BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji tanaman paria yang diperoleh dari daerah Bekasi. Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tanaman yang akan diteliti. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang digunakan adalah tanaman paria (Momordica chrantia) yang termasuk famili Cucurbitaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1. Bagian tanaman paria yang diteliti adalah bagian biji (dengan serabut) dengan massa basah biji sebanyak tiga kilogram. Biji paria lalu diiris tipis, dikeringkan, dihaluskan dan diperoleh serbuk biji paria sebanyak 605 gram (20,17 %). 4.2 Ekstraksi dan Fraksinasi Biji Momordica charantia Sampel serbuk biji paria sebanyak 605 gram dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol 7 X 1,4 L masing-masing selama 24 jam. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi cair-padat dimana sampel yang akan diekstrak direndam dengan pelarut tertentu pada suhu kamar. Dengan perendaman pada suhu kamar memungkinkan senyawa-senyawa organik dari sampel terekstrak dengan kerusakan seminimal mungkin. Dari hasil maserasi diperoleh ekstrak metanol cair yang berwarna hijau muda sebanyak 6,4 L. Ekstrak cair lalu 40 dipekatkan dan diperoleh ekstrak kental metanol yang berwarna coklat dengan massa 36 gram (21,49 %) dari serbuk biji paria. Sebanyak 6,8 gram ekstrak kering metanol dipisahkan untuk keperluan pengujian efek antihiperglikemia dan karakterisasi komponen fraksi. Sisanya sebanyak 29.2 gram difraksinasi dengan berbagai pelarut yang berbeda kepolarannya. Ekstrak pekat metanol kemudian diencerkan kembali dengan metanol sampai volumenya 500 mL untuk selanjutnya difraksinasi. Proses fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa metabolit sekunder berdasarkan tingkat kepolarannya. Ekstrak metanol yang telah diencerkan kemudian difraksinasi dengan menggunakan pelarut non polar yaitu heksan masing-masing dilakukan 3 X 50 mL . Dari hasil ini diperoleh fraksi encer heksan yang tidak berwarna dan fraksi metanol 1. Fraksi metanol 1 kemudian difraksinasi kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat dan diperoleh fraksi encer etil asetat yang berwarna kuning muda dan fraksi metanol-air yang berwarna coklat-jingga. Ekstrak metanol–air lalu difraksinasi dengan menggunakan pelarut n-butanol dan diperoleh fraksi encer n-butanol yang berwarna coklat dan fraksi metanol-air (ekstrak residu) yang berwarna jingga muda. Masing-masing fraksi encer dipekatkan dan dihilangkan pelarutnya. Dari tahapan ini diperoleh satu ekstrak dan empat fraksi kering, yaitu ekstak metanol, fraksi heksan, fraksi etil asetat, fraksi n-butanol dan fraksi residu atau metanol-air (Tabel 4.1). 41 Tabel 4.1 Massa, Randemen, dan Sifat Fisik Ekstrak dan Fraksi Biji M.charantia Fraksi Massa (gram) Randemen (%) Sifat Fisik Metanol 6,827 28,96 Cairan kental berwarna coklat tua Heksan 0,029 0,10 Cairan kental berwarna hijau muda Etil Asetat 3,260 11,16 Cairan kental berwarna coklat tua n-Butanol 3,381 11,58 Cairan kental berwarna coklat tua Residu 9,751 33,39 Cairan kental berwarna coklat tua 4.3. Uji Efek Antihiperglikemia Pada penelitian ini uji efek antihiperglikemia dilakukan dengan menggunakan metode uji toleransi glukosa. Parameter yang diamati pada metode ini adalah penurunan kadar glukosa darah yang dibandingkan dengan kontrol positif dan pembanding dan diukur dengan menggunakan alat Glucotest Optimum Omega®. Prinsip metode uji toleransi glukosa adalah tikus uji diinduksi hiperglikemia dengan pemberian larutan glukosa secara oral dengan dosis 2 g/kg bb setengah jam setelah pemberian sedian uji. Pemeriksaan kadar glukosa darah kembali dilakukan pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 menit setelah pemberian larutan glukosa. 