JAUNDICE IN PREGNANCY (IKTERUS DALAM KEHAMILAN) Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin – Banda Aceh Disusun oleh BERLIAN MIZA 1007101010085 DIAN RAMADHANA 1007101050099 BELA GINA TRESNANI 1007101050072 Pembimbing dr. Niken Asri Utami, Sp.OG BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan KaruniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul Jaundice in Pregnancy (Ikterus dalam Kehamilan). Selawat beriringan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah juga kepada sahabat dan keluarga beliau. Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pembimbing kami yaitu dr. Niken Asri Utami, Sp.OG serta para staf Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya referat ini. Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah makalah. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap referat ini demi perbaikan di masa yang akan datang. Banda Aceh, Agustus 2014 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ................................................................................... 2.2 Penyakit Hati pada Kehamilan ............................................... 2.2.1 Fisiologi Hati pada Kehamilan .................................... 2.2.2 Hiperemesis Gravidarum .............................................. 2.2.3 Kolestasis intrahepatik pada Kehamilan ...................... 2.2.4 Perlemakan Hati Akut pada Kehamilan ...................... 2.2.5 Hepatitis Virus ............................................................. 2.2.6 Sindrom HELLP .......................................................... 2.3 Penyakit Kandung Empedu .................................................... 2.3.1 Kolelitiasis dan Kolesistitis .......................................... i ii 1 3 3 3 5 6 10 13 16 18 18 BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan KaruniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul Jaundice in Pregnancy (Ikterus dalam Kehamilan). Selawat beriringan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah juga kepada sahabat dan keluarga beliau. Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pembimbing kami yaitu dr. Niken Asri Utami, Sp.OG serta para staf Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya referat ini. Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah makalah. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap referat ini demi perbaikan di masa yang akan datang. Banda Aceh, Agustus 2014 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ................................................................................... 2.2 Penyakit Hati pada Kehamilan ............................................... 2.2.1 Fisiologi Hati pada Kehamilan .................................... 2.2.2 Hiperemesis Gravidarum .............................................. 2.2.3 Kolestasis intrahepatik pada Kehamilan ...................... 2.2.4 Perlemakan Hati Akut pada Kehamilan ...................... 2.2.5 Hepatitis Virus ............................................................. 2.2.6 Sindrom HELLP .......................................................... 2.3 Penyakit Kandung Empedu .................................................... 2.3.1 Kolelitiasis dan Kolesistitis .......................................... i ii 1 3 3 3 5 6 10 13 16 18 18 BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21 BAB I PENDAHULUAN Jaundice (ikterus) dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera. Ikterus terjadi karena pewarnaan oleh bilirubin yang berlebihan konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata jaundice berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2 – 2,5 mg/dL. Jika ikterus sudah jelas dapat dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sudah mencapai angka 7 mg/dL.(1) Jaundice in Pregnancy atau Ikterus dalam Kehamilan dapat disebabkan oleh kelainan pada hati dan kandung empedu. Penyakit ini bersama-sama membentuk suatu daftar panjang penyulit yang mungkin terjadi pada wanita hamil, termasuk sebagian yang khas pada kehamilan. Hubungan penyakitpenyakit ini dengan kehamilan mungkin menarik, mengherankan, atau menantang.(2) Perubahan-perubahan fisiologis tertentu yang terjadi selama kehamilan dapat mengakibatkan efek negatif jangka panjang, terutama meningkatnya sintesis kolesterol oleh hati dan ekskresinya ke dalam empedu yang dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi kolesterol dalam empedu. Perubahan-perubahan ini mungkin berperan dalam pembentukan batu empedu pada perempuan multipara.