RISIKO PERUBAHAN IKLIM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

advertisement
ISBN 978-979-3793-70-2
RISIKO PERUBAHAN IKLIM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PENDAPATAN PETANI USAHATANI PADI DI JAWA BARAT
Dini Rochdiani, Kuswarini Kusno, Bobby Rachmat Saefudin
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
E-mail : [email protected]
Abstrak
Sektor pertanian merupakan sektor perekonomian yang sangat rentan terhadap perubahan iklim
karena sektor ini memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kondisi iklim dan cuaca.
Perubahan iklim berisiko menyebabkan penurunan produktivitas yang berimplikasi pada penurunan
pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat risiko perubahan iklim serta
pengaruhnya terhadap pendapatan petani padi. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu
survey terhadap Hasil penelitian menjelaskan, bahwa tingkat risiko perubahan iklim berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan usahatani petani padi. Kenaikan tingkat risiko perubahan iklim
sebesar 0,01 satuan akan menurunkan pendapatan usahatani Rp 15.649,86. Tingkat risiko
perubahan iklim pada petani padi adalah rendah (71,16%), sedang (20%) dan tinggi (8,84%).
Untuk mengendalikan usahatani akibat perubahan iklim, maka disarankan petani adalah
menyesuaikan waktu tanam dan waktu panen mereka baik pada musim rendeng maupun musim
gadu, menyesuaikan varietas padi mereka dengan memilih varietas yang mempunyai produktivitas
tinggi (varietas ciherang), menyesuaikan pola tanam padi-padi-bera.
Kata Kunci: Risiko, Iklim, Pendapatan Petani, Padi.
menyebabkan rata-rata 271.381 hektar sawah
dan lahan pertanian lainnya tergenang .Boer
dan Faqih (2006) menyatakan bahwa El-Nino
yang siklusnya antara 4-7 tahun sekarang
makin sering terjadi di Indonesia yaitu pada
tahun 1991, 1994, 1997, 2002, 2003, 2006 dan
terbukti telah berpengaruh langsung pada
sektor pertanian. Produksi beras nasional,
misalnya, antara tahun 1980-1990 rata-rata
turun sekitar 100.000 ton per tahun, adapun
kurun waktu 1990-2000 turun rata-rata 300.000
ton per tahun (Boer dan Faqih, 2006). Selain
itu berdasarkan hasil kajian Irawan (2006)
didapatkan kesimpulan bahwa fenomena iklim
ekstrim seperti El Nino dan La Nina di
Indonesia berpengaruh terhadap perkembangan
produksi tanaman pangan.
Meningkatnya kejadian-kejadian akibat
perubahan iklim yang melanda komoditas
pertanian padi, menggambarkan bahwa
pertanian padi sangat rentan terhadap risiko
perubahan iklim. Kerentanan pertanian
terhadap risiko perubahan iklim secara luas
telah diakui di kalangan ilmiah dan regulasi
kebijakan, sebagaimana tercantum dalam
international policy agreements (Reid et al.,
2007). Risiko perubahan iklim ditentukan oleh
bahaya (hazard) yang ditimbulkan oleh
perubahan iklim dan kerentanan (vulnerability)
I.