4.2.1. Hewan Uji Uji toleransi glukosa dilakukan secara oral terhadap tikus putih galur Wistar yang diperoleh dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Gambar tikus 42 putih galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji pada uji efek antihiperglikemia dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Tikus Putih Galur Wistar Sebelum dilakukan percobaan, hewan diadaptasikan selama kurang lebih 7 hari. Bobot badan hewan uji ditimbang setiap hari dan diamati perilakunya. Hewan yang digunakan adalah hewan yang dinyatakan sehat selama masa pemeliharaan dengan bobot badan tetap atau bertambah dan secara visual tidak menunjukan gejala-gejala tidak sehat. Pemilihan tikus putih galur Wistar sebagai hewan uji dalam uji efek antihiperglikemia disebabkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh tikus putih galur ini. Tikus putih galur Wistar tumbuh dewasa dan mencapai kematangan seksual lebih cepat dan beranak lebih banyak Selain itu tikus putih juga berperilaku lebih tenang, kemungkinan mengigit lebih kecil, toleran terhadap keramaian, mudah dipelihara dan diternakkan di dalam kandang. Secara anatomi otak, hati, ginjal, kelenjar adrenalin dan jantung yang lebih kecil dibandingkan tikus liar. 4.2.2. Penyiapan sediaan uji dan pembanding Ekstrak dan fraksi biji M. charantia yang diberikan pada hewan uji, diberikan dalam dosis 250 mg/kg berat badan. Dosis ini dipilih berdasarkan kajian 43 pustaka yang menyatakan bahwa dosis tersebut dapat memberikan efek antihiperglikemia. Untuk dapat diaplikasikan kepada hewan uji, fraksi dan ekstrak disiapkan sebagai sedian uji. Volume pemberian sedian uji diberikan sebanyak 2 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram. Untuk dosis 250 mg/Kg berat badan, maka diperoleh konsentrasi 25 mg/mL. Sehingga untuk membuat 100 mL sedian uji diperlukan 2,5 gram ekstrak/fraksi kemudian ditambahkan tragakan 2% hingga volumenya mencapai 100 mL. Sedangkan sedian pembanding (glibenklamid), volume pemberian sedian pembanding sebanyak 2 mL untuk tikus dengan bobot 200 gram diperoleh konsentrasi 0,045 mg/mL, sehingga untuk pembuatan 100 mL diperlukan 0,0045 g glibenklamid ditambahkan tragakan 2% hingga volumenya mencapai 100 mL. 4.3.3. Pengujian Antihiperglikemia Sedian Uji Dan Pembanding Masing-masing fraksi yang telah dibuat dalam bentuk sediaan uji kemudian diuji efek antihiperglikemianya dengan metode uji toleransi glukosa. Tikus untuk pengujian dibagi menjadi 7 kelompok yang masing-masing terdiri dari tiga ekor tikus. 1. Kelompok I : kontrol positif yang diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah suspensi tragakan 2 % 2. Kelompok II : pembanding diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah glibenklamid dosis 0,45 mg/kg bb 44 3. Kelompok uji III : diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah ekstrak metanol biji paria dosis 250 mg/kg bb 4. Kelompok uji IV : diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah fraksi etil asetat biji paria dosis 250 mg/kg bb 5. kelompok uji V : diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah fraksi n-butanol biji paria dosis 250 mg/kg bb 6. Kelompok uji VI : diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah fraksi residu biji paria dosis 250 mg/kg bb 7. Kelompok uji VII : diberi glukosa 2 g/kg bb ditambah fraksi heksan biji paria dosis 250 mg/kg bb Pada hari percobaan semua tikus ditimbang berat badannya kemudian diberi perlakuan. Kelompok kontrol positif diberi suspensi tragakan 2%, kelompok pembanding diberi glibenklamid, kelompok uji diberi sediaan uji. Semua sediaan diberikan secara oral sebanyak 2 mL/200 g bb. Setengah jam berikutnya diambil cuplikan darah vena dimana pengambilan cuplikan darah dilakukan dengan cara memotong sedikit bagian ekor tikus sebagai kadar glukosa darah awal. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat Optimum Omega®. Kemudian larutan glukosa 2 g/kg bb diberikan pada semua kelompok. Pengambilan darah vena dilakukan kembali pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian glukosa. Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus putih sebelum dan sesudah pemberian glukosa masing-masing kelompok dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3. 45 Kadar glukosa darah tikus putih pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan kadar glukosa darah tikus putih kelompok pembanding glibenklamid seperti pada Gambar 4.2. Selanjutnya masing-masing kadar glukosa darah kelompok uji dibandingkan dengan kontrol positif dan pembanding glibenklamid dan dibuat grafik seperti pada Gambar 4.3– Gambar 4.7. Dari data dan grafik terlihat pola kadar glukosa darah terhadap waktu semua kelompok uji. Terlihat adanya kenaikan glukosa darah pada menit ke-30 kemudian menurun kadarnya pada menit ke-60 sampai menit ke-120. Kenaikan ini terjadi setelah kelompok uji diberi larutan glukosa yang berarti glukosa yang diberikan telah terabsorpsi dalam darah. Penurunan kadar glukosa darah akibat tubuh bekerjanya insulin yang dikeluarkan pankreas sebagai respon naiknya glukosa darah hewan uji. kadar glukosa darah (mg/dl) Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol Positif dan Glibenklamid 160 140 120 100 80 60 kontrol positif glibenklamid 40 20 0 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.2 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif dan Kelompok Pembanding Glibenklamid Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pada menit ke-30 dan ke-60 kadar glukosa darah tikus putih kelompok kontrol positif menunjukkan adanya kenaikan. Tikus putih kelompok glibenklamid juga menunjukkan adanya 46 kenaikan glukosa darah hanya pada menit ke-30 dengan kenaikan yang tidak terlalu tinggi. Dari gambar juga terbukti bahwa glibenklamid merupakan obat antidiabetes oral yang menurunkan gula darah dengan cara merangsang produksi insulin pada pankreas. Kadar glukosa darah (mg/dl) Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol Positif, Ekstrak Metanol dan glibenklamid 160 140 120 100 80 60 40 20 0 kontrol positif ekstrak metanol glibenklamid 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.3 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif, Kelompok Pembanding Glibenklamid dan Ekstrak Metanol Dari Gambar 4.3dapat diperoleh informasi bahwa kadar glukosa darah tikus putih kelompok uji ekstrak metanol berada di pertengahan antara kadar glukosa darah tikus putih kelompok kontrol positif dan kelompok pembanding glibenklamid. Maka dapat dikatakan bahwa ekstrak metanol dapat menurunkan kadar glukosa darah hewan uji tetapi masih belum sebaik glibanklamid. 47 Kadar glukosa darah (mg/dl) Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol Positif, Fraksi heksan dan Glibenklamid 160 140 120 100 80 60 40 20 0 kontrol positif fraksi heksan glibenklamid 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.4 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif, Kelompok Pembanding Glibenklamid dan Fraksi Heksan Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa kadar glukosa darah tikus putih kelompok uji fraksi heksan menunjukkan kenaikan yang setara dengan kadar glukosa darah tikus putih kelompok kontrol positif. Tetapi setelah menit ke-30 menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol positif.. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fraksi heksan juga memberikan pengaruh penurunan kadar glukosa darah pada menit ke-60 sampai menit ke-120. Bila fraksi heksan dibandingkan dengan glibenklamid maka efek penurunannya masih lebih kecil. 48 kadar glukosa darah (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol Positif, Fraksi Etil Asetat dan Glibenklamid 160 140 120 100 80 60 Kontrol positif fraksi etil asetat glibenklamid 40 20 0 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.5 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif, Kelompok Pembanding Glibenklamid dan Fraksi Etil Asetat Bila kita membandingkan kadar glukosa darah tikus putih kelompok uji fraksi etil asetat dengan kelompok kontrol positif dan kelompok glibenklamid sekilas terlihat adanya perbedaan yang mencolok. Kadar glukosa darah tikus putih kelompok uji fraksi etil asetat jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah tikus putih kelompok glibenklamid. Bahkan pada menit ke- 90 dan menit ke-120 kadar glukosa darah tikus kelompok uji fraksi etil asetat tidak berbeda jauh dengan kadar glukosa darah tikus kelompok kontrol positif. Meskipun demikian sulit mengatakan apakah fraksi etil asetat memberikan pengaruh penurunan gula darah yang signifikan atau tidak karena kadar glukosa darah awal (0 menit) berbeda cukup jauh dari kontrol positif. 