BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Komunikasi Kata “komunikasi” atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “communication” berasal dari bahasa Latin yaitu “communicatus”, “communicatio”, atau “communicare” yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama (Riswandi, 2009:1). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Komunikasi merupakan pegiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Suharso dan Ana Retnoningsih, 2005:260). Berikut merupakan pengertian komunikasi dari beberapa ahli, diantaranya: Thendorson (1969) berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau kelompok lain (Rohim, 2009:11). Weaver berpendapat bahwa komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Riswandi, 2009:2). Menurut Everett M. Rogers (1985), komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Cangara, 2013:33). Harold Lasswell memaknai komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa” dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa” Riswandi, 2009:2). Secara paradigmatis pengertian komunikasi dapat disimpulkan sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung dengan menggunakan media (Effendy, 2008:5). 9 Menurut John R. Wenburg dan William W. Willmot, juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, terdapat tiga pemahaman mengenai komunikasi yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi (Mulyana, 2002:60). 1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah. Merupakan suatu pemahaman mengenai komunikasi manusia dimana komunikasi mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang atau kelopok kepada orang lain atau kelompok lain, baik secara langsung (tatap muka) ataupun menggunakan media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi. Michael Burgoon menyebut pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebagai definisi berorientasi pada sumber. Komunikasi dianggap sebagai suatu tindakan yang sengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti membujuk seseorang agar melakukan tindakan tertentu (Riswandi, 2009 : 7-8). Komunikasi satu arah banyak dikaitkan dengan model komunikasi Lasswell yaitu dengan menjawab pertanyaan “who says what in which channel to whom with what effect” atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan efek apa” (Effendy, 2005 : 10). Konsep komunikasi satu arah tersebut memfokuskan kepada penyampaian pesan secara efektif dan menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat persuasif (Mulyana, 2002: 61-62). 2. Komunikasi sebagai interaksi. Komunikasi sebagai interaksi merupakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian (Mulyana, 2002 : 65). Komunikasi sebagai interaksi dipandang lebih dinamis dari pada komunkasi sebagai tindakan satu arah, namun pandangan ini membedakan para peserta sebagai pengirim dan penerima pesan (Riswandi, 2009 : 8-9). Dalam konteks ini komunikasi melibatkan komunikator yang menyampaikan pesan secara verbal atau non verbal, dimana komunikan nantinya secara 10 aktif akan memberikan respon secara verbal atau non verbal secara timbal balik dan dinamis. 3. Komunikasi sebagai Transaksi. Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses personal, karena makna atau pemahaman yang diperoleh seseorang pada dasarnya bersifat pribadi. Komunikasi dianggap bersifat dinamis artinya komunikasi dipandang sebagai transaksi. Pandangan ini yang dianggap lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang memungkinkan pesan atau respon verbal dapat dikehui secara langsung (Riswandi, 2009 : 9). Suatu komunikasi dikatakan efektif apabila ditandai dengan hubungan interpersonal. Adapun terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi (Effendy, 2008 : 6) yaitu : 1. Komunikator : orang yang menyampaikan pesan. 2. Pesan : pernyataan yang didukung oleh lambang. 3. Komunikan : orang yang menerima pesan. 4. Media : sarana atau saluran yang mendukung pesan. 5. Efek : dampak sebagai pengaruh dari pesan. Model Pola Komunikasi Harold Lasswel Gambar 1 (Model Komunikasi Harold D. Lasswell). 