pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair

advertisement
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 31 PADANG
Siska Yolanda Putri1), Yerizon2), Nilawasti3)
1)
FMIPA UNP, email: [email protected]
2,3)
Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract
Abstract ─ In learning process student seems to be passive and their learning activity needs to be improved. This
happens because the teachers apply a teaching method which doesn’t give student a big chance to be active in
learning process. Pembelajaran kooperatifis one of learning model that can give chances to students to be more
active in learning process. Think Pair Share (TPS) is one type of cooperative learning. The research had been done
to class VIII SMPN 31 Padang. By using random sampling technique, VIII 1 was choosen as experiment class and
VIII 2 was choosen as control class. The instrument used was observation and achievement test. The result shows
that students learning activity got fluctuation after TPS type of pembelajaran kooperatifmodel was aplied.
Meanwhile, the result of data analyse related to the result of students achievement shows that the student’s learning
achievement with pembelajaran kooperatiftype Think Pair Share is better than conventional one.
Keywords: cooperative learning, think pair share type
PENDAHULUAN
Peran matematika dalam kehidupan sangat penting
karena matematika merupakan mata pelajaran yang
dipelajari mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah,
sampai perguruan tinggi. Menyadari pentingnya peranan
matematika, seharusnya matematika merupakan pelajaran
yang diminati dan disukai siswa. Kenyataannya
memperlihatkan bahwa masih ada siswa yang tidak
menyukai matematika. Hal ini terlihat pada proses belajar
mengajar aktivitas siswa masih kurang. Proses belajar
mengajar yang baik adalah proses yang dapat
mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa melalui
berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Tuntutan
dunia pendidikan sekarang tidak lagi membolehkan siswa
hanya duduk diam menerima apa yang disampaikan oleh
guru. Dalam upaya meningkatkan aktivitas dan kreativitas
pembelajaran di samping penyediaan lingkungan yang
kreatif, guru juga menggunakan berbagai pendekatan [2].
Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berdiskusi, bertanya, mananggapi, dan melakukan
aktivitas belajar lainnya.
Akan tetapi pada kenyataannya siswa kurang aktif
selama proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran di
kelas terlihat guru menjelaskan materi pelajaran,
membahas contoh soal, siswa di suruh mencatat,
selanjutnya guru menyuruh siswa mengerjakan latihan
soal. Ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa,
sebagaian besar siswa hanya diam dan menunggu hasil
jawaban dari temannya. Kemudian pada saat mengerjakan
latihan, sebagian besar siswa enggan memikirkan soal
tersebut dan menunggu temannya menuliskan jawaban di
papan tulis. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
masih terpusat pada guru, siswa enggan bertanya dan
hanya menerima, sehingga aktivitas belajar siswa sangat
kurang. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh pada
hasil belajar siswa yang masih banyak di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM).
Rendahnya hasil belajar siswa sehingga tidak
mencapai KKM yang telah ditetapkan disebabkan oleh
proses pembelajaran yang masih didominasi oleh guru,
sehingga mengakibatkan kurangnya aktivitas belajar
siswa, siswa bersikap pasif selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
adanya model pembelajaran yang membuat siswa aktif
dan bisa saling bekerjasama. Kerja sama antar siswa perlu
dibinadalam proses pembelajaran, jangan sampai siswa
beranggapan bahwa teman adalah saingannya, maka
siswa akan enggan untuk saling membantu, siswa yang
pintar tidak akan mau membagi ilmunya kepada siswa
yang kurang.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat
siswa aktif dan bekerjasama antar siswa melalui diskusi
adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa
bekerja sama dalam
kelompok kecil dan saling
membantu dalam belajar untuk memahami materi
pelajaran dan memecahkan permasalahan yang diberikan.
Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil
siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
41
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama lainnya [3]. Dari pendapat ini dapat disimpulkan
bahwa
dalam
pembelajaran
kooperatif,
siswa
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok kecil dan
tugas yang diberikan diselesaikan secara bersama untuk
mencapai tujuan bersama.
Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas belajar dan
hasil belajar siswa. Siswa yang sebelumnya terbiasa
bersikap pasif, setelah menggunakan pembelajaran
kooperatif akan terpaksa berpartisipasi aktif agar diterima
oleh anggota kelompoknya [4]. Dalam buku lain,
Interaksi di antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran
melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
pencapaian prestasi siswa [6]. Dari pendapat ini dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Pengelompokan siswa pada model pembelajaran
kooperatif dilakukan secara heterogen. Pengelompokan
heterogen adalah pengelompokan siswa dimana satu
kelompok terdiri dari siswa yang miliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa secara
heterogen memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berdiskusi dengan temannya yang berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah sehingga dapat saling membantu.
Langkah-langkah pengelompokan secara heterogen
berdasarkan kemampuan akademis dimulai dengan
mengurutkan
siswa
berdasarkan
kemampuan
akademisnya. Siswa diurutkan mulai dari siswa yang
berkemampuan akademis tinggi, sedang, sampai siswa
yang berkemampuan akademis rendah. Setelah terurut,
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dimana
satu kelompok terdiri dari siswa berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
Think Pair Share (TPS) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif atau kelompok yang memberikan
siswa waktu untuk lebih banyak berpikir secara sendiri,
berdiskusi dengan pasangan, saling membantu dalam
kelompok, dan diberi kesempatan untuk berbagi dengan
siswa yang lain dalam diskusi kelas. Model pembelajaran
kooperatif tipe TPS terdiri dari tiga tahap pembelajaran
yaitu ‘Think’ yang memberikan kesempatan setiap siswa
untuk memikirkan masalah secara mandiri, ‘Pair’ yaitu
siswa saling bertukar pikiran dengan pasangannya,
‘Share’ yaitu siswa berbagi dengan anggota kelompok
atau siswa lainnya.
Pada proses pembelajaran dengan penerapan TPS,
guru memberikan tugas kepada semua kelompok setelah
menyampaikan materi pembelajaran. Setiap siswa
memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut secara
sendiri. Kemudian siswa mendiskusikan jawaban tersebut
secara berpasangan untuk menetapkan hasil akhir diskusi
kelompok. Setelah siswa berdiskusi selesai beberapa
perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas. Diupayakan siswa yang
mempresentasikan hasil kerja kelompok adalah siswa
yang
berkemampuan
rendah.
Langkah-langkah
pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe
TPS: a) think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau
masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta
siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah, b) pair, guru meminta
siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang
mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban atau menyatukan gagasan
apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi, c)
share, pada kesempatan ini siswa diberi topik bagi tim
mereka. Cara memilih topik kelas ini bisa dilakukan
dengan guru menunjukkan selebaran atau menuliskan
dipapan tulis tentang topik yang akan dibahas dalam
kelompoknya. Hal ini efektif dilakukan dengan cara
bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan
sampai sekitar seperempat pasangan mendapat
kesempatan untuk melaporkan [1].
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpukan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS memadukan
potensi siswa memecahkan masalah secara individu,
berpasangan kemudian berbagi jawaban dengan anggota
kelompok lainnya melalui presentasi. Hal ini memberikan
kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berdiskusi
dengan kelompoknya dan interaksi antar siswa juga lebih
mudah.
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu
bagaimana perkembangan aktivitas belajar siswa selama
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan
apakah hasil belajar siswa dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada
hasil belajar siswa dengan pembelajaran konvensional di
kelas VIII SMPN 31 Padang.
Hipotesis penelitian yaitu hasil belajar matematika
siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar matematika
siswa dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII
SMPN 31 Padang. Formulasi statistik hipotesis yang diuji
yaitu:
1   2
: 1   2
H0 :
Hı
Keterangan:
1 =
2 =
Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas
eksperimen
Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas
kontrol.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah gabungan
antara penelitian eksperimen dan deskriptif dengan
rancangan “Randomized Control Group Only Design”.
Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui
apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari
pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran
42
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45
HASIL DAN PEMBAHASAN
100
50
2
3
4
5
6
Pertemuan KeGambar 1. Persentase Siswa Menjawab LKS secara
Individu
Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa persentase
aktivitas siswa menjawab pertanyaan LKS secara individu
bahwa persentasenya meningkat dari pertemuan
sebelumnya, walaupun hanya pada satu pertemuan yang
mangalamipenurunan aktivitas. Secara keseluruhan
persentase siswa menjawab LKS secara individu
80
70
60
2
3
4
5
6
Pertemuan KeGambar 2. Persentase Siswa Mendiskusikan dan
Melengkapi Jawaban LKS dengan Pasangan di dalam
Kelompok
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa persentase
aktivitas siswa mendiskusikan dan melengkapi LKS
dengan pasangan dalam kelompok tidak selalu mengalami
peningkatan tetapi juga mengalamipenurunan pada
beberapa pertemuan. Peningkatan dan penurunan
persentase siswa tidak begitu drastis, namun secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persentase aktivitas
siswa mendiskusikan dan melengkapi LKS dengan
pasangan cenderung meningkat.
Perkembangan persentase siswa melakukan aktivitas
mempresentasikan hasil kerja kelompok dapat dilihat
pada Gambar 3.
0
1
90
1
Persentase (%)
Persentase (%)
Data aktivitas belajar siswa diperoleh melalui
lembar observasi. Data perkembangan masing-masing
aktivitas belajar siswa yang diamati pada setiap
pertemuan
dapat
dideskripsikan
pada
gambar.
Perkembangan aktivitas siswa pada tahap think yang
melakukan aktivitas berfikir dan menjawab pertanyaan
LKS secara individu dapat dilihat pada gambar 1.
cenderung mengalami peningkatan daripada penurunan
aktivitas. Pada petemuan pertama, aktivitas ini memiliki
persentase yang rendah, hal ini disebabkan karena
sebagian besar siswa masih terbiasa dengan cara lama
yaitu menunggu temannya bekerja dan kemudian
menyalin hasil kerja teman. Setelah di berikan pengarahan
dan motivasi oleh guru, aktivitas ini mengalami
peningkatan sampai pertemuan ke tiga. Pada pertemuan
keempat, persentasenya mengalami penurunan karena
siswa menghadapi sub-materi baru. Pada pertemuan ke
lima dan ke enam persentase aktivitas siswa menjawab
pertanyaan LKS secara individu kembali mengalami
peningkatan.
Perkembangan persentase siswa melakukan aktivitas
mendiskusikan dan melengkapi jawaban LKS dengan
pasangan di dalam kelompok dapat dilihat pada Gambar
2.
Persentase (%)
konvensional. Penelitian deskriptif dilakukan untuk
mendeskripsikan aktivitas belajar siswa dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Penelitian
dilakukan di SMPN 31 Padang di kelas VIII semester
ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Cara pengambilan
sampel dilakukan secara acak. Kelas yang terpilih sebagai
kelas sampel yaitu kelas VIII 1 sebagai kelas eksperimen
dan kelas VIII 2 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam
penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil tes tertulis di akhir
pembelajaran, sedangkan data sekunder yatu nilai ulangan
harian matematika siswa kelas VIII SMPN 31 Padang dan
jumlah siswa kelas VIII SMPN 31 Padang Tahun
Pelajaran 2013/2014 yang didapat dari guru dan tata
usaha sekolah.
Prosedur dalam penelitian ini adalah melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang
telah di buat pada kelas sampel. Pada kelas eksperimen
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share, yaitu siswa berfikir secara individu, kemudian
mendiskusikan hasil kerjanya dengan pasangan dalam
kelompok, dan terakhir siswa berdiskusi kembali dengan
kelompok berempat. Pada kelas control diterapkan
metode pembelajaran konvensional. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi
aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar. Lembar
observasi dianalisis dengan teknik persentase, sedangkan
tes hasil belajar dianalisis dengan menguji hipotesis
menggunakan uji-t.
