Untitled - Jurnal Ilmiah Mahasiswa

advertisement
1
1
KOMUNIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN
TEMAN SEBAYA DI SMK NEGERI 4 PADANG
By:
Meri Handayani *
Ahmad Zaini, S.Ag, M.Pd **
Citra Imelda Usman,M.Pd.,Kons **
* Student
** lectures
Program Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
This study has background where disability children cannot communicate with their peer
appropriately. The purpose of this study is to reveal: 1) verbal communication for disability children
with their peer at SMKN 4 Padang, and 2) non-verbal communication disability children with their
peer at SMKN 4 Padang. This study was descriptive-quantitative research. Population in this study was
friend of disability student at SMKN 4 Padang which amounted to 30 students. Sample was collected
by total sampling technique, so number of sample also 30 students. Instrument for this study was
questionnaire while for data analysis, writer used percentage technique. Study finding revealed that: 1)
verbal communication of disability children with their peer at SMKN 4 Padang was in fair category; 2)
non-verbal communication of disability children with their peer at SMKN 4 Padang also in fair
category. Based on this finding, it suggested to disability children to enhance their verbal and
non0verbal communications with their peer, so that the communication can be well-established and
messages can be maximally delivered and properly received by other whether it verbal or non-verbal.
Kata Kunci : Communication , Disability Children
Sedangkan menurut Samovar & Mc Daniel
(2010:18) komunikasi merupakan proses
dinamis dimana orang berusaha untuk berbagi
masalah internal mereka dengan orang lain
melalui penggunaan simbol.
Komunikasi merupakan hal yang sangat
penting dalam interaksi di kehidupan sosial
baik itu komunikasi verbal dan non verbal.
Salah satunya yaitu komunikasi dengan teman
sebaya. Komunikasi teman sebaya merupakan
proses pertukaran informasi antara individu
yang saling bertatap muka antara dua orang
atau lebih baik verbal ataupun non verbal yang
dilakukan bersama teman seumuran dengan
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama.
Komunikasi tidak hanya dilakukan
dengan sesama teman sebaya yang normal saja
tetapi komunikasi juga terjadi dengan teman
sebaya yang berkebutuhan khusus. Menurut
Sumekar (2009:3) anak berkebutuhan khusus
adalah
anak-anak
yang
mengalami
Pendahuluan
Pendidikan tidak hanya diperuntukkan
bagi manusia yang sempurna secara fisik.
Tetapi semua individu berhak memperoleh
pendidikan. Melalui pendidikan setiap
manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan
sebagai bekal dalam kehidupan. Pendidikan
lebih tepat diartikan sebagai proses pembinaan
dan bimbingan yang dilakukan seseorang
secara terus menerus kepada anak didik untuk
mencapai
tujuan
pendidikan.
Proses
pendidikan merupakan perjalanan yang tak
pernah terhenti sepanjang hidup manusia dan
merupakan hal yang sangat signifikan dalam
kehidupan manusia (Basri, 2013:13).
Menurut Wood (2013:3) komunikasi
adalah sebuah proses sistematik dimana orang
berinteraksi dengan dan melalui simbol untuk
menciptakan dan
menafsirkan makna.
1
2
penyimpangan, kelainan atau ketunaan dalam
segi fisik, mental, emosi dan sosial, atau
gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian
rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan
pendidikan yang khusus, yang disesuaikan
dengan
penyimpangan,
kelainan,
atau
ketunaan mereka.
Menurut
Marlina
(2009:1)
anak
berkebutuhan khusus, dahulunya lebih dikenal
dengan sebutan anak luar biasa (exceptional
children). Orang awam lebih banyak mengenal
anak-anak yang memiliki kelainan dan
gangguan sebagai anak yang tidak memiliki
kekuatan lebih yang bisa dibanggakan,
sebagaimana yang terlihat dari beberapa
kesalahan pandangan tentang mereka.
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan
teman
sebayanya
anak
harus
dapat
berkomunikasi dengan baik sehingga dapat
diterima di kelompok sebayanya. Namun tidak
semua anak mampu berkomunikasi dengan
baik dengan teman sebanyanya. Anak
berkebutuhan khusus yang mengalami
kesulitan berkomunikasi antar teman sebaya
akan
mengalami
kesulitan
untuk
menyesuaikan diri dengan teman sebayanya
dan lingkungannya serta prestasi belajar anak
juga akan terhambat.
Berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti pada tanggal 1 Maret 2016 di SMK N
4 Padang masih ada anak berkebutuhan khusus
berkata-kata kasar. Selain itu, masih
kurangnya kemampuan anak berkebutuhan
khusus di dalam komunikasi, adanya beberapa
anak berkebutuhan khusus yang tidak bisa
mengembangkan komunikasi dengan baik.
Adanya anak berkebutuhan khusus ketika ia
bercerita sedih tetapi ekspresinya tidak seperti
orang sedih, masih ada anak berkebutuhan
khusus yang menjawab pertanyaan dengan
menggunakan anggukkan dan gelengan.
Sedangkan dari hasil wawancara yang
telah dilakukan peneliti pada tanggal 1 Maret
2016 di SMKN 4 Padang pada salah satu
peserta didik anak berkebutuhan khusus dia
mengatakan bahwasanya ia tidak percaya diri
kalau bergaul dengan peserta didik yang lain
karena ketika ia berbicara ia sering diolokolokan oleh temannya dan ketika ia berbicara
dengan ucapan salah ia juga ditertawakan oleh
teman-temanya.
Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan, pembataan
masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini
bersifat deskriptif kuantitatif. Menurut
Arikunto (2010:27) “Penelitian kuantitatif
sesuai dengan namanya banyak dituntut
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan
data, penafsiran terhadap data tersebut, serta
penampilan dari hasilnya. Yusuf (2007:83)
menyatakan penelitian deskriptif adalah salah
satu jenis penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat
populasi
tertentu
dan
mencoba
menggambarkan fenomena secara mendetail
apa adanya, artinya penelitian deskriptif
adalah penelitian yang menggambarkan
sesuatu yang sedang terjadi apa adanya.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada
tanggal 13 Mei 2016. Untuk memperoleh data
dan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, maka yang menjadi tempat
penelitian ini adalah SMK Negeri 4 Padang.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di
sekolah tersebut peneliti menemukan berbagai
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
komunikasi. Sehingga peneliti tertarik
mengangkat permasalahan “Komunikasi Anak
Berkebutuhan Khusus dengan Teman Sebaya
di SMK Negeri 4 Padang ”.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data interval yang
langsung diperoleh dari responden atau yang
menjadi subjek penelitian. Menurut Bungin
(2011:131) “Data interval adalah data yang
memiliki ruas atau interval, atau jarak yang
berdekatan dan sama”.
Populasi merupakan keseluruhan objek
yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian
ini sebanyak 30 teman sebaya anak
berkebutuhan khusus. Sampel adalah sebagian
dari populasi yang terpilih dan mewakili
populasi tersebut”. Berhubung jumlah populasi
tidak terlalu besar, maka sampel penelitian ini
merupakan penelitian total sampling yaitu
semua populasi diambil. Menurut Arikunto
(2005:95) “Jika jumlah anggota subjek dalam
populasi kurang dari 150 orang, dan dalam
pengumpulan data peneliti menggunakan
angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil
3
keseluruhannya”. Adapun yang menjadi
sampel pada penelitian ini yaitu 30 peserta
didik di SMK Negeri 4 Padang.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data interval yang
langsung diperoleh dari responden atau yang
menjadi subjek penelitian. Menurut Bungin
(2011:131) “Data interval adalah data yang
memiliki ruas atau interval, atau jarak yang
berdekatan dan sama”. Sumber data dalam
penelitian ini adalah sumber data primer dan
sumber data sekunder. Bungin (2011: 132)
menjelaskan bahwa Data primer adalah data
yang langsung diperoleh dari sumber data
pertama di lokasi penelitian atau objek
penelitian. Data primer diperoleh dari peserta
didik, seperti komunikasi anak berkebutuhan
khusus dengan teman sebaya. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari sumber kedua
atau sumber sekunder dari data yang kita
butuhkan. Data sekunder diperoleh dari tata
usaha
tentang jumlah
peserta
didik
berkebutuhan khusus.
Adapun alat pengumpul data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket
(kuesioner) yaitu seperangkat pernyataan yang
dijawab oleh responden. Menurut Bungin
(2011:133) “Angket merupakan serangkaian
atau daftar pertanyaan yang disusun secara
sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh
responden”.
