Skills to Succeed: Membuka Peluang Kerja Remaja Terpinggirkan di Bandung dan Lampung Kemitraan antara Accenture dan Save the Children Fakta Singkat Mengenai Pengangguran Pada Kaum Muda − Secara nasional angka pengangguran pada kaum muda cukup tinggi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) 1, pada bulan Agustus 2013 jumlah pengangguran pada usia 15-29 tahun mencapai 4,9 juta dari total 7,6 juta pengangguran di Indonesia. − Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)2 menyebutkan bahwa salah satu penyebab tingginya tingkat pengangguran adalah rendahnya pendidikan dan keterampilan kaum muda dalam menghadapi pertumbuhan pekerjaan dan tingkat produktivitas. − Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa kaum muda sebagian besar datang dari keluarga miskin yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga tidak bisa berkompetisi dalam dunia kerja. remaja usia 15-24 tahun untuk memperoleh keterampilan kerja ataupun berwirausaha. Di Indonesia, Accenture bersama Save the Children (StC) bermitra untuk wilayah Bandung (Jawa Barat) dan Lampung sejak tahun 2012 dan masih berlangsung hingga saat ini. Dasar dari kemitraan adalah pada kesamaan visi dalam menciptakan livelihood (mata pencaharian) bagi remaja, dan jangkauan dampak secara global (global impact). Remaja sebagai penerima manfaat program Skills to Succeed (S2S) mendapatkan dukungan keterampilan untuk masuk ke dunia kerja dan bisnis sesuai dengan bakat dan minatnya. ©Save the Children 2013. RINGKASAN Program Skills to Succeed (S2S) adalah program global dari Accenture yang dilaksanakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Program S2S merupakan fokus dari kegiatan Corporate Citizenship Accenture yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi kaum terpinggirkan, khususnya Kegiatan yang dilakukan terkait dengan tujuan program adalah (1) melakukan asesmen pasar kerja, (2) memberikan informasi serta dukungan pelatihan vokasi, life skill dan wirausaha, (3) membangun hubungan kerja dengan perusahaan, kantor dinas, lembaga pelatihan keterampilan, asosiasi, dan institusi lainnya untuk kegiatan pelatihan keterampilan, kesempatan magang, kewirausahaan, dan penempatan kerja bagi penerima manfaat, dan (4) membangun komunikasi dengan penentu kebijakan terkait ketenagakerjaan. Total capaian program hingga April 2014 adalah sebanyak 1.680 remaja yang telah mendapatkan pelatihan keterampilan, 775 remaja menerima pelatihan kewirausahaan, dan 2.584 remaja menerima pelatihan life skill. Dari hasil tersebut, sebanyak 879 remaja menjalani program magang/belajar di perusahaan, 727 remaja mendapatkan pekerjaan tetap, dan 152 remaja telah mempunyai usaha secara mandiri. 1 PARA MITRA Accenture (www.accenture.com), adalah perusahaan global di bidang konsultasi manajemen dan teknologi informasi. Accenture Indonesia tidak mempunyai divisi khusus yang mengelola kegiatan corporate citizenship. Namun setiap tahun, Accenture membuka kesempatan bagi karyawan untuk menjadi relawan dan mengelola kegiatan sosial di luar tugas utamanya. Gabungan dari staf relawan tersebut kemudian membentuk Corporate Citizenship Committee yang membuat rencana program dan sumber daya yang diperlukan baik yang bersumber dari global ataupun dari Accenture Indonesia. Sumber daya bisa berupa dana dan atau waktu yang disisihkan oleh staf untuk melakukan kegiatan pro-bono. Komite ini kemudian yang menjadi badan yang mengelola aktivitas internal maupun kemitraan dengan LSM lain (internasional dan nasional). Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang pernah menjadi mitra di Indonesia antara lain Plan, Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), dan Yayasan Slukat Learning Center. Save the Children (www.indonesia.savethe children.net) adalah adalah organisasi nirlaba internasional berbasis di Amerika Serikat yang memperjuangkan hak anak-anak di 120 negara. Di Indonesia, Save the Children telah beroperasi sejak tahun 1976, dan melibatkan lebih dari 150 tenaga professional untuk memperjuangkan hak anak dalam bidang survival, perlindungan, pembangunan dan meningkatkan tingkat partisipasi anak. Save the Children juga telah membantu korban bencana alam, mempersiapkan komunitas untuk menghadapi keadaan darurat dan mitigasi bencana. Dalam menjalankan programnya, StC bekerja sama dengan komunitas, organisasi lain dan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup anak dan keluarga mereka. Kerja sama tersebut diberikan dalam bentuk bantuan teknis kepada pemerintah daerah dan organisasi lain dalam mengembangkan rencana program dan pelayanan. Selain dengan Accenture, StC juga bekerja sama dengan perusahaan lain di antaranya adalah IKEA, Bvlgari, Unilever dan Reckitt Benckiser. MEMULAI KEMITRAAN Program Skills to Succeed (S2S) adalah sebuah program global dari Accenture yang dilaksanakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Program S2S adalah fokus dari kegiatan Corporate Citizenship Accenture yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi kaum terpinggirkan, khususnya remaja usia 15-24 tahun untuk memperoleh keterampilan kerja ataupun berwirausaha melalui berbagai pelatihan termasuk pelatihan life skills dan pelatihan kewirausahaan. Kerja sama diawali tahun 2011 berdasarkan kemitraan global S2S Accenture dengan Save the Children. Tujuannya adalah meningkatkan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan atau membangun bisnis bagi 10.000 remaja di Tiongkok dalam tiga tahun dan 7.000 remaja di Filipina, Mesir, dan Indonesia 2 dalam dua tahun. Dasar dari kerja sama adalah pada kesamaan visi dalam menciptakan livelihood (mata pencaharian) bagi remaja, dan jangkauan dampak secara global (global impact). Berdasarkan kesepakatan kerja sama global tersebut, StC mulai melakukan kegiatan melalui kantor perwakilannya di Indonesia pada Oktober tahun 2012 hingga 2014 untuk wilayah Bandung (Jawa Barat) dan Lampung. MELAKSANAKAN KEMITRAAN Kegiatan utama program S2S adalah (1) melakukan asesmen pasar kerja, (2) memberikan informasi serta dukungan pelatihan keterampilan, life skills dan wirausaha, (3) membangun hubungan kerja dengan perusahaan, kantor dinas, lembaga pelatihan keterampilan, asosiasi, dan institusi lainnya untuk kegiatan pelatihan keterampilan, kesempatan magang, kewirausahaan, dan penempatan kerja bagi penerima manfaat, dan (4) membangun komunikasi dengan penentu kebijakan terkait ketenagakerjaan. Kegiatan asesmen pasar kerja bagi remaja, dilakukan di bulan pertama program (November – Desember 2012). Staff teknis StC mengembangkan design dan tools penelitian untuk memastikan bahwa asesmen mendapatkan data/informasi mengenai jenis sektor bisnis (seperti hotel, restaurant dan garmen), peluang pasar kerja tingkat pemula (service dan operator)i, persyaratan masuk kerja, serta keterampilan yang diperlukan. Hasil asesmen kemudian dianalisa oleh staff StC, sebagai input bagi topik dalam pelatihan, baik pelatihan keterampilan, kewirausahaan maupun pelatihan life skills. Setelah selesai dengan asesmen, StC melakukan komunikasi dengan LSM lokal yang memiliki pengalaman dan komitmen untuk meningkatkan taraf hidup remaja tepinggirkan di wilayah kerja. Berdasarkan aspek tersebut, StC kemudian bermitra dengan tiga LSM lokal yaitu Yayasan Bahtera dan Konfederasi Anti Pemiskinan Indonesia/KAP Indonesia di Kota Bandung dan Yayasan Amanah Pendidikan Insan Kamil/APIK di Lampung. Setelah mitra terpilih, StC bersama LSM lokal memulai proses pemetaan remaja melalui pertemuan dengan perwakilan masyarakat (termasuk ketua RW, Kelurahan), melalui media