PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015 ISSN

advertisement
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE AKUT ANAK USIA 1-4 TAHUN
DI RUMAH SAKIT BANYUMANIK SEMARANG TAHUN 2013
RATIONALITY OF ANTIBIOTICS THERAPY OF ACUTE DIARRHEA ON PEDIATRIC PATIENTS
IN BANYUMANIK HOSPITAL SEMARANG
Risha Fillah Fithria, Akroman Rohmat Di’fain
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim,
Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang
Email: [email protected] (Risha Fillah Fithria)
ABSTRAK
Beberapa penelitian membuktikan kejadian terapi antibiotik yang tidak rasional di
berbagai tempat pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
rasionalitas terapi antibiotik pada pasien diare akut anak usia 1-4 tahun di Rumah Sakit
Banyumanik Semarang tahun 2013, yang disesuaikan dengan standar WHO. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif. Data diperoleh dari rekam medik menggunakan
metode retrospektif. Subyek penelitian yaitu pasien diare akut anak, usia 1-4 tahun yang
mendapat terapi antibiotik, tanpa infeksi lain, serta menjalani rawat inap pada tahun
2013. Data dikelompokkan berdasarkan parameter tepat indikasi, obat, pasien, dan
dosis, kemudian dibandingkan dengan standar World Health Organisation (WHO),
selanjutnya dihitung persentase kerasionalan terhadap jumlah total pasien anak usia 1-4
tahun penderita diare akut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi antibiotik pada
pasien diare akut anak usia 1-4 tahun di rumah sakit Banyumanik Semarang tahun 2013
tidak rasional.
Kata kunci: antibiotik, diare akut anak, rasionalitas, RS Banyumanik Semarang, WHO.
ABSTRACT
Several studies have shown the incidence of unrationality antibiotic therapy in many
health centers. This study aimed to determine the rationality of antibiotic therapy in
acute diarrhea children aged 1-4 years in Banyumanik Semarang Hospital at 2013, which
is adapted to WHO standard. This was a descriptive research. Data were obtained from
medical records using the retrospective method. The subjects of the study were acute
diarrhea children, aged 1-4 years who received antibiotic therapy, without other
infections, as well as hospitalized at 2013. Data were grouped by parameter such as the
right indication, drug, patients, and dose, then compared to WHO standard, and then the
percentage of rationality to the total number of acute diarrhea children aged 1-4 years
were been calculated. The result showed that antibiotic therapy in acute diarrhea
children aged 1-4 years in Banyumanik Semarang hospital at 2013 was irrational.
197
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
Key words: accute diarrhea children, antibiotic, Banyumanik Semarang Hospital,
rationality, WHO.
198
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
Pendahuluan
ISSN 1693-3591
(Maharani, 2012). Bakteri yang sering
Penyakit diare masih merupakan
menimbulkan diare adalah Shigella,
masalah kesehatan masyarakat negara
Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid),
berkembang seperti Indonesia karena
Campylobacter jejuni, serta Escherichia
morbiditas dan mortalitasnya masih
coli (Aden, 2010), sedangkan virus yang
tinggi. Insidence rate (IR) penyakit diare
paling banyak menimbulkan diare adalah
pada
rotavirus.
tahun
2000
sebesar
301
orang/1000 penduduk, sedangkan tahun
Penatalaksanaan
penggantian
diare
akut
cairan
dan
2010 naik menjadi 411 orang/1000
meliputi
penduduk. Kejadian luar biasa (KLB)
elektrolit serta obat antidiare untuk
diare juga masih sering terjadi dengan
diare akut non infeksi, sedangkan untuk
case fatality rate (CFR) yang masih tinggi.
diare akut infeksi ditambah dengan
Berdasarkan riset kesehatan dasar (RKD)
pemberian
tahun 2007, kejadian diare tersebar di
Antibiotik yang dipilih atau digunakan
semua kelompok usia dengan prevalensi
pada diare akut infeksius harus rasional.
tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4
Studi
tahun) yaitu 16,7% (Kemenkes RI, 2011).
Indonesia (AMRIN) pada tahun 2004
antibiotik
Antimicrobial
(Zein,
2004).
