BEAUTY CONTEST SEBAGAI METODE PEMILIHAN MITRA USAHA DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN KPPU DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MEWUJUDKAN PRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT Oleh : Erita Yohan 110120100516 KomisiPembimbing : Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., C.N. Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H. TESIS Diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratujian gunamemperolehGelar Magister Hukum Program Studi Magister IlmuHukum KonsentrasiHukum Bisnis Kelas Khusus PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015 1 2 Beauty Contest Sebagai Metode Pemilihan Mitra Usaha Dikaitkan Dengan Putusan KPPU Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Mewujudkan Prinsip Persaingan Usaha Yang Sehat ABSTRAK Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan atas kebutuhan energi untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan.Alam menyediakan berbagai sumber energi untuk kehidupan manusia dan salah satunya adalah gas alam.Untuk mengembangkan gas dari perut bumi dibutuhkan keahlian dan padat modal untuk mengeksplorasi, mengeksploitasikan dan memproduksi sampai kepada menyalurkan gas alam tersebut ke tangan konsumen.Bidang usaha minyak dan gas bumi adalah bidang usaha yang penuh risiko tetapi apabila berhasil dapat memberikan imbalan yang besar.Kemampuan keahlian dan modal membuat pelaku usaha di bidang ini perlu secara cermat dalam investasi usaha ini karena apabila tidak dilakukan secara hati-hati pelaku usaha dapat menderita kerugian besar. Pertamina dan Medco memiliki cadangan gas yang ada di perut bumi tetapi tidak dapat dimonetisasi selama hampir 30 tahun sehingga membuat investasi tertanam dan tidak memberikan hasil. Dalam upaya mengembangkan proyek Donggi Senoro LNG, Pertamina dan Medco menyadari keterbatasannya dalam bidang pendanaan dan keahlian sehingga memerlukan mitra usaha yang strategis yang memiliki kredibilitas, keahilan, pendanaan, jaringan dan teknologi mumpuniyang dilakukan melalui . Pada mulanya Pertamina dan Medco menjajaki kemungkinan bermitra dengan LNGI, namun dalam perkembangannya LNGI tidak memenuhi harapan Pertamina dan Medco.Oleh sebab itu, Pertamina dan Medco melakukan beauty contest untuk memilih mitra usaha strategis yang memiliki kredibilitas, keahilan, pendanaan, jaringan dan teknologi. Setelah Pertamina dan Medco menggelar proses beauty contest dan diikuti oleh sejumlah calon mitra usaha, termasuk LNGI, Mitsubishi Corporation terpilih karena memiliki nilai skor tertinggi di antara penawar lain. 3 Namun KPPU melakukan penelitian atas perkara ini dengan inisiatif sendiri dan memutuskan bahwa Pertamina, Medco dan Mitsubishi melakukan pelanggaran Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atas dugaan persekongkolan tender. Tender pada konteks Pasal 22 adalah pengadaan barang dan jasa sedangkan pemilihan mitra usaha berbeda dengan pengadaan barang dan jasa dan dilakukan dengan prinsip-prinsip good corporate governance. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang proses pelaksanaan beauty contest untuk pemilihan mitra usaha strategis dikaitkan dengan praktik good corporate governance dan aturan internal Pertamina dan Medco serta relevansinya terhadap Putusan KPPU yang didasarkan pada tender pengadaan barang dan jasa. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian ini menekankan pada aspek yuridis yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terutama yang terkait dengan peraturan, publikasi, jurnal hukum dan komentar/pendapat ahli hukum terkait dengan persaingan usaha, good corporate governance, pengadaan barang/jasa dan beauty contest. Data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis, kemudian dianalisis secara kualitatif dan tidak menggunakan rumus matematis.Hasil penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan ini diuraikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan: pertama, pelaku usaha memiliki kebebasan untuk menentukan metode pemilihan mitra usaha yaitu dengan carabeauty contest atau negosiasi langsung business to business dan dilakukan berdasarkan prinsip good corporate governance karena merupakan praktik bisnis yang wajar dan tidak diatur dalam perundangan. Kedua, KPPU tidak berwenang untuk memperluas lingkup Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atas pengertian tender untuk pengadaan barang dan jasa dan mengeluarkan putusan atas perkara pemilihan mitra usaha karena (a) pengadaan barang dan jasa adalah mencari pemborong pekerjaan dengan menawarkan harga semurah-murahnya dengan kualitas sebaik-baiknya dan entitas pemberi kerja dan pemborong kerja terpisah (b) pemilihan mitra usaha adalah mencari partner untuk 4 mengembangkan usaha patungan yang dapat menawarkan kualifikasi keahlian, pendanaan, pemasaran, teknologi dan visi yang sama. Terdapat kekeliruan oleh KPPU dalam membuat putusan atas perkara dengan konteks yang berbeda. Beauty Contest as the Method of Business Partner Selection in Relation with the KPPU's Verdict Based on Procurement of Goods and Services in Order to Apply Business Competition Principle ABSTRACT PertaminaandMedcohasgas reservesin thebowels of the earthbut can not bemonetizedfor almost30years and, therefore, did not make return for investment.In an effort todevelopDonggiSenoro LNGproject, PertaminaandMedco areaware of their limitationsin the areas offundingandexpertisethatrequirea strategic businesspartnerwhohas thecredibility, expertise, funding, networkingandtechnology and carried out the selection a beauty contest. AfterPertaminaandMedcocompleted the beauty contest, which was followedbya number of potentialbusiness partners, MitsubishiCorporationwas chosenbecause it has thehighest scoreamong theother bidders. However, the KPPU took an initiative to make researchonthis matteranddecidedthatPertamina, MedcoandMitsubishi violated the Article22and23of LawNo.5, 1999for allegedbid rigging. Tenderinthe context ofArticle22isthe procurementof goodsandservices, while the selection ofbusinesspartners is different withthe procurementof goodsandservicesand can be done withthe principles ofgood corporate governance. The purposeof this research istogainan overview ofthe implementationprocessforthe selection conteststrategicbusinesspartnersassociatedwiththe ofbeauty practice ofgood corporate governanceandinternal rules ofPertaminaandMedcoand its relevance tothe KPPU’s verdictbasedonthe procurementof goodsandservices. The method used discussesdoctrinesorprinciples for of this thesisis thescience of anormative law. This juridical which studyemphasizes thejuridicalaspectthat focusesonliterature researchusingsecondary data fromthe primary legal materialsandsecondarylegal publications, materials, especially legaljournalsandcomments/opinion related to regulations, oflegalexpertsassociatedwith thecompetition, good corporate governance, procurement/servicesandbeauty contest. The 5 data obtained andcompiled systematically, thenanalyzed qualitatively but notusinga mathematicalformula. The results ofthe research literatureandfield research are described in a descriptive manner. Based onthe results, they were concluded that: first, business playershave the freedomtodeterminethe method of selectingbusinesspartnersby way ofa beauty contestordirect negotiationsand to conduct itbased on theprinciples ofgood corporate governance because it is acommonbusiness practiceand is not regulated in the law. Secondly, the KPPU has no authoritytoextend the scope ofArticle22of LawNo.5of 1999onthe understandingtenderforthe procurementof goodsandservicesandissue adecision on thecaseunder the tender of selecting the business partners because(a) procurement ofgoodsandservicesis tolook for a jobcontractorby offeringthe lowest possiblepricewithbestqualityandthe employerand thecontractor are separate entities(b) the selectionof businesspartnersis tolook for partnerstodevelop a joint venture businessthatcanofferqualifiedexpertise, financing, marketing, technologyandthe same vision. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gas yang tersimpan di perut bumi dicari dan dikelola oleh berbagai perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, termasuk oleh kelompok usaha PT. Pertamina (Persero) (“Pertamina”) dan PT. Medco Energi Internasional Tbk. (“Medco”). Pertamina adalah sebuah perusahaan milik negara Republik Indonesia yang bergerak di bidang usaha minyak, gas, serta energi baru. Medco adalah perusahaan energi yang beroperasi di Indonesia dan luar negeri yang fokus pada bidang usaha minyak, gas, pembangkit tenaga listrik dan energi terbarukan. Pertamina sebagai badan usaha milik negara dan Medco sebagai perusahaan publik swasta nasional adalah suatu perpaduan sinergi yang baik. Kedua perusahaan ini memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip good corporate governance. Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (added value) untuk semua pihak 6 yang berkepentingan (stakeholders).1 Pelaksanaan good corporate governance dapat memberikan beberapa manfaat yaitu: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik; 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value; 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia; dan, 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value.2 Dalam mengembangkan usahanya dan dalam rangka meningkatkan nilai untuk pemangku kepentingannya, Pertamina dan Medco memiliki kebijakan masing-masing untuk melakukan investasi. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, Pertamina dan Medco memiliki kontrak kerja sama (Production Sharing Contract atau disingkat PSC) di berbagai blok baik di dalam dan luar negeri. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.3 Kontrak Kerja Sama (KKS) ini diberikan kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap (seringkali disebut sebagai Kontraktor) di bidang minyak dan gas bumi. Jangka waktu KKS sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 adalah paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan selanjutnya Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan lagi paling lama 20 (dua puluh) tahun. KKS terdiri dari jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi. Jangka waktu Eksplorasi dilaksanakan selama 6 tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 kali periode paling lama 4 tahun. Dalam KKS, semua risiko ada pada pihak kontraktor sehingga Negara tidak memiliki risiko atas kegagalan dalam 1 Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 2. Ibid., hlm. 125. 3 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, angka (19), Pasal 1. 2 7 proses eksplorasi. Seluruh peralatan yang dibeli dalam rangka kontrak PSC menjadi milik negara. Salah satu bentuk dari Kontrak Kerja Sama adalah Joint Operating Body yaitu pemerintah melalui badan usaha milik negara, Pertamina, ikut serta dalam permodalan dan pengoperasian sehingga komposisi menjadi 50 : 50. Pertamina dan Medco memiliki KKS Production Sharing ContractJoint Operating Body Pertamina Medco Tomori Sulawesi (JOB PMTS) di wilayah seluas 451 Km2 yang terletak di Kabupaten Banggai dan Kabupaten Toili di Provinsi Sulawesi Tengah. Pertamina dan Medco, melalui anak perusahaannya, memiliki porsi saham masing-masing 50%. Pada wilayah kerja JOB PMTS di lapangan Senoro ditemukan cadangan gas alam yang signifikan yang selama beberapa dekade belum dapat dikembangkan karena belum menemukan calon pembeli gas yang dapat memenuhi tingkat keekonomian. Sementara itu Pertamina melalui anak perusahaannya yang lain yaitu PT Pertamina EP juga memiliki cadangan gas yang cukup signifikan di lapangan Matindok. Usaha pengembangan gas bumi untuk dapat memberikan nilai komersil atau dapat diuangkan disebut juga monetisasi pada dunia minyak dan gas bumi. Untuk dapat memonetisasikan gas alam ada dua cara yang bisa digunakan dari sumber produksi yaitu dengan menggunakan pipa dan langsung dikirim kepada pabrik pembangkit listrik, pabrik pupuk, pabrik amonia, dan lain sebagainya. Melalui cara ini, transportasi gas melalui pipa memiliki keterbatasan jarak sehingga pengembangan gas hanya dapat dilakukan apabila industri penerima pasokan gas tersebut tersedia dalam hitungan jarak puluhan kilometer. Pertamina dan Medco memiliki cadangan gas yang signifikandi lapangan Senoro dan Matindok tetapi terperangkap dan sulit dikembangkan sehingga tidak dapat dimanfaatkan baik secara fisik maupun ekonomi (stranded gas). Hal ini disebabkan oleh karena kebutuhan gas untuk dalam negeri yang ada pada wilayah tersebut belum signifikan dapat menyerap pasokan gas yang berasal dari cadangan gas maka pengembangan gas yang paling tepat adalah proyek LNG dengan skala menengah. Proyek pengembangan gas merupakan bisnis yang sangat spesifik dan memerlukan biaya yang besar sehingga diperlukan kerjasama yang sangat erat 8 dalam seluruh mata rantai bisnis selama jangka waktu yang panjang. Di samping itu, pelaksanaan proyek harus mencari sumber pendanaan sendiri tanpa membebani korporat di kemudian hari.4 Pertamina dan Medco menyadari keterbatasannya dan memerlukan mitra usaha untuk dapat berbagi risiko dan berbagi modal dalam mengembangkan proyek LNG. Oleh sebab itu, Pertamina dan Medco memutuskan untuk memisahkan entitas usaha di bidang hulu (eksploitasi dan produksi gas dari lapangan Senoro dan Matindok) dan berniat membentuk suatu entitas hilir yang baru (membeli gas dari lapangan Senoro dan Matindok, memproses gas menjadi LNG dan menjual kepada pembeli LNG internasional). Keputusan Pertamina untuk rencana pengembangan proyek LNG ini diambil melalui putusan Direksi Pertamina pada bulan Mei 2006 setelah melalui kajian yang dalam untuk akhirnya mengambil keputusan ini. Pertamina dapat memutuskan cara memilih mitra usaha mereka melalui proses beauty contest yaitu dengan mengadakan memberikan persyaratan untuk memenuhi kualifikasi keuangan, keahlian, jaringan pasar, pengalaman melalui tender untuk investor yang berminat untuk bermitra. Pertamina melakukan pemilihan mitra usaha melalui beauty contest adalah bagian yang proses usaha yang wajar untuk mengambil keputusan bisnis, baik dari prinsip good corporate governancemaupun Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perseroan. Putusan Direksi Pertamina ini tidak dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa karena untuk memilih mitra usaha dalam mengembangkan suatau proyek. Sedangkan pengadaan barang dan jasa Pertamina dilaksanakan dengan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance) berdasarkan Surat Keputusan Direksi No.51 tentang Manajemen Barang dan Jasa Revisi-2 yang berlaku sejak 25 Februari 2013 dengan mengacu pada Peraturan Menteri BUMN No.: PER-15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan 4 Djokosoetono Research Center, Laporan Hasil Penelitian Penegakan Ketentuan Hukum Persaingan Dalam Perkara Tender: Kajian Putusan KPPU, Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung Mengenai Pengadaan Barang dan Jasa(Jakarta: Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hlm. 612. 9 Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan Jasa BUMN. Medco sebagai perusahaan publik yang menjunjung tinggi GCG mendasari rencana pengembangan proyek LNG ini melalui putusan Direksi Medco pada bulan Juni 2006. Setelah proyek LNG ini sudah melalui kajian yang menyeluruh dan diputuskan oleh direksi masing-masing perusahaan, Pertamina dan Medco akhirnya sepakat untuk menggabungkan beberapa lapangan gas, utamanya Donggi dan Senoro yang berasal dari dua KKS untuk dimonetisasi melalui proyek LNG. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 mengenai Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.5 Berdasarkan aturan tersebut, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001memungkinkan pengembangan proyek LNG dengan skema pemisahan entitas kegiatan usaha hulu dan hilir.Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.6 Sementara itu, Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.7 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina dan Medco sepakat memonetisasigasdan hasil produksinya sebagian besar untuk proyek LNGyang akan diekspor ke luar negeri dan sebagian lagi untuk memasok kebutuhan gas domestik untuk pupuk/amonia dan bahan bakar tenaga listrik. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memicu perubahan arah kebijakan pemerintah di bidang migas, dari struktur gas monopoli ke arah persaingan. Perubahan ini memungkinkan pelaku usaha baru untuk masuk terutama di sisi hilir, termasuk 5 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10. 6 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, angka (7), Pasal 1. 7 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, angka (10), Pasal 1. 10 pemisahaan entitas hulu dan hilir untuk proyek pengembangan LNG. Skema pengembangan gas melalui proyek LNG yang memisahkan entitas hulu dan hilir ini adalah model pertama kali yang ada di Indonesia. Sedangkan proyek-proyek LNG terdahulu seperti Arun, Bontang dan Tangguh dikelola secara integrasi hulu dan hilir oleh operator Production Sharing Contract. Mengingat proyek LNG membutuhkan investasi yang sangat besar dan juga risiko tinggi, maka pada tahun 2006 Pertamina dan Medco mencari mitra usaha melalui proses negosiasi langsung untuk berbagi biaya investasi dan berbagi risiko.Pada awalnya Pertamina dan Medco menandatangani Exclusivity Agreement (EA) dengan LNG International Pty Ltd (LNGI) pada Tanggal 31 Mei 2005 untuk membeli gas dari Blok Senoro. Pertamina dan Medco menandatangani EA dengan LNG dengan jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung tanggal 31 Mei 2005 dan dapat secara otomatis diperpanjang selama 2 (dua) bulan apabila para pihak yang menandatangani Exclusivity Agreement menyetujuinya dan LNGI memiliki kewajiban untuk memenuhi Conditions Precedents (CP). Apabila LNGI sudah memenuhi CP, maka selanjutnya dapat dilanjutkan untuk pembahasan pada Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG atau Gas Sales Agreement). Ketika Exclusivity Agreement berakhir, LNGI belum dapat memenuhi CP yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Sementara itu pada tanggal 19 Desember 2005, LNGI bersama PT Maleo Energi Utama mendirikan badan usaha PT LNG Energi Utama (LNGEU). Pertamina dan Medco belum juga menemukan mitra usaha yang tepat untuk mengembangkan proyek LNG. Pada tanggal 1 September 2006, untuk mewujudkan proses seleksi mitra usaha (beauty contest) tersebut, Pertamina dan Medco menyampaikan undangan dan Term of Reference (TOR) kepada 7 (tujuh) perusahaan pebisnis LNG internasional yaitu LNGEU yang berkonsorsium dengan Osaka Gas dan Golar, Itochu Corporation, LNG Japan Corporation, Marubeni Corporation, Mitsubishi Corporation (Mitsubishi), Mitsui & Co. Ltd. (Mitsui) dan Toyota Tsochu Corporation dan meminta agar perusahan yang berminat mengirimkan proposal selambat-lambatnya tanggal 22 September 2006. Tim evaluasi Pertamina dan Medco melakukan penilaian secara independen yang dibantu oleh konsultan hukum internasional dan nasional serta 11 konsultan bisnis independen, maka terpilih Mitsubishi dan Mitsui sebagai dua perusahaan unggulan (short-listed) pada tanggal 11 Oktober 2006. Setelah melalui seleksi final, akhirnya Mitsubishi terpilih sebagai mitra usaha Pertamina dan Medco untuk mengembangkan proyek LNG. Mitsubishi adalah peserta yang memenuhi persyaratan TOR dan proposalnya adalah yang terbaik dari semua peserta beauty contest. Mitsubishi adalah perusahaan bisnis global terpadu yang mengembangkan dan mengoperasikan bisnis di hampir setiap industri termasuk keuangan, industri, energi, logam, mesin, kimia, makanan, lingkungan dan bisnis. Mitsubishi sebagai perusahaan raksasa dari Jepang yang juga investor di bidang usaha energi diyakini oleh Pertamina dan Medco dapat menjadi mitra usaha pengembangan gas yang dapat berbagi biaya investasi dan berbagi risiko dan memenuhi kriteria yaitu peringkat kelas satu untuk mendukung pembiayaan, pengalaman dalam mengembangkan proyek LNG dan pengalaman dalam memasarkan LNG. Pertamina dan Medco meyakini bahwa dalam melakukan seleksi mitra usaha sudah dilakukan dengan prinsip-prinsip good corporate governanceyaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.8Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubunganhubungan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi.9 Dengan memilih mitra usaha yang secara bisnis memiliki kemampuan finansial yang besar, pemain di bidang energi dan memiliki keahlian, maka investasi pengembangan gas akan memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan.10 Dengan terpilihnya Mitsubishi sebagai mitra usaha Pertamina dan Medco untuk mengembangkan proyek LNG, maka proses pembentukan badan usaha dilakukan. Pertamina, Medco dan Mitsubishi bersama-sama mengajukan 8 I Nyoman Tjager, et al..Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia (Jakarta PT Prenhallindo, 2003), hlm.53. 9 Ibid., hlm. 29. 10 Adrian Sutedi, op. cit., hlm. 58. 12 permohonan ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, melalui surat No. 05/SC00000/DSLNG/2007 tanggal 21 Juni 2007 mengenai Permohonan Rekomendasi Penanaman Modal Asing untuk mendirikan PT Donggi Senoro LNG sebagai badan usaha Indonesia yang akan dimiliki oleh Pertamina, Medco dan Mitsubishi. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menyetujui permohonan tersebut dan menerbitkan surat rekomendasi pembentukan PT Donggi Senoro LNG untuk menjalankan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 11.726/12.06/DM/2007 tanggal 31 Juli 2007 mengenai Pendirian Penanaman Modal Asing Untuk Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Badan Koordinasi Penanaman Modal menyetujui pendirian PT Donggi Senoro LNG melalui surat Persetujuan Penanaman Modal No. 1128/I/PMA/2007 Kode Proyek No. 2320-72-21649 tanggal 4 September 2007 yang merupakan ijin prinsip pendirian PT Donggi Senoro LNG sebagai badan usaha Indonesia dengan penanaman modal asing. Berdasarkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal, pada tanggal 28 Desember 2007 PT Donggi Senoro LNG didirikan sebagai badan usaha yang bergerak di bidang pengolahan gas alam menjadi LNG dan mulai beroperasi sejak 22 Januari 2008. Komposisi kepemilikan saham PT Donggi Senoro LNG pada saat didirikan adalah 29% oleh Pertamina Energy Services Ltd, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh PT Pertamina (Persero), 20% oleh PT Medco LNG Indonesia, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh PT Medco Energi Internasional Tbk, dan 51% oleh Mitsubishi11. Mitsubishi merupakan pemegang mayoritas kepemilikan saham karena diharapkan Mitsubishi akan memberikan pendanaan yang paling besar untuk proyek LNG. Pada tahun 2008, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima laporan dari pihak ketiga mengenai dugaan adanya pelanggaran 11 Akta Pernyataan Rapat Umum Pemegang SahamPT Donggi Senoro LNG No.31 tanggal 28 Desember 2007. 