11 2.1.1 Hukum Komunikasi yang efektif Hukum komunikasi efektif terdiri dari 5 hal (Sangadji, 2013:235-237) yaitu : 1. Respect. Respect merupakan sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. 2. Emphaty. Emphaty merupakan kemampuan kita untuk menempatkan diri dalam situasi atau kondisi yang dihadapi atau dialami oleh orang lain. Syarat utama dari sikap ini adalah adanya kemempuan untuk mendengarkan dan mengerti terlebih dahulu sebelum kita dimengerti atau didengarkan oleh orang lain. 3. Audiable. Audiable berarti pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. 4. Clarity. Selain dapat dimengerti, pesan yang disampaikan juga harus mampu didengar dengan jelas. Clarity atau kejelasan juga bisa berarti keterbukaan atau transparansi dimana dalam komunikasi kita harus mengembangkan sikap terbuka dimana tidak ada yang disembunyikan atau ditutupi. 5. Humble. Humble atau sikap rendah hati merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama yaitu respect. Menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati sikap rendah hati adalah sikap melayani secara penuh, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan tidak merendahkan orang lain, berani mengakui kesalahan, mau emaafkan dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar. 12 2.2 Strategi Komunikasi. Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategos” yang berarti seni umum, namun term ini kemudian berubah menjadi kata sifat yaitu “strategia” yang memiliki arti “keahlian militer”. Karl von Clausewitz (1780-1831) dalam bukunya yang berjudul On War merumuskan Strategi sebagai suatu seni menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang. Strategi komunikasi menurut Rogers (1982) sebagai suatu rancangan yang dibuat untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru (Cangara, 2013:61). Strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Effendy, 2013:32). Siagian (1984:33) mendefinisikan perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah di tentukan sebelumnya (Abidin, 2015:86). Adapun perencanaan komunikasi menurut Cangara (Abidin, 2015:89) , communication explains how to covey the right message, from the right communicator, to the right audience, through the right channel, at right time (Perencanaan komunikasi menjelaskan cara mengirimkan pesan yang tepat, dari komunikator yang tepat, kepada khalayak yang tepat, melalui saluran yang tepat pada waktu yang tepat). Hasibuan (2006) mendefinisikan manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan (Abidin, 2015:52). Manajemen berasal dari kata to manage yang memiliki arti mengatur. Bila dikaitkan dengan aspek komunikasi, Michael Kaye menjelaskan manajemen komunikasi sebagai cara individu atau manusia mengelola proses komunikasi melalui penyusunan kerangka makna dalam berbagai lingkup komunikasi, dengan mengoptimalisasi sumber daya komunikasi dan teknologi yang ada (Abidin, 2015:131). Jadi pada prinsipnya manajemen komunikasi adalah cara 13 membangun dan mengelola suatu hubungan, baik secara lisan maupun tulisan agar tidak terjadi Missed Communication sehingga segala aktivitas yang berkaitan dengan komunikasi dapat berjalan dengan damai dan hubungan yang baik dikenal sebagai bentuk koordinasi atau kerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Abidin, 2015:132). Strategi komunikasi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan (Afdjani, 2014:191). Dalam strategi komunikasi, pasti terdapat sebuah tujuan tertentu yang ingin dicapai, beberapa tujuan strategi komunikasi (Liliweri, 2011:248-249) ialah sebagai berikut: 1. Memberitahu (Announcing). 2. Memotivasi (Motivating). 3. Mendidik (Educating). 4. Menyebarkan informasi (Informing). 5. Mendukung pembuatan keputusan (Supporting Decision Making). Dalam strategi komunikasi, pesan harus disusun dan disesuaikan dengan calon penerima pesan (Effendy, 2013:35-39). Adapun hal yang perlu dilakukan ialah: 1. Mengenali Sasaran Komunikasi. Sebelum melakukan kegiatan komunikasi hendaknya terlebih dahulu mempelajari target sasaran komunikasi. Adapun faktor-faktor dari komunikan yang perlu diperhatikan ialah : Faktor kerangka refrensi. Kerangka refrensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideologi, cita-cita, dan sebagainya. Faktor situasi dan kondisi. Situasi dalam hal ini ialah situasi komunikasi pada saat komunikan akan menerima pesan yang akan disampaikan. Adapun kondisi yang dimaksud adalah state of personality 14 komunikan yaitu keadaan fisik dan psikis komunikan pada saat menerima pesan. 