1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar tiroid

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelenjar tiroid memiliki peranan penting dalam homeostatis. Pada mamalia
misalnya, hormon tiroid membantu memelihara tekanan darah normal, denyut
jantung, tonus otot, pencernaan, dan fungsi dari reproduksi. Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon yang mengandung iodin (T3 dan T4) yang merangsang
pertumbuhan dan pendewasaan (Campbell et al., 2004). Thyrotropin releasing
hormone
(TRH)
merupakan
neuropeptida
yang
diproduksi
di
nukleus
paraventrikular hipotalamus, hormon ini berfungsi untuk mengontrol pelepasan
thyroid stimulating hormone dari hipofisis anterior. Thyroid stimulating hormon
(TSH) memiliki 2 hormon aktif yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Hormon T4 di dalam jaringan perifer dan otak diubah menjadi T3, meskipun T3
lebih aktif dibandingkan hormon T4, tapi hampir seluruh pengeluaran dari
kelenjar tiroid merupakan T4 (Flier et al., 2000).
Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan
makanan yaitu berupa daging yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Seekor atau
sekelompok ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama
sebagai bahan makanan seperti susu dan daging, serta hasil lainnya yang berasal
dari kulit, tulang dan kotoran yang dapat diolah sebagai pupuk kandang (Sugeng,
2007). Di Indonesia sendiri, kebutuhan akan daging sapi setiap tahun selalu
meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik,
sementara itu pemenuhan akan daging selalu tidak mencukupi, artinya jumlah
1
2
permintaan lebih tinggi daripada peningkatan daging sapi sebagai konsumsi
(Murtidjo, 2010).
Usaha peningkatan produktivitas dan perkembangan populasi sapi potong
membutuhkan kontrol khusus terhadap pemotongan sapi-sapi betina, sehingga
kelestarian populasi dapat dijaga dengan baik. Pemotongan sapi-sapi betina yang
dimaksud adalah sapi-sapi betina dalam umur produktif yaitu umur 1 tahun
sampai dengan umur ≤ 5 tahun, pada umur ini merupakan kondisi pencapaian laju
produksi puncak sapi betina untuk menghasilkan produksi yang optimal
(Soejosopoetro, 2011). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 13 Tahun
2010, tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa untuk melindungi
populasi ternak ruminansia betina produktif, harus dilakukan pencegahan
pemotongan ternak ruminansia betina produktif di RPH (Anonim, 2010).
Peningkatan populasi juga sangat tergantung pada efisiensi reproduksi sapi,
menurut Rianto (2010) ada beberapa hal yang menyebabkan peningkatan populasi
ternak terhambat yaitu jarak kelahiran yang panjang, kematian induk dan anak
yang tinggi, serta kasus pemotongan ternak betina produktif masih tinggi (Rianto,
2010). Lebih dari 90% ternak ruminanasia dipelihara oleh masyarakat perdesaan
yang kebanyakan masih minim dalam pengetahuan beternak serta kemampuan
ekonomi yang relatif rendah. Ternak –ternak di perdesaan jarang mendapat pakan
tambahan selain hijauan, karena peternak kurang menyadari pentingnya pakan
penguat. Hal ini menyebabkan status nutrisi hewan ternak rendah, dan selanjutnya
pertumbuhan serta reproduksi ternak menjadi melambat. Kemampuan reproduksi
3
ternak merupakan faktor yang menentukan perkembangan populasi (Rianto,
2010).
Pembahasan tentang folikel dan hormon estradiol pada siklus estrus telah
banyak dilakukan meskipun beberapa hal masih perlu dikaji lebih lanjut terutama
keberadaan hormon tiroid dalam perkembangan folikel. Keberadaan hormon
tiroid ini sangat berpengaruh pada sistem reproduksi, abnormalitas yang terjadi
dapat menyebabkan infertilitas karena terhambatnya pertumbuhan sehingga
menyebabkan disfungsi (Fitko et al., 1995; Airin et al., 2011). Sehingga timbul
kemungkinan adanya peranan hormon tiroid pada pengaturan steriodogenesis
dalam sel folikel ovarium (Blaszczyk et al., 2006). Penelitian ini dilakukan untuk
mendeteksi perbandingan kadar hormon tiroksin (T4) dalam serum sapi yang
berfolikel ovarium kecil yaitu berdiameter kurang dari 5 mm dan folikel ovarium
besar berdiameter lebih dari 5 mm.
Penelitian yang dilakukan Airin et al., (2011), menjelaskan hormon T3 dan
T4 berperan pada regulasi steroidogenesis folikel sapi. Kemungkinan T4 berperan
dalam menginduksi FSH untuk memproduksi progesteron oleh sel granulosa
namun tidak dominan. Hormon T3 dan T4 secara bersama-sama akan berperan
dalam sekresi LH untuk menginduksi produksi androstenedion oleh sel teka
sehingga akan dihasilkan hormon estrogen yang meningkat pada folikel.
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar hormon
tiroksin (T4) dalam serum darah sapi yang berfolikel kecil (diameter <5 mm) dan
4
serum darah sapi yang berfolikel ovarium besar (diameter >5mm) pada sapi
potong betina.
B. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pembelajaran lebih lanjut tentang fungsi serta peranan hormon T4 pada
pertumbuhan folikel ovarium.
Download