Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 PENGARUH BUDAYA KERJA 5R DAN KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP SEMANGAT KERJA DAN KINERJA KARYAWAN Ratna Kartika Sari Program Studi Hubungan Masyarakat AKOM BSI Jakarta [email protected] ABSTRACT Employee morale and performance are very crucial factors which are able to determine the succeed of an organization. Cultural factor at work and internal communication have important role to reach the objectives. Matahari Department Store applies the 5R Work Culture and Internal Communication as a way to enhance Employee Morale and Performance. Related to this matter, this research is conducted to know the exact impacts of the 5R Work Culture and Internal Communication on Employee Morale and Performance in that retail company. It takes 170 employees (clerkpersons and Sales Promotions Girl (SPG)) as samples and uses Structural Equation Modeling (SEM) to analyze data. The result of the study shows that there are significant and positive impacts among the variables. 5R Work Culture has significant and positive impact on Employee Morale (p-value = 0,001), likewise Internal Communication has significant and positive impact on Employee Morale (p-value = 0,006). It also proves that Employee Morale has significant and positive impact on Employee Performance (p-value = 0,004). Keywords: 5R Work Culture, Employee Morale, Employee Performance, Internal Communication, . I. PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia (SDM) yang hingga kini masih menjadi aset utama suatu organisasi atau perusahaan. Perbaikan kualitas SDM yang berkelanjutan (continuous improvement) harus menjadi prioritas utama yang tidak dapat ditunda lagi. Perbaikan kualitas tersebut harus dimulai dengan menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerja karyawan. Semangat kerja (morale) mencerminkan perasaan seorang individu terhadap pekerjaan dan organisasi. Semangat kerja karyawan yang harus dimiliki adalah semangat kerja yang tinggi karena karyawan akan lebih antusias dan aktif berpartisipasi, serta berkomitmen tinggi dalam membawa organisasi mencapai kemajuan yang diharapkan (Bruce, 2008:22). Semangat kerja yang tinggi akan mempengaruhi kinerja karyawan dan keinginan kuat untuk melaksanakan pekerjaan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian tujuan pribadi maupun organisasi (Hacker : 2000 : h.124). Kinerja berarti prestasi atas tugas-tugas yang telah ditentukan atau telah sesuai dengan standar ketepatan, kesempurnaan, biaya, dan kecepatan. Untuk menciptakan atau meningkatkan semangat kerja dan kinerja karyawan bukan hal mudah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor itu adalah budaya kerja yang dipandang sebagai perwujudan dari kehidupan yang dijumpai di tempat kerja. Secara lebih spesifik, budaya kerja adalah suatu sistem makna yang terkait dengan kerja, pekerjaan, dan interaksi kerja, yang disepakati bersama dan digunakan di dalam kehidupan kerja sehari-hari. Penerapan budaya kerja akan melibatkan seluruh komponen dalam organisasi. Maka, sebelum diterapkan, pimpinan harus terlebih dahulu memberi informasi yang tepat mengenai definisi budaya kerja yang akan diterapkan, maksud dan tujuan penerapannya, sasaran yang dituju, dampak yang akan terjadi, dan sanksi yang akan diberlakukan terhadap pihak-pihak yang melanggar. Dengan demikian, ada satu faktor penting lain yang harus pula ditumbuhkan dan ditingkatkan dalam perusahaan, yaitu komunikasi internal. Melalui komunikasi, pimpinan dapat menyampaikan informasi kepada para bawahan, demikian pula sebaliknya, bawahan dapat menyampaikan berbagai informasi kepada pimpinan (Wursanto, 2003:154). Kedua faktor di atas, yaitu budaya kerja dan komunikasi internal sangat penting untuk diterapkan oleh pimpinan perusahaan yang menginginkan perbaikan berkelanjutan dalam segala aspek. Bila diterapkan terus menerus secara konsisten, 141 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 hasilnya akan berdampak positif bagi perkembangan usaha serta peningkatan semangat kerja dan kinerja para karyawan. Matahari Department Store merupakan perusahaan ritel terbesar di Indonesia yang hingga kini mampu bertahan, dan berkembang dengan sangat pesat. Kunci kesuksesan dan daya tahan perusahaan terletak pada budaya kerja 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) yang diterapkan secara konsisten dan melibatkan seluruh komponen dalam perusahaan. Terkait dengan hal tersebut di atas, penelitian ini akan menelaah lebih jauh mengenai penerapan budaya kerja 5R, komunikasi internal, serta pengaruh terhadap semangat kerja dan kinerja karyawan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semangat Kerja Setiap organisasi atau perusahaan tentu menginginkan kemajuan usaha dari waktu ke waktu. Namun, banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangan itu adalah menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerja karyawan. Bruce (2008:2) menguraikan pengertian semangat kerja, morale is how an individual feels about his or her work and the organization. Tokoh lain, Bowles dan Cooper (2009:2) menguraikan, morale is the state of individual psychological wellbeing based upon a sense of confidence