III. 3.1. KAJIAN TEORITIS INTEGRASI EKONOMI Teori Integrasi Ekonomi Integrasi dalam ilmu ekonomi pertama kali digunakan dalam konteks organisasi dalam suatu industri sebagaimana dikemukakan oleh Machlup (Jovanovic, 2006). Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri, baik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan munculnya teori Custom Union (CU) oleh Viner (1950). Tetapi definisi yang baku tentang integrasi ekonomi di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Jovanovic (2006) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi yang berkembang, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant. Tinbergen (1962) membedakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (negative integration) dan sebagai bentuk penyerahan kebijakan pada lembaga bersama (positive integration). Balassa (1961) membedakan integrasi sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda, maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi. Holzman menyatakan integrasi ekonomi sebagai situasi ketika dua kawasan menjadi satu atau mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama di antara dua kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada hambatan pergerakan barang, jasa dan faktor produksi serta adanya lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut. Dari beberapa definisi integrasi tersebut, Jovanovic (2006) menyimpulkan bahwa konsep integrasi ekonomi merupakan konsep yang cukup kompleks dan harus didefinisikan secara hati-hati. Secara umum, integrasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh sekelompok negara dalam rangka meningkatkan kemakmurannya. Dalam upaya meningkatkan kemakmuran tersebut, integrasi merupakan pilihan kebijakan yang lebih efisien dibanding apabila setiap negara melakukan upaya secara unilateral. Integrasi ekonomi juga mensyaratkan paling tidak adanya beberapa pembagian tenaga kerja dan kebebasan mobilitas barang dan jasa dalam suatu kelompok negara. Integrasi pada tingkatan yang lebih tinggi juga mensyaratkan mobilitas yang bebas atas faktor produksi dalam intra-kawasan, termasuk hambatan pergerakan faktor produksi antar area yang terintegrasi. Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan jasa serta faktor produksi tersebut sesuai dengan definisi integrasi menurut United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) maupun Pelkman (2001). UNCTAD (2006) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Sementara Pelkman (2001) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Dalam definisi ini, pengertian economic frontier berbeda dengan teritorial frontier. Alasan integrasi ekonomi didasarkan pada teori perdagangan bebas tanpa hambatan baik berupa tarif maupun non-tarif yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan, peningkatan efisiensi produksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Integrasi ekonomi memiliki prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas, atas dasar suatu kesepakatan di antara anggota yang melakukan perjanjian di antara negara-negara yang berada dalam satu kawasan maupun atas kepentingan tertentu. Integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan perdagangan hanya di antara negara anggota yang sepakat untuk membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan. Sedangkan negara yang bukan anggota masih berhak untuk menerapkan kebijakan secara sendiri apakah mereka menerapkan tarif dan non-tarif. Dalam integrasi ekonomi terjadi perlakuan diskriminatif antara negara anggota dengan negara di luar anggota integrasi ekonomi dalam melakukan perdagangan dan investasi sehingga akan memberikan dampak kreasi dan dampak diversi bagi negara anggota. Krugman (1991) memperkenalkan suatu pendekatan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi negara yang berintegrasi. Perkembangan terbaru tentang blok-blok perdagangan regional adalah dengan banyaknya perjanjian kesepakatan baru yang ditandatangani mengenai Preferential Trade Arragement (PTAs) sejak tahun 1990. PTAs adalah suatu persetujuan antar dua negara atau lebih yang memberlakukan tarif yang lebih rendah untuk produk yang diperdagangkan di antara mereka dibandingkan dengan produk yang diperdagangkan dengan negara luar.3 Meskipun terjadi perdebatan secara substansial dalam jangka pendek mengenai penyesuaian biaya dan pengurangan hambatan perdagangan, namun secara umum lebih menyepakati bahwa peningkatan keterbukaan perdagangan dalam jangka panjang memiliki dampak positif yang signifikan pada pembangunan ekonomi. Dalam konteks ini kemajuan pada kesepakatan perdagangan preferensial (PTAs) dan kesepakatan perdagangan multilateral akan memberikan implikasi penting pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dalam pembangunan dunia di masa yang akan datang. 3 Secara teoritis Solvatore (1997) 4 menguraikan integrasi ekonomi yang terdiri dari: 1. Pengaturan perdagangan preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. 3 4 Preferential trade agreements in Asia and the Oacific, Asian Development outlook 2002. Regional cooperation in Asia, hal. 178 2. Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara di luar anggota. 3. Persekutuan pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara luar yang bukan anggota. 4. Pasaran bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi yang tidak hanya membebaskan perdagangan barang, tetapi juga membebaskan arus faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal dari semua hambatan. 5. Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakankebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota yang berada dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan. Teori lain tentang integrasi ekonomi dikemukakan Balassa (1961) yang membagi proses pelaksanaan integrasi dalam enam tahap: 1. Preferential Trading Area (PTA) yaitu blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan menghilangkannya sama sekali. pengurangan tarif, namun tidak 2. Free Trade Area (FTA) suatu kawasan yang menghapuskan tarif dan kuota antar negara anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. 3. Customs Union (CU) merupakan FTA yang meniadakan hambatan pergerakan komoditi antar negara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan anggota. 4. Common Market (CM) merupakan CU yang juga meniadakan hambatan-hambatan pada pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, dan aliran modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumberdaya yang efisien. 5. Economic Union merupakan suatu CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional yang signifikan (termasuk pengambilan kebijakan struktural). 6. Total Economic Integration penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan sosial yang diikuti dengan pembentukan lembaga supra nasional, dengan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh negara anggota. Tahapan integrasi Ballasa tersebut memberikan urutan untuk keperluan analisis dan membantu memahami tambahan kebijakan yang diperlukan dalam setiap tahapan integrasi. Dalam perkembangannya, Balassa melakukan penyesuaian pada beberapa hal. Secara teoritis Balassa (1961) menunjukkan bahwa semakin tinggi tahapan integrasi ekonomi, semakin kompleks persyaratan kebijakan yang diperlukan. Balassa (1961) mengungkapkan bahwa perluasan tahapan integrasi ekonomi terdiri: (1) Regional Autarky yaitu bilateral trade agreements, (2) FTA yaitu penghapusan tarif dan kuota antara negara anggota, tarif nasional tetap ada dan diberlakukan ke negara bukan anggota, (3) Custom Union yaitu penghapusan tarif dan kuota antar negara anggota dan pengenaan tarif yang sama pada negara non-anggota, (4) Common Market dimana faktor produksi barang dan jasa bergerak bebas, (5) Economic Union yaitu harmonisasi atau koordinasi beberapa kebijakan nasional. Transfer beberapa kebijakan nasional ke level supra nasional, (6) Monetery Union yaitu pemberlakuan mata uang tunggal (single currency) dan Single Central Bank, (7) Fiscal Union yaitu harmonisasi pajak pada semua negara anggota, dan (8) Political Union yaitu lembaga demokratis pada level supranatural. Perjanjian perdagangan preferensial (PTAs) adalah kesepakatan antara dua negara atau lebih dimana tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan negara di luar anggota. 