INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM*) Saudin Sijabat**) Abstrak Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah agar pelaku usaha mempunyai landasan hukum yang pasti untuk mendapat kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Walaupun UMKM sudah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, tetapi mereka masih tetap banyak menghadapi hambatan dan kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal, terutama dalam karakter kewirausahaan. Masalah dan hambatan lainnya adalah dalam hal iklim usaha, produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi dan permodalan. Kelemahan kewirausahaan di kalangan UMKM, yaitu dalam hal karakter karena: 1) belum memiliki daya kreativitas dan inovasi yang kuat; 2) kurang mampu melihat adanya peluang usaha dari ketersediaan sumberdaya pada suatu daerah dan waktu tertentu; 3) belum mempunyai kemampuan manajerial yang tinggi; 4) kurang menguasai pengetahuan teknis tentang bisnis secara mendalam dan 5) belum berani menanggung resiko kegagalan dari usaha yang dilaksanakan. Untuk meningkatkan karakter kewirausahaan di kalangan UMKM perlu dilakukan pendidikan, pelatihan, dan pendampingan agar tumbuh produktivitas dan daya saing dalam diri mereka. Kata kunci: UMKM, Kewirausahaan, Perdagangan Bebas, produsen dan produk Abstract The issuance of Act No. 20 of 2008 on UMKM for business has a definite legal basis for opportunities, support, protection, and business development, in order to improve the status, role and potential of UMKM in achieving economic growth, equity, and increase public revenues, job creation, and alleviation communities from poverty. Although SMEs have shown their role in the national economy, but there are many obstacles and constraints faced by both internal and external factors *) Artikel diterima 7 April 2011, peer review 10-26 Mei 2011 review akhir 14 Juni 2011 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK 86 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) especially in the entrepreneurial character. Other problems also arise from business environment, production and processing, marketing, human resources, design, technology, and capital. Weaknesses of entrepreneurship among SMEs are based on character, caused by: 1) lack of creativity and strong innovation, 2) unability to see business opportunity from the resources availability in particular region and time, 3) weak managerials shells, 4) lack of technical knowledge in terms of business and 5) unwillingness to take risk of business failure. In order to improve the entrepreneurships among SMEs, the government should deliver education, training, and mentoring to enhance their productivity and internal competitiveness. Keywords: MSME, entrepreneurship, free trade, producer, and product I. PENDAHULUAN Pemberlakuan ACFTA sejak 1 Januari 2010, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), terutama karena membanjirnya produk Cina yang dinilai akan mengancam produk UMKM baik lokal maupun di pasar internasional. Kecemasan tersebut cukup beralasan karena implementasi kesepakatan ACFTA berpotensi memangkas pangsa pasar produk lokal yang sebagian diproduksi oleh UMKM. Hal tersebut dimungkinkan karena produk-produk Cina untuk kualitas yang sama harganya bisa lebih murah dari produk lokal. Dengan berlakunya perjanjian ACFTA maka bea masuk produk Cina dikurangi bahkan dihapuskan (0%). Ironisnya dalam data BPS tahun 2010 terindikasi bahwa barang-barang Cina yang mengalir deras masuk ke pasar Indonesia, menjadi sumber utama bagi importir Indonesia. Nilai impor produk Cina tahun 2009 mencapai 17,2% dari total impor non migas Indonesia. Sebaliknya, impor Cina dari Indonesia hanya 8,7% dari total impor non migas. Di sini terlihat bahwa penetrasi barangbarang Cina ke pasaran Indonesia jauh lebih gencar ketimbang sebaliknya barang Indonesia yang masuk ke Cina. Dalam hal ini sangatlah wajar apabila dunia usaha nasional khawatir dengan diberlakukannya ACFTA, demikian pula Kementerian Koperasi dan UKM yang mempunyai tugas dan fungsi membina UMKM. Berdasarkan data BPS tahun 2010 jumlah UMKM 99,9% dari jumlah usaha nasional, merupakan katup pengaman ekonomi nasional, dan penyerap tenaga kerja terbesar. Dengan semakin besar masuknya produk Cina sangat berpengaruh kepada UMKM, karena produsen di dalam negeri sebagian besar adalah UMKM. UMKM semakin berat untuk bersaing karena kurang mendapat dukungan dari pemerintah, bahkan sebaliknya mereka banyak dikenakan pungutan-pungutan baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Akibatnya ekonomi biaya tinggi 87 