13 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ) Pasal 20 tentang larangan predatory pricing dan Pasal 21 tentang larangan melakukan kecurangan dalam penetapan biaya produksi yang dituduhkan kepada Mitsubishi dalam proyek hilir LNG Senoro-Matindok di Sulawesi Tengah yang menduga adanya kecurangan dalam beauty contest yang dilakukan oleh Pertamina dan Medco dalam memilih Mitsubishi sebagai mitra usaha. Berdasarkan inisitiatif sendiri, KPPU melakukan proses monitoring mulai bulan Agustus 2009. Pada proses ini dilakukan gelar perkara dan pemeriksaan. Setelah melalui proses gelar perkara dan investigasi, KPPU memutuskan melalui Perkara No. 35/KPPU-I/2010 PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi Internasional Tbk, PT Medco E&P Tomori Sulawesi (MEPTS) dan Mitsubishi Corporation (MC) melanggar yaitu Medco dan Mitsubishi terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Pertamina terbukti melanggar Pasal 22 dan MEPTS terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 23. KPPU menghukum Pertamina dengan membayar denda sebesar Rp. 10 milyar, Medco sebesar Rp. 5 milyar, MEPTS sebesar Rp. 1 milyar dan Mitsubishi sebesar Rp. 15 milyar. Atas putusan KPPU tersebut, Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN JakPus). Namun, PN JakPus dalam putusannya No. 34/KPPU/2011/PN.Jkt.Pst. menolak permohonan keberatan atas putusan KPPU No.35/KPPU-I/2010. Selanjutnya, Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada tanggal 30 Juli 2012 berdasarkan informasi perkara pada laman Mahkamah Agung Republik Indonesia, MA dalam putusannya mengabulkan permohonan Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi dengan perkara No. 305 K/PDT.SUS/2012. Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, maka Peneliti tertarik untuk meneliti tentang “BEAUTY CONTEST SEBAGAI METODE PEMILIHAN MITRA USAHA DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN KPPU DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MEWUJUDKAN PRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT”. Putusan KPPU 14 menyatakan Pertamina, Medco dan Mitsubishi terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-UndangNo. 5 Tahun 1999 yaitu Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan hal ini terkait juga dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 23 yaitu Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Metode pemilihan mitra usaha melalui beauty contest yang diadakan oleh Pertamina dan Medco dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa pada putusan KPPU No. 35/KPPU-I/2010. Peneliti akan menuangkan bagaimana perusahaan melakukan pemilihan mitra usaha untuk pengembangan usaha dengan prinsip-prinsip good corporate governance untuk memberikan nilai bagi semua pemegang kepentingan serta melakukan komparasi pemilihan mitra usaha (beauty contest) dengan pengadaan barang dan jasa adalah dua hal yang berbeda. Dalam proses tersebut keduanya perlu memiliki prinsip persaingan usaha yang sehat, namun Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak mengatur pemilihan mitra usaha tetapi pengadaan barang dan jasa. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana metode beauty contest dalam pemilihan mitra usaha strategis untuk mengembangkan proyek LNG dikaitkan dengan praktik good corporate governancedan aturan internal Pertamina dan Medco? 2. Bagaimana Putusan KPPU sehubungan dengan pengadaan barang dan jasa dikaitkan dengan pelanggaran Pertamina dan Medco dalam melaksanakan beauty contest dalam pemilihan mitra usaha strategis untuk mengembangkan proyek LNG? 15 II. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan metode-metode penelitian sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan obyek penelitian12. Penelitian ini menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan pendapat para ahli hukum dalam praktek pelaksanaan yang menyangkut permasalahan yang diteliti. Peraturan perundangan tersebut adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Metode Penelitian Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.13 Penelitian ini menekankan pada aspek yuridis yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terutama yang terkait dengan peraturan, publikasi, jurnal hukum dan komentar/pendapat ahli hukum terkait dengan persaingan usaha, GCG, pengadaan barang/jasa dan beauty contest. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipandang relevan dan memadai untuk memperoleh data sekunder dan data primer adalah: 12 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika Jakarta, 2010), hlm. 106. 13 Ibid., hlm. 24. 16 a. Penelitian Kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangundangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian14 yaitu: i. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang bersifat autoritative artinya mempunyai otoritas.15 Bahan hukum primer adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. ii. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentarkomentar atas putusan pengadilan.16 iii. Bahan-bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya17 atau bahan-bahan hukum lain yang mempunyai relevansi dengan pokok permasalahan yang juga memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. b. Metode Penelitian Lapangan. Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden18 yaitu Kepala Divisi Hukum PT Medco Energi Internasional Tbk. Penulis juga melakukan wawancara dengan akademisi yaituProf. Erman Rajagukguk dan praktisi hukum 14 Ibid., hlm. 107. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Jakarta, 2005), hlm. 141. 16 Ibid., hlm. 141. 17 Ibid., hlm. 106. 18 Ibid., hlm. 107. 15 17 instansi terkait. Studi lapangan dilakukan di kantor PT Medco Energi Internasional Tbk serta akademisi terkait melalui diskusi dan seminar-seminar sehubungan perkara pemilihan mitra usaha strategis proyek Donggi Senoro. 4. Metode Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan yuridis kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh Peneliti untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.19 5. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan mayoritas lokasi di PT Medco Energi Internasional Tbk. Untuk pengumpulan data sekunder, Peneliti memanfaatkan sarana perpustakaan dan media internet. Peneliti mulai mengumpulkan materi kepustakaan melalui buku-buku, makalah pendapat ahli, mengikuti berbagai seminar dan lokakarya, jurnal-jurnal hukum dan komentar ahli hukum terkait pada penelitian ini. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Untuk Menciptakan Persaingan Usaha Sehat dan Peran KPPU Lima belas tahun sudah sejak diberlakukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Penulis mencoba untuk meneliti peran KPPU sebagai badan yang mengawasi, menilai dan mengambil tindakan sesuai tugas dan wewenangnya. Sejak tahun 2001 sampai 2013, KPPU telah memutuskan 226 perkara. Dari total perkara sekitar 60% adalah merupakan perkara persekongkolan tender. Dari 19 Ibid., hlm. 107. 18 perkara yang ditangani dan diputuskan oleh KPPU, Penulis meneliti dua kasus persekongkolan tender yaitu tentang tender penjualan saham PT Indomobil Sukses Internasional dan pemilihan mitra seleksi oleh Pertamina dan Medco dalam rangka mengembangkan usaha proyek LNG. Penulis juga meneliti bagaimana KPPU dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum persaingan dalam perkara tender dilihat dari ketentuan hukum formil dan materil. 