2. Pemilihan Media Komunikasi. Media komunikasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu : media tulisan. media visual. media aural. media audio visual. 3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi. Tujuan dari pesan komunikasi menentukan teknik yang akan diambil. Sebelum menentukan teknik, hal utama yang harus dipahami ialah pesan komunikasi. 4. Peranan Komunikator dalam Komunikasi. Dalam menghadapi komunikan, komunikator harus dapat bersikap empatik dimana ia harus mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain atau komunikan. Terdapat dua faktor penting komunikator yang dapat melacarkan proses komunikasi: Daya tarik sumber. Komunikasi akan berhasil apabila ia mampu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika pihak komunikan bahwa komunikator ikut serta dengannya. Kredibilitas sumber. Hal yang membuat komunikasi berhasil adalah adanya kepercayaan komunikan terhadap komunikator. 15 2.2.1 Model Perencanaan Komunikasi AIDDA Dalam startegi komunikasi, komunikator memiliki peran yang sangat penting. Para ahli berpendapat bahwa dalam berkomunikasi hendaknya menggunakan pendekatan yang disebut dengan A-A procedure atau from attention to action procedure (Afdjani, 2014 : 195), yang merupakan penyederhanaan dari proses yang disingkat dengan AIDDA yaitu Attention (Perhatian), Interest (Minat), Desire (Hasrat), Decision (Keputusan), Action (Kegiatan). Dalam Cangara, 2013:78-79 dijelaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan perhatian (Attention) dimana pada tahap ini komunikator mengarahkan target sasaran sehingga ia menyadari atau mengetahui ide atau gagasan yang ditawarkan. Setelah ia menyadari maka akan muncul fase dimana akan timbul perhatian (Interest) dimana dalamnya terdapat minat dari target. Setelah itu akan muncul keinginan dalam diri target diaman dalam hal ini ia telah memikirkan dan menimbang manfaat dan kegunaan. Apabila ia berminat, ia akan mulai mengambil sebuah keputusan (Decision) dimana terdapat pengambilan keputusan. Sikap target dimana ia mengambil sebuah keputusan akan diikuti dengan sebuah tindakan (Action). 16 Attention (Perhatian) Interest (Minat) Desire (Keinginan) Decision (Keputusan) Action (Pelaksanaan) Bagan 1 Model Perencanaan Komunikasi AIDDA 2.3 Komunikasi Antar Pribadi atau Interpersonal Komunikasi interpersonal menurut Burgon & Huffner (Afdjani, 2014:92) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media. Dapat dikatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjalin antar individu dimana di dalamnya terdapat pesan yang ingin disampaikan dan dalam prosesnya terdapat interaksi yang pada akhirnya akan membangun suatu hubungan diantara orang yang berkomunikasi tersebut. 17 2.3.1 Faktor yang menumbuhkan Hubungan Interpersonal. Ada 3 faktor dalam Penumbuhan Hubungan Interpersonal yaitu: 1. Percaya (Trust). Faktor percaya merupakan faktor yang paling penting. Sikap percaya menentukan efektivitas komunikasi (Rakhmat, 2007:129). Sikap percaya memiliki 3 faktor utama dalam proses penumbuhannya yaitu menerima, empati, kejujuran (Rakhmat, 2007:131-133). 2. Sikap Suportif. Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersifat defensif apabila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis (Rakhmat, 2007:133). 3. Sikap Terbuka. Sikap terbuka merupakan (open mindedness) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses komunikasi interpersonal. Agar komunikasi dapat menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif dogmatisme (karakter tertutup) harus digantikan dengan sikap terbuka. 2.3.2 Tahap Tindakan menurut George Herbert Mead. Dalam Ritzer (2014:257-261) George Herbert Mead memandang tindakan sebagai “unit primitif” dan analisis tindakan memusatkan perhatian pada rangsangan atau (stimulus) dan 18 tanggapan (response). Terdapat 4 tahap tindakan yang saling berhubungan satu dengan yang lain yaitu : 1. Tahap pertama adalah dorongan hati atau impuls (impulse) yang meliputi stimuli atau rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera dan reaksi seseorang terhadap rangsangan tersebut (kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu). 