Resistence
in
Diare adalah kumpulan gejala
menunjukan bahwa terapi antibiotik
yang ditandai buang air besar dengan
yang diberikan tanpa indikasi di RSUP Dr
tinja berbentuk cair atau setengah cair
Kariadi Semarang sebanyak 20-53% dan
(encer). Diare akut adalah diare yang
antibiotik
gejalanya
berlangsung
sebanyak 43–81%. Penelitian tim AMRIN
kurang dari 14 hari, sedangkan diare
juga mendapatkan peresepan antibiotik
kronik adalah diare yang gejalanya
pada anak dengan prevalensi tinggi,
berlangsung
hari
yaitu 76%. Selain di RSUP Dr Kariadi
Berdasarkan
Semarang, kejadian diare pada anak di
diklasifikasikan
RS Banyumanik Semarang juga cukup
diare
banyak, dengan kejadian tahun 2012
pendek
dan
lebih
dari
(Simadibrata,
2009).
penyebabnya,
diare
menjadi
dua,
yaitu
14
infeksi
profilaksis
mencapai
bakteri, virus, dan parasit; serta diare
distribusi, metabolisme, dan ekskresi
non infeksi seperti faktor psikologis
suatu obat terutama antibiotik pada
karena
anak berbeda dengan orang dewasa,
atau
kecemasan
199
Proses
indikasi
mikroorganisme (jasad renik) seperti
ketakutan
26,5%.
tanpa
absorbsi,
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
sehingga dapat terjadi perbedaan respon
pengambilan data secara retrospektif.
terapeutik atau efek samping (Febiana,
Data diambil melalui rekam medis pasien
2012).
diare akut anak usia 1-4 tahun. Subyek
Meningkatnya
penggunaan
prevalensi
antibiotik
yang
yang digunakan untuk penelitian ini
tidak
adalah
semua
pasien
rawat
inap
rasional pada anak merupakan salah
penderita diare akut anak usia 1-4 tahun
satu penyebab timbulnya resistensi.
di RS Banyumanik Semarang periode
Dampak lain dari pemakaian antibiotik
Januari-Desember 2013, dengan kriteria
secara irasional yaitu toksisitas dan efek
inklusi yaitu a) semua pasien diare akut
samping yang meningkat, serta biaya
anak usia 1-4 tahun di RS Banyumanik
pengobatan yang juga meningkat. Oleh
Semarang tahun 2013, b) semua pasien
karena itu, penggunaan antibiotik yang
diare akut anak usia 1-4 tahun yang
rasional diharapkan dapat memberikan
mendapat terapi antibiotik, dan c)
dampak positif, antara lain mengurangi
semua pasien diare akut anak usia 1-4
morbiditas,
kerugian
tahun yang tidak sedang mengalami
kejadian
penyakit infeksi lain. Kriteria eksklusi
resistensi bakteri terhadap antibiotik
meliputi a) pasien diare akut anak usia 1-
(Febiana, 2012).
4 tahun dengan data rekam medis yang
ekonomi,
mortalitas,
dan
mengurangi
Berdasarkan pemaparan yang
tidak lengkap (tidak ada nama pasien,
telah dijelaskan di atas, maka perlu
umur dan berat badan pasien; tidak
dilakukan
rasionalitas
menggunakan antibiotik; serta tidak
penggunaan antibiotik pada pasien diare
mencantumkan jumlah dosis antibiotik),
akut anak usia 1-4 tahun di RS
dan b) pasien diare akut anak usia 1-4
Banyumanik
berdasarkan
tahun dengan data rekam medis yang
pedoman penatalaksanaan diare akut
tidak dapat dibaca dengan jelas. Data
anak (WHO, 2009) yang meliputi tepat
yang dikumpulkan adalah data yang
indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan
diperoleh dari rekam medis, meliputi
tepat dosis.
demografi pasien (jenis kelamin dan
evaluasi
Semarang
usia), gejala klinis, hasil pemeriksaan
Metode Penelitian
Penelitian
penelitian
laboratorium, dan diagnosis penyakit,
ini
deskriptif
merupakan
serta
dengan
catatan
pengobatan penderita.