PENDAHULUAN
Padi merupakan komoditas pangan
paling penting di Indonesia dan merupakan
salah satu produsen sekaligus konsumen beras
terbesar di dunia sehingga produksi beras
merupakan pusat ketahanan pangan sekaligus
pusat
kelangsungan
hidup
penduduk
(Natawidjaja, 2009). Di Indonesia, pengaruh
perubahan iklim global khususnya terhadap
pertanian padi sudah terasa dan menjadi
kenyataan. Fenomena-fenomena perubahan
iklim tersebut telah memicu peningkatan
intensitas kejadian-kejadian ekstrim seperti
banjir dan kekeringan yang menyebabkan
gagal tanam, gagal panen, dan bahkan
menyebabkan puso. Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil pemantauan yang
dilakukan Departemen Pertanian RI selama 10
tahun terakhir (2006-2015) kekeringan dan
banjir cendeung naik dengan angka rata-rata
lahan pertanian yang terkena kekeringan seluas
303.641 hektar dengan lahan puso mencapai
58.489 hektar atau setara dengan 767.589 ton
gabah kering giling (GKG). Sedangkan yang
terlanda banjir seluas 271.381 hektar dengan
puso 79.846 hektar (setara dengan 774.106 ton
GKG). Kemudian, antara tahun 2006 hingga
2015, tercatat rata-rata ada 332 kejadian banjir
besar per tahun di Indonesia yang
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
263
ISBN 978-979-3793-70-2
dari
suatu
sistem
pertanian/agribisnis
(Affeltranger et. al., 2006). Semakin besar
bahaya dan kerentanan maka semakin besar
pula risiko perubahan iklim.
Pendapatan petani merupakan indikator
keberhasilan petani dalam berusahatani yang
tentunya terkena dampak dari risiko perubahan
iklim. Penurunan produktivitas, penurunan
kualitas hasil panen, kegagalan panen dan
penurunan lahan panen mengindikasikan
besarnya risiko perubahan iklim dan di lain
pihak berimplikasi pada penurunan pendapatan
usahatani petani. Petani padi di Indonesia
sebagian besar merupakan petani kecil dengan
kepemilikan lahan dan modal yang minim
(Natawidjaja dkk., 2008) yang tentunya
merupakan pihak pertama yang akan terkena
dampak dari risiko perubahan iklim (climate
change risk).
menganalisis risiko didasarkan pada teori
pengambilan keputusan dengan berdasarkan
pada konsep kepuasan yang diharapkan
(expected utility). Dalam kaitannya dengan
expected utility sangat erat hubungannya
dengan peluang (probability). Kepuasan
(utility) sangat sulit diukur sehingga umumnya
didekati dengan pengukuran pendapatan
(return). Indikator adanya risiko ditunjukkan
oleh adanya variasi atau fluktuasi dari return
dengan asumsi faktor-faktor tertentu bersifat
tetap.
Dampak perubahan iklim global
khususnya terhadap sektor pertanian di
Indonesia sudah terasa dan menjadi kenyataan.
Perubahan ini diindikasikan antara lain oleh
adanya bencana banjir, kekeringan (musim
kemarau yang panjang) dan bergesernya
musim hujan (Ruminta, 2011). Dalam beberapa
tahun terakhir ini pergeseran musim hujan
menyebabkan bergesernya musim tanam dan
panen komoditi pangan (padi, palawija dan
sayuran). Sedangkan banjir dan kekeringan
menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan
bahkan
menyebabkan
puso.
Hal
ini
berimplikasi pada penurunan produksi dan
pendapatan petani. Natawidjaja et al. (2009)
mengungkapkan
kesimpulan
dalam
penelitiannya terkait dampak perubahan iklim
terhadap serangan hama bahwa (1) Petani lebih
mengenal perubahan yang terkait dengan
meningkatnya serangan hama dan penyakit
tanaman sebagai dampak dari perubahan iklim;
(2) Hampir 50 persen petani menyatakan
bahwa hama tikus adalah hama dan penyakit
dominan dalam lima tahun terakhir; (3) Suhu
dan kelembaban yang lebih tinggi juga
berpengaruh terhadap meningkatnya populasi
tikus; (4) Hama selanjutnya yang juga dominan
adalah wereng coklat; dan (5) Perubahan pada
faktor iklim juga meningkatkan serangan hama
padi lainnya seperti ulat dan kutu loncat.
Pada dasarnya, tujuan berusahatani
adalah untuk meningkatkan produksi dan
memperoleh pendapatan setinggi-tingginya.