2. Tahap kedua menyelidiki adalah dan persepsi bereaksi (perception). terhadap Seseorang rangsangan yang berhubungan dengan impuls. Seseorang tidak secara spontan menanggapi stimuli atau rangsangan dari luar, tetapi memikirkan sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Seseorang memiliki kapasitas untuk memilih mana yang perlu diperhatiakan atau yang perlu diabaikan. 3. Tahap ketiga adalah manipulasi (manipulation), setelah impuls hadir dan objek dipahami terdapat langkah berikutnya yaitu manipulasi objek atau pengambilan tindakan yang berhubungan dengan objek itu. Tahap manipulasi merupakan tahap jeda yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tidak diwujudkan secara spontan. Memberikan sela waktu mempungkinkan manusia merenungkan berbagai macam tanggapan. 4. Tahap keempat adalah konsumasi (consummation) atau pelaksanaan dimana pada tahap ini seseorang mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati sebenarnya. 2.4 Psikologi Komunikasi Dalam Psikologi Komunikasi (Rakhmat, 2007:120) dikatakan bahwa makin naik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di 19 antara komunikan. Dapat dilihat bahwa aspek psikologi sangat berpengaruh pada efektivitas suatu komunikasi yang terjalin antar individu. 2.4.1 Psikologi Komunikator Proses komunikasi seorang komunikator akan sukses apabila berhasil menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan (Syam, 2011:120). Aristoteles dalam Jalaluddin Rakhmat (1985:266) menyebut karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik (good sense), akhlak yang baik (good moral character), dan maksud yang baik (good will) (Syam, 2011:121). Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri atas (Syam, 2011:121-125) yaitu: Kredibilitas. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate atau komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Terkandung dua arti di dalamnya yaitu pertama kredibilitas adalah persepsi komunikate atau komunikator dan yang kedua kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator. Kredibilitas tidak ada di dalam diri komunikator tetapi tertetak pada persepsi komunikate atau komunikator. Persepsi merupakan proses perolehan, penafsiran, pemilihan, dan pengaturan informasi inderawi (Sarwono, 2014:24). Komponen kredibilitas terdiri atas keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikate atau komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. komunkator yang dinilai tinggi pada keahlian, dianggap sebagai seorang yang cerdas, mampu, ahli, banyak tahu, berpengalaman serta terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate atau komunikan tentang 20 komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikaor dinilai tidak jujur, suka menipu, tidak adil, bahkan tidak etis (Jalaludin Rakmat, 1985:268). Atraksi. Suatu atraksi menyebabkan komunikator menarik, karena itu ia memiliki daya persuasif. Selain itu ketertrarikan kepada komunikator disebabkan adanya kesamaan di antara komunikator dan komunikan. Stotland dan Patchman (1961) menunjukan bahwa kesamaan antara komunikatot dengan komunikate atau komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat. Kekuasaan. Kerangka Teori Kelman, kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Raven (1974) mengklasifikasikan 5 jenis kekuasaan yaitu : 1. Kekuasaan koersif (coercive power). Kekuasaan koersif menunjukan komunikator untuk memberikan hukuman mendatangkan pada kemampuan ganjaran komunikate atau atau komunikan. 2. Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. 3. Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. 21 4. Kekuasan rujukan (referent power). Komunikate atau komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan menanamkan rujukan kekaguman pada bila ia berhasil komunikate atau komunikan, sehingga seluruh perilakunya diteladani. 5. Kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan komunikator memiliki wewenang untuk melakukan tindakan. 22 2.5 Kerangka Pikir Drumblek Pancuran (Drumblek GEMPAR) Ketua RW Strategi Komunikasi. Perencanaan Komunikasi. Komunikasi Interpersonal. Psikologi Komunikator. Tahap Tindakan (George Herbert Mead). Warga bergabung dalam drumblek Bagan 2 Kerangka Pikir Penelitian Keterangan Kerangka Pikir : Permasalahan yang sering melibatkan warga Pancuran menyebabkan timbulnya pandangan buruk dari kalangan masyarakat Salatiga mengenai wilayah ini. Sampai pada akhirnya muncullah Drumblek Pancuran yang saat ini bernama GEMPAR (Generasi Muda Pancuran) yang beranggotakan warga Pancuran. Peneliti ingin mengetahui strategi komunikasi yang digunakan oleh Ketua Rukun Warga dimana membuat warga bersedia mengikuti drumblek dan dapat diarahkan ke kegiatan tersebut. Strategi komunikasi tersebut akhirnya menimbulkan kesadaran dari warga dan anak muda Pancuran untuk ikut bergabung dalam Drumblek sampai akhirnya Pancuran dapat dikenal oleh masyarakat denga drumbleknya dan adanya pandangan positif dari masyarakat untuk Pancuran. 23 2.6 Penelitian Terdahulu. Berikut ini merupakan penelitian terdahulu yang yang pernah dilakukan di daerah Pancuran Salatiga, namun pada peneltian tersebut tidak meneliti mengenai Strategi Komunikasi Perekrutan Drumblek terhadap anak Muda Pancuran. Hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut : No. Penelitian 1. Hasil Penelitian Priyanto Adi Nugroho, Minat 2015, masyarakat kampung Pancuran Eksistensi terhadap kesenian drumblek didasarkan atas Kesenian Drumblek di 3 hal : Kampung Pancuran Pertama, bahan dasar instrumen yang Kota Salatiga, Institut murah, dengan bahan dasar instrumen yang Seni Yogyakarta. Indonesia murah, maka harganya dapat terjangkau oleh masyarakat kampung Pancuran yang berekonomi rendah, sehingga masyarakat kampung Pancuran tetap dapat menuangkan kreatifitas dan ekspresi terutama bagi mereka yang berminat pada bidang musik. Kedua, teknik permainan instrumen yang mudah. Teknik permainan dengan pola ritmis yang sederhana menjadikan pemain musik yang rata-rata hanya berpendidikan SD sampai SMP dan tidak memiliki pendidikan musik secara formal tidak mengalami kesulitan. Selain itu juga ditunjang dengan penampilan lagu-lagu yang sudah dikenal serta dimainkan dalam berbagai irama, Sangat menarik musisi maupun penontonnya. 24 Ketiga, meriah dalam setiap pertunjukannya, dari berbagai pertunjukan yang diadakan, baik dengan pawai maupun di sebuah tempat kesenian ini tidak pernah sepi dari penonton. Penonton yang hadir juga dari berbagai usia, ada tua, muda, anak anak. Selain itu meriah juga dapat dimaknai yang lain, hal itu terkait dengan sifat instrumen perkusi yang keras walaupun tanpa bantuan soundsystem, sehingga orang yang mendengar tertarik untuk melihat. Itulah sebabnya maka secara kuantitas (jumlah penonton) maupun kualitas (aspek bunyi) maka kesenian drumblek akan selalu menjadi hiburan yang menarik karena kemeriahannya. Selanjutnya dari bentuk penyajian, ada beberapa aspek yang dibicarakan yaitu, aspek musikologi dan sarana pendukung pementasan. Sarana pendukung pementasan meliputi waktu, tempat, kostum, properti dan pemain. Kemudian dilihat dari aspek musikologi, kesenian drumblek dapat dikatakan musik yang sederhana, hal ini dapat dilihat dari aransemen musik drumblek. Selain itu, untuk memainkan instrumen musik drumblek ini tidak memerlukan ketrampilan yang khusus, tidak ada teknik-teknik seperti memegang stick, dalam 25 permainannya pun hanya menggunakan teknik pukulan single stroke, sehingga siapa saja dan dari kalangan mana saja dapat memainkan alat musik drumblek, karena berbagai aspek tersebut diatas maka kesenian drumblek ini menjadi sangat diminati oleh warga masyarakat Salatiga. 2. Surtiani, Eny Endang, Berdasarkan kebijakan tata ruang Kota 2006, yang Faktor-Faktor Salatiga, keberadaan Kawasan Permukiman Mempengaruhi Pancuran Terciptanya tidaklah mendukung sebagai kawasan aktifitas hunian. Perkembangan Pemukiman Kumuh di secara pesat aktifitas perdagangan dan jasa Kawasan Pusat Kota serta perkantoran sebagai aktifitas dominan Salatiga, Pascasarjana kawasan telah menggeser nilai estetika Universitas Diponegoro hunian Semarang. pada Kawasan Permukiman Pancuran. 