kedudukan calon penumpang perusahaan maskapai penerbangan

advertisement
KEDUDUKAN CALON PENUMPANG PERUSAHAAN MASKAPAI
PENERBANGAN DALAM HAL PENGEMBALIAN UANG TIKET
TERKAIT PROSES PEMBAGIAN HARTA PERUSAHAAN YANG
TELAH DINYATAKAN PAILIT
( STUDI KASUS PT. METRO BATAVIA)
Saiful Tenaya, Ditha Wiradiputra, S.H.,M.E.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
Kepailitan yang dialami oleh suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
transportasi udara, tidak hanya membawa dampak kepada perusahaan itu sendiri
sebagai debitor dan para kreditornya, namun calon penumpang yang telah
membeli tiket yang merupakan konsumen dari perusahaan tersebut juga ikut
merasakan dampaknya. Begitu juga yang terjadi pada kepailitan yang dialami PT.
Metro Batavia yang mengakibatkan ribuan calon penumpang yang telah membeli
tiket menjadi batal diberangkatkan. Kedudukan para calon penumpang tersebut
tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga menyebabkan mereka tidak
mendapatkan kepastian dalam hal pemenuhan hak dalam pembagian harta pailit
yang dilakukan oleh kurator. Dari penelitian kasus ini diperoleh hasil bahwa
kurator dalam membagikan harta pailit kurang memperhatikan teori-teori terkait
perjanjian yang dianut oleh hukum Indonesia yang membedakan antara konsumen
dan kreditor dan juga pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang
memberikan ruang kepada kurator untuk menjamin posisi konsumen. Selain itu
Indonesia juga belum memiliki Undang-Undang yang mengatur secara khusus
mengenai kedudukan konsumen pada perusahaan yang dinyatakan pailit .Dari
uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan calon
penumpang maskapai penerbangan dalam hal pembagian harta parusahaan pailit
yang dilakukan oleh kurator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
hukum normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
yang bersifat hukum atau berupa norma hukum tertulis.
ABSTRACT
Bankruptcy experienced by a company engaged in the field of air transport
services not only has an impact to the company itself as its debtors and creditors,
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
but also to the passengers who have bought their tickets as the consumers of the
company that also shares the burden of the impact. This is what happened to PT.
Metro Batavia which experienced bankruptcy that leads to the failure of thousands
of passengers departure. The position of these passengers are not regulated in Law
Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment, causing them to
not get certainty in their right fulfillment of the bankruptcy property distribution
by the curator. The result of this case study shows that in the distribution of the
bankruptcy property, the curator pays less attention to theories related to treaties
adopted by Indonesian law which distinguishes consumers and creditors, and
Article 36 paragraph (1) of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension
Debt payments which gives space to the curator to guarantee the consumer's
position. In addition to that, Indonesia has not had a law that specifically regulates
the position of consumers in companies declared as bankrupt. From the
description above, this study aims to examine the position of airline passengers in
the process of bankruptcy estate distribution by the curator. This study uses the
normative legal research by examining legal literature or secondary data and
written legal laws.
Keywords
:
Bankruptcy, Compensation, Passengers Position.
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Di dalam dunia usaha, fase pasang surut merupakan hal yang biasa di
dalam perjalanan usaha masing-masing perusahaan. Himpitan krisis ekonomi,
manajemen perusahaan yang kurang baik dan ketidakmampuan perusahaan untuk
bersaing seringkali mengakibatkan dunia usaha mengalami kemunduran. Kondisi
tersebut membawa para pelaku usaha untuk berpikir lebih keras lagi agar
perusahaan yang mereka jalani tidak mengalami kemunduran yang berkelanjutan
sehingga berujung pada kebangkrutan. Salah satu hal yang dapat menjadi solusi
untuk membangkitkan dan memajukan kembali suatu perusahaan yang mengalami
kemunduran adalah dengan melakukan pinjaman baik kepada orang perseorangan
(individu) maupun bukan perorangan (badan hukum).
Berbicara lebih lanjut mengenai pinjaman tersebut, biasanya pinjaman
tersebut diperlukan oleh perusahaan dalam rangka pengadaan tambahan modal
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
untuk menunjang perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Dengan
demikian, perusahaan yang mendapatkan pengadaan dana itu disebut sebagai
debitor. Sedangkan pihak yang memberikan utang atau yang memiliki piutang
terhadap perusahaan yang menerima utang tersebut, disebut dengan kreditor.
Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh kreditor antara lain dapat berupa kredit
dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari orang
perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau perjanjian meminjam
uang yang harus dibayar kembali pada waktu yang telah disepakati antara kreditor
dan debitor. Sektor perkreditan merupakan salah satu sarana pemupukan modal
bagi masyarakat bisnis. ”Bagi para pengusaha, pengambilan kredit merupakan
faktor yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan bisnis”.1
Pada waktu mengajukan pinjaman tersebut, debitor harus mempunyai
itikad baik dan harus dapat meyakinkan kreditor bahwa debitor akan mampu
mengembalikan pinjaman tersebut. “Tanpa ada kepercayaan (trust) dari kreditor
kepada debitor, maka kreditor tidak akan memberikan kredit atau pinjaman
tersebut.”2 Tanpa adanya kepercayaan kreditor kepada debitor, tidak mungkin
timbul hubungan hukum formal yang terwujud dalam suatu perjanjian yang dibuat
antara kreditor dan debitor, karena pada dasarnya pemberian kredit oleh kreditor
kepada debitor dilakukan karena kreditor percaya bahwa debitor akan
mengembalikan pinjaman itu pada waktunya.
Hubungan hukum antara kreditor dan debitor terjadi ketika kedua belah
pihak menandatangani perjanjian utang piutang. Dengan ditandatanganinya
perjanjian utang piutang maka kedua belah pihak telah menyetujui isi serta
maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku asas kekuatan mengikat, yaitu
terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang
diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh
kebiasaan dan kepatutan serta moral, sehingga asas-asas moral, kepatutan, dan
1
Sutan Remy Sjahdeini (a), Hak Jaminan Dan Kepailitan, Makalah Pembanding Dalam
Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jakarta,
2000,hal.2.
