Pengaruh Kitosan Sebagai Pengawet Terhadap

advertisement
Pengaruh Kitosan Sebagai Pengawet Terhadap Mutu Ikan Kembung
(Rastrelliger kanagurta) Asin Dalam Upaya Memperluas Pemasaran
C.Yulvizar1 dan E.Iskandar2
1
2
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala
Jurusan Sosial dan Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan kitosan sebagai edible coating pada ikan kembung
(Rastrelliger kanagurta ) asin selama penyimpanan di suhu kamar. Tujuannya adalah
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap kadar air
pada ikan kembung asin. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala dari Bulan
April sampai Bulan Agustus 2012.Data dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial (2 faktor). Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi kitosan (tiga taraf:
0%; 1%; dan 2%) dan faktor kedua adalah lama penyimpanan (empat taraf: 0; 2; 4; dan 8
minggu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kitosan tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, sedangkan lama penyimpanan berpengaruh
nyata (p<0,05) terhadap kadar air. Survey menunjukkan bahwa penerimaan konsumen
terhadap ikan kembung asin pada konsentrasi 2% berada pada tingkat yang baik (43%).
Kata kunci : Ikan kembung Asin, Kitosan, Kadar Air
ABSTRACT
This research studied the application of chitosan on salted mackerel (Rastrelliger
kanagurta) preservation during storage at room temperature. The research aimed to study
the effect chitosan concentration and storage time toward moisture content. The study was
conducted in Laboratory of Microbiology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Syiah Kuala University from April to August 2012. The data was analyzed by Randomized
Completely Design with two factorials. The first factor was chitosan concentration (three
levels: 0%; 1%; and 2%) while the second factor was storage time (four levels: 0; 2; 4;
and 8 weeks). The results of this study indicated that the concentration of chitosan did not
significantly influence the moisture content (p>0,05). However, the storage time
significantly influenced the moisture content (p<0,05). Furthermore, organoleptic study
indicated that consumers like chitosan as edible coating on salted mackerel (43%).
Key words: Salted Mackerel, Chitosan, Moisture Content
119
PENDAHULUAN
Ikan kembung merupakan ikan yang hidup di tepian pantai dan pada musim
tertentu hidup bergerombol di permukaan laut, sehingga penangkapannya secara besarbesaran mudah dilakukan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kandungan
gizi yang cukup tinggi, harganya relatif murah dan mudah diperoleh di pasaran (Ratnawati
et al., 2008). Umumnya ikan dijual di pasar dalam keadaan segar, namun saat hasil
tangkapan melimpah para nelayan melakukan pengawetan agar tidak membusuk.
Salah satu cara pengawetan secara tradisional adalah membuat ikan asin.
Penggunaan garam sebagai bahan pengawet berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan. Menurut Afrianto dan Liviawaty
(1989) ikan kembung hasil olahan akan mudah mengalami kerusakan secara
mikrobiologis, kimiawi dan fisik.
Saat ini banyak zat kimia berbahaya digunakan sebagai bahan pengawet pada
produk hasil perikanan. Di Indonesia, nelayan sering menambahkan bahan pengawet
berbahaya seperti formalin agar ikan asin olahan tidak cepat busuk. Melihat kenyataan saat
ini bahwa pengawetan ikan asin menggunakan formalin dianggap terlalu berbahaya, maka
diperlukan pengawet alternatif pengganti yang aman dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi
kesehatan konsumen (Rachmawati, 2006).
Kitosan merupakan salah satu pengawet alternatif pengganti formalin. Kitosan
terbuat dari kulit udang, rajungan dan sebagainya. Kitosan memiliki sifat antimikrobial dan
aman bagi manusia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan. Di
negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat, kitosan dan turunannya telah
diproduksi secara komersil (dari limbah industri pangan seperti kulit udang dan lain-lain).
Aplikasi kitosan banyak ditemui pada berbagai bidang industri modern seperti bidang
farmasi, biokimia, bioteknologi, industri pangan dan lain-lain (Kaban, 2009).
