DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20

advertisement
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008
TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
BAGI UMKM*)
Saudin Sijabat**)
Abstrak
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM
adalah agar pelaku usaha mempunyai landasan hukum yang pasti untuk mendapat
kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha, sehingga
mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan
lapangan kerja, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Walaupun UMKM sudah
menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, tetapi mereka masih tetap
banyak menghadapi hambatan dan kendala baik yang bersifat internal maupun
eksternal, terutama dalam karakter kewirausahaan. Masalah dan hambatan lainnya
adalah dalam hal iklim usaha, produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya
manusia, desain dan teknologi dan permodalan.
Kelemahan kewirausahaan di kalangan UMKM, yaitu dalam hal karakter
karena: 1) belum memiliki daya kreativitas dan inovasi yang kuat; 2) kurang mampu
melihat adanya peluang usaha dari ketersediaan sumberdaya pada suatu daerah dan
waktu tertentu; 3) belum mempunyai kemampuan manajerial yang tinggi; 4) kurang
menguasai pengetahuan teknis tentang bisnis secara mendalam dan 5) belum berani
menanggung resiko kegagalan dari usaha yang dilaksanakan. Untuk meningkatkan
karakter kewirausahaan di kalangan UMKM perlu dilakukan pendidikan, pelatihan,
dan pendampingan agar tumbuh produktivitas dan daya saing dalam diri mereka.
Kata kunci: UMKM, Kewirausahaan, Perdagangan Bebas, produsen dan produk
Abstract
The issuance of Act No. 20 of 2008 on UMKM for business has a definite legal
basis for opportunities, support, protection, and business development, in order to
improve the status, role and potential of UMKM in achieving economic growth,
equity, and increase public revenues, job creation, and alleviation communities
from poverty. Although SMEs have shown their role in the national economy, but
there are many obstacles and constraints faced by both internal and external factors
*) Artikel diterima 7 April 2011, peer review 10-26 Mei 2011 review akhir 14 Juni 2011
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
86
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
especially in the entrepreneurial character. Other problems also arise from business
environment, production and processing, marketing, human resources, design,
technology, and capital.
Weaknesses of entrepreneurship among SMEs are based on character,
caused by: 1) lack of creativity and strong innovation, 2) unability to see business
opportunity from the resources availability in particular region and time, 3) weak
managerials shells, 4) lack of technical knowledge in terms of business and 5)
unwillingness to take risk of business failure. In order to improve the entrepreneurships
among SMEs, the government should deliver education, training, and mentoring to
enhance their productivity and internal competitiveness.
Keywords: MSME, entrepreneurship, free trade, producer, and product
I.
PENDAHULUAN
Pemberlakuan ACFTA sejak 1 Januari 2010, menimbulkan kekhawatiran
di kalangan pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), terutama
karena membanjirnya produk Cina yang dinilai akan mengancam produk
UMKM baik lokal maupun di pasar internasional. Kecemasan tersebut cukup
beralasan karena implementasi kesepakatan ACFTA berpotensi memangkas
pangsa pasar produk lokal yang sebagian diproduksi oleh UMKM. Hal
tersebut dimungkinkan karena produk-produk Cina untuk kualitas yang sama
harganya bisa lebih murah dari produk lokal. Dengan berlakunya perjanjian
ACFTA maka bea masuk produk Cina dikurangi bahkan dihapuskan (0%).
Ironisnya dalam data BPS tahun 2010 terindikasi bahwa barang-barang Cina
yang mengalir deras masuk ke pasar Indonesia, menjadi sumber utama bagi
importir Indonesia. Nilai impor produk Cina tahun 2009 mencapai 17,2% dari
total impor non migas Indonesia. Sebaliknya, impor Cina dari Indonesia hanya
8,7% dari total impor non migas. Di sini terlihat bahwa penetrasi barangbarang Cina ke pasaran Indonesia jauh lebih gencar ketimbang sebaliknya
barang Indonesia yang masuk ke Cina.
Dalam hal ini sangatlah wajar apabila dunia usaha nasional khawatir
dengan diberlakukannya ACFTA, demikian pula Kementerian Koperasi dan
UKM yang mempunyai tugas dan fungsi membina UMKM. Berdasarkan data
BPS tahun 2010 jumlah UMKM 99,9% dari jumlah usaha nasional, merupakan
katup pengaman ekonomi nasional, dan penyerap tenaga kerja terbesar.
Dengan semakin besar masuknya produk Cina sangat berpengaruh kepada
UMKM, karena produsen di dalam negeri sebagian besar adalah UMKM.
UMKM semakin berat untuk bersaing karena kurang mendapat dukungan dari
pemerintah, bahkan sebaliknya mereka banyak dikenakan pungutan-pungutan
baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Akibatnya ekonomi biaya tinggi
87
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
semakin mengurangi daya saing dikalangan UMKM. Kondisi seperti itu tidak
sejalan dengan hakekat perjanjian ACFTA yaitu terbukanya pasar bersama
bagi para pelaku usaha di dalam satu kawasan tertentu, untuk menciptakan
persaingan yang mendorong efisiensi usaha.