(3) Ikterus dalam kehamilan timbul pada kira-kira 1 dari 1.500 kehamilan (0,067%). Kira-kira 41% ikterus pada kehamilan disebabkan karena hepatitis virus, 21% karena kolestasis intrahepatik dan 6% karena batu empedu. Adanya ikterus selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya prematuritas, dan ini terjadi pada sekitar 20% dari ibu yang ikterus. Meskipun demikian, prematuritas tidak berhubungan dengan lamanya ikterus, kadar bilirubin serum, atau beratnya gejala klinis yang timbul.(4) 1 2 Berdasarkan uraian di atas maka perlu penjelasan yang lebih rinci mengenai penyakit ini sehingga diharapkan wanita hamil di Indonesia dapat melakukan deteksi sedini mungkin agar penatalaksanaan dan prognosis bagi ibu hamil menjadi lebih baik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus atau jaundice adalah warna kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa akibat hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.(5) Ikterus merupakan perubahan warna pada jaringan akibat penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi warna kuning.(6) 2.2 Penyakit Hati pada Kehamilan Penyakit hati yang menjadi penyulit kehamilan biasanya dibagi menjadi tiga kategori umum. Yang pertama mencakup penyakit-penyakit yang secara spesifik berkaitan dengan kehamilan dan mereda spontan atau setelah persalinan. Contohnya adalah disfungsi hati akibat hiperemesis gravidarum, kolestasis intrahepatik dan perlemakan hati akut. Sedangkan kategori kedua mencakup penyakit hati akut yang kebetulan terjadi pada kehamilan, misalnya hepatitis virus akut. Dan kategori yang ketiga mencakup penyakit hati kronik yang mendahului kehamilan, misalnya hepatitis kronis.(2) Hubungan antara penyakit hati dan kehamilan yang jarang tapi bersifat dramatis, dengan efek potensial berbahaya baik terhadap ibu maupun janin. Beberapa pertimbangan perlu diambil apabila penyakit hati dijumpai pada kehamilan. Keadaan tersebut antara lain pada trimester kehamilan, tingkatan dan penyebab abnormalitas dari tes fungsi hati, status kesehatan pasien sebelum kehamilan dan riwayat epidemiologis terpaparnya suatu faktor resiko yang dapat mempengaruhi penyebab suatu penyakit. Informasi ini menjadi sangat penting untuk membuat diagnosis dan merencanakan pendekatan yang tepat dalam penatalaksanaan pasien.(3) 3 4 2.2.1 Fisiologi Hati pada Kehamilan Kehamilan dapat memicu perubahan yng cukup bermakna pada manifestasi klinis dan laboratoris yang berkaitan dengan hati. Temuan-temuan pada kehamilan normal yang sering dijumpai adalah seperti peningkatan fosfatase alkali serum, eritema palmar, dan spider angioma yang mungkin mengisyaratkan penyakit hati. Namun, temuan-temuan histologis hati pada kehamilan tanpa penyulit tidak berbeda dari yang dijumpai pada wanita yang tidak hamil.(2) Selama kehamilan kadar bilirubin serum biasanya normal, pada sebagian kecil wanita hamil terdapat peningkatan bilirubin yang ringan, tetapi dengan kadar total kurang dan 2 mg/dL, hal ini mungkin karena dikarenakan adanya peningkatan metabolisme dari hemoglobin. Enzim fosfatase alkali dalam serum kadarnya akan naik secara lambat sampai bulan ke tujuh kehamilan dan akan naik lebih cepat serta mencapai puncaknya pada bulan ke sembilan, tetapi kadarnya jarang melebihi dua kali batas atas normal, peningkatan ini disebabkan karena produksi sinsisiotrofoblast di plasenta. Kadar enzim ini akan kembali normal setelah 2–8 minggu post partum.(4) Kadar protein total dalam serum jarang turun sampai di bawah 6 mg/dL, perubahan ini disebabkan karena penurunan relatif kadar albumin serum akibat peningkatan volume plasma (dilusi) selama kehamilan. Globulin dalam serum akan meningkat demikian juga fibrinogen. Dengan pemeriksaan elektroforesis, tampak globulin alfa dan beta meningkat, sedangkan globulin gamma sedikit menurun. Kolesterol total serum kadarnya meningkat sejak bulan keempat kehamilan, mencapai puncaknya sekitar 250 mg/dL pada bulan kedelapan, tetapi jarang melebihi 400 mg/dL. Pada sebagian kecil wanita hamil ekskresi bromsulphalein (BSP) dapat sedikit terganggu pada trimester ketiga, namun akan cepat normal kembali pada awal masa nifas.(4,7) 5 Pemeriksaan biopsi hati pada wanita hamil yang normal tidak menunjukkan kelainan histologik, atau kadang-kadang hanya tampak perubahan minimal yang tidak spesifik berupa perbedaan ukuran hepatosit, bertambah besarnya inti sel, infiltrasi limfosit yang sangat ringan pada daerah portal serta peningkatan retikulum endoplasmik.