Menurut Suseno (2006), penggunaan kitosan dengan konsentrasi 1,5% pada ikan
cucut asin kering dapat memperpanjang masa simpan sampai 3 bulan. Menurut Sedjati
(2006) konsentrasi kitosan terhadap kadar air pada.ikan teri (Stolephorus heterolobus) asin
dengan waktu penyimpanan 0 minggu tidak berbeda dengan penyimpanan 2 minggu,
tetapi berbeda nyata dengan penyimpanan 4 , 6 dan 8 minggu. Perlakuan perendaman
dalam larutan kitosan diharapkan dapat memperpanjang lama penyimpanan ikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian penggunaan kitosan sebagai bahan
pengawet alami pada ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) asin.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan kembung sebanyak 36
ekor, garam dan air, asam asetat (CH3COOH) 2%, kitosan, alkohol, akuades, tali plastik,
plastik kaca, plastik, tissue gulung, kapas, alumunium foil, plastik polyethylene dan
isolatip.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau steril, ember plastik,
timbangan biasa, cawan porselin, cawan petri steril, tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur,
erlenmeyer, pipet volume, batu penggiling, keranjang, baskom, timbangan analitik, pinset,
oven, autoklaf, inkubator, hot plate, colony counter, magnetic stirrer, bunsen dan kamera.
120
Metode
Metode yang digunakan untuk pengolahan ikan kembung asin adalah metode
penggaraman basah (wet salting). Prosedur penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pencelupan ikan kembung asin setengah kering dalam larutan kitosan
a. Kitosan dalam bentuk padatan diblender sampai halus. Kemudian kitosan yang
sudah halus disaring sampai menjadi bubuk kitosan. Kitosan dengan konsentrasi
1% dibuat dengan cara melarutkan kitosan sebanyak 1 g dalam larutan asam asetat
2% sebanyak 2 ml. Kitosan dengan konsentrasi 2% dibuat dengan cara melarutkan
kitosan sebanyak 2 g dalam larutan asam asetat 2%.
b. Ikan kembung yang sudah dijemur selama 2 hari atau baru setengah kering,
kemudian dicelupkan dalam larutan kitosan selama 1 menit. Setelah pencelupan
dalam larutan kitosan, ikan ditiriskan.
2. Penjemuran setelah proses pencelupan kitosan
a. Ikan kembung setengah kering yang sudah dicelupkan larutan kitosan dan telah
ditiriskan lalu dijemur kembali hingga kering selama 8 jam.
b. Ciri-ciri ikan asin yang telah kering adalah: ikan tidak lengket satu sama lain,
bagian dalam daging ikan sudah kering dan tidak basah, begitu pula bagian luarnya.
3. Pengemasan
a. Ikan kembung asin kering dikemas menggunakan plastik polyethylene dan
diisolatip.
b. Penyimpanan dilakukan pada suhu kamar.
4. Analisa kadar air ikan kembung asin
Sampel ikan kembung asin yang telah disimpan mulai dari 0 minggu, 2 minggu, 4
minggu dan 8 minggu dengan konsentrasi kitosan (0%, 1% dan 2%) diambil sebanyak 2 g,
kemudian dimasukkan dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 95–
100ºC selama 5 jam sampai berat konstan. Setelah itu sampel didinginkan selama 30 menit
dan ditimbang beratnya. Kadar air dihitung dengan formula:
Kadar Air = (B-C) x 100%
(B-A)
Keterangan: A = Berat cawan porselin
B = Berat cawan porselin + sampel awal
C = Berat cawan porselin + sampel kering
Analisa Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan Analisis Keragaman (ANOVA)
menggunakan SPSS versi 17.00. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan tiga kali ulangan. Faktor A (konsentrasi kitosan) meliputi tiga
taraf, yaitu: 0%, 1% dan 2%. Faktor B (lama penyimpanan) terdiri dari empat taraf, yaitu:
0 minggu, 2 minggu, 4 minggu dan 8 minggu. Apabila terdapat pengaruh nyata dari
perlakuan terhadap kadar air maka akan dilanjutkan dengan Uji Tukey.