Daya saing produk lokal tidak terlepas dari kondisi usaha para produsen
di dalam negeri yang sebagian besar adalah UMKM. Sebelum dilaksanakannya
ACFTA, UMKM sudah menghadapi banyak masalah baik internal maupun
lingkungannya. Masalah internal UMKM terutama berkaitan dengan rendahnya
rata-rata pemilikan aset dan karakter kewirausahaan. Kedua masalah internal
tersebut sangat terkait erat tetapi penyelesaiannya masih dilakukan secara
parsial dengan menitikberatkan pada peningkatan aset melalui program
perkreditan. Pendekatan dan cara penyelesaian tersebut kurang efektif karena
akar permasalahan yang sebenarnya terletak pada kelemahan kewirausahaan
UMKM,
Lemahnya kewirausahaan UMKM dan kurangnya programprogram pengembangan kewirausahaan serta prasarana pendukung dalam
pengembangan UMKM ini sudah disadari sejak lama. Berbagai kebijakan
pendukung telah diimplementasikan dalam pendukung UMKM seperti
program penyuluhan, pendidikan dan pelatihan serta program inkubator
bisnis dan penumbuhan sarjana wirausaha. Namun kenyataannya sampai
sekarang ini masih rendah karakter kewirausahaan dikalangan UMKM. Untuk
mengantisipasi kelemahan UMKM tersebut pemerintah juga merasa perlu
untuk mengupayakan peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM. Upaya
tersebut diantaranya telah dituangkan dibeberapa pasal dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dukungan apa saja yang berkaitan
dengan peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM, dan seberapa jauh
pesan konstitusional tersebut telah dioperasionalkan dalam kebijakan dan
program-program pendukung peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM
merupakan fokus bahasan dalam tulisan ini.
II.
KEWIRAUSAHAAN DI KALANGAN UMKM
Kualitas SDM yang baik merupakan modal dasar bagi pengembangan
kewirausahaan. Salah satu indikator kualitas tersebut dapat dilihat dari
kemampuan melakukan efisiensi. Karakter kewirausahaan seseorang
merupakan dampak dari: 1) faktor eksternal (pendidikan, pelatihan dan
pengalaman serta kesempatan dan 2) faktor internal (bakat, kemampuan
yang sangat kuat untuk maju/semangat juang yang tinggi). Salah satu faktor
eksternal tersebut adalah kesempatan dan dukungan dari pemerintah melalui
kebijakan perundang-undangan.
88
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM ditetapkan pada Bab III,
pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008, yang menjelaskan sebagai
berikut; Pasal (4) Prinsip Pemberdayaan UMKM meliputi: 1) penumbuhan
kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya
dengan prakarsa sendiri; 2) perwujudan kebijakan publik yang transparan,
akuntabel, dan berkeadilan; 3) pengembangan usaha berbasis potensi daerah
dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; 4) peningkatan
daya saing UMKM dan 5) penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian secara terpadu. Kemudian pasal (5) Tujuan Pemberdayaan
UMKM mencakup: 1) mewujudkan struktur perekonomian nasional
yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; 2) menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri dan 3) meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah,
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Pemberdayaan UMKM yang merupakan solusi terbaik untuk
mengoptimalkan potensi sumberdaya nasional, sesuai amanat pasal (4) dan
pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008. Namun demikian menjadikan UMKM
sebagai basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung keberhasilan
pembangunan nasional masih dihadapkan pada banyak masalah antara lain: 1)
rendahnya produktifitas UMKM yang berdampak pada timbulnya kesenjangan
antara UMKM dengan usaha besar; 2) terbatasnya akses UMKM kepada
sumberdaya produktif seperti permodalan, teknologi, informasi dan pasar; 3)
tidak kondusifnya iklim usaha yang dihadapi oleh UMKM, sehingga terjadi
marjinalisasi dari kelompok ini.
Syarif (2007) berpendapat bahwa sebagian besar UMKM melaksanakan
usaha bukan karena memiliki kemampuan dalam suatu kegiatan bisnis, tetapi
hanya karena terdesak oleh kelangkaan lapangan kerja dan atau ikut-ikutan.
Dengan demikian motivasi untuk melaksanakan kegiatan usaha bukan karena
melihat potensi usaha tetapi hanya melihat keuntungan usaha dari orang.
Hal yang seperti ini sangat berbahaya karena bidang usaha tersebut biasanya
semakin cepat jenuh dan tidak bisa diharapkan lagi akan memberikan
keuntungan yang signifikan.
Meskipun UMKM mempunyai peranan penting dalam perekonomian
nasional, namun tetap menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Hasil pengamatan di lapangan
terlihat bahwa UMKM menghadapi berbagai masalah yang menghambat
pengembangan kewirausahaan UMKM, antara lain:
89
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
1.