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 semakin mengurangi daya saing dikalangan UMKM. Kondisi seperti itu tidak sejalan dengan hakekat perjanjian ACFTA yaitu terbukanya pasar bersama bagi para pelaku usaha di dalam satu kawasan tertentu, untuk menciptakan persaingan yang mendorong efisiensi usaha. Daya saing produk lokal tidak terlepas dari kondisi usaha para produsen di dalam negeri yang sebagian besar adalah UMKM. Sebelum dilaksanakannya ACFTA, UMKM sudah menghadapi banyak masalah baik internal maupun lingkungannya. Masalah internal UMKM terutama berkaitan dengan rendahnya rata-rata pemilikan aset dan karakter kewirausahaan. Kedua masalah internal tersebut sangat terkait erat tetapi penyelesaiannya masih dilakukan secara parsial dengan menitikberatkan pada peningkatan aset melalui program perkreditan. Pendekatan dan cara penyelesaian tersebut kurang efektif karena akar permasalahan yang sebenarnya terletak pada kelemahan kewirausahaan UMKM, Lemahnya kewirausahaan UMKM dan kurangnya programprogram pengembangan kewirausahaan serta prasarana pendukung dalam pengembangan UMKM ini sudah disadari sejak lama. Berbagai kebijakan pendukung telah diimplementasikan dalam pendukung UMKM seperti program penyuluhan, pendidikan dan pelatihan serta program inkubator bisnis dan penumbuhan sarjana wirausaha. Namun kenyataannya sampai sekarang ini masih rendah karakter kewirausahaan dikalangan UMKM. Untuk mengantisipasi kelemahan UMKM tersebut pemerintah juga merasa perlu untuk mengupayakan peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM. Upaya tersebut diantaranya telah dituangkan dibeberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dukungan apa saja yang berkaitan dengan peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM, dan seberapa jauh pesan konstitusional tersebut telah dioperasionalkan dalam kebijakan dan program-program pendukung peningkatan kewirausahaan dikalangan UMKM merupakan fokus bahasan dalam tulisan ini. II. KEWIRAUSAHAAN DI KALANGAN UMKM Kualitas SDM yang baik merupakan modal dasar bagi pengembangan kewirausahaan. Salah satu indikator kualitas tersebut dapat dilihat dari kemampuan melakukan efisiensi. Karakter kewirausahaan seseorang merupakan dampak dari: 1) faktor eksternal (pendidikan, pelatihan dan pengalaman serta kesempatan dan 2) faktor internal (bakat, kemampuan yang sangat kuat untuk maju/semangat juang yang tinggi). Salah satu faktor eksternal tersebut adalah kesempatan dan dukungan dari pemerintah melalui kebijakan perundang-undangan. 88 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM ditetapkan pada Bab III, pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008, yang menjelaskan sebagai berikut; Pasal (4) Prinsip Pemberdayaan UMKM meliputi: 1) penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; 2) perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; 3) pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; 4) peningkatan daya saing UMKM dan 5) penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Kemudian pasal (5) Tujuan Pemberdayaan UMKM mencakup: 1) mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; 2) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dan 3) meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Pemberdayaan UMKM yang merupakan solusi terbaik untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya nasional, sesuai amanat pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008. Namun demikian menjadikan UMKM sebagai basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung keberhasilan pembangunan nasional masih dihadapkan pada banyak masalah antara lain: 1) rendahnya produktifitas UMKM yang berdampak pada timbulnya kesenjangan antara UMKM dengan usaha besar; 2) terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif seperti permodalan, teknologi, informasi dan pasar; 3) tidak kondusifnya iklim usaha yang dihadapi oleh UMKM, sehingga terjadi marjinalisasi dari kelompok ini. Syarif (2007) berpendapat bahwa sebagian besar UMKM melaksanakan usaha bukan karena memiliki kemampuan dalam suatu kegiatan bisnis, tetapi hanya karena terdesak oleh kelangkaan lapangan kerja dan atau ikut-ikutan. Dengan demikian motivasi untuk melaksanakan kegiatan usaha bukan karena melihat potensi usaha tetapi hanya melihat keuntungan usaha dari orang. Hal yang seperti ini sangat berbahaya karena bidang usaha tersebut biasanya semakin cepat jenuh dan tidak bisa diharapkan lagi akan memberikan keuntungan yang signifikan. Meskipun UMKM mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, namun tetap menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa UMKM menghadapi berbagai masalah yang menghambat pengembangan kewirausahaan UMKM, antara lain: 89 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 1. Keterbatasaan Penguasaan Sumberdaya Potensial Pada umumnya penguasaan sumberdaya oleh UMKM, baik lahan maupun modal relatif sangat rendah. Pemerintah telah membantu peningkatan modal UMKM melalui program perkreditan dan program pembiayaan produktif. Namun belum ada kebijakan yang mengarah pada pemerataan pemilikan lahan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar UMKM tidak memiliki lahan yang memadai, atau tidak mencapai skala usaha optimal. Oleh sebab itu, produktifitas petani masih relatif rendah. Diketahui bahwa lebih dari 40% UMKM terutama pengusaha mikro dan kecil adalah mereka yang bergerak di sektor pertanian dan perkebunan. Dalam penguasaan sumberdaya modal, Pasal (23) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 ayat (1) menyatakan bahwa untuk meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap sumber pembiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal (22), pemerintah dan pemerintah daerah: 1) menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank; 2) menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit dan 3) memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan. Ayat (2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap pinjaman atau kredit. Komitmen yang kuat dari pemerintah melalui pinjaman modal dijadikan dasar pemikiran pemerintah untuk menerbitkan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 khususnya pasal 22 dan pasal 23 untuk melaksanakan penguatan permodalan. Sayangnya belum terlihat nyata pengaruh intervensi pemerintah. Hal ini diduga dikarenakan sangat kecilnya dana pemerintah yang disalurkan dibandingkan dengan besarnya jumlah koperasi dan UMKM yang membutuhkannya. Biaya modal di Indonesia tergolong sangat mahal. Sebagai gambaran adalah bahwa suku bunga kredit usaha mikro di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Bunga kredit di Indonesia 14-16% per tahun, sementara Malaysia 4,8%, Cina sekitar 6%, dan Singapura 5%*). *) Koran Kompas, Biaya Modal Jadi Titik Lemah, 9 April 2010 90 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) 2. Pengembangan Teknologi Pengembangan teknologi UMKM dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kemampuan SDM untuk mengembangkan teknologi, ketersediaan modal untuk pengadaan teknologi, peranan lembagalembaga penelitian dalam mendukung pengembangan teknologi. Dari aspek pengembangan teknologi dan inovasi di bidang produksi kelompok usaha mikro dan usaha kecil selama dua dekade terakhir juga tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Rendahnya tingkat pengembangan teknologi nampaknya berkorelasi dengan kemampuan dalam mengembangkan pasar dan membangun jaringan usaha. Berbeda dengan kondisi usaha menengah, yang tingkat pendidikannya lebih tinggi yaitu mencapai rata-rata indeks atau setingkat sarjana muda, dan pengalaman berusaha mencapai 8,4 tahun. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan cara: 1) meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu; 2) meningkatkan kerjasama dan alih teknologi; 3) meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; 4) memberikan insentif kepada UMKM yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup, dan 5) mendorong UMKM untuk memperoleh sertifikasi hak atas kekayaan intelektual. Secara tegas pasal 20 ini, menginginkan agar kelemahan UMKM terkait rendahnya desain dan teknologi dapat diatasi melalui peningkatan kemampuan skill dan teknologi, agar produk UMKM dapat bersaing dengan produk impor dan produk usaha besar. Dengan demikian, pengendalian mutu dan penerapan standarisasi dalam proses produksi dan meningkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa UMKM dapat dilakukan dengan baik. Pasal tersebut tentunya akan dapat membangun spesifikasi tugas dan tanggung jawab dalam pengembangan teknologi, sehingga sinkronisasi program-program yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan efisien. 