bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari
dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi merupakan suatu hal yang penting
dalam berbagai strategi tindakan manusia sebagai makhluk sosial, artinya
manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Komunikasi adalah
proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.
Hubungan antar manusia tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi
verbal (bahasa) maupun komunikasi non verbal (simbol, gambar atau media
komunikasi lainnya). Komunikasi juga bergantung pada kemampuan kita
untuk memahami satu sama lain, salah satu tujuan utama dari komunikasi
itu sendiri adalah pemahaman (West, 2008:5). Komunikasi antara manusia
yang satu dengan manusia yang lain bisa dikategorikan sebagai komunikasi
antar pribadi atau komunikasi interpersonal. Menurut DeVito (2008:4),
menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah interaksi verbal dan
nonverbal di antara dua orang atau lebih.
Banyak orang menganggap bahwa berkomunikasi adalah sesuatu yang
sangat mudah, namun ketika mereka menemukan hambatan saat mereka
berkomunikasi disaat itulah komunikasi menjadi satu hal yang tidak mudah
dan perlu dipahami lebih mendalam. Situasi seperti itu menjadi rumit karena
seseorang tidak
berhasil menyampaikan maksudnya kepada lawan bicaranya
(komunikan)
sehingga proses komunikasi berjalan tidak efektif. Proses
1
komunikasi yang
terhambat seperti demikian seringkali terjadi pada
interaksi komunikasi yang
melibatkan anak-anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus atau yang bisa disingkat ABK, panggilan
ini diterapkan di berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat
terapi, atau universitas. Bagi masyarakat, terutama di perkotaan, Anak
berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang meyandang kelainan ataupun
kekurangan secara fisik dan mental. Terlebih kendala dalam berkomunikasi
akan sering dijumpai oleh anak yang menyandang tunarungu, mereka yang
mengalami masalah dalam hal pendengaran dan bicara akan mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri mereka dalam bersosialisasi karena mereka merasa
sulit dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya ataupun dengan orang di
sekelilingnya sehingga banyak diantara mereka yang lebih memilih untuk
menjadi pendiam dan tidak mau banyak berkomunikasi. Tentu ini menjadi
kekhawatiran dari beberapa orang tua yang memiliki anak dengan
keterbatasan tersebut, karena kepercayaan diri seorang anak akan
mempengaruhi masa depan anak itu sendiri.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, ada kenaikan
yang cukup signifikan pada jumlah penyandang tunarungu di Indonesia. Pada
2000, jumlah penyandang tunarungu mencapai 205,1 juta jiwa. Sementara
pada tahun 2010 naik menjadi 234,2 juta jiwa. Data tersebut merupakan hasil
sensus penduduk tahun 2010. Dengan jumlah masyarakat penyandang
tunarungu sebanyak itu. pemerintah juga memberikan fasilitas pendidikan
bagi mereka. Pratiwi & Murtiningsih (2013:28)
2
Dalam buku Panduan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping,
disebutkan bahwa anak-anak dengan disabilitas pendengaran memiliki ciriciri atau tanda-tanda seperti:
1. Tidak menunjukkan reaksi terkejut terhadap bunyi-bunyian atau tepukan
tangan yang keras pada jarak satu meter.
2. Tidak bisa dibuat tenang dengan suara ibunya atau pengasuh.
3. Tidak bereaksi bila dipanggil namanya atau acuh tak acuh terhadap suara
sekitarnya.
4. Tidak mampu menangkap maksud orang saat berbicara bila tidak bertatap
muka.
5. Tidak mengetahui arah bunyi.
6. Kemampuan bicara tidak berkembang.
7. Perbendaharaan kata tidak berkembang.
8. Sering mengalami infeksi di telinga.
9. Kalau bicara sukar dimengerti.
10. Tidak bisa memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu tertentu.
11. Kelihatan seperti anak yang kurang menurut atau pembangkang.
12. Kelihatan seperti lamban atau sukar mengerti. 1
Menurut Mangunsong dalam Pandji (2013:2), pengertian anak yang
tergolong luar biasa atau memiliki kebutuhan khusus adalah Anak yang
secara signifikan berbeda dimensi yang penting dari fungsi kemanusiannya.