200
penatalaksanaan
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
Alat
dalam
(41%) pasien anak perempuan (Gambar
lembar
1). Perbedaan jumlah antara pasien laki-
pengumpulan data. Bahan penelitian
laki dan perempuan tidak menjadi faktor
berupa kartu rekam medik pasien, daftar
timbulnya diare karena pada anak laki-
algoritma terapi dan antibiotik standar
laki
WHO.
mempunyai risiko terserang diare terkait
penelitian
yang
digunakan
ini
adalah
ISSN 1693-3591
Data pasien ditabulasikan untuk
dan
perempuan
sama-sama
kebersihan diri, lingkungan, dan sanitasi
mengetahui penggunaan antibiotik dan
(Mulyani, 2006).
non antibiotik. Antibiotik yang digunakan
Diare
pada
anak
di
RS
dikelompokkan berdasarkan jenisnya,
Banyumanik Semarang banyak terjadi
selanjutnya
penggunaan
pada usia 1 tahun (Gambar 1), sebab
antibiotik tersebut dibandingkan dengan
pada usia tersebut pada umumnya orang
standar WHO.
tua mulai mengenalkan makanan atau
ketepatan
Data diolah secara deskriptif
minuman pendamping air susu ibu (ASI)
mengenai karakteristik pasien meliputi
seperti susu sapi, jus, dan minuman
jenis kelamin; usia; manifestasi klinis;
manis
hasil
laboratorium;
terkandung dalam susu sapi dapat
diagnosis, serta penggunaan antibiotik
mengakibatkan alergi karena sistem
yang meliputi jenis obat, indikasi, kondisi
imun pada anak belum sempurna.
pasien,
Laktosa pada susu sapi juga dapat
pemeriksaan
dan
dosis
antibiotik
yang
disesuaikan dengan standar WHO.
(Aden,
2010).
Protein
yang
menimbulkan intoleransi karena tubuh
anak belum cukup memproduksi laktase
Hasil dan Pembahasan
(enzim
untuk
mencerna
laktosa)
Selama tahun 2013, terdapat
sehingga dapat menimbulkan gejala
267 kasus diare akut di RS Banyumanik
diare (Maharani, 2012). Selain itu, diare
Semarang dengan jumlah pasien paling
pada anak dapat juga disebabkan tingkat
banyak ada di rentang usia 1-4 tahun
kesempurnaan organ pada anak berbeda
yakni
Namun
dengan orang dewasa, makanan yang
demikian, tidak semua pasien mendapat
dikonsumsi kurang higienis, terdapat
terapi antibiotik, melainkan hanya 54
pencemaran
pasien
kebersihan diri yang kurang terjaga
mencapai 73
saja,
32
orang.
(59%)
diantaranya
merupakan pasien anak laki-laki dan 22
(Febiana, 2012).
201
lingkungan,
serta
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
Gambar 1. Persentase penderita diare berdasarkan usia.
Hasil penelitian diketahui bahwa
laboratorium
ditemukan
adanya
S.
anak usia 1 tahun sebagian besar
thypii, namun belum diketahui apakah
menjalani rawat inap selama 3 hari.
pasien
Periode perawatan yang singkat tersebut
thipoid sebelum diare atau setelah diare.
kemungkinan disebabkan kondisi pasien
Diare akut pada anak dapat
yang sudah membaik, tidak mengalami
disertai dengan keadaan demam, mual,
dehidrasi berat, serta diijinkan untuk
muntah,
pulang
dapat
berdarah (Gambar 3). Sebagian besar
diteruskan di rumah. Terdapat beberapa
pasien usia 1 tahun mengalami diare
pasien yang menjalani rawat inap hanya
dengan gejala penyerta muntah 25
selama 1 hari (Gambar 2), yaitu 2 pasien
pasien
dengan kondisi membaik dan pulang
mengalami kejang terdapat 1 pasien
atas ijin dokter, 1 pasien dengan kondisi
(2%). Semakin bertambah usia anak,
sembuh, serta 1 pasien dirujuk ke rumah
gejala demam yang menyertai diare
sakit lain untuk penanganan yang lebih
pada anak semakin kecil. Hal ini terlihat
intensif. Terdapat juga 1 orang pasien
pada data bahwa pasien anak usia 1
anak usia 1 tahun yang dirawat selama 6
tahun yang mengalami diare dengan
hari, hal ini kemungkinan diare yang
gejala demam sebanyak 14 pasien (26%),
dialami pasien tersebut tergolong parah.
sedangkan pada usia 4 tahun hanya 1
Akan tetapi, data yang diperoleh tentang
pasien (2%). Gejala lain yang dapat
pasien tersebut tidak cukup jelas apakah
menyertai diare pada anak yaitu mual,
pasien mengalami dehidrasi berat atau
lemas, dan feses berdarah.
sehingga
perawatan
tidak. Sementara itu, hasil pemeriksaan
202
tersebut
kejang,
(46%),
mengalami
lemas,
dan
sedangkan
demam
feses
yang
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
Gambar 2. Penderita diare akut anak berdasarkan usia dan lama perawatan.