(4) 2.2.2 Hiperemesis Gravidarum Hiperemesis gravidarum merupakan suatu sindrom yang berupa mual dan muntah yang berlebihan dan sering terjadi pada kehamilan trimester pertama. Hiperemesis gravidarum didefinisikan secara beragam sebagai muntah yang cukup parah untuk menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida, dan hipokalemia. Pada sebagian wanita yang terkena akan terjadi disfungsi hati transien. Dikarenakan terjadinya hiperbilirubinemia, namun kadarnya jarang melebihi 200 U/L.(2,4) Insiden hiperemesis gravidarum bervariasi dari 0,3% -2% dari semua kelahiran hidup. Sindrom ini sering terjadi pada usia kehamilan 4 – 10 minggu dan biasanya sembuh pada usia kehamilan 20 minggu. Pada penderita hiperemesis gravidarum sekitar 50% - 60% yang melibatkan organ hati. Paling sering ditemukan yaitu kadar aminotransferase serum yang sedikit meningkat, tetapi pada beberapa kasus didapatkan peningkatan transaminase yang berlebihan mulai dari 400 – 1000 U/L.(8,9) Patogenesis Patogenesis hiperemesis gravidarum masih belum diketahui dengan pasti, namun hanya berupa hipotesis-hipotesis. Diduga penyebab potensial untuk penyakit hati yang berhubungan dengan kehamilan seperti preeklamsia dan hiperemesis gravidarum adalah pembentukan sitokin yang berlebihan oleh sel-sel.(8,9) Hipotesis 6 lain memperkirakan adanya kerusakan hati akibat gangguan oksidasi asam lemak oleh mitokondria pada ibu atau janin yang mengakibatkan defisiensi rantai panjang 3-hydroxyacyl-CoA dehidrogenase (LCHAD) sebagai alasan terjadinya penumpukan asam lemak dalam plasenta dan akhirnya menyebabkan kerusakan hati.(10) Penatalaksanaan Pasien dengan hiperemesis gravidarum biasanya memerlukan perawatan, diberikan cairan intravena (kristaloid), anti-emetik dan nutrisi parenteral.(8) Pemberian anti-emetik misalnya prometazin, proklorperazin, klorpromazin, atau metoklopramid diberikan secara parenteral. Tidak banyak bukti yang menyatakan bahwa pemberian glukokortiroid efektif. Dua uji klinis yang dilakukan dengan pemberian metilprednisolon tidak bermanfaat dibandingkan dengan placebo, namun kelompok yang diberikan steroid jauh lebih jarang memerlukan rawat inap ulang. Pemberian ondansetron tidak jauh lebih baik diberikan daripada prometazin ketika dilakukan dalam sebuah penelitian klinis.(2) Prognosis Hiperemesis gravidarum merupakan suatu kondisi yang bersifat reversibel tanpa kerusakan permanen pada hati dan hampir tidak pernah fatal.(9) 2.2.3 Kolestasis Intrahepatik pada Kehamilan Kolestasis intrahepatik pada kehamilan (intrahepatic cholestasis of pregnancy) sering disebut juga dengan istilah idiopathic cholestasis of pregnancy dan recurrent cholestasis of pregnancy. Penyakit ini secara klinis ditandai oleh gatal, ikterus atau keduanya.(2,4) 7 Kolestasis intrahepatik pada kehamilan adalah suatu kondisi kolestasis yang bersifat reversibel yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Hati tampak kolestasis akibat hormonhormon yang bersifat estrogenik. Keadaan ini umumnya bersifat benigna.(11) Penyakit ini paling sering terjadi pada kehamilan yang multijanin, wanita dengan usia lanjut, multipara, dan pada wanita dengan riwayat kolestasis dengan penggunaan kontrasepsi oral.(2,8) Kolestasis merupakan kasus yang jarang ditemukan, di Amerika Utara kolestasis intrahepatik pada kehamilan angka insidensi mendekati 1 dari 500 sampai 1000 kehamilan. Di Israel, insiden yang dilaporkan oleh Sheiner (2006) adalah sekitar 1 dari 400 sedangkan di Italia insidennya adalah 1%, di Swedia 1,5% dan di Chili 4%.(2) Patogenesis Penyebab kolestasis intrahepatik pada kehamilan belum diketahui, tetapi penyakit ini mungkin terjadi pada wanita yang secara genetis rentan terkena sebesar 50%. Hal ini dihubungkan dengan adanya mutasi pada translokator fosfolipid yang dikenal sebagai ATP-cassete transporter B4 (ABCB4). Perubahan ini akan menyebabkan adanya peningkatan sensitifitas hormon estrogen yang akan mengganggu transportasi asam empedu. Hormon estrogen dapat mempengaruhi hepatosit dengan mengurangi permeabilitas membran dan penyerapan asam empedu oleh hati sehingga proses transportasi asam empedu dari ibu ke janin melalui plasenta terganggu. Gangguan ini mengakibatkan meningkatnya kadar asam empedu pada janin. Diduga peningkatan kadar tersebut mempengaruhi kontraktilitas myometrium dan menyebabkan vasokontriksi Vena korionik. Sebab inilah yang menjadi faktor terjadinya kelahiran prematur dan fetal distress pada penderita dengan kolestasis intrahepatic pada kehamilan.