Stres akibat kerja dan penatalaksanaannya

advertisement
Universa Medicina
Vol.24 No.3
Stres akibat kerja dan penatalaksanaannya
Ridwan Harrianto
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Bagian Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK
Istilah “stres akibat kerja” menyatakan timbulnya sejumlah gejala-gejala mental dan fisik akibat adanya
kondisi-kondisi yang mengancam di tempat kerja. Sesungguhnya gejala-gejala ini bukanlah respon yang
patologis terhadap stres. Masalah baru terjadi bila pekerja berupaya menanggulangi gejala-gejala tersebut
dengan mekanisme penanggulangan yang salah dan tidak stabil. Tetapi biasanya para pekerja cenderung
memilih cara-cara yang dapat mengatasi masalah dalam jangka pendek, karena berupaya untuk melarikan
diri dari situasi-situasi yang kurang menyenangkan. Sayangnya cara penanggulangan ini pada jangka panjang
akan mengakibatkan menurunnya penampilan diri di tempat kerja, minum alkohol berlebihan dan seringkali
tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Dengan mencari akar masalah dan membantu pasien dengan cara
penanggulangan stres yang benar merupakan kunci dari penatalaksanaan stres akibat kerja. Kegagalan
dalam melaksanakan hal ini akan mengakibatkan timbulnya masalah sekunder, misalnya: penggunaan
berulang obat-obatan untuk meredam gejala-gejala yang timbul, tetapi tak dapat mengatasi masalah untuk
jangka panjang serta dapat mengakibatkan ketergantungan obat-obat tersebut.
Kata kunci: Stres, kerja, mekanisme penanggulangan
Management of stress at work
ABSTRACT
The term occupational stress implies a set of mental and physical response to threatening situations
at work. It is essentially a physiological rather than a pathological response to threats. Problem may arise
when a worker is trying to cope with turbulence and instability coping mechanism. Unfortunately people
tend to prefer short-term relief solutions and try to escape uncomfortable situations with a quick remedy,
but they usually lead to secondary problems such as long-term reduction in performance at work, drinking
excessively, and absenteeism. Understanding the underlying causes and helping the patient cope are a key
issues. Failure to do so, is often results in repeated resorts to medication of symptom control with little
long-term relief and the risk of drug dependence for patient.
Key words: Occupational, stress, coping mechanism
145
Harrianto
PENDAHULUAN
Pekerjaan merupakan bagian yang
memegang peranan penting bagi kehidupan
manusia yang dapat memberikan kepuasan dan
tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan
gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan
kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang
buruk telah lama diketahui, juga telah pula
dipahami bahwa desain dan organisasi kerja
yang tidak memadai seperti kecepatan dan
beban kerja yang berlebihan merupakan faktorfaktor lain yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa
penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor
penyebab gangguan kesehatan tersebut tidak
murni faktor fisik tetapi disertai juga unsur
psikologis. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan angka kejadian penyakit
penyumbatan pembuluh darah jantung antara
pekerja-pekerja “kerah biru” (blue collar) dan
“kerah putih” (white collar). Hal ini
membuktikan bahwa jenis pekerjaan
menimbulkan gangguan kesehatan yang
berbeda. (1)
Hasil penelitian Labour Force Survey
pada tahun 1990 menunjukkan 182.700 kasus
stres akibat kerja di Inggris. (2) Sedangkan pada
tahun 1995 Survey of self reported workre l a t e d i l l h e a l t h ( S W I ) d i I n g g r i s ( 2 )
menyatakan 500.000 invidu yang percaya
bahwa dirinya menderita gangguan kesehatan
akibat stres di tempat kerjanya, tetapi dari
sejumlah ini hanya 216.000 yang sungguhsungguh sakit. Dengan mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan metode penelitian,
diperkirakan dari tahun 1990 sampai tahun
1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat
kerja kira-kira sebesar 30%. (2) Penelitian lain
pada tahun 1985 ditemukan kasus tuntutan hak
asuransi gangguan kesehatan akibat stres di
tempat kerja sebesar 15% dari seluruh kasus
gangguan kesehatan akibat kerja dibandingkan
146
Stres akibat kerja
hanya ditemukan 5% saja pada tahun 1979. (3)
Lebih menakjubkan lagi dari hasil “Survei
Statistik Kesehatan di Australia Barat”(4) yang
menemukan peningkatan kasus stres akibat
kerja yang fantastis, yaitu dari ditemukannya
sebanyak 380 kasus tuntutan hak asuransi
gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja
pada kurun waktu 1994/95 dibandingkan
dengan ditemukan hanya 205 kasus pada kurun
waktu 1993/94. Pada survei ini juga diyatakan
bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira
50,8 hari kerja setiap kasus tuntutan hak
asuransi, sedang pekerja wanita kehilangan
kira-kira 58,5 hari kerja. Dengan demikian
harus diakui bahwa stres akibat kerja
merupakan masalah kesehatan kerja yang
penting, yang secara bermakna akan
menyebabkan penurunan produktivitas kerja.