Demam atau naiknya suhu tubuh
merupakan
adanya
infeksi
dehidrasi
Munculnya
gejala
kejang dikarenakan cairan ekstrasel
demam dipengaruhi oleh ketahanan
masuk ke intrasel secara berlebihan.
tubuh pasien terhadap infeksi. Pasien
Gejala feses berdarah dapat diakibatkan
dengan daya tahan tubuh tinggi, gejala
adanya luka atau inflamasi pada usus
demam
tampak.
seperti kolitis ulseratif dan kolitis Crohn,
Kenaikan suhu tubuh ini bisa diakibatkan
polip, keganasan dalam usus, infeksi
oleh
bakteri seperti Shigella, Salmonella, dan
(Mulyani,
tanda
cairan dan garam mineral. Selain itu,
2006).
terkadang
infeksi
Salmonella,
E.
tidak
coli
Shigella,
enteroinvasif,
dapat
menimbulkan
rotavirus,
Campylobacter; infeksi parasit seperti
sedangkan mual dan muntah dapat
Amoeba, Giardia lamblia; serta infeksi
disebabkan
cacing seperti Trichuris trichiura dan
oleh
dan
juga
rotavirus
dan
Salmonella, namun gejala muntah jarang
Schistosomiasis
ditemukan pada kasus infeksi oleh
Invasi bakteri Shigella pada epitel usus
Shigella dan V. cholerae (Djojoningrat,
dapat diperantarai oleh pili yang ada
2009).
pada permukaan dinding bakteri. Bakteri
Keadaan
dehidrasi
(Simadibrata,
2009).
yang
kemudian menempel dan membuat
menyertai diare dapat menimbulkan
koloni pada epitel usus yang akhirnya
rasa lemas sebab tubuh kehilangan
dapat menimbulkan darah dan demam
203
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
sebagai
manifestasi
klinis
adanya
ISSN 1693-3591
kerusakan pada mukosa usus.
Gambar 3. Manifestasi diare pada anak.
Terapi non antibiotik adalah
diberikan pada anak kecil dengan diare
terapi yang diberikan sebagai penunjang
akut, persisten, dan disenteri, sebab
untuk menghilangkan gejala penyakit
obat-obatan
yang
mencegah
menyertai
diare
akut
dan
tersebut
tidak
dehidrasi
dapat
ataupun
merupakan terapi untuk memperbaiki
meningkatkan status gizi anak, akan
keadaan
tetapi
pasien
(terapi
supportif).
justru
dapat
menimbulkan
Golongan obat yang diberikan pada
keparahan diare, efek samping yang
pasien diare akut anak usia 1-4 tahun
berbahaya, bahkan terkadang dapat
rawat inap selama perode tahun 2013
berakibat fatal. Antiemetik diberikan
meliputi NSAID, antitukak, antiemetik,
untuk mengatasi pasien yang mengalami
antidiare, antikejang, cairan rehidrasi,
gejala mual dan muntah yang mungkin
antitusif, dan suplemen. Pemberian obat
disebabkan oleh rotavirus. Pemberian
golongan
(paracetamol,
cairan rehidrasi juga banyak ditemukan
ibuprofen, deksametason) dan antidiare
untuk mengatasi kekurangan cairan dan
banyak diresepkan karena pasien rata-
elektrolit pada tubuh pasien sebab hasil
rata banyak mengalami gejala demam
diagnosis
cukup
dan diare.
mengalami
dehidrasi ringan sampai
NSAID
Berdasarkan
(2009), obat
standar
WHO
sedang.
antidiare tidak boleh
204
banyak
pasien
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
Golongan
antibiotik
yang
ISSN 1693-3591
membandingkan
data
penggunaan
diberikan pada pasien diare akut anak
antibiotik pada pasien diare akut anak
bermacam-macam, bahkan saat kondisi
dengan standar WHO. Parameter yang
tertentu terkadang diperlukan antibiotik
dievaluasi meliputi tepat indikasi, tepat
kombinasi, yaitu perpaduan dua atau
obat, tepat pasien, dan tepat dosis.