Angket yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah
angket
tertutup
dengan
menggunakan skala likert yang terdiri dari
lima alternatif jawaban, yaitu selalu (SL),
Sering (SR), Kadang-Kadang (KD), Jarang
(JR), Tidak Pernah (TP). Bentuk instrumen
dan teknik pengumpulan data, peneliti
memilih dalam bentuk angket. Angket yang
diadministrasikan kepada responden adalah
angket tentang komunikasi anak berkebutuhan
khusus dengan teman sebaya di SMK Negeri 4
Padang.
Untuk menghitung persentase masingmasing frekuensi yang diperoleh, dengan
menggunakan teknik analisis persentase yang
dikemukakan oleh Yusuf (2005:115), sebagai
berikut:
%
Hasil Penelitiandan Pembahasan
Analisis hasil penelitian ini tentang
komunikasi anak berkebutuhan khusus dengan
teman sebaya di SMK Negeri 4 Padang yang
akan digambarkan sesuai dengan batasan dan
rumusan masalah dalam penelitian ini.
Variabel penelitian ini adalah komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya
subvariabel yaitu: 1) Komunikasi Verbal, 2)
Komunikasi Non-verbal.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengadministrasian angket kepada sampel,
maka diperoleh gambaran umum mengenai
komunikasi anak berkebutuhan khusus dengan
teman sebaya di SMK Negeri 4 Padang
sebagai berikut:
1. Komunikasi Verbal Anak Berkebutuhan
Khusus dengan Teman
Sebaya di
SMK Negeri 4 Padang
a. Indikator Perbendaharaan kata
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 Padang dilihat dari aspek
perbendaharaan kata yang berada pada
kategori cukup baik.
Menurut
Wisnuwardhani
&
Sri,
(2012:38)perbendaharaan kata merupakan
komunikasi tidak akan efektif jika pesan
disampaikan dengan kata-kata yang tidak
dimengerti oleh komunikasi. Artinya saat
berkomunikasi perbendaharaan kata perlu
diperhatikan dengan baik agar pesan yang
disampaikan mudah diterima dan dipahami
dengan baik.
b. Kecepatan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 Padang dilihat dari aspek
kecepatan yang berada pada kategori baik.
Menurut Wisnuwardhani & Sri, (2012:38)
kecepatan merupakan keberhasilan dalam
komunikasi dapat dicapai dengan cara
mengatur kecepatan bicara. Artinya, jika anak
berkebutuhan khusus mampu mengatur
kecepatan berbicara dengan teman sebayanya
maka anak berkebutuhan khusus akan mampu
berkomunikasi dengan baik dan maksimal
sehingga pesan yang di sampaikan mudah
4
dipahami dan dapat diterima dengan temannya
dengan baik.
c. Intonasi suara
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 padang yang dilihat dari aspek
intonasi suara yang berada pada kategori
cukup baik.
Menurut Wisnuwardhani & Sri, (2012:38)
intonasi suara merupakan pengaturan intonasi
dengan tepat akan mempengaruhi arti pesan
secara dramatis, sehingga pesan akan menjadi
berbeda artinya, jika anak berkebutuhan
khusus tidak mampu berkomunikasi dengan
intonasi nada yang tidak jelas dan dengan
intonasi suara yang berbeda maka pesan yang
disampaikan menjadi berbeda untuk diterima.
Begitupun sebaliknya, jika anak berkebutuhan
khusus mampu berkomunikasi dengan intonasi
yang jelas dan sistematis maka pesan yang
disampaikan mudah diterima dan dipahami
oleh teman sebaya sesuai dengan yang
dimaksud.
d. Humor
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 padang yang dilihat dari aspek
humor yang berada pada kategori cukup baik.
Menurut
Wisnuwardhani
&
Sri,
(2012:38) humor adalah selingan dalam
komunikasi.
Selain
sangat
membantu
menyampaikan pesan, humor juga dapat
dimuati pesan yang ingin disampaikan. Anak
berkebutuhan khusus dalam berkomunikasi
harus mampu menggunakan sisi humor. Dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus
harus dapat berkomunikasi dengan baik
menggunakan sisi humor agar komunikasi
anak berkebutuhan khusus dengan teman
sebaya dapat berjalan dengan baik dan
maksimal.
e. Singkat dan Jelas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 padang yang dilihat dari aspek
singkat dan jelas yang berada pada kategori
cukup baik.