Patogenesis
Setiap aktivitas normal akan menghasilkan
stres, dan stres tak dapat dihindari. Stres dapat
ditoleransi hanya dalam waktu yang terbatas.
Tidak pernah ada dua orang yang identik, maka
stres yang sama akan berpengaruh secara
berbeda terhadap masing-masing individu,
serta berat ringannya juga sangat bervariasi.
Hubungan antara masing-masing
perubahan patologis seorang individu tidak
banyak diketahui secara detail, tetapi sebagian
besar peneliti mengakui bahwa rangsangan
psikologis dalam hal ini termasuk stres akibat
pekerjaan, atau yang disebut stresor penting
sebagai faktor penyerta dari timbulnya suatu
penyakit tertentu, seperti penyakit jantung
iskemik, hipertensi esensial, gangguan saluran
cerna serta beberapa penyakit neuropsikiatris. (5)
Selanjutnya peranan faktor psikologis
menjadi jelas setelah pada penelitian lain
terbukti secara bermakna adanya beberapa
stresor psikologis sebagai penyebab terjadinya
penyakit penyumbatan pembuluh jantung, (1)
seperti:
Universa Medicina
1.
2.
3.
4.
5.
perubahan jenis pekerjaan
perubahan besar-besaran pada jadwal kerja
perubahan dalam derajat tanggung jawab
ketidak sesuaian dengan atasan
ketidak sesuaian dengan teman-teman
sekerja
Pekerjaan itu sendiri tidak selalu sebagai
sumber penyebab satu-satunya gangguangangguan psikologis, tetapi dapat merupakan
status dari kerentanan terhadap kegagalankegagalan tertentu di lingkungan pekerjaan
yang penuh dengan stresor-stresor fisik,
emosional dan mental.
Stresor fisik di tempat kerja misalnya
bising, penerangan yang kurang memadai,
temperatur ruangan yang terlalu tinggi serta
bahaya-bahaya kerja fisik lainnya, atau
bahaya-bahaya kerja kimiawi, misalnya debu
kerja yang berlebihan, bahaya kerja ergonomis,
misalnya meja kerja yang terlalu tinggi/terlalu
rendah, jangkauan yang jauh, bekerja dengan
posisi sulit dan lain-lain. Stresor emosional
atau mental, bisa merupakan kondisi yang tidak
menyenangkan atau bahkan kondisi yang
menyenangkan misalnya suatu promosi dapat
mengakibatkan timbulnya stres akibat
kehilangan posisi.
Masalah-masalah dalam pekerjaan lainnya
seperti dipindahkan bagian, menganggur dan
pensiun seringkali juga menimbulkan
kerentanan untuk timbulnya gangguan
psikologis. Kondisi-kondisi lainnya seperti
terlalu banyak tugas, atau sebaliknya tidak
diberi tugas, tidak punya kekuasaan untuk
melaksanakan tugas atau atasan yang tidak
mendukung dalam melaksanakan tugas juga
menjadi subjek konflik di tempat kerja.
Sifat stresor adalah bertambah terus dan
bertumbuh. Respon individu dalam menghadapi
stresor tergantung pada nilai-nilai, pengalaman
dan daya penyesuaian dirinya. Suatu stresor
tunggal dapat menjadi majemuk jika terjadi
kegagalan elemen-elemen dari sistem pendukung
Vol.24 No.3
emosi misalnya jika mobil mogok di jalan pada
saat akan menghadiri rapat yang penting.
Manusia dalam menghadapai stresor akan
menampilkan tiga tahap reaksi tubuh:(5-7)
(i) Reaksi alarm (tanda bahaya)
Respon yang datangnya dengan cepat untuk
menghadapai suatu tantangan atau ancaman.
