perbankan REPUBLIKA SENIN, 31 JANUARI 2011 28 DOKUMENTASI REPUBLIKA Oleh Mansyur Faqih Akses ke permodalan masih menjadi kendala utama UMKM. ndonesia memiliki potensi besar dalam sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Menko Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan, saat ini pelaku UMKM di Indonesa mencapai 51,4 juta unit usaha. Atau 99,91 persen dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Sektor ini juga menyumbang 55,6 persen terhadap PDB harga berlaku dengan nilai investasi Rp 640 triliun atau 52,9 persen dari total investasi. Dalam hal devisa, sektor ini mampu memberikan pemasukan negara sebesar Rp 183,8 triliun atau 20,2 persen dari jumlah devisa Indonesia. Kontribusi UMKM, menurut Hatta Rajasa pada seminar ‘Microfinance Summit 2001’ yang digelar bersama Republika, di Jakarta, pekan lalu, juga dapat dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan. Sering kali pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada UMKM lebih tinggi dari yang dipinjamkan kepada nonUMKM. Sampai November 2010, pertumbuhan kredit UMKM mencapai 25,1 persen, lebih tinggi dari non-UMKM yang hanya 18,9 persen. Itu berarti, kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat diabaikan. Meskipun begitu, bukan berarti UMKM I tidak menghadapi kendala. Saat ini, akses ke permodalan masih menjadi kendala utama selain produktivitas dan daya saing yang masih rendah. Terkait dengan akses permodalan, kata Hatta, beberapa hal yang telah dilakukan, antara lain pemberdayaan UMKM melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sejauh ini, permintaan kredit perbankan oleh UMKM meningkat pesat. Hal ini sebagai indikasi potensi pertumbuhan yang besar. Total kredit yang diluncurkan kepada UMKM hingga November 2010 mencapai Rp 906,5 triliun. Namun begitu masih perlu terus didorong lingkungan intermediasi keuangan yang memberikan kemudahan akses layanan terhadap UMKM. Menurut Hatta, lembaga keuangan mikro (LKM) menjadi jawaban atas masalah intermediasi ini. Karena berdasarkan pengalaman penyaluran KUR, dari 19 bank pelaksana KUR, hanya satu yang memiliki jaringan hingga tingkat kecamatan untuk melayani usaha mikro. Sisanya, mencari mitra kerja lembaga linkage. Saat ini, LKM memiliki keragaman permintaan atas pelayanan keuangan, terutama di pedesaan dan wilayah terpencil. Sehingga mendorong berkembangnya ribuan lembaga keuangan mikro. Namun, eksploitasi potensi LKM tersebut seringkali terbentur kinerjanya yang belum memenuhi ketentuan bank. Saat ini, jumlah LKM aktif dalam berbagai bentuk dan usaha mencapai 61.384. “Untuk mengintegrasikan LKM ke dalam sektor keuangan diperlukan kepatuhan terhadap ketentuan tata kelola yang baik. Serta pengawasan guna memastikan keberlanjutan pelayanan membuka seluas-luasnya akses masyarakat, termasuk UMKM terhadap jasa keuangan. Kendala IKA DOKUMENTASI REPUBL keuangan LKM kepada masyarakat miskin,” kata mantan menteri Perhubungan ini. Apabila kondisi ini terwujud, maka akan terbuka peluang kerja sama dengan berbagai lembaga lain, seperti perbankan, asuransi, dan lembaga pembiayaan. Direktur Direktorat Kredit Bank Perkreditan Rakyat dan UMKM Bank Indonesia, Edi Setyadi menjelaskan, pengertian usaha mikro adalah usaha dengan kekayaan bersih di bawah Rp 50 juta per tahun atau hasil penjualan di bawah Rp 300 juta. Jumlah unit usaha ini mencapai 50,70 juta (98,9 persen). Sementara usaha kecil 520 ribu (1,01 persen), menengah 4.000 (0,08 persen), dan besar 400 (0,01 persen). Disebutkan akses ke sektor keuangan formal masih menjadi kendala bagi sebagian besar masyarakat, termasuk UMKM. Survei Bank Dunia tahun 2010 menunjukkan, porsi masyarakat yang mempunyai akses kepada jasa keuangan formal baru 52 persen. “Sensus BPS 2006 menunjukkan bahwa permodalan dan pemasaran menjadi masalah utama yang dihadapi pelaku UMK,” paparnyua. Sementara hambatan ekspansi UMK lebih didominasi oleh masalah permodalan atau akses terhadap sumber pembiayaan yang bobotnya mencapai 50,2 persen. Sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi bank, peran BI dalam pengembangan UMKM, kata dia, lebih ditekankan pada peningkatan intermediasi kepada sektor UMKM. Karena masih banyak lapisan masyarakat yang belum tersentuh oleh pelayanan jasa keuangan, maka BI mengeluarkan Strategi Nasional Kebijakan Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) yang bertujuan untuk Executive VP Business Head Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI), Yosrizal Zaini mengatakan, saat ini semua bank berupaya untuk mencari nasabah. “Tidak lagi seperti dulu, sekarang bank berebut untuk mencari nasabah. Makanya tak heran jika banyak bank yang berminat terhadap sektor mikro,” ujarnya. Hanya saja, ada beberapa kendala yang dihadapi bank dalam memberikan kredit kepada UMKM. Antara