2
Sutan Remy Sjahdeini (b), Hukum Kepailitan, Memahami Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Edisi 3, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,2009),hal. 3.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
kebiasaan mengikat para pihak. Dalam perjanjian konsensuil, Kitab UndangUndang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH Perdata) menentukan
bahwa segera setelah terjadi kesepakatan, maka lahirlah perjanjian, yang pada saat
yang bersamaan juga menerbitkan perikatan diantara para pihak yang telah
bersepakat dan berjanji tersebut. 3 Apabila ternyata dalam prakteknya suatu
perusahaan mengalami kesulitan dalam usahanya sehingga perusahaan tidak
memiliki kemampuan untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk
membayar utang-utangnya, maka para kreditor harus memperoleh kepastian
bahwa hasil penjualan agunan atau likuidasi atas harta kekayaan perusahaan
melalui putusan pailit dari pengadilan dapat diandalkan sebagai sumber pelunasan
alternatif.
Sebagai upaya melakukan penagihan piutang, pihak yang berpiutang dapat
menempuh beberapa cara yang pada dasarnya dapat berupa upaya tuntutan
perdata dengan prosedur pengajuan gugatan melalui pengadilan atau mengajukan
permohonan pernyataan pailit terhadap pihak yang berutang. Apabila permohonan
pailit tersebut dikabulkan oleh pengadilan, hal tersebut tentunya memberikan
dampak tidak hanya terhadap pihak yang dinyatakan pailit, tetapi juga terhadap
pihak lain seperti para kreditor dari pihak yang dipailitkan. Bagi kreditor,
pernyataan pailit terhadap debitor pailit menimbulkan permasalahan mengenai
pengembalian utang-utang dari debitor kepada kreditor tersebut yang mana
pengembalian akan sangat tergantung pada kedudukan dari kreditor tersebut
terhadap debitor pailit. Sedangkan Konsekwensi bagi debitor, bahwa harta atau
barang debitor pailit tersebut baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang ada maupun yang aka nada dikemudian hari sesuai Pasal 1131
KUHPerdata
akan
terikat
atau
dijadikan
jaminan
untuk
penyelesaian
kewajibannya kepada kreditor.4 Namun dalam penyelesaian kewajiban debitor
tersebut harus tetap diperhatikan apakah diatur atau ditentukan kreditor preferen,
3
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Seri Hukum Harta kekayaan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 22.
4
Kartini Muljadi, “Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang”, dalam Rudhy A.
Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, ed., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( Bandung : Penerbit Alumni, 2001), hal. 167.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
kreditor separatis, kreditor konkuren yang dapat diketahui dari ada tidaknya
jaminan untuk pengembalian utang debitor, yang mana ketiga jenis kreditor
tersebut juga sesuai dengan Penjelasan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.5
Jika kita melihat dalam kasus kepailitan yang melanda salah satu maskapai
Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa semakin berkembangnya perusahaan
penerbangan di Indonesia yang menunjang keperluan masyarakat Indonesia akan
transportasi udara, masalah yang di alami oleh perusahaan jasa transportasi udara
juga semakin beragam. Kegagalan suatu perusahaan dalam mengembalikan
hutang yang berujung kepada permohonan salah satu kreditor agar perusahaan
tersebut di pailitkan merupakan salah satu masalah yang tidak hanya merugikan
para kreditor dari perusahaan tersebut namun juga para calon penumpang yang
telah membeli tiket pada maskapai penerbangan tersebut.
Sebagai salah satu perusahaan penyedia jasa transportasi udara, PT Metro
Batavia Air (Batavia Air) juga telah dinyatakan pailit melalui Putusan Nomor
77/Pailit/2012/PN.Niaga, Jakarta Pusat, Rabu 30 Januari 2013. Hal ini juga
menyebabkan kerugian bagi para calon penumpang yang telah membeli tiket
penerbangan pada Batavia Air tersebut. Pailitnya Batavia air, membuat para
penumpang
kehilangan
uang
mereka
dikarenakan
mereka
tidak
dapat
menggunakan tiket yang telah mereka beli jauh sebelum perusahaan tersebut
dinyatakan pailit. Namun yang menjadi permasalahan adalah proses kepailitan
yang berlaku berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran
Utang
(untuk
selanjutnya
disebut
dengan
UUK-PKPU)
mengakibatkan calon penumpang tersebut tidak memiliki kedudukan yang pasti
terkait pengembalian uang tiket pesawat.
Berangkat dari hal tersebut, kedudukan terhadap para calon penumpang
suatu perusahaan maskapai penerbangan yang dinyatakan pailit belum ditentukan
dengan jelas dalam Undang-undang, hal ini tentu tidak memberikan kepastian
hukum tentang pengembalian uang tiket yang telah mereka keluarkan demi
mendapatkan jasa transportasi udara tersebut. Dengan demikian penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai Kedudukan Calon Penumpang
5
Sutan Remy Sjahdeini (b), Op. Cit. hal. 7.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Perusahaan Maskapai Penerbangan Dalam Hal Pengembalian Uang Tiket
Terkait Proses Pembagian Harta Perusahaan Yang Telah Dinyatakan Pailit
(STUDI KASUS PT METRO BATAVIA AIR).
1.2
RUMUSAN MASALAH :
1. Bagaimanakah seharusnya pembagian harta pailit yang dilakukan kepada
para kreditor dan calon penumpang yang sudah membeli tiket pada kasus
dipailitkannya PT Metro Batavia ?
2. Bagaimanakah porsi yang dimiliki oleh calon penumpang yang telah
membeli tiket pada suatu perusahaan yang dinyatakan pailit dalam hal
pengembalian uang tiket pasca putusan pailit (Studi Kasus PT Metro
Batavia Air) ?
1.3
TUJUAN PENELITIAN :
Mengacu pada hal-hal pada pokok permasalahan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagi berikut :
1.