Keuntungan yang diperoleh dari satu cabang
usahatani dapat dituliskan sebagai berikut :
II. KAJIAN PUSTAKA
Perubahan iklim merupakan implikasi
dari pemanasan global yang ditimbulkan oleh
peningkatan yang berlebihan dari gas rumah
kaca di lapisan atmosfer yang menyebabkan
kenaikan temperatur global (Susandi dkk.,
2008). Menurut Koesmaryono dkk. (1999),
perubahan iklim dan pemanasan global diduga
akan meningkatkan kekerapan dan intensitas
peristiwa El-Nino Southern Oscillation
(ENSO). Boer dan Faqih (2006) menyatakan
banwa secara umum ada tiga pengaruh El Nino
terhadap kondisi musim Indonesia. Pertama,
musim hujan lebih lambat datang. Kedua,
musim hujan berakhir lebih cepat dari
biasanya. Ketiga, hujan yang sangat jarang di
musim kemarau. Akibatnya, risiko terjadinya
kekeringan meningkat. Kondisi sebaliknya
terjadi saat La Nina berlangsung.Menurut
Handoko et al. (2008), konsekuensi perubahan
iklim bagi Indonesia adalah:Perubahan Musim
dan Curah Hujan, (2) Kondisi cuaca yang
semakin ekstrem, (3)Kenaikan tinggi muka air
laut, (4) Suhu Lautan yang menghangat,
(5)Suhu udara semakin meningkat.
Debertin (1986) mengemukakan bahwa
risiko sebagai suatu kejadian di mana hasil dari
kejadian dan peluang terjadinya bisa diketahui
secara pasti. Robinson dan Barry (1987)
mengemukakan bahwa jika peluang suatu
kejadian dapat diketahui oleh pembuat
keputusan, yang didasarkan pada pengalaman
maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko.
Selanjutnya
dikatakan
bahwa
dalam
  R C
dimana: = Keuntungan ; R = Revenue
(penerimaan usahatani) = Jumlah produksi x
harga ;
C = Cost (biaya usahatani) = Biaya
tetap +Biaya Variabel
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
264
ISBN 978-979-3793-70-2
dipilih 2 kecamatan secara random. Kemudian
dari masing-masing kecamatan dipilih 1 desa
secara random. Cakupan dari daerah penelitian
ini didesain untuk cukup mewakili keragaman
dinamis kondisi wilayah sentra produksi padi
utama di Jawa Barat secara umum dengan
kerentanan (vulnerability) wilayah terhadap
kejadian bencana yang tinggi. Hasil pemilihan
responden dengan sampling stratifikasi banyak
tahap berdasarkan informasi dari sumber data
dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut
III. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah explanatory design yang
menggunakan a two-phase mixed method
(Creswell et. al., 2008). Responden dipilih
dengan menggunakan teknik sampling acak
banyak tahap (muti-stage random sampling).
Lokasi yang dipilih di Jawa Barat adalah 3
kabupaten secara random dengan pembobotan
(relative importance) jumlah produksi padi
tinggi dan jumlah kejadian bencana
tinggi.Selanjutnya, dari setiap kabupaten
Tabel 3.1. Hasil Pemilihan Responden Dengan Sampling Stratifikasi Banyak Tahap
Kabupaten
Kecamatan
Jumlah Petani
Desa Terpilih
Provinsi
Terpilih OneTerpilih
Tingkat Desa
Multi-Stage
Stage
Two-Stage
Populasi
Sampel
Jawa Barat
Indramayu
2
2
400
54
(17
300
40
Kabupaten)
Karawang
2
2
360
49
440
60
Subang
2
2
320
44
380
53
Jumlah
2200
300
Untuk mengetahui risiko perubahan
pertanian. Model persamaan regresi majemuk
iklim pengaruhnya terhadap pendapatan petani
yang digunakan adalah sebagai berikut:
usahatani padi , maka digunakan Multiple
Regression Analysis. Analisis ini yang
digunakan untuk melihat Risiko perubahan
iklim terhadap produksi padi yang dihasilkan
Keterangan :
oleh petani, yaitu : Pengaruh risiko perubahan
Y
=
Pendapatan usahatani petani
iklim dan
petani terhadap pendapatan
(Rupiah/musim tanam)
usahatani
petani
diestimasi
dengan
X1
= Luas lahan (hektar)
memasukkan nilai tingkat risiko perubahan
X2
= Produktivitas (ton/hektar)
iklim dan banyaknya bentuk strategi adaptasi
X3
= Harga GKG/gabah kering giling
yang dilakukan petani sebagai variabel bebas
(Rupiah/kg)
(independent) yang mempengaruhi pendapatan
X4
= Total biaya tenaga kerja
usahatani sebagai variabel terikat (dependent).