5 PTAs dapat diartikan secara luas, meliputi Regional Trading Arragement (RTAs) yang merupakan kesepakatan yang dibentuk dalam satu kawasan, kesepakatan perdagangan antar negara-negara berkembang, kesepakatan perdagangan antar kawasan dan bentuk kesepakatan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa. Bentuk kesepakatan perdagangan yang telah dibentuk telah mengarah pada perdagangan bebas seperti World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), ASEAN Free Trade Area (AFTA), Australian dan New Zealand yaitu Closer Economic Relation Trade Agreement (CER), South Pacific Regional Trade and Economic Coorporation Agreement (SPARTECA), Asian 5 Panagariya (2000) The defenition used in this chapter are generally based on tehe discussion in the paper and in Appleyard and Field (1998) Pacific Economic Coorporation (APEC), European Union (EU), North American Free Trade (NAFTA), European Free Trade Area (EFTA), Andean Pact, Economic Cooperation Organization (ECO), dan Southern Common Market (Mercosur). Secara umum, bentuk kesepakatan perdagangan antara dua negara atau lebih, baik PTAs, sistem perdagangan multilateral, sistem perdagangan dalam suatu kawasan maupun organisasi perdagangan dunia memiliki prinsip yang sama yaitu menurunkan atau menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif. Cakupan integrasinya mulai dari integrasi untuk perdagangan barang dan jasa sampai pada pasar tunggal bersama yang meliputi semua aspek ekonomi seperti perdagangan barang dan jasa, perdagangan faktor produksi, integrasi dalam moneter dan integrasi kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Tujuan yang paling mendasar dari integrasi ekonomi ini adalah meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa, meningkatkan mobilitas kapital dan tenaga kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi produksi serta meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Pembentukan integrasi ekonomi akan menciptakan dampak meningkatnya kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi, yang didasarkan pada keuntungan komparatif setiap negara. Uraian tersebut diperkuat oleh hasil kajian dari Dollar (1992), Sach and Warner (1995), Edwards (1998) dan Wacziarg (2001) bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada negara anggota. Selain itu, integrasi ekonomi juga dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas/kuantitas dari input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan keuntungan dan semakin besarnya pasar ekspor serta meningkatkan kesempatan kerja. Soloaga dan Winters (2001) yang meneliti tentang European Union menyimpulkan bahwa efek European Union terhadap arus perdagangan negara anggota sangat signifikan positif, yaitu meningkatkan volume perdagangan negara anggota. Begitu pula dengan efek dari EFTA sangat signifikan positif terhadap volume perdagangan. Dengan demikian maka integrasi ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara-negara anggota. Namun, apabila negara anggota lebih banyak berdagang dengan negara di luar kawasan integrasi ekonomi daripada menjalin hubungan dagang yang intensif dengan negara anggota maka akan terjadi penurunan volume perdagangan dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat negara anggota. Singkatnya, integrasi ekonomi dapat menimbulkan dampak kreasi dan diversi perdagangan. Secara lengkap manfaat integrasi ekonomi: (1) produksi semakin efisien yang memungkinkan terjadinya spesialisasi, sehingga produk yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif, (2) produksi meningkat akibat meningkatnya volume perdagangan, (3) posisi tawar di forum internasional makin membaik sehingga memungkinkan peningkatan volume perdagangan, (4) kualitas produk dan faktor produksi makin meningkat yang disebabkan oleh perkembangan teknologi, (5) mobilitas modal dan tenaga kerja bebas keluar masuk sesama negara anggota, dan (6) adanya koordinasi antara sesama anggota dalam kebijakan moneter dan fiskal. Kondisi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara anggota dalam satu kawasan yang terintegrasi secara ekonomi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3.2. Dampak Kreasi dan Diversi Integrasi Ekonomi Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa integrasi ekonomi menimbulkan dampak kreasi dan dampak diversi bagi perdagangan negara-negara anggota. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean (integrasi ekonomi) atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan dengan impor yang lebih efisien atau harganya lebih murah dari negara anggota lainnya. Diversi perdagangan (trade diversion) terjadi apabila impor yang (efisien) murah dari negara luar yang bukan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota karena adanya pengenaan tarif bagi negara non anggota. 6 Dampak kreasi muncul karena selisih harga dunia dengan harga dalam kawasan integrasi ekonomi sangat kecil sehingga memberi kesejahteraan yang tinggi bagi negara anggota. Sedangkan dampak diversi muncul karena selisih antara harga dunia dengan harga yang ada dalam kawasan integrasi ekonomi sangat besar sehingga dapat mengurangi kesejahteraan negara anggota. Berkaitan dengan dampak kreasi dan diversi, De Melo, Panagariya and Rodrik (1992); Bhagwati and Panagariya (1996); dan Schiff (1997), mengungkapkan bahwa dampak diversi muncul melalui perdagangan antara negara anggota integrasi dengan non anggota integrasi, dimana pola spesialisasi 6 Solvatore, Dominich (1997) Ekonomi Internasional hlm. 383 tidak optimal karena distribusi sumberdaya lintas anggota tidak representatif dari distribusi sumberdaya di dunia. Misalnya, suatu negara anggota integrasi ekonomi relatif kaya akan kapital, sementara negara lain di luar anggota kaya akan tenaga kerja (labour) maka harga produk yang intesif labour negara di luar anggota integrasi lebih murah dibanding harga produk yang sama yang diproduksi oleh negara integrasi ekonomi. Tetapi karena produk dari luar anggota dikenai tarif, maka harga yang diterima konsumen anggota integrasi menjadi mahal. Akibatnya, terjadi pengurangan kesejahteraan bagi konsumen dalam kawasan integrasi ekonomi. Hal ini menimbulkan dampak diversi yang lebih besar. Cernat (2001) menilai bahwa sebagian besar kesepakatan perdagangan regional atau Regional Trade Arrangements (RTAs) di Afrika tidak menimbulkan diversi tetapi membawa kreasi yang lebih besar. 3.3. Pengaruh Perdagangan Internasional Konsep ekonomi berpandangan bahwa persaingan akan mengharuskan perusahaan-perusahaan yang bersaing dipasar akan menciptakan efisiensi, mengembangkan dan menguasai teknologi dan banyak melakukan inovasi. Apabila terwujud persaingan bebas secara internasional maka setiap perusahaan akan dapat memanfaatkan ”economies of scale”; perusahaan bisa menjadi besar dan produksi diperluas karena perdagangan bebas dapat memperluas pasar. Manfaat adanya ”economic of scale” yang diterima suatu negara disebut manfaat dinamis (dynamic gains). 7 Teori ekonomi telah membuktikan bahwa perdagangan bebas internasional akan memperbaiki efisiensi perekonomian suatu negara dan 7 Paul R. Krugman & Mauricen Stfeld, International Economics, Theory and Practics, London Scott, Foresman & Company, 1988,206 dunia, akan mewujudkan distribusi pendapatan yang lebih baik, mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menaikan kesejahteraan ekonomi. Perdagangan bebas merupakan dasar pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan. Perdagangan yang terbuka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan mikroekonomi pada efisiensi alokasi sumberdaya, dan peningkatan tingkat persaingan di antara industri. Selain itu, perdagangan juga dapat meningkatkan variasi produk intermediate dan barang-barang modal yang tersedia serta keterbukaan jaringan komunikasi untuk pertukaran metode produksi dan praktek bisnis. Integrasi ekonomi juga telah menunjukkan dampak yang penting pada pengurangan korupsi, peningkatan respons pemerintah dan peningkatan kualitas kebijakan ekonomi. Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman and Maurice, 2003; Dunn and Mutti, 2000; Husted and Melvin, 2004). Selanjutnya, besar kecilnya kreasi perdagangan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Besaran atau ukuran ekonomi suatu kawasan. Meskipun tidak ada kriteria ukuran ekonomi yang optimal, tetapi semakin besar ukuran ekonomi sebuah kawasan akan semakin besar pasar yang tersedia sehingga semakin besar pula kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan. 2. Struktur tarif awal (intial tariffs) yang berlaku di kawasan. Semakin tinggi tingkat tarif yang berlaku sebelum integrasi, semakin besar kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan. 3. Perdagangan intra-kawasan sebelum adanya blok perdagangan. Kreasi perdagangan akan semakin besar apabila semakin tinggi perdagangan di antara negara-negara di dalam kawasan (perdagangan intra-kawasan), semakin besar kreasi perdagangan yang dapat diperoleh dari pembentukan blok perdagangan. 