait yang berkepentingan, termasuk profesi. “Artinya Rancangan Undang-Undang ini sebelumnya sudah dibahas dengan pihak terkait,” papar Mulia pada Media Keuangan beberapa waktu yang lalu. agar Laporan Keuangan yang diaudit secara independen oleh Akuntan Publik, tidak terafiliasi dengan pengguna jasa. Termasuk pekerjaan-pekerjaan yang related dan unrelated dengan jasa AP seperti atestasi, konsultasi dan lainnya. ”Jangan sampai menimbulkan conflict of interest antara AP dengan perusahaan yang diaudit. Ini yang kita jaga,” jelasnya. Kendati di perjalanan pembahasan RUU Selanjutnya mengenai pasal pemberian ini menuai perbedaan pendapat dari sanksi (pidana dan administratif), kata kalangan profesi, Mulia mengatakan, Mulia, kendati segala hal penyimpangan pemerintah nantinya akan memberi Oleh karenanya, sebagai salah satu dan pelanggaran sudah dimuat dalam penjelasan terkait materi yang profesi pendukung kegiatan dunia KUHP, tetapi setiap sektor memiliki diperdebatkan. Ia mengungkapkan, dari usaha, kompetensi dan integritas karakteristik tersendiri. Terlebih apa Table Pension Fund Portfolio Investment berita dan interaksi dengan beberapa Akuntan Publik perlu dibarengi dengan yang dimuat dalam KUHP (Kitab 2001 pihak antara pemerintah, 2002 2003 2004Hukum Pidana) adalah 2005 DPR dan payungPension hukum berupa UndangUndang-Undang Funds Amount % % Amount %ketentuan Amount % umum. Amount profesi, Amount memang ada materi atau isu Undang Akuntan Publik. Melalui UU yang bersifat “Maka di % yang menjadi sorotan. Sorotan atas ini, diharapkan dapat lebih memberi profesi AP ini sifatnya harus lebih jelas, 28.3 - Banks Deposits 23.14 68.8 27.52 69.4 26.82 56.8 18.53 33.5 17.23 materi RUU AP di antaranya menyangkut perlindungan terhadap kepentingan mana yang masuk penyimpangan - SBI 0.22 0.6 0.15 0.4 0.65 1.4 0.81 1.5 0.18 atau 0.3 rotasi klien dan pemberian sanksi atas publik dan Akuntan Publik itu sendiri. pelanggaran,” ujarnya. - Stocks/Equity 1.57 4.7 1.62 4.1 1.89 4.0 3.27 5.9 4.18 6.9 kegiatan yang terkait dengan jasa - Corporate BondsSekretaris Jenderal 3.21 9.5 4.74 yang 11.9 19.3Meski begitu, 12.07 sambung 21.8 Mulia,15.57 25.6 akuntan publik melanggar9.13 aturan Mulia P Nasution, RUU - GovernmentKeuangan Securities R.I. mengatakan, 0.03 0.1 1.95 4.1Akuntan11.76 21.2 akan 16.01 dan kode 0.05 etik profesi.0.1 Kementerian Publik ini tentu dibahas 26.3 pembahasan RUU AP terus intensif pihak - Direct Placement 2.32 6.9 0.03 0.1 2.35 5.0secara lebih 3.05 mendalam 5.5 dengan 2.71 4.5 ”Kita akan memberi penjelasan dilakukan pemerintah bersama DPR. Senayan, apakah ada perubahan - Land & Building 2.38 7.1 2.36 6.0 1.53 3.2 2.69 4.9 2.77atau 4.5 mengapa pasal-pasal atau ketentuan Menurutnya, saat ini pemerintah tidak. “Bagaimanapun ini (materi RUU - Mutual Funds 0.36 1.1 0.50 1.3 1.70 3.6 2.82 5.1 1.66 2.7 seperti rotasi dan pemberian sanksi itu sedang menunggu Daftar Inventarisasi AP) tetap akan dibahas dan diserahkan Others 0.40 1.2 2.67 6.7 1.20 2.5 0.37 0.6 0.58 0.9 dibutuhkan,” terangnya. Tentang rotasi Masalah (DIM) dari DPR untuk kemudian kepada DPR,” paparnya menutup misalnya,39.64 lanjut Mulia, hal itu bertujuan ditanggapi. TOTAL percakapan. 33.63 100.0 100.0 47.22 100.0 55.36mk 100.0 60.89 100.0 Media Keuangan Kementerian Keuangan 4 Vol. V No. 36/Agustus/2010 20 Amount 21.94 0.25 7.42 19.48 17.32 2.77 2.81 2.35 0.46 74.81 Laporan Utama Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP), Langgeng Subur, Ak, MBA. Melindungi Kepentingan Publik melalui UU Akuntan Publik Peran strategis Akuntan Publik (AP) dalam mendukung terwujudnya perekonomian yang sehat, efisien dan transparan, menuntut setiap AP untuk terus mengembangkan kompetensi dan profesionalisme. Tidak semata dari sisi kompetensi teknis, melainkan soft competence (moral). P eran Akuntan Publik (AP) dalam meningkatkan kualitas dan kredibilitas informasi atau laporan keuangan suatu entitas berkaitan erat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Evaluasi atas kondisi keuangan inilah yang juga menjadi pendukung kegiatan dunia usaha. Tak heran, bila jasa profesional AP pun berperan vital bagi peningkatan iklim investasi dan dunia usaha. 006 % 29.3 0.4 9.9 26.0 23.2 3.7 3.8 3.1 0.6 100.0 Lebih jauh, bagaimana Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) ini menilai esensi dan urgensi RUU AP? Dan, seperti apa sasaran yang diinginkan dalam amanat RUU tersebut? Berikut petikan wawancara Media Keuangan dengan sosok yang berfilosofi “Menjadi individu yang berarti bagi banyak orang”. Kutipannya: Menurut Anda apa sebetulnya motivasi lahirnya RUU AP ini? Indikator itulah yang setidaknya menjadi (in Trillion Rp.) ruh penggerak bagi lahirnya Rancangan Kita (pemerintah) melihat bahwa 2007 2008 2009 Undang-undang Akuntan Publik (RUU Undang-Undang yang berkaitan dengan Amount Amount AP % % Publik, yakni UU Nomor 34 AP). UU % (Undang-undang) yang Amount Akuntan diharapkan payung 23.01 tahun 21.3 1954 tentang Pemakain Gelar 20.01sejatinya 22.8 20.16menjadi23.4 hukum bagi kepentingan masyarakat Akuntan 0.74 0.8 0.598 0.7 0.66 0.6kurang cukup mengakomodir akan jasa akuntan publik. kebutuhan dan dinamika Akuntan 13.99 16.00 8.44 9.8 15.97 14.8 Publik saat ini. Dalam UU tersebut, 22.64Menurut 25.8 21.66 25.2 Langgeng Subur, substansi UU25.90 hanya24.0 menjelaskan bahwa yang 19.20AP tidak 21.9 25.09 29.2 29.80 memberikan 27.6 semata bertujuan melindungi register Akuntan adalah kepentingan publik. Lebih dari itu, UU Menteri Keuangan (Menkeu). Adapun 2.83 3.2 3.03 3.5 3.60 3.3 AP juga merupakan salah satu upaya untuk operasionalnya diatur lebih lanjut 3.00 3.4 3.14 3.7 3.50 3.2 pemerintah dalam melindungi profesi oleh Menkeu. Nah UU itu dirasa kurang 4.97 5.7 3.34 3.9 5.40 5.0 Akuntan Publik di tengah tuntutan cukup mengakomodir kebutuhan dan 0.27dan dinamika 0.3 0.54 0.6 0.29 0.2 dunia usaha yang kian perkembangan akuntan. berkembang cepat. 87.65 100.0 86.01 100.0 108.13 100.0 Dinamika kebutuhan dunia usaha juga berkembang dengan cepat dan luas. Lalu bagaimana dengan PMK 17 Tahun 2008? Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik pun dinilai belum cukup mewakili lingkup kepentingan jasa akuntan publik. Di samping itu, PMK inipun kurang kuat untuk mengatur lebih jauh Akuntan Publik. Walaupun di UU No 34 sudah dijelaskan, tapi banyak kalangan menilai UU tersebut kurang up to date dan kurang luas cakupannya. Bagaimana perkembangan pembahasan terkait RUU ini ? Pemerintah sudah menyerahkan pembahasannya ke DPR. DPR pun sudah memberi tanggapan. Kita serahkan ke DPR lah. Yang terang DPR sudah membuat daftar isian masalah (DIM). Ini sudah masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional), jadi diproyeksikan tahun ini. Memang masih banyak RUU Sources : Ministry of Finance Media Keuangan Kementerian Keuangan 5 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama yang antri di DPR. Tergantung di DPR mau prioritas yang mana. Anda optimis RUU ini akan disahkan? Ya mudah-mudahan saja. Kami melihat ini (RUU AP) merupakan langkah positif bagi kepentingan publik maupun AP itu sendiri. Apalagi ini kesepakatan bersama sesuai prolegnas. Anda melihat sasaran RUU AP ini seperti apa ? Setidaknya ada dua hal. Pertama kita ingin mencapai sasaran teknis dan kedua sasaran moral. Sasaran teknis menyangkut batasan-batasan seseorang boleh menjadi AP, seperti yang bersangkutan harus S1 Akuntansi, telah mengikuti pendidikan kompetensi, dapat register, program pendidikan berkelanjutan, memiliki pengalaman audit minimal 1000 jam kerja, serta kegiatan pendidikan dan pelatihan lainnya. Dari sisi moral, AP harus menjaga integritas dan profesionalismenya. Misalnya seorang AP yang pernah dihukum atau dicabut ijinnya tidak boleh beroperasi lagi. Intinya ini untuk kepentingan publik. Kita ingin AP ini cakap dari segi teknis, dan oke dari sisi moralnya. RUU ini juga bertujuan untuk melindungi kepentingan publik, mendukung perekonomian yang sehat, efisien dan transparan, menjaga integritas profesi akuntan publik, serta melindungi kepentingan profesi AP sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Indikator sasaran moral seperti apa? Di RUU itu disebutkan bahwa AP tidak pernah kena sanksi pencabutan dari Menkeu. Kemudian untuk menjaga integritas AP, ada pembatasan bagi AP untuk menangani klien yang sama tidak lebih dari 3 tahun. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan. Artinya di RUU ini ada pembatasan dan rotasi penanganan klien maksimal 3 tahun. Memang diakui ada AP yang akhirnya kurang nyaman. Bagaimana dengan respon AP soal rotasi klien? Memang dalam RUU ini belum disebutkan, hanya tersirat rotasi itu dapat diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah (PP). Kalangan AP menilai kebijakan itu sudah diatur dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nomor 17 tahun 2008. Klausul itu mungkin yang membuat AP kurang happy. Apalagi menurut mereka cari klien itu sulit. Pernah ada hearing dengan stakeholders terkait RUU AP? Ini sudah digodok panjang. Sebelum adanya RUU ini tentu kami sudah hearing dengan barbagai kalangan. Diawali dengan diskusi antar pemerintah sejak tahun 2001. Dan tahun 2005 sudah mengadakan diskusi di berbagai kalangan, termasuk IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) dan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Dalam diskusi RUU AP ini kita melibatkan PAK (Panitia Antar Kementerian) seperti Kemenkeu, Kementerian KUMHAM, Kemenko Ekonomi, BPKP maupun Sekretariat Kabinet. Tak lupa juga dengan akademisi dan asosiasi. Rasanya kami cukup mengakomodir dalam pembahasan ini. Selain rotasi, apa lagi yang dinilai AP memberatkan? Terkait sanksi pidana. Menurut kami ini sangat perlu karena ini menyangkut kepentingan publik. Misalnya saja pemberian opini yang tidak tepat atau penghilangan kertas kerja. Ini tentu akan merugikan masyarakat, tentu perlu ada sanksi. Kemudian di RUU kita mengusulkan adanya Komite Media Keuangan Kementerian Keuangan 6 Pertimbangan, tidak hanya PPAJP. Ada komite lain yang isinya kementerian, akademisi dan asosiasi profesi. Namun mereka (AP) mengusulkan membuat council yang wewenangnya jauh lebih besar dari komite. Kita berpikir ini tidak diatur dalam RUU AP, tapi baiknya dimasukkan dalam RUU Pelaporan Keuangan. Anda melihat ada praktik-praktik yang perlu diantisipasi dalam menjaga integritas AP? Ada. Misalnya kasus yang sangat bersejarah dimana ada suatu perusahaan bobrok namun pelaporan keuangannya disiasati menjadi baik. Kebohongan opini pelaporan keuangan itu akhirnya terbongkar setelah perusahaan tersebut bangkrut. Hal-hal semacam ini yang perlu kita antisipasi dalam UU AP. Oleh karena itu kita memberikan sanksi administratif maupun pidana. Ada hukuman badan atau harus bayar denda. Tapi ini kan bagi kasus yang berat. Kalau yang ringan saja hanya ada peringatan, pembekuan atau pencabutan ijin. Sanksi administratif semacam itu mereka ok, tapi pidana mereka tidak setuju. Lalu bagaimana peran pemerintah terhadap AP? Selain pemberian perijinan, pembinaan, kita juga menegakkan peraturan (law enforcement). Dari sisi pembinaan misalnya, kita bekerjasama dengan IAI dalam program peningkatan mutu dan kompetensi akuntan Indonesia. Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Dari sisi moral, AP harus menjaga integritas dan profesionalismenya. Misalnya seorang AP yang pernah dihukum atau dicabut ijinnya tidak boleh beroperasi lagi. Intinya ini untuk kepentingan publik. Kita ingin AP ini cakap dari segi teknis, dan ok dari sisi moralnya. Kemudian dengan IAPI kita juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan profesi maupun KAP (Kantor Akuntan Publik) seperti program USAP (Ujian Sertifikasi Akuntan Publik) dan lainnya. Kita juga memberikan stimulan pendanaan dalam kegiatan-kegiatan pembinaan dan pelatihan, khususnya untuk pembinaan dan pelatihan AP di daerah. Saat ini berapa jumlah AP dan KAP? Angka ini bergerak naik turun. Data terbaru per 10 Agustus 2010 ada 926 untuk Akuntan Publik dan 405 untuk KAP. Pertumbuhan Akuntan Publik memang relatif lambat. Struktur usia AP saat ini lebih dari 50 tahun sebanyak 60 persen. Kemungkinan terjadi penurunan AP secara signifikan dalam 5 atau 10 tahun ke depan. Dari sisi penyebaran AP pun belum merata. Mayoritas masih berpusat di Jawa Kondisi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha? Tentu kurang. Idealnya berapa ketersediaan AP? Angkanya beda-beda. Ada yang bilang 10 ribu, ada yang bilang lebih. Kita punya register akuntan itu ada 48 ribu. Register ini yang lulus S1 Akuntansi dan telah ikut PPAk (Program Pendidikan Profesi Akuntansi) dan dapat sertifikat. Tapi yang mau jadi AP dan meneruskan lagi AP cuma ada 926. Akuntannya sih banyak. Mungkin profesi ini dianggap kurang menarik. Karena pemegang register akuntan adalah individu, maka pemegang register bisa bekerja di perusahaan. Tidak harus jadi akuntan publik, tapi bisa jadi internal auditor, akuntan pendidik, akuntan manajemen atau lainnya. Padahal demand untuk AP ini tinggi? Ya. Sebenarnya banyak lho peraturanperaturan yang mengharuskan audit dilakukan oleh akuntan publik. Misalnya dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) diatur bahwa untuk perusahaan yang asset atau omzetnya di atas 50 milyar itu harus diaudit AP laporan keuangannya. Selain itu pasar potensial juga pada perusahaan terbuka (Tbk), BUMN maupun BUMD, dana kampanye atau hibah serta perusahaan pengerah dana masyarakat seperti asuransi, perbankan, dana pensiun, dan lain-lain. Di luar itu masih banyak pula permintaan untuk jasa akuntan publik. Namun sayangnya masih kurang kesadaran masyarakat akan penggunaan jasa akuntan publik. Bagaimana pengaturan Akuntan Publik Asing (APA) maupun Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) dalam RUU AP? Tetap diatur. Mereka boleh masuk tapi harus ada ijin dari Menteri Keuangan. Sebelumnya juga harus ada MRA (Mutual Recognition Agreement) dengan negara APA atau KAPA bersangkutan. Media Keuangan Kementerian Keuangan 7 Ini kuncinya. Selanjutnya ketika mereka akan buka KAPA harus ada AP dari Indonesia yang komposisinya 1:5. Kemudian karyawannya 1:10. Prinsipnya kami membolehkan tapi tetap ada upaya proteksi. Tapi memang pada 2015 kita mau tidak mau harus membebaskan. Tentu dengan komposisi dan ketentuan yang saya sebutkan tadi. Di samping itu, mereka (APA) juga harus memberi nilai tambah saat mereka masuk ke Indonesia. Mereka memberikan review mutu KAP lokal agar KAP lokal ada nilai tambah dalam jaringan dan ilmu. Kita pun mensyaratkan kalau KAPA mau masuk, dia sudah berpraktek di lebih dari 20 negara. Jadi tidak mentang-mentang orang asing kemudian bisa bebas masuk. Bagaimana dengan daya saing kita? Ada sedikit khawatir jika KAP lokal tidak meng-improve diri. Kalau sudah dibuka bebas kita bisa kewalahan. Apalagi dengan akuntan-akuntan dari Filipina, Singapura, atau Malaysia yang sudah mahir berbahasa Inggris. Harapan dari RUU AP ini? Kita ingin kompetensi teknis dan moral AP bagus, agar kita siap berkompetisi. Memang ini berat. Tapi kita ingin AP tidak hanya mengandalkan pemerintah untuk memblok agar asing bisa masuk. AP pun harus terlibat aktif. Artinya mereka juga harus memajukan diri. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Ernst & Young Hari Purwantono & Roy Iman Wirahardja Memperkokoh Kompetensi dan Daya Saing Akuntan Publik Hadirnya Undang-Undang (UU) Akuntan Publik sejatinya diharapkan membawa angin sejuk bagi kepentingan publik. Lebih dari itu, UU AP pun setidaknya akan menjawab mimpi Akuntan Publik terhadap payung regulasi yang lebih terang dan berorientasi kekinian sesuai kebutuhan masyarakat. K ian matangnya pembahasan RUU Akuntan Publik belakangan ini rupanya menuai sambutan positif banyak kalangan AP. Hal ini lantaran AP sudah sejak lama mendambakan adanya UU yang dapat memberi kepastian hukum. UU yang diharapkan pula mampu menggambarkan aturan main yang lebih jelas terkait lingkup profesi AP. Pandangan tersebut setidaknya disampaikan Hari Purwantono, Partner Assurance Service Ernst & Young (E&Y). Menurutnya, UU AP sangat diperlukan bagi Akuntan Publik. Karena pada dasarnya regulasi dalam UU ini nantinya akan menimbulkan kepastian hukum dan aturan main yang lebih jelas. “Saya menyambut positif impian yang sudah lama ingin dimiliki AP. Apalagi ini sudah lama perjalanannya,” jelas Hari di ruang kerjanya beberapa waktu lalu. Di samping itu, lanjut Hari, setelah disahkan, UU tersebut diharapkan dapat diikuti dengan peraturan pelaksanaan yang lebih memprioritaskan profesi AP ke arah paling sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Sebagai salah seorang Akuntan Publik di KAP Purwantono, Suherman & Surja (PSS) yang berafiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) Ernst & Young (E&Y), Hari meyakini bahwa lahirnya RUU AP didasarkan pada upaya peningkatan kompetensi Akuntan Publik. Peningkatan kompetensi yang berbasis Hari Purwantono kekinian sesuai kebutuhan masyarakat ataupun dunia usaha dewasa ini. Dengan peningkatan kompetensi ini, ia berkeyakinan nilai kepercayaan masyarakat terhadap AP semakin bertambah. Terlebih seiring dengan standar kode etik dan standar akuntansi internasional yang kian berkembang cepat. Dinamika ini tentu harus disikapi AP maupun KAP dengan pengembangan kompetensi yang berkelanjutan. Sebagai salah satu KAP terbesar dengan lebih dari 1100 staf professional, Purwantono, Suherman & Surja (PSS) memiliki metodologi kompetensi sama di semua negara dimana E&Y berada. E&Y merupakan OAA yang berafiliasi dengan PSS. Dari sisi pendidikan, E&Y memiliki jenjang pendidikan yang rigid. Rigid berarti bahwa standar ini harus dipakai di negara manapun. Termasuk saat memberikan training. Media Keuangan Kementerian Keuangan 8 Roy Iman Wirahardja Komitmen terhadap pengembangan kompetensi itupula yang senantiasa menjadi ruh dan spirit nilai-nilai dasar E&Y yang memiliki motto “Quality in Everything We Do”. Dengan nilai ini, E&Y berupaya menetapkan kualitas sebagai tujuan utama partnership. Kualitas pula yang menjadi dasar dalam setiap proses rekrutmen, pelatihan maupun saat menerima klien. “Semua basisnya harus pada kualitas. Ini nilai dasar yang ditanamkan di seluruh member-nya E&Y.,” kupas Hari didampingi rekannya Roy Iman Wirahardja. Meski memiliki standar internasional mengenai materi pendidikan, materi pelatihan tetap disesuaikan dengan UU dan peraturan di suatu Negara bersangkutan. Demikian juga mengenai aspek hukum. “Jadi ada penguasaanpenguasaan yang relatif sama, tapi juga ada penguasaan materi yang local content,” kata Hari yang juga Wakil Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Senada dengan Hari Purwantono. Roy Iman Wirahardja, Partner Assurance Services E&Y mengatakan, keseluruhan program pendidikan yang ditetapkan E&Y tidak saja berlaku bagi staf professional, akan tetapi Partner pun ikut. “Bila tidak di update kompetensinya dia tentu akan ketinggalan juga,” sambung Roy. Ernst & Young, KAP PSS dapat memetik banyak manfaat dan pembelajaran. Menurut Hari, afiliasi ini membuat cara kerja KAP sesuai dengan standar internasional dengan tambahan biaya yang relatif manageable. “Dengan demikian kami punya training, metodologi dan punya jumlah klien,” katanya. Terkait update kompetensi ini, semakin bawah level pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi frekuensi pendidikan yang diberikan. Khusus untuk calon staf professional, E&Y memiliki program pendidikan selama 2 minggu yang sifatnya mandatory (wajib). Dalam kesempatan ini setiap peserta dididik secara mendalam dan intens. Termasuk aspek moral maupun integritas. Manfaat selanjutnya, sambung Hari, arus rekrutmen KAP diisi dengan orangorang kompeten dan cakap. Sehingga secara tidak langsung pihaknya dapat melayani nasabah-nasabah yang memiliki komplikasi yang lebih tinggi. Di samping itu, dengan berafiliasi seperti ini, kata dia, pengaturan para partner lebih sederhana. Sudah ada standar sistem. “Hal terpenting pula dari berafiliasi dengan E&Y kita bisa melihat perkembangan dari negara-negara lain dimana E&Y berkiprah,” kata Hari. Roy menambahkan, sebelum mulai berpraktek, seorang calon AP harus mengikuti pendidikan dan pelatihan yang materinya mengikuti standar yang sudah ditetapkan E&Y secara internasional. Kompetensi ini akan diukur secara terus menerus sesuai dengan perkembangan akuntansi. Dari sisi pengelolaan KAP, PSS juga menerapkan quality review secara berkala. Baik review dari Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan, maupun review dari IAPI yang fokusnya mengaudit kinerja maupun pengelolaan KAP. Tak hanya itu, E&Y pun memiliki kegiatan pair review yang juga dilakukan berkala dan bergantian antar negara dimana E&Y berada. Hari Purwantono menuturkan, dengan berafiliasi dengan OAA, dalam hal ini Indikator-indikator itulah yang menjadikan KAP PSS siap mengharmonisasikan amanat RUU Akuntan Publik yang tengah bergulir. Dengan dukungan fasilitas dan network yang ada, Hari yakin, KAP yang kini telah melayani lebih dari 1000 klien itu mampu memberikan jasa terbaik bagi masyarakat maupun dunia usaha. PSS yang berafiliasi dengan E&Y sejak tahun 1970 ini –sebelumnya bergantiganti partner- mayoritas menangani perusahaan-perusahaan di pasar bursa, atau perusahaan terbuka (Tbk) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada juga yang berasal dari klien bawaan E&Y di negara asal. Di samping itu ada pula perusahaan swasta lokal yang kami tangani. Media Keuangan Kementerian Keuangan 9 Membuka Kesempatan Terkait dengan pro kontra RUU AP, Hari menilai bahwa pada dasarnya tedapat dua bagian terbesar akuntan publik. Bagian besar pertama menurutnya adalah akuntan yang dikenal sebagai single practicioner, yang berpraktek sendiri. Ini jumlahnya besar. Hampir separuh lebih dari keseluruhan jumlah AP berpraktek sendiri. Bagian besar selanjutnya, mereka yang sudah bersama-sama bekerja dengan partner dan punya kantor. Ini beda. “Kalau kami masuk kelompok yang sudah biasa bekerja denghan partner yang lain,” ujarnya. Oleh karena itu, sambung Hari, neednya berbeda. Dari sisi asosiasi tentu harus melihat apakah dua kelompok besar akuntan ini bisa diakomodasi dengan RUU AP. Karena memang dunia kita inikan sudah terlalu cepat maju. “Sebetulnya menurut saya tinggal diajak diskusi saja dua kelompok ini,” tukas Hari. Menurut Hari, dunia AP memiliki partner akuntansi yang mau tidak mau dipaksakan sama. Kita akan punya kode etik profesi dan standar auditing/ standar professional AP yang kurang lebih sama di negara manapun. Aturan mainnya akan dibuat sama secara global. Sehingga impiannya ketika membaca laporan di Indonesia mereka punya kepercayaan dan pemahaman bahwa laporan keuangan ini bisa diperbandingkan dengan AP di luar. “Aturan mainnya sama, tinggal persoalan implementasinya bagaimana. Implementasi ini tergantung pada sistem pengendalian mutu di masing-masing kantor,” papar Hari. Ia mengatakan pihaknya lebih beruntung Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama karena dibantu oleh E&Y untuk melakukan pemahaman implementasi dengan cepat dalam bentuk training dan web learning. Sehingga lebih cepat beradaptasi. “Jadi bila dilihat dari kesiapan sistem pengendalian mutu kita lebih maju,” tambahnya. Bagi AP yang belum punya fasilitas dan network yang mumpuni tentu tantangannya berbeda. Oleh karena itu sebetulnya ini yang harus difokuskan lebih mendalam agar gap implementasinya tidak terlalu jauh. Ini yang sebetulnya ingin dicari. Apakah dengan RUU itu bisa menjawab pertanyaan besar bahwa implemetasi dari standar yang sudah mengglobal tadi bisa diterapkan dengan baik? Dengan baik ini maksudnya gap antara satu kantor dengan kantor yang lain tidak terlalu jauh. Itu tantangannya. “Jadi jangan dilihat bahwa asosiasi punya kehendak (menolak RUU AP). Kalau saya melihat dari diskusi temanteman, ada semacam kegelisahan apakah mereka sanggup dari sisi implementasi,” jelas Hari. Jadi sebetulnya ini normal dalam artian agar para AP dapat tetap relevan di market tentu harus punya kompetensi yang diharapkan oleh pasar. Artinya, ketika jasa AP bersangkutan digunakan di negara lain, maka laporan itu dapat diakui di negara tersebut. Nah yang ini sebetulnya tantangan. “Menurut saya dengan UU ini adalah kesempatan,” komentarnya. Dengan UU ini ada kesempatan agar tidak ada gap kompetensi, baik kompetensi dari sisi professional, maupun dari segi kantornya (KAP). “Kalau kami basis kerjasamanya untuk pengembangan kompetensi dengan E&Y karena mereka sudah punya metodologi dan standar internasional,” paparnya. Menyangkut klausul rotasi klien dalam RUU AP, Hari menilai bahwa hal itu sudah diatur sebagai acuan dalam menjaga independensi AP sesuai kode etik profesi. Arahnya tinggal keputusan untuk implementasinya. Dalam AsiaPacific Economic Cooperation (APEC) hal ini sudah diatur dan digunakan di banyak Negara, bahwa AP idealnya dirotasi. Dalam artian buka rotasi KAPnya. “Saya sih berpendapat kenapa kita mesti berbeda dengan negara lain? Karena APEC sendiri sudah mendorong agar bisa semacam itu,” selorohnya. Hari pun mengisyaratkan bahwa RUU AP secara eksplisit mendorong AP lokal agar mempersiapkan diri menghadapi persaingan bebas di tahun 2015. “Kita mesti hati-hati,” katanya. Ia mengatakan, bila kita mau dianggap bahwa kompetensi kita sama dengan AP di luar maka kita harus ikut standar internasional. Bukan dibalik, mereka yang ikut standar kita. Akan ada gap. “Menurut saya persoalan yang lebih penting bukan standar akuntansi atau standar auditing, tapi implementasinya dalam pekerjaan para AP dan KAP,” harapnya. Bagaimana dengan Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA)? Ini agak berbeda. Saya melihat yang ada saat ini baru sebatas OAA. Nah ini kan tidak mungkin berpraktek di Indonesia karena dia bukan KAP atau KAPA. KAPA pun setahu saya belum bisa beroperasi di Indonesia sepanjang belum ada Mutual Recognition Agreement (MRA). Media Keuangan Kementerian Keuangan 10 Kondisi itu lantaran akan membuka pasar baru bagi akuntan luar masuk ke Indonesia. Terlebih Indonesia merupakan pasar potensial. Bila dibandingkan dengan negara seperti Malaysia atau Pilipina, dari segi kemajuannya saat ini kita masih ketinggalan. “Kalau itu yang terjadi, AP lokal harus didorong untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri,” harapnya. Roy Iman Wirahardja menambahkan, untuk meningkatkan kompetensi AP lokal, harus ada sinergi yang kokoh antara akuntan publik, akuntan manajemen dan akuntan pendidik. Tiga pilar ini harus bekerjasama menghadapi persaingan di 2015. Ketiga pilar ini harus bekerjasama meng-update perkembangan-perkembangan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan persaingan bebas. Akuntan pendidik juga harus menyiapkan standar yang terkini dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan dunia usaha. “Ketiga pilar ini harus mampu mengembangkan diri dan bersinegi agar mampu bersama-sama menghadapi persaingan bebas,” pungkas Roy berharap. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Ahmadi Hadibroto Benahi RUU, Libatkan Stakeholders Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU AP) yang tengah dibahas di DPR diharapkan dapat melindungi kepentingan publik terhadap kualitas jasa Akuntan Publik. Lebih dari itu, hadirnya UU Akuntan Publik pun diharapkan berorientasi pada pengembangan dan perlindungan Akuntan Publik itu sendiri. Melalui keseimbangan ini diniscayakan dapat mempertemukan perbedaan pandangan terhadap materi RUU yang telah masuk dalam prolegnas (program legislasi nasional) tahun 2010. P erbedaan pandangan terhadap sebagian materi RUU AP setidaknya muncul di kalangan asosiasi profesi AP yang diwakili Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Perbedaan pandangan inipula yang bermuara pada penolakan asosiasi Akuntan Publik terhadap sebagian materi RUU AP. Materi RUU AP dinilai asosiasi profesi terlalu administratif dan kurang berpihak pada pengembangan Akuntan Publik di Indonesia. Ahmadi Hadibroto, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional IAI, menuturkan pokok perbedaan pendapat atau penolakan pada sebagian RUU AP menyangkut rotasi klien, sanksi pidana dan sifat RUU AP yang terlalu administratif. Menurutnya, mayoritas materi RUU AP mengambil substansi Peraturan Menteri Keuangan (PMK Nomor 17 Tahun 2008 tentang Jasa Akuntan Publik. “Disini kita berbeda pendapat dengan pemerintah. Kalau (pemerintah) benar-benar konsen terhadap profesi, seyogyanya RUU ini juga mengakomodir kepentingan profesi,” tegas Ahmadi ketika ditemui di ruang kerjanya. Ia menegaskan, bila klausul rotasi atau sanksi pidana dimasukkan dalam UU, maka akan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi profesi Akuntan Publik. “Bila kita minta pihak independen untuk meniliti, saya berani taruhan, kebijakan rotasi itu malah mengakibatkan kehancuran profesi,” tegas Ahmadi. Pasalnya, kata dia, akan lebih banyak dampak negatif dibanding positifnya. Hal itu terindikasi dari adanya penambahan biaya, terjadinya tekanan dari klien, dan merger fiktif. “Ini melanggar hak asasi. Pemerintah merambah melebihi kewenangannya,” papar Ahmadi. Ahmadi menuturkan, kewenangan pemerintah adalah membuat aturan atau membatasi transaksi hanya apabila ada kepentingan publik yang terancam. Sehingga menurutnya, aturan rotasi dan sanksi pidana, akan sangat memasung dan menghambat pengembangan profesi. Hal itu amat beralasan, kata Ahmadi. “Sudah mendapat gelar Akuntan Publik sulit, setelah mendapat klien harus dibatasi dan diberi sanksi pidana pula. Nantinya generasi muda mana mau jadi Akuntan Publik bila seperti itu,” keluh Senior Partner Klynveld, Peat, Marwick, Goerdeler (KPMG) Hadibroto ini. Ahmadi tak menampik bahwa profesi sangat membutuhkan adanya UU Akuntan Publik. Namun, kata dia, UU tersebut tidak semata melindungi kepentingan publik, melainkan dapat memperkuat dan mendukung pengembangan profesi. Pengembangan profesi amat diperlukan mengingat jumlah AP saat ini masih jauh dari nilai ideal. Indonesia dengan penduduk lebih dari 240 juta saat ini hanya memiliki 926 Akuntan Publik. Dan ironinya, jumlah AP yang ada saat ini pun didominasi AP yang berusia di atas 50 tahun. “Ini bisa masuk Media Keuangan Kementerian Keuangan 11 Guiness of World Record,” sindirnya. ”Motivasi RUU ini tidak ada yang kita ragukan. Niatnya baik, tapi mesti mengerti profesinya juga dong,” ujarnya. Menurutnya, ancaman hukuman boleh saja, tapi idealnya juga ada insentif dan reward bagi akuntan publik. Dengan begitu, generasi muda tidak akan khawatir ketika hendak menjadi Akuntan Publik. ”Ok, kalau saya ikut mengatakan menolak RUU ini, itu retorika lah. Intinya ayo kita bongkar yok RUU ini agar semua terakomodir,” ujarnya. Kumpulkan semua pihak yang memang punya pemahaman tentang profesi AP, termasuk BI, KADIN, dan stakeholders lainnya, kemudian dirumuskan kembali RUU tersebut. Bukan berarti asosiasi memperjuangkan kepentingannya, tetapi untuk kepentingan AP di masa mendatang. ”Tanggungjawab kita semua profesi ini maju. Karena ini juga terkait dengan kepentingan dunia usaha,” kata Ahmadi melanjutkan. Jika kita berkeinginan untuk membenahi ini semua, sambung Ahmadi, maka mau tidak mau harus ada lembaga independen yang mengakomodir setiap kepentingan di dalamnya. Ia menuturkan, bahwa asosiasi pun telah membuat konsep baru dan sudah diserahkan ke DPR sebagai Daftar Inventarisasi Masalah. ”Marilah kita bentuk suatu lembaga independen tapi semua pihak dilibatkan. Kita cari (jalan) yang terbaik,” pintanya. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tia Adityasih IAPI Usulkan Pembentukan Lembaga Independen Pengawas RUU Akuntan Publik mengisyaratkan pendelegasian seluruh kewenangan pengaturan dan pengawasan profesi Akuntan Publik kepada Menteri Keuangan. Melalui kewenangan ini, diharapkan akuntan publik dapat senantiasa meningkatkan dan mempertahankan kompetensi dan independensinya. K etentuan terkait kewenangan pembinaan dan pengawasan oleh Menteri Keuangan meliputi penerbitan perizinan akuntan publik, melakukan ujian sertifikasi profesi akuntan publik, penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL), penetapan standar profesi dan kode etik, pemeriksaan dan pengawasan, pengenaan sanksi administrasi dan kewenangan untuk mengakui keberadaan asosiasi profesi akuntan publik. Terkait amanat RUU AP dimaksud, Tia Adityasih, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengatakan bahwa sebagian kegiatan yang menjadi domain pembinaan dan pengawasan oleh Menteri Keuangan, pada praktiknya telah dijalankan oleh IAPI. Kegiatan tersebut diantaranya menyangkut penetapan standar profesi dan kode etik, ujian sertifikasi, serta PPL. Selain itu, saat ini IAPI juga melakukan reviu mutu terhadap akuntan publik dan mengenakan sanksi keanggotaan atas pelanggaran standar profesi. “Kegiatan-kegiatan tersebut dibiayai secara mandiri oleh profesi Akuntan Publik, dan ada pula beberapa kegiatan yang dibiayai Pemerintah melalui pembiayaan langsung tanpa melalui IAPI,” cetus Tia saat ditemui di Kantor IAPI beberapa waktu lalu. Menyikapi skema pengaturan kewenangan pembinaan dan pengawasan oleh Menteri Keuangan, IAPI berpendapat lain. Pengaturan tersebut, kata Tia, akan menimbulkan dampak profesi akuntan publik menjadi tidak independen. Menurutnya, ada beberapa alasan yang menyebabkan Akuntan Publik menjadi tidak independen akibat pengaturan tersebut, antara lain : Pertama, akan terjadi pemusatan kewenangan kepada pemerintah (goverment centris) dan tidak ada mekanisme check and balance. Kedua, Akuntan Publik memerintahkan Akuntan Publik tergabung hanya dalam satu asosiasi profesi dan tidak diperkenankan adanya asosiasi tandingan. Akan tetapi, keberadaan asosiasi profesi tersebut harus mendapatkan pengakuan dari Menteri Keuangan. Alasan ketiga, kata Tia, akan terjadi potensi benturan kepentingan saat Akuntan Publik melakukan audit terhadap Laporan Keuangan BUMN (UU BUMN), atau audit terhadap keuangan Negara untuk dan atas nama BPK RI. Benturan kepentingan tersebut terjadi Media Keuangan Kementerian Keuangan 12 karena Menteri Keuangan sesuai UU Keuangan Negara adalah selaku wakil pemerintah sebagai pemegang saham BUMN dan penanggung jawab Laporan Keuangan Pemerintah. “Pada saat yang sama terhadap Akuntan Publik, Menteri Keuangan juga bertanggung jawab atas fungsi pengaturan, pembinaan, pengawasan, termasuk pengenaan sanksi profesi,” selorohnya. Selanjutnya, sesuai UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, bahwa standar profesi dan kode etik ditetapkan oleh asosiasi profesi, dimana pengaturan dalam UU tersebut berlaku universal untuk seluruh profesi penunjang pasar modal. Oleh karenanya, Tia menilai, dengan meletakan kewenangan menetapkan standar profesi dan kode etik pada Menteri Keuangan, maka skema dalam RUU AP tidak sejalan dengan UU Pasar Modal. Di lain sisi, Tia pun menyayangkan sebagian substansi RUU AP kurang mencerminkan adanya kepastian Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama hukum dan prinsip good governance. Hal itu lantaran terdapat 28 pasal dari 69 pasal yang memerlukan peraturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Keuangan. Kemudian tidak mengatur mekanisme banding bagi Akuntan Publik yang dinyatakan bersalah. Dan, tidak mengatur mengenai bagaimana pengawasan dan penanganan pengaduan atas praktik Akuntan Publik, mengingat tugas tersebut seharusnya dilakukan oleh pihak yang mempunyai kompetensi sebagai Akuntan Publik. “Sehingga kami melihat RUU ini seolah cek kosong,” imbuh Tia menganalogikan. Pembentukan KAPI Menurut Tia, dalam menyikapi skema pengaturan dalam RUU Akuntan Publik, sekaligus menjawab permasalahan di atas, IAPI kemudian mengusulkan untuk membentuk Konsil Akuntan Publik Indonesia ( KAPI ). Konsil ini diharapkan menjadi lembaga independen yang berfungsi mengatur dan mengawasi Akuntan Publik. Pendirian dan pengaturan KAPI tersebut harus dituangkan dalam UU Akuntan Publik agar mempunyai landasan hukum yang kuat. Berbeda dengan amanat RUU Akuntan Publik yang menyebutkan pembentukan Komite Pertimbangan Profesi Akuntan Publik sebagai komite pengawas yang dibentuk Menteri Keuangan. Ketua Umum IAPI periode 2008 – 2012 ini menilai, tujuan pembentukan KAPI yang diatur dalam UU adalah untuk meningkatkan derajat perlindungan terhadap kepentingan publik pengguna jasa Akuntan Publik. KAPI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Konsil ini beranggotakan stakeholders seperti, unsur Kementerian Keuangan (termasuk Bapepam-LK), Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional, Akademisi, masyarakat pengguna jasa dan wakil Akuntan Publik. “KAPI nantinya dapat dibiayai oleh profesi akuntan publik, sumbangan masyarakat dan bantuan pemerintah, sehingga tidak membebani APBN,” ungkap Tia. Selanjutnya, sambung Tia, KAPI membentuk beberapa komite yang meliputi : Komite Registrasi dan Perizinan, Komite Kendali Mutu dan Etika serta Komite lainnya. Komite Registrasi dan Perizinan membidangi masalah perizinan dan pembinaan Akuntan Publik, sedangkan komite Kendali Mutu dan Etika melakukan pengawasan praktik Akuntan Publik. KAPI bersama-sama dengan komitekomite tersebut menjalankan fungsi pengaturan pembinaan dan pengawasan akuntan publik yang meliputi : 1, Penerbitan ketentuan lebih lanjut untuk menjalankan UU termasuk ketentuan lainnya terkait profesi Akuntan Publik. 2, Perizinan Akuntan Publik. 3, Mekanisme pengenaan sanksi. 4, Pengaturan fungsi dan peran lembaga banding atas sanksi yang dikenakan terhadap Akuntan Publik. 5, Penanganan pengaduan dari masyarakat. 6, Memberikan masukan kepada pemerintah terkait profesi Akuntan Publik dan pendidikan Indonesia adalah negara hukum, dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Karenanya, Akuntan Publik yang melakukan tindakan pemalsuan, manipulasi, memberikan keterangan palsu, menyuap adalah melakukan tindakan kriminal dan karenanya harus dihukum sesuai KUHP. akuntansi, dan 7, Melakukan kerjasama internasional dengan regulator akuntansi Negara lain. “Nilai lebih KAPI adalah pengaturan dan pengawasan profesi Akuntan Publik dengan melibatkan seluruh stakeholders,” ungkap Tia bersemangat. Menurutnya, dampak terganggunya independensi profesi Akuntan Publik akibat skema dalam pengaturan RUU Akuntan Publik dapat diatasi dengan pembentukan KAPI. Pembentukan KAPI juga sejalan dengan profesi lain di Indonesia, yaitu praktik kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjalankan peran Media Keuangan Kementerian Keuangan 13 untuk melakukan pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran termasuk izin kompetensi sebagai dokter dan pengenaan sanksi dokter oleh majelis Kehormatan yang dibentuk KKI serta pengembangan keilmuan. Selain itu, kata Tia, pengaturan dan pengawasan Akuntan Publik oleh suatu lembaga independen dengan melibatkan seluruh stakeholders juga banyak diterapkan di Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Singapura, Philipina, Afrika Selatan, dan negara-negara G-20 lainnya. “Praktik pengawasan publik demikian, saat ini telah menjadi trend secara global,” paparnya. Tidak Kebal Hukum Menyikapi Pasal sanksi pidana maupun sanksi administratif dalam RUU AP, Tia menegaskan bahwa sejatinya Akuntan Publik di Indonesia tidak kebal hukum. Terlebih Indonesia adalah negara hukum, dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Karenanya, akuntan publik yang melakukan tindakan pemalsuan, manipulasi, memberikan keterangan palsu, menyuap adalah melakukan tindakan kriminal dan karenanya harus dihukum sesuai KUHP. “Dalam hal ini IAPI sangat setuju dan mendukung pengenaan sanksi pidana terhadap Akuntan Publik yang melakukan tindakan tersebut,” papar Tia dalam siaran pers yang dikeluarkan IAPI. Namun demikian, IAPI tidak setuju terhadap pengaturan dalam Pasal 63 dan 64 RUU Akuntan Publik yang melakukan pemalsuan, manipulasi, memberikan keterangan palsu karena tindakan tersebut telah diatur dalam KUHP. Pada saat ini, kata Tia, terdapat Akuntan Publik yang sedang menghadapi tuntutan pidana akibat terlibat pemalsuan dan manipulasi sehingga pasal 63 dan 64 tidak diperlukan lagi. IAPI juga berpendapat lain terhadap pengenaan sanksi pidana atas ketidakpatuhan terhadap standar profesional Akuntan Publik dan merugikan bagi pihak lain. Sebagaimana diatur dalam pasal 63 ayat 2 RUU Akuntan publik. Hal ini mengingat akuntan publik hanya melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang outputnya adalah pendapat atas Laporan Vol. V No. 36/Agustus/2010 Laporan Utama apa yang tertera dalam RUU AP terlalu administratif dan tidak jauh berbeda dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 Tahun 2008. Hanya ditambah beberapa poin. Selain itu, lanjutnya, RUU tersebut terlihat lebih pro terhadap Akuntan Publik Asing (APA). Hal itu terlihat dalam Pasal 7 dan 13 ayat 4 RUU AP tentang pengaturan Akuntan Publik asing. Pengaturan Akuntan Publik asing tersebut lebih bersifat untuk mengakomodir kepentingan memenuhi kesepakatan World Trade Organization (WTO) dan kesepakatan liberalisasi jasa akuntansi di kawasan ASEAN pada tahun 2015, ketimbang memberikan perlindungan Akuntan Publik lokal. Bila liberalisasi Akuntan Publik pada tahun “ 2015 diberlakukan, Akuntan Publik Asing akan “ berbondong-bondong masuk ke negeri ini dan bersaing bebas dengan akuntan publik lokal. Tia Adityasih Keuangan, sedangkan Laporan Keuangan disiapkan oleh manajemen perusahaan. “Ketentuan tersebut sudah diatur dalam KUHP, sehingga akan tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan perbedaan penafsiran,” paparnya. Selain itu, pendapat akuntan publik atas laporan keuangan didasarkan atas suatu profesional judgment pada saat auditor menjalankan prosedur audit termasuk penggunaan metode sampling dan penilaian risiko. Sehingga pengaturan pasal 63 ayat 2 adalah sumir. Tia mencontohkan, praktik di negara lain, UU akuntan publik tidak mengenakan sanksi pidana atas ketidakpatuhan terhadap standar profesi. UU praktik kedokteran memang mengatur sanksi pidana kurungan dan denda atas mal praktik dokter, namun demikian sanksi kurungan/penjara telah dibatalkan oleh Mahkamah konstitusi. Dalam pasal 63 ayat 2, disebutkan pula tentang pengenaan sanksi pidana kepada Akuntan Publik yang tidak mematuhi standar profesi Akuntan Publik dan ketentuan lainnya. “Pengaturan ini tidak sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik. Cukup dicabut saja izinnya seperti di negara lain, bukan dipidanakan,” keluh Tia. Menurutnya, jika harus dikriminalisasi dan ditambah proses untuk menjadi seorang Akuntan Publik yang memakan waktu, biaya dan jenjang pendidikan yang lama, maka siapa yang mau jadi Akuntan Publik? “Aspek pidana justru tidak akan menstimulasi munculnya Akuntan Publik untuk generasi mendatang,” ungkap Tia. Pasal-pasal tersebut menempatkan APA mempunyai hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam mendapatkan klien-klien di Indonesia. Ketentuan dalam pasal 7 dan 13 pada akhirnya memungkinkan Akuntan Publik asing yang mendapat izin praktek bisa bebas beroperasi di negeri ini. Sementara, kata dia, Indonesia yang berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa, saat ini baru memiliki 926 Akuntan Pubik. Bila dibandingkan dengan Singapura yang penduduknya sekitar 5 juta, mereka punya 15.120 AP. Philipina dengan 88 juta penduduk memiliki 15.020 AP, Thailand dengan penduduk 66 juta jiwa mempunyai 6.070 AP. “Artinya, bila liberalisasi AP pada tahun 2015 diberlakukan, Akuntan Publik Asing akan berbondong-bondong masuk ke negeri ini dan bersaing bebas dengan Akuntan Publik lokal,”jelasnya. Di samping akan memungkinkan invasi Akuntan Publik asing, sambung Tia, pemberian hak yang sama kepada APA, juga akan menimbulkan ancaman terhadap kepentingan dan keamanan Negara. Akuntan Publik asing dapat mengakses aspek strategis dan kerahasiaan Negara melalui pemberian jasa kepada instansi pemerintah, BUMN, atau entitas strategis lainnya. “Potensi tersebut akan bertambah ketika APA dapat mengaudit Laporan Keuangan pemerintah untuk dan atas nama BPK,” kata Tia menutup percakapan. mk Di lain sisi, Tia Adityasih berpendapat, Media Keuangan Kementerian Keuangan 14 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Reportase Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Widjanarko: “Hibah Dikelola Secara Akuntabel” secara langsung kepada Pemda melainkan melalui pemerintah pusat yang kemudian akan disalurkan dalam kerangka: i) dekonsentrasi; ii) tugas pembantuan (medebewind), dan iii) mekanisme penerusan hibah (on granting). S Sebagai salah satu sumber penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hibah tak dimungkiri menjadi bagian penting dalam menopang sebagian pengeluaran negara. Kendati penerimaannya belum terbilang besar, namun pemanfaatan hibah diyakini turut mendukung penguatan pelaksanaan proyek di Kementerian/Lembaga dan lembaga lainnya. ecara definisi, hibah (grant) diartikan sebagai bantuan dalam bentuk devisa (cash), barang ataupun jasa (technical assistance/ TA misal dalam bentuk tenaga ahli dan pelatihan) yang berasal dari luar negeri (pemerintah/badan/ lembaga internasional asing) kepada Pemerintah R.I. yang telah ditetapkan peruntukkannya. Hibah bersifat tidak mengikat, tidak terus menerus, dan yang tidak menimbulkan kewajiban untuk membayarnya kembali. Dalam perkembangannya, hibah, dari sudut sumbernya, tidak saja mencakup bantuan yang berasal dari luar negeri, namun berasal perseorangan/badan/ lembaga dari dalam negeri. Adapun klasifikasi hibah dapat dilihat pada gambar 1. Menurut Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen, Ditjen Pengelolaan Utang, Widjanarko, melihat tren perkembangannya, penerimaan hibah dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dalam APBNP 2008, penerimaan hibah mencapai Rp2.3 triliun - belum termasuk hibah langsung (off budget/off treasury atau hibah yang dilaksanakan langsung oleh pemberi hibah/donor-executed grant) sebesar Rp3.9 triliun, yang tidak dilaporkan kepada Kementerian Keuangan. Sementara, dalam APBNP 2009 meningkat menjadi Rp3.3 triliun - belum termasuk hibah Gambar 1 off budget dan off treasury sebesar Rp1,5 triliun. “Dari sisi penyaluran, lanjutnya, hibah, di samping dilaksanakan oleh K/L, hibah luar negeri juga dapat diterima dan kegiatannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” papar Widjanarko ketika ditemui di ruang kerjanya. Namun, mekanisme penerimaannya tidak Media Keuangan Kementerian Keuangan Lebih lanjut Widjanarko menjelaskan, cakupan pengelolaan hibah yang dilakukan pemerintah meliputi official-donor grant dan private-donor grant. Hibah dari official donor dan private donor yang diterima secara langsung oleh recipient perseorangan/ swasta/LSM, sekalipun bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, tidak termasuk bagian yang dikelola oleh Pemerintah R.I. Dari sisi payung hukum, pengelolaan hibah meliputi : i. Pemerintah Pusat dapat memberikan atau menerima hibah kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, serta Perusahaan Negara/Daerah dengan persetujuan DPR (pasal 22, 23 dan 24 UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara); ii. Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa (dalam hal ini DJPU) untuk menerima hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (pasal 38 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara). iii. Pemberian kewenangan kepada Pemerintah Pusat untuk pengadaan hibah luar negeri (Pasal 2,3,4 dan pasal 5 PP No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman SUMBER BENTUK Kas Luar Negeri Barang Jasa HIBAH Kas Dalam Negeri Barang Jasa 15 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Reportase Tabel Hibah Regular Maupun yang Secara Langsung Diterima K/L Sampai September 2010 dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri); iv. Mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban hibah baik hibah yang terencana maupun hibah langsung (off budget/off treasury) dan hibah yang berasal dari dalam maupun luar negeri (PMK No. 40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah/SIKUBAH). Kementerian/ Lembaga Proyek LIPI, BKKBN, Bappenas, BPS, KPP&PA, Kemensos, BPN, POLRI, BPK, BPPT, BRR ACEH,DKP, ESDM, Kemendag, Kominfo, Kemen.PU, Pertanian, Kemdiknas, Kemdagri, Kemenkes, Kemenkeu, Menko Ekuin. Berbagai Proyek: infrastruktur; capacity building; pencegahan flu burung; survey kesehatan, persiapan pemilu. Pencairan hibah 2010 Donor Rp 95milyar * Rp 1,15triliun ** Canada, USA, UNFPA, UNDP, UNICEF, Swedia, IBRD, ADB, IDA, KFW, Bank Dunia, UNIFEM, PEMSEA, Denmark. Jenis hibah Output/ Outcome Pembangunan/ perbaikan infrastruktur, Kas, peningkatan Barang, kapasitas SDM, Jasa peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam tabel di halaman berikutnya dapat dilihat dengan jelas akuntabilitas Catatan : hibah yang dikelola Kementerian * Hibah langsung (off budget/off treasury) yang akan disahkan sesuai PMK No.: 40/PMK.05/2009; Keuangan. ** Hibah terencana (on budget/on treasury) melalui mekanisme APBN (DIPA danSP2D/SP3). Mekanisme pertanggungjawaban pelaksanaan hibah telah diatur dalam PMK No.: 40/PMK.05/2009 tentang SIKUBAH yang mengatur ketentuan antara lain : Pertama, K/L mempertanggungjawabkan belanja yang dibiayai dengan hibah dalam bentuk kas pada Laporan Keuangan (LK) berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca dengan dokumen sumber Surat Perintah Pengesahan Pembukuan (SP3) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) khusus Jakarta VI, setelah atau seiring dengan revisi DIPA. Kedua, K/L mempertanggungjawabkan belanja yang dibiayai dengan hibah dalam bentuk barang dan jasa pada LRA dan Neraca dengan dokumen sumber Surat Pengesahan Hibah Barang dan Jasa (SPHBJ) ke Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Ditjen Pengelolaan Utang. Untuk hibah jasa, diperlukan revisi DIPA. Ketiga, Ditjen Pengelolaan Utang selaku Pengguna Anggaran yang ditunjuk Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN), mempertanggungjawabkan penerimaan hibah pada LRA dan Neraca BA 999.02 dengan dokumen Surat Perintah Pengesahan Penarikan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (SP4HLN), SPHBJ dan SP3. Capaian akuntabilitas Laporan Keuangan Hibah Sejak kali pertama Pemerintah menerima hibah di tahun 1967, untuk pertama kalinya juga tahun 2008 Pemerintah berhasil menyusun LK BA 999.02 Penerimaan Hibah. Sekalipun dengan opini disclaimer, capaian tersebut dilakukan melalui upaya yang optimal di tengah berbagai kendala yang dihadapi. “Penerimaan hibah langsung yang tidak dilaporkan kepada Kementerian Keuangan dan hanya dicatatkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) K/L sebesar Rp3,9 triliun, merupakan temuan