CONSULTATIVE PAPER PENYEMPURNAAN KERANGKA COUNTERPARTY CREDIT RISK BASEL II DAN III DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN OTORITAS JASA KEUANGAN 2015 i KATA PENGANTAR Krisis keuangan global tahun 2008 lalu memberikan salah satu pelajaran berharga dimana transaksi derivatif, terutama Over-The-Counter (OTC) Derivatives menjadi salah satu penyebab krisis yang berdampak luas dan mendalam terhadap kondisi sistem keuangan dunia. Sebagai respon terhadap krisis keuangan global tersebut, G20 berkomitmen untuk meningkatkan praktek pengaturan dan pengawasan terhadap derivatif, terutama Over-The-Counter (OTC) Derivatives sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan global. Pada bulan Juni 2006, dokumen kerangka Basel II yang salah satu bagiannya merupakan standar pengaturan Counterparty Credit Risk (CCR) bagi bank telah dipublikasikan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS). Kemudian pada bulan Juni 2011, BCBS kembali menerbitkan dokumen kerangka Basel III yang salah satu bagiannya bertujuan untuk mereformasi dan memperkuat kerangka pengaturan CCR yang ada di Basel II. Kerangka CCR bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bank dalam menghadapi risiko pada transaksi apabila counterparty mengalami default/gagal dalam memenuhi kewajibannya sebelum penyelesaian akhir dari arus kas pada transaksi tersebut. Indonesia sebagai anggota BCBS memiliki komitmen untuk mengadopsi kerangka Basel II dan III termasuk kerangka CCR yang dikeluarkan BCBS dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap perbankan nasional. Oleh karena itu penerapan kerangka CCR di Indonesia akan dilakukan secara berhati-hati, dengan beberapa penyesuaian agar sesuai dengan kondisi nasional. Consultative Paper (CP) ini diterbitkan dengan tujuan untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak mengenai penyempurnaan kerangka CCR di Indonesia agar sesuai dengan Basel II dan Basel III. Masukan dari berbagai pihak tersebut tentunya diharapkan sebelum regulasi terhadap penyempurnaan kerangka CCR di Indonesia diterbitkan. Sebagai bagian dari pengaturan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usaha perbankan, OJK memandang bahwa perlu melakukan langkah-langkah untuk menyiapkan implementasi kerangka CCR dengan baik agar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan dan berkontribusi positif dalam perkembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Jakarta, Desember 2015 ii CONSULTATIVE PAPER PENYEMPURNAAN KERANGKA COUNTERPARTY CREDIT RISK BASEL II DAN BASEL III Pendahuluan i. Global Financial Crisis tahun 2008 silam memberikan salah satu pelajaran berharga dimana lemahnya regulasi dan pengawasan terhadap derivatif menjadi salah satu penyebab krisis yang berdampak mendalam dalam skala global tersebut. Pengalaman dalam krisis tersebut menunjukkan bahwa meskipun pengaturan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas over-thecounter derivatives sudah diberlakukan, masih terdapat beberapa kelemahan yang belum terantisipasi sehingga menjadi salah satu pemicu terjadinya krisis tersebut. ii. Terkait agenda peningkatan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas over-the-counter (OTC) derivatives, penyempurnaan terhadap kerangka Counterparty Credit Risk (CCR) yang ada dalam peraturan di Indonesia perlu disempurnakan agar sesuai dengan kerangka Basel II dan Basel III sebagaimana diamanatkan oleh BCBS (Basel Committee on Banking Supervision) yang berlaku secara internasional. Beberapa penyempurnaan yang diterapkan dalam dokumen Basel II dan Basel III tersebut adalah Manajemen Risiko CCR, Perlakuan terhadap CCR pada Trading Book, Perhitungan Credit Valuation Adjustment (CVA), Wrong Way Risk, Collateralised Counterparties dan Margin Period of Risk serta Mengatasi Ketergantungan pada Peringkat Kredit Eksternal dan meminimalkan Cliff Effect. 1. Manajemen Risiko CCR 1.1 Karena Counterparty Credit Risk (CCR) merupakan bentuk risiko kredit, hal ini akan mencakup pemenuhan standar kerangka tersebut mengenai pendekatan untuk melakukan stress testing, "risiko residual" yang terkait dengan teknik mitigasi risiko kredit, dan konsentrasi kredit. 