4. Tingkat substitusi produk. Semakin tinggi tingkat substitusi antara produkproduk yang dihasilkan di dalam kawasan dengan produk dari luar kawasan maka semakin besar kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan. 5. Tingkat pembangunan ekonomi sebelum adanya blok perdagangan. Apabila tingkat pembangunan dan pendapatan nasional negara-negara di dalam kawasan hampir sama maka keuntungan ekonomi dari sebuah blok perdagangan regional akan semakin besar. Selain itu, proses integrasi ekonomi kawasan semakin mudah dilakukan. 6. Kedekatan geografis dan sarana transportasi. Integrasi ekonomi akan mudah dilakukan apabila negara-negara di sebuah kawasan secara geografis saling berdekatan karena biaya transportasi menjadi lebih rendah apalagi tersedia infrastruktur transportasi yang baik. 7. Struktur ekonomi komplemen atau kompetisi. Keberhasilan integrasi ekonomi kawasan juga ditentukan oleh struktur ekonomi negara-negara anggota. Kreasi perdagangan akan semakin besar apabila struktur ekonomi sebelum integrasi adalah berkompetensi tetapi selanjutnya berkomplementer setelah integrasi dilakukan. Hal ini dapat diartikan bahwa sebelum integrasi, negara-negara di dalam kawasan menghasilkan produk yang mirip akibat masih tingginya tingkat tarif dan banyaknya hambatan non-tarif. Setelah integrasi, semua jenis hambatan perdagangan dihapuskan maka industri yang lebih efisien akan menggantikan yang kurang efisien dan produk yang dihasilkan lebih beragam. Industri akan berspesialisasi dan mencapai skala besar sehingga memberikan kesejahteraan yang lebih besar. Selain faktor-faktor ekonomi tersebut, keberhasilan integrasi ekonomi kawasan juga ditentukan oleh variabel non-ekonomi, seperti kesadaran negaranegara dalam kawasan untuk mencari solusi bersama guna memecahkan persoalan yang dihadapi, keinginan untuk mengakhiri konflik atau perselisihan di antara negara anggota dalam satu kawasan, dan keinginan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Selain itu, komitmen politik merupakan faktor penentu keberhasilan sebuah kerjasama ekonomi regional. Keberhasilan blok perdagangan regional memerlukan komitmen yang tinggi dari para pemimpin politik sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan. Hasil penelitian World Bank (2001) menunjukkan bahwa negara-negara NIEs seperti Singapura, Hongkong dan Korea yang mengembangkan kebijakan perdagangan yang lebih longgar terutama penurunan tarif secara berkala, telah meningkatkan volume perdagangan ketiga negara tersebut, dengan tingkat pertumbuhan ekspor manufaktur di atas 60 persen. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya perdagangan bebas maka arus barang dan jasa serta mobilitas faktor produksi dan adopsi teknologi semakin lancar melewati batas-batas negara. Hasil penelitian Tubagus dan Yose (1996) menunjukkan bahwa dampak perdagangan internasional yang semakin bebas akan menimbulkan perubahan kesejahteraan ekonomi, output sektoral, dan pola tenaga kerja di ASEAN. Dengan lebih terbukanya perdagangan internasional akan diperoleh tambahan kesejahteraan ekonomi yang semakin tinggi bagi negara yang tergabung di dalam integrasi ekonomi. World Bank (2001) melaporkan bahwa langkah-langkah liberalisasi perdagangan internasional yang dijalankan sejumlah negara berkembang di kawasan Afrika, Amerika Latin dan Asia pascaputaran GATT mulai beranjak menjadi perekonomian industri baru dengan tingkat pertumbuhan ekspor dan impor manufaktur yang cukup tinggi dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat bagi yang sungguh-sungguh melaksanakannya. 3.4. Hubungan Investasi, Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Investasi merupakan faktor penting dalam kelangsungan pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan adanya investasi maka akan tercipta kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan pasar. Jika investasi turun, kegiatan produksi turun, dengan sendirinya output pun merosot. Jika output nasional turun maka pada gilirannya laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan juga akan menurun baik dalam angka persentase pertumbuhannya sendiri maupun, yang lebih penting, dalam kualitasnya. Kegiatan investasi ini terdiri atas investasi langsung (foreign direct investment, FDI) dan investasi portofolio. Investasi portofolio meliputi investasi dalam bentuk aset keuangan, seperti obligasi, saham dan sebagainya yang dimiliki oleh investor asing dan diinvestasikan ke dalam suatu negara. Sedangkan investasi langsung adalah investasi yang dilakukan pada pabrik, barang modal, tanah dan sebagainya, dengan melakukan kontrol terhadap investasi yang dilakukan. Foreign Direct Investment (FDI) adalah kepemilikan pihak asing terhadap aset suatu negara sehingga mereka dapat melakukan pengawasan langsung terhadap penggunaan aset tersebut (Felianty, 2006). Negara penerima FDI tidak hanya menerima keuntungan berupa modal, tetapi juga akses terhadap teknologi, manajemen, pasar, international network, perubahan struktur dan export oriented. Sementara World Investment Report (1994) menyebutkan bahwa aliran FDI dari negara maju ke negara berkembang tergantung pada hubungan saling memengaruhi antara faktor ekonomi dan kebijakan pemerintah. Faktor ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi negara penerima FDI, potensi pasar yang tinggi, tenaga kerja yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup, ketersediaan infrastruktur yang lengkap dan mendukung serta apresiasi nilai tukar mata uang. Sedangkan kebijakan pemerintah yang berpengaruh adalah kebijakan pembangunan sektor swasta (private sector) yang tangguh, kebijakan pembaharuan ekonomi makro (broad economic), kebijakan melakukan liberalisasi perekonomian (economic liberalization), kebijakan melakukan swastanisasi (privatization) dan kebijakan mengintegrasikan hubungan regional (regional integration). Millberg (1999) dalam Karunia (2005) menyatakan bahwa FDI merupakan aktivitas kunci dalam aktivitas pembangunan perekonomian suatu bangsa karena FDI dapat memicu beberapa hal pokok seperti: (1) menciptakan efek promosi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (promote economic growth and development), (2) menciptakan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, (3) mempercepat penyerapan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat, (4) dapat membantu penerobosan pasar ekspor (access to export market), dan (5) mampu memberi efek positif pada neraca pembayaran. Selanjutnya, pendapat ekonom yang lain dalam menilai terjadinya aliran FDI dari suatu negara ke negara lain, yang dikenal dengan eclectic theory, menjabarkan hal pokok faktor yang menyebabkan aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya, yaitu: 1. Harus ada keunggulan kepemilikan (ownership advantage) dari perusahaan yang akan menanamkan modalnya. Keunggulan internal ini bersifat sangat spesifik untuk tiap perusahaan dan diperlukan sebagai kompensasi menjadi perusahaan asing di negara lain. Keunggulan spesifik ini dapat berupa monopoli atas suatu produk atau merek tertentu, proses produksi yang lebih efisien, keahlian manajemen dan pengetahuan yang lebih mengenai pasar atau teknik pemasaran. Faktor eksternal (negeri asal modal), seperti tingginya tingkat upah, energi yang semakin langka dan ketatnya regulasi mengenai lingkungan di dalam negeri, mendorong perusahan beroperasi di luar negeri. 