sosial (seperti Twitter dan Facebook) dan melalui ajakan teman sebaya yang telah mendapat manfaat dari program S2S. Penerima manfaat diseleksi berdasarkan kriteria (1) remaja usia 15-24 tahun yang putus atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, (2) belum mempunyai pekerjaan dan berasal dari keluarga tidak mampu. Dari proses pemetaan tersebut, mayoritas dari penerima manfaat adalah remaja putus sekolah, belum bekerja, ibu muda dan transgender. Berdasarkan informasi dan data dari asesmen yang telah di lakukan, StC kemudian membuat rencana pelatihan bersama LSM mitra. Terdapat tiga jenis pelatihan yang dilaksanakan yaitu pelatihan life skills, pelatihan keterampilan, magang dan pelatihan kewirausahaan. Pelatihan life skills menjadi inti kegiatan program yang melatih remaja untuk mengenal potensi diri, mengenali potensi serta jenis pekerjaan yang ada di lingkungan mereka, meningkatkan keterampilan dalam kesiapan kerja (work readiness skills) seperti membuat curriculum vitae dan menghadapi wawancara kerja. Pelatihan ini dilakukan selama 3-4 kali pertemuan yang masing-masing berlangsung selama setengah hari. Setiap pelatihan rata-rata dihadiri oleh 20 orang remaja. Pelatihan dilangsungkan sejak Januari 2013 hingga awal 2014, secara bertahap bergantung pada kesiapan remaja memasuki dunia kerja. Sebagai tindak lanjut pelatihan life skills, StC menyediakan opsi pelatihan keterampilan bagi remaja yang mempunyai minat dan bakat khusus. Remaja disalurkan ke berbagai balai latihan keterampilan (BLK) bakat khusus. Remaja disalurkan ke berbagai balai latihan keterampilan yang ada di wilayah masing-masing seperti kursus komputer, bahasa asing, tata boga/mengolah makanan dan kursus menjahit dan lainnya. Lamanya pelatihan berkisar antara satu hingga tiga bulan bergantung pada jurusan yang dipilih. Accenture menyediakan dana untuk kursus di BLK, sedangkan StC dan LSM mitra memberikan rekomendasi BLK yang mempunyai kualitas pengajar yang baik. Remaja penerima manfaat bisa turut memberikan rekomendasi kepada tim StC dan LSM jika terdapat BLK yang cocok dengan jurusan yang diminati dan letaknya yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Bagi remaja yang memilih untuk langsung bekerja, StC memberikan kesempatan magang (on the job training) di beberapa perusahaan yang teridentifikasi pada tahap asesmen. Selain itu, StC juga membangun komunikasi dengan pihak BLK yang mempunyai hubungan kerja sama dengan perusahaan yang memerlukan tenaga kerja magang. Fungsi BLK sebagai lembaga yang mencetak tenaga siap kerja, kerap dijadikan rujukan bagi perusahaan jika membutuhkan tenaga kerja tingkat pemula dan atau magang. Kadang informasi mengenai lowongan kerja/magang juga diberikan oleh remaja penerima manfaat S2S yang telah bekerja di perusahaan lain. Remaja yang memutuskan untuk berwirausaha, StC menyediakan kesempatan pelatihan kewirausahaan. StC membangun komunikasi dengan pengusaha melalui Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Jawa Barat untuk memberikan rekomendasi bagi pengembangan modul pelatihan kewirausahaan dan pendekatan yang bersifat praktis. Remaja yang memutuskan untuk memulai usaha sendiri akan mendapatkan pelatihan yang dikelola oleh staf LSM mitra dan StC sebagai nara sumber/ pelatih. Pelatihan berlangsung selama dua hari dengan pendekatan Business Model Canvas (BMC)ii yaitu pendekatan yang mampu membawa remaja untuk memahami aspek penting sebelum memulai sebuah usaha dan merencanakan gagasan bisnis yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Peserta juga mendapatkan topik simulasi bisnis yaitu bagaimana menghitung biaya produksi, menentukan harga jual, dan mengkalkulasi untung-rugi usaha. Beberapa contoh usaha yang banyak mendapat perhatian remaja di antaranya adalah membuat