1.2 Bank harus memiliki kebijakan, proses dan sistem manajemen CCR yang secara konseptual baik dan diimplementasikan dengan integritas relatif terhadap kecanggihan dan kompleksitas dari kepemilikan suatu perusahaan terhadap eksposur yang menimbulkan CCR. Sebuah kerangka kerja manajemen CCR yang baik meliputi identifikasi, pengukuran, manajemen, persetujuan dan pelaporan internal CCR. 1.3 Kebijakan manajemen risiko bank harus memperhatikan risiko pasar, likuiditas, hukum dan risiko operasional yang dapat terkait dengan CCR dan, sejauh memungkinkan, hubungan timbal balik antara risiko tersebut. Bank tidak boleh melakukan bisnis dengan counterparty tanpa menilai kelayakan kredit dari counterparty tersebut dan harus memperhitungkan akibat dari risiko kredit yang bersifat settlement dan pre-settlement. Risiko ini harus dikelola secara komprehensif dan praktis di tingkat counterparty (menggabungkan eksposur counterparty dengan eksposur kredit lain) dan di tingkat firm-wide. 1.4 Direksi dan manajemen senior harus secara aktif terlibat dalam proses pengendalian CCR dan harus menganggap hal ini sebagai aspek penting dari bisnis dimana sumber daya yang signifikan perlu dicurahkan. Manajemen senior juga harus mempertimbangkan ketidakpastian lingkungan pasar (misalnya waktu realisasi agunan) dan masalah operasional (misalnya penyimpangan pricing feed) dan menyadari bagaimana hal tersebut tercermin dalam model. 1 1.5 Bank harus melakukan pelaporan internal terhadap eksposur CCR yang dimiliki Bank secara harian dan laporan tersebut harus direview oleh tingkat manajemen dengan senioritas dan wewenang yang cukup untuk melakukan pengurangan terhadap posisi yang dimiliki oleh manajer kredit individual atau trader dan pengurangan terhadap keseluruhan eksposur CCR yang dimiliki perusahaan. 1.6 Sistem manajemen CCR bank harus digunakan secara bersama-sama dengan limit internal dalam aktivitas pemberian kredit dan aktivitas trading. Dalam hal ini, limit dalam aktivitas pemberian kredit dan aktivitas trading harus terhubung dengan model pengukuran risiko perusahaan dengan cara yang konsisten dari waktu ke waktu dan dapat dipahami dengan baik oleh manajer kredit, trader dan manajemen senior. 1.7 Pengukuran terhadap CCR harus mencakup pemantauan secara harian dan penggunaan line kredit intra-day. Bank harus mengukur eksposur terkini secara gross maupun net terhadap agunan yang dimiliki dimana ukuran tersebut sesuai dan bermakna (misalnya OTC derivatif, margin lending, dll). Pengukuran dan pemantauan eksposur tertinggi atau Potential Future Exposure (PFE) pada tingkat kepercayaan yang dipilih oleh bank baik di tingkat portofolio dan counterparty merupakan salah satu unsur dari sistem pemantauan limit yang kuat. 1.8 Bank harus memiliki program stress testing yang rutin dan ketat sebagai suplemen untuk analisis CCR berdasarkan output secara harian dari model pengukuran risiko perusahaan. Hasil stress testing tersebut harus ditinjau secara berkala oleh manajemen senior dan harus tercermin dalam kebijakan dan limit CCR yang ditetapkan oleh manajemen dan dewan direksi. Apabila stress test menunjukkan kerentanan tertentu untuk kondisi tertentu, manajemen harus secara eksplisit mempertimbangkan strategi manajemen risiko yang sesuai (misalnya dengan lindung nilai, atau mengurangi eksposur perusahaan). 1.9 Bank harus memiliki rutinitas untuk memastikan kepatuhan dengan satu set dokumentasi kebijakan internal, kontrol dan prosedur mengenai pengoperasian sistem manajemen CCR. Sistem manajemen CCR perusahaan tersebut harus didokumentasikan dengan baik, misalnya, melalui petunjuk manajemen risiko yang menjelaskan prinsip-prinsip dasar sistem manajemen risiko dan yang memberikan penjelasan mengenai teknik empiris yang digunakan untuk mengukur CCR. 1.10 Bank harus melaporkan Pengungkapan Umum untuk eksposur yang terkait dengan counterparty credit risk sebagai tambahan dari pengungkapan yang diwajibkan menurut SE OJK No. 11/SEOJK.03/2015 yang mengacu pada Tabel berikut: 2 Pengungkapan Kualitatif (a) Pengungkapan Kuantitatif (b) (c) Pengungkapan Kualitatif terkait derivatif dan CCR sebagaimana tertuang pada SE OJK No. 11/SEOJK.03/2015 yang setidaknya mencakup: Pembahasan mengenai metodologi yang