Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 31 PADANG Siska Yolanda Putri1), Yerizon2), Nilawasti3) 1) FMIPA UNP, email: [email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract Abstract ─ In learning process student seems to be passive and their learning activity needs to be improved. This happens because the teachers apply a teaching method which doesn’t give student a big chance to be active in learning process. Pembelajaran kooperatifis one of learning model that can give chances to students to be more active in learning process. Think Pair Share (TPS) is one type of cooperative learning. The research had been done to class VIII SMPN 31 Padang. By using random sampling technique, VIII 1 was choosen as experiment class and VIII 2 was choosen as control class. The instrument used was observation and achievement test. The result shows that students learning activity got fluctuation after TPS type of pembelajaran kooperatifmodel was aplied. Meanwhile, the result of data analyse related to the result of students achievement shows that the student’s learning achievement with pembelajaran kooperatiftype Think Pair Share is better than conventional one. Keywords: cooperative learning, think pair share type PENDAHULUAN Peran matematika dalam kehidupan sangat penting karena matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, sampai perguruan tinggi. Menyadari pentingnya peranan matematika, seharusnya matematika merupakan pelajaran yang diminati dan disukai siswa. Kenyataannya memperlihatkan bahwa masih ada siswa yang tidak menyukai matematika. Hal ini terlihat pada proses belajar mengajar aktivitas siswa masih kurang. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Tuntutan dunia pendidikan sekarang tidak lagi membolehkan siswa hanya duduk diam menerima apa yang disampaikan oleh guru. Dalam upaya meningkatkan aktivitas dan kreativitas pembelajaran di samping penyediaan lingkungan yang kreatif, guru juga menggunakan berbagai pendekatan [2]. Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi, bertanya, mananggapi, dan melakukan aktivitas belajar lainnya. Akan tetapi pada kenyataannya siswa kurang aktif selama proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran di kelas terlihat guru menjelaskan materi pelajaran, membahas contoh soal, siswa di suruh mencatat, selanjutnya guru menyuruh siswa mengerjakan latihan soal. Ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, sebagaian besar siswa hanya diam dan menunggu hasil jawaban dari temannya. Kemudian pada saat mengerjakan latihan, sebagian besar siswa enggan memikirkan soal tersebut dan menunggu temannya menuliskan jawaban di papan tulis. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran masih terpusat pada guru, siswa enggan bertanya dan hanya menerima, sehingga aktivitas belajar siswa sangat kurang. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh pada hasil belajar siswa yang masih banyak di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Rendahnya hasil belajar siswa sehingga tidak mencapai KKM yang telah ditetapkan disebabkan oleh proses pembelajaran yang masih didominasi oleh guru, sehingga mengakibatkan kurangnya aktivitas belajar siswa, siswa bersikap pasif selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya model pembelajaran yang membuat siswa aktif dan bisa saling bekerjasama. Kerja sama antar siswa perlu dibinadalam proses pembelajaran, jangan sampai siswa beranggapan bahwa teman adalah saingannya, maka siswa akan enggan untuk saling membantu, siswa yang pintar tidak akan mau membagi ilmunya kepada siswa yang kurang. Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan bekerjasama antar siswa melalui diskusi adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar untuk memahami materi pelajaran dan memecahkan permasalahan yang diberikan. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk 41 Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45 menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya [3]. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok kecil dan tugas yang diberikan diselesaikan secara bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi aktif agar diterima oleh anggota kelompoknya [4]. Dalam buku lain, Interaksi di antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa [6]. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pengelompokan siswa pada model pembelajaran kooperatif dilakukan secara heterogen. Pengelompokan heterogen adalah pengelompokan siswa dimana satu kelompok terdiri dari siswa yang miliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan siswa secara heterogen memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan temannya yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sehingga dapat saling membantu. Langkah-langkah pengelompokan secara heterogen berdasarkan kemampuan akademis dimulai dengan mengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa diurutkan mulai dari siswa yang berkemampuan akademis tinggi, sedang, sampai siswa yang berkemampuan akademis rendah. Setelah terurut, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dimana satu kelompok terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Think Pair Share (TPS) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif atau kelompok yang memberikan siswa waktu untuk lebih banyak berpikir secara sendiri, berdiskusi dengan pasangan, saling membantu dalam kelompok, dan diberi kesempatan untuk berbagi dengan siswa yang lain dalam diskusi kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS terdiri dari tiga tahap pembelajaran yaitu ‘Think’ yang memberikan kesempatan setiap siswa untuk memikirkan masalah secara mandiri, ‘Pair’ yaitu siswa saling bertukar pikiran dengan pasangannya, ‘Share’ yaitu siswa berbagi dengan anggota kelompok atau siswa lainnya. Pada proses pembelajaran dengan penerapan TPS, guru memberikan tugas kepada semua kelompok setelah menyampaikan materi pembelajaran. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut secara sendiri. Kemudian siswa mendiskusikan jawaban tersebut secara berpasangan untuk menetapkan hasil akhir diskusi kelompok. Setelah siswa berdiskusi selesai beberapa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Diupayakan siswa yang mempresentasikan hasil kerja kelompok adalah siswa yang berkemampuan rendah. Langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS: a) think, guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah, b) pair, guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi, c) share, pada kesempatan ini siswa diberi topik bagi tim mereka. Cara memilih topik kelas ini bisa dilakukan dengan guru menunjukkan selebaran atau menuliskan dipapan tulis tentang topik yang akan dibahas dalam kelompoknya. Hal ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan [1]. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS memadukan potensi siswa memecahkan masalah secara individu, berpasangan kemudian berbagi jawaban dengan anggota kelompok lainnya melalui presentasi. Hal ini memberikan kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya dan interaksi antar siswa juga lebih mudah. Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana perkembangan aktivitas belajar siswa selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan apakah hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMPN 31 Padang. Hipotesis penelitian yaitu hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMPN 31 Padang. Formulasi statistik hipotesis yang diuji yaitu: 1 2 : 1 2 H0 : Hı Keterangan: 1 = 2 = Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas eksperimen Rata-rata hasil tes akhir matematika siswa kelas kontrol. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah gabungan antara penelitian eksperimen dan deskriptif dengan rancangan “Randomized Control Group Only Design”. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa dengan pembelajaran 42 Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45 HASIL DAN PEMBAHASAN 100 50 2 3 4 5 6 Pertemuan KeGambar 1. Persentase Siswa Menjawab LKS secara Individu Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa persentase aktivitas siswa menjawab pertanyaan LKS secara individu bahwa persentasenya meningkat dari pertemuan sebelumnya, walaupun hanya pada satu pertemuan yang mangalamipenurunan aktivitas. Secara keseluruhan persentase siswa menjawab LKS secara individu 80 70 60 2 3 4 5 6 Pertemuan KeGambar 2. Persentase Siswa Mendiskusikan dan Melengkapi Jawaban LKS dengan Pasangan di dalam Kelompok Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa persentase aktivitas siswa mendiskusikan dan melengkapi LKS dengan pasangan dalam kelompok tidak selalu mengalami peningkatan tetapi juga mengalamipenurunan pada beberapa pertemuan. Peningkatan dan penurunan persentase siswa tidak begitu drastis, namun secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persentase aktivitas siswa mendiskusikan dan melengkapi LKS dengan pasangan cenderung meningkat. Perkembangan persentase siswa melakukan aktivitas mempresentasikan hasil kerja kelompok dapat dilihat pada Gambar 3. 