Keterbatasaan Penguasaan Sumberdaya Potensial
Pada umumnya penguasaan sumberdaya oleh UMKM, baik
lahan maupun modal relatif sangat rendah. Pemerintah telah membantu
peningkatan modal UMKM melalui program perkreditan dan program
pembiayaan produktif. Namun belum ada kebijakan yang mengarah
pada pemerataan pemilikan lahan. Kondisi ini menyebabkan sebagian
besar UMKM tidak memiliki lahan yang memadai, atau tidak mencapai
skala usaha optimal. Oleh sebab itu, produktifitas petani masih relatif
rendah. Diketahui bahwa lebih dari 40% UMKM terutama pengusaha
mikro dan kecil adalah mereka yang bergerak di sektor pertanian dan
perkebunan.
Dalam penguasaan sumberdaya modal, Pasal (23) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 ayat (1) menyatakan bahwa untuk
meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap sumber pembiayaan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal (22), pemerintah dan pemerintah
daerah: 1) menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan
lembaga keuangan bukan bank; 2) menumbuhkan, mengembangkan,
dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit dan 3)
memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan
untuk memperoleh pembiayaan. Ayat (2) Dunia usaha dan masyarakat
berperan serta secara aktif meningkatkan akses usaha mikro dan kecil
terhadap pinjaman atau kredit.
Komitmen yang kuat dari pemerintah melalui pinjaman modal
dijadikan dasar pemikiran pemerintah untuk menerbitkan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 khususnya pasal 22 dan pasal 23 untuk
melaksanakan penguatan permodalan. Sayangnya belum terlihat nyata
pengaruh intervensi pemerintah. Hal ini diduga dikarenakan sangat
kecilnya dana pemerintah yang disalurkan dibandingkan dengan
besarnya jumlah koperasi dan UMKM yang membutuhkannya.
Biaya modal di Indonesia tergolong sangat mahal. Sebagai
gambaran adalah bahwa suku bunga kredit usaha mikro di Indonesia
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Bunga kredit
di Indonesia 14-16% per tahun, sementara Malaysia 4,8%, Cina sekitar
6%, dan Singapura 5%*).
*) Koran Kompas, Biaya Modal Jadi Titik Lemah, 9 April 2010
90
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
2.
Pengembangan Teknologi
Pengembangan teknologi UMKM dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain kemampuan SDM untuk mengembangkan teknologi,
ketersediaan modal untuk pengadaan teknologi, peranan lembagalembaga penelitian dalam mendukung pengembangan teknologi.
Dari aspek pengembangan teknologi dan inovasi di bidang produksi
kelompok usaha mikro dan usaha kecil selama dua dekade terakhir juga
tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Rendahnya tingkat
pengembangan teknologi nampaknya berkorelasi dengan kemampuan
dalam mengembangkan pasar dan membangun jaringan usaha. Berbeda
dengan kondisi usaha menengah, yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi yaitu mencapai rata-rata indeks atau setingkat sarjana muda, dan
pengalaman berusaha mencapai 8,4 tahun.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan
bahwa Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan cara: 1)
meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta
pengendalian mutu; 2) meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;
3) meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di
bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi
baru; 4) memberikan insentif kepada UMKM yang mengembangkan
teknologi dan melestarikan lingkungan hidup, dan 5) mendorong
UMKM untuk memperoleh sertifikasi hak atas kekayaan intelektual.
Secara tegas pasal 20 ini, menginginkan agar kelemahan
UMKM terkait rendahnya desain dan teknologi dapat diatasi melalui
peningkatan kemampuan skill dan teknologi, agar produk UMKM
dapat bersaing dengan produk impor dan produk usaha besar. Dengan
demikian, pengendalian mutu dan penerapan standarisasi dalam
proses produksi dan meningkatkan kemampuan rancang bangun dan
rekayasa UMKM dapat dilakukan dengan baik. Pasal tersebut tentunya
akan dapat membangun spesifikasi tugas dan tanggung jawab dalam
pengembangan teknologi, sehingga sinkronisasi program-program
yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan efisien.
3.
Pemasaran
Kekhawatiran terhadap kemampuan Koperasi dan UMKM
(KUMKM) dalam menghadapi perdagangan bebas memang cukup
beralasan, jika menilai kemampuan KUMKM hanya dari aspek
efisiensi. Sesungguhnya bila diamati secara lebih cermat, efisiensi
91
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
merupakan unsur penting dalam mengembangkan kemampuan
pemasaran, walaupun diakui masih ada unsur lain yang lebih dominan,
misalnya kemampuan bersaing koperasi dan UMKM dalam pasar
yang dibangun. Implikasinya KUMKM kurang mampu menguasai
pasar dengan diberlakukannya perdagangan bebas, karena dipengaruhi
kemampuan mengembangkan informasi.
Pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menegaskan
bahwa pengembangan bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: 1) melaksanakan
penelitian dan pengkajian pemasaran; 2) menyebarluaskan informasi
pasar; 3) meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
4) menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji
coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi
Usaha Mikro dan Kecil (UMK); 5) memberikan dukungan promosi
produk, jaringan pemasaran, dan distribusi dan 6) menyediakan tenaga
konsultan profesional dalam bidang pemasaran.
Penelitian dan pengkajian pemasaran dalam penjelasan pasal
18 dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah meliputi
kegiatan pemetaan potensi dan kekuatan UMKM yang ditujukan
untuk menetapkan kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah guna
pengembangan usaha serta perluasan dan pembukaan usaha baru. Namun
amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 ini, belum terlaksana
dengan baik karena kurang sosialisasi dan belum ada komitmen
yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah, sehingga para pembina,
pengamat, pengusaha besar, dan UMKM kurang mengetahui hak dan
kewajiban masing-masing. Implikasinya UMKM melakukan usahanya
belum mendapat keberpihakan dari pemerintah, pengembangan produk
belum dapat memenuhi permintaan pasar, skala usaha kecil, dan pangsa
pasar masih terbatas.
Inovasi dan variasi pemasaran yang berkembang dalam bisnis
retail dewasa ini adalah jaringan bisnis retail, yang dinamakan sebagai
retail networking. Pola ini disetting untuk saling berhubungan satu
dengan yang lain, dan salah satu dari jaringan dijadikan sebagai pusat
pengendali. Penerapan teknologi informasi pada retail networking dapat
meningkatkan daya saing dan distribusi barang yang besar. Dengan
menghubungkan setiap cabang dalam retail networking ini, minimal
ada dua hal penting yang dapat ditinjau. Pertama pada kecepatan dan
92
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
ketepatan informasi untuk pelayanan kepada konsumen, dan yang
kedua pengendalian stock. Inovasi pemasaran ini, merupakan rekayasa
kewirausahaan yang dapat dikembangkan UMKM untuk memasarkan
produknya.
III. PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN UMKM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS
Jika berbicara tentang perdagangan bebas pada umumnya pertanyaan
yang sering mengemuka adalah apakah Indonesia akan mampu meningkatkan
ekspor atau menjadi pasar produk impor, atau kita akan menjadi tuan rumah
di negeri sendiri dengan memanfaatkan produk dalam negeri. Realitasnya
Indonesia sudah menjadi pasar berbagai produk impor, mulai dari otomotif,
produk pangan dan pertanian, hingga produk rumah tangga, sebagian besar
berasal dari Cina. Lebih-lebih selama 15 tahun terakhir banyak komoditas
dalam masyarakat kita berasal dari impor. Dengan jumlah penduduk saat ini
sekitar 235 juta jiwa, Indonesia adalah pasar yang menarik bagi produsen
berbagai produk di dunia.
1.
Potensi UMKM Menghadapi Perdagangan Bebas
Pengalaman krisis ekonomi tahun 1997/1998 memberikan
pelajaran bahwa orientasi pembangunan
yang bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi, telah mempersulit menciptakan pemerataan.
Demikian juga pembangunan yang disandarkan pada pembangunan
industri skala besar yang berbahan baku impor menyebabkan ekonomi
nasional, terjebak kerentanan terhadap gejolak ekonomi dunia. Dalam
masa krisis kelompok usaha besar tidak berdaya keluar dari kemelut
krisis, sebaliknya koperasi dan UMKM menunjukkan kehandalannya
dalam mendukung proses penyembuhan perekonomian nasional. Dari
pengalaman tersebut, pemerintah perlu meningkatkan keberpihakan
pada pemberdayaan koperasi dan UMKM. Disamping hal ini dapat
menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran yang sekaligus
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada pasal 17 UU Nomor 20 Tahun 2008, pengembangan dalam
bidang produksi dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal
16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: 1) meningkatkan teknik
produksi dan pengelolaan serta kemampuan manajemen bagi UMKM;
2) memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana
produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan
bagi produk UMKM; 3) mendorong penerapan standarisasi dalam
93
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
proses produksi dan pengolahan dan 4) meningkatkan kemampuan
rancang bangun dan perekayasa bagi Usaha Menengah.