3. Pemasaran Kekhawatiran terhadap kemampuan Koperasi dan UMKM (KUMKM) dalam menghadapi perdagangan bebas memang cukup beralasan, jika menilai kemampuan KUMKM hanya dari aspek efisiensi. Sesungguhnya bila diamati secara lebih cermat, efisiensi 91 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 merupakan unsur penting dalam mengembangkan kemampuan pemasaran, walaupun diakui masih ada unsur lain yang lebih dominan, misalnya kemampuan bersaing koperasi dan UMKM dalam pasar yang dibangun. Implikasinya KUMKM kurang mampu menguasai pasar dengan diberlakukannya perdagangan bebas, karena dipengaruhi kemampuan mengembangkan informasi. Pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menegaskan bahwa pengembangan bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: 1) melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; 2) menyebarluaskan informasi pasar; 3) meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran; 4) menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil (UMK); 5) memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi dan 6) menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. Penelitian dan pengkajian pemasaran dalam penjelasan pasal 18 dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah meliputi kegiatan pemetaan potensi dan kekuatan UMKM yang ditujukan untuk menetapkan kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah guna pengembangan usaha serta perluasan dan pembukaan usaha baru. Namun amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 ini, belum terlaksana dengan baik karena kurang sosialisasi dan belum ada komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah, sehingga para pembina, pengamat, pengusaha besar, dan UMKM kurang mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Implikasinya UMKM melakukan usahanya belum mendapat keberpihakan dari pemerintah, pengembangan produk belum dapat memenuhi permintaan pasar, skala usaha kecil, dan pangsa pasar masih terbatas. Inovasi dan variasi pemasaran yang berkembang dalam bisnis retail dewasa ini adalah jaringan bisnis retail, yang dinamakan sebagai retail networking. Pola ini disetting untuk saling berhubungan satu dengan yang lain, dan salah satu dari jaringan dijadikan sebagai pusat pengendali. Penerapan teknologi informasi pada retail networking dapat meningkatkan daya saing dan distribusi barang yang besar. Dengan menghubungkan setiap cabang dalam retail networking ini, minimal ada dua hal penting yang dapat ditinjau. Pertama pada kecepatan dan 92 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) ketepatan informasi untuk pelayanan kepada konsumen, dan yang kedua pengendalian stock. Inovasi pemasaran ini, merupakan rekayasa kewirausahaan yang dapat dikembangkan UMKM untuk memasarkan produknya. III. PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN UMKM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS Jika berbicara tentang perdagangan bebas pada umumnya pertanyaan yang sering mengemuka adalah apakah Indonesia akan mampu meningkatkan ekspor atau menjadi pasar produk impor, atau kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan memanfaatkan produk dalam negeri. Realitasnya Indonesia sudah menjadi pasar berbagai produk impor, mulai dari otomotif, produk pangan dan pertanian, hingga produk rumah tangga, sebagian besar berasal dari Cina. Lebih-lebih selama 15 tahun terakhir banyak komoditas dalam masyarakat kita berasal dari impor. Dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 235 juta jiwa, Indonesia adalah pasar yang menarik bagi produsen berbagai produk di dunia. 1. Potensi UMKM Menghadapi Perdagangan Bebas Pengalaman krisis ekonomi tahun 1997/1998 memberikan pelajaran bahwa orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, telah mempersulit menciptakan pemerataan. Demikian juga pembangunan yang disandarkan pada pembangunan industri skala besar yang berbahan baku impor menyebabkan ekonomi nasional, terjebak kerentanan terhadap gejolak ekonomi dunia. Dalam masa krisis kelompok usaha besar tidak berdaya keluar dari kemelut krisis, sebaliknya koperasi dan UMKM menunjukkan kehandalannya dalam mendukung proses penyembuhan perekonomian nasional. Dari pengalaman tersebut, pemerintah perlu meningkatkan keberpihakan pada pemberdayaan koperasi dan UMKM. Disamping hal ini dapat menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran yang sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pada pasal 17 UU Nomor 20 Tahun 2008, pengembangan dalam bidang produksi dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara: 1) meningkatkan teknik produksi dan pengelolaan serta kemampuan manajemen bagi UMKM; 2) memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk UMKM; 3) mendorong penerapan standarisasi dalam 93 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 proses produksi dan pengolahan dan 4) meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasa bagi Usaha Menengah. Tabel. 