Pada tahap ini tubuh belum dapat beradaptasi
terhadap paparan ancaman bahaya. Terjadi
mobilisasi dari sistim saraf otonom yang
mencetuskan respon stres dalam bentuk respon
perlawanan (fight) atau respon menghindar
(flight). Bermacam-macam sistem tubuh ikut
mengkoordinasi kesiap-siagaan untuk bereaksi,
mempengaruhi kejiwaan (sistem limbik),
pengaturan sistem kardiovaskuler, pernafasan,
ketegangan otot serta aktivitas-aktivitas motorik
yang halus.
(ii) Tahap kebal (resisten)
Reaksi alarm tidak dapat dipelihara untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Pemaparan
yang berkepanjangan terhadap stresor-stresor
menyebabkan individu menjadi kebal. Pada
tahap ini sesungguhnya tubuh sudah dapat
beradaptasi, di mana individu mengembangkan
suatu strategi perjuangan untuk bertahan hidup
dan membina daya perlawanan justru untuk
meredam respon dari stresor yang telah dimulai
pada tahap sebelumnya.
Mekanisme penanggulangan ini bisa
menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi
perkembangan mental individu. Ternyata
individu cenderung untuk lebih baik
melaksanakan penanggulangan dengan cara
yang cepat dari pada cara yang lebih lama
dalam menangani masalah tersebut dan
mencoba melarikan diri dari kondisi yang
kurang menyenangkan. Sayangnya cara
penanggulangan yang cepat walaupun paling
mudah biasanya tidak memadai, karena dengan
cara ini biasanya pada jangka panjang akan
timbul masalah-masalah sekunder dalam bentuk
147
Harrianto
menurunnya penampilan diri. Pada tahap ini
individu sungguh-sungguh membutuhkan
pertolongan untuk mengidentifikasi cara-cara
penanggulangan yang dapat mendorong dirinya
Stres akibat kerja
memahami keuntungan-keuntungan dari caracara penanggulangan yang lebih lama.
Contoh-contoh
mekanisme
strategi
(6)
penanggulangan:
Stresor psikologis : konflik dengan manajer
Stresor fisik : pekerjaan angkat beban oleh perawat tua
148
Universa Medicina
(iii) Tahap kelelahan
Respon terhadap stres pada dasarnya sehat
dan penting untuk menimbulkan daya motivasi
dan adaptasi seseorang. Bila beban mental
terlalu berat atau tidak dapat menemukan solusi
yang memadai maka individu tersebut akan
menanggung banyak kesukaran. Stres yang
lama dan berkelanjutan dapat menimbulkan
masalah-masalah yang menahun yang pada
akhirnya menyebabkan individu akan menderita
suatu kelelahan yang berat seakan-akan semua
cadangan energi menghilang, sehingga timbul
depresi yang sungguh-sungguh. (5)
Gejala-gejala fisik dari tahap awal
kelelahan tampak sebagai perasaan lelah yang
berlebihan, lemah dan tidak punya daya.
Tanda-tanda non-spesifik lainnya biasanya
dalam bentuk penglihatan yang kabur, rasa
pusing, vertigo, tangan tremor, nyeri otot,
palpitasi, napas terasa berat, nyeri dada, sesak
napas atau gangguan pernafasan yang lain,
gejala-gejala gangguan saluran cerna seperti
rasa kering di mulut, rasa leher tercekik, mualmual atau muntah, konstipasi yang menahun,
diare atau sakit perut yang melilit. Berat badan
bertambah atau menjadi kurus, perubahan
corak makan dalam bentuk berkurangnya nafsu
makan atau nafsu makan menjadi lebih besar
atau makan coklat secara berlebihan. Individu
ini biasanya kalau di tempat kerja bisa
menyembunyikan gejala-gejalanya kecuali
kalau terasa sangat berat, pada keadaan ini
cederung untuk bolos kerja. Tetapi sayangnya
gejala-gejala ini tidak hanya timbul di tempat
kerja, bisa juga di rumah atau di mana saja,
sehingga individu menjadi sangat menderita.
