ISBN 978-979-3793-70-2 RISIKO PERUBAHAN IKLIM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI USAHATANI PADI DI JAWA BARAT Dini Rochdiani, Kuswarini Kusno, Bobby Rachmat Saefudin Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran E-mail : [email protected] Abstrak Sektor pertanian merupakan sektor perekonomian yang sangat rentan terhadap perubahan iklim karena sektor ini memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kondisi iklim dan cuaca. Perubahan iklim berisiko menyebabkan penurunan produktivitas yang berimplikasi pada penurunan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat risiko perubahan iklim serta pengaruhnya terhadap pendapatan petani padi. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu survey terhadap Hasil penelitian menjelaskan, bahwa tingkat risiko perubahan iklim berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani petani padi. Kenaikan tingkat risiko perubahan iklim sebesar 0,01 satuan akan menurunkan pendapatan usahatani Rp 15.649,86. Tingkat risiko perubahan iklim pada petani padi adalah rendah (71,16%), sedang (20%) dan tinggi (8,84%). Untuk mengendalikan usahatani akibat perubahan iklim, maka disarankan petani adalah menyesuaikan waktu tanam dan waktu panen mereka baik pada musim rendeng maupun musim gadu, menyesuaikan varietas padi mereka dengan memilih varietas yang mempunyai produktivitas tinggi (varietas ciherang), menyesuaikan pola tanam padi-padi-bera. Kata Kunci: Risiko, Iklim, Pendapatan Petani, Padi. menyebabkan rata-rata 271.381 hektar sawah dan lahan pertanian lainnya tergenang .Boer dan Faqih (2006) menyatakan bahwa El-Nino yang siklusnya antara 4-7 tahun sekarang makin sering terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 1991, 1994, 1997, 2002, 2003, 2006 dan terbukti telah berpengaruh langsung pada sektor pertanian. Produksi beras nasional, misalnya, antara tahun 1980-1990 rata-rata turun sekitar 100.000 ton per tahun, adapun kurun waktu 1990-2000 turun rata-rata 300.000 ton per tahun (Boer dan Faqih, 2006). Selain itu berdasarkan hasil kajian Irawan (2006) didapatkan kesimpulan bahwa fenomena iklim ekstrim seperti El Nino dan La Nina di Indonesia berpengaruh terhadap perkembangan produksi tanaman pangan. Meningkatnya kejadian-kejadian akibat perubahan iklim yang melanda komoditas pertanian padi, menggambarkan bahwa pertanian padi sangat rentan terhadap risiko perubahan iklim. Kerentanan pertanian terhadap risiko perubahan iklim secara luas telah diakui di kalangan ilmiah dan regulasi kebijakan, sebagaimana tercantum dalam international policy agreements (Reid et al., 2007). Risiko perubahan iklim ditentukan oleh bahaya (hazard) yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan kerentanan (vulnerability) I. PENDAHULUAN Padi merupakan komoditas pangan paling penting di Indonesia dan merupakan salah satu produsen sekaligus konsumen beras terbesar di dunia sehingga produksi beras merupakan pusat ketahanan pangan sekaligus pusat kelangsungan hidup penduduk (Natawidjaja, 2009). Di Indonesia, pengaruh perubahan iklim global khususnya terhadap pertanian padi sudah terasa dan menjadi kenyataan. Fenomena-fenomena perubahan iklim tersebut telah memicu peningkatan intensitas kejadian-kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan yang menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pemantauan yang dilakukan Departemen Pertanian RI selama 10 tahun terakhir (2006-2015) kekeringan dan banjir cendeung naik dengan angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan seluas 303.641 hektar dengan lahan puso mencapai 58.489 hektar atau setara dengan 767.589 ton gabah kering giling (GKG). Sedangkan yang terlanda banjir seluas 271.381 hektar dengan puso 79.846 hektar (setara dengan 774.106 ton GKG). Kemudian, antara tahun 2006 hingga 2015, tercatat rata-rata ada 332 kejadian banjir besar per tahun di Indonesia yang Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 263 ISBN 978-979-3793-70-2 dari suatu sistem pertanian/agribisnis (Affeltranger et. al., 2006). Semakin besar bahaya dan kerentanan maka semakin besar pula risiko perubahan iklim. Pendapatan petani merupakan indikator keberhasilan petani dalam berusahatani yang tentunya terkena dampak dari risiko perubahan iklim. Penurunan produktivitas, penurunan kualitas hasil panen, kegagalan panen dan penurunan lahan panen mengindikasikan besarnya risiko perubahan iklim dan di lain pihak berimplikasi pada penurunan pendapatan usahatani petani. Petani padi di Indonesia sebagian besar merupakan petani kecil dengan kepemilikan lahan dan modal yang minim (Natawidjaja dkk., 2008) yang tentunya merupakan pihak pertama yang akan terkena dampak dari risiko perubahan iklim (climate change risk). menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep kepuasan yang diharapkan (expected utility). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan peluang (probability). Kepuasan (utility) sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran pendapatan (return). Indikator adanya risiko ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi dari return dengan asumsi faktor-faktor tertentu bersifat tetap. Dampak perubahan iklim global khususnya terhadap sektor pertanian di Indonesia sudah terasa dan menjadi kenyataan. Perubahan ini diindikasikan antara lain oleh adanya bencana banjir, kekeringan (musim kemarau yang panjang) dan bergesernya musim hujan (Ruminta, 2011). Dalam beberapa tahun terakhir ini pergeseran musim hujan menyebabkan bergesernya musim tanam dan panen komoditi pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedangkan banjir dan kekeringan menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso. Hal ini berimplikasi pada penurunan produksi dan pendapatan petani. Natawidjaja et al. (2009) mengungkapkan kesimpulan dalam penelitiannya terkait dampak perubahan iklim terhadap serangan hama bahwa (1) Petani lebih mengenal perubahan yang terkait dengan meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman sebagai dampak dari perubahan iklim; (2) Hampir 50 persen petani menyatakan bahwa hama tikus adalah hama dan penyakit dominan dalam lima tahun terakhir; (3) Suhu dan kelembaban yang lebih tinggi juga berpengaruh terhadap meningkatnya populasi tikus; (4) Hama selanjutnya yang juga dominan adalah wereng coklat; dan (5) Perubahan pada faktor iklim juga meningkatkan serangan hama padi lainnya seperti ulat dan kutu loncat. Pada dasarnya, tujuan berusahatani adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh pendapatan setinggi-tingginya. Keuntungan yang diperoleh dari satu cabang usahatani dapat dituliskan sebagai berikut : II. KAJIAN PUSTAKA Perubahan iklim merupakan implikasi dari pemanasan global yang ditimbulkan oleh peningkatan yang berlebihan dari gas rumah kaca di lapisan atmosfer yang menyebabkan kenaikan temperatur global (Susandi dkk., 2008). Menurut Koesmaryono dkk. (1999), perubahan iklim dan pemanasan global diduga akan meningkatkan kekerapan dan intensitas peristiwa El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Boer dan Faqih (2006) menyatakan banwa secara umum ada tiga pengaruh El Nino terhadap kondisi musim Indonesia. Pertama, musim hujan lebih lambat datang. Kedua, musim hujan berakhir lebih cepat dari biasanya. Ketiga, hujan yang sangat jarang di musim kemarau. Akibatnya, risiko terjadinya kekeringan meningkat. Kondisi sebaliknya terjadi saat La Nina berlangsung.Menurut Handoko et al. (2008), konsekuensi perubahan iklim bagi Indonesia adalah:Perubahan Musim dan Curah Hujan, (2) Kondisi cuaca yang semakin ekstrem, (3)Kenaikan tinggi muka air laut, (4) Suhu Lautan yang menghangat, (5)Suhu udara semakin meningkat. Debertin (1986) mengemukakan bahwa risiko sebagai suatu kejadian di mana hasil dari kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui secara pasti. Robinson dan Barry (1987) mengemukakan bahwa jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam R C dimana: = Keuntungan ; R = Revenue (penerimaan usahatani) = Jumlah produksi x harga ; C = Cost (biaya usahatani) = Biaya tetap +Biaya Variabel Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 264 ISBN 978-979-3793-70-2 dipilih 2 kecamatan secara random. Kemudian dari masing-masing kecamatan dipilih 1 desa secara random. Cakupan dari daerah penelitian ini didesain untuk cukup mewakili keragaman dinamis kondisi wilayah sentra produksi padi utama di Jawa Barat secara umum dengan kerentanan (vulnerability) wilayah terhadap kejadian bencana yang tinggi. Hasil pemilihan responden dengan sampling stratifikasi banyak tahap berdasarkan informasi dari sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut III. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah explanatory design yang menggunakan a two-phase mixed method (Creswell et. al., 2008). Responden dipilih dengan menggunakan teknik sampling acak banyak tahap (muti-stage random sampling). Lokasi yang dipilih di Jawa Barat adalah 3 kabupaten secara random dengan pembobotan (relative importance) jumlah produksi padi tinggi dan jumlah kejadian bencana tinggi.Selanjutnya, dari setiap kabupaten Tabel 3.1. Hasil Pemilihan Responden Dengan Sampling Stratifikasi Banyak Tahap Kabupaten Kecamatan Jumlah Petani Desa Terpilih Provinsi Terpilih OneTerpilih Tingkat Desa Multi-Stage Stage Two-Stage Populasi Sampel Jawa Barat Indramayu 2 2 400 54 (17 300 40 Kabupaten) Karawang 2 2 360 49 440 60 Subang 2 2 320 44 380 53 Jumlah 2200 300 Untuk mengetahui risiko perubahan pertanian. Model persamaan regresi majemuk iklim pengaruhnya terhadap pendapatan petani yang digunakan adalah sebagai berikut: usahatani padi , maka digunakan Multiple Regression Analysis. Analisis ini yang digunakan untuk melihat Risiko perubahan iklim terhadap produksi padi yang dihasilkan Keterangan : oleh petani, yaitu : Pengaruh risiko perubahan Y = Pendapatan usahatani petani iklim dan petani terhadap pendapatan (Rupiah/musim tanam) usahatani petani diestimasi dengan X1 = Luas lahan (hektar) memasukkan nilai tingkat risiko perubahan X2 = Produktivitas (ton/hektar) iklim dan banyaknya bentuk strategi adaptasi X3 = Harga GKG/gabah kering giling yang dilakukan petani sebagai variabel bebas (Rupiah/kg) (independent) yang mempengaruhi pendapatan X4 = Total biaya tenaga kerja usahatani sebagai variabel terikat (dependent). (Rupiah/musim tanam) Variabel bebas lainnya yang diduga X5 = Total biaya input pertanian berpengaruh terhadap pendapatan adalah luas (Rupiah/musim tanam) lahan petani, produktivitas padi, harga jual X6 = Tingkat risiko perubahan iklim petani padi, biaya tenaga kerja dan biaya input X7 = Banyaknya bentuk strategi adaptasi petani terhadap perubahan iklim Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 265 ISBN 978-979-3793-70-2 Gambar 3.1. Model Análisis Pengaruh Risiko Perubahan Iklim dan Perubahan Iklim Petani terhadap Pendapatan Usahatani Petani Sebelum melakukan estimasi, terlebih dahulu harus dipastikan bahwa semua variabel bebas mínimum berskala interval. Data ordinal dalam penelitan ini (variabel tingkat risiko perubahan iklim) ditransformasikan menjadi data interval dengan menggunakan teknik successive intervals (Sudrajat, 2006). Untuk melakukan transformasi data tersebut dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa perangkat lunak Microsoft Excel. Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik terhadap semua variabel pada model persamaan regresi fungsi pendapatan tersebut untuk memastikan agar tidak ada asumsi yang dilanggar. Kemudian setelah dilakukan estimasi regresi, untuk mengukur ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat lakukan dengan melihat Goodness of Fitnya. Untuk melakukan semua jenis pengujian tersebut digunakan alat bantu berupa perangkat lunak SPSS for Windows 17. Dalam penelitian ini, teknik untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas didalam model regresi adalah melihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance. Apabila nilai tolerance mendekati 1, serta nilai VIF disekitar angka 1 serta tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas dalam model regresi (Santoso, 2000). 2. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal (Ghozali, 2005). Pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data normal. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Cara mendeteksinya adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-standardized (Ghozali, 2005). Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel-variabel bebas (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 266 ISBN 978-979-3793-70-2 Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005): a) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu teratur (bergelombang, melebur kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. dimana: = Keuntungan ; R = Revenue (penerimaan usahatani) = Jumlah produksi x harga ; C = Cost (biaya usahatani) = Biaya tetap +Biaya Variabel IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Risiko yang dihadapi Petani Usahatani Padi akibat Perubahan Iklim Risiko perubahan iklim petani didefinisikan sebagai peluang kehilangan/ kerugian yang berpotensi menimpa petani dan sistem usahataninya akibat perubahan iklim. Menurut Affeltranger et. al. (2006), tingkat risiko perubahan iklim merupakan fungsi matematis dari bahaya (hazard) perubahan iklim dikalikan dengan kerentanan (vulnerability) petani dan sistem usahataninya terhadap perubahan iklim. Hasil analisis indeks risiko menunjukkan bahwa sebagian besar petani (71,17%) termasuk kategori tingkat risiko rendah dan dapat dilihat pada Tabel 4.1. 