Menurut Wisnuwardhani & Sri, (2012:38)
komunikasi yang singkat dan jelas akan
efektif jika disampaikan secara singkat, jelas,
dan langsung menuju pada pokok bahasan
sehingga lebih mudah dimengerti. Artinya,
jika pesan yang disampaikan singkat dan jelas
maka komunikasi anak berkebutuhan khusus
dengan teman sebayanya akan berjalan baik
dan pesan yang disampaikan mudah diterima
dan dipahami. Dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan
khusus
harus
mampu
berkomunikasi dengan berkomunikasi yang
singkat dan jelas, dan langsung merujuk pada
pokok pembahasan sehingga pesan yang
disampaikan lebih muda dimengerti dan
direspon dengan baik saat berkomunikasi
dengan teman sebaya.
f. Waktu yang Tepat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya di
SMK Negeri 4 padang yang dilihat dari aspek
waktu yang tepat yang berada pada kategori
cukup baik.
Menurut Wisnuwardhani & Sri, (2012:38)
waktu
yang tepat
merupakan dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau
memperhatikan apa yang disampaikan oleh
orang lain. Oleh karena itu, anak berkebutuhan
khusus harus mampu mengunakan waktu yang
tepat dalam berkomunikasi dengan teman
sebaya agar pesan yang disampaikan dapat
diterima dan direspon dengan baik.
Dapat
disimpulkan
bahwa
saat
berkomunikasi dengan teman sebaya anak
berkebutuhan khusus harus mampu memilih
waktu yang tepat agar pesan yang disampaikan
dapat dipahami dan direspon dengan baik
sehingga komunikasi yang dilakukan dapat
berjalan dengan baik dan maksimal
2. Komunikasi
Non
Verbal
Anak
Berkebutuhan Khusus dengan Teman
Sebaya di SMK Negeri 4 Padang
a. Ekspresi Wajah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya
yang dilihat dari aspek ekspresi wajah yang
berada pada kategori sangat baik.
5
Wisnuwardhani
&
Sri
(2012:38)
menjelaskan ekspersi wajah seseorang dapat
memberikan informasi pada orang lain tentang
suasana hati dan emosi seseorang. Ada
beberapa bentuk emosi dasar, seperti bahagia,
sedih, marah, takut, jijik dan terkejut yang
dapat terpancar dalam ekspresi wajah yang
mudah dikenali. Keadaan emosi ini terungkap
dalam ekspresi wajah yang sangat unik dan
dapat dikenali di seluruh dunia (bersifat
universal). Dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan
khusus
harus
mampu
menggunakan ekspresi wajah yang baik dan
sesuai saat berkomunikasi dengan teman
sabaya agar komunikasi non-verbal yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik dan
maksimal.
b. Tatapan mata
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya
yang dilihat dari aspek tatapan mata yang
berada pada kategori sangat cukup baik.
Wisnuwardhani
&
Sri
(2012:38)
menjelaskan tatapan mata dimana arah dan
durasi dari tatapan mata seseorang dapat
memberikan informasi apakah seseorang mau
melakukan komunikasi dengan orang lain.
Tatapan mata antara seseorang dengan lawan
bicara dapat membantu menjelaskan pada kita
bagaimana hubungan diantara keduanya.
Dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan
khusus harus mampu mengunakan tatapan
mata yang baik dan sesuai saat berkomunikasi
dengan teman sabaya agar komunikasi nonverbal yang dilakukan mudah dipahami, dapat
berjalan baik dan maksimal.
c. Gerakan Tubuh
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya
yang dilihat dari aspek gerakan tubuh yang
berada pada kategori baik.
Wisnuwardhani
&
Sri,
(2012:38)
menjelaskan gerakan tubuh merupakan ketika
orang berbicara pada umumnya akan disertai
dengan gerakan-gerakan tubuh tertentu.