Gejala-gejala emosi dari stres pada tahap
kelelahan berhubungan dengan sindrom depresi
dan frustrasi, manifestasinya dalam bentuk
tangisan yang tak terkontrol, perasaan takut
mati, tidak berani bicara di depan publik,
mudah terkejut, tidak suka berteman atau
bertemu keluarga atau menyalurkan hobinya,
Vol.24 No.3
kurang perhatian pada hal-hal personal seperti
olah raga, pakaian dan makan. Pada kasuskasus yang ekstrem bisa merusak diri atau
percobaan bunuh diri. Mudah marah, dingin
dan kaku pada orang lain serta disertai
perasaan bersalah yang berlebihan. Serangan
panik dan gelisah dapat mengakibatkan
kesulitan melaksanakan pekerjaan, yang akan
menambah stres di tempat kerja karena gejalagejala tersebut terlihat oleh teman-teman
kerjanya. (6)
Disfungsi mental pada tahap kelelahan
tampak sebagai gangguan tidur seperti sulit
bangun dari tidur, bangun tidur terlalu dini
yang disertai dengan mimpi-mimpi buruk,
hilangnya daya konsentrasi dan koordinasi. Hal
ini mendorong timbulnya gangguan penampilan
di tempat kerja serta daya untuk
mempertimbangkan suatu masalah, sehingga
tidak jarang timbul perilaku negatif dalam
melaksanakan pekerjaan atau seringkali timbul
keragu-raguan dalam memutuskan suatu
masalah. Di tempat kerja tanda-tanda disfungsi
mental biasanya lebih mudah tampak daripada
tanda-tanda gangguan fisik karena gejalagejala tersebut berhubungan langsung dengan
penampilan kerja dan jelas dapat dirasakan oleh
teman sekerja. Hal ini mengakibatkan
hilangnya rasa percaya diri dan gangguan
kontrol individu, sehingga makin mendorong
penurunan
penampilan
d i r i n y a . (7)
Penyalahgunaan alkohol dan obat-obat
penenang serta obat-obatan yang lain, merokok
berlebihan seringkali menjadi solusi yang
diambil oleh individu ini.
Jenis stresor dan hubungannya dengan
spesifikasi jenis pekerjaan
Stresor seringkali berhubungan langsung
dengan sistem tugas, volume pekerjaan,
lingkungan tempat kerja atau sebagai akibat
ketidak-k e h a r m o n i s a n h u b u n g a n d e n g a n
individu lain di tempat kerja serta faktor-faktor
149
Harrianto
budaya organisasi tempat kerja, beberapa
stresor juga berhubungan pada identifikasi dari
peranan seseorang di organisasi tempat kerja.
Sistem tugas
a. Kerja lembur
Menurut beberapa penelitian, kerja lembur
yang terlalu sering, apalagi kalau tanpa kontrol
jumlah jam kerja yang berlebih-lebihan
ternyata tidak hanya mengurangi kuantitas dan
kualitas hasil kerja, juga seringkali
meningkatkan kuantitas absen dengan alasan
sakit atau kecelakaan kerja. (5-7) Misalnya:
pekerja-pekerja di industri pengemasan buah
kaleng yang biasanya banyak berhubungan
dengan musim buah.
b.
Tugas kerja malam
Kerja malam merupakan tugas yang berat
bagi
individu
pekerja,
seringkali
mengakibatkan timbulnya gangguan fisik
akibat kurang tidur serta perubahan tingkah
laku yang dapat mendorong individu untuk
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang serta perubahan kebiasaan makan.
Misalnya: polisi, perawat, satpam, anggota
pemadam kebakaran, pekerja-pekerja di
industri pelayanan (hotel, transportasi, dan
lain-lain), termasuk pekerja dengan tugas
malam lainnya. Penelitian yang dilaksanakan
oleh Bilat dkk (8) pada tahun 2002 ditemukan
bahwa cuti sakit perawat wanita dan pekerja
rumah sakit lainnya mencapai lebih dari 13%
dari seluruh jumlah hari kerja akibat jadwal
kerja malam yang terlalu sering di rumah sakit.
Stres akibat kerja
memungkinkan pekerja untuk meninggalkan
tempat kerjanya tanpa digantikan atau ditolong
temannya. Misalnya produk-produk kontrol
kualitas yang dihasilkan oleh mesin-mesin yang
berkecepatan tinggi dan produk-produk yang
harus berdasarkan jadwal yang ketat.
d.
Gerakan yang berulang secara monoton
Pekerjaan-pekerjaan
yang
harus
dilaksanakan dengan gerakan anggauta badan
yang berulang secara monoton, yang kadangkadang pula disertai posisi kerja yang sulit, atau
sambil membawa beban atau menahan beban
seringkali sangat memberatkan individu pekerja.
