KOMUNIKASI TERAPEUTIK Sri Puji Lestari, S.Kep.Ns Komunikasi telah dilakukan manusia, sejak bayi berada dalam kandungan sampai dengan kematian, sehingga bisa dikatakan komunikasi mempunyai umur yang sama tuanya dengan umur kehidupan manusia. Semua tingkah laku merupakan komunikasi (verbal maupun non verbal) dan semua komunikasi akan mempengaruhi tingkah laku, sehingga komunikasi pada dasarnya dapat menjadi suatu alat untuk memfasilitasi hubungan terapeutik atau malahan dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Fasilitas komunikasi bertujuan untuk memulai, membangun dan membina keterlibatan dan hubungan saling percaya (Wilson & Kneist, 1983). A. Hakekat komunikasi 1. Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan terapeutik. 2. Komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah laku klien dan kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi keperawatan. 3. Komunikasi merupakan hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi hubungan terapeutik perawat-klien. B. Pengertian Komunikasi 1. TAYLOR, dkk (1983) “Proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti”. 2. BURGESS (1988) “Proses penyampaiaan informasi, makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan”. 3. YUWONO (1985) “Kegiatan mengajukan pengertian yang didiinginkan dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan dari penerima informasi.” 4. ROGERS “Communication is the process by which massages are transffered from source to receiver. The source transfer the ideas with an intent to modify behavior of communication is to effect on the of the receiver.” Komkep.pj/KH/2010 1 C. Komponen Komunikasi Media Encoding Komunikator Decoding Pesan Komunikan Feedback Komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu (Potter & Perry, 1993): 1. 2. 3. 4. 5. 6. Komunikator : penyampai informasi atau sumber informasi Komunikan : penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus Pesan : gagasan, pendapat, stimulus, fakta, informasi Media : saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan Kegiatan “encoding” : perumusan pesan oleh komunikator Kegiatan “decoding” : penafsiran pesan oleh komunikan D. Factor – factor yang mempengaruhi Komunikasi Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993): 1. Perkembangan Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang tersebut. Cara berkomunikasi pada usia remaja dengan usia balita tentunya berbeda, pada usia remaja Anda barangkali perlu belajar bahasa “gaul” mereka sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan komunikasi diharapkan akan lancar. 2. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. 3. Nilai “Nilai adalah bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat Komkep.pj/KH/2010 2 dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya. 4. Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang. 5. Emosi Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah, sedih, seriang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada dirinya agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi dibawah sadarnya. 6. Jenis Kelamin Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari usia 3 tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman, sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian diri aktivitas bermainnya, di mana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya dengan bermain. 7. Pengetahuan Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dari akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien. 8. Peran dan hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seseorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara guru dengan murid. 9. Lingkungan Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. 10. Jarak Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan kontrol. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa terancam ketika seseorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal itu juga yang dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien. Komkep.pj/KH/2010 3 E. Jenis Komunikasi 1. Komunikasi Verbal Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi Verbal (Leddy, 1998) : a. Masalah tehnik seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan symbol dari komunikasi. b. Masalah semantic seberapa tepat symbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud c. Masalah pengaruh seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku Menurut Ellis dan Nowlis (1994) hal yang diperhatikan dalam komunikasi verbal : a. Penggunaan bahasa : kejelasan, keringkasan, dan sederhana. b. Kecepatan c. Voice tone : menunjukkan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah arti dari kata. 2. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan. Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi non verbal (Hunsaker cit.Leddy, 1998). Adapun tujuan dari komunikasi non verbal (Stuart & Sundeen, 1995) adalah : a. Mengekspresikan emosi b. Mengekspresikan tingkah laku interpersonal c. Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi social d. Menunjukkan diri Terlibat dalam ritual e. Mendukung komunikasi verbal Komunikasi non verbal terdiri dari : Kinesics, Paralanguage, Proxemics , Sentuhan, Cultural artifact, Gaya berjalan, Penampilan fisik umum. a. Kinesics Ekspresi muka, Gesture (gerak, isyarat, sikap), Gerakan tubuh dan posture, Gerak mata atau kontak mata. b. Paralanguage Kualitas suara : irama, volume, kejernihan. Vokal tanpa bahasa : suara tanpa adanya struktur linguistik, misalnya sedu sedan, tertawa, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas panjang. c. Proxemics Jarak intim (sampai dengan 18 inchi) Jarak personal (18 inchi – 4 kaki) untuk interaksi dengan seseorang yang dikenal. Jarak social (4 kaki – 12 kaki) untuk interaksi mengenai suatu urusan tetapi bukan orang khusus/tertentu. Jarak publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembicaraan formal. Komkep.pj/KH/2010 4 d. Sentuhan Sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional. Sentuhan dapat menunjukkan arti “saya peduli”. Bentuk – bentuk sentuhan : Fungsional – professional Social – sopan Sahabat – hangat Cinta – keintiman Sexual arousal e. Cultural artifact Hal-hal yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang lain yang mungkin bertindak sebagai rangsang non verbal misalnya :baju, kosmetik, parfum/bau badan, perhiasan, kacamata, dll. f. Gaya berjalan Beberapa gaya berjalan menunjukkan pesan tertentu, antara lain cara berjalan yang bersemangat dan gembira akan menunjukkan seseorang tersebut dalam keadaan sehat. g. Penampilan fisik umum Kulit kering, berkerut akan mengkomunikasikan pada kita bahwa orang tersebut sedang mengalami kekurangan cairan/dehidrasi; pola napas cepat menunjukkan seseorang sedang merasa cemas. F. Prinsip Komunikasi Terapeutik 1. Klien harus menjadi focus utama interaksi 2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik 3. Membuka diri digunakan dalam interaksi 4. Hubungan social dengan klien harus dihindari 5. Kerahasiaan klien harus dijaga 6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman 7. Implementasi intervensi berdasarkan teori 8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat 9. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secara rasional Komkep.pj/KH/2010 5 G. Tingkat hubungan komunikasi dibagi menjadi tiga(Potter & Perry, cit. Nurjannah,2001) : 1. Komunikasi intrapersonal Komunikasi intrapersonal ini terjadi dalam diri individu sendiri. Komunikasi ini dapat membantu seseorang tetap sadar akan kejadian sekitarnya. Kalau Anda melamun maka Anda sedang melakukan komunikasi intrapersonal. 2. Komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua orang atau kelompok kecil. Komunikasi interpersonal ini merupakan inti dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat dan klien serta keluarga, perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain. 3. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah interaksi yang terjadi dalam kelompok besar, seperti ceramah yang diberikan pada mahasiswa, kampanye. H. Komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat – klien Analisa diri perawat Pada dasarnya sebelum suatu hubungan terjalin perlu sekali melakukan analisa diri, khususnya perawat di sini terdapat 4 fokus analisa diri: kesadaran diri, eksplorasi perasaan, klarifikasi nilai role model dan rasa tanggung jawab Yang akan dibahas hanya kesadaran diri saja, selebihnya akan dibahas pada hubungan terapeutik perawat-klien. Seorang Perawat perlu menyadari tentang “siapa dirinya” atau kesadaran diri, di mana pada tingkatan ini diperlukan komunikasi intrapersonal. Untuk menuju kesadaran diri diperlukan: mempelajari diri sendiri, belajar dari orang lain, dan membuka diri, ini secara tidak langsung akan mendorong seseorang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain/ komunikasi interpersonal. Untuk meningkatkan kesadaran diri perlu dipahami tentang teori jendela Johari: Kuadran 1 Kuadran 2 Kuadran 3 Kuadran 4 A B 1 2 3 4 1 2 3 4 Dengan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa: Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran lain. Individu yang memiliki pemahaman diri rendah menunjukkan komunikasi yang buruk (gambar b). Komkep.pj/KH/2010 6 Individu yang memiliki pemahaman diri tinggi menunjukkan komunikasi yang baik (gambar a). Upaya meningkatkan kesadaran diri kadang menyakitkan dan tidak mudah, khususnya jika ditemukan konflik dengan ideal diri seseorang. Untuk itulah kita membutuhkan komunikasi sebagai alat. Perawat disini perlu memahami 4 fokus analisa diri : 1. Kesadaran diri. Kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri baik perilaku, perasaan maupun pikirannya sendiri. Kesadaran diri dapat dilakukan dengan : a. Mempelajari diri sendiri b. Belajar dari orang lain c. Membuka diri 2. Eksplorasi perasaan, Eksplorasi perasaan dilakukan thd hubungan seseorang dengan lingkungan luar/interaksinya dengan org lain. Dengan menyadari perasaan kita sebelum bertemu dengan org lain kita akan menyadari bahwa kita mungkin merasa cemas, bahwa nanti kecemasan itu akan membuat kita berkeringat sangat banyak, sehingga kita perlu mengantisipasinya dengan membawa sapu tangan misalnya. Bagi perawat, eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga dia dapat mengontrol perasaanya agar ia dapat menggunakan dirinya secara terapeutik 3. Klarifikasi nilai. Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-hal yg pantas dilakukan (Stuart&Sundeen, 1995). Klarifikasi nilai perlu dilakukan karena nilai itu bermacam-macam, dan dari sinilah seorang yang proaktif mendasarkan pemilihan responnya. Pemilihan respon perlu didasarkan pada nilai, nilai/standar perilaku yg pantas tersebut bila ditetapkan sebagai prinsip maka nilai akan menjadi pusat kehidupan. 4. Role model dan rasa tanggung jawab. Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distress atau pengingkaran & memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat dituntut dapat bertanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berdasarkan kode etik yang ditetapkan. Komkep.pj/KH/2010 7 I. Tehnik Komunikasi Terapeutik 1. Mendengar aktif Adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra. Menurut Ellis (1994) mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya” dan “saya tertarik padamu”. 2. Mendengar pasif Adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal, misalnya “uh huuh”, ‘mmhumm”, “yeah”. 3. Penerimaan Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atu ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non verbal. Bagi perawat perlu menghindari : memutar mata keatas, menggelengkan kepala, menurut/memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien. Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan (Potter & Perry,1993) : a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan b. Menyediakan umpan balik yang menunjukkan pengertian c. Yakin bahwa tanda non verbal sesuai dengan verbal d. Hindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk merubah pikiran klien. Tujuh cara untuk memfasilitasi agar memperoleh kemampuan “penerimaan” (Bolton cit.Rungapadiachy,1999) : a. Tidak seorangpun dapat diterima secara sempurna b. Beberapa orang cenderung lebih diterima daripada orang lain c. Tingkat penerimaan seseorang terus menerus berganti d. Adalah sangat alami untuk mempunyai sesuatu yang difavoritkan. e. Setiap orang dapat lebih menerima f. Penerimaan yang berpura-pura adalah suatu hal yang berbahaya untuk suatu hubungan interpersonal. g. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan. Contoh : Klien Perawat Komkep.pj/KH/2010 :“Saya telah melakukan beberapa kesalahan” :“Saya ingin mendengar tentang itu. Tidak apa-apa jika anda ingin mendiskusikan hal ini dengan saya.” 8 4. Klarifikasi Klarifikasi sama denga validasi yaitu menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Misalnya : Klien :“Saya seperti patung saja disini.” Perawat :“Mari kita lihat apakah saya mengerti apa yang bapak maksud dengan “patung”. 5. Focusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, 1995). 6. Observasi Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah. 7. Menawarkan informasi Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Keuntungan dari tehnik ini adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya menghindari pemberian nasehat pada saat pemberian informasi. 8. Diam (memelihara ketenangan) Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. 9. Assertive Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain. Komunikasi assertive (Smith, 1992) : a. Mampu menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tertentu yang secara terus menerus melindungi hak diri dan orang lain. b. Memiliki perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/terus terang dan adil. c. Merasa nyaman dalam mengontrol perasaan negatif misalnya cemas, tegang, malu atau takut. d. Merasa yakin bahwa anda dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap menghormati diri dan orang lain. e. Menjaga hak diri dan orang lain sama pentingnya. Tahap – tahap menjadi lebih assertive : • Menggunakan kata “tidak” sesuai kebutuhan • Mengkomunikasikan maksud dengan jelas • Mengembangkan kemampuan mendengar Komkep.pj/KH/2010 9 • • • • Pengungkapan komunikasi disertai bahasa tubuh yang tepat Meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri Menerima kritik dengan ramah Belajar terus menerus 10. Menyimpulkan a. Membawa poin – poin penting dari diskusi untuk meningkatkann pemahaman b. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Varcarolis,1990) 11. Giving recognition (memberi pengakuan/penghargaan) Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan pengakuan dan menandakan kesadaran (Schult & Videbeck,1998). Misalnya, Perawat : “Saya melihat anda sudah bisa memakai baju dengan rapi hari ini”, “Saya melihat anda tampak segar dan bersih hari ini”. 12. Offering self (menawarkan diri) adalah menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan (Schult Videbeck,1998). Misalnya, Perawat : “Aku akan duduk menemanimu selama 15 menit.” 13. Offering general leads (memberi petunjuk umum) Mendukung klien untuk meneruskan (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”. 14. Giving broad opening (memberi pertanyaan terbuka) Memberikan inisiatif pada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Misalnya : “Darimana anda akan mulai?”Apa yang anda pikirkan pagi ini?”. Kegiatan ini akan bernilai apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan akan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien. 15. Placing the time in time (menempatkan urutan/waktu) Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang terjadi sebelumnya?”. 16. Encourage descrip. of perception (mendukung deskripsi dari persepsi) Meminta pada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Apa yang terjadi?Ceritakan apa yang anda alami?” Komkep.pj/KH/2010 10 17. Encourage comparison (mendukung perbandingan) Menanyakan pada klien mengenai kesamaan atau perbedaan (Schult & Videbeck, 1998). Misalnya: “Apakah hai ini pernah terjadi sebelumnya? Apakah hal ini mengingatkanmu pada sesuatu hal?” 18. Restating (mengulang) Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart & Sundeen, 1995). Misalnya: “Anda berkata bahwa ibu Anda meninggalkan Anda saat Anda berumur 5 tahun”. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien. Teknik ini juga bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi, misalnya : Klien: “Saya benci tempat ini. Saya tidak betah di sini!” Perawat: “Anda tidak ingin ada di sini?” 19. Reflecting (refleksi) Mengembalikan pikiran dan perasaan klien (Schult & Videbeck, 1998). Mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan kepada klien (Stuart & Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya: Klien: “haruskah saya pulang akhir minggu ini?” Perawat: “menurut Anda haruskah Anda pulang akhir minggu ini?” 20. Exploring (eksplorasi) Mempelajari suatu topik lebih mendalam. Misalnya: “ceritakan pada tentang apa yang telah Anda gambarkan tadi”. 21. Presenting reality (menghadirkan realitas/ kenyataan) Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya: “Saya tidak mendengar seorang pun bicara”, “Saya adalah yang merawat Anda”, “Ini adalah rumah sakit”. 22. Voucing doubt (menyelipkan keraguan) Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Misalnya: “Saya melihat bahwa hal itu sulit untuk dipercaya.” Teknik ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain. Komkep.pj/KH/2010 11 Aplikasi Komunikasi dalam Praktik Keperawatan Komunikasi dalam Praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi : a. Timbang terima/operan; b. Interview/ anamnesa; c. Komunikasi melalui komputer; d. Komunikasi rahasia klien; e. Komunikasi melalui sentuhan; f. Komunikasi dalam pendokumentasian; g. Komunikasi antara perawat dan profesi kesehatan lainnya; h. Komunikasi antara perawat dan pasien, pada saat melakukan tindakan keperawatan atau pendidikan kesehatan. Prinsip yang harus diterapkan oleh perawat pada komunikasi ini adalah: a. Hindari komunikasi yang terlalu formal atau tidak tepat. Ciptakan suasana yang hangat, kekeluargaan b. Hindari interupsi, atau gangguan yang timbul akibat dari lingkungan yang gaduh c. Hindari respon dengan kata hanya “ya atau tidak”. Respon tersebut akan mengakibatkan tidak berjalannya komunikasi dengan baik, karena perawat kelihatan kurang tertarik dengan topik yang dibicarakan dan enggan untuk berkomunikasi. d. Jangan memonopoli pembicaraan e. Hindari hambatan personal. Jika perawat sebelum komunikasi menunjukkan rasa tidak senang kepada klien, maka keadaan ini akan berdampak terhadap hasil yang didapat selama proses komunikasi. Komkep.pj/KH/2010 12 DINAMIKA KELOMPOK DALAM KEPERAWATAN A. Pengertian Kelompok merupakan kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama. Dinamika memiliki arti tingkah laku sesorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku orang lainnya sehingga terjadi hubungan timbale balik. Jadi dinamika kelompok merupakan interaksi satu kelompok dengan kelompok lainnya yang memiliki hubungan psikologis antara anggota satu dengan anggota kelompok lainnya yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama. B. Fungsi Dinamika kelompok 1. Terwujudnya kerjasama antar individu 2. Memudahkan dalam pekerjaan 3. Pemecahan masalah segera teratasi dalam waktu yang tepat, efektif dan efisien 4. Meningkatkan masyarakat yang demokratis C. Jenis kelompok social 1. Kelompok Primer Kelompok sosial dimana terjadinya interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan hubungannya erat sekali dalam kehidupan, seperti keluarga, rukun tetangga, kawan sepermainan, kelompok agama 2. Kelompok Sekunder Interaksi didalamkelompok dilakukan secara tidak langsung, berjauhan dan sifatnya kurang kekeluargaan, sifat hubungan lebih obyektif, seperti partai politik, perhimpunan serikat pekerja 3. Kelompok Formal Kelompok resmi yang ditandai dengan adanya peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, terdapat pembagian tugas yang jelas 4. Kelompok Informal Kelompok tidak resmi yang tidak didukung peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sifat dari kelompok kekeluargaan dan rasa simpati D. Ciri kelompok social 1. Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu dengan yang lain, dapat menyebabkan terjadinya interaksi dalam mencapai tujuan yang sama. 2. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan setiap individu 3. Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok 4. Adanya penetapan norma pedoman tingkahlaku anggota kelompok yang mengatur interaksi Komkep.pj/KH/2010 13 E. Pembentukan kelompok PERASAAN PEMBENTUKAN KELOMPOK MOTIVASI TUJUAN INTERAKSI PEMBENTUKAN Perpecahan Perubahan Penyesuaian F. Pertumbuhan dan perkembangan kelompok Tiga tahap pertumbuhan dan perkembangan kelompok : 1. Pra afiliasi Tahap permulaan yang diawali dengan perkenalan , dimana semua individu saling mengenal satu dengan yang lain, kemudian berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota. 2. Fungsional Tahap ini ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta homogenitas, kecocokan dan kekompakan dalam kelompok, maka akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok. 3. Disolusi Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidakmembutuhkan lagi dalam kelompok, tidak tercipta kekompakkan karena perbedaan pola hidup sehingga pencampuran yang harmonis tidak terwujud dan akhirnya terjadilah pembubaran kelompok Pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok 1. Adaptasi 2. pencapaian tujuan Komkep.pj/KH/2010 14 KERJA TIM A. Pengertian Tim adalah kelompok yang mempunyai definisi tujuan umum, tujuan khusus dan hubungannya berfokus dalam penyelesaian tugas. James A.F. Stoner (1996) mendefinisikan sebuah tim sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi dan saling mempengaruhi kearah tujuan bersama. Stamatis (1996), dengan jelas mendefinisikan : T ogether E veryone A chieves M ore Artinya adalah : setiap orang bila bekerjasama dapat mencapai lebih, jadi dengan bekerjasama dalam suatu tim kerja, hasil yang akan dicapai akan lebih besar dari penjumlahan hasil-hasil perseorangan, hal inilah yang dikenal dengan konsep Sinergi. B. Perbedaan Tim dan Kelompok dikemukakan oleh Stephen P. Robins (1996) yang mendefinisikan kelompok kerja sebagai kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Sedangkan kerja tim adalah kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan-masukan individual. C. Visi dan Misi dalam Tim Dimensi-dimensi visi menurut Michael West (1994) terdiri dari : 1. Kejelasan, 2. Nilai yang memotivasi, 3. Kemungkinan tercapainya, 4. Kebersamaan, 5. Perkembangan, Misi adalah pernyataan/rumusan umum yang luas dan tahan lama tentang keinginan/maksud organisasi. 1. Memastikan kesamaan tujuan. 2. Landasan untuk memotivasi pemanfaatan sumber daya. 3. Menetapkan warna umum iklim organisasi. 4. Titik focus bagi mereka yang sepakat dengan tujuan & arah organisasi (tim). 5. Memudahkan penerjemahan sasaran/tujuan ke struktur kerja. 6. Menegaskan tujuan umum organisasi (tim), dan Komkep.pj/KH/2010 15 7. Mewujudkan tujuan umum ke tujuan spesifik hingga pameter biaya, waktu kinerja dapat ditetapkan dan dikendalikan. 8. (disarikan dari : King & Clelland, dalam Strategic Management). Fungsi dari pernyataan misi dapat memberikan motivasi, kesimpulan, dan penjabaran unsur-unsur visi tim, menjadi pedoman dan arah yang jelas terhadap tujuan yang harus diambil tim, ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan yang sulit mengenai kerja tim. D. Model Tim Terdapat dua dimensi dasar dari fungsi suatu tim :pertama yang berkaitan dengan faktorfaktor social yang mempengaruhi bagaimana para anggotanya merasakan tim sebagai suatu unit social dan kedua yang berkaitan dengan faktor tugas dan tujuan organisasi secara keseluruhan yang merupakan dasar utama dibentuknya tim. Aspek-aspek yang penting dalam orientasi pada tugas : 1. Pemahaman dan komitmen pada tujuan. 2. Partisipasi dalam tim. 3. Kemampuan dan perhatian pada penyelesaian tugas. 4. Dukungan untuk inovasi. Aspek-aspek penting dalam orientasi pada factor social: 1. Dukungan dari tiap anggota. 2. Iklim/suasana dalam tim. 3. Dukungan bagi perkembangan-perkembangan anggota. 4. Berbagai metode penyelesaian konflik. Model Tim D : Tim dengan efisiensi A : Tim yang berfungsi yang kaku, efektifitas tugas tinggi , perkembangan anggota jelek, keberlangsungan pendek penuh, efektivitas tugas tinggi, perkembangan anggota baik, keberlangsungan lama C:Tim yang mengalami disfungsi ; efektvitas tugas rendah, perkembangan anggota jelek/rata-rata, keberlangsungan pendek Komkep.pj/KH/2010 E B: Tim yang menyenangkan-efektivitas tugas rendah+perkembangan anggota baik/rata-rata, keberlangsungan pendek 16 Efektivitas tim mencakup tiga hal yaitu : 1. efektivitas tugas, yaitu suatu tingkat dimana suatu tim dapat berhasil mencapai hal-hal yang berhubungan dengan tugas yang diemban serta tujuan organisasi. 2. pertumbuhan dan perkembangan anggota tim. 3. keberlangsungan tim, yaitu suatu kondisi yang memungkinkan tim untuk terus menerus bekerja sama dan berfungsi efektif. E. Karakteristik Tim Karakteristik tim yang efektif, Robbins (1996), Kejelasan tujuan. Ketrampilan yang relevan. 1. Komitmen. 2. Saling percaya 3. Komunikasi yang baik. 4. Kemampuan negoisasi 5. Kepemimpinan yang tepat 6. Dukungan internal dan eksternal. James A. F Stoner (1996) mengemukakan terdapat 4 (empat) cara meningkatkan kekompakan tim yaitu : 1. Memperkenalkan persaingan 2. Meningkatkan ketertarikan antar pribadi 3. Meningkatkan interaksi 4. Menciptakan sasaran bersama dan rasa 5. Kebersamaan pada anggota tim Gregory Shea dan Richrd Guzzo mengemukakan bahwa efektivitas suatu kelompok (tim) merupakan fungsi dari tiga variable : interdependensi tugas, rasa potensi, dan interdependensi hasil. 1. Interdependensi tugas adalah sejauh mana pekerjaan tim menuntut para anggotanya untuk saling berinteraksi, interdependensi tugas tingkat tinggi meningkatkan rasa potensi. 2. Rasa potensi adalah keyakinan bersama dari tim bahwa tim dapat menjadi lebih efektif. 3. Interdependensi hasil adalah suatu tingkat dimana konsekuensi kerja tim dirasakan oleh semua anggota tim. John Katzenbach dan Douglas Smith mengembangkan pengertian yang masuk akal mengenai apa yang membuat tim dapat bekerja, mereka menyatakan bahwa : yang paling penting adalah tantangan untuk berprestasi yang merupakan cara terbaik untuk membentuk tim. Komkep.pj/KH/2010 17 MANAJEMEN KONFLIK Pada masa lalu, konflik diterima sebagai hal yang buruk, dan semua manajemen konflik diarahkan pada pencegahan atau penghilangan konflik antara individu dan kelompok. Saat ini konflik dikenal sebagai suatu fenomena alami yang memperkuat organisasi dengan mendamaikan pendapat-pendapat yang berbeda dan menyelesaikan paham golongan (Sexton, 1982).Konflik diartikan sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau kelompok penentang ide-ide. Marquis & Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Menurut Littlefield (1995), konflik dapat dikategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok dimana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan dari seseorang. Dua asumsi dasar tentang konflik, meliputi : (1) Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi, (2) Jika konflik dapat dikelola dengan baik, konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan Penyebab substantif Penyebab substantif adalah hal-hal atau keraguan yang muncul terlepas dari kelompok lawan, seperti perselisihan pandangan mengenai kebijaksanaan atau prosedur, persaingan mencapai sumber daya yang langka, atau tekanan institusional karena penahanan biaya. Emosional. Penyebab emosional meliputi rasa tidak percaya, takut, penolakan, amarah dan ketidakcocokan karena mudah tersinggung antar anggota (Booth, 1982). Jenis Konflik : Intrapersonal, komnunikasi antara individu dengan dirinya sendiri Interpersonal, komunikasi antara individu satu dengan individu yang lain Antar kelompok (intergroup), komunikasi antara 2 orang atau lebih dalam, antara satu kelompok dengan kelompok lain Komkep.pj/KH/2010 18 Penyelesaian Konflik Langkah –langkah menurut Vestal (1994) 1. Pengkajian, a. Analisa situasi b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang. c. Menyusun tujuan 2. Identifikasi, a. Mengelola perasaan 3. Intervensi a. Masuk pada konflik b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik Strategi Manajemen konflik : 1. Kompromi atau negoisasi; Suatu strategi penyelesaian konflik dimana yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation”. Kedua unsure yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh middle – dan top manajer keperawatan. 2. Kompetisi; Strategi ini dapat diartikan sebagai “win – lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negative dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan dimasa mendatang. 3. Akomodasi; Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk merebut sesuatu kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya. 4. Smoothing; Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi tidak dapat dipergunakan. 5. Menghindar; Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih Komkep.pj/KH/2010 19 besar daripada menghindar, atau masalah perlu orang ketiga dalam menyelasaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya. 6. Kolaborasi; Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Pada kolaborasi, kedua unsure yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari dua kelompok/seseorang (Bowditch Buono, 1994). Komkep.pj/KH/2010 20 PENGORGANISASIAN MASYARAKAT A. PENGERTIAN Menurut “Ross Murray” Pengorganisasian Masyarakat adalah : Suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan – kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan – kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber – sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong. B. ASPEK – ASPEK PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Pada pengertian tersebut terdapat 3 aspek penting yang terkandung di dalamnya, yaitu : 1. PROSES a. Merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi mungkin juga tidak disadari, Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari akan adanya kebutuhan, b. Dalam prosesnya ditemukan unsur – unsur kesukarelaan. Kesukarelaan timbul karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehingga mengambil inisiatif atau prakarsa untuk mengatasinya, c. Kesukarelaan juga terjadi karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan kelompok atau masyarakat, d. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi biasanya ditemukan pada segelintir orang saja yang kemudian melakukan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengatasinya. e. Selanjutnya mengintruksikan kepada masyarakat untuk bersama – sama mengatasinya. 2. MASYARAKAT Masyarakat biasanya diartikan sebagai : a. Kelompok besar yang mempunyai Batas – batas Geografis : Desa, Kecamatan, Kabupaten dsb. b. Suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dari kelompok yang lebih besar, c. Kelompok kecil yang menyadari suatu masalah harus dapat menyadarkan kelompok yang lebih besar, d. Kelompok yang secara bersama – sama mencoba mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya. Komkep.pj/KH/2010 21 3. BERFUNGSINYA MASYARAKAT Untuk dapat memfungsikan masyarakat, maka harus dilakukan langkah – langkah sebagai berikut : a. Menarik orang – orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja, untuK membentuk kepanitiaan yang akan menangani masalah – masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, b. Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh keseluruhan masyarakat, c. Melakukan upaya penyebaran rencana ( kampanye ) untuk mensukseskan rencana tersebut. C. PERSYARATAN PETUGAS Untuk menentukan seseorang sebagai “Community Worker” atau sebagai “Promotor Kesehatan Desa (Promokesa)”, harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut : 1. Mampu menggunakan berbagai pendekatan kepada masyarakat sehingga dapat menarik kepercayaan masyarakat, 2. Mampu mengajak masyarakat untuk bekerjasama serta membangun rasa saling percaya antara petugas dan masyarakat, 3. Mengetahui dengan baik sumber daya dan sumber alam yang ada di masyarakat, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah, 4. Mampu berkomunikasi secara baik dengan masyarakat, menggunakan metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat sehingga informasi dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat, 5. Mempunyai kemampuan profesional dalam berhubungan dengan masyarakat, baik formal leader maupun informal leader, 6. Mempunyai pengetahuan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keadaan lingkungannya, 7. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan yang dapat diajarkan kepada masyarakat, 8. Mengetahui dinas – dinas terkait dan tenaga ahli yang ada di wilayah tersebut untuk dimintakan bantuan keikutsertaannya dalam memecahkan masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka. Komkep.pj/KH/2010 22 D. PENDEKATAN DALAM PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Pada prinsipnya Pengorganisasian Masyarakat mempunyai orientasi kepada kegiatan tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu menurut “Ross Murray” dalam Pengorganisasian Masyarakat, terdapat 3 Pendekatan yang digunakan, yaitu : 1. Spesific Content Objective Approach Adalah : Pendekatan baik perseorangan ( Promokesa ), Lembaga swadaya atau Badan tertentu yang merasakan adanya masalah kesehatan dan kebutuhan dari masyarakat akan pelayanan kesehatan, mengajukan suatu proposal / program kepada instansi yang berwenang untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Contoh : Program penanggulangan sampah. 2. General Content Objective Approach Adalah : Pendekatan yang mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang kesehatan dalam suatu wadah tertentu. Misalnya : Program Posyandu, yang melaksanakan 5 – 7 upaya kesehatan yang dijalankan sekaligus. 3. Process Objective Approach Adalah : Pendekatan yang lebih menekankan kepada proses yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pengambil prakarsa, mulai dari mengidentifikasi masalah, analisa, menyusun perencanaan penaggulangan masalah, pelaksanaan kegiatan, sampai dengan penilaian dan pengembangan kegiatan ; dimana masyarakat sendiri yang mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Yang dipentingkan dalam pendekatan ini adalah Partisipasi masyarakat / Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan Kegiatan. E. LANGKAH2 PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Menurut “Adi Sasongko ( 1978 )”, langkah – langkah yang harus ditempuh dalam Pengorganisasian Masyarakat adalah : 1. Persiapan sosial : a). Pengenalan Masyarakat b). Pengenalan Masalah c). Penyadaran Masyarakat 2. Pelaksanaan 3. Evaluasi 4. Perluasan Komkep.pj/KH/2010 23 1. PERSIAPAN SOSIAL Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan, selanjutnya sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat. Kegiatan – kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan – persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan program – program kesehatan yang akan dilakukan. a. Tahap Pengenalan Masyarakat Dalam tahap awal ini kita harus datang ke tengah – tengah masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal masyarakat sebagaimana adanya, tanpa disertai prasangka sambil menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahap ini dapat dilakukan baik melalui Jalur Formal yaitu dengan melalui sistem pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau Camat, dan dapat juga dilakukan melalui Jalur Informal misalnya wawancara dengan ToMa, seperti Guru, Pemuka Agama, tokoh Pemuda,dll. b. Tahap Pengenalan Masalah Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal masalah – masalah yang memang benar – benar menjadi kebutuhan masyarakat. Untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh tersebut, diperlukan interaksi dan interelasi dengan masyarakat setempat secara mendalam. Dalam tahap ini mungkin akan banyak ditemukan masalah – masalah kesehatan masyarakat, oleh karena itu harus disusun skala prioritas penanggulangan masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menyusun prioritas masalah adalah : 1) Beratnya Masalah Yang perlu dipertimbangkan di dini adalah Seberapa jauh masalah tersebut menimbulkan gangguan terhadap masyarakat. 2) Mudahnya Mengatasi Yang diperhatikan adalah kemudahannya dalam menanggulangi masalah tersebut. 3) Pentingnya Masalah Bagi Masyarakat Yang paling berperan di sini adalah Subyektifitas masyarakat sendiri dan sangat dipengaruhi oleh kultur – budaya setempat 4) Banyaknya Masyarakat yang Merasakan Masalah Misalnya perbaikan Gizi, akan lebih mudah dilaksanakan di wilayah yang banyak balitanya. Komkep.pj/KH/2010 24 c. Tahap Penyadaran Masyarakat Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka : 1) Menyadari masalah – masalah kesehatan yang mereka hadapi 2) Secara sadar berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, 3) Tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesehatan sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada. Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan terorganisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka Menyadarkan Masyarakat adalah : 1).Lokakarya Mini Kesehatan, 2).Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ) 3).Rembuk Desa 2. PELAKSANAAN Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam Lokakarya Mini atau MMD, maka langkah selanjutnya adalah Melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah : a. Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, b. Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan masalah, Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan, waktu, dan sumber daya yang tersedia di masyarakat, c. Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan dalam penanggulangan masalah. 