digunakan untuk menghitung economic capital dan credit limits untuk counterparty credit exposures Pembahasan mengenai kebijakan dalam mengamankan agunan dan penyediaan credit reserves Pembahasan mengenai kebijakan dalam wrong-way risk exposures Pembahasan mengenai dampak dari jumlah agunan yang harus disediakan oleh bank terkait adanya penurunan credit rating Gross positive fair value dari kontrak, netting benefit, netted current credit exposure, agunan yang ditahan oleh bank (termasuk jenis agunan, misalnya uang tunai, surat berharga pemerintah, dan lainnya) dan net derivative credit exposure1. Kemudian laporan mengenai pengukuran exposure at default, atau jumlah eksposur, yang digunakan untuk menghitung ATMR menurut SE 13/6/DPNP. Notional value dari credit derivative hedges, dan komposisi dari eksposur kredit terkini berdasarkan jenis eksposur kredit2. Transaksi derivatif kredit yang menyebabkan adanya eksposur CCR (notional value) yang disegregasikan antara penggunaan untuk portfolio kredit yang dimiliki oleh bank, dan penggunaannya dalam aktivitas intermediasi, termasuk komposisi dari produk derivatif kredit yang digunakan3, yang dipilah berdasarkan protection bought dan protection sold pada setiap kelompok produk. 2. Perlakuan terhadap CCR pada Trading Book 2.1 Bank diharuskan menghitung beban modal untuk counterparty credit risk pada OTC derivatif, transaksi repo dan transaksi lainnya yang berada di trading book secara terpisah dari beban modal untuk risiko pasar umum dan risiko spesifik. Bobot risiko yang akan digunakan dalam perhitungan ini harus konsisten dengan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan modal pada banking book. Dengan demikian, karena bank telah menggunakan pendekatan standar dalam banking book, maka akan menggunakan bobot risiko berdasarkan pendekatan standar pada trading book. 2.2 Beban modal untuk counterparty credit risk pada transaksi credit derivative yang bersifat single name dalam trading book akan dihitung dengan menggunakan potential future exposure add-on factors berikut ini: 1 Net credit exposure adalah eksposur kredit pada transaksi derivatif setelah memperhitungkan pengaruh dari legally enforceable netting agreements dan collateral arrangements. Notional amount dari credit derivative hedges akan memberikan peringatan kepada pelaku pasar akan perlunya mitigasi risiko kredit tambahan yang diperlukan. 2 Ini dapat mencakup interest rate contracts, FX contracts, equity contracts, derivatif kredit, dan komoditas/kontrak lainnya. 3 Ini dapat mencakup Credit Default Swaps, Total Return Swaps, Credit Options dan lainnya. 3 Keterangan: 1. Tidak ada perbedaan berdasarkan pada sisa jatuh tempo. 2. Definisi "qualifying" adalah kategori yang mencakup surat berharga yang diterbitkan oleh entitas sektor publik dan multilateral development bank, ditambah dengan surat berharga lain yang: * Memiliki rating investment-grade oleh sedikitnya dua lembaga pemeringkat yang ditetapkan OJK; atau * Memiliki rating investment-grade oleh satu lembaga pemeringkat dan tidak kurang dari investment-grade oleh lembaga pemeringkat lainnya yang ditetapkan oleh OJK * Dengan persetujuan OJK, tidak memiliki rating, namun dinilai setara dengan investment-grade oleh bank yang melaporkan dan penerbit memiliki surat berharga yang terdaftar dalam bursa yang diakui. ** Penjual proteksi dari credit default swap hanya dikenakan faktor add-on dimana faktor add-on tersebut bergantung pada closeout pada saat pembeli proteksi mengalami kebangkrutan sementara aset yang mendasarinya masih mampu untuk memenuhi kewajibannya. Add-on tersebut kemudian harus dibatasi dengan jumlah premi yang belum dibayar. 3. Perhitungan Credit Valuation Adjustment 3.1 Selain meningkatkan kualitas dan kuantitas permodalan, perlu untuk memastikan bahwa semua risiko yang material telah diperhitungkan dalam kerangka permodalan. Kegagalan untuk memperhitungkan risiko on-dan off-balance sheet yang utama, serta eksposur terkait derivatif, merupakan faktor kunci yang memperparah krisis. Bagian ini menguraikan reformasi kerangka counterparty credit risk, yang berlaku efektif pada 1 Januari 2013. 