Misalnya pekerjaan-pekerjaan di industri
penggergajian kayu, pengemasan, pemilihan dan
asembling pada ban berjalan. Walsh dkk (9)
menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa
pekerjaan yang banyak menggerakkan tangan
berulang dan membosankan seperti pada para
pekerja penggergajian kayu lebih banyak
menimbulkan penyakit-penyakit psikosomatik
dan gejala-gejala stres mental lainnya sehingga
meningkatkan frekuensi cuti sakit. (9)
e.
Kekangan-kekangan
Tidak adanya kebebasan bekerja, misalnya
tahapan-tahapan pekerjaan yang mempunyai
jadwal tugas yang ketat dan detail. Misalnya
pemeliharaan/perawatan/pengujian mesin kapal
terbang yang harus mengikuti/berdasarkan
“checklist” yang ketat, pekerjaan mencocokkan/
memasang/merakit elemen-elemen jadi bangunan
rumah/mesin-mesin, pekerjan akunting.
f.
c.
Kecepatan mesin
Kecepatan kerja yang didasarkan sematamata pada kapasitas kecepatan mesin sangat
menguras energi fisik dan psikologis individu
pekerja karena harus terpaku untuk
menyesuaikan kecepatan mesin, ban berjalan
atau proses produksi, sehingga sedetik pun tak
150
Komunikasi
yang
menjemukan/
membebankan
Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan
kontak yang memberatkan karena memerlukan
negosiasi untuk perihal yang sulit diterima atau
tidak selaras dengan kehendak lawan bicara.
Misalnya manajer pemasaran, personil promosi
obat-obatan.
Universa Medicina
Volume pekerjaan
a. Volume pekerjaan yang berlebihan
Volume pekerjaan yang terlalu banyak,
yang dibatasi oleh waktu. Misalnya :
i. Tergesa-gesa karena dibatasi oleh waktu,
misalnya petugas pelayanan pelanggan
yang harus melayani pelanggan dengan
antrian yang panjang untuk menunggu
pelayanan, sekretaris dengan tugas yang
bertumpuk.
ii. Permintaan-permintaan untuk pengambilan
keputusan yang rumit, misalnya petugas
kontrol kualitas, pekerjaan yang harus
membutuhkan masukan informasi yang
banyak.
b.
Volume pekerjaan yang sangat kurang
Kurang rangsangan untuk bekerja, kurang
variasi, tidak ada kreativitas atau tuntutan
untuk mengatasi masalah. Misalnya:
i. Tuntutan pekerjaan yang memerlukan
perhatian penuh tetapi kurang rangsangan
untuk bekerja. Pekerja harus tetap
waspada dan harus selalu siap untuk
bereaksi bila terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Walaupun keadaan tersebut
jarang sekali terjadi, seperti tugas
pengawasan mesin dan peralatan pada
penggunaan reguler, tugas menjaga pintu
kereta api.
ii. Tuntutan untuk membeda-bedakan secara
tepat biasanya membutuhkan konsentrasi,
perasaan dan konsentrasi penglihatan yang
intens.
iii. Tidak diberi tugas karena atasan pilih
kasih, atau kemampuan kalah bersaing
dengan yang lain.
c. Tanggung jawab untuk keselamatan dan
kesejahteraan diri sendiri, organisasi tempat
kerja dan masyarakat umum. Misalnya:
i. Tanggung jawab untuk bekerja dengan
aman merupakan faktor stres psikis dari
Vol.24 No.3
pekerja karena harus bekerja selalu dengan
hati-hati agar tidak membahayakan orang
di sekitarnya atau pun membahayakan diri
sendiri, seperti: operator mesin derek,
pekerja yang menangani bahan-bahan
kimia yang berbahaya atau yang mudah
meledak, pilot.
ii. Ta n g g u n g j a w a b p e k e r j a n t e r h a d a p
kesejahteraan masyarakat misalnya
pekerja-pekerja di sektor kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan lainnya.
iii. Tanggung jawab terhadap peralatan dan
bahan-bahan kerja yang bernilai tinggi.
d.
Kondisi fisik/lingkungan tempat kerja
Adanya ancaman terpapar kondisi fisik
tempat kerja yang kurang menyenangkan atau
kontak dengan bahan-bahan beracun.