kelemahan Sistim Pengendalian Internal (SPI) penyebab disclaimer,” papar Widjanarko. Pada tahun 2009, sambungnya, melalui media sosialisasi dan rekonsiliasi antara Ditjen Pengelolaan Utang dan K/L, hibah langsung telah dapat dicatat dalam LK BA 999.02. Namun, revisi DIPA BA 999.02 untuk menampung tambahan pendapatan hibah langsung dalam APBNP 2009 -sesuai amanat PMK No.:40 tentang SIKUBAH- belum dapat dilaksanakan. Akibatnya, LK BA 999.02 hanya mengalami sedikit peningkatan opini menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Dengan target opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LK BA 999.02 dalam tahun 2010, penerbitan peraturan tentang revisi DIPA BA 999.02 tahun 2010 merupakan faktor kritikal. Demikian juga penyusunan Perdirjen hibah dalam negeri sebagai tindak lanjut PMK No. 40/PMK.05/2009, akan memainkan peran krusial untuk mendukung perolehan WTP dalam 2010. Widjanarko menilai, berdasarkan Konvensi Internasional yang tertuang dalam Deklarasi Paris 2005 tentang aid effectiveness, sekurangnya ada 5 (lima) prinsip untuk efektifitas pelaksanaan hibah, yaitu: 1) berhasil menunjang sasaran pembangunan sesuai RPJM dan dilaksanakan melalui mekanisme APBN (prinsip ownership), 2) alokasi hibah tidak tumpang tindih antar donor (prinsip harmonisasi); 3) mengacu pada sistim Media Keuangan Kementerian Keuangan 16 pelelangan lokal (prinsip alignment), 4) berorientasi pada hasil/outcome (prinsip accounting for development result), serta 5) dilandasi adanya bertanggung jawab bersama untuk menjaga agar hibah dapat mendorong pembangunan dan kemajuan (prinsip mutual accountability) antara donor dan Pemerintah. Dalam perjalanannya, lanjut Widjanarko, belum seluruh penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai prinsip Deklarasi Paris 2005. Menurutnya, masih terdapat praktik pemberian hibah secara langsung oleh donor kepada K/L atau dilaksanakan sendiri oleh Donor tanpa melalui mekanisme APBN (tidak dituangkan dalam DIPA dan tidak melalui persetujuan DPR). Tak hanya itu, katanya, K/L pun tidak mencatat dalam LRA, Neraca dan CaLK yang disebabkan, antara lain: i) masih adanya resistensi sebagian donor atas penetapan Berita Acara Serah Terima Hibah (BAST) khususnya atas hibah berupa barang dan jasa; ii) kelemahan kapasitas SDM serta kurang terinformasinya mekanisme pertanggungjawaban hibah dalam PMK 40 tentang SIKUBAH; iii) Hibah yang diberikan belum semuanya dipayungi oleh grant agreement antara pemerintah RI dengan negara donor; dan iv) masih adanya hibah yang berorientasi pada kepentingan negara donor (donor-driven grant). Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan hibah, kata Widjanarko, pemerintah telah melakukan upaya intensif melalui berbagai langkah, seperti, melakukan sosialisasi PMK 40 tentang SIKUBAH untuk mendorong K/L dan donor agar mempertanggungjawabkan Vol. V No. 36/Agustus/2010 Reportase hibah langsung secara transparan dan akuntabel sesuai mekanisme APBN, serta merekonsiliasi data penerimaan hibah dengan K/L secara triwulanan dengan tujuan untuk meningkatkan akurasi angka dalam LKBA 999.02 Penerimaan Hibah. Di samping itu, katanya, pemerintah pun telah berupaya mendapatkan konfirmasi atas hibah yang telah diberikan oleh donor kepada pemerintah dengan tujuan untuk memperoleh kepastian angka realisasi dan sebagai bahan cross check dengan angka K/L. Selanjutnya, pemerintah pun telah melakukan monitoring pelaksanaan Hibah sebagaimana diatur dalam PMK 33 tahun 2010. “Termasuk penandatanganan the Jakarta Commitment antara Pemerintah RI dengan negara-negara donor (development partners) untuk menerapkan lima prinsip Deklarasi Paris 2005,” papar Widjanarko. Dengan berbagai kendala yang dihadapi, Menteri Keuangan memberikan petunjuk agar sebaiknya kegiatan-kegiatan tersebut dibiayai melalui rupiah murni saja. Jika akan mengakibatkan permasalahan dalam pertanggungjawabannya, dengan pertimbangan : a. Nominal hibah yang diperoleh dari negara donor tidak terlalu besar, sehingga masih dapat didanai melalui rupiah murni. b. Jumlah hibah yang diterima dari donor tidak dapat dicantumkan dalam APBN di awal tahun. c. Masih adanya dana dari negara donor yang dilaksanakan tidak sesuai dengan Paris Declaration (tranparansi dan ownership). d. Tidak jelasnya pertanggungjawaban hibah yang dilaksanakan oleh donor yang berdampak pada opini yang diberikan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Hibah dan Utang Apa relevansi antara Hibah dan Utang? Widjanarko menuturkan, Utang merupakan kewajiban pemerintah yang timbul dari penerimaan pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai defisit APBN (dan juga rekapitalisasi perbankan serta Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang muncul sebagai akibat krisis keuangan tahun 1997/98). Dengan demikian utang utang dalam denominasi valas sejalan dengan upaya untuk mengelola risiko dengan mengutamakan SBN domestik, c) alokasi untuk kegiatan prioritas dan dengan persyaratan PLN yang relatif murah dan tanpa agenda politik apapun dan didorong hanya oleh motif untuk mendukung pembangunan ekonomi dan sosial. merupakan konsekuensi postur APBN yang masih mengenal defisit di mana pengelolaan utang untuk pembiayaan defisit merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN) dan merupakan bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan (macroeconomic policy). Pembiayaan defisit APBN melalui utang dimaksud dapat berasal dari dalam negeri dan dapat berasal dari luar negeri sebagaimana dijelaskan pada gambar 2. Menurutnya, kecuali karena alasan emergency (bencana alam, wabah penyakit), hibah seyogyanya diarahkan untuk mendukung penguatan kelembagaan (capacity building support) dan kesiapan sistem untuk melaksanakan program yang nantinya akan dibiayai dari utang. Pembiayaan untuk suatu program pembangunan tentunya akan lebih baik jika dapat dibiayai dari sumber daya domestik (rupiah murni). “Namun, sumber daya domestik tersebut harus mencukupi dengan pertimbangan: pertama, tidak mengikat dan kedua, diskresi yang memadai untuk memilih alternatif penyedia barang dan jasa yang terbaik,” jelas Widjanarko. “Pengelolaan utang berada dalam ranah pengelolaan keuangan publik dalam konteks kebijakan fiskal sehingga aturan-aturan yang memayunginya akan selalu merujuk kepada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara” jelas Widjanarko. Payung hukum yang merujuk pada kedua aturan dimaksud dan yang menjadi dasar utama pengelolaan utang adalah UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), PP No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/ atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dan PP 54 tahun 2008 tentang Pinjaman Dalam Negeri; Dalam pelaksanaan proyek/ kegiatan pembangunan tertentu, pembiayaannya dapat berasal dari pinjaman dan/atau hibah (co-financing) yang diatur dan merujuk pada loan/ grant agreement yang dibahas dan kemudian disepakati antara donor/ lender dengan Pemerintah. “Pemerintah dapat menerima hibah sebagai bagian dari loan sepanjang mempunyai peranan transfer of knowledge,” pungkas Widjanarko mengakhiri percakapan. mk Dengan demikian, kata Widjanarko, secara garis besar, kebijakan pengadaan utang pembiayaan defisit APBN diarahkan antara lain untuk: a) menurunkan rasio debt to GDP di bawah 30%, b) mengurangi komposisi Gambar 2 WHOLESALE OBLIGASI NEGARA RITEL SBN SURAT PERBENDAHAARAN NEGARA SURAT BERHARGA NEGARA SBSN INSTRUMEN UTANG 1.SBSN WHOLESALE 2.SBSN RITEL 3.ISLAMIC TREASURY BILLS 4.PROJECT FINANCING SUKUK 5.HYBRIDS PINJAMAN LUAR NEGERI LOAN Media Keuangan Kementerian Keuangan PINJAMAN PROYEK PINJAMAN PROGRAM PINJAMAN DALAM NEGERI 17 Vol. V No. 36/Agustus/2010 REGULER SEKTORAL Reportase LDP DJKN Angkatan III Menajamkan Internalisasi Core Value Sejalan upaya memperkuat internalisasi terhadap core value, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Ditjen Kekayaan Negara) menyelenggarakan kegiatan Leadership Development Program (LDP) Angkatan Ketiga. Kegiatan yang diikuti enam puluh pejabat DJKN di level eselon II dan III ini diadakan di Denpasar, Bali, pada 27 hingga 28 September 2010. L DP yang bertemakan “One Spirit, One Team, One Goal” ini dibuka oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Hadiyanto. Dalam kesempatan itu, Hadiyanto pun tak luput memberi motivasi kepada para pejabat Ditjen Kekayaan Negara yang hadir. Hadiyanto menyampaikan perlunya para pejabat Ditjen Kekayaan Negara memiliki semangat kepemimpinan untuk senantiasa memberi manfaat yang maksimal bagi organisasi. Terlebih pada era pengetahuan dan teknologi informasi dewasa ini. “Leader harus memiliki rasa empati kepada para staf/pegawai,” tegas Hadiyanto saat membuka kegiatan. Menurutnya, kegiatan pengembangan kepemimpinan ini dinilai efektif dalam turut mengembangkan perilaku kepemimpinan yang dilandasi aspek spiritual dan emosional sebagai motivasi pengembangan diri. Karenanya, kegiatan LDP ini juga bertujuan untuk mengimplementasikan gaya kepemimpinan dan komunikasi yang efektif, serta membangun komitmen kebersamaan yang profesional menuju pencapaian kinerja puncak. Tak hanya itu, sambungnya, para pejabat Ditjen Kekayaan Negara juga diharapkan mampu beradaptasi dengan perubahan dengan mengembangkan sifat mendasar yang meliputi aspek trust dan belief. “Hal ini selaras dengan core value Ditjen Kekayaan Negara yaitu integritas, ketulusan dan komitmen” imbuh Hadiyanto mantap. Tak hanya diisi motivasi kepemimpinan, kegiatan ini juga dipadati dengan beragam materi seputar leadership dan teamwork yang disampaikan beberapa pejabat Ditjen Kekayaan Negara. Agus Rijanto Sedjati, Direktur Hukum dan Informasi, misalnya, menyampaikan materi leadership dalam konteks implementasi core value (Nilai-nilai Utama) Ditjen Kekayaan Negara. “Integritas merupakan kompetensi dasar yang wajib dimiliki sehingga menjadi panutan/contoh bagi para staf/pegawai,” papar Agus saat menyampaikan materi kepemimpinan. Dalam kegiatan workshop tersebut, para peserta juga diberikan materi outdoor, berupa kegiatan outbound dengan metode pembelajaran experiental learning. Melalui pola ini, peserta diharapkan dapat mengevaluasi tindakan dan selanjutnya menentukan tujuan yang akan dicapai dengan memprediksi kemungkinan yang akan terjadi. Media Keuangan Kementerian Keuangan 18 LDP Ditjen Kekayaan Negara merupakan kegiatan pengembangan kapasitas kepemimpinan Sumber Daya Manusia (SDM) level pejabat eselon II dan III. Melalui program ini, para peserta diharapkan pula dapat meningkatkan capaian kinerja yang lebih maksimal dan sempurna. Tahun ini, LDP telah dilaksanakan sebanyak tiga Angkatan, yakni Angkatan I (30 April s.d 1 Mei 2010) di Bandung, Angkatan II (22 s.d.23 Juni 2010) di Jakarta, dan Angkatan III di Denpasar (27 s.d. 28 September 2010) Rangkaian kegiatan LDP ditutup oleh Agus Rijanto dan Nuning S.R. Wulandari, Kepala Bagian Kepegawaian Ditjen Kekayaan Negara. Dalam penyampaian kesan dan pesan, peserta mengungkapkan bahwa kegiatan ini diharapkan tidak semata seremonial, akan tetapi dapat memberi semangat baru untuk memperkuat teamwork di Ditjen Kekayaan Negara. “Output dari kegiatan ini kita harapkan peserta dapat menjadi seorang leader, mencapai kinerja yang maksimal dan memperkuat teamwork melalui semangat baru menuju perubahan yang lebih baik,” timpal Agus Rijanto Sedjati saat berbincang di acara ramah tamah. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Profil Direktur Hukum dan Informasi Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Agus Rijanto Sedjati Mencapai Visi Mengaktualisasi Nilai-nilai Insani Agus Rijanto Sedjati bisa dibilang “sosok langka” di lingkungan Kementerian Keuangan. Penyematan “sosok langka” ini setidaknya cukup beralasan. Agus, sapaan akrab ayah tiga putra ini, telah hampir genap empat dasawarsa menorehkan tinta pengabdian di Kementerian Keuangan. Sebuah jejak pengabdian terpanjang yang telah dipersembahkan Agus kepada Kementerian ini. B agi sosok yang pertama kali mengukir pengabdian di Kementerian Keuangan pada 1 Juni 1971, keseluruhan jabatan yang pernah ditapakinya tak lain adalah amanah. Amanah yang menurutnya harus diaktualisasikan dalam bentuk tanggungjawab dan persembahan mahakarya pengabdian. Prinsip itupula yang sejatinya tetap dipegang teguh Direktur Hukum dan Informasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, hingga kini. Kendati baru menduduki jabatan Direktur Hukum dan Informasi lima bulan lalu, Agus telah mampu meningkatkan akselerasi terobosan kinerja di lingkungan direktoratnya. Salah satu terobosan kinerja itu terkait pengembangan pelayanan Ditjen Kekayaan Negara berbasis Teknologi Informasi dan Komputerisasi (TIK). menjabat Kepala Kanwil Ditjen Kekayaan Negara III Pekanbaru, pengembangan TIK Ditjen Kekayaan Negara juga tak lepas dari amanat reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sekaligus dalam upaya mendukung pelayanan Ditjen Kekayaan Negara yang cepat dan akurat. Tahapan pengembangan TIK itu, kata Agus, meliputi Cetak Biru, Pembangunan Infrastruktur, Pembangunan Sistem Aplikasi, Pembangunan Layanan TIK dan Pembangunan Sistem Terintegrasi, sebagai kelanjutan dari proses pengembangan TIK yang telah dirintis oleh Direktur Hukum dan Informasi sebelumnya. Pengembangan TIK ini sejalan dengan salah satu tugas dan fungsi (tusi) Direktorat Hukum dan Informasi (DIT HI) dalam mengembangkan sistem informasi dan pengolahan data serta penyajian informasi di bidang Kekayaan Negara (KN), penilaian, piutang negara dan lelang, yang juga merupakan bagian tugas dan fungsi Ditjen Kekayaan Negara. Cetak biru merupakan acuan pengembangan TIK Ditjen Kekayaan Negara tahun 2008-2014. Sementara, pembangunan infrastruktur meliputi pemenuhan kebutuhan perangkat keras, perangkat lunak dan jaringan secara bertahap. Pembangunan sistem aplikasi ditujukan untuk mendukung fungsi pengelolaan keuangan negara, piutang negara dan lelang. “Pembangunan Layanan TIK dengan mekanisme layanan satu pintu dimaksudkan untuk merespon kendala yang dihadapi pengguna atau stakeholders Ditjen Kekayaan Negara. Semua sistem aplikasi yang dibangun akan terintegrasi dalam wadah SMIPT,” terang Agus. Menurut sosok yang sebelumnya Sistem Manajemen Informasi Pelayanan Media Keuangan Kementerian Keuangan 19 Terpadu (SMIPT), mempunyai dwi fungsi pengertian yaitu Sistem Manajemen Informasi merupakan mekanisme pengelolaan data dari suatu sumber untuk dapat disajikan dalam berbagai bentuk informasi yang komprehensif guna kebutuhan strategis, taktis, maupun operasional bagi pemangku kepentingan Ditjen Kekayaan Negara dan Sistem Pelayanan Terpadu merupakan mekanisme yang mengolaborasikan proses bisnis yang bersifat operasional sehingga terbentuk interoperabilitas antar sistem yang mampu memberikan pelayanan bagi pemangku kepentingan Ditjen Kekayaan Negara dalam hal pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang. Bentuk nyata SMIPT dari sisi Sistem Manajemen Informasi yang sedang dan akan dibangun yaitu executive information system, business intelligence, geographic information system (GIS), dan internet portal,” paparnya. Melalui sistem business intelligence, seluruh informasi eksekutif dapat diterima dengan cepat dan akurat, sedangkan bentuk nyata SMIPT dari sisi Sistem Pelayanan Terpadu akan mendukung tusi Ditjen Kekayaan Negara melalui sistem aplikasi utama dalam bentuk modul kekayaan negara dan Sistem Informasi Piutang Negara dan Lelang (SIMPLe). Vol. V No. 36/Agustus/2010 Profil Efektifitas dan Efisiensi Saat ini, progres pengembangan TIK di Ditjen Kekayaan Negara antara lain mencakup modul Kekayaan Negara yang telah diujicobakan sebagai aplikasi rekonsiliasi Barang Milik Negara (BMN) semester I 2010 dan akan diimplementasikan pada rekonsiliasi BMN semester II 2010. Progres selanjutnya, SIMPLe telah diimplementasikan di seluruh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan akan dilakukan stock of name atas Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) secara serentak dengan target data terkumpul pada akhir Desember. Perkembangan berikutnya, tambah Agus, Geographic Information System (GIS) telah terimplementasi dengan memetakan sekitar 5000 aset tetap BMN hasil IP, serta pada kantor modern telah diimplementasikan aplikasi quick win dan front office untuk operasional pelayanan satu pintu di KPKNL teladan. keputusan. Tak hanya itu, tingkat validasi data pun lebih terjamin. Reporting dari penatausahaan juga lebih cepat. “Bisa dibayangkan bila dalam menjalankan tusinya Ditjen Kekayaan Negara tidak dibantu dengan IT, maka tugas penatausahaan akan berlangsung lama dan kurang efektif dan efisien,” tegasnya. Menurut Agus, melihat tusi Ditjen Kekayaan Negara, maka arsitektur aplikasi sistem informasi TIK di Ditjen Kekayaan Negara melingkupi dua core, yakni pembangunan SIMPLe dan modul kekayaan negara. Namun, kata Agus, fokus Ditjen Kekayaan Negara saat ini pada