(2,8) 8 Pada kehamilan normal, konsentrasi asam empedu total mungkin telah Hiperbilirubinemia meningkat 10 terjadi karena sampai adanya 100 kali retensi lipat. pigmen terkonjugasi, tetapi konsentrasi total plasma jarang melebihi 4 – 5 mg/dL. Fosfatase alkali biasanya meningkat lebih besar daripada kehamilan normal. Kadar transaminase serum normal sampai sedikit meningkat namun jarang melewati 250 U/L. Pada hasil dari biopsi hati memperlihatkan adanya sumbatan empedu di hepatosit dan kanalikulus daerah sentrilobulus tetapi tanpa peradangan atau nekrosis. Perubahan-perubahan ini lenyap setelah melahirkan, tetapi sering kambuh pada kehamilan berikutnya atau oleh kontrasepsi yang mengandung estrogen.(2) Gambaran Klinis Penyakit ini biasanya dimulai pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, gejala yang paling umum adalah pruritus. Pruritus diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan garamgaram empedu serum. Keparahan pruritus meningkat pada malam hari dan predileksinya di telapak tangan dan kaki namun dapat menyebar ke seluruh tubuh. Pada keadaan ringan, pruritus mungkin tidak disertai dengan ikterus. Namun, bila keadaan terus berkembang, maka kira-kira 1 minggu setelah timbulnya pruritus akan tampak adanya ikterus, urin berwarna seperti air teh dan tinja terkadang berwarna agak pucat (steatorrhea). Ikterus biasanya bersifat ringan (10% – 25%), menetap sampai melahirkan dan akan menghilang 1 – 2 minggu setelah melahirkan.(2,4,8,9) Gejala klinis lain yang didapatkan berupa malaise, nausea, vomitus dan nyeri epigastrium serta malabsorpsi vitamin yang larut dalam lemak dan adanya penurunan berat badan.(4,9) 9 Penatalaksanaan 1. Pemantauan janin Beberapa penelitian melaporkan sebelum terjadinya kematian janin, gambaran cardiotocography (CTG) dan atau gerakan janin dalam keadaan normal. Namun, bentuk-bentuk pengawasan janin tidak mencegah kematian intrauterin.(12) 2. Induksi Persalinan Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa dengan melakukan induksi persalinan pada usia kehamilan 37 atau 38 minggu memperoleh hasil yang lebih baik dengan memperhitungkan kejadian kematian intrauterin.(12) 3. Medikamentosa Pengobatan pilihan untuk penyakit adalah asam ursodeoxykolik (UDCA) yang membantu untuk meringankan pruritus dan meningkatkan kelainan tes hati. Tidak jelas bagaimana UDCA bekerja, tetapi diduga bahwa konjugat UDCA membantu target dan memasukkan protein transporter kunci seperti multidrug resistance protein (MRP2) ke membran kanalikuli.(8) Deksametason juga diberikan untuk menghambat sintesis estrogen plasenta dan dapat mengurangi kadar bilirubin dan asam empedu namun tidak efektif untuk menghilangkan pruritus.(8,12) Pemberian Vitamin-K 10 mg/hari, ini dikaitkan dengan risiko malabsorpsi vitamin larut lemak. Selain itu juga pemberian Vitamin-K untuk melindungi ibu terhadap risiko perdarahan postpartum.(4,8,12) Antihistamin atau kolestiramin (12 – 24 mg/hari) juga sering digunakan untuk mengikat garam empedu yang akan mengurangi gejala pruritus.(4) 10 Prognosis Meskipun kolestasis intrahepatik pada kehamilan merupakan kondisi yang tidak berbahaya bagi ibu, tapi dapat berpengaruh buruk pada janin. Dalam beberapa penelitian, hampir 60% penyakit ini mengakibatkan kelahiran premature dengan komplikasinya adalah gawat janin (61%) dan kematian intrauterin (1,6%). Timbulnya pruritus dan kadar asam empedu serum yang tinggi berhubungan dengan resiko kelahiran prematur.(9) 2.2.4 Perlemakan Hati Akut pada Kehamilan Perlemakan hati akut pada kehamilan (Acute Fatty Liver of Pregnancy) pertama kali dilaporkan oleh Sheehan pada tahun 1940 yang disebut juga Acute Fatty Metamorphosis of Pregnancy atau Obstetric Acute Yellow Atrophy. Perlemakan hati akut (AFLP) adalah suatu kondisi dimana terdapat akumulasi lemak pada mikrovesikular hepatosit yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan.(4,8,9) Dalam bentuknya yang paling parah, insiden penyakit ini mungkin sekitar 1 dari 10.000 kehamilan dan memiliki angka kematian ibu sebesar 18% serta angka kematian janin 23%. Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan faktor resiko yang definitif, namun pada beberapa kasus dalam pemberian dosis tinggi tetrasiklin secara intravena dan infeksi pernapasan akut digambarkan mendahului sindrom ini.