Tabel. 1 Jumlah Unit Usaha UMKM Menurut Lapangan Usaha Tahun
2009
Sumber : Diolah dari data BPS Tahun 2010
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa UMKM berada
disemua sektor atau lapangan usaha dan menguasai lapangan usaha
paling besar yaitu sebesar 99%, sedangkan usaha besar hanya sebesar
0,1%. Komposisi dari kelompok UMKM, menunjukkan usaha mikro
mendominasi lapangan usaha sebesar 98%, usaha kecil 1,5%, dan
usaha menengah sebesar 0,5%. Jika dilihat dari sektor usaha atau
lapangan usaha UMKM paling banyak bergerak pada sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 51%, kemudian sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28%, sektor pengangkutan
dan komunikasi sebesar 6%, sektor bangunan sebesar 0,4%, sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 2,6%, sektor
pertambangan dan penggalian sebesar 0,4%, sektor industri pengolahan
sebesar 6,4%, sektor jasa-jasa sebesar 4,6%, dan sektor listrik, gas
dan air bersih sebesar 0,02%. Komitmen pemerintah dan pemerintah
daerah dalam pemberdayaan UMKM yang tersebar diberbagai sektor
94
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
dan terbanyak disektor pertanian (on farm dan off farm) terutama
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, merupakan keunggulan
koperasi dan UMKM untuk merebut pasar dalam perdagangan bebas.
Sehingga KUMKM benar-benar menjadi andalan daerah dalam upaya
meningkatkan pendapatan asli daerah.
Pemberdayaan UMKM yang berbasis sumberdaya manusia dan
sumberdaya lokal merupakan solusi terbaik untuk mengoptimalkan
potensi sumberdaya nasional, sesuai amanat pasal (4) dan pasal (5)
UU Nomor 20 Tahun 2008, untuk menjadikan KUMKM sebagai
basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung keberhasilan
pembangunan nasional masih dihadapkan pada banyak masalah
antara lain: (1) rendahnya produktivitas KUMKM yang berdampak
pada timbulnya kesenjangan antara UMKM dengan usaha besar; (2)
terbatasnya akses KUMKM kepada sumberdaya produktif seperti
permodalan, teknologi, pasar dan informasi; (3) tidak kondusifnya iklim
usaha yang dihadapi oleh KUMKM, sehingga terjadi marjinalisasi dari
kelompok ini. Dampak dari kondisi tersebut adalah iklim usaha bagi
UMKM dan koperasi kurang kondusif. Akibatnya usaha KUMKM
tidak pernah mencapai titik marginal produktivitas. Dengan perkataan
lain produktivitas UMKM dan koperasi selalu berada di bawah nilai
harapan produktivitas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya,
walaupun penyerapan sumberdaya manusia (tenaga kerja) cukup besar
digunakan oleh UMKM, seperti tersaji pada Tabel. 2.
Tabel. 2 Penyerapan Tenaga Kerja (TK) Menurut Skala Usaha Tahun
2008 dan 2009
Sumber : Diolah dari data BPS Tahun 2009
Berdasarkan data pada Tabel 2 pertumbuhan tenaga
UMKM dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 meningkat
kurang 2.105.520 orang atau sekitar 12,22%, pertumbuhan
paling tinggi dari jumlah tenaga kerja adalah pada usaha mikro
kerja
lebih
yang
lebih
95
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
kurang 3.102.328 orang, dari segi presentase paling besar yaitu sebesar
15,39%, usaha kecil minus sebesar (67,73%), dan usaha menengah juga
minus sebesar (61,01%). Sedangkan pada usaha besar pertumbuhan
menurun sebesar 81.534 orang atau (6,87%). Kondisi ini memberi
gambaran bahwa usaha besar tidak dapat menyerap tenaga kerja untuk
mengurangi pengangguran dan kemiskinan, sedangkan UMKM dapat
diandalkan untuk menampung tenaga kerja, hal ini terbukti dengan
adanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Data
tersebut mengindikasikan bahwa pada dasarnya UMKM merupakan
kelompok usaha yang memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran. Terlebih apabila peningkatan produk
serta tenaga kerja ≥ peningkatan Σ tenaga kerjanya.
2.
Peningkatan Karakter Kewirausahaan UMKM Menghadapi
Perdagangan Bebas
Dari hasil analisis masalah koperasi dan UMKM yang dilakukan
oleh Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2009,
disimpulkan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi koperasi dan
UMKM pada umumnya adalah: (1) ketidakjelasan visi pembangunan
KUMKM; (2) belum adanya basis data dan informasi koperasi dan
UMKM yang memadai; (3) desain program pemberdayaan KUMKM
yang tidak didasarkan pada hasil kajian dan evaluasi program
sebelumnya; (4) usaha mikro dan usaha kecil bergerak dalam sektor
formal, tanpa legalitas usaha yang memadai; (5) banyak program
pemberdayaan KUMKM yang didasarkan pada konsep bantuan sosial,
dan tidak didasarkan pada kerangka pengembangan bisnis; (6) birokrasi
pemerintahan yang rigit, sehingga sulit untuk mewujudkan fenomena
Structure Follow Strategy dan sulit menerapkan praktek yang terbaik;
(7) kurang kompetennya SDM pembina di daerah, serta lemahnya
koordinasi dan sinergi lintas pelaku; (8) tidak efektifnya sistem
pemantauan pelaporan dan evaluasi pembangunan KUMKM. Kondisi
ini mengindikasikan masih banyaknya ketidaksinkronan programprogram pemberdayaan KUMKM, sehingga sinerji dari adanya sistem
itu sendiri belum terlihat dengan baik.