and usefulness and purpose. Haddock (2010:56) mengartikan semangat kerja sebagai the feeling of employee enthusiasm, confidence and challenging tasks. Morale refers to how employees positively and supportively feel about and for their organization. Sementara Hacker (2000:14) menjabarkan, morale is a state of mind and emotions. It’s about attitudes of individuals and groups toward their work, thei environment, their managers, and the business. Morale is not a single feeling but a composite of feelings, sentiments, and attitudes. Semua pengertian semangat kerja di atas mengarah pada hal yang sama, bahwa semangat kerja pada dasarnya merupakan faktor yang ada di dalam diri karyawan dan bersifat abstrak, tidak dapat terlihat secara kasat mata, karena menyangkut masalah psikologis, pikiran, dan perasaan karyawan terhadap organisasi, pimpinan, maupun pekerjaan. Semangat kerja yang perlu dimiliki dan diprioritaskan penanganannya adalah semangat kerja yang tinggi karena dengan semangat kerja tinggi karyawan akan lebih antusias dan aktif berpartisipasi, serta 142 berkomitmen tinggi dalam membawa organisasi mencapai kemajuan yang diharapkan (Bruce, 2008:22). Memiliki semangat kerja yang tinggi juga menjadi rekomendasi Millett (2014:234) yang melakukan penelitian dan menghasilkan enam point mengenai alasan pentingnya memiliki semangat kerja dalam organisasi. There are six reasons why the employee morale is important in an organization : 1. Improving productivity, 2. Improving performance and creativity, 3. Reducing number of leave days, 4. Paying higher attention, 5. Providing safe workpace, 6. Improving quality of work. Sedangkan penelitian yang dilakukan Mazin (2014:145) mengungkapkan, that high employee morale leads to people coming to work on time, improved communication, less time wasted on gossip, improved recruitment and retention, and more creativity. Hasil penelitian Millett dan Mazin tersebut mengungkapkan hal yang sama, bahwa semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan kreatifitas, fokus perhatian, dan kesetiaan karyawan kepada organisasi. Pimpinan organisasi harus memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan. Bowles dan Cooper (2009:8) menyebutkan, bahwa faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan antara lain : a. Individual job and organization image b. Compensation and benefits c. Career and development d. Job security e. Productivity f. Working conditions g. Management and supervision h. Decision making Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri karyawan, serta dari organisasi atau perusahaan tempat karyawan bekerja. Sedangkan Nitisemito dalam Tohardi (2002:145) menguraikan beberapa faktor untuk mengukur semangat kerja, antara lain : 1. Absensi 2. Kerjasama dalam bentuk tindakan kolektif seseorang terhadap orang lain. 3. Kepuasan kerja 4. Kedisiplinan Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan, bahwa untuk mengetahui semangat kerja karyawan pimpinan dapat meneliti perilaku agresif karyawan, perasaan karyawan dalam melakukan pekerjaan, Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 kemampuan menyesuaikan diri, serta keterlibatan diri dalam pekerjaan. Selain itu, pimpinan dapat pula menelaah absensi, hubungan kerjasama, kepuasan bekerja, dan tingkat kedisiplinan karyawan tersebut. 2.2. Kinerja Karyawan Kinerja karyawan merupakan faktor yang juga memiliki peranan penting dalam organisasi. Pengertian kinerja diungkapkan Werner (2000:287), performance refers to behaviors that are directly involved in producing goods or service, or activities that provide indirect support for the organization’s core technical processes. Pengertian kinerja juga diuraikan oleh Jans dan Frazer Jans (2004:136), performance is considered as behavior or a method which operates based on the organizations, groups and individuals. In other words, performance is behavior by determined indicators which can be evaluated positively or negatively for employees. Kedua pengertian di atas mengacu pada hal yang sama, bahwa kinerja merupakan perilaku individu yang terkait dengan pekerjaan dalam organisasi. Tokoh lain, Baldwin (2008:12) menegaskan, performance means carrying out actions efficiently and effectively to meet agreed job objectives. Sedangkan Armstrong (2000:498) menyatakan, bahwa employee performance is normally looked at in terms of outcomes. However, it can also be looked at in terms of behavior. Pendapat Armstrong (2000:89) terlihat sangat sederhana, namun menelaah lebih mendalam dan menemukan, bahwa kinerja tidak hanya dapat dipandang sebagai perilaku individu, melainkan juga prestasi atau pencapaian yang diraih. Mathis dan John Jackson (2008:129) berpendapat, terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu kemampuan karyawan dalam melakukan pekerjaan, berbagai usaha yang dilakukan, dan dukungan organisasi. Selain itu, dapat pula diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja melalui pemaparan Mangkunegara (2005:67), sebagai berikut : 1. Faktor Individu. Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal. 2. Faktor Lingkungan Organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang individu dalam mencapai prestasi. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Kinerja karyawan dapat diukur melalui beberapa hal seperti yang diungkapkan Bernaden dan Russell dalam Gomes (2000:135), antara lain : 1. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan; 2. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya; 3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya; 4. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul; 5. Cooperation, kesediaan uutuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi; 6. Dependability, kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja; 7. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya; 8. Personal Qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi. Sedangkan Dharma (2003:355) berpendapat, bahwa hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. 2.3. Budaya Kerja 5R Lima R (5R) merupakan suatu pendekatan sistematis untuk menata, menyusun, dan membersihkan lingkungan kerja. Budaya kerja 5S juga merupakan cara atau metode untuk mengatur/mengelola tempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan (Adzim, 2013:87). 143 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 Jadi budaya kerja 5R merupakan metode yang sistematis, yang diterapkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, bersih, dan teratur. Konsep ini dikenal sebagai salah satu budaya kerja negara Jepang yang sudah terkenal dan telah banyak diterapkan dalam berbagai perusahaan maupun industri di seluruh dunia. (Fabrizio dan Don Tapping, 2006:2) . Perusahaan Jepang sangat menyadari bahwa produk yang unggul harus diawali dengan budaya disiplin, yaitu disiplin dalam bekerja yang terencana, konsisten, dan melibatkan seluruh level pekerja. Disiplin terhadap waktu juga menjadi ujung tombak. Negara Sakura membuktikan bahwa budaya disiplin bisa melahirkan perusahaanperusahaan hebat, yang pada akhirnya membuat negara itu menjelma menjadi negara yang kuat (Kasali, 2010:150). Secara lebih terinci, Herjanto (2008:399) menjabarkan budaya kerja 5R, sebagai berikut : 1. Seiri berarti pemilahan, yaitu menyingkirkan dan membuang segala sesuatu yang tidak diperlukan. Semua barang atau bahan harus dipilah sesuai dengan jenis serta fungsinya, dan barang yang tidak diperlukan tidak boleh berada di area kerja. 2. Seiton berarti kerapihan tempat kerja. Semua barang ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan peruntukannya dan diberi tanda/label. 3. Seiso diartikan sebagai bersih, yaitu membersihkan semua fasilitas dan lingkungan kerja dari kotoran serta membuang sampah pada tempatnya. 4. Seiketsu berarti standardisasi. Standar perlu ditetapkan untuk tempat kerja, misalnya standar warna cat untuk jalur listrik atau lubang udara, dan standar operasi untuk semua mesin. Prosedur juga distandardisasi. 5. Shitsuke berarti pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S. 2.4. Komunikasi Internal Komunikasi merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, yang menyentuh semua aspek, termasuk dalam hubungan kerjasama antar individu dalam suatu organisasi. Cornelissen (2011:2) menegaskan hal tersebut dengan berpendapat, communication is the life blood of any organization and its main purpose is to effect change to influence action. Komunikasi itu sendiri didefinisikan oleh Goetsch dan Davis (2010:235) sebagai the 144 transfer of a message (information, idea, emotion, intent, feeling, or something else) that is both received and understood. A message may be sent by one person and received by another, but until the message is understood by both, no communication has occurred. Wursanto (2003:153) juga menyampaikan pendapatnya, bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari suatu pihak kepada pihak lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Mengenai pengertian komunikasi internal, Cornelissen (2011:164) mengungkapkan, internal communication was defined as communication with employees internally within the organization. It was distinguished from forms of external communication with stakeholders such as customers and investors. Bovée and Thill dalam Ragusa (2011:7) mengartikan komunikasi internal sebagai the exchange of information and ideas within an organization. Dapat disimpulkan, bahwa komunikasi merupakan pernyampaian pesan (informasi, ide, emosi, perasaan, dan lain-lain) yang diterima dan dimengerti. Komunikasi internal berlangsung dalam organisasi dan mengalir dari atasan kepada bawahan, bawahan kepada atasan, atau diantara sesama karyawan dalam satu tingkatan yang sama. Komunikasi yang efektif merupakan target utama yang harus dicapai oleh seluruh pimpinan organisasi karena komunikasi tersebut mampu menciptakan iklim kerja yang sehat, yang dapat meningkatkan semangat kerja. Anoraga (2001:87) menyatakan, bahwa komunikasi yang sehat dan terbuka adalah bersifat dialogis, yang berlangsung dua arah, sehingga memberi kesempatan untuk sumbang saran yang akan memberikan kepuasan tersendiri bagi bawahan. Komunikasi yang efektif merupakan faktor sangat penting yang harus diterapkan dalam perusahaan atau organisasi. Komunikasi tersebut diperlukan untuk menyampaikan tujuan dan upaya-upaya organisasi kepada seluruh anggota organisasi, mencegah terjadinya masalah dan