(Rupiah/musim tanam)
Variabel bebas lainnya yang diduga
X5
= Total biaya input pertanian
berpengaruh terhadap pendapatan adalah luas
(Rupiah/musim tanam)
lahan petani, produktivitas padi, harga jual
X6
= Tingkat risiko perubahan iklim petani
padi, biaya tenaga kerja dan biaya input
X7
= Banyaknya bentuk strategi adaptasi
petani terhadap perubahan iklim
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
265
ISBN 978-979-3793-70-2
Gambar 3.1. Model Análisis Pengaruh Risiko Perubahan Iklim dan Perubahan Iklim Petani
terhadap Pendapatan Usahatani Petani
Sebelum melakukan estimasi, terlebih
dahulu harus dipastikan bahwa semua variabel
bebas mínimum berskala interval. Data ordinal
dalam penelitan ini (variabel tingkat risiko
perubahan iklim) ditransformasikan menjadi
data interval dengan menggunakan teknik
successive intervals (Sudrajat, 2006). Untuk
melakukan
transformasi
data
tersebut
dilakukan dengan menggunakan alat bantu
berupa perangkat lunak Microsoft Excel.
Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik
terhadap semua variabel pada model
persamaan regresi fungsi pendapatan tersebut
untuk memastikan agar tidak ada asumsi yang
dilanggar. Kemudian setelah dilakukan
estimasi regresi, untuk mengukur ketepatan
fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual
dapat lakukan dengan melihat Goodness of Fitnya. Untuk melakukan semua jenis pengujian
tersebut digunakan alat bantu berupa perangkat
lunak SPSS for Windows 17.
Dalam penelitian ini, teknik untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas
didalam model regresi adalah melihat dari nilai
Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai
tolerance. Apabila nilai tolerance mendekati 1,
serta nilai VIF disekitar angka 1 serta tidak
lebih dari 10, maka dapat disimpulkan tidak
terjadi multikolinearitas antara variabel bebas
dalam model regresi (Santoso, 2000).
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel terikat,
variabel bebas atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi
yang baik adalah memiliki distribusi data
normal atau penyebaran data statistik pada
sumbu diagonal dari grafik distribusi normal
(Ghozali, 2005).
Pengujian normalitas dalam penelitian
ini digunakan dengan melihat normal
probability
plot
yang membandingkan
distribusi kumulatif dari data sesungguhnya
dengan distribusi kumulatif dari data normal.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Cara
mendeteksinya adalah dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot
antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y
adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x
adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya)
yang telah di-standardized (Ghozali, 2005).
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk
menguji dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel-variabel bebas
(Ghozali, 2005). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen. Jika variabel bebas saling
berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang
nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama
dengan nol.