1 Jumlah Unit Usaha UMKM Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 Sumber : Diolah dari data BPS Tahun 2010 Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa UMKM berada disemua sektor atau lapangan usaha dan menguasai lapangan usaha paling besar yaitu sebesar 99%, sedangkan usaha besar hanya sebesar 0,1%. Komposisi dari kelompok UMKM, menunjukkan usaha mikro mendominasi lapangan usaha sebesar 98%, usaha kecil 1,5%, dan usaha menengah sebesar 0,5%. Jika dilihat dari sektor usaha atau lapangan usaha UMKM paling banyak bergerak pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 51%, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28%, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6%, sektor bangunan sebesar 0,4%, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 2,6%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,4%, sektor industri pengolahan sebesar 6,4%, sektor jasa-jasa sebesar 4,6%, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,02%. Komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM yang tersebar diberbagai sektor 94 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) dan terbanyak disektor pertanian (on farm dan off farm) terutama industri pengolahan berbasis hasil pertanian, merupakan keunggulan koperasi dan UMKM untuk merebut pasar dalam perdagangan bebas. Sehingga KUMKM benar-benar menjadi andalan daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah. Pemberdayaan UMKM yang berbasis sumberdaya manusia dan sumberdaya lokal merupakan solusi terbaik untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya nasional, sesuai amanat pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008, untuk menjadikan KUMKM sebagai basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung keberhasilan pembangunan nasional masih dihadapkan pada banyak masalah antara lain: (1) rendahnya produktivitas KUMKM yang berdampak pada timbulnya kesenjangan antara UMKM dengan usaha besar; (2) terbatasnya akses KUMKM kepada sumberdaya produktif seperti permodalan, teknologi, pasar dan informasi; (3) tidak kondusifnya iklim usaha yang dihadapi oleh KUMKM, sehingga terjadi marjinalisasi dari kelompok ini. Dampak dari kondisi tersebut adalah iklim usaha bagi UMKM dan koperasi kurang kondusif. Akibatnya usaha KUMKM tidak pernah mencapai titik marginal produktivitas. Dengan perkataan lain produktivitas UMKM dan koperasi selalu berada di bawah nilai harapan produktivitas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, walaupun penyerapan sumberdaya manusia (tenaga kerja) cukup besar digunakan oleh UMKM, seperti tersaji pada Tabel. 2. Tabel. 2 Penyerapan Tenaga Kerja (TK) Menurut Skala Usaha Tahun 2008 dan 2009 Sumber : Diolah dari data BPS Tahun 2009 Berdasarkan data pada Tabel 2 pertumbuhan tenaga UMKM dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 meningkat kurang 2.105.520 orang atau sekitar 12,22%, pertumbuhan paling tinggi dari jumlah tenaga kerja adalah pada usaha mikro kerja lebih yang lebih 95 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 kurang 3.102.328 orang, dari segi presentase paling besar yaitu sebesar 15,39%, usaha kecil minus sebesar (67,73%), dan usaha menengah juga minus sebesar (61,01%). Sedangkan pada usaha besar pertumbuhan menurun sebesar 81.534 orang atau (6,87%). Kondisi ini memberi gambaran bahwa usaha besar tidak dapat menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, sedangkan UMKM dapat diandalkan untuk menampung tenaga kerja, hal ini terbukti dengan adanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Data tersebut mengindikasikan bahwa pada dasarnya UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Terlebih apabila peningkatan produk serta tenaga kerja ≥ peningkatan Σ tenaga kerjanya. 2. Peningkatan Karakter Kewirausahaan UMKM Menghadapi Perdagangan Bebas Dari hasil analisis masalah koperasi dan UMKM yang dilakukan oleh Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2009, disimpulkan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi koperasi dan UMKM pada umumnya adalah: (1) ketidakjelasan visi pembangunan KUMKM; (2) belum adanya basis data dan informasi koperasi dan UMKM yang memadai; (3) desain program pemberdayaan KUMKM yang tidak didasarkan pada hasil kajian dan evaluasi program sebelumnya; (4) usaha mikro dan usaha kecil bergerak dalam sektor formal, tanpa legalitas usaha yang memadai; (5) banyak program pemberdayaan KUMKM yang didasarkan pada konsep bantuan sosial, dan tidak didasarkan pada kerangka pengembangan bisnis; (6) birokrasi pemerintahan yang rigit, sehingga sulit untuk mewujudkan fenomena Structure Follow Strategy dan sulit menerapkan praktek yang terbaik; (7) kurang kompetennya SDM pembina di daerah, serta lemahnya koordinasi dan sinergi lintas pelaku; (8) tidak efektifnya sistem pemantauan