(2,3,8) Penderita AFLP lebih sering terkena pada wanita nulipara, kehamilan multiple, fetus laki-laki, hipertensi arterial, edema perifer dan proteinuria. Meskipun dapat mengenai semua umur, penyakit ini sebagian besar didertia oleh primigravida muda dan hampir selalu dalam trimester akhir, terutama pada kehamilan antara 32 sampai 40 minggu dan tidak pernah timbul sebelum minggu ke 30.(2,4,8) 11 Patogenesis Penyebab pasti dari AFLP masih belum diketahui secara pasti. Namun, diperkirakan terjadinya AFLP adalah karena adanya disfungsi mitokondria dalam oksidasi asam lemak yang menyebabkan akumulasi dalam hepatosit. Infiltrasi asam lemak menyebabkan insufisiensi hati akut sehingga asam lemak tersebut menumpuk. Adapun teori lain mengatakan pada individu yang bersifat heterozigot tidak mengalami oksidasi asam lemak yang abnormal, namun pada wanita hamil yang bersifat heterozigot dan memiliki janin yang homozigot akan terjadi mutasi pada proses oksidasi asam lemak tersebut. Muatan yang berlebihan dari rantai panjang asam lemak yaitu 3-hydroxyacyl-koenzim A dehidrogenase heterozigot (LCHAD) dan trigliserida menyebabkan penumpukan lemak hati dan terjadi gangguan fungsi hati pada ibu.(8,13) LCHAD adalah komponen kompleks dari enzim yang dikenal sebagai protein trifungsional mitokondria (MTP). MTP yang tersering bermutasi adalah G1528C dan E474Q sehingga menyebabkan defisiensi LCHAD yang akan mengarah ke AFLP. Mutasi gen ini bersifat resesif, oleh karena itu di luar kehamilan dalam kondisi fisiologis, wanita akan memiliki oksidasi asam lemak normal kembali.(13,14) Gambaran Klinis Awitan gejala biasanya antara 30 dan 38 minggu kehamilan. Gejala yang menonjol adalah nausea, vomitus, dan nyeri abdomen. Jaundice biasanya terjadi antara 1 minggu sampai 10 hari dari awitan gejala. Bisa terjadi gejala pertama adalah koma, gagal ginjal atau perdarahan walaupun kasus yang ditemukan sangat jarang. Asites dapat terjadi pada 50% pasien.(3) Beberapa penderita mengalami hipoglikemia berat, ensefalopati hati dan koagulopati. Sekitar 50% dari pasien ini juga akan memiliki tanda-tanda preeklamsia meskipun umumnya tidak terlalu parah. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya tanda disfungsi hati bervariasi dari sedang sampai berat yang bermanifestasi sebagai 12 hipofibrinogemia, hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, dan waktu pembekuan yang memanjang. Kadar bilirubin serum biasanya kurang dari 10 mg/dL dan kadar transaminase serum meningkat sedang dan biasanya kurang dari 1000 U/L.(2,3) Pada hampir semua kasus berat, terjadi pengaktifan mencolok sel endotel disertai kebocoran kapiler yang menyebabkan hemokonsentrasi, sindrom hepatorenal, asites, dan terkadang edema permeabilitas di paru. Kematian janin lebih sering terjadi pada kasus dengan hemokonsentrasi berat. Kematian intrauterin mungkin terjadi karena berkurangnya perfusi uteroplasenta, tetapi juga dapat berkaitan dengan penyakit berat dan asidosis.(2) Berdasarkan kriteria diagnosis Swansea, bila ditemukan gejala klinis 6 atau lebih maka penderita tersebut positif mengidap AFLP. Kriteria diagnosis Swansea adalah sebagai berikut. Tabel 1. Kriteria diagnosis Swansea Vomiting Abdominal Pain Polidipsia/poliuria Ensefalopati Peningkatan bilirubin Hipoglikemia Peningkatan kadar asam urat Leukositosis Asites Peningkatan kadar transaminase Peningkatan kadar ammonia Gangguan ginjal Penimbunan asam lemak di Koagulopati pembuluh darah pada pemeriksaan biopsi hati Penatalaksanaan Terapi yang dilakukan pada penderita dengan AFLP adalah dengan mengakhiri kehamilan. Seksio sesarea dapat meningkatkan survival dari ibu maupun janin. Jika pasien tidak mengalami ikterus atau perpanjangan waktu protrombin, persalinan hendaknya dapat dilakukan dengan prosedur obstetri standar. Jika penyakit hati sangat berat, janin hendaknya segera 13 dilahirkan tanpa ditunda lagi. Terapi dengan heparin atau antitrombin III tidak memuaskan. Transplantasi hati merupakan pilihan dan hendaknya dipertimbangkan.(3) Beberapa penelitian melaporkan dengan tindakan plasmaferesis pada beberapa kasus yang berat berhasil dilakukan. Plasmaferesis merupakan prosedur dimana plasma darah dikeluarkan dari tubuh penderita dengan plasma dari pendonor.(9) Prognosis Meskipun dahulu angka kematian ibu mendekati 75%, prognosis saat ini jauh lebih baik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sibai (2007) angka kematian rerata sebesar 7%. Ia juga menyatakan angka persalinan premature sebesar 70% dan angka kematian perinatal sekitar 15% yang dulunya hampir mendekati 90%. Sedangkan Ahmed dkk (2013) melaporkan angka kematian ibu dengan AFLP sebesar 18% dan kematian janin 23%.