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
266
ISBN 978-979-3793-70-2
Sedangkan
dasar
pengambilan
keputusan untuk uji heteroskedastisitas adalah
sebagai berikut (Ghozali, 2005):
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang
ada membentuk pola tertentu teratur
(bergelombang, melebur kemudian
menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
dimana: = Keuntungan ; R = Revenue
(penerimaan usahatani) = Jumlah produksi x
harga ;
C = Cost (biaya usahatani) = Biaya
tetap +Biaya Variabel
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Risiko yang dihadapi Petani Usahatani
Padi akibat Perubahan Iklim
Risiko
perubahan
iklim
petani
didefinisikan sebagai peluang kehilangan/
kerugian yang berpotensi menimpa petani dan
sistem usahataninya akibat perubahan iklim.
Menurut Affeltranger et. al. (2006), tingkat
risiko perubahan iklim merupakan fungsi
matematis dari bahaya (hazard) perubahan
iklim
dikalikan
dengan
kerentanan
(vulnerability) petani dan sistem usahataninya
terhadap perubahan iklim.
Hasil
analisis
indeks
risiko
menunjukkan bahwa sebagian besar petani
(71,17%) termasuk kategori tingkat risiko
rendah dan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
3. Uji Goodness of Fit
1. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji
hipotesis nol bahwa koefisien determinasi
majemuk dalam populasi, R2, sama dengan nol.
Uji signifikansi meliputi pengujian signifikansi
persamaan regresi secara keseluruhan serta
koefisien regresi parsial spesifik. Uji
keseluruhan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan statistik F. Nilai statistik Fhitung dan tingkat signifikansi dari setiap
variabel dapat dilihat dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS for Windows 17.
2. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada
intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel
independen. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen
sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti
variabel-variabel
independen
memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2005).
3. Uji Parsial (Uji t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen
secara
individual
dalam
menerangkan variasi variabel independen
(Ghozali, 2005). Nilai t-hitung dan tingkat
signifikansi dari setiap variabel dapat dilihat
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS
for Windows 17.
4. Pendapatan Petani
Untuk menghitung pendapatan petani
usahatani padi, formulasinya sebagai berikut :
Tabel 4.1. Tingkat Risiko Petani menurut
Indeks Risiko Perubahan Iklim
Tingkat Risiko
%
Tinggi
8,83
Sedang
20
Rendah
71,17
Berdasarkan Tabel 4.1., terlihat bahwa
petani dengan tingkat risiko tinggi adalah
8,83%, artinya bahwa petani yang termasuk
kategori ini sangat rentan terhadap risiko
kehilangan/kerugian yang disebabkan oleh
perubahan iklim berupa rendahnya produksi
padi mereka. Sedangkan 20% lainnya berada
pada tingkat risiko sedang dan 71,17% kategori
rendah. Tingkat Risiko sedang dan rendah ini,
artinya petani berada pada posisi tengah-tengah
antara berisiko dan tidak berisiko terhadap
perubahan iklim, artinya petani-petani tersebut
tidak terlalu berisiko oleh perubahan iklim
namun disisi lain mereka harus waspada
terhadap ancaman bahaya dari perubahan iklim
yang semakin tidak menentu dan mengurangi
kerentanan mereka terhadap perubahan iklim.
Sementara itu, berdasarkan sebaran
luas lahan dan produktivitas terhadap risiko
perubahan iklim petani dapat dilihat pada Tabel
4.2.
  R C
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
267
ISBN 978-979-3793-70-2
Tabel 4.2. Sebaran Luas Lahan dan Produktivitas terhadap Risiko Perubahan Iklim Petani
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Produktivitas (Ton/Ha)
0-0,99 1-1,99
≥2
0-2,99 3-7,99
≥8
Rendah
37%
19%
16%
71%
8%
51%
13%
Risiko
Perubahan
Sedang
5%
9%
7%
20%
2%
16%
2%
Iklim
Tinggi
1%
4%
4%
9%
1%
7%
1%
Jumlah
42%
31%
27%
100%
11%
74%
15%
Berdasarkan sebaran luas lahan dan
produktivitas terhadap risiko perubahan iklim
petani pada Tabel 4.2. terlihat bahwa untuk
petani yang mempunyai tingkat risiko
perubahan iklim rendah, didominasi oleh petani
yang mempunyai lahan seluas 0-0,99 hektar
(37%) dan tingkat risiko perubahan iklim
sedang didominasi luas lahan 1-1,99 hektar
(19%). Sedangkan, petani yang mempunyai
tingkat risiko perubahan iklim tinggi
didominasi luas lahan 1-2 hektar (16%).