15
10
5
0
1
2
3
4
5
6
Pertemuan KeGambar 3. Persentase Mempresentasikan Hasil Kerja
Kelompok
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa aktivitas
siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok, terlihat
bahwa persentasenya tidak selalu naik, namun juga
43
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45
15
10
5
0
1
2
3
4
5
6
Pertemuan Ke-
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa aktivitas
siswa bertanya pada guru tentang hal atau informasi yang
belum dipahami mengalami peningkatan dan penurunan
aktivitas bahkan pada beberapa pertemuan aktivitas ini
tergolong sedikit. Beberapa faktor yang menyebabkan
tidak banyak siswa yang bertanya kepada guru,
diantaranya karena informasi yang disampaikan sudah
jelas, siswa dapat bertanya kepada teman, dan masih ada
siswa yang tidak berani bertanya kepada guru karena
takut salah atau dicemooh temannya. Namun, jika
aktivitas ini meningkat dikarenakan materi yang semakin
sulit dan semakin banyak siswa yang berani bertanya
kepada guru.
Aktivitas terakhir yang diamati yaitu menaruh minat
dan semangat dalam melakukan aktivitas belajar.
Persentase perkembangan aktivitas ini dapat dilihat pada
Gambar 6.
.
Persentase (%)
Persentase (%)
mengalami penurunan. Persentase siswa mempresentasi
kan hasil kerja kelompok tergolong sedikit, hal ini
dikarenakan waktu yang sangat terbatas. Sebagian besar
siswa yang mempresentasikan hasil kerja kelompok
adalah siswa yang berkemampuan rendah. Siswa yang
berkemampuan rendah lebih diutamakan untuk melihat
bagaimana perkembangannya setelah belajar dengan
teman mereka yang berkemampuan lebih. Namun hal ini
tidak menutup kemungkinan yang mempresentasikan
hasil kerja kelompok adalah siswa yang berkemampuan
sedang atau berkemampuan tinggi.
Selanjutnya, perkembangan persentase siswa
melakukan aktivitas memberikan tanggapan terhadap
hasil presentasi teman dari kelompok lain dilihat pada
Gambar 4.
60
40
20
0
1
Persentase (%)
Gambar 4. Persentase Siswa Memberikan tanggapan
terhadap Hasil Presentasi Teman dari Kelompok Lain
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa aktivitas
siswa memberikan tanggapan terhadap hasil presentasi
teman dari kelompok lain pada pertemuan pertama
persentase siswa memberikan tanggapan sangat kecil
sekali, namun persentasenya meningkat sampai
pertemuan ke empat, Pada pertemuan ke lima
persentasenya mengalami penurunan dan meningkat
kembali pada pertemuan ke enam. Ini menunjukkan
persentase siswa yang mau memberikan tanggapan
berupa pertanyaan, kritik, saran, atau sanggahan tentang
hal yang disampaikan teman dari kelompok lain
cenderung meningkat.
Perkembangan aktivitas selanjutnya, yaitu bertanya
pada guru tentang hal atau informasi yang belum
dipahami dapat dilihat pada Gambar 5.
60
40
20
0
1
2
3
4
5
6
Pertemuan KeGambar 5. Persentase Siswa Bertanya pada Guru tentang
Hal atau Informasi yang Belum Dipahami
2
3
4
5
6
Pertemuan KeGambar 6. Persentase Siswa Menaruh Minat dan
Semangat Melakukan Aktivitas Belajar
Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa aktivitas
siswa menaruh minat dan semangat melakukan aktivitas
belajar cenderung meningkat. Pada aktivitas ini hanya
pada pertemuan ke empat mengalami penurunan.
Aktivitas ini mengalami peningkatan kembali pada
pertemuan ke lima dan ke enam. Jadi dapat dikatakan
secara umum persentase siswa menaruh minat dan
semangat melakukan aktivitas belajar dapat dikatakan
cenderung mengalami peningkatan.
Secara keseluruhan. pada awal-awal penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen,
siswa terlihat masih enggan untuk berdiskusi dengan
pasangannya dalam kelompok. Namun setelah diberikan
pengertian manfaat dari penerapan TPS, setelah beberapa
pertemuan siswa mulai terbiasa dan menyadari manfaat
model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe TPS.