1
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2013.
PANDUAN PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BAGI PENDAMPING
(ORANG
TUA,
KELUARGA,
DAN
MASYARAKAT).
Dalam
http://www.menegpp.go.id/v2/index.php/daftar-buku/produk-bidang-perlindungananak?download=725%3Apanduan-penanganan-abk-bagi-pendamping-orang-tua-keluarga-danmasyarakat. Pada tanggal 20 Maret 2014. Pukul 21.00 Pm.
3
Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam
mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi
mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi
mental, gangguan emosional. Juga anak-anak berbakat dengan intelegensi
yang tinggi dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa karena
memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.
Tenaga profesional yang memiliki hati terhadap anak berkebutuhan
khusus sangat dibutuhkan, peran pemerintah dalam membangun sekolahsekolah luar biasa di Indonesia juga akan membantu anak-anak yang
berkebutuhan khusus terlebih bagi para penyandang tunarungu untuk tetap
memiliki rasa percaya diri, karena hal tersebut merupakan kunci keberhasilan
mereka ke depannya untuk bersaing dengan anak-anak normal lainnya ketika
mereka dewasa. Di dalam sekolah mereka bisa beraktivitas layaknya anakanak normal, mereka bisa berinteraksi satu dengan yang lainnya serta
mendapatkan pengajaran-pengajaran untuk bekal mereka ke depannya.
Banyak orang yang memandang sebelah mata kepada anak berkebutuhan
khusus, seharusnya yang dilakukan adalah orang-orang disekeliling anak
berkebutuhan khusus harus mendukung keterbatasan mereka dengan
memberikan semangat.
Berawal dari sebuah lembaga pendidikan khusus, Hellen Keller,
tunaganda yang menjelma menjadi aktivis politik dan dosen, Temple
Grandin, Doktor di bidang sains hewan yang autis, Stephen Hawking, ahli
fisika dan ahli matematika tundaksa, atau juga Charles Burke aktor televisi,
penyanyi yang down syndrome, kata kunci yang menghantarkan mereka
4
menjadi tokoh-tokoh berprestasi skala internasional adalah pendidikan
dengan pendekatan khusus yang tepat dan diberikan dengan kesungguhan.
Pandji (2013:29)
Demikian, anak-anak yang peneliti temui di SLB B Pangudi Luhur
yang menjadi objek penelitian ini, mereka membangun kepercayaan diri
mereka dan dapat bersosialisasi dengan teman sebaya maupun dengan
keluarga besar mereka, sehingga ketika mereka dilepas ke dunia kerjaa
mereka bisa berhasil karena telah dibekali pendidikan di bangku sekolah.
Tidak jarang dari mereka menjadi seorang pelukis, model, penari, designer
dan bahkan seorang photografer. Mungkin bagi seorang yang normal, yang
tidak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi akan mudah untuk bersaing
dalam profesi mereka. Tapi bagaimana dengan mereka yang terbatas dengan
pendengaran dan cara bicara mereka, tentu ini ada peran penting dari pengajar
profesional seperti guru ataupun terapi serta peran orang tua juga dalam
membentuk konsep diri yang positif dalam diri anak tunarungu, karena yang
mereka buthkan adalah dukungan semangat serta penerimaan dari lingkungan
sekitarnya.
Peneliti bertemu dengan dua orang anak yang menderita tunarungu
namun dilahirkan dan dibesarkan di keadaan yang berbeda. Sebut saja A dan
B, A menderita tunarungu namun kedua orangtua yang selalu mendukung A
sehingga ketika A menyelesaikan TKLB di SLB B Pangudi Luhur, kedua
orangtuanya memutuskan untuk mengirim A ke sekolah umum karena
mereka percaya bahwa anaknya akan mampu bersosialisasi dengan baik dan
dapat mengikuti setiap pelajaran yang akan dihadapi. Dapat diamati bahwa
5
dengan dukungan orangtua dan juga guru di SLB B Pangudi Luhur A tahun
ini akan menjadi mahasiswi sebuah Universitas Swasta yang cukup ternama
di kota Tangerang. A banyak bercerita bahwa kedua orangtuanya serta temanteman sewaktu sekolah selalu membantu dia dalam berkomunikasi, sehingga
saat ini komunikasi bukan sesuatu yang sulit bagi A. A mengatakan juga
bahwa peran keluarga, guru serta komunitas akan sangat membantu anak
berkebutuhan khusus dalam menjalani hari-harinya.