penatausahaan BMN. Aktifitas penatausahaan ini tidak bisa berhenti karena diperlukan pada tiap semester untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Terlebih, tiap semesternya harus dilakukan rekonsiliasi terhadap BMN dengan K/L karena akan selalu ada mutasi aset pemerintah. Tut Wuri Handayani Dalam mengemban amanat yang melekat pada jabatannya, sosok yang dikenal “pemomong” ini sejatinya tak lepas dari filosofi hidup yang hingga kini dipegangnya. Falsafah Ki Hajar Dewantara “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” seolah menjadi pegangan dan inspirasi bagi penggemar gado-gado dan ikan bakar ini, dimana dan sebagai apapun dia ditempatkan. Sejalan pengembangan TIK, sambung Agus, Ditjen Kekayaan Negara pun tengah bersama-sama melakukan rekonsiliasi dengan Kemenhan (Kementerian Pertahanan) untuk melakukan penatausahaan aset BMN melalui proses SOP (Standard Operating Procedure) untuk melakukan updating hasil IP SIMAK. ”Perlakuan khusus ini dalam rangka mengakomodir pengembangan IT di Kemenhan melalui kerjasama dengan Ditjen Kekayaan Negara,” ujarnya. Lalu, apa dampak dari pengembangan aplikasi TIK di Ditjen Kekayaan Negara? Agus menuturkan, pengembangan TIK sangat membantu proses pekerjaan Ditjen Kekayaan Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Sehingga, operasionalisasi pekerjaan semakin efisien, sekaligus dapat memudahkan monitoring dan acuan bagi pengambilan Kendati obsesi pengembangan TIK di Ditjen Kekayaan Negara terus digulirkan, tidak serta merta upaya ini berjalan tanpa kendala. Menurut Agus, tantangan atau kendala yang utama adalah mengintegrasikan sistem TIK kepada tugas dan fungsi Ditjen Kekayaan Negara. Ini memiliki komplikasi mengingat tugas dan fungsi Direktorat Jenderal yang terbentuk pada 6 Desember 2006 ini teramat luas. Terlebih KN dan BMN juga belum mempunyai payung hukum Undang-Undang (UU). “Dengan adanya UU saya pikir akan lebih memudahkan karena lebih ada kepastian,” harapnya. Agus mengatakan, bahwa sejatinya pemimpin harus menjadi teladan. Selalu menjaga sikap dan perilaku yang mencontohkan kebaikan kepada setiap pribadi di lingkungan kerja. Selain itu, pemimpin harus juga mampu mengakomodir dan mendorong staf-stafnya untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan. “Dengan prinsip itu, tentu kita tidak bisa acuh tak acuh di lingkungan kerja,” tukas sosok yang pernah memimpin lima Kantor Pelayanan di beberapa wilayah kerja sejak masa Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) sampai dengan Ditjen Kekayaan Negara saat ini. Sepanjang perjalanan kariernya, Agus menuturkan, bahwa yang paling mengesankan selama mengabdi di Kementerian Keuangan adalah ketika terbentuknya Ditjen Kekayaan Negara pada empat tahun silam, 6 Desember 2006. Menurutnya, hal itu merupakan wilayah Media Keuangan Kementerian Keuangan 20 kerja dengan tugas dan fungsi yang baru. ”Tentu ini menjadi tantangan tersendiri serta semangat baru,” ujarnya mengenang. Hal mengesankan juga tak sebatas pada terbentuknya Ditjen Kekayaan Negara. Agus mengungkapkan, tugas dan fungsi yang diembannya ketika melanjutkan dan mengembangkan TIK di Ditjen Kekayaan Negara pun merupakan tugas dan tantangan tersendiri. Terlebih latar belakangnya bukan sebagai orang yang menggeluti dunia IT. Agus ketika itu hanya orang lapangan yang kaya akan pengalaman lapangan yang bersifat taktis dan simple. Namun, berkat semangat dan motivasi untuk terus belajar serta dukungan dan arahan Dirjen Kekayaan Negara, sosok pembelajar ini ternyata mampu memacu dan meningkatkan akselerasi kinerja TIK di Ditjen Kekayaan Negara. Ia menyiasatinya dengan sering berdiskusi dengan staf-stafnya sehingga tercipta suasana kerja yang dinamis dan konstruktif. ”Kuncinya menurut saya kita harus mau belajar dan sharing dengan rekan-rekan yang mumpuni di bidang itu. Dengan begitu, semangat kerja tim pun akan tercapai,” tuturnya mantap. Agus yang dua setengah tahun mendatang akan purnabakti, berharap dirinya dapat memberi kontribusi yang sebesar-besarnya bagi Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Kekayaan Negara. Kontribusi itu salah satunya dengan mendorong tercapainya visi misi Ditjen Kekayaan Negara melalui core value yakni, komitmen, integritas dan ketulusan. Ia yakin, dengan semangat segenap insan Ditjen Kekayaan Negara membumikan core value ini, visi misi direktoratnya akan tercapai dengan baik. ”Menurut saya nilai-nilai inilah yang menjadi ruh kita untuk dapat memberikan kontribusi yang terbaik dalam menjalankan tugas,” papar lelaki yang hobi bermain golf. Menutup percakapan, lelaki yang gemar akan wayang kulit ini menyampaikan apresiasinya terhadap majalah Media Keuangan. Menurutnya, media ini amat diperlukan dalam upaya menjembatani komunikasi antar satker (satuan kerja) di lingkungan Kementerian Keuangan. ”Apalagi Kementerian ini sangat luas, maka saya pikir media ini sangat efektif sebagai jembatan komunikasi di Kementerian Keuangan,” tukas suami dari Eddy Lestari itu mengakhiri percakapan. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Lintas Peristiwa Upacara Peringatan Kemerdekaan RI M enteri Keuangan Agus DW Martowardojo beserta seluruh jajaran pejabat eselon I Kementerian Keuangan, dan perwakilan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan melaksanakan upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 pada Selasa (17/08). mk Ditjen Pajak Canangkan Nilai-Nilai Organisasi D irektur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo, beserta seluruh jajaran pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pencanangan nilai-nilai organisasi DJP yang disebut dengan “DJP Maju, PasTI” pada Rabu (18/08). Program yang diluncurkan di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta ini merupakan penguatan komitmen DJP dalam rangka reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Keuangan. Adapun nilai-nilai organisasi tersebut adalah profesionalisme, integritas, teamwork, dan inovasi, yang disingkat dengan sebutan “PasTI”. mk Media Keuangan Kementerian Keuangan 21 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk LKPP 2009 I Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2009, BPK memberikan Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Namun demikan, terdapat beberapa masalah yang masih ditemukan, yakni kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Demikian pembukaan yang disampaikan Ketua Banggar/F-PG Melchias Markus Mekeng dalam raker Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan di DPR RI, (30/8). nformasi yang disajikan dalam LKPP Tahun 2009 tersebut antara lain: Rincian Laporan Realisasi APBN, Neraca dan Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Berikut petikan laporan hasil kerja Panja. Laporan Realisasi APBN Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah dalam Tahun Anggaran (TA) 2009 berjumlah Rp848,76 triliun, yang berarti 2,25% lebih rendah dari APBN-P sebesar Rp871 triliun. Dalam TA 2009 realisasi penerimaan perpajakan adalah Rp619,92 triliun atau 4,91% lebih rendah dari target APBNP sebesar Rp651,95 triliun. Namun, Realisasi PNBP berjumlah Rp227 triliun atau 4,19% lebih tinggi dari target APBNP sebesar Rp218 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara berjumlah Rp937,38 triliun atau 6,34% lebih rendah dari APBN-P sebesar Rp1.000,84 triliun dan realisasi transfer untuk daerah dalam TA 2009 adalah sebesar Rp308,59 triliun atau 0,23% lebih rendah dari APBN-P sebesar Rp309,31 triliun. dalam negeri sebesar Rp125 triliun dan Pembiayaan Luar Negeri Netto sebesar minus Rp12,42 triliun. Pembiayaan Dalam Negeri tersebut termasuk Penerimaan dan Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp51,86 triliun. Dengan demikian, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) untuk TA 2009 sebesar Rp23,96 triliun. Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA) Migas dari kegiatan usaha hulu migas tahun 2009 sebesar Rp1,90 triliun dan tahun 2008 sebesar USD530,97 juta tetap disajikan sebagai Pendapatan Lainnya sesuai dengan kesimpulan Panitia Anggaran DPR. Hasilnya dituangkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN TA 2008 sehingga tidak diperhitungkan dalam Bagi Hasil. Neraca dan Laporan Arus Kas Posisi keuangan atau Neraca APBN per 31 Desember 2009 terdiri dari aset sebesar Rp2.122, 90 triliun, kewajiban sebesar Rp1.681,71 triliun dan Ekuitas Dana Netto atau Kekayaan Bersih sebesar Rp441,19 triliun. Berdasarkan Realisasi Pendapatan Negara, Hibah dan Belanja Negara tersebut terdapat defisit anggaran sebesar Rp88,62 triliun atau 31,75% lebih rendah dari APBN-P sebesar Rp129,84 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, dalam per 31 Desember 2008 Aset Pemerintah mengalami kenaikan sebesar Rp51,20 triliun dari aset pemerintah. Hal ini terutama didominasi jumlah aset tetap sebesar Rp305,66 triliun. Untuk menutup defisit anggaran ini, Pemerintah berhasil mengumpulkan pembiayaan sebesar Rp112,58 triliun yang bersumber dari pembiayaan Berlawanan dengan itu, kewajiban pemerintah menurun Rp11,99 triliun dari kewajiban pemerintah per 31 Desember 2008. Ekuitas Dana Netto Media Keuangan Kementerian Keuangan 22 per 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp441,19 triliun, yang berarti Rp63,18 triliun lebih tinggi dari ekuitas dana netto per 31 Desember 2008. Terjadi minus pada Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat yakni: Rp12,88 triliun dari arus kas bersih aktivitas operasi, Rp75,74 triliun dari arus kas bersih aktivitas investasi aset non keuangan, Rp112,58 triliun dari arus kas bersih aktivitas pembiayaan, dan Rp2,84 triliun dari arus kas bersih aktivitas non anggaran. Berdasarkan total arus kas bersih tersebut di atas dan adanya penggunaan SAL sebesar Rp51,86 triliun, serta koreksi pembukuan Rp0,96 triliun maka terjadi penurunan saldo kas Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp29,77 triliun. Saldo Kas BUN per 31 Desember 2009 menjadi sebesar Rp46,06 triliun. Secara keseluruhan, total kas pemerintah per 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp81,37 triliun. Catatan atas Laporan Keuangan Panja sepakat terhadap penjelasan Catatan atas Laporan Keuangan. Selain angka-angka dalam LKPP yang telah disepakati, Panja juga menyepakati beberapa hal agar dimasukkan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2 APBN) TA 2009, yaitu: 1. Pendapatan SDA Migas dari Kegiatan Usaha Hulu Migas Tahun 2009 sebesar Rp1,90 triliun dan tahun 2008 sebesar USD530,90 juta, tetap disajikan sebagai Pendapatan Lainnya sesuai dengan kesimpulan Panitia Anggaran DPR, yang hasilnya dituangkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2008 tentang perubahan atas UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008 sehingga tidak diperhitungkan dalam Bagi Hasil. (Fraksi PDI-P meminta agar Pendapatan SDA Migas dari Kegiatan Usaha Hulu Migas tahun 2009 dan 2008 diperhitungkan Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan dalam Bagi Hasil). 2. Ketentuan pemberian imbalan dan sanksi atas kinerja K/L terkait dengn perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dalam disiplin anggaran agar dicantumkan dalam UU APBN. 3. Pelaksanaan audit dengan tujuan tertentu oleh BPK atas nilai SAL. 4. Pelaksanaan audit dengan tujuan tertentu oleh BPK atas nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Rekomendasi Panja kepada Pemerintah Sebelum menutup laporannya, Tamsil menyebutkan Rekomendasi Panja kepada Pemerintah sebagai berikut: 1. Agar Pemerintah melakukan penilaian kinerja terhadap K/L berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dalam disiplin anggaran serta menerapkan sistem pemberian imbalan dan sanksi (reward and punishment system) kepada K/L termasuk Satuan Kerja Pengguna Anggaran di Lingkungan K/L yang bersangkutan. Aturan pemberian imbalan dan sanksi untuk K/L agar dituangkan dalam UU APBN. 2. Agar Pemerintah segera menetapkan kebijakan akuntansi atas transaksi selisih kurs dan aset Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). 3. Agar Pemerintah mengkaji dan menyempurnakan perundangundangan di bidang PNBP, yang sudah tidak sesuai lagi dengan UU di Bidang Keuangan Negara serta memberikan punishment kepada K/L yang mengelola PNBP di luar mekanisme APBN. 4. Agar Pemerintah mendalami rekomendasi BPK-RI berkaitan dengan hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2009 yang belum diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. 5. Agar Pemerintah mengoptimalkan aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan review atas LKPP dan Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LK-K/L). 6. Agar Pemerintah melanjutkan proses inventarisasi dan penilaian kembali serta penertiban pemanfaatan dan legalitas BMN pada seluruh K/L. 7. Agar Pemerintah terus melanjutkan upaya penertiban rekening pemerintah. 8. Agar Pemerintah segera menyelesaikan penelusuran jumlah SAL dan memperbaiki administrasi SAL sehingga saldo buku sesuai dengan saldo fisik. 9. RUU APBN/APBN-P, Pemerintah melengkapi dengan usulan kriteria mengenai besaran belanja tertentu yang dapat melebihi pagu anggaran. 10.Agar Pemerintah bersama-sama DPR dalam mengalokasikan anggaran belanja termasuk belanja lain-lain sesuai dengan ketentuan UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 11.Agar BPK menyampaikan hasil evaluasi dan pemeriksaannya atas belanja yang Media Keuangan Kementerian Keuangan 23 dibiayai pinjaman luar negeri. 12.Agar Pemerintah segera menyelesaikan proses likuidasi aset eks-Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. 13.Agar Pemerintah melanjutkan program Pelatihan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dalam rangka peningkatan kapasitas SDM (capacity building) bagi pegawai di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dan kemungkinan penyelenggaraannya untuk daerah yang tidak atau kurang mampu. Pembahasan Draft RUU P2 APBN TA 2009 • Dalam pembahasan Panja, ada 3 (tiga) Bab Draft Rancangan UndangUndang yang dibahas yakni: pendahuluan, kesepakatan dan penutup. • Tiga poin yang disepakati Panja pada Draft RUU yakni: memasukkan konsideran menimbang dan mengingat di dalam Draft RUU, perubahan dalam beberapa pasal, dan penutup. • Semua fraksi dan pemerintah menyetujui RUU dibahas lebih lanjut dengan catatan dari masing-masing fraksi. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan APBN Sehat Jangkar Kestabilan Ekonomi “Di tengah pemulihan ekonomi global yang masih dibayang-bayangi oleh sejumlah ketidakpastian, Pemerintah bertekad untuk mewujudkan pengelolaan APBN dan APBD yang sehat, efektif dan berkelanjutan. APBN yang sehat harus dapat menjadi jangkar kestabilan ekonomi,” tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU APBN Tahun Anggaran 2011 Beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR-RI (16/08). L ebih lanjut Presiden juga menyebutkan tiga indikator penting untuk mewujudkan APBN dan APBD yang sehat, efektif dan berkelanjutan, yakni tingkat defisit yang terkendali, rasio utang terhadap PDB yang makin menurun, dan keseimbangan primer yang positif. Selain itu, menurut Presiden APBN yang disusun Pemerintah juga harus dapat mengoptimalkan peran kebijakan fiskal, agar benar-benar secara efektif mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus memantapkan pemerataan. Kebangkitan Perekonomian Indonesia Presiden kemudian mengingatkan kembali soal kondisi perekonomian global sejak pertengahan tahun 2009 lalu yang memperlihatkan perkembangan yang positif. Bahkan keadaan yang makin baik itu berlanjut hingga semester I tahun 2010. Dalam tahun 2009, ketika sebagian besar negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, laju pertumbuhan PDB kita mencapai 4,5 persen. “Ini menempatkan negara kita menjadi salah satu dari tiga negara yang memiliki kinerja ekonomi terbaik dalam tahun itu, di samping Tiongkok dan India,” ujar Presiden. Menurut Presiden, berdasarkan perkembangan ekonomi global dan perekonomian domestik, kerangka ekonomi makro dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 mengambil Media Keuangan Kementerian Keuangan 24 dasar perhitungan berbagai besaran dalam RAPBN tahun 2011 sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,3 persen; laju inflasi 5,3 persen; suku bunga SBI 3 bulan 6,5 persen; nilai tukar Rp9.300 per dolar Amerika Serikat; harga minyak US$80,0 per barel, dan lifting minyak sebesar 970 ribu barel per hari. Sementara itu, APBN kita memang masih akan mengalami defisit. “Keputusan melaksanakan APBN yang defisit ini diambil, karena kita masih menganggap perlu memberikan stimulus fiskal untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional kita,” jelas Presiden. Sementara itu, menurut Presiden, stimulus fiskal ini diperlukan untuk mendorong Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Stimulus fiskal juga sangat penting untuk memperluas lapangan kerja produktif, sebagaimana pada saat