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait
permasalahan kepailitan pada perusahaan maskapai penerbangan di
Indonesia.
2.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengetahui implikasi atas dikesampingkannya suatu
hak yang harus dilindungi oleh undang-undang terhadap calon
penumpang maskapai penerbangan yang dinyatakan pailit.
b.
untuk mengetahui bagaimana prioritas pembagian harta pailit
pada perusahaan jasa transportasi udara.
1.4
MANFAAT PENELITIAN :
1.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait
permasalahan yang terjadi pada kasus kepailitan perusahaan yang
bergerak di bidang jasa transportasi umum.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
2.
Penelitian ini bermanfaat agar kita dapat mengetahui bagaimana
kepastian hukum yang diberikan oleh undang-undang terkait
kerugian yang diderita calon penumpang maskapai penerbangan
yang dinyatakan pailit.
3.
Penelitian ini juga bermanfaat untuk panduan bagi praktisi hukum
terkait dengan masalah kepailitan di Indonesia, khususnya dalam hal
pembagian harta pailit.
1.5
DEFINISI OPERASIONAL
Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa istilah yang berkaitan,
sehingga diperlukam batasan-batasan definisi sebagai berikut :
1. Debitor
Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang- undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.6
2. Kepailitan
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas.7
3. Kreditor
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.8
4. Kreditor Separatis
Kreditor Separatis adalah kreditor yang memiliki jaminan hutang
kebendaan (hak jaminan), seperti hak tanggungan, hipotek, gadai,
fidusia dan lain-lain. Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan,
karena kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor
lainnya, dalam arti dia dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari
6
Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang,Nomor 37 Tahun 2004, LNRI Tahun 2004 Nomor 131, ps. 1 angka 3.
7
Ibid., ps. 1 angka 1.
8
Ibid., ps. 1 angka 2.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
hasil penjualan, yang terpisah dengan harta pailit umumnya.9
5. Kurator
Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
debitor pailit di bawah Pengawasan Hakim Pengawas.10
6. Pailit
Pailit adalah keadaan debitor yang tidak mampu lagi membayar utangutangnya kepada para kreditornya yang dinyatakan pailit oleh
Pengadilan yang berwenang untuk itu.11
7.
Calon Penumpang
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Calon Penumpang yang
terdiri dari 2 kata yaitu calon (ca-lon) yang berarti orang yang akan
menjadi, dan penumpang (pe-num-pang) yang berarti orang yang
menumpang atau orang yang naik. Sehingga dapat kita simpulkan
bahwa calon penumpang berarti setiap orang yang akan menumpang
atau setiap orang yang akan naik.12
8. Angkutan Udara
Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu
perjalanan atau lebih dari satu Bandar udara ke Bandar udara yang lain
atau beberapa Bandar udara.13
9. Tiket
Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau
bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian
9
Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta; Citra Aditya
Bakti, 1999), hal. 1.
10
Indonesia (b), op.cit., ps. 1 angka 5.
11
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewjiban Pembayaran di
Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),hal. 23.
12
http://kbbi.web.id/ diakses pada 1 april 2013 pukul 17.43 wib.
13
Menteri Perhubungan, Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Nomor 77
Tahun 2011, ps. 1 angka 7
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang
untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat
udara.14
1.6
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam menyusun skripsi ini, Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis
adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan. Alasannya adalah karena pengembalian ganti rugi uang tiket
pada calon penumpang yang sudah membeli tiket yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini akan ditinjau dari perspektif hukum kepailitan dengan
peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Penelitian ini juga dilaksanakan dengan cara meneliti dan menganalisa bahanbahan pustaka bidang hukum untuk memperoleh data yang digolongkan sebagai
data sekunder.15
Berdasarkan ilmu penerapannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian
monodisipliner yaitu penelitian yang didasarkan pada satu disiplin ilmu saja.
Sebab permasalahan yang dibahas, literatur yang digunakan, serta solusi yang
diberikan akan ditinjau berdasarkan disiplin ilmu hukum khususnya hukum
kepailitan.16
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian
kepustakaan (library research). Tahapan penelitian yang pertama untuk
memperoleh data sekunder dilakukan melalui penelusuran terhadap bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Ketiga bahan hukum
tersebut yang akan digunakan sebagai sumber data utama dalam penelitian ini.
Adapun bahan-bahan hukum tersebut di atas, antara lain meliputi:
14
15
Ibid., ps. 1 angka 1
Ibid., hal. 51.
16
Sri Mamudji, dkk, Metode penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005) hal. 10.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
1. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan
pengadilan.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang menjelaskan bahan
hukum primer, seperti buku, makalah, artikel Koran dan internet.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi keterangan
bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia.17
Selanjutnya terhadap ketiga bahan hukum tersebut di atas akan dilakukan
studi dokumen atau studi atas pengkajian kepustakaan. Penelitian ini nantinya
akan menghasilkan suatu data bersifat deskriptif analitis.
1.7
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dari penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :
Bab 1
PENDAHULUAN
Bab 2
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN
KEPAILITAN
Bab 3
PEMBAHASAN
Bab 4
KESIMPULAN DAN SARAN
ANALISIS
2.1
Kasus Posisi
Batavia Air dengan nama resmi nya PT. Metro Batavia adalah sebuah
maskapai penerbangan di Indonesia. PT. Metro Batavia
memulai bisnis di
Indonesia lebih dari duapuluh tahun. Dimulai dari usaha travel agent dan tumbuh
menjadi usaha charter angkutan udara. Batavia Air berdiri pada tahun 2001.