(2,9) 2.2.5 Hepatitis Virus Hepatitis virus adalah penyebab ikterus yang terbanyak pada wanita hamil, kira-kira sebesar 41%. Pada wanita hamil kemungkinan untuk terkena hepatitis virus sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama dan dapat terjadi pada semua trimester kehamilan. Di India pada tahun 1978 insidens hepatitis virus pada wanita hamil sebesar 16,82%, timbulnya pada trimester pertama (8,3%), trimester kedua (41,7%) dan trimester ketiga (50%). Di Semarang pada tahun 1982–1986, insidens hepatitis virus pada wanita hamil sebesar 6,85%, ditemukan 10,5% pada trimester pertama; 23,7% pada trimester kedua dan 65,8% pada trimester ketiga.(4) Dalam hal penyebabnya yang dikutip dari Wardoyo (1996), Hieber dkk di Dallas Amerika Serikat tahun 1970–1974 mendapatkan virus hepatitis B sebesar 40% dan virus hepatitis non B sebesar 60% sebagai penyebab virus pada wanita hamil. Sedangkan Pratiknyo menemukan 14 bahwa hepatitis pada wanita hamil 45,4% karena infeksi virus hepatitis B dan 54,6% karena virus hepatitis non B.(4) Hepatitis A (HAV) Berkat program vaksinasi, insiden hepatitis A berkurang 88% sejak tahun 1992. Pikornavirus RNA 27 nm ini ditularkan melalui rute fesesoral, biasanya melalui ingesti makanan atau minuman yang tercemar. Masa inkubasi sekitar 4 minggu. Gejala dan tanda bersifat non-spesifik dan sebagian besar kasus tidak disertai dengan adanya ikterus namun biasanya ikterus yang terjadi bersifat ringan. Deteksi serologis dini dengan mengidentifikasi antibodi IgM anti HAV yang mungkin menetap beberapa bulan. Selama masa pemulihan, antibodi IgG mendominasi dan antibodi ini menetap dan menghasilkan imunitas.(2) Penatalaksanaan hepatitis A pada wanita hamil berupa diet seimbang dan pengurangan aktivitas fisik. Tidak terdapat bukti bahwa virus hepatitis A bersifat teratogenik, dan penularan ke janin dapat diabaikan. Vaksinasi HAV dianjurkan oleh American College of Obstrectricians and Gynecologists (2006) bagi orang dewasa dengan resiko tinggi. Imunisasi pasif untuk wanita hamil yang baru-baru ini terpajan karena kontak pribadi yang erat atau kontak seksual dengan penderita hepatitis A adalah dengan pemberian 0,02 mL/kg immunoglobulin.2) Hepatitis B (HBV) Infeksi ini dijumpai di seluruh dunia tetapi endemic di beberapa daerah, terutama di Asia dan Afrika. Insiden setiap tahunnya di Amerika Serikat telah menurun sekitar 80% sejak diperkenalkannya vaksinasi pada tahun 1980-an. Pengaruh HBV ditransmisikan ke bayi baru lahir selama periode perinatal. Transmisi dari ibu ke anak dilaporkan antara 0% - 70%. Dua penelitian mencoba menjelaskan rentang angka transmisi ini, penelitian pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi pada bayi 15 ketika ibunya menderita hepatitis akut pada trimester I kehamilan, 25% bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis pada trimester II kehamilan dan angka terjadinya infeksi meningkat mencapai 70% pada trimester III. Penelitian kedua menunjukkan hasil yang hampir serupa.(2,3) Beasley dan rekan-rekan menunjukkan bahwa infeksi HBV pada bayi yang dilahirkan dari yang terinfeksi dapat dicegah pada 90% kasus dengan menggunakan kombinasi immunoglobulin hepatitis B (HBIG) dan vaksinasi HBV secara teratur. Semua bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV hendaknya menerima profilaksis terhadap HBV. Regimen yang saat ini direkomendasikan untuk bayi baru lahir yaitu HBIG 0,5 mL IM pada saat lahir dan vaksin HBV 10 ug (0,5 mL) IM dalam 7 hari setelah persalinan dan 1 dan 6 bulan sesudahnya.(3) Hepatitis C (HCV) Pada kurang lebih 50% individu yang terinfeksi hepatitis C tidak didapatkan adanya faktor resiko terinfeksi HCV. Penularannya serupa dengan penularan hepatitis B, kecuali bahwa penularan virus melalui hubungan seks kurang efisien. Infeksi HCV biasanya asimtomatik atau bergejala ringan. Pada awalnya, antibodi anti HCV belum terdeteksi sampai rerata 15 minggu dan pada sebagian kasus hingga 1 tahun. Setelah infeksi awal, hampir 75% penderita mengalami viremia kronik, dan separuh dari jumlah ini memperlihatkan gangguan uji fungsi hati selama lebih dari setahun. Pada dua pertiga dari pasien dengan peningkatan kadar transaminase, biopsi hati memperlihatkan hepatitis aktif kronik. Sekitar sepertiga dari jumlah ini berkembang menjadi sirosis dalam 20 sampai 30 tahun. Meskipun demikian, angka kematian jangka panjang tidak banyak meningkat. Insiden ikterus kolestatik ditemukan sebesar 16% pada wanita menderita HCV.