Perdagangan bebas sulit untuk dihindari oleh semua pelaku
usaha di Indonesia termasuk UMK. Oleh karena itu, perdagangan bebas
harus dihadapi dengan berkarya. Kesiapan dan pengembangan yang
terus menerus dari UMK kita, termasuk di dalamnya pengembangan
kewirausahaan UMK.
96
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
Pelaksanaan perdagangan bebas diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan kewirausahaan di kalangan KUMKM melalui
pengembangan:
(1)
Kreatifitas yang melahirkan inovasi sehingga mampu membangun
daya saing, dengan mengandalkan potensi sumberdaya lokal
yang memiliki keunggulan kompetitif.
(2)
Kemampuan melihat peluang usaha, dalam arti mengetahui
atau memahami sebelumnya seluk beluk usaha yang akan
dilaksanakan, dan pengetahuan tentang nilai ekonomi barang,
kualitas, manjemen produksi dan pemasarannya.
(3)
Keberaniannya menanggung resiko kerugian, karena bisa
memperkirakan jenis dan besar resiko yang akan timbul, bila
usahanya mengalami hambatan.
(4)
Kemampuan manajerial yang menghasilkan efisiensi sumberdaya
yang sejak dari merencanakan kegiatan, yang diindikasikan dari
sedikitnya kerugian yang dialami. Kemampuan ini berkaitan
dengan pengalaman.
(5)
Kemampuan dalam menata organisasi usaha yang akan
mempengaruhi efektifitas sistem organisasi.
(6)
Kemampuan pengawasan dalam produksi dan pemasaran
Pemberdayaan UMKM pada hakekatnya bukan saja ditujukan
untuk mengikutsertakan kelompok ini agar dapat turut menikmati
keberhasilan pembangunan, tetapi yang utama adalah mengoptimalkan
mereka secara lebih baik sebagai sumberdaya yang potensial. Seberapa
besar UMKM akan diperankan dalam pembangunan sangat ditentukan
oleh orientasi dalam penyusunan konsepsi dasar pembangunan itu
sendiri.
Konsepsi dasar pembangunan yang umumnya disusun dalam
bentuk normatif selalu menyebutkan bahwa pemberdayaan UMKM
merupakan bagian integral dalam pembangunan yang mendapat
prioritas penting. Namun demikian sampai sekarang ini keberhasilan
pemberdayaan UMKM masih dibatasi oleh berbagai kendala di
antaranya belum membaiknya peluang usaha bagi UMKM. Untuk
mengatasi masalah tersebut UU Nomor 20 Tahun 2008 secara rinci
telah menegaskan perlunya pemberian prioritas dari pemerintah untuk
mendukung UMKM dengan mengeleminir berbagai kendala yang akan
97
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
dapat memperluas peluang usaha UMKM. Beberapa kebijakan yang
diharapkan dapat mendukung pengembangan kewirausahaan bagi
UMKM antara lain:
98
(1)
Pembukaan Lapangan Usaha
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 secara jelas telah merinci
solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pembukaan lapangan usaha bagi UMKM, yang tertuang dalam
pasal 7 ayat 1 butir huruf (f). Di sini ditegaskan bahwa Pemerintah
dan Pemerintah Daerah harus menumbuhkan Iklim usaha dengan
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
yang meliputi beberapa aspek, antara lain (huruf f) kesempatan
berusaha. Akan tetapi jika diperhatikan lebih jauh, ruang lingkup
aspek yang dimaksud dalam pasal tersebut sangatlah luas dan
berkaitan dengan kebijakan makro tentang semua pelaku usaha
termasuk usaha besar dan kalangan usaha lainnya. Oleh sebab itu,
apa yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tersebut patut
dikhawatirkan tidak akan efektif. Pengaturan kesempatan usaha
tersebut juga akan berkaitan langsung dengan kepentingan dunia
usaha, seperti para investor asing yang sengaja diundang untuk
mendorong dunia usaha. Untuk itu maka masalah tersebut harus
diatur secara terpisah, yang mungkin dapat dikaitkan dengan
Undang-Undang lainnya seperti Undang-Undang perlindungan
usaha dan Undang-Undang anti monopoli.