kue, garmen, bengkel automotive, kerajinan tangan (seperti membuat boneka dan tas), kecantikan, dan sinematografi. Setelah mengikuti pelatihan, staff LSM mitra di masing-masing wilayah dan StC memberikan bantuan teknis untuk memastikan bahwa remaja berhasil menjalankan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan. Bentuk kegiatan bantuan teknis tersebut adalah memfasilitasi pertemuan refleksi antar remaja untuk mengidentifikasi permasalahan dalam lingkungan kerja dan bagaimana mengatasinya. Dalam melaksanakan keseluruhan kegiatan pelatihan, terdapat pembagian kerja yang jelas antara Accenture, StC dan LSM mitra. Accenture memberikan dana kepada StC sebagai social investment untuk menjalankan kegiatan dan turun langsung ke lapangan untuk melakukan aksi pelatihan. Di samping dukungan di lapangan, Accenture turut memberikan jasa “Cara membuat rencana usaha, mengelola keuangan, dan mencari peluang pasar adalah sebagian pengetahuan yang saya dapatkan karena ikut dalam pelatihan kewirausahaan”. Lili (18 Tahun). ©Save the Children 2013. konsultasi kepada StC dan LSM mitra dengan prinsip nirlaba dan pro-bono melalui Accenture Development Partnership (ADP). Konsultansi tersebut mencakup penguatan sistem keuangan, pengembangan sumber daya manusia, dan manajemen proyek. Bantuan dan dukungan Accenture tersebut diberikan oleh staf yang bekerja sebagai tenaga relawan. Sebagai penerima dan penyalur dana, StC berperan dalam mengelola kegiatan S2S, melatih staf LSM mitra sebagai cofacilitator untuk pelatihan, dan mengenalkan model life skills ke balai latihan kerja milik pemerintah yang dikelola oleh dinas ketenagakerjaan, dinas sosial, dan dinas pendidikan. StC bersama LSM mitra juga membangun komunikasi dengan perusahaan, BLK swasta, Asosiasi Pengusaha Indonesia daerah (APINDO) untuk mendapatkan akses dalam kegiatan pelatihan keterampilan, kesempatan magang, kewirausahaan, dan penempatan kerja bagi remaja. Untuk mendukung kesinambungan program, StC bersama LSM mitra melakukan berbagai pertemuan dengan pihak pemerintah daerah agar turut memberikan dukungan bagi pengembangan kebijakan dalam masalah angkatan kerja remaja. Pertemuan dilaksanakan setiap empat bulan dan membahas berbagai permasalahan dunia kerja dan mempromosikan program S2S termasuk membahas besaran potensi angkatan kerja usia remaja, lowongan kerja, pentingnya pendidikan life skills, dan berbagi pembelajaran dalam menjalankan program S2S di wilayah kerja. StC juga membangun hubungan kerja dengan kantor dinas tenaga kerja yang bertindak sebagai tenaga pelatih, mengupayakan pengintegrasian kurikulum dalam program pelatihan kerja pemerintah daerah dan menghubungkan remaja ke pasar kerja dari dinas tersebut. Accenture dan StC melakukan monitoring dan evaluasi secara bersama (termasuk dengan pihak pemberi kerja dan pemerintah daerah) sejak awal program hingga tahapan saat remaja sudah memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Indikator monitoring dan evaluasi di antaranya adalah jumlah remaja yang dilatih, membuka usaha sendiri dan mendapat pekerjaan yang diinginkan. Evaluasi juga dilakukan melalui pertemuan bulanan dengan remaja untuk menghimpun input bagi kemajuan program; pertemuan setiap enam bulan bersama LSM mitra untuk menghitung angka capaian program; dan membuat laporan kepada Accenture dan StC Global setiap 3 enam bulan sekali yang menyangkut aspek keuangan dan output kegiatan berdasarkan dampak yang diharapkan. Berdasarkan data-data tersebut, staff Accenture memberikan input dan rekomendasi teknis agar program S2S berjalan sesuai dengan tujuannya. HASIL DAN DAMPAK Total capaian program hingga April 2014 adalah sebanyak 1.680 remaja telah mendapatkan pelatihan keterampilan, 775 remaja menerima pelatihan kewirausahaan, dan 2.584 remaja menerima