121
Survei preferensi konsumen
Survei preferensi konsumen terhadap ikan kembung asin berkitosan dilakukan
dengan menyediakan kuisioner yang akan diisi oleh konsumen dengan menjawab beberapa
pertanyaan dengan membandingkan ikan kembung asin berkitosan dengan ikan kembung
asin yang tidak menggunakan kitosan. Variabel penelitian yang akan dinilai oleh
konsumen adalah:
1. Kualitas fisik yang terdiri dari warna, kekenyalan, dan bau.
2. Kualitas rasa, yaitu membandingkan rasa ikan asin yang menggunakan dan tidak
menggunakan kitosan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Kadar Air
Hasil analisis data pada Uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi
kitosan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, sedangkan lama
penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air ikan kembung asin.
Tabel 1. Total nilai rata-rata kadar air (%) menurut perlakuan konsentrasi kitosan
No.
Perlakuan
± Sd
1.
A0
19,58a ± 8,10
2.
A1
18,33a ± 8,61
3.
A2
18,75a ± 9,07
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf 5%.
A= Konsentrasi kitosan (0 = 0%, 1 = 1% dan 2 = 2%).
Tabel 1 menunjukkan perlakuan konsentrasi kitosan (0%, 1% dan 2%) tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air ikan kembung asin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak menghasilkan
kadar air yang berbeda dibandingkan perlakuan kontrol (0%).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh setelah pencelupan kitosan, kadar air
yang dihitung dari masing-masing perlakuan setelah dioven menunjukkan tidak adanya
pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan terhadap kadar air. Hal ini diduga karena kitosan
bersifat hidrofobik. Sehingga kelembaban ikan asin tetap terjaga. Lapisan tipis yang
dibentuk oleh kitosan menjadi penghalang bagi air dan oksigen agar tidak mudah keluar
masuk dalam tubuh ikan. Penggunaan konsentrasi kitosan yang relatif kecil secara statistik
tidak memberikan perbedaan nyata terhadap kadar air. Menurut Sedjati dan Agustini
(2007) perlakuan konsentrasi kitosan (0,5% dan 1,0%) tidak berbeda nyata terhadap kadar
air ikan teri (Stolephorus heterolobus) asin kering.
122
Tabel. 2. Total nilai rata-rata kadar air (%) menurut perlakuan lama penyimpanan
No.
Perlakuan
± Sd
a
1.
B0
12,77 ± 2,63
2.
B2
10,55a ± 3,00
3.
B4
22,22b ± 3,63
4.
B8
30,00c ± 2,50
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf
5%.
B= Lama penyimpanan (0 = 0 minggu, 2 = 2 minggu, 4 = 4 minggu dan 8 = 8
minggu).
Tabel 2 menunjukkan perlakuan lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 8 minggu)
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air ikan kembung asin. Berdasarkan hasil uji
lanjut Tukey diketahui bahwa lama penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata (p>0,05)
dengan lama penyimpanan 2 minggu, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan lama
penyimpanan 4 dan 8 minggu. Tidak adanya perbedaan nyata antara lama penyimpanan 0
minggu dan 2 minggu diduga karena pada minggu ke-0 dan minggu ke-2 ikan asin baru
saja dikemas menggunakan plastik polyethylene, sehingga nilai kadar airnya relatif rendah.
Menurut Sedjati dan Agustini (2007) plastik polyethylene bukanlah kemasan yang kedap
udara, sehingga tidak mampu mencegah peningkatan kadar air selama penyimpanan.
Sehingga ikan kembung asin yang dikemas dalam plastik polyethylene meningkat kadar
airnya selama masa penyimpanan. Penyerapan uap air dari udara ke dalam kemasan juga
dapat mengakibatkan penambahan kadar air. Lama penyimpanan 4 dan 8 minggu
menunjukkan peningkatan kadar air karena terjadinya peningkatan laju respirasi dan
penyerapan uap air ke dalam kemasan. Permukaan ikan asin yang disimpan pada 4 dan 8
minggu menunjukkan dalam keadaan lembab. Menurut Susiwi (2009) kadar air suatu
bahan pangan dipengaruhi oleh laju respirasi. Seiring dengan bertambahnya lama
penyimpanan maka laju respirasi akan meningkat.