Kemudian
jika
dilihat
dari
sebaran
produktivitas terhadap tingkat risiko perubahan
iklim dapat disimpulkan bahwa petani yang
mempunyai tingkat risiko tinggi dan sedang
merupakan
petani
yang
mempunyai
produktivitas 3 ton/hektar sampai 7,99
ton/hektar. Sedangkan petani yang mempunyai
tingkat
risiko
rendah
menghasilkan
produktivitas 8 ton/hektar. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa petani dengan tingkat
risiko rendah, menghasilkan produktivitas
padinya tinggi. Hal ini disebabkan bahwa
usahatani padi sudah dilakukan petani secara
turun temurun dan pengalaman petani padi
sudah lama yaitu rata-rata 5-19 tahun. Jadi,
perubahan iklim tidak terlalu berpengaruh
terhadap produktivitas usahatani padi yang
dilakukan oleh para petani padi.
Jumlah
71%
20%
9%
100%
yang dilakukan petani padi di Jawa Barat
hampir 80% menggunakan pola tanam Padi –
Padi – Bera. Tentunya petani mengharapkan
produksi padinya dapat menghasilkan dengan
baik dan dapat dijual dengan harga layak,
sehingga diharapkan petani meningkat
pendapatannya.
Hasil analisis dengan menggunkan
model regresi, maka untuk pengaruh perubahan
iklim terhadap pendapatan petani usahatani
padi didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa grafik histogram mengikuti distribusi
normal, artinya model regresi memenuhi
asumsi normalitas seperti tersaji pada Gambar
4.1 berikut.
Gambar 4.1. Histogram Frekuensi dari Standar
Residual Model Regres
4.2. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap
Pendapatan Petani Usahatani Padi
Iklim merupakan faktor yang paling
penting bagi petani, karena usahatani sangat
tergantung pada iklim. Petani padi di tempat
penelitian menanam padi dengan varietas
Ciherang yang sudah berproduksi dengan baik
dengan umur tanaman 3 bulan. Pola tanam
Selanjutnya,
hasil
pengujian
heteroskedastisitas menghasilkan grafik pola
penyebaran titik (scatterplot) seperti tampak
pada Gambar 4.2. berikut.
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
268
ISBN 978-979-3793-70-2
Gambar 4.2. Scatterplot Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Hasil pengujian heteroskedastisitas
menunjukkan
bahwa
titik-titik
tidak
membentuk pola tertentu atau tidak ada pola
yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 (nol) pada sumbu , hal ini
berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
Begitu pula hasil pengujian multikolinearitas
sebagaimana
tersaji
pada
Tabel
4.3
menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk
semua variabel bebas lebih besar dari 0 (nol)
dan mendekati 1 (satu), kemudian nilai VIF
untuk semua variabel bebas mendekati 1 dan
tidak ada yang lebih besar dari 2, yang berarti
bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel bebas. Dengan demikian semua
asumsi klasik sudah terpenuhi.