3.2 Selain kebutuhan modal untuk risiko gagal bayar dalam counterparty credit risk (CCR) yang ditentukan berdasarkan pendekatan standar untuk risiko kredit, bank harus menambah beban modal untuk menutupi risiko kerugian mark-to-market pada expected counterparty risk. Kerugian ini dikenal sebagai credit value adjustments (CVA) untuk OTC derivatives. Beban modal untuk CVA akan dihitung dengan cara yang ditetapkan di bawah ini. Sebuah bank tidak diharuskan untuk memasukkan dalam beban modal untuk securities financing transactions (SFT), kecuali pengawas menetapkan bahwa eksposur kerugian CVA yang dimiliki bank yang berasal dari transaksi SFT adalah material. 3.3 Bank harus menghitung beban modal portofolio untuk CVA dengan menggunakan rumus berikut: 4 √ √(∑ ) ∑ dimana: a. adalah rentang waktu terjadinya risiko selama satu tahun (dalam satuan tahun), = 1. b. adalah bobot yang berlaku untuk counterparty 'i'. Counterparty 'i' harus dipetakan ke salah satu dari tujuh bobot wi berdasarkan rating eksternal, seperti yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Ketika counterparty tidak memiliki peringkat eksternal, bank harus memetakan peringkat ke peringkat terendah pada peringkat eksternal tersebut. c. adalah tagihan bersih total pada counterparty ‘i’ untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC) sebagaimana diatur dalam bagian II.C.3.a pada SE BI No 13/6/DPNP. Eksposur harus didiskontokan dengan menerapkan faktor (1-exp (-0,05 * Mi)) / (0,05 * Mi). d. Mi adalah jangka waktu efektif dari transaksi dengan counterparty 'i'. Mi adalah jumlah rata-rata tertimbang jangka waktu berdasarkan nilai nosional dari transaksi tersebut. e. Bobot wi diberikan dalam tabel di bawah ini, dan didasarkan pada rating eksternal counterparty. Perlu diperhatikan bahwa pemeringkatan ini mengikuti metodologi yang digunakan oleh satu lembaga, Standard & Poor. Penggunaan peringkat kredit Standard & Poor adalah contoh saja dan beberapa lembaga penilaian kredit eksternal lain yang disetujui pengawas dapat digunakan dengan setara. Oleh karena itu, peringkat yang digunakan di peraturan ini, tidak mengekspresikan preferensi atau penentuan terhadap lembaga penilaian eksternal tertentu. Rating Bobot AAA 0,70% AA 0,70% A 0,80% BBB 1,00% BB 2,00% B 3,00% CCC 10,00% 3.4 Dalam rangka penyempurnaan pengaturan terhadap aktivitas yang terekspos CCR, SE BI No. 13/6/DPNP perlu disempurnakan agar sejalan dengan Basel II dan III. Adapun kekurangan yang perlu disempurnakan tersebut adalah: (i) belum adanya tambahan beban modal untuk CVA dalam SE BI No. 13/6/DPNP sebagaimana dipersyaratkan dalam Basel III; dan (ii) pendekatan perhitungan kecukupan modal untuk OTC derivatives pada SE BI No. 13/6/DPNP menggunakan penambahan ATMR, sedangkan menurut Basel II dan III menggunakan penambahan beban modal. 3.5 Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit sebagaimana disebutkan dalam SE BI No 13/6/DPNP direvisi sehingga tidak mengikutsertakan ATMR yang dihitung dari tagihan bersih untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC) sebagaimana diatur dalam bagian II.C.3.a pada SE BI No 13/6/DPNP. 3.6 Perhitungan ATMR yang dihitung dari tagihan bersih untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC) sebagaimana dimaksud pada paragraf 3.5 tetap berlaku untuk keperluan perhitungan jumlah beban modal seluruh counterparty sebagaimana dimaksud pada paragraf 3.8 huruf i. 3.7 Bagian ini mengatur mengenai agregasi dari beban modal untuk risiko gagal bayar (default) dan beban modal risiko CVA untuk potensi kerugian mark-to-market. Perhatikan bahwa outstanding EAD yang disebut dalam beban modal untuk risiko gagal bayar di bawah ini adalah nilai net dari kerugian CVA menurut paragraf 3.10, yang mempengaruhi item "i" di bawah ini. Dalam bagian ini, "beban 5 modal” mengacu pada beban modal untuk risiko gagal bayar di mana outstanding EAD untuk semua counterparty dalam portofolio ditentukan menurut peraturan ini. 3.8 Total beban modal CCR bagi bank ditentukan sebagai jumlah dari dua komponen berikut: (i) Jumlah beban modal seluruh counterparty yang dihitung dengan mengalikan ATMR Risiko Kredit – untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC) sebagaimana dihitung menurut SE No. 13/6/DPNP dengan 8%. (ii) Beban modal terstandarisasi untuk risiko CVA yang ditentukan berdasarkan paragraf 3.3. 