1. Persekongkolan Tender Pengadaan barang atau jasa pada proyek sebuah perusahaan atau instansi pemerintahan sering melalui proses tender. Hal tersebut dimaksudkan penyelenggara tender untuk mendapatkan harga barang atau jasa semurah mungkin, namun dengan kualitas sebaik mungkin. Dalam tender pengadaan barang dan jasa dengan nilai ekonomi yang paling kompetitif, barang dan jasa sudah mencakup kualitas barang dan jasa sehingga dapat menopang aktivitas usaha baik pihak swasta maupun pemerintah dalam kinerjanya. Proses persaingan oleh para pelaku usaha pada proses tender akan menghasilkan proposal terbaik dengan harga yang bersaing agar kontraktor tersebut dapat memenangkan tender. Pelaku usaha yang terlibat pada tender tersebut akan sangat berhati-hati dan bersungguh-sungguh dalam mengajukan proposal karena harus bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Apabila ada persekongkolan dalam tender maka spirit dari persaingan akan hilang sehingga tidak akan memberikan nilai ekonomi yang kompetitif bagi penyelenggara tender. Tujuan utama dari tender dapat tercapai apabila prosesnya berlangsung dengan adil dan sehat sehingga pemenang benar-benar ditentukan oleh penawarannya (harga dan kualitas barang atau jasa yang diajukan). Konsekuensi sebaliknya bisa saja terjadi apabila dalam proses tender tersebut terjadi sebuah persekongkolan. Persekongkolan tender (collosive tendering atau bid rigging) mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dan dapat merugikan panitia pelaksana tender serta pihak peserta tender yang beriktikad baik. Pada hakekatnya, pelaksanaan tender wajib memenuhi asas keadilan, keterbukaan, dan 19 tidak diskriminatif.Selain itu, tender harus memperhatikan hal-hal yang tidak bertentangan dengan asas persaingan usaha yang sehat. Tender dalam hukum persaingan usaha Indonesia mempunyai pengertian tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.Tawaran dilakukan oleh pemilik kegiatan atau proyek. Demi alasan efektivitas dan efisiensi proyek dilaksanakan sendiri maka lebih baik diserahkan kepada pihak lain yang mempunyai kapabilitas melaksanakan proyek atau kegiatan. Tidak ada definisi yang pasti mengenai persekongkolan tender (bid rigging) berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tetapi tersirat pada Pasal 22 yaitu pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Mengacu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22, yang dimaksud dengan pihak lain adalah bahwa peraturan mengenai kolusi tender pada umumnya mengatur ketika terdapat lebih dari satu sumber barang, jasa dan komoditi bagi instansi pemerintah, serta penggunaan barang dan jasa bukan merupakan hasil dari situasi darurat untuk proyek di atas nilai tertentu, maka pengadaan barang, jasa dan komoditi tersebut harus diumumkan sedemikian rupa sehingga kesepakatan untuk itu akan diberikan kepada peserta dengan harga terendah dan yang paling bertanggung jawab serta responsif.20 Kolusi dan korupsi dapat timbul dalam prosedur pengadaan apapun, baik yang terjadi di sektor publik atau swasta.Pengadaan barang dan jasa sangat rentan terhadap praktek-praktek anti persaingan, kolusi dan korupsi.21 Sementara perilaku kolusi atau korupsi dapat terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa serta aspek-aspek tertentu dari proses pengadaan tersebut mengakibatkan distorsi melalui perilaku anti persaingan.22 20 Sam A. Mackie, J.D., “Proof That a Government Agency was Liable for Improperly Granting Bid Award to a Bid Applicant,” Proof of Facts, (1997): 10. 21 Organization for Economic Co-operation and Development,,op. cit., hlm. 9. 22 Ibid., hlm.8. 20 2. Deteksi Persekongkolan Tender dan Pembuktian Persekongkolan Tender Tanpa Bukti Langsung Dalam literatur ekonomi, kartel adalah kesepakatan kolusi dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku usaha yang bersepakat atau dapat pula menemui sebuah kegagalan ketika kesepakatan tersebut akan diimplementasikan.23Keberhasilan sebuah kartel ditentukan oleh kesepakatan bersama mengenai jalannya kolusi, upaya untuk memonitor kepatuhan terhadap kesepakatan dan penetapan hukuman yang kredibel bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran kesepakatan kolusi. Kartel dituangkan dalam perjanjian antara perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk mengendalikan harga atau mengesampingkan masuknya suatu kompetitor baru dalam suatu pasar.24 Adanya suatu harga yang tinggi yang diajukan dalam dokumen tender bisa jadi merupakan perhitungan terhadap biaya penyelenggaran kegiatan yang ditenderkan dan bukan karena adanya kesepakatan dengan peserta lain. Apabila indikasi tersebut mengarah pada dugaan adanya persekongkolan tender maka investigasi lebih lanjut dilakukan untuk menemukan bukti langsung yang kuat untuk membuktikan adanya persekongkolan tender. Dalam proses pembuktian adanya dugaan persekongkolan, biasanya sulit untuk mendapatkan bukti berupa perjanjian, percakapan, tulisan dan atau dokumen yang menyatakan bahwa para pelaku usaha melakukan persekongkolan untuk suatu tindakan dalam konteks persaingan usaha yang tidak sehat. Untuk itu diperlukan adanya dua macam bukti yaitu: a. bukti langsung (direct evidence) berupa dokumen (dalam bentuk cetak atau elektronik) yang dapat menunjukkan perjanjian oleh para pihak dan pernyataan verbal atau tertulis; dan, b. bukti tidak langsung (indirect evidence atau circumstancial evidence) yaitu bukti-bukti yang dapat menjelaskan akan adanya 23 Ibid., hlm.10. http://en.wikipedia.org/wiki/Cartel, 20 Oktober 2014 jam 18:42. 24 21 pertemuan dan komunikasi dalam walaupun tidak terdapat tindakan yang jelas akan adanya persekongkolan yang dapat dideteksi.25 OECD menjelaskan bahwa penggunaan bukti-bukti tidak langsung harus dibatasi sedemikian rupa karena bukti-bukti ini kabur dan berpotensi memiliki multi tafsir.26Bukti tidak langsung ini dapat dibagi atas bukti komunikasi dan bukti ekonomi yang juga dibagi atas dua jenis yaitu perilaku (conduct) dan bukti struktural ekonomi seperti konsentrasi pasar yang tinggi.Bukti perilaku ini lebih penting dari bukti struktural ekonomi. Menurut OECD, bukti perilaku lebih penting dari bukti struktural ekonomi.27 Department of Justice, Amerika Serikat, hanya akan meneruskan suatu perkara apabila ada bukti langsung karena dapat menyebabkan pengertian yang kabur dan secara signifikan dapat memengaruhi suatu fakta untuk putusan.28 Pengaturan bukti langsung dan bukti tidak langsung tidak dikenal menurut hukum Indonesia. Pada Pasal 184 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan pada Pasal 164 Kitab Hukum Acara Perdata (HIR) mengenal alat-alat bukti dalam bentuk tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Pasal Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik memperluas alat bukti dengan mengakui alat bukti elektronik seperti email, penyadapan, sms dan lain. Namun indikator-indikator tersebut merupakan indikasi adanya persekongkolan tender dan bukan merupakan bukti (standard of proof) telah adanya persekongkolan tender.Apabila indikator tersebut mengarah pada dugaan adanya persekongkolan tender maka diperlukan investigasi lanjut untuk menemukan bukti langsung yang lebih kuat untuk menyatakan adanya persekongkolan tender. 25 Organisation for Economic Co-operation and Development, Prosecuting Cartels without Direct Evidence of Agreement, Policy Brief June 2007, hlm.1. 26 Ibid., hlm.1. 27 Ibid., hlm.3. 28 http://openjurist.org/557/f2d/1270/united-states-v-champion-internationalcorporation, 20 Oktober 2014, jam 19:46. 