(2)
Legalitas Usaha UMKM
Legalitas perizinan usaha atas kegiatan sangat diperlukan oleh
UMKM untuk berhubungan dengan banyak pihak, baik dalam
proses produksi maupun pemasaran. Oleh sebab itu perizinan
dalam kegiatan usaha jangan hanya dianggap sebagai bentuk
formalisasi kegiatan usaha saja. Dari kajian yang dilakukan Deputi
Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2008, tentang Formalisasi
Usaha Kecil dan Menengah, diketahui bahwa perizinan atas
kegiatan usaha juga sangat diperlukan oleh UMKM untuk:
1) untuk memperluas usaha atau mengembangkan jaringan
usaha UMKM, 2) membangun kepercayaan mitra, calon mitra
dan atau stakeholder, 3) menghilangkan ketidakjelasan status
kegiatan usaha yang berdampak pada kemudahan kontrol yang
dilakukan oleh kalangan stakeholder, 4) menghindari dari adanya
berbagai pungutan liar dan memberikan kesempatan bagi UMKM
untuk mendapatkan insentif dari kalangan stakeholder terutama
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
pemerintah dalam berbagai bentuk seperti fasilitasi kegiatan
usaha, pendidikan pelatihan dan pengembangan jaringan usaha.
Kepentingan UMKM untuk mendapatkan formalitas usaha dalam
menghadapi perdagangan bebas terkait langsung dengan tuntutan
persaingan bebas yaitu produktifitas dan daya saing. Untuk tujuan
tersebut, UMKM harus dapat meningkatkan efisiensi yang salah
satunya adalah dengan memperluas jaringan usaha. Jaringan
usaha dan kemitraan akan lebih mudah diwujudkan dengan
adanya formalisasi perizinan usaha dan legalitas badan usaha.
Oleh sebab itu perizinan usaha menjadi faktor yang penting yang
harus diselesaikan oleh kalangan UMKM yang harus didukung
oleh komitmen pemerintah.
Kajian tersebut menyatakan bahwa pengusaha mikro belum layak
untuk memiliki badan hukum sendiri. Oleh sebab itu, mereka
dapat memanfaatkan badan hukum koperasi. Dalam konsepsi
ideal yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar koperasi, para
anggota koperasi yang sebagian besar adalah UKM bergabung
dengan koperasi melalui pemanfaatan koperasi untuk mendukung
usaha mereka. Dari adanya kerjasama tersebut akan terbangun
sinerji untuk menghadapi berbagai permasalahan lingkungan
yang dihadapi oleh kalangan UMKM, yang selanjutnya akan
dapat dimanfaatkan oleh koperasi untuk menghadapi hambatanhambatan dari luar yang berupa dampak negatif.
(3)
Kepastian Tempat Usaha
Untuk mendukung kepastian tempat usaha bagi UMKM,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pasal 7 ayat
(1) menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek antara
lain (huruf d) kepastian tempat usaha. Lebih lanjut dalam pasal
13 ayat 1 dijelaskan bahwa bahwa aspek kesempatan berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan
untuk: 1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi
pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri,
lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang
wajar bagi pedagang kaki lima serta lokasi lainnya.
Pesan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tersebut di atas mengisyaratkan kepada Pemerintah daerah
99
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
agar pemberian kepastian tempat usaha bagi UMKM. Pengusaha
mikro dan kecil dijadikan salah satu faktor pertimbangan dalam
penyusunan tata ruang daerah. Untuk tujuan tersebut, pemerintah
daerah sebaiknya mengalokasikan tempat yang sesuai untuk
pengusaha mikro dan pengusaha kecil.
100
(4)
Pengembangan Kemitraan
Unsur yang secara langsung berkaitan dengan pembukaan peluang
usaha yang lebih besar untuk UMKM ini diatur dalam Pasal
11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang menetapkan
bahwa aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk: 1) mewujudkan kemitraan
antara UMKM; 2) mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro,
Kecil, Menengah dan Usaha Besar; 3) mendorong terjadinya
hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antara UMKM; 4) mendorong terjadinya
hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Usaha Besar; 5) mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan
posisi tawar UMKM; 6) mendorong terbentuknya struktur pasar
yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan
melindungi konsumen dan (7) mencegah terjadinya penguasaan
pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok
tertentu yang merugikan UMKM.
Penerapan suatu undang-undang nampaknya belum cukup
untuk membangkitkan lembaga ekonomi dan sosial. Banyak
peraturan perundang-undangan dikeluarkan tetap cenderung
memberikan kesempatan untuk berkembangnya ego sektoral di
antara unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Namun demikian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 telah
menimbulkan harapan baru bagi para pemikir dan stakeholder
UMKM untuk merancang program-program yang dapat
mempercepat meningkatkan kewirausahaan UMKM.
Dari pengalaman masa lalu, orientasi pembinaan dan
pemberdayaan perlu redefinisi program dan kegiatan pembinaan
dalam pengembangan UMKM di masa mendatang. Orientasi
program lebih diarahkan pada pengembangan kewirausahaan.
Kepentingan pengembangan kewirausahaan terkait langsung
dengan upaya peningkatan daya saing UMKM sebagai produsen
andalan berbagai produk nasional dalam menghadapi pasar
bebas.
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
IV.