2. Negara yang menjadi tempat investasi harus memiliki keunggulan-keunggulan lokasi untuk menarik calon investor asing agar menanamkan modalnya. Keunggulan lokasi ini dapat berupa potensi pasar yang besar, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang rendah, tenaga kerja yang murah, ketersediaan infrastruktur, melimpahnya sumberdaya alam, insentif yang menarik dan longgarnya peraturan mengenai pengendalian lingkungan. Keunggulan ini akan menjadi daya tarik bagi calon investor untuk mengeksploitasi potensi-potensi yang ada demi kepentingan bisnisnya. Dalam teori produksi dijelaskan bahwa semua faktor produksi memberi sumbangan terhadap pertumbuhan output. Dengan demikian peningkatan output dapat diperoleh dari peningkatan investasi (akumulasi modal) dan peningkatan penyerapan tenaga kerja, dengan asumsi input lainnya tetap (ceteris paribus). Jadi, berapa besar perubahan pertumbuhan perekonomian akibat perubahan input dapat ditentukan. Teori ekonomi juga menjelaskan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertumbuhan masing-masing input. Keseimbangan jangka panjang terjadi apabila laju pertumbuhan ekonomi sama dengan laju pertumbuhan barang modal dan laju pertambahan penyerapan tenaga kerja. Tetapi pada kenyataannya yang terjadi adalah laju pertumbuhan ekonomi lebih besar dari laju pertumbuhan modal dan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori perdagangan internasional, bahwa negara yang melakukan perdagangan internasional akan memperoleh gains from trade. Keuntungan tersebut dapat berupa peningkatan produksi barang dari faktor produksi yang melimpah, juga peningkatan konsumsi barang dan jasa yang tidak mempunyai faktor produksi yang tidak melimpah di negara tersebut. Jika suatu negara mengalami pertumbuhan maka pertumbuhan tersebut akan berdampak pada pola produksi yang ada di negara tersebut. Teori yang telah dikemukakan tersebut, menyatakan bahwa output total suatu negara merupakan fungsi dari kapital. Sedangkan teori lain menunjukkan bahwa pergerakan modal yang masuk ke suatu negara dapat meningkatkan output total negara tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Foreign Direct Investment secara teori memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa adanya capital inflow ke suatu negara dapat memperbesar output total. Dengan adanya capital inflow ini dalam bentuk Foreign Direct Investmen maka kapital tersebut akan digunakan untuk memproduksi barang yang dapat berorientasi ekspor atau memproduksi barang yang dapat (menjadi) substitusi impor. Apa pun barang yang diproduksi akan berdampak positif pada perdagangan internasional. Pramadhani, Bissoondeeal, dan Driffield (2007) dalam studinya tentang FDI, Perdagangan dan Pertumbuhan, dengan menggunakan analisis causality menyimpulkan bahwa peningkatan investasi asing di Indonesia akan meningkatkan ekspor. Peningkatan ekspor juga akan menambah FDI yang masuk. Investasi asing juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi. Alguacil, Cuadros and Orts (2002) meneliti tentang hubungan FDI, ekspor industri manufaktur dan domestic performance di Meksiko. Dengan menggunakan kausalitas disimpulkan bahwa penelitian ini bukan hanya mendukung export led growth, tetapi juga membuktikan eksistensi FDI dan pertumbuhan. Ditemukan hubungan yang signifikan terkait pengaruh FDI terhadap output yang menunjukkan bahwa FDI dapat meningkatkan perekonomian di Meksiko. Adanya hubungan signifikan antara FDI terhadap ekspor membuktikan adanya keyakinan FDI led growth yang menggambarkan perusahaan-perusahaan asing di Meksiko berorientasi ekspor. Riyadi (1998), melakukan penelitian dengan model ekonometrika, menemukan bahwa FDI inflow memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada sektor manufaktur dan sektor jasa. Sedangkan variabel-variabel ekonomi makro yang mempunyai hubungan positif dan signifikan yang memengaruhi pertumbuhan FDI inflow adalah investasi domestik dan impor. 3.5. Pengaruh Kreasi dan Diversi Investasi ”Eclectic theory” dari Dunning (1977) menyatakan bahwa FDI adalah suatu fungsi dari tiga kluster variabel, yakni: (1) spesifik perusahaan, (2) internalisasi, dan (3) keunggulan lokasional. Perusahaan harus memiliki spesifikasi perusahaan dengan keunggulan kepemilikan (ownership advantages) terhadap perusahaan lain dan harus dapat memanfaatkan keunggulan ini secara langsung dibandingkan advantages). Selain itu, menjual atau perusahaan menyewakannya harus lebih (internalization profitabel dengan mengombinasikan keunggulan ini dengan memanfaatkan sedikitnya satu input faktor luar negeri sehingga produksi lokal dapat mendominasi ekspor (locational advantages). Jika tiga tipe insentif ini tidak terjadi, suatu MNC akan lebih baik mengekspor, melakukan licensing, franchising, dibandingkan melakukan investasi dalam bentuk investasi FDI. Pengaruh regionalisme terhadap FDI dapat dimasukkan dalam traditional electic model dimana perubahan pada kebijakan komersil eksternal akan memengaruhi keunggulan lokasional. Seperti yang dinyatakan, pengaruh integrasi regional terhadap FDI adalah bermakna ganda (ambiguous): di satu sisi, integrasi regional dapat memberi efek investment creation dan efek investment diversion terhadap peningkatan FDI ke negara anggota melalui kesepakatan perdagangan preferensial. Di sisi lain, terdapat "tarif hopping" yang merupakan insentif bagi aliran FDI yang ada sebelum integrasi, dan akan terjadi penurunan capital outflow dalam bentuk FDI dari negara mitra (yaitu negara anggota dalam kesepakatan perdagangan preferensial) ketika tarif dihilangkan. Namun demikian, terdapat literatur empiris yang menguji pengaruh regionalisme terhadap FDI dalam konteks teori ini. Salah satu cara dalam mengintegrasikan investasi ke dalam model regionalisme ekonomi adalah menghubungkan diskriminasi dalam liberalisasi perdagangan dengan perubahan pada renumerasi faktor relatif, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan pada aliran investasi. Negara yang relatif berlimpah modal akan mengalami net inflow investasi dengan bunga yang relatif meningkat terhadap upah, dan sebaliknya negara yang relatif berlimpah tenaga kerja akan mengalami net capital outflow karena penurunan bunga modal relatif terhadap upah. Induksi variabel perdagangan dan pengaruh yang menyebabkan investasi telah diterapkan dalam model Dynamic Computational General Equilibrium (CGE). Namun, harga faktor relatif adalah salah satu determinan FDI dan yang lainnya seperti ukuran ekonomi, pendapatan per kapita, perubahan ekonomi di negara sumber dan penerima, jarak geografis antar negara, variabel yang terkait dengan kebijakan komersil, dan faktor keunggulan lokasional lainnya. Insentif renumerasi faktor relatif menunjukkan bahwa FDI akan mengalir dari negara dengan bunga relatif rendah ke negara dengan bunga yang relatif tinggi. Studi lain yang melihat pengaruh kawasan perdagangan regional terhadap pola FDI menggunakan teknik ad hoc, seperti mengidentifikasi keuntungan struktural pada share FDI yang mungkin terkait dengan blok perdagangan telah dilakukan Kreinin and Plummer (2002) dan Blomstrom and Kokko (1997). Kreinin and Plummer (2002) menggunakan pendekatan ini untuk Uni Eropa dan NAFTA sedangkan Blomstrom dan Kokko (1997) menggunakannya untuk kawasan perdagangan bebas AS-Kanada, NAFTA, dan MERCOSOR. Studi yang dilakukan Kreinin and Plummer (2002) menemukan tidak adanya bukti diversi investasi dan menemukan sejumlah bukti kreasi investasi. Sementara Blomstrom and Kokko (1997) menemukan bahwa pengaruh regionalisme terhadap arus FDI tergantung pada pengaruh kesepakatan terhadap lingkungan kebijakan komersil dan keunggulan lokasional dalam negara yang berintegrasi. Namun, dalam studi ini cakupanya masih terbatas yaitu tidak berusaha memodelkan skenario kontrafaktual atau tidak menggunakan pendekatan ekonomoterika pada determinan FDI. Selain kedua studi tersebut, Pain (1996) juga melakukan studi terkait pengaruh perdagangan regional terhadap pola FDI. Studi yang dilakukan Pain (1996) menggunakan panel-data disagregasi untuk mengestimasikan determinan investasi Inggris di Uni Eropa dan menemukan bukti dampak positif yang signifikan secara statistika dari EC-92 (Single Market Program) terhadap outflow FDI ke negara EU lainnya, dan juga terjadi diversi investasi dari Amerika Serikat. Akan tetapi, hasilnya hanya didasarkan pada negara sumber (Inggris) dan satu (negara) non-anggota (Amerika Serikat). 