konflik, menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan dan profesional, yang akhirnya berimbas pada peningkatan semangat kerja dan pencapaian tujuan. Komunikasi dalam konteks administrasi, menurut Wursanto (2003:160) digolongkan menjadi dua, yaitu komunikasi formal dan komunikasi informal. komunikasi formal meliputi berita yang secara resmi diakui organisasi, seperti perintah, instruksi, dan petunjuk dari atasan kepada bawahan, dan Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 komunikasi informal merupakan komunikasi tidak resmi. Dalam meningkatkan semangat kerja, komunikasi formal dan komunikasi informal sama-sama penting, karena keterbatasan komunikasi formal dalam memecahkan masalah dapat didekati dengan komunikasi informal. Jadi, komunikasi informal lebih sering dan lebih mudah diterapkan dalam organisasi yang berskala kecil, dengan jumlah anggota yang tidak terlalu banyak. Pimpinan biasanya langsung berkomunikasi dengan karyawan, demikian pula diantara sesama karyawan. Selain kedua komunikasi di atas, ada pula komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Suprapto (2009:68) memaparkan, bahwa arus komunikasi horizontal dalam suatu organisasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan arus vertikal. Salah satu alasannya karena komunikasi individual lebih terbuka dan lebih efektif dengan orang-orang di lingkungannya, serta yang mempunyai kedudukan sama dibandingkan dengan orang yang kedudukannya lebih tinggi. Sedangkan informasi ke bawah bersifat authoritative dan arus ke atas terutama menyediakan umpan balik bagi hasil pelaksanaan organisasi. Hal ini berarti, bahwa arus komunikasi vertikal membawa pesan yang memiliki potensi lebih bersifat mengancam, sedangkan arus informasi horizontal lebih bersifat informal. 2.5. Penelitian yang relevan Mengenai pengaruh budaya kerja terhadap semangat kerja terungkap dalam hasil penelitian Bahusin dan Setiawan (2008:13) yang menyimpulkan, bahwa terdapat pengaruh yang positif antara budaya kerja terhadap semangat kerja, dibuktikan dengan r hitung lebih besar dari r table (t0 = 15,11 > t0,05 = 1,714. Begitu pula Wulandari (2012:17) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Dan Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Kjks) Kospin Syariah Karanganyar Tahun 2012. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi terhadap semangat kerja karyawan. Pengaruh komunikasi internal terhadap semangat kerja diuraikan dalam penelitian yang dilakukan Suciati (2011:8). Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara komunikasi interpersonal terhadap semangat kerja karyawan, thitung > ttabel (4.687 > 1.991). Penelitian Pangondian (2011:14) mengungkapkan hal yang sama, bahwa variabel komunikasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Besarnya pengaruh ditunjukkan oleh nilai standardized regression weight sebesar 0,022, yang berarti semakin baik komunikasi antara karyawan maka semakin baik pula semangat kerja para karyawan. Pengaruh komunikasi terhadap semangat kerja juga terungkap dalam penelitian Permaningratna (2012:5). Hasil penelitian menyebutkan, bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari lingkungan kerja fisik dan komunikasi terhadap semangat kerja karyawan, baik secara simultan maupun parsial karena terlihat koefisien Pyx2 (0,666) lebih besar dari alpha 0,05. Sedangkan pengaruh semangat kerja terhadap kinerja karyawan diuraikan dalam Study And Analysis Of Employee Morale And Its Relationship With Performance, Work Life And Home, penelitian yang dilakukan Shahu (2011:10). Hasil penelitian ini menemukan, bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara semangat kerja dan kinerja karyawan (r = 0,8397). Demikian pula dengan Worker Morale in Rusia: An Exploratory Study, penelitian yang dilakukan Linz, Good, dan Huddleston (2006:23). Penelitian tersebut mengindikasikan, bahwa terdapat pengaruh positif kinerja terhadap semangat kerja karyawan. 2.6. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Semangat kerja menjadi modal utama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui peningkatan semangat kerja diharapkan akan diikuti pula dengan peningkatan kinerja karyawan. Dalam penelitian ini, kinerja dipengaruhi oleh semangat kerja, sedangkan semangat kerja itu sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu budaya kerja dan komunikasi internal. Dengan demikian kerangka berfikir penelitian ini sebagai berikut : 145 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 X1 H1 H3 Y1 Y2 X2 H2 X1= Budaya Kerja 5R, X2=Komunikasi Internal, Y1 = Semangat Kerja, Y2=Kinerja Karyawan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis didefinisikan sebagai a logically conjectured relationship between two or more variables expressed in the form of testable statement (Sekaran, 2006:103). Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis yang nanti akan diuji kebenarannya, sehingga akan diketahui apakah hasil penelitian akan menerima atau menolak hipotesis tersebut. Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. H1: Terdapat pengaruh budaya kerja terhadap semangat kerja karyawan 2. H2: Terdapat pengaruh komunikasi internal terhadap semangat kerja karyawan. 