Kepentingan pengembangan kewirausahaan memang tidak
secara spesifik dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008. Namun beberapa pasal dalam Undang-Undang
tersebut mengarahkan pembinaan UMKM pada kemandirian
yang hanya dapat ditumbuhkan melalui pengembangan
kewirausahaan. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
ditemukan pasal-pasal yang dapat dijadikan dasar bagi
penyusunan program-program pengembangan kewirausahaan
antara lain: 1) pemberdayaan usaha; 2) penumbuhan iklim
usaha; 3) pengembangan Usaha; 4) pembiayaan dan penjaminan
usaha; 5) memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan
kemitraan dan 6) pemerintah melakukan koordinasi dan evaluasi
pemberdayaan UMKM.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dampak kehadiran UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM
terhadap pengembangan kewirausahaan UMKM belum terlihat nyata, karena
peningkatan karakter kewirausahaan di kalangan UMKM sebaiknya diberikan
perlindungan terhadap lapangan usaha dan tempat usaha, agar tumbuh
produktifitas dan daya saing UMKM, dengan meningkatkan pengendalian
pendirian pusat perbelanjaan dan memperhatikan tata ruang dari aspek
ekonomis, dan lingkungan. Pendirian pusat perbelanjaan yang tidak terkendali
dapat berakibat makin banyak masuk produk-produk impor dan menyebabkan
kondisi perang pasar yang tidak terkendali
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta peraturan perundangan lain untuk
memberdayakan UMKM, seharusnya dilaksanakan dengan tegas dan efektif
terutama tingkat operasional di daerah, sehingga dapat memberi manfaat bagi
masyarakat, pelaku usaha, dan birokrasi. Tetapi dalam kenyataannya belum
berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan komitmen dari pemerintah dan
dunia usaha.
Perkembangan bisnis retail dewasa ini sangat gencar melalui jaringan
bisnis retail, yang dinamakan sebagai retail networking. Agar UMKM tidak
ketinggalan mereka harus menangkap peluang yang ada dengan meningkatkan
karakter kewirausahannya, karena penerapan teknologi informasi pada retail
networking ini dapat meningkatkan daya saing dan distribusi barang yang
besar. Pola ini disetting untuk saling berhubungan satu dengan yang lain, dan
salah satu dari jaringan dijadikan sebagai pusat pengendali.
101
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103
Pengembangan UMKM merupakan bagian dari pemberdayaan ekonomi
rakyat, juga sekaligus memampukan sektor-sektor ekonomi tradisional dan
pemerataan pembangunan baik antar sektor pembangunan, sektor ekonomi,
antara wilayah, maupun antar lintas budaya etnis. Oleh sebab itu UMKM dapat
ditempatkan sebagai agen pembangunan ekonomi. Diantaranya UMKM harus
diberikan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan usahanya dalam
rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan
pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
Kewirausahaan dikalangan UMKM harus ditingkatkan, agar dukungan,
perlindungan, peluang, fasilitas, dan pembinaan dari pemerintah dapat
dimanfaatkan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2008. Peluang ini harus dimanfaatkan oleh UMKM agar dapat
meningkatkan daya saing yang tinggi, sehingga dapat bersaing di berbagai
sektor terutama produk impor dan juga dengan pelaku usaha lain.
DAFTAR PUSTAKA
Asean Web. 2010. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation
Between ASEAN and the People’s Republic of Cina. Phnom Penh, 4 November
2002. ASEANWEB, file;//E\ACFTA\13196.htm, diakses tanggal 8 April.
Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Makro Ekonomi UMKM. BPS dan Kementerian
Koperasi dan UKM. Jakarta.
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. 2008. Kajian Pengembangan
Formalisasi Usaha Kecil, dan Menengah. Kementerian Koperasi dan UKM.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM. 2008. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Kementerian Negara KUKM R.I. Jakarta.
Kementerian Perdagangan. 2008. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2010. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2010. Pengesahan ASEAN Trade In Goods
Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN). Kementerian Hukum
dan HAM, Jakarta.
102
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM
TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat)
Manggara, Tambunan. 2004. Melangkah Ke Depan Bersama UKM. Makalah pada
Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 Sept 2004.
Nasution. 1996. Kesiapan UMKM dalam Menghadapi Era Pasar Bebas. Badan
Perencanaan Pembanguan Nasional. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia No
112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern. Jakarta.
Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM. 2009. Analisis Masalah Koperasi dan
UMKM. Kementerian Koperasi dan UKM.
Sijabat, Saudin. 2009. Sinerji Penerapan UU Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap
Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM. Infokop Volume 17 Juli.
Soediyono Reksoprayitno. 2000. Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan PermintaanPenawaran Agregatif. BPFE. Yogyakarta.
Syarif, Teuku. 2007. Kajian Profil UMKM Sukses. Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK. Kementerian Koperasi dan UKM.
Syarif, Teuku. 2010. Prospek Bisnis UMKM Menghadapi Pelaksanaan Kesepakatan
AC-FTA Tahun 2010. Bahan Diskusi Rutin Peneliti di Lingkungan Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM.
Jakarta
Todaro Michael P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
103
Download