Menurut Sedjati dan Agustini (2007) lama penyimpanan 0 minggu tidak berbeda
nyata dengan lama penyimpanan 2 minggu, namun berbeda sangat nyata dengan lama
penyimpanan 4, 6 dan 8 minggu. Hantoro et al. (2005) melaporkan lama penyimpanan
memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kapasitas mengikat air pada jaringan otot
daging.
Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap ikan kembung asin berkitosan
Pembuatan ikan asin merupakan salah satu upaya pengolahan yang dapat
meningkatkan konsumsi masyarakat. Tingkat preferensi konsumen terhadap ikan kembung
asin dilakukan melalui skala uji hedonik terhadap bau, tekstur, warna dan rasa. Hasil dari
penilaian tersebut dapat dijadikan parameter unntuk menentukan penerimaan konsumen
terhadap produk ikan kembung asin yang menggunakan kitosan sebagai pengawet alami.
Ikan kembung asin yang digunakan dalam survey preferensi konsumen adalah ikan
kembung asin yang menggunakan khitosan dengan konsentrasi 2% dengan usia
penyimpanan 8 minggu. Ikan asin tersebut digunakan berdasarkan hasil penelitian awal
yang menunjukkan bahwa dalam penggunaan khitosan dan lama penyimpanan pada waktu
tersebut, ikan kembung asin yang dihasilkan merupakan ikan kembung asin yang paling
baik mutunya.
123
Hasil survey preferensi konsumen menunjukkan bahwa 100 konsumen secara
umum menyukai ikan asin yang diawetkan dengan menggunakan kitosan. Dari 5 skala
yang tercantum dalam kuisioner, persentase penilaian tertinggi terhadap aroma, tekstur,
warna dan rasa menyatakan bahwa secara umum konsumen menyukai produk ikan
kembung asin berkitosan (Tabel 3). Pada penilaian karakteristik aroma, 30% konsumen
menyatakan bahwa mereka menyukai ikan kembung asin berkitosan, namun angka ini
tidak jauh berbeda dengan persentase konsumen yang kurang menyukai ikan kembung asin
berkitosan, bahkan 10% dari konsumen menyatakan bahwa mereka tidak menyukai aroma
ikan kembung asin berkitosan. Hal ini terjadi karena aroma khas ikan asin ditambah
dengan aroma khas dari pengawet alami (kitosan) yang berasal dari limbah udang
bercampur sehingga aroma yang semakin menyengat membuat beberapa konsumen tidak
menyukai bau khas yang dihasilkan ikan kembung asin berkitosan.
Tabel 3. Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Asin Kembung
No
1
2
3
4
5
Kesukaan Konsumen
Tidak Suka
Kurang Suka
Cukup Suka
Suka
Sangat Suka
Total
Persentase Penilaian Terhadap (%)
Aroma
Tekstur
Warna
10.00
4.00
3.00
28.00
22.00
25.00
28.00
26.00
28.00
30.00
43.00
35.00
4.00
5.00
9.00
100.00
100.00
100.00
Rasa
3.00
8.00
17.00
64.00
8.00
100.00
Pada penilaian tekstur, konsumen menguji tingkat kekenyalan dan kekeringan ikan
kembung asin berkitosan. Ikan asin akan sangat mudah menjadi lembab dan memiliki
kadar air yang tinggi karena dapat menyerap uap air dari lingkungan (Sofiyanto, 2001).
Ikan asin yang baik adalah ikan asin dengan tingkat kekeringan yang baik dan tidak
mengandung kadar air yang terlalu tinggi, karena hal ini dapat menyebabkan cepatnya
pertumbuhan bakteri pada ikan asin. Menurut penilaian konsumen, tekstur ikan kembung
asin berkitosan tergolong baik karena 43% konsumen menyatakan bahwa mereka
menyukai tingkat kekenyalan ikan asin tersebut. Tingkat kekenyalan yang disukai
konsumen dalam hal ini adalah tingkat kekeringan yang baik, ditandai dengan mudah
lepasnya bagian-bagian ikan asin, namun tidak lembab. Selain itu, kelenturan ikan asin pun
tergolong baik karena tidak terlalu kering.