3. EVALUASI Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam jangka waktu tertentu. Dalam melakukan penilaian ada 2 cara, yaitu : 1). Penilaian Selama Kegiatan Berlangsung • Disebut juga Penilaian Formatif = Monitoring • Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun. • Sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yang akan dicapai. Komkep.pj/KH/2010 25 2). Penilaian Setelah Program Selesai Dilaksanakan • Disebut juga Penilaian Sumatif = Penilaian Akhir Program • Dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan. • Dapat diketahui apakah tujuan / target dalam pelayanan kesehatan telah tercapai atau belum. 4. PERLUASAN Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang dilakukan, dan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Perluasan Kuantutatif Yaitu : perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang dilakukan, baik pada wilayah setempat maupun wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. b. Perluasan Kualitatif Yaitu : perluasan dengan dengan meningkatkan mutu atau kualitas kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dari masyarakat yang dilayani. F. MOBILISASI, PARTISIPASI DAN KEDERISASI 1. BATASAN MOBILISASI Mobilisasi merupakan Pengerahan seluruh anggota masyarakat untuk ikut aktif dalam suatu usaha demi kepentingan bersama.Dalam masyarakat Jawa terkenal dengan istilah “Gugur Gunung” yang berarti bersama sama bergerak dalam menangani suatu proyek bersama untuk kepentingan semua orang. Untuk dapat bergerak, maka kelompok inti dengan atau tanpa extension worker harus mampu mempengaruhi orang – orang atau seluruh masyarakat agar merubah sikap dan membangkitkan keinginan mereka untuk ikut bergerak bersama. 2. MOBILISASI ORGANISASI MASYARAKAT Dalam masyarakat yang cukup besar jumlahnya dan heterogen, maka kemungkinan untuk melakukan mobilisasi langsung menjadi kurang efektif dan terlalu lama. Jalan lain yang mungkin dapat ditempuh untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan Komkep.pj/KH/2010 26 pendekatan melalui organisasi – organisasi masyarakat yang ada, dengan menggunakan Langkah – langkah sebagai berikut : a. Membuat daftar organisasi yang ada b. Mengetahui kegiatan utama dan mengenal tokohnya c. Menganalisa kemungkinan yang mendukung ataupun yang menghambat program d. Membuat perkiraan kemungkinan hal – hal yang dapat membantu program dari setiap organisasi e. Mengatur strategi agar organisasi – organisasi yang netral dapat segera diajak masuk dalam program dan menetralisir organisasi – organisasi lain yang menentang. 3. PARTISIPASI & PERANAN ORGANISASI SETEMPAT Partisipasi yang dibutuhkan adalah partisipasi yang bertanggung jawab, bukan asal ikut ramai – ramai tanpa mengetahui sebenarnya apa yang harus dilakukan dan untuk apa ikut dalam usaha bersama itu. Partisipasi akan dapat mencapai hasil yang optimal apabila masing – masing telah mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari kegiatan bersama tersebut. Peranan yang diharapkan dari organisasi setempat sangat luas, yang diantaranya adalah : • Pemberian fasilitas fisik, seperti : ruang untuk pertemuan, alat transportasi, dll. • Pemberian fasilitas non fisik, seperti : wibawa, mekanisme kontrol, dukungan moral, bantuan pikiran dll. Di negara – negara yang sedang berkembang, hampir sebagian besar warga masyarakatnya berada pada tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini mengakibatkan “terpendamnya” potensi – potensi yang sebenarnya dimiliki oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa dalam keadaan seperti ini, prakarsa pembangunan hampir selalu dimulai oleh aparat pemerintah. 4. PENGERTIAN KADER DESA Kader Desa adalah : Tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang tertentu, yang tumbuh ditengah – tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk melaksanakan, meningkatkan, dan membina kesejahteraan masyarakat dengan rasa iklas tanpa pamrih dan didasari panggilan untuk melaksanakan tugas – tugas kemanusiaan. Bertitik tolak dari pengertian ini, maka kader desa adalah wakil dari masyarakat yang akan merumuskan segala hal yang menjadi kebutuhan dari masyarakat dan melakukan usaha – usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kader desa akan menjadi “agent of change” yang akan membawa norma – norma baru yang sesuai dengan nilai tradisional mereka dan yang akan menggali segi – segi positif yang ada pada norma – norma tradisional masyarakat mereka. Komkep.pj/KH/2010 27 5. OPTIMALISASI POTENSI KADER DESA Beberapa cara / langkah – langkah untuk mengoptimalkan potensi kader desa antara lain : a. Jangan terlalu ketat membuat pembatasan – pembatasan b. Pembinaan kader desa harus dilakukan secara positif dan berkesinambungan, c. Menumbuhkan dan mengembangkan sistem yang dapat menunjang peran kader desa. 6. KEUNTUNGAN KADER DESA Keuntungan yang diperoleh Masyarakat dengan adanya Kader adalah : a. Meningkatkan kualitas kemampuan hingga menumbuhkan pemimpin dan kepemimpinan baru dalam masyarakat, b. Masyarakat dapat memanfaatkan kegiatan atau fasilitas yang disediakan dengan lebih optimal, c. Keterlibatan masyarakat dalam program menjadi lebih besar sehingga ikut berperan secara aktif dalam menyusun tujuan – tujuan yang ingin dicapai. Keuntungan yang diperoleh Lembaga yg. Mensponsori Program dengan adanya Kader adalah : a. Program dapat dikerjakan kader dan menekan biaya, b. Daya jangkau program menjadi lebih luas dg. Tambahan tenaga kader, c. Cara pelaksanaan kegiatan / program dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. ( Krn. Kader berasal dari masyarakat setempat yang telah dipilih oleh d. masyarakat dan pamong setempat ) Komkep.pj/KH/2010 28