lebih antibiotik, baik segolongan maupun
Menurut WHO (2009) antibiotik tidak
berbeda golongan yang digunakan dalam
boleh digunakan secara rutin. Antibiotik
mengobati suatu penyakit dengan tujuan
hanya bermanfaat pada anak dengan
memaksimalkan terapi. Antibiotik yang
diare berdarah yang kemungkinan besar
digunakan dalam penanganan kasus
akibat
diare akut anak usia 1-4 tahun di RS
digunakan
Banyumanik
kotrimoksazol,
Semarang
hanya
dua
shigellosis
(antibiotik
tetrasiklin,
yang
doksisiklin,
eritromisin,
atau
golongan (Tabel 1), yaitu golongan
kloramfenikol); suspek kolera (antibiotik
penisilin (amoksisilin) dan golongan
yang digunakan kotrimoksazol); dan
sefalosporin
generasi
infeksi
sefotaksim
(Cefarin®,
Simexim®),
namun
ketiga
yaitu
berat
Goforan®,
berhubungan
terdapat
pencernaan,
tidak
lain
yang
tidak
dengan
misalnya
pneumonia.
antibiotik kombinasi. Pemilihan kedua
Namun,
antibiotik tersebut (amoksisillin dan
pasien diare akut anak usia 1-4 tahun di
sefotaksim)
RS
tidak
rasional
sebab
pemberian
saluran
Banyumanik
antibiotik
Semarang
sebagian
keduanya tidak direkomendasikan oleh
besar
WHO sebagai pilihan terapi empiris
penanganan penyakit dengan melihat
maupun terapi definitif diare akut anak.
kondisi klinis pasien untuk mencegah
Antibiotik untuk terapi empiris WHO
penyebaran infeksi penyakit, sehingga
merekomendasikan
tetrasiklin,
langsung diberikan antibiotik dengan
doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin,
spektrum luas. Hal ini dikarenakan dalam
atau kloramfenikol yang ditujukan pada
melakukan pemeriksaan mikrobiologis
pasien suspek kolera; serta antibiotik
dibutuhkan waktu yang lama. Selain itu,
kotrimoksazol
juga
pada
pasien
diare
berdarah (disenteri) (WHO, 2009).
didasarkan pada
pada
disebabkan adanya
pengalaman
perbedaan
pengetahuan dan referensi antar tenaga
Evaluasi penggunaan antibiotik
medis di RS Banyumanik.
pada penelitian ini dilakukan dengan
205
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
Tabel 1. Penggunaan antibiotik
Antibiotik
Hasil
Laboratorium
Gejala yang
Mengindikasikan
Perlu Antibiotik
Pasien
Nomor-
Jumlah
Persentase
(%)
Amoksisillin
Tidak
dilakukan
pemeriksaan
Tidak ada
2
1
2%
Negatif
Tidak ada
7, 9,
2
4%
Tidak
dilakukan
pemeriksaan
Tidak ada
19, 21,
27, 29,
32, 41,
42, 44,
46, 53
10
18%
Amoeba
Diare berdarah
22
1
2%
Salmonella
typhii
Tidak ada
1, 30, 43
3
5%
E. coli
Tidak ada
11, 52
2
4%
Negatif
Tidak ada
15, 16
2
4%
14
25%
2
4%
1
2%
7
13%
1
2%
Sefotaksim
Diare berdarah
3, 5, 6, 8,
12, 13,
14, 18,
31, 35,
45, 48,
51, 54
24, 38,
Diare berdarah
50
Cefarin®
Tidak
dilakukan
pemeriksaan
Negatif
Goforan®
Simexim®
Tidak ada
Diare berdarah
10, 20,
25, 26,
28, 33,
37
39
Tidak ada
17
1
2%
Tidak ada
4, 23, 34,
36, 40,
47, 49
7
13%
54
100%
Tidak
dilakukan
pemeriksaan
Tidak ada
Salmonella
typhii
Tidak
dilakukan
pemeriksaan
Total
Terdapat 38 pasien (Tabel 1)
tidak
dilakukan
pemeriksaan
feses
yang diberikan antibiotik sefotaksim dan
terlebih dahulu serta terdapat 4 pasien
1 pasien diberikan amoksisillin yang
yang
206
diberikan
sefotaksim
yang
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
sebelumnya
telah
ISSN 1693-3591
dilakukan
dicurigai terinfeksi bakteri Shigella, maka