pelaporan dan evaluasi pembangunan KUMKM. Kondisi ini mengindikasikan masih banyaknya ketidaksinkronan programprogram pemberdayaan KUMKM, sehingga sinerji dari adanya sistem itu sendiri belum terlihat dengan baik. Perdagangan bebas sulit untuk dihindari oleh semua pelaku usaha di Indonesia termasuk UMK. Oleh karena itu, perdagangan bebas harus dihadapi dengan berkarya. Kesiapan dan pengembangan yang terus menerus dari UMK kita, termasuk di dalamnya pengembangan kewirausahaan UMK. 96 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) Pelaksanaan perdagangan bebas diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kewirausahaan di kalangan KUMKM melalui pengembangan: (1) Kreatifitas yang melahirkan inovasi sehingga mampu membangun daya saing, dengan mengandalkan potensi sumberdaya lokal yang memiliki keunggulan kompetitif. (2) Kemampuan melihat peluang usaha, dalam arti mengetahui atau memahami sebelumnya seluk beluk usaha yang akan dilaksanakan, dan pengetahuan tentang nilai ekonomi barang, kualitas, manjemen produksi dan pemasarannya. (3) Keberaniannya menanggung resiko kerugian, karena bisa memperkirakan jenis dan besar resiko yang akan timbul, bila usahanya mengalami hambatan. (4) Kemampuan manajerial yang menghasilkan efisiensi sumberdaya yang sejak dari merencanakan kegiatan, yang diindikasikan dari sedikitnya kerugian yang dialami. Kemampuan ini berkaitan dengan pengalaman. (5) Kemampuan dalam menata organisasi usaha yang akan mempengaruhi efektifitas sistem organisasi. (6) Kemampuan pengawasan dalam produksi dan pemasaran Pemberdayaan UMKM pada hakekatnya bukan saja ditujukan untuk mengikutsertakan kelompok ini agar dapat turut menikmati keberhasilan pembangunan, tetapi yang utama adalah mengoptimalkan mereka secara lebih baik sebagai sumberdaya yang potensial. Seberapa besar UMKM akan diperankan dalam pembangunan sangat ditentukan oleh orientasi dalam penyusunan konsepsi dasar pembangunan itu sendiri. Konsepsi dasar pembangunan yang umumnya disusun dalam bentuk normatif selalu menyebutkan bahwa pemberdayaan UMKM merupakan bagian integral dalam pembangunan yang mendapat prioritas penting. Namun demikian sampai sekarang ini keberhasilan pemberdayaan UMKM masih dibatasi oleh berbagai kendala di antaranya belum membaiknya peluang usaha bagi UMKM. Untuk mengatasi masalah tersebut UU Nomor 20 Tahun 2008 secara rinci telah menegaskan perlunya pemberian prioritas dari pemerintah untuk mendukung UMKM dengan mengeleminir berbagai kendala yang akan 97 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 dapat memperluas peluang usaha UMKM. Beberapa kebijakan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan kewirausahaan bagi UMKM antara lain: 98 (1) Pembukaan Lapangan Usaha Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 secara jelas telah merinci solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pembukaan lapangan usaha bagi UMKM, yang tertuang dalam pasal 7 ayat 1 butir huruf (f). Di sini ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus menumbuhkan Iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi beberapa aspek, antara lain (huruf f) kesempatan berusaha. Akan tetapi jika diperhatikan lebih jauh, ruang lingkup aspek yang dimaksud dalam pasal tersebut sangatlah luas dan berkaitan dengan kebijakan makro tentang semua pelaku usaha termasuk usaha besar dan kalangan usaha lainnya. Oleh sebab itu, apa yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tersebut patut dikhawatirkan tidak akan efektif. Pengaturan kesempatan usaha tersebut juga akan berkaitan langsung dengan kepentingan dunia usaha, seperti para investor asing yang sengaja diundang untuk mendorong dunia usaha. Untuk itu maka masalah tersebut harus diatur secara terpisah, yang mungkin dapat dikaitkan dengan Undang-Undang lainnya seperti Undang-Undang perlindungan usaha dan Undang-Undang anti monopoli. (2) Legalitas Usaha UMKM Legalitas perizinan usaha atas kegiatan sangat diperlukan oleh UMKM untuk berhubungan dengan banyak pihak, baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Oleh sebab itu perizinan dalam kegiatan usaha jangan hanya dianggap sebagai bentuk formalisasi kegiatan usaha saja. Dari kajian yang dilakukan Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2008, tentang Formalisasi Usaha Kecil dan Menengah, diketahui bahwa perizinan atas kegiatan usaha juga sangat diperlukan oleh UMKM untuk: 1) untuk memperluas usaha atau mengembangkan jaringan usaha UMKM, 2) membangun kepercayaan mitra, calon mitra dan atau stakeholder, 3) menghilangkan ketidakjelasan status kegiatan usaha yang berdampak pada kemudahan