49 kadar glukosa darah (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol, Fraksi n-Butanol dan Glibenklamid 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 kontrol positif fraksi n-butanol gibenklamid 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.6 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif, Kelompok Pembanding Glibenklamid dan Fraksi n-Butanol Dari Gambar 4.6 terlihat jelas bahwa kadar glukosa darah tikus putih kelompok uji fraksi n-butanol lebih tinggi daripada kadar glukosa darah tikus putih kelompok kontrol positif , walaupun kadar glukosa darah awalnya berada pada titik yang hampir berdekatan. Bila fraksi n-butanol dibandingkan dengan glibenklamid terlihat bahwa fraksi n-butanol memperlihatkan efek yang berlawanan dengan glibenklamid. Sebaliknya daripada menurunkan, fraksi butanol malah menaikkan kadar glukosa darah. 50 kadar glukosa darah (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Kontrol Positif, Fraksi Residu dan Glibenklamid 160 140 120 100 80 60 kontrol positif fraksi residu glibenklamid 40 20 0 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.7 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Kelompok Kontrol Positif, Kelompok Pembanding Glibenklamid dan Fraksi Residu Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa dengan kadar glukosa darah awal tikus putih yang berdekatan fraksi residu biji paria tidak membuat penurunan kadar glukosa darah tikus putih yang signifikan kontrol positif. Bila dibandingkan dengan bila dibandingkan dengan glibenklamid fraksi residu memperlihatkan perbedaan yang mencolok. Untuk melihat pengaruh yang representatif dari semua fraksi uji, maka dibuatlah grafik hubungan kadar glukosa darah tikus putih terhadap waktu semua fraksi biji buah Momordica charantia seperti pada Gambar 4.8. 51 Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Berbagai Fraksi 180 Kadar glukosa darah (mg/dl) 160 140 Kontrol Positif Glibenklamid 120 ekstrak metanol fraksi heksan fraksi etil asetat 100 80 fraksi butanol fraksi residu 60 40 20 0 0 30 60 90 120 waktu (menit) Gambar 4.8 Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus Putih terhadap Waktu Berbagai Fraksi Biji Buah Momordica charantia Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa kelompok uji mana saja yang memiliki kadar glukosa darah lebih rendah atau lebih tinggi daripada kelompok kontrol positif. Kelompok uji fraksi yang kadar glukosa darahnya lebih rendah daripada kontrol positif adalah kelompok pembanding glibenklamid, kelompok ekstrak metanol, fraksi heksan, dan fraksi residu. Sedangkan kelompok uji yang kadar glukosa darahnya lebih tinggi daripada kelompok kontrol positif adalah kelompok fraksi etil asetat dan butanol. Namun sampai sini kita tidak dapat menarik kesimpulan fraksi mana yang memberikan efek antihiperglikemia yang nyata dari fraksi biji buah M. charantia karena nilai glukosa darah awal (0 menit) masing- 52 masing kelompok hewan uji tidak sama di satu nilai. Untuk mengetahuinya perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus putih semua kelompok dibandingkan dengan kadar glukosa darah awal. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS untuk uji analisis varian (ANAVA) dan uji lanjutan LSD. Data hasil analisis varian (ANAVA) pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Perubahan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok I II III IV V VI VII Perubahan kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah pemberian Glukosa (mg/dl) pada waktu pengamatan (menit) 30’ 36,67 ± 28,92 10,33 ± 35,22 22,67 ± 15,70 28,00 ± 68,69 69,00 ± 46,70 27,00 ± 22,61 41,67 ± 39,40 60’ 52,00 ± 32,91 -4,33 ± 26,73 * 14,00 ± 12,29 32,67 ± 46,48 44,00 ± 40,45 48,67 ± 44,50 28,00 ± 12,53 90’ 120’ 34,67 ± 8,02 35,67 ± 12,22 -24,67 ± 6,35 * -27,33 ± 12,50* 13,67 ± 16,44 6,33 ± 17,21 * 19,00 ± 9,90 -2,00 ± 26,96 * 25,33 ± 24,01 9,00 ± 24,7 38,33 ± 23,18 27,50 ± 16,26 16,33 ± 6,03 19,67 ± 11,24 Keterangan : Kelompok I : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan suspensi tragakan 2% Kelompok II : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan glibenklamid 0,45 mg/Kg bb Kelompok III : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan ekstrak metanol biji paria 250 mg/Kg bb Kelompok IV : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan fraksi etil asetat biji paria 250 mg/Kg bb Kelompok V : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan fraksi n-butanol biji paria 250 mg/Kg bb Kelompok VI : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan fraksi residu biji paria 250 mg/Kg bb Kelompok VII : Diberi glukosa 2 g/Kg bb dan fraksi heksan biji paria 250 mg/Kg bb *) = berbeda bermakna terhadap kontrol positif pada p < 0,05 53 Nilai perubahan kadar glukosa darah tikus putih sebelum dan sesudah perlakuan dapat berharga positif dan negatif. Nilai positif berarti terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus putih di mana kadar glukosa darah tikus putih pada menit tertentu nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai glukosa darah tikus pada waktu nol menit. Nilai negatif berarti terjadi penurunan kadar glukosa darah tikus putih di mana kadar glukosa darah tikus putih pada menit tertentu nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai glukosa darah tikus pada waktu nol menit. Data di Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 95 % besarnya penurunan kadar glukosa darah tikus putih pada kelompok uji ekstrak metanol (kelompok III) memberikan perbedaan yang bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kontrol positif pada menit ke-120 . Hal ini berarti bahwa ekstrak uji metanol memberikan aktivitas antihiperglikemia yang nyata pada dosis 250 mg/kg bb. Pemberian ekstrak metanol 250 mg/kg bb menyebabkan adanya hambatan terhadap naiknya glukosa darah setelah induksi glukosa di menit 120. Hal ini menunjukkan ekstrak metanol biji buah Momordica charantia baru bekerja pada menit ke-120 setelah pemberian larutan glukosa. Tetapi aktivitas antihiperglikemia ekstrak metanol lebih kecil bila dibandingkan dengan glibenklamid. Pemberian glibenklamid kepada hewan uji mampu menurunkan kadar glukosa darah secara konsisten mulai menit ke-60 sampai menit ke-120. Selain ekstrak metanol, fraksi etil asetat juga menunjukkan aktivitas hiperglikemia yang nyata pada menit ke-90. Walaupun dari grafik pada Gambar 4.8 di awal fraksi etil asetat malah menaikkan kadar glukosa darah hewan uji 54 tetapi di akhir malah menunjukkan efek antihiperglikemia. Jadi, dalam fraksi etil asetat biji buah Momordica charantia terdapat senyawa yang mengandung gula juga mengandung senyawa aktif antihiperglikemia yang bekerja menurunkan kadar glukosa darah setelah komponen sakarida dalam fraksi etil asetat termetabolisme lebih dahulu. Pemberian ekstrak metanol dan fraksi etil asetat menyebabkan adanya hambatan terhadap naiknya glukosa darah setelah induksi glukosa dan bekerja optimum secara berturut-turut pada menit ke-90 dan menit ke-120. Namun, bila dibandingkan dengan glibenklamid terlihat bahwa efek antihiperglikemianya jauh lebih kecil dibandingkan dengan glibenklamid. Maka dari uji efek antihiperglikemia dengan metode toleransi glukosa dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol merupakan ekstrak yang memiliki aktifitas antihiperglikemia dibandingkan dengan kontrol positif dan fraksi etil asetat merupakan fraksi yang paling aktif antihiperglikemia dibandingkan dengan fraksi-fraksi lainnya. 