lain, tidak adanya sertifikat yang dapat digunakan untuk jaminan (agunan). Tanpa sertifikat, maka bank kesulitan melakukan eksekusi ketika kredit bermasalah. Masalah lainnya adalah ketentuan tingkat kredit bermasalah (non performing financing/NPF) yang ditetapkan minimal lima persen. “Kalau untuk kredit biasa mungkin bisa NPF-nya lima persen. Tapi, untuk UMKM setidaknya delapan persen. Karena pendidikan di sektor ini masih rendah dan umumnya masalah yang timbul bukan karena si peminjam,” papar Yosrizal. Ia mengaku UMKM selama ini menjadi tulang punggung BSMI. Dengan kontribusi mencapai 70 persen, penyaluran kredit (outstanding) di sektor ini mencapai Rp 2,6 triliun pada tahun lalu dengan tingkat NPF 2,6 persen. Tahun ini, pihaknya yakin kredit UMKM akan terus meningkat hingga Rp 3,6 triliun dan tingkat kontribusi terhadap kredit yang disalurkan naik menjadi 80 persen. ■ ed: khoirul azwar :: ekspansi :: Mempertahankan Keperkasaan oleh Desy Susilawati isnis pembiayaan properti diprediksi bakal mengalami kenaikan hingga 27 persen tahun ini. Seiring dengan itu, para pengelola bank mulai gencar menawarkan kredit pemilikan rumah (KPR) kepada masyarakat. Bukan itu saja, bank-bank juga meningkatkan alokasi kreditnya untuk pembiayaan rumah, ruko, dan apartemen. Salah satu bank yang semakin gencar menawarkan KPR adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Pengelola bank BUMN ini optimistis bahwa penyaluran kredit akan mengalami pertumbuhan 25 sampai 30 persen di tahun ini, di mana alokasi terbesarnya adalah untuk KPR. "Pertumbuhan kredit baru di tahun ini berkisar antara 25-30 persen,” kata Direktur Mortage Consumer Banking BTN, Irman A Zahiruddin kepada Republika, Jumat (28/1). Realisasi penyaluran kredit BTN pada tahun lalu sekitar Rp 21 triliun. Jika mereka menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 25-30 persen, maka total pinjaman untuk masyarakat yang akan disediakan tahun ini berkisar Rp 27-28 triliun. Menurut Irman, penyaluran kredit terbesar tahun ini akan dialokasikan untuk KPR, yakni lebih dari 70 persen dari total kredit. Hal itu karena bisnis BTN masih fokus pada pembiayaan perumahan. “Selebihnya untuk kredit lainnya,” ungkapnya. Irman menjelaskan naiknya alokasi kredit KPR B seiring dengan pertumbuhan properti tahun ini yang diprediksi cukup pesat, terutama di bidang perumahan. Ini didorong pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada daya beli masyarakat. “Sehingga permintaan konsumen akan rumah juga semakin tinggi. Ini juga ditunjang oleh banyaknya pengembang yang menyediakan rumah,” katanya. Pihak perbankan, seperti BTN, kata Irman, jelas turut mengambil peran dalam perkembangan properti tersebut dengan menyediakan produk KPR. Untuk tahun ini, BTN akan menawarkan sejumlah produk KPR, antara lain program KPR yang bekerja sama dengan Jamsostek, KPR bekerja sama dengan PT Asuransi ABRI (Asabri), dan program lainnya. BTN memiliki dua produk unggulan KPR, yakni KPR Rumah Sejahtera yang bersubsidi dan KPR Komersil alias tanpa subsidi. Berdasarkan prediksi Real Estat Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), realisasi penyediaan rumah tapak atau landed house tahun lalu sebanyak 120 ribu unit. Tahun ini, kata Irman, BTN yakin bisa mendanai semua rumah sejahtera yang akan dibangun. "Kami sangat optimistis mampu mendanai semua rumah sejahtera yang dibangun. Tapi ini tergantung suplainya. Sementara untuk yang komersial, potensinya sangat besar. Dan, BTN bisa tetap mendominasi pasar dengan mengua- sai 27 persen market. Ini harus dipertahankan," paparnya. Saat ini jumlah pengguna KPR BTN lebih dari dua juta nasabah yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Namun, penetrasi market terbesarnya berada di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), yaitu lebih dari 70 persen. "Saat ini kami hampir tidak punya saingan, karena segmen market BTN sedikit berbeda,” katanya. Segmen pasar BTN adalah KPR Rp 200 juta ke bawah, sementara bank lain bisa mencapi Rp 400 juta. “Tapi kami optimistis bisa lebih berkembang tahun ini.” Untuk suku bunga, Bank BTN menyediakan suku bunga KPR Sejahtera non-subsidi sekitar 8,15 persen sampai 8,50 persen. Untuk rumah sejahtera susun sekitar 9,25-9,95 persen. Sedangkan KPR komersial berkisar 10,75 hingga 12,75 persen. Selain KPR, BTN juga menyediakan kredit lain. Untuk kredit perorangan, bank ini mengadakan kredit bersubsidi, kredit griya utama, KPR BTN Platinum, Kredit Griya Multi, Kredit Ringan Batara, Kredit, Kredit Swadana. Sementara untuk kredit umum/korporasi, mereka menyediakan kredit Yasa Griya/Kredit Konstruksi, Kredit Modal Kerja, Kontraktor (KMK-Kontraktor), Kredit Modal Kerja-Industri Terkait dengan Perumahan, dan Kredit Investasi (KI), serta kredit lainnya. ■ ed: khoirul azwar TAHTA AIDILA