pemeriksaan feses, namun pemberian
perlu diberikan antibiotik yang efektif
antibiotik
terhadap
kemungkinan
adanya gejala yang mengindikasikan
shigellosis
(WHO,
perlunya diberikan antibiotik sesuai
pemberian
pedoman WHO. Pemberian sefotaksim
tersebut dikatakan tidak tepat indikasi
dan amoksisillin tersebut tidak tepat
karena sefotaksim merupakan antibiotik
indikasi karena diberikan tanpa ada
sefalosporin
indikasi yang jelas perlunya diberikan
memiliki aktifitas bakterisida, memiliki
sefotaksim dan amoksisillin. Pemberian
aktifitas yang luas terhadap bakteri gram
antibiotik tersebut juga tidak tepat obat,
positif dan gram negatif, namun pada
karena sudah pasti tidak akan muncul
umumnya kurang aktif terhadap kokus
efek bakterisida yang diharapkan, yang
gram positif dibanding generasi pertama,
dikarenakan tidak adanya gejala yang
akan tetapi jauh lebih aktif terhadap
mengindikasikan
Enterobacteriaceae,
tersebut
dilakukan
pasien
tanpa
terinfeksi
terjadinya
2009)
antibiotik
generasi
sefotaksim
ketiga
serta
memiliki
stabilitas
Pemberian antibiotik yang tidak tepat
laktamase
indikasi dan tidak tepat obat tersebut
Sementara
sudah tentu tidak tepat pasien, sehingga
bakteri gram negatif yang menurut WHO
tidak perlu dianalisis apakah tepat dosis
(2009) dapat diatasi dengan antibiotik
atau
tetrasiklin,
tidak
memiliki kondisi patologis dan fisiologis
yang
dikontraindikasikan
tinggi
yang
bakteri yang memerlukan antibiotik.
tidak, meskipun pasien
yang
sehingga
terhadap
(Permenkes,
itu,
Shigella
doksisiklin,
β-
2011).
merupakan
kotrimoksazol,
eritromisin, atau kloramfenikol.
terhadap
Penggunaan
sefotaksim
pada
penggunaan sefotaksim dan amoksisillin,
pasien anak dengan diare akut berdarah
namun
memerlukan
tersebut juga dikatakan tidak tepat obat,
antibiotik tersebut untuk mengatasi
karena sefotaksim tidak efektif untuk
diare akut yang dialami.
mengatasi shigellosis. Meskipun pasien
pasien
tidak
Terdapat 4 pasien (Tabel 1) yang
tidak memiliki kondisi patologis dan
diberikan antibiotik sefotaksim dengan
fisiologis
yang
gejala diare berdarah. Seperti yang telah
terhadap
penggunaan
disebutkan sebelumnya, apabila anak
namun pemberian sefotaksim tersebut
mengalami diare akut berdarah berarti
tidak tepat pasien karena pasien tidak
207
dikontraindikasikan
sefotaksim,
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
ISSN 1693-3591
memerlukan antibiotik tersebut untuk
obat karena sefotaksim tidak efektif
mengatasi diare akut yang dialami,
untuk mengatasi Amoeba, E. coli, dan S.
sehingga dikatakan tidak rasional, serta
thypii.
tidak perlu dianalisis apakah tepat dosis
Pemberian sefotaksim kepada
atau tidak.
53 pasien (98%) diare akut anak tersebut
Terdapat 7 pasien (Tabel 1) yang
sebaiknya tidak dilakukan karena dari
diberikan antibiotik yang tidak sesuai
segi keamanan pemberian sefotaksim
dengan hasil tes mikrobiologi, yaitu 1
yang
pasien positif terdapat Amoeba; 2 pasien
menyebabkan
positif terdapat E.coli; dan 4 pasien
tersebut
positif terdapat Salmonella thypii dalam
memproduksi
fesesnya
lactamase
yang
diberikan
antibiotik
tidak
semestinya
resistensi
terhadap
dapat
antibiotik
bakteri
yang
extended-spectrum
(ESBL)
(Febiana,
β-
2012).