Pada penilaian terhadap karakteristik warna, 35% konsumen menyatakan bahwa
mereka menyukai warna ikan kembung asin berkitosan, diikuti oleh 28% konsumen yang
menyatakan cukup suka terhadap warna ikan asin tersebut. Tingkat kesukaan terhadap
warna terjadi karena kitosan sebagai pengawet alami ikan asin tidak merubah warna ikan,
melainkan mempertahankan warna ikan alami sehingga ikan asin tetap tampak segar. Pada
konsumen yang tidak menyukai warna ikan kembung asin berkitosan, mereka berasumsi
bahwa ikan kembung asin ini seperti diawetkan karena menurut persepsi mereka ikan asin
yang dikeringkan harus berubah warna karena telah melalui proses pengeringan.
Persentase penilaian yang cukup tinggi terdapat pada tingkat kesukaan konsumen
terhadap rasa ikan kembung asin berkitosan, dimana 64% konsumen menyatakan bahwa
mereka menyukai rasa ikan asin tersebut. Penilaian terhadap rasa ini disimpulkan oleh
konsumen setelah mereka mencicipi ikan kembung asin berkitosan yang telah digoreng.
Rasa ikan yang enak dipengaruhi oleh tingkat kekeringan yang baik, tidak terlalu kenyal,
dan rasa ikan asin alami tanpa bau tambahan.
124
Konsumsi masyarakat terhadap suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
salah satunya adalah tingkat pendidikan konsumen (Taufiq, 2007). Selain itu, karena
pengolahan ikan asin dengan menggunakan kitosan masih merupakan sesuatu hal yang
baru di daerah Banda Aceh, maka selain tingkat pendidikan, umur konsumen juga akan
mempengaruhi daya penerimaan konsumen terhadap produk yang relatif baru dikenalnya.
Dalam penelitian ini, tingkat penilaian konsumen terhadap ikan kembung asin berkitosan
dapat dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan dan umur konsumen. Berdasarkan tingkat
pendidikan, konsumen dibedakan menjadi konsumen yang memiliki pendidikan terakhir
SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi.
Hasil dari penilaian kualitas ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) asin
berkhitosan secara umum menunjukkan bahwa penerimaan konsumen terhadap ikan
kembung (Rastrelliger kanagurta) asin berkhitosan berada pada tingkat yang baik karena
persentase terbesar konsumen (43% konsumen) berada pada skala yang menyukai ikan
kembung (Rastrelliger kanagurta) asin berkhitosan (table 4).
Tabel 4. Penilaian Kualitas Ikan Kembung Asin Berdasarkan Preferensi Konsumen
Tidak
Kurang Cukup
Sangat
Preferensi Konsumen
Suka
Total
Suka
Suka
Suka
Suka
1 Berdasarkan
Pendidikan
Tamat SD
0.00% 1.00% 0.00%
0.00%
1.00%
2.00%
Tamat SMP
1.00% 1.00% 0.00%
1.00%
0.00%
3.00%
Tamat SMU
1.00% 3.00% 11.00%
19.00%
8.00%
42.00%
Tamat PT
1.00% 8.00% 16.00%
23.00%
5.00%
53.00%
Total
3.00% 13.00% 27.00%
43.00%
14.00% 100.00%
2 Berdasarkan Umur
15 – 35
2.00% 8.00% 12.00%
21.00%
5.00%
48.00%
36 – 50
1.00% 3.00% 10.00%
17.00%
9.00%
40.00%
51 – 70
0.00% 2.00% 5.00%
5.00%
0.00%
12.00%
Total
3.00% 13.00% 27.00%
43.00%
14.00% 100.00%
Dari table 4 dapat disimpulkan bahwa ikan kembung asin berkhitosan dapat
diterima kualitasnya oleh masyarakat, karena 43% konsumen menyatakan bahwa mereka
menyukai ikan kembung asin yang menggunakan khitosan sebagai pengawet alami. Jika
ditinjau dari pendidikan terakhir konsumen, maka persentase konsumen terbesar yang
menyukai ikan kembung asin berkhitosan merupakan konsumen dari kelompok yang
memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi. Selain itu, jika ditinjau dari umur
konsumen, maka persentase konsumen terbesar yang menyukai ikan kembung asin
berkhitosan merupakan konsumen dari kelompok umur yang tergolong golongan muda,
yaitu berumur 15 – 35 tahun.