Misalnya:
i. Tempat kerja yang sunyi/terpencil, seperti
pekerjaan-pekerjan menyendiri yang tak
mempunyai kesempatan berkomunikasi
dengan orang lain atau pekerjan-pekerjan
yang pada situasi sulit atau terancam
bahaya tak memungkinkan untuk mencari
pertolongan dari teman kerja atau
siapapun. Misalnya: tugas-tugas
pengawasan/penjagaan yaitu penjaga
mercu suar, tugas jaga malam, operator
telegraf, pekerjaan-pekerjaan yang tidak
kontak langsung dengan langganan.
ii. Te m p a t k e r j a y a n g j a u h a t a u s u l i t
dijangkau
iii. Pemaparan di tempat kerja
Pemaparan di tempat kerja umumnya
pemaparan fisik dan pemaparan kimiawi,
seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah, tempat kerja yang sempit
berdesakan, ventilasi buruk, penerangan
yang kurang baik, vibrasi, masalahmasalah ergonomi, tempat kerja yang
bising, bau-bau yang tidak enak, debu-debu
kerja dan substansi kimia yang berbahaya.
151
Harrianto
Organisasi tempat kerja
i. Perubahan-perubahan
Perubahan-perubahan yang terjadi di
tempat kerja merupakan salah satu
penyebab utama dari stres. Perubahan
seringkali berarti terjadi suatu kehilangan,
seperti diberlakukan teknik yang baru di
t e m p a t k e r j a , g a n t i s u p e r v i s o r,
restrukturisasi organisasi, diberi tugas
baru yang sukar dilaksanakan, pindah
bagian, dan dibebas tugaskan sebagai
pimpinan.
ii.
Manajemen yang otokratis
Pada perusahaan dengan manajemen yang
otokratis, biasanya komunikasi atasan dan
bawahan tidak berjalan dengan baik.
Seringkali para pekerja dibebani oleh dua
perasaan yang berlawanan, yang
mendorong timbulnya stres. Perasaan
tersebut biasanya timbul bila para pekerja
mengerti apa yang mereka harus perbuat
tetapi pada kenyataannya hal itu tak dapat
dilaksanakan. Komunikasi yang buruk
juga biasanya mencetuskan timbulnya
perasaan ketidak puasan, kurangnya
penghargaan, konflik pada rantai komando
atau konflik perbedaan tuntutan para
pekerja
pada
manajemen
bisa
menimbulkan konflik dengan teman
sekerja. Juga bila pekerja harus
mengerjakan perintah yang tak disukainya
atau bila perintah tidak tercantum dalam
deskripsi pekerjaan, kurangnya dukungan
dana atau fasilitas lainnya dari manajemen
guna menyelesaikan tugas atau tidak
diberinya kekuasaan untuk memutuskan
masalah dalam menyelesaikan tugas
merupakan stresor psikologis yang
penting.
iii. Pengembangan karir.
152
Stres akibat kerja
Ancaman dipecat, diturunkan pangkat,
dipensiunkan lebih dini karena sakit, ada
hambatan untuk promosi atau mendapat
promosi untuk pekerjaan yang kurang
dikuasai, dapat menimbulkan kecemasan
yang hebat.
PENATALAKSANAAN STRES
Dokter perusahaan seringkali sukar
mendiagnosis atau menggambarkan dengan
jelas berkembangnya stres seorang individu di
tempat kerja, karena gejala-gejala yang timbul
terutama mempengaruhi kondisi fisik, sehingga
pada awalnya seringkali dipikirkan penyakitp e n y a k i t o rg a n i s s e b a g a i p e n y e b a b n y a .
Misalnya gejala sakit kepala biasanya
dipikirkan sebagai akibat penyakit tekanan
darah tinggi, napsu makan berlebihan akibat
riwayat obesitas dalam keluarga dan sakit
pinggang akibat perkapuran tulang belakang
atau akibat skoliosis. Yang lebih menyulitkan,
para pasien itu sendiri menolak untuk
menghubungkan gejala-gejala yang timbul
sebagai akibat stres di tempat kerja. Perubahan
perilaku di tempat kerja sehingga seringkali
orang-orang di sekitarnya mencemoohkan,
biasanya tidak diceritakan oleh pasien.
Biasanya pasien menolak bila dikatakan
perubahan perilakunya adalah kontraproduktif.