3. Uji Goodness of Fit 1. Uji F Uji F digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa koefisien determinasi majemuk dalam populasi, R2, sama dengan nol. Uji signifikansi meliputi pengujian signifikansi persamaan regresi secara keseluruhan serta koefisien regresi parsial spesifik. Uji keseluruhan dapat dilakukan dengan menggunakan statistik F. Nilai statistik Fhitung dan tingkat signifikansi dari setiap variabel dapat dilihat dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows 17. 2. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005). 3. Uji Parsial (Uji t) Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2005). Nilai t-hitung dan tingkat signifikansi dari setiap variabel dapat dilihat dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows 17. 4. Pendapatan Petani Untuk menghitung pendapatan petani usahatani padi, formulasinya sebagai berikut : Tabel 4.1. Tingkat Risiko Petani menurut Indeks Risiko Perubahan Iklim Tingkat Risiko % Tinggi 8,83 Sedang 20 Rendah 71,17 Berdasarkan Tabel 4.1., terlihat bahwa petani dengan tingkat risiko tinggi adalah 8,83%, artinya bahwa petani yang termasuk kategori ini sangat rentan terhadap risiko kehilangan/kerugian yang disebabkan oleh perubahan iklim berupa rendahnya produksi padi mereka. Sedangkan 20% lainnya berada pada tingkat risiko sedang dan 71,17% kategori rendah. Tingkat Risiko sedang dan rendah ini, artinya petani berada pada posisi tengah-tengah antara berisiko dan tidak berisiko terhadap perubahan iklim, artinya petani-petani tersebut tidak terlalu berisiko oleh perubahan iklim namun disisi lain mereka harus waspada terhadap ancaman bahaya dari perubahan iklim yang semakin tidak menentu dan mengurangi kerentanan mereka terhadap perubahan iklim. Sementara itu, berdasarkan sebaran luas lahan dan produktivitas terhadap risiko perubahan iklim petani dapat dilihat pada Tabel 4.2. R C Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 267 ISBN 978-979-3793-70-2 Tabel 4.2. Sebaran Luas Lahan dan Produktivitas terhadap Risiko Perubahan Iklim Petani Luas Lahan (Ha) Jumlah Produktivitas (Ton/Ha) 0-0,99 1-1,99 ≥2 0-2,99 3-7,99 ≥8 Rendah 37% 19% 16% 71% 8% 51% 13% Risiko Perubahan Sedang 5% 9% 7% 20% 2% 16% 2% Iklim Tinggi 1% 4% 4% 9% 1% 7% 1% Jumlah 42% 31% 27% 100% 11% 74% 15% Berdasarkan sebaran luas lahan dan produktivitas terhadap risiko perubahan iklim petani pada Tabel 4.2. terlihat bahwa untuk petani yang mempunyai tingkat risiko perubahan iklim rendah, didominasi oleh petani yang mempunyai lahan seluas 0-0,99 hektar (37%) dan tingkat risiko perubahan iklim sedang didominasi luas lahan 1-1,99 hektar (19%). Sedangkan, petani yang mempunyai tingkat risiko perubahan iklim tinggi didominasi luas lahan 1-2 hektar (16%). Kemudian jika dilihat dari sebaran produktivitas terhadap tingkat risiko perubahan iklim dapat disimpulkan bahwa petani yang mempunyai tingkat risiko tinggi dan sedang merupakan petani yang mempunyai produktivitas 3 ton/hektar sampai 7,99 ton/hektar. Sedangkan petani yang mempunyai tingkat risiko rendah menghasilkan produktivitas 8 ton/hektar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa petani dengan tingkat risiko rendah, menghasilkan produktivitas padinya tinggi. Hal ini disebabkan bahwa usahatani padi sudah dilakukan petani secara turun temurun dan pengalaman petani padi sudah lama yaitu rata-rata 5-19 tahun. Jadi, perubahan iklim tidak terlalu berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi yang dilakukan oleh para petani padi. Jumlah 71% 20% 9% 100% yang dilakukan petani padi di Jawa Barat hampir 80% menggunakan pola tanam Padi – Padi – Bera. Tentunya petani mengharapkan produksi padinya dapat menghasilkan dengan baik dan dapat dijual dengan harga layak, sehingga diharapkan petani meningkat pendapatannya. Hasil analisis dengan menggunkan model regresi, maka untuk pengaruh perubahan iklim terhadap pendapatan petani usahatani padi didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa grafik histogram mengikuti distribusi normal, artinya model regresi memenuhi asumsi normalitas seperti tersaji pada Gambar 4.1 berikut. Gambar 4.1. Histogram Frekuensi dari Standar Residual Model Regres 4.2. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Pendapatan Petani Usahatani Padi Iklim merupakan faktor yang paling penting bagi petani, karena usahatani sangat tergantung pada iklim. Petani padi di tempat penelitian menanam padi dengan varietas Ciherang yang sudah berproduksi dengan baik dengan umur tanaman 3 bulan. Pola tanam Selanjutnya, hasil pengujian heteroskedastisitas menghasilkan grafik pola penyebaran titik (scatterplot) seperti tampak pada Gambar 4.2. berikut. Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 268 ISBN 978-979-3793-70-2 Gambar 4.2. Scatterplot Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu atau tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu , hal ini berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Begitu pula hasil pengujian multikolinearitas sebagaimana tersaji pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk semua variabel bebas lebih besar dari 0 (nol) dan mendekati 1 (satu), kemudian nilai VIF untuk semua variabel bebas mendekati 1 dan tidak ada yang lebih besar dari 2, yang berarti bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas. Dengan demikian semua asumsi klasik sudah terpenuhi. perubahan iklim, strategi adaptasi petani, luas lahan, produktivitas, harga jual, biaya tenaga kerja dan biaya input pertanian. Sedangkan sekitar 2,5 persen sisanya ditentukan oleh faktor lainnya. Selain itu, dari hasil analisis didapatkan nilai F hitung sebesar 3325,83 dengan taraf signifikansi (nilai kesalahan) 0,000 yang lebih kecil dari 0,010 sehingga mengindikasikan bahwa dengan tingkat kepercayaan 99%, model tersebut sangat baik dalam menerangkan pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Koefisien regresi untuk variabel tingkat risiko perubahan iklim bernilai 1.564.985,51 dengan nilai t-statistik -1,87 dan taraf signifikansi 0,062 (lebih kecil dari 0,100) yang berarti bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel tersebut signifikan. Tanda negatif menunjukkan bahwa tingkat risiko perubahan iklim berpengaruh menurunkan pendapatan usahatani petani. Secara lebih lengkap dapat diartikan bahwa dengan tingkat kepercayaan 90%, kenaikan tingkat risiko perubahan iklim sebesar 0,01 satuan akan menurunkan pendapatan usahatani sebesar Rp 15.649,86 (dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan). Pengaruh negatif risiko perubahan iklim terhadap pendapatan petani ini memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya bahwa fenomena perubahaiklim yang intensitas dan frekuensinya semakin sering terjadi akhirakhir ini, pada akhirnya akan berimbas pada menurunnya pendapatan usahatani padi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tingkat risiko perubahan iklim berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani petani padi. Kenaikan tingkat risiko perubahan iklim sebesar 0,01 satuan akan menurunkan pendapatan usahatani Rp 15.649,86. Untuk mengendalikan usahatani Tabel 4.3. Hasil Pengujian Multikolinearitas Kolinieritas Variabel Tolerance VIF Intersep Luas Lahan ( ) 0,767 1,305 Produktivitas ( ) 0,899 1,113 Harga Jual ( ) 0,851 1,175 Biaya Tenaga Kerja ( ) 0,559 1,789 Biaya Input ( ) Tingkat Risiko Perubahan Iklim ( ) Jumlah Strategi Adaptasi Petani ( ) 0,543 1,843 0,843 1,186 0,873 1,146 Hasil analisis model regresi seperti tersaji dalam Gambar 4.3., menunjukkan bahwa model regresi mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.975, artinya sekitar 97,5 persen variasi pendapatan usahatani ditentukan oleh tingkat risiko Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 269 ISBN 978-979-3793-70-2 akibat perubahan iklim, maka disarankan petani adalah menyesuaikan waktu tanam dan waktu panen mereka baik pada musim rendeng maupun musim gadu, menyesuaikan varietas padi mereka dengan memilih varietas yang mempunyai produktivitas tinggi (varietas ciherang), dan menyesuaikan pola tanam padipadi-bera. 5. Challinor, A.J., E. Simelton, E.D.G. Fraser, D. Hemming and M. Collins. 