krisis yang terjadi pada tahun 2009. Defisit atau surplus APBN adalah bagian dari kebijakan fiskal menghadapi situasi yang timbul pada waktu itu. Namun, Presiden menegaskan bahwa prinsip dasar pengelolaan APBN yang sehat tetap kita pegang teguh, yaitu dalam jangka menengah, APBN harus kurang lebih seimbang. Postur RAPBN 2011 Sebagai instrumen utama kebijakan fiskal, Presiden mengatakan bahwa RAPBN 2011 diarahkan untuk mencapai 10 (sepuluh) sasaran strategis, guna mendorong pembangunan yang inklusif dan berkeadilan selama jangka waktu 5 tahun ke depan. Kesepuluh sasaran strategis itu adalah; (1) ekonomi nasional tumbuh makin tinggi; (2) pengangguran makin menurun dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih baik; (3) kemiskinan makin menurun; (4) pendapatan perkapita makin meningkat; (5) stabilitas ekonomi makin terjaga; (6) pembiayaan dalam negeri makin kuat dan meningkat; (7) ketahanan pangan dan air makin meningkat; (8) ketahanan energi makin meningkat; (9) daya saing ekonomi nasional makin menguat dan meningkat; dan (10) upaya pembangunan yang ramah lingkungan dengan pendekatan "ramah lingkungan" makin kita perkuat. “Pemerintah bersama-sama dengan DPR akan menjalankan pembangunan nasional pada RKP Tahun 2011 dengan tema “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan, Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah”,” ujar Presiden. Sementara itu, Presiden menjelaskan bahwa postur RAPBN tahun 2011 yaitu pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.086,4 triliun atau naik 9,5 persen dari target APBN-P 2010 dan belanja negara sebesar Rp1.202 triliun atau meningkat 6,7 persen dari pagu APBN-P 2010. Dengan demikian, RAPBN 2011 akan mengalami defisit sebesar Rp115,7 triliun, atau 1,7 persen dari PDB. Lebih lanjut Presiden menjelaskan tujuh sasaran utama anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2011 sesuai dengan prioritas RKP tahun 2011 yaitu menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang didukung oleh pembangunan infrastruktur, termasuk transportasi dan energi, perlindungan sosial melalui BOS dan Jamkesmas, pemberdayaan masyarakat antara lain melalui PNPM mandiri, pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi, perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan, penyediaan anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran, dan pemenuhan kewajiban pembayaran utang tepat waktu. “Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam tahun 2011 mendatang, kita tingkatkan intensitas pelaksanaan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dengan lebih memperhatikan aspek lingkungan,” tegas Presiden. Menurutnya, strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan itu akan bertumpu pada empat pilar strategis yaitu: (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro-growth); (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (projob); (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor); dan (d) meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup (pro-environment). Program Utama Pemerintah Keberhasilan program-program Pemerintah menurut Presiden sangat ditentukan oleh kinerja birokrasi pemerintahan. “Untuk itu kita lanjutkan dan mantapkan pelaksanaan reformasi birokrasi dengan fokus pada peningkatan kualitas pelayanan publik serta tata kelola pemerintahan yang semakin baik,” tegas Presiden. Reformasi birokrasi ini, menurut Presiden diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, yang ditopang oleh kapasitas pegawai yang memadai. Untuk mendukungnya, pemerintah merencanakan alokasi anggaran sebesar Rp1,4 triliun dalam RAPBN tahun 2011. Sejalan dengan itu, untuk mendukung upaya perbaikan kesejahteraan PNS/TNI/ Polri dan pensiunan, pemerintah dalam tahun 2011 mendatang, berencana menaikkan gaji pokok PNS/TNI/Polri dan pensiun pokok sebesar rata-rata 10 persen. Sementara itu, untuk menjamin kesejahteraan rakyat dalam tahun 2011 Media Keuangan Kementerian Keuangan 25 Presiden menjelaskan bahwa anggaran untuk subsidi direncanakan mencapai Rp184,8 triliun atau turun Rp16,5 triliun dari beban anggaran subsidi tahun sebelumnya. Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) ditetapkan sebesar 12 hingga 15 persen bagi kalangan industri dan pelanggan di atas 900 VA sejak bulan Juli 2010. “Khusus bagi pelanggan pengguna rumah tangga dan pelaku usaha mikro dan usaha kecil, TDL tidak dinaikkan,” ujar Presiden. Presiden menegaskan juga bahwa Pemerintah juga bertekad untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang tepat waktu. Pada RAPBN 2011, menurut Presiden, alokasi anggaran untuk pembayaran bunga utang direncanakan mencapai Rp116,4 triliun. “Ke depan, prinsip untuk mengambil pinjaman secara berhati-hati dan selektif akan tetap kita pegang,” tegas Presiden. “Pinjaman baru harus digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan yang produktif, serta mampu memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar. Hasil dari kegiatan produktif dan manfaat ekonomi itu, kelak dapat kita gunakan untuk memperbesar kapasitas fiskal serta membayar kembali kewajiban cicilan utang pokok dan bunganya,” lanjutnya. Prioritas RKP 2011 Pada K/L Presiden kemudian menjelaskan Kementerian Negara dan Lembaga (K/L) yang mendapat alokasi anggaran cukup besar dalam RAPBN 2011 berdasarkan prioritas RKP 2011. K/L tersebut dengan alokasi anggarannya yaitu Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 56,5 triliun, Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp50,3 triliun, Kementerian Pertahanan sebesar Rp45,2 triliun, Kementerian Agama sebesar Rp31,0 triliun dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebesar Rp28,3 triliun. “Prioritas alokasi anggaran pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan, kita fokuskan pada pembangunan infrastruktur yang berkualitas untuk meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi,” ujar Presiden. Sementara itu, menurutnya anggaran pada Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama difokuskan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau baik melalui Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan jalur formal maupun non-formal di semua jenjang pendidikan, anggaran pada Kementerian Pertahanan diprioritaskan untuk mendukung terlaksananya modernisasi dan peningkatan alat utama sistem persenjataan, dan anggaran bagi Kepolisian Negara RI ditujukan untuk menurunkan gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas) baik melalui pengembangan langkah-langkah strategis maupun pencegahan potensi gangguan keamanan, baik kualitas maupun kuantitas. Reformasi Penganggaran “Dalam rangka reformasi penganggaran, kita percepat pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja,” ujar Presiden. Dalam sistem penganggaran yang baru ini, menurut Presiden ditekankan pada pencapaian hasil dan keluaran dari setiap program/kegiatan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang terbatas. Untuk tahun 2010 disempurnakan format rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara dan Lembaga (RKA-KL). Pada saat yang bersamaan, lanjut Presiden, Pemerintah menerapkan kerangka pengeluaran jangka menengah. Dengan sistem ini, maka perencanaan penganggaran belanja dari setiap satuan kerja pada semua Kementerian Negara dan Lembaga, harus memperhitungkan kebutuhan anggaran dalam perspektif lebih dari satu tahun. Penerapan kedua sistem penganggaran ini, akan terus kita sempurnakan di masa mendatang. Reformasi penganggaran dalam pengelolaan keuangan negara, juga kita berlakukan secara menyeluruh untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik provinsi maupun kabupaten/ kota, yang sebagian besar pendanaannya masih bergantung pada transfer ke daerah. Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah, merupakan bagian dari pendanaan pembangunan nasional secara keseluruhan. “Pendanaan ini bertujuan untuk mendukung konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal untuk menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, “ jelas Presiden. Pembangunan Daerah Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, disamping berkepentingan terhadap penyelenggaraan aktivitas sektoral di daerah, juga berkepentingan terhadap Strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan itu akan bertumpu pada empat pilar strategis yaitu: (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro-growth); (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job); (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor); dan (d) meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup (pro-environment) aktivitas pembangunan dalam dimensi kewilayahan. Dengan demikian menurut Presiden, dalam RPJM Nasional Tahun 2010 – 2014 pemerintah menekankan pentingnya pembangunan yang inklusif berbasis kewilayahan yaitu dengan mendorong pertumbuhan wilayahwilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah itu, meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antar pulau guna mendukung perekonomian domestik, dan meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektorsektor unggulan di setiap daerah. “Selain itu, kita mendorong juga percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana. Terakhir, dengan mempertimbangkan potensi laut, kita terus mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. Konsep minapolitan dikembangkan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian lokal,” ujar Presiden. Sumber Pendapatan Negara Untuk memenuhi kebutuhan belanja negara, baik belanja pemerintah pusat maupun transfer ke daerah, maka sumbersumber pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah harus ditingkatkan seoptimal mungkin agar dapat memperkuat kapasitas fiskal kita. “Dalam RAPBN 2011 mendatang penerimaan perpajakan direncanakan mencapai Rp839,5 triliun, atau menyumbang sekitar 77 persen dari total pendapatan negara dan hibah,” ujar Presiden. Untuk mengamankan sasaran penerimaan perpajakan tahun 2011, menurut Presiden Pemerintah terus melanjutkan langkah-langkah reformasi perpajakan dengan menyempurnakan Media Keuangan Kementerian Keuangan 26 kebijakan perpajakan serta melanjutkan reformasi peraturan dan perundangundangan pajak dan langkah-langkah penggalian potensi pajak dan reformasi pengawasan pajak. Lebih lanjut Presiden menjelaskan bahwa rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tahun 2011 mencapai Rp243,1 triliun, atau menyumbang lebih dari 22 persen dari total pendapatan negara dan hibah. Untuk mengoptimalkan pencapaian target PNBP ini, Pemerintah terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan lifting migas dan optimalisasi penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba BUMN. Pembiayaan Untuk membiayai defisit anggaran itu, pemerintah akan menggunakan sumbersumber pembiayaan, baik dari dalam maupun luar negeri. “Langkah itu kita lakukan dengan tetap berorientasi pada pembiayaan yang stabil dan berkelanjutan, serta beban dan risiko seminimal mungkin,” tegas Presiden. Lebih lanjut Presiden menyebutkan bahwa sumber utama pembiayaan dalam negeri berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sedangkan sumber pembiayaan luar negeri akan berasal dari penarikan pinjaman luar negeri, berupa pinjaman program dan pinjaman proyek. Menurutnya dengan langkah-langkah itu diupayakan penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB dari sekitar 27,8 persen pada akhir tahun 2010 menjadi sekitar 26,0 persen pada akhir tahun 2011. “Penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB, insya Allah, dapat memperkuat struktur ketahanan fiskal kita, sejalan dengan tujuan Pemerintah untuk mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan. Inilah bagian dari upaya kita untuk memelihara ketahanan ekonomi,” ujar Presiden. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Info Kebijakan Pokok-Pokok Nota Keuangan dan RAPBN 2011 Menyusul penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU APBN Tahun Anggaran 2011 Beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR-RI, (16/08), Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyampaikan keterangan persnya mengenai beberapa hal terkait Pokok-Pokok Nota Keuangan dan RAPBN 2011 kepada wartawan. Bersama dengan Menkeu hadir Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Kementerian ESDM Darwin Zahedy Saleh, dan Menteri Pertanian Suswono. Berikut petikan keterangan pers Menteri Keuangan. Pinjaman Luar Negeri “Jumlah yang kita tarik dan jumlah yang kita lunasi, akan lebih banyak jumlah yang dilunasi,” ujar Menkeu menanggapi pertanyaan wartawan mengenai pinjaman luar negeri. Menkeu kemudian menjelaskan bahwa pinjaman luar negeri direncanakan turun secara netto. Pinjaman itu dapat diperoleh dari pinjaman multilateral, bilateral ataupun komersial. Menurut Menkeu, Pemerintah berusaha mencari pinjaman yang paling efisien. Dari segi term of reference, dari sekian tawaran pinjaman dipilih pinjaman yang paling lunak, yakni jangka waktunya paling panjang, tingkat bunganya paling murah, dan pada saat ditarik tidak memiliki persyaratanpersyaratan yang memberatkan kepada Indonesia, misalnya terkait agenda politik. “Kalau pinjamannya sendiri bisa dalam rangka pinjaman program ataupun pinjaman proyek,” ungkap Menkeu. Subsidi Beralih pada pertanyaan terkait subsidi, Menkeu menegaskan bahwa Pemerintah sedang menata ulang kebijakan subsidi agar adil dan tepat sasaran sehingga meningkatkan efisiensi dan kualitas belanja negara. ”Prinsip-prinsip yang kita pakai adalah menyusun sistem seleksi yang ketat untuk menentukan sasaran penerima subsidi yang tepat. Jadi, bukan subsidi yang sifatnya menurun tapi betul-betul targeted,” tegas Menkeu. Untuk itulah, menurut Menkeu, Pemerintah akan menyusun sistem seleksi yang ketat untuk menentukan sasaran penerima subsidi yang tepat. Pemerintah juga akan menggunakan basis data yang akurat dan transparan serta menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel dan lebih tepat sasaran. “Ini menunjukkan bahwa kita memang kelola subsidi kita. Di pos-pos subsidi seperti subsidi pupuk, benih, dan subsidi terkait dengan pangan tetap kita adakan. Hal itu terlihat dari komponen-komponen subsidi non energi, yaitu pangan, pupuk, benih, dan great programme,” ujar Menkeu. Tarif Dasar Listrik Terkait dengan Tarif Dasar Listrik Menkeu menyampaikan bahwa tahun depan akan ada kenaikan TDL sebesar 15%. “Asumsi kita, TDL kita naikkan di awal tahun. Asumsi ya 2011. Tetapi tentang lebih detailnya, nanti kita musti ada pembicaraan dengan BapakIbu di Senayan, di DPR dan ini semua masih akan ada proses sampai bulan Oktober baru ada final,” jelas Menkeu. Pertumbuhan Ekonomi Soal Pertumbuhan ekonomi, Menkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 diyakini sebesar 6,3%. Untuk itu, Pemerintah terus berusaha menjaga APBN sehat, efisien, dan berkesinambungan. Menurut Menkeu, syarat untuk mempunyai APBN yang berkesinambungan itu yang paling utama adalah menjaga tingkat defisit tidak lebih dari 3%. Kedua, keseimbangan primer (primary balance) tetap positif. Artinya, total penerimaan dikurangi pengeluaran di luar Media Keuangan Kementerian Keuangan 27 bunga bernilai positif. Dan yang ketiga, rasio hutang terhadap Gross Domestic Product (GDP) cenderung menurun. “Kita memang mengutamakan agar anggaran kita itu sehat. Yaitu menjaga agar kita punya defisit, sekarang tahun 2011 kita anggarkan 1,7% itu minus tapi tidak sampai 3%. Kemudian, primary balance kita positif dan juga loan to GDP, kita harapkan di akhir tahun 2011, 26%,” ujar Menkeu. Pada pembahasan pertumbuhan ekonomi ini, Menkeu juga melakukan klarifikasi atas pernyataan di beberapa media bahwa pinjaman luar negeri di Indonesia dan SUN (SBN) yang jatuh tempo di tahun 2010 sebesar Rp36 triliun. “Itu tidak betul. Total yang jatuh tempo di tahun 2010 itu Rp124 triliun dan di tahun 2011 itu Rp110 triliun,” tegas Menkeu. Menurut Menkeu, Pemerintah akan mengelola dengan baik pinjaman yang jatuh tempo. Sedangkan untuk perpanjangan dan refinancing hutang, Pemerintah tetap akan menggunakan prinsip kehati-hatian, yakni dengan mengutamakan pinjaman di dalam negeri (dalam Rupiah). Kemudian, jika ada pinjaman Luar Negeri Pemerintah akan memilih pinjaman Luar Negeri yang persyaratannya murah, lunak, dan tidak ada ikatan-ikatan politis. Dan yang terakhir, Pemerintah akan menjaga supaya pinjaman Luar Negeri secara netto tetap turun. Menkeu juga mengingatkan agar Pemerintah memperhatikan ratio pinjaman terhadap GDP yang saat ini sudah meningkat jauh. Di bulan Juli 2010, GDP Indonesia mencapai Rp6.200 triliun. Hal ini menunjukkan kenaikan cukup besar selama 10 tahun dibandingkan GDP tahun 2001 yakni sekitar Rp1.640 triliun. “Jadi, memang perekonomiannya membesar dan kalau memang hutang ada peningkatan, yang penting ada di dalam ratio yang sehat,” Vol. V No. 36/Agustus/2010 Review REVIEW PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143/PMK.011/2010 TENTANG SASARAN INFLASI TAHUN 2010, 2011, DAN 2012 Pertimbangan • Peraturan Menteri Keuangan ini diterbitkan pada intinya mempertimbangkan bahwa berdasarkan Pasal 21 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. • Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka mewujudkan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 6 tahun 2009 (UUBI). • Sementara itu, berdasarkan Pasal 10 UUBI, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan pada sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Umum • Inflasi sebagai suatu gejala meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang secara prinsip dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. • Kendati demikian, inflasi sebagai gejala pasar yang secara trennya alamiah, tidak menjadikan alasan bagi Pemerintah untuk membiarkannya, yang pada gilirannya dapat secara potensial menimbulkan petaka yang membahayakan perekonomian bangsa. • Untuk itulah, maka diperlukan koordinasi yang sinergis antara Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia dalam memfasilitasi langkah-langkah strategis yang berorientasi pada hulu kebijakan yang bersifat kontraktif fiscal maupun moneter. Jenis Sasaran Inflasi • Yang dimaksud dengan Sasaran Inflasi adalah suatu tingkat inflasi yang ingin dicapai dalam suatu kurun waktu tertentu. • Jenis Sasaran Inflasi yang ditetapkan dan diumumkan merupakan Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahunan (year-on-year). • IHK sebagai headline inflation, adalah kenaikan IHK dari waktu ke waktu tertentu yang dihitung dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Bentuk Sasaran Inflasi • Bentuk Sasaran Inflasi yang ditetapkan merupakan angka tertentu dengan toleransi (point with deviation). • Bentuk Sasaran Inflasi berbentuk IHK tahunan (year-on-year), yang ditetapkan pada angka tertentu dengan toleransi (point with deviation). Media Keuangan Kementerian Keuangan 28 Tingkat Dan Periode Sasaran Inflasi Tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK ditetapkan sebagai berikut: a. 5,0 % untuk tahun 2010; b. 5,0 % untuk tahun 2011; dan c. 4,5 % untuk tahun 2012, dengan deviasi sebesar 1,0%. Pengendalian Inflasi Pengendalian inflasi akan dilakukan dalam suatu Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi dengan komposisi sebagai berikut: Koordinator: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Anggota: 1. Menteri Keuangan; 2. Gubernur Bank Indonesia; 3. Menteri Perdagangan; dan 4. Menteri-Menteri terkait. Pemantauan Inflasi Dalam rangka pemantauan inflasi, penjelasan mengenai perkembangan dan penyebab inflasi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik dalam rapat berkala Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 Review Daftar Peraturan Menteri Keuangan Yang Ditetapkan per Agustus 2010 2 Agustus 2010 PMK Nomor 137/PMK.07/2010 Perubahan Atas PMK Nomor 118/PMK.07/2010 Pedoman Umum dan Alokasi Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah Tahun Anggaran 2010. Aluminium Mealdish (Lacquered Tray With Or Without Lid) Dari Negara Malaysia. PMK Nomor 146/PMK.04/2010 Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Kena Cukai Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas. PMK Nomor 138/PMK.06/2010 Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara. PMK Nomor 147/PMK.07/2010 Badan Atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. 11 Agustus 2010 PMK Nomor 148/PMK.07/2010 Badan Atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan. PMK Nomor 139/PMK.03/2010 Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan Yang Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Dari Pemberi Kerja Yang Memiliki Hubungan Istimewa Dengan Perusahaan Lain Yang Tidak Didirikan Dan Tidak Bertempat Kedudukan Di Indonesia. PMK Nomor 140/PMK.03/2010 Penetapan Wajib Pajak Sebagai Pihak Yang Sebenarnya Melakukan Pembelian Saham Atau Aktiva Perusahaan Melalui Pihak Lain Atau Badan Yang Dibentuk Untuk Maksud Demikian (Special Purpose Company) Yang Mempunyai Hubungan Istimewa Dengan Pihak Lain Dan Terdapat Ketidakwajaran Penetapan Harga. PMK Nomor 141/PMK.02/2010 Perubahan Atas PMK Nomor 123/PMK.02/2010 Standar Biaya Khusus Tahun Anggaran 2011. 20 Agustus 2010 PMK Nomor 142/PMK.03/2010 Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 215/PMK.03/2008 Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan. 24 Agustus 2010 PMK Nomor 143/PMK.011/2010 Sasaran Inflasi Tahun 2010, 2011, Dan 2012. PMK Nomor 144/PMK.011/2010 Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-India Free Trade Area (AIFTA). 27 Agustus 2010 PMK Nomor 145/PMK.011/2010 Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor PMK Nomor 149/PMK.07/2010 Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2011. PMK Nomor 150/PMK.03/2010 Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan. PMK Nomor 151/PMK.01/2010 Pedoman Tata Naskah Dinas Kementerian Keuangan. 30 Agustus 2010 PMK 152/PMK.04/2010 Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Kendaraan Bermotor Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas. 31 Agustus 2010 PMK Nomor 153/PMK.010/2010 Kepemilikan Saham Dan Permodalan Perusahaan Efek. PMK Nomor 154/PMK.03/2010 Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain. mk Peraturan Menteri Keuangan yang dikeluarkan per Agustus 2010 tersebut dapat diakses pada: Situs JDI Hukum pada portal Kementerian Keuangan Media Keuangan Kementerian Keuangan (www.depkeu.go.id) 29 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Artikel Transfer Pricing Oleh: Widyaiswara Pusdiklat Pajak Ucok Sarimah SE.MM Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)di Toronto Kanada beberapa waktu lalu yang diikuti oleh Presiden Republik Indonesia yang didampingi beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II termasuk Menteri Keuangan Agus Martowardojo, membahas transfer pricing yang menjadi salah satu pembahasan di KTT tersebut. P ada dasarnya isu mengenai transfer pricing bukanlah sesuatu yang baru, karena sejak tahun 1980an, United Nation Centre on Transnational Corporation (UNCTC)/ESCAP dengan surat tanggal 16 Desember 1985 telah menunjuk Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Departemen Keuangan (sekarang: Kementerian Keuangan) Republik Indonesia sebagai Focal Point dalam menyalurkan informasi mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan transnasional di Indonesia. Tugas pokok dari Focal Point ini menyangkut penelitian, penyampaian informasi dan menyelenggarakan seminar/workshop yang berkaitan dengan perusahaan –perusahaan transnasional. transaksi-transaksi diantara bagianbagian didalam suatu perusahaan atau diantara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Sebelum penunjukkan resmi tersebut UNCTC sejak tahun 1984 telah melatih staf Puslitbang untuk mempelajari perilaku perusahaan transnasional diseluruh dunia terutama yang berkaitan dengan transfer pricing. Dengan demikian, sejak tahun 1984 Puslitbang telah melakukan penelitian atas perusahaan–perusahaan yang melakukan transfer pricing sampai Puslitbang dibubarkan pada tahun 1987 karena dianggap mengganggu kepentingan berbagai pihak. Dampak yang timbul sebagai akibat dari adanya Transfer Pricing Pada negara berkembang praktek transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan transnasional / TNC akan menimbulkan banyak masalah dan secara umum masalah-masalah ini dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu : a. Masalah langsung yang disebabkan oleh manipulasi transfer pricing; b. Masalah perundang-undangan; c. Masalah penegakan hukum dan kesulitan-kesulitan; d. Masalah yang lebih luas dalam keseimbangan antara kebutuhan akan investasi asing dan kebutuhan pengawasan praktek-praktek transfer pricing. Transfer Pricing atau yang biasa disebut juga “Transfer price” ialah “harga pembebanan” yang dipakai atau ditetapkan manajemen untuk menentukan nilai barang/jasa/komoditi lainnya yang dipindahkan dari suatu profit center ke profit center lainnya. Ia adalah nilai intern-jumlah yang dibebankan oleh suatu profit center kepada profit center yang lain untuk suatu produk atau jasa. Pentingnya transfer price bagi suatu perusahaan terutama tergantung pada pentingnya Ditinjau dari segi intra perusahaan penerapan transfer price di atas, mengandung dampak positif yang dapat mendorong perusahaan bekerja secara efisien dan efektif dalam usaha meningkatkan laba perusahaan. Namun disamping itu transfer price juga bisa digunakan oleh perusahaan untuk mengurangi/menghindari kewajiban yang harus ditunaikannya kepada pemerintah. Penghindaran kewajiban ini akan sangat merugikan negara, apalagi bila dilakukan oleh grup- grup perusahaan yang berskala transnasional. Pertama Masalah langsung , yang dihadapi oleh suatu negara sebagai akibat dari adanya manipulasi transfer pricing oleh beberapa perusahaan transnasional (TNC) adalah: 1. Kehilangan pajak dan potensi penghasilan lain; Media Keuangan Kementerian Keuangan 30 2. Kehilangan valuta asing yang berharga; 3. Pengurangan bagian keuntungan pemegang saham joint venture dari negara tuan rumah; 4. Tingginya harga dari produk perusahaan yang bersangkutan di negara tuan rumah; dan 5. Kemungkinan kehilangan kedaulatan nasional, bilamana undang-undang yang mengatur devisa negara tuan rumah, pengendalian harga atau peraturan lainnya dilanggar. Kedua, masalah perundang-undangan: Dari segi perundang-undangan masalah yang dihadapi berupa: 1. Undang-undang dan peraturan yang justru memberi peluang untuk timbulnya transfer pricing untuk manipulasi penerimaan negara . Dalam hal ini terlihat dari ketentuan dalam undang-undang perpajakan baik Undang-undang Tentang Pajak Penghasilan maupun tentang Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur hubungan keluarga satu derajat, sedangkan Undangundang tentang Pasar Modal yang menetapkan dua derajat serta ketentuan kepemilikan saham 25 % atau lebih membuka peluang untuk mengalihkan harta dan memecah kepemilikan perusahaan. 2. Kesulitan di dalam merumuskan peraturan dan prosedur umum untuk memantau manipulasi harga. 3. Standar akuntansi dan pemeriksaan bagian laporan dan transaksi antara pihak yang berkaitan mungkin tak memadai. Vol. V No. 36/Agustus/2010 Artikel 4. Tidak terdapat cukup kasus peradilan untuk dipakai sebagai preseden kasus yang akan datang. Ketiga, masalah penerapan hukum dan kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam mengusut Transfer Pricing adalah: 1. Tidak terdapat cukup angka statistik yang dapat mengungkapkan sejauh mana transaksi yang terjadi antar TNC yang berkaitan. 2. Kurangnya sumber keuangan dan sumber daya manusia untuk membentuk suatu unit kerja pemerintah yang besar dan efektif untuk mengusut manipulasi harga yang terjadi. 3. Masalah koordinasi kegiatan dari berbagai instansi (seperti Bank Indonesial, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai , BKPM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan sebagainya) untuk mengawasi penyalahgunaan praktek transfer pricing. 4. Kesulitan-kesulitan dalam mengenal perusahaan yang berkaitan di luar negeri. 5. Masalah pengumpulan keterangan tentang harga, biaya dan kemampuan memperoleh keuntungan untuk kasus-kasus perusahaan. Keempat, masalah yang lebih luas berupa keseimbangan antara kebutuhan investasi asing dan kebutuhan pengawasan atas praktek-praktek transfer pricing multinasional. Dalam menjalankan prakteknya, TNC atau perusahaan transnasional melakukannya dengan berbagai macam cara dalam melakukan tindakan tersebut. Adapun mekanisme yang dipakai oleh perusahaan-perusahaan transnasional untuk melakukan praktek transfer pricing di Indonesia adalah lebih kurang mengikuti pola umum yang terjadi di negara-negara berkembang lainnya. Adapun kemungkinan cara-cara yang ditempuh oleh perusahaan konglomerat dalam melakukan praktek transfer pricing adalah sebagai berikut: 1) Pembayaran-pembayaran royalti terselubung dalam harga-harga suku cadang dan komponen-komponen Completely Knock Down (CKD). 2) Pembayaran royalti yang tergolong tinggi untuk merek dagang atau paten. 3) Pembayaran “komisi” yang tergolong tinggi oleh perwakilan-perwakilan tunggal (sale agents). 4) “Management Fees” yang tergolong tinggi di industri-industri seperti minyak / pertambangan , industri perakitan, elektronik, pabrik mesin dan sebagainya. 5) “Biaya bantuan teknis” (technical assistance fees) yang tergolong tinggi. 6) Pembayaran gaji-gaji pada expatriates. Gaji-gaji dari orangorang asing (expatriate) yang dipekerjakan di Indonesia (seperti misalnya General Manager, staf teknis lainnya), biasanya dibayar sebagian di Indonesia dan sebagian di negeri asal, walaupun pembayaranpembayaran di luar Indonesia tak dapat dilihat dalam kontrak-kontrak. Ini mengurangi pembayaranpembayaran pajak yang terhutang atas gaji-gaji expatriate di Indonesia. 7) Alokasi biaya-biaya. Mekanisme yang lain dipakai TNC untuk mengurangi pembayaran pajak di Indonesia adalah manipulasi biaya-biaya yang dibebankan pada affiliasi di Indonesia. Contoh yang paling menyolok dalam hubungan dengan pembayaran dan biaya exploitasi, pengeluaran untuk riset dan pengembangan atau biaya-biaya yang dipikul bersama telah memberikan kesempatan pada perusahaan induk untuk memperbesar biaya yang akan dibebankan pada affiliasi di Indonesia dan dengan demikian mengurangi pajak yang terhutang di Indonesia. 8) Debt Equity Ratio. Praktek untuk menyamarkan modal sendiri (equity) sebagai hutang dalam struktur permodalan dari affiliasi di Indonesia tetap merupakan bentuk yang paling besar dari penyalahgunaan transfer pricing di Indonesia. Debt Equity Ratio yang dilaporkan setinggi 5:1 atau malahan 9:1 adalah hampir merupakan mode dalam periode antara 1967 dan 1984. di dalam banyak perusahaan-perusahaan tambang yang didirikan antara 1967 dan 1975, presentasi dari hutang affiliasi terhadap jumlah hutang keseluruhan hampir 100%. Pada umunya dikatakan bahwa Debt Equity Ratio yang tinggi merupakan sesuatu kenyataan, namun tak menjelaskan ciri-ciri affiliasi TNC di Media Keuangan Kementerian Keuangan 31 Indonesia. 9) Harga ekspor yang direndahkan pada tujuan awal kemudian dijual dengan harga pasar dan harga impor yang ditinggikan. Akibat dari adanya over invoicing pada harga impor adalah biaya produksi akan meningkat, dengan meningkatnya produksi, maka laba perusahaan akan terlihat relatif kecil. Dan dengan rendahnya laba, perusahaan akan menyebabkan pajak yang dibayar oleh perusahaan juga kecil. Kerugian Negara yang ditimbulkan dari praktek Transfer Pricing sangatlah kompleks, mengingat kerugian yang timbul meliputi hilangnya penerimaan bea masuk, Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), Pajak Penghasilan, PPN dan PPnBM, PBB, dampak dari pemberian subsidi dan fasilitas yang diberikan harus dihitung secara akurat, serta larinya modal keluar negeri mengakibatkan tingkat investasi rendah, hilangnya kesempatan kerja dan meningkatnya pengangguran yang pada akhirnya akan dapat mengganggu stabilitas keamanan dan negara. Hal ini yang menyebabkan mengapa transfer pricing yang digunakan untuk manipulasi penerimaan negara perlu diperangi. Adapun seberapa besar akibat dari tindakan manipulasi transfer pricing yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus dilihat dari: • Undang-undang dan peraturan lainnya; • Apakah perusahaan bagian dari sebuah konglomerasi; • Apakah perusahaan menghasilkan satu jenis produk atau lebih; • Apakah perusahaan memperoleh fasilitas proteksi untuk satu jenis atau seluruh jenis produksi; • Kebijaksanaan pemerintah mengenai produk yang dihasilkan; • Kurs mata uang pada waktu transaksi; • Tingkat inflasi pada waktu transaksi; • Bunga pinjaman pada waktu transaksi; • Harga pasar domestik dan pasar dunia; • Tarif bea masuk; • Dari mana impor dilakukan : apa ada perjanjian penghindaran pajak berganda atau anggota WTO yang terikat pada prinsip-prinsip Most Favored Nation, Tariff binding, The National Treatment Obligation; • Monopoliskah dia. mk Vol. V No. 36/Agustus/2010 English Corner Why Pension Fund Investment Still Remains Conservative? By: Nugroho Agung Wijoyo In Indonesia many pension fund assets are invested in bank deposits. Investing long term assets in short term investments also introduces a maturity mismatch and exposes the institutional assets to refinancing risk and interest rate fluctuations. Institutional investors, such as pension funds are used to investing in bank deposits because they have been guaranteed by the government even though the government guarantee is being reduced in steps to remedy this. Institutional investors are diversifying into government and corporate bonds but still remain quite conservative. (Kutlu Kazanci, 2006) D o we bother about the statement of Kazanci? Let’s see our Pension Funds Law. The law Number 11 of 1992 on Pension Fund is a legal