sefotaksim. Pemberian sefotaksim pada
Pemberian antibiotik amoksisillin kepada
ketujuh pasien tersebut tidak tepat
1 pasien (2%) juga sebaiknya tidak
indikasi karena menurut anjuran WHO
dilakukan sebab amoksisillin apabila
(2009), apabila telah dilakukan kultur
diberikan
feses, sebaiknya diberikan antibiotik
pasien juga dapat menyebabkan mual,
yang efektif sesuai hasil kultur tersebut.
muntah,
Pasien dengan feses positif mengandung
bertambah parah, nyeri atau rasa kering
Amoeba seharusnya diberikan antibiotik
pada kerongkongan, nyeri lidah atau
metronidazol,
black
memiliki
dimana
sifat
metronidazol
bakterisidal
tidak
semestinya
gangguan
hairy
tongue
lambung,
(suatu
kepada
diare
kondisi
yang
sementara pada lidah yang terlihat gelap
diaktifkan oleh bakteri anaerob dengan
dan seperti berambut). Paparan dalam
cara
menghambat
sintesis
DNA,
jumlah
dengan
feses
hipersensitivitas yang ditandai dengan
mengandung E. coli dan Salmonella
bronkospasme akut, gatal (urtikaria),
sebaiknya
antibiotik
tonjolan
coli
dan
angioneurotik), hidung berair (rinitis),
Salmonella merupakan bakteri gram
dan pandangan buram. Amoksisillin
negatif
dapat pula menimbulkan syok anafilaktik
sedangkan
pasien
diberikan
kotrimoksazol
yang
sebab
E.
sensitif
terhadap
kecil
pada
kulit
memicu
kulit
kotrimoksazol (WHO, 2009). Penggunaan
dan
sefotaksim tersebut juga tidak tepat
trombositopenik) (Woo, 2007).
208
ruam
dapat
(purpura
reaksi
(edema
non-
PHARMACY, Vol.12 No. 02 Desember 2015
Kesimpulan
ISSN 1693-3591
antibiotik pada penderita diare
akut pediatrik di RS H. Suwondo
Kendal periode 2005. Skripsi.
Fakultas Farmasi, Universitas
Wahid Hasyim, Semarang.
Berdasarkan hasil evaluasi dapat
disimpulkan bahwa terapi antibiotik
pada pasien diare akut anak usia 1-4
tahun di Rumah Sakit Banyumanik
Permenkes RI. 2011. Pedoman umum
penggunaan
antibiotik.
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011.
Semarang tahun 2013 tidak rasional.
Daftar Pustaka
Aden, R. 2010. Seputar penyakit dan
gangguan lain pada anak.
Jogjakarta: Penerbit Siklus. pp.
71-72.
Simadibrata, K.M. 2009. Gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5.
Jakarta: Balai Penerbit UI. pp.
534-546.
Djojoningrat, D. 2009. Pendekatan klinis
penyakit gastrointestinal, dalam
Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit UI. pp. 534-546.
WHO. 2009. Pocket book of hospital care
for children, guidelines for the
management
of
common
illnesses with limited resources,
World Health Organization,
http://apps.who.int/medicinedo
cs/
es/m/abstract/Js18064en/
diakses 20 Mei 2014, 1-3.
Febiana, T. 2012. Kajian rasionalitas
penggunaan antibiotik di Bangsal
Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang
periode
Agustus-Desember
2011.
Skripsi.
Program
Pendidikan Sarjana Kedokteran,
Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Woo, O.F. 2007. Antibacterial agents in
poisoning & drug overdose. 5th
edition. Olson, K.R., et al.
(Editor.). New York: Mc Graw-Hill
Companies, Inc./Lange Medical
Books.
Kemenkes RI. 2011. Situasi diare di
Indonesia, Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan, 2:1-3.
Zein, U. 2004. Diare akut disebabkan
bakteri,
http://repository.usu.ac.id/
handle/123456789/3371 diakses
1 Nopember 2013, 1-7.
Maharani, S. 2012. Mengenali dan
memahami berbagai gangguan
kesehatan anak. Yogyakarta:
Penerbit Katahati. pp. 141-150.
Mulyani,
M.T.
2006.
Evaluasi
kerasionalan
penggunaan
209
Download