perubahan iklim, strategi adaptasi petani, luas
lahan, produktivitas, harga jual, biaya tenaga
kerja dan biaya input pertanian. Sedangkan
sekitar 2,5 persen sisanya ditentukan oleh
faktor lainnya. Selain itu, dari hasil analisis
didapatkan nilai F hitung sebesar 3325,83
dengan taraf signifikansi (nilai kesalahan)
0,000 yang lebih kecil dari 0,010 sehingga
mengindikasikan bahwa dengan tingkat
kepercayaan 99%, model tersebut sangat baik
dalam menerangkan pengaruh variabel-variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Koefisien regresi untuk variabel
tingkat risiko perubahan iklim bernilai
1.564.985,51 dengan nilai t-statistik -1,87 dan
taraf signifikansi 0,062 (lebih kecil dari 0,100)
yang berarti bahwa nilai koefisien regresi untuk
variabel tersebut signifikan. Tanda negatif
menunjukkan bahwa tingkat risiko perubahan
iklim berpengaruh menurunkan pendapatan
usahatani petani. Secara lebih lengkap dapat
diartikan bahwa dengan tingkat kepercayaan
90%, kenaikan tingkat risiko perubahan iklim
sebesar 0,01 satuan akan menurunkan
pendapatan usahatani sebesar Rp 15.649,86
(dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya
konstan). Pengaruh negatif risiko perubahan
iklim terhadap pendapatan petani ini
memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya
bahwa fenomena perubahaiklim yang intensitas
dan frekuensinya semakin sering terjadi akhirakhir ini, pada akhirnya akan berimbas pada
menurunnya pendapatan usahatani padi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Tingkat risiko perubahan iklim
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
usahatani petani padi. Kenaikan tingkat risiko
perubahan iklim sebesar 0,01 satuan akan
menurunkan
pendapatan
usahatani
Rp
15.649,86. Untuk mengendalikan usahatani
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Multikolinearitas
Kolinieritas
Variabel
Tolerance VIF
Intersep
Luas Lahan ( )
0,767
1,305
Produktivitas ( )
0,899
1,113
Harga Jual ( )
0,851
1,175
Biaya Tenaga Kerja ( )
0,559
1,789
Biaya Input ( )
Tingkat Risiko Perubahan
Iklim ( )
Jumlah Strategi Adaptasi
Petani (
)
0,543
1,843
0,843
1,186
0,873
1,146
Hasil analisis model regresi seperti
tersaji dalam Gambar 4.3., menunjukkan
bahwa model regresi mempunyai nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.975,
artinya sekitar 97,5 persen variasi pendapatan
usahatani ditentukan oleh tingkat risiko
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
269
ISBN 978-979-3793-70-2
akibat perubahan iklim, maka disarankan
petani adalah menyesuaikan waktu tanam dan
waktu panen mereka baik pada musim rendeng
maupun musim gadu, menyesuaikan varietas
padi mereka dengan memilih varietas yang
mempunyai produktivitas tinggi (varietas
ciherang), dan menyesuaikan pola tanam padipadi-bera.
5. Challinor, A.J., E. Simelton, E.D.G. Fraser,
D. Hemming and M. Collins. 2010.
Increased crop failure due to climate
change:assessing adaptation options
using models and socio-economic data
for wheat in China. Environmental
Research Letters 5.
6. Chapagain, B.K., R. Subedi, & N.S. Paudel.
2009. Exploring local knowledge of
climate change: Some reflections.
Journal of Forest and Livelihood 8:
108-112. Science Direct.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Tingkat risiko perubahan iklim pada
petani padi adalah rendah (71,17%), sedang
(20%) dan tinggi (8,83%). Tingkat risiko
perubahan iklim berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan usahatani petani padi.
Kenaikan tingkat risiko perubahan iklim
sebesar 0,01 satuan akan menurunkan
pendapatan usahatani Rp 15.649,86. Untuk
mengendalikan usahatani akibat perubahan
iklim, maka disarankan
petani adalah
menyesuaikan waktu tanam dan waktu panen
mereka baik pada musim rendeng maupun
musim gadu, menyesuaikan varietas padi
mereka dengan memilih varietas yang
mempunyai produktivitas tinggi (varietas
ciherang), menyesuaikan pola tanam padi-padibera.
7. Creswell, J.W. and V.L.P. Clark. 2008.
Designing and Conducting Mixed
Methods Research. Sage Publications.
London.
8. Debertin,
D.L.