Berbeda dengan si A, B dilahirkan sebagai anak yang sulit dalam
berkomunikasi saat ini usianya sudah menginjak 22 tahun, berbicara pun
masih sulit untuk dimengerti. Ia bercerita bahwa selepas SMP kedua
orangtuanya menarik dia dari bangku sekolah SLB B Pangudi Luhur dan
selalu mengatakan bahwa B tidak akan bisa menjadi normal, kata-kata negatif
terus diperdengarkan sampai akhirnya ia tumbuh menjadi anak yang pemalu,
tidak percaya diri, dan tidak pandai bersosialisasi karena tidak ada komunitas
yang dapat membentuk konsep diri dari B. apapun yang menjadi hobinya
tidak didukung oleh kedua orangtuanya sehingga B hanya bisa berpasrah, ia
tidak bisa menggali setiap potensi yang ada dalam dirinya karena tudingan
orang di sekitarnya.
Dari kedua kasus di atas, dapat dinyatakan bahwa keberadaan serta
dukungan orang-orang sekitar anak berkebutuhan khusus memberi kontribusi
positif yang besar dalam pembentukan konsep diri anak berkebutuhan khusus,
apakah ia menjadi anak yang pemalu atau percaya diri dengan keterbatasan
yang ia miliki. Hal tersebut yang akan membentuk konsep diri anak-anak
berkebutuhan khusus tersebut, apakah ia memilki konsep diri yang positif
6
atau cenderung negatif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memilih
untuk meneliti mengenai komunikasi interaksional guru dan murid
berkebutuhan khusus dalam membentuk konsep diri (studi pada guru dan
siswa SMALB B Pangudi Luhur). Peneliti memilih topik tersebut karena
melihat bahwa komunikasi menjadi satu dasar manusia untuk bertahan dalam
menjalani
kehidupannya,
termasuk
untuk
mereka
yang
memang
membutuhkan penanganan khusus karena ketidak sempurnaannya dalam
mendengar dan berbicara. Dalam hal ini, peneliti mengambil komunikasi
interaksional yang dilakukan oleh guru SMALB Pangudi Luhur karena di
bidang studi tertentu pasti ada sebuah komunikasi yang terjadi untuk
membangun sebuah hubungan yang lebih dekat antara pengajar dan murid.
Peneliti tertarik untuk meneliti siswa tunarungu karena melihat
banyak dari alumni siswa SMALB Pangudi Luhur yang berhasil dalam
pekerjaannya setelah mereka lulus tingkat SMA mereka yang berprofesi
sebagai seorang model, penari, designer bahkan fotografer. Tentunya akan
ada pengajaran serta komunikasi yang baik yang dilakukan oleh Guru SLB B
Pangdi Luhur dalam membentuk konsep diri yang dimiliki oleh anak-anak
berkebutuhan khusus tersebut, karena konsep diri tidak muncul dengan
sendirinya, tapi akan ada peran dari lembaga pendidikan yaitu guru yang
senantiasa membimbing, peran orang tua, dari diri anak berkebutuhan khusus
itu sendiri serta peran lingkungan.
7
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi
interaksional guru dan murid berkebutuhan khusus dalam membentuk
konsep diri (studi pada guru dan siswa tunarungu SMALB B Pangudi
Luhur)?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi
interaksional guru dan murid berkebutuhan khusus dalam membentuk
konsep diri (studi pada guru dan siswa tunarungu SMALB B Pangudi
Luhur)
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Akademis
Melihat topik penelitian mengenai komunikasi interaksional guru dan
murid berkebutuhan khusus dalam membentuk konsep diri terbilang
langka, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
dalam bidang akademis dan juga dapat merangsang peneliti lain untuk
melakukan penelitian lanjutan dari topik penelitian ini.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapar memberikan masukanmasukan kepada orang tua dan
pihak pengajar yang lain dalam
membimbing, mendampingi serta memberikan motivasi kepada anak-anak
tunarungu.
8
Download