22 B. Putusan KPPU atas Perkara yang Mengandung Persekongkolan Tender Dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawab terutama dalam konteks persekongkolan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 22 dan 23, penulis meneliti dua kasus yang diputuskan oleh KPPU berdasarkan pelanggaran pada pasal tersebut yaitu divestasi saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses Internasional dan pemilihan mitra usaha proyek Donggi Senoro. Kedua kasus tersebut tidak dalam konteks pengadaan barang dan jasa sesuai penjelasan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 22. Dalam putusannya, KPPU mendalilkan bahwa Pertamina, Medco dan Mitsubishi terbukti melakukan persekongkolan untuk menunjuk Mitsubishi Corporation sebagai pemenang dalam beauty contest pemilihan mitra usaha untuk pengembangan proyek LNG dan membangun kilang LNG sekaligus sebagai penyandang dana untuk perusahaan yang akan didirkan yaitu PT. Donggi Senoro LNG guna membeli gas dari Lapangan Matindok dan Lapangan Senoro. KPPU juga mendalilkan bahwa due diligence merupakan upaya mendapatkan informasi rahasia LNGI dan hasil due diligence tersebut dimanfaatkan oleh Mitsubishi untuk membuat proposal dalam menyimpulkan adanya bukti pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 23. Dalam Putusannya, KPPU menyatakan Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi terbukti melakukan persekongkolan untuk mendapatkan informasi dari LNGI melalui kegiatan due diligence yang digunakan sebagai pemikiran Mitsubishi Corporation dalam menyiapkan proposal baik sebelum maupun pada saat pelaksanaan beauty contest. C. Persekongkolan dalam konteks persaingan usaha Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 menjabarkan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau 29 Indonesia (2), loc.cit.,Butir (6) Pasal 1. 23 menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 menjelaskan tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.Persekongkolan pada tender menurut konteks Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 dan penjelasannya adalah untuk pengadaan barang dan jasa.Adanya tawaran pengajuan harga tersebut di atas merupakan peralihan risiko atau tanggung jawab hukum dari pemilik pekerjaan kepada pemborong pekerjaan atau penyedia barang dan jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan secara sempurna atas pekerjaan tersebut. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 23, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Melalui kasus persekongkolan tender pada kasus perkara atas perihal penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses International oleh PT Holdiko Perkasa pada tahun 2002 dan kasus pemilihan mitra usaha dalam pengembangan proyek Donggi Senoro pada tahun 2008, KPPU mendasarkan putusannya bukan atas pengadaan barang dan jasa. D. Putusan KPPU sehubungan dengan pengadaan barang dan jasa dikaitkan dengan pelanggaran Pertamina dan Medco dalam metode beauty contest untuk pemilihan mitra usaha strategis pengembangan proyek LNG Tinjauan atas dasar Hukum Acara atas Putusan KPPU dalam Perkara No. 35/KPPU-I/2010 adalah sebagai berikut: 1. Perkara ini bukan merupakan kompetensi absolut KPPU karena beauty contest yang dilakukan oleh Pertamina, Medco dan Mitsubishi adalah merupakan kegiatan keperdataan antara pihakpihak swasta, dalam rangka mencari partner atau mitra usaha untuk secara bersama-sama menjadi pemegang saham perusahaan yang 24 akan didirikan bersama-sama dan secara bersama-sama melakukan kegiatan monetasi gas dari wilayah Matindok dan Senoro. 2. Pasal yang diduga dilanggar oleh Terlapor dalam kasus ini adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 dan Pasal 23. Pasal 22 berbunyi bahwa, “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.” Sementara, Pasal 23 menyatakan bahwa, “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.Pasal dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yang mengadopsi prinsip rule of reason dapat diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “sehingga dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Berdasarkan konstruksi Pasal 22 dan Pasal 23 dengan adanya frase “sehingga dapat mengakibatkan”, maka kedua pasal tersebut mengadopsi prinsip rule of reason. 3. Pelanggaran terhadap Pasal 22 dan Pasal 23 diancam dengan Pidana denda. Dengan demikian, pembuktian terhadap pelanggara tersebut harus dilakukan melalui pembuktian pidana. Dalam kasus ini, KPPU memutuskan perkara ini berdasarkan pada alat bukti indikasi (indirect evidence).Indirect evidence yang digunakan oleh KPPU adalah dugaan, penafsiran dan asumsi. Sebagai contoh, dalam kasus ini, KPPU menafsirkan pemilihan mitra sebagai salah satu bentuk tender berdasarkan pendapat ahli hukum asing.Alat bukti ini tidak dikenal dalam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia: a. Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Pasal 184 menyatakan bahwa alat-alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan 25 keterangan terdakwa. Sedangkan KUH Acara Perdata (HIR) mengenal alat-alat bukti yaitu tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) memperluas alat bukti dengan mengakui alat bukti elektronik seperti email, penyadapan, sms dan lain-lain. Beberapa pihak ada yang berpendapat bahwa bukti tidak langsung dapat digolongkan sebagai petunjuk. Hal ini tidak tepat karena berdasarkan KUHAP ayat 1 Pasal 188, petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana dan siapa pelakunya. KUHP ayat 2 Pasal 188 menyatakan bahwa petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari (a) keterangan saksi; (b) surat; (c) keterangan terdakwa. KUHP ayat 3 Pasal 188menyatakan penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh Hakim dengan arif dan bijaksana setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Dari rumusan KU HP Pasal 188ini, maka jelas bahwa petunjuk adalah merupakan suatu kesimpulan Hakim yang dilakukan dengan penuh ketelitian mendengar keterangan saksi atau keterangan terdakwa atau surat. b. Istilah yang mempunyai makna yang mirip dengan petunjuk adalah persangkaan yang merupakan alat bukti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR). Penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR) Pasal 173 menjelaskan bahwa tidak ada rumusan apa yang dimaksud dengan persangkaan. Pasal tersebut memberi ketentuan bahwa persangkaan-persangkaan saja yang tidak didasarkan pada suatu undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh Hakim 26 dalam mempertimbangkan suatu perkara kalau persangkaan itu penting seksama, tertentu dan bersesuaian satu sama lain. c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur mengenai alat bukti dalam Pasal 42 yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan terdakwa. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak menjelaskan apa saja yang dimaksud dengan bukti-bukti tersebut. Oleh karena itu, secara sistematis arti suatu istilah dalam suatu Undang-Undang dapat diartikan sama dengan Undang-Undang lain yang mengatur hal yang sama. Dengan demikian arti petunjuk (dan alat bukti lainnya) dalam UndangUndang No. 5 Tahun 1999 Pasal 42 adalah sama dengan arti petunjuk sebagaimana diatur dalam KUHAP atau kemungkinan mempunyai arti yang sama dengan petunjuk dalam Hukum Acara Perdata. 4. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka jelas bahwa bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum Indonesia, kalaupun mau disamakan dengan petunjuk maka Undang-Undang memberikan kewenangan tersebut kepada Hakim yang merupakan kesimpulan dari alat bukti lainnya berupa keterangan saksi, surat atau dokumen dan keterangan terdakwa. Pemilihan mitra tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup UndangUndang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 karena pemilihan mitra adalah pemilihan calon partner untuk membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan barang/jasa. Pemilihan partner sebagai mitra strategis dalam membangun suatu usaha didasarkan kepada kemampuan permodalan, keahlian, dan pengalaman calon partner tersebut untuk mengadakan investasi, bukan mengenai pengadaan barang dan jasa. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 menyatakan, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan pasal ini berbunyi, tender adalah tawaran mengajukan harga 27 untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Ditinjau dari hukum materil, maka unsur-unsur yang terdapat pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 adalah (a) pelaku Usaha, (b) bersekongkol, (c) pihak lain, (d) untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender (e) sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.Unsur-unsur ini bersifat kumulatif, artinya harus terpenuhi semua unsur tersebut. Bentuk persekongkolan ditujukan untuk menghambat persaingan dan berdasarkan pertukaran informasi antar para peserta tender. Dalam hal ini harus ada pertukaran informasi yang relevan bagi persaingan, informasi tersebut harus berhubungan dengan strategi persaingan rahasia yang dimiliki para pesaing. Hal tersebut tidak akan terjadi di dalam pelaku usaha untuk memilih mitra, seperti dalam kasus ini. Pelaku usaha yang memilih mitra adalah berdasarkan kemampuan calon mitra, yaitu kemampuan permodalan karena mitra ikut jadi pemegang saham dan kemampuan berdasarkan pengalaman. Dalam hal pemilihan mitra ini, tidak ada persekongkolan pertukaran informasi dari para pelaku usaha yang membuat pelaku usaha bersikap pura-pura sehingga ia terpilih. Peraturan KPPU bukanlah sumber hukum dalam hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UndangUndang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan sebagaiman diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 telah memperluas penafsiran persekongkolan tender dari persekongkolan horizontal, memasukan juga persekongkolan vertikal. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 sudah sangat jelas menyatakan bahwa tender adalah mengenai barang dan jasa dengan memborong pekerjaan barang dan jasa untuk mendapat upah. Pemilihan partner yang dilakukan oleh Pertamina adalah suatu kegiatan investasi yang mengandung unsur untung dan rugi suatu perusahaan yang nantinya berbentuk joint venture. Jelas sekali uraian dalam buku tersebut konteks yang digunakan adalah mengenai pengadaan barang dan jasa, dan bukan pemilihan partner untuk suatu 28 usaha seperti yang dilakukan oleh Pertamina dan Medco. KPPU tidak berwenang untuk memperluas ruang lingkup suatu undang-undang. Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 telah memperluas penafsiran pengadaan barang dan jasa kepada pemilihan partner untuk melaksanakan suatu usaha. Selain itu KPPU telah memperluas pengertian persekongkolan tender dari persekongkolan horizontal, memasukkan juga persekongkolan vertikal. KPPU tidak dapat memperluas penafsiran suatu undang-undang, apalagi dengan mengutip pendapat ahli luar negeri. Pendapat ahli luar negeri tidak dapat dipakai untuk menafsirkan undangundang Indonesia berdasarkan azas kedaulatan (soveregnity) karena yang dapat merubah isi penafsiran undang-undang tersebut adalah pembuat undang-undang sendiri yaitu DPR RI bersama Pemerintah.Di samping itu, hakim pengadilan juga dapat berwenang untuk menafsirkan suatu undang-undang tetapi KPPU bukan hakim sebagai lembaga yudikatif yang boleh menafsirkan suatu undang-undang. IV. PENUTUP Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam tesis ini maka dapat disimpulkan bahwa 1. Pelaku usaha memiliki kebebasan untuk menentukan metode pemilihan mitra usaha yaitu dengan carabeauty contest atau negosiasi langsung business to business dan dilakukan berdasarkan prinsip good corporate governance karena merupakan praktik bisnis yang wajar dan tidak diatur dalam perundangan. 2. KPPU tidak berwenang untuk memperluas lingkup UndangUndang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 atas pengertian tender untuk pengadaan barang dan jasa dan mengeluarkan putusan atas perkara pemilihan mitra usaha karena pengadaan barang dan jasa adalah mencari pemborong pekerjaan dengan menawarkan harga semurahmurahnya dengan kualitas sebaik-baiknya dan entitas pemberi kerja dan pemborong kerja terpisah. Pemilihan mitra usaha adalah mencari partner untuk mengembangkan usaha patungan yang dapat menawarkan kualifikasi keahlian, pendanaan, pemasaran, teknologi 29 dan visi yang sama. Putusan KPPU didasarkan atas pembuktian tidak langsung (direct evidence) yang tidak dianut dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam tesis ini, maka penulis mengemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk menjaga kelangsungan usaha dan meningkatkan kinerja usaha, perusahaan-perusahaan baik di dalam dan luar negeri melakukan kerjasama melalui berbagai bentuk termasuk mendirikan usaha patungan, merger, dan lain sebagainya. Banyak kerjasama yang dibentuk berdasarkan negosiasi langsung business to business maupun dengan beauty contest (tender atau lelang). Walaupun tidak ada perundangan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan beauty contest pemilihan mitra usaha namun perusahaanperusahaan yang menjalankannya perlu memerhatikan prinsipprinsip good corporate governance yaitu transparency, accountability, responsibility, independence and fairness agar dapat memperoleh mitra usaha yang dapat memberikan nilai terbaik untuk pengembangan usaha. Dengan demikian sebelum memilih mitra usaha, terutama untuk proyek-proyek signifikan, sebaiknya perusahaan membuat terms of reference yang memuat business case dan kriteria calon mitra yang kredibel dan memenuhi persyaratan seperti portfolio dan reputasi yang mumpuni, keahlian pada bidang yang digeluti, kekuatan pendanaan, jaringan yang luas, dan visi yang sama. Penetapan kriteria ini menjadi suatu parameter manajemen perusahaan untuk secara transparent, accountable, responsible, independent and fair dalam mengevaluasi calon mitra dan akhirnya memutuskan mitra usaha yang ditunjuk. 2. KPPU perlu didukung oleh staf yang ahli untuk menafsirkan lingkup aktifitasnya yang sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. KPPU juga perlu dilengkapi dengan staf ahli yang memiliki pengalaman dalam bisnis sehingga dapat melakukan 30 analisa dan kajian yang mumpuni mengingat tugas KPPU dalam melakukan penilaian perjanjian, kegiatan usaha dan posisi dominan atas aksi perseroan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. KPPU juga perlu memiliki staf ahli di bidang hukum yang dapat mengarahkan putusan yang berada dalam koridor sistem peradilan dan perundangan di Indonesia.Hal ini terbukti dari putusan KPPU atas perkara dengan mendasarkan pada bukti tidak langsung (indirect evidence) yang tidak dikenal menurut hukum acara pidana, perdata dan persaingan usaha. 31 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dr, H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., CN., selaku Pembimbing Utama; 2. Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H., Pembimbing Pendamping; 3. Yohan Yahyadi, suamiku; 4. Rebekah dan Nathan, anak-anakku; 5. Petra Yoneta, sahabat dan teman sekelas di Magister Hukum kampus Jakarta angkatan 2011; 6. Andri Budiman, kolega Penulis di PT Medco Energi Internasional; DAFTAR PUSTAKA A. Buku Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk Interpretasi Undang-Undang, Kencana, Jakarta, 2009. Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999. Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta , 1989. C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas, Rineka Cipta, Jakarta, 2009. Destivano Wibowo & Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2005. 32 Hunger & Wheelen, Strategic Management, 7th Edition, Addison Wesley Longman, 2000. I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2003. Janet Dine, Company Law, Palgrave Publisher Ltd., New York, 2001. Lubis, Andi Fahmi, et. al, Hukum Persaingan Usaha, Antara Teks & Konteks, Jakarta, GTS, 2009 Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, Fikahati Anesk, Jakarta, 2009. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1995. Peter F. Drucker, Management: Task, Responsibilities, Practices, HarperCollins e-books, 1974. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005. Roberto Newell dan Gergory Wilson, A Premium for Good Governance, the McKinsey Quarterly, number 3, 2002. Salim HS, Hukum Pertambangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Sam A. Mackie, J.D., Proof That a Government Agency was Liable for Improperly Granting Bid Award to a Bid Applicant, Proof of Facts, 1997. Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Grafindo Perkasa, 1988. 33 Stewart M. Landefeld, Andrew B. Moore, Jens M. Fischer, A Corporate Governance and Disclosure Guide for Directors and Executives, Bowne, New York, 2006. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2010. Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011. Sutan Remi Sjahdeni, “Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan Undang-Undang Larangan Monopoli”, Jurnal Hukum Bisnis (Mei-Juni 2002), hlm. 5. Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media, Salatiga, 2011. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. B. Peraturan Perundangan-undangan/Putusan-Putusan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan Mahkamah Agung dengan perkara No. 305 K/PDT.SUS/2012 tanggal 30 Juli 2012 pada laman Mahkamah Agung Republik Indonesia . Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST tanggal 14 November 2011. 34 Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha atas Perkara No.35/KPPU-I/2010 tanggal 5 Januari 2011. C. Sumber Lain A.M. Tri Anggaraini, Persaingan Usaha dalam Sektor Migas, pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari 2012. Andi Fahmi, Eksaminasi Putusan PN Jakarta Pusat Tentang Kasus DonggiSenoro Economic Policy Approach, pada Seminar Proses Penentuan Partner Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca Putusan PN Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis Donggi Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012. Andi Fahmi Lubis, Aspek Ekonomi Dalam Persaingan di Industri Migas, pada Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013. Anggaran Dasar PT Donggi Senoro LNG. Ari H. Soemarno, Praktik Bisnis dalam Proses Pemilihan Mitra Bisnis di Sektor Migas, pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari 2012. ASX Corporate Governance Council, Principles of Good Corporate Governance and Best Practice Recommendations, March 2003. Darminto Hartono, Good Corporate Governance dengan Pendekatan Economics Analysis of Law Mencari Partner Strategis Melalui Beauty Contest (Business Judgment) versus Tender (Public Judgment), pada Seminar Nasional “Good Corporate Governance: Mencari Partner Strategis vs. Lelang” Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 11 April 2012. 35 Didik Rachbini, Konsentrasi Ekonomi dan Masalah Monopoli, Makalah dalam Seminar Persaingan Sehat di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1999. Djokosoetono Research Center, Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Laporan Hasil Penelitian Penegakan Ketentuan Hukum Persaingan Dalam Perkara Tender: Kajian Putusan KPPU, Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung Mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, Jakarta, 3 Juli 2011. Erman Rajagukguk, Komentar atas Pertamina DKK. V. KPPU. No. 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST: Pemilihan Partner Usaha Tidak Sama dengan Pengadaan Barang dan Jasa, pada Seminar Nasional “Good Corporate Governance: Mencari Partner Strategis vs. Lelang” Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 11 April 2012. Erman Rajagukguk, Komentar atas Pertamina 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST: Cs. V. Pemilihan KPPU. Mitra No. Bukan Persekongkolan Tender, pada Seminar Proses Penentuan Partner Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca Putusan PN Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis Donggi Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012. Freddy Harris, Tata Kelola Korporasi Industri Migas di Indonesia, pada Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013. http://uk.practicallaw.com/4-107-6577/, 4 November 2013. http://www.translegal.com/exercise/7017, 15 November 2013. http://en.wikipedia.org/wiki/Procurement, 15 November 2013. http://en.wikipedia.org/wiki/Competition_law, 27 September 2014. http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_governance,13 Juli 2014. http://en.wikipedia.org/wiki/Business_partner, 12 Juli 2014. 36 http://www.imf.org/external/about/overview.htm; Situs International Monetary Fund., 6 Juli 2014. http://www.oecd.org/daf/ca/valuecreation.htm, 5 Juli 2014. http://www.oecd.org/daf/competition/sectors/48315205.pdf, Organization for Economic Co-operation and Development, Competition and Procurement Key Findings, 2011. http://www.oecd.org/competition/cartels/42851044.pdf, Organization for Economic and Cooperation Development, Guidelines For Fighting Bid Rigging in Public Procurement, hlm. 1, 5 Oktober 2014. http://www.businessdictionary.com/definition/business-partner.html, 12 Juli 2014. http://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Business+partnership,12 Juli 2014. http://openjurist.org/557/f2d/1270/united-states-v-champion-internationalcorporation, 20 Oktober 2014. http://www.bloombergindonesia.tv/videos/watch/2383/semen-indonesia-bentukusaha-patungan-dengan-krakatau-steel, 27 September 2014. http://medcopower.co.id/node/24, 21 Oktober 2014. http://www.kppu.go.id/docs/Putusan/Putusan_indomobil.pdf, 20 Oktober 2014. http://en.hukumonline.com/pages/lt4f15a0150b5fb/beauty-contest-is-not-thesame-as-tender-academic-says, 22 Agustus 2014. Information to Investor, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., No. TEL: 181/PR110/COP-A0070000/2014, Jakarta 29 Agustus 2014. Jurnal Hukum Bisnis, Persaingan Usaha dan Persekongkolan Tender, Volume 24, No. 2, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2005. 37 Kurnia Toha, Pendapat Hukum Ahli Hukum atas Pemeriksaan KPPU terhadap Medco atas Tuduhan Pelanggaran Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 , Jakarta, 18 November 2010. Kurnia Toha, Analisis Proses Penentuan Partner Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia, pada Seminar Proses Penentuan Partner Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca Putusan PN Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis Donggi Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012. Kurnia Toha, Hukum Persaingan Usaha dan Industri Migas di Indonesia, pada Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013. Maurice Dykstra and Nico van der Windt, Editor by Maarten Jansen,Auctioning Public AssetsAnalysis and Alternatives, Cambridge University Press, 2004. Nawir Mesi, Kompetisi di Sektor Migas dan Peran Pengawasan KPPU, pada Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013. Nindyo Pramono, Business Judgment Rule dalam Rangka Pemilihan Mitra Bisnis dan Kaitannya Dengan Investasi Bisnis di Sektor Migas, pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari 2012. Nugroho SBM, Menilai Kasus Proyek Donggi Senoro dari Aspek Ekonomi, pada Seminar Nasional “Good Corporate Governance: Mencari Partner Strategis vs. Lelang” Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 11 April 2012. Organization for Economic Cooperation and Development, OECD Principles of Corporate Governance, OECD Publication Service, Paris, France, 2004. Pande Radja Silalahi, Profil dan Tantangan Persaingan Usaha di Sektor Migas, pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari 2012. 38