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan penilaian terhadap
kualitas suatu produk dan melakukan pemilihan terhadap produk yang akan dikonsumsi,
sesuai dengan informasi dan pengetahuan yang dimilikinya. Konsumen dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan lebih objektif dalam memilih, sedangkan konsumen dengan
tingkat pendidikan rendah akan sulit dalam menilai suatu produk karena keterbatasan
pengetahuan yang dimilikinya dan sulit membedakan antara produk yang baik dan tidak
baik untuk dikonsumsi. Selanjutnya, jika dilihat menurut umur, kelompok umur yang lebih
tua umumnya sulit dalam menerima produk-produk baru karena mereka telah melalui
waktu yang cukup lama dalam mengkonsumsi produk tertentu, sehingga dalam melakukan
125
penilaian mereka cenderung membandingkan dengan pengalaman kenyamanan konsumsi
mereka tanpa pengetahuan atau informasi yang cukup mengenai suatu produk. Kelompok
umur yang lebih muda umumnya lebih selektif dalam melakukan pemilihan terhadap
produk pangan yang akan dikonsumsi, sesuai dengan kebutuhan, standar gizi, dan
keamanan produk. Ditinjau dari keamanan produk, ikan kembung asin berkhitosan
merupakan produk pangan yang menjanjikan kualitas yang baik, selain karena
menggunakan khitosan sebagai pengawet alami yang berasal dari bahan alami, khitosan
juga mampu menekan pertumbuhan bakteri sehingga keamanan produk dapat terus terjaga.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Perlakuan konsentrasi kitosan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air,
sedangkan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air.
2. Hasil dari penilaian kualitas ikan kembung asin berkitosan secara umum
menunjukkan bahwa penerimaan konsumen terhadap ikan kembung asin berkitosan
berada pada tingkat yang baik karena persentase terbesar konsumen (43%
konsumen) berada pada skala yang menyukai ikan kembung asin berkitosan
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada
1. Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan bantuan dana melalui Lembaga
Penelitian Unsyiah.
2. Ardhana Yulisma yang telah membantu penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Bahar, B. 2006. Memilih Dan Menangani Produk Perikanan. Gramedia, Jakarta.
Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan secara Tradisional : Prospek dan Peluang
Pengembangan, Jurnal Litbang Pertanian 21 (3) : 92-99.
Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia Dari Kitosan Dan Aplikasi Produk Yang Dihasilkan.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Kimia Sintesis Pada
FMIPA USU, Medan
Nurdjannah, N. 2009. Sistim Pengendalian Mutu Produk dan Peluang Implementasi Good
Agricultural Practices (GAP) Lada Hitam di Indonesia. Jurnal Perkembangan
Teknologi TRO 21 (1) :7-14. Bogor.
Sedjati, S. and Agustini, W.T. 2007. The Effect of Chitosan Concentration and Storage
Time on The Quality of Salted-Dried Anchovy (Stolephorusheterolobus). Journal
of Coasial Development. 10(2): 63-71.
Sedjati, S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus
heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Program Pasca
Sarjana UNDIP, Semarang. Tesis.
126
Sofiyanto. 2001. Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Kemasan Dalam Mempertahankan
Mutu Ikan Asin Patin (Pangasius hypophthalmus) Selama Penyimpanan. Institut
Pertanian Bogor.
Susiwi, S. 2009. Kerusakan Pangan: Regulasi Pangan “Handout”. FPMIPA UPI, Jawa
Barat.
Suseno, S.H. 2006. Kitosan Pengawet Alami Alternatif Pengganti Formalin, Teknologi
untuk Peningkatan Daya Saing Wilayah Menuju Kehidupan yang Lebih Baik.
Jepara, (1): 11 – 15
Taufiq, M. 2007. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat
di Kabupaten Tuban. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis, Vol 5(3)
127
Download