Gerakan tubuh ini akan membantu kita untuk
dapat memahami apa yang dibicarakan
seseorang, bahkan gerakan tubuh dapat
mengganti kata-kata yang tidak diucapkan
oleh seseorang. Dapat disimpulkan bahwa
anak berkebutuhan khusus harus mampu
berkomunikasi dengan gerakan tubuh tertentu
sehingga dapat membantu pesan yang
disampaikan dapat dipahami dengan baik saat
berkomunikasi dengan teman sebaya.
d. Sentuhan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman sebaya
yang dilihat dari aspek sentuhan yang berada
pada kategori cukup baik.
Wisnuwardhani
&
Sri,
(2012:38)
menjelaskan sentuhan dua orang akan lebih
saling menyentuh seiring dengan semakin
lama mereka kenal dan menjadi lebih dekat
serta intim. Dengan demikian, sentuhan dapat
mengungkapkan seberapa jauh kedekatan
seseorang dengan orang lain. Dapat
disimpulkan jika anak berkebutuhan khusus
tidak mampu berkomunikasi dengan teman
sebaya menggunakan sentuhan maka pesan
dan maksud yang disampaikan secara nonverbal tidak akan berjalan dengan baik,
sehingga dalam berkomunikasi dengan teman
sebaya anak berkebutuhan khusus mengalami
hambatan. Oleh karena itu, remaja harus
mampu berkomunikasi dengan munggunakan
sentuhan karena sentuhan merupakan salah
satu ungkapan yang digunakan saat
berkomunikasi tentang pemahaman kita dan
empati
kita.
Serta
sentuhan
dapat
mengungkapkan seberapa jauh kedekatan
seseorang dengan orang lain.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
komunikasi anak berkebutuhan dengan teman
sebaya di SMK Negeri 4 Padang sebagai
berikut:
1.
2.
Komunikasi verbal anak berkebutuhan
khusus dengan teman sebaya di SMK
Negeri 4 padang berada pada kategori
cukup baik.
Komunikasi
non-verbal
anak
berkebutuhan dengan teman sebaya
khusus di SMK Negeri 4 Padang berada
pada kategori cukup baik.
6
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka dapat diberikan saran kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Anak berkebutuhan khusus, hendaknya
lebih luas lagi dalam mengembangkan
komunikasi dan membina komunikasi
yang baik untuk digunakan
dalam
kehidupan sehari-hari.
Teman sebaya, hendaknya lebih sering
berbicara dengan anak berkebutuhan
khusus sehingga anak berkebutuhan
khusus terbiasa dalam mengasah
komunikasi dengan baik.
Guru, hendaknya lebih memperhatikan
dalam mengembangkan komunikasi anak
berkebutuhan khusus.
Kepala sekolah, hendaknya ikut andil
untuk
pemberian
pengarahan,
memperhatikan dan pembinaan kepada
anak berkebutuhan khusus untuk
membina komunikasi yang baik dengan
guru ataupan teman sebaya.
Pengelola Program Studi Bimbingan dan
Konseling, hendaknya meningkatkan
mutu layanan dalam membimbing
mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat
mengembangkan dan meningkatkan
kualitas sebagai calon guru BK yang
akan melaksanakan praktik pengalaman
lapangan bimbingan dan konseling
sekolah secara profesional.
Peneliti selanjutnya, melalui penelitian
ini diharapkan bisa menjadi pedoman dan
acuan untuk meneliti lebih lanjut
Khususnya mengenai komunikasi anak
berkebutuhan khusus dengan teman
sebaya di SMK Negeri 4 Padang.
Kepustakaan
Arikunto, Suharsimi.
2010.
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Basri, Hasan. 2013. Landasan Pendidikan.
Bandung: Pustaka Setia.
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: Kencana.
Marlina. 2009. Assesmen Anak Berkebutuhan
Khusus. Padang: UNP Press.
Samovar. P & McDaniel. 2010. Komunikasi
Lintas Budaya. Jakarta: Salemba
Humanika.
Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan
Khusus Cara Membatu Agar
Berhasil
dalam
Pendidikan
Inklusi. Padang: UNP Press.
Wisnuwardani, D dan Sri Fatmawati
Mashoedi.
2012.
Hubungan
Interpersonal. Jakarta: Salemba
Humanika.
Wood, Julia T. 2013. Komunikasi dan Teori
Praktik.
Jakarta:
Salemba
Humanika.
Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian.
Padang: UNP Press.
Yusuf, A. Muri. 2007. Metodologi Penelitian.
Padang: UNP Press.
7
Download