3.9 Total beban modal CCR sebagaimana dimaksud pada paragraf 3.8 menjadi faktor pengurang modal dalam perhitungan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) sebagaimana diatur dalam PBI No 15/12/PBI/2013. 3.10 “Outstanding EAD” pada counterparty ‘i’ untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC) didefinisikan sebagai nilai tertinggi dari nol dan perbedaan antara jumlah EAD di seluruh netting set dengan counterparty dan Credit Valuation Adjustment (CVA) untuk counterparty tersebut yang telah diakui oleh Bank sebagai write-down yang telah terjadi (yaitu kerugian CVA). Kerugian CVA ini dihitung tanpa memperhitungkan penyesuaian valuasi debit offsetting yang telah dikurangkan terhadap modal4. ATMR untuk counterparty derivatif OTC dihitung sebagai bobot risiko yang berlaku menurut pendekatan standar dikalikan dengan EAD pada counterparty ‘i’. Penurunan nilai EAD yang disebabkan oleh kerugian CVA dan setelah dikalikan dengan bobot risiko ini tidak dapat digunakan dalam menentukan beban modal untuk risiko CVA. 4. Wrong Way Risk 4.1 Bank harus mengidentifikasi eksposur yang dapat menimbulkan peningkatan wrong-way risk secara umum. Stress test dan analisis skenario harus dirancang untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berkorelasi positif dengan kelayakan kredit pihak lawan. Stress test tersebut perlu melihat kemungkinan shock parah yang terjadi ketika hubungan antara faktor risiko telah berubah. Bank harus memantau wrong-way risk secara umum berdasarkan produk, wilayah, industri, atau dengan kategori lain yang erat dengan bisnis. Laporan harus diberikan kepada manajemen senior dan komite yang sesuai pada Dewan Komisaris secara teratur yang menyampaikan wrong-way risk dan langkah-langkah yang diambil untuk mengelola risiko tersebut. 4.2 Setiap badan hukum terpisah dimana bank terkena eksposur Wrong Way Risk harus dinilai secara terpisah. Bank harus memiliki kebijakan yang dapat diterima oleh pengawasnya mengenai perlakuan entitas individu dalam kelompok terkait, termasuk dalam kondisi di mana rating yang sama mungkin atau tidak mungkin diaplikasikan untuk beberapa atau seluruh entitas terkait. Kebijakan tersebut harus mencakup proses untuk mengidentifikasi wrong-way risk spesifik untuk setiap entitas hukum dimana bank memiliki eksposur. Transaksi dengan counterparty dimana wrong-way risk spesifik telah diidentifikasi perlu diperlakukan secara berbeda ketika menghitung EAD untuk eksposur tersebut. 4 Kerugian CVA yang dikurangkan dari eksposur untuk menentukan outstanding EAD adalah kerugian CVA secara bruto tanpa memperhitungkan debit value adjustments (DVA) yang telah secara terpisah dikurangkan dari modal bank. Apabila DVA belum secara terpisah dikurangkan dari modal bank, maka kerugian CVA yang digunakan untuk menentukan outstanding EAD akan di-net-kan oleh DVA tersebut. 6 4.3 Bank terkena wrong-way risk spesifik jika eksposur di masa depan untuk counterparty tertentu berkorelasi tinggi dengan probability of default counterparty. Sebagai contoh, sebuah perusahaan menjual put options pada sahamnya sendiri menciptakan eksposur wrong-way risk untuk pembeli yang spesifik pada counterparty tersebut. Sebuah bank harus memiliki prosedur untuk mengidentifikasi, memantau dan mengontrol kasus wrong way risk spesifik, dimulai pada awal transaksi dan terus berlanjut sampai berakhirnya jangka waktu transaksi. Untuk menghitung beban modal CCR, instrumen dimana terdapat keterkaitan hukum antara counterparty dan penerbit yang mendasari instrumen tersebut, dan dimana wrong way risk spesifik telah diidentifikasi, tidak diperlakukan dalam set netting yang sama sebagaimana transaksi lainnya dengan counterparty. Selanjutnya, untuk single-name credit default swap dengan keterkaitan hukum antara counterparty dan penerbit yang mendasari instrumen tersebut, dan dimana wrong way risk spesifik teridentifikasi, EAD swap tersebut sama dengan perkiraan kerugian maksimum pada sisa nilai wajar dari instrumen yang mendasari dengan asumsi issuer yang mendasari sedang dalam likuidasi. Penggunaan perkiraan kerugian maksimum pada sisa nilai wajar dari instrumen yang mendasari memungkinkan bank untuk mengakui, dalam hal swap tersebut, kerugian nilai pasar dan setiap recovery yang diperkirakan. Oleh karena itu, bobot risiko yang digunakan adalah sebagaimana transaksi tanpa jaminan. Untuk securities financing transactions, dan lainnya yang mereferensikan suatu perusahaan dimana terdapat hubungan hukum antara counterparty dan perusahaan yang mendasari tersebut, dan dimana wrong way risk spesifik telah diidentifikasi, EAD adalah nilai transaksi dengan asumsi instrumen yang mendasari langsung mengalami default. 