3. H3: Terdapat pengaruh semangat kerja terhadap kinerja karyawan. III. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti menetapkan tiga cabang Matahari Department Store (MDS) sebagai tempat penelitian, yaitu MDS Kramat Jati, MDS Pondok Gede serta MDS Cimanggis. Penelitian ini merupakan penelitian uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Budaya Kerja dan Komunikasi Internal terhadap Semangat Kerja dan Kinerja Karyawan. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui pengaruh variable X1 dan X2. Selanjutnya penulis ingin mengukur tingkat pengaruh yang terjadi, apakah memiliki pengaruh positif atau negatif. Populasi mengacu kepada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Sedangkan sampel (sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2006:123). Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah para 146 pramuniaga dan Sales Promotion Girl (SPG) Matahari Department Store (MDS) Kramat Jati Jakarta Timur, MDS Cimanggis Jawa Barat, dan MDS Pondok Gede Jawa Barat. Dalam menentukan sampel penelitian ini, peneliti menggunakan cara non-probability sampling, Dalam desain pengambilan sampel cara ini, probabilitas elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak diketahui (Sekaran, 2006:135). Sedangkan tehnik yang digunakan adalah purposive sampling. Pengambilan sampel dalam hal ini terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan, entah karena mereka adalah satu-satunya yang memilikinya, atau memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti (Sekaran, 2006:136). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 170 orang. Validitas (validity) menunjukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sekaran, 2006:42). Pengujian validitas dalam penelitian ini akan menggunakan Pearson Product Moment, dimana p value < 0,05 yang berarti instrumen yang digunakan sudah valid. Keandalan (reliability) adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Keandalan pengukuran dibuktikan dengan menguji konsistensi dan stabilitas. Alfa Cronbach adalah koefisien keandalan yang menunjukkan seberapa baik item dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu sama lain. Semakin dekat koefisien keandalan dengan 1,0, semakin baik. Secara umum, keandalan kurang dari 0,60 dianggap buruk, keandalan dalam kisaran 0,70, bisa diterima, dan lebih dari 0,80 adalah baik (Sekaran : 2006:45). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner untuk memperoleh Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 jawaban responden. Instrumen penelitian yang digunakan skala Likert (Likert scale), yaitu skala pengukuran yang didesain untuk menelaah seberapa kuat subjek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan pada skala lima titik (Sekaran : 2006). Analisa data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan program analisis statistik Structural Equation Modeling (SEM) atau Model Persamaan Struktural. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Persyaratan Analisis Pada bagian ini akan dilakukan proses analisis terhadap data-data yang telah diperoleh berdasarkan jawaban persepsi dari responden. Jawaban-jawaban tersebut haruslah diukur tingkat validitas dan reliabilitasnya sehingga dapatlah ditentukan apakah penelitian dapat dilanjutkan atau tidak. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Product dengan ketentuan sebagai berikut: jika p-value < 0.05 maka construct dikatakan valid, dan jika p-value > 0.05 maka construct dikatakan tidak valid . Berdasarkan hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan pada masing-masing variabel maka diperoleh rincian seperti tabel berikut. Tabel 1. Hasil Uji Validitas Konstruk Budaya Kerja 5R Konstruk 1. 2. 3. 4. 5. Memilah barang-barang sesuai jenis dan fungsinya. Menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan. Menempatkan semua barang pada tempatnya. Menyimpan semua barang pada tempatnya. Menyusun semua barang sesuai aturan. Koefisien Korelasi p-value Keputusan 0,545 0,000 Valid 0,540 0,000 Valid 0,594 0,000 Valid 0,709 0,000 Valid 0,611 0,000 Valid 6. Memberi tanda/label pada setiap rak/tempat barang. 0,549 0,000 Valid 7. Membersihkan semua barang, fasilitas, dan lingkungan kerja. 0,521 0,000 Valid 8. Memeriksa semua barang, fasilitas, dan lingkungan kerja. Membuang sampah pada tempatnya. 0,600 0,000 Valid 0,583 0,000 Valid 0,611 0,000 Valid 0,678 0,000 Valid 0,513 0,000 Valid 0,538 0,000 Valid 0,610 0,000 Valid 0,604 0,000 Valid 9. 10. Menerapkan semua standard dan prosedur. 11. Memenuhi semua standard dan prosedur. 12. Menghindari ketidakpastian dalam melaksanakan tugas. 13. Menghindari ketidaksesuaian dalam melaksanakan tugas. 14. Memelihara kedisiplinan pribadi. 15. Memenuhi norma kerja produktif. Sumber : Hasil Penelitian (2015) Berdasarkan tabel 1 diketahui, bahwa item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain, terdapat konsistensi internal dalam pernyataanpernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari budaya kerja 5R. Hasil pengujian validitas untuk variabel komunikasi internal ditunjukkan pada tabel 2. 147 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konstruk Komunikasi Internal Konstruk Koefisien Korelasi p-value Keputusan 1. Mendapatkan informasi yang jelas. 