3.6 Kebijakan Doing Business dalam Investasi Krisis keuangan global telah memunculkan minat baru terhadap penataan peraturan serta penyelenggaraan fungsi kelembagaan untuk mempermudah jalannya perekonomian. Peraturan dan kelembagaan di bidang investasi dan usaha yang efektif dapat mendukung proses penyesuaian perekonomian. Investor membutuhkan kemudahan untuk mendirikan dan menutup usaha, serta fleksibilitas dalam pengerahan kembali sumberdaya yang mereka miliki. Kejelasan hak atas properti dan penguatan prasarana pasar yang dapat mendorong aliran investasi merupakan prasyarat yang harus dibenahi. Menjawab tantangan tersebut, World Bank sejak tahun 2002, memulai proyek doing business. Salah satu pemikiran yang melandasi doing business adalah bahwa kegiatan ekonomi perlu didukung oleh kebijakan yang baik. Hal tersebut mencakup peraturan yang menciptakan hak atas properti yang jelas dan mengurangi biaya penyelesaian sengketa, yang menyebabkan interaksi ekonomi menjadi lebih mudah diramal, dan peraturan yang memberi perlindungan pokok terhadap penyalahgunaan kepada para mitra kontrak. Tujuannya adalah mendorong perancangan kebijakan-kebijakan yang efisien, dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkannya dan dapat dilaksanakan dengan mudah. Sejumlah indikator doing business juga memberikan skor lebih tinggi bagi negara yang memiliki lebih banyak peraturan. Contohnya, berkenaan dengan ketentuan pengungkapan informasi yang lebih tegas untuk transaksi-transaksi dengan pihak terkait. Beberapa indikator lain memberikan skor yang lebih tinggi untuk negara yang mengambil langkah penyederhanaan dalam pelaksanaan kebijakan, seperti dalam hal proses formal pendirian usaha melalui penyelenggaraan layanan terpadu. Dalam indikator waktu dan pergerakan serta perkiraan biaya direkam berdasarkan daftar biaya resmi, yang dapat diberlakukan. Metode pengukuran yang dipergunakan oleh doing business dilandasi pada karya De Soto (2000) yang menerapkan pendekatan waktu dan pergerakan. De Soto menggunakan pendekatan tersebut tahun 1980-an untuk menunjukkan hambatan yang dihadapi dalam mendirikan pabrik garmen di daerah pinggiran kota Lima, Peru. Dari data statistik pada Tabel 7, terlihat gambaran bahwa daya saing investasi ASEAN sangat bervariasi. Singapura menempati urutan pertama selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Sementara Filipina dan Indonesia menempati posisi yang sangat tertinggal masing-masing urutan ke 122 dan 144 pada tahun 2010. Tabel 7. Perbandingan Tingkat Kemudahan Berbisnis di Beberapa Negara Asia Negara Peringkat 2006 2007 2008 Indonesia 131 135 123 Malaysia 25 25 24 Filipina 121 126 133 Singapura 2 1 1 Thailand 19 18 15 China 108 93 83 India 138 134 120 Jepang 12 11 12 Vietnam 98 104 91 Korea Selatan 23 23 30 Sumber : World Bank, Doing Business 2008, 2009, 2010. 2009 129 20 140 1 13 83 122 12 92 23 2010 122 23 144 1 12 88 133 15 93 19 Tabel 8 menyajikan peringkat komponen Doing Business tahun 2009 dan 2010. Terlihat bahwa Singapura selalu menduduki peringkat teratas, terutama dalam perekrutan pegawai dan perdagangan lintas batas. Malaysia juga menempati peringkat tertinggi dalam hal kemudahan mendapatkan kredit. Sedangkan Indonesia mendapatkan peringkat buruk dalam hal mendirikan usaha, perekrutan pegawai, perlindungan kontrak dan penutupan bisnis. Demikian halnya dengan Filipina. Tabel 8. Peringkat Komponen Doing Business Tahun 2009 dan 2010 Komponen Indonesia Negara Filipina Malaysia Singapura Thailand 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 173 161 76 23 155 162 4 4 12 55 57 61 105 109 106 111 2 2 11 13 Perekrutan Pegawai 150 149 54 61 114 115 1 1 47 52 Pendaftaran Properti Mendapat-kan Kredit Perlindung-an Bagi Investor 110 95 81 86 101 102 15 16 5 6 109 113 1 1 125 127 4 4 68 71 53 41 4 4 127 132 2 2 11 12 Membayar Pajak 119 127 21 24 126 135 5 5 82 88 Mendirikan Usaha Izin Mendirikan Bangunan Perdagang-an Lintas Batas Perlindung-an Kontrak 40 45 31 35 66 68 1 1 10 12 142 146 60 59 116 118 16 13 24 24 Penutupan Bisnis 141 142 57 57 153 153 2 2 48 48 Sumber : World Bank, Doing Business, 2010 (diolah). 3.7. Inter Industry Trade dan Intra Industry Trade Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur tingkat integrasi adalah dengan menggunakan Indeks Intensitas Perdagangan (Trade Intensity Index, TII). Tingkat integrasi kedelapan sektor prioritas di ASEAN dapat dianalisis dengan menggunakan TII, diperlukan evaluasi tentang perkembangan perdagangan antarindustri yang berbeda (inter-industry trade) dan perdagangan di antara industri yang sama atau sejenis (intra-industry trade). Sejak tahun 1980, tren perdagangan internasional mulai bergeser ke perdagangan produk yang berasal dari industri yang sama (intra-industry trade) baik pada negara maju maupun negara industri baru. Intra-industry trade terjadi bukan hanya karena adanya perbedaan teknologi atau faktor produksi yang melimpah di suatu negara sehingga memiliki keunggulan komparatif, tetapi juga karena pertimbangan skala ekonomi (Krugman and Maurice, 2003). Dengan adanya skala ekonomi, output akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar daripada peningkatan input. Akibatnya, perusahaan menjadi lebih efisien karena biaya produksi rata-rata menurun sehingga akan melakukan spesialisasi pada produk tersebut. Penyebab terjadinya intra-industry trade adalah: 1. Industrinya merupakan industri weight gaining, yang berarti bahwa produk tersebut memiliki nilai tambah seiring dengan bertambahnya kegiatan produksi. Terdapat suatu rangkaian produksi atau pasokan faktor produksi (supply chain) dimana negara yang memiliki keunggulan komparatif tertentu akan berspesialisasi pada suatu mata rantai produksi tersebut. 2. Cara produksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional (Multi National Corporation, MNC), biasanya berasal dari negara maju yang mengalokasikan segmen produksinya yang bersifat padat karya ke negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan dari upah buruh yang lebih murah. Negara berkembang yang memiliki keunggulan komparatif berupa upah buruh yang murah melakukan kegiatan produksi berupa perakitan (assembly) dari komponen suku cadang yang berasal dari MNC. Produknya di ekspor kembali ke negara MNC untuk di jual di pasar domestik negara tersebut. 3. Produk tersebut merupakan produk musiman yang (memiliki) perbedaan siklus musim antara negara-negara yang berdagang. Sebagai akibatnya, suatu negara akan memproduksi dan mengekspor produk pada satu musim, kemudian pada suatu musim yang lain negara tersebut akan mengimpor produk untuk memenuhi permintaan negara. 4. Produk tersebut harus diproduksi secara simultan, misalnya industri minyak dan turunannya. Produksi dalam industri minyak dan turunannya biasanya dilakukan melalui distilasi/penyulingan bertingkat dan kapasitas produksi untuk masing-masing produk turunannya tidak sama sehingga suatu negara yang memiliki kapasitas berlebih untuk satu produk akan mengekspor produk tersebut ke negara lain. Sebaliknya, akan mengimpor produk yang kapasitas produksinya tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan domestik. 5. Adanya entrepot trade yang biasanya terjadi pada produk yang di impor bukan untuk konsumsi domestik, melainkan untuk di ekspor kembali (re-ekspor). Negara tersebut akan memberi suatu jasa tertentu, misalnya packaging dan labeling, sebelum produk tersebut di re-ekspor. Rumus yang lazim digunakan dalam perhitungan indeks intra–industry trade adalah Gruebel–Lyold Index: ……………………………………………………(1) dimana: : indeks intra-industry trade produk k antara negara i ke negara j. : ekspor produk k dari negara i ke negara j : impor produk k oleh negara i dari negara j. Dengan mengikuti cara perhitungan tersebut, perkembangan tingkat integrasi perdagangan di ASEAN selama 10 tahun terakhir, khususnya pada delapan sektor prioritas, didominasi oleh sektor elektronik. Hal ini ditunjukkan oleh indeks IIT yang tinggi, yaitu di atas 50, dan melibatkan paling banyak negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dibandingkan dengan industri lainnya. Artinya, produk elektronik yang dihasilkan oleh negara- negara ASEAN di proses di antara negara ASEAN itu sendiri, atau dapat dikatakan bahwa ASEAN telah menjadi regional production base untuk produk tersebut. Kondisi tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa perdagangan ASEAN di dominasi oleh produk elektronik. Industri lainnya yang terintegrasi cukup tinggi dan melibatkan beberapa negara ASEAN adalah industri perikanan (Malaysia, Filipina, dan Singapura) dan produk karet (Indonesia, Malaysia, dan Filipina). 3.8. Pelajaran dari Integrasi Ekonomi Eropa Dalam upaya memperdalam integrasi ekonomi ASEAN maka referensi utama yang paling dapat digunakan adalah integrasi ekonomi Eropa yang dinilai sukses dalam proses dan implementasinya. 