Kemudian pada tahun 2002, Batavia Air memperoleh Sertifikasi sebagai Operator
Penerbangan. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002, memulai
dengan satu buah pesawat Fokker F28 dan dua buah Boeing 737-200. Dengan
pengalaman di bidang usaha biro perjalanan dan industri angkutan udara, dan
didukung dengan armada yang dapat dipercaya disertai sumber daya manusia
yang handal, PT. Metro Batavia menjadi salah satu perusahaan penyedia jasa
transportasi udara yang dapat dipercaya dan dapat bertahan didalam melaksanakan
17
M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum,( PT Raja Grafindo Persada: Jakarta,
2007), hal.,25.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
kompetisi angkutan udara. 18 Namun dalam perjalanan usahanya, PT. Metro
Batavia mengalami penurunan sehingga pada akhirnya dinyatakan pailit oleh
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Berikut adalah kasus posisi terhadap kasus
dipailitkannya PT. Metro Batavia.
Dalam kasus kepailitan yang telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan
Niaga
Jakarta
Pusat
melalui
putusan
nomor
77/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST, PT. Metro Batavia terbukti memiliki
utang kepada International Lease Finance Corporation yang merupakan suatu
badan hukum yang didirikan di California, Amerika Serikat. International Lease
Finance Corporation sebagai kreditor dalam kasus ini menyewakan pesawat
Airbus A330-202 dengan nomor serial pabrikan 205 dengan 2 (dua) mesin
general electric CF6-80E1A4 kepada PT. Metro Batavia dengan jangka waktu
penyewaan 6 (enam) tahun dimulai sejak penyerahan pesawat pada tanggal 28
Desember 2009 sampai dengan tanggal 27 Desember 2015. 19
Kegiatan sewa menyewa tersebut lalu dituangkan dalam suatu perjanjian
sewa-menyewa yang berisi tentang hak dan kewajiban para pihak dalam sewamenyewa pesawat tersebut, termasuk didalamnya tentang tanggal pembayaran
setiap bulannya selama masa penyewaan. Berdasarkan perjanjian sewa menyewa
yang dibuat para pihak, pembayaran sewa pertama selama jangka waktu sewa
akan dibayar tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal penyerahan yang
dijadwalkan, sedangkan setiap pembayaran sewa berikutnya akan jatuh waktu
setiap bulan paling lambat pada tanggal yang sama dengan tanggal penyerahan
pesawat kecuali jika tanggal tersebut bukan merupakan hari kerja sehingga biaya
sewa akan jatuh waktu pada hari kerja berikutnya. Lebih khusus lagi diatur dalam
perjanjian tersebut adalah apabila penyerahan jatuh pada tanggal 29, 30, atau 31
dan pada bulan berapapun selama jangka waktu sewa tidak ada tanggal yang sama
ketika akan dilakukan pembayaran, maka biaya sewa wajib dibayarkan pada hari
kerja terakhir dalam bulan tersebut. 20
18
Sejarah Awal Perusahaan Batavia Air, http://pandri-16.blogspot.com/2013/02/SejarahBerdiri-Perusahaan-Batavia-Air.html, diakses pada 25 April 2013 pukul 19.05 wib.
19
Putusan Pengadilan Niaga No. 77/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST
20
Ibid.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Melihat isi perjanjian mengenai tanggal pembayaran uang sewa yang
harus diserahkan oleh PT. Metro Batavia kepada International Lease Finance
Corporation tersebut, maka sebenarnya hal tersebut sudah sangat jelas dan
sepatutnya dimengerti oleh para pihak karena memang sudah terjadi kegiatan
penyerahan pesawat tersebut kepada si penyewa yang juga berarti sudah mencapai
kesepakatan antara para pihak. PT. Metro Batavia sejak diserahkan pesawat
tersebut memang melaksanakan kewajibannya untuk membayar uang sewa atas
pesawat yang disewa dari International Lease Finance Corporation tersebut.
Namun pada tanggal 1 Oktober 2012, International Lease Finance Corporation
melayangkan somasi pertamanya. Karena tidak ada tanggapan dari PT. Metro
Batavia maka selanjutnya pada tanggal 21 November 2012 International Lease
Finance Corporation kembali mengirimkan somisi keduanya. Seperti halnya yang
terjadi pada somasi pertama, somasi kedua yang dikirimkan kepada PT. Metro
Batavia tersebut juga tidak kunjung mendapatkan balasan. Pada akhirnya
International Lease Finance Corporation kembali mengingatkan melalui
korespondensi surat elektronik yang meminta agar segera membayar utang yang
mereka miliki. PT. Metro Batavia sebagai pihak penyewa akhirnya menjawa surat
elektronik tersebut dengan mengkonfirmasi akan membayar utangnya tersebut
sesuai jadwal yang diminta oleh International Lease Finance Corporation, namun
pada kenyataannya pembayaran tersebut tak kunjung dilakukan sampai dengan
tanggal dimana permohonan pailit didaftarkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
pada tanggal 20 Desember 2012. 21
Selain kepada International Lease Finance Corporation, termohon juga
terbukti telah mempunyai utang kepada Sierra Leasing Limited dengan menyewa
pesawat Airbus A330-202 dengan nomor serial pabrikan 330 dengan 2 (dua)
mesin General Electric CF6-80E1A4. Jangka waktu sewa yang diberikan oleh
Sierra Leasing Limited kepada PT. Metro Batavia adalah 6 (enam) tahun sejak
penyerahan pesawat pada tanggal 13 Agustus 2009 sampai dengan tanggal 12
Agustus 2015. Sama seperti penyewaan kepada International Lease Finance
Corporation, PT. Metro Batavia dalam melakukan penyewaan pesawat kepada
21
Ibid.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Sierra Leasing Limited ini juga didasarkan pada suatu perjanjian sewa-menyewa.