Pasien biasanya menuntut cepat sembuh
sehingga seringkali mencari pengobatan yang
mudah dari gangguan yang dirasakannya dan
mengharapkan dokternya membuat keajaiban
untuk menghilangkan gejala yang dideritanya.
Selain itu karena stres dapat juga merupakan
bagian dari masalah di luar lingkungan
pekerjaan, jadi masalah di belakang layar
dalam keluarga atau lingkungan sosial dapat
bermanifest sebagai gejala-gejala stres di
tempat kerja, sehingga lebih mempersulit
pengungkapan gejala-gejala penyakit ini.
Universa Medicina
Jika seseorang mempunyai gejala-gejala
stres yang berkepanjangan sukar untuk dicari
akar masalahnya atau pencetus timbulnya
gejala-gejala tersebut. Tetapi pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan gejalagejala dini (reaksi alarm) dapat menolong
untuk mengidentifikasi akar masalah tersebut.
Misalnya; restrukturisasi yang baru terjadi di
lingkungan tempat kerja, kesulitan-kesulitan
khusus
terutama
dalam
hubungan
interpersonal, saat timbulnya gejala dalam
h u b u n g a n t e r h a d a p s t r e s o r, d e s k r i p s i
menyeluruh tentang tempat kerja serta
penyalahgunaan alkohol dan obat-obat
terlarang.
Bila pasien menemui dokter pada saat
gejala-gejala stres baru timbul, beberapa
pertanyaan langsung pada akar masalah
tersebut
dapat
menolong
untuk
mengidentifikasi situasi-situasi pencetus stres.
Pada saat ini nasehat medis yang memadai
dapat mengatasi masalah-masalah jangka
pendek atau jangka panjang. Untuk selajutnya
pasien ini membutuhkan perhatian yang lebih
besar dan membutuhkan pemeriksaan
selanjutnya, guna mencegah berkembangnya
penyakit ini.
Anxiolitika, antidepresan dan ß-blocker
dapat mengatasi gejala-gejala stres untuk
jangka pendek, tetapi tidak dapat dipakai untuk
jangka panjang karena pasien tidak diobati
pada akar masalahnya, juga bahaya
ketergantungan obat-obat tersebut serta depresi
miokard akibat ß-blocker perlu mendapat
perhatian.
Guna mendorong terjadinya perubahan
perilaku kerja dan persepsi terhadap responrespon biologis, pasien dinasehatkan untuk
datang diam-diam secara reguler biasanya 1
jam dalam seminggu, untuk bimbingan dan
konseling oleh dokter perusahaan, terutama
untuk kasus-kasus dengan akar masalah
psikologis seperti kesulitan-kesulitan
Vol.24 No.3
interpersonal atau perilaku ketergantungan
alkohol/obat-obat terlarang. (6)
Istilah “konseling” harus dibedakan
dengan “memberi nasehat”. Suatu nasehat
terbatas pada satu paket solusi yang diberikan
pada pasien untuk mengatasi masalah, sedang
seorang konselor membantu pasien dengan
memberikan sejumlah pilihan solusi untuk
mengatasi masalahnya. Konselor akan
membantu menyeleksi solusi-solusi tersebut
sampai pasien memperoleh pilihan terbaik dan
selanjutnya melaksanakannya dengan usahausaha pasien itu sendiri. (7) Penelitian oleh
Walsh dkk (9) pada tahun 2005 melaporkan
bahwa bimbingan dan konseling yang dilakukan
dokter perusahaan pada karyawan kantor pos
di Ingris berhasil mengurangi cuti sakit dan
secara bermakna dapat mengatasi gejala-gejala
kecemasan, depresi dan dapat meningkatkan
harga diri. (10)
Pelatihan Manajemen Stres dapat
dilaksanakan secara berkelompok 6 sampai 12
pekerja yang ada indikasi mempunyai gejalagejala stres akibat kerja. Materi-materi
pelatihan yang perlu diajarkan seperti: teknik
fisiologis untuk mengurangi serangan stres
misalnya teknik relaksasi, biofeedback,
meditasi atau latihan pernafasan, teknik
psikologis dan kognitif pembentukan diri
kembali, macam-macam keterampilan kerja
misalnya manajemen waktu, skala prioritas,
keterampilan interpersonal misalnya pelatihan
berpidato, presentasi, tatacara mengikuti rapat,
dan lain-lain. (6,10)
Pasien perlu dianjurkan untuk
menciptakan keseimbangan stres di tempat
kerja, dengan demikian gaya hidup yang sehat
dan aktivitas relaksasi di tempat kerja sangat
dibutuhkan. Beberapa teknik relaksasi di
tempat kerja dapat dianjurkan, seperti istirahat
pendek tapi sering misalnya 5 menit setiap jam
kerja lebih berguna daripada istirahat panjang
tapi jarang, sedikit latihan fisik secara reguler
153
Harrianto
sangat berguna pada pekerja komputer, olah
pernafasan yang rutin bermanfaat untuk
mencegah serangan stres yang datangnya
mendadak atau serangan panik.