2. Karakteristik ekonomi penghuni di Kawasan Pancuran adalah sebesar 60 % penghuni memiliki penghasilan rata- rata/bulan sebesar Rp. 500 – 750 rb dan hanya 20 % yang memiliki penghasilan di atas750 rb. Sehingga bahwa penghasilan mengindikasikan sebagian besar warganya hany cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, untuk kebutuhan perbaikan lingkungan, sangat tidaklah mungkin untuk mencukupi. 3. Lama tinggal penghuni sebagian besar adalah antara 5 – 10 th, yaitu sebesar 63 %, hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan tenggang waktu hunian yang relatif belum 26 lama mempengaruhi rasa ”telah memiliki” warga akan lingkungannya kurang kuat, sehingga keinginan untuk memperbaiki lingkungan kurang kuat pula. 4. Ditinjau dari pola penggunaan lahan dalam perubahan fungsi bangunannya, 56 % warga lebih condong memanfaatkan sisa lahan yang ada, sehingga berdampak terhadap tingkat kepadatan bangunan yang sangat tinggi. 5. Berdasarkan kebijakan perumahan dan permukiman, kepadatan bangunan pada Kawasan Permukiman pancuran hendaknya mengacu pada kriteria kepadatan bangunan pada daerah pusat kota, yaitu dengan nilai Koefisien Dasar Bangunan sebesar 60%. Pada kenyataan di lapangan, kepadatan bangunan (KDB) pada Kawasan Pancuran Kota Salatiga mencapai ± 90 %, sehingga jelas menyimpang dari peraturan yang ada. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kota untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. 6. Karakteristik tempat hunian kawasan permukiman Pancuran adalah: a) Perubahan fungsi bangunan pun dapat menyebabkan rendahnya kualitas lingkungan seperti perubahan fungsi hunian menjadi tempat usaha. Apalagi jika penambahan bangunan untuk tempat usaha 27 tersebut memanfaatkan ruang publik yang dapat mengganggu fungsi ruang publik. b) Sebagain besar konstruksi bangunan semi permanen yaitu sebesar 55 % dan 25 % lainnya justru berkonstruksi dinding kayu, sehingga ditinjau dari konstruksi jelas tergolong dalam kawasan permukiman marjinal yang tentunya kurang mampu untuk bertindak dalam menjaga kualitas lingkungan. c) Berdasarkan kebijakan perumahan dan permukiman, kepadatan bangunan pada Kawasan Permukiman pancuran hendaknya mengacu pada kriteria kepadatan bangunan pada daerah pusat kota, yaitu dengan nilai Koefisien Dasar Bangunan sebesar 60%. Pada kenyataan di lapangan, kepadatan bangunan (KDB) pada Kawasan Pancuran Kota Salatiga mencapai ± 90 %, sehingga jelas menyimpang dari peraturan yang ada. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kota untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. 7. Kelayakan lokasi Kawasan Permukiman Pancuran ditinjau dari Standar Direktorat Cipta Karya dinilai kurang memberikan nilai kelayakan yang signifikan, hal ini dipengaruhi oleh adanya gangguan polusi pada kawasan, kurang tersedianya air bersih, tidak memiliki kemungkinan untuk 28 berkembang, serta merupakan daerah rawan genangan. Sehingga penanganan yang tegas terhadap kawasan permukiman ini perlu ditegakkan. 8. Sedangkan faktor penyebab penurunan kualitas lingkungan permukiman Kawasan Pancuran adalah disebabkan oleh jumlah penghuni, status kepemilikan, penghasilan, luas lahan dan lama tinggal Dimana variabel-variabel tersebut memiliki nilai signifikansi yang jauh lebih kecil dari 0,05.Dan diantara varibael-variabel tersebut yang memiliki pengaruh tertinggi adalah variabel ”tingkat penghasilan” dan ”luas lahan”. 3. Ulomo, Bagus Iman Penggunaan komunikasi interpersonal oleh Santoso guru kelas autis di SLB N Pembina Dikdo,2015,Strategi Samarinda tidak semuanya berjalan dengan Komunikasi baik. Interpersonal Terdapat hambatan pada media Guru gambar yang seharusnya di sediakan oleh Kelas Autis di Sekolah pihak sekolah, yang mengakibatkan guru Luar Biasa Pembina Negeri berinisiatif untuk membawa gambar sendiri Samarinda, dari rumah. guru mengandalkan komunikasi Universitas visual lainnya yang berupa gerak isyarat Muawarman tangan, bibir, pengenalan mimik bentuk yang muka, serta hnaya dapat digambarkan oleh guru pada papan tulis dan buku masing-masing siswa. 29