BAB II 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Positioning dan Strategi Diferensiasi Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, setiap perusahaan harus mampu bersaing dengan perusahaan lain. Persaingan ini meliputi berbagai komponen yang mendukung perusahaan dalam pengembangan bisnisnya. Salah satu komponen yang paling penting adalah penguasaan pasar. Peran konsumen dalam hal pengusaan pasar sangat penting karena konsumen merupakan sasaran utama perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Perusahaan harus mampu memenuhi keinginan dari konsumen. Produk yang dibuat harus dapat memposisikan tempatnya di pikiran konsumen. Posisi produk atau positioning adalah kumpulan persepsi, kesan, dan perasaan kompleks yang dimiliki konsumen untuk suatu produk dibandingkan produk pesaing (Kotler dan Amstrong, 2008: 247). Perusahaan harus merencanakan posisi yang akan memberikan keuntungan terbesar bagi produk mereka dalam memilih pasar sasaran, dan mereka harus merancang bauran pemasaran untuk menciptakan posisi yang direncanakan ini. Dalam pelaksanaannya banyak perusahaan yang mengejar posisi yang sama dimata konsumen. Hal inilah yang membuat setiap perusahaan harus menyusun strategi yang dapat membedakan perusahaan mereka dengan yang lain. Strategi ini disebut dengan strategi diferensiasi. Diferensiasi adalah tindakan merancang serangkaian perbedaan yang bernilai dengan tujuan untuk membedakan penawaran perusahaan tersebut dan penawaran perusahaan pesaing (Buchory & Saladin, 2010: 105). Positioning merupakan janji sebuah perusahaan kepada 10 konsumennya, dan diferensiasi adalah usaha untuk memenuhi janji tersebut (Kartajaya, 2004). Strategi diferensiasi ini menawarkan nilai dan manfaat produk yang lebih besar dibandingkan dengan produk pesaing. Hal inilah yang dapat meningkatkan keunggulan kompetitif karena perusahaan menawarkan keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Menurut McMillan and McGrath Brenner (2001) menjelaskan bahwa: dalam ”Most profitable strategies are built on diferentiation: offering customers something they value that competitors don’t have.” Dengan kata lain, strategi yang paling menguntungkan adalah menciptakan diferensiasi yaitu memberikan pelanggan sesuatu yang bernilai dan tidak dimiliki oleh pesaing. Dasar pemikiran strategi ini adalah bahwa konsumen memiliki selera masing- masing dan selera tersebut berubah sepanjang waktu. Oleh karena itu konsumen membutuhkan variasi dan perubahan dan perusahaan harus mampu menawarkan sebanyak mungkin produk yang bisa memenuhi semua variasi tersebut (Tjiptono, 2008: 66). Menurut Kartajaya (2004), terdapat tiga syarat sebagai acuan penentuan diferensiasi, yaitu: 1. Sebuah diferensiasi haruslah mampu mendatangkan excellent value ke konsumen. Produk yang diciptakan boleh berbeda, tetapi tentu tidak boleh asal beda. Perbedaan tersebut harus punya makna dimata konsumen. Semakin perbedaan tersebut mendatangkan value yang tinggi, semakin kokoh pula diferensiasi yang dilakukan perusahaan tersebut. 11 Diferensiasi perusahaan haruslah merupakan keunggulan dibanding pesaing. 2. Sebuah diferensiasi akan kokoh jika dapat menciptakan perbedaan dengan pesaing. Dan perbedaan tersebut mencerminkan keunggulan dari produk yang dikeluarkan. 3. Agar diferensiasi menjadi kokoh dalam sustainable, maka perusahaan harus memiliki uniqeness sehingga tidak dapat di tiru pesaing. Selain itu, dalam membentuk strategi diferensiasi diperlukan tahapan- tahapan yang perlu dilewati agar berjalan dengan baik. Menurut Kartajaya (2004) berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam membentuk diferensiasi yaitu: 1. Melakukan segmentasi – targeting yang kemudian diikuti perumusan positioning produk, merek dan perusahaan. 