(2,3) Gangguan utama terhadap hasil akhir perinatal adalah penularan vertikal infeksi HCV ke janin. Penularan vertikal ini lebih tinggi terjadi pada ibu dengan viremia. Pada saat ini, belum ada metode untuk 16 mencegah penularan perinatal, termasuk melahirkan secara cesar. Pada saat ini, terapi antivirus tidak dianjurkan pada kehamilan.(2) 2.2.6 Sindrom HELLP Sindrom Hemolysis Elevated Liver enzymes Low Platelets (HELLP) merupakan suatu komplikasi obstetri yang dapat membahayakan nyawa. Sindrom HELLP biasanya dihubungkan dengan kondisi preeklampsia. Angka kejadian dilaporkan sebesar 0,2 - 0,6% dari seluruh kehamilan, dan 10 - 20% terjadi pada pasien dengan komorbid preeklampsia.(15) Gambaran Klinis Secara umum terjadi pada kehamilan multipara, wanita kulit putih, dengan usia kehamilan minimal 35 minggu. Sebanyak 20% kasus tidak disertai hipertensi, 30% disertai hipertensi sedang, dan 50% kasus disertai hipertensi berat. Gejala lainnya adalah nyeri kepala (30%), pandangan kabur, malaise (90%), mual/muntah (30%), nyeri di sekitar perut atas (65%), dan parestesia. Kadang-kadang bisa juga disertai edema. Kriteria sindrom HELLP adalah Hemolytic Anemia, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count. Komplikasi yang dapat menyertai adalah terlepasnya plasenta (abruption), edema paru-paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS), hematom pada hati dan pecah, gagal ginjal akut, disseminated intravascular coagulation (DIC), eklampsia, perdarahan intraserebral, dan kematian maternal.(15) Patogenesis Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan. Sel-sel 17 darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya enzim hepar akan meningkat.(15) Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan akhirnya mempengaruhi organ lainnya. Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi. Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik.(15) Penatalaksanaan Secara umum, ada tiga pilihan utama dalam tatalaksana sindrom HELLP, yaitu:(16) 1) Pada usia kehamilan ≥ 34 minggu dilakukan terminasi merupakan pilihan utama. 2) Pada usia kehamilan 27 – 34 minggu dalam waktu 48 jam evaluasi, stabilisasi kondisi klinis ibu dan pengobatan konservatif. Terminasi merupakan pilihan yang tepat pada sebagian kasus. 3) Pada usia kehamilan 27 minggu dapat dipertimbangkan untuk dilakukan terapi konservatif selama 48 – 72 jam. Terapi konservatif pada sindrom HELLP dapat diberikan berupa kortikosteroid (dexamethason) untuk pematangan paru janin dalam persalinan preterm. Pengobatan dengan antitrombin telah disarankan sebagai pilihan terapi, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada penderita preeklamsia berat menunjukkan bahwa suplementasi antitrombin 18 dapat memperbaiki hiperkoagulabilitas, merangsang produksi prostasiklin, mengatur thrombin yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, meningkatkan status janin (meningkatkan profil biofisik janin, menghindari gawat janin) dan meningkatkan pertumbuhan janin. Berbeda dengan penggunaan heparin, antitrombin belum terbukti meningkatkan risiko perdarahan.(16) 2.3 Penyakit Kandung Empedu 2.3.1 Kolelitiasis dan Kolesistitis Di Amerika Serikat 20% wanita berusia lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Sebagian besar batu mengandung kolesterol dan sekresinya yang berlebihan kedalam empedu diperkirakan merupakan faktor utama pada pembentukan batu. Dalam penelitian mengenai kinetika kandung empedu selama kehamilan setelah trimester pertama volume kandung empedu dua kali lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil. Pengosongan yang tidak sempurna dapat menyebabkan retensi kolesterol, hal ini yang mendukung pendapat bahwa kehamilan meningkatkan resiko batu empedu.(2,3) Beberapa pendapat mengatakan bahwa kadar progesteron yang sangat tinggi pada trimester kedua dan ketiga berpengaruh terhadap berkurangnya aktivitas kandung empedu. Meskipun demikian, ikterus karena batu empedu jarang terjadi selama kehamilan, hanya kira-kira sekitar 6%. Untuk penyakit batu empedu yang simtomatik pada wanita muda mencakup kolesistitis akut, kolik empedu, dan pankreatitis akut. Meskipun jarang, kandung empedu dapat mengalami torsio atau neoplasma. Pada sebagian besar pasien dengan gejala kolesistektomi perlu dilakukan.