1986.
Agricultural
Production Economics. United State of
America:
Macmillan
Publishing
Company.
9. Fox, J.J. 2000. The Impact of the 1997-1998
El Nino on Indonesia. In: R.H. Grove
and J.Chappel (ed). El Nino History
and Crisis. Studies from the AsiaPasifik region. UK: The White House
Press. Cambridge.
VI. DAFTAR PUSTAKA
10. Gommes, R. 1998. Climate-related risk in
agriculture. Canada: IPCC.
1. Affeltrnger, B., Alcedo, W.J. Amman. and
M. Arnold. 2006. Living with Risk: “A
Global Review of Disaster Reduction
Initiatives”. Buku terjemahan MPBI
(Masyarakat Penanggulangan Bencana
Indonesia). Jakarta.
11. Handoko, Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat.
2008. Keterkaitan Perubahan Iklim
dan Produksi Pangan Strategis :
Telaah kebijakan independen dalam
bidang
perdagangan
dan
pembangunan. Bogor: Kemitraan.
2. Asikin. 2010. Analisis Dampak Perubahan
Iklim terhadap Pendapatan Petani
Padi di Kabupaten Cianjur Provinsi
Jawa Barat. Bogor: IPB.
12. Hulme and Sheard, 1999. Climate Change
Projection in Indonesia. Climatic
Research Unit. United Kingdom:
University of East Anglia and WWF
International, 1999.
3. BMKG. 2011. Perubahan Iklim dan
Dampaknya Di Indonesia. Melalui
www.bmkg.go.id [24/02/ 2012].
13. Irawan, B. 2006. Fenomena anomali iklim
el nino dan la nina: Kecenderungan
jangka panjang dan pengaruhnya
terhadap produksi pangan. Forum
Penelitian Agro Ekonomi 24: 28 – 45.
4. Boer, R. and A. Faqih. 2006.
Characterization of Current and
Future
Rainfall
Variability
in
Indonesia published in An Integrated
Assessment of Climate Change
Impacts, Adaptations and Vulnerability
in Watershed Areas and Communities
in Southeast Asia, International
START Secretariat, Washington.
14. Natawidjaja, R.S., D. Supiyandi, C. Tulloh,
A.C. Tridakusumah, E.M. Calford and
M. Ford. 2009. Climate change, food
security and income distribution:
adaptations of small rice farmers.
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
270
ISBN 978-979-3793-70-2
Australia: Crawford School of
Economics and Government at The
Australian National University.
15. Nicholls, N. and G. Beard. 2000. The
Application of El Nino- Southern
Oscillation Information to Seasonal
Forecast in Australia. London and
New York: Routledge.
16. Nielsen, J.Q. and A. Reenberg. 2010.
Cultural barriers to climate change
adaptation: A case study from
Northern Burkina Faso. Global
Environmental Change 20: 142-152.
17. Olesen, J.E. and M. Bindi. 2002.
Consequences of climate change for
European agricultural productivity,
land use and policy. European Journal
of Agronomy 16: 239-262.
18. PEACE. 2007. Indonesia and Climate
Change: Current Status and policies.
The World Bank and DFID Indonesia.
19. Robinson, L.J., and P.J. Barry. 1987. The
Competitive Firm’s Response to Risk.
London: Macmillan Publisher.
20. Rodjak, A. 2005. Manajemen Usahatani.
Bandung : Pustaka Giratuna.
21. Ruminta. 2011. Kajian Kerentanan, Risiko
dan Adaptasi Perubahan Iklim pada
Sektor Pertanian di Kabupaten
Bandung.
Jakarta:
Universitas
Padjadjaran.
22. Schmidt, F.H. and J.H. Ferguson. 1951.
Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period for Indonesian With Wester
New Guinea. Kementrian Perhubungan
Djawatan Meteorologi and Geofisika.
Versi 2. No. 42. Jakarta.
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia”
271
Download