2. Menganalis sumber – sumber diferensiasi yang memungkinkan, baik yang telah ada saat ini maupun memiliki potensi untuk menjadi basis diferensiasi dimasa yang akan datang. 3. Menguji diferensiasi perusahaan, apakah sustainable atau tidak. Beberapa hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk melihat sejauh ma na diferensiasi tergolong sustainable atau tidak, adalah: a. Pertama adalah apabila diferensiasi perusahaan sulit ditiru. Jika pesaing dengan mudah meniru diferensiasi suatu perusahaan, bukankah nantinya akan menjadi komoditas. Biarpun suatu perusahaan memilih sesuatu yang berbeda maka diferensiasi yang dilakukan pun menjadi tiada arti. b. Kedua adalah apabila produk, dan merek perusahaan mempunyai keunikan. Suatu perusahaan akan dapat terus bertahan bila diferensiasi 12 yang dilakukan memiliki keunikan yang akhirnya tidak dapat disamakan dengan pesaing. 4. Mengkomunikasikan diferensiasi yang dimiliki. Produk yang baik tidak berarti akan menjadi pemenang, yang paling penting adalah persepsi yang lebih baik. Untuk itu perusahaan harus mampu mengkomunikasikan diferensiasinya dengan baik. Setiap aspek dari program komunikasi yang perusahaan lakukan haruslah menunjukkan diferensiasi yang dimiliki. Berikut ini adalah beberapa kriteria untuk mengkomunikasikan diferensiasi: a. Simple, komunikasikanlah diferensiasi yang perusahaan tawarkan dalam bahasa yang sederhana serta kata – kata yang singkat. b. Meaningful, tetapi perusahaan harus hati – hati, jangan terlalu simple dan miskin kata – kata, yang nantinya malah kehilangan makna. Atau dengan kata lain, pilihlah kata – kata yang singkat tapi bermakna. c. Focus, boleh saja simple dan penuh makna, tetapi jangan terlalu banyak makna yang dikomunikasikan, konsumen bisa bingung. Komunikasi yang disampaikan harus benar – benar menuju pada suatu titik, dimana perusahaan tampil beda dan meninggalkan pesaing. 2.2 Diferensiasi Produk Strategi diferensiasi dapat direalisasikan ke dalam beberapa cara. Salah satunya adalah diferensiasi produk. Diferensiasi produk adalah penciptaan suatu produk atau citra produk yang cukup berbeda dengan produk-produk yang telah beredar dengan maksud untuk menarik konsumen (Griffin,2003: 357). Hal ini pun selaras dengan pernyataan Edward Chamberlin dalam 1933 Teori Persaingan 13 Monopoli miliknya yang mengusulkan konsep diferensiasi produk. Dia menunjukkan bahwa dalam pemasaran, diferensiasi produk adalah proses membedakan produk dari lain, untuk membuatnya lebih menarik bagi target pasar tertentu. Ini melibatkan membedakan dari produk pesaing serta penawaran produk perusahaan sendiri (Yang, 2009). Selain itu, menurut Kotler (2007: 385), diferensiasi produk adalah salah satu strategi perusahaan untuk membedakan produknya terhadap produk pesaing. Pengertian lain dari diferensiasi produk adalah strategi yang dibuat berdasarkan perbedaan dan menawarkan kepada para pelanggan sesuatu yang bernilai yang tidak dimiliki pesaing (McGrath dalam Sutantyo, 2002). Diferensiasi produk yang berhasil adalah diferensiasi yang mampu mengalihkan basis persaingan dari harga ke faktor lain, seperti karakteristik produk, strategi distribusi atau variabelvariabel promosi lainnya (Sumarwan et al., 2009). Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa diferensiasi produk merupakan sebuah strategi yang diterapkan oleh perusahaan dengan cara membedakan produknya dari produk pesaing yang mampu menarik konsumen dan memberikan keunggulan yang lebih bagi perusahaan. 2.2.1 Kelebihan Diferensiasi Produk Dalam sebuah artikel bisnis (bisnisukm.com) dijelaskan terdapat beberapa kelebihan yang didapatkan dalam penerapan strategi diferensiasi produk ini yaitu : 1. Produk Lebih Mudah Diingat Para Konsumen Pada dasarnya segala sesuatu yang unik dan berbeda, tentu akan memberikan daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Sehingga mereka 14 lebih mudah mengenali dan mengingat produk tersebut, dibandingkan produk lainnya yang sudah umum di pasaran. 