(2,3) Penanganan awal kolesistitis simtomatik serupa dengan pada wanita tidak hamil. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, pemberian medikamentosa kurang efektif dibandingkan dengan pembedahan. Dikarenakan terapi secara konservatif maka angka kekambuhan pada kehamilan yang sama menjadi tinggi. Selain itu, jika kolesistitis kambuh 19 pada gestasi tahap lanjut maka kemungkinan persalinan prematur meningkat dan kolesistektomi secara teknis menjadi lebih sulit. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa bedah laparoskopi dapat menjadi pilihan sebagai kolesistektomi terbuka pada wanita hamil. Sehingga kolesistektomi laparoskopik aman dilakukan sepanjang kehamilan.(2,3) BAB III KESIMPULAN Ikterus atau jaundice adalah warna kekuningan pada kulit, sklera, membrane mukosa akibat hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu. Ikterus merupakan perubahan warna pada jaringan akibat penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi warna kuning. Kelainan ini disebabkan oleh adanya penyakit pada hati dan juga kandung empedu. Penyakit hati pada kehamilan sangat bervariasi sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu yang pertama mencakup penyakit-penyakit yang secara spesifik berkaitan dengan kehamilan dan mereda spontan atau setelah persalinan. Contohnya adalah disfungsi hati akibat hiperemesis gravidarum, kolestasis intrahepatik, perlemakan hati akut, dan kerusakan hepatoselular pada preeklamsi-“sindrom HELLP”. Sedangkan kategori kedua mencakup penyakit hati akut yang kebetulan terjadi pada kehamilan, misalnya hepatitis virus akut. Dan kategori yang ketiga mencakup penyakit hati kronik yang mendahului kehamilan, misalnya hepatitis kronis, sirosis, atau varises esofagus. Sedangkan akibat penyakit empedu berupa kolestiasis dan kolestitiasis. Namun tidak semua dapat bermanifestasi jaundice. Semua penyakit ini dapat terlihat pada semua trimester kehamilan. Keluhan yang paling umum adalah nausea, vomitus, malaise, pruritus dan ikterus. Perlu diketahui, selama proses kehamilan terutama pada trimester ketiga terjadi beberapa perubahan-perubahan dari fungsi hati dan kandung empedu seperti adanya peningkatan kadar fosfatase alkali, globulin dan peningkatan kadar kolesterol dan disertai dengan adanya penurunan kadar albumin. Beberapa dari penyakit penyebab ikterus dalam kehamilan dapat mengakibatkan kelahiran prematur, kematian janin intrauterin dan lain sebagainya. Perawatan antenatal sangat berperan penting dalam penegakan diagnosis dini pada penyakit penyebab ikterus ini. 20 DAFTAR PUSTAKA 1. Sulaiman A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus. I ed. Jakarta: FK UI; 2007. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams. 23 ed. Jakarta: EGC; 2012. 3. Achmad H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Hati Pada Kehamilan. I ed. Jakarta: FK UI; 2007. 4. Wardoyo AB. Penyakit Hati Pada Kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran. 1996(110). 5. Dorland, Newman WA. Kamus Kedokteran Dorland. 29 ed. Jakarta EGC; 2002. 6. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13 ed. Jakarta: EGC; 1999. 7. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. 9 ed. Jakarta: EGC; 2008. 8. Jain RK. Management Of Jaundice In Pregnancy. Medicine Update. 2010; 20(7):470-6. 9. Ahmed KT, Almashhrawi AA, Rahman RN, Hammoud GM, Ibdah JA. Liver diseases in pregnancy: Diseases unique to pregnancy. World Journal Gastroenterol. 2013;19(43):7639–46. 10. Outlaw WM, Ibdah JA. Impaired fatty acid oxidation as a cause of liver disease associated with hyperemesis gravidarum. Med Hypotheses. 2005; 65:1150–1153. 11. Robbins, Cotran, Mitchell, N R. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit 7ed. Jakarta: EGC; 2008. 12. Ali MK, Abdelbadee AY, Shazly SA, Abbas AM, Mohammed SA. Intrahepatic cholestasis of pregnancy. Evidence Based Women’s Health Journal. 2013;3:1-4. 13. Shah JM, Mehta Mn, Viradiya Hb. Acute Fatty Liver of Pregnancy. Indian Journal of Clinical Practice. 2013;23(9):550-2. 14. Vora KS, Shah VR, Parikh GP. Acute fatty liver of pregnancy: a case report of an uncommon disease. Indian Journal Crit Care Med. 2009;13(1):34-6. 15. Maulydia, Rahardjo E. Sindrom HELLP, Eklampsia, dan Perdarahan Intrakranial Majalah Kedokteran Terapi Intensif. 2012;2(1):44-8. 21 22 16. Haram K, Svendsen E, Abildgaard U. The HELLP syndrome: Clinical issues and management. A Review. BMC Pregnancy and Childbirth. 2009;9(8):1-15.