4.4. Karakterisasi Golongan Senyawa dalam Fraksi Untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang diduga sebagai senyawa utama yang terdapat pada masing-masing fraksi maka dilakukan karakterisasi dengan menggunakan uji warna Lieberman-Burchad, pengukuran dengan menggunakan spektroskopi infra merah (FT-IR), dan HPLC. 4.4.1 Analisa Uji Warna 55 Uji warna bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada biji paria. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa pada seluruh fraksi biji M. charantia mengandung senyawa kelompok terpenoid. Hanya saja uji ini tidak dapat membedakan terpen yang tidak terglukosilasi dengan terpen yang terglukosilasi. Selain juga ditemukan adanya golongan senyawa alkaloid dan tanin pada ekstrak metanol total (Tabel 4.3). Hasil ini sesuai dengan penelusuran pustaka yang menyatakan bahwa biji M. charantia merupakan sumber terpenoid baik yang terglukosilasi dan tidak terglukosilasi. Tabel 4.3 Hasil Uji warna ekstrak biji paria Golongan senyawa Ekstrak / Fraksi Metanol Heksan Etil asetat n-butanol Residu Alkaloid √ x x x X Flavonoid X x x x X Terpenoid √ √ √ √ √ Steroid X x x x X Tanin √ x x x X Kuinon X x x x X Antosianin X x x x X Keterangan : √ = terdeteksi X = tidak terdeteksi 4.3.2 Analisa Spektum FT-IR Hasil penapisan fitokimia dengan uji warna juga didukung oleh analisa spektrum hasil pengukuran dengan menggunakan spektoskopi FT-IR. Pada spektrum IR ekstrak metanol (Lampiran 7) terlihat bahwa ekstrak ini memberikan serapan yang menunjukkan adanya serapan O-H yang kuat dan 56 melebar pada bilangan gelombang 3490,9 cm-1 yang diduga berasal dari gugus – OH pada gula. Selain itu juga ditemukan adanya serapan yang kuat pada panjang gelombang 2939,3 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur –C-H sp3 dan serapan vibrasi tekuk C-H pada bilangan gelombang 1407,9 cm -1, yang diduga berasal dari unit alifatik pada kerangka terpenoid. Selain itu juga terdapat serapan C=C pada bilangan gelombang 1631,7 cm-1 , yang menunjukkan adanya gugus fungsi alkena, seta serapan C-O pada bilangan gelombang 1049.2 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-OH atau C-O-C. Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada ekstrak metanol terdapat senyawa utama yang merupakan senyawa terpenoid baik yang terglukosilasi. Pada spektrum IR fraksi heksan (Lampiran 8) terlihat bahwa fraksi ini memberikan serapan yang menunjukkan adanya vibrasi ulur CH sp3 pada bilangan gelombang 2923,9 cm-1 dan vibrasi tekuk CH sp3 pada panjang gelombang 1461,9 cm-1 sehingga diduga fraksi mengandung unit alifatik pada terpenoid. Adanya serapan C=O pada bilangan gelombang 1712,7 cm-1 mengandung gugus karbonil pada unit terpennya. Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada fraksi heksan terdapat senyawa utama yang merupakan senyawa terpenoid nonglukosilasi. Pada spektrum IR fraksi etil asetat (Lampiran 9) terlihat bahwa fraksi ini memberikan serapan yang menunjukkan adanya serapan OH pada bilangan gelombang 3371,3 cm-1 yang diduga berasal dari gugus gula. Selain itu juga ditemukan adanya serapan vibrasi ulur CH sp3 pada panjang gelombang 2931,6 cm-1 yang diduga berasal dari unit alifatik pada kerangka terpenoid. Adanya serapan C=C pada bilangan gelombang 1639,4 cm-1, memberikan dugaan adanya 57 gugus fungsi alkena, serta serapan C-O pada bilangan gelombang 1076,2 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-OH atau C-O-C. Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada fraksi etil asetat terdapat senyawa utama yang merupakan senyawa terpenoid terglukosilasi. Pada spektrum IR fraksi n-butanol (Lampiran 10) terlihat bahwa fraksi ini memberikan serapan yang menunjukkan adanya serapan OH pada bilangan gelombang 3355,9 cm-1 , vibrasi ulur CH sp3 pada panjang gelombang 2935., cm-1 yang diduga oleh berasal dari gugus gula. Serapan C=C pada bilangan gelombang 1631,7 cm-1 dan serapan vibrasi tekuk CH pada bilangan gelombang 1407,9 cm -1 berasal dari unit alifatik terpen. Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada fraksi n-butanol terdapat senyawa utama yang merupakan senyawa terpenoid terglukosilasi. Pada spektrum IR fraksi residu (Lampiran 11) terlihat bahwa fraksi ini memberikan serapan yang menunjukkan adanya serapan OH pada bilangan gelombang 3355,9 cm-1 dari gugus –OH. Selain itu terdapat serapan vibrasi ulur CH sp3 pada panjang gelombang 2935,5 cm-1 ,serapan C=C pada bilangan gelombang 1612,4 cm-1 serapan vibrasi tekuk CH pada bilangan gelombang 1404., cm -1diduga berasal dari unit alifatik terpen. Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada fraksi residu terdapat senyawa utama yang merupakan senyawa terpenoid terglukosilasi. Perbandingan spektrum FT-IR masing-masing fraksi dapat dilihat pada Gambar 4.8. 58 Gambar 4.8 Perbandingan Spektrum FT-IR Masing-Masing Fraksi 4.3.3 Analisis Pola Kromatogram HPLC Analisa terhadap pola kromatogram HPLC (Lampiran 12 - 16) dari seluruh fraksi digunakan untuk melihat komposisi senyawa yang terdapat dalam masing-masing fraksi. Pola kromatogram dari fraksi metanol biji M. charantia (Lampiran 12) memperlihatkan satu puncak pada waktu retensi 2,40 menit. Waktu retensi yang singkat menunjukkan fraksi metanol mengandung senyawa-senyawa yang polar. Satu puncak yang terlihat pada kromatogram ekstrak metanol tidak berarti ekstrak mengandung hanya mengandung satu komponen, tetapi menunjukkan bahwa belum terjadi pemisahan yang baik di antara komponen-komponen penyusun ekstrak metanol. Tetapi dari intensitas puncak yang melebar menunjukkan bahwa ekstrak metanol mengandung komponen dalam konsentrasi yang cukup banyak. 59 Pola kromatogram fraksi heksan biji M. charantia (Lampiran 13) memperlihatkan adanya sejumlah puncak kecil pada waktu retensi 2,15 menit; 2,51menit; 4,05 menit; 5,11 menit; dan 7,45 menit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam fraksi heksan terdapat beberapa senyawa yang memiliki perbedaan kepolaran yang signifikan. Pola kromatogram HPLC dari fraksi etil asetat biji M. charantia (Lampiran 14) memperlihatkan adanya beberapa puncak namun tidak terpisah dengan baik, yaitu satu puncak pada waktu retensi 2, 17 menit, dan puncak pada waktu retensi yang berdekatan yaitu 0,41 dan 1,07 menit. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat senyawa yang memiliki kepolaran yang hampir sama dalam etil asetat. Pola kromatogram HPLC dari fraksi butanol (Lampiran 15) dan residu biji M. charantia (Lampiran 16) memperlihatkan adanya satu puncak. Hal ini menunjukkan belum adanya pemisahan yang baik yang kemungkinan besar disebabkan oleh tidak sesuainya eluen yang digunakan sebagai fasa gerak. Namun hal tersebut juga menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat dalam ekstrak butanol dan residu metanol air memiliki kepolaran yang hampir sama. Dari uji warna diketahui bahwa ekstrak metanol sebagai fraksi aktif mengandung golongan senyawa alkaloid dan terpenoid, tanin. Dari analisis FT-IR dapat diperoleh informasi bahwa ekstrak metanol mengandung senyawa golongan terpenoid terglukosilasi maupun terpenoid tidak terglukosilasi yang diteguhkan oleh kromatogram HPLC yang menunjukkan adanya senyawa polar dalam ekstrak 60 metanol. Maka dapat disimpulkan bahwa fraksi aktif metanol dari biji Momordica chrantia mengandung senyawa terpenoid terglukosilasi. Dari uji warna diketahui bahwa fraksi etil asetat sebagai fraksi aktif mengandung golongan senyawa terpenoid. Dari analisis FT-IR dapat diperoleh informasi bahwa fraksi etil asetat mengandung senyawa golongan terpenoid terglukosilasi yang diteguhkan oleh kromatogram HPLC yang menunjukkan adanya senyawa polar dalam ekstrak metanol. Maka dapat disimpulkan bahwa fraksi aktif etil asetat dari biji Momordica chrantia mengandung senyawa terpenoid terglukosilasi. 61