2. Produk Lebih Unggul Dibandingkan dengan Produk Lainnya Jika produk lainnya sudah dianggap standar oleh para konsumen, dengan menciptakan diferensiasi maka produk Anda akan terlihat lebih unggul dibandingkan produk lainnya yang sudah banyak beredar dipasaran. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi para pemasar, karena dengan produk yang unggul akan memudahkannya dalam membangun loyalitas konsumen. 3. Harga Jual Produk Lebih Tinggi Sebuah produk yang memiliki keunikan khusus, biasanya akan diburu konsumen dengan harga berapapun. Jadi tidak heran bila harga jual produk limited edition bisa lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk lainnya yang sudah banyak beredar dipasaran. Karena kebanyakan konsumen berani membayar mahal, untuk dapat menikmati produk inovatif yang ditawarkan pelaku pasar. 4. Mengatasi Masalah Kejenuhan Pasar Mengingat penjualan sebuah produk sering mengalami pasang surut sesuai dengan daur hidupnya yang terus berputar, maka adanya diferensiasi produk dapat membantu para pengusaha maupun pelaku pasar ketika konsumen sudah mulai jenuh dengan produk yang biasa ditawarkannya. 5. Membantu Terciptanya Image Produk Semakin unik produk yang Anda tawarkan, maka akan semakin memudahkan konsumen dalam mengenali produk tersebut. Dan semakin banyak konsumen yang mengenali produk Anda, maka semakin besar pula 15 peluang Anda untuk menanamkan image produk yang Anda tawarkan di hati para konsumen. Sehingga Anda dapat menentukan positioning yang tepat, sesuai dengan target pasar yang Anda bidik. Selain itu, diferensiasi produk pun dapat meningkatkan kepuasan konsumen, seperti produk lebih cocok dengan kebutuhan konsumen tersebut, kondisi internal penggunaan dan tujuan khusus. Diferensiasi produk dapat menyebabkan eksplorasi ruang produk oleh un-loyal konsumen, yang menggunakan kesempatan pembelian kembali untuk mencoba versi baru (Wahito, 2011). Hal ini lebih menekankan pengaruhnya terhadap minat beli ulang konsumen. Namun, dalam teori neoklasik dijelaskan bahwa diferensiasi produk menyediakan konsumen dengan berbagai produk yang berbeda dalam industri tertentu, bukan produk homogen yang mencirikan pasar murni kompetitif (Wahito, 2011). Penyedian berbagai produk ini diharapkan dapat menjadi alat yang tepat dalam menghadapi persaingan dan akan memberikan keunggulan bagi perusahaan. 2.2.2 Kekurangan Diferensiasi Produk Selain memiliki kelebihan. setiap strategi yang diterapkan dalam perusahaan pasti memiliki kekurangan. Begitupun dengan strategi diferensiasi produk. Strategi diferensiasi produk ini harus direncanakan dengan sangat matang. Perusahaan harus melakukan penelitian yang serius terhadap strategi ini dan juga perusahaan harus mempunyai pengetahuan tentang produk pesaing agar produk yang dibuat dapat dilihat perbedaannya (Soegoto, 2009). Perusahaan harus mempertimbangkan banyak hal dalam penerapan diferensiasi produk. Hal ini 16 dikarenakan apabila rencana dan langkah yang diambil kurang sesuai dengan keadaan yang ada, strategi ini tidak akan memberikan keuntungan melainkan kerugian bagi perusahaan. Diferensiasi yang tidak signifikan bagi konsumen akan memberikan efek negatif bagi perusahaan (Kartajaya, 2004). Jika sebuah perusahaan belum siap atau belum mampu untuk melakukan hal tersebut, sebaiknya perusahaan tidak menggunakan strategi ini dalam menghadapi persaingan. Hal ini dikarenakan strategi diferensiasi produk ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Strategi ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus melakukan penelitian mengenai produk pesaing. Selain itu, biaya yang dikeluarkan pun cukup banyak. Mulai dari biaya penelitian yang dilakukan sampai dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Produksi yang dilakukan harus dapat memenuhi ekspektasi dari konsumen terhadap produk yang berbeda tersebut. Jika produk yang dihasilkan jauh dari ekspektasi konsumen, akan ada penolakan dari konsumen terhadap produk yang dibuat. Maka dari itu perusahaan harus memiliki biaya produksi yang banyak dalam rangka memenuhi keinginan konsumen. Pengeluaran untuk biaya promosi dan iklan pun lebih banyak karena perusahaan harus mempromosikan produk yang mungkin berbeda dari yang lain dan belum dikenal oleh konsumen. Menurut Kartajaya (2004) terdapat beberapa cara yang perlu diperhatikan agar diferensiasi produk dapat memenuhi ekspektasi konsumen yaitu: 1. Konten (what to offer) Konten ditujukan pada apa value yang ditawarkan kepada konsumen. Jadi, membedakan diri dengan pesaing berdasarkan apa yang ditawarkan kepada 17 konsumen. Contohnya dapat meliputi bahan baku, bentuk, rasa, dan jenis dari produk yang akan dibuat berbeda. 2. Konteks (how to offer) Konteks ditujukan pada cara menawarkan value atau nilai kepada konsumen. Jadi, membedakan diri dari pesaing berdasarkan pada bagaimana cara menawarkan value atau nilai tersebut kepada konsumen. Contohnya adalah cara menawarkan atau strategi pemasaran produk yang akan dibuat berbeda. 3. Infrastruktur (enabler) Infrastruktur ditujukan pada faktor-faktor yang mendukung terlaksananya diferensiasi konten maupun konteks diatas. Infrastruktur ini menunjukkan pembedaan terhadap pesaing berdasarkan kemampuan teknologi, kemampuan sumber daya manusia dan fasilitas yang dimiliki untuk mendukung terlaksananya diferensiasi konten dan konteks diatas. Jadi, infrastruktur adalah semua hal yang dimiliki dan mampu menciptakan perbedaan tentang apa yang ditawarkan dan bagaimana cara menawarkan kepada konsumen. Contohnya dapat meliputi teknologi atau hal- hal lain yang mendukung dalam proses pembuatan produk. 2.2.3 Dimensi Dife rensiasi Produk Menurut Kotler (2007 : 385) suatu produk dapat dideferensiasi melalui sembilan cara yaitu : 18 Bentuk (Form) 1. Digunakan untuk melakukan diferensiasi produk berdasarkan ukuran, model atau struktur fisik produk. 2. Fitur (Feature) Merupakan alat persaingan yang digunakan untuk membedakan satu produk dengan produk lainnya karena fitur dipakai untuk melengkapi fungsi dasar dari suatu produk. 3. Mutu Kinerja (Performance Quality) Merupakan tingkat berlakunya karakteristik dasar produk. Sebagian besar produk dibangun berdasarkan dari salah satu level kinerja, yaitu : rendah, rata-rata, tinggi, dan unggul dimana perusahaan menyesuaikan level kinerja dengan pasar sasaran dan pesainnya. 4. Mutu Kesesuaian (Conformance Quality) Merupakan tingkat kesesuaian dan pemenuhan semua unit yang diproduksi terhadap spesifikasi yang dijanjikan. Produk didesain dan dioperasikan berdasarkan karakteristik yang mendekati standar produk untuk memenuhi spesifikasi yang diminta. 5. Daya Tahan (Durability) Merupakan suatu ketahanan pada suatu produk atau suatu ukuran usia operasi produk yang diharapkan dalam kondisi normal atau berat yang merupakan atribut berharga untuk suatu produk tertentu. 6. Keandalan (Reability) Merupakan ukuran kemungkinan bahwa suatu produk tidak akan rusak atau gagal pada periode tertentu dan sifat nya tidak terlihat. Suatu produk 19 dikatakan baik akan memiliki keandalan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. 7. Mudah diperbaiki (Repairibility) Merupakan ukuran kemudahan untuk memperbaiki produk ketika produk itu rusak yang ukurannya dapat dilihat melalui nilai dan waktu yang dipakai. 