Manfaat aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa
tersebut berdampak pada hasil belajar yang mereka
peroleh.
Pembelajaran
dengan
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif tipe TPS membuat siswa lebih
optimal dalam berdiskusi, sehingga lebih banyak ide yang
muncul dan bagi siswa yang enggan bertanya langsung
pada guru dapat bertanya kepada teman dalam
kelompoknya. Melalui diskusi lebih banyak kesempatan
untuk bertanya maka pemahaman siswa menjadi lebih
baik sehingga hasil belajarnya juga lebih baik.
44
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan untuk
saling mengajar dan secara tidak langsung guru mendapat
satu orang asisten untuk masing-masing kelompok, hal ini
pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
siswa dan berdampak pada meningkatnya hasil belajar
[1].
Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS dapat membuat siswa berperan aktif. Aktivitas siswa
tidak hanya duduk, mendengar, dan mengerjakan latihan,
akan tetapi siswa sudah bisa berperan aktif dalam
pembelajaran. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap
pasif, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan
terpaksa berpartisipasi aktif agar diterima oleh anggota
kelompoknya [5].
Hasil deskripsi dan analisis data menunjukkan
aktivitas siswa setiap pertemuan cenderung mengalami
peningkatan aktivitas. Perubahan persentase disebabkan
oleh tingkat kesulitan materi, kemampuan siswa yang
beragam, dan kondisi lingkungan selama proses
pembelajaran. Berdasarkan seluruh aktivitas yang terjadi
dapat disimpulkan bahwa siswa dapat berperan aktif
dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS.
Untuk hasil belajar matematika siswa, diperoleh data
seperti yang tertera pada Tabel 1.
TABEL 1
STATISKTIK HASIL TES AKHIR PADA KELAS SAMPEL
Kelas
Eksperimen
Kontrol
N
32
32
Xmaks
100
100
Xmin
56
40
82,84
75,21
memiliki nilai varian lebih tinggi sehingga dapat
dikatakan kemampuan siswanya lebih beragam. Hal ini
juga membuktikan bahwa pembentukan kelompok secara
heterogen dapat membantu siswa yang berkemampuan
rendah sehingga tidak terlalu tertinggal dari siswa yang
berkemampuan tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa perkembangan aktivitas belajar siswa dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) cenderung mengalami peningkatan
aktivitas dari pertemuan sebelumnya. Sedangkan untuk
hasil belajar, siswa kelas eksperimen dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pada
siswa kelas kontrol dengan penerapan pembelajaran
konvensional.
DAFTAR RUJUKAN
[1]
[2]
[3]
[4]
s
11,9
15,1
Berdasarkan Tabel 1, siswa kelas eksperimen
memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Sedangkan simpangan baku siswa kelas
eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol. Pada
siswa kelas eksperimen nilai rata-rata diperoleh 82,84 dan
nilai rata-rata siswa kelas kontrol 75,21. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh
dilakukan pengujian hipotesis. Setelah terbukti bahwa
data berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen,
maka untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan
taraf signifikan α = 0,05 dengan kriteria pengujiannya,
terima H0 jika P-Value > α dan tolak H0 jika sebaliknya.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bantuan
software Minitab diperoleh P-Value = 0,029. Hal ini
berarti H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain hasil
belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
kontrol.
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan,
hasilnya membuktikan bahwa hasil belajar siswa kelas
dengan penerapan TPS lebih baik daripada siswa dengan
pembelajaran konvensional. Interaksi di antara siswa
dalam tugas-tugas pembelajaran melalui pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa
[6]. Tetapi jika dilihat dari variannya, kelas kontrol
[5]
[6]
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning:
Mempraktikan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Mulyasa. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya : UNESA University Press.
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif
Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusron,
Nalurita.
(2011).
Pembelajaran
kooperatif(Robert E. Slavin. Terjemahan). London:
Allymand Bacon. Buku asli diterbitkan tahun 2005.
45
Download