5. Collateralised counterparties dan margin period of risk Peningkatan margin period of risk 5.1 Minimum Holding Period untuk keperluan perhitungan haircut untuk agunan pada SE 13/6/DPNP direvisi menjadi sebagai berikut: Jenis Transaksi Minimum Holding Period Kondisi Repo-style transaction 5 hari kerja Valuasi agunan secara harian Transaksi lainnya 10 hari kerja Valuasi agunan secara harian 5.2 Haircut untuk Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Komprehensif dalam SE 13/6/DPNP direvisi menjadi sebagai berikut: 7 Jenis Agunan Surat Berharga/Efek dengan peringkat AAA s.d AA- atau A-1 Surat Berharga/Efek dengan peringkat A+ s.d BBB- atau A-2 atau A-3 Surat Berharga/Efek dengan peringkat BB+ s.d BBEmas Sisa Jatuh Tempo Diterbitkan Pemerintah dan Bank Pembangunan Multilateral Diterbitkan oleh Pihak Lainnya < 1 tahun 0,50% 1% > 1 tahun, < 5 tahun 2% 4% > 5 tahun 4% 8% < 1 tahun 1% 2% > 1 tahun, < 5 tahun 3% 6% > 5 tahun 6% 12% Seluruhnya 15% Tunai dalam mata uang yang sama 15% 0% Menambahkan persyaratan untuk meningkatkan kinerja operasional collateral department 5.3 Bank harus melakukan tinjauan independen dari sistem manajemen CCR secara teratur melalui proses audit internal yang dimiliki bank tersebut. Ulasan ini harus mencakup kedua kegiatan usaha kredit dan unit trading serta unit kontrol CCR yang independen. Sebuah tinjauan dari keseluruhan proses manajemen CCR harus dilakukan secara berkala (idealnya tidak kurang dari sekali setahun) dan harus secara khusus menangani, minimal: • kecukupan dokumentasi sistem dan proses manajemen CCR; • organisasi unit pengelolaan agunan; • organisasi unit kontrol CCR; • integrasi tindakan CCR ke dalam manajemen risiko sehari-hari; • proses persetujuan untuk model penilaian risiko harga dan sistem penilaian yang digunakan personil front-office dan back-office; • validasi perubahan yang signifikan dalam proses pengukuran CCR; • ruang lingkup CCR yang ditangkap oleh model pengukuran risiko; • integritas manajemen sistem informasi; • akurasi dan kelengkapan data CCR; • refleksi akurat dari segi hukum dalam jaminan dan perjanjian netting dalam pengukuran eksposur; • verifikasi konsistensi, ketepatan waktu dan keandalan sumber data yang digunakan untuk menjalankan model internal, termasuk independensi sumber data tersebut; • akurasi dan ketepatan asumsi volatilitas dan korelasi; • keakuratan penilaian dan perhitungan transformasi risiko; dan • verifikasi akurasi model melalui backtesting secara berkala. Revisi bagian mitigasi risiko kredit untuk menambahkan persyaratan kualitatif manajemen agunan 5.4 Bank harus memastikan terdapat kecukupan sumber daya yang didedikasikan untuk mengoperasikan perjanjian margin secara teratur pada OTC derivatif dan counterparty SFT (Securities Financing Transactions), yang diukur dengan ketepatan waktu dan keakuratan outgoing 8 calls dan waktu respon untuk incoming calls. Bank harus memiliki kebijakan manajemen agunan untuk mengontrol, memantau dan melaporkan: • risiko dimana perjanjian margin mengekspos bank tersebut (seperti halnya volatilitas dan likuiditas dari sekuritas yang dipertukarkan sebagai jaminan), • risiko konsentrasi untuk jenis agunan tertentu, • penggunaan kembali agunan (baik tunai dan non-tunai) termasuk potensi kekurangan likuiditas yang dihasilkan dari penggunaan kembali agunan yang diterima dari counterparty, dan • penyerahan hak atas jaminan yang diserahkan ke counterparty. 