8. Gaya (Style) Menggambarkan penampilan dan perasaan yang ditimbulkan oleh produk tersebut bagi konsumen dan menciptakan kekhasan yang sulit ditiru. 9. Desain (Design) Merupakan suatu kualitas produk yang diukur berdasarkan rancang bangun produk dan keseluruhan fitur yang memberikan efek bagaimana produk tersebut terlihat, dirasakan, dan fungsi produknya. Dalam penelitian ini dimensi yang digunakan hanya lima. Adapun kelima dimensi tersebut adalah bentuk, fitur, mutu kinerja, mutu kesesuaian, dan keandalan. Penggunaan kelima dimensi tersebut disesuaikan dengan keadaan di Rumah Imoet. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan Parlindungan (2010) dan Sutantyo (2002) hanya kelima dimensi tersebut yang dijadikan alat untuk mengukur diferensiasi produk. 2.3 Minat Beli Ulang Menurut Simamora (2002: 131) minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut. Kekuatan dan dorongan yang 20 timbul tersebut membuat individu atau konsumen mencari dan mengumpulkan informasi- informasi yang berhubungan dengan apa yang diinginkan. Minat beli juga merupakan proses yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli sebuah produk. Selain itu, menurut Kotler dan Keller (2003: 181), minat beli konsumen sebuah perilaku konsumen dimana konsumen mempunyai keinginan dalam adalah membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk. Sedangkan menurut Setiadi dalam Yeni (2013) minat beli ulang dibentuk dari sikap konsumen terhadap produk yang terdiri dari kepercayaan terhadap merek dan evaluasi merek, sehingga dari dua tahap tersebut munculah minat untuk membeli. Dalam penelitian yang dilakukan Wu et al. dalam Faryabi et al. (2012) dijelaskan bahwa minat beli ulang merupakan kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa depan serta Dodds et al. (1991) menyimpulkan bahwa peningkatan minat beli berarti peningkatan kemungkinan pembelian. Sedangkan, menurut Hume et al. (2003) minat beli ulang didefinisikan sebagai keputusan konsumen untuk terlibat kembali dalam aktivitas masa depan dengan penyedia layanan dan membuat keputusan yang akan diambil. Selain itu, menurut (Hellier et al., 2005) minat beli ulang adalah pertimbangan individu tentang membeli lagi layanan yang atau produk dari perusahaan yang sama, dengan mempertimbangkan situasi saat ini dan yang akan datang dan minat beli ulang juga dapat digunakan untuk 21 mewakili kemungkinan yang dirasakan oleh konsumen untuk terlibat dalam perilaku pembelian kembali lebih lanjut (Seiders et al. dalam Kaveh, 2011). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minat beli ulang merupakan dorongan yang timbul ketika seorang individu memiliki keinginan untuk melakukan pembelian hingga mengkonsumsi atau menggunakan suatu objek yang membuat individu tersebut melakukan serangkaian kegiatan mulai dari merencanakan, mencari dan mengumpulkan informasi untuk mendapatkan objek tersebut yang mungkin akan meningkatkan minat untuk membeli objek tersebut saat ini dan di masa depan. 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Ulang Konsumen Swastha (2001) mengemukakan faktor- faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat. Selain itu, dalam membeli suatu barang, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor di samping jenis barang, faktor demografi, dan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motif, sikap, keyakinan, minat, kepribadian, angan-angan dan sebagainya. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengalaman konsumen dan faktor psikologis dapat mempengaruhi apakah konsumen akan minat membeli kembali atau tidak produk yang sudah dikonsumsinya. Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh Hume et al. (2003) kepuasan konsumen pun telah lama dianggap sebagai prediktor kuat minat beli ulang namun beberapa faktor lain telah menerima beberapa perhatian dalam penelitian barubaru ini. Jadi, dapat disimpulkan bahwa minat beli ulang sangat berhubungan 22 dengan kepuasan dari konsumen terhadap produk yang telah dikonsumsinya yang juga berhubungan dengan pengalaman yang didapatkan konsumen. Hal ini juga didukung oleh penelitian Cronin, Brady dan Hult dalam Anwar dan Gulzar (2011) yang menyatakan bahwa minat beli ulang memiliki hubungan langsung terhadap kepuasan pelanggan dan kualitas layanan. Selain itu, menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa konsumen yang puas baik menjadi pelanggan setia atau berulang kali membeli layanan atau menjadi endorser dari layanan akan memberikan hal positif dari mulut ke mulut (Park dalam Anwar dan Gulzar, 2011). Menurut Jordaan dan Prinsloo dalam Anwar dan Gulzar (2011) salah satu pelanggan yang puas membawa tiga pelanggan lain. Hal ini membuktikan bahwa words of mouth juga menjadi faktor yang mempengaruhi minat beli ulang konsumen. Oh dalam Anwar dan Gulzar (2011) juga menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan, minat beli ulang, dan dukungan dari mulut ke mulut berkorelasi positif dengan satu sama lain. Kotler (2004: 183) mengemukakan bahwa perilaku membeli dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu: 1. Budaya (culture, sub culture dan kelas ekonomi) 2. Sosial (kelompok acuan, keluarga serta peran dan status) 3. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta dan konsep diri). 4. Psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap). Hal-hal yang perlu menjadi perhatian pada aspek minat beli ulang ini, menurut Swastha (2008: 87), adalah sebagai berikut: 23 Minat 1. dianggap sebagai penangkap atau perantara faktor- faktor motivasional yang memiliki dampak pada suatu perilaku. 2. Minat menunjukkan seberapa keras seseorang untuk berani mencoba atau kemauan seseorang untuk bertindak kembali. 3. Minat menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk dilakukan di masa depan. 4. Minat menunjukkan hubungan terdekat dengan perilaku selanjutnya (beli atau tidak membeli). Konsep pengukuran ini juga dikenal dengan istilah AIDA (Attention, Interest, Desire, dan Action). Berdasarkan faktor- faktor yang dikemukakan diatas terlihat bahwa psikologis konsumen merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi minat beli ulang. Hal ini dibuktikan dengan semua pendapat memasukkan faktor internal seperti rangsangan, interest, pengalaman dan persepsi konsumen kedalam faktor yang mempengaruhi minat beli ulang itu sendiri. 2.3.2 Dimensi Minat Beli Ulang Minat beli merupakan tahap awal seorang konsumen dalam menentukan produk apa yang akan mereka beli atau konsumsi. Minat akan menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam pikiran dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat, yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam pikirannya itu. Setelah seseorang berminat untuk membeli kemungkinan individu tersebut akan 24 membeli cukup besar dan minat beli ulang merupakan tahap selanjutnya setelah pembelian pertama yang dilakukan konsumen. Menurut Dodds et al. dalam Sutantyo (2002) disebutkan bahwa minat beli itu muncul setelah konsumen merasa membutuhkan, tertarik, dan keinginan membeli suatu produk yang dilihatnya. Selain itu, menurut Grewal et al. dan & Santosa dalam Kuntjara (2007) terdapat tiga indikator yang digunakan Waldi mengukur minat beli ini, yaitu: keinginan untuk menggunakan produk, untuk rencana menggunakan produk di masa yang akan datang, dan kebutuhan untuk menggunakan produk. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kaveh (2011) dimensi minat beli ulang adalah keinginan untuk membeli dan merekomendasikan produk yang telah dibeli. Adapun dalam penelitian ini dimensi minat beli ulang yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi kebutuhan, ketertarikan, dan keinginan membeli kembali. Dimensi tersebut diambil dan diadaptasi dari penelitian-penelitian tersebut. 2.4 Kerangka Pe mikiran Strategi diferensiasi memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengembangkan kreativitas serta keahlian yang mereka miliki untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan tingkat persaingan yang semakin meningkat, perusahaan harus dapat memberikan sebuah produk yang diminati oleh konsumen. Salah satu caranya adalah dengan strategi diferensiasi ini. Hal ini pun dilakukan untuk mengantisipasi perubahan persepsi dan loyalitas konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Konsumen mungkin akan beralih ke produk 25 pesaing jika produk yang sebelumnya dikonsumsi tidak memenuhi kepuasan konsumen dan juga menciptakan kejenuhan bagi konsumen. Dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, konsumen berusaha mencari produk yang terbaik. Menurut Kotler (2007: 385), diferensiasi produk adalah salah satu strategi perusahaan untuk membedakan produknya terhadap produk pesaing. Strategi diferensiasi ini memberikan produk yang berbeda sehingga konsumen akan tertarik kepada produk tersebut dan juga membuat konsumen tidak bosan dengan produk yang disediakan. Menurut Kotler dan Keller (2003: 181), minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk. Maka hubungan diferensiasi produk dengan minat beli ulang konsumen adalah dengan menerapkan komponen-komponen diferensiasi produk yang tepat akan meningkatkan minat konsumen dalam melakukan pembelian kembali. Selain itu, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa terdapat hubungan antara diferensiasi produk dengan minat beli konsumen. Dalam beberapa penelitian telah disebutkan adanya hubungan antara diferensiasi produk dengan minat beli ulang. Sutantyo (2002) menyebutkan bahwa dimensi diferensiasi produk dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu keunikan, penetapan harga, dan merek. Dimensi diferensiasi produk yang pertama adalah keunikan produk yang dibuat (Ansari, Economides dan Steckel, 1998 ; Irmen dan Thisse, 1998). Keunikan ini timbul dari sebuah ide dan keinginan untuk memberikan produk yang tidak biasa dan tidak mudah ditiru oleh produk pesaing. 26 Keunikan sebuah produk dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu rancangan yang unik, merek yang unik dan kemasan yang unik. Setiap perusahaan harus dapat merancang suatu produk yang unik mulai dari bentuk, warna dan rasa dari produk tersebut. Selain itu keunikan pun dapat menjadikan strategi diferensiasi menjadi kokoh dalam sustainable. Menurut Peter Bread dalam Sutantyo (2002) keunikan produk yang membedakan karakter produk yang lain merupakan salah satu dimensi yang mempengaruhi minat be li konsumen dalam melakukan pembelian ulang terhadap produk tersebut. Merek menjadi dimensi diferensiasi produk yang kedua. Penetapan sebuah merek pun harus berbeda dari produk pesaing. Perusahaan harus dapat membuat sebuah merek yang unik. Merek dibuat untuk memberikan identitas bagi sebuah produk. Menurut Kotler & Amstrong (2006), merek didefinisikan sebagai “A brand is a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of these intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors” Dengan kata lain merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, symbol, atau desain, atau kombinasi dari hal yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari suatu grup penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaing mereka). Sedangkan menurut McGrath dalam Sutantyo (2002) mengatakan bahwa merek merupakan