pelatihan life skill. Dari hasil tersebut, sebanyak 879 remaja menjalani program magang/belajar di perusahaan, 727 remaja mendapatkan pekerjaan tetap, dan 152 remaja telah mempunyai usaha secara mandiri. TANTANGAN DAN PELAJARAN BERHARGA Accenture dan StC sepakat bahwa program S2S mampu memberikan pembelajaran yang sangat penting bagi kemajuan kedua organisasi. Bagi Accenture, program S2S memberikan pembelajaran dalam: − Memberikan motivasi dan inspirasi kepada staf mengenai persaingan jangka panjang. − Memperkuat reputasi brand melalui media yang akhirnya dapat menarik karyawan dan hubungan komersial baru (klien). − Terciptanya kesempatan bisnis lokal yang baru, dan pengalaman dalam mengembangkan bisnis masa depan. − Dalam tingkat global, memungkinkan Accenture untuk mengembangkan kompetensi pasar di negara berkembang untuk bisnis ke depannya. Bagi StC, memberikan pembelajaran dalam: − Membantu remaja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. − Membuka akses terhadap jaringan Accenture dan kesempatan baru untuk menjalin kemitraan dengan perusahaan lain. − Pengalaman dan “best practices” yang dapat digunakan sebagai alat melakukan advokasi bagi perbaikan kualitas hidup remaja. − Meningkatkan keahlian dan kapasitas organisasi, yang kemudian mempengaruhi dampak kesuksesan program. Tantangan dalam menjalankan program S2S di antaranya adalah memaksimalkan penggunaan teknologi informasi untuk mengelola kegiatan di wilayah kerja, serta bagaimana menyebarluaskan “best practices” program S2S sehingga dapat menggugah pihak atau perusahaan lain untuk mengadopsi program ini dalam skala yang lebih luas (wilayah program). RENCANA DAN HARAPAN Accenture membuka kemungkinan untuk menjangkau daerah pedesaan agar meningkatkan dampak secara lebih luas; mempertimbangkan untuk memasukkan isu kesehatan/gizi remaja; dan menjajaki kemungkinan memberikan kursus distance learning melalui pemanfaatan teknologi. Accenture akan melaksanakan konsultasi pro-bono untuk StC, utamanya untuk membantu dalam menyusun Project Management Manual (pedoman manajemen proyek) yang akan berjalan di tahun 2014 ini. Catatan Kaki i. ii. Jenis pekerjaan service tingkat pemula termasuk customer service, waitress, cleaning service, make up rooms, retail, dan helper. Sedangkan untuk operator adalah menjahit, menggerakkan mesin, komputer, design, dan data entry. Informasi rinci mengenai model ini dapat dilihat di http://www.alexandercowan.com/business-model-canvas-templates/ Referensi 1. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2014, Berita Resmi Statistik no 38/05/Th. XVII. Badan Pusat Statistik. Jakarta 5 Mei 2014. 2. Trend Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2013: Memperkuat Peran Pekerjaan Layak dalam Kesetaraan Pertumbuhan. Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta: ILO, 2013. Tentang Studi Kasus Ini Studi kasus ini merupakan satu dari rangkaian studi kasus yang didasarkan pada presentasi dari para mitra pada sesi Health and Business Roundtable Indonesia (HBRI). HBRI adalah suatu kegiatan Company-Community Partnerships for Health in Indonesia (CCPHI), sebuah proyek yang didanai oleh Ford Foundation. Studi kasus ini dibuat berdasarkan presentasi dari Prihadiyanto, Managing Director Accenture dan Fajar Budiman, Senior Program Manager Save the Children di sesi ke-24 Health and Business Roundtable Indonesia (HBRI). Dian Rosdiana mempersiapkan studi ini berdasarkan konsultasi dengan Accenture dan Save the Children. Untuk informasi lainnya mengenai Proyek CCPHI dan Health & Business Roundtable Indonesia Silakan hubungi Kemal Soeriawidjaja, CCPHI Executive Director, di [email protected] atau Dian Rosdiana, CCPHI Communication Officer, di [email protected], atau kunjungi kami di www.ccphi.org © CCPHI, Juli 2014. 4