3.8.1. Masyarakat Ekonomi Eropa Proses integrasi yang terjadi di Uni Eropa sering dijadikan model bagi keberhasilan integrasi ekonomi di dunia. Tetapi pembentukan Uni Eropa bukan pekerjaan mudah dan cepat. Prosesnya berlansung cukup lama, dimulai oleh gagasan tentang perlunya dibentuk Dewan Eropa 1946 di Swiss. Setelah perang dunia II, keinginan mendirikan Uni Eropa semakin meningkat, didorong oleh keinginan untuk membangun kembali Eropa dan menghindari kemungkinan perang. Karena itu, dibentuklah European Coal and Steel Community (ECSC) oleh Jerman, Perancis, Italia, dan negara-negara Benelux. Tujuan ECSC Treaty adalah penghapusan berbagai hambatan perdagangan dan menciptakan suatu pasar bersama dimana produk, pekerja, dan modal dari sektor batu bara dan baja dari negara-negara anggotanya dapat bergerak dengan bebas. ECSC mulai diberlakukan tanggal 23 Juli 1952 sampai tahun 2002. Dalam rangka memperkuat Uni Eropa, pada tahun 1957 di Roma ditandatangani European Atomic Energy Community (EAEC), yang lebih dikenal dengan Euratom dan European Economic Community (EEC) atau EEC Treaty. Tujuan utama Treaty of Rome adalah penciptaan suatu pasar bersama di antara negara-negara anggotanya melalui; pertama, pencapaian suatu Custom Unions yang ditandai dengan penghapusan customs duties, import quotas dan berbagai hambatan perdagangan lainnya di antara negara anggota, serta disisi lain memberlakukan suatu Common Custom Tariff. Perjanjian tersebut mengharuskan para anggota untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) menurunkan tarif, kuota, dan hambatan lain pada perdagangan intranegara Eropa, (2) menaati tarif eksternal umum di luar EEC, (3) menjalankan aliran faktor produksi dalam EEC, (4) mengharmonisasikan kebijakan pajak, moneter, keamanan dan sosial, dan (5) menentukan kebijakan di sektor pertanian, transportasi dan persaingan industri. Perkembagan selanjutnya menunjukkan semakin terjadinya konvergensi antara perekonomian Eropa sehingga semakin perlu untuk membatasi fluktuasi nilai tukar antar mata uang mereka. Dewan Eropa akhirnya menyepakati secara lebih nyata penyatuan Eropa dalam bidang ekonomi, moneter dan politik di Maastrich, Belanda pada tahun 1992. Sejak Kesepakatan Maastrich tidak ada lagi pembatasan lalu lintas barang maupun orang di antara negara-negara Uni Eropa. Setiap orang boleh bekerja di mana saja yang mereka inginkan. Begitu pula dengan barang-barang yang diproduksi bebas diperdagangkan dan melintasi batas negara di antara negaranegara Eropa. Komisi MEE telah merumuskan kebijakan hubungan luar negeri yang komprehensif dalam rangka pasar tunggal Eropa tahun 1993. Empat policy issues yang telah disinggung adalah: (1) Eropa tahun 1993 tetap menganut sistem ekonomi/perdagangan terbuka, (2) MEE tidak akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban internasional yang diatur dalam GATT, (3) keuntungan ekonomi yang telah diperoleh tidak akan diberikan secara unilateral kepada mitra dagang tanpa mengindahkan prinsip resiprositas, dan (4) pembatasan impor tetap dilakukan pada beberapa bidang sensitif. 3.8.2. Pasar Tunggal Eropa Untuk memulai pasar tunggal Eropa ada tiga rumusan pokok yang disepakati secara bertahap yaitu penghapusan hambatan fisik, penghapusan hambatan teknis, dan penghapusan hambatan fiskal. 1. Penghapusan hambatan fisik meliputi arus lalu lintas barang, penduduk, sarana transportasi serta berbagai masalah yang menyangkut peraturan, prosedur, bea cukai, pemeriksaan imigrasi, urusan paspor dan sebagainya. 2. Penghapusan berbagai hambatan teknis meliputi lalu lintas barang, penduduk, modal, serta hambatan hukum dan administrasi. 3. Penghapusan hambatan fiskal adalah penciptaan kebijakan fiskal untuk mendekatkan perbedaan tingkat pajak di antara sesama negara anggota. Meskipun perwujudan Pasar Tunggal Eropa (PTE) sudah terlaksana pada tanggal 1 Januari 1993, lalu lintas barang belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal tersebut terutama disebabkan oleh sebagian besar direktif itu masih menunggu pengesahan di negara anggota masing-masing. Selain itu, prinsip saling mengakui dan harmonisasi standar barang dan jasa yang diperdagangkan belum seluruhnya dipatuhi perusahaan di negara-negara anggota. Terciptanya PTE meniadakan semua pengawasan dan formalitas pada batas internal ME, yang mempunyai efek segmentasi pasar yaitu meniadakan berbagai rintangan dan perdagangan dan produksi non tarif, dengan penciptaan PTE diharapkan akan memberi empat efek utama: (1) pengurangan yang mencolok dalam biaya, sebagai pemanfaatan yang lebih efisien dari berbagai macam skala ekonomi, (2) terciptanya efisiensi yang lebih baik dalam perusahaan dan tercapainya rasionalisasi merupakan akibat dari pasar yang kompetitif, (3) terjadinya penyesuaian antar industri atas dasar gerak yang lebih leluasa dari keunggulan komparatif dalam suatu pasar yang terintegrasi, dan (4) akhirnya terjadi arus inovasi dan terciptanya proses dan produk baru yang didorong oleh dinamika pasar internal Eropa yang besar. 3.8.3. Sistem Moneter Eropa European Monetary System (EMS) atau Sistem Moneter Eropa merupakan tahapan terakhir bagi terciptanya sebuah masyarakat Eropa yang bersatu. Selama delapan belas tahun antara tahun 1970 hingga 1988, telah terjadi berbagai peristiwa, di antaranya European Community telah bertambah anggotanya, dengan bergabungnya Denmark, Irlandia, Inggris, Yunani, Portugal, dan Spanyol. Di tahun 1979 dibentuk European Monetary System (EMS) yang menciptakan sistem nilai tukar tetap di antara negara anggota kecuali untuk mata uang Inggris, Poundsterling. Keberadaan EMS membantu stabilitas nilai tukar mata uang negara anggota dan mendorong negara anggota untuk menetapkan kebijakan yang ketat yang memungkinkan mereka menjaga solidaritas di antara para anggota dan mendisiplinkan perekonomian mereka. Wacana ini selanjutnya menjadi agenda dalam Single European Act pada tahun 1987 yang mengarah pada pasar bebas untuk barang, jasa, dan modal yang diharapkan akan terwujud tahun 1993. EMS yang disampaikan Komite Delor terdiri atas tiga hal: 1. European Currency Unit (ECU) atau satuan mata uang Eropa, akan menjadi satu-satunya alat transaksi di antara negara-negara anggota ME. 2. Setiap negara anggota harus menyerahkan 20 persen cadangan devisanya untuk disimpan di European Monetary Coorporation. 3. Hal paling utama adalah bahwa setiap negara anggota wajib menjaga nilai tukar yang ditetapkan, yaitu mengikuti aturan ERM hanya diperkenankan untuk berfluktuasi +/- 2.25 persen, kecuali yang ditetapkan lain. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan EMU, proses integrasi menuju EMU berjalan secara evolusioner, terdiri atas (Felianty, 2006): 1. Fase pertama pembentukan European Monetary Union (EMU) memutuskan realisasi tahap pertama economic and monetary union dimulai pada 1 Juli 1990. Pada prinsipnya tahap pertama ini akan menghapus seluruh restriksi pergerakan modal di antara negara anggota. Tahap pertama ini akan mengidentifikasi segala permasalahan dan berakhir pada tahun 1993. 2. Fase kedua yaitu pendirian EMI dan EC. Fase kedua, dimulai dengan didirikannya European Monetary Institute (EMI) pada tanggal 1 Januari 1994. EMI memiliki dua tanggung jawab, yaitu: (1) memperkuat kerjasama antar bank sentral dan koordinasi kebijakan moneter, dan (2) melakukan persiapan untuk mendirikan Bank Sentral Eropa, yang memegang kendali kebijakan moneter dan menciptakan mata uang tunggal. 3. Fase ketiga yaitu penetapan nilai tukar tetap. Tanggal 1 Januari 1999 dimulai tahap ketiga, atau tahap terakhir dalam pembentukan EMU, yang ditandai dengan penetapan nilai tukar yang tetap di antara 11 mata uang negara anggota yang bergabung dalam monetary union dan pelaksanaan kebijakan moneter adalah tanggung jawab ECB. Sehubungan dengan syarat yang ditetapkan dalam Maastricht Treaty tersebut maka dirancang kriteria untuk mencapai tingkat sustainibilitas konvergensi yang tinggi. Kriteria konvergensi ini adalah: 1. Kriteria nilai tukar mata uang: nilai tukar mata uang tiap negara anggota harus berfluktuasi pada margin kurang-lebih 2.5 persen, selama dua tahun selama masa pengujian. Sebuah negara anggota tidak dapat berinisiatif sendiri dalam melakukan devaluasi mata uangnya terhadap mata uang negara anggota lain. 2. Kriteria inflasi: tingkat inflasi rata-rata negara anggota tidak boleh lebih dari 1.5 persen di atas tingkat inflasi rata-rata dari tiga negara anggota yang memiliki indikator tingkat inflasi rata-rata yang terbaik. 3. Kriteria suku bunga: tingkat suku bunga jangka panjang rata-rata (obligasi pemerintah atau sejenisnya) negara anggota tidak boleh lebih dari 2 persen di atas tingkat suku bunga jangka panjang rata-rata tiga negara anggota yang memiliki kinerja terbaik pada indikator tingkat suku bunga jangka panjang. 