2010. Increased crop failure due to climate change:assessing adaptation options using models and socio-economic data for wheat in China. Environmental Research Letters 5. 6. Chapagain, B.K., R. Subedi, & N.S. Paudel. 2009. Exploring local knowledge of climate change: Some reflections. Journal of Forest and Livelihood 8: 108-112. Science Direct. V. KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat risiko perubahan iklim pada petani padi adalah rendah (71,17%), sedang (20%) dan tinggi (8,83%). Tingkat risiko perubahan iklim berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani petani padi. Kenaikan tingkat risiko perubahan iklim sebesar 0,01 satuan akan menurunkan pendapatan usahatani Rp 15.649,86. Untuk mengendalikan usahatani akibat perubahan iklim, maka disarankan petani adalah menyesuaikan waktu tanam dan waktu panen mereka baik pada musim rendeng maupun musim gadu, menyesuaikan varietas padi mereka dengan memilih varietas yang mempunyai produktivitas tinggi (varietas ciherang), menyesuaikan pola tanam padi-padibera. 7. Creswell, J.W. and V.L.P. Clark. 2008. Designing and Conducting Mixed Methods Research. Sage Publications. London. 8. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. United State of America: Macmillan Publishing Company. 9. Fox, J.J. 2000. The Impact of the 1997-1998 El Nino on Indonesia. In: R.H. Grove and J.Chappel (ed). El Nino History and Crisis. Studies from the AsiaPasifik region. UK: The White House Press. Cambridge. VI. DAFTAR PUSTAKA 10. Gommes, R. 1998. Climate-related risk in agriculture. Canada: IPCC. 1. Affeltrnger, B., Alcedo, W.J. Amman. and M. Arnold. 2006. Living with Risk: “A Global Review of Disaster Reduction Initiatives”. Buku terjemahan MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia). Jakarta. 11. Handoko, Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis : Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. Bogor: Kemitraan. 2. Asikin. 2010. Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Bogor: IPB. 12. Hulme and Sheard, 1999. Climate Change Projection in Indonesia. Climatic Research Unit. United Kingdom: University of East Anglia and WWF International, 1999. 3. BMKG. 2011. Perubahan Iklim dan Dampaknya Di Indonesia. Melalui www.bmkg.go.id [24/02/ 2012]. 13. Irawan, B. 2006. Fenomena anomali iklim el nino dan la nina: Kecenderungan jangka panjang dan pengaruhnya terhadap produksi pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 24: 28 – 45. 4. Boer, R. and A. Faqih. 2006. Characterization of Current and Future Rainfall Variability in Indonesia published in An Integrated Assessment of Climate Change Impacts, Adaptations and Vulnerability in Watershed Areas and Communities in Southeast Asia, International START Secretariat, Washington. 14. Natawidjaja, R.S., D. Supiyandi, C. Tulloh, A.C. Tridakusumah, E.M. Calford and M. Ford. 2009. Climate change, food security and income distribution: adaptations of small rice farmers. Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 270 ISBN 978-979-3793-70-2 Australia: Crawford School of Economics and Government at The Australian National University. 15. Nicholls, N. and G. Beard. 2000. The Application of El Nino- Southern Oscillation Information to Seasonal Forecast in Australia. London and New York: Routledge. 16. Nielsen, J.Q. and A. Reenberg. 2010. Cultural barriers to climate change adaptation: A case study from Northern Burkina Faso. Global Environmental Change 20: 142-152. 17. Olesen, J.E. and M. Bindi. 2002. Consequences of climate change for European agricultural productivity, land use and policy. European Journal of Agronomy 16: 239-262. 18. PEACE. 2007. Indonesia and Climate Change: Current Status and policies. The World Bank and DFID Indonesia. 19. Robinson, L.J., and P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London: Macmillan Publisher. 20. Rodjak, A. 2005. Manajemen Usahatani. Bandung : Pustaka Giratuna. 21. Ruminta. 2011. Kajian Kerentanan, Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian di Kabupaten Bandung. Jakarta: Universitas Padjadjaran. 22. Schmidt, F.H. and J.H. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period for Indonesian With Wester New Guinea. Kementrian Perhubungan Djawatan Meteorologi and Geofisika. Versi 2. No. 42. Jakarta. Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 271