6. Mengatasi ketergantungan pada peringkat kredit eksternal dan meminimalkan cliff effect Standarisasi perlakuan inferred rating untuk eksposur jangka panjang 6.1 Apabila bank berinvestasi dalam instrumen yang memiliki penilaian yang spesifik terhadap penerbit instrumen tersebut, bobot risikonya akan didasarkan pada penilaian ini. Dalam hal investasi bank bukan merupakan instrumen yang memiliki penilaian yang spesifik, prinsip-prinsip umum berikut berlaku. • Dalam kondisi dimana peminjam memiliki penilaian yang spesifik untuk instrumen hutang yang diterbitkan oleh peminjam tersebut - namun klaim bank bukan merupakan investasi dalam instrumen tersebut - penilaian kualitas kredit yang tinggi (yang dipetakan menjadi bobot risiko lebih rendah dibandingkan yang berlaku untuk klaim unrated) pada instrumen tersebut hanya dapat diterapkan untuk klaim yang belum dinilai jika klaim ini bersifat pari passu atau lebih senior dari klaim dengan penilaian tersebut dalam segala hal. Jika tidak, penilaian kredit tidak dapat digunakan dan klaim yang tidak dinilai akan menerima bobot risiko untuk klaim unrated. • Dalam keadaan di mana peminjam memiliki penilaian berdasarkan penerbit, penilaian ini biasanya berlaku untuk klaim tanpa jaminan yang senior pada penerbit itu. Akibatnya, hanya klaim senior pada penerbit tersebutlah yang akan mendapatkan keuntungan dari penilaian penerbit dengan kualitas tinggi. Klaim lainnya yang tidak dinilai dari penerbit dengan penilaian tinggi akan diperlakukan sebagai klaim unrated. Jika salah satu penerbit atau penerbitan tunggal memiliki penilaian dengan kualitas rendah (pemetaan terhadap bobot risiko yang setara atau lebih tinggi dari yang berlaku untuk klaim unrated), klaim yang belum dinilai pada counterparty yang sama yang bersifat pari passu atau bersifat subordinasi baik terhadap penerbit dengan penilaian senior tanpa jaminan atau penilaian berdasarkan eksposur akan diberi bobot risiko yang sama dengan penilaian kualitas rendah. Insentif untuk menghindari eksposur dinilai berdasarkan rating 6.2 Bank harus memiliki metodologi yang memungkinkan mereka untuk menilai risiko kredit dalam eksposur kepada peminjam individu atau counterparty serta di tingkat portofolio. Bank harus menilai eksposur, terlepas dari apakah eksposur tersebut rated atau unrated, dan menentukan apakah bobot risiko yang diterapkan untuk eksposur tersebut, dengan Pendekatan Standar, sesuai untuk risiko inheren pada eksposur tersebut. Dalam contoh-contoh di mana bank menentukan bahwa risiko inheren pada eksposur tersebut, terutama jika unrated, jauh lebih tinggi dari yang tersirat oleh bobot risiko yang diterapkan, maka bank harus mempertimbangkan risiko kredit yang lebih tinggi dalam penilaian kecukupan modal secara keseluruhan. Untuk bank yang lebih kompleks, penilaian kecukupan modal, minimal, harus mencakup empat bidang: sistem peringkat risiko, analisis 9 portofolio /agregasi portofolio, sekuritisasi/derivatif kredit yang kompleks, dan eksposur besar serta konsentrasi risiko. Penerapan IOSCO’s Code of Conduct Fundamentals untuk Lembaga Pemeringkat Kredit Proses Pengakuan 6.3 Pengawas bertanggung jawab dalam menentukan secara berkala apakah lembaga penilaian kredit eksternal/External Credit Assessment Institution (ECAI) memenuhi kriteria yang tercantum dalam paragraf di bawah ini. Pengawas harus mengacu pada IOSCO Code of Conduct Fundamentals for Credit Rating Agencies dalam menentukan kelayakan ECAI. Pengkajian kelayakan tersebut hanya dapat diakui secara terbatas, misalnya berdasarkan jenis klaim atau yurisdiksi. Proses pengawasan untuk mengakui ECAIs harus tersedia untuk umum untuk menghindari barriers to entry yang tidak perlu. Kriteria Kelayakan 6.4. ECAI harus memenuhi kriteria berikut ini. • Objektivitas: Metodologi untuk menerapkan penilaian kredit harus dapat diandalkan, sistematis dan memiliki validasi berdasarkan pengalaman historis. Disamping itu, penilaian harus berdasarkan review berkala dan responsive terhadap perubahan kondisi keuangan. Sebelum diakui oleh pengawas, metodologi penilaian untuk setiap segmen pasar, termasuk backtesting yang handal, harus sudah ada dalam rentang waktu sesingkat-singkatnya satu tahun. • Independensi: ECAI harus independen dan tidak boleh terpengaruh oleh tekanan politis maupun ekonomis yang dapat mempengaruhi penilaian. Proses penilaian harus bebas dari segala hambatan yang