0,457 0,000 Valid 2. Menggunakan berbagai sarana komunikasi dengan mudah. 0,519 0,000 Valid 0,623 0,000 Valid 0,545 0,000 0,620 0,000 Valid 0,627 0,000 Valid 0,501 0,000 Valid 0,326 0,000 Valid 0,658 0,000 Valid 0,694 0,000 Valid 0,716 0,000 Valid 3. Komunikasi di tempat kerja meningkatkan komitmen pada perusahaan. 4. Orang-orang yang ahli di bidang komunikasi sangat mendukung perubahan manajemen. 5. Divisi SDM membuka diri dalam membantu menghadapi proses perubahan. 6. Manajemen memberi perhatian pada pemberian informasi. 7. Ketrampilan komunikasi sangat membantu meningkatkan kemampuan merespon pelanggan. 8. Melalui komunikasi karyawan memperoleh informasi mengenai perubahan yang terjadi di luar lingkungan kerja. 9. Pimpinan selalu mengevaluasi proses komunikasi yang diterapkan. 10. Pimpinan selalu mengadakan penelitian mengenai sikap dan persepsi karyawan terhadap perusahaan. 11. Pimpinan selalu mengadakan penelitian mengenai tingkat kepuasan karyawan. Valid Sumber : Hasil Penelitian (2015) Berdasarkan tabel 2. diketahui, bahwa item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain terdapat konsistensi internal dalam pernyataanpernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari komunikasi internal. Pengujian validitas untuk variabel semangat kerja ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Validitas Konstruk Semangat Kerja Konstruk 1. Tetap tenang dalam situasi yang kurang menyenangkan. 2. Tidak membalas tindakan atau kata-kata kasar dari rekan kerja maupun pelanggan. 3. Menghindari situasi yang mengarah kepada konflik. 148 Koefisien Korelasi p-value Keputusan 0,482 0,000 Valid 0,570 0,000 Valid 0,594 0,000 Valid Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 4. Senang dan bangga menjadi karyawan dalam perusahaan ini. 5. Bahagia datang ke tempat kerja dan bertemu rekan kerja. 6. Bahagia dapat bekerjasama dengan semua rekan kerja. 7. Mudah beradaptasi dengan lingkungan dan rekan kerja baru. 8. Dapat menerima karakter yang berbeda-beda. 9. Dapat berkomunikasi secara baik dengan semua rekan kerja. 10. Melakukan pekerjaan sendiri secara optimal. 11. Menyelesaikan permasalahan di tempat kerja bersama rekan kerja lain. 0,585 0,000 0,564 0,000 Valid 0,628 0,000 Valid 0,584 0,000 Valid 0,637 0,000 Valid 0,590 0,000 Valid 0,528 0,000 Valid 0,525 0,000 Valid Valid Sumber : Hasil Penelitian (2015) Berdasarkan tabel 3 diketahui, bahwa item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain terdapat konsistensi internal dalam pernyataanpernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari Semangat Kerja. Hasil uji validitas untuk butir-butir pada konstruk kinerja tersaji pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Validitas Konstruk Kinerja Karyawan Konstruk 1. Mampu menyelesaikan semua pekerjaan sesuai waktu yang ditentukan. 2. Mampu menyelesaikan tugas lain di luar tugas utama sesuai waktu yang ditentukan. 3. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik sesuai aturan yang ditetapkan. 4. Tidak pernah mendapat peringatan atau teguran terkait dengan hasil kerja. 5. Menguasai bidang tugas yang menjadi tanggungjawabnya. 6. Mampu menyelesaikan tugas dengan mudah. 7. 8. 9. Sering memberi masukan kepada atasan. Mampu menyelesaikan persoalan dengan cara yang berbeda dari yang biasa diterapkan. Bersedia bekerjasama dengan semua rekan kerja. 10. Membuka diri untuk menyelesaikan permasalahan kerja dengan rekan kerja. 11. Jujur dalam menyelesaikan pekerjaan. Koefisien Korelasi p-value Keputusan 0,387 0,000 Valid 0,391 0,000 Valid 0,594 0,000 Valid 0,461 0,000 0,582 0,000 Valid 0,548 0,000 Valid 0,450 0,000 Valid 0,522 0,000 Valid 0,585 0,000 Valid 0,556 0,000 Valid 0,576 0,000 Valid Valid 149 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 12. Jujur dalam mengisi daftar kehadiran. 13. Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru. 14. Siap melaksanakan tugas/tanggungjawab yang lebih besar. 15. Mudah bergaul. 16. Ramah dalam menghadapi pelanggan. 0,570 0,000 Valid 0,596 0,000 Valid 0,569 0,000 Valid 0,460 0,000 Valid 0,592 0,000 Valid Sumber : Hasil Penelitian (2015) Berdasarkan tabel 4 diketahui, bahwa item-item pernyataan diatas memiliki p-value < 0.05. Artinya item-item pernyataan yang digunakan dalam instrumen penelitian memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain terdapat konsistensi internal dalam pernyataanpernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari Kinerja Karyawan. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas guna menguji kelayakan seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dasar pengambilan keputusan uji Reliabilitas sebagai berikut: cronbach’s Alpha > 0.6 maka Cronbach’s Alpha acceptable (construct reliable) dan cronbach’s Alpha < 0.6 maka Cronbach’s Alpha poor acceptable (construct unreliable). Tabel 5. Koefisien Cronbach’s Alpha untuk masing-masing variabel penelitian Konstruk Budaya Kerja 5R Komunikasi Internal Semangat Kerja Kinerja Karyawan Items Cronbach’s Coefficient Alpha 15 11 11 16 0,863 0,801 0,783 0,816 Sumber : Hasil Penelitian (2015) Berdasarkan tabel 5 diatas, koefisien Cronbach’s Alpha untuk masing-masing konstruk > 0.60, artinya Cronbach’s Alpha dapat diterima (acceptable). Dengan kata lain, jawaban rersponden terhadap pernyataanpernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel adalah konsisten dan konstrak dapat dipercaya (reliable). 