foundation for private pension funds in Indonesia. This law is based on the principle that although the establishment of a pension fund program is not mandatory, but the rights of beneficiaries must be secured. The main objective of the government when applying for the draft Pension Law is to protect the interests of participants, to supply the standard regulations that can guarantee the receipt of pension benefits on time, and to secure that pension benefits are treated as sustainable sources of income for retired participants. In other words, Pension fund investment has a philosophy that running pension fund program is to pay for the needs of old age, is a mandate for survival after pension fund participants are retired. Pension Fund Investment Direction It should be understood that the nature of investing in pension funds is not as in corporate investment, which generally seek profits as many as possible for the interests of shareholders (enhance shareholders' value) but pension fund investment Responsibility In accordance with Article 6 the Minister of Finance Regulation, the types of permitted investments are: a) Government Securities; b) Saving deposits in banks; c) Time deposits in banks; d) Deposits on call in banks; e) Certificates of deposit in banks; f) Certificate of Bank Indonesia; g) Shares listed in the Stock Exchange in Indonesia; h) Bonds listed in the Stock Exchange in Indonesia; i) Sukuk (Islamic bonds) listed in the Stock Exchange in Indonesia; j) Units of Mutual Funds; k) Asset Backed Securities of Investment Contracts of collective Asset Backed Securities; l) Investment Fund Unit of Real Estate Investments in the form of a Collective Investment Contract; m) Stock Option Contracts listed in the Stock Exchange in Indonesia; n) Direct placement of shares; o) Land in Indonesia; and/or p) Building in Indonesia. Choosing an investment portfolio is not easy. There are types of safe investments, needs risk management. Therefore; the Pension Fund investment is regulated by the Government, because of pension fund matters concerning the public funds. The State concerns to regulate and secure the investment. In Law Number 11 Year in 1992 asserted that the Pension Fund assets are accumulated from: employer contributions, participant contributions, investment returns, and transfers from other pension funds. Pension Fund assets are then invested. Pension Fund investment is regulated through the Ministry of Finance Regulation Number 199/PMK.010/2008 on Pension Fund Investment. The provision regulates investment instruments that are permissible and maximum placement. This is the direction for the executives when investing pension fund assets into certain types of investments are allowed with a corridor that is also determined. Therefore; when investing pension fund assets, executives have to actually implement by using a Good Pension Fund Governance. Type of Investment, Portfolio Investment Restrictions and Investment Table Pension Fund Portfolio Investment Pension Funds 2001 2002 2003 2004 2005 20 Amount % Amount % Amount % Amount % Amount % Amount - Banks Deposits 23.14 68.8 27.52 69.4 26.82 56.8 18.53 33.5 17.23 28.3 21.94 - SBI 0.22 0.6 0.15 0.4 0.65 1.4 0.81 1.5 0.18 0.3 0.25 - Stocks/Equity 1.57 4.7 1.62 4.1 1.89 4.0 3.27 5.9 4.18 6.9 7.42 - Corporate Bonds 3.21 9.5 4.74 11.9 9.13 19.3 12.07 21.8 15.57 25.6 19.48 - Government Securities 0.03 0.1 0.05 0.1 1.95 4.1 11.76 21.2 16.01 26.3 17.32 - Direct Placement 2.32 6.9 0.03 0.1 2.35 5.0 3.05 5.5 2.71 4.5 2.77 - Land & Building 2.38 7.1 2.36 6.0 1.53 3.2 2.69 4.9 2.77 4.5 2.81 - Mutual Funds 0.36 1.1 0.50 1.3 1.70 3.6 2.82 5.1 1.66 2.7 2.35 - Others 0.40 1.2 2.67 6.7 1.20 2.5 0.37 0.6 0.58 0.9 0.46 33.63 100.0 39.64 100.0 47.22 100.0 55.36 100.0 60.89 100.0 74.81 TOTAL Media Keuangan Kementerian Keuangan 32 Vol. V No. 36/Agustus/2010 English Corner like deposits, but small returns. Meanwhile, types of share investments give a high return but a bit risky. Therefore, getting into investments with higher returns but higher risk must be maintained prudently. And although the Pension Fund Investment direction is very prudent, for example in Article 13 paragraph (2) the Minister of Finance Regulation states that the total number of investments in a Party is prohibited beyond 20% (twenty percent) of total pension fund investments but still believed there is still space that can optimize the investment. And paragraph (3) says that investment in direct placement of shares in a Party is prohibited beyond 10% (ten percent) of total pension fund investments. In addition to the structure of pension fund executives that there are three parties. First is Founders. Second is the Board of Supervisors which is established by Founders. Third, the Government, in this case is the Ministry of Finance which is Bureau of Pension Funds. Three elements monitor and advise the Executives of Pension Funds for the daily running of pension fund are Executives. In addition to the Ministry of Finance Regulation Number 199/PMK.010/2008 as a direction in an investment, Pension Fund Executives, in principle, are subject to the founders. An example of a case when the risk which affects the stability of pension fund assets or influence the percentage of Fund Adequacy Ratio (RKD), the risk must be re-stabilized by the Employer or Pension Fund Founder. Thus; it is normal if the founders are very concerned to supervise, observe, monitor, and assign individuals to Executives. Because once again if there are risks that reduce pension fund assets, the ultimate responsibilities are in the Founders' Pension Fund. 006 2007 2008 Pension Fund Portfolio Investment Kazanci (2006) saw the pension fund industry in Indonesia do not contribute to the long-term investment. From The Pension Fund Portfolio Investment table, it is clearly seen that in the past, an investment that is placed on deposits of more than 50 percent, even approaching 70 percent in 2002. Starting in 2004 the figure had decreased significantly even in the year 2009 pension fund investment in deposits had reduced a lot to Rp. 23.01 trillion or equal to 21.3% of the total portfolio of Pension Funds. According to the World Bank (2006), pension funds focus on short-term instruments for several reasons. Indonesian financial and capital markets offer attractive products which are limited to institutional investors. Before the crisis, Indonesia had no domestic government bonds. Therefore, investment in bank deposits began to be done, especially since there was no other choice. During the crisis, the blanket guarantee on bank deposits and relatively high returns are the main factor that makes institutional investors remains active in this market. Bond market development helped by the phasing-out the blanket guarantee with explicit and limited deposit insurance scheme causes a gradual shift from deposits to capital market instruments. This shows that pension funds will be attracted to invest in appropriate instruments when available. Pension Funds as Sources of Long Term Financing Through the pension fund program expected public savings can be accumulated and managed wisely and safely in order that the welfare of pensioners are guaranteed and the needs for development financing (in Trillion Rp.) can be met sustainably (Bambang Subianto, 1994). 2009 % Amount % Amount % Amount % 29.3 20.01 22.8 20.16 23.4 23.01 21.3 0.4 0.74 0.8 0.598 0.7 0.66 0.6 9.9 13.99 16.00 8.44 9.8 15.97 14.8 26.0 22.64 25.8 21.66 25.2 25.90 24.0 23.2 19.20 21.9 25.09 29.2 29.80 27.6 3.7 2.83 3.2 3.03 3.5 3.60 3.3 3.8 3.00 3.4 3.14 3.7 3.50 3.2 3.1 4.97 5.7 3.34 3.9 5.40 5.0 0.6 0.27 0.3 0.54 0.6 0.29 0.2 100.0 87.65 100.0 86.01 100.0 108.13 100.0 In the private sector this program has worked since the joint contribution between the participants and the employers, namely employees and companies together provide corporate contributions to the management of pension funds. And there is an effort to minimize the risk to the assets and liabilities (asset-liability risk) require pension funds to match maturities of assets and liabilities, and this forces them to seek long-term investment. When all potential sources will be utilized as a development driver, of course, must take into account the potential of the pension fund. In view of Indonesia with a population of more than 220 million, with net assets of pension funds that have been collected even if just about Rp. 112.5 trillion (audited data as of December 2009), which is managed by around 276 pension funds is an incredible economic power, which is assisting the government in conducting a variety of development for the welfare of its nation. Moreover, for an example when the government financially supports to establish Indonesian Infrastructure Fund, we expect pension funds are ready and able to invest directly in infrastructure projects and asset since they hold longterm assets. They are interested and benefit the importance of investing in Indonesia's long term assets. According to Sugiharto, former Minister of State Owned Enterprise, which is now The Chairman of the Steering Committee of The Indonesia Economic Intelligence (IEI), to be able to pursue economic growth of 6%, each year the financing needs of infrastructure 5% of GDP (GDP 2010 is estimated at Rp. 5,500 trillion) or approximately Rp. 275 trillion (Perspective, Gatra Number 21 Thursday, April 1, 2010). Can we figure out approximately how much that could be financed from pension funds every year when Indonesia needs around Rp. 275 trillion to finance infrastructure. From the table, we can see that pension fund assets were mostly invested in nonproductive investments, such as invested in the form of deposits and securities in the secondary market, turnaround time has come now to be used for more productive investment needs, for example to finance infrastructure. Why not, bank financing for infrastructure projects has the opportunity to lead the mismatch because of characteristics of banking funds, mostly short term funds. Therefore: ideally, the source of infrastructure funding also comes from a long-term funds, such as pension funds. Finally, the long-term investments made by pension funds have the potential to be a source of long-term financing, driving national development and strengthening national resilience. mk Sources : Ministry of Finance Media Keuangan Kementerian Keuangan 33 Vol. V No. 36/Agustus/2010 Celengan Mona Ratuliu Angkat Tangan Soal Naiknya BBM Pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di tahun 2011. Hal tersebut tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Namun kenaikan tersebut akan dilakukan saat harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price atau ICP) dalam satu tahun naik lebih dari 10 persen dari asumsi ICP, yang dalam RAPBN 2010 dipatok 80 dollar AS per barrel. Itu berarti, harga BBM akan naik jika ICP di atas 88 dollar AS per barrel. M eskipun rencana tersebut belum mendapat persetujuan anggota dewan, namun artis cantik Mona Ratuliu mengaku angkat tangan mengenai hal tersebut. “ Kalau memang kenaikannya karena itu, ya saya angkat tangan,” ujar kelahiran Jakarta, 31 Januari 1982 saat dihubungi Media Keuangan. Mona mengaku kenaikan BBM memang terasa berat. Apalagi naiknya BBM berarti naiknya harga bahan pokok. “Kalau berat memang berat, karena kalau BBM naik berarti harga-harga keperluan reguler akan naik juga. kayak makanan, listrik, dan lainnya, emang agak berat juga,” jelas istri dari Indra Brasco ini. Namun demikian, Mona mengatakan bahwa masyarakat perlu beradaptasi dengan kebijakan pemerintah tersebut. “Kalau memang kondisinya begitu, ya kita harus cepat beradaptasi. Artinya kita perlu bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal,” Mona menandaskan. Bagi Mona, masyarakat harus mencari akal, bagaimana caranya bisa beradaptasi dan menghasilkan uang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan. Mona berharap, dengan adanya kenaikan BBM di tahun mendatang, Pemerintah dapat melakukan perbaikan – perbaikan dibidang fasilitas umum. “Kalau BBM naik, saya berharap agar fasilitas umum juga dapat diperbaiki. Supaya kita nyaman menggunakannya. Misalnya kendaraan umum, busway, pokoknya biar nyaman digunakan,” harap Mona. Ia juga berpesan kepada pemerintah, agar kebijakan pemerintah dapat menyejahterakan rakyat dalam jangka waktu yang panjang. “Saya juga berharap dalam mengambil kebijakannya pemerintah memikirkan jalan keluar untuk menyejahteraan rakyat dan melakukan pembangunan secara responsif, jadi sifatnya lebih jangka panjang,” pungkas Mona. mk Media Keuangan Kementerian Keuangan 34 Vol. V No. 35/Juli/2010 Renungan Konsep Pelayanan Prima Ideal kedua adalah aspek personal. Tiadanya aspek personal membuat stakeholder merasa tidak “diwongke (diorangkan)”. Mereka dianggap sebagai robot yang tidak memiliki hati. Berdasarkan kedua aspek itulah ada empat macam tipe pelayanan. Tipe pertama adalah freezer (lemari es). Pola pelayanan berbentuk freezer mengabaikan aspek prosedur dan aspek personal. Tidak adanya Standard Operational Procedure (SOP) dan tidak memperlakukan stakeholder sebagai manusia membuat kesan pemberi pelayanan “tidak peduli”. Dahulu pelayanan sering diidentikkan dengan babu atau pesuruh yang seringkali tidak dianggap penting pada suatu komunitas. Maka tak heran, Sebelum ada reformasi birokrasi, paradigma birokrat adalah serviced (dilayani) bukan service (melayani). Setelah reformasi bergulir, para birokrat harus mengubah mind set bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sebenarnya adalah sebuah pelayanan. Dalam bahasa Inggris, pegawai negeri disebut sebagai civil servant bukan state employer. P ada umumnya, jika kita berpikir mengenai pelayananan, maka dalam benak kita langsung terbayang kantor pelayanan, entah itu Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Kantor pelayanan-kantor pelayanan tersebut selalu memiliki pegawai yang bertugas secara langsung (front office) melayani masyarakat atau stakeholders (pemangku kepentingan). Hal ini karena mereka yang langsung bertatap muka dengan masyarakat. Sesungguhnya tidak demikian. Semua pegawai pemerintah sesungguhnya adalah pelayanan, baik yang berada di front office, middle office, bahkan yang ada di back office. Obyek pelayanan sering disebut sebagai customer (pelanggan). Lalu siapakah pelanggan instansi pemerintah? Kenapa mereka begitu penting? Sesungguhnya customer atau stakeholder birokrasi adalah masyarakat/publik. Jadi, stakeholder kementerian keuangan tidak hanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau kementerian/lembaga lain serta pemerintah daerah. Stakeholder Kementerian Keuangan termasuk juga para pembayar pajak, penerima subsidi, dan investor yang menanamkan uangnya pada surat berharga pemerintah. Reformasi Birokrasi pada Kementerian Keuangan menyediakan service exellent (pelayanan prima). Untuk menciptakan service exellent tersebut, pertama yang kita perhatikan adalah kebutuhan masyarakat. Mencari tahu, mendengar, dan mencatat kemauan stakeholder adalah hal pertama untuk membuat blueprint pelayanan prima yang tepat. Pada dasarnya stakeholder ingin dilayani, diingat, dihormati, diapresiasi, dimengerti, dan dibuat nyaman. Dalam mendefinisikan suatu bentuk pelayanan, ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Pertama adalah aspek prosedural. Nilai prosedural yang tinggi menunjukkan bahwa pemberi pelayanan melakukan pelayanan sesuai standard operasional prosedur. Aspek Media Keuangan Kementerian Keuangan 35 Pola pelayanan kedua adalah factory (pabrik). Pada pola ini, SOP sudah ada, tapi aspek personal kurang. Stakeholder dianggap sebagai angka-angka saja dan kurang dianggap sebagai manusia. Tentu saja meski sasaran pelayanan tercapai, kesan kurang puas masih akan menyelimuti benak para stakeholder. Proses bisnis berjalan lancar tapi kering akan kepuasan hati. Pola Pelayanan ketiga adalah friendly zoo (kebun binatang yang bersahabat). Tipe pelayanan ini sangat mengutamakan aspek personal, di lain sisi aspek prosedural kurang diperhatikan. Pemberi pelayanan berusaha keras agar para stakeholders dilayani dengan baik, tapi mereka tidak begitu memahami apa yang mereka lakukan. Akibatya, sasaran pelayanan tidak tercapai. Lalu, bagaimanakah pola pelayanan prima? Di samping sangat memerhatikan aspek prosedural, Pelayanan prima juga sangat memperhatikan aspek personal. Pelayan publik memiliki kesan “kami peduli, kami melayani”. Ordinary service (pelayanan biasa) hanya dapat memenuhi kebutuhan stakeholder sesuai dengan permintaannya. Sedangkan pelayanan prima adalah yang mampu menyediakan pelayanan melebihi permintaan. Namun yang perlu diingat adalah dalam memberikan pelayanan hendaknya dengan wibawa dan bukan sebagai budak. (Siko Dian Sigit Wiyanto) mk Vol. V No. 36/Agustus/2010