Berdasarkan perjanjian tersebut maka PT. Metro Batavia harus memenuhi
kewajibannya yaitu membayar uang sewa pertama yaitu tidak lebih dari 3 (tiga)
hari kerja sebelum tanggal penyerahan dijadwalkan. Lalu untuk pembayaran
selanjutnya akan jatuh waktu pada tanggal yang sama pada bulan tersebut, dan
apabila tanggal tersebut bukan hari kerja maka akan jatuh pada hari kerja
berikutnya. Jika penyerahan jatuh pada tanggal 29, 30, atau 31 dan pada bulan
berapapun selama jangka waktu sewa tidak ada tanggal yang sama ketika akan
dilakukan pembayaran, maka biaya sewa wajib dibayarkan pada hari kerja
terakhir dalam bulan tersebut. 22
Hal yang sama juga terjadi kepada Sierra Leasing Limited, PT. Metro
Batavia sebagai penyewa telah gagal memenuhi prestasinya seperti apa yang
tercantum dalam perjanjian yang telah para pihak setujui. Total utang yang belum
terbayarkan oleh PT. Metro Batavia atas uang sewa pesawat dan juga konsekuensi
keterlambatan yaitu bunga keterlambatan per tanggal 13 Desember 2012 adalah
US$ 4,939,166.53. Atas kegagalan penyewa untuk memenuhi kewajiban
pembayaran uang sewa tersebut, maka Sierra Leasing Limited mengirimkan surat
peringatan tertanggal 12 september 2012 dan surat peringatan lanjutan tertanggal
25 september 2012, namun termohon tidak membayar utangnya dan juga tidak
memberikan tanggapan sama sekali sampai dengan tanggal permohonan
pernyataan pailit. Hal tersebut membuktikan bahwa termohon tidak sanggup
melunasi utangnya tersebut kepada Sierra Leasing Limited. 23
Kegagalan termohon untuk memenuhi kewajiban pembayaran tersebut
dilatarbelakangi oleh kekalahan termohon dalam tender pelayanan ibadah haji dan
umroh. Tender tersebut merupakan kebijakan pemerintah Republik Indonesia
yang mengatur bahwa apabila perusahaan penerbangan ingin ikut serta dalam
pelayanan ibadah haji dan umroh maka wajib untuk mengikuti tender. Penyewaan
pesawat Airbus A330-202 yang dilakukan oleh termohon tersebut merupakan
suatu persiapan yang dilakukannya demi mempersiapkan aspek teknis, dimana
22
Ibid.
23
Ibid.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
pesawat tersebut adalah pesawat andalan termohon yang disewa dari pemohon.
Kekalahan
tersebut
menurut
termohon
merupakan
suatu
kondisi
yang
dikatagorikan sebagai keadaan memaksa, sehingga termohon meminta keringanan
terhadap cara pembayaran sewa menyewa pesawat tersebut sekaligus melakukan
restrukturisasi kondisi keuangan internal, mengingat tenggang waktu sewa
menyewapun masih relative lama yaitu sampai dengan akhir bulan desember
2015. Akan tetapi kondisi tersebut tidak dapat diterima untuk dijadikan sebuah
alasan keterlambatan pembayaran oleh pemohon. Atas alasan-alasan tersebut,
maka pada tanggal 20 Desember 2012 pemohon mengajukan surat permohonan
pailit yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 24
2.2
Kedudukan Calon Penumpang Dalam Kepailitan PT. Metro Batavia
Dalam melakukan analisis skripsi saya ini, pertama saya akan memberikan hal-hal
yang dapat membedakan antara kreditor dan calon penumpang, sehingga dapat
menjadi suatu pertimbangan kurator dalam memberikan ganti rugi kepada calon
penumpang.
Pertama adalah Latar belakang perjanjian yang melahirkan perikatan
antara para pihak.
- PT. Metro Batavia dan International Lease Finance Corporation terikat
dalam suatu perjanjian sewa menyewa dimana PT. Metro Batavia
bertindak sebagai penyewa dan International Lease Finance Corporation
sebagai pemberi sewa. Ketidakmampuan penyewa untuk membayar
sejumlah uang menyebabkan penyewa memiliki sejumlah utang yang
harus dibayarkan kepada pemberi sewa. Sehingga penyewa merupakan
seorang debitor yang harus membayar utangnya kepada kreditor.
-
Sedangkan antara PT. Metro Batavia dan calon penumpang terikat dalam
suatu perjanjian jual beli dari kegiatan jual beli tiket pesawat. PT. Metro
Batavia bertindak sebagai penjual dan calon penumpang sebagai pembeli.
Kondisi dimana para pembeli telah membayarkan sejumlah uang untuk
24
Ibid.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
mendapatkan jasa penerbangan, menyebabkan penjual berkewajiban untuk
memberikan jasa tersebut.
Sehingga dalam hal ini, internasional lease finance corporation bertindak sebagai
kreditor seperti apa yang dikenal dalam hukum kepailitan Indonesia, namun para
calon penumpang disini bertindak sebagai pembeli.
Kedua adalah Perbedaan kontraprestasi yang harus diberikan kepada calon
penumpang dan para kreditor.
-
Prestasi yang harus dipenuhi oleh PT. Metro Batavia kepada para kreditor
adalah berbeda dengan prestasi yang harus dipenuhi PT. Metro Batavia
kepada para calon penumpang. Dimana dalam hal ini para kreditor
memiliki piutang berupa uang sedangkan para calon penumpang yang
telah membeli tiket namun batal diberangkatkan tersebut mengakibatkan
para penumpang tersebut memiliki piutang jasa yang telah mereka beli
namun belum mereka dapatkan dari PT. Metro Batavia.
Sehingga perbedaan jenis piutang yang dimiliki tersebut seharusnya juga
membedakan penanganan yang harus diberikan oleh kurator kepada para calon
penumpang. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pengalihan maskapai
penerbangan tanpa dipungut biaya apapun. Namun kembali lagi hal tersebut
sangat sulit dilakukan apabila kurator mempersamakan kedudukan calon
penumpang dengan kreditor konkuren.
Selanjutnya penulis akan memberikan beberapa peraturan, baik peraturan
perundang-undangan maupun peraturan menteri, yang dapat menjadi sebuah
pertimbangan para kurator sehingga para calon penumpang tersebut terjamin atas
piutang jasa mereka maupun apabila akan dilakukan ganti rugi berupa uang.