4.2. Uji Kesesuaian Model Hasil pengukuran tingkat kesesuaian (goodness-of-fit) ditampilkan pada tabel 6. Berdasarkan pengujian kesesuaian model dengan melihat nilai-nilai goodness-of-fit di atas diperoleh hasil, bahwa secara keseluruhan model yang digunakan dalam 150 Pengujian kesesuaian model (goodnessof-fit model) dilakukan dengan melihat beberapa kriteria pengukuran, yaitu : chisquare, probability, goodness-of-fit Index (GFI), root mean residual (RMR) dan root mean square error of approximation (RMSEA), turker-lewis index (TLI), normed fit index (NFI), adjusted goodness-of-fit index (AGFI), incremental fit index (IFI) dan comparative fit index (CFI), normed chi-square (CMIN/DF). penelitian menghasilkan tingkat kesesuaian model dan penerimaan yang cukup baik. Dengan demikian, secara keseluruhan model persamaan structural yang digunakan masih dapat diterima dan pengujian hipotesa dapat dilakukan. Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 e151 e141 e13 1 e12 1 e11 1 e10 1 e91 e81 e71 e61 e51 e41 e31 e21 1e1 xa15xa14xa13 xa12 xa10xa9 xa8 xa7 xa6 xa5 xa4 xa3 xa2 xa1 1xa11 x1 1 1 e271 e281 e291 e301 e311 e321 e331 e341 e351 e361 ya1 ya2 ya3 ya4 ya5 ya6 ya7 ya81 ya9 ya10 e37 ya11 1 e541 e551 y1 y2 yb1 1 yb2 1 yb3 1 yb4 1 yb5 1 yb6 1 yb7 1 yb8 1 yb9 1 yb101 yb111 yb121 yb131 yb141 yb15 yb16 e38 e39 e40 e41 e42 e43 e44 e45 e46 e47 e48 e49 e50 e51 1e52 e53 1 x2 xb11 xb21 1xb3 1xb4 1xb5 1xb6 1xb7 1xb8 1xb9xb10 1 xb11 1 e16 e17e18 e19 e20 e21e22 e23 e24 e25 e26 Gambar 2. Model Structural Equation Modeling Tabel 6. Pengukuran Tingkat Kesesuaian (goodness-of-fit model) Pengukuran Nilai yang diharapkan Nilai Tingkat Penerimaan Chi-square Semakin kecil 2281 Tidak fit p-value GFI Min. 0.05 > 0.90 atau mendekati 1 < 0.08 > 0.90 atau mendekati 1 > 0.90 atau mendekati 1 > 0.90 atau mendekati 1 > 0.90 atau mendekati 1 .000 .667 Tidak fit Marginal fit .066 .646 Fit Marginal fit .639 Marginal fit .668 Marginal fit .661 Marginal fit RMSEA TLI AGFI IFI CFI Sumber: Hasil Penelitian (2015) 4.3. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan uji kesesuaian model, maka dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan matrik variance-covariance sebagai input data yang lebih mencerminkan hubungan kausalitas sebab akibat. Adapun hasil regresi pada pengolahan data dengan metode SEM dirangkum pada tabel 7. Untuk pembuktian terhadap hipotesis yang diajukan, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan p-value dengan tingkat signifikan (alpha) sebesar 0,05. 151 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 Tabel 7. Hasil Analisa Jalur Hipotesis UnStandardized Regression Weights C.R. p-value H1 y1 <--- x1 .232 3.286 .001 H2 y1 <--- x2 .299 2.748 .006 H3 y2 <--- y1 .424 2.892 .004 Keputusan H0 ditolak (ada pengaruh signifikan) H0 ditolak (ada pengaruh signifikan) H0 ditolak (ada pengaruh signifikan) Sumber: Hasil Penelitian (2015) Pada H1, koefisien sebesar 0,232 menunjukkan arah positif antara kedua variabel. Artinya, apabila budaya kerja 5R diterapkan sesuai urutan dan secara berkelanjutan, maka semangat kerja karyawan akan semakin tinggi. Adapun p-value untuk hipotesis pertama sebesar 0.001 < alpha 0,05. Dengan demikian, pada H1 terbukti bahwa budaya kerja berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Pada H2, koefisien sebesar 0,299 menunjukkan arah positif antara kedua variabel. Artinya, semakin efektif komunikasi internal, maka semangat kerja karyawan akan semakin tinggi. Adapun p-value untuk hipotesis kedua sebesar 0. 006 < alpha 0,05. Dengan demikian H2 dapat diartikan komunikasi internal berpengaruh signifikan terhadap Semangat Kerja karyawan. Pada H3, koefisien sebesar 0,424 menunjukkan arah positif antara kedua variabel. Artinya, semakin tinggi semangat kerja karyawan, maka kinerja karyawan akan semakin meningkat. Adapun p-value untuk hipotesis ketiga sebesar 0.004 < alpha 0,05. Dengan demikian H3 menunjukkan semangat kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. IV. PENUTUP Berdasarkan hasil uji hipotesis pada bab sebelumnya, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan, antara lain : 1. Penerapan budaya kerja 5R berpengaruh signifikan dan positif terhadap semangat kerja karyawan. Ini berarti apabila budaya kerja 5R diterapkan sesuai urutan dan secara berkelanjutan, maka semangat kerja karyawan akan semakin tinggi. 2. Penerapan komunikasi internal terbukti berpengaruh signifikan dan positif terhadap semangat kerja karyawan. Ini berarti semakin efektif komunikasi internal, maka semangat kerja karyawan juga akan semakin tinggi. 152 3. Terciptanya semangat kerja ternyata berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Ini berarti semakin tinggi semangat kerja karyawan, maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan. Ada beberapa saran terkait dengan keterbatasan penelitian, antara lain : 1. Selain Budaya Kerja 5R dan Komunikasi Internal, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi semangat kerja dan kinerja karyawan, namun masih sering diacuhkan oleh pimpinan organisasi/perusahaan, seperti minat karyawan terhadap pekerjaan, status sosial pekerjaan, tujuan pekerjaan, team pride, concern for people, serta job security. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membuktikan teori-teori tersebut, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pimpinan dalam mempertahankan dan meningkatkan semangat kerja serta kinerja karyawan. 2. Dalam penelitian ini populasi hanya terbatas pada para pramuniaga dan Sales Promotion Girl (SPG). Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjangkau populasi yang lain, baik terhadap karyawan di divisi operasional yang lain maupun di divisi administratif. 3. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini juga masih tergolong kecil sehingga penelitian selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan jumlah sampel yang akan dijadikan sebagai objek penelitian, sehingga data yang dihasilkan juga akan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Adzim, Hebbie Ilma. http://sistemmanajemenkeselamatankerj a.blogspot.com/2013/10/pengertiantujuan-dan-manfaat-penerapan.html (01 Juli 2014). Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 Anoraga, Panji. 2001. Psikologi Kepemimpinan, Cetakan Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta. Armstrong, M. 2000. A handbook of personnel Management Practices. London: Kogan Page Limited. Bahusin, Kurniati dan Setiawan, Yan. 2008. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Semangat dan Kegairahan Kerja Karyawan PT Federal International Finance Bandar Lampung. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Baldwin, Kieran. 2008. Managing Employee Performance In Seven Steps. Second Edition. Lulu.com Publisher. Bowles, David dan Cooper, Cary L. 2009. Employee Morale: Driving Performance In Challenging Times.. United Kingdom: Palgrave Macmillan Bruce, Anne. 2008. Rahasia Tempat Kerja Penuh Semangat dan Menyenangkan. Edisi Terjemahan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Cornelissen, Joep. 2011. Corporate Communication: A Guide to Theory and Practice. 3th Edition. SAGE Publications. Dharma, Agus. 2003. Manajemen Supervisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Fabrizio, Thomas dan Tapping, Don. 2006. 5S For The Office: Organizing the Workplace to Eliminate Waste. New York: Productivity Press. Goetsch dan Davis. 2010. Quality Management for Organizational Excellence: Introduction to Total Quality. Sixth Edition. Pearson Education International. Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Andi Offset. Hacker, Carol, A.. 2000. The high cost of low morale and what to do about it; St. Lucie Press; 2000. Haddock, P. 2010. Important of Morale. http://www.ehow.com/facts_5474415_i mportance-morale.html. 1/06/2014. Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. edisi ketiga. Jakarta: Grasindo. Jans, N.,Frazer Jans, J. 2004. Career Development, Job Rotation, and Professional Performance; Armed Forces & Society. Kasali, Rhenald, Myelin. 2010. Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Linz, Susan J., Good, Linda K., Huddleston, Patricia. 2006. Worker Morale in Russia: An Exploratory Study. William Davidson Institute Working Paper Number 816. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Jakarta: Tiga Serangkai. Mathis, Robert L dan Jackson, John. 2008. Human resource Management. Essential Perspectives. USA: Penerbit SouthWestern Cengage Learning. Mazin, R. 2014. The effects of high morale on employee performance. http://www.ehow.com/list_5929046_eff ects-high-morale-employeeperformance.html. Juni 2014 Millett, T. 2014. Six reasons why staff morale is important?; http://ezinearticles.com./?6-ReasonsWhy-Staff-Morale-IsImportant&id=4340843. (Juni 2014). Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pangondian, Tigor. 2011. Pengaruh Penempatan, Kompensasi, Kesempatan Berprestasi, Komunikasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan Kimia Farma Di Bali. Tesis. Program Studi Manajemen Universitas Udayana, Denpasar. Permaningratna. Permaningratna, Putu Duwita. 2012. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Komunikasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan. Ragusa, Antonio. 2011. Internal Communication Management: Individual and Organizational Outcomes. Bookboon. Sekaran, Uma. 2006 Research Methods For Business: A Skill Building Approach; John Wiley & Sons, Inc. Shahu. Rashmi. 2011. Study And Analysis Of Employee Morale And Its Relationship With Performance, Work Life And Home. International Journal Of Management Research And Review. Vol. 1. Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Penerbit Mandar Maju. 153 Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015 Werner, J. M,. 2000. Implications of OCB and contextual performance for human resource management. Human Resource Management Review. 2000. Wulandari. Difitri. 2012. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Dan Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan 154 Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Kjks) Kospin Syariah Karanganyar Tahun 2012. Surakarta. Wursanto, Ig. 2003. Etika Komunikasi Kantor. cetakan keempatbelas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.