nama, istilah, tanda, symbol atau lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk. Menurut Doods et al. dalam Sutantyo (2002) terdapat hubungan yang signifikan antara merek dengan keinginan membeli (minat beli). Selain itu, menurut Kotler dan Keller (2003: 186) konsumen mempunyai keinginan untuk membeli produk berdasarkan pada sebuah 27 merek. Jadi, dengan membuat merek yang unik diharapkan konsumen akan tertarik dengan produk yang dibuat. Dimensi yang ketiga adalah penetapan harga. Menurut Stephen dan Simonson dalam Sutantyo (2002) harga merupakan salah satu alat pembanding dari atribut-atribut sebanding yang lebih mudah dihitung dan diperbandingkan. itu dalam menghadapi persaingan penetapan harga merupakan hal yang Selain diperhatikan. Menurut Tjiptono (2001: 174) ada beberapa faktor yang perlu menyebabkan suatu perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar, diantaranya adalah : a. Adanya perubahan dalam lingkungan pasar, misalnya pesaing besar menurunkan harga. b. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadinya perubahan selera konsumen. Diferensiasi produk yang berhasil adalah diferensiasi yang mampu mengalihkan basis persaingan dari harga ke faktor lain, seperti karakteristik produk, strategi distribusi atau variabel-variabel promosi lainnya (Sumarwan, 2009). Menurut Doods et al. dalam Sutantyo (2002), terdapat tiga penetapan harga yang dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat diferensiasi produk yaitu harga produk, harga fleksibel dan harga relatif. Sebuah perusahaan harus dapat mempertimbangkan penetapan harga dan dengan harga yang bervariasi akan lebih menunjukan bahwa perusahaan mendiferensiasikan produknya. Selain itu penetapan harga pun dapat dijadikan strategi untuk menghadapi persaingan. 28 Selain dari penjelasan diatas, hubungan antara diferensiasi produk dan minat beli ulang dapat didukung oleh beberapa penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu tersebut adalah: Tabel 2 Daftar Penelitian Te rdahulu Nama Judul Alat Tujuan Hasil Penelitian Analisis Penelitian Penelitian Sutantyo Analisis SEM Menganalisis Atribut (2002) Atribut-atribut (Structural apakah Diferensiasi Equation atribut terhadap Model) ditentukan mempengaruhi mempengaruhi minat No. Peneliti dan Tahun 1. Minat Beli ketiga diferensiasi yang yang paling beli Konsumen minat beli dan konsumen (Studi Kasus mengidentifikasi adalah atribut Produk Sosis variabel Daging yang Sapi mana merek paling PT. Badranaya mempengaruhi Putra minat beli Bandung) 2. Busolo The Effect Of Descriptive Untuk Hasil (2005) Product mengetahui penelitian Differentiation And pengaruh menunjukkan On Consumer diferensiasi bahwa Choice: Survey Pishori In Statistics Kruskal ada A Wallis Test produk terhadap perbedaan Of Statistic Rice Nakuru Municipality. perilaku perilaku konsumen konsumen dalam memilih terhadap merek beras merek beras Pishori yang Pishori yang 29 dibedakan untuk menentukan manfaat hedonic dan dibedakan. 3. terkait dengan pilihan yang merek beras Pishori yang dibedakan. Parlindungan Pengaruh Regresi Untuk Hubungan (2010) Diferensiasi Linier mengetahui antara terhadap Sederhana pengaruh diferensiasi diferensiasi produk Minat Beli Konsumen produk terhadap terhadap minat pada minat Produk Extra Joss beli beli konsumen konsumen pada kuat produk dengan extra besar joss pengaruh adalah sebesar 53,9% 4. Yeni (2013) Pengaruh Regresi Untuk Ketiga Keunggulan Berganda mengetahui diferensiasi Bersaing pengaruh produk yang Diferensiasi Keunggulan diterapkan Terhadap Bersaing berpengaruh Diferensiasi positif Ulang Terhadap Minat terhadap minat Konsumen Beli Ulang beli ualng Pada KFC Di Konsumen Konsumen Kota Padang Pada KFC Di pada KFC di Kota Padang Kota Padang Minat Beli 30 31