kontrol yang dilakukan oleh kalangan stakeholder, 4) menghindari dari adanya berbagai pungutan liar dan memberikan kesempatan bagi UMKM untuk mendapatkan insentif dari kalangan stakeholder terutama DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) pemerintah dalam berbagai bentuk seperti fasilitasi kegiatan usaha, pendidikan pelatihan dan pengembangan jaringan usaha. Kepentingan UMKM untuk mendapatkan formalitas usaha dalam menghadapi perdagangan bebas terkait langsung dengan tuntutan persaingan bebas yaitu produktifitas dan daya saing. Untuk tujuan tersebut, UMKM harus dapat meningkatkan efisiensi yang salah satunya adalah dengan memperluas jaringan usaha. Jaringan usaha dan kemitraan akan lebih mudah diwujudkan dengan adanya formalisasi perizinan usaha dan legalitas badan usaha. Oleh sebab itu perizinan usaha menjadi faktor yang penting yang harus diselesaikan oleh kalangan UMKM yang harus didukung oleh komitmen pemerintah. Kajian tersebut menyatakan bahwa pengusaha mikro belum layak untuk memiliki badan hukum sendiri. Oleh sebab itu, mereka dapat memanfaatkan badan hukum koperasi. Dalam konsepsi ideal yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar koperasi, para anggota koperasi yang sebagian besar adalah UKM bergabung dengan koperasi melalui pemanfaatan koperasi untuk mendukung usaha mereka. Dari adanya kerjasama tersebut akan terbangun sinerji untuk menghadapi berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh kalangan UMKM, yang selanjutnya akan dapat dimanfaatkan oleh koperasi untuk menghadapi hambatanhambatan dari luar yang berupa dampak negatif. (3) Kepastian Tempat Usaha Untuk mendukung kepastian tempat usaha bagi UMKM, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek antara lain (huruf d) kepastian tempat usaha. Lebih lanjut dalam pasal 13 ayat 1 dijelaskan bahwa bahwa aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk: 1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima serta lokasi lainnya. Pesan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tersebut di atas mengisyaratkan kepada Pemerintah daerah 99 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 agar pemberian kepastian tempat usaha bagi UMKM. Pengusaha mikro dan kecil dijadikan salah satu faktor pertimbangan dalam penyusunan tata ruang daerah. Untuk tujuan tersebut, pemerintah daerah sebaiknya mengalokasikan tempat yang sesuai untuk pengusaha mikro dan pengusaha kecil. 100 (4) Pengembangan Kemitraan Unsur yang secara langsung berkaitan dengan pembukaan peluang usaha yang lebih besar untuk UMKM ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang menetapkan bahwa aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk: 1) mewujudkan kemitraan antara UMKM; 2) mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar; 3) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara UMKM; 4) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar; 5) mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar UMKM; 6) mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen dan (7) mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM. Penerapan suatu undang-undang nampaknya belum cukup untuk membangkitkan lembaga ekonomi dan sosial. Banyak peraturan perundang-undangan dikeluarkan tetap cenderung memberikan kesempatan untuk berkembangnya ego sektoral di antara unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang tersebut. Namun demikian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 telah menimbulkan harapan baru bagi para pemikir dan stakeholder UMKM untuk merancang program-program yang dapat mempercepat meningkatkan kewirausahaan UMKM. Dari pengalaman masa lalu, orientasi pembinaan dan pemberdayaan perlu redefinisi program dan kegiatan pembinaan dalam pengembangan UMKM di masa mendatang. Orientasi program lebih diarahkan pada pengembangan kewirausahaan. Kepentingan pengembangan kewirausahaan terkait langsung dengan upaya peningkatan daya saing UMKM sebagai produsen andalan berbagai produk nasional dalam menghadapi pasar bebas. DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) IV. Kepentingan pengembangan kewirausahaan memang tidak secara spesifik dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Namun beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut mengarahkan pembinaan UMKM pada kemandirian yang hanya dapat ditumbuhkan melalui pengembangan kewirausahaan. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 ditemukan pasal-pasal yang dapat dijadikan dasar bagi penyusunan program-program pengembangan kewirausahaan antara lain: 1) pemberdayaan usaha; 2) penumbuhan iklim usaha; 3) pengembangan Usaha; 4) pembiayaan dan penjaminan usaha; 5) memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan dan 6) pemerintah melakukan koordinasi dan evaluasi pemberdayaan UMKM. KESIMPULAN DAN SARAN Dampak kehadiran UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM terhadap pengembangan kewirausahaan UMKM belum terlihat nyata, karena peningkatan karakter kewirausahaan di kalangan UMKM sebaiknya diberikan perlindungan terhadap lapangan usaha dan tempat usaha, agar tumbuh produktifitas dan daya saing UMKM, dengan meningkatkan pengendalian pendirian pusat perbelanjaan dan memperhatikan tata ruang dari aspek ekonomis, dan lingkungan. Pendirian pusat perbelanjaan yang tidak terkendali dapat berakibat makin banyak masuk produk-produk impor dan menyebabkan kondisi perang pasar yang tidak terkendali Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta peraturan perundangan lain untuk memberdayakan UMKM, seharusnya dilaksanakan dengan tegas dan efektif terutama tingkat operasional di daerah, sehingga dapat memberi manfaat bagi masyarakat, pelaku usaha, dan birokrasi. Tetapi dalam kenyataannya belum berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan komitmen dari pemerintah dan dunia usaha. Perkembangan bisnis retail dewasa ini sangat gencar melalui jaringan bisnis retail, yang dinamakan sebagai retail networking. Agar UMKM tidak ketinggalan mereka harus menangkap peluang yang ada dengan meningkatkan karakter kewirausahannya, karena penerapan teknologi informasi pada retail networking ini dapat meningkatkan daya saing dan distribusi barang yang besar. Pola ini disetting untuk saling berhubungan satu dengan yang lain, dan salah satu dari jaringan dijadikan sebagai pusat pengendali. 101 INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 86 - 103 Pengembangan UMKM merupakan bagian dari pemberdayaan ekonomi rakyat, juga sekaligus memampukan sektor-sektor ekonomi tradisional dan pemerataan pembangunan baik antar sektor pembangunan, sektor ekonomi, antara wilayah, maupun antar lintas budaya etnis. Oleh sebab itu UMKM dapat ditempatkan sebagai agen pembangunan ekonomi. Diantaranya UMKM harus diberikan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan usahanya dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Kewirausahaan dikalangan UMKM harus ditingkatkan, agar dukungan, perlindungan, peluang, fasilitas, dan pembinaan dari pemerintah dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Peluang ini harus dimanfaatkan oleh UMKM agar dapat meningkatkan daya saing yang tinggi, sehingga dapat bersaing di berbagai sektor terutama produk impor dan juga dengan pelaku usaha lain. DAFTAR PUSTAKA Asean Web. 2010. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between ASEAN and the People’s Republic of Cina. Phnom Penh, 4 November 2002. ASEANWEB, file;//E\ACFTA\13196.htm, diakses tanggal 8 April. Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Makro Ekonomi UMKM. BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. 2008. Kajian Pengembangan Formalisasi Usaha Kecil, dan Menengah. Kementerian Koperasi dan UKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Kementerian Negara KUKM R.I. Jakarta. Kementerian Perdagangan. 2008. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010. Pengesahan ASEAN Trade In Goods Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN). Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta. 102 DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM TERHADAP PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BAGI UMKM (Saudin Sijabat) Manggara, Tambunan. 2004. Melangkah Ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 Sept 2004. Nasution. 1996. Kesiapan UMKM dalam Menghadapi Era Pasar Bebas. Badan Perencanaan Pembanguan Nasional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Jakarta. Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM. 2009. Analisis Masalah Koperasi dan UMKM. Kementerian Koperasi dan UKM. Sijabat, Saudin. 2009. Sinerji Penerapan UU Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM. Infokop Volume 17 Juli. Soediyono Reksoprayitno. 2000. Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan PermintaanPenawaran Agregatif. BPFE. Yogyakarta. Syarif, Teuku. 2007. Kajian Profil UMKM Sukses. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Kementerian Koperasi dan UKM. Syarif, Teuku. 2010. Prospek Bisnis UMKM Menghadapi Pelaksanaan Kesepakatan AC-FTA Tahun 2010. Bahan Diskusi Rutin Peneliti di Lingkungan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta Todaro Michael P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 103