4. Kriteria keuangan publik: defisit anggaran tiap negara anggota tidak boleh lebih dari 3 persen dari GDP. 3.8.4. Mata Uang Tunggal Eropa Mulai tanggal 1 Januari 1999 negara anggota Uni Eropa memberlakukan mata uang tunggal, yaitu Euro. Ada tiga alasan yang menyebabkan Eropa menggunakan mata uang tunggal. Pertama, satu mata uang dipandang sebagai persyaratan utama untuk memperlancar perdagangan dan investasi di antara negara Uni Eropa. Kedua, mata uang tunggal diyakini akan memberi suara yang lebih kuat bagi Eropa dalam menghadapi Amerika Serikat pada perekonomian global. Ketiga, mata uang tunggal akan memperkuat integrasi politik yang akan menghindarkan terjadinya kembali perang di Eropa seperti pada masa lalu. Kriteria negara anggota MEE untuk dapat bergabung dalam satu mata uang Euro adalah sebagai berikut: (1) mempunyai inflasi tidak lebih dari 1.5 persen, (2) suku bunga jangka panjang tidak lebih tinggi dari 2 persen, (3) defisit anggaran pemerintah tidak lebih tinggi dari 3 persen terhadap GDP, (4) utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60 persen terhadap GDP, (5) nilai tukar stabil dalam Sistem Moneter Eropa, (6) Bank Sentral nasional yang independen, (7) tidak boleh membayar defisit anggaran dengan mencetak uang, (8) tidak ada dana talangan untuk membayar uang yang berlebihan, dan (9) institusi keuangan tidak dapat dibujuk untuk membayar utang pemerintah. Keuntungan yang diperoleh dari pemberlakuan Euro adalah harga yang lebih rendah sebagai akibat persaingan dan transparansi harga di antara negara anggota. Harga pada berbagai negara dapat dibandingkan sehingga barang dan jasa menjadi lebih murah. Akibat pemberlakuan suatu mata uang itu adalah perdagangan intra-Uni Eropa akan bertambah besar. Euro sendiri tidak akan menyelesaikan masalah yang kini dihadapi Eropa, tetapi Euro yang stabil membuat ekonomi Uni Eropa menjadi lebih kuat. Karena hilangnya gejolak Euro akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil. 3.9. Studi Empiris Terdahulu Studi yang dilakukan Kreinin and Plummer (2008) yang menggunakan model gravity yang diperluas (augmented model gravity) untuk menangkap pengaruh dari integrasi ekonomi regional terhadap aliran FDI pada EU, NAFTA, MERCOSUR, dan ASEAN, menghasilkan tiga kesimpulan penting, yakni: (1) integrasi regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDI, yang merupakan kombinasi dari efek kreasi dan diversi investasi; (2) efek diversi investasi terjadi pada beberapa kasus, dan dengan demikian perlu mendapatkan perhatian, khususnya di antara negara berkembang yang bukan merupakan bagian dari anggota regional dengan negara maju; dan (3) FDI bertindak sebagai substitusi untuk perdagangan, meskipun pada beberapa kasus bersifat komplemen bagi perdagangan. Studi Sharma and Chua (2000) menyimpulkan bahwa perdagangan di ASEAN meningkat sesuai dengan ukuran perekonomian, dan integrasi ekonomi ASEAN tidak meningkatkan perdagangan intra-ASEAN. Namun, pada kenyataannya peningkatan pada perdagangan negara ASEAN terjadi karena perdagangan dengan negara-negara APEC. ASEAN dapat menghasilkan suatu keuntungan lebih besar dalam perdagangan dengan pengurangan hambatan perdagangan secara unilateral dan multilateral di antara anggota maupun dengan negara di kawasan Asia Pasifik. Cernat (2001) melakukan studi tentang pengaruh kesepakatan perdagangan pada negara-negara berkembang. Model yang digunakan adalah model gravity dengan melibatkan dua variabel dummy intra-RTA dan ekstra-RTA yang dianggap menggambarkan dampak diversi dan dampak kreasi dari integrasi ekonomi. Dalam studi ini disimpulkan bahwa pengaruh kreasi integrasi ekonomi RTAs bagi negara berkembang lebih besar dibanding dampak diversi. Begitu pula integrasi ekonomi UE, AFTA, COMESA, SADC menimbulkan pengaruh kreasi. MERCOSUR, Andean Community, ECOWAS menciptakan pengaruh diversi, dan NAFTA dan CRICOM memberikan kesimpulan yang tidak jelas. Kim, et al. (2003) meneliti faktor-faktor yang menentukan pola perdagangan bilateral dengan menggunakan persamaan model gravity dinamis pada 10 negara Uni Eropa. Kesimpulan mereka menunjukkan bahwa masuknya FDI pada industri-industri skala besar akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi dibanding dengan impor di dalam industri sektor ini dan sebaliknya, tingkat pertumbuhan pendapatan secara relatif menyebabkan tingginya pertumbuhan impor dari ekspor pada sektor makanan dan pertanian. Lee and Shin (2005) melakukan penelitian mengenai integrasi regional Asia Timur. Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa bentuk RTA antara negara yang diperkirakan secara geografis berdekatan (diukur oleh jarak atau border) maka secara signifikan perdagangan akan meningkat di antara negaranegara anggotanya. Mereka juga menemukan bahwa letak geografis akan memberi kontribusi terhadap peningkatan perdagangan antara negara dan rest of the world, dan lebih lanjut menyatakan bahwa RTA Asia Timur sepertinya dapat menciptakan (creation) tambahan perdagangan antara negara anggota tanpa mengurangi perdagangan dari non-anggota. Frankel (1997) menemukan koefisien kreasi perdagangan integrasi ekonomi ANDEAN negatif dan tidak signifikan untuk tahun 1960-an dan 1970-an dan positif kreasi perdagangan tahun 1992. Sementara, Amjadi dan Winters (1997) meneliti integrasi ekonomi MERCOSUR menyimpulkan bahwa dengan adanya integrasi ekonomi maka transportation cost perdagangan masing-masing anggota lebih rendah sehingga memperoleh manfaat net welfare bagi anggota MERCOSUR. Studi lain yang fokus pada NAFTA menemukan bahwa efek perdagangan NAFTA mixed dan tidak signifikan untuk extra trade dan intra trade (Wall, 2000; Krueger, 1999). Robert (2004) menggunakan model gravity untuk menjelaskan FTA CinaASEAN (CAFTA). Estimasi dilakukan dengan teknik pendugaan OLS. Dari hasil estimasi menunjukkan bahwa ukuran ekonomi (GDP) dan jarak antara negara secara signifikan memengaruhi perdagangan antara Cina dan ASEAN. Dalam model ini, biaya perdagangan atau biaya transport diproksi dengan jarak antara, yang menyatakan bahwa semakin jauh jarak antara negara anggotanya maka tingkat perdagangan antara negara anggotanya akan menurun. Glick and Rose (2001) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh currency union terhadap perdagangan. Estimasi model gravity dilakukan dengan teknik pooled, random, dan fixed effect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien currency union (CU) yang diproksi dengan variabel dummy, dimana nilai CU = 1 jika negara menggunakan mata uang yang sama, dan CU = 0 untuk yang lainnya. Hasilnya mengindikasikan bahwa negara yang berdagang dengan mitra dagangnya yang menggunakan mata uang bersama masing-masing dapat meningkatkan volume perdagangan untuk masing-masing negara. Hasil penelitian Wiranta (1996) mengenai perkembangan perdagangan di kawasan ASEAN dan pengaruhnya terhadap Indonesia menyimpulkan bahwa perdagangan kawasan dengan dunia luar memperlihatkan peningkatan yang cukup cepat, namun perdagangan intra-ASEAN meningkat jauh lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama ekonomi kawasan memperlihatkan hasil yang positif dalam meningkatkan perdagangan intra-ASEAN meskipun lebih kecil dibanding perdagangan ekstra-ASEAN. Studi yang dilakukan oleh Tubagus dan Yose (1996) tentang liberalisasi perdagangan dunia dan bagaimana manfaatnya bagi ASEAN, menunjukkan bahwa dengan lebih terbukanya liberalisasi perdagangan internasional akan diperoleh tambahan kesejahteraan ekonomi yang semakin tinggi. Negara-negara yang bergabung dalam APEC dan AFTA akan mendapatkan manfaat tambahan dari liberalisasi, tapi tanpa bergabung dengan WTO keuntungannya akan sedikit saja. Selain itu, Lapipi (2004) menemukan bahwa efek integrasi ekonomi terhadap volume perdagangan intra-ASEAN relatif kecil dibandingkan efek integrasi ekonomi APEC terhadap perdagangan negara ASEAN. Keterlibatan anggota ASEAN dalam integrasi ASEAN belum memberikan efek kreasi, namun keterlibatannya dalam integrasi ekonomi APEC telah memberikan efek kreasi. Bussiere, Fidmurc and Schantz (2005) meneliti tentang integrasi perdagangan dari Central and Eastern European Countries (CEES) dengan menggunakan model gravity. Data yang digunakan adalah time series dan crosssection yang digabung jadi pooled data. Datanya dimulai dari tahun 1980-2003. Hasilnya menunjukkan hasil konvergen ke arah tingkat perdagangan normal karena dekatnya letak geografis mereka dengan penggunaan area Euro dan juga karena tingkat GDP mereka yang lebih kecil. Negara-negara tersebut secara alami memiliki peran yang penting terhadap share perdagangan Uni Eropa. Carillo dan Li (2002) melakukan penelitian menggunakan model persamaan gravity untuk menjelaskan pengaruh Andean Community (AC) dan MERCUSOR terhadap perdagangan intra-region dan intra-industri pada periode 1980-1997. Hasilnya menunjukkan market size dan distance, AC Preferential Trade Area (PTA) memiliki pengaruh signifikan terhadap kedua produk diferensiasi dan produk pilihan, terutama pada barang-barang capital intensive. Sebaliknya, PTA Mercusor hanya memiliki pengaruh terhadap kapital intensif sub-kategori dari produk-produk pilihan yang diteliti. Beberapa studi tersebut menyimpulkan bahwa integrasi ekonomi memberi pengaruh pada peningkatan volume perdagangan, peningkatan produksi, peningkatan efisiensi, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan daya saing dan penurunan cost. Analisis kualitatif Frankel and Rose (1996) dalam penelitiannya yang menggunakan data dari 21 negara industri menemukan bahwa semakin tinggi level bilateral trade, akan semakin besar korelasi dari siklus bisnis antara negara. Ditemukan pula bahwa di 10 negara Asia Timur, fluktuasi perekonomian lebih terkonsentrasi ketika ketergantungan perdagangan semakin besar di suatu wilayah. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi volume perdagangan maka semakin mudah untuk membentuk Currency Union. Shin and Wang (2003) menemukan bahwa intra industry trade adalah jalur utama dari sinkronnya siklus bisnis Korea dan 11 negara di Asia lainnya, walaupun peningkatan dalam perdagangan itu sendiri belum tentu diikuti dengan peningkatan dalam koherensi siklus bisnis. Dalam kaitan intra industry trade sebagai prasyarat Currency Union, Arif and Tan (1992) menemukan bahwa didalam perdagangan antar negara ASEAN pangsa intra industry trade sebesar 96 persen dan inter industry trade hanya sebesar 4 persen. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Lapipi (2004) yang menemukan hal yang sama bahwa perdagangan di ASEAN didominasi oleh fenomena intra industry trade sebesar 96 persen. Pramadhani, Bissoondeeal, dan Driffield (2007) dalam studinya tentang FDI, perdagangan dan pertumbuhan, dengan menggunakan analisis causality mengatakankan bahwa peningkatan investasi asing di Indonesia akan meningkatkan ekspor, peningkatan ekspor juga akan menambah FDI yang masuk. Investasi asing juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi. Alguacil, Cuadros and Orts (2002) meneliti hubungan FDI, ekspor industri manufaktur dan domestic performance di Meksiko. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan hubungan yang signifikan antara pengaruh FDI terhadap output yang menunjukkan bahwa FDI dapat meningkatkan perekonomian di Meksiko. Adanya hubungan signifikan antara FDI terhadap ekspor membuktikan adanya keyakinan FDI led growth yang menggambarkan perusahaan-perusahaan asing di Meksiko berorientasi ekspor. Riyadi (1998) melakukan penelitian dengan model ekonometrika, menemukan bahwa FDI inflow memberi kontribusi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni sektor manufaktur dan sektor jasa. Sedangkan variabel-variabel ekonomi makro yang mempunyai hubungan positif dan signifikan yang memengaruhi pertumbuhan FDI inflow adalah investasi domestik dan impor. Studi lain yang melihat pengaruh kawasan perdagangan regional terhadap pola FDI telah dilakukan Kreinin and Plummer (2002) menggunakan pendekatan ini untuk Uni Eropa dan NAFTA. Blomstrom dan Kokko (1997) menggunakannya untuk kawasan perdagangan bebas Amerika Serikat-Kanada, NAFTA, dan MERCOSOR. Kreinin and Plummer (2002) menemukan tidak adanya bukti diversi investasi dan menemukan sejumlah bukti kreasi investasi. Sementara, Blomstrom dan Kokko (1997) menemukan bahwa pengaruh regionalisme terhadap arus FDI tergantung pada pengaruh kesepakatan terhadap lingkungan kebijakan komersil dan keunggulan lokasional dalam negara yang berintegrasi. Studi ini cakupannya masih terbatas, yaitu tidak berusaha memodelkan skenario kontra faktual atau tidak menggunakan pendekatan ekonomoterika pada determinan FDI. Pain (1996) menggunakan panel-data disagregasi untuk mengestimasikan determinan investasi Inggris di Uni Eropa dan menemukan bukti pengaruh positif yang signifikan secara statistika terhadap outflow FDI ke negara Uni Eropa lainnya dan terjadi diversi FDI dari Amerika Serikat. Hasilnya hanya didasarkan pada negara sumber Inggris dan satu lagi Amerika Serikat. 3.10. Kerangka Pemikiran Disertasi Integrasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan internasional adalah cerita keberhasilan dan kesuksesan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi global tersebut berlangsung sangat cepat dan terintegrasi, mendorong peningkatan efisiensi ekonomi untuk memperoleh daya saing yang tinggi. Hambatan dalam kegiatan ekonomi mulai dikurangi bahkan dihilangkan terutama dalam kegiatan investasi dan perdagangan terhadap barang maupun jasa, dengan membentuk World Trade Organization (WTO). Pada awalnya WTO diperkirakan akan berjalan mulus, ternyata dalam perkembangannya mengalami berbagai kendala dan kegagalan. Penyebabnya adalah belum siapnya negara anggota menjalankan kesepakatan WTO. Dalam rangka mempersiapkan diri dalam WTO, beberapa negara di dunia membentuk blok-blok ekonomi berdasarkan batas wilayah dan rumpun untuk memperkuat ekonomi seperti Uni Eropa, NAFTA, MERCOSUR, ASEAN dan lainnya. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi dan daya saing ekonomi negara anggota. Beberapa kawasan integrasi ekonomi dunia disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Kawasan Integrasi Ekonomi Dunia AFTA ASEAN Free Trade Area CSN Danean Community CSN ASEAN Association Of South East Asian Nations CER Closer Economic Relations Trade Agreement ECO Economic Coorperation Organisations EFTA European Free Trade Association EU European Union NAFTA North American Free Trade Agreement SAPTA Preferential Trade Arrangement SPAR TECA South Pacific Regional Trade dan Economic Cooperation Sumber : Clarete, Ramon, C. Edmonds and J.S. Wallack (2003) Kesuksesan pelaksanaan integrasi ekonomi Uni Eropa sampai tahapan yang sangat maju, telah mendorong berkembangnya integrasi ekonomi pada beberapa kawasan lainnya mulai dari kerjasama ekonomi bilateral sampai pada kerjasama pada satu kawasan yang lebih luas, baik pada skala ekonomi yang kecil maupun dalam skala integrasi ekonomi yang lebih luas. Persaingan antar kawasan kerjasama ekonomi mulai berkembang yang mengarah pada efisiensi ekonomi kawasan. Perbandingan kawasan ASEAN dengan kawasan integrasi ekonomi lainnya dalam size ekonomi dan GDP disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan ASEAN dengan Kawasan Integrasi Ekonomi Lain Badan Populasi UE 456 285 839 ASEAN 553 900 000 NAFTA 430 495 039 CSN 366 669 975 CINA 1.306 847 624 INDIA 1.102 600 000 Amerika Serikat 296 900 571 Sumber : ASEAN Secretariat (2008). GDP (PPP) 11 064 752 2 172 000 12 889 900 2 635 349 7 249 000 3 433 000 11 190 000 GDP (PPP) Per Kapita 24.249 4.044 29.942 7.187 5.200 3.100 39.100 Negara Anggota 25 10 3 12 33 35 50 Kondisi tersebut mendorong pembentukan kerjasama negara-negara ASEAN sejak tahun 1967. Krisis ekonomi yang melanda negara pada kawasan Asia Timur, semakin memantapkan langkah negara ASEAN untuk menjalankan integrasi ekonomi yang lebih luas. Kemungkinan pelaksanaan integrasi keuangan dan integrasi moneter menjadi cita-cita negara ASEAN yang dipandang dapat meningkatkan daya tahan ekonomi negara anggotanya. Kerangka pemikiran penelitian disertasi ini secara singkat disajikan pada gambar 1. Globalisasi Ekonomi Daya saing ekonomi WTO Kegagalan WTO Persaingan Ekonomi Regional Regionalisasi Ekonomi Uni Eropa NAFTA APEC ASEAN Free Trade (Penghapusan Tarif) Barang dan Jasa Keberhasilan EMU Krisis Ekonomi 98 Integrasi Free Factor Mobility Modal Tenaga Kerja Investasi Perdagangan - TII Open GDP Populasi FDI Tax Real Exchange Rate Interest Rate APEC Efek Kreasi - GDP Trade Population Distance Size Open Real Exchange Rate Interest Rate Cina, India, UE, APEC, NAFTA Efek Diversi GDP (Gross Domestic Product) / Output Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Disertasi Integrasi ekonomi ASEAN yang lebih luas, diharapkan dapat menciptakan free mobility factor (modal dan tenaga kerja) dan terjadi pembebasan tarif barang dan jasa bagi negara ASEAN yang berdampak pada peningkatan volume perdagangan, peningkatan investasi, efisiensi produksi dan efisiensi alokasi sumberdaya dan peningkatan pendapatan faktor. Penghapusan hambatan perdagangan dan investasi serta penyatuan dalam pasar keuangan dan penyatuan moneter akan memberi dampak kreasi bagi negara-negara anggota ASEAN sekaligus dapat memberikan efek diversi bagi negara-negara anggota. Pengaruh diversi muncul karena adanya proteksi bagi negara non-anggota ASEAN yang lebih efisien dalam kegiatan produksi barang dan jasa. Dampak akhir yang diharapkan dalam integrasi ekonomi ASEAN adalah pertumbuhan output yang diukur dengan pertumbuhan GDP masing-masing negara anggota sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggota integrasi.