0 1 90 1 Persentase (%) Persentase (%) Data aktivitas belajar siswa diperoleh melalui lembar observasi. Data perkembangan masing-masing aktivitas belajar siswa yang diamati pada setiap pertemuan dapat dideskripsikan pada gambar. Perkembangan aktivitas siswa pada tahap think yang melakukan aktivitas berfikir dan menjawab pertanyaan LKS secara individu dapat dilihat pada gambar 1. cenderung mengalami peningkatan daripada penurunan aktivitas. Pada petemuan pertama, aktivitas ini memiliki persentase yang rendah, hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa masih terbiasa dengan cara lama yaitu menunggu temannya bekerja dan kemudian menyalin hasil kerja teman. Setelah di berikan pengarahan dan motivasi oleh guru, aktivitas ini mengalami peningkatan sampai pertemuan ke tiga. Pada pertemuan keempat, persentasenya mengalami penurunan karena siswa menghadapi sub-materi baru. Pada pertemuan ke lima dan ke enam persentase aktivitas siswa menjawab pertanyaan LKS secara individu kembali mengalami peningkatan. Perkembangan persentase siswa melakukan aktivitas mendiskusikan dan melengkapi jawaban LKS dengan pasangan di dalam kelompok dapat dilihat pada Gambar 2. Persentase (%) konvensional. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Penelitian dilakukan di SMPN 31 Padang di kelas VIII semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak. Kelas yang terpilih sebagai kelas sampel yaitu kelas VIII 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII 2 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil tes tertulis di akhir pembelajaran, sedangkan data sekunder yatu nilai ulangan harian matematika siswa kelas VIII SMPN 31 Padang dan jumlah siswa kelas VIII SMPN 31 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 yang didapat dari guru dan tata usaha sekolah. Prosedur dalam penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah di buat pada kelas sampel. Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, yaitu siswa berfikir secara individu, kemudian mendiskusikan hasil kerjanya dengan pasangan dalam kelompok, dan terakhir siswa berdiskusi kembali dengan kelompok berempat. Pada kelas control diterapkan metode pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar. Lembar observasi dianalisis dengan teknik persentase, sedangkan tes hasil belajar dianalisis dengan menguji hipotesis menggunakan uji-t. 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 Pertemuan KeGambar 3. Persentase Mempresentasikan Hasil Kerja Kelompok Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa aktivitas siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok, terlihat bahwa persentasenya tidak selalu naik, namun juga 43 Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 Pertemuan Ke- Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa aktivitas siswa bertanya pada guru tentang hal atau informasi yang belum dipahami mengalami peningkatan dan penurunan aktivitas bahkan pada beberapa pertemuan aktivitas ini tergolong sedikit. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak banyak siswa yang bertanya kepada guru, diantaranya karena informasi yang disampaikan sudah jelas, siswa dapat bertanya kepada teman, dan masih ada siswa yang tidak berani bertanya kepada guru karena takut salah atau dicemooh temannya. Namun, jika aktivitas ini meningkat dikarenakan materi yang semakin sulit dan semakin banyak siswa yang berani bertanya kepada guru. Aktivitas terakhir yang diamati yaitu menaruh minat dan semangat dalam melakukan aktivitas belajar. Persentase perkembangan aktivitas ini dapat dilihat pada Gambar 6. . Persentase (%) Persentase (%) mengalami penurunan. Persentase siswa mempresentasi kan hasil kerja kelompok tergolong sedikit, hal ini dikarenakan waktu yang sangat terbatas. Sebagian besar siswa yang mempresentasikan hasil kerja kelompok adalah siswa yang berkemampuan rendah. Siswa yang berkemampuan rendah lebih diutamakan untuk melihat bagaimana perkembangannya setelah belajar dengan teman mereka yang berkemampuan lebih. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan yang mempresentasikan hasil kerja kelompok adalah siswa yang berkemampuan sedang atau berkemampuan tinggi. Selanjutnya, perkembangan persentase siswa melakukan aktivitas memberikan tanggapan terhadap hasil presentasi teman dari kelompok lain dilihat pada Gambar 4. 60 40 20 0 1 Persentase (%) Gambar 4. Persentase Siswa Memberikan tanggapan terhadap Hasil Presentasi Teman dari Kelompok Lain Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa aktivitas siswa memberikan tanggapan terhadap hasil presentasi teman dari kelompok lain pada pertemuan pertama persentase siswa memberikan tanggapan sangat kecil sekali, namun persentasenya meningkat sampai pertemuan ke empat, Pada pertemuan ke lima persentasenya mengalami penurunan dan meningkat kembali pada pertemuan ke enam. Ini menunjukkan persentase siswa yang mau memberikan tanggapan berupa pertanyaan, kritik, saran, atau sanggahan tentang hal yang disampaikan teman dari kelompok lain cenderung meningkat. Perkembangan aktivitas selanjutnya, yaitu bertanya pada guru tentang hal atau informasi yang belum dipahami dapat dilihat pada Gambar 5. 