dapat muncul dalam situasi dimana komposisi dewan komisaris atau struktur pemegang saham dari lembaga pemeringkat dapat menyebabkan adanya konflik kepentingan. •Akses Internasional/Transparansi: Penilaian individu, elemen kunci yang menggarisbawahi penilaian dan apakah penerbit berpartisipasi dalam penilaian tersebut atau tidak. • Proses penilaian harus tersedia untuk umum secara non-selektif, kecuali proses penilaian tersebut bersifat pribadi. Selain itu, prosedur umum, metodologi dan asumsi untuk menghasilkan penilaian yang digunakan oleh ECAI harus tersedia untuk umum. • Pengungkapan: ECAI harus mengungkapkan informasi berikut ini: kode etik; sifat umum pengaturan kompensasi dengan entitas yang dinilai; metodologi penilaian, termasuk definisi dari default, jangka waktu, dan arti dari setiap rating; tingkat default secara aktual yang dialami dalam setiap kategori penilaian; dan transisi dari penilaian, misalnya kemungkinan peringkat AA menjadi A seiring dengan berjalannya waktu. • Sumber Daya: ECAI harus memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan penilaian yang berkualitas tinggi. Sumber daya tersebut harus memungkinkan adanya komunikasi berkala yang substansial dengan pegawai senior maupun tingkat operasional pada entitas yang dinilai dalam rangka memberi nilai tambah pada penilaian. Penilaian tersebut harus berdasarkan metodologi yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. • Kredibilitas: Pada tingkat tertentu, kredibilitas diturunkan dari kriteria-kriteria di atas. Disamping itu, ketergantungan penilaian eksternal dari ECAI pada pihak independen (investor, penjamin dan mitra dalam trading) adalah bukti dari kredibilitas dari penilaian ECAI. Kredibilitas ECAI juga didukung oleh adanya prosedur internal untuk mencegah penyalahgunaan informasi rahasia. Persyaratan operasional dalam penggunaan penilaian kredit eksternal 6.5 Kriteria operasional berikut ini mengenai penggunaan penilaian kredit eksternal akan berlaku sebagai berikut. Penilaian kredit eksternal harus dari ECAI yang memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam SE BI No 13/6/DPNP dengan pengecualian berikut. Penilaian kredit yang memenuhi syarat, prosedur yang memenuhi syarat, metodologi yang memenuhi syarat, asumsi yang memenuhi 10 syarat, dan elemen-elemen utama yang mendasari penilaian harus tersedia untuk umum secara nonselektif dan gratis5. Dengan kata lain, rating harus dipublikasikan dalam bentuk yang dapat diakses dan termasuk dalam matriks transisi pada ECAI. Disamping itu, analisis kerugian dan analisis arus kas serta sensitivitas penilaian terhadap perubahan dari asumsi yang mendasari penilaian tersebut harus tersedia untuk umum. Dengan demikian, peringkat hasil penilaian yang tersedia hanya untuk para pihak yang melakukan transaksi tidak memenuhi persyaratan ini. Unsolicited ratings dan pengakuan terhadap ECAIs 6.6 Bank harus menggunakan ECAI yang dipilih dan peringkat yang dihasilkannya secara konsisten untuk setiap jenis klaim, baik untuk keperluan bobot risiko dan manajemen risiko. Bank tidak diizinkan untuk memilih sesuka hati penilaian yang diberikan oleh ECAI yang berbeda dan sewenangwenang mengubah penggunaan ECAI. 6.7 Sebagai aturan umum, bank harus menggunakan rating yang diminta dari ECAI yang memenuhi syarat. Namun, pengawas dapat mengizinkan bank untuk menggunakan rating yang tidak diminta dengan cara yang sama seperti pada rating yang diminta jika pengawas yakin bahwa penilaian kredit dari rating yang tidak diminta tidak kalah kualitasnya dengan kualitas umum dari rating diminta. Namun, mungkin ada potensi ECAI menggunakan rating yang tidak diminta untuk menekan entitas yang dinilai agar menggunakan rating yang diminta. Perilaku tersebut, ketika diidentifikasi, harus membuat pengawas untuk mempertimbangkan apakah akan melanjutkan pengakuan ECAI yang memenuhi syarat untuk tujuan perhitungan kecukupan modal. 5 Apabila penilaian kredit yang memenuhi syarat tidak disediakan secara gratis, ECAI harus memberikan alasan yang memadai, yang mengacu pada Code of Conduct yang tersedia untuk umum, sesuai dengan sifat 'comply or explain' pada IOSCO Code of Conduct Fundamentals for Credit Rating Agencies. 11