Karena dalam hal ini kreditor konkuren merupakan posisi kreditor yang tidak
terjamin, jika dalam suatu pemberesan utang yang dilakukan oleh kurator, aset
yang dimiliki oleh perusahaan yang dipailitkan tersebut telah habis, maka kreditor
konkuren atau para calon penumpang tersebut tidak mendapatkan jasa maupun
ganti rugi sebesar yang seharusnya mereka dapatkan.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
-
Di dalam pasal 4 huruf b diatur mengenai hak dari konsumen dimana
para konsumen berhak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Nilai tukar
yang dimaksud dalam pasal 4 huruf b tersebut adalah sejumlah uang yang
diberikan oleh konsumen kepada pelaku sebagai bentuk barang yang
ditukarkan dengan barang dan/atau jasa yang konsumen inginkan.
-
Pasal 4 huruf h juga mengatur mengenai kompensasi atau ganti rugi yang
merupakan hak konsumen apabila para konsumen dalam hal ini adalah
calon penumpang yang telah membeli tiket tersebut tidak mendapatkan
jasa yang mereka beli sesuai dengan apa yang diperjanjikan atau tidak
semestinya.
-
Pasal 7 huruf g, dimana pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima oleh
konsumen tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara
-
Pasal 146 Undang-Undang Penerbangan, dimana dalam pasal tersebut
disebutkan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang kecuali dalam
hal ini pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut
disebabkan oleh factor cuaca dan teknis operasional. Dimana pasal 170
Undang-Undang Penerbangan tersebut menegaskan bahwa jumlah ganti
kerugian untuk setiap keterlambatan yang dimaksud dalam pasal 146
tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
-
Pasal 2 huruf e peraturan menteri perhubungan
mengatur bahwa
pengangkut yang mengoprasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab
atas kerugian terhadap keterlambatan angkutan udara, yang selanjutnya
dijelaskan dalam pasal 9 huruf c menyebutkan bahwa pembatalan
penerbangan termasuk dalam apa yang diatur dalam pasal 2 huruf e.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
-
Terlebih lagi dalam pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa apabila telah
terjadi pembatalan keberangkatan maka pihak pengangkut wajib
mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh calon
penumpang.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Dapat kita lihat disini bahwa Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, juga telah memberikan ruang kepada kurator
untuk melakukan suatu tindakan terhadap kelanjutan perjanjian timbal balik yang
dalam kasus ini adalah perjanjian jual beli jasa. Sebagai seorang kurator yang
mengurus harta perusahaan yang bergerak di bidang jasa publik, berdasarkan
pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, seharusnya para calon penumpang yang telah membeli tiket
tersebut dapat menerima suatu jaminan penyelesaian perjanjian timbal balik
tersebut. Apabila
hal tersebut dapat dilakukan maka kedudukan para calon
penumpang tidak sama seperti para kreditor konkuren yang pelunasan atas
piutangnya tidak terjamin dan disesuaikan dengan sisa harta setelah dibagikan
terlebih dahulu kepada kreditor preferen dan kreditor separatis. Kurator
seharusnya juga memperhatikan hal-hal tersebut diatas terkait perlindungan
konsumen yang sering menjadi korban karena pada akhirnya tidak mendapatkan
ganti rugi.
Sebagai kurator yang mengurus pelunasan utang suatu perusahaan
semenjak perusahaan tersebut dinyatakan pailit, tentu saja nasib para calon
penumpang yang telah membeli tiket namun batal untuk diberangkatkan tersebut
berada dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh para kurator tersebut.
Kedudukan para calon penumpang tersebut sebenarnya dapat dijamin apabila para
kurator memperhatikan Undang-Undang yang memberikan perhatian lebih kepada
para konsumen, dan juga pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dapat dibayangkan apabila pasal
tersebut diterapkan dengan sebaik-baiknya dan juga memperhatikan UndangUndang yang melindungi kepentingan konsumen serta teori-teori hukum yang
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
berlaku di Indonesia, maka kita tidak akan lagi melihat fenomena para calon
penumpang yang dipersamakan dengan kreditor konkuren yang berada dalam
posisi terakhir. Memang dalam hal ini di Indonesia berlaku asas lex specialis
derogat legi generalis dimana hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan
hukum yang umum. Dalam kasus ini Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang merupakan hukum yang khusus mengatur keadaankeadaan kepailitan, sehingga apabila terdapat perusahaan yang dinyatakan pailit,
maka pemberesannya menggunakan Undang-Undang ini.
Sebagai suatu perbandingan yang dapat penulis berikan adalah kedudukan
para karyawan yang telah diatur secara khusus oleh Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 95 ayat (4) menyebutkan
bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. 25 Dengan
adanya pasal tersebut dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan maka kedudukan
para karyawan menjadi kreditor preferen yang mana merupakan kreditor yang
sifat piutangnya adalah istimewa dan didahulukan pembayaran. Dalam
wawancaranya kepada Okezone.com, Turman Panggabean sebagai salah satu
kurator yang diangkat majelis hakim yang mengadili kasus kepailitan PT. Metro
Batavia ini mengatakan bahwa :
“dalam kasus ini karyawan bersama Pajak merupakan kreditur preference.
Artinya karyawan tidak usah khawatir menyangkut hak-haknya pasca
putusan pailit”.26
Sayangnya dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak
mengatur hal yang sama mengenai ganti rugi konsumen pada suatu perusahaan
yang dinyatakan pailit, dimana hal tersebut menyebabkan para calon penumpang
tidak memiliki kepastian hukum selayaknya para karyawan dalam hal pemenuhan
piutang yang mereka miliki. Sehingga latar belakang perjanjian, perbedaan jenis
25
Indonesia (f), Hukum Tentang Ketenagakerjaan, Nomor 13 Tahun 2003, LNRI Tahun
2003 Nomor 39, ps. 95 ayat (4).
26
OKEZONE.COM, “ECONOMY Sektor Riil: Utang Gaji & Pesangon Batavia Air ke
Karyawan Rp145 M”, http://economy.okezone.com/read/2013/02/15/320/762306/utang-gajipesangon-batavia-air-ke-karyawan-rp145-m diunduh 24 Mei 2013.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
utang
yang
mempengaruhi
cara
pemenuhannya,
Undang-Undang
yang
memberikan perhatian kepada konsumen, dan pasal 36 ayat (1) Undang –Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang seharusnya dapat
menjadi suatu sumber yang mampu membawa kurator untuk lebih memperhatikan
nasib para calon penumpang yang menjadi korban atas kepailitan suatu
perusahaan yang bergerak di bidang jasa publik, dalam kasus ini adalah PT. Metro
Batavia.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam penyusunan skripsi yang berjudul Kedudukan Calon Penumpang
Maskapai Penerbangan Dalam Hal Pengembalian Uang Tiket Terkait Proses
Pembagian Harta Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit dengan studi kasus putusan
PT. Metro Batavia, akhirnya sampailah pada bab penutup, dimana penulis dapat
mengambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.