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 Pertemuan KeGambar 5. Persentase Siswa Bertanya pada Guru tentang Hal atau Informasi yang Belum Dipahami 2 3 4 5 6 Pertemuan KeGambar 6. Persentase Siswa Menaruh Minat dan Semangat Melakukan Aktivitas Belajar Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa aktivitas siswa menaruh minat dan semangat melakukan aktivitas belajar cenderung meningkat. Pada aktivitas ini hanya pada pertemuan ke empat mengalami penurunan. Aktivitas ini mengalami peningkatan kembali pada pertemuan ke lima dan ke enam. Jadi dapat dikatakan secara umum persentase siswa menaruh minat dan semangat melakukan aktivitas belajar dapat dikatakan cenderung mengalami peningkatan. Secara keseluruhan. pada awal-awal penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen, siswa terlihat masih enggan untuk berdiskusi dengan pasangannya dalam kelompok. Namun setelah diberikan pengertian manfaat dari penerapan TPS, setelah beberapa pertemuan siswa mulai terbiasa dan menyadari manfaat model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe TPS. Manfaat aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa tersebut berdampak pada hasil belajar yang mereka peroleh. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS membuat siswa lebih optimal dalam berdiskusi, sehingga lebih banyak ide yang muncul dan bagi siswa yang enggan bertanya langsung pada guru dapat bertanya kepada teman dalam kelompoknya. Melalui diskusi lebih banyak kesempatan untuk bertanya maka pemahaman siswa menjadi lebih baik sehingga hasil belajarnya juga lebih baik. 44 Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 41-45 Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan secara tidak langsung guru mendapat satu orang asisten untuk masing-masing kelompok, hal ini pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa dan berdampak pada meningkatnya hasil belajar [1]. Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat membuat siswa berperan aktif. Aktivitas siswa tidak hanya duduk, mendengar, dan mengerjakan latihan, akan tetapi siswa sudah bisa berperan aktif dalam pembelajaran. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi aktif agar diterima oleh anggota kelompoknya [5]. Hasil deskripsi dan analisis data menunjukkan aktivitas siswa setiap pertemuan cenderung mengalami peningkatan aktivitas. Perubahan persentase disebabkan oleh tingkat kesulitan materi, kemampuan siswa yang beragam, dan kondisi lingkungan selama proses pembelajaran. Berdasarkan seluruh aktivitas yang terjadi dapat disimpulkan bahwa siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS. Untuk hasil belajar matematika siswa, diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 1. TABEL 1 STATISKTIK HASIL TES AKHIR PADA KELAS SAMPEL Kelas Eksperimen Kontrol N 32 32 Xmaks 100 100 Xmin 56 40 82,84 75,21 memiliki nilai varian lebih tinggi sehingga dapat dikatakan kemampuan siswanya lebih beragam. Hal ini juga membuktikan bahwa pembentukan kelompok secara heterogen dapat membantu siswa yang berkemampuan rendah sehingga tidak terlalu tertinggal dari siswa yang berkemampuan tinggi. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perkembangan aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) cenderung mengalami peningkatan aktivitas dari pertemuan sebelumnya. Sedangkan untuk hasil belajar, siswa kelas eksperimen dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pada siswa kelas kontrol dengan penerapan pembelajaran konvensional. DAFTAR RUJUKAN [1] [2] [3] [4] s 11,9 15,1 Berdasarkan Tabel 1, siswa kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sedangkan simpangan baku siswa kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol. Pada siswa kelas eksperimen nilai rata-rata diperoleh 82,84 dan nilai rata-rata siswa kelas kontrol 75,21. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh dilakukan pengujian hipotesis. Setelah terbukti bahwa data berdistribusi normal dan memiliki variansi homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 dengan kriteria pengujiannya, terima H0 jika P-Value > α dan tolak H0 jika sebaliknya. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bantuan software Minitab diperoleh P-Value = 0,029. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain hasil belajar kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya membuktikan bahwa hasil belajar siswa kelas dengan penerapan TPS lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional. Interaksi di antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa [6]. Tetapi jika dilihat dari variannya, kelas kontrol [5] [6] Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Mulyasa. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA University Press. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Yusron, Nalurita. (2011). Pembelajaran kooperatif(Robert E. Slavin. Terjemahan). London: Allymand Bacon. Buku asli diterbitkan tahun 2005. 45