Gaya hidup yang sehat di luar tempat kerja
harus dianjurkan seperti: olah raga rutin,
makanan sehat, berhenti merokok dan minum
alkohol, penyaluran hobi serta pasien
dianjurkan memperbanyak berkomunikasi
dengan keluarga dan teman-temannya.
Penatalaksanaan stres di tempat kerja
secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan
kooperasi dan partisipasi pasien tapi juga
partisipasi aktif organisasi tempat kerja,
seperti: melaksanakan perbaikan tempat kerja
seoptimal mungkin, menciptakan manajemen
yang terbuka, terlaksananya komunikasi dua
arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan
tugas-tugas dan otoritas tugas yang jelas,
memberikan target-target yang menantang tapi
mampu dicapai, jadwal kerja yang fleksibel tapi
terencana, memberikan teguran pada pekerja
y a n g s a l a h s e c a r a w a j a r, a d i l t a n p a
kekerasan. (4)
KESIMPULAN
Semua pekerjaan menanggung beban
tanggung jawab, masalah-masalah, tuntutantuntutan, kesulitan-kesulitan dan tekanantekanan yang mencetuskan timbulnya stres
psikologis pada individu pekerja. Pada akhirnya
bila stres berkepanjangan akan menghasilkan
respon tubuh dalam bentuk gangguan faal tubuh,
gangguan emosional dan perubahan tingkah laku
serta menurunnya produktivitas kerja.
Dengan mencari akar masalah dan
membimbing pasien dengan solusi-solusi cara
penanggulangan stres yang benar, besar
kemungkinan kasus-kasus ini dapat diatasi dan
akibat buruknya pada organisasi tempat kerja
154
Stres akibat kerja
dapat dikurangi. Biasanya pasien menolak bila
gejala-gejala penyakitnya dihubungkan dengan
stres psikologis maka tidak banyak dokter yang
dapat mendiagnosis gangguan kesehatan ini.
Karena dokter perusahaan yang paling
tahu tentang lingkungan tempat kerja, dengan
demikian untuk kasus-kasus ini peranan
seorang dokter perusahaan menjadi sangat
penting. Kalau dulu tanggung jawabnya
semata-mata terbatas pada gangguan kesehatan
yang dihasilkan akibat proses-proses industri,
tetapi sekarang mencakup segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan termasuk juga
stres akibat kerja.
Daftar Pustaka
1.
Fingret A. Occupational mental health: a brief
history. Occup Med Journal 2000; 50: 289-93.
2. Smith A. The scale of perceived occupational
stress. Occup Med J 2000; 50:294-8.
3. Marchand A, Demers A, Durand F. Do
occupation and work conditions really matter?
A longitudinal analysis of psychological
distress experiences among canadian workers.
Sociol Health Illn 2005; 27: 602-27.
4. Work Safe Western Australia and Work Cover
WA. Increase in stress. A guide to work –
related stress. Safeline 1996; 32:10.
5. Elo AI, Leppanen A, Jahkola A. Validity of a
single-item measure of stress symptoms. Scand
J Work Environ Health 2003; 29: 444-51.
6. Oncul J. Stress at work. BMJ 1996; 313: 745-8.
7. Deva MP. Presentation and management of
anxiety disorders in family practice. Med
Progress 2001; 28:15-20.
8. Bilat C, Michelsen H. Gender differences in
the effects from working conditions on mental
health: a 4 years follow-up. Int Arch Occup
Environ Health 2002; 75: 252-8.
9. Walsh L, Turner S, Lines S, Hussey L, Chen Y,
Agius R. The incidence of work-related illness
in the UK health and social work sector: The
Health Occupation Reporting network 20022003. Occup Med J 2005; 55: 262-7.
10. Reynolds S. Intervention: what work, what
doesn’t. Occup Med J 2000; 50: 315-9.
Download