Pada suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa publik, seharusnya
perlindungan terhadap para konsumen menjadi suatu hal yang sangat
diperhatikan. Kepailitan suatu perusahaan membuat memang membawa
suatu dampak bagi seluruh pihak sekalipun yang tidak termasuk dalam
kelompok kreditor. Calon penumpang yang telah memiliki tiket juga
merupakan pihak yang paling dirugikan karena jasa yang mereka beli
tersebut, hilang secara cuma-cuma karena status pailit yang ditetapkan
oleh pengadilan kepada PT. Metro Batavia. Sehingga dalam hal ini kurator
dalam mengurus harta perusahaan yang dinyatakan pailit dan juga
membagikannya kepada para kreditor, seharusnya juga memperhatikan
Undang-Undang selain Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Karena calon penumpang yang telah
membeli tiket memang tidak dilindungi secara langsung dalam UndangUndang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
selayaknya para kreditor. Namun apabila kurator memperhatikan pasal 36
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
ayat
(1)
Undang-Undang
Kepailitan
dan
Penundaan
Kewajiban
Pembayaran Utang, seharusnya para kurator tersebut memiliki ruang untuk
dapat memberikan suatu jaminan kepada para calon penumpang yang telah
membeli tiket. Jaminan yang dapat diterapkan dalam kasus ini adalah
jaminan terhadap sebuah pelaksanaan dari perjanjian timbal balik yang
mengikat para calon penumpang tersebut dengan PT. Metro Batavia
sehingga para calon penumpang tersebut tidak berada dalam posisi
kreditor konkuren yang pada akhirnya tidak mendapatkan kepastian
pemenuhan pelaksanaan prestasi maupun ganti rugi .
2.
Pembagian harta perusahaan yang dilakukan oleh para kurator yang
ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara kepailitan
tersebut dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal
tersebut tentunya mempengaruhi porsi para calon penumpang yang telah
membeli tiket karena kedudukan mereka tidak diatur dalam UndangUndang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
maupun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan. Berbeda dengan para karyawan yang diatur dengan jelas
pada Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga porsi yang mereka
dapatkan adalah sesuai dengan piutang yang mereka miliki dan juga
kedudukan para karyawan dipersamakan dengan kreditor preferen.
Walaupun seharusnya para calon penumpang tersebut memiliki porsi
tersendiri selayaknya para karyawan berdasarkan latar belakang perjanjian
dan jenis utang yang berbeda dari para kreditor, namun karena kedudukan
mereka tidak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
maupun Undang-Undang Penerbangan. Hal tersebut mengakibatkan para
calon penumpang tersebut berdasarkan Undang-Undang tidak dapat
dipersamakan dengan kreditor preferen. Sehingga porsi pengembalian
piutang yang mereka dapatkan adalah sama dengan para kreditor konkuren
lainnya yang belum tentu sesuai dengan jumlah yang seharusnya mereka
dapatkan.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
3.2
Saran
1.
Sebagai calon Penumpang, Agen Penerbangan, Otoritas Jasa Penerbangan
dan juga kurator yang mengurus suatu harta sebuah perusahaan jasa public
yang dipailitkan seharusnya lebih memperhatikan hak-hak konsumen yang
dalam kasus ini adalah para calon penumpang yang telah membeli tiket
namun batal untuk mendapatkan jasa penerbangan dari PT. Metro Batavia.
Dimana ketelitian seorang kurator dalam membagikan harta perusahaan
yang telah pailit tersebut sangat diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan memperhatikan setiap ruang yang diberikan oleh Undang-Undang
untuk mengutamakan nasib para calon penumpang tersebut, agar mereka
mendapatkan kepastian ganti rugi atas piutang jasa yang mereka miliki.
Salah satunya adalah dengan menggunakan pasal 36 ayat (1) UndangUndang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai
dasar untuk dapat diberikannya suatu jaminan kepada para calon
penumpang tersebut bahwa mereka pasti akan mendapatkan apa yang
menjadi hak mereka secara utuh walaupun perusahaan tempat mereka
membeli tiket tersebut telah menyandang status pailit.
2.
Pemerintah Indonesia harus memberikan suatu kepastian hukum kepada
para konsumen yang kerap kali menjadi korban atas kepailitan suatu
perusahaan jasa publik atau pelayanan publik. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui revisi Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban
Pembayaran
Utang
terkait
kepentingan publik ataupun merevisi
hal-hal
yang
menyangkut
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen agar mengatur kedudukan konsumen pada perusahaan publik
yang dinyatakan pailit. Revisi tersebut dapat dilakukan selayaknya
Undang-Undang Ketenagakerjaan yang telah mengatur kondisi tersebut
sehingga para karyawan menjadi golongan yang didahulukan dalam hal
pembagian harta pailit atau termasuk ke dalam kelompok kreditor
preferen.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditur dan Debitur dalam Hukum
Kepailitan di Indonesia. Yogyakarta; Total Media, 2008.
Aria, Eryanto Nugroho, dan Hemi Sri Nurbayanti. Kepailitan di Negeri Pailit.
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan di Indonesia, 2004.
Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
------------------. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia.
Jakarta: Rajawali, 1999.
Bank Indonesia. Penerapan Z-Score Untuk Memprediksi Kesulitan Keuangan dan
Kebangkrutan Perbankan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia, 1999.
Fuady, Munir. Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Citra
Aditya Bakti, 2002.
Hartini, Rahayu. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press, 2007.
Hartono, Sri Rejeki. Civil Law as Foundation for Modern Law on Bankruptcy.
Jakarta,1999.6.
H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar
Grafika, 2006.
Hoff, Jerry. Undang-Undang Kepailitan di Indonesia,diterjemahkan oleh Kartini
Muldjadi. Jakarta: PT. Tatanusa, 2000.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Hak Tanggungan, Seri Hukum Harta
kekayaan. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008.
------------------------, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Muljadi, Kartini. “Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang.” Penyelesaian
Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, ed. Bandung :
Penerbit Alumni, 2001.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty,
1988.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Nating, Imran. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2005.
Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Bagian
Pertama. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
Subekti, R. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 1992.
-------------. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT.Intermasa, 1979.
Subhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan; Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.
Jakarta: Kencana, 2008.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori dan Praktek. Bandung: CV, Mandar Maju, 1997.
Soemaryati, Siti dan Hartono. Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran. Yogyakarta; Liberti, 1981.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2005.
Sjahdeini, Remy Sutan. Hukum Kepailitan, Memahami Undang-undang Nomor
37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,
2009.
-----------------------------. “Hak Jaminan Dan Kepailitan.” Makalah Pembanding
Dalam Seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia. Jakarta, 2000. 2.
Syamsudin, M. Operasional Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2007.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis, Kepailitan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Yuhassarie, Emmy dan Tri Harnowo, Prosiding Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Pekembangannya. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004.
Yuhassarie, Emmy, ed. Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya.
Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005.
JURNAL DAN MAKALAH
Paripurna P. Sugarda, “Definisi Utang Menurut RUU Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17, Januari
2002.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Matthews, Timothy B, “The Scope of Claims Under the Bankruptcy Code, 1893,
National Conference of Bankruptcy Judges.”American Bankruptcy Law
Journal, Lexis.
Situmorang, Mosgan. “Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1998 Menjadi Undang-Undang.” Hukum Nasional .Januari, 1999.
Erwin von den Steinen, Ingomar Joerss, Pablo Mendes de Leon, “Study on
Consumer Protection Against Aviation Bankruptcy.” Booz&Co Study on
Consumer Protection Against Aviation Draft Final,18 March 2009..
Tumbuan, Fred BG. “The Relevance of Civil Code Concepts for Bankruptcy
Law.” Makalah Keperensi 150 Tahun KUHPerdata Indonesia, Hukum
Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Kerjasama BPHN dan
Universitas Leiden, Jakarta. 1999.
Velerie Selvie Sinaga, “Sekilas Catatan tentang Hukum Kepailitan.” dalam
Analisa Putusan Kepailitan pada Pengadilan Niaga Jakarta, diedit oleh
Tri Harnowo, .Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya,
2005.
Ed Douglas G. Baird. “A World Without Bankruptcy.” dalam Corporate
Bankruptcy Economic and Legal Persprective, edited by Jagdeep S.
Bhandari and Lawrence A. Weiss.New York : Cambridge University
Press, 1996.
Tumbuan, Fred B. G. “Mencermati Makna Debitur, Kreditur, dan Utang
Berkaitan dengan Kepailitan.” dalam Emmy Yushassarie. UndangUndang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum. 2005.
KARYA TULIS
Subarjono. “Kedudukan Hukum Kreditor Konkuren Dalam Penyelesaian Utang
Debitur Yang Dinyatakan Pilit.” Tesis Program Magister Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia (a). Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 1985 Nomor
73, TLN Nomor 4443.
----------- (b). Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU Nomor 8
Tahun 1999. LN Tahun 1999 Nomor 42. TLN Nomor 3821.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
------------ (c). Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UU Nomor 5 Tahun 2004, LN No. 9
Tahun 2004, TLN Nomor 4359.
------------ (d). Undang-Undang Tentang Penerbangan. UU Nomor 1 Tahun 2009,
LNRI Tahun 2009 Nomor 1.
------------ (e). Hukum Tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 13 Tahun 2003,
LNRI Tahun 2003 Nomor 39.
------------ (f). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Burgerlijk Wetboek.
PERATURAN MENTERI
Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan
Udara, Nomor 77 Tahun 2011, ps. 1 angka 7.
INTERNET
Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/ diunduh pada 1 april 2013.
OKEZONE.COM, “ECONOMY Sektor Riil: Utang Gaji & Pesangon Batavia Air
ke
Karyawan
Rp145
M”,
http://economy.okezone.com/read/2013/02/15/320/762306/utang-gajipesangon-batavia-air-ke-karyawan-rp145-m diunduh pada 24 Mei 2013.
Pandri.
“Sejarah
Awal
Perusahaan
Batavia
Air”.
http://pandri16.blogspot.com/2013/02/Sejarah-Berdiri-Perusahaan-Batavia-Air.html,
diunduh pada 25 April 2013.
SUARA PEMBACA Detikcom, “Deposit dan Refund Biro Perjalan Kasus Adam
Air
Tak
Kunjung
Usai”,
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/06/03/094550/949407/283/depos
it-dan-refund-biro-perjalanan-kasus-adam-air-tak-kunjung-usai, diunduh
pada 17 Mei 2013.
SOLO POS, “PAILIT BATAVIA AIR: Ganti Rugi bagi Penumpang Bukan
Prioritas Kurator”, http://www.solopos.com/2013/01/31/pailit-bataviaair-ganti-rugi-bagi-penumpang-bukan-prioritas-kurator-374240, diunduh
pada15 Mei 2013.
Todd
J.
Zywcki,
“Bankruptcy”,
http://www.econlib.org/library/Enc/Bankruptcy.html, diunduh pada 14
Maret 2013.
Kedudukan calon…, Saiful Tenaya, FH UI, 2013
Download